A. Pandangan Umum
1. Pengertian
Adopsi suatu cara untuk mengadakan hubungan antara orang tua dan anak
yang diatur dalam pengaturan perundang-undangan.
3. Perkembangan
Adopsi antarnegara mulai dilakukan setelah Perang Dunia II. Hal ini berawal
dari keinginan orang-orang negara maju untuk mengangkat anak dari anak
negara miskin/negara ketiga yang tujuannya karena adanya rasa kemanusiaan
dan segi sosial. Selain itu karena di negara maju banyak wanita yang tidak
punya anak / tidak menikah. Dari fakta tersebut, masalah pengangkatan anak
yang tadinya dasarnya kekeluargaan akhirnya menjelma menjadi problema
masyarakat ---------- antarnegara.
Dampak negatifnya : adanya perdagangan anak
Dampak positif : adanya upaya pemerintah di bidang sosial, yaitu
pengurusan anak terlantar, perawatan anak di Panti
Asuhan, rumah singgah untuk anak jalanan.
Dengan demikian keberadaan lembaga adopsi merupakan suatu keperluan
masyarakat yang mengandung nilai-nilai positif, walaupun seringkali timbul
problema dalam hal pengangkatan anak ini. Hal ini berangkat dari masalah
motivasi pengangkatan anak itu sendiri dengan perkembangan lebih lanjut
setelah anak itu mempunyai status anak angkat, misalnya : faktor yuridis
(berkenan dengan akibat hukum dari adopsi), faktor sosial, faktor psikologis
yaitu masalah reaksi kejiwaan yang ditimbulkan dari adopsi.
4. Motif /Tujuan
Mengapa yang boleh diangkat anak laki-laki .
Hal ini berdasar dari sistem kepercayaan adat Tionghoa bahwa : anak laki-laki
untuk melanjutkan keturunan, memelihara abu leluhur, tujuan akan mendapat
anak kandung.
Pengertian Adopsi adalah suatu perbuatan pengambilan anak orang lain ke dalam
keluarga sendiri sedemikian rupa sehingga antara orang
yang memungut anak dan anak yang dipungut timbul
suatu hukum kekeluargaan yang sama seperti yang ada
antara orang tua dengan anak kandungnya sendiri.
2. Dasar hukum
Surat Al-Ahzab ayat 4 dan 5, artinya : “ ......... dan Dia tidak menjadikan
anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu sendiri,
yang demikian itu hanyalah perkataannu saja, dan Alloh
mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan
yang benar. Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan
memakai nama bapak-bapak mereka, itulah yang lebih adil
pada sisi Alloh dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak
mereka, maka panggillah mereka sebagai saudara-saudaramu
seagama dan maula-maulamu, dan tidak ada dosa atasmu
terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi ( yang ada
dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”
Dari surat Al-Ahzab tersebut dapat disimpulkan bahwa :
a. Ajaran Islam mengenal pengangkatan anak sepanjang tidak
diangkat sebagai anak kandung ( mangapa ? ; karena anak kandung
mempunyai konsekuensi akan mewaris sebagai ahli waris dan juga akan
menghilangkan hak-hak atau memutuskan kedudukan anak dengan orang tua
kandungnya). Ajaran Islam tidak ada ketentuan mengenai pembagian waris
untuk anak angkat dan tidak mengenal pemutusan hubungan kekeluargaan
dengan orang tua kandung.
b. Anak angkatmu bukanlah anak kandungmu
c. Panggillah anak angkatmu menurut nama bapak
kandungnya , misal : orang tua kandung bernama Bpk. Raharjo dan nama
orang tua angkat Bpk Sukiat, maka panggilan anak tersebut Bagus bin
Raharjo.
Dari Saad bin Abi Waqqas r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda : “ Barang
siapa mengakui (membangsakan diri) kepada bukan ayahnya, padahal ia
mengetahui bahwa ia bukan ayah kandungnya, haram baginya surga”.
Sesungguhnya Zaid bin Harisah adalah maula Rasulullah SAW dan kami
memanggilnya dengan Zaid bin Muhammad, sehingga turun ayat : “
Panggillah mereka dengan nama ayah (kandung) mereka, maka itulah yang
lebih adil disisi Allah”, lalu Nabi bersabda :” Engkau adalah Zaid bin
Harisah”. (maula = anak angkat).
Menurut hukum Islam pengangkatan anak hanya dapat dibenarkan apabila memenuhi
ketentuan-ketenttuan sebagai berikut :
a. Tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang
tua kandung dan keluarganya.
b. Anak angkat secara hukum tetap diakui sebagai anak kandung dari orang tua
kandungnya. Adanya justifikasi terhadap anak angkat dalam hukum Islam
tidak menjadikan anak angkat itu sebagai anak kandung atau anak yang
dipersamakan hak-hak dan kewajibannya seperti anak kandung dari orang
tua angkatnya, hubungan hukum antara anak angkat dengan orang tua
angkatnya seperti hubungan anak asuh dengan orang tua asuh. Dengan
demikian Akta Kelahiran anak angkat tidak gugur atau hapus dengan
sendirinya setelah ditetapkannya Penetapan Pengangkatan Anak oleh
pengadilan agama.
c. Anak angkat tidak berkedudukan sebagai pewaris dari orang tua angkat,
melainkan tetap sebagai ahli waris dari orang tua kandungnya, demikian
juga orang tua angkat tidak berkedudukan sebagai pewaris dari anak
angkatnya.
Menurut Kompilasi Hukum Islam anak angkat mendapat wasiat wajibah
sebanyak-banyaknya 1/3 dari orang tua angkatnya dan sebaliknya orang tua
angkat mendapat 1/3 dari anak angkatnya -- Pasal 209 KHI
d. Anak angkat tidak boleh mempergunakan memakai nama orang tua
angkatnya (kecuali sebagai tanda pengenal/alamat)
e. Orang tua angkat tidak dapat bertindak sebagai wali dalam perkawinan anak
angkatnya, yang menjadi wali tetap orang tua kandungnya.
f. Anak angkat tetap bukan sebagai mahram orang tua angkatnya.
Pasal 27 ayat (4 ) berbunyi : Dalam hal anak yang proses kelahirannya tidak
diketahui dan orang tuanya tidak diketahui keberadaannya, pembuatan akta
kelahiran untuk anak tersebut didasarkan pada keterangan orang yang
menemukannya dan dilengkapi berita acara pemeriksaan kepolisian