Anda di halaman 1dari 61

Medical Sains

 Classic
 Flipcard
 Magazine
 Mosaic
 Sidebar
 Snapshot
 Timeslide

ASKEP CA REKTUM

    MAKALAH INDIVIDU SISTEM PENCERNAAN

KARSINOMA REKTUM

Di susun oleh :
Nama     : Windayona Hadi Prasetya
NIM       : 1002108
Prodi     : SI/ IIA
STIKES BETHESDA YAKKUM YOGYAKARTA
TAHUN AJARAN 2011/2012

1.            LATAR BELAKANG


Tumor  usus halus jarang terjadi, sebaliknya tumor usus besar atau rektum relatif  umum.
Pada kenyataannya, kanker kolon dan rektum sekarang adalah tipe paling umum kedua dari
kanker internal di Amerika Serikat. Ini adalah penyakit budaya barat. Diperkirakan bahwa
150.000 kasus baru kanker kolorektal di diagnosis di negara ini setiap tahunnya. Kanker
kolon menyerang individu dua kali lebih besar dibanding kan kanker rektal. Insidensnya
meningkat sesuai dengan usia (kebanyakan pada pasien yang berusia lebih dari 55 tahun) dan
makin tinggi pada individu dengan riwayat keluarga mengalami kanker kolon, penyakit usus
inflamasi kronis atau polip. Perubahan pada persentase distribusi telah terjadi pada tahun
terakhir. Insidens kanker pada sigmoid dan area rektal telah menurun, sedangkan insidens
pada kolon asendens dan desendens meningkat.

Lebih dari 156.000 orang terdiagnosa setiap tahunnya, kira-kira setengah dari jumlah tersebut
meninggal setiap tahunnya, meskipun sekitar tiga dari empat pasien dapat diselamatkan
dengan diagnosis dini dan tindakan segera. Angka kelangsungan hidup di bawah lima tahun
adalah 40% sampai 50%, terutama karena terlambat dalam diagnosis dan adanya metastase.
Kebanyakan orang asimtomatis dalam jangka waktu lama dan mencari bantuan kesehatan
hanya bila mereka menemukan perubahan pada kebiasaan defekasi atau perdarahan rektal.
Penyebab nyata dari kanker kolon dan rektal tidak diketahui, tetapi faktor resiko telah
teridentifikasi, termasuk riwayat atau riwayat kanker kolon atau polip dalam keluarga,
riwayat penyakit usus inflamasi kronis dan diet tinggi lemak, rotein dan daging serta rendah
serat.
  
2.             ANATOMI DAN FISIOLOGI
Secara anatomi rektum terbentang dari vertebre sakrum ke-3 sampai garis anorektal. Secara
fungsional dan endoskopik, rektum dibagi menjadi bagian ampula dan sfingter. Bagian
sfingter disebut juga annulus hemoroidalis, dikelilingi oleh muskulus levator ani dan fasia
coli dari fasia supra-ani. Bagian ampula terbentang dari sakrum ke-3 ke difragma pelvis pada
insersi muskulus levator ani. Panjang rrektum berkisa 10-15 cm, dengan keliling 15 cm
pada recto-sigmoid junction dan 35 cm pada bagian ampula yang terluas. Pada orang dewasa
dinding rektum mempunyai 4 lapisan : mukosa, submukosa, muskularis (sirkuler dan
longitudinal), dan lapisan serosa.

Perdarahan arteri daerah anorektum berasal dari arteri hemoroidalis superior, media, dan
inferior. Arteri hemoroidalis superior yang merupakan kelanjutan dari a. mesenterika inferior,
arteri ini bercabang 2 kiri dan kanan. Arteri hemoroidalis merupakan cabang a. iliaka interna,
arteri hemoroidalis inferior cabang dari a. pudenda interna. Vena hemoroidalis superior
berasal dari plexus hemoroidalis internus dan berjalan ke arah kranial ke dalam v.
mesenterika inferior dan seterusnya melalui v. lienalis menuju v. porta. Vena ini tidak
berkatup sehingga tekanan alam rongga perut menentukan tekanan di dalamnya. Karsinoma
rektum dapat menyebar sebagai embolus vena ke dalam hati. Vena hemoroidalis inferior
mengalirkan darah ke v. pudenda interna, v. iliaka interna dan sistem vena kava.

Pembuluh limfe daerah anorektum membentuk pleksus halus yang mengalirkan isinya
menuju kelenjar limfe inguinal yang selanjutnya mengalir ke kelenjar limfe iliaka. Infeksi
dan tumor ganas pada daerah anorektal dapat mengakibatkan limfadenopati inguinal.
Pembuluh rekrum di atas garis anorektum berjalan seiring dengan v. hemoroidalis seuperior
dan melanjut ke kelenjar limfe mesenterika inferior dan aorta.
3.                  DEFINISI
a.       . Recti adalah keganasan jaringan epitel pada daerah rektum.
b.      Karsinoma Recti merupakan salah satu dari keganasan pada kolon dan rektum yang khusus
menyerang bagian Recti yang terjadi akibat
gangguan proliferasi sel epitel yang tidak terkendali.
c.       Karsinoma rekti merupakan keganasan visera yang sering terjadi yang biasanya berasal dari
kelenjar sekretorik lapisan mukosa sebagian besar kanker kolostomy berawal dari polip yang
sudah ada sebelumnya.
d.      Karsinoma Rektum merupakan tumor ganas yang berupa massa polipoid besar, yang tumbuh
ke dalam lumen dan dapat dengan cepat meluas ke sekitar usus sebagai cincin anular (Price
and Wilson, 1994, hal 419).
Ca

4.                  ETIOLOGI
Penyebab nyata dari kanker kolon dan rektal tidak diketahui, tetapi faktor risiko telah
teridentifikasi termasuk riwayat kanker kolon atau polip pada keluarga, riwayat penyakit usus
inflamasi kronis dan diet tinggi lemak protein dan daging serta rendah serat.
( Brunner & Suddarth,buku ajar keperawatan medikal bedah,hal. 1123 ).
a.       Polip di usus (Colorectal polyps): Polip adalah pertumbuhan pada dinding dalam kolon atau
rektum, dan sering terjadi pada orang berusia 50 tahun ke atas. Sebagian besar polip bersifat
jinak (bukan kanker), tapi beberapa polip (adenoma) dapat menjadi kanker.
b.      Colitis Ulcerativa atau penyakit Crohn: Orang dengan kondisi yang menyebabkan
peradangan pada kolon (misalnya colitis ulcerativa atau penyakit Crohn) selama bertahun-
tahun memiliki risiko yang lebih besar.
c.       Riwayat kanker pribadi: Orang yang sudah pernah terkena kanker  colorectal dapat terkena
kanker colorectal untuk kedua kalinya. Selain itu, wanita dengan riwayat kanker di indung
telur, uterus (endometrium) atau payudara mempunyai tingkat risiko yang lebih tinggi untuk
terkena kanker colorectal.
d.      Riwayat kanker colorectal pada keluarga: Jika Anda mempunyai riwayat kanker colorectal
pada keluarga, maka kemungkinan Anda terkena penyakit ini lebih besar, khususnya jika
saudara Anda terkena kanker pada usia muda.
e.       Faktor gaya hidup: Orang yang merokok, atau menjalani pola makan yang tinggi lemak dan
sedikit buah-buahan dan sayuran memiliki tingkat risiko yang lebih besar terkena kanker
colorectal.
f.       Usia di atas 50: Kanker colorectal biasa terjadi  pada mereka yang berusia lebih tua. Lebih
dari 90 persen orang yang menderita penyakit ini didiagnosis setelah usia 50 tahun ke atas.
5.                  GEJALA KLINIS
a.       Perubahan kebiasaan buang air besar (diare atau sembelit/konstipasi) 
b.      Usus besar terasa tidak kosong seluruhnya 
c.       Ada darah (baik merah terang atau kehitaman) di kotoran  
d.      Kotoran lebih sempit dari biasanya 
e.       Sering kembung atau keram perut, atau merasa kekenyangan 
f.       Kehilangan berat badan tanpa alasan 
g.      Selalu merasa sangat letih 
h.      Mual atau muntah-muntah.
Semua karsinoma kolorektal dapat menyebabkan ulserasi, perdarahan, obstruksi bila
membesar atau invasi menembus dinding usus dan kelenjar-kelenjar regional. Kadang-
kadang bisa terjadi perforasi dan menimbulkan abses dalam peritoneum. Keluhan dan gejala
sangat tergantung dari besarnya tumor.

Tumor pada Recti dan kolon asendens dapat tumbuh sampai besar sebelum menimbulkan
tanda-tanda obstruksi karena lumennya lebih besar daripada kolon desendens dan juga karena
dindingnya lebih mudah melebar. Perdarahan biasanya sedikit atau tersamar. Bila karsinoma
Recti menembus ke daerah ileum akan terjadi obstruksi usus halus dengan pelebaran bagian
proksimal dan timbul nausea atau vomitus. Harus dibedakan dengan karsinoma pada kolon
desendens yang lebih cepat menimbulkan obstruksi sehingga terjadi obstipasi.

6.                  FAKTOR RESIKO


Kanker yang ditemukan pada kolon dan rektum 16 % di antaranya menyerang recti terutama
terjadi di negara-negara maju dan lebih tinggi pada laki-laki daripada wanita. Beberapa faktor
risiko telah diidentifikasi sebagai berikut:
a.       Kebiasaan diet rendah serat.
b.      Mengkonsumsi diet tinggi lemak dan rendah serat.
c.       Menahan tinja / defekasi yang sering.
d.      Faktor genetik.
7.                  KLASIFIKASI
Stadium 0: Kanker ditemukan hanya pada lapisan terdalam di kolon atau rektum. Carcinoma
in situ adalah nama lain untuk kanker colorectal Stadium 0. 
Stadium I: Tumor telah tumbuh ke dinding dalam kolon atau rektum. Tumor belum tumbuh
menembus dinding.
Stadium II: Tumor telah berkembang lebih dalam atau menembus dinding kolon atau rektum.
Kanker ini mungkin telah menyerang jaringan di sekitarnya, tapi sel-sel kanker belum
menyebar ke kelenjar getah bening,
Stadium III: Kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di sekitarnya, tapi belum
menyebar ke bagian tubuh yang lain.
Stadium IV: Kanker telah menyebar ke bagian tubuh yang lain, misalnya hati atau paru-paru. 
Kambuh: Kanker ini merupakan kanker yang sudah diobati tapi kambuh kembali setelah
periode tertentu, karena kanker itu tidak terdeteksi. Penyakit ini dapat kambuh kembali dalam
kolon atau rektum, atau di bagian tubuh yang lain.

Menurut klasifikasi duke berdasarkan atas penyebaran sel karsinoma dibagi menjadi :
Kelas A        : Tumor dibatasi mukosa dan submukosa.
Kelas B        : Penetrasi atau penyebaran melalui dinding usus.
Kelas C        : Invasi kedalam sistem limfe yang mengalir regional.
Kelas D        : Metastasis regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas.
( Brunner & Suddarth,buku ajar keperawatan medikal bedah,hal. 1126 ).

8.                  PATOFISIOLOGI
Brunner dan Suddart (2002), menjelaskan patofisiologi terjadinya karsinoma rektum sebagai
berikut :
Polip jinak pada kolon atau rectum
|
menjadi ganas
|
menyusup serta merusak jaringan normal kolon
|
meluas ke dalam struktur sekitarnya
|
bermetastatis dan dapat terlepas dari tumor primer
Menyebar ke bagian tubuh yang lain dengan cara :
         Limfogen ke kelenjar parailiaka, mesenterium dan paraaorta.
         Hematogen terutama ke hati.
         Perkontinuitatum (menembus ke jaringan sekitar atau organ sekitarnya)misalnya : ureter,
buli-buli, uterus, vagina, atau prostat dan dapat mengakibatkan peritonitis karsinomatosa.

9.                  PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


a)      Dengan "RECTAL – TOUCHER" biasanya diketahui :
a.       Tonus sfingterani keras/lembek.
b.      Mukosa kasar,kaku biasanya tidak dapat digeser.
c.       Ampula rektum kolaps/kembung terisi feses atau tumor yang dapat teraba ataupun tidak.

b)      Foto sinar X Pemeriksaan radiologis dengan barium enema dianjurkan sebagai pemeriksaan
rutin sebelum dilakukan pemeriksaan lain. Pada pemeriksaan ini akan tampak filling defect
biasanya sepanjang 5 – 6 cm berbentuk anular atau apple core. Dinding usus tampak rigid dan
gambaran mukosa rusak.

c)      Pemeriksaan antigen karsinoembrionik (CEA)Pemeriksaan CEA dapat dilakukan, meskipun


antigen CEA mungkin bukan indikator yang dapat dipercaya dalam mendiagnosa kanker
karena tidak semua lesi menyekresi CEA.

d)     Tes-tes Khusus


a.       Proktosigmoidoskopi Dilakukan pada setiap pasien yang dicurigai menderita karsinoma usus
besar. Jika tumor terletak di bawah, bisa terlihat langsung. Karsinoma kolon di bagian
proksimal sering berhubungan dengan adanya polip pada daerah rektosigmoid.
b.      Sistoskopi Indikasi sistoskopi adalah adanya gejala atau pemeriksaan yang mencurigai invasi
keganasan ke kandung kencing.

e)      Tes darah samar pada feses/kotoran (Fecal Occult Blood Test – FOBT):Terkadang kanker
atau polip mengeluarkan darah, dan FOBT dapat mendeteksi jumlah darah yang sangat
sedikit dalam kotoran. Karena tes ini hanya mendeteksi darah, tes-tes lain dibutuhkan untuk
menemukan sumber darah tersebut. Kondisi jinak (seperti hemoroid), juga bisa menyebabkan
darah dalam kotoran.

f)       Sigmoidoskopi: Dokter akan memeriksa rektum dan bagian bawah kolon dengan tabung
cahaya (sigmoidoskop). Jika ditemukan polip (pertumbuhan jinak yang dapat menjadi
kanker), maka polip bisa diangkat.

g)      Kolonoskopi: Dokter akan memeriksa rektum dan seluruh kolon dengan menggunakan
tabung panjang bercahaya (kolonoskop). Jika ditemukan polip (pertumbuhan jinak yang
dapat menjadi kanker), maka polip bisa diangkat.

h)      Enema barium kontras ganda (Double-contrast barium enema): Prosedur ini mencakup
pengisian kolon dan rektum dengan bahan cair putih (barium) untuk meningkatkan kualitas
gambar sinar X. Dengan demikian, ketidaknormalan (seperti polip) dapat terlihat dengan
jelas.

i)        Pemeriksaan rektal secara digital: Pemeriksaan rektal seringkali menjadi bagian pemeriksaan
(check-up) fisik rutin. Dokter akan memasukkan jari dengan sarung tangan yang telah
dilumasi ke dalam rektum, untuk merasakan ketidaknormalan. 

10.              PENATALAKSANAAN
Prinsip prosedur untuk karsinoma rektum menurut Mansjoer, et al, (2000) adalah :
a)      Low anterior resection / anterior resection. Insisi lewat abdomen. kolon kiri atau sigmoid
dibuat anastomosis dengan rektum.
b)      Prosedur paliatif, dibuat stoma saja.
c)      Reseksi abdomino perineal / amputasi rekti (Milles Procedure). Bagian Distal sigmoid,
rektosigmoid, dan rektum direseksi, kemudian dibuat end kolostomi.
d)     Pull through operation. Teknik ini sulit, bila tidak cermat dapat menyebabkan komplikasi
antara lain inkontinensia alvie.
e)      Fulgurasi (elektrokogulasi) untuk tumor yang keluar dari anus dan unresektabel.
Pengobatan medis untuk karsinoma kolorektal paling sering dalam bentuk pendukung/terapi
ajufan yang mencakup kemoterapi, radiasi dan atau imunoterapi (Brunner & Suddart, 2002,
hal 1128).

Pengobatan pada stadium dini memberikan hasil yang baik.


1.Pilihan utama adalah pembedahan
2.Radiasi pasca bedah diberikan jika:
a.sel karsinoma telah menembus tunika muskularis propria
b.ada metastasis ke kelenjar limfe regional
c.masih ada sisa-sisa sel karsinoma yang tertinggal tetapi belum ada metastasis jauh.(Radiasi
pra bedah hanya diberikan pada karsinoma rektum).
3.Obat sitostatika diberikan bila:
a.inoperabel
b.operabel tetapi ada metastasis ke kelenjar limfe regional, telah menembus tunika
muskularis propria atau telah dioperasi kemudian residif kembali.
Obat yang dianjurkan pada penderita yang operabel pasca bedah adalah:
a)      Fluoro-Uracil 13,5 mg/kg BB/hari intravena selama 5 hari berturut-turut. Pemberian
berikutnya pada hari ke-36 (siklus sekali 5 minggu) dengan total 6 siklus.
b)      Futraful 3-4 kali 200 mg/hari per os selama 6 bulan
c)      Terapi kombinasi (Vincristin + FU + Mthyl CCNU)
d)     Pada penderita inoperabel pemberian sitostatika sama dengan kasus operabel hanya lamanya
pemberian tidak terbatas selama obat masih efektif. Selama pemberian, harus diawasi kadar
Hb, leukosit dan trombosit darah.Pada stadium lanjut obat sitostatika tidak meberikan hasil
yang memuaskan.
11.              PROGNOSIS
Jumlah kematian akibat operasi sekitar 2 – 6 %. Persentasi jangka hidup 5 tahun. Sesudah
reseksi tergantung dari stadium lesi.
Duke A (terbatas pada dinding usus) 80 %
Duke B (melalui seluruh dinding) 65 %
Duke C (metastase ke kelenjar getah bening) 30 %
Duke D (metastase ke tempat yang jauh / penyebaran lokal tidak di reseksi lagi)
5%

12.              EPIDEMIOLOGI
Insiden karsinoma kolon dan rektum di Indonesia cukup tinggi demikian juga angka
kematiannya. Insiden pada pria sebanding dengan wanita, dan lebih banyak pada orang muda.
Sekitar 75 % ditemukan di rektosigmoid. Di negara barat, perbandingan insiden pria : wanita
= 3 : 1 dan kurang dari 50 % ditemukan di rektosigmoid dan merupakan penyakit orang usia
lanjut. Pemeriksaan cocok dubur merupakan penentu karsinoma rektum.

13.              KOMPLIKASI
Komplikasi karsinoma rektum menurut Schrock (1991) adalah:
a)      obstruksi usus parsial
Obstruksi usus adalah penyumbatan parsial atau lengkap dari usus yang menyebabkan
kegagalan dari isi usus untuk melewati usus.
b)      Perforasi atau perlobangan
c)      perdarahan
d)     Syok
Syok merupakan keadaan gagalnya sirkulasi darah secara tiba-tiba akibat gangguan peredaran
darah atau hilangnya cairan tubuh secara berlebihan. 

14.              ASKEP

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN KANKER REKTUM

Pengkajian
Riwayat kesehatan diambil untuk mendapatkan informasi tentang :
a)      Perasaan lelah
b)      Nyeri abdomen atau rectal dan karakternya ( lokasi, frekuensi, durasi, berhubungan dengan
makan atau defekasi )
c)      Pola eliminasi terdahulu dan saat ini
d)     Deskripsi tentang warna, bau dan konsistensi feses, mencakup adanya darah atau mucus.
e)      Riwayat penyakit usus inflamasi kronis atau polip kolorektal
f)       Riwayat keluarga dari penyakit kolorektal dan terapi obat saat ini
Kebiasaan diet ( masukan lemak, serat & konsumsi alcohol ) juga riwayat
g)      penurunan BB.
Pengkajian objekif meliputi :
a)      Auskultasi abdomen terhadap bising usus
b)      Palpasi abdomen untuk area nyeri tekan, distensi, dan massa padat
Inspeksi specimen terhadap karakter dan adanya darah
Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan semua data pengkajian, diagnosa keperawatan utama yang mencakup, adalah
sebagai berikut :
a)      Konstipasi b/d lesi obstruksi
b)      Nyeri b/d kompresi jaringan sekunder akibat obstruksi
c)      Keletihan b/d anemia dan anoreksia
d)     Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual dan anoreksia
Resiko kekurangan volume cairan b/d muntah dan dehidrasi
Ansietas b/d rencana pembedahan dan diagnosis kanker
Kurang pengetahuan mengenai diagnosa, prosedur pembedahan, dan perawatan diri setelah
pulang
e)      Kerusakan integritas kulit b/d insisi bedah ( abdominoperineal ), pembentukan stoma, dan
kontaminasi fekal terhadap kulit periostomal
f)       Gangguan citra rubuh b/d kolostomi.
Perencanaan & Implementasi
Tujuan
Tujuan utama dapat mencakup eliminasi produk sisa tubuh yang adekuat; reduksi /
penghilangan nyeri; peningkatan toleransi aktivitas; mendapatkan tingkat nutrisi optimal;
mempertahankan keseimbangan cairan & elektrolit; penurunan ansietas; memahami tentang
diagnosis, prosedur pembedahan dan perawatan diri setelah pulang; mempertahankan
penyembuhan jaringan optimal; perlindungan kulit periostomal yang adekuat; penggalian dan
pengungkapan perasaan dan masalah tentang kolostomi dan pengaruhnya pada diri sendiri;
Intervensi Keperawatan PraOperatif
1.Mempertahankan eliminasi
Frekuensi dan konsistensi defekasi dipantau
Laksatif dan enema diberikan sesuai resep
Pasien yang menunjukkan tanda perkembangan ke arah obstruksi total disiapkan untuk
mejalani pembedahan.

2.Menghilangkan Nyeri
Analgesic diberikan sesuai resep
Lingkungan dibuat kondusif untuk relaksasi dengan meredupkan lampu, mematikan TV atau
radio, dan membatasi pengunjung dan telepon bila diinginkan oleh pasien
Tindakan kenyamanan tambahan ditawarkan : perubahan posisi, gosokan punggung, dan
teknik relaksasi.

3.Meningkatkan Toleransi Aktivitas


Kaji tingkat toleransi aktivitas pasien
Ubah dan jadwalkan aktivitas untuk memungkinkan periode tirah baring yang adekuat dalam
upaya untuk menurunkan keletihn pasien.
Terapi komponendarah diberikan sesuai resep bila pasien menderita anemia berat.
Apabila transfusi darah diberikan, pedoman keamanan umum dan kebijakan institusi
mengenai tindakan pengamanan harus diikuti.
Aktivitas post op ditingkatkan dan toleransi dipantau.

4.Memberikan Tindakan Nutrisional


Bila kondisi pasien memungkinkan, diet tinggi kalori, protein, karbohidrat serta rendah residu
diberikan pada pra op selama bberapa hari untuk memberikan nutrisi adekuat dan
meminimalkan kram dengan menurunkan peristaltic berlebih.
Diet cair penuh 24 jam pra op, untuk menggantikan penipisan nutrient, vitamin dan mineral.
Penimbangan BB harian dicatat, dan dokter diberitahu bila terdapat penurunan BB pada saat
menerima nutrisi parenteral.

5.Mempertahankan Keseimbangan Cairan & Elektrolit


Catat masukan dan haluaran, mencakup muntah, yang akan menyediakan data akurat tentang
keseimbangan cairan
Batasi masukan maknan oral dan cairan untuk mencegah muntah.
Berikan antiemetik sesuai indikasi
Pasang selang nasogastrik pada periode pra op untuk mengalirkan akumulasi cairan dan
mencegah distensi abdomen
Pasang kateter indwelling untuk memantau haluaran urin setiap jam. Haluaran kurang dari 30
ml / jam dilaporkan sehingga terapi cairan intravena dapat disesuaikan.
Pantau pemberian cairan IV dan elktrolit, terutama kadar serum untuk mendeteksi
hipokalemia dan hiponatremia, yang terjadi akibat kehilangan cairan gastrointestinal.
Kaji TTV untuk mendeteksi hipovolemia : takikardi, hipotensi dan penurunan jumlah denyut.
Kaji status hidrasi, penurunan turgor kulit, membrane mukosa kering, urine pekat, serta
peningkatan berat jenis urine dilaporakan.

6.Menurunkan Ansietas
Kaji tingkat ansietas pasien serta mekanisme koping yang digunakan
Upaya pemberian dukungan, mencakup pemberian privasi bila diinginkan dan
menginstruksikan pasien untuk latihan relaksasi.
Luangkan waktu untuk mendengarkan ungkapan, kesedihan atau pertanyaan yang diajukan
oleh pasien.
Atur pertemuan dengan rohaniawan bila pasien menginginkannya, dengan dokter bila pasien
mengharapkan diskusi pengobatan atau prognosis.
Penderita stoma lain dapat diminta untuk berkunjung bila pasien mengungkapkan minat
untuk berbicara dengan mereka.
Untuk meningkatkan kenyamanan pasien, perawat harus mengutamakan relaksasi dan
perilaku empati.
Jawab pertanyaan pasien dengan jujur dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami.
Setiap informasi dari dokter harus dijelaskan, bila perlu. Kadang – kadang kecemasan
berkurang, bila pasien mengetahui persiapan fisik yang diperlukan selama periode pra op dan
mengetahui kemungkinan post op. beberapa pasien akan lebih senang jika diperbolehkan
untuk melihat hasil pemeriksaan, sementara yang lain memilih untuk tidak mengetahuinya.

7.Mencegah Infeksi
Berikan antibiotic seperti kanamisin sulfat ( Kantrex ), eritromisin (Erythromycin), dan
Neomisin Sulfat sesuai resep, untuk mengurangi bakteri usus dalam rangka persiapan
pembedahan usus. Preparat diberikan per oral untuk mengurangi kandungan bakteri kolon
dan melunakkan serta menurunkan bulk dari isi kolon.
Selian itu, usus juga dapat dibersihkan dengan enema, atau irigasi kolon.

8.Pendidikan Pasien Pra Operatif


Kaji tingkat kebutuhan pasien tentang diagnosis, prognosis, prosedur bedah, dan tingkat
fungsi yang diinginkan pasca op.
Informasi yang diperlukan pasien tentang persiapan fisik untuk pembedahan, penampilan dan
perawatan yang diharapkan dari luka pasca op, teknik perawatan kolostomi, pembatasan diet,
control nyeri, dan penatalaksanaan obat dimsukkan ke dalam materi penyuluhan.

Intervensi Keperawatan Pasca Operatif


1.Perawatan Luka
Luka abdomen diperiksa dngan sering dalam 24 jam pertama, untuk meyakinkan bahwa luka
akan sembuh tanpa komplikasi ( infeksi, dehidens, emoragik, edema berlebihan ).
Ganti balutan sesuai kebutuhan untuk mencegah infeksi.
Bantu pasien untuk membebat insisi abdomen selama batuk dan napas dalam untuk
mengurangi tegangan pada tepi insisi.
Pantau adanya peningkatan TTV yang mengindikasikan adanya proses infeksi.
Periksa stoma terhadap edema ( edema ringan akibat manipulasi bedah adalah normal ),
warna ( stoma sehat adalah mera jambu ), rabas ( rembesan berjumlah sedikit adalah
normal ), dan perdarahan ( tanda abnormal ).
Bersihkan kulit peristoma dengan perlahan serta keringkan untuk mencegah iritasi, berikan
pelindung kulit sebelum meletakkan kantung drainase.
Apabila malignansi telah diangkat dengan rute perineal, luka diobservasi dengan cermat
untuk tanda hemoragik. Luka dapat mengandung drain atau tampon yang diangkat secara
bertahap. Mungkin terdapat jaringan yang terkelupas selama beberapa minggu. Proses ini
juga dipercepat dengan irigasi mekanis luka atau rendam duduk yang dilakukan dua atau tiga
kali sehari.
Dokumentasikan kondisi luka perineal, adanya perdarahan, infeksi atau nekrosis.
2.Citra Tubuh Positif
Dorong pasien untuk mengungkapkan masalah yang dialami serta mendiskusikan tentang
pembedahan dan stoma ( bila telah dibuat ).
Ajarkan pasien mengenai perawatan kolostomi dan pasien sudah harus ulai untuk
memasukkan perawatan stoma dalam kehidupan sehari – hari.
Berikan lingkungan yang kondusif bagi pasien serta berikan dukungan dalam meningkatkan
adaptasi pasien terhadap perubahan yang terjadi akibat pembedahan.

15.              ASPEK LEGAL ETIS


• Autonomy (penentu pilihan)
Perawat yang mengikuti prinsip autonomi menghargai hak klien untuk mengambil keputusan
sendiri. Dengan menghargai hak autonomi berarti perawat menyadari keunikan induvidu
secara holistik.

• Non Maleficence (do no harm)


Non Maleficence berarti tugas yang dilakukan perawat tidak menyebabkan bahaya bagi
kliennya. Prinsip ini adalah prinsip dasar sebagaian besar kode etik keperawatan. Bahaya
dapat berarti dengan sengaja membahayakan, resiko membahayakan, dan bahaya yang tidak
disengaja.
 
• Beneficence (do good) 
Beneficence berarti melakukan yang baik. Perawat memiliki kewajiban untuk melakukan
dengan baik, yaitu, mengimplemtasikan tindakan yang mengutungkan klien dan keluarga.

• Justice (perlakuan adil) 


Perawat sering mengambil keputusan dengan menggunakan rasa keadilan. 
• Fidelity (setia)
Fidelity berarti setia terhadap kesepakatan dan tanggung jawab yang dimikili oleh seseorang.

• Veracity (kebenaran)
Veracity mengacu pada mengatakan kebenaran. Sebagian besar anak-anak diajarkan untuk
selalu berkata jujur, tetapi bagi orang dewasa, pilihannya sering kali kurang jelas.

16.              PENDKES
                                                                                       
SATUAN ACARA PENYULUHAN
(SAP)

                                               
Tema                                      : Penyakit carsinoma rektum
Sub Tema                               : Perawatan carsinoma rektum
Sasaran                                  : Ny. E
Tempat                                   : Bangsal Di rumah sakit
Hari/Tanggal                          : Rabu, 14 Oktober 2011
Waktu                                     : 20 Menit

A.    Tujuan Instruksional Umum


Setelah mengikuti penyuluhan selama 20 menit, diharapkan Ny. E dapat menjelaskan
carsinoma rektum.

B.     Tujuan Instruksional Khusus


Setelah mengikuti penyuluhan selama 20 menit, diharapkan Klien Dapat:
         Menjelaskan pengertian penyakit carsinoma rektum dengan benar
         Menjelaskan patofisiologi carsinoma rektum
         Menyebutkan faktor penyebab yang dapat menimbulkan penyakit carsinoma rektum
         Menyebutkan tanda/gejala dari penyakit carsinoma rektum
         Menjelaskan penatalaksanaan carsinoma rektum

C.    Materi
1.      Pengertian carsinoma rektum
2.      Patofisiologi penyakit carsinoma rektum
3.      Faktor penyebab dari carsinoma rektum
4.      Tanda/gejala penyakit carsinoma rektum
5.      Penatalaksanaan penyakit carsinoma rektum

D.    Metode
1.      Ceramah
2.      Tanya jawab

E.     Kegiatan Penyuluhan


No Kegiatan Penyuluh Peserta Waktu
1. Pembukaan          Salam pembuka          Menjawab salam
         Menyampaikan tujuan          Menyimak,
5 Menit
penyuluhan Mendengarkan, menjawab
pertanyaan
2. Kerja/ isi        Penjelasan pengertian,          Mendengarkan dengan
penyebab, gejala, penuh perhatian
penatalaksanaan dan          Menanyakan hal-hal yang
patofisiologi penyakit belum jelas
carsinoma rektum          Memperhatikan jawaban  10 menit
        Memberi kesempatan dari penceramah
peserta untuk bertanya          Menjawab pertanyaan
       Menjawab pertanyaan
       Evaluasi

         Menyimpulkan       Mendengarkan


3. Penutup 5 Menit
         Salam penutup       Menjawab salam

F.     Media
1.      Leaflet : Tentang penyakit carsinoma rektum
2.      Poster  tentang penyakit carsinoma rektum

G.    Sumber/Referensi
a.       Doenges, E. Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Ed. 3. EGC : Jakarta.
b.      Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.
c.       FKUI. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1. FKUI : Jakarta.
d.      Griffith. 1994. Buku Pintar Kesehatan. Arcan : Jakarta.

H.    Evaluasi
Formatif    :
         Klien dapat menjelaskan pengertian carsinoma rektum
         Klien mampu menjelaskan faktor penyebab dari penyakit   carsinoma rektum
         Klien dapat menjelaskan tanda/gejala penyakit carsinoma rektum
         Klien  mampu menjelaskan penatalaksanaan carsinoma rektum

Sumatif      :
         Klien dapat memahami penyakit carsinoma rektum

Yogyakarta, Rabu 13 Oktober 2011


`        Pembimbing                                                                   Penyuluh

(Ignatia Yunita S,.Kep. Ns)                                        (Windayona Hadi Prasetya)

17.              JURNAL
Title:Clinical practice and surgery of the colon, rectum and anus
Source:Reference & Research Book News. (Oct. 2011): From Gale Art and Engineering Lite
Package.
Document Type:Book review, Brief article
Full Text: 
9788184489927
Clinical practice and surgery of the colon, rectum and anus.
Saha, Sisir Kumar.
Jaypee Bros.
2011
294 pages
$66.00
Hardcover
RD544
Saha, a general surgeon in the UK with a special interest in colorectal surgery, provides a
guide for trainees and surgeons to operative procedures for the surgery. He covers surgical
anatomy and physiology; clinical and operative skills for the colon, rectum, appendix, and
anus; and the symptoms, clinical examination, investigations, and merits of different
treatments for malignant tumors and diseases like ulcerative colitis, diverticulosis, and
appendicitis, as well as preoperative and postoperative care and emergencies. Included is
discussion of colongraphy as a new diagnostic tool, and the roles of computed tomography,
magnetic resonance imaging, and positron emission tomography.
([c]2011 Book News, Inc., Portland, OR)

Source Citation
"Clinical practice and surgery of the colon, rectum and anus." Reference & Research Book
News Oct. 2011. Gale Art and Engineering Lite Package. Web. 28 Nov. 2011.
Document URL

http://go.galegroup.com/ps/i.do?id=GALE
%7CA268247791&v=2.1&u=kpt05106&it=r&p=GPS&sw=w

Gale Document Number: GALE|A268247791

DAFTAR PUSTAKA:
a)      Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G., Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth Vol. 2, Edisi 8, EGC, Jakarta, 2002.
b)      Gale, Danielle & Charette, Jane, Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, EGC, Jakarta,
2000.
c)      Price, Sylvia A., & Wilson, Lorraine M., Patofisiologi ; Konsep Klinis Proses–Proses
Penyakit Vol. 1, Edisi 4, EGC, Jakarta, 1995.
d)     Schrock, Theodore R. MD. 1999. Ilmu Bedah ( Hand Book of Surgery ) Edisi 7. Penerbit :
EGC, Jakarta.
e)      Doengoes, Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan . Edisi 3. Penerbit : EGC, Jakarta.
f)       http://www.scribd.com/doc/56979340/karsinoma-rektum
g)      Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6, EGC, Jakarta
h)      Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta

i)        Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC,
Jakarta

j)        Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, Jld.II, BP FKUI, Jakarta.

Diposkan 29th November 2011 oleh Windayona Hadi Prasetya


0

Add a comment

Memuat
Kirim masukan
Template Dynamic Views. Diberdayakan oleh Blogger.

Medical Sains

 Classic
 Flipcard
 Magazine
 Mosaic
 Sidebar
 Snapshot
 Timeslide

ASKEP CA REKTUM
    MAKALAH INDIVIDU SISTEM PENCERNAAN

KARSINOMA REKTUM

Di susun oleh :
Nama     : Windayona Hadi Prasetya
NIM       : 1002108
Prodi     : SI/ IIA

STIKES BETHESDA YAKKUM YOGYAKARTA


TAHUN AJARAN 2011/2012

1.            LATAR BELAKANG


Tumor  usus halus jarang terjadi, sebaliknya tumor usus besar atau rektum relatif  umum.
Pada kenyataannya, kanker kolon dan rektum sekarang adalah tipe paling umum kedua dari
kanker internal di Amerika Serikat. Ini adalah penyakit budaya barat. Diperkirakan bahwa
150.000 kasus baru kanker kolorektal di diagnosis di negara ini setiap tahunnya. Kanker
kolon menyerang individu dua kali lebih besar dibanding kan kanker rektal. Insidensnya
meningkat sesuai dengan usia (kebanyakan pada pasien yang berusia lebih dari 55 tahun) dan
makin tinggi pada individu dengan riwayat keluarga mengalami kanker kolon, penyakit usus
inflamasi kronis atau polip. Perubahan pada persentase distribusi telah terjadi pada tahun
terakhir. Insidens kanker pada sigmoid dan area rektal telah menurun, sedangkan insidens
pada kolon asendens dan desendens meningkat.

Lebih dari 156.000 orang terdiagnosa setiap tahunnya, kira-kira setengah dari jumlah tersebut
meninggal setiap tahunnya, meskipun sekitar tiga dari empat pasien dapat diselamatkan
dengan diagnosis dini dan tindakan segera. Angka kelangsungan hidup di bawah lima tahun
adalah 40% sampai 50%, terutama karena terlambat dalam diagnosis dan adanya metastase.
Kebanyakan orang asimtomatis dalam jangka waktu lama dan mencari bantuan kesehatan
hanya bila mereka menemukan perubahan pada kebiasaan defekasi atau perdarahan rektal.
Penyebab nyata dari kanker kolon dan rektal tidak diketahui, tetapi faktor resiko telah
teridentifikasi, termasuk riwayat atau riwayat kanker kolon atau polip dalam keluarga,
riwayat penyakit usus inflamasi kronis dan diet tinggi lemak, rotein dan daging serta rendah
serat.
  
2.             ANATOMI DAN FISIOLOGI
Secara anatomi rektum terbentang dari vertebre sakrum ke-3 sampai garis anorektal. Secara
fungsional dan endoskopik, rektum dibagi menjadi bagian ampula dan sfingter. Bagian
sfingter disebut juga annulus hemoroidalis, dikelilingi oleh muskulus levator ani dan fasia
coli dari fasia supra-ani. Bagian ampula terbentang dari sakrum ke-3 ke difragma pelvis pada
insersi muskulus levator ani. Panjang rrektum berkisa 10-15 cm, dengan keliling 15 cm
pada recto-sigmoid junction dan 35 cm pada bagian ampula yang terluas. Pada orang dewasa
dinding rektum mempunyai 4 lapisan : mukosa, submukosa, muskularis (sirkuler dan
longitudinal), dan lapisan serosa.

Perdarahan arteri daerah anorektum berasal dari arteri hemoroidalis superior, media, dan
inferior. Arteri hemoroidalis superior yang merupakan kelanjutan dari a. mesenterika inferior,
arteri ini bercabang 2 kiri dan kanan. Arteri hemoroidalis merupakan cabang a. iliaka interna,
arteri hemoroidalis inferior cabang dari a. pudenda interna. Vena hemoroidalis superior
berasal dari plexus hemoroidalis internus dan berjalan ke arah kranial ke dalam v.
mesenterika inferior dan seterusnya melalui v. lienalis menuju v. porta. Vena ini tidak
berkatup sehingga tekanan alam rongga perut menentukan tekanan di dalamnya. Karsinoma
rektum dapat menyebar sebagai embolus vena ke dalam hati. Vena hemoroidalis inferior
mengalirkan darah ke v. pudenda interna, v. iliaka interna dan sistem vena kava.

Pembuluh limfe daerah anorektum membentuk pleksus halus yang mengalirkan isinya
menuju kelenjar limfe inguinal yang selanjutnya mengalir ke kelenjar limfe iliaka. Infeksi
dan tumor ganas pada daerah anorektal dapat mengakibatkan limfadenopati inguinal.
Pembuluh rekrum di atas garis anorektum berjalan seiring dengan v. hemoroidalis seuperior
dan melanjut ke kelenjar limfe mesenterika inferior dan aorta.
3.                  DEFINISI
a.       Ca. Recti adalah keganasan jaringan epitel pada daerah rektum.
b.      Karsinoma Recti merupakan salah satu dari keganasan pada kolon dan rektum yang khusus
menyerang bagian Recti yang terjadi akibat
gangguan proliferasi sel epitel yang tidak terkendali.
c.       Karsinoma rekti merupakan keganasan visera yang sering terjadi yang biasanya berasal dari
kelenjar sekretorik lapisan mukosa sebagian besar kanker kolostomy berawal dari polip yang
sudah ada sebelumnya.
d.      Karsinoma Rektum merupakan tumor ganas yang berupa massa polipoid besar, yang tumbuh
ke dalam lumen dan dapat dengan cepat meluas ke sekitar usus sebagai cincin anular (Price
and Wilson, 1994, hal 419).

4.                  ETIOLOGI
Penyebab nyata dari kanker kolon dan rektal tidak diketahui, tetapi faktor risiko telah
teridentifikasi termasuk riwayat kanker kolon atau polip pada keluarga, riwayat penyakit usus
inflamasi kronis dan diet tinggi lemak protein dan daging serta rendah serat.
( Brunner & Suddarth,buku ajar keperawatan medikal bedah,hal. 1123 ).
a.       Polip di usus (Colorectal polyps): Polip adalah pertumbuhan pada dinding dalam kolon atau
rektum, dan sering terjadi pada orang berusia 50 tahun ke atas. Sebagian besar polip bersifat
jinak (bukan kanker), tapi beberapa polip (adenoma) dapat menjadi kanker.
b.      Colitis Ulcerativa atau penyakit Crohn: Orang dengan kondisi yang menyebabkan
peradangan pada kolon (misalnya colitis ulcerativa atau penyakit Crohn) selama bertahun-
tahun memiliki risiko yang lebih besar.
c.       Riwayat kanker pribadi: Orang yang sudah pernah terkena kanker  colorectal dapat terkena
kanker colorectal untuk kedua kalinya. Selain itu, wanita dengan riwayat kanker di indung
telur, uterus (endometrium) atau payudara mempunyai tingkat risiko yang lebih tinggi untuk
terkena kanker colorectal.
d.      Riwayat kanker colorectal pada keluarga: Jika Anda mempunyai riwayat kanker colorectal
pada keluarga, maka kemungkinan Anda terkena penyakit ini lebih besar, khususnya jika
saudara Anda terkena kanker pada usia muda.
e.       Faktor gaya hidup: Orang yang merokok, atau menjalani pola makan yang tinggi lemak dan
sedikit buah-buahan dan sayuran memiliki tingkat risiko yang lebih besar terkena kanker
colorectal.
f.       Usia di atas 50: Kanker colorectal biasa terjadi  pada mereka yang berusia lebih tua. Lebih
dari 90 persen orang yang menderita penyakit ini didiagnosis setelah usia 50 tahun ke atas.
5.                  GEJALA KLINIS
a.       Perubahan kebiasaan buang air besar (diare atau sembelit/konstipasi) 
b.      Usus besar terasa tidak kosong seluruhnya 
c.       Ada darah (baik merah terang atau kehitaman) di kotoran  
d.      Kotoran lebih sempit dari biasanya 
e.       Sering kembung atau keram perut, atau merasa kekenyangan 
f.       Kehilangan berat badan tanpa alasan 
g.      Selalu merasa sangat letih 
h.      Mual atau muntah-muntah.
Semua karsinoma kolorektal dapat menyebabkan ulserasi, perdarahan, obstruksi bila
membesar atau invasi menembus dinding usus dan kelenjar-kelenjar regional. Kadang-
kadang bisa terjadi perforasi dan menimbulkan abses dalam peritoneum. Keluhan dan gejala
sangat tergantung dari besarnya tumor.

Tumor pada Recti dan kolon asendens dapat tumbuh sampai besar sebelum menimbulkan
tanda-tanda obstruksi karena lumennya lebih besar daripada kolon desendens dan juga karena
dindingnya lebih mudah melebar. Perdarahan biasanya sedikit atau tersamar. Bila karsinoma
Recti menembus ke daerah ileum akan terjadi obstruksi usus halus dengan pelebaran bagian
proksimal dan timbul nausea atau vomitus. Harus dibedakan dengan karsinoma pada kolon
desendens yang lebih cepat menimbulkan obstruksi sehingga terjadi obstipasi.

6.                  FAKTOR RESIKO


Kanker yang ditemukan pada kolon dan rektum 16 % di antaranya menyerang recti terutama
terjadi di negara-negara maju dan lebih tinggi pada laki-laki daripada wanita. Beberapa faktor
risiko telah diidentifikasi sebagai berikut:
a.       Kebiasaan diet rendah serat.
b.      Mengkonsumsi diet tinggi lemak dan rendah serat.
c.       Menahan tinja / defekasi yang sering.
d.      Faktor genetik.
7.                  KLASIFIKASI
Stadium 0: Kanker ditemukan hanya pada lapisan terdalam di kolon atau rektum. Carcinoma
in situ adalah nama lain untuk kanker colorectal Stadium 0. 
Stadium I: Tumor telah tumbuh ke dinding dalam kolon atau rektum. Tumor belum tumbuh
menembus dinding.
Stadium II: Tumor telah berkembang lebih dalam atau menembus dinding kolon atau rektum.
Kanker ini mungkin telah menyerang jaringan di sekitarnya, tapi sel-sel kanker belum
menyebar ke kelenjar getah bening,
Stadium III: Kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di sekitarnya, tapi belum
menyebar ke bagian tubuh yang lain.
Stadium IV: Kanker telah menyebar ke bagian tubuh yang lain, misalnya hati atau paru-paru. 
Kambuh: Kanker ini merupakan kanker yang sudah diobati tapi kambuh kembali setelah
periode tertentu, karena kanker itu tidak terdeteksi. Penyakit ini dapat kambuh kembali dalam
kolon atau rektum, atau di bagian tubuh yang lain.

Menurut klasifikasi duke berdasarkan atas penyebaran sel karsinoma dibagi menjadi :
Kelas A        : Tumor dibatasi mukosa dan submukosa.
Kelas B        : Penetrasi atau penyebaran melalui dinding usus.
Kelas C        : Invasi kedalam sistem limfe yang mengalir regional.
Kelas D        : Metastasis regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas.
( Brunner & Suddarth,buku ajar keperawatan medikal bedah,hal. 1126 ).

8.                  PATOFISIOLOGI
Brunner dan Suddart (2002), menjelaskan patofisiologi terjadinya karsinoma rektum sebagai
berikut :
Polip jinak pada kolon atau rectum
|
menjadi ganas
|
menyusup serta merusak jaringan normal kolon
|
meluas ke dalam struktur sekitarnya
|
bermetastatis dan dapat terlepas dari tumor primer
Menyebar ke bagian tubuh yang lain dengan cara :
         Limfogen ke kelenjar parailiaka, mesenterium dan paraaorta.
         Hematogen terutama ke hati.
         Perkontinuitatum (menembus ke jaringan sekitar atau organ sekitarnya)misalnya : ureter,
buli-buli, uterus, vagina, atau prostat dan dapat mengakibatkan peritonitis karsinomatosa.

9.                  PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


a)      Dengan "RECTAL – TOUCHER" biasanya diketahui :
a.       Tonus sfingterani keras/lembek.
b.      Mukosa kasar,kaku biasanya tidak dapat digeser.
c.       Ampula rektum kolaps/kembung terisi feses atau tumor yang dapat teraba ataupun tidak.

b)      Foto sinar X Pemeriksaan radiologis dengan barium enema dianjurkan sebagai pemeriksaan
rutin sebelum dilakukan pemeriksaan lain. Pada pemeriksaan ini akan tampak filling defect
biasanya sepanjang 5 – 6 cm berbentuk anular atau apple core. Dinding usus tampak rigid dan
gambaran mukosa rusak.

c)      Pemeriksaan antigen karsinoembrionik (CEA)Pemeriksaan CEA dapat dilakukan, meskipun


antigen CEA mungkin bukan indikator yang dapat dipercaya dalam mendiagnosa kanker
karena tidak semua lesi menyekresi CEA.

d)     Tes-tes Khusus


a.       Proktosigmoidoskopi Dilakukan pada setiap pasien yang dicurigai menderita karsinoma usus
besar. Jika tumor terletak di bawah, bisa terlihat langsung. Karsinoma kolon di bagian
proksimal sering berhubungan dengan adanya polip pada daerah rektosigmoid.
b.      Sistoskopi Indikasi sistoskopi adalah adanya gejala atau pemeriksaan yang mencurigai invasi
keganasan ke kandung kencing.

e)      Tes darah samar pada feses/kotoran (Fecal Occult Blood Test – FOBT):Terkadang kanker
atau polip mengeluarkan darah, dan FOBT dapat mendeteksi jumlah darah yang sangat
sedikit dalam kotoran. Karena tes ini hanya mendeteksi darah, tes-tes lain dibutuhkan untuk
menemukan sumber darah tersebut. Kondisi jinak (seperti hemoroid), juga bisa menyebabkan
darah dalam kotoran.

f)       Sigmoidoskopi: Dokter akan memeriksa rektum dan bagian bawah kolon dengan tabung
cahaya (sigmoidoskop). Jika ditemukan polip (pertumbuhan jinak yang dapat menjadi
kanker), maka polip bisa diangkat.

g)      Kolonoskopi: Dokter akan memeriksa rektum dan seluruh kolon dengan menggunakan
tabung panjang bercahaya (kolonoskop). Jika ditemukan polip (pertumbuhan jinak yang
dapat menjadi kanker), maka polip bisa diangkat.

h)      Enema barium kontras ganda (Double-contrast barium enema): Prosedur ini mencakup
pengisian kolon dan rektum dengan bahan cair putih (barium) untuk meningkatkan kualitas
gambar sinar X. Dengan demikian, ketidaknormalan (seperti polip) dapat terlihat dengan
jelas.

i)        Pemeriksaan rektal secara digital: Pemeriksaan rektal seringkali menjadi bagian pemeriksaan
(check-up) fisik rutin. Dokter akan memasukkan jari dengan sarung tangan yang telah
dilumasi ke dalam rektum, untuk merasakan ketidaknormalan. 

10.              PENATALAKSANAAN
Prinsip prosedur untuk karsinoma rektum menurut Mansjoer, et al, (2000) adalah :
a)      Low anterior resection / anterior resection. Insisi lewat abdomen. kolon kiri atau sigmoid
dibuat anastomosis dengan rektum.
b)      Prosedur paliatif, dibuat stoma saja.
c)      Reseksi abdomino perineal / amputasi rekti (Milles Procedure). Bagian Distal sigmoid,
rektosigmoid, dan rektum direseksi, kemudian dibuat end kolostomi.
d)     Pull through operation. Teknik ini sulit, bila tidak cermat dapat menyebabkan komplikasi
antara lain inkontinensia alvie.
e)      Fulgurasi (elektrokogulasi) untuk tumor yang keluar dari anus dan unresektabel.
Pengobatan medis untuk karsinoma kolorektal paling sering dalam bentuk pendukung/terapi
ajufan yang mencakup kemoterapi, radiasi dan atau imunoterapi (Brunner & Suddart, 2002,
hal 1128).

Pengobatan pada stadium dini memberikan hasil yang baik.


1.Pilihan utama adalah pembedahan
2.Radiasi pasca bedah diberikan jika:
a.sel karsinoma telah menembus tunika muskularis propria
b.ada metastasis ke kelenjar limfe regional
c.masih ada sisa-sisa sel karsinoma yang tertinggal tetapi belum ada metastasis jauh.(Radiasi
pra bedah hanya diberikan pada karsinoma rektum).
3.Obat sitostatika diberikan bila:
a.inoperabel
b.operabel tetapi ada metastasis ke kelenjar limfe regional, telah menembus tunika
muskularis propria atau telah dioperasi kemudian residif kembali.
Obat yang dianjurkan pada penderita yang operabel pasca bedah adalah:
a)      Fluoro-Uracil 13,5 mg/kg BB/hari intravena selama 5 hari berturut-turut. Pemberian
berikutnya pada hari ke-36 (siklus sekali 5 minggu) dengan total 6 siklus.
b)      Futraful 3-4 kali 200 mg/hari per os selama 6 bulan
c)      Terapi kombinasi (Vincristin + FU + Mthyl CCNU)
d)     Pada penderita inoperabel pemberian sitostatika sama dengan kasus operabel hanya lamanya
pemberian tidak terbatas selama obat masih efektif. Selama pemberian, harus diawasi kadar
Hb, leukosit dan trombosit darah.Pada stadium lanjut obat sitostatika tidak meberikan hasil
yang memuaskan.
11.              PROGNOSIS
Jumlah kematian akibat operasi sekitar 2 – 6 %. Persentasi jangka hidup 5 tahun. Sesudah
reseksi tergantung dari stadium lesi.
Duke A (terbatas pada dinding usus) 80 %
Duke B (melalui seluruh dinding) 65 %
Duke C (metastase ke kelenjar getah bening) 30 %
Duke D (metastase ke tempat yang jauh / penyebaran lokal tidak di reseksi lagi)
5%

12.              EPIDEMIOLOGI
Insiden karsinoma kolon dan rektum di Indonesia cukup tinggi demikian juga angka
kematiannya. Insiden pada pria sebanding dengan wanita, dan lebih banyak pada orang muda.
Sekitar 75 % ditemukan di rektosigmoid. Di negara barat, perbandingan insiden pria : wanita
= 3 : 1 dan kurang dari 50 % ditemukan di rektosigmoid dan merupakan penyakit orang usia
lanjut. Pemeriksaan cocok dubur merupakan penentu karsinoma rektum.

13.              KOMPLIKASI
Komplikasi karsinoma rektum menurut Schrock (1991) adalah:
a)      obstruksi usus parsial
Obstruksi usus adalah penyumbatan parsial atau lengkap dari usus yang menyebabkan
kegagalan dari isi usus untuk melewati usus.
b)      Perforasi atau perlobangan
c)      perdarahan
d)     Syok
Syok merupakan keadaan gagalnya sirkulasi darah secara tiba-tiba akibat gangguan peredaran
darah atau hilangnya cairan tubuh secara berlebihan. 

14.              ASKEP

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN KANKER REKTUM

Pengkajian
Riwayat kesehatan diambil untuk mendapatkan informasi tentang :
a)      Perasaan lelah
b)      Nyeri abdomen atau rectal dan karakternya ( lokasi, frekuensi, durasi, berhubungan dengan
makan atau defekasi )
c)      Pola eliminasi terdahulu dan saat ini
d)     Deskripsi tentang warna, bau dan konsistensi feses, mencakup adanya darah atau mucus.
e)      Riwayat penyakit usus inflamasi kronis atau polip kolorektal
f)       Riwayat keluarga dari penyakit kolorektal dan terapi obat saat ini
Kebiasaan diet ( masukan lemak, serat & konsumsi alcohol ) juga riwayat
g)      penurunan BB.
Pengkajian objekif meliputi :
a)      Auskultasi abdomen terhadap bising usus
b)      Palpasi abdomen untuk area nyeri tekan, distensi, dan massa padat
Inspeksi specimen terhadap karakter dan adanya darah
Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan semua data pengkajian, diagnosa keperawatan utama yang mencakup, adalah
sebagai berikut :
a)      Konstipasi b/d lesi obstruksi
b)      Nyeri b/d kompresi jaringan sekunder akibat obstruksi
c)      Keletihan b/d anemia dan anoreksia
d)     Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual dan anoreksia
Resiko kekurangan volume cairan b/d muntah dan dehidrasi
Ansietas b/d rencana pembedahan dan diagnosis kanker
Kurang pengetahuan mengenai diagnosa, prosedur pembedahan, dan perawatan diri setelah
pulang
e)      Kerusakan integritas kulit b/d insisi bedah ( abdominoperineal ), pembentukan stoma, dan
kontaminasi fekal terhadap kulit periostomal
f)       Gangguan citra rubuh b/d kolostomi.
Perencanaan & Implementasi
Tujuan
Tujuan utama dapat mencakup eliminasi produk sisa tubuh yang adekuat; reduksi /
penghilangan nyeri; peningkatan toleransi aktivitas; mendapatkan tingkat nutrisi optimal;
mempertahankan keseimbangan cairan & elektrolit; penurunan ansietas; memahami tentang
diagnosis, prosedur pembedahan dan perawatan diri setelah pulang; mempertahankan
penyembuhan jaringan optimal; perlindungan kulit periostomal yang adekuat; penggalian dan
pengungkapan perasaan dan masalah tentang kolostomi dan pengaruhnya pada diri sendiri;
Intervensi Keperawatan PraOperatif
1.Mempertahankan eliminasi
Frekuensi dan konsistensi defekasi dipantau
Laksatif dan enema diberikan sesuai resep
Pasien yang menunjukkan tanda perkembangan ke arah obstruksi total disiapkan untuk
mejalani pembedahan.

2.Menghilangkan Nyeri
Analgesic diberikan sesuai resep
Lingkungan dibuat kondusif untuk relaksasi dengan meredupkan lampu, mematikan TV atau
radio, dan membatasi pengunjung dan telepon bila diinginkan oleh pasien
Tindakan kenyamanan tambahan ditawarkan : perubahan posisi, gosokan punggung, dan
teknik relaksasi.

3.Meningkatkan Toleransi Aktivitas


Kaji tingkat toleransi aktivitas pasien
Ubah dan jadwalkan aktivitas untuk memungkinkan periode tirah baring yang adekuat dalam
upaya untuk menurunkan keletihn pasien.
Terapi komponendarah diberikan sesuai resep bila pasien menderita anemia berat.
Apabila transfusi darah diberikan, pedoman keamanan umum dan kebijakan institusi
mengenai tindakan pengamanan harus diikuti.
Aktivitas post op ditingkatkan dan toleransi dipantau.

4.Memberikan Tindakan Nutrisional


Bila kondisi pasien memungkinkan, diet tinggi kalori, protein, karbohidrat serta rendah residu
diberikan pada pra op selama bberapa hari untuk memberikan nutrisi adekuat dan
meminimalkan kram dengan menurunkan peristaltic berlebih.
Diet cair penuh 24 jam pra op, untuk menggantikan penipisan nutrient, vitamin dan mineral.
Penimbangan BB harian dicatat, dan dokter diberitahu bila terdapat penurunan BB pada saat
menerima nutrisi parenteral.

5.Mempertahankan Keseimbangan Cairan & Elektrolit


Catat masukan dan haluaran, mencakup muntah, yang akan menyediakan data akurat tentang
keseimbangan cairan
Batasi masukan maknan oral dan cairan untuk mencegah muntah.
Berikan antiemetik sesuai indikasi
Pasang selang nasogastrik pada periode pra op untuk mengalirkan akumulasi cairan dan
mencegah distensi abdomen
Pasang kateter indwelling untuk memantau haluaran urin setiap jam. Haluaran kurang dari 30
ml / jam dilaporkan sehingga terapi cairan intravena dapat disesuaikan.
Pantau pemberian cairan IV dan elktrolit, terutama kadar serum untuk mendeteksi
hipokalemia dan hiponatremia, yang terjadi akibat kehilangan cairan gastrointestinal.
Kaji TTV untuk mendeteksi hipovolemia : takikardi, hipotensi dan penurunan jumlah denyut.
Kaji status hidrasi, penurunan turgor kulit, membrane mukosa kering, urine pekat, serta
peningkatan berat jenis urine dilaporakan.

6.Menurunkan Ansietas
Kaji tingkat ansietas pasien serta mekanisme koping yang digunakan
Upaya pemberian dukungan, mencakup pemberian privasi bila diinginkan dan
menginstruksikan pasien untuk latihan relaksasi.
Luangkan waktu untuk mendengarkan ungkapan, kesedihan atau pertanyaan yang diajukan
oleh pasien.
Atur pertemuan dengan rohaniawan bila pasien menginginkannya, dengan dokter bila pasien
mengharapkan diskusi pengobatan atau prognosis.
Penderita stoma lain dapat diminta untuk berkunjung bila pasien mengungkapkan minat
untuk berbicara dengan mereka.
Untuk meningkatkan kenyamanan pasien, perawat harus mengutamakan relaksasi dan
perilaku empati.
Jawab pertanyaan pasien dengan jujur dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami.
Setiap informasi dari dokter harus dijelaskan, bila perlu. Kadang – kadang kecemasan
berkurang, bila pasien mengetahui persiapan fisik yang diperlukan selama periode pra op dan
mengetahui kemungkinan post op. beberapa pasien akan lebih senang jika diperbolehkan
untuk melihat hasil pemeriksaan, sementara yang lain memilih untuk tidak mengetahuinya.

7.Mencegah Infeksi
Berikan antibiotic seperti kanamisin sulfat ( Kantrex ), eritromisin (Erythromycin), dan
Neomisin Sulfat sesuai resep, untuk mengurangi bakteri usus dalam rangka persiapan
pembedahan usus. Preparat diberikan per oral untuk mengurangi kandungan bakteri kolon
dan melunakkan serta menurunkan bulk dari isi kolon.
Selian itu, usus juga dapat dibersihkan dengan enema, atau irigasi kolon.

8.Pendidikan Pasien Pra Operatif


Kaji tingkat kebutuhan pasien tentang diagnosis, prognosis, prosedur bedah, dan tingkat
fungsi yang diinginkan pasca op.
Informasi yang diperlukan pasien tentang persiapan fisik untuk pembedahan, penampilan dan
perawatan yang diharapkan dari luka pasca op, teknik perawatan kolostomi, pembatasan diet,
control nyeri, dan penatalaksanaan obat dimsukkan ke dalam materi penyuluhan.

Intervensi Keperawatan Pasca Operatif


1.Perawatan Luka
Luka abdomen diperiksa dngan sering dalam 24 jam pertama, untuk meyakinkan bahwa luka
akan sembuh tanpa komplikasi ( infeksi, dehidens, emoragik, edema berlebihan ).
Ganti balutan sesuai kebutuhan untuk mencegah infeksi.
Bantu pasien untuk membebat insisi abdomen selama batuk dan napas dalam untuk
mengurangi tegangan pada tepi insisi.
Pantau adanya peningkatan TTV yang mengindikasikan adanya proses infeksi.
Periksa stoma terhadap edema ( edema ringan akibat manipulasi bedah adalah normal ),
warna ( stoma sehat adalah mera jambu ), rabas ( rembesan berjumlah sedikit adalah
normal ), dan perdarahan ( tanda abnormal ).
Bersihkan kulit peristoma dengan perlahan serta keringkan untuk mencegah iritasi, berikan
pelindung kulit sebelum meletakkan kantung drainase.
Apabila malignansi telah diangkat dengan rute perineal, luka diobservasi dengan cermat
untuk tanda hemoragik. Luka dapat mengandung drain atau tampon yang diangkat secara
bertahap. Mungkin terdapat jaringan yang terkelupas selama beberapa minggu. Proses ini
juga dipercepat dengan irigasi mekanis luka atau rendam duduk yang dilakukan dua atau tiga
kali sehari.
Dokumentasikan kondisi luka perineal, adanya perdarahan, infeksi atau nekrosis.
2.Citra Tubuh Positif
Dorong pasien untuk mengungkapkan masalah yang dialami serta mendiskusikan tentang
pembedahan dan stoma ( bila telah dibuat ).
Ajarkan pasien mengenai perawatan kolostomi dan pasien sudah harus ulai untuk
memasukkan perawatan stoma dalam kehidupan sehari – hari.
Berikan lingkungan yang kondusif bagi pasien serta berikan dukungan dalam meningkatkan
adaptasi pasien terhadap perubahan yang terjadi akibat pembedahan.

15.              ASPEK LEGAL ETIS


• Autonomy (penentu pilihan)
Perawat yang mengikuti prinsip autonomi menghargai hak klien untuk mengambil keputusan
sendiri. Dengan menghargai hak autonomi berarti perawat menyadari keunikan induvidu
secara holistik.

• Non Maleficence (do no harm)


Non Maleficence berarti tugas yang dilakukan perawat tidak menyebabkan bahaya bagi
kliennya. Prinsip ini adalah prinsip dasar sebagaian besar kode etik keperawatan. Bahaya
dapat berarti dengan sengaja membahayakan, resiko membahayakan, dan bahaya yang tidak
disengaja.
 
• Beneficence (do good) 
Beneficence berarti melakukan yang baik. Perawat memiliki kewajiban untuk melakukan
dengan baik, yaitu, mengimplemtasikan tindakan yang mengutungkan klien dan keluarga.

• Justice (perlakuan adil) 


Perawat sering mengambil keputusan dengan menggunakan rasa keadilan. 
• Fidelity (setia)
Fidelity berarti setia terhadap kesepakatan dan tanggung jawab yang dimikili oleh seseorang.

• Veracity (kebenaran)
Veracity mengacu pada mengatakan kebenaran. Sebagian besar anak-anak diajarkan untuk
selalu berkata jujur, tetapi bagi orang dewasa, pilihannya sering kali kurang jelas.

16.              PENDKES
                                                                                       
SATUAN ACARA PENYULUHAN
(SAP)

                                               
Tema                                      : Penyakit carsinoma rektum
Sub Tema                               : Perawatan carsinoma rektum
Sasaran                                  : Ny. E
Tempat                                   : Bangsal Di rumah sakit
Hari/Tanggal                          : Rabu, 14 Oktober 2011
Waktu                                     : 20 Menit

A.    Tujuan Instruksional Umum


Setelah mengikuti penyuluhan selama 20 menit, diharapkan Ny. E dapat menjelaskan
carsinoma rektum.

B.     Tujuan Instruksional Khusus


Setelah mengikuti penyuluhan selama 20 menit, diharapkan Klien Dapat:
         Menjelaskan pengertian penyakit carsinoma rektum dengan benar
         Menjelaskan patofisiologi carsinoma rektum
         Menyebutkan faktor penyebab yang dapat menimbulkan penyakit carsinoma rektum
         Menyebutkan tanda/gejala dari penyakit carsinoma rektum
         Menjelaskan penatalaksanaan carsinoma rektum

C.    Materi
1.      Pengertian carsinoma rektum
2.      Patofisiologi penyakit carsinoma rektum
3.      Faktor penyebab dari carsinoma rektum
4.      Tanda/gejala penyakit carsinoma rektum
5.      Penatalaksanaan penyakit carsinoma rektum

D.    Metode
1.      Ceramah
2.      Tanya jawab

E.     Kegiatan Penyuluhan


No Kegiatan Penyuluh Peserta Waktu
1. Pembukaan          Salam pembuka          Menjawab salam
         Menyampaikan tujuan          Menyimak,
5 Menit
penyuluhan Mendengarkan, menjawab
pertanyaan
2. Kerja/ isi        Penjelasan pengertian,          Mendengarkan dengan
penyebab, gejala, penuh perhatian
penatalaksanaan dan          Menanyakan hal-hal yang
patofisiologi penyakit belum jelas
carsinoma rektum          Memperhatikan jawaban  10 menit
        Memberi kesempatan dari penceramah
peserta untuk bertanya          Menjawab pertanyaan
       Menjawab pertanyaan
       Evaluasi

         Menyimpulkan       Mendengarkan


3. Penutup 5 Menit
         Salam penutup       Menjawab salam

F.     Media
1.      Leaflet : Tentang penyakit carsinoma rektum
2.      Poster  tentang penyakit carsinoma rektum

G.    Sumber/Referensi
a.       Doenges, E. Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Ed. 3. EGC : Jakarta.
b.      Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.
c.       FKUI. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1. FKUI : Jakarta.
d.      Griffith. 1994. Buku Pintar Kesehatan. Arcan : Jakarta.

H.    Evaluasi
Formatif    :
         Klien dapat menjelaskan pengertian carsinoma rektum
         Klien mampu menjelaskan faktor penyebab dari penyakit   carsinoma rektum
         Klien dapat menjelaskan tanda/gejala penyakit carsinoma rektum
         Klien  mampu menjelaskan penatalaksanaan carsinoma rektum

Sumatif      :
         Klien dapat memahami penyakit carsinoma rektum

Yogyakarta, Rabu 13 Oktober 2011


`        Pembimbing                                                                   Penyuluh

(Ignatia Yunita S,.Kep. Ns)                                        (Windayona Hadi Prasetya)

17.              JURNAL
Title:Clinical practice and surgery of the colon, rectum and anus
Source:Reference & Research Book News. (Oct. 2011): From Gale Art and Engineering Lite
Package.
Document Type:Book review, Brief article
Full Text: 
9788184489927
Clinical practice and surgery of the colon, rectum and anus.
Saha, Sisir Kumar.
Jaypee Bros.
2011
294 pages
$66.00
Hardcover
RD544
Saha, a general surgeon in the UK with a special interest in colorectal surgery, provides a
guide for trainees and surgeons to operative procedures for the surgery. He covers surgical
anatomy and physiology; clinical and operative skills for the colon, rectum, appendix, and
anus; and the symptoms, clinical examination, investigations, and merits of different
treatments for malignant tumors and diseases like ulcerative colitis, diverticulosis, and
appendicitis, as well as preoperative and postoperative care and emergencies. Included is
discussion of colongraphy as a new diagnostic tool, and the roles of computed tomography,
magnetic resonance imaging, and positron emission tomography.
([c]2011 Book News, Inc., Portland, OR)

Source Citation
"Clinical practice and surgery of the colon, rectum and anus." Reference & Research Book
News Oct. 2011. Gale Art and Engineering Lite Package. Web. 28 Nov. 2011.
Document URL

http://go.galegroup.com/ps/i.do?id=GALE
%7CA268247791&v=2.1&u=kpt05106&it=r&p=GPS&sw=w

Gale Document Number: GALE|A268247791

DAFTAR PUSTAKA:
a)      Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G., Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth Vol. 2, Edisi 8, EGC, Jakarta, 2002.
b)      Gale, Danielle & Charette, Jane, Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, EGC, Jakarta,
2000.
c)      Price, Sylvia A., & Wilson, Lorraine M., Patofisiologi ; Konsep Klinis Proses–Proses
Penyakit Vol. 1, Edisi 4, EGC, Jakarta, 1995.
d)     Schrock, Theodore R. MD. 1999. Ilmu Bedah ( Hand Book of Surgery ) Edisi 7. Penerbit :
EGC, Jakarta.
e)      Doengoes, Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan . Edisi 3. Penerbit : EGC, Jakarta.
f)       http://www.scribd.com/doc/56979340/karsinoma-rektum
g)      Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6, EGC, Jakarta
h)      Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta

i)        Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC,
Jakarta

j)        Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, Jld.II, BP FKUI, Jakarta.

Diposkan 29th November 2011 oleh Windayona Hadi Prasetya


0

Add a comment

Memuat
Kirim masukan
Template Dynamic Views. Diberdayakan oleh Blogger.

Medical Sains

 Classic
 Flipcard
 Magazine
 Mosaic
 Sidebar
 Snapshot
 Timeslide

ASKEP CA REKTUM
    MAKALAH INDIVIDU SISTEM PENCERNAAN

KARSINOMA REKTUM

Di susun oleh :
Nama     : Windayona Hadi Prasetya
NIM       : 1002108
Prodi     : SI/ IIA

STIKES BETHESDA YAKKUM YOGYAKARTA


TAHUN AJARAN 2011/2012

1.            LATAR BELAKANG


Tumor  usus halus jarang terjadi, sebaliknya tumor usus besar atau rektum relatif  umum.
Pada kenyataannya, kanker kolon dan rektum sekarang adalah tipe paling umum kedua dari
kanker internal di Amerika Serikat. Ini adalah penyakit budaya barat. Diperkirakan bahwa
150.000 kasus baru kanker kolorektal di diagnosis di negara ini setiap tahunnya. Kanker
kolon menyerang individu dua kali lebih besar dibanding kan kanker rektal. Insidensnya
meningkat sesuai dengan usia (kebanyakan pada pasien yang berusia lebih dari 55 tahun) dan
makin tinggi pada individu dengan riwayat keluarga mengalami kanker kolon, penyakit usus
inflamasi kronis atau polip. Perubahan pada persentase distribusi telah terjadi pada tahun
terakhir. Insidens kanker pada sigmoid dan area rektal telah menurun, sedangkan insidens
pada kolon asendens dan desendens meningkat.

Lebih dari 156.000 orang terdiagnosa setiap tahunnya, kira-kira setengah dari jumlah tersebut
meninggal setiap tahunnya, meskipun sekitar tiga dari empat pasien dapat diselamatkan
dengan diagnosis dini dan tindakan segera. Angka kelangsungan hidup di bawah lima tahun
adalah 40% sampai 50%, terutama karena terlambat dalam diagnosis dan adanya metastase.
Kebanyakan orang asimtomatis dalam jangka waktu lama dan mencari bantuan kesehatan
hanya bila mereka menemukan perubahan pada kebiasaan defekasi atau perdarahan rektal.
Penyebab nyata dari kanker kolon dan rektal tidak diketahui, tetapi faktor resiko telah
teridentifikasi, termasuk riwayat atau riwayat kanker kolon atau polip dalam keluarga,
riwayat penyakit usus inflamasi kronis dan diet tinggi lemak, rotein dan daging serta rendah
serat.
  
2.             ANATOMI DAN FISIOLOGI
Secara anatomi rektum terbentang dari vertebre sakrum ke-3 sampai garis anorektal. Secara
fungsional dan endoskopik, rektum dibagi menjadi bagian ampula dan sfingter. Bagian
sfingter disebut juga annulus hemoroidalis, dikelilingi oleh muskulus levator ani dan fasia
coli dari fasia supra-ani. Bagian ampula terbentang dari sakrum ke-3 ke difragma pelvis pada
insersi muskulus levator ani. Panjang rrektum berkisa 10-15 cm, dengan keliling 15 cm
pada recto-sigmoid junction dan 35 cm pada bagian ampula yang terluas. Pada orang dewasa
dinding rektum mempunyai 4 lapisan : mukosa, submukosa, muskularis (sirkuler dan
longitudinal), dan lapisan serosa.

Perdarahan arteri daerah anorektum berasal dari arteri hemoroidalis superior, media, dan
inferior. Arteri hemoroidalis superior yang merupakan kelanjutan dari a. mesenterika inferior,
arteri ini bercabang 2 kiri dan kanan. Arteri hemoroidalis merupakan cabang a. iliaka interna,
arteri hemoroidalis inferior cabang dari a. pudenda interna. Vena hemoroidalis superior
berasal dari plexus hemoroidalis internus dan berjalan ke arah kranial ke dalam v.
mesenterika inferior dan seterusnya melalui v. lienalis menuju v. porta. Vena ini tidak
berkatup sehingga tekanan alam rongga perut menentukan tekanan di dalamnya. Karsinoma
rektum dapat menyebar sebagai embolus vena ke dalam hati. Vena hemoroidalis inferior
mengalirkan darah ke v. pudenda interna, v. iliaka interna dan sistem vena kava.

Pembuluh limfe daerah anorektum membentuk pleksus halus yang mengalirkan isinya
menuju kelenjar limfe inguinal yang selanjutnya mengalir ke kelenjar limfe iliaka. Infeksi
dan tumor ganas pada daerah anorektal dapat mengakibatkan limfadenopati inguinal.
Pembuluh rekrum di atas garis anorektum berjalan seiring dengan v. hemoroidalis seuperior
dan melanjut ke kelenjar limfe mesenterika inferior dan aorta.
3.                  DEFINISI
a.       Ca. Recti adalah keganasan jaringan epitel pada daerah rektum.
b.      Karsinoma Recti merupakan salah satu dari keganasan pada kolon dan rektum yang khusus
menyerang bagian Recti yang terjadi akibat
gangguan proliferasi sel epitel yang tidak terkendali.
c.       Karsinoma rekti merupakan keganasan visera yang sering terjadi yang biasanya berasal dari
kelenjar sekretorik lapisan mukosa sebagian besar kanker kolostomy berawal dari polip yang
sudah ada sebelumnya.
d.      Karsinoma Rektum merupakan tumor ganas yang berupa massa polipoid besar, yang tumbuh
ke dalam lumen dan dapat dengan cepat meluas ke sekitar usus sebagai cincin anular (Price
and Wilson, 1994, hal 419).

4.                  ETIOLOGI
Penyebab nyata dari kanker kolon dan rektal tidak diketahui, tetapi faktor risiko telah
teridentifikasi termasuk riwayat kanker kolon atau polip pada keluarga, riwayat penyakit usus
inflamasi kronis dan diet tinggi lemak protein dan daging serta rendah serat.
( Brunner & Suddarth,buku ajar keperawatan medikal bedah,hal. 1123 ).
a.       Polip di usus (Colorectal polyps): Polip adalah pertumbuhan pada dinding dalam kolon atau
rektum, dan sering terjadi pada orang berusia 50 tahun ke atas. Sebagian besar polip bersifat
jinak (bukan kanker), tapi beberapa polip (adenoma) dapat menjadi kanker.
b.      Colitis Ulcerativa atau penyakit Crohn: Orang dengan kondisi yang menyebabkan
peradangan pada kolon (misalnya colitis ulcerativa atau penyakit Crohn) selama bertahun-
tahun memiliki risiko yang lebih besar.
c.       Riwayat kanker pribadi: Orang yang sudah pernah terkena kanker  colorectal dapat terkena
kanker colorectal untuk kedua kalinya. Selain itu, wanita dengan riwayat kanker di indung
telur, uterus (endometrium) atau payudara mempunyai tingkat risiko yang lebih tinggi untuk
terkena kanker colorectal.
d.      Riwayat kanker colorectal pada keluarga: Jika Anda mempunyai riwayat kanker colorectal
pada keluarga, maka kemungkinan Anda terkena penyakit ini lebih besar, khususnya jika
saudara Anda terkena kanker pada usia muda.
e.       Faktor gaya hidup: Orang yang merokok, atau menjalani pola makan yang tinggi lemak dan
sedikit buah-buahan dan sayuran memiliki tingkat risiko yang lebih besar terkena kanker
colorectal.
f.       Usia di atas 50: Kanker colorectal biasa terjadi  pada mereka yang berusia lebih tua. Lebih
dari 90 persen orang yang menderita penyakit ini didiagnosis setelah usia 50 tahun ke atas.
5.                  GEJALA KLINIS
a.       Perubahan kebiasaan buang air besar (diare atau sembelit/konstipasi) 
b.      Usus besar terasa tidak kosong seluruhnya 
c.       Ada darah (baik merah terang atau kehitaman) di kotoran  
d.      Kotoran lebih sempit dari biasanya 
e.       Sering kembung atau keram perut, atau merasa kekenyangan 
f.       Kehilangan berat badan tanpa alasan 
g.      Selalu merasa sangat letih 
h.      Mual atau muntah-muntah.
Semua karsinoma kolorektal dapat menyebabkan ulserasi, perdarahan, obstruksi bila
membesar atau invasi menembus dinding usus dan kelenjar-kelenjar regional. Kadang-
kadang bisa terjadi perforasi dan menimbulkan abses dalam peritoneum. Keluhan dan gejala
sangat tergantung dari besarnya tumor.

Tumor pada Recti dan kolon asendens dapat tumbuh sampai besar sebelum menimbulkan
tanda-tanda obstruksi karena lumennya lebih besar daripada kolon desendens dan juga karena
dindingnya lebih mudah melebar. Perdarahan biasanya sedikit atau tersamar. Bila karsinoma
Recti menembus ke daerah ileum akan terjadi obstruksi usus halus dengan pelebaran bagian
proksimal dan timbul nausea atau vomitus. Harus dibedakan dengan karsinoma pada kolon
desendens yang lebih cepat menimbulkan obstruksi sehingga terjadi obstipasi.

6.                  FAKTOR RESIKO


Kanker yang ditemukan pada kolon dan rektum 16 % di antaranya menyerang recti terutama
terjadi di negara-negara maju dan lebih tinggi pada laki-laki daripada wanita. Beberapa faktor
risiko telah diidentifikasi sebagai berikut:
a.       Kebiasaan diet rendah serat.
b.      Mengkonsumsi diet tinggi lemak dan rendah serat.
c.       Menahan tinja / defekasi yang sering.
d.      Faktor genetik.
7.                  KLASIFIKASI
Stadium 0: Kanker ditemukan hanya pada lapisan terdalam di kolon atau rektum. Carcinoma
in situ adalah nama lain untuk kanker colorectal Stadium 0. 
Stadium I: Tumor telah tumbuh ke dinding dalam kolon atau rektum. Tumor belum tumbuh
menembus dinding.
Stadium II: Tumor telah berkembang lebih dalam atau menembus dinding kolon atau rektum.
Kanker ini mungkin telah menyerang jaringan di sekitarnya, tapi sel-sel kanker belum
menyebar ke kelenjar getah bening,
Stadium III: Kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di sekitarnya, tapi belum
menyebar ke bagian tubuh yang lain.
Stadium IV: Kanker telah menyebar ke bagian tubuh yang lain, misalnya hati atau paru-paru. 
Kambuh: Kanker ini merupakan kanker yang sudah diobati tapi kambuh kembali setelah
periode tertentu, karena kanker itu tidak terdeteksi. Penyakit ini dapat kambuh kembali dalam
kolon atau rektum, atau di bagian tubuh yang lain.

Menurut klasifikasi duke berdasarkan atas penyebaran sel karsinoma dibagi menjadi :
Kelas A        : Tumor dibatasi mukosa dan submukosa.
Kelas B        : Penetrasi atau penyebaran melalui dinding usus.
Kelas C        : Invasi kedalam sistem limfe yang mengalir regional.
Kelas D        : Metastasis regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas.
( Brunner & Suddarth,buku ajar keperawatan medikal bedah,hal. 1126 ).

8.                  PATOFISIOLOGI
Brunner dan Suddart (2002), menjelaskan patofisiologi terjadinya karsinoma rektum sebagai
berikut :
Polip jinak pada kolon atau rectum
|
menjadi ganas
|
menyusup serta merusak jaringan normal kolon
|
meluas ke dalam struktur sekitarnya
|
bermetastatis dan dapat terlepas dari tumor primer
Menyebar ke bagian tubuh yang lain dengan cara :
         Limfogen ke kelenjar parailiaka, mesenterium dan paraaorta.
         Hematogen terutama ke hati.
         Perkontinuitatum (menembus ke jaringan sekitar atau organ sekitarnya)misalnya : ureter,
buli-buli, uterus, vagina, atau prostat dan dapat mengakibatkan peritonitis karsinomatosa.

9.                  PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


a)      Dengan "RECTAL – TOUCHER" biasanya diketahui :
a.       Tonus sfingterani keras/lembek.
b.      Mukosa kasar,kaku biasanya tidak dapat digeser.
c.       Ampula rektum kolaps/kembung terisi feses atau tumor yang dapat teraba ataupun tidak.

b)      Foto sinar X Pemeriksaan radiologis dengan barium enema dianjurkan sebagai pemeriksaan
rutin sebelum dilakukan pemeriksaan lain. Pada pemeriksaan ini akan tampak filling defect
biasanya sepanjang 5 – 6 cm berbentuk anular atau apple core. Dinding usus tampak rigid dan
gambaran mukosa rusak.

c)      Pemeriksaan antigen karsinoembrionik (CEA)Pemeriksaan CEA dapat dilakukan, meskipun


antigen CEA mungkin bukan indikator yang dapat dipercaya dalam mendiagnosa kanker
karena tidak semua lesi menyekresi CEA.

d)     Tes-tes Khusus


a.       Proktosigmoidoskopi Dilakukan pada setiap pasien yang dicurigai menderita karsinoma usus
besar. Jika tumor terletak di bawah, bisa terlihat langsung. Karsinoma kolon di bagian
proksimal sering berhubungan dengan adanya polip pada daerah rektosigmoid.
b.      Sistoskopi Indikasi sistoskopi adalah adanya gejala atau pemeriksaan yang mencurigai invasi
keganasan ke kandung kencing.

e)      Tes darah samar pada feses/kotoran (Fecal Occult Blood Test – FOBT):Terkadang kanker
atau polip mengeluarkan darah, dan FOBT dapat mendeteksi jumlah darah yang sangat
sedikit dalam kotoran. Karena tes ini hanya mendeteksi darah, tes-tes lain dibutuhkan untuk
menemukan sumber darah tersebut. Kondisi jinak (seperti hemoroid), juga bisa menyebabkan
darah dalam kotoran.

f)       Sigmoidoskopi: Dokter akan memeriksa rektum dan bagian bawah kolon dengan tabung
cahaya (sigmoidoskop). Jika ditemukan polip (pertumbuhan jinak yang dapat menjadi
kanker), maka polip bisa diangkat.

g)      Kolonoskopi: Dokter akan memeriksa rektum dan seluruh kolon dengan menggunakan
tabung panjang bercahaya (kolonoskop). Jika ditemukan polip (pertumbuhan jinak yang
dapat menjadi kanker), maka polip bisa diangkat.

h)      Enema barium kontras ganda (Double-contrast barium enema): Prosedur ini mencakup
pengisian kolon dan rektum dengan bahan cair putih (barium) untuk meningkatkan kualitas
gambar sinar X. Dengan demikian, ketidaknormalan (seperti polip) dapat terlihat dengan
jelas.

i)        Pemeriksaan rektal secara digital: Pemeriksaan rektal seringkali menjadi bagian pemeriksaan
(check-up) fisik rutin. Dokter akan memasukkan jari dengan sarung tangan yang telah
dilumasi ke dalam rektum, untuk merasakan ketidaknormalan. 

10.              PENATALAKSANAAN
Prinsip prosedur untuk karsinoma rektum menurut Mansjoer, et al, (2000) adalah :
a)      Low anterior resection / anterior resection. Insisi lewat abdomen. kolon kiri atau sigmoid
dibuat anastomosis dengan rektum.
b)      Prosedur paliatif, dibuat stoma saja.
c)      Reseksi abdomino perineal / amputasi rekti (Milles Procedure). Bagian Distal sigmoid,
rektosigmoid, dan rektum direseksi, kemudian dibuat end kolostomi.
d)     Pull through operation. Teknik ini sulit, bila tidak cermat dapat menyebabkan komplikasi
antara lain inkontinensia alvie.
e)      Fulgurasi (elektrokogulasi) untuk tumor yang keluar dari anus dan unresektabel.
Pengobatan medis untuk karsinoma kolorektal paling sering dalam bentuk pendukung/terapi
ajufan yang mencakup kemoterapi, radiasi dan atau imunoterapi (Brunner & Suddart, 2002,
hal 1128).

Pengobatan pada stadium dini memberikan hasil yang baik.


1.Pilihan utama adalah pembedahan
2.Radiasi pasca bedah diberikan jika:
a.sel karsinoma telah menembus tunika muskularis propria
b.ada metastasis ke kelenjar limfe regional
c.masih ada sisa-sisa sel karsinoma yang tertinggal tetapi belum ada metastasis jauh.(Radiasi
pra bedah hanya diberikan pada karsinoma rektum).
3.Obat sitostatika diberikan bila:
a.inoperabel
b.operabel tetapi ada metastasis ke kelenjar limfe regional, telah menembus tunika
muskularis propria atau telah dioperasi kemudian residif kembali.
Obat yang dianjurkan pada penderita yang operabel pasca bedah adalah:
a)      Fluoro-Uracil 13,5 mg/kg BB/hari intravena selama 5 hari berturut-turut. Pemberian
berikutnya pada hari ke-36 (siklus sekali 5 minggu) dengan total 6 siklus.
b)      Futraful 3-4 kali 200 mg/hari per os selama 6 bulan
c)      Terapi kombinasi (Vincristin + FU + Mthyl CCNU)
d)     Pada penderita inoperabel pemberian sitostatika sama dengan kasus operabel hanya lamanya
pemberian tidak terbatas selama obat masih efektif. Selama pemberian, harus diawasi kadar
Hb, leukosit dan trombosit darah.Pada stadium lanjut obat sitostatika tidak meberikan hasil
yang memuaskan.
11.              PROGNOSIS
Jumlah kematian akibat operasi sekitar 2 – 6 %. Persentasi jangka hidup 5 tahun. Sesudah
reseksi tergantung dari stadium lesi.
Duke A (terbatas pada dinding usus) 80 %
Duke B (melalui seluruh dinding) 65 %
Duke C (metastase ke kelenjar getah bening) 30 %
Duke D (metastase ke tempat yang jauh / penyebaran lokal tidak di reseksi lagi)
5%

12.              EPIDEMIOLOGI
Insiden karsinoma kolon dan rektum di Indonesia cukup tinggi demikian juga angka
kematiannya. Insiden pada pria sebanding dengan wanita, dan lebih banyak pada orang muda.
Sekitar 75 % ditemukan di rektosigmoid. Di negara barat, perbandingan insiden pria : wanita
= 3 : 1 dan kurang dari 50 % ditemukan di rektosigmoid dan merupakan penyakit orang usia
lanjut. Pemeriksaan cocok dubur merupakan penentu karsinoma rektum.

13.              KOMPLIKASI
Komplikasi karsinoma rektum menurut Schrock (1991) adalah:
a)      obstruksi usus parsial
Obstruksi usus adalah penyumbatan parsial atau lengkap dari usus yang menyebabkan
kegagalan dari isi usus untuk melewati usus.
b)      Perforasi atau perlobangan
c)      perdarahan
d)     Syok
Syok merupakan keadaan gagalnya sirkulasi darah secara tiba-tiba akibat gangguan peredaran
darah atau hilangnya cairan tubuh secara berlebihan. 

14.              ASKEP

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN KANKER REKTUM

Pengkajian
Riwayat kesehatan diambil untuk mendapatkan informasi tentang :
a)      Perasaan lelah
b)      Nyeri abdomen atau rectal dan karakternya ( lokasi, frekuensi, durasi, berhubungan dengan
makan atau defekasi )
c)      Pola eliminasi terdahulu dan saat ini
d)     Deskripsi tentang warna, bau dan konsistensi feses, mencakup adanya darah atau mucus.
e)      Riwayat penyakit usus inflamasi kronis atau polip kolorektal
f)       Riwayat keluarga dari penyakit kolorektal dan terapi obat saat ini
Kebiasaan diet ( masukan lemak, serat & konsumsi alcohol ) juga riwayat
g)      penurunan BB.
Pengkajian objekif meliputi :
a)      Auskultasi abdomen terhadap bising usus
b)      Palpasi abdomen untuk area nyeri tekan, distensi, dan massa padat
Inspeksi specimen terhadap karakter dan adanya darah
Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan semua data pengkajian, diagnosa keperawatan utama yang mencakup, adalah
sebagai berikut :
a)      Konstipasi b/d lesi obstruksi
b)      Nyeri b/d kompresi jaringan sekunder akibat obstruksi
c)      Keletihan b/d anemia dan anoreksia
d)     Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual dan anoreksia
Resiko kekurangan volume cairan b/d muntah dan dehidrasi
Ansietas b/d rencana pembedahan dan diagnosis kanker
Kurang pengetahuan mengenai diagnosa, prosedur pembedahan, dan perawatan diri setelah
pulang
e)      Kerusakan integritas kulit b/d insisi bedah ( abdominoperineal ), pembentukan stoma, dan
kontaminasi fekal terhadap kulit periostomal
f)       Gangguan citra rubuh b/d kolostomi.
Perencanaan & Implementasi
Tujuan
Tujuan utama dapat mencakup eliminasi produk sisa tubuh yang adekuat; reduksi /
penghilangan nyeri; peningkatan toleransi aktivitas; mendapatkan tingkat nutrisi optimal;
mempertahankan keseimbangan cairan & elektrolit; penurunan ansietas; memahami tentang
diagnosis, prosedur pembedahan dan perawatan diri setelah pulang; mempertahankan
penyembuhan jaringan optimal; perlindungan kulit periostomal yang adekuat; penggalian dan
pengungkapan perasaan dan masalah tentang kolostomi dan pengaruhnya pada diri sendiri;
Intervensi Keperawatan PraOperatif
1.Mempertahankan eliminasi
Frekuensi dan konsistensi defekasi dipantau
Laksatif dan enema diberikan sesuai resep
Pasien yang menunjukkan tanda perkembangan ke arah obstruksi total disiapkan untuk
mejalani pembedahan.

2.Menghilangkan Nyeri
Analgesic diberikan sesuai resep
Lingkungan dibuat kondusif untuk relaksasi dengan meredupkan lampu, mematikan TV atau
radio, dan membatasi pengunjung dan telepon bila diinginkan oleh pasien
Tindakan kenyamanan tambahan ditawarkan : perubahan posisi, gosokan punggung, dan
teknik relaksasi.

3.Meningkatkan Toleransi Aktivitas


Kaji tingkat toleransi aktivitas pasien
Ubah dan jadwalkan aktivitas untuk memungkinkan periode tirah baring yang adekuat dalam
upaya untuk menurunkan keletihn pasien.
Terapi komponendarah diberikan sesuai resep bila pasien menderita anemia berat.
Apabila transfusi darah diberikan, pedoman keamanan umum dan kebijakan institusi
mengenai tindakan pengamanan harus diikuti.
Aktivitas post op ditingkatkan dan toleransi dipantau.

4.Memberikan Tindakan Nutrisional


Bila kondisi pasien memungkinkan, diet tinggi kalori, protein, karbohidrat serta rendah residu
diberikan pada pra op selama bberapa hari untuk memberikan nutrisi adekuat dan
meminimalkan kram dengan menurunkan peristaltic berlebih.
Diet cair penuh 24 jam pra op, untuk menggantikan penipisan nutrient, vitamin dan mineral.
Penimbangan BB harian dicatat, dan dokter diberitahu bila terdapat penurunan BB pada saat
menerima nutrisi parenteral.

5.Mempertahankan Keseimbangan Cairan & Elektrolit


Catat masukan dan haluaran, mencakup muntah, yang akan menyediakan data akurat tentang
keseimbangan cairan
Batasi masukan maknan oral dan cairan untuk mencegah muntah.
Berikan antiemetik sesuai indikasi
Pasang selang nasogastrik pada periode pra op untuk mengalirkan akumulasi cairan dan
mencegah distensi abdomen
Pasang kateter indwelling untuk memantau haluaran urin setiap jam. Haluaran kurang dari 30
ml / jam dilaporkan sehingga terapi cairan intravena dapat disesuaikan.
Pantau pemberian cairan IV dan elktrolit, terutama kadar serum untuk mendeteksi
hipokalemia dan hiponatremia, yang terjadi akibat kehilangan cairan gastrointestinal.
Kaji TTV untuk mendeteksi hipovolemia : takikardi, hipotensi dan penurunan jumlah denyut.
Kaji status hidrasi, penurunan turgor kulit, membrane mukosa kering, urine pekat, serta
peningkatan berat jenis urine dilaporakan.

6.Menurunkan Ansietas
Kaji tingkat ansietas pasien serta mekanisme koping yang digunakan
Upaya pemberian dukungan, mencakup pemberian privasi bila diinginkan dan
menginstruksikan pasien untuk latihan relaksasi.
Luangkan waktu untuk mendengarkan ungkapan, kesedihan atau pertanyaan yang diajukan
oleh pasien.
Atur pertemuan dengan rohaniawan bila pasien menginginkannya, dengan dokter bila pasien
mengharapkan diskusi pengobatan atau prognosis.
Penderita stoma lain dapat diminta untuk berkunjung bila pasien mengungkapkan minat
untuk berbicara dengan mereka.
Untuk meningkatkan kenyamanan pasien, perawat harus mengutamakan relaksasi dan
perilaku empati.
Jawab pertanyaan pasien dengan jujur dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami.
Setiap informasi dari dokter harus dijelaskan, bila perlu. Kadang – kadang kecemasan
berkurang, bila pasien mengetahui persiapan fisik yang diperlukan selama periode pra op dan
mengetahui kemungkinan post op. beberapa pasien akan lebih senang jika diperbolehkan
untuk melihat hasil pemeriksaan, sementara yang lain memilih untuk tidak mengetahuinya.

7.Mencegah Infeksi
Berikan antibiotic seperti kanamisin sulfat ( Kantrex ), eritromisin (Erythromycin), dan
Neomisin Sulfat sesuai resep, untuk mengurangi bakteri usus dalam rangka persiapan
pembedahan usus. Preparat diberikan per oral untuk mengurangi kandungan bakteri kolon
dan melunakkan serta menurunkan bulk dari isi kolon.
Selian itu, usus juga dapat dibersihkan dengan enema, atau irigasi kolon.

8.Pendidikan Pasien Pra Operatif


Kaji tingkat kebutuhan pasien tentang diagnosis, prognosis, prosedur bedah, dan tingkat
fungsi yang diinginkan pasca op.
Informasi yang diperlukan pasien tentang persiapan fisik untuk pembedahan, penampilan dan
perawatan yang diharapkan dari luka pasca op, teknik perawatan kolostomi, pembatasan diet,
control nyeri, dan penatalaksanaan obat dimsukkan ke dalam materi penyuluhan.

Intervensi Keperawatan Pasca Operatif


1.Perawatan Luka
Luka abdomen diperiksa dngan sering dalam 24 jam pertama, untuk meyakinkan bahwa luka
akan sembuh tanpa komplikasi ( infeksi, dehidens, emoragik, edema berlebihan ).
Ganti balutan sesuai kebutuhan untuk mencegah infeksi.
Bantu pasien untuk membebat insisi abdomen selama batuk dan napas dalam untuk
mengurangi tegangan pada tepi insisi.
Pantau adanya peningkatan TTV yang mengindikasikan adanya proses infeksi.
Periksa stoma terhadap edema ( edema ringan akibat manipulasi bedah adalah normal ),
warna ( stoma sehat adalah mera jambu ), rabas ( rembesan berjumlah sedikit adalah
normal ), dan perdarahan ( tanda abnormal ).
Bersihkan kulit peristoma dengan perlahan serta keringkan untuk mencegah iritasi, berikan
pelindung kulit sebelum meletakkan kantung drainase.
Apabila malignansi telah diangkat dengan rute perineal, luka diobservasi dengan cermat
untuk tanda hemoragik. Luka dapat mengandung drain atau tampon yang diangkat secara
bertahap. Mungkin terdapat jaringan yang terkelupas selama beberapa minggu. Proses ini
juga dipercepat dengan irigasi mekanis luka atau rendam duduk yang dilakukan dua atau tiga
kali sehari.
Dokumentasikan kondisi luka perineal, adanya perdarahan, infeksi atau nekrosis.
2.Citra Tubuh Positif
Dorong pasien untuk mengungkapkan masalah yang dialami serta mendiskusikan tentang
pembedahan dan stoma ( bila telah dibuat ).
Ajarkan pasien mengenai perawatan kolostomi dan pasien sudah harus ulai untuk
memasukkan perawatan stoma dalam kehidupan sehari – hari.
Berikan lingkungan yang kondusif bagi pasien serta berikan dukungan dalam meningkatkan
adaptasi pasien terhadap perubahan yang terjadi akibat pembedahan.

15.              ASPEK LEGAL ETIS


• Autonomy (penentu pilihan)
Perawat yang mengikuti prinsip autonomi menghargai hak klien untuk mengambil keputusan
sendiri. Dengan menghargai hak autonomi berarti perawat menyadari keunikan induvidu
secara holistik.

• Non Maleficence (do no harm)


Non Maleficence berarti tugas yang dilakukan perawat tidak menyebabkan bahaya bagi
kliennya. Prinsip ini adalah prinsip dasar sebagaian besar kode etik keperawatan. Bahaya
dapat berarti dengan sengaja membahayakan, resiko membahayakan, dan bahaya yang tidak
disengaja.
 
• Beneficence (do good) 
Beneficence berarti melakukan yang baik. Perawat memiliki kewajiban untuk melakukan
dengan baik, yaitu, mengimplemtasikan tindakan yang mengutungkan klien dan keluarga.

• Justice (perlakuan adil) 


Perawat sering mengambil keputusan dengan menggunakan rasa keadilan. 
• Fidelity (setia)
Fidelity berarti setia terhadap kesepakatan dan tanggung jawab yang dimikili oleh seseorang.

• Veracity (kebenaran)
Veracity mengacu pada mengatakan kebenaran. Sebagian besar anak-anak diajarkan untuk
selalu berkata jujur, tetapi bagi orang dewasa, pilihannya sering kali kurang jelas.

16.              PENDKES
                                                                                       
SATUAN ACARA PENYULUHAN
(SAP)

                                               
Tema                                      : Penyakit carsinoma rektum
Sub Tema                               : Perawatan carsinoma rektum
Sasaran                                  : Ny. E
Tempat                                   : Bangsal Di rumah sakit
Hari/Tanggal                          : Rabu, 14 Oktober 2011
Waktu                                     : 20 Menit

A.    Tujuan Instruksional Umum


Setelah mengikuti penyuluhan selama 20 menit, diharapkan Ny. E dapat menjelaskan
carsinoma rektum.

B.     Tujuan Instruksional Khusus


Setelah mengikuti penyuluhan selama 20 menit, diharapkan Klien Dapat:
         Menjelaskan pengertian penyakit carsinoma rektum dengan benar
         Menjelaskan patofisiologi carsinoma rektum
         Menyebutkan faktor penyebab yang dapat menimbulkan penyakit carsinoma rektum
         Menyebutkan tanda/gejala dari penyakit carsinoma rektum
         Menjelaskan penatalaksanaan carsinoma rektum

C.    Materi
1.      Pengertian carsinoma rektum
2.      Patofisiologi penyakit carsinoma rektum
3.      Faktor penyebab dari carsinoma rektum
4.      Tanda/gejala penyakit carsinoma rektum
5.      Penatalaksanaan penyakit carsinoma rektum

D.    Metode
1.      Ceramah
2.      Tanya jawab

E.     Kegiatan Penyuluhan


No Kegiatan Penyuluh Peserta Waktu
1. Pembukaan          Salam pembuka          Menjawab salam
         Menyampaikan tujuan          Menyimak,
5 Menit
penyuluhan Mendengarkan, menjawab
pertanyaan
2. Kerja/ isi        Penjelasan pengertian,          Mendengarkan dengan
penyebab, gejala, penuh perhatian
penatalaksanaan dan          Menanyakan hal-hal yang
patofisiologi penyakit belum jelas
carsinoma rektum          Memperhatikan jawaban  10 menit
        Memberi kesempatan dari penceramah
peserta untuk bertanya          Menjawab pertanyaan
       Menjawab pertanyaan
       Evaluasi

         Menyimpulkan       Mendengarkan


3. Penutup 5 Menit
         Salam penutup       Menjawab salam

F.     Media
1.      Leaflet : Tentang penyakit carsinoma rektum
2.      Poster  tentang penyakit carsinoma rektum

G.    Sumber/Referensi
a.       Doenges, E. Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Ed. 3. EGC : Jakarta.
b.      Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.
c.       FKUI. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1. FKUI : Jakarta.
d.      Griffith. 1994. Buku Pintar Kesehatan. Arcan : Jakarta.

H.    Evaluasi
Formatif    :
         Klien dapat menjelaskan pengertian carsinoma rektum
         Klien mampu menjelaskan faktor penyebab dari penyakit   carsinoma rektum
         Klien dapat menjelaskan tanda/gejala penyakit carsinoma rektum
         Klien  mampu menjelaskan penatalaksanaan carsinoma rektum

Sumatif      :
         Klien dapat memahami penyakit carsinoma rektum

Yogyakarta, Rabu 13 Oktober 2011


`        Pembimbing                                                                   Penyuluh

(Ignatia Yunita S,.Kep. Ns)                                        (Windayona Hadi Prasetya)

17.              JURNAL
Title:Clinical practice and surgery of the colon, rectum and anus
Source:Reference & Research Book News. (Oct. 2011): From Gale Art and Engineering Lite
Package.
Document Type:Book review, Brief article
Full Text: 
9788184489927
Clinical practice and surgery of the colon, rectum and anus.
Saha, Sisir Kumar.
Jaypee Bros.
2011
294 pages
$66.00
Hardcover
RD544
Saha, a general surgeon in the UK with a special interest in colorectal surgery, provides a
guide for trainees and surgeons to operative procedures for the surgery. He covers surgical
anatomy and physiology; clinical and operative skills for the colon, rectum, appendix, and
anus; and the symptoms, clinical examination, investigations, and merits of different
treatments for malignant tumors and diseases like ulcerative colitis, diverticulosis, and
appendicitis, as well as preoperative and postoperative care and emergencies. Included is
discussion of colongraphy as a new diagnostic tool, and the roles of computed tomography,
magnetic resonance imaging, and positron emission tomography.
([c]2011 Book News, Inc., Portland, OR)

Source Citation
"Clinical practice and surgery of the colon, rectum and anus." Reference & Research Book
News Oct. 2011. Gale Art and Engineering Lite Package. Web. 28 Nov. 2011.
Document URL

http://go.galegroup.com/ps/i.do?id=GALE
%7CA268247791&v=2.1&u=kpt05106&it=r&p=GPS&sw=w

Gale Document Number: GALE|A268247791

DAFTAR PUSTAKA:
a)      Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G., Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth Vol. 2, Edisi 8, EGC, Jakarta, 2002.
b)      Gale, Danielle & Charette, Jane, Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, EGC, Jakarta,
2000.
c)      Price, Sylvia A., & Wilson, Lorraine M., Patofisiologi ; Konsep Klinis Proses–Proses
Penyakit Vol. 1, Edisi 4, EGC, Jakarta, 1995.
d)     Schrock, Theodore R. MD. 1999. Ilmu Bedah ( Hand Book of Surgery ) Edisi 7. Penerbit :
EGC, Jakarta.
e)      Doengoes, Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan . Edisi 3. Penerbit : EGC, Jakarta.
f)       http://www.scribd.com/doc/56979340/karsinoma-rektum
g)      Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6, EGC, Jakarta
h)      Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta

i)        Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC,
Jakarta

j)        Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, Jld.II, BP FKUI, Jakarta.

Diposkan 29th November 2011 oleh Windayona Hadi Prasetya


0

Add a comment

Memuat
Kirim masukan
Template Dynamic Views. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai