Anda di halaman 1dari 14

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 SEJARAH BENDUNGAN

Berawal dari hasil penelitian Prof. Dr. Ir. WJ Van Blommestein yang dilakukan pada
tahun 1948 dan diuraikan dalam majalah Ingenieur in Indonesie, ia menyimpulkan bahwa
dataran rendah pulau Jawa bagian Barat sebelah Utara dan Selatan memiliki potensi tanah
persawahan dengan taksiran luas 577.000 HA. Untuk keperluan tersebut perlu dibangun
waduk dan tempat yang sesuai untuk pembuatan waduk tersebut diantaranya daerah aliran
Sungai Citarum. Pemerintah RI dibawah Perdana Menteri Ir. H. Juanda memutuskan untuk
melaksanakan proyek serba guna Jatiluhur. Beliau melakukan penjelasan ke berbagai negara
untuk memperoleh dukungan dana dimana akhirnya dana tersebut diperoleh dari Perancis.
Dari hasil pengkajian lebih lanjut yang dilakukan oleh tenaga ahli Perancis bahwa disamping
dapat dibangun waduk untuk keperluan irigasi juga dapat dibuatkan bendungan untuk
pembangkit listrik. Kemudian direncanakan suatu bendungan waduk beserta pembangkit
dengan DMA. Maka pada tahun 1957 dimulailah pembangunan proyek serba guna Jatiluhur.
Adapun tenaga Insinyur Indonesia yang berjasa dalam pembangunan waduk ini diantaranya :

1. Ir. Agoes Prawiranata

2. Ir. Sutami

3. Ir. Sediatmo

4. Ir. S. Santoso

5. Ir. Abdullah Angoedi

Bendungan ini mulai dibangun pada tahun 1957 ditandai dengan  peletakkan batu
pertama pembangunan oleh Presiden RI pertama Ir. Soekarno. Tanggal 19 September 1965
merupakan kunjungan terakhir Ir. Soekarno ke Bendungan Jatiluhur, yakni sebelas hari
sebelum pecahnya peristiwa G30SPKI. Pada kesempatan tersebut sempat dilaksanakan
Sidang Kabinet Dwikora.
Peresmian oleh Presiden RI Kedua Jenderal Soeharto pada tanggal 26 Agustus 1967.
Jumlah biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan Bendungan Ir. H. Djuanda hingga selesai
adalah US$ 230 juta. Biaya ini meliputi biaya dalam bentuk dolar dan rupiah.

Gambar : Peresmian Konstruksi Bendungan Jatiluhur. (Sumber: Menyimak Bendungan di


Indonesia (1910 – 2006) KNI-BB, Yayasan Kilas Teknologi Konstruksi Indonesia)

Gambar : Kunjungan terakhir Presiden Pertama RI, Ir. Soekarno, ke Bendungan Jatiluhur

Gambar : Pegawai dan masyarakat Menyambut kedatangan Presiden Pertama RI,. Soekarno
Gambar : Foto Peresmian Bendungan Jatiluhur oleh Ibu Tien Soeharto

Gambar : Presiden Soeharto sedang menikmati hidangan di Gedung Istora

Gambar : Presiden Soeharto, berjalan menuju Hotel Istora


Gambar : Foto Ir. H. Djuanda

Untuk mengenang jasa Ir. H. Djuanda (nama lengkap Ir. H. R. Djoeanda Kartawidjaja)
dalam memperjuangkan pembiayaan pembangunan Bendungan Jatiluhur, bendungan ini
dinamakan secara resmi Bendungan Ir. H. Djuanda. Beliau adalah Perdana Menteri RI
terakhir dan memimpin kabinet Karya (1957 – 1959). Ir H Djuanda Kartawidjaja, lulusan
Technische Hogeschool (Sekolah Tinggi Teknik) – sekarang Institut Teknologi Bandung
(ITB), yang sebelumnya pernah menjabat menteri di antaranya Menteri Perhubungan,
Pengairan, Kemakmuran, Keuangan dan Pertahanan. Beliau bersama-sama dengan Ir.
Sedijatmo dengan gigih memperjuangkan terwujudnya proyek Jatiluhur di Pemerintah
Indonesia dan forum internasional. Pada kunjungan terakhirnya Ir. Soekarno menyampaikan
perintah untuk menyelesaikan pembangunan Bendungan Jatiluhur pada akhir April 1966,
namun tidak terlaksana karena pemberontakkan G 30 S PKI.

Gambar : Kunjungan Wakil Presiden Drs. Moch. Hatta


di Bendungan Jatiluhur tanggal 25 September 1956
Proyek ini dinyatakan selesai dan diresmikan tanggal 26 Agustus 1967 dengan nama Waduk
Ir. H. Juanda. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 8 tahun 1967 dibentuk Perusahaan
Negara (PN) Jatiluhur sebagai badan pengelolanya.

2.2 TUJUAN
Adapun tujuan pembangunan bendungan ini yaitu :
1. Menyediakan air irigasi untuk lahan pertanian
2. Penyediaan air baku PDAM
3. PLTA – Daya terpasang PLTA Ir. H. Juanda saat ini 187,5 MW dan produksi rata-rata
pertahun mencapai 900 juta kwh. Hasil produksi tenaga listrik dijual kepada PLN dan
saat ini produksi listrik masih merupakan andalan pendapatan Perum Jasa Tirta II
lebih kurang 65 % dari seluruh pendapatan perusahaan.
4. Mencegah bahaya banjir
5. Mengembangkan sektor perikanan
6. Sebagai tempat pariwisata.

2.3 Bagian - bagian


A. Bendungan Utama
- Membendung sungai Citarum di daerah Jatiluhur Purwakarta. Jenis Rockfill
Earth DAM dengan inti tanah liat yang kedap air.
- Batu yang digunakan diambil dari : Cilalawi 9.435.000 ton dan Pamoyanan
4.830.000 ton.
- Lebar Puncak 10 m
- Lebar dasar 600 m
- Tinggi 100 m
- Panjang 1.220 m
- Volume 9.100.000 m3
Denah Bendungan utama

Gambar : bendungan utama

Gambar : Penampang melintang

Gambar : Penampang Melintang Melalui Menara

B. Menara / Morning Glory


Dengan tinggi 100 m (114,5m dari pondasi), diameter atas 90 m dan bawah 70 m,
tebal 3,5 m. Menara ini mempunyai fungsi untuk mengeluarkan air waduk dengan
3 cara yaitu melalui :
1. Spillway : Jika ketinggian air 107 m - 111,5 m yang terdiri dari 14 jendela
pelimpas dengan kapasitas 3.000 m3/detik
2. Hollow Jet 2 (dua) buah untuk keperluan selain PLTA ditempatkan pada duga
49 m , diameter 3,85 m dengan kapasitas @ 195 m 3/detik. Pada duga 107 m
kapasitasnya @ 270m3/detik.
3. Penstock untuk keperluan PLTA dipasang vertikal di dalam dinding beton
menara. Terbuat dari bahan steel AQ UNI 815 dengan panjang 65 m, diameter
3,25 m dan tebal 20 mm. Bagian tengah bawah menara dihubungkan dengan
air hilir oleh 2 buah saluran buang dengan kapasitas buang @ 1500 m3/detik.

Denah atas dan penampang menara

C. Waduk
Volume tampungan 2,44 milyar m3 pada TMA + 107 m dengan luas genangan
8.300 ha. Daerah tangkapan keseluruhan seluas 4.500 km2, sedangkan luas daerah
tangkapan yang langsung ke Waduk Ir. H. Djuanda 380 km2 (8%).

Gambar : Waduk Jatiluhur

D. Bendungan Pelana
Berjumlah 4 buah dengan tipe Homogenous Earth fill dengan penutup
menggunakan batu andesit dan di beberapa tempat menggunakan chimney Drain.
a. Elevasi puncak bendungan pelana +114,5 m.
b. Pasir gombong Barat (panjang 1.950 m, tinggi maks 19,0 m).
c. Pasir gombong Timur.
d. Ciganea (330 m, 12,5 m).
e. Ubrug (550 m, 17,0 m), dilengkapi dengan pelimpah bantu.

E. Pelimpah Bantu Ubrug.


Lantai pelimpah +102 m, pintu 4 buah, lebar 12,4 m, Kapasitas pelimpah 2.000
m3/s.

Denah serta Foto Bendungan Pelana dan Pelimpah Ubrug

2.4 Proses Pembuatan

Sesuai dengan konsep pembangunan bendungan, yakni dimulai dari udik ke hilir,
rencana awal pembangunan dimulai dengan melakukan pengukuran di daerah Padalarang,
yaitu lokasi Bendungan Saguling saat ini. Pengukuran tidak dapat diteruskan karena pada
waktu pelaksanaan banyak mengalami gangguan dari pasukan DI/TII, memakan korban
beberapa petugas ukur yang meninggal dunia. Pengukuran kemudian dipindahkan ke lokasi
berikutnya, yakni lokasi sekitar Bendungan Cirata saat ini. Sama seperti dengan di daerah
Padalarang, di lokasi ini pun mendapat gangguan dari DI/TII, sehingga akhirnya pengukuran
dilakukan di sekitar lokasi Jatiluhur. Mempertimbangkan masalah keamanan dan kebutuhan
irigasi yang mendesak, maka diputuskan pembangunan Bendungan Jatiluhur.

Setelah ditetapkan rencana lokasi tubuh bendungan, dimulai pekerjaan perancangan


yang dalam perjalanannya mengalami beberapa perubahan. Proses perancangan dan
perubahan yang terjadi baik selama perancangan maupun pada saat pembangunan adalah
sebagai berikut:

1. Desain Awal (Preliminary Design)

Bendungan Jatiluhur dirancang pertama kali oleh Neyrpic Laboratory (sejak tahun 1955
Neyrpic Laboratory berubah menjadi Sogreah), sekitar tahun 1953. Sogreah (dulu Neyrpic
Laboratory) adalah perusahaan Perancis yang bergerak dibidang konsultasi perencanaan yang
juga memiliki pabrik pembuatan unit pembangkit listrik (khusus pembuatan turbin dan
waterways).

Berbeda dengan desain yang sekarang, denah bendungan berbentuk busur dengan jari-
jari 360 m ke arah udik dengan pelimpah samping yang terletak di sebelah kiri bendungan.
Panjang bendungan lebih pendek karena memanfaatkan semenanjung yang berada di udik
bendungan saat ini. Terowongan pengelak berada di sebelah kiri bendungan, berjumlah dua
buah dengan diameter 10,5 m. Direncanakan salah satu terowongan pengelak akan digunakan
sebagai intake pembangkit listrik. Memiliki 4 unit pembangkit listrik yang terletak di hilir
bendungan dengan pengambilan di kiri bendungan, (lokasi di tubuh bendungan sekarang pada
bagian kiri) memanfaatkan sebagian diversion tunnel sebelah kanan.
Gambar 1: Preliminary Design Denah Bendungan Jatiluhur oleh Neyrpic.

Gambar 2: Ilustrasi Rencana Lokasi Tubuh Bendungan Berdasarkan Preliminary Design

Data teknis Bendungan Jatiluhur berdasarkan preliminary design ini adalah sebagai berikut:

Tipe Bendungan : Urugan Batu dengan inti tanah liat.

Lebar puncak : 6 m.

Elevasi puncak bendungan : + 111,00 m.

Kemiringan lereng :  U/S 1 : 1,4, (D/S) juga 1 : 1,4.

Pelimpah : Pelimpah samping saluran terbuka, menggunakan 4 buah


pintu pengeluaran lebar masing-masing 8 m, dengan elevasi
udik pelimpah +88,00 m dan hilir +21,00 m. Lebar saluran
pelimpah 20 m.
PLTA :  4 unit, berada di hilir bendungan. Lokasi sekitar tubuh
bendungan yang sekarang. Intake memanfaatkan
diversion tunnel kanan.

Elevasi puncak cofferdam udik : + 41 m.

Saluran Pengelak :  Berjumlah dua buah, dengan diameter masing-masing


10,50m.

Rencana ini tidak diteruskan karena berdasarkan hasil penyelidikan geologi


menunjukkan bukit tumpuan kanan terdapat sinklin dengan pelapisan yang miring kearah
hilir. Sedangkan kondisi geologi lokasi spillway kurang baik.

2. Desain Kedua.

Desain bendungan berikutnya dilakukan oleh A. Coine & J. Beller Consulting


Engineers Paris. Desain yang dibuat masih berbentuk busur, namun arahnya berlawanan
dengan desain sebelumnya, yaitu berbentuk busur ke hilir. Mempertimbangkan kondisi
geologi yang ada, maka bukit tumpuan bendungan digeser ke hilir, kurang lebih sekitar 100
m. Lokasi bukit tumpuan dalam desain kedua ini persis sama dengan lokasi bukit tumpuan
bendungan saat ini.

Desain pelimpah diubah dari sebelumnya menggunakan pelimpah samping, pada desain
kedua ini menggunakan pelimpah dengan struktur morning glory (lihat penjelasan
sebelumnya tentang pelimpah morning glory). Sedangkan PLTA disatukan dalam bangunan
menara morning glory. Letak PLTA di udik bendungan tidak lazim, biasanya berada di
bagian hilir bendungan. Pertimbangan PLTA disatukan dengan bangunan menara pelimpah
adalah berdasarkan efisiensi, artinya tidak perlu dibuatkan bangunan tersendiri untuk
bangunan PLTA (beda tinggi hilir tidak signifikan) dan intake ke PLTA tidak terlalu panjang
sehingga dapat mengurangi loses.
Gambar : Denah Bendungan Jatiluhur Berdasarkan Desain Kedua.

Data teknis Bendungan Jatiluhur berdasarkan preliminary design ini adalah sebagai berikut:

Tipe Bendungan  : Urugan Batu dengan inti tanah liat miring.

Lebar puncak   : 10 m.

Elevasi puncak bendungan  : +114,50 m.

Kemiringan lereng         :  U/S 1 : 1,4, (D/S) juga 1 : 1,4.

Menara pelimpah utama  :  Tipe Morning Glory, Ogee, 14 jendela, tanpa pintu, elevasi
mercu +107 m, panjang mercu   151,5 m, dengan 14 buah
jendela. Kapasitas 3.000 m3/s pada elevasi maksimum.
Diameter menara  terluar  90 m. Tinggi menara  110 m.

Elevasi puncak cofferdam udik  : +65 m.

Saluran Pengelak  : satu buah, dengan diameter 10,50 m, berada di kanan


menara, berlawanan dengan desain sebelumnya.

3. Desain Akhir.

Desain akhir bendungan sebagian besar sama dengan desain kedua. Yang
membedakannya adalah tapak dan kemiringan inti tanah liat bendungan. Pada desain akhir ini
bentuk as bendungan digeser ke udik, sehingga mengakibatkan jarak tubuh bendungan
dengan bangunan menara menjadi semakin dekat. Perubahan lainnya adalah inti tanah liat
yang memiliki kemiringan lebih tegak dibandingkan sebelumnya.
Perubahan ini dilakukan pada masa konstruksi. Pada waktu konstruksi menara dan
tailrace/access gallery selesai pada tahun 1962, ditemukan pergeseran yang terjadi pada joint
1 dan 2 tailrace dan access gallery ke arah hilir. Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut
pada waktu itu dilakukan pengeboran dan pada pondasinya ditemukan lapisan seam clay yang
licin di antara sandy claystone dan claystone miring yang ke hilir.

Gambar : Kondisi Geologi di Bawah tailrace dan Access Gallery


(Penampang Berdasarkan Desain Kedua).

Berdasarkan hasil analisis terdapat kekhawatiran bahwa pergeseran joint 1 dan 2 akibat
dari pergeseran lapisan pondasi. Diputuskan pada waktu itu untuk melakukan pengangkuran
lapisan pondasi tersebut.

Gambar : Skema Pengangkuran dan Penampang Bendungan Setelah Dilakukan Perubahan


Desain.
Pengangkuran dilakukan dengan menggunakan besi beton berulir diameter 32 mm.

Gambar : Desain Rinci Pengangkuran.

Setelah dilakukan pemasangan angkur, masih terdapat kekhawatiran bila tubuh bendungan
sesuai dengan desain, tubuh bendungan akan mengalami pergeseran ke arah hilir.
Mempertimbangkan hal tersebut di atas, desain disesuaikan dengan kondisi yang ada,
sehingga desain tubuh bendungan menjadi seperti gambar di bawah ini:

Gambar : Desain Akhir Bendungan Jatiluhur

Anda mungkin juga menyukai