MODUL I
KARAKTERISTIK BEBAN LISTRIK
1.1 Pendahuluan
Terdapat tiga macam sifat-sifat beban listrik yaitu resistif, induktif dan kapasitif. Di
dalam rangkaian listrik arus bolak – balik, terdapat tiga buah daya listrik yang
diserap oleh beban, yaitu daya nyata P , daya reaktif Q , dan daya semu S .
Apabila terdapat arus yang mengalir pada beban listrik sebesar I (A) dan besarnya
tegangan adalah V (Volt), maka besarnya daya semu S (VA) yang dibutuhkan
oleh beban listrik tersebut adalah :
S = VI (1.1)
Sehingga :
P
cos ϕ = pf = (1.3)
S
P
ϕ = cos −1 (1.4)
S
Di mana cos ϕ adalah faktor daya (power factor, pf ). Untuk beban yang bersifat
induktif, pf lagging di mana arusnya tertinggal dari tegangannya. Dan untuk
beban yang bersifat kapasitif, pf leading di mana arusnya mendahului
tegangannya. ϕ disebut sudut daya listrik, yang merupakan sudut antara daya
aktif dan daya semu juga merupakan sudut antara tegangan dan arus listrik.
Hubungan daya beban listrik digambarkan sebagai segitiga daya sebagai berikut :
S
Q
ϕ
P
Gambar 1.1 Segitiga Daya
1.2 Percobaan 1
Karakteristik Beban Resistif
Beban listrik yang bersifat resistif sering dijumpai dan digunakan dalam kehidupan
sehari-hari. Salah satu contoh penggunaan beban listrik yang bersifat resistif
adalah lampu pijar (dop). Lampu pijar sebagai beban listrik, akan menyerap arus
listrik dan mengubah semua energi listrik yang didapatkannya menjadi energi
cahaya dan energi panas semuanya. Contoh lain penggunaan beban listrik ang
bersifat resistif adalah pemanas (heater), seterika listrik, kompor listrik, di mana
beban listrik tersebut akan mengubah semua energi listrik yang diterimanya
menjadi energi panas.
Energi cahaya dan energi panas yang dihasilkan oleh beban listrik yang bersifat
resistif merupakan energi nyata (real), sehingga beban jenis ini hanya mempunyai
daya nyata P .
P = VI cos ϕ (1.6)
Q=0 (1.7)
Sehingga,
S=P (1.8)
Karena nilai daya aktif P sama dengan daya semu S , maka faktor daya pf dari
beban resistif mempunyai nilai 1, di mana :
P
pf = cos ϕ = =1 (1.9)
S
S=P
Beban
Sumber
lampu
Teg. AC
pijar
+ - + -
input output
MULTIMETER DIGITAL
No Beban
V I P cos ϕ
(Volt) (Ampere) (Watt)
1.2.7. Perhitungan
Daya kompleks S
Daya reaktif Q
cos ϕ
1.2.8. Grafik
1.3. Percobaan 2
Karakteristik Beban Induktif
Beban listrik yang bersifat induktif antara lain adalah transformator, balas dari
lampu TL, motor induksi satu fasa maupun tiga fasa yang biasa digunakan untuk
menggerakkan kipas angin, pompa air, lift, eskalator, kompresor, konveyor dan
lain-lain. Seperti beban listrik yang bersifat resistif yang menghasilkan panas
sebagai wujud dari daya nyata (real), beban – beban listrik yang bersifat induktif
juga menyerap daya reaktif yang bersifat imajiner (tak tampak) yang digunakan
untuk menghasilkan medan magnet.
Karena selain energi panas yang dihasilkan oleh beban listrik yang bersifat induktif,
maka daya kompleks S terdiri dari dua yaitu daya real (aktif) P dan daya reaktif
Q , di mana :
S = P + jQ (1.10)
Beban listrik yang bersifat induktif mempunyai arus listrik yang tertingal dari
tegangannya, karena sifat beban induktif yang menyimpan arus listrik, sehingga
nilai faktor daya pf dari beban induktif adalah tertinggal atau disebut lagging
(lag), di mana :
P
pf = cos ϕ = (1.13)
S
P
ϕ = cos −1 (1.14)
S
S
Q
ϕ
P
Beban
Sumber lampu
Teg. AC TL
+ - + -
input output
MULTIMETER DIGITAL
No Beban
V I P cos ϕ
(Volt) (Ampere) (Watt)
1.3.7. Perhitungan
Daya kompleks S
Daya reaktif Q
cos ϕ
1.3.8. Grafik
1.4. Percobaan 3
Karakteristik Beban Kapasitif
Beberapa contoh beban listrik yang bersifat kapasitif antara lainkapasitor dan motor
sinkron. Fungsi dari kapasitor dan motor sinkron di dalam sistem tenaga listrik
adalah sebagai reaktor, penyimpan tegangan, dan untuk perbaikan faktor daya.
Seperti beban listrik yang bersifat induktif, beban – beban listrik yang bersifat
kapasitif juga menyerap daya aktif dan daya reaktif yang bersifat imajiner (tak
tampak), di mana daya reaktif ini digunakan untuk menghasilkan medan listrik.
Daya kompleks S untuk beban kapasitif terdiri dari dua yaitu daya real (aktif) P
dan daya reaktif Q , di mana :
S = P − jQ (1.15)
Beban listrik yang bersifat kapasitif mempunyai tegangan yang tertingal dari arus
listrikya, karena sifat beban kapasitif yang menyimpan tegangan, sehingga nilai
faktor daya pf dari beban kapasitif adalah mendahului atau disebut leading (lead),
di mana :
P
pf = cos ϕ = (1.18)
S
P
ϕ = cos −1 (1.19)
S
P
ϕ
Q
S
Beban
Sumber Beban
lampu
Teg. AC Kapasitor
pijar
+ - + -
input output
MULTIMETER DIGITAL
No Beban
V I P cos ϕ
(Volt) (Ampere) (Watt)
1.4.7. Perhitungan
Daya kompleks S
Daya reaktif Q
cos ϕ
1.4.8. Grafik
1.5. Percobaan 4
Perbaikan Faktor Daya
Di dalam metode perbaikan faktor daya, daya nyata (real) atau daya aktif sebelum
dan sesudah perbaikan faktor daya mempunyai nilai yang tetap, di mana :
P1 = P2 = P (1.20)
P1 P P2 P
S1 = = dan S2 = = (1.21)
cos ϕ1 cos ϕ1 cos ϕ 2 cos ϕ 2
QL1
QC
S1
S2 QL 2
ϕ1 ϕ2
P
Gambar 1.8 Perbaikan faktor daya
1 P(tan ϕ1 − tan ϕ 2 )
C= = (1.26)
2πfXC 2πfV 2
1.5.2. Tujuan Percobaan
Beban
Sumber Beban
lampu
Teg. AC Kapasitor
TL
+ - + -
input output
MULTIMETER DIGITAL
No Beban
V I P cos ϕ
(Volt) (Ampere) (Watt)
1.5.7. Perhitungan
1.5.8. Grafik
MODUL II
ILLUMINASI
2.1. Pendahuluan
Illuminasi atau penerangan sangat dibutuhkan oleh manusia untuk mengenali suatu
objek secara visual. Organ tubuh yang mempengaruhi penglihatan, yaitu mata,
syaraf dan pusat syaraf penglihatan di otak. Pada banyak industri, penerangan
mempunyai pengaruh terhadap kualitas produk. Kuat penerangan baik yang tinggi,
rendah, maupun yang menyilaukan berpengaruh terhadap kelelahan mata maupun
ketegangan syaraf. Untuk memperoleh kualitas penerangan yang optimal IES
(Illumination EngineeringSociety) menetapkan standar kuat penerangan untuk
ruangan.
Cahaya adalah suatu gejala fisis. Suatu sumber cahaya memancarkan energi.
Sebagian dari energi ini diubah menjadi cahaya tampak. Perambatan cahaya di
ruang bebas dilakukan oleh gelombang-gelombang elektromanetik. Jadi cahaya
merupakan suatu gejala getaran. Gejala-gejala geteran sejenis dengan cahaya
adalah gelombang-gelombang panas, radio, televisi, radar dan sebagainya.
Gelombang-gelombang tersebut hanya berbeda frekuensinya saja.
Silau disebabkan cahaya berlebihan yang langsung dari sumber cahaya atau hasil
pantulan ke arah mata pengamat. Silau berpengaruh terhadap mata, yaitu
ketidakmampuan mata merespon cahaya dengan baik, atau menyebabkan
perasaan tidak nyaman, karena manik mata harus memicing disebabkan kontras
yang berlebihan.
IES mendefinisikan cahaya sebagai pancaran energi yang dapat dievaluasi secara
visual. Secara sederhana, cahaya adalah bentuk energi yang memungkinkan
makhluk hidup dapat mengenali sekelilingnya dengan mata. Hubungan kecepatan
cahaya ( v ) dalam km/dt, dengan panjang gelombang ( λ ) dalam m dan frekuensi
dalam Hz adalah :
v
λ= ( 2.1 )
f
Arus cahaya adalah aliran rata – rata energi cahaya yang dipancarkan oleh sebuah
lampu penerangan. Arus cahaya disebut juga fluks cahaya. Arus cahaya
didefinisikan sebagai jumlah total cahaya yang dipancarkan oleh sebuah sumber
cahaya setiap detiknya.
Q
Φ= (2.2)
t
Setiap lampu penerangan mempunyai nilai efikesi, yaitu besarnya arus cahaya
yang dihasilkan oleh sebuah lampu penerangan dalam setiap watt nya, di mana :
Φ
efikesi = (2.3)
P
Energi cahaya disebut juga kuantitas cahaya Q merupakan produk radiasi visual
pada rentang waktu tertentu, dinyatakan dengan :
Q = ∫ Φ .t .dt (2.4)
Sumber Beban
Teg. AC lampu
Variabel pijar
+ - + -
input output
MULTIMETER DIGITAL
5
6
2.2.6. Perhitungan
• Arus cahaya Φ
2.2.7. Grafik
Φ = f (V ) ; Φ = f (I ) ; Φ = f (P)
2.3. Percobaan 2
Intensitas Cahaya
Kawat tahanan yang dialiri arus listrik akan berpijar dan memancarkan cahaya.
Sebuah sumber cahaya akan memancarkan energi cahaya ke semua arah. Tetapi
energi radiasinya tidak merata. Jumlah energi radiasi yang dipancarkan sebagai
cahaya ke suatu arah tertentu disebut Intensitas Cahaya.
Intensitas cahaya diukur dalam satuan candela (cd). Istilah candela berasal dari
kata candle yang berarti lilin, yang merupakan satuan tertua pada teknik
penerangan, dan diukur berdasarkan intensitas cahaya standar. Foto meter standar
primer merupakan black body radiasi yang intinya terbuat dari platina dan thorium
osida, dan intensitas cahaya diukur pada temperatur platina (2042 K).
Apabila sebuah sumber cahaya ditempatkan di titik pusat dalam ruangan berbentuk
bola yang mempunyai jari-jari 1 meter, maka sumber cahaya tersebut akan
memancarkan 1 candela (cd) ke setiap arah. Sehingga permukaan bola akan
mendapatkan penerangan yang merata.
Intensitas cahaya didefinisikan sebagai fluks cahaya per satuan sudut ruang yang
dipancarkan ke suatu arah tertentu, di mana :
~
Φ
I= (2.5)
ω
~
Dengan I : Intensitas cahaya (cd)
Φ : Fluks cahaya (lm)
ω : sudut ruang (steradian,sr)
Sumber cahaya berbentuk titik yang ditempatkan dalam bola, dilingkupi oleh 4π
steradian, sehingga sumber tersebut memancarkan fluks cahaya sebesar :
~ ~
Φ = ω I = 4π I (2.6)
Luxmeter
Sumber Beban
Teg. AC lampu
Variabel pijar
+ - + -
input output
MULTIMETER DIGITAL
2
3
4
5
6
2.3.6. Perhitungan
• Arus cahaya Φ
• Hitung efikesi lampu sesungguhnya
2.3.7. Grafik
I = f (V ) ; I = f ( P ) ; I = f (Φ )
~ ~ ~
2.4. Percobaan 3
Intensitas Penerangan
Φ
E= (2.7)
A
Dengan E : Intensitas penerangan (lx)
Φ : Fluks cahaya (lm)
A : luas permukaan bidang (m2)
Apabila sumber cahaya berbentuk titik yang ditempatkan dalam ruangan berbentuk
bola, maka luas permukaan bola adalah 4πr = ωr ( r = jari-jari bola). Karena
2 2
Φ
E= (2.8)
ωr 2
Dengan memasukkan persamaan 2.6. ke dalam persamaan 2.8, maka intensitas
penerangan menjadi :
~ ~
ωI I
E= 2 = 2 (2.9)
ωr r
Dengan menganggap sumber penerangan sebagai titik yang jaraknya h meter dari
bidang penerangan, sehingga jarak h tegak lurus dengan titik penerangan, di
mana h sama jari-jari r , maka :
~
I
E= 2 (2.10)
h
Luxmeter
Sumber Beban
Teg. AC lampu
Variabel pijar
+ - + -
input output
MULTIMETER DIGITAL
3
4
5
6
2.4.6. Perhitungan
~
• Intensitas cahaya I
• Arus cahaya Φ
2.4.7. Grafik
E = f (h ) ; I = f ( h ) ; Φ = f (h )
~
2.5. Percobaan 4
Sudut Penerangan
Apabila h adalah jarak tegak lurus sumber penerangan (titik X) dengan bidang
penerangan di titik P, r adalah jarak antara sumber penerangan dengan titik Q, di
mana keduanya membentuk sudut α , dan l adalah jarak antara P dan Q, seperti
pada gambar berikut ini :
X
Kuat penerangan di titik P adalah :
~
I
EP = 2 (2.11)
h
α
r Kuat penerangan di titik Q adalah :
h
~ ~
I I
EQ = 2 = 2 2 (2.12)
r h +l
P l Q
Gambar 2.4. Sudut penerangan
h
Bila r= (2.13)
cos α
~
I
E = 2 cos 2 α (2.14)
h
Sumber Beban h
Teg. AC lampu
pijar α
l
Luxmeter
+ - + -
input output
MULTIMETER DIGITAL
2
3
4
5
6
2.5.6. Perhitungan
~
• Intensitas cahaya I
• Arus cahaya Φ
2.4.7. Grafik
E = f (α ) ; I = f (α ) ; Φ = f (α )
~
MODUL III
INSTALASI PENERANGAN
3.1. Pendahuluan
Untuk pemasangan suatu instalasi listrik, harus terlebih dahulu dibuat gambar-
gambar perencanannya berdasarkan daerah bangunan, di mana instalasinya
akan dipasang. Gambar-gambar rencana tersebut harus jelas, artinya dapat
dibaca dan dimengerti oleh orang lain. Gambar-gambar rencana instalasi
tersebut antara lain yaitu :
1. Gambar situasi, yaitu gambar untuk menyatakan letak bangunan, di mana
instalasinya akan dipasang, serta rencana penyambungan dengan jaringan
PLN.
2. Gambar instalasi, yaitu gambar yang menerangkan tentang penempatan
semua peralatan yang akan dipasang dan sarana pelayanannya, rencana
penyambungan antara peralatan listrik dengan sarana pelayanannya, dan
data teknis yang penting dari setiap peralatan listrik yang akan dipasang.
3. Diagram garis tunggal (single line diagram), adalah diagram yang
menerangkan hubungan antara peralatan listrik dengan sarana
pelayanannya yang digambarkan dengan satu garis.
4. Diagram garis banyak (multi line diagram), adalah diagram yang
menerangkan hubungan antara peralatan listrik dengan sarana
pelayanannya yang digambarkan dengan lebih dari satu garis.
Selain itu, dalam pemasangan instalasi listrik harus sesuai dengan standarisasi
dan peraturan-peraturan yang berlaku. Tujuan dari standarisasi adalah untuk
mencapai keseragaman mengenai ukuran, bentuk mutu barang, cara
menggambar dan cara kerja. Dengan makin rumitnya konstruksi dan makin
meningkatnya jumlah dan jenis barang yang dihasilkan, standarisasi menjadi
suatu keharusan. Beberapa organisasi standarisasi internatsional antara lain
International Electrotechnical Commission (IEC), International Organization for
Standardization (ISO), International Electrical Electronic Engineering (IEEE). Di
Indonesia terdapat suatu standarisasi untuk produk industri yaitu Standar
Industri Indonesia (SII). Untuk bidang teknik listrik arus kuat, terdapat
peraturan dan standarisasi yang dibuat oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN)
yang bekerja sama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), yaitu
Peraturan Umum Instalasi Listrik (PUIL).
dibuat dari bahan yang tidak terbakar dan tahan lembab, dan harus cukup
kuat.
5. Kabel, adalah penghantar listrik yang digunakan untuk menghubungkan
peralatan listrik yang satu dengan yang lain. Kabel listrik banyak
macamnya sesuai dengan bahan penyusun isolasi dan bahan hantarannya.
Untuk instalasi tiga fasa, terdapat standarisasi pewarnaan kabel yang
digunakan :
Fasa 1 ( R ) : merah
Fasa 2 ( S ) : kuning
Fasa 3 ( T ) : hitam
Netral : biru
Pentanahan : hijau kuning
6. Lampu pijar, merupakan sumber penerangan yang di dalamnya berupa
hampa udara ataupun gas
7. Lampu TL (neon), sumber penerangan di mana cahaya diperoleh karena
ionisasi
8. Kotak hubung, adalah peralatan listrik yang digunakan sebagai terminal
bantu untuk penyambungan rangkaian instalasi listrik. Di dalam instalasi
listrik, penyambungan kabel hanya boleh dilakukan di dalam kotak hubung,
di mana sambungannya harus baik dan kuat.
3.2. Percobaan 1
Instalasi Penerangan Satu Fasa Menggunakan Saklar Tunggal,
Lampu Pijar Dan Stop Kontak
Suplai 3 4
2 2 3
S1 L1 STK 1
S1 L1 STK 1
1 Off
2 On
3.2.5 Perhitungan
♦ Daya S (VA) untuk setiap beban dan sistem
♦ Cos ϕ untuk setiap beban dan sistem
3.3. Percobaan 2
Instalasi Penerangan Satu Fasa Menggunakan Saklar Seri, Dua
Buah Lampu Pijar Dan Stop Kontak
3. Stop Kontak
4. Kotak Hubung
5. Kabel Penguhubung
6. Multimeter
Suplai 3 5 4
3 2 2 3
S1 L1 L2 STK 1
S1 L1 L2 STK 1
Tabel 3.2 Hasil percobaan Instalasi Penerangan Satu Fasa Menggunakan Saklar
Seri, Dua Buah Lampu Pijar Dan Stop Kontak
1 Off Off
2 Off On
3 On Off
4 On On
3.3.5. Perhitungan
♦ Daya S (VA) untuk setiap beban dan sistem
♦ Cos ϕ untuk setiap beban dan sistem
3.4. Percobaan 3
Instalasi Penerangan Satu Fasa Menggunakan Saklar Tukar,
Dan Lampu TL
Suplai 2 3 2
3 3 2 2
S1 S2 L1 L2
S1 S1 L1 L2
Tabel 3.3 Hasil percobaan Instalasi Penerangan Satu Fasa Menggunakan Saklar
Tukar, Dan Lampu TL
2 Off On
3 On Off
4 On On
3.4.5. Perhitungan
♦ Daya S (VA) untuk setiap beban dan sistem
♦ Cos ϕ untuk setiap beban dan sistem
3.5. Percobaan 4
Instalasi Penerangan Satu Fasa Sistem Seri - Paralel
Suplai 2 2 3 4 3
2 2 2 2 2 2
S1 S2 S3 L1 L2 L3
INSTALASI LISTRIK - Teknik Elektro
Fakultas Teknologi Industri - Unissula
Jl. Raya Kaligawe Km. 4 Telp. (024) 6583584 (8 lines) Faks. (024) 6582455
Semarang 50112 – Indonesia
http://www.unissula.ac.id
S1 S2 S3 L1 L2 L3
Tabel 3.4 Hasil percobaan Instalasi Penerangan Satu Fasa Sistem Seri - Paralel
2 Off Off On
3 Off On Off
4 Off On On
5 On Off Off
6 On Off On
7 On On Off
8 On On On
3.5.5. Perhitungan
♦ Daya S (VA) untuk setiap beban dan sistem, baik saat sistem seri maupun
sistem paralel
♦ Cos ϕ untuk setiap beban dan sistem, baik saat sistem seri maupun sistem
paralel
3.6. Percobaan 5
Instalasi Penerangan Satu Fasa Lengkap menggunakan
Peralatan Hubung Bagi Dan KWH Meter
3 5 4
3 2 2 3
Hubung
bagi
Modul
S 1 1 - Karakteristik Beban Listrik 32
S5 L3 L4 STK 2
Group 3
2 3 2
INSTALASI LISTRIK - Teknik Elektro
Fakultas Teknologi Industri - Unissula
Jl. Raya Kaligawe Km. 4 Telp. (024) 6583584 (8 lines) Faks. (024) 6582455
Semarang 50112 – Indonesia
http://www.unissula.ac.id
1 Off
2 On
1 Off Off
2 Off On
3 On Off
4 On On
1 Off Off
2 Off On
3 On Off
4 On On
3.6.5. Perhitungan
♦ Daya S (VA) untuk setiap beban, setiap group, dan sistem
♦ Cos ϕ untuk setiap beban, setiap group dan sistem
MODUL IV
INSTALASI TENAGA
4.1. Pendahuluan
Terdapat tiga macam cara pengasutan motor induksi tiga fasa secara
konvensional, yaitu :
1. DOL (Direct On Line), adalah cara pengasutan yang menghubungkan
secara langsung sumber tenaga dengan terminal belitan motor
2. Star-Delta, adalah cara pengasutan yang menggunakan hubungan bintang
pada saatmotor start dan setelah motor berputar pada kecepatan
nominalnya, hubungan belitan diubah menjadi delta
3. Autotransformator, adalah cara pengasutan di mana arus listrik yang
masuk ke terminal stator diatur dengan autotransformator
2. TOLR, Thermal Over Load Relay adalah suatu peralatan pengaman yang
berfungsi untuk mengamankan dan mendeteksi adanya arus
lebih,mengisolir dan hanya memutuskan pada bagian yang berbeban saja.
Jenis pengaman ini menggunakan prinsip bimetel, dimana panas yang
terjadi akibat beban lebih pada bimetal diubah menjadi emergi mekanik.
Kerja bimetal ini diatur sesuai dengan arus nominal pada beban
3. Tombol tekan, adalah peralatan listrik yang berfungsi sebagai saklar, tetapi
alat ini bekerja hanya sesaat saja, yaitu pada saat ditekan. Dan apabila
tobol tersebut dilepaskan, maka rangkaian akan kembali seperti semula.
Tombol tekan ada dua jenis, yaitu :
Tombol tekan NO, Normally Open adalah tombol tekan dalam keadaan
normal terbuka
Tombol tekan NC, Normally Close adalah tombol tekan dalam keadaan
normal tertutup
4.2. PERCOBAAN 1
Instalasi Motor Induksi Tiga Fasa Dengan Pengasutan Direct
On Line Hubung Bintang
L1 L2 L3
L1
95
Q1
96
S1
A1
K1 1 3 5
13
2 4 6 A2 S2 K1
14
95 97
TOLR
96 98
A1
K1
A2
M
N
3
MCB S2 S1
R S T N
KONTAKTOR MAGNETIK
1 3 5 13 33 21 41 A1
2 4 6 14 34 22 42 A2
TOLR
95 97
96 98
U V W
Modul 1 - Karakteristik Beban Listrik 37
M
3
INSTALASI LISTRIK - Teknik Elektro
Fakultas Teknologi Industri - Unissula
Jl. Raya Kaligawe Km. 4 Telp. (024) 6583584 (8 lines) Faks. (024) 6582455
Semarang 50112 – Indonesia
http://www.unissula.ac.id
Tabel 4.1 Hasil percobaan Instalasi Motor Induksi Tiga Fasa Dengan Pengasutan
Direct On Line Hubung Bintang
Tegangan Motor Arus Motor
No S1 S2 Keterangan
Van Vbn Vcn Ian Ibn Icn
1 - On
2 On -
4.3. PERCOBAAN 2
Instalasi Motor Induksi Tiga Fasa Dengan Pengoperasian Dari
Dua Tempat
L1 L2 L3
L1
F
Modul 1 - Karakteristik Beban Listrik 38
95
Q1
96
INSTALASI LISTRIK - Teknik Elektro
Fakultas Teknologi Industri - Unissula
Jl. Raya Kaligawe Km. 4 Telp. (024) 6583584 (8 lines) Faks. (024) 6582455
Semarang 50112 – Indonesia
http://www.unissula.ac.id
MCB S4 S2
R S T N
KONTAKTOR MAGNETIK
1 3 5 13 33 21 41 A1
2 4 6 14 34 22 42 A2
TOLR
95 97
96 98
U V W
M
3
Modul 1 - Karakteristik Beban Listrik 39
INSTALASI LISTRIK - Teknik Elektro
Fakultas Teknologi Industri - Unissula
Jl. Raya Kaligawe Km. 4 Telp. (024) 6583584 (8 lines) Faks. (024) 6582455
Semarang 50112 – Indonesia
http://www.unissula.ac.id
L1 L2 L3 L1
95
Modul
Q1 1 - Karakteristik Beban Listrik 96
40
S1
1 3 5 13
1 3 5
INSTALASI LISTRIK - Teknik Elektro
Fakultas Teknologi Industri - Unissula
Jl. Raya Kaligawe Km. 4 Telp. (024) 6583584 (8 lines) Faks. (024) 6582455
Semarang 50112 – Indonesia
http://www.unissula.ac.id
MCB S3 S2
R S T N
2 4 6 14 34 22 42 A2 2 4 6 14 34 22 42 A2
TOLR
95 97
96 98
U V W
M
3
Tabel 4.3 Hasil percobaan Instalasi Motor Induksi Tiga Fasa Dengan Membalik
Arah Putaran
Tegangan Motor Arus Motor
No S1 S2 S3
Van Vbn Vcn Ian Ibn Icn Keterangan
1 - on -
2 on - -
3 - - on
4 on -
5 - on -
6 - - on
7 on - -
4.5. PERCOBAAN 4
Instalasi Dua Buah Motor Induksi Tiga Fasa Yang
Dioperasikan Secara Mandiri
L1 L2 L3 L1
Q1
1 3 5 1 3 5
K1 K2 13 13
2 4 6 2 4 6 S3 K1 S4 K2
14 14
INSTALASI LISTRIK - Teknik Elektro
Fakultas Teknologi Industri - Unissula
Jl. Raya Kaligawe Km. 4 Telp. (024) 6583584 (8 lines) Faks. (024) 6582455
Semarang 50112 – Indonesia
http://www.unissula.ac.id
MCB S1 S2
R S T N
2 4 6 14 34 22 42 A2 2 4 6 14 34 22 42 A2
TOLR1 TOLR2
95 97 95 97
96 98 96 98
U V W U V W
M1 M2
3 3
Tabel 4.4 Hasil percobaan Instalasi Dua Buah Motor Induksi Tiga Fasa Yang
Dioperasikan Dari Satu Tempat
Tegangan
Arus M1 Tegangan M2 Arus M2
No S1 S2 S3 S4 M1
Van Vbn Vcn Ian Ibn Icn Van Vbn Vcn Ian Ibn Icn
1 - - On -
2 on - - -
3 - - - On
4 - on - -
5 - - On -
6 - on - -
7 - - - On
8 on - - -
4.6. PERCOBAAN 5
Instalasi Dua Buah Motor Induksi Tiga Fasa Yang
Dioperasikan Secara Berurutan
L1 L2 L3 L1
Q1
33
S1 K1
34
Modul 1 -1 Karakteristik
3 5
Beban Listrik 1 3 5
44
K1 K2 13 13
2 4 6 2 4 6 S3 K1 S4 K2
14 14
21
INSTALASI LISTRIK - Teknik Elektro
Fakultas Teknologi Industri - Unissula
Jl. Raya Kaligawe Km. 4 Telp. (024) 6583584 (8 lines) Faks. (024) 6582455
Semarang 50112 – Indonesia
http://www.unissula.ac.id
MCB S1 S2
R S T N
2 4 6 14 34 22 42 A2 2 4 6 14 34 22 42 A2
TOLR1 TOLR2
95 97 95 97
96 98 96 98
U V W U V W
M1 M2
3 3
MODUL V
PENGUJIAN RESISTANSI PADA INSTALASI LISTRIK
5.1. Pendahuluan
Bangunan gedung yang digunakan oleh manusia haruslah mempunyai
fungsi keselamatan, kenyamanan, kesehatan dan dan kemudahan. Persyaratan
keselamatan sebagaimana terkandung di dalam Peraturan Pemerintah no 36
tahun 2005 tentang Bangunan Gedung pasal 32 meliputi persyaratan
kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban muatan, serta
kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan menanggulangi bahaya
kebakaran dan bahaya petir.
Pemasangan instalalasi petir harus dipasang pada gedung yang terletak
secara geografis merupakan daerah sambaran petir. Sistem penangkal petir
yang dirancang dan dipasang harus dapat mengurangi secara nyata risiko
kerusakan yang disebabkan sambaran petir terhadap bangunan gedung dan
peralatan yang diproteksinya, serta melindungi manusia di dalamnya. Secara
teknis, tahanan suatu elektroda pentanahan yang dihubungkan dengan sistem
penangkal petir, harus mempunyai nilai resistansi yang sesuai dengan standar
yang ditentukan. Karena, bila tahanan suatu grounding penangkal petir terlalu
besar, dikhawatirkan tidak dapat dengan cepat menyalurkan arus listrik ke
tanah, sehingga dapat membahayakan.
V
1 2 3
tegangan arus bolak-balik dengan nilai konstan antara titik 1 dan 3, sehingga
mengalirkan arus I pada saluran tersbut. Dan jika terjadi perbedaan beda
potensial antara titik 1 dan 2 sebesar V , maka nilai tahanan pentanahan pada
elektroda 1 adalah :
V
Rx = ( 5.1.)
I
Jarak optimal yang paling baik untuk mendapatkan nilai resistansi adalah
5 sampai 10 meter untuk setiap elektroda, di mana jarak antara titik 1 dan 2 5
sampai 10 m, begitu juga jarak antara titik 2 dan 3 adalah 5 sampai 10 meter.
Resistansi pentanahan yang baik menurut standart adalah kurang dari 10 Ω,
namun pada prakteknya sering digunakan maksimal 2 Ω.
5.2.2. Tujuan Percobaan
□ Dapat melakukan pengujian tahanan pentanahan suatu instalasi listrik
□ Dapat melakukan pengujian tahanan pentanahan suatu instalasi petir
□ Dapat menganalisa tentang permasalahan pada tahanan pentanahan
merah
kuning
x y
hijau
E P C
jam untuk mencapai nilai yang dapat diabaikan. Resistansi isolasi bervariasi
seperti halnya ketebalan dan kebalikannya sebagai area isolasi yang diuji.
Suatu kurva yang diplot antara arus isolasi dan waktu ( atau resistansi isolasi
dan waktu ) dikenal sebagai kurva dielektrik absorsi.
PUIL 2000 mensyaratkan nilai resistansi isolaso minimum adalah sebagai
berikut :
Sumber
Listrik
4. Lanjutkan pengukuran antara saluran fasa dengan saluran fasa yang lain
5. Catat nilai resistansi pada tabel 5.2.