V
FREE WEBINAR
COVID-19 DAN
TINJAUAN KESEHATAN MASYARAKAT
Moderator :
Subur Prajitno, dr., MS, AKK, FISPH, FISCM.
Narasumber :
1. Herlin Ferliana, dr., MKes. Kadinkesprov Jatim
Sistem Kesehatan Nasional, dalam Penanggulangan
COVID-19 di Jawa Timur
2. Dr. Febri Endra Budi Setyawan, dr., MKes., FISPH., FISCM
Tatalaksana COVID-19 dari sudut pandang Public Health
(Holistik Komprehensif)
3. Dr. Windhu Purnomo, dr., MS.
Data, Prediksi, dan Estimasi Kasus COVID-19
4. Hj. Andiani, dr., MKes., CHt.
Manajemen Klinik dan RS di Era Pandemi COVID-19
5. Wienta Diarsvitri, dr., MSc., PhD., FISPH., FISCM.
COVID-19 Dari Perspektif Epidemiologi : Merespon Dampak
Determinan Sosial Terhadap Morbiditas dan Mortalitas
COVID-19
6. Dr. Lilik Djuari, dr., MKes., AKK, FISPH, FISCM.
Perspektif Ekonomi Kesehatan dan Promosi Kesehatan Dalam
Penanggulangan COVID-19
PDK3MI PC Regional
VV
COVID-19 DAN
TINJAUAN KESEHATAN MASYARAKAT
Editor :
Dr. Lilik Djuari, dr., MKes., AKK, FISPH, FISCM.
Subur Prajitno, dr., MS, AKK, FISPH, FISCM.
Kontributor :
Herlin Ferliana, dr., MKes.
Dr. Febri Endra Budi Setyawan, dr., MKes., FISPH., FISCM
Dr. Windhu Purnomo, dr., MS.
Hj. Andiani, dr., MKes., CHt..
Wienta Diarsvitri, dr., MSc., PhD., FISPH., FISCM.
Dr. Lilik Djuari, dr., MKes., AKK, FISPH, FISCM.
Diterbitkan oleh :
PDK3MI Pengurus Cabang Regional V
(Jatim, Bali, NTB, NTT)
edisi pertama Mei 2020
ISBN : 978-602-50114-2-9
Disajikan dalam :
Free Webinar COVID-19 Tinjauan Ilmu Kesehatan Masyarakat
2 Juni 2020
Kerjasama antara :
IDI Cabang Surabaya
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
PDK3MI Pengurus Cabang Regional V
Assalamualaikum Wr Wb.
Alhamdulillah kita semua dalam keadaan sehat dan bisa mengikuti acara webinar
saat ini. Pandemi COVID-19 sudah berjalan 4 bulan, dan sampai saat ini angka kejadian
COVID-19 di Indonesia masih terus meningkat. Pengendalian penyebaran COVID-19
telah dilakukan sedemikian rupa sampai pada pembatasan aktivitas sosial. Aktivitas
ekonomi melambat, beberapa sektor usaha mengalami kesulitan. Pandemi ini telah
membawa perubahan besar dalam tatatan sosial, ekonomi, pendidikan dan kesehatan.
Diperlukan strategi yang jitu dalam mengelola pandemi COVID-19 : menekan angka
kejadian dengan memutus rantai penularan, menangani pasien korban COVID-19 secara
maksimal sehingga mortalitas kecil , tetapi tetap berusaha agar korban ekonomi dan
sosial tidak semakin luas.
Seminar “COVID-19 dan Tinjauan Kesehatan Masyarakat” akan membahas
secara lengkap semua aspek COVID-19 dengan pembicara pakar di bidang masing-
masing. Diharapkan setelah mengikuti seminar ini, kita akan mempunyai wawasan dan
pemahaman yang lebih luas mengenai penanganan COVID-19 di masyarakat secara
holistik. Semoga acara seminar ini membawa manfaat bagi kita semua. Mohon maaf bila
ada kekurangan. Tetap sehat…..tetap semangat….harapan selalu masih ada. Semoga
kita semua selalu dalam lindungan Allah SWT
Assaalamualaikum Wr Wb
Surabaya, 26 Mei 2020
i
Sambutan Ketua Umum Pengurus Pusat PDK3MI dan BKSIKMIKPIKKFKI
ii
SISTEM KESEHATAN NASIONAL DALAM
PENANGGULANGAN COVID-19 DI JAWA TIMUR
Herlin Ferliana, dr., MKes.
(Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur)
PENDAHULUAN
Kepala BAPPENAS RI mengatakan bahwa : “Wabah Pandemi COVID-19 telah
membuka mata semua pihak bahwa Sistem Kesehatan Nasional (SKN) Indonesia
selama ini rapuh.” (merdeka.com, 26 Mei 2020).
Hal tersebut meliputi kesiapan :
APD
Lab PCR
RS Darurat
Obat
Dll
1
Gambar 2. Perkembangan COVID-19 di Indonesia
2
Gambar 4. Diagram peta sebaran COVID-19 di Jawa Timur
3
Update hingga tanggal 27 Mei 2020
Gambar 6. Distribusi sebaran COVID-19 di Jawa Timur
4
Proporsi Status Pasien Sebelum Menjadi Kasus Konfirmasi
di Provinsi Jawa Timur sd Tgl 27 Mei 2020
352
8,56%
1448
35,21% OTG
ODP
44,07% PDP
500
Total 4112
OTG 1448
ODP 500
PDP 1812
Tidak Diketahui 352
Perkembangan Kasus Konfirmasi COVID-19 di Provinsi Jawa Timur Kasus Kumulatif : 4,112 kasus
Kesembuhan Kumulatif : 548 kasus
Kumulatif s.d 27 Mei 2020 Recovery Rate : 13.33%
Kematian Kumulatif : 337 kasus
4500 Case Fatality rate (CFR) : 8.20% 30,00%
4000
25,00%
3500
3000 20,00%
2500
15,00%
2000
1500 10,00%
1000
5,00%
500
0 0,00%
Kasus Kematian
Gambar 8. Perkembangan COVID-19 di Jawa Timur
5
PENGERTIAN DAN GAMBARAN SKN
Tujuan Negara :
1. memajukan kesejahteraan umum
2. mencerdaskan kehidupan bangsa
3. ikut serta menjaga ketertiban dunia
Salah satu indikator kesejahteraan adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
IPM ada 3 penilaian yaitu :
1. Kesehatan,
2. Tingkat Pendidikan
3. Ekonomi
Definisi SKN
Pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia
secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya.
Tujuan SKN
Terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua komponen bangsa, baik
pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat termasuk badan hukum, badan
usaha dan Lembaga swasta secara:
1. Sinergis
2. Berhasil Guna
3. Berdaya Guna
Dasar atau Asas SKN :
a. Perikemanusiaan
b. Keseimbangan
c. Manfaat
d. Perlindungan
e. Keadilan
f. Penghormatan ham
g. Sinergisme dan Kemitraan yang dinamis
h. Komitmen dan tata pemerintahan yang baik
i. Legalitas
j. Antisipatif dan Proaktif
k. Gender dan Nondiskriminatif
l. Kearifan lokal
6
Upaya
Kesehatan Penelitian &
Pengembangan
kesehatan
Pembiayaan
kesehatan
Sediaan
SISTEM farmasi, alkes,
KESEHATAN & makanan
NASIONAL
Manajemen,
informasi &
regulasi Pemberdayaan
kesehatan masyarakat
SDM
Kesehatan
KONDISI SAAT
INI
PARADIGMA NASIONAL
(Pancasila, UUD 1945)
1. AKI tinggi
2. AKB tinggi
3. Stunting Derajat
tinggi SKN Kesmas Rakyat
(Arah, dasar, bentuk dan setinggi Sehat Tujuan
4. Masalah Nasional
tinggi Produktif
Penyakit cara penyelengaraan
nya
Menular, Bangkes)
Penyakit
Tidak
Menular
5. Lingkunga
n Kurang
Sehat LINGKUNGAN STRATEGIS
6. SDM (Ideologi, Politik, Ekonomi
Kesehatan Sosial Budaya dan Pertahanan
Terbatas Keamanan)
7. PHBS
yang
kurang Global, Regional, Nasional, Lokal
Peluang/Kendala
7
Indikasi dari Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang rapuh bisa dilihat dari banyaknya
permasalahan kesehatan yang muncul khususnya yang terjadi pada Pandemi COVID-
19.
COVID-19
AKB
TBC
DERAJAT KESEHATAN
MASYARAKAT
Stunting DBD
8
Situasi HIV AIDS di Jawa Timur :
Gambar 13. Posisi Jawa Timur dalam penanggulangan HIV AIDS di Indonesia, 2019
9
12000
10000
Pasien HIV
8000 Komulatif
Jumlah
70,482
6000
4000
2000
0
1989-
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
2004
HIV 197 570 1371 1435 2286 1558 2233 2646 3194 4209 5326 6212 6736 8317 8930 9981
AIDS 540 348 589 855 1215 1283 1193 1652 1975 2822 1610 1485 1847 1069 1388 1254
Gambar 14. Trend Penemuan Kasus HIV- AIDS baru per tahun di Jawa Timur Periode 1989 –
2019
10
Situasi TBC di Jawa Timur :
Estimasi
Jumlah Kasus
64.311 / 66%
Notifikasi
This Photo by Unknown Author is licensed
under CC BY-SA Kasus
34%
Kasus belum
terlaporkan
Kasus Terbanyak
2.125 / 858 5.189 1.685 No 2 se
TBC RO TBC Anak TBC HIV Indonesia
Ternotifikasi
11
Gambar 18. Posisi Indonesia dalam penanggulangan TBC
total
coverage
PSN melalui
serentak Gerakan 1 rumah bermutu
1 jumantik
berkesin
ambunga
n
12
10
15
20
25
30
0
5
1000
1500
2000
0
500
CFR
27
KEDIRI
5000
10000
15000
20000
25000
30000
0
PONOROGO 1721
16
TULUNGAGUNG
MALANG 1600
13
PONOROGO
KEDIRI 1398
PAMEKASAN
NGAWI 1360
SIDOARJO
JEMBER 988
Meninggal : 186
BLITAR
18.631
TULUNGAGUNG 899
: 1,01%
BOJONEGORO
BLITAR 671
9 9 8 8 8
MALANG
PACITAN 664
JEMBER
KOTA MALANG 527
26.015
BANYUWANGI
BOJONEGORO 520
MAGETAN
TRENGGALEK 507
NGANJUK
MAGETAN 471
5.420
7 6 6 6 6
SUMENEP
SITUBONDO 448
PROBOLINGGO
GRESIK 441
TRENGGALEK
PROBOLINGGO 440
5 5 4
8.257
MADIUN
TUBAN 398
JOMBANG
LAMONGAN 384
KOTA KEDIRI BONDOWOSO 383
LAMONGAN SUMENEP 369
14.534
Total : 18.397
KOTA PASURUAN PAMEKASAN 328
9.483
MOJOKERTO 267
GRESIK SAMPANG 265
LUMAJANG KOTA BLITAR 254
KOTA MADIUN KOTA MADIUN 245
24.461
PASURUAN
3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2
SAMPANG KOTA… 215
BANGKALAN PASURUAN 190
7.854
MOJOKERTO KOTA… 82
KOTA MOJOKERTO KOTA BATU 24
1 1 1 1 0 0 0
Th. 2009 Th.2010 Th.2011 Th.2012 Th.2013 Th.2014 Th.2015 Th.2016 Th.2017 Th.2018 Th.2019
SITUBONDO KOTA… 24
18.397
13
Situasi Gangguan Jiwa di Jawa Timur :
2013 2018
25
20
15 11
‰
10 7
3
5 2,3 1,7
1,3
0
Sulsel
Babel
Pabar
Sumbar
Kaltara
Banten
Sumut
Kalsel
Kaltim
Papua
Bali
NTB
Aceh
Sulut
Jatim
Lampung
Riau
NTT
Kepri
Gorontalo
INDONESIA
DIY
Sulteng
Sumsel
DKI
Jambi
Jabar
Malut
Kalteng
Maluku
Bengkulu
Jateng
Kalbar
Sulbar
Sultra
Gambar 24. Proporsi Rumah Tangga dengan ART Gangguan Jiwa Skizofrenia/Psikosis
menurut Provinsi (per mil), 2013-2018
14
% IDL; Bondowoso; 112,4
% IDL; Banyuwangi; 109,7
% IDL; Gresik; 107,2
% IDL; Ngawi; 106,3
2009
90,7
% IDL; Lamongan; 105,3
% IDL; Mojokerto; 104,1
101,4
% IDL; Jombang; 103,7
2010
% IDL; Tulungagung; 103,2
% IDL; Malang; 103,1
% IDL; Kediri; 102,5
2011
% IDL; Bojonegoro; 102,4
104,3
% IDL; Lumajang; 101,6
% IDL; Sumenep; 101,1
2012
Situasi Imunisasi di Jawa Timur :
97,43
2013
% IDL; Madiun; 98,8
97,39
% IDL; Kota Kediri; 98,8
% IDL
2014
% IDL; Pasuruan; 98,5
% IDL; Kota Pasuruan; 98,1
% IDL; Pacitan; 98,0
93,53
2015
% IDL; Kota Surabaya; 97,6
89,6
2016
91
% IDL; Nganjuk; 97,2
% IDL; Kota Probolinggo; 96,7
% IDL; Kota Batu; 96,6
2017
% IDL; Kota Malang; 96,3
91,92
% IDL; Jember; 96,3
2018
% IDL; Kota Mojokerto; 94,4
% IDL; Pamekasan; 94,3
% IDL; Sidoarjo; 93,2
2019
89,81
Gambar 25. Capaian Indikator Bayi IDL Per Kab/Ko Di Jawa Timur Tahun 2019
15
% IDL; Bangkalan; 72,1
700 642
627
598 582
600 567
531 534
529 522 520
500
400
300
200
100
0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
22
21,5
21
Thn. Thn. Thn. Thn. Thn. Thn.
2014 2015 2016 2017 2018 2019
3000
2000
Jumlah Kematian Bayi
1000
0
2015 2016 2017 2018 2019
1000
17
5. Perlu peran semua lintas program dalam kegiatan yang berfokus pada sasaran
yang tepat yaitu kelompok 1000 HPK sebagai sasaran yang berkontribusi terbesar
terhadap masalah stunting
Gambar 32. Pedoman manajemen penanganan COVID-19 dan dampaknya bagi Pemerintah
Daerah
18
Manajemen Penanganan COVID-19 di Jawa Timur :
1. Strategi Pencegahan Penyebaran Penularan COVID-19 :
a. Penyiapan Protokol : Menyusun Standar Kegiatan sesuai Protokol Kesehatan :
tempat Kerja, Pasar, tempat ibadah, dll.
b. Pelaksanaan protokol Kesehatan : Wajib Masker, Physical Distancing, Cuci
tangan.
c. Sosialisasi PHBS, Karakteristik Virus, penularan, Penyebaran, dll
d. Testing pemeriksaan Lab mell RT PCR, TCM, maupun Rapid test pada ODP,
PDP, OTG, ODR
e. Tracing : Identifikasi dan Tracking terhadap ODP, PDP, OTG
f. Rumah Observasi : orang dalam pantauan
g. Rumah Isolasi : Orang Konform tanpa Gejala atau Gejala ringan
20
Referensi Utama Pedoman Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 :
Gambar 34. Gambar sampul referensi Pedoman Pencegahan dan Pengendalian COVID-19
21
Deteksi dan Respon berdasarkan Kriteria Kasus :
Gambar 36. Diagram Penanganan COVID-19 di Jawa Timur dalam Sistem Kesehatan Nasional
22
Fasyankes tersebar di seluruh kab/kota se Jawa Timur :
• Jumlah RS 385
• Jumlah Puskesmas 968 (PKM Rawat Inap 630)
• Jumlah Pustu 2.250
• Jumlah Ponkesdes 3.213
• Jumlah Polindes 4.413
23
Gambar 39. Penguatan Sistem Kesehatan Nasional dalam RKP 2021
24
FOKUS PENGUATAN 2021
1. Penguatan Germas (Promotif dan Preventif)
Air bersih, sanitasi, cuci tangan pakai sabun, olahraga, kesehatan lingkungan,
kawasan sehat
2. Penguatan health security : kemampuan untuk prevent, detect, response
a. Pos pintu masuk (KKP)
b. Sistem peringatan dini (alert system), surveilans penyakit real time, kapasitas
dan jejaring laboratorium, kapasitas SDM, protokol dan tata laksana respon
cepat, litbang
c. Perluasan case detection, skrining, karantina kesehatan
3. Penguatan sumber daya: fasilitas, farmasi, alkes, dan SDM Kes
a. Pemenuhan fasilitas dan alkes sesuai kelas RS dan sistem rujukan
b. Pemenuhan dokter dan 9 jenis nakes di Puskesmas
c. Pemenuhan vaksin & obat (Pneumonia, TB, HIV/AIDS)
d. Dukungan insentif bagi industri farmasi dan alkes dalam negeri
e. Pengelolaan limbah medis
KESIMPULAN
25
TATALAKSANA PANDEMI COVID-19 MELALUI PENDEKATAN
HOLISTIK KOMPREHENSIF
PENDAHULUAN
26
kemudian menyentuh wajah sendiri tidak dianggap sebagai cara utama penyebaran
virus. Penyebaran utama tetap melalui mekanisme droplet infection.
Salah satu aspek yang belum jelas adalah berapa lama SARS-CoV-2, nama
virus yang menyebabkan penyakit COVID-19, dapat bertahan hidup di luar tubuh
manusia. Beberapa studi tentang virus corona jenis lain, termasuk SARS dan MERS,
menemukan bahwa mereka dapat bertahan hidup pada logam, kaca, dan plastik
selama sembilan hari, kecuali mereka didesinfeksi dengan benar. Beberapa jenis virus
bahkan dapat bertahan hingga 28 hari di suhu rendah. Virus corona dikenal sangat
tangguh dalam hal tempat mereka dapat bertahan hidup. Hal ini yang membuat para
peneliti mulai lebih memahami tentang pengaruh sifat ini terhadap penyebaran virus
corona baru.5
Neeltje van Doremalen, seorang pakar virologi di US National Institutes of Health
(NIH), dan rekan-rekannya di Rocky Mountain Laboratories di Hamilton, Montana,
adalah salah satu tim peneliti pertama yang melakukan tes tentang kemampuan SARS-
CoV-2 bertahan hidup di berbagai permukaan. Studi mereka, yang telah diterbitkan
dalam New England Journal of Medicine, menunjukkan bahwa virus tersebut dapat
bertahan dalam droplet hingga tiga jam setelah terlepas ke udara. Droplet halus
berukuran antara 1-5 mikrometer - sekitar 30 kali lebih kecil dari lebar rambut manusia
sehingga SARS-CoV-2 bisa tetap mengudara selama beberapa jam di udara yang
tenang. Ini berarti menunjukkan bahwa virus yang bersirkulasi dalam sistem pendingin
udara tanpa filter hanya akan bertahan paling lama selama dua jam, terutama karena
tetesan aerosol cenderung mengendap pada permukaan lebih cepat dalam udara yang
berpolusi.6
Studi NIH juga menemukan bahwa virus SARS-CoV-2 bertahan lebih lama di
atas permukaan kardus hingga 24 jam dan dapat bertahan selama 2-3 hari di
permukaan plastik dan stainless steel. Berdasarkan temuan tersebut, para ilmuwan
menduga virus bertahan lama di gagang pintu, meja dapur yang dilaminasi atau dilapisi
plastik, dan permukaan keras lainnya. Namun, para peneliti mendapati bahwa virus
cenderung mati dalam waktu sekitar empat jam di permukaan tembaga. 6
Penelitian lain menunjukkan bahwa virus korona dapat dinonaktifkan hanya
dalam waktu satu menit dengan mendesinfeksi permukaan dengan alkohol 62-70%,
atau cairan pemutih yang mengandung hidrogen peroksida 0,5% atau cairan pemutih
rumah tangga yang mengandung 0,1% natrium hipoklorit. Suhu dan kelembaban yang
lebih tinggi juga cenderung menyebabkan virus corona lain mati lebih cepat, meskipun
penelitian telah menunjukkan bahwa kerabat virus corona lain yang menyebabkan
27
SARS bisa mati oleh suhu di atas 560C (cukup panas untuk mencederai kulit) dengan
laju sekitar 10.000 partikel virus setiap 15 menit. Meskipun tidak ada data tentang
berapa banyak partikel virus dalam satu droplet yang keluar dalam sekali batuk,
penelitian tentang virus flu menunjukkan bahwa tetesan yang lebih kecil dapat
mengandung puluhan ribu salinan virus influenza. Namun jumlah ini dapat bervariasi
tergantung pada jenis virus itu sendiri, tempat ditemukan dalam saluran pernapasan
dan tahapan infeksi orang yang batuk tersebut.6
Pada pakaian dan permukaan lain yang lebih sulit didesinfeksi, belum jelas
berapa lama virus bisa bertahan. Sifat penyerap serat alami dalam karton,
bagaimanapun, dapat menyebabkan virus mengering lebih cepat daripada pada plastik
dan logam, menurut Vincent Munster, kepala bagian ekologi virus di Rocky Mountain
Laboratories dan salah satu dari peneliti yang memimpin studi NIH. Perubahan suhu
dan kelembaban juga dapat mempengaruhi berapa lama virus dapat bertahan, dan
karenanya bisa menjelaskan mengapa ia kurang stabil dalam droplet yang
mengambang di udara, karena mereka lebih terekspos.7
Penyakit akibat infeksi virus pada dasarnya adalah self-limiting disease yang
berarti bahwa penderita infeksi virus akan sembuh sendiri apabila penderita memiliki
sistem kekebalan tubuh yang baik. COVID-19 merupakan penyakit infeksi karena virus
sehingga termasuk dalam self-limiting disease.8 Untuk itu sangat penting bagaimana
pelayanan kesehatan melakukan penataksanaan COVID-19 dengan meningkatkan
imunitas atau kekebalan tubuh dengan pendekatan holistik-komprehensif.
Pendekatan holistik komprehensif adalah melakukan pelayanan kesehatan
dengan memperhatikan aspek biopsikososial. Pendekatan diagnosis biopsikososial
adalah menegakkan diagnosis holistik dengan memperhatikan faktor biologis, faktor
psikis dan faktor sosial.9 Pada penatalaksanaan COVID-19 seharusnya tidak hanya
memperhatikan pada aspek biologis atau klinis semata, namun harus memperhatikan
aspek psikologis dan aspek sosial. Konsep biopsikososial merupakan suatu
pemahaman yang menyeluruh tentang munculnya suatu kondisi sakit yang
dihubungkan dengan faktor lingkungan dan stres yang terkait di dalamnya. Sebaliknya
kondisi lingkungan dalam hal ini dukungan sosial dalam konsep biopsikososial dapat
memberikan perubahan pada kondisi sakit.
Pada surveilans COVID-19, individu dapat dikategorisasikan menjadi ODP
(Orang Dalam Pemantauan), PDP (Penderita Dalam Pengawasan), OTG (Orang Tanpa
Gejala) dan Kasus Konfirmasi. Penjelasan kategorisasi tersebut adalah sebagai
berikut:10
28
1. Orang Dalam Pemantauan (ODP)
1) Orang yang mengalami demam (≥380C) atau riwayat demam; atau gejala
gangguan sistem pernapasan seperti pilek/sakit tenggorokan/batuk dan tidak
ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan dan pada
14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal
di negara/wilayah yang melaporkan transmisi lokal*.
2) Orang yang mengalami gejala gangguan sistem pernapasan seperti pilek/sakit
tenggorokan/batuk dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki
riwayat kontak dengan kasus konfirmasi COVID-19.
2. Penderita Dalam Pengawasan (PDP)
1) Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yaitu demam (≥38 0C)
atau riwayat demam; disertai salah satu gejala/tanda penyakit pernapasan
seperti: batuk/sesak nafas/sakit tenggorokan/pilek/pneumonia ringan hingga
berat dan tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang
meyakinkan dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat
perjalanan atau tinggal di negara/wilayah yang melaporkan transmisi lokal*.
2) Orang dengan demam (≥380C) atau riwayat demam atau ISPA dan pada 14
hari terakhir Sebelum Timbul Gejala Memiliki Riwayat Kontak Dengan Kasus
Konfirmasi COVID-19.
3) Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat** yang membutuhkan perawatan
di rumah sakit dan tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang
meyakinkan.
3. Orang Tanpa Gejala (OTG)
Seseorang yang tidak bergejala dan memiliki risiko tertular dari orang konfirmasi
COVID-19. Orang tanpa gejala (OTG) merupakan kontak erat dengan kasus
konfirmasi COVID-19. Kontak Erat adalah seseorang yang melakukan kontak fisik
atau berada dalam ruangan atau berkunjung (dalam radius 1 meter dengan kasus
penderita dalam pengawasan atau konfirmasi) dalam 2 hari sebelum kasus timbul
gejala dan hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala. Termasuk kontak erat
adalah:
1) Petugas kesehatan yang memeriksa, merawat, mengantar dan membersihkan
ruangan di tempat perawatan kasus tanpa menggunakan APD sesuai standar.
2) Orang yang berada dalam suatu ruangan yang sama dengan kasus (termasuk
tempat kerja, kelas, rumah, acara besar) dalam 2 hari sebelum kasus timbul
gejala dan hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala.
29
3) Orang yang bepergian bersama (radius 1 meter) dengan segala jenis alat
angkut/kendaraan dalam 2 hari sebelum kasus timbul gejala dan hingga 14
hari setelah kasus timbul gejala.
4. Kasus Konfirmasi
Seseorang yang sudah dinyatakan terinfeksi COVID-19 berdasarkan hasil
pemeriksaan laboratorium RT-PCR (Real Time Polymerase Chain Reaction).
30
Stres psikologis atau kondisi psikosomatik mendorong terjadinya perubahan
imunologis. Peningkatan kadar kortisol dan epinefrin dapat mengganggu homeostasis
dan meningkatkan kerentanan terhadap penyakit melalui berbagai mekanisme. Kortisol
menyebabkan efek anti-inflamasi yang poten dan imunosupresif. Mekanisme biologis
stres mereduksi fungsi sistem imun, dan terjadinya inflamasi kronis dimediasi oleh
produksi hormon kortisol yang mengurangi kemampuan imun dengan menghambat IgA
dan IgG dan fungsi neutrofil, sehingga terjadi peningkatan kolonisasi biofilm dan
berkurangnya kemampuan untuk mencegah invasi bakteri atau virus pada jaringan
ikat.12
Sistem kekebalan tubuh manusia dibagi menjadi dua macam, yakni sistem
kekebalan tubuh alami dan sistem kekebalan tubuh didapat. 13 Kekebalan tubuh alami
yang diperantarai oleh sel (monosit, granulosit, makrofag, sel dendrit, dan limfosit) akan
bereaksi terhadap patogen secara cepat dengan mengenali patogen yang memiliki pola
molekul yang disebut pathogen associated molecular patterns (PAMPs) atau danger
associated molecular patterns (DAMPs).14 Jadi pada individu yang dikategorisasikan
pada surveilans COVID-1910 harus dinilai tingkat stresnya sehingga bisa dilakukan
penataksanaan lebih komprehensif berdasarkan kategorisasi surveilans COVID-19.
Penyebaran COVID-19 adalah droplet infection sehingga sangat penting untuk
mengetahui lingkungan sosial dari penderita COVID-19 sehingga dapat dilakukan
tracking untuk mengetahui lebih lanjut penderita COVID-19 ini tertular oleh siapa dan
berisiko menulari siapa pada lingkungan sosialnya. Pada diagnosis sosial sangat
diperlukan penilaian terhadap fungsi keluarga dari penderita COVID-19. Dukungan
keluarga sangatlah diperlukan sebagai upaya mempercepat proses kesembuhan dari
penderita COVID-19. Proses pengobatan penderita COVID-19 khususnya yang
mengalami gejala klinis akan dilakukan isolasi di fasilitas khusus yang disiapkan oleh
pemerintah dan bahkan di rumah sakit. Hal ini tentulah akan membatasi hubungan
penderita dengan keluarganya. Untuk itu tim kesehatan (tenaga medis dan tenaga
kesehatan) harus dapat menilai bagaimana fungsi keluarga dari penderita COVID-19
yang selanjutnya menentukan program yang tepat untuk dapat melibatkan keluarga
dalam proses pengobatan penderita COVID-19.
Penatalaksanaan penderita COVID-19 harus dilakukan secara komprehensif,
menyeluruh dan paripurna, melibatkan multi sektor tidak hanya bidang kesehatan
melalui upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Pedoman pencegahan dan
pengendalian COVID-19 di Indonesia sudah dibuat oleh Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. Penatalaksanaan dilakukan pada orang yang sehat, orang yang
31
sehat berkategori ODP, orang sakit dalam pengawasan (PDP) dan terkonfirmasi positif
COVID-19.
Upaya promotif dilakukan dengan memberikan informasi dan edukasi yang
benar tentang COVID-19. Informasi dan edukasi yang diberikan hendaknya bersifat
positif dan tidak memberikan ketakutan kepada masyarakat. Informasi bahwa infeksi
virus bersifat self-limiting disease dan pentingnya kekebalan tubuh sangat penting
disampaikan sehingga masyarakat bisa menginterpretasikan informasi dan edukasi ini
dengan upaya mandiri untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya. Informasi dan
edukasi yang dapat diberikan antara lain:
1. Pengetahuan tentang COVID-19 (penyebab, gejala, tanda, penularan,
pencegahan dan pengobatan)
2. Faktor risiko yang memperberat gejala klinis COVID-19
3. Pemantauan kondisi kesehatan melalui skrining mandiri
4. Sikap dan tindakan yang harus dilakukan sesuai dengan kondisi kesehatan saat
ini
5. Pengelolaan stress
6. Akses informasi yang akurat tentang COVID-19 (WHO, Center for Disease Control
(CDC), dan Kementerian Kesehatan RI)
32
dengan kondisi masing-masing penderita COVID-19. Harapan yang besar dari
penderita COVID-19 adalah segera sembuh, dalam artian bahwa hasil 2 kali
pemeriksaan PCR negatif. Ini yang saat ini masih menjadi kendala bersama karena
hasil pemeriksaan PCR tidak bisa segera didapatkan, butuh waktu yang cukup lama
untuk mengetahui hasil pemeriksaan PCR. Kondisi ini dapat menambah tingkat stress
tersendiri bagi penderita COVID-19.
Upaya rehabilitatif dilakukan dengan sesegera mungkin melakukan upaya
pemulihan kondisi tubuh agar lebih optimal dan tidak jatuh dalam kondisi sakit kembali.
Penderita COVID-19 yang dirawat di rumah sakit dan telah dinyatakan sembuh (2 kali
PCR negatif), diperbolehkan pulang namun dianjurkan untuk tetap tinggal di rumah
minimal 1 minggu sebelum berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, memakai
masker, rajin cuci tangan dan menerapkan physical distancing. Hal ini dilakukan karena
pasien yang sudah dinyatakan sembuh ternyata masih bisa kembali tertular COVID-19.
Penatalaksanaan pandemi COVID-19 harus dilakukan dengan pendekatan
holistik komprehensif dengan keterlibatan multi sektor terutama melakukan
pemberdayaan masyarakat karena sampai saat belum ada obat spesifik dan juga
belum ada vaksin untuk COVID-19. Pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu
strategi promosi kesehatan yang dikemukakan oleh WHO. Masyarakat diharapkan
memiliki kemampuan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri
(self relince in health). Strategi yang melibatkan masyarakat dalam kesiapsiagaan dan
respon serta mengembangkan intervensi yang dapat diterima dan efektif untuk
menghentikan penyebaran wabah yang semakin meluas serta dapat melindungi
individu dan komunitas. Pada sisi lain, upaya ini juga sangat penting untuk
pengawasan, pelaporan kasus, pelacakan kontak, perawatan orang sakit dan
perawatan klinis, serta pengumpulan dukungan masyarakat lokal untuk kebutuhan
logistik dan operasional.
DAFTAR PUSTAKA
33
3. Coronavirus Resource Center Johns Hopkins [Internet]. Confirmed and Deaths
Cases by Country. 2020 [cited 2020 March 13]. Available from:
https://coronavirus.jhu.edu/map.html.
4. Susilo A, et al. Coronavirus Disease 2019: Tinjauan Literatur Terkini. Jurnal
Penyakit Dalam Indonesia. 2020; 7(1); 45-67.
5. BBC. Virus Corona: Berapa Lama Virus Corona Bisa Bertahan Pada Permukaan?
[Internet]. News Indonesia [diakses 14 Mei 2020]. Tersedia dari:
https://www.bbc.com/indonesia/vert-fut-51956329.
6. Doremalen N.V, Bushmaker T, Morris, et al. Aerosol and Surface Stability of
SARS-CoV-2 as Compared with SARS-CoV-1. The New England Journal of
Medicine. 2020; 382:1564-1567.
7. Mukaromah, V.F. Perubahan Suhu Dan Kelembaban Juga Dapat Mempengaruhi
Berapa Lama Virus Dapat Bertahan [Internet]. Kompas.com [cited 2020 May 21].
Available from:
https://www.kompas.com/tren/read/2020/03/24/060500365/perbedaan-lama-
waktu-bertahan-virus-corona-di-udara-kardus-plastik-
dan?utm_source=LINE&utm_medium=today&utm_campaign=messaging.
8. Denis M, et al. Information available to support the development of medical
countermeasures and interventions against COVID-19. Covipendium. 2020 May
19 [cited 2020 May 22].
9. Nitra, N. Rifki.. Diagnosis Holistik. 2017. Edisi Ketiga. Departemen Ilmu
Kedokteran Komunitas FKUI. Jakarta.
10. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian Coronavirus Disease (COVID-19). Rev 4. 2020 [update 2020 March
27]. Jakarta: Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit.
11. Ika. Cara Atasi Stres Selama Pandemi COVID-19 [Internet]. Universitas Gadjah
Mada News [cited 2020 May 25]. Available from: https://ugm.ac.id/id/berita/19150-
cara-atasi-stres-selama-pandemi-COVID-19.
12. Larasati, R. Pengaruh Stres Pada Kesehatan Jaringan Periodontal, Jurnal Skala
Husada. 2020; 13(1): 81-89.
13. Chaplin DD. Overview of the immune response. J Allergy Clin Immunol.
2010;125(2):3-21
14. Menard C, Pfau ML, Hodes GE, Russo SJ. Immune and neuroendocrine
mechanisms of stres vulnerability ad resilience. Neuropsychopharmacology.
2017;42(1):62-80.
34
COVID-19 : DATA, ESTIMASI, DAN PREDIKSI DI INDONESIA
Kasus COVID-19 (Coronavirus Disease 2019) pertama kali dilaporkan di Indonesia pada
2 Maret 2020 dengan dua kasus (Kemkes RI, 2020; Portal Informasi Indonesia, 2020).
Pada 11 Maret 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendeklarasikan status
pandemi COVID-19, setelah saat itu terdapat lebih dari 118.000 kasus terinfeksi di lebih
dari 110 negara di dunia, yang mempunyai risiko tinggi berkelanjutan untuk menyebar ke
seluruh dunia (World Health Organization, 2020).
Selama pandemi COVID-19 ini, ada banyak upaya untuk mengestimasi dan memprediksi
kasus infeksi, kematian, dan indikator medis lainnya, dengan menggunakan berbagai
macam data yang relevan, yang kemudian dianalisis melalui statistika dan model
epidemiologi. Hasil prediksi itu seharusnya bisa mempengaruhi kebijakan pemerintah di
beberapa wilayah dan negara. Pandemi COVID-19 yang merupakan masalah yang
sangat serius, karena cepat dan luasnya penyebaran, merupakan salah satu yang tidak
mudah diprediksi karena mengandung ketidakpastian yang cukup tinggi.
35
kesehatan masyarakat terhadap COVID-19 (Center for Disease Control and Prevention,
2020).
Tujuan surveilans COVID-19 (Center for Disease Control and Prevention, 2020; World
Health Organization, 2020):
1. memantau penyebaran dan intensitas penyakit COVID-19
2. memahami tingkat keparahan penyakit dan spektrum penyakit
3. memahami faktor risiko penyakit dan penularan yang parah
4. memantau perubahan virus yang menyebabkan COVID-19
5. memperkirakan beban penyakit
6. menghasilkan data untuk perkiraan penyebaran dan dampak COVID-19
7. memahami bagaimana COVID-19 berdampak pada kapasitas sistem perawatan
kesehatan (misalnya: ketersediaan dan kekurangan sumber daya utama)
No Parameter Penilaian
1 Epidemiologi - Apakah epidemi Ya/ Tidak
Public health criteria to terkendali?
adjust public health and 2 Sistem kesehatan - Apakah Ya/ Tidak
social measures in the sistem kesehatan dapat
context of COVID-19 menangani kenaikan kembali
jumlah kasus COVID-19 yang
Annex: dapat timbul setelah
Considerations in adjusting disesuaikannya langkah-langkah
public health and social tertentu?
measures in the context of 3 Surveilans Kesehatan Ya/ Tidak
COVID-19 Masyarakat - Apakah sistem
12 May 2020 surveilans kesehatan masyarakat
mampu mendeteksi dan
melakukan 3 T (test, tracing,
treatment) dengan adekuat?
Tingkat Risiko
Tinggi
Sedang
Rendah
36
Macam data dan statistik yang dibutuhkan untuk bisa menganalisis berbagai hal
berkaitan dengan pandemi COVID-19 antara lain adalah (Center for Disease Control and
Prevention, 2020):
1. Jumlah penduduk yang rentan, jumlah penduduk yang berisiko tinggi terinfeksi
2. Jumlah pemeriksaan, kapasitas pemeriksaan
3. Jumlah kasus terinfeksi, jumlah kasus yang sembuh, jumlah kasus meninggal
4. Jumlah kasus suspek
5. Jumlah kontak, waktu kontak
6. Waktu onset
7. Kurva epidemik
8. Bilangan reproduksi dasar dan bilangan reproduksi efektif
9. Masa inkubasi, masa infeksius
10. Waktu masuk rumah sakit, durasi tinggal di rumah sakit
11. Lokasi geografis kasus (koordinat)
12. Karakteristik virus (probabilitas penularan)
13. Perilaku individu dan populasi (jarak sosial, kontak fisik, tinggal di rumah,
penggunaan masker, kebiasaan cuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir)
14. Kapasitas pelayanan kesehatan (jumlah rumah sakit rujukan, jumlah rumah sakit
darurat, bed isolasi, bed isolasi tekanan negatif, ventilator, sumber daya manusia:
tenaga medis dan paramedis)
15. Kemampuan melakukan penyelidikan epidemiologi
16. Kebijakan dan upaya pemerintah dalam penanganan wabah (karantina wilayah,
PSBB).
PENGAMBILAN
KEPUTUSAN
DATA
EPIDEMIOLOGI
37
PEMAHAMAN DATA DAN STATISTIK COVID-19
Jumlah kasus COVID-19 dan jumlah kematian mencakup kasus dan kematian yang
dikonfirmasi dan yang probable.
Kasus yang probable adalah yang (a) memenuhi kriteria klinis dan bukti epidemiologis
tanpa uji laboratorium konfirmasi yang dilakukan untuk COVID-19; atau (b) memenuhi
bukti laboratorium dugaan (presumptive) dan kriteria klinis atau bukti epidemiologis; atau
(c) memenuhi kriteria catatan vital tanpa uji laboratorium konfirmasi yang dilakukan untuk
COVID-19 (Center for Disease Control and Prevention, 2020).
Keterlambatan dalam pelaporan dapat menyebabkan jumlah kasus COVID-19 yang
dilaporkan pada hari-hari sebelumnya meningkat. Kementerian Kesehatan RI atau Dinas
Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota memerlukan waktu untuk melakukan pengujian
laboratorium, kasus dari hari-hari sebelumnya dapat ditambahkan ke hitungan harian
yang sudah beberapa hari terlambat.
38
Tabel 1. Apakah Epidemi Covid-19 Terkendali? Ukuran utama: Angka reproduksi efektif (R ):
t
menurun secara bermakna
Gambar 3. Perkembangan Kasus Konfirmasi COVID-19 di Provinsi Jawa Timur Kumulatif s.d.
31 Mei 2020
Gambar 4. Tren Harian Kasus Konfirmasi COVID-19 yang Sembuh dan Meninggal di Provinsi
Jawa Timur s.d. 31 Mei 2020
40
Gambar 5. Perkembangan Kasus Konfirmasi COVID-19 Baru Berdasarkan tanggal Declare
PHEOC di Provinsi Jawa Timur Kumulatif s.d. 31 Mei 2020
Gambar 6. Kurva Epidemi Kasus Konfirmasi COVID-19 menurut Onset di Provinsi Jawa Timur
Kumulatif s.d. 27 Mei 2020
41
KUMULATIF KASUS KONFIRMASI BERDASARKAN
ONSET DAN TANGGAL PHEOC DI JAWA TIMUR S/D 27 MEI 2020
4500
PSBB
4000 MALANG
RAYA
17 MEI
3500 2020
3000
2500
PSBB
SURABAY
2000 A RAYA
tgl Onset 28 APRIL
1500 tgl PHEOC
1000
500
0
07 February 2020
14 February 2020
21 February 2020
28 February 2020
06 March 2020
13 March 2020
20 March 2020
27 March 2020
03 April 2020
10 April 2020
17 April 2020
24 April 2020
01 May 2020
08 May 2020
15 May 2020
22 May 2020
Gambar 7. Kumulatif Kasus Konfirmasi Berdasarkan Onset dan Tanggal PHEOC di Jawa
Timur s/d 27 Mei 2020
Keterangan :
• Kumulatif onset menunjukan kenaikan kasus tiap hari.
• Bila PSBB berhasil kasus dimungkinkan akan melandai setelah satu bulan mulai
pelaksanaan
• Ada perbedaan kumulatif antara onset dengan PHEOC. Kurva onset
menggambarkan bahwa kasus harian sudah banyak diatas PHEOC.
R (atau R ) ~ p*t*c
0 t
43
Gambar 8. Epidemic Curve dan Estimated R
Bilangan Reproduksi Efektif (Rt) Covid-19 di Jawa Timur pada 16 Mei 2020
Tabel 2. Bilangan Reproduksi Efektif (Rt) Covid-19 di Jawa Timur pada 16 Mei 2020
Tanggal Rt
28-Apr 1.7
29-Apr 1.7
30-Apr 1.7
01-May 0.5
02-May 1.9
03-May 0.6
04-May 1.8
05-May 1.6
06-May 1.6
07-May 0.6
08-May 1.4
09-May 0.8
10-May 0.5
11-May 2.2
12-May 2.1
13-May 3.4
14-May 2.0
15-May 2.7
16-May 1.1
44
INFORMASI SPASIAL
45
Proporsi asal kasus konfirmasi
Tidak Diketahui
9%
OTG
35%
Konfirmasi
4.600
PDP
44%
ODP
12%
OTG = 18.469
ODP = 24.190
PDP = 6.595
46
Perkembangan proporsi penduduk yang “stay at home” di Provinsi Jawa Timur
Gambar 11. Perkembangan proporsi penduduk yang “stay at home” di Provinsi Jawa Timur
Simpulan:
• Secara umum ada perkembangan yang membaik, warga yang “stay at home”
meningkat, terutama kota Surabaya dan kabupaten Bondowoso
• Ada wilayah “merah” yang mengelilingi daerah “cerah”, berisiko tinggi transmisi bila
ada pergerakan warga antar wilayah
47
Perkembangan proporsi penduduk yang “stay at home” di kota Surabaya
Gambar 12. Perkembangan proporsi penduduk yang “stay at home” di kota Surabaya
(Sumber: Google Mobility)
48
ESTIMASI DATA COVID-19
Data COVID-19 yang dilaporkan bagaikan puncak dari sebuah gunung es, karena
banyak kasus terinfeksi yang tidak diperiksa.
Rendahnya kasus terinfeksi di beberapa negara di Asia, termasuk Indonesia, bisa
disebabkan karena rendahnya jumlah pemeriksaan. Kurangnya pemeriksaan akan
mengakibatkan ruang lingkup pandemi menjadi tidak jelas. WHO telah mengeluarkan
peringatan keras tentang masalah ini, ketika jumlah kasus melonjak tinggi secara global
tetapi di beberapa negara jumlah kasus tetap rendah. “Anda tidak dapat melawan virus
jika Anda tidak tahu di mana (virus) itu berada,” kata Direktur Jenderal WHO, Tedros
Adhanom Ghebreyesus. “Itu berarti (harus ada) kontrol yang kuat untuk menemukan,
mengisolasi, menguji, dan memperlakukan setiap kasus, untuk memutuskan rantai
penularan.” Di Inggris, diperkirakan jumlah kasus terinfeksi lebih dari 12 kali dari jumlah
resmi kasus yang dikonfirmasi (Kresoe N & Gretler C, 2020). Bagaimana di Indonesia?
Dari perspektif kesehatan masyarakat, hanya menguji kasus yang parah adalah
keputusan yang membawa bencana. Orang dengan sedikit atau tanpa gejala dapat
dengan mudah menularkan virus. Untuk itu lah, bila jumlah pemeriksaan rendah dan
tidak luas, diperlukan metode estimasi untuk bisa memperkirakan penyebaran infeksi di
komunitas.
Estimasi di populasi bisa dilakukan secara statistikal dengan menggunakan analisis
inferensial dengan mempertimbangkan galat baku (standard error), bila data bersifat
parametrik (kuantitatif) dan berasal dari populasi yang berdistribusi normal, atau
mempertimbangkan kuartil bila data bersifat non parametrik.
Selain secara statistika inferensial, estimasi juga bisa dilakukan dengan berbagai cara
lain.
49
Positive rate di Indonesia = 9,3%
Estimasi PDP yang positif = 9,3%*6410 = 598
Bila CFR 5%, maka yang meninggal = 5%*598 = 30
Estimasi ODP yang positif = 9,3%*24.420 = 2.271
Bila CFR 1% saja, maka yang meninggal = 1%*2.271 = 23
Banyak pihak di seluruh dunia saat ini ingin tahu kapan pandemi COVID-19 akan
berakhir. Prediksi kapan akhir pandemi telah menjadi kebutuhan kebanyakan orang,
karena diperlukan sebagai bagian penting dari perencanaan selama pandemi COVID-
19.
Karena adanya kebutuhan yang disebutkan di atas, maka prediksi berdasarkan data dari
lintasan dan tanggal akhir COVID-19 di berbagai wilayah dilakukan dan terus
diperbaharui setiap hari dengan data terbaru. Untuk setiap wilayah, deretan angka
tersedia untuk memvisualisasi perkiraan siklus hidup pandemi dengan data aktual hingga
saat ini, yang selanjutnya mengungkapkan titik puncak dan titik akhir yang diperkirakan.
Hanya prediksi dengan model yang sesuai dan signifikan secara statistika yang layak
dilaporkan.
50
Gambar 14. Prediksi Jumlah Kasus COVID-19 Positif Kumulatif Provinsi Jawa Timur
Gambar 15. Prediksi Jumlah Kasus Positif Baru COVID-19 per Hari Indonesia
51
Sebuah prediksi tidak selalu bisa dilakukan dengan baik karena ketidakpastian di masa
depan sebagai akibat dari faktor yang kompleks, dinamis dan heterogen. Sementara itu,
pengetahuan tentang pola proses dan data pandemi saat ini yang terus terakumulasi
memungkinkan untuk mengambil pendekatan berbasis model dan data-driven untuk
prediksi obyektif waktu berakhirnya COVID-19 dan juga terus memperbaharui prediksi
seiring perkembangan. Pemantauan prediktif berkelanjutan untuk memperkirakan
kemungkinan kejadian di masa depan, seperti akhir pandemi yang sedang berlangsung,
dengan menggunakan data terbaru yang dihasilkan setiap hari, dapat mengurangi
ketidak-tahuan masa depan, merancang tindakan kewaspadaan yang proaktif,
melakukan pengambilan keputusan, menyesuaikan perilaku dan mentalitas yang lebih
sesuai dengan apa yang akan terjadi menurut hasil prediksi. Sementara ini, sebagian
besar pemantauan saat ini terfokus pada pelaporan aktual kasus infeksi, kesembuhan,
dan kematian setiap hari, memandu kebijakan reaktif dan pasif, seperti kebijakan PSBB
ketika banyak infeksi telah dilaporkan (Jianxi Luo, 2020a; Jianxi Luo, 2020b).
Terdapat beberapa model prediksi yang bisa digunakan, tetapi yang lebih sering
digunakan dalam pemodelan perjalanan penyakit menular adalah model regresi, time
series, atau S-I-R (Susceptible-Infected-Recovered/Removed) dengan beberapa
variasinya (misalnya S-E-I-R: Susceptible-Exposed-Infected-Removed-Recovered).
Model S-I-R yang menggambarkan proses dinamis penyebaran penyakit menular. Model
S-I-R yang spesifik dalam konteks paling sering digunakan dalam percobaan ini karena
52
beberapa alasan. Pertama, model ini memodelkan proses dinamis infleksi dalam suatu
populasi dari waktu ke waktu. Kedua, model ini membutuhkan input data sederhana yang
tersedia untuk umum. Ketiga, terdapat aplikasi open source yang tersedia.
Pada dasarnya, model SIR menggunakan tiga persamaan diferensial biasa untuk
menggambarkan aliran dinamik di antara tiga kompartemen populasi, yaitu: S untuk
jumlah orang yang rentan, I untuk jumlah orang yang menular, dan R untuk jumlah orang
yang dikeluarkan (baik yang pulih, mau pun yang meninggal). Model SIR
menggabungkan dua parameter utama, yaitu beta dan gamma.
Gamma adalah jumlah hari menular. Beta adalah jumlah rata-rata orang yang terinfeksi
oleh orang yang sebelumnya terinfeksi dan terkait dengan tidak hanya pola interaksi
orang-orang dalam komunitas (yang dapat mempengaruhi jarak sosial) tetapi juga proses
infeksi yang merupakan karakteristik virus (Jianxi Luo, 2020a; Yang Z, et al., 2020).
53
Model Prediksi S-I-R untuk Surabaya Raya dengan data sd. 26 Mei
Gambar 17. Model Prediksi S-I-R untuk Surabaya Raya dengan data sd. 26 Mei bila Rt = 1,4
Asumsi:
• Bilangan reproduksi dasar efektif (Rt) = 1,4
• Recovery Rate = 8,1%
• Hari ke-0: hari ini
Perkiraan puncak kasus akan terjadi antara 5 hari ke depan, dengan puncak yang sangat
tinggi, dan baru selesai setelah 45 hari
54
Model Prediksi S-I-R untuk Surabaya Raya dengan data sd. 26 Mei
Gambar 18. Model Prediksi S-I-R untuk Surabaya Raya dengan data sd. 26 Mei bila Rt = 1,1
55
Gambar 19. Epidemic Calculator
SIMPULAN
Untuk mampu merancang sebuah kebijakan dan strategi percepatan penanganan wabah
COVID-19, dan juga melakukan pemantauan dan evaluasi, yang tepat, diperlukan data
yang lengkap dan akurat. Data yang akurat akan bisa menghasilkan informasi yang
benar dan menggambarkan apa yang sesungguhnya terjadi di populasi.
Dalam proses menghasilkan informasi yang tepat ini diperlukan berbagai alat bantu yang
sesuai, berupa metode statistika dan matematika.
Dengan data yang valid dan metodologi yang tepat untuk menghasilkan informasi,
diharapkan kebijakan yang dibuat dalam percepatan penanganan COVID-19 akan tepat
untuk menyelamatkan sebanyak-banyaknya anggota populasi, sehingga pandemi
COVID-19 diharapkan segera berakhir.
56
DAFTAR PUSTAKA
1. Center for Disease Control and Prevention. (2020) Coronavirus Disease 2019
(COVID-19). <https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/covid-data/faq-
surveillance.html>, diakses pada 30 Mei 2020.
9. Yang Z., et al. (2020) Modified SEIR and AI prediction of the epidemics trend of
COVID-19 in China under public health interventions. J Thorac Dis, 12(3): 165-174.
57
MANAJEMEN KLINIK DAN RS
DI ERA PANDEMI COVID-19
PENDAHULUAN
Pada awal tahun 2020 merebak kasus infeksi virus Corona yang berawal di
Provinsi Hubei Tiongkok pada Desember 2019 hingga dinyatakan sebagai pandemi
global pada bulan Maret 2020. Penyebarannya yang cepat dan belum diketahui dengan
pasti bagaimana virus ini menyebar, sementara diduga melalui droplet dan beberapa
waktu terakhir WHO telah menyatakan ada kemungkinan penularan secara airborne.
Pemerintah Republik Indonesia (RI) pertama kali mengumumkan adanya kasus
positif COVID-19 pada 2 Maret 2020. Hingga 10 Maret 2020 jumlahnya berkembang
menjadi 13 pasien positif terinfeksi virus Corona. Hingga saat ini (13 Mei 2020) jumlah
kasus telah mencapai 16.700 jiwa, pasien sembuh 3.513 jiwa, dan meninggal sebanyak
1.064 jiwa.
Rumah Sakit (RS) menjadi bagian penting dari sistem penanggulangan dalam
menekan angka kematian dan penularan. Pemerintah RI membagi rumah sakit menjadi
RS rujukan dan RS darurat atau non rujukan dimana Untuk RS rujukan kesiapannya
perlu difokuskan pada penyediaan kapasitas intensive dan critical care beserta seluruh
sumber daya terkait (SDM, peralatan, logistik). RS non rujukan perlu ditingkatkan juga
kapasitasnya dalam mendeteksi kasus, karena sebagian besar masyarakat lebih
mudah mengakses layanan kesehatan non rujukan COVID-19. Disinilah informasi
mengenai manajemen RS dan fasilitas pelayanan kesehatan pertama diperlukan.
59
air dan deterjen netral. Disinfektan standar rumah sakit yang dibuat dengan
larutan yang dianjurkan dan digunakan sesuai dengan petunjuk dapat
mengurangi tingkat kontaminasi permukaan lingkungan. Pembersihan harus
dilakukan sebelum proses disinfeksi. Hanya perlengkapan dan permukaan yang
pernah bersentuhan dengan kulit atau mukosa pasien atau sudah sering
disentuh oleh petugas yang memerlukan disinfeksi setelah dibersihkan.
Jenis disinfeksi yang digunakan di fasilitas kesehatan tergantung pada
ketersediaannya dan peraturan yang berlaku. Sebagian disinfektan yang cocok
untuk keperluan ini adalah :
1) Sodium hipoklorit – digunakan pada permukaan atau peralatan bukan logam
2) Alkohol – digunakan pada permukaan yang lebih kecil
3) Senyawa fenol
4) Senyawa amonium quaterner , dan/atau
5) Senyawa peroksigen
60
Zona risiko sangat tinggi meliputi ruang operasi, ruang bedah mulut, ruang
perawatan gigi, ruang gawat darurat, ruang bersalin, dan ruang patologi dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. Dinding terbuat dari bahan porselin atau vinyl setinggi langit-langit atau dicat
dengan cat tembok yang tidak luntur dan aman, berwarna terang
b. Langit-langit harus terbuat dari bahan yang kuat dan aman, dan tinggi minimal
2,70 meter dari lantai
c. Lebar pintu minimal 1,20 meter, tinggi minimal 2,10 meter, dan semua pintu
kamar harus selalu dalam keadaan tertutup
d. Lantai kuat, mudah dibersihkan, kedap air, dan berwarna terang,
e. Khusus ruang operasi harus disediakan gelagar (gantungan) lampu bedah
dengan profil baja double INP 20 yang dipasang sebelum pemasangan langit-
langit
f. Tersedia rak dan lemari untuk menyimpan reagensia siap pakai
g. Ventilasi atau penghawaan sebaiknya digunakan AC tersendiri yang dilengkapi
filter bakteri, untuk setiap ruang operasi yang terpisah dengan ruang lainnya.
Pemasangan AC minimal 2 meter dari lantai dan aliran udara bersih yang
masuk ke dalam kamar operasi berasal dari atas ke bawah. Khusus untuk
ruang bedah ortopedi atau transplantasi organ harus menggunakan pengaturan
udara UCA (ultra clean air) system
h. Tidak dibenarkan terdapat hubungan langsung dengan udara luar, untuk itu
harus dibuat ruang antara
i. Hubungan dengan ruang scrub up untuk melihat ke dalam ruang operasi perlu
dipasang jendela kaca mati, hubungan ke ruang steril dari bagian cleaning
cukup dengan sebuah loket yang dapat dibuka dan ditutup.
j. Pemasangan gas medis secara sentral diusahakan melalui bawah lantai atau
diatas langit-langit
k. Dilengkapi dengan sarana pengumpulan limbah medis
61
STRATEGI UNIT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) UNTUK
MEMBATASI PENYEBARAN COVID-19 DI FASILITAS KESEHATAN
PPI sebagai bagian penting dalam upaya membatasi dan mencegah penyebaran
infeksi COVID-19 mengambil peran besar disemua bidang terutama pada penerapan 8
kewaspadaan standar (Standard precaution) yang wajib dilaksanakan di semua
layanan kesehatan antara lain ;
1. Kebersihan Tangan
2. Penggunaan APD
3. Pengendalian Lingkungan
4. Pemilihan Peralatan Perawatan Pasien
5. Penanganan Linen
6. Perlindungan Kesehatan Karyawan
7. Penempatan Pasien
8. Tindakan Medis
Kontak erat
adalah seseorang yang melakukan kontak fisik atau berada dalam ruangan atau
berkunjung (dalam radius 1 meter dengan kasus pasien dalam pengawasan atau
63
konfirmasi) dalam 2 hari sebelum kasus timbul gejala dan hingga 14 hari setelah
kasus timbul gejala.
64
Kriteria ARDS pada anak berdasarkan Oxygenation Index dan
Oxygenatin Index menggunakan SpO2:
• PaO2 / FiO2 ≤ 300 mmHg atau SpO2 / FiO2 ≤264: Bilevel noninvasive
ventilation (NIV) atau CPAP ≥5 cmH2O dengan menggunakan full
face mask
• ARDS ringan (ventilasi invasif): 4 ≤ Oxygenation Index (OI) <8 atau 5 ≤
OSI <7,5
• ARDS sedang (ventilasi invasif): 8 ≤ OI <16 atau 7,5 ≤ OSI <12,3
• ARDS berat (ventilasi invasif): OI ≥ 16 atau OSI ≥ 12,3
Sepsis Pasien dewasa: Disfungsi organ yang mengancam nyawa disebabkan
oleh disregulasi respon tubuh terhadap dugaan atau terbukti infeksi*.
Tanda disfungsi organ meliputi: perubahan status mental/kesadaran,
sesak napas, saturasi oksigen rendah, urin output menurun, denyut
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
CORONAVIRUS DISEASE (COVID-19) REVISI KE-4
66
e. Jangan pakai-ulang APD yang dirancang disposable.
f. Lakukan dekontaminasi APD sebelum dipakai ulang
g. Segera ganti APD bila tampak terpajan atau rusak.
h. Hindari mengatur kembali atau menyentuh APD
i. selama melakukan tindakan
3. Cara melepas APD
a. pastikan urutan pelepasan dengan benar
b. tetap gunakan protokol kewaspadaan standar
c. Pisahkan ruangan kontaminer langsung dan tidak langsung
d. Gunakan ruangan dengan HEPA filter atau minimal paparan partikel mikron
4. Cara mengumpulkan / mengelola APD-bekas pakai (disposable atau pakai ulang )
a. gunakan kotak penampungan khusus dan berlabel
b. atur waktu pengambilan dan rute bersih – kotor
c. pembuangan dan penghancuran APD single use sesuai standar
d. pastikan petugas melaksanakan standar
67
Gambar 2 : Alur Pasien IGD
68
Gambar 3 : Alur Pasien Diluar jam kerja
69
Gambar 5 : Alur Pasien ODP/PDP pindah ke ICU Isolasi
70
Gambar 7 : Alur Pasien ODP/PDP dirujuk
1. Manajemen Ambulans
a. Pemilihan ambulans yang digunakan (lihat tipe ambulans RS)
b. Standar ambulans dan petugas ambulans sesuai protokol
c. Pembentukan tim khusus
d. Pembuatan SOP khusus
e. Pembersihan dan desinfeksi ambulans setiap selesai penggunaan
71
Gambar 8 : Manajemen Ambulans
72
Gambar 9 : Manajemen Pemulasaran Jenazah
73
5. Pengolahan dan analisis data
6. Penyusunan laporan penyelidikan epidemiologi
74
VII. Manajemen Pembiayaan Pasien
75
VIII. Manajemen Contact Tracing
Dalam hal ini identifikasi kontak yang merupakan bagian dari investigasi kasus
dilakukan jika ditemukan kasus COVID-19 yang memenuhi kriteria kasus
konfirmasi. Identifikasi kontak erat bisa berasal dari kasus yang masih hidup
ataupun yang sudah meninggal.
Informasi yang perlu dikumpulkan pada fase identifikasi kontak adalah orang yang
mempunyai kontak dengan kasus dalam 2 hari sebelum kasus timbul gejala dan
hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala, yaitu pada :
1. Lingkungan saat pasien diperiksa : RS , klinik, dokter praktik mandiri
2. Lingkungan tempat tinggal pasien
3. Lingkungan tempat kerja pasien
4. Lingkungan sosialisasi pasien
Lingkungan yang bersinggungan dengan 4 lingkungan dekat pasien diatas
meliputi :
a. Semua orang yang berada di lingkungan tertutup yang sama dengan kasus
(rekan kerja, satu rumah, sekolah, pertemuan)
b. Semua orang yang mengunjungi rumah kasus baik saat di rumah ataupun
saat berada di fasilitas layanan kesehatan
c. Semua tempat dan orang yang dikunjungi oleh kasus seperti kerabat, spa dll.
d. Semua fasilitas layanan kesehatan yang dikunjungi kasus termasuk seluruh
petugas kesehatan yang berkontak dengan kasus tanpa menggunakan alat
pelindung diri (APD) yang standar.
e. Semua orang yang berkontak dengan jenazah dari hari kematian sampai
dengan penguburan.
f. Semua orang yang bepergian bersama dengan segala jenis alat
angkut/kendaraan (kereta, angkutan umum, taxi, mobil pribadi, dan
sebagainya.
76
IX. Manajemen Pengkodingan
PENUTUP
77
DAFTAR PUSTAKA
78
COVID-19 DARI PERSPEKTIF EPIDEMIOLOGI:
MERESPON DAMPAK DETERMINAN SOSIAL TERHADAP
MORBIDITAS DAN MORTALITAS COVID-19
ABSTRAK
79
LATAR BELAKANG
Kasus coronavirus disease 2019 (COVID-19) telah menyebar luas ke 213 negara
dan wilayah, dan penelitian menunjukkan bahwa pandemi ini terutama berdampak pada
mereka dengan latar belakang sosial tertentu (Kirby, 2020). Namun, penelitian kasus
COVID-19 berdasarkan faktor resiko sosial belum dilakukan di Indonesia, oleh karena itu
penelitian-penelitian yang dilakukan di negara lain diharapkan dapat memberikan
gambaran pentingnya memperhatikan faktor sosial ini, sehingga dapat diambil kebijakan
yang tepat dalam penanggulangan COVID-19.
COVID-19
Pada 31 Desember 2019, Cina melaporkan ke WHO adanya kejadian luar biasa
pneumonia dengan penyebab yang belum diketahui, yang dengan cepat menyebar luas
ke seluruh Cina. Pada Bulan Januari 2020, Thailand, Jepang dan Korea juga melaporkan
adanya kejadian serupa yang disebabkan oleh 2019-nCoV (novel coronavirus) ke WHO.
Patogen ini secara resmi disebut severe acute respiratory syndrome coronavirus 2
(SARS-CoV-2) karena secara genetik berkaitan dengan coronavirus yang menyebabkan
pandemi SARS pada tahun 2003, dan penyakit yang disebabkan patogen ini secara
resmi disebut coronavirus disease 2019 (COVID-19). Pada akhir Januari 2020, 18
negara lain melaporkan kejadian serupa ke WHO. Berdasarkan laporan-laporan
tersebut, maka pada tanggal 30 Januari 2020 WHO mengeluarkan deklarasi situasi
darurat kesehatan publik yang menjadi perhatian internasional (Public Health Emergency
of International Concern, PHEIC), yaitu kejadian luar biasa yang menimbulkan resiko
bagi lebih dari satu negara dan membutuhkan respon internasional yang terkoordinasi
untuk menanggulanginya, sesuai dengan regulasi kesehatan internasional (International
Health Regulation, IHR); dan pada tanggal 11 Maret 2020 WHO menyatakan COVID-19
sebagai pandemi, berkaitan dengan penyebarannya secara luas ke berbagai negara
(VERTIC, 2020).
80
Gambar 1. Distribusi geografi kasus COVID-19 sampai 27 Mei 2020 (ECDC, 2020)
Berdasarkan data yang diperoleh melalui Early Warning and Response System
(EWRS), The European Surveillance System (TESSy), WHO, laman kementerian
kesehatan dari 196 negara sejak 31 Desember 2019 sampai dengan 27 Mei 2020
(Gambar 1) dilaporkan terdapat sekitar 5.452.125 total kasus COVID-19 terdiri dari
353.495 kasus kematian terkait COVID-19 (CFR 6,5%), 2.641.712 kasus aktif COVID-
19, dan 2.456.918 kasus COVID-19 yang sembuh (Gambar 2). Kasus COVID-19 yang
dimaksud, sesuai dengan definisi kasus dan strategi tes yang berlaku di negara
terdampak (ECDC, 2020).
48.5% 45%
6.5
Gambar 2. Distribusi total kasus, kasus kematian, kasus aktif dan kasus sembuh COVID-19
sejak 31 Desember 2019 sampai 27 Mei 2020 (ECDC, 2020)
81
Di Indonesia, COVID-19 telah menyebar ke seluruh provinsi (Gambar 3).
Berdasarkan laman resmi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia terkait COVID-
19, sampai dengan 27 Mei 2020 (Gambar 4) terdapat sekitar 195.518 kasus dengan
spesimen diperiksa RT-PCR yang terdiri dari 171.667 kasus negatif (87,8% spesimen),
23.851 kasus konfirmasi SARS-CoV-2 (12,2% spesimen). Sementara itu 1.473 kasus
meninggal dari kasus konfirmasi (CFR 6,2%), 6.057 kasus sembuh dari kasus konfirmasi
(25,4%), dan 16.321 kasus dalam perawatan dari kasus konfirmasi (68,4%)
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020).
Gambar 3. Distribusi geografi kasus COVID-19 sampai 27 Mei 2020 (ECDC, 2020)
82
Gambar 4. Distribusi total kasus konfirmasi, kasus kematian, kasus aktif dan kasus sembuh
COVID-19 sampai 27 Mei 2020 di Indonesia (WHO Indonesia and PHEOC Kemkes RI, 2020)
Gambar 5. Kumulatif kasus konfirmasi SARS-CoV-2 dan kasus meninggal terkait COVID-19
sampai 28 Mei 2020 berdasarkan provinsi di Indonesia (PHEOC Kemkes RI, 2020)
83
Pada tanggal 24 Mei 2020, secara nasional proporsi kasus konfirmasi SARS-CoV-
2 tertinggi ditemukan pada usia 31-45 tahun (29,2%), diikuti usia 46-59 tahun (27,8%),
18-30 tahun (20,3%), lebih dari 60 tahun (15,2%), 6-17 tahun (5,4%), 0-5 tahun (2,0%),
dan 8,2% kasus tidak memiliki data usia. Distribusi usia kasus konfirmasi SARS-CoV-2
berdasarkan provinsi tampak di gambar 6. Kasus kematian terkait COVID-19 sebagian
besar terjadi pada usia 60 tahun ke atas (43,5%), diikuti kelompok usia 46-59 tahun
(40,2%) dan kelompok usia 31-45 tahun (11,6%) (WHO Indonesia and PHEOC Kemkes
RI, 2020).
84
Case fatality rate (CFR) COVID-19 diperoleh dari penghitungan jumlah kematian
terkait COVID-19 dengan jumlah kasus konfirmasi SARS-CoV-2. Pelaporan CFR
COVID-19 berbeda di tiap negara, yang antara lain tergantung dari jumlah penduduk
yang menjalani tes, faktor demografi, karakteristik sistem kesehatan dan faktor lain yang
belum diketahui. Semakin banyak penduduk yang menjalani tes dengan spesimen
hapusan saluran nafas diperiksa, maka akan semakin banyak kasus ringan yang
diketahui, sehingga bisa menurunkan CFR. Faktor demografi yang diketahui
berpengaruh terhadap kematian karena COVID-19 adalah usia, karena kematian
cenderung meningkat pada penderita COVID-19 usia lanjut. Karakteristik sistem
kesehatan berkaitan dengan ketersediaan pelayanan dan fasilitas kesehatan, karena
kematian COVID-19 cenderung meningkat pada kondisi rumah sakit dengan
keterbatasan sumber daya manusia dan sarana (CRC, 2020). Berdasarkan gambar 7
diketahui bahwa CFR kasus COVID-19 di Indonesia menempati urutan ke-19 dunia (Oke
and Heneghan, 2020).
Gambar 7. Urutan case fatality rate (CFR) kasus COVID-19 sampai dengan 26 Mei 2020 (Oke
and Heneghan, 2020)
Namun, disayangkan bahwa tidak diketahui faktor sosial yang menentukan cukup
tingginya CFR COVID-19 di Indonesia.
85
SOCIAL DETERMINANTS OF HEALTH (SDOH)
Social determinants of health (SDOH) adalah kondisi di mana orang dilahirkan,
tumbuh, hidup, bekerja dan menua yang mempengaruhi kesehatan dan kualitas
hidupnya (CSDH, 2008). Setidaknya ada lima faktor penentu dalam SDOH (Gambar 8)
yaitu 1) stabilitas ekonomi, 2) pendidikan, 3) konteks sosial, 4) kesehatan dan pelayanan
kesehatan, dan 5) lingkungan yang mempengaruhi terjadinya penyakit, kualitas hidup,
kematian dan kesenjangan kesehatan di dalam sebuah negara, bahkan antar negara
(ODPHP, 2020).
Di dalam SDOH ada konsep health inequity atau ketidakadilan kesehatan, yang
merujuk pada ketidaksetaraan kesehatan antara kelompok orang di dalam negara dan
antar negara, yang sebenarnya dapat dihindari (WHO, 2008). Ketidakadilan ini muncul
dari ketidaksetaraan dalam kesehatan (inequality in health) di dalam dan diantara
masyarakat. Kondisi sosial dan ekonomi serta dampaknya terhadap kehidupan
86
masyarakat menentukan resiko mereka terhadap penyakit, serta perilaku mereka
terhadap pencegahan dan pengobatan penyakit (WHO, 2008).
87
kematian terkait COVID-19 terjadi pada etnis kulit hitam yang merupakan 30% dari
penduduk Chicago (Yancy, 2020). Penelitian kohort pada 305 pasien COVID-19 yang
dirawat di Georgia, AS, menunjukkan sekitar 81% pasien berasal dari etnis kulit hitam,
yang memiliki resiko kondisi penyakit serupa dengan etnis kulit putih (diabetes mellitus,
penyakit jantung dan pembuluh darah, asma, penyakit paru obstruktif kronis, penyakit
ginjal, reumatologi dan penyakit autoimun) (Gold et al., 2020). Etnis minoritas cenderung
tinggal di daerah padat penduduk, membentuk rumah tangga multi generasi termasuk
lanjut usia, lebih banyak yang mengalami masalah hukum, berpenghasilan lebih rendah,
tidak memiliki asuransi kesehatan, mengalami stigma dan diskriminasi (CDC, 2020).
Penelitian juga menunjukkan bahwa kasus konfirmasi SARS-CoV-2 lebih tinggi
sepuluh kali lipat pada etnis Indian Navajo di AS dibandingkan populasi umum di Arizona,
Panama dan Peru. Hal ini diduga berkaitan dengan keterbatasan etnis Indian Navajo
terhadap akses air bersih dan tempat tinggal (Lane, 2020).
Penelitian di Inggris melaporkan bahwa dari 106 kasus kematian terkait COVID-
19 pada petugas medis dan paramedis sampai 22 April 2020, 63% diantaranya terjadi
pada etnis BAME (Black, Asian, and Minority Ethnic) (Kirby, 2020). Dari 13.918 pasien
konfirmasi SARS-CoV-2 yang dirawat di rumah sakit di Inggris, 16,2% diantaranya dari
etnis BAME. Penelitian yang dilakukan BMA (British Medical Association) menemukan
bahwa dari 150 tenaga kesehatan yang meninggal dunia terkait COVID-19, 16 orang
diantaranya adalah dokter dan 94% dokter tersebut dari etnis BAME. Seluruh dokter ini
bekerja secara langsung berhadapan dengan pasien. Lebih lanjut, BMA memperkirakan
adanya kaitan antara faktor pekerjaan dan etnis BAME. Para dokter dari etnis BAME
merasa lebih tertekan dibandingkan etnis kulit putih menghadapi pasien beresiko tinggi
tetapi tidak memiliki alat pelindung diri yang adekwat, dan mereka lebih merasa tidak
percaya diri untuk menyampaikan kekhawatiran tentang keselamatan kerja bagi mereka,
dibandingkan dokter dari etnis kulit putih (Kirby, 2020). IFS (Institute for Fiscal Studies)
di Inggris menyampaikan laporan bahwa sebagian besar etnis minoritas di Inggris hidup
di daerah terdampak COVID-19, dengan angka kematian terkait COVID-19 mencapai
3,5 kali lebih tinggi pada keturunan etnis kulit hitam Afrika dibandingkan etnis kulit putih
Inggris. Sementara itu, angka kematian terkait COVID-19 mencapai 1,7 kali lebih tinggi
pada keturunan etnis hitam Karibia dan 2,7 kali lebih tinggi pada keturunan etnis Pakistan
dibandingkan etnis kulit putih Inggris (Kirby, 2020).
Selain itu adanya kesenjangan kesehatan, seperti orang-orang yang menderita
asma, memiliki hubungan timbal balik dengan COVID-19. Di satu sisi, penelitian
menunjukkan bahwa kemiskinan, paparan asap rokok dan etnis kulit hitam berkaitan
88
dengan peningkatan kasus gawat darurat terkait asma dan ketidakpatuhan terhadap
terapi asma (Federico et al., 2020). Di sisi lain, penderita asma memiliki resiko lebih tinggi
untuk menderita COVID-19. Data CDC menunjukkan sekitar 27% penderita COVID-19
berusia 18-49 tahun, sekitar 13% penderita COVID-19 berusia 50-64 tahun dan sekitar
13% penderita COVID-19 berusia 65 tahun ke atas yang dirawat di rumah sakit memiliki
riwayat asma (CDC COVID-19 Response Team, 2020).
89
Pada Bulan Maret 2020 UNICEF melaporkan di Amerika Latin dan Karibia sekitar
154 juta anak tidak bisa belajar di sekolah karena COVID-19. Lockdown dan pembatasan
sosial seperti penutupan sekolah sangat berdampak pada penduduk di wilayah ini,
karena sekolah memberikan makan pagi atau siang secara gratis. Dengan penutupan
sekolah, maka sekitar 10 juta anak yang bergantung pada makan gratis dari sekolah
terancam kekurangan gizi karena keluarga tidak bisa menyediakan makanan (UNICEF,
2020). Sementara itu, belajar dari pengalaman saat ada wabah Ebola di Afrika,
penutupan sekolah dan tempat kerja berdampak pada peningkatan kasus kekerasan,
pelecehan seksual dan kehamilan pada remaja (UN Economic Commission for Africa,
2015).
Isolasi di rumah dan karantina pasien di rumah sakit bisa berdampak negatif
terhadap psikologis seseorang, dan bisa memicu timbulnya gejala stress pasca trauma.
Efek ini diperparah dengan adanya keterbatasan informasi, keterbatasan penghasilan,
kekhawatiran, stigma, kebosanan, dan frustrasi (Brooks et al., 2020).
90
Untuk mencapai kriteria keberhasilan penanggulangan COVID-19 tersebut, maka
pengambilan kebijakan terkait COVID-19 perlu dilakukan dengan hati-hati berdasarkan
kajian ilmiah serta memperhatikan kelompok rentan, dan kebijakan perlu terus
dievaluasi. Jika kelompok rentan diabaikan, maka dampak COVID-19 akan jauh lebih
luas (The Lancet, 2020; Tsai and Wilson, 2020). Kebijakan terkait COVID-19 perlu
disebarluaskan dalam berbagai bahasa, sehingga dipahami oleh seluruh masyarakat.
Akses terhadap air bersih, jamban sehat, informasi dan pelayanan kesehatan,
pendidikan dan transportasi harus ditingkatkan terutama untuk masyarakat kurang
mampu dan penduduk yang tinggal di daerah terpencil. Stigma dan diskriminasi terkait
COVID-19, etnis, kekerasan berbasis gender dan kemiskinan harus dihilangkan (Lane,
2020). Paparan asap rokok perlu dikurangi dengan lebih ketat, bantuan pendapatan
secara reguler perlu diberikan untuk masyarakat kurang mampu, serta akses terhadap
tes penapisan dan tes konfirmasi perlu ditingkatkan untuk masyarakat kurang mampu
(Abrams and Szefler, 2020).
Penduduk asli di berbagai negara menggunakan pengetahuan dan praktik
tradisional mereka untuk melakukan tindakan pencegahan terhadap COVID-19, seperti
isolasi sukarela dan penutupan desa mereka (Lane, 2020). Penduduk asli yang memiliki
tanah dan dapat mengelola tanahnya dengan baik tidak khawatir dengan adanya
kebijakan lockdown, karena mereka yakin bahwa tanah mereka dapat menyediakan
makanan yang cukup (AIPP, 2020). Penduduk asli di Huay-E-Khang, Thailand,
membentuk tim sukarela COVID-19, melakukan penutupan desa, melakukan
pemeriksaan suhu tubuh pengunjung, isolasi sukarela oleh penduduk yang pulang
kampung, melakukan pelatihan pembuatan masker dan pengolahan makanan, serta
membagikan hasil panen ke masyarakat (AIPP, 2020). Di Indonesia, penutupan desa
juga dilakukan oleh suku-suku Lapago, Meepago dan Animha, serta suku-suku di distrik
Boven Digoel dan Maybrat di Provinsi Papua. Masyarakat khawatir akan adanya infeksi
dari luar desa, dan jika ada anggota masyarakat yang menderita COVID-19 akan
berdampak besar pada kehidupan mereka (Gokkon, 2020).
Isolasi dan karantina perlu mempertimbangkan aspek psikologis pasien, oleh
karena itu durasinya perlu diperhitungkan dengan baik, penjelasan secara rasional perlu
diberikan, komunikasi tetap dijaga dan kebutuhan esensial dipastikan terpenuhi (Brooks
et al., 2020).
Namun, krisis yang terjadi juga merupakan kesempatan bagi sebagian orang yang
disebut sebagai “disaster capitalists” (Klein, 2008), yang mengambil keuntungan di saat
krisis dengan cara menaikkan harga barang tertentu, sehingga berdampak negatif
91
terhadap masyarakat terdampak COVID-19. Hal ini perlu diwaspadai agar tidak terjadi.
Setelah wabah berakhir diharapkan dengan adanya kebijakan yang positif maka kondisi
akan dapat pulih kembali (Harris et al., 2020; Douglas et al., 2020).
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Abrams, E.M. and Szefler, S.J., 2020. COVID-19 and the impact of social
determinants of health. The Lancet.
2. AIPP, 2020. COVID-19 and Humanity. Lessons learned from Indigenous
Communities in Asia. Available at: <https://aippnet.org/wp-
content/uploads/2020/04/Combined-2nd-flash-Brief-C19.pdf>.
3. Baggett, T.P., Hwang, S.W., O’Connell, J.J., Porneala, B.C., Stringfellow, E.J.,
Orav, E.J., Singer, D.E. and Rigotti, N.A., 2013. Mortality among homeless adults
in Boston: Shifts in causes of death over a 15-year period. JAMA Internal Medicine,
173(3), pp.189–195.
4. Baggett, T.P., Keyes, H., Sporn, N. and Gaeta, J.M., 2020. Prevalence of SARS-
CoV-2 Infection in Residents of a Large Homeless Shelter in Boston. JAMA -
Journal of the American Medical Association, [online] p.e206887. Available at:
<https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7186911/?report=printable>.
5. Brooks, S.K., Webster, R.K., Smith, L.E., Woodland, L., Wessely, S., Greenberg,
N. and Rubin, G.J., 2020. The psychological impact of quarantine and how to
reduce it: rapid review of the evidence. The Lancet, 395(10227), pp.912–920.
6. CDC, 2020. Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Racial and Ethnic Minority
Groups. Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).
92
7. CDC COVID-19 Response Team, 2020. Coronavirus Disease 2019 in Children -
United States, February 12-April 2, 2020. MMWR. Morbidity and mortality weekly
report, 69(14), pp.422–426.
8. Chakma, D. and Chakma, P., 2020. COVID-19 in India: Reverse migration could
destroy indigenous communities. [online] Copenhagen. Available at:
<https://www.iwgia.org/en/news-alerts/news-covid-19/3549-covid-19-india-
reverse-migration.html>.
9. CRC, 2020. How does mortality differ across countries? John Hopkins University
and Medicine Coronavirus Resource Center.
10. CSDH, 2008. Closing the gap in a generation: health equity through action on the
social determinants of health. Final Report of the Commission on Social
Determinants of Health. [online] World Health Organization,. Geneva: World Health
Organization,. Available at:
<https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/43943/9789241563703_eng.pdf;j
sess>.
11. Douglas, M., Katikireddi, S.V., Taulbut, M., McKee, M. and McCartney, G., 2020.
Mitigating the wider health effects of covid-19 pandemic response. The BMJ, 369,
p.m1557.
12. ECDC, 2020. COVID-19 situation update worldwide, as of 27 May 2020.
Epidemiological update.
13. Federico, M.J., McFarlane, A.E., Szefler, S.J. and Abrams, E.M., 2020. The impact
of social determinants of health on children with asthma. The Journal of Allergy and
Clinical Immunology: In Practice, 20.
14. Gokkon, B., 2020. Indigenous Papuans initiate own lockdowns in face of COVID-
19. Mongaby, [online] p.5. Available at:
<https://news.mongabay.com/2020/04/indigenous-papuans-initiate-own-
lockdowns-in-face-of-covid-19/>.
15. Gold, J.A.W., Wong, K.K., Szablewski, C.M., Patel, P.R., Rossow, J., da Silva, J.,
Natarajan, P., Morris, S.B., Fanfair, R.N., Rogers-Brown, J., Bruce, B.B., Browning,
S.D., Hernandez-Romieu, A.C., Furukawa, N.W., Kang, M., Evans, M.E.,
Oosmanally, N., Tobin-D’Angelo, M., Drenzek, C., Murphy, D.J., Hollberg, J., Blum,
J.M., Jansen, R., Wright, D.W., Sewell, W.M., Owens, J.D., Lefkove, B., Brown,
F.W., Burton, D.C., Uyeki, T.M., Bialek, S.R. and Jackson, B.R., 2020.
Characteristics and Clinical Outcomes of Adult Patients Hospitalized with COVID-
93
19 - Georgia, March 2020. MMWR. Morbidity and mortality weekly report, 69(18),
pp.545–550.
16. Gray, D., Chau, S., Huerta, T. and Frankish, J., 2011. Urban-Rural Migration and
Health and Quality of Life in Homeless People. Journal of Social Distress and the
Homeless, 20(1–2), pp.75–93.
17. Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Republik Indonesia, 2020.
Jumlah tenaga medis per 100.000 penduduk. Laman Resmi COVID-19.
18. Harris, P., Baum, F., Friel, S., Mackean, T., Schram, A. and Townsend, B., 2020. A
glossary of theories for understanding power and policy for health equity. Journal of
epidemiology and community health, 0, pp.1–5.
19. Haustein, K.O., 2006. Smoking and poverty. European Journal of Preventive
Cardiology, 13(3), pp.312–318.
20. Human Rights Watch, 2020. India: COVID-19 Lockdown Puts Poor at Risk. Ensure
All Have Access to Food, Health Care. [online] Available at:
<https://www.hrw.org/news/2020/03/28/india-covid-19-lockdown-puts-poor-risk>
[Accessed 29 May 2020].
21. Humas Litbangkes, 2020. Badan Litbangkes Kemenkes sebagai Laboratorium
Rujukan Covid 19 Dalam Mendukung Surveilans. Berita Litbangkes.
22. Hwang, S.W., Ueng, J.J.M., Chiu, S., Kiss, A., Tolomiczenko, G., Cowan, L.,
Levinson, W. and Redelmeier, D.A., 2010. Universal health insurance and health
care access for homeless persons. American Journal of Public Health, 100(8),
pp.1454–1461.
23. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020. COVID-19 update hingga 27
Mei 2020 pukul 16.00 WIB. [online] Info Khusus COVID-19. Available at:
<https://covid19.kemkes.go.id/category/situasi-infeksi-emerging/info-corona-
virus/#.Xs6LkxMzbwc> [Accessed 27 May 2020].
24. Kirby, T., 2020. Evidence mounts on the disproportionate effect of COVID-19 on
ethnic minorities. The Lancet Respiratory Medicine. [online] Available at:
<https://www.thelancet.com/action/showPdf?pii=S2213-2600%2820%2930228-
9>.
25. Klein, N., 2008. The Shock Doctrine: The Rise of Disaster Capitalism. 1st ed.
Picador.
26. Lane, R., 2020. The Impact of COVID-19 on Indigenous Peoples. [online] New York.
Available at: <https://www.un.org/development/desa/dpad/wp-
content/uploads/sites/45/publication/PB_70.pdf>.
94
27. Maremmani, A.G.I., Bacciardi, S., Gehring, N.D., Cambioli, L., Schütz, C., PhD, K.J.
and Krausz, M., 2017. Substance use among homeless individuals with
schizophrenia and bipolar disorder. Journal of Nervous and Mental Disease, 205(3),
pp.173–177.
28. ODPHP, 2020. Social Determinants of Health. [online] Healthy People 2020.
Available at: <https://www.healthypeople.gov/2020/topics-objectives/topic/social-
determinants-of-health> [Accessed 26 May 2020].
29. Oke, J. and Heneghan, C., 2020. Global COVID-19 Case Fatality Rate. [online]
CEBM Research. Oxford COVID-19 Evidence Service. Available at:
<https://www.cebm.net/covid-19/global-covid-19-case-fatality-rates/> [Accessed 28
May 2020].
30. Paul, K.I. and Moser, K., 2009. Unemployment impairs mental health: Meta-
analyses. Journal of Vocational Behavior, 74(3), pp.264–282.
31. PHEOC Kemkes RI, 2020. Situasi terkini perkembangan novel coronavirus
(COVID-19). Data dilaporkan sampai 28 Mei 2020. Jakarta.
32. Roelfs, D.J., Shor, E., Davidson, K.W. and Schwartz, J.E., 2011. Losing life and
livelihood: A systematic review and meta-analysis of unemployment and all-cause
mortality. Social Science and Medicine, 72, pp.840–854.
33. The Lancet, 2020. Redefining vulnerability in the era of COVID-19. The Lancet,
Available at: <https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32247378/>.
34. Tsai, J., Gelberg, L. and Rosenheck, R.A., 2019. Changes in Physical Health After
Supported Housing: Results from the Collaborative Initiative to End Chronic
Homelessness. Journal of General Internal Medicine, 34(9), pp.1703–1708.
35. Tsai, J. and Wilson, M., 2020. COVID-19: a potential public health problem for
homeless populations. The Lancet Public Health, 5(4), pp.E186–E187.
36. UN Economic Commission for Africa, 2015. Socio-Economic Impacts of Ebola on
Africa. Revised ed ed. [online] Addis Ababa: UN Economic Commission for Africa.
Available at:
<https://www.uneca.org/sites/default/files/PublicationFiles/eca_ebola_report_final_
eng_0.pdf>.
37. UNICEF, 2020. COVID-19: More than 95 per cent of children are out of school in
Latin America and the Caribbean. [online] For every child. Available at:
<https://www.unicef.org/press-releases/covid-19-more-95-cent-children-are-out-
school-latin-america-and-caribbean> [Accessed 29 May 2020].
95
38. Vardavas, C.I. and Nikitara, K., 2020. COVID-19 and smoking: A systematic review
of the evidence. Tobacco Induced Diseases, 18, p.20.
39. VERTIC, 2020. Addendum to Fact Sheet 15 on National Implementation Measures
for the International Health Regulations 2005 (IHR). COVID-19 as a Public Health
Emergency of International Concern (PHEIC) under the IHR. London.
40. WHO, 2008. Social determinants of health. Key concepts. [online] WHO. Available
at:
<https://www.who.int/social_determinants/thecommission/finalreport/key_concepts
/en/> [Accessed 26 May 2020].
41. WHO, 2020. Public health criteria to adjust public health and social measures in the
context of COVID-19. Annex to Considerations in adjusting public health and social
measures in the context of COVID-19. WHO.
42. WHO Indonesia and PHEOC Kemkes RI, 2020. Coronavirus Disease 2019
(COVID-19) Situation Report-9. [online] Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).
Available at: <https://www.who.int/docs/default-
source/searo/indonesia/covid19/external-situation-report-9-
25052020.pdf?sfvrsn=e2219417_2> [Accessed 28 May 2020].
43. Yancy, C.W., 2020. COVID-19 and African Americans. JAMA - Journal of the
American Medical Association, 323(19), pp.1891–1892.
44. Zhang, Y., Chen, C., Zhu, S., Shu, C., Wang, D., Song, J., Song, Y., Zhen, W.,
Feng, Z., Wu, G., Xu, J. and Xu, W., 2020. Isolation of 2019-nCoV from a Stool
Specimen of a Laboratory-Confirmed Case of the Coronavirus Disease 2019
(COVID-19). CCDC Weekly. [online] Available at:
<http://weekly.chinacdc.cn/en/article/id/ffa97a96-db2a-4715-9dfb-ef662660e89d>.
96
PERSPEKTIF EKONOMI KESEHATAN DAN PROMOSI
KESEHATAN DALAM PENANGGULANGAN COVID-19
DI INDONESIA
Dr. Lilik Djuari, dr., MKes., AKK, FISPH, FISCM.
(Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat - Kedokteran Pencegahan, Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya)
COVID-19
Coronavirus disease-19 (COVID-19) telah dinyatakan sebagai pandemi dunia pada 11
Maret 2020 oleh WHO (WHO, 2020). COVID-19 diketahui berawal di kota Wuhan,
provinsi Hubei, Cina sejak Desember 2019 memiliki gejala demam, rasa letih, batuk, dan
kesulitan bernapas sebagai gejala utama. Agen COVID-19 adalah virus SARS-CoV-2.
COVID-19 merupakan penyakit menular zoonosis atau penyakit yang ditularkan antara
hewan dan manusia. Hewan yang dapat menularkan virus tersebut adalah kelelawar,
musang, luwak, tikus bambu, dan unta liar, COVID-19 kemudian berkembang
penularannya menjadi dari manusia ke manusia, melalui kontak dan droplet, dengan
masa inkubasi selama 14 hari.
Tanggal 30 Mei 2020, 215 negara terpapar COVID-19, terbanyak adalah AS, Brazil dan
Rusia. Indonesia berada di peringkat 33. Jumlah kasus COVID-19 di dunia lebih dari 6
juta orang, dengan CFR 6%. Active cases 49%, didapatkan 98% mild condition dan 2%
serious condition. Close cases 51% dengan jumlah sembuh 88% dan yang meninggal
12%
97
Gambar 1. Infografis update COVID-19 per tanggal 30 Mei 2020
98
pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal
di negara / wilayah yang melaporkan transmisi lokal; atau memiliki riwayat kontak
dengan kasus konfirmasi positif COVID-19; yang membutuhkan perawatan di rumah
sakit.
d. Konfirmasi Positif : Pasien yang terinfeksi COVID-19 dengan hasil pemeriksaan tes
positif melalui pemeriksaan PCR.
Presiden Republik Indonesia (RI) telah menyatakan status penyakit ini menjadi tahap
Tanggap Darurat pada tanggal 17 Maret 2020. Presiden RI juga telah mengeluarkan
Keputusan Presiden RI Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan
Penanganan Corona yang diketuai oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) yang bertujuan untuk meningkatkan ketahanan nasional di bidang
kesehatan; mempercepat penanganan COVID-19 melalui sinergi antar kementerian /
lembaga dan pemerintah daerah; meningkatkan antisipasi perkembangan eskalasi
penyebaran COVID19; meningkatkan sinergi pengambilan kebijakan operasional; dan
meningkatkan kesiapan dan kemampuan dalam mencegah, mendeteksi, dan merespons
terhadap COVID-19.
Perspektif Ilmu Kesehatan Masyarakat dapat dipelajari dengan model The Force Field
and Well Being Paradigms of Health (HL Blum) sebagai berikut :
Gambar 2. The Force Field and Well Being Paradigms of Health (HL Blum)
99
Kejadian pandemi COVID-19 merupakan kejadian epidemiologis, yang dipengaruhi
empat faktor / determinan yaitu :
1. Environment (Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Kerja)
2. Life styles (Perilaku / Promosi Kesehatan)
3. Medical care services (Pelayanan Kesehatan seperti Rumah Sakit, Puskesmas,
Klinik, Dokter Praktik Mandiri, dan Sistem Kesehatan Nasional, Ekonomi Kesehatan)
4. Population / Heredity (Kependudukan, Penelitian, Statistik).
Sehingga perspektif Ilmu Kesehatan Masyarakat dalam penanganan COVID-19
seharusnya meliputi kajian Epidemiologis serta semua kajian terhadap empat rumpun
Ilmu Kesehatan Masyarakat tersebut.
Ilmu Kesehatan Masyarakat tidak bisa dilepaskan dari upaya Kedokteran Pencegahan
yang merupakan himpunan upaya :
1. Pencegahan primer : pencegahan pada saat belum sakit (promotif / peningkatan
dan preventif / pencegahan)
2. Pencegahan sekunder : pencegahan pada saat sedang sakit (kuratif/pengobatan)
3. Pencegahan tersier : pencegahan pada saat selesai sakit (rehabilitatif/pemulihan)
4. Pencegahan kuaterner : pencegahan terhadap hal-hal yang tidak diperlukan pada
fasilitas pelayanan kesehatan (kendali biaya dan kendali mutu)
Dengan demikian perspektif Ekonomi Kesehatan dalam penanganan COVID-19
merupakan kajian faktor / determinan Medical care services, dan perspektif Promosi
Kesehatan merupakan kajian faktor / determinan Life styles.
Ekonomi Kesehatan adalah disiplin ilmu ekonomi yang diterapkan pada bidang
kesehatan, karena ekonomi dan kesehatan merupakan sektor yang saling
mempengaruhi. Prinsip Ekonomi Kesehatan adalah keterjangkauan, keadilan, bermutu
dan efektif efisien.
100
Sistem
Keamanan
Nasional
Sistem
Sistem Sistem Pendidikan
Ketahanan Pangan Ketahanan Nasional
Nasional Nasional
Sistem
Sistem Jaminan Sosial
Ekonomi Sistem Nasional
Nasional Kesehatan
Nasional
COVID-19
101
Gambar 4. Kurva Epidemiologis Penyakit Menular
102
4. APD : coverall, masker, face shield, dsb
5. Tenaga Kesehatan / Medis :
6. Sarana pemeriksaan :
a. Laboratorium
b. Rapid test
c. PCR
d. VTM
Penyediaan sarana-sarana tersebut dalam skala nasional secara bersamaan
membutuhkan biaya (cost) yang sangat besar dan menimbulkan masalah ekonomi bagi
negara. Biaya tersebut membengkak karena faktor :
1. Pengadaan
2. Kelangkaan barang di pasar dengan penggelembungan harga oleh spekulan
3. Berebut barang / bahan di pasar dunia karena serentak semua negara
membutuhkan dalam jumlah besar
Upaya pencegahan dilakukan dalam upaya memutus mata rantai penularan, yang akan
dibahas dalam Perspektif Promosi Kesehatan. Upaya mendeteksi kasus baru COVID-19
dilakukan contact tracing pada pasien konfirmasi positif.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.01.07/MENKES/182/2020
tentang jejaring Laboratorium Pemeriksaan COVID-19, ada 2 jenis yaitu Laboratorium
Rujukan Nasional Pemeriksaan COVID-19 dan Laboratorium Pemeriksa COVID-19.
Pada awal pandemi COVID-19 di Indonesia hanya ada 1 laboratorium yang sanggup
memeriksa spesimen COVID-19 yakni Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
(Litbangkes) Kementerian Kesehatan RI di Jakarta. Kemudian dikembangkan menjadi
12 laboratorium pemeriksa COVID-19 di bawah satuan kerja KEMENKES,
KEMENDIKBUD dan KEMENRISTEK yang tersebar di Indonesia. Ada 3 jenis spesimen
yang diambil untuk pemeriksaan COVID-19, yaitu swab pada nasofaring, sputum dan
serum. Spesimen kemudian dikirim ke laboratorium pemeriksa COVID-19 melalui Dinas
Kesehatan masing-masing daerah, untuk diperiksa dengan menggunakan metode Real
Time PCR gen N.
Untuk meningkatkan keterjangkauan pemeriksaan, jumlah laboratorium pemeriksa PCR
ditambah dengan melengkapi alat pemeriksa PCR beserta Viral Transportasion Media
(VTM). Tenaga kesehatan ditingkatkan kemampuannya untuk dapat melakukan
pemeriksaan PCR. Per tanggal 30 Mei jumlah laboratorium pemeriksa sebanyak 145
103
jumlah spesimen yang diperiksa PCR sebanyak 311.906 dari 216.769 orang. Hasil positif
25.733, sehingga Positif rate sebesar 11,87%
Mass screening dilakukan dengan menggunakan Rapid test dalam upaya skrining pada
masyarakat yang diduga terpapar COVID-19. Rapid test mempunyai nilai sensitivitas dan
spesifisitas.
Tabel 1 : Sensitivitas dan Spesifisitas
Saat ini pandemi COVID-19 melanda 215 negara, semuanya membutuhkan alat Rapid
Test maupun PCR untuk masyarakat di masing-masing negara. Sedangkan jumlah
negara yang mampu memproduksi alat Rapid Test dan PCR sangat terbatas. Sehingga
jumlah alat Rapid test maupun PCR yang bisa disediakan oleh Pemerintah RI jumlahnya
juga terbatas. Berdasarkan konsep Supply & Demand, dimana jumlah permintaan
meningkat sedangkan jumlah barangnya terbatas, akan mendorong kenaikan harga.
Dalam upaya melakukan efisiensi dan efektivitas maka Pemerintah RI mengembangkan
metode pemeriksaan dengan menggunakan alat PCR HIV, juga dikembangkan
pemeriksaan dengan menggunakan metode Test Cepat Molekuler (TCM) yang sudah
ada di Puskesmas yang biasanya digunakan untuk mendiagnosa TBC.
Pemerintah RI juga telah berhasil memproduksi Rapid test RI-GHA19 demi menekan
biaya pemeriksaan Rapid test.
Bertambahnya kasus baru, selain menunjukkan masih adanya penularan, dapat pula
dimaknai sebagai keberhasilan upaya mendeteksi kasus baru COVID-19.
104
Tidur (TT) di Ruangan Isolasi, 516 Ventilator, 2.660 orang Dokter, 289 orang Dokter Sp.
Paru, 2.247 orang tenaga kefarmasian dan 11.725 orang tenaga perawat.
Pemerintah RI kemudian menambah RS Rujukan menjadi 492 RS, dan menyiapkan
Wisma Altet sebagai RS Darurat COVID-19, serta menyiapkan RS Khusus Corona di
Pulau Galang Batam untuk warga negara Indonesia yang datang dari luar negeri.
Pemerintah RI merekrut relawan tenaga kesehatan sebagai garda terdepan COVID-19,
jumlahnya mencapai 30.375 per tanggal 30 Mei 2020.
Kelangkaan Alat Pelindung Diri (APD), mengakibatkan banyak korban tenaga kesehatan
gugur dalam tugas, Pemerintah RI mengupayakan APD dengan segala upaya, dan tentu
dengan harga yang tinggi untuk mendatangkan APD dari luar negeri, berebut APD
dengan negara lain. Selain itu Pemerintah RI meningkatkan produksi APD dari dalam
negeri, menjaga distribusi APD medis supaya tidak diperdagangkan secara bebas di
masyarakat.
Pemerintah RI juga mengembangkan terapi plasma konvalesen serta mengembangkan
ventilator produksi dalam negeri. Unit cost Ventilator PT. Pindad sekitar Rp. 10 – 15 juta.
Sedangkan harga 1 unit ventilator import Rp. 500-700 juta
Berdasarkan Lampiran Surat Menteri Keuangan RI Nomor S-275/MK.02/2020 tertanggal
6 April 2020, biaya perawatan pasien COVID-19 selama 14 hari sekitar Rp 105 juta –
231 juta dan biaya pemakaman Rp 3,36 juta per jenazah.
Dari Tabel 2. bisa dilihat bahwa biaya perawatan pasien COVID-19 juga sangat besar,
sehingga dalam skala nasional masalah COVID-19 menimbulkan beban ekonomi yang
sangat besar dalam pengelolaan keuangan negara.
Dalam Penelitian oleh Dokter Muda dalam kepaniteraan Community Medicine FK UNAIR
(Rieza Rizqi Alda, dkk.) tentang Hubungan Tingkat Pengetahuan Sikap serta Partisipasi
Masyarakat dengan Upaya Pencegahan Covid-19, bulan Mei 2020, n = 56, wilayah
105
Surabaya, Jombang, Tulungagung, accidental sampling, metode operational research
diperoleh hasil :
pengetahuan COVID-19 = cukup
sikap COVID-19 = negatif
upaya pencegahan COVID-19 = cukup
Setelah dilakukan Lokakarya Daring Diagnosis Komunitas disimpulkan bahwa akar
masalah sikap negatif masyarakat adalah karena masalah ekonomi.
LOCKDOWN vs PSBB
106
Karantina wilayah menurut Undang Undang RI Nomor 6 tahun 2018 tentang Karantina
Kesehatan. Karantina didefinisikan sebagai upaya pembatasan dan/atau pemisahan
seseorang yang terpapar penyakit menular. Berdasarkan skalanya, karantina dibagi
menjadi 4 jenis, yaitu karantina rumah, karantina rumah sakit, karantina wilayah, dan
pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
karantina rumah
lingkungan /
desa
rumah sakit
wilayah
PSBB /
negara
PSBB, menurut PERMENKES RI Nomor 9 tahun 2020 yang mengatur tentang Pedoman
PSBB, menyebutkan bahwa PSBB adalah pembatasan semua kegiatan tertentu.
Pembatasan kegiatan tersebut ditujukan bagi penduduk dalam satu wilayah yang diduga
terpapar COVID-19, tujuannya untuk memblokir dan mencegah penyebaran virus corona
dalam skala yang lebih besar lagi. Kepala daerah memiliki hak untuk mengajukan
permohonan PSBB yang didasari oleh data epidemiologi kasus COVID-19 yang terjadi
di daerahnya masing-masing. Apabila permohonan tersebut disetujui oleh Menkes RI,
maka PSBB akan diberlakukan selama masa inkubasi terpanjang, yaitu 14 hari. Apabila
107
setelah 14 hari tersebut masih terlihat adanya penyebaran dengan ditemukannya
peningkatan kasus baru, maka masa PSBB akan diperpanjang selama 14 hari kedepan
sampai jumlah kasus baru menurun.
Lockdown PSBB
Penetapan Pemerintah Pusat Kementerian Kesehatan atas
permohonan dari Pemerintah
Daerah
Transportasi Umum Menutup transportasi umum Membatasi jumlah penumpang
transportasi umum
Transportasi Pribadi Hanya kendaraan tertentu dan Mengurangi jumlah
mengukur suhu pengemudi penumpangnya 50%
Keluar masuk wilayah Dilarang Dibatasi
Semakin besar Cost dan semakin kecil Benefit, maka upaya menjadi tidak bermanfaat
atau terjadi pemborosan tanpa manfaat yang berarti.
Semakin besar Cost dan semakin kecil Effectiveness, maka upaya menjadi tidak efektif
atau terjadi pemborosan tanpa hasil yang efektif.
108
CEA adalah cara memilih untuk menilai program yang terbaik kebijakan Lockdown atau
PSBB, dengan membandingkan biaya dan output (objective) yang dihasilkan. Biaya
untuk mempertimbangkan aspek efisiensi, sedangkan output mempertimbangkan aspek
efektifitas / effectiveness. Dengan memperhitungkan CEA kita tidak bisa melihat hanya
dari 1 aspek saja, efisiensi atau efektif. Keputusan yang diambil berdasarkan CEA selalu
mempertimbangkan efektif dan efisien.
109
Kemitraan kerja sama sektor lain, TNI-POLRI, Dinas Perhubungan,
kerja sama swasta, Perdagangan, Pendidikan, Agama,
kerja sama luar negeri Sosial, dan lain-lain
Strategi Komunikasi :
Dalam situasi bencana, maka dibutuhkan penerapan semua bentuk Strategi Komunikasi
dalam Promosi Kesehatan COVID-19.
Bahwa sebenarnya untuk mengantisipasi bencana, baik itu bencana kesehatan maupun
bencana alam, Kementerian Kesehatan RI telah membuat suatu Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1529/MENKES/SK/X/2010 tentang Pedoman
Umum Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.
Pengertian Desa / Kelurahan Siaga Aktif :
1. Penduduknya dapat mengakses dengan mudah pelayanan kesehatan dasar yang
memberikan pelayanan setiap hari melalui Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) atau
sarana kesehatan yang ada di wilayah tersebut seperti Pusat Kesehatan
Masyarakat Pembantu (Pustu), Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) atau
sarana kesehatan lainnya.
2. Penduduknya mengembangkan Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat
(UKBM) dan melaksanakan survailans berbasis masyarakat (meliputi pemantauan
penyakit, kesehatan ibu dan anak, gizi, lingkungan dan perilaku), kedaruratan
110
kesehatan dan penanggulangan bencana, serta penyehatan lingkungan sehingga
masyarakatnya menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Implementasi Desa / Kelurahan Siaga Aktif dalam bencana COVID-19 adalah
dibentuknya :
1. Pos Jaga Desa atau Pos Covid Desa, jumlahnya telah mencapai lebih dari 84.000
desa.
2. Jogo Tonggo
3. Kampung Tangguh COVID
4. Kampung Jaga COVID, dan lain-lain
111
d. Sepulang di rumah, rendam alat pelindung diri tersebut dalam larutan deterjen
minimal 20-25 menit serta mandi keramas
Pemberdayaan Keluarga dalam penanggulangan COVID-19 meliputi protokol :
1. Menjaga lingkungan dalam keluarga supaya tetap bersih dan sehat, dengan cara :
a. Pel lantai dengan bahan antiseptik seperti karbol, lisol, kreolin, deterjen minimal
1 kali sehari
b. Sediakan semprotan tangan (handsprayer) 2 botol : botol ke-1 isi air dan
campurkan dengan sejenis Bayclin dengan komposisi 90% air : 10% Bayclin
atau Rodalon komposisi 20 ml per 500 liter air, semprotkan di ruangan demi
ruangan di dalam rumah, namun untuk campuran Bayclin jangan sampai kena
benda logam, elektronik, binatang dan makanan; botol ke-2 isi alkohol 70%,
semprotkan di ruangan demi ruangan terutama pegangan pintu atau benda
yang sering dipegang oleh orang, hindari sumber api karena alkohol mudah
terbakar
c. Sediakan lampu Ultraviolet 20 Watt atau 40 Watt, nyalakan di ruangan demi
ruangan dengan perhitungan : luas ruangan 10 m 2 adalah 20 Watt selama 15
menit, jangan ada orang, binatang dan tanaman hidup di ruangan selama
lampu Ultraviolet menyala
d. Bersihkan barang barang di rumah dan usahakan tidak ada barang bekas yang
bisa membuat rumah menjadi kotor termasuk baju di gantungan.
2. Beribadah bersama keluarga di rumah
3. Belajar dan bekerja bersama keluarga di rumah
4. Melakukan aktifitas bersama keluarga, memasak, nonton TV, karaoke, berkebun,
mencuci mobil, olahraga, dan lain-lain di rumah
Pemberdayaan Masyarakat dalam penanggulangan COVID-19 perlu melibatkan setiap
komponen dari masyarakat mulai dari Ketua RT/RW/Kepala Desa, Tokoh Agama/Tokoh
Masyarakat, Bhabinkamtibnas, kader kesehatan, warga masyarakat termasuk Ormas
dan pihak swasta, Puskesmas dan Posyandu
Pemberdayaan masyarakat dalam pencegahan COVID-19 adalah segala upaya yang
dilakukan oleh seluruh komponen masyarakat dengan menggali potensi yang dimiliki
masyarakat agar berdaya dan mampu berperan serta mencegah penularan COVID-19.
112
Tahapan Pemberdayaan Masyarakat dalam Pencegahan COVID-19
1. Pendataan Kesehatan Warga di RT/RW/Kepala Desa
a. Mendata kesehatan seluruh warga menggunakan formulir pendataan warga
termasuk warga yang berisiko tinggi
b. Mendata warga yang keluar dan masuk di wilayahnya
c. Menghimbau warga untuk menginformasikan jika ada orang asing atau warga
yang datang dari wilayah yang sudah terjangkit COVID-19 yang masuk ke
wilayahnya
2. Cari kemungkinan faktor penyebab penularan COVID-19 dan potensi wilayah
a. Faktor Perilaku : tidak melakukan PHBS/CTPS
b. Non Perilaku: lingkungan
c. Mendata potensi : SDM, Dana, Sarana Prasarana
3. Musyawarah Masyarakat RT/RW/Desa
a. Sosialisasi hasil pendataan dan kemungkinan faktor penyebab penularan
b. Sosialisasi program pemerintah dalam pencegahan COVID-19
c. Menyepakati kegiatan melalui pemberdayaan masyarakat
4. Menyusun Rencana Kegiatan di Masyarakat
a. Menyampaikan informasi tentang COVID-19 (penyebab, penularan,
pencegahan)
b. Edukasi tentang cara-cara pencegahan COVID-19 (etika batuk, cara CTPS,
cara menggunakan masker)
c. Sarana edukasi: pengeras suara/toa, saluran komunikasi elektronik (group
WHATSAPP, dll)
d. Jadwal pelaksanaan, sasaran kegiatan, rencana anggaran dan penanggung
jawab sesuai formulir Rencana Kegiatan
5. Pelaksanaan Kegiatan
a. Dilaksanakan sesuai jadwal yang telah direncanakan bersama. Kegiatan
dicatat dan dilaporkan menggunakan format Laporan Kegiatan
6. Keberlangsungan Kegiatan
Dilakukan oleh masyarakat bersama dengan pengurus RT/RW/Desa dan
pendamping teknis (puskesmas), untuk menjamin kesinambungan pemberdayaan
masyarakat.
113
protokol pertahanan pribadi
keluarga
lingkungan
wilayah
nasional
Pokok bahasan dalam pelaksanaan Promosi Kesehatan meliputi rantai infeksi (chain of
infection) yaitu 6 komponen rantai penularan, apabila satu mata rantai diputus atau
dihilangkan, maka penularan infeksi dapat dicegah atau dihentikan sehingga infeksi-pun
tidak akan terjadi.
Agen infeksi
Cara penularan
114
Upaya pemutusan 6 komponen rantai penularan infeksi COVID-19 :
1. Agen infeksi : mikroorganisme penyebab infeksi virus SARS-CoV-2
a. desinfeksi
b. cuci pakaian, penutup kepala, alas kaki dengan deterjen
c. rajin mandi pakai sabun, keramas pakai shampoo, sikat gigi pakai pasta gigi
2. Reservoir : pasien COVID-19
a. perawatan pasien di RS Rujukan
3. Pintu keluar : virus meninggalkan reservoir : lendir, air mata, feces, urine, sperma
a. isolasi pasien
b. orang dalam pemantauan (ODP) karantina mandiri
4. Cara penularan : cara penularan reservoir ke pejamu yang rentan/sensitif. (droplet,
kontak, makanan, air/minuman, dsb)
a. jaga jarak 1-2 meter (physical distance)
b. karantina wilayah
c. karantina skala besar (pembatasan sosial skala besar / PSBB)
d. lock down
5. Pintu masuk : tempat virus masuk ke pejamu yang rentan/sensitif, bisa melalui
saluran napas, saluran cerna, saluran kemih dan lain – lain.
a. APD bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan sesuai level
(universal precaution / kewaspadaan Umum).
b. masker kain bagi masyarakat
c. jangan sentuh wajah
d. rajin cuci tangan pakai sabun (CTPS)
6. Pejamu rentan : orang dengan kekebalan tubuh menurun yang mudah sekali
terinfeksi atau kesulitan melawan agen infeksi.
a. tinggal di rumah (stay at home)
b. jaga imunitas tubuh (makanan bergizi, sering minum, vitamin C 500 mg/hari,
cukup istirahat, tidak panik / stress)
115
dianjurkan berempati dengan memberikan bantuan kebutuhan sehari hari dari warga
yang berstatus OTG/ODP COVID-19 serta memantau mobilitasnya.
1. Jumlah kasus baru COVID-19 yang semakin meningkat dengan angka kematian
yang cukup tinggi serta tidak semua pasien konfirmasi positif COVID-19 dalam
keadaan sakit berat. Tingginya biaya perawatan pasien COVID-19 di Rumah Sakit,
Keterbatasan kapasitas RS untuk merawat semua pasien COVID-19, maka
Penanganan pasien COVID-19 perlu dilakukan secara berjenjang, Pasien dengan
status OTG/ODP dapat melakukan isolasi mandiri di rumah dalam pengawasan
FKTP, PDP dapat dirawat di Rumah Sakit Darurat COVID-19, Pasien konfirmasi
positif selayaknya dirawat di RS Khusus COVID yang ditunjuk oleh masing-masing
pemerintah daerah yang tidak dicampur dengan pasien non COVID-19. Sehingga
pasien non COVID-19 masih dapat terlayani dengan baik dan mengurangi resiko
terpapar COVID-19. Demikian juga pengunaan APD dan pengerahan SDM tenaga
kesehatan akan lebih efektif dan efisien.
2. Tingginya jumlah OTG dan ODP, sehingga besar kemungkinan kita juga terpapar
dengan COVID. Dampak ekonomi yang diakibatkan pandemi COVID-19,
keterbatasan sumberdaya yang dimiliki oleh pemerintah, namun roda kehidupan
tetap harus berjalan, kemampuan adaptasi yang dimiliki oleh manusia, maka kita
perlu pola hidup baru berdamai dengan COVID-19.
Bahwa dalam semua bencana baik itu bencana kesehatan maupun bencana alam, akan
terdapat tiga tahap :
116
1. Tahap Pra Bencana : tahap belum terjadi bencana, dalam tahap ini sebaiknya
dilakukan mitigasi atau upaya-upaya persiapan bila terjadi bencana seperti Desa /
Kelurahan Siaga Aktif.
2. Tahap Bencana : tahap terjadi bencana, dalam tahap ini dilakukan semua upaya
baik itu pemerintah, swasta maupun rakyat untuk mengatasi bencana semisal
dilakukan kebijakan PSBB dalam suatu wilayah.
3. Tahap Pasca Bencana : tahap bencana sudah selesai atau kita beradaptasi dengan
keadaan yang baru misalnya konsep New Normal. Kita tidak punya pilihan lain
walaupun vaksin dan obat belum ditemukan, namun roda kehidupan harus tetap
berjalan, sehingga kita harus melakukan langkah2 adaptasi dengan situasi yang
baru.
117
Dalam tahap Pasca Bencana, akan terdapat adaptasi perilaku berupa perubahan
perilaku yang baru supaya aman walau kita harus hidup bersama penyakit COVID-19
bersama dengan penyakit-penyakit menular lainnya seperti DBD, Hepatitis, HIV-AIDS,
Herpes dan lain-lain.
Indikator suatu wilayah bisa memasuki tahap Pasca Bencana (New Normal) :
1. Indikator Epidemiologi
Penurunan jumlah kasus positif, PDP, ODP, kematian minimal 2 minggu
2. Indikator Kesehatan Publik
Test pemeriksaan Covid-19 meningkat, dg postivite rate menurun
Kedisiplinan Perilaku masyarakat dalam menjalankan Protokol Kesehatan
3. Indikator Kesiapan Layanan Kesehatan
118
Peningkatan kesembuhan, Jumlah RS Rujukan COVID-19, RS Darurat COVID-19,
Tenaga kesehatan, APD, Ventilator, dan lain-lain
DAFTAR PUSTAKA
119
6. Wang Zhou, MD, Buku Panduan Pencegahan Coronavirus 101 Tips Berbasis Sains
Yang Dapat Menyelamatkan Hidup Anda
7. https://www.who.int/publications-detail/global-surveillance-forhuman-infection-
with-novel-coronavirus-(2019-ncov). Diakses pada 20 Maret 2020.
8. https://www.worldometers.info/coronavirus/. Diakses pada 16 Mei 2020
9. https://kabar24.bisnis.com/read/20200427/15/1232988/ventilator-impor-rp700-
juta-buatan-pindad-harganya-rp10-jutaan.-ini-penampakannya. Diakses 16 Mei
2020
10. Lampiran surat Menteri Keuangan RI No S-275/MK.02/2020 tertangal 6 April 2020
11. Anne Mills, Ekonomi Kesehatan Untuk Negara-Negara Yg Sedang Berkembang,
1990
12. Prijono Tjiptoherijanto, Ekonomi Kesehatan, 1994
120
Tinjauan
Ilmu Kesehatan Masyarakat
Disajikan dalam :
Free Webinar COVID-19 Tinjauan Ilmu Kesehatan Masyarakat
2 Juni 2020
Kemitraan :
IDI Cabang Surabaya
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
PDK3MI Pengurus Cabang Regional V