Anda di halaman 1dari 8

I.

Pendahuluan

Nietzsche adalah seorang filsuf yang sangat kontroversial dan terkenal dengan
ultimatumnya God is Dead. Dia dikatakan menderita kegilaan pada tahun-tahun terakhir
hidupnya. Riwayat hidupnya dipenuhi dengan kesedihan dan kesepian yang akhirnya
memberikan corak khas pada pemikirannya. Oleh karena itu, hampir tidak mungkin bisa
memahami pemikiran Nietzsche tanpa terlebih dahulu melihat secara dekat latar belakang
hidupnya.1
Oleh karena itu, di dalam paper ini kelompok akan membahas perjalanan hidup sang
filsuf yang dibagi menjadi empat tahap. Tahap pertama meliputi kehidupan dalam keluarga
dan masa kecilnya yang bernuansa Kristen. Tahap kedua adalah masa Nietzsche menjalani
hidupnya sebagai pelajar dan mahasiswa. Tahap ketiga adalah karirnya sebagai professor di
Basel. Dan tahap keempat adalah masa Nietzsche berjuang dengan seluruh tenaga untuk
mengatasi sakitnya yang semakin parah. Selanjutnya, kelompok akan menjelaskan satu
konsep utamanya yang besar yaitu kehendak untuk berkuasa (Will to Power), konsep inilah
yang diyakini Nietzsche sebagai dasar dari seluruh impuls manusia untuk bertindak. Dan
konsep pemikirannya ini akan mempengaruhi kekristenan yang dianggapnya sebagai
pemutarbalikkan yang tak disadari dari konsepnya itu. Pada bagian terakhir kelompok akan
mencakup semua isi paper ini kedalam sebuah kesimpulan.

II. Biografi
Friedrich Nietzsche lahir pada tanggal 15 Oktober 1844 di Saxony, Prussia. Dia
adalah anak seorang pendeta Lutheran bernama Karl Ludwig Nietzsche yang meninggal pada
tahun 1849 dengan umur yang masih sangat muda yaitu 36 tahun. Nietzsche kecil yang selalu
menderita kesehatan yang buruk sempat berpikir bahwa dia juga ditakdirkan akan meninggal
pada usia 36 tahun sama seperti ayahnya. 2 Kakek Nietzsche, Friedrich August Ludwig (1756-
1862) adalah pejabat tinggi dalam gereja Lutheran. Ibunya, Franziska Oehler (1826-1897)
juga seorang Lutheran taat yang berasal dari keluarga pendeta.3 Memang sangat
mengherankan bila melihat latar belakang masa kecil Nietzsche yang bisa dikatakan dari
keluarga yang baik-baik dan taat pada agama, namun setelah dewasa Nietzsche justru sangat
anti terhadap agama. Hari kelahiran Nietzsche sama dengan hari kelahiran Friedrich

1
. St. Sunardi, Nietzsche. (Yogyakarta: LKiS, 2006), 1.
2
. JohnLechte, Fifty Key Contemporary Thinkers. (London: Routledge, 1995), 216.
3
. St. Sunardi, Nietzsche, 2.

1
Wilhelm, raja Prussia waktu itu. Hal ini membuat ayah Nietzsche yang sangat mengagumi
raja memberikan nama baptis Friedrich pada bayinya itu.
Keluarga Nietzsche pindah ke Naumburg setelah ayahnya Karl Ludwig Nietzsche
(1813-1849) dan adiknya Ludwig Joseph (1848-1850) meninggal dunia. Hal ini membuat
Nietzsche menjadi satu-satunya anak lelaki selain adik perempuannya Elizabeth (1846).4
Sejak itu Nietzsche diasuh dalam sebuah rumah yang dipenuhi dengan “perempuan suci”,
yakni ibunya, seorang adik perempuannya, seorang nenek dari pihak ibunya, dan dua orang
bibinya yang perawan tua. Kondisi ini tampaknya memberikan dampak atas sikap Nietzsche
kepada perempuan di kemudian hari.5 Menjelang usia enam tahun, Nietzsche masuk sekolah
gymnasium. Waktu itu ia sudah pandai baca tulis karena sudah diajarkan oleh ibunya.
Pada umur 14 tahun, Nietzsche pindah sekolah sekaligus asrama yang bernama
Pforta. Asrama sekolah ini merupakan salah satu yang terbaik di Jerman.6 Selama di Pforta,
Nietzsche belajar bahasa Yunani dan Latin, dari sini dia mendapatkan bekal yang kuat untuk
menjadi seorang ahli filologi.7 Dia juga masih belajar bahasa Ibrani karena pada waktu itu
masih bermaksud menjadi pendeta sesuai keinginan keluarganya. Di sini juga Nietzsche
mulai kagum terhadap karya-karya klasik Yunani dan kejeniusan pengarangnya. Nietzsche
kemudian membentuk semacam kelompok sastra yang diberi nama Germania bersama dua
rekannya. Dalam kelompok ini mereka berlatih mendiskusikan karya-karya besar berupa
artikel maupun puisi. Dengan cara inilah Nietzsche mulai tertarik melatih mengungkapkan
gagasan-gagasan dan emosinya melalui puisi. Jadi, tidaklah mengherankan kalau cukup sulit
untuk memahami karya-karya Nietzsche karena menggunakan ungkapan puisi yang begitu
dalam.
Pada Oktober 1864, ketika berusia 19 tahun Nietzsche melanjutkan studi di
Universitas Bonn untuk memperdalam filologi klasik dan teologi.8 Di bidang filologi,
Nietzsche diajar oleh Fiedrich Ritschl. Di Bonn, Nietzsche hanya bertahan selama dua
semester. Pada tahun berikutnya, Nietzsche memutuskan untuk pindah ke Universitas
Leipzig. Disini ia tidak mau lagi mempelajari teologi dan hanya mempelajari filologi klasik.
Nietzsche tiba di Leipzig pada bulan Oktober 1865. Pada waktu itulah terjadi dua buah
peristiwa penting yang mempengaruhi hidupnya. Peristiwa pertama, ketika ia sedang
berjalan-jalan menuju Cologne, ia mengunjungi sebuah tempat pelacuran. Dalam versi lain,

4
. St. Sunardi, Nietzsche, 4.
5
. Paul Strathern, 90 menit bersama Nietzsche. (Jakarta: Erlangga, 2001), 6.
6
. Paul Strathern, 90 menit bersama Nietzsche, 6.
7
. St. Sunardi, Nietzsche, 5.
8
. Paul Strathern, 90 menit bersama Nietzsche, 7.

2
dikatakan bahwa ia kembali mengunjungi tempat pelacuran itu, dan hampir bisa dipastikan
dia melakukan sejumlah kunjungan lain ke tempat yang semacam itu ketika kembali ke
Leipzig. Tak lama kemudian, Nietzsche sadar bahwa dirinya telah terkena infeksi penyakit
kelamin.9 Meskipun Nietzsche tidak tahu persis keadaan penyakitnya, tampaknya ia sudah
tidak mau terlibat lagi dalam kegiatan seksual dengan para wanita. Ia bahkan menuliskannya
di dalam filsafatnya. “Ingin cari perempuan? Jangan lupa membawa cambuk.”10 Peristiwa
kedua yang mengubah hidupnya terjadi ketika ia mengunjungi toko buku lokal dan
menemukan buku karya Schopenhauer, The World as Will and Representation. Dalam buku
90 menit bersama Nietzsche, Paul Strathern menjelaskan secara singkat isi buku itu yang
sangat mempengaruhi Nietzsche:11
“Menurut Schopenhauer, dunia hanyalah sebuah representasi yang ditopang segala kehendak jahat
yang merembes ke mana-mana. Kehendak ini buta, dan sama sekali tak peduli akan segala hal
yang menyangkut kemanusiaan. Kehendak ini menghukum manusia dengan seluruh penderitaan
dalam hidup mereka ketika mereka berjuang melawan berbagai bentuk manifestasi kehendak jahat
tersebut di dunia. Satu-satunya cara yang masuk akal untuk mengurangi kekuasaan berkehendak
yang ada dalam diri kita ialah dengan penyangkalan diri dan bertapa.”
Pengaruh Schopenhauer yang paling besar terhadap Nietzsche adalah konsepnya tentang
peran fundamental yang dimainkan oleh kehendak. Akhirnya pengaruh ini ditransformasikan
di dalam karya Nietzsche, Will to Power.
Pada tahun 1867-1868, terjadi perang antara Jerman melawan Perancis. Ketika itu
Nietzsche didaftarkan sebagai anggota dinas militer. Nietzsche memang memiliki ketetapan
hati yang kuat, tapi secara fisik ia sangat lemah dan rentan. Tak ayal, ia mengalami cedera
serius dalam sebuah kecelakaan ketika mengendarai kuda dan terpaksa dirawat selama satu
bulan di Naumburg.12
Pada tahun 1869, Nietzsche mendapat panggilan dari Universitas Basel di Swiss
untuk menjadi dosen disana. Ia sendiri merasa heran karena dia belum mendapatkan gelar
doktor. Tetapi itu tidak menjadi masalah karena Ritschl, bekas dosennya di Leipzig yang
memberikan rekomendasi pada Universitas Basel. Bahkan yang mengejutkan adalah sebulan
setelah dia mengajar, ia mendapatkan gelar doktor dari Leipzig tanpa ujian dan formalitas
apapun. Di Basel ia mengajar selama sepuluh tahun 1869-1879, dan berhenti karena
kesehatannya yang buruk. 13 Berkali-kali ia harus cuti dan istirahat demi kesembuhan dirinya.

9
. Paul Strathern, 90 menit bersama Nietzsche, 10.
10
. Paul Strathern, 90 menit bersama Nietzsche,10-11.
11
. Paul Strathern, 90 menit bersama Nietzsche,12.
12
. St. Sunardi, Nietzsche, 10.
13
. St. Sunardi, Nietzsche, 11.

3
Misalnya saja, pada tahun 1870 ia jatuh sakit karena serangan desentri dan difteri. Tahun
1870 hanya sempat mengajar selama satu bulan, sisanya dipakai untuk pergi ke beberapa
daerah untuk proses penyembuhan. Serangan paling parah dan lama dideritanya pada tahun
1879 sehingga ia terpaksa harus berhenti bertugas sebagai dosen.14
Sejak meninggalkan Basel pada bulan Juni 1879, hidup Nietzsche lebih banyak
diwarnai kesuraman dan kesepian. Selama sepuluh tahun berikutnya Nietzsche berkeliling ke
Italia, ke sebelah selatan Perancis, juga ke Swiss, hanya untuk menemukan iklim yang lebih
ramah atas penyakitnya.15 Nietzsche sempat terlibat cinta segitiga antara dia, Paul Reed
dengan seorang wanita bernama Lou Salome. Namun karena terjadi kesalahpahaman,
akhirnya mereka semua berpisah. Nietzsche menghabiskan sebagian besar hidupnya sendirian
dan terasing. Ia menyewa kamar yang murah, bekerja terus menerus, dan makan di restoran
murah di Sils Maria, sebuah dusun kecil di Swiss Engadine.16 Di sepanjang tahun 1880-an,
Nietzsche terus menghasilkan karya-karyanya sendirian, tanpa pernah diketahui dan dibaca
oleh orang lain.17
Pada bulan Januari 1889, akhir sang Nietzsche tiba. Ketika sedang berjalan-jalan di
Turin dia tersungkur, lengannya merangkul erat leher kuda yang baru saja dicambuk oleh
penunggangnya.18 Oleh Frans Overbeck, sahabat karibnya, ia dibawa ke klinik Universitas
Basel. Seminggu kemudian, ia dipindahkan ke klinik Universitas Jena. Pada saat itu, secara
klinis Nietzsche sudah tak waras dan tak pernah sembuh kembali. Semua itu akibat dari kerja
yang terlampau keras, kesepian, dan penderitaan, tapi penyebab yang paling utama adalah
siphilis. Penyakit ini telah mencapai stadium akut, sehingga berakibat kelumpuhan mental
pada dirinya.19 Sejak 1890 ia dipindahkan oleh ibunya ke Naumburg dan dirawat sendiri. Tiga
tahun kemudian, Elizabeth adik perempuannya pulang dari Paraguay karena suaminya,
Forster, bunuh diri pada tahun 1889.20 Bersama dengan ibunya, Elizabeth merawat Nietzsche
yang semakin lemah. Keluarga ini semakin malang tatkala pada tanggal 20 April 1897 sang
ibu meninggal. Pada tahun itu juga Elizabeth memindahkan Nietzsche ke Weimar. Paul
Strathern menuliskan bahwa melalui adiknya inilah karya Nietzsche bisa tersebar luas.
“Di sanalah Elizabeth berencana membuat karya-karya Nietzsche menjadi legenda. Maka, ia
mulai membenahi buku-buku catatan Nietzsche yang tidak diterbitkan,dengan memasukkan

14
. St. Sunardi, Nietzsche, 12.
15
. Paul Strathern, 90 menit bersama Nietzsche,30.
16
. Paul Strathern, 90 menit bersama Nietzsche,36.
17
. Paul Strathern, 90 menit bersama Nietzsche,38.
18
. Paul Strathern, 90 menit bersama Nietzsche,39.
19
. Paul Strathern, 90 menit bersama Nietzsche,40.
20
. St. Sunardi, Nietzsche, 18.

4
gagasan-gagasan anti-Semit sambil mencantumkan pujian-pujian atas dirinya sendiri. Buku-
buku catatan itu diterbitkan sebagai The Will to Power, yang kemudian diedit oleh seorang
peneliti Nietzsche, Walter Kaufmann. Setelah Kaufmann menyingkirkan segala omong kosong
yang mengotori karya itu, buku Nietzsche ini dianggap sebagai karyanya yang terbaik.”
Tokoh berbadan kecil dengan muka pucat dan selalu didera penyakit, serta berkumis militer
tebal, yang tak tahu siapa dirinya dan dimana dia berada, akhirnya meninggal pada tanggal 25
Agustus 1900.21 Saat-saat terakhir hidup Nietzsche sungguh tragis. Selama dua tahun terakhir
masa hidupnya, ia sudah tidak dapat mengetahui apa-apa dan tidak dapat lagi berpikir.22
Bahkan ia tidak tahu kalau ibunya sudah meninggal dan juga tidak tahu bahwa dia mulai
menjadi termahsyur.23

III. Pemikiran Nietzsche mengenai “Will To Power”


Ketika seseorang ingin mengerti apa makna dari Kehendak untuk berkuasa-nya
Nietzche, pasti tidak akan terlepas dengan Superman-nya Nietzsche juga.24 Prototipe
Superman ciptaan Nietzsche adalah Zarathustra yang merupakan Ultimate Man atau wakil
dari manusia yang lebih luhur, yang berupaya untuk mengatasi idealisme kehidupan.
Nietzsche mengatakan bahwa Ultimate Man adalah manusia yang reaktif, artinya individu
aktif yang memiliki ketetapan hati untuk bersikap kreatif dan berusaha agar hidupnya tidak
tenggelam dalam etika persamaan yang penuh perhitungan.25 Di dalam Thus Spoke
Zarathustra, Nietzsche menyatakan bahwa “Sasaran kemanusiaan tidak dapat dicapai di akhir
kehidupannya, melainkan pada jenis manusia yang paling unggul.”26
Sebelum memasuki lebih jauh lagi, perlu untuk mengerti arti sebenarnya yang
Nietzsche unkapkan melalui salah satu pemikirannya ini. Kalimat “Will to Power” sendiri
diartikan bukan sebagai kekuatan dasar dari kesatuan metafisika, melainkan sebagai satu dari
dua fenomena psikologi utama, yaitu ketakutan (negatif) dan kehendak untuk berkuasa
(positif) yang menjelaskan pertimbangan yang kuat untuk pendapat-pendapat manusia.27
Kehendak untuk berkuasa bukanlah suatu teori metafisika a priori yang menyapu seluruh
hipotesis-hipotesis a priori. Karena presuposisi awal Nietzsche sangat menentang orang-
21
. Paul Strathern, 90 menit bersama Nietzsche, 44.
22
. R.J. Hollingdale, Nietzsche: The Man and His Philosophy. revised Edition (London: Cambridge,
1999)
. St. Sunardi, Nietzsche, 18.
23

. Perlu diperhatikan bahwa Superman yang dimaksudkan Nietzche di sini tidak ada hubungannya
24

dengan tokoh komik superman yang bisa terbang ke angkasa.


25
. John Lechte, 50 Filsuf Kontemporer: Dari Strukturalisme sampai Postmodernitas (Yogyakarta,
Penerbit Kanisius, 2001), 333.
26
. Paul Strathern, 90 Menit Bersama Nietzche, 55.
27
. Walter Kaufmann, Nietzche: Philosopher, Psychologist, Antichrist (New Jersey: Princeton
University Press, 1974), 179.

5
orang yang mengagungkan metafisika. Menurut pandangan Nietzsche, kehendak untuk
berkuasa ada tiga pengertian:28
1. Dalam bukunya, Good and Evil, Nietzsche menyebutkan bahwa hakikat dunia adalah
kehendak untuk berkuasa. Nietzsche memakai gagasan tentang kehendak untuk berkuasa
bukan sebagai prinsip metafisika, melainkan hanya sebagai prinsip untuk menjelaskan
atau menafsirkan dunia, karena ia hanya mengakui adanya satu dunia, yaitu dunia
fenomena.
2. Dalam bukunya, The Genealogy of Morals, Nietzsche menyebutkan bahwa hakikat hidup
adalah kehendak untuk berkuasa. Kehendak untuk berkuasa adalah hidup itu sendiri, dan
bukan merupakan sesuatu yang dimiliki (possession). Kehendak untuk berkuasa tidak
keluar dari ego manusia, melainkan ego manusia keluar dari kehendak untuk berkuasa.
Namun, ego ini merupakan suatu menjadi, dan merupakan suatu yang tetap.
3. Dalam bukunya, The Will to Power, Nietzche menyebutkan bahwa hakikat terdalam dari
ada (being) adalah kehendak untuk berkuasa.

Memang Nietzsche sangat dipengaruhi oleh pemikir Yunani kuno yang bernama
Heraklitus yang sangat terkenal dengan perkataannya “You can never step into the same river
twice.”29 Berdasarkan pemikiran Heraklitus ini, ia berpikir bahwa segala sesuatu selalu
mengalami perubahan, dalam arti kata “tidak statis.” Ia mengatakan bahwa hal-hal yang
bersifat statis adalah maya. Namun pada akhirnya, ia tidak menggantungkan seluruh
pemikirannya berdasarkan Heraklitus, yang menganggap perubahan itu seperti halnya api
yang terus menyambar kepada sesuatu yang didekatkan. Melainkan, ia merekonstruksi ulang
pemikirannya Heraklitus mengenai “api” tersebut di interpretasi kembali sebagai
“Kekuatan.”30
The Will to Power merupakan sentral dari teori moralitas yang diungkapkan oleh
Nietzsche. Nietzsche membedakan antara moralitas tuan dan moralitas budak. Di dalam
macam-macam bentuk moralitas, orang bangsawan atau golongan yang berkuasa disebut
‘good’ (kekuasaan, kebanggaan dalam diri) dan mereka yang dipandang rendah disebut ‘Bad’
(kelemahan, ketakutan, keremehan). Seorang budak pastinya sangat berbeda dengan tuannya.
Dalam ketidakmampuan mereka, ketidaksanggupan untuk menggunakan kekuasaan terhadap
tuan-tuan mereka, mereka membalikkan moralitas tuan. ‘Good’ sekarang dipakai pada
kelemahan, kesabaran, penderitaan dan kerugian. The ‘slave revolt’ in morality, according to
nietzche, has left us with a slave morality, and in this strange historical moment of freedom,
what is needed is something near a return to master morality.31
Pemikiran barunya ini di integrasikan dengan refleksi filosofis Nietzsche sendiri
mengenai kehidupan manusia, dimana menurutnya hidup manusia telah digantikan dengan
hasil-hasil ciptaan yang muncul sebagai dorongan hidup. Artinya, manusia telah terperangkap
28
. St. Sunardi, Nietzsche, 71-73.
29
. Eric Steinhart, On Nietzche (USA: Wardsworth a division of Thomson Learning, 2000), 42.
30
. Steinhart, On Nietzche, 42.
31
. Jeremy Stangroom & James Garvey, The Great Philosophers, 118.

6
dalam situasi yang dinamakan dekadensi.32 Menurut Nietzsche manusia tersungkur dalam
rajutannya sendiri. Oleh karena itu, Nietzsche ingin membangkitkan kembali manusia dari
perangkap dekadensi dan manusia diajak untuk melakukan penilaian kembali akan seluruh
hasil ciptaannya, inilah yang disebut Umwerthung aller Werte. Penilaian harus dimulai dari
hidup itu sendiri, bukan dari ciptaan. Nietzsche beranggapan bahwa kehendak untuk berkuasa
adalah the elementary force underlying all reality or the fundamental explanatory principle.33
Nietzsche mendefinisikan hidup sebagai “sejumlah kekuatan yang disatukan oleh
suatu proses pemilihan.” Berikut ini adalah salah satu aforisme yang dikemukakan oleh
Nietzsche:34

Sejumlah kekuatan yang disatukan oleh suatu proses pemeliharaan umum, kita sebut
hidup.Yang termasuk dalam proses pemeliharaan umum ini, sebagai sarana yang membuat
hidup itu mungkin, adalah semua yang disebut perasaan. Sedangkan ide, pikiran; yaitu (1)
penolakan terhadap semua (kekuatan) lain; (2) penyesuaian semua (kekuatan) yang sama
sesuai dengan bentuk dan ritme; (3) pertimbangan yang berhubungan dengan penyatuan atau
pemindahan.

Dari kutipan di atas ini, tampak bahwa proses pemeliharan merupakan syarat yang harus ada
bagi terwujudnya hidup. Yang dimaksudkan proses pemeliharaan adalah kehendak untuk
mengoperasikan kekuatan-kekuatan. Proses ini bertujuan untuk meningkatkan kehendak
untuk berkuasa dari seluruh kekuatan yang termasuk dalam proses itu. Berdasarkan
pemahaman hidup ini, Nietzsche mengakui bahwa pada prinsipnya manusia dan binatang
adalah sama. Keduanya merupakan sekumpulan kekuatan (kraf) yang disatukan oleh suatu
proses pemeliharaan (Ernaherungs-Vorgang).35 Namun, manusia masih mempunyai
kelebihan karena manusia mempunyai potensi untuk mengatasi diri dan mempunyai tujuan
yang hanya dapat dicapai oleh manusia itu sendiri. Kedua unsur inilah yang sangat penting
bagi manusia, karena dengan itu manusia dapat meningkatkan kehendak untuk berkuasa
secara optimal.

IV. Kesimpulan
Kehadiran Nietzsche menjadi hantu bagi kekristenan, ia penuh semangat menentang
moralitas Kristen dengan mengalihkan perhatian dari semangatnya yang sama untuk
mengkritik iman Kristen. Kritik yang ia buat untuk kekristenan merupakan titik utama dari
pemikiran dan bagian dalam dirinya. Pemikiran besar Nietzsche untuk menyerang esensi dari

32
. St. Sunardi, Nietzsche, 10.
33
. Stangroom & James Garvey, The Great Philosophers (England: Arcturus, 2005), 119.
34
. St. Sunardi, Nietzsche, 71. Aforisme adalah pernyataan yang padat dan ringkas tentang sikap hidup
atau kebenaran umum. Peribahasa adalah salah satu bentuk aforisme.
35
. St. Sunardi, Nietzsche, 72.

7
iman Kristen adalah faith versus action.36 Disini, Nietzsche menentang iman dan ia sangat
menekankan tindakan seseorang. Dalam The Will to Power, Nietzsche mengatakan:37
The Christians have never practiced the actions Jesus prescribed to them; and the impudent
garuulous talk about the “justification by faith” and its supreme and sole significance is only
the consequence of the Church’s lack of courage and will to profess the works Jesus
demanded.
Berkaitan dengan ini, Nietzsche sangat menentang Sola fide yang diungkapkan oleh Martin
Luther. Dengan bersemangatnya dalam tulisan-tulisan yang berisi kecaman keras
ditujukannya kepada gereja.38 Nietzsche mengatakan bahwa warisan yang diberikan Yesus
kepada umat-Nya yang sangat utama adalah praktek. Karena pemikiran Nietzsche
dipengaruhi oleh seorang novelis Rusia, yang bernama Fyodor Dostoyevsky yang
mengatakan “even today such a life is possible, for certain human beings even necessary:
genuine original Christianity will be possible at all times.”39
Nietzsche juga menganggap agama Kristiani mengkhotbahkan sesuatu yang
tampaknya sangat bertentangan dengan Will to Power, melalui gagasan-gagasan akan
kerendahan hati, cinta antar saudara, dan kewelasasihan. Ajaran Kristiani adalah suatu agama
yang dilahirkan di tengah-tengah perbudakan di zaman Romawi, dan sama sekali tak bisa
membebaskan dirinya dari mentalitas budak.40 Tentunya, ini merupakan suatu bentuk Will to
Power dari para budak, bukan dari mereka yang memiliki kuasa. Oleh karena itu, pengaruh
Nietzsche sangat besar dalam kekristenan, khususnya di dalam moralitas. Hal ini seharusnya
menjadi perhatian gereja-gereja untuk mempertahankan kemurnian ajaran Kristen dari
pengaruh negatif dari dunia filsafat, agar esensi kekristenan tidak lenyap di tengah-tengah
dunia yang semakin redup.

36
. Kaufmann, Nietzsche: Philosopher, Psychologist, Antichrist, 342.
37
. Kaufmann, Nietzsche: Philosopher, Psychologist, Antichrist, 343.
38
. Gereja yang dimaksudkan disini adalah Protestantism.
39
. Kaufmann, Nietzsche: Philosopher, Psychologist, Antichrist, 344.
40
. Paul Strathern, 90 Menit Bersama Nietzsche, 49-50.

Anda mungkin juga menyukai