Anda di halaman 1dari 10

 Seminar Antar Bangsa : Seni Budaya dan Desain – STANSA 2018

KONSEP TRI-LOKA DAN KEBERADAAN POHON HAYAT PADA BATIK


MOTIF LENGKO KAMBRETAN TULUNGAGUNG

Ony Setyawan
Pendidikan Seni Rupa, Jurusan Seni dan Desain, Universitas Negeri Malang
Email: onysetya19@gmail.com

Abstract: Lengko motifs is one example of batik motifs that is characteristic of batik
kambretan style from Kalangbret village, Tulungagung regency. The influence of
traditional batik keraton very thick in Lengko motifs, both in terms of ornament shape
and color of batik. The purpose of this research to discuss the motifs of batik Lengko
viewed from the concept of triloka and the existence tree of life. This research used
qualitative research method. The result of the discussion shows that the main motifs of
Lengko symbolizes the three natural order on the concept of triloka. The existence tree of
life is symbolized by a series of objects flowers and lung-lungan, occupying on the
pattern of the main motifs and forming a meru (mountain) or pattern lengkak-lengkok.
Key Words: Lengko motifs, Triloka, Tree of Life

Abstrak: Motif Lengko merupakan salah satu contoh motif batik yang menjadi ciri khas
dari corak batik kambretan yang berasal dari Desa Kalangbret Kabupaten Tulungagung.
Pengaruh batik tradisional keraton sangat kental dalam motif Lengko,baik dari segi
bentuk ornamen maupun warna batik. Tujuan penelitian ini untuk membahas mengenai
motif batik lengko ditinjau dari konsep triloka dan keberadaan pohon hayat. Penelitian ini
menggunakan jenis penelitian kualitatif. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa susunan
motif utama lengko menyimbolkan tiga tata alam pada konsep triloka. Keberadaan pohon
hayat disimbolkan dengan rangkaian objek bunga dan lung-lungan, menempati pada pola
motif utama dan membentuk sebuah meru (gunung) atau pola lengkak-lengkok.
Kata kunci: Motif Lengko, Triloka, Pohon Hayat

Batik memberi makna yang sarat akan batik ini ini memiliki makna-makna khusus
seni dan representasi budaya dari masing- dalam setiap motif yang diciptakannya.
masing daerah di tanah air. Batik mengalami Penggunaan motif-motif batik yang
perkembangan yang begitu pesat pada setiap beragam pada masyarakat tidak diimbangi
daerah di Indonesia. Dalam setiap dengan pemahaman masyarakat akan makna
perkembangannya ada beberapa aspek yang serta nilai-nilai luhur motif yang terkandung
tetap dipegang oleh para pengrajin batik di dalam kain batik yang dikenakan. Hal ini
dalam setiap produk batik yang dihasilkannya. sangat disayangkan karena batik pada
Pewarisan tradisi dan budaya membatik hakekatnya bukan hanya hiasan atau ornamen
dilakukan secara turun temurun dengan tetap pada kain yang diambil nilai keindahannya
menerapkan motif yang menjadi ciri khasnya. saja, namun lebih dari itu batik memiliki
Keberadaan batik mengalami perkembangan keindahan jiwa (makna) yang terkandung
yang cukup pesat. Batik klasik yang dalam setiap ornamen yang digunakannya,
dahulunya hanya diproduksi dan dikenakan khususnya pada batik-batik tradisional dan
oleh keluarga keraton, akhirnya berkembang gaya klasik. Masyarakat lebih cenderung
dan dikenakan oleh semua lapisan masyarakat hanya menilai batik dengan keindahan motif
saat ini. Penggunaan motif-motif batik keraton dan warnanya saja tanpa memandang nilai-
maupun batik pesisiran beredar luas dan nilai luhur yang terkandung di dalam motif.
banyak dikenakan oleh setiap lapisan Hal ini diperkeruh lagi dengan adanya
masyarakat. Batik keraton mempunyai produksi besar-besaran dengan menggunakan
pakem-pakem khusus dalam setiap penciptaan batik printing, jelas hal inilah yang akan
motifnya, sedangkan batik pesisiran yang mematikan industri rumahan batik dan
meskipun tidak memiliki pakem-pakem mematikan pemahaman masyarakat luas akan
khusus dalam penciptaannya, namun kedua hakekat batik itu sendiri. Sehingga muncul

119
Seminar Antar Bangsa : Seni Budaya dan Desain – STANSA 2018 

fenomena motif-motif yang dipandang bagus keraton tidak hanya berada dalam lingkungan
dan laku keras di pasaran, maka motif itu lah keraton saja, namun juga mempengaruhi
yang akan diproduksi dalam jumlah banyak. perkembangan batik-batik tradisional yang
Karena hanya mengejar nilai ekonomis dari berada di luar keraton (Solo-Yogyakarta).
sehelai kain yang bermotifkan batik. Hal ini Salah satu corak batik yang terpengaruh
sangat mengecewakan bagi budaya bangsa budaya batik tradisional keraton adalah corak
kita sendiri, karena para budayawan luar batik kambretan yang berada di Desa
negeri rela berdatangan ke Indonesia untuk Kalangbret, Kecamatan Kauman, Kabupaten
belajar membatik dengan cara tradisional dan Tulungagung. Corak batik kambretan
menggunakan pewarna alam, sedangkan kita berkembang dengan dipengaruhi oleh corak
sendiri melupakan proses itu sendiri. batik tradisional pada masa Kerajaan
Salah satu motif batik klasik yang Majapahit dan Kerajaan Mataram Islam
memiliki keindahan secara utuh adalah motif (Keraton Yogyakarta-Surakarta). Hingga
pohon hayat. Motif pohon hayat merupakan sekarang penerapan corak batik kambretan
salah satu motif utama dalam tata susun batik tetap menjadi ciri khas batik yang dihasilkan
berupa gambar pohon yang memiliki bunga oleh Desa Kalangbret dan sekitarnya
(kuncup) dahan dan akar, dan kadang dipadu (Supriono, 2016: 109). Batik tradisional
dengan motif utama seperti meru, gurda keraton hingga sekarang berpengaruh besar
(garuda), burung, dan tumbuh-tumbuhan terhadap motif-motif yang digunakan dan
(Kartika, 2007: 12). Motif pohon hayat sering warna-warna yang digunakan oleh para
ditemui pada relief Kalpataru Candi pengrajin batik yang berdomisili di wilayah
Parambanan. Terdapat begitu banyak variasi Desa Kalangbret dan sekitarnya ini. Motif-
dan susuan mengenai penggambaran pohon motif terdahulu yang merupakan motif
hayat, misalnya saja penggambaran motif warisan meliputi Motif Buntal, Motif Lengko,
pohon hayat yang sama-sama terdapat pada Motif Parang, Motif Lereng, Motif Sayonara,
kompleks Candi Prambanan memiliki Motif Kerton, Motif Alas-Alasan, Motif
perbedaan. Pohon hayat yang tergambar pada Gringsing Papak, Motif Gringsing Moto
Candi Iduk Siwa (Prambanan) berbeda Pitik, dan sebagainya. Ada beberapa nama
dengan penggambaran pohon hayat pada motif yang sangat kental dan erat kaitannya
Candi Nandi (candi kendaraan Dewa Siwa). dengan batik keraton. Namun dalam artikel ini
Hal ini menunjukkan bahwa penggambaran akan membahas mengenai motif asli dari
simbol pohon hayat memiliki aspek perbedaan Kalangbret yang terpengaruh oleh batik
yang sangat beragam dalam keraton baik dari seni visual motif maupun
pemvisualisasiannya. Sehingga motif pohon warnanya, yaitu motif Lengko.
hayat menjadi salah satu simbol yang kuat dan Motif lengko merupakan salah satu
melekat dalam berbagai karya seni nusantara, motif yang khas dalam corak batik kambretan,
antara lain pada kain, relief kalpataru, dan hingga sekarang masih terjaga keaslian
gunungan (wayang). motifnya dan dikembangkan oleh para
Sesuai dengan ekspresi budaya pengrajin batik di Desa Kalangbret dan
Jawa, penggambaran motif pohon hayat sering sekitarnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk
dipadukan dengan konsep triloka yang membahas mengenai motif batik lengko
menggambarkan sisi kehidupan dengan tiga kambretan ditinjau dari keberadaan konsep
tata jagad, yaitu jagat atas (alam niskala), triloka dan pohon hayat yang digunakan,
jagat tengah (alam niskala-sakala), dan jagat sekaligus menambah khasanah dalam
bawah (alam sakala) yang harus diupayakan pembahasan pada gaya batik klasik yang
terus keselarasan hubungan secara kosmis, masih diproduksi oleh sebagian pengrajin
untuk menjaga keseimbangan secara batik ditengah gencar-gencarnya produksi
horizontal dan vertikal (Kartika, 2007: 151). batik yang hanya mengedepankan nilai
Penggunaan konsep triloka dan motif pohon produksi dan nilai jual batik tanpa mengetahui
hayat ini umumnya dapat dijumpai pada konsep serta nilai-nilai yang terkandung
motif-motif batik yang dilatarbelakangi oleh dalam setiap ornamen dalam kain batik.
corak batik tradisional keraton.
Keberadaan corak batik tradisional

120
 Seminar Antar Bangsa : Seni Budaya dan Desain – STANSA 2018

METODE 2016: 109). Perkembangan pada industri batik


rumahan di Kalangbret kemudian
Penelitian ini menggunakan jenis
berkembang dan menjadi corak khas yang
penelitian kualitatif. Data yang diperoleh
dinamakan kambretan.
diuraikan dalam bentuk kata-kata dan gambar
Awal mula batik yang ada di Desa
secara deskriptif. Objek penelitian berupa
Kalangbret lahir bersamaan dengan awal
batik motif lengko yang diproduksi oleh
mula penamaan Desa Kalangbret. Corak batik
rumah batik tulis Kalang Kusuma di Desa
Kalangbret merupakan corak batik khas Desa
Kalangbret, Kecamatan Kauman, Kabupaten
Kalangbret yang dipengaruhi oleh batik-batik
Tulungagung. Sampel motif lengko yang
yang berasal dari Kerajaan Majapahit dan
diambil merupakan motif lengko tertua
Keraton Solo-Yogyakarta (Kesultanan
(lengko lama) dan belum mengalami
Mataram). Corak batik Kalangbret yang
pengembangan, baik pengembangan dari segi
berkembang sekarang produksinya mulai
ornamen tambahan maupun dari segi
terpengaruh dan menyesuaikan dengan
pewarnaan. Sumber data diperoleh dari
permintaan konsumen. Namun tetap menjaga
pengrajin dan produk batik. Informan kunci kekhassan yang dimiliki oleh corak batik
adalah Shodiq selaku pengrajin dan pemilik Kalangbret tersebut, yaitu tetap ada unsur
batik Kalang Kusuma dan Mukaromah selaku warna biru dan coklat serta tetap
pengrajin batik tertua (sesepuh) yang ada di mengembangkan objek-objek yang sering
Desa Kalangbret. Prosedur pengumpulan data digunakan dalam motif utama, motif
dilakukan dengan teknik observasi, pendukung, dan isen-isen. (Wawancara:
wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis Shodiq, 9/2/2018)
data yang digunakan meliputi: reduksi data, Corak batik kambretan di
penyajian data, dan penarikan kesimpulan. kembangkan oleh para pengrajin batik yang
ada di Desa Kalangbret dan sekitarnya,
HASIL DAN PEMBAHASAN
seperti Desa Mojosari. Namun seiring dengan
Seni dan keterampilan membatik di berkembangnya industri konveksi, para
Desa Kalangbret erat kaitannya dengan pengrajin batik yang awalnya menggunakan
perkembangan tradisi membatik di Kerajaan dan melestarikan batik tulis beralih
Majapahit. Dahulu Tulungagung terkenal menggunakan batik cap dan printing.
dengan sebutan Bonoworo karena sebagian Sekarang sebagian besar pengrajin telah
wilayahnya terdiri dari rawa-rawa. Pada saat menggunakan teknik cap. Namun ada salah
pengembangan wilayah Kerajaan Majapahit, satu pengrajin rumahan yang tetap
Bonoworo dikuasai oleh seorang yang menggunakan teknik batik tulis yaitu batik
bernama Adipati Kalang yang tidak mau Kalang Kusuma. Motif yang dihasilkan juga
tunduk kepada Kerajaan Majapahit. Melalui tetap merupakan motif klasik warisan leluhur.
serangan yang dilancarkan oleh pasukan Salah satu motif yang menjadi keunggulan
Kerajaan Majapahit, Adipati Kalang tewas dan banyak diminati oleh masyarakat adalah
dalam pertempuran yang dikabarkan terjadi di motif lengko. (Wawancara: Mukaromah,
sekitar desa yang sekarang bernama Desa 10/2/2018)
Kalangbret. Sejak saat itu, para abdi dan
keluarga Kerajaan Majapahit menetap dan
tinggal di daerah Bonoworo, dan disitulah
keterampilan membatik diajarkan dari
Majapahit kepada masyarakat Tulungagung.
Selanjutnya pertumbuhan batik yang ada di
Kabupaten Tulungagung, khususnya yang ada
di Desa Kalangbret berkembang pesat setelah
setelah mendapatkan pengaruh dari batik Solo
dan batik Yogyakarta sekitar abad ke-19.
Akibatnya, batik Tulungagung baik corak Gambar 1. Batik Motif Lengko
maupun motifnya banyak menyerap unsur (Sumber: dokumentasi penulis: 2018)
batik Solo dan batik Yogyakarta (Supriono,

121
Seminar Antar Bangsa : Seni Budaya dan Desain – STANSA 2018 

Gambar diatas merupakan motif jembatan dunia atas dengan dunia bawah.
lengko tertua yang ada di rumah batik Kalang Kartika (2007: 21) mengungkapkan bahwa
Kusuma Kalangbret. Penggunaan ornamen gunungan dinyatakan berbentuk menyerupai
padat terlihat jelas dalam keseluruhan kain segitiga dan pada bagian bidang sekelilingnya
batik. Tidak ada ruang kosong menjadikan diisi dengan daun-daun dan bermacam
ciri khas tersendiri pada batik-batik yang binatang sesuai dengan modifikasi
dihasilkan oleh corak kambretan. Meskipun perkembangan dan corak kedaerahan, yang
dipadati dengan susunan ornamen yang pada prinsipnya mempunyai fungsi sama,
padat, pada batik lengko memiliki ruang yaitu tanda awal dan berakhirnya suatu
kosong yang disebut sebagai motif kotongan. adegan kehidupan. Menurut pandangan
Motif kotongan inilah yang menjadi keunikan Hindu-Budha, gunung memiliki fungsi
tersendiri bahwa batik dengan ornamen yang penyetabil jagad raya, menahan langit dan
rumit dan padat karena adanya salah satu bumi, menetralkan kekuatan jahat, kekacauan,
pengaruh dari batik tradisional keraton, tetapi ketidakstabilan, dan ketidakteraturan (Kartika,
tetap memiliki ruang kosong yang unik dan 2007: 134).
berwarna coklat. Hal tersebut terjadi karena
secara mayoritas batik yang dihasilkan oleh
Desa Kalangbret secara keseluruhan tetap
memegang ciri khas unik tersebut terutama
pada motif-motif tertuanya. Namun, dengan
seiring berkembangnya zaman, karena
adanya permintaan konsumen dan produksi
yang semakin melemah, penggunaan ciri
khas motif ini lama-kelamaan mulai
ditinggalkan dan hanya beberapa pengrajin
saja yang tetap menerapkannya.

a. Visual Ornamen Motif Lengko


Motif lengko diciptakan pada tahun
1948. Motif lengko termasuk dalam
golongan batik dengan corak non geometris
karena terdiri dari objek flora dan fauna. Gambar 2. Motif Utama Lengko yang Menyerupai
Objek flora yang tergambar berupa bunga Gunungan Wayang
seruni, bunga mawar, dan bunga melati serta (Sumber: digambar ulang oleh penulis: 2018)

lung-lungan yang berupa daun-daun menjalar. Seperti halnya pada konsep gunungan
Untuk objek faunanya yaitu berupa burung wayang, pada batik motif lengko terlihat jelas
phonix dan kupu-kupu. Batik golongan non- bahwa pola utama pada keseluruhan kain
geometris sendiri merupakan batik yang batik memiliki pola yang garis zig-zag yang
terdiri dari ornamen-ornamen tumbuhan, seakan-akan membentuk bidang segitiga
meru, pohon hayat, candi, binatang, burung, menyerupai gunung dan mengalami
garuda, ular atau naga, dan susunan tidak perulangan. Pada bagian sisi garis selalu
teratur menurut bidang geometris (Wulandari, dipenuhi oleh ornamen berbagai macam jenis
2011: 109). bunga dan lung-lungan yang menyerupai
Pada bagian motif utamanya rangkaian pohon hayat. Penggunaan isen-isen
cenderung terkesan geometris karena adanya yang padat turut memberi kesan tegas
latar pola yang menyerupai garis zig-zag terhadap pola garis zig-zag pada motif
dalam keseluruhan kain batik. Pola garis zig- utamanya. Perulangan motif utama yang
zag ini nampak menyerupai gunungan wayang menyerupai bidang segitiga ini membentuk
dan pohon hayat. Konsep gunung dan pohon pola meru (gunung) pada keseluruhan motif
tersebut juga padu dengan konsep dunia atas, batik, sehingga nampak cenderung kepada
dunia tengah, dan dunia bawah. Gunungan keseimbangan simetris pada kain batik. Hal
berasal dari kata “gunung” yang sebagian ini dipertegas lagi dengan susunan warna dan
besar masyarakat Jawa meyakininya sebagai

122
 Seminar Antar Bangsa : Seni Budaya dan Desain – STANSA 2018

keragaman isen-isen yang memiliki tingkat Kuasa, saling menghormati dan menghargai
kepadatan dan kerumitan berbeda-beda pada sesamanya, sehingga tercermin manunggaling
setiap bidang serta objek yang ditempatinya, kawulo Gusti. Sedangkan pohon hayat
sehingga mengakibatkan kesan warna gelap merupakan manifestasi dari gunung kosmis
dan terang. Semakin banyak dan padat dan pohon kehidupan, secara simbolik
susunan isen-isen yang menempati bidang merupakan dunia penghubung sekaligus
atau objek maka bidang tersebut akan terlihat sebagai pusat keseimbangan kosmos (Kartika,
lebih terang, karena pada hakekatnya isen-isen 2007: 21).
memiliki warna cerah (putih dan atau kuning)
yang merupakan warna asli dari kain.
Berkaitan dengan hal tersebut, Kartika
(2007: 58-59) mengungkapkan bahwa pola
umum rupa gunungan wayang kulit purwa
terbagi menjadi tiga bagian yang memiliki
makna simbolik terbagi menjadi tiga tata
alam, yakni: (a) puncak gunungan sampai (a)
bagian atas genukan simbol dari alam atas
atau alam niskala (metakosmos), (b) bagian
(b)
atas genukan sampai lengkeh bawah tubuh
pohon hayat yang cabang dan rantingnya
memenuhi bagian puncak disebut alam antara
atau niskala-sakala, (c) di bawah lengkeh
sampai palemahan dan penggambaran
makhluk hidup sebagai simbol dari dunia Gambar 4. Pohon Hayat pada Motif Utama Lengko
(Sumber: digambar ulang oleh penulis: 2018)
bawah atau alam sakala (makrokosmos).
Keterangan:
(a) Bunga kuncup dalam pohon hayat
(b) Pohon hayat berada dinunia tengah, tumbuh dan
menghubungkan antara alam atas dan alam bawah
(a)
Kempres dalam Kartika (2007: 3)
menyatakan bahwa pohon hayat mempunyai
sepasang ceplok bunga yang terdapat di kanan
(b) dan kiri daun, di bagian atas daun-daun
tersebut terdapat bunga kuncup. Secara
keseluruhan menyerupai bentuk segitiga dan
pohon tersebut dikelilingi oleh sebuah payung
(c) yang muncul dari pucuk pohon. Pohon hayat
yang ditempatkan di dunia tengah merupakan
penghubung alam atas dan bawah. Pohon
hayat mempunyai keesaan tinggi yang dapat
Gambar 3. Konsep Triloka terhadap Keberadaan Pohon
Hayat pada Gunungan Wayang
disamakan dengan Brahmana (dalam agama
(Sumber: digambar ulang oleh penulis: 2018) Hindu) dan Tao (filsafat Cina), merupakan
sumber semua kehidupan, kekayaan, dan
Pujiyanto (2010: 71) mengungkapkan kemakmuran.
bahwa pembagian tiga wilayah keduniaan Pohon hayat atau yang sering disebut
tersebut peringatan kepada manusia, bahwa dengan tree of life merupakan simbol dari
dalam hidupnya haruslah berbakti kepada penggambaran kehidupan, pohon surga,
Tuhan Yang Maha Kuasa dan berhati yang pohon pengharapan, pohon masa dunia, pohon
sumeleh dalam menjalankan hidupnya. jaman atau pohon keinginan (Ratnawati,
Apabila dalam hidupnya tidak benar, tentunya 2011: 108). Dalam motif lengko, pohon hayat
akan menemukan kesengsaraan pada dirinya. disimbolkan dengan rangkaian lung-lungan
Maka untuk mencapai hidup yang tentram dan yang merupakan rangkaian daun-daun yang
damai haruslah selalu ingat pada Yang Maha

123
Seminar Antar Bangsa : Seni Budaya dan Desain – STANSA 2018 

bagian atasnya atau ujungnya dikombinasikan


dengan berbagai macam jenis bunga. Ada
beberapa bagian pangkalnya terdapat objek
bunga seruni dan sebagian kecil bunga mawar
serta melati yang telah mengalami stilasi yang
dipadukan dengan isen-isen yang beraneka
ragam. Ada dua karakteristik pola penempatan
objek pohon hayat, yaitu pertama pohon hayat
yang menyebar dan terangkai menjalar
menuju keatas pada bagian simbol meru
(segitiga gunung) yang bergerak dinamis,
kedua yaitu simbol pohon hayat yang terdapat Gambar 5. Kuncup Bunga Melati
pada bidang tengah meru dan tidak menjalar (Sumber: digambar ulang oleh penulis: 2018)
(tidak dinamis).
Pada objek pohon hayat yang Simbol pertama yang digunakan yaitu
menjalar nampak seperti gambar (a), memiliki kuncup bunga melati. Kuncup bunga
bunga kuncup, daun, ranting dan bergerak divisualisasikan dengan susunan lima buah
dinamis seirama dengan arah bidang segitiga mahkota bunga yang sedang mulai mekar.
yang menjulang keatas. Sedangkan pohon Ada beberapa bagian yang diisi dengan isen-
hayat yang lain terdapat pada bidang tengah isen dan ada sebagian tanpa isen-
motif utama lengkak-lengkok dan hanya isen/kotongan. Kuncup dapat berdiri sendiri
terdiri dari susunan bunga pada bagian ujung maupun tergabung dalam rangkaian ujung
salah satu sisinya dilengkapi dengan daun lung-lungan ranting beserta daunnya. Objek
yang berjumlah tiga helai. Isen-isen padat kuncup bunga melati tersebar mengelilingi
yang digunakan seakan-akan menjadi simbol motif utama lengko yang dipadukan dengan
penjaga pada setiap objek pohon hayat yang rangkaian objek pendukung lainnya sehingga
ditampilkan. Motif pohon hayat ditampilkan membentuk suatu simbol pohon hayat.
menjadi penyatu antara bidang satu dengan Rangkaian objek ini terlihat seakan-akan
bidang yang lainnya, objek satu dengan objek tumbuh dari bawah dan menjalar keatas
pendukung lainnya dalam keseluruhan motif puncak (pusat) segitiga lengkak-lengkok pada
batik. Hal ini memberikan konotasi tentang susunan motif utama. Hal ini sebagai simbol
cermin hubungan dan keseimbangan yang penghubung antara dasar motif lengko dengan
berlapis, artinya pohon hayat merupakan motif puncak lengko.
simbolisme keseimbangan hubungan perlu
dijaga secara mikrokosmos (batin kita yang
terlukis sebagai pohon hayat pada posisi
tengah) dan secara makrokosmos (alam
semesta dan lingkungannya yang terlukis
sebagai pohon hayat bagian yang menjalar).
Motif pohon hayat merupakan penyeimbang,
penghubung, secara vertikal, terhadap Tuhan-
Nya dan secara horizontal terhadap alam
semesta dan lingkungannya (Kartika, 2007:
119).
Pohon hayat memiliki beberapa
macam variasi dalam motif Lengko ini, baik
dalam rangkaian yang disimbolkan dari
ornamen lengkap meliputi bunga, dahan, Gambar 6. Rangkaian Bunga Seruni
daun, ranting serta objek bunga dan daun yang (Sumber: digambar ulang oleh penulis: 2018)
diapit oleh motif utama pola lengko. Berikut
beberapa variasi objek bunga yang digunakan Simbol yang digunakan kedua yaitu
dalam motif lengko yang disimbolkan sebagai rangkaian bunga seruni. Bunga seruni
rangkaian ornamen penyusun pohon hayat: divisualisasikan dengan susunan mahkota

124
 Seminar Antar Bangsa : Seni Budaya dan Desain – STANSA 2018

bunga mekar lengkap dengan daun dan lengkak-lengkok motif utama dan cabang
rantingnya. Secara garis besar terdapat dua ranting serta daunnya memenuhi sampai ke
macam variasi bentuk bunga seruni. Pertama puncak. Sedangkan alam sakala yang
bunga seruni dengan ukuran besar tetapi merupakan simbol kehidupan alam semesta
mempunyai mahkota kecil dan banyak lingkungan dan isinya digambarkan dengan
mengelilingi benang sari dan putih pada motif pendukung berupa binatang yang hidup
bagian tengahnya. Kedua bunga seruni dengan diatas dan dibawah, dalam motif lengko
ukuran putik dan benang sari kecil tetapi digambarkan dengan objek burung phonix dan
mempunyai mahkota yang cukup besar, pada kupu-kupu. Penempatan objek burung phonix
bagian ujungnya dilengkapi dengan daun yang terdapat pada bagian diantara motif utama
cenderung berukuan lebih besar dari pada pola lengkak-lengkok. Motif utama yang
mahkota bunga. Semua bagian objek diisi saling berhadapan dan mempunyai kesan
dengan isen-isen yang beragam. keseimbangan simetris.

Gambar 7. Bunga Mawar dan Bunga Melati Gambar 8. Objek Burung Phonix (Simbol Alam Sakala)
(Sumber: digambar ulang oleh penulis: 2018) pada Motif Lengko
(Sumber: digambar ulang oleh penulis: 2018)
Simbol bunga mawar divisualisasikan
dengan mahkota bunga yang mekar berjumlah Penggunaan motif pendukung burung
lima buah. Pada bagian masing-masing ujung phonix sangat erat kaitannya dengan pengaruh
bunga nampak terangkai dengan lung-lungan batik terdahulunya, dalam hal ini yang
dedaunan. Sedangkan objek bunga melati dimaksud adalah batik klasik. Motif
memiliki lima buah mahkota dan bagian pendukung berupa burung phonix ini sering
ujungnya memiliki tiga buah helai daun. digunakan dalam batik klasik dengan berbagai
Ketiga macam bunga (kuncup melati, seruni, macam visualisasinya. Motif burung yang
dan mawar) terangkai dalam motif utama sering digunakan adalah burung phoenix dan
sehingga membentuk bidang segitiga yang burung merak dengan perbedaan variasi pada
serupa dengan rangkaian pohon hayat seperti visualisasi sayap, bulu panjang, dan arah ekor
yang terdapat pada gunungan wayang. Posisi (Kartika, 2007: 94-95). Burung phonix
rangkaian motif pohon hayat seolah diapit memiliki bentuk yang mirip burung merak,
kanan kiri oleh motif lain dan dikombinasikan tetapi ciri yang menonjol adalah pada ekornya
dengan berbagai macam jenis isen-isen batik. yang panjang bergelombang tanpa bulatan.
Secara garis besar dapat terlihat Penyebaran penggunaan motif burung ini
bahwa ketiga alam dalam konsep Triloka banyak terdapat pada daerah-daerah yang
memiliki simbol-simbol tersendiri dalam melakukan kontak dengan Cina (Sunaryo,
seluruh rangkaian objek yang digunakan pada 2009: 81).
motif lengko. Alam niskala atau alam atas Berdasarkan hasil wawancara dengan
pada motif lengko disimbolkan dengan ujung Shodiq selaku pembatik dan pemilik rumah
motif utama yang berbentuk bidang segitiga. batik Kalang Kusuma, bahwa motif utama
Alam sakala niskala digambarkan sebagai dalam batik lengko merupakan penggambaran
pohon hayat yang tumbuh mengikuti alur dari filsafat hidup manusia yang mengangkat

125
Seminar Antar Bangsa : Seni Budaya dan Desain – STANSA 2018 

tentang kisah dinamika kehidupan manusia. tersebut yaitu bolah ruwet, gringsing papak,
Kehidupan manusia yang kadang diatas dan godhong asem, cecek thir, cecek awur,
kadang dibawah menunjukkan bahwa dalam kembang jeruk, obat nyamuk, dan kroto-
berkehidupan manusia hendaknya jangan krotoan. Isen-isen yang digunakan merupakan
sombong, dalam bahasa Jawa disebut “ojo isen-isen yang terinspirasi dari objek alam
dumeh” maka digambarkan dengan pola garis sekitar, misalnya saja isen-isen kroto-krotoan
lengkak-lengkok yang kemudian diberi nama terinspirasi dari buah mlinjo yang tumbuh
motif lengko. Maka makna dari kata “ojo subur di daerah Tulungagung. Isen-isen ini
dumeh” ini dapat ditafsirkan seperti halnya kemudian divisualisasikan seperti rangkaian
pengertian dari mikrokosmos. Mikrokosmos buah mlinjo bergerombol yang digambarakan
merupakan jagad kecil adalah diri dan batin dengan titik-titik (cecek) yang tersusun
manusia, merupakan jagad yang harus mengikuti arah garis lengkung pada lung-
diupayakan terus keselarasan hubungan secara lungan isen-isen. Sedangkan sebagian besar
kosmis, untuk menjaga keseimbangan antara isen-isen menggunakan variasi cecek/titik-
jagad besar dan jagad kecil secara horizontal titik dengan pola susunan yang berbeda,
dan vertikal. Secara horizontal menjaga misalnya cecek thir dengan susunan titik-titik
keseimbangan antara dirinya dengan alam yang berjajar sehingga membentuk sebuah
semesta dan vertikal menjaga keseimbangan garis, dan berbeda dengan cecek awur dimana
terhadap ke-Esaan (Kartika (2007: 139). susunannya terdiri dari titik-titik yang disusun
secara acak, dalam bahasa Jawa dinamakan
“ngawur” yang artinya acak/tidak teratur.
Isen-isen yang beragam ini dipadu
dengan motif tambahan berupa lung-lungan
baik yang memiliki ornamen daun, bunga,
maupun hanya terdiri dari garis-garis
lengkung yang menyerupai ranting-ranting,
digunakan sebagai garis pembatas dan
penyatu dalam keragaman isen-isen batik.
Pengaruh susunan isen-isen yang padat
Gambar 9. Pola Perulangan Motif Utama Lengko
mengakibatkan susunan motif tampat padat
(Sumber: digambar ulang oleh penulis: 2018) dan mengubah sebagian latar warna motif
utama menjadi warna putih.
Berkaitan dengan makna “ojo dumeh”
yang disampaikan Shodiq pada motif b. Warna Motif Lengko
utamanya, nampak seperti makna yang Warna-warna yang digunakan sangat
terkandung dalam motif Tirtateja. Tirta yang erat kaitannya dengan pengaruh batik keraton.
berarti air, dan teja yang berarti sinar atau Warna yang digunakan adalah warna biru,
cahaya, sehingga Tirtateja berarti pelangi. coklat, coklat terang, putih, dan hitam yang
Susunan polanya pun sama dengan pola motif dihasilkan oleh proses pewarnaan dengan
utama lengko yaitu garis zig-zag atas bawah. menggunakan pewarna alam. Warna yang
Tirtateja melambangkan kesuburan karena terdapat pada motif utama berlatar warna biru
dimana ada pelangi di situ ada air, ada yang dan coklat, dilengkapi dengan keragaman
berpendapat bahwa pola ini mempunyai isen-isen yang berwarna putih. Banyaknya
makna gambarana dari pasang surutnya perulangan dan padatnya isen-isen mengubah
perjalanan hidup manusia (Prawirohardjo, latar yang berwarna coklat terkesan menjadi
2011: 71). berwarna putih sehingga menimbulkan warna
Pola lengkak-lengkok pada motif coklat terang pada pola motif utama. Warna
utama yang membentuk bidang segitiga dan hitam dihasilkan oleh gabungan kedua warna
mengalami pola perulangan yang statis biru dan coklat yang saling tumpang tindih
dipengaruhi oleh penggunaan isen-isen yang pada saat proses pewarnaan batik tersebut.
sangat pada dan beragam. Terdapat 8 macam Pengaruh warna dari batik keraton
isen-isen yang mengisi pada bagian motif terlihat dengan penggunaan warna sogan
utama dan motif pendukung. Isen-isen (coklat), indigo (biru), hitam dan putih berasal

126
 Seminar Antar Bangsa : Seni Budaya dan Desain – STANSA 2018

dari pewarna alami. Warna biru dihasilkan Warna biru yang sebagian besar
oleh tanaman dengan nama latin Indigofera didominasi oleh warna lung-lungan daun dan
tinctoria, biasa disebut tanaman indigo. Untuk bunga sebagai penggambaran dari pohon
menghasilkan warna biru dihasilkan proses hayat, merupakan simbol dari alam sakala
perendaman daunnya selama semalam, niskala atau jagad penghubung, sehingga
kemudian dilanjutkan dengan proses ekstraksi warna biru ditempatkan pada susunan pola di
hingga dapat digunakan dalam proses bawah bidang dengan warna putih. Sedangkan
pencelupan kain. Warna coklat dikenal warna coklat yang cenderung hitam
sebagai sogan jawa dihasilkan oleh tanaman menggambarkan keadaan bumi lawannya
soga dengan nama latin Peltophorum angkasa yaitu warna dasar tanah, tempatnya
pterocarpum. Tanaman-tanaman ini mudah pada kawulo Gusti. Warna putih yang
ditemukan dan diperjualbelikan oleh para dihasilkan oleh warna kain asli dan warna
pedagang sebagai bahan pewarna kain batik hitam yang dihasilkan dari perpaduan warna
pada zaman dahulu. Namun sekarang biru dan coklat dalam falsafah Jawa
penggunaan warna alami sering diganti mempunyai makna sebagai darma baktinya
dengan pewarna sintetik demi mendapatkan manusia pada Tuhan Yang Maha Esa, dengan
hasil yang cepat dan dengan warna yang perkataan lain manunggaling kawulo lan
cenderung mencolok. Gusti atau djumbuhe kawulo dan Gistine
(Partahadiningrat dalam Pujiyanto, 2010: 61).
(a)
KESIMPULAN
Alam niskala atau alam atas pada
motif lengko disimbolkan dengan ujung motif
utama yang berbentuk bidang segitiga. Alam
(b) sakala niskala digambarkan sebagai pohon
hayat yang tumbuh mengikuti alur lengkak-
lengkok motif utama dan cabang ranting serta
(c) daunnya memenuhi sampai ke puncak.
Sedangkan alam sakala yang merupakan
simbol kehidupan alam semesta lingkungan
Gambar 10. Susunan Warna dalam Motif Lengko
(Sumber: dokumentasi penulis: 2018) dan isinya digambarkan dengan motif
pendukung berupa binatang yang hidup diatas
Keterangan: dan dibawah, dalam motif lengko
(a) Warna coklat
(b) Warna putih digambarkan dengan objek burung phonix dan
(c) Warna biru kupu-kupu. Sedangkan dari segi warna yang
digunakan dalam motif Lengko juga memiliki
Struktur tiga warna dasar batik konsep makna tersendiri. Warna putih
Lengko mempunyai perulangan secara teratur merupakan simbol dari warna angkasa yang
dan memberi kesan tegas pada motif utama merupakan tempat matahari memancarkan
batik. Karena dilatarbelajangi oleh pengaruh sinarnya yang dibutuhkan oleh kehidupan
batik tradisional keraton, warna yang dimuka bumi. Warna putih ini erat kaitannya
digunakan mempunyai karakter dan makna dengan alam niskala atau alam atas. Warna
tersendiri. Warna putih yang dihasilkan dari biru yang sebagian besar didominasi oleh
warna asli kain merupakan simbol dari warna warna lung-lungan daun dan bunga sebagai
angkasa yang merupakan tempat matahari penggambaran dari pohon hayat merupakan
memancarkan sinarnya yang dibutuhkan oleh simbol dari alam sakala niskala atau jagad
kehidupan dimuka bumi. Warna putih ini erat penghubung. Sedangkan warna coklat yang
kaitannya dengan alam niskala atau alam atas. cenderung hitam menggambarkan keadaan
Sehingga pola penyusunan warna putih ini bumi lawannya angkasa yaitu warna dasar
ditempatkan pada bagian pola yang paling tanah, tempatnya pada kawulo Gusti.
atas yang tersusun dari rangkaian isen-isen
yang beragam dan padat.

127
Seminar Antar Bangsa : Seni Budaya dan Desain – STANSA 2018 

SARAN akan nilai-nilai yang terkandung dalam karya


seni sekaligus budaya kita yaitu batik. Karena
Diharapkan bagi penulis yang lain
sungguh miris ketika sekarang banyak
untuk memperbahnyak melakukan penelitian
pengrajin batik yang hanya mengetahui teknik
dan pengkajian mengenai batik-batik
membatik dan hanya mengambil nilai
klasik/batik tradisional pada daerah-daerah
keindahan kain bermotif batik tanpa
lainnya yang masih menjaga hakekat dari
mengetahui makna serta nilai-nilai luhur yang
batik itu sendiri. Hal ini harus dilakukan
terkandung dalam motif batik. Lebih parahnya
karena ditengah maraknya pengrajin yang
lagi seiring dengan maraknya produksi batik
memproduksi batik hanya untuk diambil nilai
printing yang jelas-jelas mematikan industri
ekonomisnya saja. Agar kita kedepannya tidak
batik rumahan bertahan.
meninggalkan dan selalu mengetahui makna

DAFTAR RUJUKAN Sunaryo, A. 2009. Ornamen Nusantara Kajian


Khusus tentang Ornamen Indonesia.
Kartika, D.S. 2007. Budaya Nusantara (Kajian Semarang: Dahara prize.
Konsep Mandala dan Konsep Triloka/Buana
Supriono, P. 2016. The Heritage of Batik, Identitas
terhadap Pohon Hayat pada Batik Klasik).
Pemersatu Kebanggaan Bangsa. Yogyakarta:
Bandung: Rekayasa Sains.
Andi Offset.
Kartika, D.S. 2007. Estetika. Bandung: Rekayasa Wulandari, A. 2011. Batik Nusantara Makna
Sains. Filosofis, Cara Pembuatan, dan Industri
Prawirohardjo, O.S. 2011. Pola Batik Klasik, Batik. Yogyakarta: ANDI
Pesan Tersembunyi yang Dilupakan.
Daftar Narasumber Wawancara:
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Shodiq (pengrajin batik kambretan “Kalang
Pujiyanto. 2010. Batik Keraton Kasunanan dan
Kusuma) alamat: Desa Kalangbret
Mangkunegaran Surakarta. Yogyakarta:
Kecamatan Kauman Kab. Tulungagung,
Kendil Media.
wawancara pada tanggal 9 Februari 2018.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Pendidikan
Mukaromah (salah satu pengrajin batik kambretan
Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
tertua) alamat: Desa Kalangbret Kec.
Bandung: Alfabeta.
Kauman, Kab. Tulungagung, wawancara
pada tanggal 10 Februari 2018.

128

Anda mungkin juga menyukai