PEMBAHASAN
Berawal dari hasil penelitian Prof. Dr. Ir. WJ Van Blommestein yang dilakukan pada
tahun 1948 dan diuraikan dalam majalah Ingenieur in Indonesie, ia menyimpulkan bahwa
dataran rendah pulau Jawa bagian Barat sebelah Utara dan Selatan memiliki potensi tanah
persawahan dengan taksiran luas 577.000 HA. Untuk keperluan tersebut perlu dibangun
waduk dan tempat yang sesuai untuk pembuatan waduk tersebut diantaranya daerah aliran
Sungai Citarum. Pemerintah RI dibawah Perdana Menteri Ir. H. Juanda memutuskan untuk
melaksanakan proyek serba guna Jatiluhur. Beliau melakukan penjelasan ke berbagai negara
untuk memperoleh dukungan dana dimana akhirnya dana tersebut diperoleh dari Perancis.
Dari hasil pengkajian lebih lanjut yang dilakukan oleh tenaga ahli Perancis bahwa disamping
dapat dibangun waduk untuk keperluan irigasi juga dapat dibuatkan bendungan untuk
pembangkit listrik. Kemudian direncanakan suatu bendungan waduk beserta pembangkit
dengan DMA. Maka pada tahun 1957 dimulailah pembangunan proyek serba guna Jatiluhur.
Adapun tenaga Insinyur Indonesia yang berjasa dalam pembangunan waduk ini diantaranya :
2. Ir. Sutami
3. Ir. Sediatmo
4. Ir. S. Santoso
Bendungan ini mulai dibangun pada tahun 1957 ditandai dengan peletakkan batu
pertama pembangunan oleh Presiden RI pertama Ir. Soekarno. Tanggal 19 September 1965
merupakan kunjungan terakhir Ir. Soekarno ke Bendungan Jatiluhur, yakni sebelas hari
sebelum pecahnya peristiwa G30SPKI. Pada kesempatan tersebut sempat dilaksanakan
Sidang Kabinet Dwikora.
Peresmian oleh Presiden RI Kedua Jenderal Soeharto pada tanggal 26 Agustus 1967.
Jumlah biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan Bendungan Ir. H. Djuanda hingga selesai
adalah US$ 230 juta. Biaya ini meliputi biaya dalam bentuk dolar dan rupiah.
Gambar : Kunjungan terakhir Presiden Pertama RI, Ir. Soekarno, ke Bendungan Jatiluhur
Gambar : Pegawai dan masyarakat Menyambut kedatangan Presiden Pertama RI,. Soekarno
Gambar : Foto Peresmian Bendungan Jatiluhur oleh Ibu Tien Soeharto
Untuk mengenang jasa Ir. H. Djuanda (nama lengkap Ir. H. R. Djoeanda Kartawidjaja)
dalam memperjuangkan pembiayaan pembangunan Bendungan Jatiluhur, bendungan ini
dinamakan secara resmi Bendungan Ir. H. Djuanda. Beliau adalah Perdana Menteri RI
terakhir dan memimpin kabinet Karya (1957 – 1959). Ir H Djuanda Kartawidjaja, lulusan
Technische Hogeschool (Sekolah Tinggi Teknik) – sekarang Institut Teknologi Bandung
(ITB), yang sebelumnya pernah menjabat menteri di antaranya Menteri Perhubungan,
Pengairan, Kemakmuran, Keuangan dan Pertahanan. Beliau bersama-sama dengan Ir.
Sedijatmo dengan gigih memperjuangkan terwujudnya proyek Jatiluhur di Pemerintah
Indonesia dan forum internasional. Pada kunjungan terakhirnya Ir. Soekarno menyampaikan
perintah untuk menyelesaikan pembangunan Bendungan Jatiluhur pada akhir April 1966,
namun tidak terlaksana karena pemberontakkan G 30 S PKI.
2.2 TUJUAN
Adapun tujuan pembangunan bendungan ini yaitu :
1. Menyediakan air irigasi untuk lahan pertanian
2. Penyediaan air baku PDAM
3. PLTA – Daya terpasang PLTA Ir. H. Juanda saat ini 187,5 MW dan produksi rata-rata
pertahun mencapai 900 juta kwh. Hasil produksi tenaga listrik dijual kepada PLN dan
saat ini produksi listrik masih merupakan andalan pendapatan Perum Jasa Tirta II
lebih kurang 65 % dari seluruh pendapatan perusahaan.
4. Mencegah bahaya banjir
5. Mengembangkan sektor perikanan
6. Sebagai tempat pariwisata.
C. Waduk
Volume tampungan 2,44 milyar m3 pada TMA + 107 m dengan luas genangan
8.300 ha. Daerah tangkapan keseluruhan seluas 4.500 km2, sedangkan luas daerah
tangkapan yang langsung ke Waduk Ir. H. Djuanda 380 km2 (8%).
D. Bendungan Pelana
Berjumlah 4 buah dengan tipe Homogenous Earth fill dengan penutup
menggunakan batu andesit dan di beberapa tempat menggunakan chimney Drain.
a. Elevasi puncak bendungan pelana +114,5 m.
b. Pasir gombong Barat (panjang 1.950 m, tinggi maks 19,0 m).
c. Pasir gombong Timur.
d. Ciganea (330 m, 12,5 m).
e. Ubrug (550 m, 17,0 m), dilengkapi dengan pelimpah bantu.
Sesuai dengan konsep pembangunan bendungan, yakni dimulai dari udik ke hilir,
rencana awal pembangunan dimulai dengan melakukan pengukuran di daerah Padalarang,
yaitu lokasi Bendungan Saguling saat ini. Pengukuran tidak dapat diteruskan karena pada
waktu pelaksanaan banyak mengalami gangguan dari pasukan DI/TII, memakan korban
beberapa petugas ukur yang meninggal dunia. Pengukuran kemudian dipindahkan ke lokasi
berikutnya, yakni lokasi sekitar Bendungan Cirata saat ini. Sama seperti dengan di daerah
Padalarang, di lokasi ini pun mendapat gangguan dari DI/TII, sehingga akhirnya pengukuran
dilakukan di sekitar lokasi Jatiluhur. Mempertimbangkan masalah keamanan dan kebutuhan
irigasi yang mendesak, maka diputuskan pembangunan Bendungan Jatiluhur.
Bendungan Jatiluhur dirancang pertama kali oleh Neyrpic Laboratory (sejak tahun 1955
Neyrpic Laboratory berubah menjadi Sogreah), sekitar tahun 1953. Sogreah (dulu Neyrpic
Laboratory) adalah perusahaan Perancis yang bergerak dibidang konsultasi perencanaan yang
juga memiliki pabrik pembuatan unit pembangkit listrik (khusus pembuatan turbin dan
waterways).
Berbeda dengan desain yang sekarang, denah bendungan berbentuk busur dengan jari-
jari 360 m ke arah udik dengan pelimpah samping yang terletak di sebelah kiri bendungan.
Panjang bendungan lebih pendek karena memanfaatkan semenanjung yang berada di udik
bendungan saat ini. Terowongan pengelak berada di sebelah kiri bendungan, berjumlah dua
buah dengan diameter 10,5 m. Direncanakan salah satu terowongan pengelak akan digunakan
sebagai intake pembangkit listrik. Memiliki 4 unit pembangkit listrik yang terletak di hilir
bendungan dengan pengambilan di kiri bendungan, (lokasi di tubuh bendungan sekarang pada
bagian kiri) memanfaatkan sebagian diversion tunnel sebelah kanan.
Gambar 1: Preliminary Design Denah Bendungan Jatiluhur oleh Neyrpic.
Data teknis Bendungan Jatiluhur berdasarkan preliminary design ini adalah sebagai berikut:
Lebar puncak : 6 m.
2. Desain Kedua.
Desain pelimpah diubah dari sebelumnya menggunakan pelimpah samping, pada desain
kedua ini menggunakan pelimpah dengan struktur morning glory (lihat penjelasan
sebelumnya tentang pelimpah morning glory). Sedangkan PLTA disatukan dalam bangunan
menara morning glory. Letak PLTA di udik bendungan tidak lazim, biasanya berada di
bagian hilir bendungan. Pertimbangan PLTA disatukan dengan bangunan menara pelimpah
adalah berdasarkan efisiensi, artinya tidak perlu dibuatkan bangunan tersendiri untuk
bangunan PLTA (beda tinggi hilir tidak signifikan) dan intake ke PLTA tidak terlalu panjang
sehingga dapat mengurangi loses.
Gambar : Denah Bendungan Jatiluhur Berdasarkan Desain Kedua.
Data teknis Bendungan Jatiluhur berdasarkan preliminary design ini adalah sebagai berikut:
Lebar puncak : 10 m.
Menara pelimpah utama : Tipe Morning Glory, Ogee, 14 jendela, tanpa pintu, elevasi
mercu +107 m, panjang mercu 151,5 m, dengan 14 buah
jendela. Kapasitas 3.000 m3/s pada elevasi maksimum.
Diameter menara terluar 90 m. Tinggi menara 110 m.
3. Desain Akhir.
Desain akhir bendungan sebagian besar sama dengan desain kedua. Yang
membedakannya adalah tapak dan kemiringan inti tanah liat bendungan. Pada desain akhir ini
bentuk as bendungan digeser ke udik, sehingga mengakibatkan jarak tubuh bendungan
dengan bangunan menara menjadi semakin dekat. Perubahan lainnya adalah inti tanah liat
yang memiliki kemiringan lebih tegak dibandingkan sebelumnya.
Perubahan ini dilakukan pada masa konstruksi. Pada waktu konstruksi menara dan
tailrace/access gallery selesai pada tahun 1962, ditemukan pergeseran yang terjadi pada joint
1 dan 2 tailrace dan access gallery ke arah hilir. Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut
pada waktu itu dilakukan pengeboran dan pada pondasinya ditemukan lapisan seam clay yang
licin di antara sandy claystone dan claystone miring yang ke hilir.
Berdasarkan hasil analisis terdapat kekhawatiran bahwa pergeseran joint 1 dan 2 akibat
dari pergeseran lapisan pondasi. Diputuskan pada waktu itu untuk melakukan pengangkuran
lapisan pondasi tersebut.
Setelah dilakukan pemasangan angkur, masih terdapat kekhawatiran bila tubuh bendungan
sesuai dengan desain, tubuh bendungan akan mengalami pergeseran ke arah hilir.
Mempertimbangkan hal tersebut di atas, desain disesuaikan dengan kondisi yang ada,
sehingga desain tubuh bendungan menjadi seperti gambar di bawah ini: