Anda di halaman 1dari 11

GINTING ET AL.

: KARAKTERISTIK PATI UBI JALAR

Karakteristik Pati Beberapa Varietas Ubi Jalar

Erliana Ginting, Yudi Widodo, Siti A. Rahayuningsih, dan M. Jusuf


Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian
Kendalpayak, Kotak Pos 66, Malang 65101

ABSTRACT. Characteristics of Starches from Selected varietas Sari (91,2%). Rendemen pati tertinggi diperoleh dari pati
Sweetpotato Varieties. Starch is an intermediate product of varietas Sukuh dan Ayamurasaki, masing-masing 14,5% dan 14,2%;
sweetpotato. In Indonesia, however, it is less known than that of nilai ini berkorelasi positif dengan kadar pati pada umbi segar. Pati
cassava, corn or arrowroot. Physical and chemical characteristics varietas Sukuh memiliki tingkat kekerasan dan kekuatan gel tertinggi,
of starches varied based on their raw material. varied. These dictate berkaitan dengan kadar amilosanya yang tertingggi juga (39% bk).
the utilization of a certain starch as an ingredient for food and non- Waktu dan suhu gelatinisasi pati bervariasi di antara varietas,
food products. A study on physical and chemical characteristics dengan nilai tertinggi pada pati dari varietas Sukuh (39 menit, 88,5oC).
of starches from four selected sweetpotato varieties with different Sementara itu, viskositas puncak tertinggi tampak pada pati asal
flesh colors, namely Sukuh (white), Sari (cream), Pakhong (light varietas Sari (1420 BU). Pati dari keempat varietas sesuai untuk
yellow) and Ayamurasaki (dark purple) was performed in the Post bahan produk olahan yang memerlukan kadar amilosa dan stabilitas
Harvest Laboratory of the Indonesian Legumes and Tuber Crops gel tinggi, seperti sohun dan bihun. Varietas Pakhong, Ayamurasaki,
Research Institute (ILETRI), Malang, from March to July 2003. The dan Sari juga sesuai untuk produk yang memerlukan pati yang
trial was arranged in a completely randomized design with three berviskositas tinggi pada perlakuan suhu yang relatif rendah. Ber-
replications. Observations were done on physical and chemical dasarkan rendemennya, varietas Sukuh paling sesuai untuk sumber
characteristics of the sweet potato fresh roots and their respective pati produk olahan, walaupun warna pati masih perlu diperbaiki.
starch contents, including yield recovery of the starch and its Varietas Ayamurasaki juga baik untuk sumber pati, tetapi patinya
gelatinization properties. Flesh color of the sweetpotato roots lebih sesuai untuk bahan produk olahan yang tidak memerlukan
influenced whiteness level of the starch significantly, with the warna cerah sebagai tolok ukur mutu.
highest value on Sari variety (91.20%). The yield recovery of starch
was positively correlated with the starch content of the fresh Kata kunci: Pati, varietas ubi jalar, karakter fisik dan kimia.

S
roots, with the highest values on Sukuh (14.49%) and Ayamurasaki
(14.20%), varieties respectively. The highest levels of gel ekitar 87% produksi ubi jalar di Indonesia diguna-
consistency and strength were obtained by the starch of Sukuh
variety; this was due to its high amylose content (39% db). Times
kan sebagai bahan pangan dengan tingkat kon-
and temperatures needed for starch gelatinization varied with the sumsi 7,1 kg/kapita/tahun (FAOSTAT 2001).
sweetpotato varieties, the highest value was on that of Sukuh Sebagai bahan pangan, ubi jalar umumnya diolah secara
variety (39 min; 88.5oC), while the highest value of peak viscosity tradisional dengan produk yang dihasilkan berupa ubi
(1420 BU) was on that of Sari variety. Starches derived from the
four varieties seemed to be suitable for preparations of food
rebus, ubi goreng, kolak, getuk dan kripik, sehingga
products that need starches with high amylose content and gel citranya masih kalah dibandingkan dengan produk-
stability, such as transparent noodle and vermicelli. Starches from produk makanan yang berasal dari terigu. Untuk bahan
varieties Pakhong, Ayamurasaki, and Sari are also suitable for baku industri, penggunaan ubi jalar juga masih terbatas
products that need starches with high viscosity when treated at
relatively lower temperatures. With respect to yield recovery, Sukuh
pada produk saos (Santosa et al. 1997). Kurangnya
is suitable source for production of sweetpotato starch, although informasi mengenai bentuk olahan ubi jalar dan belum
whiteness level of its starch needs to be improved. Ayamurasaki berkembangnya industri pengolahan komoditas ini
is also suitable for source of starch, particularly that for products sebagai bahan baku pangan menyebabkan permintaan
which do not need bright color as a quality criterion.
terhadap ubi jalar relatif rendah. Salah satu kelemahan
Keywords: Starch, sweetpotato varieties, physical and chemical ubi jalar adalah tidak dapat disimpan lama. Hal ini
characteristics. berdampak terhadap melimpahnya produksi dan
merosotnya harga ubi jalar pada saat panen raya.
ABSTRAK. Pati ubi jalar belum banyak dimanfaatkan di Indonesia
seperti pati ubi kayu, jagung dan garut. Sifat-sifat fisik dan kimia Sebenarnya, ubi jalar segar dapat diolah menjadi
pati berbeda-beda, bergantung pada bahan dasarnya. Perbedaan produk antara (sawut, chips, tepung, pati) yang dapat
tersebut menentukan kesesuaian penggunaannya untuk bahan diolah lebih lanjut menjadi berbagai produk pangan dan
olahan pangan dan nonpangan. Penelitian dilakukan untuk me-
nonpangan. Pati ubi jalar belum banyak dimanfaatkan
ngetahui sifat-sifat fisik dan kimia pati dari empat varietas ubi jalar
yang berbeda warna daging umbinya, yaitu Sukuh (putih), Sari di Indonesia bila dibandingkan dengan pati ubi kayu
(krem), Pakhong (kuning muda), dan Ayamurasaki (ungu tua). (tapioka), jagung (maizena), kacang hijau (hunkue),
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pascapanen, Balai Penelitian ganyong, dan garut. Di Korea, Cina, dan Jepang, peng-
Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi), Malang,
olahan pati mampu menyerap 23-33% dari total produksi
pada bulan Maret-Juli 2003. Percobaan menggunakan rancangan
acak lengkap dengan tiga ulangan. Pengamatan meliputi sifat-sifat ubi jalar (Fuglie and Oates 2004).
fisik dan kimia ubijalar segar dan patinya, termasuk sifat-sifat Pati ubi jalar dapat dimanfaatkan sebagai: (1) bahan
amilografi dan rendemen pati. Warna daging umbi berpengaruh
terhadap derajat putih pati; nilai derajat putih tertinggi pada pati dari
pelembut kue, (2) pengganti maizena (bahan pengental,
pengikat/pengisi es krim, daging dan sup kaleng), (3)

8
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 24 NO. 1 2005

bahan baku aneka kue, cake dan sohun, serta (4) gula Ubi jalar segar
cair (glukosa, maltosa dan high fructose syrup) untuk
pemanis produk kembang gula, es krim, jelly dan saus.
Pati ubi jalar juga dapat digunakan sebagai bahan baku Pencucian
industri tekstil, perekat, kertas, plywood, kimia dan
farmasi (Fuglie and Oates 2004). Di Jepang, 85% produksi
Pemarutan
pati ubi jalar diserap oleh industri gula cair (Suganuma
and Kitahara 1998), sedangkan di Cina terutama untuk
pembuatan sohun (transparent noodle) (Timmins et al. Penambahan air (umbi:air= 1:3)
1992). Gannadiasne dan Weller (1990) dalam Maneepun
et al. (1992) serta Ishiguro dan Yamakawa (2000) me-
Pemisahan Ampas
laporkan, amilosa hasil fraksinasi pati ubi jalar dapat
dimanfaatkan sebagai coating edible film pada produk-
produk makanan dan bahan baku biodegradable plastic. Pati basah
Belum berkembangnya pemanfaatan pati ubi jalar
sebagai bahan pangan dan industri disebabkan oleh Penambahan air
Pencucian I
kurangnya informasi hasil penelitian dibandingkan (ampas:air = 1:2)
dengan hasil penelitian tepung ubijalar yang telah
mencakup teknologi pengolahan, varietas yang sesuai, Pemisahan
berbagai jenis produk olahan, dan prospek pengem-
bangannya di tingkat industri (Deniwati 1991, Santosa
Pati basah Ampas
et al. 1994, Widowati et al. 1994, Antarlina 1997, Antarlina
dan Utomo 1999, Heriyanto et al. 2002). Sejauh ini,
penelitian pati ubi jalar masih terbatas pada karakterisasi Pencucian II
pati dan biokonversi menjadi sirup fruktosa
(Sastrodipuro 1986, Santosa et al. 1997, Utomo dan
Antarlina 1997). Sementara itu, varietas unggul ubi jalar Pemisahan
terus dihasilkan oleh pemulia dengan sifat fisik (bentuk,
warna kulit, warna daging umbi) dan komposisi kimia Pati basah
yang beragam. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan
untuk mempelajari karakteristik fisik dan kimia pati ubi
jalar dari beberapa varietas unggul, lokal, dan introduksi. Pengeringan (50-55oC, 20 jam)
Hasil penelitian diharapkan dapat dimanfaatkan lebih
lanjut dalam pengolahan pangan dan nonpangan. Penggilingan

Pengayakan 100 mesh


BAHAN DAN METODE
Penelitian dilakukan di Laboratorium Pascapanen Balai Pati Kering
Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-
umbian, Malang, dari bulan Maret sampai Juli 2003. Umbi Gambar 1. Proses alir ekstraksi pati ubi jalar menurut Utomo dan
empat varietas ubi jalar yang berbeda warna dagingnya, Antarlina (1997).
yakni Sukuh (diperoleh dari Inlitkabi Jambegede, Malang,
umur panen 4 bulan), Sari, Pakhong, dan Ayamurasaki
Percobaan disusun dalam rancangan acak lengkap
(dari Pacet, Mojokerto, umur panen 4,5 bulan) diolah
dengan tiga ulangan. Untuk masing-masing perlakuan
menjadi pati (Gambar 1).
digunakan 20 kg ubi jalar segar. Analisis kimia dilakukan
Sukuh dan Sari merupakan varietas unggul yang terhadap sampel umbi segar dan pati, yang meliputi
dihasilkan oleh Balitkabi Malang, sedang Ayamurasaki kadar air (metode oven) dan abu (alat muffle furnace)
merupakan varietas introduksi dari Jepang yang mulai mengikuti prosedur AOAC (1990), kadar pati (hidrolisis
banyak ditanam petani di sekitar Malang. Varietas lokal asam) dan gula reduksi dengan metode Nelson
Pakhong banyak diusahakan petani di daerah Pacet, Somogyi (Sudarmadji et al. 1997) dan kadar serat dengan
Mojokerto, salah satu sentra produksi ubi jalar di Jawa metode asam basa (Apriyantono et al. 1989). Khusus
Timur. untuk pati ubi jalar juga diamati rendemen (kg pati/kg

9
GINTING ET AL.: KARAKTERISTIK PATI UBI JALAR

umbi segar), kadar amilosa (Juliano 1971), keasaman berkorelasi negatif dengan kadar air. Perbedaan kadar
dengan titrasi 0,1 N NaOH, nilai penyerapan air (NPA) bahan kering ini terutama disebabkan oleh perbedaan
dan nilai kelarutan air (NKA) mengikuti cara Anderson varietas. Meskipun kadar bahan kering meningkat
(1969) dalam Rindayani (2000), sifat amilografi dengan dengan meningkatnya umur tanaman (Antarlina 1991),
Brabender amylograph, derajat putih dengan Kett namun karena umur panen ubi jalar relatif sama, maka
whiteness tester (BaSO 4 sebagai standar 100%), faktor varietas tampaknya lebih dominan. Varietas Sukuh
kekuatan gel mengikuti cara Santosa et al. (1997), kon- dan Ayamurasaki memiliki kadar bahan kering tergolong
sistensi gel dengan metode yang dikembangkan oleh tinggi (>34%), sedangkan varietas Sari dan Pakhong
Cagampang et al. (1973) dan bentuk serta ukuran tergolong sedang (Antarlina 1997). Kadar bahan kering
granula pati dengan SEM (Scanning Electron dapat digunakan sebagai penduga kadar pati karena
Microscope). Analisis statistik dilakukan dengan sidik berkorelasi positif dengan kadar pati umbi segar (Li and
ragam satu arah, dilanjutkan dengan uji BNT pada taraf Liao 1983 dalam Woolfe 1992, Antarlina 1997).
0,05 bila terdapat perbedaan antarperlakuan. Kadar abu dan serat umbi antara keempat varietas
berbeda nyata dengan nilai tertinggi pada varietas Sari.
Demikian pula dengan kadar pati yang nilai tertingginya
HASIL DAN PEMBAHASAN ditunjukkan oleh varietas Sukuh (36,4% bk) dan
terendah pada varietas Pakhong (28,2% bk). Sebaliknya,
kadar gula reduksi tertinggi justru terdapat pada varietas
Sifat Fisik dan Kimia Ubi Jalar Segar Pakhong dan paling rendah pada varietas Sukuh. Kadar
abu, serat, dan gula reduksi keempat varietas yang diteliti
Sifat fisik dan komposisi kimia ubi jalar segar dari masing- masih dalam kisaran 11 klon yang diamati oleh Antarlina
masing varietas disajikan pada Tabel 1. Daging umbi (1997), masing-masing berkisar 2,6-4,0% bk untuk kadar
varietas Sukuh, Sari, Pakhong, dan Ayamurasaki masing- abu, 2,6-4,7% bk untuk kadar serat, dan 2,8-7,9% bk untuk
masing berwarna putih, krem, kuning muda, dan ungu kadar gula. Untuk kadar pati, nilainya relatif lebih kecil
tua. Perbedaan ini disebabkan oleh kandungan pigmen dibanding hasil penelitian Antarlina (1997) berkisar
yang berbeda antarvarietas, seperti senyawa β-karoten antara 48,1-60,3% bk, namun relatif sama dengan varietas
pada varietas Sari (Puslitbang Tanaman Pangan 2002) Bentul dan Ciceh yang nilainya masing-masing 30,9% bk
dan antosianin pada varietas Ayamurasaki (Suda et al. dan 31,4% bk (Santosa et al. 1997). Perbedaan kadar
2003). Perbedaan nyata juga tampak pada kadar air ubi abu, serat, pati, dan gula reduksi ini terutama dipengaruhi
jalar, dengan nilai tertinggi (78,9%) pada varietas Pakhong oleh sifat genetik masing-masing varietas, di samping
dan terendah (66,1%) pada Ayamurasaki. umur panen dan lingkungan tumbuh (Antarlina 1991,
Kadar air berpengaruh terhadap tekstur umbi 1997).
setelah dimasak. Umbi dengan kadar air >70% umum-
nya memiliki tekstur lunak dan cenderung basah, Sifat Kimia Pati
sedangkan yang kandungan airnya <60% memiliki
daging umbi agak kering dan kesat (Onwueme 1978). Komposisi kimia pati keempat varietas ubi jalar disajikan
Sebaliknya, kadar bahan kering terendah diperoleh pada pada Tabel 2. Kadar air pati berbeda antarvarietas
varietas Pakhong dan tertinggi pada Ayamurasaki. Hal meskipun dikeringkan dengan cara dan waktu yang
ini sesuai dengan hasil penelitian Antarlina (1997) yang relatif sama. Nilai kadar air tertinggi tampak pada varietas
melaporkan bahwa kadar bahan kering ubi jalar segar Sukuh (12,0%) dan terendah pada varietas Ayamurasaki

Tabel 1. Sifat fisik dan kimia umbi segar empat varietas ubi jalar. Laboratorium Balitkabi, Malang, Maret-Juli 2003.

Varietas Warna daging Bahan kering Kadar air Kadar abu Kadar serat Kadar pati Kadar gula
umbi (%) (%) (% bk) (% bk) (% bk) reduksi (% bk)

Sukuh putih 34,09 b 68,80 c 2,82 bc 3,97 b 36,44 a 1,74 c


Sari krem 24,00 c 77,09 b 3,98 a 4,93 a 31,37 b 2,83 b
Pakhong kuning muda 22,76 d 78,93 a 3,12 b 3,07 c 28,24 c 7,64 a
Ayamurasaki ungu tua 34,79 a 66,08 d 2,69 c 2,26 d 31,67 b 3,04 b

KK (%) - 1,02 1,11 6,44 4,41 2,92 10,81


BNT 5% - 0,53 1,26 0,41 0,32 1,86 0,83

bk = basis kering.
Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 BNT.

10
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 24 NO. 1 2005

Tabel 2. Komposisi kimia pati empat varietas ubi jalar. Laboratorium Balitkabi, Malang, Maret-Juli 2003.

Varietas Kadar air Kadar abu Kadar pati Kadar amilosa Kadar serat Keasaman
(%) (% bk) (% bk) (% bk) (% bk) (ml 0,1 N NaOH/100 g)

Sukuh 12,04 a 0,21 c 94,56 a 39,00 a 0,09 d 0,65


Sari 9,44 ab 0,39 b 91,15 b 33,39 b 0,20 b 0,73
Pakhong 9,14 b 0,50 a 90,40 c 36,34 ab 0,31 a 0,67
Ayamurasaki 7,95 b 0,44 ab 89,76 d 34,71 b 0,12 c 0,57

KK (%) 10,64 8,80 3,33 4,23 7,17 3,50


BNT 5% 2,82 0,06 0,60 3,03 0,02 tn

bk = basis kering
Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 BNT.

(8,0%). Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan Kadar amilosa pati varietas Sukuh mencapai nilai
kemampuan granula pati dalam menyerap dan tertinggi (39% bk) meski tidak berbeda nyata dengan
menyimpan air, terutama kandungan amilosanya. Pakhong, sementara varietas Sari memiliki nilai terendah
Sukuh diketahui memiliki kandungan amilosa tertinggi (33,4% bk) namun tidak berbeda nyata dengan
(Tabel 2). Kadar air pati berpengaruh terhadap mutu Ayamurasaki dan Pakhong. Kadar amilosa pati keempat
pati, terutama daya simpan. Secara umum, kadar air pati varietas yang diteliti relatif lebih tinggi dibandingkan
keempat varietas ubi jalar telah memenuhi standar mutu dengan varietas Bentul (33,2% bk) dan Ciceh (31,7% bk)
untuk pati ubi kayu (SNI 1991), maksimum 15%. Standar (Santosa et al. 1997), demikian pula dengan hasil
ini digunakan sebagai acuan karena standar mutu untuk penelitian di Thailand dengan kisaran 11,8-30,5% bk
pati ubi jalar belum tersedia. (Maneepun et al. 1992). Utomo dan Antarlina (1997)
Kadar abu pati keempat varietas relatif kecil dan dan Suryani (2001) juga menemukan kadar amilosa
telah memenuhi standar mutu untuk pati ubi kayu (SNI yang relatif lebih rendah pada pati ubi jalar, masing-
1991), yang disyaratkan maksimum 0,60%. Selain varietas masing 31,8% dan 29,5% bk. Perbedaan tersebut dapat
dan cara ekstraksi, kandungan mineral air yang dipengaruhi oleh varietas, umur panen, iklim, dan jenis
digunakan dalam ekstraksi juga memberi kontribusi tanah. Kadar amilosa berpengaruh terhadap ke-
terhadap kadar abu pati ubi jalar. Air dengan tingkat mudahan pembentukan gel. Pati dengan kadar amilosa
kesadahan tinggi akan meningkatkan kadar abu, rendah jika dibuat pasta akan bersifat lunak dan relatif
sementara kadar abu yang tinggi tidak dikehendaki tidak membentuk gel yang kokoh (Suryani 2001).
karena akan memberi warna gelap pada produk pati Kadar serat pada pati diharapkan sangat kecil
dan olahannya (Winarno et al. 1974 dalam Setiawati dan karena berpengaruh terhadap tingkat kemurnian pati.
Thahir 1991). SNI (1991) menetapkan kadar serat maksimal 0,6% untuk
Kadar pati sangat nyata dipengaruhi oleh varietas pati ubi kayu. Hasil analisis menunjukkan, kadar serat
ubi jalar yang digunakan. Nilai tertinggi pada varietas pati keempat varietas ubi jalar telah memenuhi standar
Sukuh sangat berkaitan dengan kadar pati umbi segar tersebut dengan nilai tertinggi 0,3% bk pada varietas
yang juga paling tinggi (Tabel 1). Selain itu, kadar pati Pakhong dan terendah 0,1% bk pada varietas Sukuh.
juga dipengaruhi oleh cara ekstraksi, sehingga adanya Angka ini relatif lebih kecil dibanding hasil penelitian
ikutan senyawa lain seperti protein, lemak, serat, dan Santosa et al. (1997) yaitu 0,23% bk pada varietas Bentul
abu akan menentukan tingkat kemurnian pati. Hal ini dan 0,50% bk pada varietas Ciceh. Selain varietas dan
tampak jelas pada varietas Ayamuraski yang kadar umur panen, perbedaan tersebut juga disebabkan oleh
patinya paling rendah, meskipun kadar pati umbi proses pengolahan, terutama pemisahan padatan
segarnya cukup tinggi. Terbawanya senyawa pigmen dengan pati. Jika proses pencucian pati kurang sem-
warna ungu (antosianin) ke dalam pati saat ekstraksi purna, serat-serat halus dapat terikut bersama endapan
menurunkan tingkat kemurnian pati. Hal ini dapat terjadi pati.
karena senyawa antosianin larut dalam air (Bruneton Nilai keasaman pati tidak dipengaruhi oleh varietas
1999). Santosa et al. (1997) melaporkan kadar pati (Tabel 2), namun dipengaruhi oleh proses pengolahan,
varietas Bentul dan Ciceh relatif lebih tinggi (> 98% bk) terutama saat pengendapan dan pengeringan pati. Hasil
dibandingkan dengan kadar pati varietas ubi jalar yang analisis menunjukkan bahwa nilai keasaman pati yang
diteliti, namun Suryani (2001) memperoleh angka yang diperoleh dari empat varietas ubi jalar memenuhi
relatif lebih rendah, yakni 84,4% bk. standar mutu pati ubi kayu (SNI 1991), yakni maksimum

11
GINTING ET AL.: KARAKTERISTIK PATI UBI JALAR

3 ml 0,1 N NaOH/100 g. Hal ini menunjukkan bahwa tersebut. Dalam penelitian ini digunakan 20 kg umbi
proses pengolahan yang diterapkan dalam penelitian segar per perlakuan, sedangkan Santosa et al. (1997)
ini sudah cukup baik, sehingga dapat meminimalkan menggunakan bahan dengan jumlah yang lebih sedikit
pembentukan asam-asam organik yang dihasilkan oleh sehingga relatif mudah memisahkan pati. Makin banyak
aktivitas mikrobia (fermentasi) selama proses pengen- jumlah bahan yang dipakai dalam ekstraksi pati, lebih
dapan dan pengeringan. representatif angka rendemennya untuk digunakan
pada skala industri. Maneepun et al. (1992) yang meng-
Sifat Fisik Pati gunakan 10 kg umbi segar untuk setiap perlakuan dan
menyaring bubur pati dengan vibro-separator (200
Hasil analisis fisik pati keempat varietas ubi jalar ditampil- mesh) serta memisahkan pati dengan centrifuge men-
kan pada Tabel 3. Rendemen pati yang dihasilkan nyata dapatkan rendemen rata-rata 12,7% dari 34 varietas ubi
dipengaruhi oleh varietas dengan nilai tertinggi pada jalar yang dievaluasi. Ekstraksi dengan cara manual
varietas Sukuh (14,5%) dan Ayamurasaki (14,2%), sedang menghasilkan rendemen yang lebih tinggi, namun
nilai terendah pada varietas Pakhong (8,7%). Angka ini memerlukan tenaga dan waktu yang lebih banyak. Saat
berkorelasi positif dengan kadar pati umbi segar dari ekstraksi pati, penambahan 0,05 N NaOH disarankan
masing-masing varietas (Gambar 2). Varietas Sukuh dan untuk meningkatkan rendemen, karena memudahkan
Ayamurasaki dengan kadar pati relatif tinggi menghasil- pengendapan pati (Sutrisno 1983 dalam Widowati et al.
kan rendemen pati yang tinggi pula. Selain itu, rendemen 1997).
juga dipengaruhi oleh jumlah granula pati berukuran Derajat kehalusan yang tinggi sangat dikehendaki
kecil (sekitar 5% dari total granula pati) yang membentuk dalam pengolahan pati, namun secara spesifik tidak
koloid di dalam air, sehingga mudah hilang/terbuang dicantumkan dalam standar mutu pati ubi kayu (SNI
pada saat ekstraksi, pencucian, dan pengendapan pati 1991). Muljoharjo (1984) menggunakan standar lama
(Woolfe 1992). Fenomena ini tampak jelas pada varietas yang ditetapkan oleh Tapioca Institute of America (1943),
Sukuh yang butiran patinya cepat mengendap dan
cenderung lengket di dasar bak pengendapan. Pada
varietas Pakhong, sebagian besar butiran patinya 20
terdispersi di dalam air, sehingga hasil ekstraksi dan
Rendemen pati (%)

y = 0,6481x - 8,6314
pengendapan pati juga rendah. Besarnya angka ren- 15
r = 0,80 * ; n = 12
demen berdampak pada aspek ekonomi pengolahan
pati. Varietas ubi jalar yang menghasilkan rendemen pati 10
tinggi lebih disukai karena lebih menguntungkan.
Rendemen pati yang diperoleh pada penelitian ini 5
relatif lebih kecil dibandingkan dengan hasil penelitian
Santosa et al. (1997) yang besarnya 17,4% untuk varietas 0
Bentul dan 19,5% untuk varietas Ciceh, namun relatif 20 25 30 35 40
sama dengan hasil penelitian Utomo dan Antarlina Kadar pati umbi segar (% bk)
(1997), yakni 14,1%. Selain faktor varietas dan umur
tanaman, perbedaan berat bahan baku yang diolah Gambar 2. Hubungan antara kadar pati umbi segar dengan ren-
demen pati yang dihasilkan oleh empat varietas ubi jalar.
menjadi pati juga dapat menyebabkan perbedaan
Laboratorium Balitkabi, Malang, Maret-Juli 2003.

Tabel 3. Sifat fisik pati empat varietas ubi jalar. Laboratorium Balitkabi, Malang, Maret-Juli 2003.

Varietas Rendemen Lolos 100 mesh Derajat putih NPA NKA Kekuatan gel Konsistensi gel
(%) (%) (%) (%) (%) (kg) (cm)

Sukuh 14,49 a 99,21 b 80,87 c 162,37 0,25 c 0,92 a 8,40 c


Sari 10,90 b 99,66 a 91,20 a 162,33 0,26 bc 0,52 c 11,33 b
Pakhong 8,65 c 99,88 a 84,83 b 176,97 0,47 a 0,66 b 14,17 a
Ayamurasaki 14,20 a 99,61 a 73,73 d 174,26 0,34 b 0,62 b 11,60 b

KK (%) 4,30 0,96 1,68 6,19 3,03 1,69 4,69


BNT 5% 1,04 0,33 0,14 tn 0,09 0,06 1,07

NPA = nilai penyerapan air; NKA = nilai kelarutan air


Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 BNT.

12
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 24 NO. 1 2005

yakni 99% lolos ayakan 140 mesh untuk mutu A dan B gel juga paling rendah pada varietas Sukuh dan tertinggi
serta 60 mesh untuk mutu C. Pati yang dihasilkan dari pada varietas Pakhong. Menurut Cagampang et al.
empat varietas ubi jalar telah memenuhi persyaratan (1973), gel dengan nilai konsistensi 2,7-4,0 cm tergolong
tersebut karena > 99% lolos ayakan 100 mesh. Untuk keras, 4,1-6,0 cm sedang, dan 6,1-10,0 cm lunak. Gel yang
derajat putih, standar mutu pati ubi kayu menetapkan dihasilkan dari pati ubi jalar tergolong lunak dengan nilai
minimal 94,5% dan 92% untuk mutu I dan II serta < 92% konsistensi > 8 cm (Tabel 3). Hal yang sama juga diper-
untuk mutu III (SNI 1991). Pati varietas Sari paling men- oleh Utomo dan Antarlina (1997) untuk pati ubi jalar,
dekati nilai tersebut (91,2%), sementara yang lain masih garut, ganyong, dan suweg.
di bawahnya dan pati varietas Ayamurasaki memiliki
derajat putih terendah (73,7%). Hal ini dipengaruhi oleh Ukuran dan Bentuk Granula Pati
pigmen warna ungu yang terdapat pada daging umbi.
Demikian pula varietas Sukuh, meski daging umbinya Hasil SEM (scanning electron microscope) dengan
berwarna putih, pati yang dihasilkan cenderung gelap pembesaran 1000 kali menunjukkan bahwa bentuk
akibat tingginya kandungan senyawa polifenol yang me- granula pati dari empat varietas ubi jalar relatif sama,
nyebabkan terjadinya proses pencoklatan enzimatis yakni bulat dan poligonal (Gambar 3) dengan diameter
pada saat pemarutan umbi. Untuk menghambat rata-rata 10 mm. Namun, tingkat keseragaman bentuk
aktivitas enzim polifenolase, disarankan penambahan dan ukuran granula pati masing-masing varietas
garam sulfit atau klorida pada air rendaman saat proses berbeda. Bentuk granula pati yang bulat lebih banyak
pemarutan berlangsung (Widowati et al. 1997). pada varietas Sari dan Ayamurasaki dibanding Sukuh
Kadar amilosa menentukan tingkat nilai penyerapan dan Pakhong. Suganuma dan Kitahara (1998) yang
air (NPA) pati. Makin tinggi kadar amilosa makin tinggi mengevaluasi pati dari 16 varietas ubi jalar melaporkan
pula kemampuannya menyerap air (Matz 1959 dalam bentuk granula yang sama dengan diameter sedikit lebih
Widowati et al. 1997). NPA pati dari empat varietas ubi besar (11,1-19,4 mm). Menurut Madamba et al. (1975)
jalar relatif sama (Tabel 3), meski kadar amilosa varietas dalam Woolfe (1992), ukuran granula pati dalam satu
Sukuh paling tinggi. Hal ini dapat disebabkan oleh relatif varietas ubi jalar dapat berkisar antara 7-43 mm dan rata-
tingginya kadar air pati varietas Sukuh, sehingga ke- rata antarvarietas 12,3-21,5 mm.
mampuan menyerap airnya menjadi berkurang. Selain Pada pati beras, suhu gelatinisasi meningkat dengan
itu, perbandingan kadar amilosa/amilopektin, ukuran makin kecilnya ukuran granula pati karena memerlukan
dan bentuk granula juga berpengaruh terhadap panas lebih banyak untuk dapat membentuk gel (Sodhi
kemampuan pati dalam menyerap air (van Beynum and and Singh 2003). Namun, penelitian Suganuma dan
Roels 1985 dalam Widowati et al. 1997), yang selanjutnya Kitahara (1998) terhadap pati dari 16 varietas ubi jalar
turut menentukan pola gelatinisasi pati tersebut. tidak menunjukkan konsistensi peningkatan suhu
Sementara nilai kelarutan air (NKA) akan menentukan gelatinisasi dengan makin kecilnya ukuran granula pati.
besarnya kehilangan padatan terlarut pada saat pe- Noda et al. (1995) yang mengamati terjadinya pem-
masakan pati. NKA tertinggi tampak pada varietas besaran ukuran granula pati seiring dengan me-
Pakhong, sementara varietas Sukuh menunjukkan nilai ningkatnya umur fisiologis tanaman ubi jalar juga tidak
terendah. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan kadar menemukan adanya penurunan suhu gelatinisasi pati.
amilosa pati, terutama fraksi amilosa terlarut (Harijono Demikian pula pada penelitian ini, suhu gelatinisasi pati
et al. 2000). Selain itu, NKA juga dipengaruhi oleh jumlah berbeda untuk keempat varietas (Tabel 4), meski ukuran
granula pati berukuran kecil yang membentuk koloid di granula patinya relatif sama. Hal ini dapat terjadi karena
dalam air, seperti telah dibahas sebelumnya pada selain ukuran granula, suhu gelatinisasi juga dipengaruhi
rendemen pati. oleh kadar amilosa dan komponen lain yang terdapat
Nilai kekuatan gel yang dinyatakan dengan berat dalam pati, seperti protein, lemak, dan gula (Hodge and
beban yang diperlukan untuk memecahkan gel nyata Osman 1976 dalam Afdi 1991, Haryadi 1994).
dipengaruhi oleh varietas. Varietas Sukuh yang kadar
amilosanya paling tinggi juga memiliki kekuatan gel paling Sifat Amilografi Pati
tinggi dan varietas Sari memiliki kekuatan gel paling
Sifat amilografi menunjukkan perilaku viskositas pati
rendah (Tabel 3). Menurut Chang (1986) dalam Suryani
yang diamati sebelum, di saat, dan sesudah proses
(2001) serta Sodhi dan Singh (2003), pati dengan kadar
gelatinisasi seperti tercantum pada Tabel 4. Pati varietas
amilosa rendah menyebabkan retrogradasi rendah,
Sukuh memerlukan waktu paling lama dan suhu paling
sehingga menghasilkan struktur gel yang lemah dan
tinggi untuk mengalami gelatinisasi dan pecahnya
tidak kuat terhadap tarikan. Sementara konsistensi gel
granula. Hal ini dapat disebabkan oleh tingginya kadar
yang merupakan penduga dari kemampuan retrogradasi
amilosa pati varietas Sukuh (Tabel 2). Menurut Schoch

13
GINTING ET AL.: KARAKTERISTIK PATI UBI JALAR

a b

c d
Gambar 3. Bentuk dan ukuran granula pati ubi jalar dengan pembesaran 1000 kali. Laboratorium Balitkabi, Malang, Maret-Juli 2003.
a. varietas Sukuh; b. varietas Sari; c. varietas Pakhong; d. varietas Ayamurasaki.

(1969) dalam Afdi (1991), molekul amilosa memiliki berkorelasi positif dengan fraksi F2, sehingga variasi pola
kecenderungan untuk berikatan sesamanya dengan gelatinisasi pati ubi jalar diduga lebih dipengaruhi oleh
membentuk ikatan hidrogen, sehingga menghalangi fraksi amilopektin daripada amilosa. Ishiguro dan
pati dalam membentuk gel. Waktu dan suhu gelatinisasi Yamakawa (2000) yang mengamati 18 klon ubi jalar
pati varietas Sari dan Ayamurasaki relatif sama karena berkadar amilosa tinggi sampai rendah, juga tidak
kandungan amilosanya juga tidak berbeda nyata (Tabel memperoleh korelasi positif antara kadar amilosa
2). Namun, varietas Pakhong yang kadar amilosanya dengan suhu gelatinisasi pati. Hal ini mengisyaratkan
tidak berbeda nyata dengan varietas Sukuh, Sari, dan suhu gelatinisasi pati tidak hanya dipengaruhi oleh kadar
Ayamurasaki menunjukkan suhu gelatinisasi paling amilosa. Menurut Noda et al. (1997), suhu gelatinisasi
rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan fraksi pati dipengaruhi oleh waktu tanam dan panen meski
amilosa dan amilopektinnya. kadar amilosanya relatif sama. Pati dari umbi yang lebih
Suganuma dan Kitahara (1998) yang menghidrolisis tua suhu gelatinisasi dan viskositas puncak memiliki
pati ubi jalar dari 16 varietas dengan isoamilase dan yang lebih tinggi. Demikian pula lingkungan tumbuh,
menganalisisnya dengan gel permeation chromato- seperti peningkatan suhu tanah pada waktu per-
graphy (GPC) memperoleh tiga fraksi pati, yakni F1 yang kembangan umbi, berpengaruh terhadap suhu
dominan berasal dari amilosa dan F2 serta F3 yang gelatinisasi pati (Noda et al. 2001). Utomo dan Antarlina
masing-masing merupakan rantai panjang dan pendek (1997) melaporkan waktu 30 menit dan suhu gelatinisasi
hasil hidrolisis amilopektin. Tidak diperoleh korelasi 75oC untuk pati ubi jalar, sementara kisaran suhu
antara kadar amilosa (fraksi F1) dengan pola gelatinisasi gelatinisasi berkisar antara 67,4-74,9oC, 67,8-78,4oC, dan
pati. Namun, suhu gelatinisasi dan viskositas balik pati 61,3-70oC masing-masing dilaporkan oleh Suganuma

14
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 24 NO. 1 2005

Tabel 4. Sifat amilografi pati empat varietas ubi jalar. Laboratorium Balitkabi, Malang, Maret-Juli 2003.

Gelatinisasi Granula pecah Viskositas


Varietas
Waktu Suhu Waktu Suhu Viskositas Dingin Balik
(menit) (oC) (menit) (oC) puncak (BU) (BU) (BU)

Sukuh 39 88,5 69 133,5 1100 820 - 280


Sari 30 75 41 91,5 1420 1120 - 300
Pakhong 21 61,5 25 67,5 1050 1050 0
Ayamurasaki 29 73,5 39 88,5 1350 1140 - 260

BU = Brabender unit

dan Kitahara (1998), Ishiguro dan Yamakawa (2000), kadar amilosa pati, di samping umur fisiologis tanaman
dan Piyachomkwan et al. (2004). ubi jalar (Noda et al. 1995).
Pada gelatinisasi terjadi penyerapan air dalam jumlah
besar dan pembengkakan granula pati yang diikuti oleh Aplikasi Sifat Fisik, Kimia dan Amilografi Pati
peningkatan viskositas dan perubahan warna dari putih
menjadi jernih. Bila pemanasan dilanjutkan, pem- Pemanfaatan pati ubi jalar sangat ditentukan oleh sifat
bengkakan granula pati terus berlangsung dan akhirnya fungsionalnya, yang dipengaruhi oleh sifat fisik, kimia,
pecah karena tidak mampu lagi menahan keluar masuk- dan amilografi bahan dasar serta teknik pengolahan pati.
nya air dan molekul-molekul pati, diikuti penurunan Penggunaan sifat fungsional pati bergantung pada
viskositas (Winarno 1992). Viskositas puncak yang diukur produk olahan yang ingin dihasilkan, sehingga kriteria
pada saat granula pati pecah merupakan indikator yang dikehendaki berbeda untuk masing-masing
kemudahan pati bila dimasak, sedangkan viskositas produk, seperti gula cair, sohun, roti/kue, bahan
balik menunjukkan kemampuan molekul pati berikatan pengental, perekat, tablet, kosmetik, dan lain-lain. Dalam
kembali (retrogradasi) pada saat pendinginan setelah prakteknya, pati dapat langsung digunakan sebagai
mengalami gelatinisasi (Munarso dan Jumali 1998). bahan baku/campuran, namun beberapa produk
memerlukan pati yang dimodifikasi (secara fisik maupun
Tabel 4 menunjukkan bahwa viskositas puncak pati kimia) untuk mendapatkan sifat-sifat yang dikehendaki
bervariasi untuk masing-masing varietas ubi jalar dengan (BIOTEC 2003).
nilai tertinggi pada varietas Sari dan terendah pada
varietas Pakhong. Hal ini dapat disebabkan oleh ren- Rendemen tinggi merupakan kriteria utama dalam
dahnya kadar amilosa pati varietas Sari. Ishiguro dan pemilihan varietas/klon ubi jalar sebagai bahan baku
Yamakawa (2000) juga mengamati nilai viskositas pati. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa varietas
puncak yang tinggi pada dua klon ubi jalar yang kadar Sukuh dan Ayamurasaki memiliki kadar pati tinggi
amilosanya rendah, meski tidak diperoleh korelasi positif sehingga sesuai untuk pembuatan pati. Selanjutnya,
antara kadar amilosa dengan viskositas puncak pada ukuran granula merupakan salah satu sifat fungsional
18 klon yang diuji. Menurut Luh dan Liu (1980) dalam yang turut menentukan pemanfaatan pati. Pati dengan
Munarso dan Jumali (1998), pati dengan kadar amilosa ukuran granula kecil memiliki kemampuan menyerap
tinggi umumnya mempunyai viskositas puncak rendah air lebih baik dan lebih mudah dicerna oleh enzim. Hal
(visko sitas balik tinggi) dan sebaliknya. Pati varietas ini penting artinya dalam pembuatan gula cair (glukosa,
Sukuh dan Pakhong yang kadar amilosanya relatif tinggi fruktosa, dekstrin) dari pati. Demikian pula untuk
menunjukkan viskositas puncak lebih rendah dibanding pembuatan sohun, pati dengan ukuran granula kecil
Sari dan Ayamurasaki. Menurut Stone dan Lorent (1984) lebih disukai karena dapat meningkatkan penyerapan
dalam Afdi (1991), kadar amilosa yang tinggi air dan kekuatan sohun sebelum dimasak, sehingga
menyebabkan viskositas pasta pati tidak mencapai tidak mudah patah/rapuh (Lee et al. 1987 dalam
maksimum karena ikatan internal yang kuat antar- Piyachomkwan et al. 2004). Selain itu, granula pati yang
molekul amilosa dapat menghalangi penetrasi air ke ukurannya kecil (< 10 mm) dan relatif sama dengan
dalam granula pati. Viskositas puncak pati ubi jalar pada globula lemak potensial digunakan sebagai pengganti
penelitian ini relatif lebih tinggi dibanding penelitian lemak (fat replacer) dalam industri makanan (BIOTEC
Santosa et al. (1997), Utomo dan Antarlina (1997), 2003). Upaya modifikasi secara fisik untuk mengecilkan
Suganuma dan Kitahara (1998), Suryani (2001) dan ukuran granula pati telah dilakukan pada pati jagung,
Suismono (2001) yang berkisar antara 450-860 BU. Hal terigu, kentang dan ubi kayu dalam upaya penggunaan-
ini dapat disebabkan oleh perbedaan varietas, terutama nya pada industri makanan, bahan pengemas yang

15
GINTING ET AL.: KARAKTERISTIK PATI UBI JALAR

bersifat biodegradable, farmasi, kosmetik, detergen, (91,2%), diikuti Pakhong (84,8%), Sukuh (80,9%), dan
kertas, dan tekstil. Diameter granula pati ubi jalar pada Ayamurasaki (73,7%).
penelitian ini cukup kecil (rata-rata 10 mm), sehingga 2. Rendemen pati berkorelasi positif dengan kadar pati
dapat digunakan sebagai bahan baku gula cair dan umbi segar. Varietas Sukuh dan Ayamurasaki
sohun. Namun, upaya modifikasi fisik juga dapat mem- memiliki rendemen pati paling tinggi (14,5% dan
perluas pemanfaatannya. 14,2%). Pati varietas Sukuh juga memiliki tingkat
Berdasarkan sifat amilografi juga dapat ditentukan kekerasan dan kekuatan gel tertinggi, berkaitan
jenis produk yang dapat diolah dari pati ubi jalar. Untuk dengan kadar amilosanya yang juga paling tinggi
pembuatan sohun, diperlukan pati yang kadar amilosa- (39% bk).
nya tinggi, seperti pati kacang hijau. Namun di Indonesia, 3. Waktu dan suhu gelatinisasi pati bervariasi antar-
sohun biasanya diolah dari pati aren (Suryani 2001). varietas dengan nilai tertinggi pada varietas Sukuh
Demikian pula untuk bihun, biasanya diolah dari beras (39 menit, 88,5oC), namun viskositas puncak ter-
yang kadar amilosanya tinggi (Munarso dan Wibowo tinggi terdapat pada varietas Sari (1420 BU). Pati dari
1998). Kedua produk ini menghendaki viskositas dan varietas Sukuh, Sari, Pakhong, dan Ayamurasaki
stabilitas gel yang tinggi serta tidak banyak padatan yang tampaknya sesuai untuk produk sohun dan bihun
hilang/terlarut pada saat pemasakan dan tidak mudah yang memerlukan kadar amilosa dan tingkat
hancur setelah dingin (Collado and Corke 1997). Kadar kestabilan gel tinggi. Pati varietas Pakhong,
amilosa yang tinggi menghasilkan gel yang kokoh dan Ayamurasaki, dan Sari juga sesuai untuk produk-
tetap utuh setelah dingin karena retrogradasi ber- produk yang memerlukan viskositas tinggi pada
langsung cepat. perlakuan suhu yang relatif lebih rendah. Pati
Pati dari varietas Sukuh, Sari, Pakhong, dan varietas Ayamurasaki lebih sesuai untuk produk-
Ayamurasaki dengan kadar amilosa yang relatif tinggi produk yang tidak memerlukan warna cerah sebagai
(33,4-39,0% bk) tampaknya sesuai untuk produk sohun tolok ukur mutu.
dan bihun. Hal ini juga didukung oleh viskositas puncak
pati yang cukup tinggi dan relatif kecil penurunannya
setelah dingin (Tabel 4), atau tingkat kestabilan gel tinggi
pada saat dan setelah pemanasan. Suryani (2001)
SARAN
melaporkan bahwa campuran pati ganyong dan ubi jalar Berdasarkan rendemen, varietas Sukuh paling sesuai
(1:1) dapat menghasilkan sohun yang sifat fisiknya relatif untuk pati, namun masih perlu diperbaiki warnanya
sama dengan sohun dari pati aren. Oleh karena itu, melalui proses pengolahan. Perlu pula diteliti pengolahan
penggunaan pati ubi jalar sebagai bahan baku atau pati dari varietas/klon ubi jalar yang berkadar bahan
campuran dalam pembuatan sohun dan bihun menarik kering tinggi untuk meningkatkan rendemen dan
untuk diteliti lebih lanjut. Untuk produk saus, selai, bahan pemanfaatannya untuk berbagai produk olahan.
pengental dan perekat yang memerlukan viskositas
tinggi pada pemanasan dengan suhu dan waktu yang
relatif pendek, pati dari varietas Sari, Pakhong, dan
Ayamurasaki dapat digunakan. Menurut Suismono UCAPAN TERIMA KASIH
(2001), pati dengan viskositas puncak lebih dari 1000
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Sdr.
BU sebagaimana halnya pati varietas Sukuh, Sari,
Suprapto (staf teknis Balitkabi, Malang), Sdr. Kiyastuti
Pakhong, dan Ayamurasaki, juga sesuai untuk produk
dan Nisfatul Faizah (mahasiswa FKIP Biologi, Universitas
ekstrusi seperti kerupuk dan chiky. Pati ubi jalar juga
Muhammadiyah, Malang) yang telah membantu
berpeluang untuk mensubstitusi maizena pada
pelaksanaan penelitian ini. Hal serupa juga disampaikan
pembuatan kue kering untuk memperbaiki teksturnya.
kepada personel Laboratorium Pengujian Balitpa,
Pati varietas Ayamurasaki yang warnanya relatif gelap
Sukamandi, atas bantuannya menganalisis beberapa
lebih sesuai untuk bahan campuran produk yang tidak
sifat fisik dan amilografi pati ubi jalar.
memprioritaskan warna putih/cerah sebagai tolok ukur
mutu, seperti selai.

DAFTAR PUSTAKA
KESIMPULAN Afdi, E. 1991. Karakteristik pasta pati jagung sebelum dan sesudah
modifikasi. Pemberitaan Penelitian Sukarami (19):28-32.
1. Warna daging umbi berpengaruh terhadap derajat
putih pati dengan nilai tertinggi pada varietas Sari

16
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 24 NO. 1 2005

Antarlina, S.S. 1991. Pengaruh umur panen dan beberapa klon Maneepun, S., S. Reungmaneepaitoon, and M. Ynchalad. 1992.
terhadap sifat sensoris, fisik dan kimiawi tepung ubi jalar. Sweetpotato starch and flour research in Thailand. In G.J.
Thesis S2 Fakultas Pascasarjana, Program KPK UGM, Scott, S. Wiersema, and P.I. Ferguson (Eds). Product
Universitas Brawijaya, Malang. 100p. development for root and tuber crops. Vol. I-Asia. Int. Potato
Antarlina, S.S. 1997. Karakteristik ubi jalar sebagai bahan tepung Center. Lima, Peru. p. 229-241.
dalam pembuatan kue cake. Dalam S. Budijanto, F. Zakaria, Muljohardjo, M. 1984. Pengolahan tapioka. Bahan kuliah teknologi
R. Dewanti-Hariyadi, dan B. Satiawiharja (Eds). Prosiding pengolahan ubi-ubian. FTP–UGM. Yogyakarta. 33p.
Seminar Nasional Teknologi Pangan. Denpasar 16-17 Juli Noda, T., Y. Takahata, T. Sato, M. Hisamatsu, and T. Yamada. 1995.
1997. PATPI-Menpangan RI. p.188-204. Physicochemical properties of starches extracted from
Antarlina, S.S. dan J.S. Utomo. 1999. Proses pembuatan dan peng- sweetpotato roots differing in physiological age. J. Agric.
gunaan tepung ubi jalar untuk produk pangan. Dalam A.A. Food Chem. 43:3016-3020.
Rahmiana, Heriyanto dan A. Winarto (Eds). Pemberdayaan Noda, T., Y. Takahata, T. Sato, H. Ikoma, and H. Mochida. 1997.
tepung ubi jalar sebagai substitusi terigu dan potensi kacang- Combined effects of planting and harvesting dates on starch
kacangan untuk pengayaan kualitas pangan. Balitkabi, properties of sweetpotato roots. Carbohydrate Polymers
Malang. p.30-44. 33:169-176.
AOAC, 1990. Official methods of analysis of association of official Noda, T., T. Kobayashi, and I. Suda. 2001. Effect of soil temperature
analytical chemist. AOAC Int. Washington D.C. on starch properties of sweetpotatoes. Carbohydrate Polymers
Apriyantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, Sedarnawati, dan S. 44:239-246.
Budiyanto. 1989. Petunjuk laboratorium analisis pangan. Munarso, S.J. dan Jumali. 1998. Pengaruh perbedaan kadar amilosa
Pusat Antar-Universitas, IPB. Bogor. p.60-61. tepung beras (Oryza sativa) terhadap mutu kwe tiau yang
BIOTEC. 2003. Physically modified cassava starch and its potential dihasilkan. Dalam S. Raharjo, D.W. Marseno dan W.
application in food and non-food industr y. www.me.// Supartono (Eds). Prosiding Seminar Nasional Teknologi
A.\BIOTEC.htm (accessed on February 18, 2003). Pangan dan Gizi. Yogyakarta, 15 Desember 1998. PATPI. p.
518-527.
Bruneton, J. 1999. Pharmacognosy phytochemistry medical plants.
2 nd ed. Lavoisier Publishing. Paris. p.355-368. Munarso, S.J. dan P. Wibowo. 1998. Pengaruh perbedaan kadar
amilosa dan sifat fisikokimia tepung beras terhadap mutu
Cagampang, G.B., C.M. Perez, and B.O. Juliano. 1973. A gel con- bihun yang dihasilkan. Dalam S. Raharjo, D.W. Marseno dan
cistency test for eating quality of rice. J. Sci. Food Agric. W. Supartono (Eds). Prosiding Seminar Nasional Teknologi
24:1589-1594. Pangan dan Gizi. Yogyakarta, 15 Desember 1998. PATPI. p.
Collado, L.S. and H. Corke. 1997. Properties of starch noodles as 528-535.
affected by sweetpotato genotypes. Cereal Chem. 74(2):182- Onwueme, I.C. 1978. The tropical tuber crops yams, cassava,
187. sweetpotato and cocoyam. John Willey and Sons. New York.
Deniwati. 1991. Pengaruh varietas dan perendaman bersulfat dalam Piyachomkwan, K., K. Sriroth, K. Chinsamran, K. Laohaphattanalert
pembuatan tepung ubi jalar. Skripsi S1 (tidak dipublikasikan). and C.G. Oates. 2004. Development of a standard protocol
Universitas Pasundan, Bandung. 100 p. for the processing of high quality sweetpotato starch for noodle
FAOSTAT. 2001. Statistical database of food balance sheet. making. In K.O. Fuglie and M. Hermann (Eds). Sweetpotato
www.fao.org. (accessed on April 20, 2004). post harvest research and development in China. Proceedings
Fuglie, K.O. and C.G. Oates. 2004. Starch markets in Asia. In K.O. of an International Workshop held in Chengdu, Sichuan, PR
Fuglie and M. Hermann (Eds). Sweetpotato post harvest China on November 7-8, 2001. CIP, Bogor, Indonesia. p.140-
research and development in China. Proceedings of an 160.
International Workshop held in Chengdu, Sichuan, PR China Puslitbang Tanaman Pangan. 2002. Deskripsi varietas unggul padi
on November 7-8, 2001. CIP, Bogor, Indonesia. p.100-110. dan palawija 2001-2002. Bogor.
Haryadi. 1994. Dasar-dasar dan pemanfaatan ilmu dan teknologi Rindayani. 2000. Pengaruh varietas dan komposisi tepung ubi jalar
pati. Agritech 13(3):37-42. (Ipomea batatas L.) instan terhadap kualitas roti tawar. Skripsi
S1 Universitas Muhammadiyah, Malang. 61p.
Harijono, N. Basuki, S.S. Antarlina, dan Heriyanto. 2000. Rekayasa
teknologi pengolahan dalam rangka pengembangan agro- Santosa, B.A.S., S. Widowati, dan D.S. Damardjati. 1994. Evaluasi
industri berbasis ubi jalar. Laporan penelitian kerja sama sifat-sifat fisik kimia tepung dua varietas ubi jalar. Dalam A.
Unibraw dengan ARMP-II dan Badan Litbang Pertanian. 56p. Winarto, Y. Widodo, S.S. Antarlina, H. Pudjosantoso dan
Sumarno (Eds). Risalah Seminar Penerapan Teknologi
Heriyanto, R. Krisdiana, dan S.S. Antarlina. 2002. Kelayakan finansial
Produksi dan Pascapanen Ubi Jalar mendukung Agroindustri.
pengembangan industri tepung ubi jalar. Dalam B. Prayudi,
Malang, 30 Nopember–1 Desember 1993. Edisi Khusus
A. Jumberi, M. Sarwani dan I. Noor (Eds). Prosiding Seminar
Balittan Malang No. 3, 1994. p.91-99.
Nasional Pertanian L ahan Kering dan L ahan Rawa.
Banjarbaru, 18-19 Desember 2002. Pusat Sosial Ekonomi, Santosa, B.A.S., Narta, dan S. Widowati. 1997. Studi karakteristik
Bogor. p.87-102. pati ubi jalar. Dalam S. Budijanto, F. Zakaria, R.D. Hariyadi,
dan B. Satiawiharja (Eds). Prosiding Seminar Teknologi
Ishiguro, K. and O. Yamakawa. 2000. Selection of low and high Pangan. Buku I. Denpasar, Bali, 16-17 Juli 1997. PATPI - Kantor
amylose sweetpotato lines. In M. Nakatani and K. Komaki Menpangan. p.301-307.
(Eds). Potential of roots for food and industrial resources. 12
th
Symposium of the International Society for Tropical Root Sastrodipuro, D. 1986. Pembuatan sirup fruktosa dari tepung dan
Crops. ISTRC-FFTC-NICS-JIRCAS-IPGRI-JRTC-KONARC. pati ubi jalar varietas Borobudur, Daya, dan Prambanan.
Tsukuba, Japan. p.220-224. Pemberitaan Penelitian Sukarami (7):20-23.
Setiawati, J. dan R. Thahir. 1991. Pengaruh kualitas air terhadap
Juliano, B.O. 1971. A simplified assumy for milled rice amylose.
mutu tapioka. Dalam R. Thahir, A. Setyono, J. Setiawati,
Cereal Sci. Today 16:334-340.
Sudaryono dan S. Setiawan (Eds). Prosiding Seminar Hasil
Penelitian Pascapanen. Balittan Sukamandi. p.163-172.

17
GINTING ET AL.: KARAKTERISTIK PATI UBI JALAR

SNI. 1991. Standar nasional Indonesia untuk tapioka. SNI 01-3451- People’s Republic of China. In G.J. Scott, S. Wiersema, and
1991. Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta. 22p. P.I. Ferguson (Eds). Product development for root and Tuber
Sodhi, H.S. and N. Singh. 2003. Morphological, thermal, and crops. Vol. I-Asia. International Potato Center. Lima, Peru.
rheological properties of starches separated from rice p.217-228.
cultivars grown in India. Food Chem. 80:99-108. Utomo, J. S. dan S. S. Antarlina. 1997. Kajian sifat fisiko-kimia pati
Suda, I., T. Oki, M. Masuda, M. Kobayashi, Y. Nishiba, and S. Furuta. umbi-umbian selain ubikayu. Dalam S. Budijanto, F. Zakaria,
2003. Physiological functionality of purple-fleshed R. Dewanti-Hariyadi, dan B. Satiawiharja (Eds). Prosiding
sweetpotatoes containing anthocyanins and their utilization Seminar Nasional Teknologi Pangan. Denpasar 16-17 Juli
in foods. JARQ 37(3):167-173. 1997. PATPI-Menpangan RI. p.241-248.
Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1997. Prosedur analisa Widowati, S., B.A.S. Santosa, dan D.S. Damardjati. 1994. Peng-
untuk bahan makanan dan pertanian. Liberty, Yogyakarta. p. gunaan tepung ubi jalar sebagai salah satu bahan baku dalam
34-35; 39-40. pembuatan bihun. Dalam A. Winarto, Y. Widodo, S.S.
Antarlina, H. Pudjosantoso dan Sumarno (Eds). Risalah
Suganuma, T. and K. Kitahara. 1998. Sweet potato starch: Its pro- Seminar Penerapan Teknologi Produksi dan Pascapanen Ubi
perties and utilization in Japan. In D. R. LaBonte, M. Jalar mendukung Agroindustri. Malang, 30 Nopember–1
Yamashita, and H. Mochida (Eds). Proceedings of International Desember 1993. Edisi Khusus Balittan Malang No. 3, 1994.
Workshop on Sweet Potato System toward the 21 th Century. p.115-119.
Miyakonojo, Japan, December 9-10, 1997. Kyushu National
Agricultural Experimen Station. p.285-294. Widowati, S., M.G. Waha, dan B.A.S. Santosa. 1997. Ekstraksi
dan karakteristik sifat fisikokimia dan fungsional pati be-
Suryani, C.L. 2001. Karakteristik amilografi pati ganyong putih, berapa varietas talas (Colocasia esculenta (L.) Schott). Dalam
ubi jalar dan garut serta sifat-sifat fisik sohun yang dihasilkan. S. Budijanto, F. Zakaria, R.D. Hariyadi, dan B. Satiawiharja
Dalam B. Widianarko, B. Widiloka, V.P. Bintaro, A.M. Legowo. (Eds). Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pangan.
G. Adjisoetopo, R. Pratiwi, dan Nurwanto (Eds). Himpunan Denpasar, 16-17 Juli 1997. Buku I. PATPI-Menpangan RI.
Makalah Seminar Nasional Teknologi Pangan. Semarang, p.181-195.
Oktober 2001. PATPI. p.42-52.
Winarno, F. G. 1992. Kimia pangan dan gizi. Gramedia Pustaka
Suismono. 2001. Teknologi pembuatan tepung dan pati ubi-ubian Utama. Jakarta. p.27-45.
untuk menunjang ketahanan pangan. Pangan 10(37):37-49.
Woolfe, J.A. 1992. Sweet potato an untapped food resource.
Timmins, W.H., A.D. Marter, A. Westby, and J.E. Rickard. 1992. Cambridge University Press. Cambridge. p.43-49.
Aspects of sweetpotato processing in Sichuan province,

18

Anda mungkin juga menyukai