100%(1)100% menganggap dokumen ini bermanfaat (1 suara)
117 tayangan6 halaman
Adopsi anak di Indonesia diatur oleh peraturan perundang-undangan. Ada tiga tahapan proses adopsi, yaitu pemeriksaan saksi, bukti-bukti, dan penetapan hakim. Calon orang tua angkat harus memenuhi syarat tertentu dan mengajukan permohonan ke pengadilan.
Adopsi anak di Indonesia diatur oleh peraturan perundang-undangan. Ada tiga tahapan proses adopsi, yaitu pemeriksaan saksi, bukti-bukti, dan penetapan hakim. Calon orang tua angkat harus memenuhi syarat tertentu dan mengajukan permohonan ke pengadilan.
Adopsi anak di Indonesia diatur oleh peraturan perundang-undangan. Ada tiga tahapan proses adopsi, yaitu pemeriksaan saksi, bukti-bukti, dan penetapan hakim. Calon orang tua angkat harus memenuhi syarat tertentu dan mengajukan permohonan ke pengadilan.
Sebuah keluarga yang ingin mengadopsi anak harus mengikuti tata cara umum tentang adopsi anak. Di Indonesia sebenarnya sejak dahulu telah di kenal prosesi pengangkatan anak secara adat, seperti dari Nias, Lampung, Bali dan Jawa. Namum semuanya masih bersifat kekeluargaan, karena anak yang di angkat masih mempunyai tali persaudaraan dengan orang tua angkatnya.
Lambat laun perkembangan adopsi bukan hanya berlaku dikalangan keluarga saja, tetapi juga terjadi di luar kalangan keluarga. Selain secara adat, pasangan suami istri harus mengikuti syarat dan prosedur tententu. Hal ini dimungkinkan atas kebutuhan dari masyarakat yang makin bertambah minatnya terhadap adopsi anak, juga untuk memperoleh jaminan kepastian hukum yang bisa didapat setelah memperoleh suatu keputusan pengadilan.
Lewat surat edaran Mahkamah Agung No. 6 Tahun1983, maka diatur mengenai tata cara adopsi anak. Motivasi merupakan unsur pertama yang perlu ditinjau bagi keluarga yang ingin mengadopsi anak, tentunya unsur ini kelak berkaitan dengan kewajiban si orang tua angkat untuk kelanjutan masa depan anak itu sendiri.
Permohonan Ke Pengadilan
Adopsi anak tidak hanya berlaku bagi pasangan suami istri saja, tetapi juga di bolehkan untuk wanita atau pria yang masih lajang asalkan mempunyai motivasi yang kuat untuk mengasuh anak.
Adapun proses minimal yang harus dijalankan oleh calon orang tua angkat adalah surat pernyataan orang tua ketika menyerahkan anak. Bagaimana halnya dengan calon anak angkat yang berasal dari panti asuhan?, Yayasan harus mempunyai surat izin tertulis dari menteri sosial yang menyatakan bahwa yayasan tersebut telah di izinkan bergerak di bidang kegiatan pengangkatan anak.
Calon orang tua angkat kemudian mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri, calon anak angkat juga harus mendapat izin tertulis dari Menteri Sosial / Pejabat yang di tunjuk. Setelah permohonan itu diterima Pengadilan Negeri, akan segera dilakukan pemeriksaan.
Tahap Pertama : Pengadian mendengar langsung saksi-saksi. calon orang tua angkat, orang tua kandung, badan atau yayasan sosial yang telah mendapat izin dari pemerintah disini yaitu Departemen Sosial, seorang petugas / pejabat instansi sosial setempat, calon anak angkat (jika dia sudah bisa di ajak bicara) dan pihak Kepolisian setempat (Polri).
Tahap Kedua : Pengadilan memeriksa bukti-bukti berupa surat-surat resmi, akte kelahiran / akte kenal lahir yang di tanda tangani oleh walikota atau bupati setempat, surat resmi pejabat lainya, akte notaris dan surat-surat di bawah tangan (korespondensi), surat-surat keterangan, pernyataan-pernyataan dan surat keterangan dari kepolisian tentang calon orang tua angkat dan anak angkat. Seblum dikeluarkan penetapan sebagai jawaban dari permohonan adopsi, pengadilan memeriksa dalam persidangan tentang latar belakang motif kedua belah pihak (pihak yang melepas dan pihak yang menerima anak angkat).
Tahap Akhir : Berupa penjelasan hakim tentang akibat hukum yang di timbulkan setelah melepas dang mengangkat calon anak angkat. Sebelum memberikan penetapan hakim memeriksa keadaan ekonomi, kerukunan, kseserasian kehidupan keluarga serta cara mendidik orang tua angkat. Kira-kira tiga sampai empat bulan proses penetapan status anak adopsi / anak angkat itu selesai. Penetapan itu disertai akte kelahiran pengganti yang menyebutkan status anak sebagai anak angkat orang tua yang mengadopsi. Adopsi tidak bisa dibatalkan oleh siapapun juga.
Hak Waris Anak Bagaimana dengan hak waris anak asuh atau anak adopsi ataupun anak angkat?, menurut hukum Islam anak angkat mendapatkan bagian terkecil dari warisan, sedangkan hak waris anak angkat non Muslim sama dengan anak kandung.
Nah demikian ya penjelasannya mudahan menambah wawasan kita tentang tata cara mengambil anak asuh atau anak adopsi, jadi ada tata cara dan aturannya tidak asal ambil saja hehehehehehe. OK. TOP Label: Umum 0 komentar: Poskan Komentar Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda Subscribe to: Poskan Komentar (Atom) Blogger news Labels Kecantikan (6) Kesehatan (11) Keuangan (1) Masakan (9) Tips Keluarga (11) Umum (6) Diberdayakan oleh Blogger. Cara Mengadopsi Anak Posted by anurachman pada Mei 11, 2009 Anak merupakan anugerah terindah yang tidak tergantikan dalam sebuah keluarga. Setiap orang yang berumah tangga sangat menginginkan akan hadirnya seorang anak. Anak dapat memberikan hiburan tersendiri kepada orang tua di kala mereka penat dengan kegiatan sehari-hari. Selain itu, anak juga merupakan penerus keturunan dalam keluarga. Sayangnya, tidak semua keluarga memiliki kesempatan untuk memiliki anak kandung. Banyak hal yang menyebabkan hal ini. Bisa jadi karena alasan medis, karena usia, atau karena memang belum dipercaya untuk memiliki anak oleh Tuhan. Bagi keluarga yang belum dikaruniai anak, adopsi merupakan jalan yang tepat. Banyak keluarga yang mengadopsi anak sebagai pancingan agar secepat mungkin dikaruniai anak kandung. Namun ada juga yang mengadopsi anak untuk meringankan bebam orang tua kandung si anak, terlebih lagi jika orang tua kandung anak tersebut berasal dari keluarga yang tidak mampu. Apapun alasannya, mengadopsi seorang anak tidak bisa dilakukan dengan asal-asalan. Ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang adopsi anak. Demi kenyamanan bersama, alangkah baiknya jika orang yang ingin mengadopsi anak mengacu pada peraturan yang ada. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada, orang yang bemaksud mengadopsi anak dapat dibagi menjadi dua jenis. Orang tua nagkat dapat berupa pasangan suami istri maupun orang tua tunggal. Staatblaad 1917 No. 129 memberikan kemungkinan bagi orang tua tunggal untuk mengadopsi anak. Dalam Staatblad ini dinyatakan bahwa pengangkatan anak dapat dilakukan oleh orang yang terikat perkawinan, atau pernah terikat perkawinan. Hal ini memungkinkan seorang janda yang ditinggal suaminya tanpa anak, misalnya, dapat mengangkat anak orang lain sebagai anaknya. Namun apabila suaminya tersebut berwasiat agar ia tidak mengangkat anak, maka janda itu tidak diperbolehkan untuk mengadopsi anak orang lain. Sedangkan dalam Surat Keputusan Menteri Sosial RI No. 41/HUK/KEP/VII/1984 tentanga Ptunjuk Pelaksanaan Perizinan Pengangkatan Anak, pasangan suami istri dapat mengangkat anak dengan syarat-syarat yang telah diatur di dalamnya. Syarat pengangkatan anak yang diatur dalam SK ini diantaranya adalah: Calon Orang Tua Angkat: 1. Berstatus kawin dan berumur minimal 25 tahun; maksimal 45 tahun 2. Pada saat mengangkat anak sekurang-kurangnya sudah kawin selama 5 (lima) tahun dengan mengutamakan keadaan sebagai berikut: Tidak mungkin memiliki anak (dengan surat keterangan dari dokter kebidanan/dokter ahli); atau Belum mempunyai anak; atau Mempunyai satu anak kandung; atau Mempunyai satu anak angkat dan tidak mempunyai anak kandung 3. Dalam keadaan mampu secara ekonomi dan sosial 4. Berkelakuan baik, sesuai dengan surat keterangan dari kepolisian RI 5. Sehat jasmani dan rohani 6. Telah memelihara dan merawat anak tersebut sekurang-kurangnya: 6 (enam) bulan untuk anak di bawah 3 (tiga) tahun 1 (satu) tahun untuk anak umur 3 (tiga) tahun sampai 5 (lima) tahun. 7. Mengajukan pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak semata-mata untuk kepentingan kesejahteraan anak Calon Anak Angkat: 1. Berumur kurang dari 5 (lima) tahun 2. Berada dalam asuhan organisasi sosial (bagi anak yang berada di bawah asuhan organisasi sosial) 3. Persetujuan dari orang tua/wali (apabila masih ada). Selain dua peraturan di atas, ada juga Surat Edaran Mahkamah Agung No. 6 Tahun 1983 juga mengatur tentang pengangkatan anakantar Warga Negara Indonesia (WNI). Isi dari Surat Edaran ini selain menetapkan pengangkatan yang langsung dilakukan antara orang tua kandung dan orang tua angkat (private adoption), juga tentang pengangkatan anak yang dapat dilakukan oleh seorang warga negara Indonesia yang tidak terikat dalam perkawinan yang sah/belum menikah (single parent adoption). Jadi, meskipun belum menikah atau tidak menikah, seseorang tetap dapat mengadopsi anak, tentunya dengan tata cara yang sesuai hukum. Cara mengadopsi anak Mengadopsi anak tidak boleh dilakukan dengan sembarangan. Ada tata cara yang harus diperhatikan dan dilakukan oleh calon orang tua angkat jika ingin mengadopsi anak. Hal ini agar pengangkatan anak tersebut kuat dan sah secara hukum. Selain itu, hal ini untuk menghindarkan dari hal-hal yang tidak dinginkan di kemudian hari. Tata cara pengangkatan anak ini diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No. 6 tahun 1983. Dalam Surat Edaran MA ini, pemohon harus melakukan permohonan secara tertulis ke panitera pengadilan. Permohonan diajukan dan ditandatangani oleh pemohon sendiri atau kuasanya, dengan dibubuhi materai secukupnya dan dialamatkan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal/domisili anak yang akan diangkat. Permohonan yang diajukan setidaknya harus berisi tentang: Motivasi mengangkat anak, yang semata-mata berkaitan atau demi masa depan anak tersebut. Penggambaran kemungkinan kehidupan anak tersebut di masa yang akan datang. Dalam setiap proses pemeriksaan, pemohon juga harus membawa dua orang saksi yang mengetahui seluk beluk pengangkatan anak tersebut. Dua orang saksi iini haruslah orang yang mengetahui betul tentang kondisi pemohon (baik moril maupun materil) dan memastikan bahwa pemohon akan betul- betul memelihara anak tersebut dengan baik. Dalam mengajukan permohonan pengangkatan anak, ada beberapa hal yang tidak diperkenankan untuk dicantumkan dalam surat permohonan oleh pemohon. Hal hal tersebut diantaranya adalah: Menambah permohonan lain selain permohonan pengangkatan anak Pernyataan bahwa anak tersebut juga akan menjadi ahli waris pemohon Tidak diperkenankannya hal-hal tersebut tercantum dalam surat permohonan pengangkatan anak lebih karena sifat dari putusan pengadilan. Putusan yang diminta ke pengadilan harus bersifat tunggal dan hanya berisi tentang pengesahan permohonan pengangkatan anak, tidak untuk permohonan yang lain. Mengingat pengadilan akan mempertimbangkan permohonan pengangkatan anak dari pemohon, maka pemohon harus menyiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan permohonan pengangkatan anak dengan baik. Beberapa surat yang harus dipersiapkan oleh pemohon sebagai pendukung permohonannya diantaranya adalah bukti kemampuan finansial atau ekonomi pemohon. Bukti ini dapat berupa slip gaji, sertifikat kepemilikan rumah, deposito, tabungan, dan lainnya. Setelah permohonan dikabulkan pengadilan, pemohon akan menerima salinan Keputusan Pengadilan mengenai pengadopsian anak. Salinan tersebut kemudian dibawa dan diserahkan ke Kantor Catatan Sipil untuk menambah keterangan pada akte kelahiran anak yang bersangkutan. Tambahan dalam akte kelahiran tersebut juga menyebutkan nama pemohon sebagai orang tua angkatnya. Akibat pengangkatan anak dari segi hukum Setiap tindakan pasti akan menimbulkan akibat tertentu. Demikian juga dengan pengangkatan (adopsi) anak. Ada akibat yang harus diterima oleh anak maupun orang tua kandung dan orang tua angkat. Dari segi hukum, ada dua akibat yang akan berpengaruh pada kehidupan anak di masa depan. a. Perwalian Dalam hal perwalian, sejak putusan diucapkan oleh pengadilan, maka orang tua angkat menjadi wali dari anak angkat tersebut. Sejak saat itu pula, segala hak dan kewajiban orang tua kandung beralih pada orang tua angkat. Kecuali bagi anak angkat perempuan beragama Islam, bila dia akan menikah maka yang bisa menjadi wali nikahnya hanyalah orangtua kandungnya atau saudara sedarahnya. b. Waris Khazanah hukum kita, baik hukum adat, hukum Islam maupun hukum nasional, memiliki ketentuan mengenai hak waris. Ketiganya memiliki kekuatan yang sama, artinya seseorang bisa memilih hukum mana yang akan dipakai untuk menentukan pewarisan bagi anak angkat. Hukum Adat: Bila menggunakan lembaga adat, penentuan waris bagi anak angkat tergantung kepada hukum adat yang berlaku. Bagi keluarga yang parental, pengangkatan anak tidak otomatis memutuskan tali keluarga antara anak itu dengan orangtua kandungnya. Oleh karenanya, selain mendapatkan hak waris dari orangtua angkatnya, dia juga tetap berhak atas waris dari orang tua kandungnya. Berbeda dengan di Bali, pengangkatan anak merupakan kewajiban hukum yang melepaskan anak tersebut dari keluarga asalnya ke dalam keluarga angkatnya. Anak tersebut menjadi anak kandung dari yang mengangkatnya dan meneruskan kedudukan dari bapak angkatnya (M. Buddiarto, S.H, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi Hukum, AKAPRESS, 1991). Hukum Islam: Dalam hukum Islam, pengangkatan anak tidak membawa akibat hukum dalam hal hubungan darah, hubungan wali-mewali dan hubungan waris mewaris dengan orang tua angkat. Ia tetap menjadi ahli waris dari orang tua kandungnya dan anak tersebut tetap memakai nama dari ayah kandungnya (M. Budiarto, S.H, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi hukum, AKAPRESS, 1991) Peraturan Perundang-undangan: Dalam Staatblaad 1917 No. 129, akibat hukum dari pengangkatan anak adalah anak tersebut secara hukum memperoleh nama dari bapak angkat, dijadikan sebagai anak yang dilahirkan dari perkawinan orang tua angkat dan menjadi ahli waris orang tua angkat. Artinya, akibat pengangkatan tersebut maka terputus segala hubungan perdata, yang berpangkal pada keturunan karena kelahiran, yaitu antara orang tua kandung dan anak tersebut.