Anda di halaman 1dari 75

KATA PENGANTAR

KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL RI

P uji syukur kehadirat Allah SWT yang


senantiasa melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya kepada kita semua
sehingga Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan
Narkoba di Lingkungan Pemasyarakatan dapat
tersusun dengan baik sehingga dapat dipergunakan
dengan sebaik-baiknya.
Penyalahgunaan dan Peredaran narkotika di
Lingkungan Pemasyarakatan merupakan masalah dan
fakta yang tidak dapat dipungkiri. Oleh karena itu
diperlukan upaya untuk pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika di Lingkungan Pemasyarakatan. Kita sadari
bersama bahwa sangatlah tidak mudah untuk
mengamankan, merawat serta membina narapidana
narkoba dalam Lapas.
Banyak tantangan serta kendala dalam
pelaksanaannya. Oleh karena itu diperlukan sistem
pencegahan yang melibatkan kedua belah pihak yang
dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan dengan Badan Narkotika Nasional
(BNN).

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba i


di Lingkungan Pemasyarakatan
Saya ucapkan terima kasih kepada tim yang
telah menyusun buku ini dengan harapan agar
penyempurnaan terhadap isinya ke depan akan terus
dilakukan sesuai dengan dinamika dan perkembangan
bahaya penyalahgunaan narkoba yang terjadi di negeri
kita yang semakin mengkhawatirkan dan mengancam
masa depan generasi muda dan masa depan bangsa.

Jakarta, Desember 2018


Kepala Badan Narkotika Nasional RI

Drs. Heru Winarko, SH

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba ii


di Lingkungan Pemasyarakatan
KATA PENGANTAR
DIREKTUR JENDERAL PEMASYARAKATAN

P uji dan syukur marilah kita panjatkan


kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha
Kuasa yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-NYA kepada kita semua sehingga buku
Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba di
Lingkungan Pemasyarakatan dapat tersusun dengan
baik.
Kita sadari bersama bahwa Petugas
Pemasyarakan mengemban tugas berat dalam
melakukan perawatan tahanan, pembinaan narapidana,
pembimbingan klien pemasyarakatan dan pengeolaan
barang rampasan dan sitaan negara. Dengan
keterbatasan sarana dan prasarana pengamanan, over
crowding jumlah penghuni dan jumlah petugas yang tidak
berimbang dengan jumlah penghuni berdampak
terjadinya pengendalian, penyalahgunaan dan peredaran
Narkotika yang melibatkan oknum Petugas
Pemasyarakatan, Tahanan dan Narapidana.
Dengan tersusunya buku pedoman ini
diharapkan dapat memperkuat sinergitas komitmen
bersama antara Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI dengan
Badan Narkotika Nasional dalam pencegahan
penyalahgunaan dan peredaran narkotika di lingkungan

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba iii


di Lingkungan Pemasyarakatan
Pemasyarakatan baik Lembaga Pemasyarakatan
(Lapas), Rumah Tahanan Negara (Rutan), Cabang
Rumah Tahanan Negara (Cabrutan), Balai
Pemasyarakatan (Bapas) dan Rumah Penyimpanan
Benda Sitaan dan Rampasan Negara (Rupbasan).
Saya ucapkan terima kasih dan apresiasi kepada
tim penyususn yang telah menyusun buku. Seiring
dengan perkembangan kejahatan narkotika, masukan
data dan ide konstruktif demi kesempurnaan buku ini
sangat kami harapkan.
Indonesia Hebat, Indonesia Sehat, Indonesia
bebas Narkoba.

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba iv


di Lingkungan Pemasyarakatan
DAFTAR ISI

Kata pengantar Kepala BNN RI.............................. i

Kata Pengantar Dirjen Pemasyarakatan.......……... iii


Daftar Isi ……………………………………………..... v
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang ………………….…………..... 1
B. Maksud dan Tujuan ………………………….. 5
C. Sasaran ………………….…………………..... 6
D. Pengertian …………………....………….……. 7

Bab II Kondisi di Lingkungan Pemasyarakatan


A. Upaya pemcegahan Penyalahgunaan Narkoba
di Indonesia ………………..………. 14
B. Ancaman Bahaya Penyalahgunaan Narkoba di
Indonesia .………………………………….. 19
C. Upaya Penanganan Penyalahgunaan Narkoba
di Lingkungan Pemasyarakatan....................... 21

Bab III Strategi Pencegahan Penyalahgunaan


Narkoba di Lingkungan Pemasyarakatan
A. Sistem Pencegahan di Lingkungan
Pemasyarakatan Secara Umum…………... 24
28
1. Peningkatan Pelayanan …......……...…...
2. Peningkatan Pengetahuan tentang Narkoba
29
dan Permasalahannnya……...
B. Pendekatan Pencegahan bagi Petugas 47
Pemasyarakatan……………………………..

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba v


di Lingkungan Pemasyarakatan
C. Pendekatan Pencegahan bagi Taruna 43
Poltekip………………………………………….
D. Pembentukan Relawan Anti Narkoba………. 51

Bab IV Kondisi Layanan Di Lingkungan


Pemasyarakatan Yang Diharapkan
A. Definisi Pelayanan Publik…………………… 54
B. Ruang Lingkup Pelayanan Publik………..… 55
C. Penyelenggara Pelayanan Publik…………… 56
D. Penyelenggaraan Pelayanan Publik ………… 57
Penyelenggaraan Pelayanan Publik

Bab V Penutup
A. Kesimpulan……………………………………. 62
B. Saran………………………………………...… 65

Tim Penyusun………………………………………. 67
Lampiran

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba vi


di Lingkungan Pemasyarakatan
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kejahatan Narkoba merupakan kejahatan
yang bersifat laten, dinamis, berdimensi
internasional yang mengancam bangsa
Indonesia. Presiden
Republik Indonesia
Perkembangan
Joko Widodo Prevalensi
menegaskan bahwa Penyalahgunaan
Narkoba terus
Indonesia saat ini
Meningkat
dalam kondisi
“Darurat Narkoba”.
Berdasarkan data yang ada
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba
terus berkembang, bahkan hingga tahun 2018
relatif tanpa penurunan. Fakta pendukungnya
yaitu Pertama, Kejahatan Narkoba menyerang
seluruh lapisan masyarakat tanpa pandang
bulu, semua pelaku kejahatan Narkoba
dilakukan proses hukum dan berakhir di
Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Kedua,
Trend

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 1


di Lingkungan Pemasyarakatan
prevalensi penyalahgunaan narkoba terus
meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2015
mencapai 2,2 % dari jumlah penduduk Indonesia
atau sekitar 4 juta jiwa.
Dampak dari penhyalahgunaan Narkoba
tersebut yaitu sekitar 15 ribu orang per tahun
meninggal dunia. Ketiga, Rumah Tahanan Negara
(Rutan) dan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas)
mayoritas dihuni oleh tahanan dan narapidana
Narkoba. Keterbatasan sarana dan prasarana
pengamanan, over crowding jumlah penghuni dan
jumlah petugas yang tidak berimbang dengan
jumlah penghuni berdampak terhadap terjadinya
pengendlian, penyalahgunaan dan peredaran
Narkoba yang melibatkan oknum Petugas
Pemasyarakatan, tahanan dan narapidana.
Dengan kondisi angka prevalensi yang sangat
tinggi dan meningkat setiap tahunya, Presiden
Republik Indonesia menegaskan bahwa Indonesia
saat ini Darurat Narkoba serta memerintahkan
kepada seluruh lapisan masyarakat dan aparatur
penegak hukum terkait untuk

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 2


di Lingkungan Pemasyarakatan
“Perang Melawan Narkoba”. Hal tersebut
tentunya menjadi tantangan dan prioritas nasional
bagi BNN sebagai leading sector penanganan
permasalahan narkotika untuk mengubah kondisi
darurat narkoba menjadi kondisi aman dari
peredaran dan pengendalian Narkoba dalam upaya
mendukung agenda keempat NAWACITA yaitu
menolak negara yang lemah dengan melakukan
reformasi sistem dan penegakan hukum yang
bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsi
pemberantasan dan pencegahan Narkoba BNN
menjalin kemitraan dengan Polri, Bea dan Cukai,
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM),
Kementerian Kesehatan RI, Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia RI.
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan serius
dalam melakukan pemberantasan penyalahgunaan
dan peredaran gelap narkoba maupun penegakan
hukum terhadap petugas mulai dari tingkat
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan sampai

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 3


di Lingkungan Pemasyarakatan
dengan Unit Pelaksana Teknis (UPT)
Pemasyarakatan dalam upaya memelihara dan
meningkatkan kehidupan yang teratur, aman dan
tentram UPT Pemasyarakatan serta mencegah
terjadinya pungutan liar, tindak pidana korupsi,
penyimpangan dalam memberikan pelayanan,
keterlibatan petugas, tahanan dan narapidana
dalam peredaran dan penyalahgunaan Narkoba.
Sebagai wujud keseriusan tersebut Direktorat
Jenderal Pemasyarakatan memberikan berbasis IT
seperti pemberian Cuti Bersyarat (CB),
Pembebasan Bersyarat (PB) dan remisi secara
online, menetapkan Lapas dan Rutan untuk
narapidana resiko tinggi (high risk) kategori bandar
Narkoba yang penangananya akan dilakukan
simultan bersama BNN dan Polri.
Dalam upaya memberikan informasi, wawasan
dan kesamaan gerak langkah pencegahan
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba
bagi Petugas Pemasyarakatan dan Taruna
Politeknik Ilmu Pemasyarakatan (Poltekip) sebagai
tunas pimpinan Pemasyarakatan masa depan

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 4


di Lingkungan Pemasyarakatan
dipandang perlu menerbitkan buku Pencegahan
Bahaya Penyalahgunaan Narkoba di
Lingkungan Pemasyarakatan. Buku ini
selanjutnya ke depannya akan dilengkapi dengan
modul pembelajaran dan buku saku untuk menjadi
panduan secara teknis terutama mempertajam
pengetahuan teori dan teknis pencegahan
penyalahgunaan dan peredaran Narkoba di
Lingkungan Pemasyarakatan.

B. Maksud dan Tujuan


1. Maksud
Memberikan pedoman atau guideline
yang lebih praktis dan langsung
tertuju pada pokok permasalahan
yang sering muncul dalam upaya
pemberantasan penyalahgunaan dan
peredaran Narkoba di Lapas dan Rutan.
2. Tujuan
a. Petugas Lapas, Rutan dan Taruna
Poltekip memiliki pengetahuan dan
keterampilan dalam Pencegahan,

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 5


di Lingkungan Pemasyarakatan
Pemberantasan Penyalahgunaan dan
Peredaran Gelap Narkoba (P4GN);
b. Petugas Lapas, Rutan dan Taruna
Poltekip mampu menerapkan
pengetahuan dan keterampilannya
dalam pelaksanaan tugas;
c. Memperkuat komitmen dan kepedulian
Petugas Lapas, Rutan dan Taruna
Poltekip dalam pencegahan dan
pemberantasan Narkoba.

C. Sasaran
1. Petugas Pemasyarakatan di
UPT Pemasyarakatan.
Seluruh petugas Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas),
Rumah Tahanan Negara (Rutan), Cabang
Rumah Tahanan Negara (Cabrutan), Balai
Pemasyarakatan (Bapas) dan Rumah
Penyimpanan Benda Sitaan dan Rampasan
Negara (Rupbasan) pada umumnya dan bagi
petugas yang tugas dan fungsnya berkaitan

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 6


di Lingkungan Pemasyarakatan
dengan pengamanan, pelayanan tahanan,
pembinaan narapidana dan pembimbingan
klien pemasyarakatan untuk dapat langsung
mengaplikasikanPemberantasan Penyalahgu
aan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN).
2. Taruna Politeknik Ilmu Pemasyarakatan
Untuk menumbuhkan semangat
perang melawan Narkoba dan
memunculkan pemikiran yang
bersifat ilmiah dan akademis tentang
metode baru dalam melakukan upaya
Pemberantasan Penyalahgunaan dan
Peredaran Gelap Narkoba (P4GN).
D. Pengertian
1. Advokasi
Advokasi adalah seperangkat kegiatan yang
ditargetkan dan diarahkan kepada pembuat
kebijakan agar dapat mendukung isu
kebijakan tertentu. Advokasi berarti
menyampaikan pesan kepada orang lain untuk
menghasilkan pemahaman masyarakat yang
lebih luas tentang permasalahan dan isu-isu

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 7


di Lingkungan Pemasyarakatan
lain, perubahan dalam kebijakan, undang-
undang dan pelayanan. Kegiatan advokasi
dapat melibatkan aksi di semua tingkatan,
secara lokal maupun melalui perwakilan
lembaga-lembaga pembuat kebijakan
nasional.
2. Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba
Upaya penyebaran informasi mengenai
bahaya serta permasalahan Narkoba kepada
masyarakat serta mengajak masyarakat untuk
berperan secara aktif dalam upaya
pencegahan tersebut guna mengurangi
korban penyalahgunaan Narkoba.
3. Pemasyarakatan
Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk
melakukan pembinaan Warga Binaan
Pemasyarakatan berdasarkan sistem,
kelembagaan, dan cara pembinaan yang
merupakan bagian akhir dari sistem
pemidanaan dalam tata peradilan pidana.

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 8


di Lingkungan Pemasyarakatan
4. Lembaga Pemasyarakatan
Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya
disebut Lapas adalah tempat untuk
melaksanakan pembinaan Narapidana dan
Anak Didik
Pemasyarakatan.
5. Rumah Tahanan Negara
Rumah Tahanan Negara yang selanjutnya
disebut Rutan adalah Unit Pelaksana Teknis
(UPT) Pemasyarakatan tempat tersangka dan
terdakwa ditahan selama proses penyidikan,
penuntutan dan pemeriksaan dalam sidang
pengadilan.
6. Balai Pemasyarakatan
Balai Pemasyarakatan yang selanjutnya
disebut Bapas adalah pranata untuk
melaksanakan bimbingan Klien
Pemasyarakatan.

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 9


di Lingkungan Pemasyarakatan
7. Rumah Penyimpanan Benda Sitaan
Negara (Rupbasan)
Tempat Penyimpanan dan pengelolaan
benda sitaan dan barang rampasan
negara.
8. Petugas Pemasyarakatan
Petugas Pemasyarakatan merupakan
Pejabat Fungsional Penegak Hukum yang
melaksanakan tugas di bidang pembinaan,
pengamanan, dan pembimbingan Warga
Binaan Pemasyarakatan.
9. Politeknik Ilmu Pemasyarakatan
Perguruan tinggi kedinasan yang terletak di
bawah naungan Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia RI, didirikan atas
pertimbangan adanya kebutuhan sumber
daya manusia di bidang Pemasyarakatan
yang mendesak sehubungan dengan
adanya perubahan sistem perlakuan
terhadap pelanggar hukum di Indonesia
dari Sistem Kepenjaraan menjadi Sistem
Pemasyarakatan.

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 10


di Lingkungan Pemasyarakatan
10. Narapidana
Narapidana adalah Terpidana yang
menjalani pidana hilang
kemerdekaan di Lapas.
11. Klien Pemasyarakatan
Klien Pemasyarakatan yang selanjutnya
disebut Klien adalah
seseorang yang berada dalam bimbingan
Bapas.

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 11


di Lingkungan Pemasyarakatan
BAB II
KONDISI DI LINGKUNGAN PEMASYARAKATAN

Berdasarkan kode satuan kerja per tanggal 1


Desember 2018 jumlah Unit Pelaksana Teknis (UPT)
Pemasyarakatan sebanyak 661 dengan rincian :

Kapasitas Lapas dan Rutan tersebut sebanyak


125.857 orang, saat ini dihuni oleh 254.857 orang,
dengan jumlah Narapidana dan Tahanan perkara
Narkoba sebanyak 112.731 orang. Dari data tersebut
diketahui bahwa over crowding sebesar 102,50 % dan
44,23 % penghuni Lapas dan Rutan merupakan perkara

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 12


di Lingkungan Pemasyarakatan
Narkoba. Adapun jumlah seluruh Petugas
Pemasyarakatan sebanyak 43.041 orang dengan jumlah
petugas pengamanan sebanyak 28.589 orang
Dengan melihat kondisi penghuni Lapas dan
Rutan yang mayoritas merupakan Narapidana dan
Tahanan perkara Narkoba maka tidak menutup
kemungkinan adanya permintaan Narkoba yang cukup
besar dan adanya penawaran sehingga menjadi sebuah
transaksi. Narapidana dan tahanan perkara Narkoba
yang ada di Lapas dan Rutan dalam kondisi
ketergantungan Narkoba sehingga dengan segala cara
senantiasa selalu mencari kesempatan untuk
mendapatkan Narkoba.
Hal tersebut diperparah dengan kondisi hunian
yang over crowding, kurangnya sarana pengamanan
dan kurangnya jumlah petugas di setiap Lapas dan
Rutan semakin memperparah kondisi Lapas dan Rutan
yang ada yaitu narapidana dan tahanan bukan perkara
Narkoba ikut terlibat dalam jaringan narkoba.

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 13


di Lingkungan Pemasyarakatan
A. Upaya Pencegahan terhadap Penyalahgunaan
Narkoba di Indonesia
Pencegahan terhadap penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkotika di Indonesia telah
berlangsung sekitar 57 tahun. Indonesia telah
menandatangani konvensi internasional tentang
Narkotika yaitu Konvensi Tunggal Narkotika 1961
(Single Convention On Narcotic Drugs, 1961) dengan
mengajukan persyaratan dan juga telah
menandatangani protokol yang mengubah Konvensi
Tunggal Narkotika 1961 tersebut (Protocol Amending
The Single convention On Narcotic Drugs, 1961).
Dengan ditandatanganinya konvensi tersebut, maka
Indonesia telah meratifikasi konvensi internasional
tersebut dengan dikeluarkannya Undang-undang nomor
8 Tahun 1976 tentang Pengesahan Konvensi Tunggal
Narkotika 1961 Beserta Protokol Yang Mengubahnya
pada tanggal 26 Juli 1976 oleh Presiden Soeharto.
Penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika
di Indonesia dimulai sejak tahun 1970 an dengan
maraknya peredaran ganja dan pil-pil. Terhadap
peredaran Narkotika tersebut, Indonesia telah memulai

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 14


di Lingkungan Pemasyarakatan
membasmi secara terus menerus dan tidak berhenti.
Dalam perkembanganya ditemukan permasalahan
dalam pemberantasan Narkotika yang belum diatur
dalam hukum positif, seperti penyalahgunaan dan
peredaran gelap psikotropika yang ternyata marak
disalahgunakan oleh pecandu Narkotika, akhirnya
psikotropika diatur dalam undang-undang nomor 5
Tahun 1997 tentang Psikotropika dan mengamandemen
Undang-Undang nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika
menjadi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang
Narkotika dan di ubah menjadi Undang – Undang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Seiring dengan perkembangan zaman,
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika
mengalami perkembangan segmen dan dimensi, tidak
hanya terjadi di lingkungan masyarakat tetapi juga
terjadi di Lapas dan Rutan. Hal ini tentunya perlu
dilakukan upaya pencegahan secara maksimal oleh
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan Badan
Narkotika Nasional. Banyak perkara Narkoba yang
terungkap dan terindikasi melibatkan narapidana,
tahanan dan petugas Lapas dan Rutan dalam

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 15


di Lingkungan Pemasyarakatan
pengendalian dan peredaran Narkoba dengan barang
bukti Narkotika, aset dan uang hasil money laundering
(pencucian uang).
Perkembangan penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika semakin mengkhawatirkan bangsa
Indonesia. Meningkatnya pengguna ilegal, maraknya
peredaran gelap narkotika dan modus operandi
peredaran narkotika yang berganti-ganti menyulitkan
pemerintah dalam menangani permasalahan narkotika.
Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang
Narkotika dikatakan bahwa dalam jangka waktu 2 (dua)
tahun setelah diterbitkannya undang-undang ini, maka
segera dibentuk Badan Koordinasi Narkotika Nasional
(BKNN).
Pembentukan BKNN direalisasikan oleh
pemerintah melalui Keputusan Presiden Nomor 17
Tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional (BNN)
dan perubahan kedua Peraturan Presiden Nomor 83
Tahun 2007 tentang BNN serta perubahan ketiga
Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang
Badan Narkotika Nasional (BNN) yang diperkuat

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 16


di Lingkungan Pemasyarakatan
dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika.
Dengan adanya badan yang menangani
permasalahan narkotika, maka diharapkan dapat
meminimalisir dan mencegah sedini mungkin ancaman
peredaran narkoba. Dalam rangka menuju Indonesia
Bersih Narkoba, dikeluarkan Instruksi Presiden Nomor
12 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Kebijakan Strategi
Nasional Pencegahan dan Pemberantasan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN)
Tahun 2011-2015. Dalam kurun waktu tersebut terjadi
perkembangan peredaran narkotika jenis baru atau
biasa disebut New Psychoactive Substances (NPS),
kasus pertama kali yang ditangani pada tahun 2013
menggunakan NPS dengan jenis metylone yang tidak
diatur dalam Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika.
Data UNODC tahun 2013 menyebutkan bahwa
terdapat 251 jenis NPS baru di seluruh dunia hingga
tahun 2017 sekitar 800 NPS di seluruh dunia. Sampai
dengan saat ini di Indonesia telah beredar 73 jenis
Narkotika baru yang ditemukan oleh Badan Narkotika

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 17


di Lingkungan Pemasyarakatan
Nasional dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, 66
jenis telah dimasukan dalam lampiran UU Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika.
Perkembangan modus operandi penyelundupan
Narkotika ilegal melalui jalur transportasi darat, laut dan
udara juga semakin berkembang baik dilakukan secara
putus melalui kurir maupun memakai jasa ekspedisi
untuk mengelabuhi petugas. Narkoba yang populer
dikonsumsi di Indonesia adalah shabu, ganja dan
ekstasi. Tahun 2016 BNN berhasil menyita shabu
seberat 2,8 ton, tahun 2017 seberat 4,71 ton. Ganja
yang berhasil disita tahun 2016 seberat 13,9 ton, tahun
2017 seberat 155,22 ton. Ekstasi yang berhasil disita
tahun 2016 sebanyak 1.694.970 butir, tahun 2017
sebanyak 2.940.748 butir.
Jaringan yang saat ini melakukan operasi di
Indonesia adalah jaringan internasional yang berasal
dari Tiongkok, Hongkong dan Taiwan yang memasukan
Narkotika jenis shabu ke Indonesia seberat lebih dari 3
ton dan berhasil digagalkan oleh TNI Angkatan Laut
beberapa waktu lalu di Kepulauan Riau. Hal tersebut
mendapatkan perhatian khusus dari Panglima TNI

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 18


di Lingkungan Pemasyarakatan
bahwa Negara Indonesia sedang dilakukan proxy war
oleh negara lain dengan menggunakan Narkotika untuk
menghancurkan generasi penerus bangsa. Proxy war
sudah lama terjadi ketika Inggris melakukan
pertempuran dengan China, dimana Inggris tidak datat
mengalahkan China sehingga Inggris memasukan
candu kepada pasukan dan rakyat China sehingga
dapat ditaklukkan.

B. Ancaman Bahaya Penyalahgunaan dan Peredaran


Gelap Narkoba di Indonesia
Penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika
yang dilakukan para sindikat narkotika internasional
merupakan ancaman serius bagi Indonesia karena telah
merusak generasi penerus bangsa. Dalam
meningkatkan kerjasama internasional upaya
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
transnasional yang terorganisasi, Perserikatan Bangsa-
Bangsa membentuk United Nations Convention Againts
Transnational Organized Crime (konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa menentang tindak pidana transnasional
yang terorganisasi) melalui resolusi Perserikatan

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 19


di Lingkungan Pemasyarakatan
Bangsa-Bangsa nomor 55/25 sebagai instrumen hukum
dalam menanggulangi tindak pidana transnasional yang
terorganisasi. Indonesia sebagai Negara anggota
Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menandatangani
konvensi tersebut pada tanggal 15 Desember 2000 di
Palermo, Italia sebagai wujud komitmen pemberantasan
tindak pidana transnasional yang terorganisasi. Dengan
demikian Indonesia telah meratifikasi konvensi tersebut
melalui Undang-Undang nomor 5 Tahun 2009 tentang
Pengesahan United Nations Convention Againts
Transnational Organized Crime (konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa menentang tindak pidana transnasional
yang terorganisasi).
Dalam undang-undang tersebut beberapa
kejahatan yang termasuk dalam kejahatan transnasional
yang terorganisasi antara lain :
1. Tindak pidana narkotika
2. Tindak pidana korupsi
3. Tindak pidana pencucian uang
4. Tindak pidana terorisme, dan
5. Tindak pidana perdagangan orang

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 20


di Lingkungan Pemasyarakatan
Dengan masuknya tindak pidana narkotika
sebagai kejahatan transnasional yang terorganisasi,
maka dapat dikatakan bahwa kejahatan narkotika
merupakan kejahatan yang serius serta luar biasa
(serious crime and extra ordinary crime) yang diperlukan
penanganan yang luar biasa dengan diperkuat undang-
undang yang mendasarinya.

C. Upaya Penanganan Penyalahgunaan dan Peredaran


Gelap Narkoba di Lingkungan Pemasyarakatan
Penanganan penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkoba di lingkungan pemasyarakatan telah
dilakukan oleh Pemerintah dengan peraturan yang telah
diterbitkan. Pada tahun 2003 pemerintah melalui Menteri
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI telah membentuk
Lembaga Pemasyarakatan untuk tindak pidana yang
berkaitan dengan kasus penggunaan obat terlarang
dengan Nomor M.04.PR.07.03 Tahun 2003 tentang
Pembentukan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika.
Kemudian Pada tahun 2007 Menteri Hukum dan HAM
RI menerbitkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia R.I Nomor M.09-PR.07.10 Tahun 2007

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 21


di Lingkungan Pemasyarakatan
tentang Organisasi dan Tata kerja Departemen Hukum
dan Hak Asasi Manusia R.I dalam Bab VI Direktorat
Jenderal Pemasyarakatan Bagian Kesembilan tentang
Direktorat Bina Khusus Narkotika mempunyai tugas
melaksanakan sebagaian tugas Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan di bidang perawatan kesehatan,
pelayanan sosial, bimbingan hukum dan kemitraan bagi
tahanan dan warga binaan pemasyarakatan khusus
narkotika.
Selanjutnya dengan adanya perkembangan
zaman dan maraknya penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkoba di lingkungan pemasyarakatan maka
pemerintan membuat Peraturan Bersama Menteri
Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Dan
Kepala Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia
Nomor : M.HH-09.HM.03.02 Tahun 2011 Nomor:
12/Per-Bnn/XII/2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan
Pencegahan Dan Pemberantasan Penyalahgunaan Dan
Peredaran Gelap Narkotika Di Dalam Lembaga
Pemasyarakatan Dan Rumah Tahanan Negara.
Kemudian Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
menerbitkan Surat Edaran Nomor Pas-46.PK.01.04.01

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 22


di Lingkungan Pemasyarakatan
tahun 2011 tentang Kewaspadaan Terhadap Pererdara
Gelap narkoba Diunit Pelaksana tekis Pemasyarakatan.
Kemudian pada tahun 2017 Pemerintah telah
menetapkan Lembaga Pemasyarakatak HigRisk melalui
Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI
Nomor : M.HH.07.OT.01.01 Tahun 2017 Tentang
Penetapan Lapas Kelas I Batu Nusakambangan, Lapas
Kelas II A Pasir Putih Nusakambangan, Lapas Kelas III
Langkat, Lapas Kelas III Kasongan dan Rutan Kelas IIA
Gunung Sindur sebagai Lembaga Pemasyarakatan atau
Rumah Narapidana Negara Khusus Bagi Narapidana
Risiko Tinggi

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 23


di Lingkungan Pemasyarakatan
BAB III
STRATEGI PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN
DI LINGKUNGAN PEMASYARAKATAN

A. Sistem Pendekatan Pencegahan Di Lingkungan


Pemasyarakatan Secara Umum
Lingkungan Pemasyarakatan terutama di Lapas
merupakan Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan
tempat melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak
Didik Pemasyarakatan. Berdasarkan sistem
pemasyarakatan yang ada, pada lapas ditempatkan
semua narapidana termasuk juga narapidana kasus
narkotika baik korban maupun pengedar.
Sistem pemasyarakatan juga bertujuan untuk
melindungi masyarakat terhadap tindak pidana narkoba
oleh narapidana. Penyalahgunaan dan peredaran
narkoba di Lapas setiap tahun terus mengalami
peningkatan, hal ini telah menjadi ancaman bahaya
yang serius terhadap berbagai aspek kehidupan
manusia, masyarakat, dan bangsa. Sehingga diperlukan
adanya upaya pencegahan yang tersistematis dalam
menanggulangi adanya penyalahgunaan. Hal ini diatur
dalam beberapa regulasi sebagai berikut :

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 24


di Lingkungan Pemasyarakatan
1) Peraturan Bersama Menteri Hukum Dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia dan Kepala
Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia
Nomor : M.HH-09.HM.03.02 Tahun 2011
Nomor: 12/Per BNN/XII/2011 Tentang
Pedoman Pelaksanaan Pencegahan Dan
Pemberantasan Penyalahgunaan Dan
Peredaran Gelap Narkotika Di Dalam
Lembaga Pemasyarakatan Dan Rumah
Tahanan Negara
2) Surat Edaran Direktur Jenderal
Pemasyarakatan Nomor PA.46.PK.01.04.01
Tahun 2011 tentang Kewaspadaan Terhadap
Peredaran Gelap Narkoba di UPT
Pemasyarakatan
3) Surat Edaran Direktur Jenderal
Pemasyarakatan tanggal, 02 Januari 2012
Nomor PAS.01.01.04.01 tentang Pencegahan
dan Penindakan terhadap penggunaan
Handphone di Lapas/Rutan/Cabang Rutan

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 25


di Lingkungan Pemasyarakatan
Pencegahan dan penanggulangan narkoba di
Lapas diperlukan baik bagi sipir maupun para
narapidana sehingga diperlukan sistem pencegahan
yang melibatkan dua belah pihak yakni Kementerian
Hukum dan HAM, yang dalam hal ini adalah Direktorat
Jenderal Pemasyarakatan dengan Badan Narkotika
Nasional (BNN). Pendekatan sistem pencegahan
penyalahgunaan di Lapas pada dasarnya dapat
dilakukan dengan 3 metode yakni preventif, represif, dan
upaya manusiawai melalui sistem kuratif dan
rehabilitasi.

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 26


di Lingkungan Pemasyarakatan
Namun dalam pembahasan buku ini kita hanya
akan fokus pada aspek pertama yakni pendekatan
preventif yang bermuara pada kebijakan pencegahan
secara nasional. Terdapat beberapa upaya preventif
yang untuk penanganan pencegahan penyalahgunaan
narkotika di lingkungan pemasyarakatan terutama
petugas dan juga sekolah Poltekip.
Pendekatan ini merupakan aktivitas yang
dilakukan di lingkungan dalam Lapas sebagai bentuk
pencegahan berbasis internal. Berikut adalah sistem
pencegahan yang dapat dibangun pada lingkungan
pemasyarakatan pada dua aspek yakni peningkatan
pelayanan untuk pengawasan terhadap lingkungan
pemasyarakatan terutama Lapas dan pemberian
informasi mengenai Narkoba secara komprehensif agar
dapat memprediksi bentuk-bentuk, cara, modus, dan
ciri-ciri penyalahgunaan yang dapat terjadi di lingkungan
pemasyarakatan.

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 27


di Lingkungan Pemasyarakatan
1. Peningkatan Pelayanan Pemasyarakatan
Berkembangnya kejahatan Narkoba menyebabkan
semakin meningkatnya jumlah tahanan perkara Narkoba
khususnya para pemakai yang berakibat terjadinya over
crowding penghuni Lapas dan Rutan. Dampak dari over
crowding tersebut :
a. Kurang maksimalnya pelayanan terhadap
penghuni Lapas dan Rutan;
b. Munculnya pengendalian, peredaran,
penyalahgunaan Narkoba di dalam Lapas dan
Rutan oleh tahanan, narapidana dan atau
oleh oknum petugas.
Upaya yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan dalam upaya mengurangi dampak over
crowding Lapas dan Rutan akibat dampak
perkembangan kejahatan Narkoba :
a. Percepatan proses reintegrasi sosial, seperti
pengusulan pembebasan bersyarat, cuti bersyarat,
cuti menjelang bebas dan remisi secara online;
b. Melakukan rehabilitasi narapidana Narkoba melalui
program Therapeutic Community (TC)

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 28


di Lingkungan Pemasyarakatan
Upaya yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan tersebut belum optimal sehingga
diperlukan solusi terbaik bagi pecandu Narkoba.
Pecandu Narkoba tidak seharusnya ditempatkan di
Lapas melainkan di pusat rehabilitasi yang memiliki
program penyembuhan dari ketergantungan Narkoba

2. Peningkatan Pengetahuan Mengenai Narkoba


di Lingkungan Pemasyarakatan
a) Apa itu Narkoba
Narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya
atau yang sering disebut Narkoba merupakan zat atau
obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang
dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana
terlampir dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
a. Psikotropika merupakan zat atau obat bukan
narkotika, baik alamiah maupun sintetis, yang

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 29


di Lingkungan Pemasyarakatan
memiliki khasiat psikoaktif melalui pengaruh
selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas
mental dan perilaku.
b. Bahan adiktif adalah bahan/zat yang
berpengaruh psikoaktif di luar Narkotika dan
Psikotropika dan dapat menyebabkan kecanduan.

b) Jenis-jenis Narkoba

Dikenal juga istilah


Ganja ganja, Marijune,
pot, cimeng, Mary
jane, Gele, grass,
weed,

Dikenal juga istilah


white smack,
Heroin Serbuk putih,
medicine, ubat,
putau

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 30


di Lingkungan Pemasyarakatan
Dikenal juga istilah
Kokain crack, daun koka,
pasta koka

Dikenal juga istilah


Ice, ubas,
Sabu
Methamphetamine,
crysta

Dikenal juga istilah


XTC, kancing,
Ecstasy
Ineks, flash, fipper,
hammer

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 31


di Lingkungan Pemasyarakatan
Ketamine

Dikenal juga istilah


vit K, kitkat K,
Spesial K

Dikenal juga istilah


Acid, trips, blotters,
Lysergide stamp, black
sesame, seed,
micro, micro dot

Contoh : lem aica


Ermin-5
aibon, soulvent

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 32


di Lingkungan Pemasyarakatan
Prescription Contoh : Pil BK,
Drugs tramadol, Xanax,
sanadril

c) Ciri Penyalahguna Narkoba


Terjadinya perubahan perilaku
1) Prestasi kerja turun secara mendadak, sering
membolos, tidak menyelesaikan tugas;
2) Pola tidur berubah seperti, malam suka
begadang dan pagi hari sulit dibangunkan;
3) Selera makan berkurang;
4) Banyak menghindari pertemuan dengan
keluarga lainnya karena takut ketahuan
menggunakan Narkoba, banyak mengurung diri
dikamar dan menolak diajak untuk makan
bersama-sama oleh anggota keluarga lainnya;
5) Sikap terhadap anggota keluarga lainnya lebih
kasar dibandingkan dengan sebelumnya;

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 33


di Lingkungan Pemasyarakatan
6) Perubahan kelompok pertemanan;
7) Mudah tersinggung;
8) Suka berbohong;
9) Suka melamun
Tanda-tanda fisik
Tanda-tanda ini biasanya terlihat saat
intoksikasi atau saat terjadi keadaan
putus zat, sesuai dengan jenis narkoba
yang dipakainya.
Ditemukan Narkoba atau alat untuk
menggunakan Narkoba
1) Narkoba (bentuk pil, serbuk, lintingan
ganja, kristal) yang mungkin dapat
dijumpai di tas, lipatan baju, kaset, di
lembaran buku, di laci meja atau
tempat lainya;
2) Alat untuk menggunakan Narkoba seperti
jarum suntik, kertas timah, gulungan uang.
d) Dampak Narkoba
1) Depresan
Obat penenang (sedatis) yang bekerja
pada sistem syaraf, memberikan rasa

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 34


di Lingkungan Pemasyarakatan
rileks, mengurangi ketegangan,
kegelisahan serta tekanan mental. Namun
cenderung mengakibatkan ketergantungan.
Contoh heroin, morfin, alkohol.
2) Stimulan
Zat yang mengakibatkan memperkuat dan
meningkatkan aktivitas dari sistem syaraf.
Menghilangkan nafsu makan, bersifat
memabukkan, meningkatkan denyut
jantung, meningkatkan tekanan darah dan
muntah-muntah. Cenderung dapat
menyebabkan tindak kekerasan, agresif,
tidak dapat menilai segala sesuatu secara
jernih, bahkan sakit jiwa. Contoh kokain,
sabu, ectasy.
3) Hallusinogen
Mengganggu persepsi panca indra dalam
merespon rangsangan. Akibat perubahan
mental yang hebat seperti gelisah,
berkhayal dan gila. Contohnya ganja, LSD,
magic mushroom.

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 35


di Lingkungan Pemasyarakatan
e) Modus Operandi Peredaran Gelap Narkoba
Berbagai cara dilakukan oleh para sindikat
narkoba untuk mengedarkan dan
menyelundupan narkoba, contoh kasus yang
ditemukan antara lain sebagai berikut :

Shabu pada alat


pemijat kaki

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 36


di Lingkungan Pemasyarakatan
Narkoba dikemas
dalam susu balita

Narkoba dalam
Kitab Suci atau Buku

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 37


di Lingkungan Pemasyarakatan
Sabu yang
diselipkan pada kaki
palsu

Sabu dalam
kemasan Milo

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 38


di Lingkungan Pemasyarakatan
Penyelundupan pil
double L dalam
gorengan di Lapas
Kelas IIB Blitar.
Menggunakan
gorengan

Penyelundupan shabu
dan pil dalam kacang
kulit di Lapas Kelas IIA
Pekalongan

Penyelundupan shabu
68 paket dan 1 paket
pil ekstasi dalam Salib
di Pos Dermaga
Wijayapura
Nusakambangan

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 39


di Lingkungan Pemasyarakatan
Penyelundupan shabu
dalam botol shampoo
lifebouy di Lapas Kelas
IIB Indramayu

Penyelundupan shabu
dalam pembalut wanita
pembalut di Lapas
Bangkinang

f) Pengenalan Aspek hukum Narkoba


Tertuang dalam Undang-Undang nomor
35 Tahun 2009 tentang narkotika,
dengan ancaman pidana :
a) Kepemilikan
(1) Orang yang memiliki tanaman ganja
dipidana penjara selama 4 s.d 12

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 40


di Lingkungan Pemasyarakatan
tahun (pasal 111 ayat (1)), sementara yang
memiliki tanaman ganja lebih dari 1 kg atau 5
batang dipidana penjara selama 5 s.d 20
tahun (pasal 111 ayat (2));
(2) Orang yang memiliki Narkoba jenis inex,
ekstasi, sabu, putauw, heroin, kokain dipidana
penjara 4 s.d 12 tahun (pasal 112 ayat (1)),
sementara jika memiliki lebih dari 5 gram
dipidana penjara 5 s.d 20 tahun (pasal 112
ayat (2)).
b) Produsen
Orang yang membuat Narkoba dipidana
penjara 5 s.d 15 tahun (pasal 113 ayat (1)),
sementara jika orang membuat narkoba lebih
dari 1 kg ganja atau 5 gram jenis ineks,
ekstasi, sabu, putauw, heroin, kokain
dipenjara penjara 5 s.d 20 tahun (pasal 113
ayat (2)).
c) Pengedar
Orang yang mengedarkan Narkoba dipidana
penjara 5 s.d 20 tahun (pasal 114 ayat (1)),
sementara jika melebihi 1 kg atau 5 batang

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 41


di Lingkungan Pemasyarakatan
ganja dan melebihi 5 gram jenis ineks, ekstasi,
sabu, putau heroin, kokain dipidana mati
(pasal 114 ayat (2)).
d) Kurir
Orang yang menjadi kurir Narkoba dipidana
penjara 4 s.d 12 tahun (pasal 115 ayat (1)),
sementara jika melebihi 1 kg atau 5 batang
ganja dan melebihi 5 gram jenis ineks, ekstasi,
sabu, putau, heroin, kokain dipidana mati
(pasal 115 ayat (2)).
e) Pemakai
Orang yang memakai Narkoba dipidana
penjara 1 s.d 4 tahun (pasal 127 ayat (2)).
f) Wajib lapor
(1) Pecandu narkotika dan korban
penyalahgunaan narkotika wajib menjalani
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial
(pasal 54);
(2) Orang tua dari pecandu dewasa dan anak
wajib lapor ke puskesmas/rumah
sakit/lembaga rehabilitasi (pasal 55 ayat (1)
dan (2) sesuai dengan Permenkes Nomor

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 42


di Lingkungan Pemasyarakatan
HK.02.02/Menkes/615/2016 tentang institusi
penerima wajib lapor;
(3) Orang tua atau wali dari pecandu dewasa
dan anak yang tidak lapor dikenai sanksi
kurungan 6 bulan (pasal 128 ayat (1));
(4) Bagi pecandu dewasa wajib lapor ke
puskesmas/rumah sakit/lembaga rehabilitasi
(pasal 55 ayat (2) sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesehatan nomor
HK.02.02/Menkes/615/2016 tentang institusi
penerima wajib lapor;
(1) Bagi pecandu dewasa yang tidak lapor
dikenai sanksi kurungan 6 bulan (pasal 134
ayat (1)).

B. Pendekatan Pencegahan Bagi Petugas


Pemasyarakatan
Integritas dan profesionalisme petugas sangat
diperlukan dalam menciptakan lingkungan
pemasyarakatan bebas dari Narkoba. Petugas yang
profesional adalah petugas yang menguasai bidang
tugas sesuai dengan kompetensi yang dimiliki,

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 43


di Lingkungan Pemasyarakatan
sedangkan petugas yang berintegritas adalah petugas
yang memiliki ketulusan, keikhlasan dan tanggung
jawab dalam melaksanakan profesionalisme
pekerjaannya.Tiga indikator profesionalisme petugas
pemasyarakatan yakni pertama. memiliki kompetensi,
menguasai pekerjaan dan mampu bekerja keras, kedua,
mampu bekerja sama, ketiga, mempunyai komitmen.
Upaya peningkatan profesionalisme Petugas
Pemasyarakatan antara lain :
a. Pembekalan terhadap CPNS baru dengan
materi ilmu pemasyarakatan, regulasi dan
prosedur pelaksanaan tugas dan fungsi
pemasyarakatan;
b. Melakukan evaluasi pelaksanaan pekerjaan
minimalnya setiap 3 (tiga) bulan sekali dalam
upaya kontrol pelaksanaan pekerjaan.
Tidak bisa kita ingkari bahwa adanya hubungan
ketergantungan antara petugas dengan narapidana
dapat dan sering kali menjadi salah satu faktor
penyebab terjadinya peredaran gelap dan penggunaan
narkoba di lingkungan pemasyarakatan. Sehingga
dalam pelaksanaan tugas penjagaan dan pengamanan,

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 44


di Lingkungan Pemasyarakatan
peran petugas keamanan dan tata tertib menjadi sangat
sentral dalam usaha pencegahan masalah tersebut di
lingkungan pemasyarakatan.
Hal yang menjadi permasalahan utama munculnya
penyalahgunaan narkoba di dalam lapas adalah
keterbatasan sarana dan minimnya pengetahuan
petugas mengenai narkoba sering kali juga menjadi
faktor terjadinya peredaran gelap dan penggunaan
narkoba oleh narapidana. Hal ini dikarenakan jenis dan
bentuk narkoba sudah sangat berkembang disertai dgn
beragamnya modus operandi penyelundupan narkoba
ke dalam lingkungan pemasyarakatan.
Upaya preventif terhadap petugas lingkungan
pemasyarakatan tersebut dilakukan melalui berbagai
bentuk antara lain :
a. Pendidikan dan pelatihan bagi petugas
Pemasyarakatan dengan melibatkan lembaga
pendidikan milik Badan Nasional Narkotika
b. Sosialisasi dalam bentuk kegiatan penyuluhan
dan penerangan, advokasi tentang Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika kepada petugas

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 45


di Lingkungan Pemasyarakatan
Pemasyarakatan oleh Badan Narkotika Nasional
tingkat Kota/Kabupaten, Provinsi, Pusat.
Pencegahan pemberantasan penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkoba di lingkungan
pemasyarakatan harus dimulai dari petugas
pemasyarakatan itu sendiri, yang mempunyai
tugas pokok dan fungsi pengamanan dan
pembinaan. Petugas pemasyarakatan harus
mengenali dan memahami jenis – jenis serta
bentuk fisik Narkoba, dampak penggunaan
Narkoba dan sanksi hukum dari kepemilikan dan
penggunaan Narkoba.
c. Penggeledahan kamar hunian secara rutin dan
insidentil terhadap Narapidana oleh Petugas
pemasyarakatan dalam upaya Pencegahan
Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran
Gelap Narkoba (P4GN) di Lapas/Rutan, untuk
mengantisipasi pemanfaatan teknologi komunikasi
d. Sanksi yang tegas bagi petugas dan
tahanan/narapidana yang malakukan
penyalahgunaan, pengendalian, turut terlibat
dalam peredaran Narkoba;

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 46


di Lingkungan Pemasyarakatan
e. Rehabilitasi bagi petugas yang berdasarkan
hasil pemeriksaan terbukti sebagai pecandu
Narkoba;
f. Peran aktif seluruh petugas keamanan dan
ketertiban (Kamtib) sebagai relawan anti
narkoba sehingga mampu memprediksi adanya
indikasi peredaran gelap dan penggunaan narkoba
di Lapas menjadi terbuka lebar.

C. Pendekatan Pencegahan Bagi Taruna Poltekip


Pendidikan merupakan hal terpenting untuk
memberikan ilmu pengetahuan, membentuk
kepribadian, dan menanamkan karakter. Lembaga
pendidikan merupakan salah satu tempat yang harus
bebas dari Narkoba. Upaya pencegahan Narkoba di
lembaga pendidikan harus dilakukan secara sistematik
akademik dan berkesinambungan dalam upaya
membentuk generasi sehat dan anti Narkoba.
Strategi penanggulangan penyalahgunaan
Narkoba dapat dilakukan melalui pencegahan terhadap
calon pengguna, pengadaan Narkoba serta pemasaran
Narkoba.

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 47


di Lingkungan Pemasyarakatan
1. Pencegahan Primer (Primary Prevention)
Pencegahan ini dilakukan untuk orang yang belum
mengenal Narkoba dan komponen masyarakat
yang berpotensi dapat mencegah penyalahgunaan
Narkoba. Kegiatan yang dilakukan dalam strategi
pencegahan ini meliputi :
a) Penyuluhan tentang bahaya Narkoba;
b) Penerangan melalui berbagai media tentang
bahaya Narkoba;
c) Pendidikan tentang pengetahuan Narkoba
dan bahayanya.
2. Pencegahan Sekunder (Secondary Prevention)
Pencegahan ini dilakukan untuk orang yang
sedang mencoba menyalahgunakan Narkoba
serta komponen masyarakat yang berpotensi
dapat membantu agar berhenti dari
penyalahgunaan Narkoba. Kegiatan yang
dilakukan dalam strategi pencegahan ini meliputi :
a) Tes urine secara berkala;
b) Bimbingan konseling;
c) Penerangan dan pendidikan pengembangan
individu (life skills) antara lain tentang

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 48


di Lingkungan Pemasyarakatan
keterampilan berkomunikasi, keterampilan
menolak tekanan orang lain dan
keterampilan mengambil keputusan dengan
baik.
3. Pencegahan Tertier (Tertiary Prevention)
Pencegahan ini dilakukan untuk orang yang
sedang menggunakan narkoba dan yang
pernah/mantan pengguna narkoba, serta
komponen masyarakat yang berpotensi dapat
membantu agar berhenti dari penyalahgunaan
narkoba dan membantu bekas korban narkoba
untuk dapat menghindari. Kegiatan yang dilakukan
dalam strategi pencegahan ini meliputi :
a) Konseling dan bimbingan sosial kepada
pengguna Narkoba, keluarga dan kelompok
lingkungannya;
b) Menciptakan lingkungan yang kondusif bagi
bekas pengguna agar mereka tidak terjerat
untuk kembali sebagai pengguna narkoba.
Pemahaman mengenai masalah Narkoba bagi
Taruna Politeknik Ilmu Pemasyarakatan dimulai dari
pengenalan fisik jenis-jenis Narkoba, bahaya

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 49


di Lingkungan Pemasyarakatan
penggunaan Narkoba, regulasi terkait Narkoba dan
sanksi hukum dari penguasaan, kepemilikan dan
penggunaan Narkoba. Upaya preventif tersebut dapat
dilakukan melalui sosialisasi, penyuluhan langsung
maupun tidak langsung tentang bahaya
penyalahgunaan Narkoba dalam bentuk kegiatan :
a. Pendidikan dan pelatihan kepada tenaga
pengajar Politeknik Ilmu Pemasyarakatan;
b. Memasukan materi tentang Narkoba dalam
kurikulum pembelajaran Taruna Politeknik Ilmu
Pemasyarakatan;
c. Melakukan tes urin atau pemeriksaan Narkoba
lainya kepada seluruh Taruna, staf dan pengajar
Politeknik Ilmu Pemasyarakatan pada saat sebelum
dilakukan ujian kenaikan tingkat atau kelulusan;
d. Operasi P4GN (Pencegahan Pemberantasan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba);
g. Sanksi yang tegas bagi Taruna Poltekip yang
malakukan penyalahgunaan, pengendalian, turut
terlibat dalam peredaran Narkoba
h. Sasaran kegiatan pembelajaran pencegahan
Narkoba dengan terbentuknya relawan anti narkoba

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 50


di Lingkungan Pemasyarakatan
D. Pendekatan Pencegahan Melalui
Relawan Anti Narkoba
di Lingkungan Pemasyarakatan
Pembentukan relawan juga dilakukan pada
lingkungan pemasyarakatan terutama petugas lapas
dan para Taruna Poltekip sebagai tempat pendidikan
sehingga dapat mencegah dari dini penyalahgunaan
narkoba.
Dengan adanya relawan ini maka kegiatan
edukasi penyuluhan narkob tidak hanya dilakukan oleh
BNN sebagai leading sector akan tetapi semua elemen
yang ada di lembaga pemasyarakatan yang
bersentuhan dengan penyalahguna termasuk
narapidana narkoba yang ada di dalamnya.
Pembentukan relawan ini dilakukan sesuai dengan
kebutuhan Ditjen Lapas yang mengetahui situasi dan
kondisi lapangan di lingkungan pemasyarakatan. BNN
sebagai fasilitator memberikan pembekalan pada para
relawan. Berikut alur pembentukan Relawan Anti
Narkoba di lingkungan Lapas baik dari kelompok
petugas pemasyarakatan maupun juga Narapidana
yang memasuki masa terakhir tahanan.

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 51


di Lingkungan Pemasyarakatan
Alur Pembentukan Relawan Anti Narkoba
di Lingkungan Pemasyarakatan

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 52


di Lingkungan Pemasyarakatan
Namun aktivitas ini tidak terbatas pada petugas
lembaga pemasyarakatan saja, namun juga para Taruna
Poltekip yang dikelola sebagai institusi pendidikan.
Adapun tahap yang dapat dilakukan untuk menjadi
Relawan Anti Narkoba ini antara lain sebagai berikut :
1. Pendaftaran diri baik melalui website
cegahnarkoba.bnn.go.id maupun datang langsung
ke kantor BNN Pusat, BNN Provinsi, BNN
Kabupaten/Kota.
2. Mengikuti rangkaian seleksi dan jika dinyatakan
lulus administrasi dan wawancara akan
memperoleh asistensi penguatan melalui pelatihan
untuk meningkatkan kapasitas relawan anti
narkoba.
3. Relawan Anti Narkoba yang telah mengikuti
asistensi penguatan dan memperoleh sertifikat
serta pin akan bertugas sebagai penggerak di
lingkungan pemasyarakatan. Hal ini sangat
penting dalam rangka penajaman kegiatan
pencegahan. Artinya semua program pencegahan
yang ada dapat dilaksanakan secara aktif dan
berkelanjutan secara mandiri.

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 53


di Lingkungan Pemasyarakatan
BAB IV
KONDISI LAYANAN LINGKUNGAN
PEMASYARAKATAN YANG DIHARAPKAN

A. Definisi Pelayanan Publik


Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik menjelaskan
bahwa yang dimaksud dengan pelayanan publik adalah
kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan bagi setiap warga
negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau
pelayanan administratif yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik.
Berdasarkan undang-undang tersebut yang
menjadi sasaran dari pelayanan publik adalah seluruh
pihak, baik warga negara maupun penduduk sebagai
orang perseorangan, kelompok maupun badan hukum
yang berkedudukan sebagai penerima manfaat
pelayanan publik baik secara langsung maupun tidak
langsung. Salah satu kelompok masyarakat penerima
layanan publik Pemasyarakatan adalah Warga Binaan
Pemasyarakatan (WBP) yang berdasarkan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 54


di Lingkungan Pemasyarakatan
tentang Pemasyarakatan terdiri dari narapidana, anak
pidana dan klien pemasyarakatan. Selain WBP juga
terdapat kelompok masyarakat yang secara khusus
menerima pelayanan publik Pemasyarakatan yaitu
keluarga WBP, penasehat hukum/kuasa hukum, serta
pemilik barang yang disita/ditahan yang barangnya di
tempatkan di Rupbasan.
B. Ruang Lingkup Pelayanan Publik
Berdasarkan pasal 5 Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik dijelaskan bahwa ruang lingkup pelayanan publik
meliputi pelayanan barang publik dan jasa publik serta
pelayanan administratif yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan. Ruang lingkup pelayanan publik
di Pemasyarakatan lebih dominan kepada layanan jasa
dan layanan administrasi yang meliputi layanan
perawatan tahanan, layanan pembinaan, layanan
pembimbingan klien pemasyarakatan, layanan
perawatan barang sitaan dan rampasan negara, layanan
pengamanan tahanan/narapidana/basan dan baran,
layanan administrasi registrasi tahanan/narapidana/klien
pemasyarakatan/basan dan baran, layanan kesehatan

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 55


di Lingkungan Pemasyarakatan
dan makanan tahanan/narapidana, layanan kunjungan,
layanan komunikasi, layanan informasi dan layanan
pengaduan.
C. Penyelenggara Pelayanan Publik
Menurut Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, guna
menjamin kelancaraan penyelenggaraan pelayanan
publik diperlukan penyelenggara pelayanan yang terdiri
dari:
1. Pembina yang dalam hal ini adalah oleh
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia;
2. Penanggung jawab adalah pimpinan
kesekretariatan lembaga atau pejabat yang
ditunjuk oleh pembina.
Untuk organisasi penyelenggara pelayanan publik
di Pemasyarakatan adalah Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan (Ditjen Pas) dan Unit Pelaksana
Teknis (UPT) yang terdiri dari Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas), Rumah Tahanan Negara
(Rutan), Cabang Rumah Tahanan Negara (Cabrutan),
Balai Pemasyarakatan (Bapas) dan Rumah

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 56


di Lingkungan Pemasyarakatan
Penyimpanan Benda Sitaan dan Barang Rampasan
Negara (Rupbasan).
D. Penyelenggaraan Pelayanan Publik
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik mewajibkan
penyelenggara pelayanan menyusun dan menetapkan
standar pelayanan dengan memperhatikan kemampuan
penyelenggara, kebutuhan masyarakat dan kondisi
lingkungan.
Hal ini dipertegas melalui Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 96 Tahun 2012 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009
bahwa penyelenggara yang belum memiliki standar
pelayanan wajib menyusun, menetapkan dan
menerapkan standar pelayanan paling lama 6 (enam)
bulan sejak berlakunya peraturan pemerintah ini. Atas
dasar tersebut Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
menyusun dan menetapkan Keputusan Direktur
Jenderal Pemasyarakatan Nomor: PAS-17.OT.02.01
tahun 2013 tentang Standar Pelayanan
Pemasyarakatan.

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 57


di Lingkungan Pemasyarakatan
Agar pelayanan yang diberikan kepada publik
dapat maksimal maka dibutuhkan standar tolok ukur
pelayanan yang dipergunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian
kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji
penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka
pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau
dan terukur. Memenuhi ketentuan dalam Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik, pelayanan Pemasyarakatan
terdiri dari 14 komponen standar pelayanan yaitu :
1. Dasar hukum
Adalah peraturan perundang-undangan yang menjadi
dasar penyelenggaraan layanan.
2. Persyaratan
Adalah syarat (dokumen atau hal lain) yang harus
dipenuhi dalam pengurusan suatu jenis pelayanan
baik persyaratan teknis maupun administratif.
3. Sistem, mekanisme, dan prosedur
Adalah tata cara pelayanan yang dibakukan bagi
pemberi dan penerima pelayanan termasuk
pengaduan.

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 58


di Lingkungan Pemasyarakatan
4. Jangka waktu penyelesaian
Adalah jangka waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan seluruh proses pelayanan dari setiap
jenis pelayanan.
5. Biaya/tarif
Adalah ongkos yang dikenakan kepada penerima
layanan dalam mengurus dan/atau memperoleh
pelayanan dari penyelenggara yang besarnya
ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara
penyelenggara dan masyarakat.
6. Produk pelayanan
Adalah hasil pelayanan yang diberikan dan diterima
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
7. Sarana, prasarana, dan/atau fasilitas
Adalah peralatan dan fasilitas yang diperlukan dalam
penyelenggaraan pelayanan, termasuk peralatan dan
fasilitas pelayanan bagi kelompok rentan.
8. Kompetensi pelaksana
Adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh
pelaksana meliputi pengetahuan, keahlian,
ketrampilan, dan pengalaman.

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 59


di Lingkungan Pemasyarakatan
9. Pengawasan internal
Adalah sistem pengendalian intern dan pengawasan
langsung yang dilakukan oleh pimpinan satuan kerja
atau atasan langsung pelaksana
10. Penanganan pengaduan, saran, dan masukan
Adalah tata cara pelaksanaan penanganan
pengaduan dan tindak lanjut.
11. Jumlah pelaksana
Adalah tersedianya pelaksana sesuai dengan beban
kerja. Informasi mengenai komposisi atau jumlah
petugas yang melaksanakan tugas sesuai
pembagian dan uraian tugasnya.
12. Jaminan pelayanan
Adalah memberikan kepastian pelayanan
dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan.
13. Jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan
Adalah bentuk komitmen untuk memberikan rasa
aman, bebas dari bahaya, risiko, dan keragu-raguan
14. Evaluasi kinerja pelaksana
Adalah penilaian untuk mengetahui seberapa jauh
pelaksanaan kegiatan sesuai dengan standar
pelayanan

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 60


di Lingkungan Pemasyarakatan
Sesuai dengan Keputusan Direktur
Jenderal Pemasyarakatan Nomor PAS-
14.OT.02.02 tahun 2014, standar pelayanan
pemasyarakatan yang diatur di dalam
keputusan ini meliputi ruang lingkup pelayanan
barang, jasa, dan administratif pada masing-
masing organisasi pelaksana tugas pada
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Divisi
Pemasyarakatan, dan Unit Pelaksana Teknis
Pemasyarakatan yakni Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas), Rumah Tahanan
(Rutan), Balai Pemasyarakatan (Bapas) dan
Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara
(Rupbasan). Standar pelayanan ini wajib
dilaksanakan oleh penyelenggara/pelaksana,
dan digunakan sebagai acuan dalam penilaian
kinerja penyelenggaraan pelayanan publik oleh
pimpinan penyelenggara, aparat pengawasan
internal maupun eksternal, dan masyarakat.

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 61


di Lingkungan Pemasyarakatan
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Salah satu institusi penegak hukum yang juga
tidak bebas dari penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika adalah Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).
Lapas sebagai Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan
merupakan tempat pembinaan Narapidana dan Anak
Didik Pemasyarakatan termasuk juga Narapidana
perkara Narkotika, baik pecandu maupun pengedar.
Pencegahan dan penanggulangan Narkoba di Lapas
diperlukan baik bagi petugas lapas termasuk Taruna
Politeknik Ilmu Pemasyarakatan, maupun para
Narapidana sehingga diperlukan sistem pencegahan
yang melibatkan dua belah pihak yakni Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia,
dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan dengan Badan Narkotika Nasional
(BNN).
Berdasarkan kode satuan kerja per Desember
2018 jumlah Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan
khususnya Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 62


di Lingkungan Pemasyarakatan
Tahanan Negara berjumlah 522 unit. Kondisi ini
mendukung lahirnya buku ini sebagai pedoman praktis
dan langsung tertuju pada pokok permasalahan yang
sering muncul dalam upaya pemberantasan
penyalahgunaan Narkoba di Lapas/Rutan agar Petugas
Lapas/ Rutan lebih peduli dan waspada terhadap
bahaya penyalahgunaan Narkoba di lingkungannya.
Strategi pencegahan penyalahgunaan Narkoba di
lingkungan Lapas/ Rutan dilakukan pada dua konteks.
Pertama, Petugas Pemasyarakatan melalui peningkatan
profesionalisme dan materi ajar informasi bahaya
penyalahgunaan Narkoba, serta peningkatan pelayanan
Lapas terutama persolan over crowding yang terjadi
pada hampir seluruh Lapas/ Rutan. Kedua, bagi Taruna
Politeknik Ilmu Pemasyarakatan melalui 3 pendekatan
yakni, pencegahan primer berupa penyuluhan tentang
Narkoba, sekunder berupa tes urine berkala dan
bimbingan konseling dan tersier berupa konseling dan
lingkungan kondusif bagi bekas pengguna.
Pendekatan pencegahan di Lapas/Rutan
dilakukan dalam beberapa level. Pertama, dari petugas
Lapas/Rutan melalui pengenalan secara fisik jenis-baik

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 63


di Lingkungan Pemasyarakatan
secara hukum maupun secara fisik tentang Narkoba.
Preventif dilakukan melalui sosialisasi, penyuluhan
langsung maupun tidak langsung, operasi P4GN,
termasuk pemberlakuan sanksi bagi
narapidana/tahanan dan Petugas Pemasyarakatan yang
melakukan peredaran gelap dan penyalahgunaan
Narkoba, serta rehabilitasi bagi penyalahguna Narkoba.
Kedua, pendekatan pencegahan di Politeknik Ilmu
Pemasyarakatan melalui kurikulum pendidikan dengan
materi tentang Narkoba, tes urin, serta perlu adanya
operasi P4GN dan fasilitasi rehabilitasi bagi
penyalahguna Narkotika di lingkungan Politeknik Ilmu
Pemasyarakatan. Ketiga, pembentukan Relawan Anti
Narkoba di Lapas dan Politeknik Ilmu Pemasyarakatan
yang dilakukan dengan mendaftar secara langsung
pada BNNP, BNN Provinsi, dan BNN Kabupaten/Kota,
maupun media-media yang dimiliki oleh BNN. Asistensi
Penguatan Relawan Anti Narkoba.
Keempat, asistensi Penguatan Relawan Anti
Narkoba pada Relawan Anti Narkoba yang sudah
dinyatakan lulus dari rangkaian seleksi. Asistensi
Penguatan Relawan Anti Narkoba mencakup kegiatan

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 64


di Lingkungan Pemasyarakatan
yang berhubungan dengan perencanaan, pendidikan
dan pelatihan, pengembangan kapasitas, pengerahan,
serta pengendalian kegiatan kerelawanan. Relawan
Anti Narkoba yang telah mengikuti asistensi penguatan
dan memperoleh sertifikat serta pin dan akan
melaksanakan kegiatan pencegahan berupa sosialisasi
maupun menggerakkan komponen masyarakat untuk
menggagas program pencegahan baik di lingkungan
keluarga, kerja, pendidikan, maupun masyarakat.
Penugasan ini merupakan bentuk implementasi dari
komitmen Relawan Anti Narkoba sebagai penggerak.

B. Saran
Buku Pedoman yang telah disusun ini masih
memerlukan penajaman secara praktis untuk
pengembangan menjadi buku saku dan modul bagi
petugas Lapas/Rutan dan Taruna Politeknik Ilmu
Pemasyarakatan agar memiliki daya tangkal terhadap
penyalahgunaan Narkoba dan mampu menjadi Relawan
Anti Narkoba bekerjasama dengan BNN baik tingkat
pusat maupun daerah. Dalam upaya memperkuat

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 65


di Lingkungan Pemasyarakatan
Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan
Peredaran Gelap Narkoba disarankan :
a. Dilaksanakanya layanan informasi pencegahan
penyalahgunaan narkoba berupa penyuluhan secara
berkala bagi petugas Lapas dan Taruna Politeknik
Ilmu Pemasyarakatan;
b. Segera dibentuk Relawan Anti Narkoba baik dari
unsur petugas Lapas/ Rutan, Taruna Politeknik Ilmu
Pemasyarakatan maupun Narapidana;
c. Segera disusun kurikulum anti Narkoba untuk
pembelajaran Taruna Politeknik Ilmu
Pemasyarakatan;
d. Segera disusun modul pencegahan penyalahgunaan
Narkoba untuk digunakan bagi petugas Lapas/
Rutan;
e. Segera dibangun sinkronisasi pelaksanaan sistem
pencegahan secara berjenjang secara preventif,
represif, dan kuratif antara Direktoran Jenderal
Pemasyarakatan sampai UPT dengan BNN tingkat
pusat sampai daerah.

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 66


di Lingkungan Pemasyarakatan
TIM
PENYUSUN

Penanggung Jawab : Drs. Ali Johardi, S.H., M.H.


Ketua : Dra. Yunis Farida Oktoris, M.Si
Wakil Ketua : Dian Anggraini, SE., M.Si.
Sekretaris : R. Dea Rhinofa, S.H., M.H.
Anggota : 1. Dik Dik Kusnadi, Bc. IP., S.Sos., MM.
2. Eva Fitri Yuanita, S.Pd.
3. Kelik Sulistyanto, A.Md.IP., S.H.,M.H.
4. Donny Setiawan, A.Md.IP., S.H., M.H.
5. Rahmat Sutrisno, S.Psi.
6. Ratih Frayunita Sari, S.I.Kom.
7. Amini Widyastudi, A.Md.
8. Pujiani
9. Stenny Trisnaeny Putri

Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 67


di Lingkungan Pemasyarakatan
Buku Pencegahan Bahaya Penyalahgunaan Narkoba 68
di Lingkungan Pemasyarakatan

Anda mungkin juga menyukai