BAB SATU
PENDAHULUAN
Masa remaja adalah masa yang penuh dengan petualangan dan tantangan. Bagi
orang yang sudah mencapai usia remaja, maka orang itu akan memasuki dunia yang
baru dan tentunya akan ada banyak hal baru yang dialami dan disaksikan. Remaja, yang
dalam bahasa aslinya disebut Adolescence, berasal dari bahasa Latin adolascere yang
artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan”.1 Dan memang benar
sesuai dengan artinya, bahwasanya pada masa inilah banyak terjadi perubahan dalam
hal pematangan, baik itu secara fisik, mental, emosional, kognitif maupun sosial pada
seorang individu. Remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas. Mereka sudah
tidak termasuk golongan anak-anak, tetapi belum juga dapat diterima secara penuh
untuk masuk golongan orang dewasa. Remaja ada diantara anak dan orang dewasa.
Oleh karena itu, remaja seringkali dikenal dengan fase “mencari jati diri”. 2 Menurut
Adams & Gullota, masa remaja meliputi usia antara 11 hingga 20 tahun. Sedangkan
Hurlock membagi masa remaja menjadi masa remaja awal (13 hingga 16 atau 17 tahun)
dan masa remaja akhir (16 atau 17 tahun hingga 18 tahun).3
Kelompok sangat setuju kepada pengertian masa remaja yang dikemukakan oleh
John W. Santrock dimana dikatakan bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari
masa kanak-kanak menuju ke kedewasaan yang meliputi perkembangan biologis,
kognitif dan sosial emosional.4 Dalam makalah ini, kelompok mencoba menjelaskan
perkembangan apa saja yang terjadi pada masa remaja, baik itu berdasarkan teori
perkembangannya maupun berdasarkan realita umum yang terjadi. Kemudian
dilanjutkan dengan tugas-tugas perkembangan yang harus dicapai, krisis-krisis yang
dialami pada masa remaja, kemudian apa dampaknya bagi si remaja dan bagaimana
solusi yang dapat di berikan untuk menolong individu menjalani dan melewati masa
remaja ini dengan baik melalui keluarga, sekolah, gereja, dan individu.
1
1. Prof. Dr. Mohammad Ali & Prof. Dr. Mohammad Asrori, Psikologi Remaja: Perkembangan
Peserta Didik (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), 9.
2
2. Mohammad Ali, Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik. 9.
3
3. http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/tumbuh-kembang-mainmenu-29/remaja-
mainmenu-75 (diakses 12 April 2012).
4
4. John W. Santrock, Adolescence Perkembangan Remaja (Jakarta: Erlangga, 2003), 75.
2
BAB DUA
TEORI PERKEMBANGAN
Teori berikutnya adalah teori kognitif dari Jean Piaget (1896-1980). Berdasarkan
teori Piaget, maka masa remaja masuk dalam tahap operasional formal. 10 Tahap
operasional formal (formal operational stage) yang terjadi antara usia 11 atau 15 tahun
adalah tahap Piaget yang keempat dan terakhir. Pada tahap ini, individu bergerak
melebihi dunia pengalaman yang aktual dan konkrit, dan berpikir lebih abstrak serta
5
5. Santrock, Adolescence Perkembangan Remaja. 45.
6
6. Elizabeth Sriwulan, “Teori Perkembangan Psikodinamika: Sigmund Freud” (makalah
dipresentasikan pada kelas Teori Perkembangan Masa Hidup, Jakarta, Indonesia, 24 Januari 2012).
7
7. Santrock, Adolescence Perkembangan Remaja. 45.
8
8. Santrock, Adolescence Perkembangan Remaja. 47.
9
9. Elizabeth Sriwulan, “8 Stages of Erik Erikson’s Psychosocial Development” (makalah
dipresentasikan pada kelas Teori Perkembangan Masa Hidup, Jakarta, Indonesia, 2 Februari 2012).
10
10. Elizabeth Sriwulan, “Piaget’s Four Stages of Cognitive Development” (makalah
dipresentasikan pada kelas Teori Perkembangan Masa Hidup, Jakarta, Indonesia, 29 Februari 2012).
3
logis.11 Teori perkembangan berikutnya yang juga membahas masa remaja adalah teori
perkembangan moral yang dikemukakan oleh Lawrence Kohlberg (1927-1987).
Kohlberg percaya bahwa perkembangan moral didasarkan pada penalaran moral dan
terbagi dalam beberapa tahapan. Pandangan ini ia peroleh setelah melakukan penelitian
selama 20 tahun yang melibatkan wawancara yang unik terhadap individu-individu
dengan usia yang berbeda-beda.12 Dari jawaban-jawaban yang diperoleh, Kohlberg
menyusun tiga tingkatan perkembangan moral, yang setiap tingkatannya terdiri dari
dua tahap, yaitu Prakonvensional, Konvensional dan Postkonvensional. 13 Menurut
Kohlberg, pada masa awal remaja, penalaran mereka dilakukan dengan cara yang lebih
konvensional. Kebanyakan penalaran remaja berada pada tahap 3, dengan menunjukan
adanya ciri-ciri pada tahap 2 dan 4.14
BAB TIGA
a. Perkembangan Fisik
Masa remaja identik dengan istilah masa pubertas. Apakah pubertas itu?
Pubertas (puberty) adalah perubahan cepat pada kematangan fisik yang meliputi
perubahan tubuh dan hormonal yang terutama terjadi selama masa remaja awal. 15
Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya bahwa masa remaja adalah masa
peralihan dari anak-anak ke dewasa, maka peralihan ini bukan hanya dalam artian
psikologis tetapi juga fisik. Bahkan perubahan fisik itulah yang merupakan gejala
primer dalam pertumbuhan remaja, sedangkan perubahan-perubahan psikologis
muncul antara lain sebagai akibat dari perubahan-perubahan fisik itu. 16 John Santrock
menguraikan secara lengkap urutan perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada masa
remaja. Perubahan-perubahan fisik tersebut adalah sebagai berikut:17
11
11. Santrock, Adolescence Perkembangan Remaja. 50.
12
12. Santrock, Adolescence Perkembangan Remaja. 440.
13
13. Elizabeth Sriwulan, “Kohlberg’s Stage of Moral Development” (makalah dipresentasikan pada
kelas Teori Perkembangan Masa Hidup, Jakarta, Indonesia, 16 Februari 2012).
14
14. Santrock, Adolescence Perkembangan Remaja. 442.
15
15. Santrock, Adolescence Perkembangan Remaja. 87.
16
16. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002),
52.
17
17. Santrock, Adolescence Perkembangan Remaja. 92.
4
b. Perkembangan Kognitif
6
c. Perkembangan Emosi
19
19. Mohammad Ali, Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik. 32-33.
20
20. Mohammad Ali, Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik. 62.
21
21. Drs. Andi Mappiare. Psikologi Remaja (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), 60.
7
dari orang lain. Kemampuan untuk menerima cinta sama pentingnya dengan
kemampuan untuk memberi.22 Pada masa ini, berubahnya emosionalitas, berubahnya
suasana hati juga tidak dapat diramalkan, dengan kata lain emosi anak remaja sangatlah
labil.23
d. Perkembangan Sosial
e. Perkembangan Moral
22
22. http://kajianpsikologi.guru-indonesia.net/artikel_detail-20035.html (diakses 12 April
2012).
23
23. Prof.Dr. Singgih D. Gunarsa & Dra. Yulia Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak
dan Remaja (Jakarta: Gunung Mulia, 2008), 219.
24
24. Sarwono, Psikologi Remaja. 53.
25
25. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.219.
26
26. Mohammad Ali, Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik. 92-93.
8
Jika meminjam teori perkembangan moral dari Kohlberg dimana remaja sudah
mencapai tingkat konvensional, maka perkembangan pemikiran moral remaja dicirikan
dengan mulai tumbuh kesadaran akan kewajiban mempertahankan kekuasaan dan
pranata yang ada karena dianggapnya sebagai suatu yang bernilai, walau belum mampu
mempertanggungjawabkannya secara pribadi.27 Ciri perkembangan moral yang lain
yang dapat diketahui adalah sesuai dengan keterangan tingkat konvensional dimana
aturan-aturan dan ungkapan-ungkapan moral dipatuhi atas dasar menuruti harapan
keluarga, kelompok, atau masyarakat. Tingkat ini memiliki dua tahap orientasi, yaitu
orientasi kesepakatan antara pribadi atau disebut “orientasi anak manis” serta orientasi
“hukum dan ketertiban.”28
BAB EMPAT
TUGAS PERKEMBANGAN
Diharapkan remaja dapat mencari dan memperoleh teman-teman baru dan menjadi
matang berhubungan dengan teman sebaya lawan jenis dalam kelompok-kelompok
mereka. Sangat penting dalam hal ini, bahwa seorang remaja haruslah mendapat
penerimaan dari kelompok teman sebaya ataupun sesama jenis agar ia memperoleh
rasa dibutuhkan dan rasa berharga.
27
27. Mohammad Ali, Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik. 145.
28
28. Mohammad Ali, Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik. 140.
29
29. Mappiare. Psikologi Remaja, 95.
30
30. Mappiare. Psikologi Remaja, 99.
9
3. Menerima keadaan sesuai jenis kelaminnya dan belajar hidup seperti kaumnya.
Seringkali terjadi ada remaja yang menyesali diri sebagai pria atau wanita, terutama
jika bentuk tubuh mereka tidak memuaskannya. Dalam masa remaja ini diharapkan
menerima keadaan diri sebagai pria atau wanita dengan sifat dan tanggung jawab
kaumnya masing-masing.
4. Memperoleh kebebasan emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya.
Pada masa kanak-kanak, anak sangat bergantung emosinya pada orang tua atau orang
dewasa lain. Misalnya, anak ikut menangis jika melihat orang tua menangis. Dalam masa
remaja, seseorang dituntut untuk tidak mengalami perasaan bergantung semacam itu.
Betapa pentingnya kebebasan emosi bagi remaja ini, sebab terbukti bahwa remaja yang
selalu bergantung secara emosional, akan menemui berbagai kesukaran dalam masa
dewasa seperti tidak dapat membuat keputusan sendiri.
Remaja diharapkan dapat belajar sedikit demi sedikit untuk terlepas dari bantuan
ekonomis orang tua dengan mendapat pekerjaan (jangka pendek) dan mempersiapkan
diri untuk memasuki lapangan kerja tetap pada masa depan (jangka panjang).
Kemudian, remaja diharapkan memiliki keterampilan dalam pengaturan pengeluaran
uang atau belanja, memilih prioritas dalam pembelanjaan serta mengatur penggunaan
barang yang dibelinya.
Jika remaja tidak memiliki falsafah hidup (terutama yang diterapkan dalam perbuatan)
maka mereka tidak memiliki “kemudi” atau kendali dalam hidupnya, yang dapat
membuatnya tidak memiliki kepastian diri. Remaja yang demikian itu akan mudah
bingung terombang ambing oleh situasi hidup yang demikian cepat berubah.
BAB LIMA
KRISIS PERKEMBANGAN
10
1. Krisis Identitas
2. Krisis Kemandirian
Seorang individu yang sudah memasuki masa remaja, diharapkan sudah dapat
melakukan beberapa hal sendiri. Kemandirian adalah bukti bahwa seorang remaja
sudah menguasai beberapa hal untuk bisa bertahan hidup dan tidak lagi terlalu
bergantung kepada orang lain. Remaja yang mandiri adalah remaja yang memiliki
kemampuan untuk mengatur dirinya sendiri secara bertanggung jawab meskipun tidak
ada pengawasan dari orangtuanya. Kemandirian menuntut kesiapan individu baik
secara fisik maupun emosional untuk mengatur, mengurus, dan melakukan aktivitas
atas tanggung jawabnya sendiri tanpa tergantung pada orang lain. 32 Adapun faktor yang
dapat menyebabkan kesadaran mandiri ini terhambat atau terganggu adalah oleh orang
tua yang terlalu memanjakan anak, tidak pernah atau jarang mengajarkan anak untuk
melakukan kegiatan sehari-harinya sendiri atau disebabkan karena si anak yang
memang menderita kelainan atau cacat. Akibat dari krisis kemandirian ini adalah
remaja akan sangat lambat untuk bersosialisasi, butuh waktu lebih lama untuk lepas
dari pengawasan orang tua apalagi mendapatkan kepercayaan dari orang tua.
3. Krisis Relasi
31
31. Dra. Ny. Y. Singgih D. Gunarsa & Prof.Dr. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Remaja (Jakarta:
Gunung Mulia, 2007), 85-86.
32
32. Laurence Steinberg, Adolescence, Third Edition (New York: McGraw-Hill, 1996)
11
Tidak dapat menempatkan diri di pihak orang lain dan tidak menghormati
adanya pendapat orang lain yang berbeda menyebabkan cepat beralihnya
suatu tinjauan bersama, menjadi pertentangan dan perselisihan antar orang
tua dan remaja.
Beberapa hal ini bukan hanya bisa terjadi dalam keluarga, tetapi karena faktor yang
sama juga bisa berlaku kepada relasi antara teman sebaya dari si remaja.
BAB ENAM
STRATEGI PELAYANAN/PENDIDIKAN
1. Keluarga
Rumah adalah tempat belajar yang pertama tentang kehidupan bagi setiap
orang. Oleh sebab itu apa saja yang ada di dalam rumah, baik itu orangnya dan
suasananya sangat berperan dalam perkembangan seorang remaja, baik secara jasmani
maupun rohani, secara mental ataupun fisik. Rumah harus menjadi tempat yang
nyaman untuk seorang remaja mengekspresikan apapun yang dia rasakan dan pikirkan.
Kondisi keluarga sangat berpengaruh dalam hal ini, terutama sekali adalah peran orang
tua. Keadaan keluarga yang ditandai dengan hubungan suami istri yang harmonis akan
lebih menjamin remaja bisa melewati masa transisinya dengan mulus daripada jika
33
33. Gunarsa, Psikologi Remaja, 123.
34
34. Gunarsa, Psikologi Remaja, 123-124.
12
hubungan suami istri terganggu.35 Adapun hal-hal yang bisa dilakukan keluarga adalah
menyediakan waktu khusus untuk “kumpul keluarga”, selalu makan sekeluarga pada
waktu makan, tidak membanding-bandingkan anak yang satu dengan yang lain. Pada
intinya hal yang paling penting di dalam keluarga adalah komunikasi yang baik antara
anggota keluarga.
2. Sekolah
3. Gereja
Peranan gereja dalam memuridkan para remaja merupakan hal yang sangat
penting, mengingat para remaja membutuhkan komunitas Kristen yang sehat dan yang
dapat mengerti serta bersahabat dengan mereka. Hal ini terbukti dengan selalu ada
persekutuan/komisi remaja di setiap gereja. Pelayanan yang bisa dilakukan gereja pada
remaja adalah membuat persekutuan remaja sebagai wadah bagi mereka untuk saling
mengenal, bersama-sama bertumbuh dalam pengenalan akan Tuhan. Membuat
pelayanan konseling khusus remaja, melibatkan mereka dalam pelayanan (sekolah
minggu, pengurus komisi, petugas besuk, penatalayanan ibadah) dan tentu
mengajarkan tentang bagaimana hidup yang memuliakan Tuhan.
4. Individu
35
35. Sarwono, Psikologi Remaja.226.
36
36. Sarwono, Psikologi Remaja.228.
37
37. Sarwono, Psikologi Remaja.228.
13
Peranan perorangan juga merupakan cara yang sangat efektif untuk menolong
remaja, asalkan tahu bagaimana cara menghadapi mereka. Dr. Sarlito dalam bukunya
menuliskan 5 ketentuan yang harus dipenuhi untuk membantu remaja: 38
KESIMPULAN
38
38. Sarwono, Psikologi Remaja.230.
14
Masa remaja adalah juga masa yang penting dalam kehidupan seorang manusia,
bila seorang manusia mampu dapat melewati masa ini dengan baik, maka hampir dapat
dipastikan bahwa masa depannya akan terjamin pula. Karena masa ini merupakan fase
pembentukan karakter seseorang sebagai modal untuk menghadapi tantangan di masa
depan, sebaliknya jika seorang manusia gagal melewati masa ini dengan baik maka
orang itu akan mengalami kesulitan dalam menghadapi tantangan, masalah dan juga
perubahan-perubahan yang tingkat kesulitannya semakin tinggi seiring berjalan waktu
dan pertumbuhan usia. Kelompok menggambarkan hal ini melalui ilustrasi sebuah
pohon, dimana pohon yang semakin lama semakin tinggi tentunya juga akan diterpa
angin yang lebih kencang, jika dari semula akar pohon itu tidak kuat untuk
mencengkram tanah, maka pohon itu dapat tumbang sewaktu-waktu.
39
39. F. Philip Rice, The Adolescent: Development, Relationship, and Culture (Massachusetts: Allyn
and Bacon, 1996), 45.