Materi Pokok:
1. Kedudukan Anak
2. Kekuasaan Orang Tua
3. Perwalian
4. Adopsi
Uraian Materi:
Perlindungan Anak dalam Hukum Perdata
Peraturan perundang-undangan hukum perdata di Indonesia yang mengatur
pemberian perlindungan kepada anak yaitu;
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( KUHPer )
2. Staatsblad 1917 Nomor 129 Tentang Adopsi
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak
5. Konvensi Hak Anak Yang Diratifikasi Pada Tahun 1990
6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Perlindungan Anak
Pemberian perlindungan kepada anak di dalam hukum perdata sangatlah penting
karena hukum perdata mengatur hak warga negaranya. Anak sama seperti orang
dewasa sebagai anggota masyarakat, anak juga memperoleh hak, namun anak-anak
tidak dapat melindungi hak-haknya saperti orang dewasa, oleh karena itu diperlukan
bantuan orang dewasa untuk mengurusi hak-haknya. Oleh karena itu perlindungan
anak sangatlah penting.
Dalam hukum perdata, kriteria penggolongan anak ada 2 macam yaitu menurut:
batasan usia dan perkembangan biologis
a. Menurut batasan usia, untuk hukum tertulis yang terdapat di dalam hukum
perdata berbeda-beda tergantung dari perundang-undangannya:
- Menurut BW dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun Tahun 1979 Tentang
Kesejahteraan Anak yang termasuk dalam kriteria anak adalah mereka yang
usianya di bawah 21 tahun dan belum menikah.
- Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang
termasuk dalam kriteria anak adalah mereka yang usianya di bawah 16 tahun
untuk perempuan, dan 19 tahun untuk anak laki – laki.
- Menurut konvensi hak anak yang termasuk dalam kriteria anak adalah
mereka yang usianya lebih dari 18 tahun (kecuali apabila kedewasaan anak
telah ditentukan lebih awal), atau di bawah 18 tahun tetapi sudah menikah.
- Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
yang termasuk dalam kriteria anak adalah mereka yang usianya lebih dari 18
tahun.
b. Menurut perkembangan biologis untuk hukum tidak tertulis seperti yang diatur
dalam Hukum Islam dan Hukum Adat, contohnya:
- Dalam Hukum Islam, dilihat dari tanda-tanda biologis seperti seorang anak
laki-laki dikatakan dewasa apabila anak laki-laki tersebut telah mimpi basah;
dan
- Dalam Hukum Adat dilihat dari tanda-tanda kemandirian dari anak tersebut,
seperti dalam suku jawa, seorang anak dikatakan dewasa apabila anak
tersebut sudah bekerja dan menghasilkan uang.
Empat bidang dalam hukum perdata yang paling penting bagi anak adalah:
A. Kedudukan anak.
Menurut hukum perdata, kedudukan anak yang dikenal ada 2 macam yaitu;
1) Anak sah adalah anak yang dilahirkan sepanjang perkawinan dan
dibuktikan oleh akte nikah.
2) Anak luar kawin adalah anak yang dilahirkan di luar perkawinan.
Selain yang disebutkan di atas, lalu dikembangkan kedudukan anak menurut
hukum perdata, yaitu:
1) Anak sah, adalah anak yang dilahirkan di dalam perkawinan dan
dibuktikan oleh akte nikah.
2) Anak yang disahkan, adalah anak yang dilahirkan di luar perkawinan,
pada saat kedua orang tua melakukan perkawinan anak tersebut
diakui atau disahkan yang kemudian dicatat di akte nikah.
3) Anak yang disahkan dengan penetapan, adalah anak luar kawin, lalu
orang tuanya mengajukan permohonan ke departemen kehakiman untuk
manetapkan anaknya dengan pertimbangan Mahkama Agung, maka
kemudian dikeluarkanlah penetapan anak tersebut.
4) Anak yang diakui, adalah anak luar kawin yang diakui oleh kedua orang
tuanya saja atau ibunya saja atau ayahnya saja yang mempunyai akibat
hukum: orang tua yang mengakui itu harus memenuhi kebutuhan anak
tersebut dan anak tersebut berhak mewaris.
5) Anak zina (overspellige kinderen), adalah anak luar kawin yang salah
satu orang tuanya atau kedua orang tuanya terikat dalam perkawinan
kawin (selingkuh)
6) Anak sumbang, adalah anak luar kawin yang orang tuanya dilarang untuk
menikah oleh undang-undang.
Sebenarnya golongan macam-macam anak dalam hukum perdata hanya ada 2 golongan
yaitu
a. Anak sah; dan
b. Anak luar kawin yang termasuk di dalamnya yaitu, anak yang disahkan, anak
yang disahkan dengan penetapan, anak yang diakui, anak zina, dan anak
sumbang.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk melindungi anak luar kawin yaitu;
- Pengakuan namun akibat hukumnya, kedudukan anak luar kawin tidak sama
dengan anak sah.
- Adopsi akibat hukumnya kedudukan anak luar kawin sama dengan anak sah.
C. Perwalian
Perwalian dalam hukum perdata adalah pengawasan atas anak yang belum dewasa
yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua serta pengurusan harta kekayaan anak
tersebut. Perwalian muncul apabila kekuasaan orang tua berhenti dan anak belum
dewasa. Di dalam sistem perwalian menurut KUHPerdata ada dikenal beberapa asas,
yakni :
(1) Asas tak dapat dibagi-bagi ( Ondeelbaarheid )
Pada tiap-tiap perwalian hanya ada satu wali, hal ini tercantum dalam Pasal 331
KUHPerdata. Asas tak dapat dibagi-bagi ini mempunyai pengecualian dalam dua
hal, yaitu :
o Jika perwalian itu dilakukan oleh ibu sebagai orang tua yang hidup paling
lama (langs levendhouder), maka kalau ia kawin lagi suaminya menjadi
medevoogd atau wali serta, pasal 351 KUHPerdata.
o Jika sampai ditunjuk pelaksanaan pengurusan (bewindvoerder) yang
mengurus barang-barang minderjarige di luar Indonesia didasarkan Pasal
361 KUHPerdata
(2) Asas persetujuan dari keluarga.
Keluarga harus dimintai persetujuan tentang perwalian. Dalam hal keluarga
tidak ada maka tidak diperlukan persetujuan pihak keluarga itu, sedang pihak
keluarga kalau tidak datang sesudah diadakan panggilan dapat dituntut
berdasarkan Pasal 524 KUHPerdata.
D. Adopsi
Adopsi diartikan sebagai pengangkatan anak. Dalam Staastblad Nomor 129 Tahun 1979
dinyatakan bahwa: “Dengan diadopsinya si anak, maka pada saat itulah putus hubungan
si anak dengan orang tua kandungnya dan timbulnya hubungan hukum baru antara si
anak dengan orang tua angkatnya”.
Berdasarkan putusan Mahkamah Agung untuk mengadopsi seorang anak, maka
antara anak dengan orang tua angkatnya harus satu agama, dan orang asing tidak
diperbolehkan untuk mengadopsi. Beberapa peraturan yang mengatur adopsi yaitu;
Pengangkatan anak (adopsi) berdampak pula pada hal perwalian dan waris.
a. Perwalian
Dalam hal perwalian, sejak putusan diucapkan oleh pengadilan, maka orangtua
angkat menjadi wali dari anak angkat tersebut. Sejak saat itu pula, segala hak dan
kewajiban orangtua kandung beralih pada orang tua angkat. Kecuali bagi anak
angkat perempuan beragama Islam, bila dia akan menikah maka yang bisa
menjadi wali nikahnya hanyalah orangtua kandungnya atau saudara sedarahnya.
b. Waris
Khazanah hukum kita, baik hukum adat, hukum Islam maupun hukum nasional,
memiliki ketentuan mengenai hak waris. Ketiganya memiliki kekuatan yang
sama, artinya seseorang bisa memilih hukum mana yang akan dipakai untuk
menentukan pewarisan bagi anak angkat.
o Hukum Adat:
Bila menggunakan lembaga adat, penentuan waris bagi anak angkat
tergantung kepada hukum adat yang berlaku. Bagi keluarga yang parental
– misalnya di Jawa – pengangkatan anak tidak otomatis memutuskan tali
keluarga antara anak itu dengan orangtua kandungnya. Oleh karenanya,
selain mendapatkan hak waris dari orangtua angkatnya, dia juga tetap
berhak atas waris dari orang tua kandungnya. Berbeda dengan di Bali,
pengangkatan anak merupakan kewajiban hukum yang melepaskan anak
tersebut dari keluarga asalnya ke dalam keluarga angkatnya. Anak
tersebut menjadi anak kandung dari yang mengangkatnya dan
meneruskan kedudukan dari bapak angkatnya
o Hukum Islam:
Dalam hukum Islam, pengangkatan anak tidak membawa akibat hukum
dalam hal hubungan darah, hubungan wali-mewali dan hubungan waris
mewaris dengan orang tua angkat. Ia tetap menjadi ahli waris dari orang
tua kandungnya dan anak tersebut tetap memakai nama dari ayah
kandungnya
o Peraturan Perundang-undangan :
Dalam Staatblaad 1917 Nomor 129, akibat hukum dari pengangkatan
anak adalah anak tersebut secara hukum memperoleh nama dari bapak
angkat, dijadikan sebagai anak yang dilahirkan dari perkawinan orang tua
angkat dan menjadi ahli waris orang tua angkat, artinya: akibat
pengangkatan tersebut maka terputus segala hubungan perdata, yang
berpangkal pada keturunan karena kelahiran, yaitu antara orang tua
kandung dan anak tersebut.
Daftar Pustaka
Djaja Sembiring Meliala. Perkembangan Hukum Perdata Tentang Orang dan
Hukum Keluarga. Bandung: Nuansa Aulia. 2007
M. Budianto. Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi Hukum. Jakarta:
Akademika Pressindo. 1991
Rika Saraswati. Hukum Perlindungan Anak di Indonesia. Bandung: Citra
Aditya Bakti. 2015