Anda di halaman 1dari 31

PERUBAHAN PSIKOLOGIS PERKEMBANGAN

REMAJA
(Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Kesehatan Dan
Sosiologi Kesehatan)

Disusun oleh :
NANDA INTAN PERMATA RURI
1910104190

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA


TERAPAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena
dengan izin dan ridho-Nya makalah ini dapat kami rampungkan. Sholawat dan
salam semoga tetap dilimpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW.
yang telah membawa kedamaian dan rahmat bagi semesta alam.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari mata kuliah


psikologi.Saya berharap makalah ini sedikit banyaknya memberikan manfaat
khususnya bagi penyusun sendiri umumnya bagi semuanya. kepada Allah jua
kami memohon maaf, kalau sampai terjadi kesalahan dan kekurangan dalam
penyusunan makalah ini. Besar harapan kami atas masukan guna perbaikan isi
materi dari makalah ini.

Semoga apa yang kami susun bermanfaat.

Amien ya Robbal’alamin.

Yogyakarta,

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa remaja sering disebut masa transisi. Sebab, di masa ini seseorang
beralih dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa ini terjadi pada usia belasan.
Banyak sekali perubahan yang terjadi dalam diri seseorang yang perubahan fisik.
Remaja terlibat dalam jaringan teman sebaya yang sangat kuat selama menggali
jati diri mereka. Di masa ini, selain mengalami perubahan pada diri seseorang
yang menginjak remaja, juga terjadi perkembangan-perkembangan terutama dari
sisi psikologis. Pada, tahap perkembangan remaja ini terdapat beberapa teori
perkembangan remaja termasuk konsep, tahap dan karakteristik remaja. Secara
keseluruhan, teori-teori ini membantu untuk melihat keseluruhan mengenai
remaja.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana remaja dalam perkembangan manusia?

Apa saja tugas-tugas perkembangan masa remaja?

C. Tujuan

Untuk mengetahui remaja dalam perkembangan manusia

Untuk mengetahui tugas-tugas perkembangan masa remaja

D. Manfaat

Mahasiswa lebih memahami dan mengerti secara mendalam mengenai


perkembangan remaja dan teori-teorinya serta mahasiswa dapat menerapkan
teori-teori tersebut dalam dirinya sendiri maupun orang disekitarnya.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan

Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua proses yang dialami oleh


remaja secara kontinue. pertumbuhan dan perkembangan adalah proses yang
saling berhubungan tak bisa dilepaskan dari kehidupan remaja.Pertumbuhan
merupakan proses yang berkaitan dengan dengan perubahan kuantitatf yang
mengacu pada jumlah besar serta luas yang bersifat konkret yang biasanya
menyangkut ukuran dan struktur biologis. Pertumbuhan adalah proses perubahan
dari segi fisik yang berlangsung normal dalam perjalanan wakt tertentu. Dalam
setiap pertumbuhan bagian – bagian tubuh memiliki tempo kecepatan yang
berbeda – beda. Misalnya pertumbuhan alama kelamin pria, pada masa anak-
anak alat kelamin tumbuh lambat namun setelah pubertas mengalami
percepatan. Sebaliknya pertumbuhan susunan saraf pusat mengalami percepatan
saat masa anak-anak namun setelah masa pubertas relatig lambat bahkan
terhenti. Faktor – Faktor yang mempengaruhi Pertumbuhan yang kurang normal
pada organisme

1. Faktor – faktor yang terjadi sebelum lahir. Misalnya Pada saat masa
kehamilan seorang ibu dan janin mengalami kekurangan nutrisi ,
Kercaunan, TBC dan sebagainya
2. Faktor ketika lahir. Salah satunya yaitu pendarahan pada otak bayi
intracranial haemorage disebabkan oleh tekanan dinding rahim
sewaktu ia dilahirkan dan oleh efek susunan saraf pusat, karena proses
kelahiran bayi dilakukakan dengan bantuan tangver-lossing
3. Faktor yang dialami bayi setelah lahir antara lain oleh karena
pengalaman traumatik pada kepala, kepala bagian dalam terluka
karena kepala bayi / Janin terpukul , atau mengalami serangan sinar
matahari dan sebagainyayayasan perawatan bayi dan lain-lain
4. Faktor Psikologis antara lain oleh karena bayi ditinggalkan bibu, ayah
atau kedua orang tuanya . Sebab lain ialah anak dititipkan pada suatu
lembaga seperti rumah sakit, rumah yatim piatu sehingga mereka
kurang sekali mendapatkan perwatan jasmaniah dan cinta kasih
sayang orang tua. Anak – anak tersebut mengalami kehampaan psikis
( innatie psikis )

Spiker (1966) mengumukakan dua macam pengerian yang harus


dihubungkan dengan perkembangan yakni

1. Ortogenetik yang berhubungan dengan perkembangan sejak


terbentuknya indivdu yang baru dan seterusnya sampai dewasa

2.Filogenetik yakni perkembangan dari asal usul manusia sampai sekarang


ini. Perkembangan perubahan fungsi sepanjang masa hidupnya
menyebabkan perubahan tingkah laku dan perubahan ini juga tersedia
sejak permulaan adanya manusia. Jadi perkembangan Ortogenetik
mengarah ke suatu tujuan khusus sejalan dengan perkembangan evolusi
yang mengarah kepada kesempurnaaan manusia

B. karakteristik pertumbuhan dan perkembangan remaja

1. Konsep Pengertian Remaja

Fase remaja adalah masa transisi atau peralihan dari akhir masa kanak-
kanak menuju masa dewasa. Dengan demikian, pola pikir dan tingkah lakunya
merupakan peralihan dari anak-anak menjadi orang dewasa (Damaiyanti, 2008).

a. Remaja menurut hukum

Usia minimal untuk perkawinan menurut undang-undang disebutkan 16


tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk pria (pasal 7 undang-undng) no. 1/1974
tentang perkawinan). Walaupun undang-undang tidak menganggap mereka yang
diatas 16 tahun (untuk wanita) dan 19 tahun (untuk laki-laki) sebagai bukan
anak-anak lagi, tetapi mereka juga belum dianggap dewasa penuh, sehingga
masih diperlukan izin dai orang tua untuk mengawinkan mereka. Waktu antara
16 dan 19 tahunsampai 22 tahun ini disejajarkan dengan pengertian “remaja”
dalam ilmu-ilmu sosial lain.

b. Remaja ditinjau darimsudut perkembangan fisik

Dalam ilmu kedokteran dan ilmu-ilmu yang terkait, remaja dikenal


sebagai suatu tahap perkembangan fisik dimana alat-alat kelamin manusia
mencapai kematangannya. Remaja berarti tumbuh kearah kematangan baik
secara fisik maupun kematangan sosial psikologisnya. Dalam hubungan dengan
kematangansosial psikologis masih sulit mencari definisi yang bersifat universal.

c. Batasan remaja menurut WHO

remaja adalah suatu masa pertumbuhan dan perkembangan di mana :

1) Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda

seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.

2) Individu mengalamiperkembangan psikologi dan pola identifikasi dari


kanak-kanak menjadi dewasa.

3) Terjadi peralihan ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada


keadaan yang relatif lebih mandiri (Muangman, yang dikutip oleh Sarlito
1991:9)

d. Remaja ditinjau dari faktor sosial psikologis

Salah satu ciri remaja disamping tanda-tanda seksualnya adalah:


“perkembangan psikologis dan pada identifikasi dari kanak-kanak menjadi
dewasa”. Puncak perkembangan jiwa itu ditandai dengan adanya proses
perubahan kondisi “entropy” ke kondisi “negen-tropy” (Sarlito,1991: 11) .
Entropy adalah keadaan manusia dimana kesadaran manusia masih belum
tersusun rapi. Walaupunisinya sudah banyak (pengetahuan, perasaan, dan
sebagiannya), namun isi-isi tersebut belum saling terkait dengan baik, sehingga
belum bisa berfungsi secara maksimal. Negentropy adalah keadaan dimana isi
kesdaran tersusun dengan baik, pengetahuan yang satu terkait dengan perasaan
atau sikap. Fisik atau konflik-konflik dalam diri remaja yang seringkali
menimbulkan masalah itu, tergantung sekali pada keadaan masyarakat dimana
remaja yang bersangkutan tinggal.

e. Definisi remaja untuk masyarakat Indonesia

Menurut Sarlito (1991), tidak ada profil remaja Indonesia yang seragam dan
berlaku secara Nasional. Sebgai pedoman umum untuk remaja Indonesia dapat
digunakan kebatasan usia 11-24 tahun dan belum menikah . Bigot, Khonsta, dan
Palland mengemukakan bahwa masa pubertas berada dalam usia antara 15-18
tahun, dan masa adolescence dalam usia 18-21 tahun. Menurut Hurlock (1964)
rentangan usia remaja itu antara 13-21 tahun, yang dibagi pula dalam usia
remaja awal 13 atau 14 sampai 17 tahun dan remaja akhir 17 samapai 21 tahun.
Seorang remaja berada pada batas peralihan kehidupan anak dan dewasa.
Tubuhnya sudah kelihatan “dewasa”, akan tetapi bila diperlakukan seperti orang
dewasa ia gagal menunjukkan kedewasaannya. Pada remaja sering terlihat
adanya

1) Kegelisahan.

2) Pertentangan.

3) Berkeinginan besar untuk mencoba segala hal yang ia belum ketahui.

4) Keinginan menjelajah alam sekitar yang lebih luas.

5) Mengkhayal dan berfantasi.

6) Aktivitas berkeompok.
2. Tahap Perkembangan Remaja

Tahap perkembangan remaja dimulai dari fase praremaja sampai dengan


fase remaja akhir berdasarkan pendapat Sullivan (1892-1949). Pada fase-fase ini
terdapat beragam ciri khas pada masing-masing fase.

a. Fase Praremaja

Periode transisi antara masa kanak-kanak dan adolesens sering sikenal


sebagai praremaja oleh profesional dalam ilmu perilaku (Potter&Perry, 2005).
Menurut Hall seorang sarjana psikologi Amerika Serikat, masa muda (youth or
preadolescence) adalah masa perkembangan manusia yang terjadi pada umur 8-
12 tahun.

Fase praremaja ini ditandai dengan kebutuhan menjalin hubungan


dengan teman sejenis, kebutuhan akan sahabat yang dapat dipercaya, bekerja
sama dalam melaksanakan tugas, dan memecahkan masalah kehidupan, dan
kebutuhan dalam membangun hubungan dengan teman sebaya yang memiliki
persamaan, kerja sama, tindakan timbal balik, sehingga tidak kesepian
(Sunaryo,2004:56). Tugas perkembangan terpenting dalam fase praremaja
yaitu,belajar melakukan hubungan dengan teman sebaya dengan cara
berkompetisi, berkompromi dan kerjasama.

b. Fase Remaja Awal (early adolescence)

Fase remaja awal merupakan fase yang lanjutan dari praremaja. pada fase
ini ketertarikan pada lawan jenis mulai nampak. Sehingga, remaja mencari suatu
pola untuk memuaskan dorongan genitalnya. Menurut Steinberg (dalam
Santrock, 2002: 42) mengemukakan bahwa masa remaja awal adalah suatu
periode ketika konflik dengan orang tua meningkat melampaui tingkat masa
anak-anak.

Sunaryo (2004:56) berpendapat bahwa, hal terpenting pada fase ini, antara lain:
1). Tantangan utama adalah mengembangkan aktivitas heteroseksual.

2). Terjadi perubahan fisiologis.

3) .Terdapat pemisahan antara hubungan erotik yang sasarannya adalah lawan


jenis dan keintiman dengan jenis kelamin yang sama.

4). Jika erotik dan keintiman tidak dipisahkan, maka akan terjadi hubungan
homoseksual.

5). Timbul banyak konflik akibat kebutuhan kepuasan seksual, keamanan dan
keakraban.

6). Tugas perkembangan yang penting adalah belajar mandiri dan melakukan
hubungan dengan jenis kelamin yang berbeda.

c. Fase Remaja Akhir

Fase remaja akhir merupakan fase dengan ciri khas aktivitas seksual
yang sudah terpolakan. Hal ini didapatkan melalui pendidikan hingga terbentuk
pola hubungan antarpribadi yang sungguh-sungguh matang. Fase ini merupakan
inisiasi ke arah hak, kewajiban, kepuasan, tanggung jawab kehidupan sebagai
masyarakat dan warga negara. Sunaryo (2004:57) mengatakan bahwa tugas
perkembangan fase remaja akhir adalah economically, intelectually, dan
emotionally self sufficient.

4. Karakteristik Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja

a. Perkembanang Biologis

Perubahan fisik yang terjadi pada remaja terlihat pada saat masa pubertas
yaitu meningkatnya tinggi dan berat badan serta kematangan sosial. Diantara
perubahan fisik itu, yang terbesar pengaruhnya pada perkembangan jiwa remaja
adalah pertumbuhan tubuh (badan menjadi semakin panjang dan tinggi).
Selanjutnya, mulai berfungsinya alat-alat reproduksi (ditandai dengan haid pada
wanita dan mimpi basah pada laki-laki) dan tanda-tanda seksual sekunder yang
tumbuh (Sarwono, 2006: 52).

Selanjutnya, Menurut Muss (dalam Sunarto & Agung Hartono, 2002: 79)
menguraikan bahwa perubahan fisik yang terjadi pada anak perempuan yaitu;
perertumbuhan tulang-tulang, badan menjadi tinggi, anggota-anggota badan
menjadi panjang, tumbuh payudara.Tumbuh bulu yang halus berwarna gelap di
kemaluan, mencapai pertumbuhan ketinggian badan yang maksimum setiap
tahunnya, bulu kemaluan menjadi kriting, menstruasi atau haid, tumbuh bulu-
bulu ketiak.

Potter & Perry (2005:535) juga mengatakan bahwa setelah pertumbuhan


awal jaringan payudara, puting dan areola ukurannya meningkat. Proses ini
sebagian dikontrol oleh hereditas, mulai pada paling muda usia 8 tahun dan
mungkin tidak komplet dalam usia 10 tahun. Kadar estrogen yang meningkat
juga mulai mempengaruhi genital. Uterus mulai membesar dan terjadi
peningkatan lubrikasi vaginal, hal tersebut bisa terjadi secara spontan atau akibat
perangsangan seksual. Vagina memanjang, dan rambut pubis dan aksila mulai
tumbuh.

Sedangkan pada anak laki-laki peubahan yang terjadi antara lain;


pertumbuhan tulang-tulang, tumbuh bulu kemaluan yang halus, lurus, dan
berwarna gelap, awal perubahan suara, ejakulasi (keluarnya air mani), bulu
kemaluan menjadi keriting, pertumbuhan tinggi badan mencapai tingkat
maksimum setiap tahunnya, tumbuh rambut-rambut halus diwajaah (kumis,
jenggot), tumbuh bulu ketiak, akhir perubahan suara, rambut-rambut diwajah
bertambah tebal dan gelap, dan tumbuh bulu dada. Kadar testosteron yang
meningkat sitandai dengan peningkatan ukuran penis, testis, prostat dan vesikula
seminalis.
Perry&Potter (2005:690) mengungkapkan bahwa empat fokus utama perubahan
fisik adalah :

a. Peningkatan kecepatan pertumbuhan skelet, otot dan visera


b. Perubahan spesifik-seks, seperti perubahan bahu dan lebah pinggul
c. Perubahan distribusi otot dan lemak Perkembangan sistem reproduksi
d. dan karakteristik seks sekunder.

Pada dasarnya perubahan fisik remaja disebabkan oleh kelenjar pituitary dan
kelenjar hypothalamus. Kedua kelenjar itu masing-masing menyebabkan
terjadinya pertumbuhan ukuran tubuh dan merangsang aktifitas serta
pertumbuhan alat kelamin utama dan kedua pada remaja (Sunarto & Agung
Hartono, 2002:94).

b. Perkembangan Kognitif

Menurut Piaget (dalam Santrock, 2002: 15) pemikiran operasional formal


berlangsung antara usia 11 sampai 15 tahun. Pemikiran operasional formal lebih
abstrak, idealis, dan logis daripada pemikiran operasional konkret. Piaget
menekankan bahwa bahwa remaja terdorong untuk memahami dunianya karena
tindakan yang dilakukannya penyesuaian diri biologis. Secara lebih lebih nyata
mereka mengaitkan suatu gagasan dengan gagasan lain. Mereka bukan hanya
mengorganisasikan pengamatan dan pengalaman akan tetapi juga menyesuaikan
cara berfikir mereka untuk menyertakan gagasan baru karena informasi
tambahan membuat pemahaman lebih mendalam.

Menurut Piaget (dalam Santrock, 2003: 110) secara lebih nyata


pemikiran opersional formal bersifat lebih abstrak, idealistis dan logis. Remaja
berpikir lebih abstrak dibandingkan dengan anak-anak misalnya dapat
menyelesaikan persamaan aljabar abstrak. Remaja juga lebih idealistis dalam
berpikir seperti memikirkan karakteristik ideal dari diri sendiri, orang lain dan
dunia. Remaja berfikir secara logis yang mulai berpikir seperti ilmuwan,
menyusun berbagai rencana untuk memecahkan masalah dan secara sistematis
menguji cara pemecahan yang terpikirkan. Dalam perkembangan kognitif,
remaja tidak terlepas dari lingkungan sosial. Hal ini menekankan pentingnya
interaksi sosial dan budaya dalam perkembangan kognitif remaja

c. Perkembangan Sosial

Potter&Perry (2005:535) mengatakan bahwa perubahan emosi selama


pubertas dan masa remaja sama dramatisnya seperti perubahan fisik. Masa ini
adalah periode yang ditandai oleh mulainya tanggung jawab dan asimilasi
penghargaan masyarakat.

Santrock (2003: 24) mengungkapkan bahwa pada transisi sosial remaja


mengalami perubahan dalam hubungan individu dengan manusia lain yaitu
dalam emosi, dalam kepribadian, dan dalam peran dari konteks sosial dalam
perkembangan. Membantah orang tua, serangan agresif terhadap teman sebaya,
perkembangan sikap asertif, kebahagiaan remaja dalam peristiwa tertentu serta
peran gender dalam masyarakat merefleksikan peran proses sosial-emosional
dalam perkembangan remaja. John Flavell (dalam Santrock, 2003: 125) juga
menyebutkan bahwa kemampuan remaja untuk memantau kognisi sosial mereka
secara efektif merupakan petunjuk penting mengenai adanya kematangan dan
kompetensi sosial mereka.

Pencarian identitas diri merupakan tugas utama dalam perkembangan


psikososial adelesens. Remaja arus membentuk hubungan sebaya yang dekat
atau tetap terisolasi secara sosial (Potter&Perry, 2005:693). Pencarian identitas
diri ini meliputi identitas seksual, identitas kelompok, identitas keluarga,
identitas pekerjaan, identitas kesehatan dan identitas moral.

3. Ciri Khas Remaja


a. Hubungan dengan Teman Sebaya

Menurut Santrock (2003: 219) teman sebaya (peers) adalah anak-anak atau
remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Jean Piaget dan
Harry Stack Sullivan (dalam Santrock, 2003: 220) mengemukakan bahwa anak-
anak dan remaja mulai belajar mengenai pola hubungan yang timbal balik dan
setara dengan melalui interaksi dengan teman sebaya. Mereka juga belajar untuk
mengamati dengan teliti minat dan pandangan teman sebaya dengan tujuan
untuk memudahkan proses penyatuan dirinya ke dalam aktifitas teman sebaya
yang sedang berlangsung. Sullivan beranggapan bahwa teman memainkan peran
yang penting dalam membentuk kesejahteraan dan perkembangan anak dan
remaja. Mengenai kesejahteraan, dia menyatakan bahwa semua orang memiliki
sejumlah kebutuhan sosial dasar, juga termasuk kebutuhan kasih saying (ikatan
yang aman), teman yang menyenangkan, penerimaan oleh lingkungan sosial,
keakraban, dan hubungan seksual.

Pada saat remaja, seseorang memperoleh kebebasan yang lebih besar dan
mulai membangun identitasnya sendiri. Secara emosional, mereka menjalin
hubungan yang lebih dekat dengan kelompoknya dibandingkan keluarga. Krisis
identitas ini membuat remaja mengalami rasa malu, takut, dan gelisah yang
menimbulkan gangguan fungsi di rumah dan di sekolah (Potter&Perry, 2010).
Namun, dalam beberapa hal, remaja mengalami ketegangan baik akibat tekanan
kelompoknya, maupun perubahan psikososial. Sehingga remaja cenderung
melakukan tindakan yang dapat mengurangi ketegangan tersebut, misalnya
merokok dan memakai obat-obatan.

Ada beberapa beberapa strategi yang tepat untuk mencari teman menurut
Santrock (2003: 206) yaitu :

a). Menciptakan interaksi sosial yang baik dari mulai menanyakan nama, usia,
dan aktivitas favorit.

b). Bersikap menyenangkan, baik dan penuh perhatian.


c). Tingkah laku yang prososial seperti jujur, murah hati dan mau bekerja
sama.

d). Menghargai diri sendiri dan orang lain.

e). Menyediakan dukungan sosial seperti memberikan pertolongan, nasihat,


duduk berdekatan, berada dalam kelompok yang sama dan menguatkan satu
sama lain dengan memberikan pujian.

Ada beberapa dampak apabila terjadi penolakan pada teman sebaya. Menurut
Hurlock (2000: 307) dampak negatif dari penolakan tersebut adalah :

a). Akan merasa kesepian karena kebutuhan social mereka tidak terpenuhi.

b). Anak merasa tidak bahagia dan tidak aman.

c). Anak mengembangkan konsep diri yang tidak menyenangkan, yang dapat
menimbulkan penyimpangan kepribadian.

d). Kurang mmemiliki pengalaman belajar yang dibutuhkan untuk menjalani


proses sosialisasi.

e). Akan merasa sangat sedih karena tidak memperoleh kegembiraan yang
dimiliki teman sebaya mereka.

f).Sering mencoba memaksakan diri untuk memasuki kelompok dan ini akan
meningkatkan penolakan kelompok terhadap mereka semakin memperkecil
peluang mereka untuk mempelajari berbagai keterampilan sosial.

g). Akan hidup dalam ketidakpastian tentang reaksi social terhadap mereka,
dan ini akan menyebabkan mereka cemas, takut, dan sangat peka.

h).Sering melakukan penyesuaian diri secara berlebihan, dengan harapan


akan meningkatkan penerimaan sosial mereka.
Sementara itu, Hurlock (2000: 298) menyebutkan bahwa ada beberapa manfaat
yang diperoleh jika seorang anak dapat diterima dengan baik. Manfaat tersebut
yaitu:

a). Merasa senang dan aman.

b). Mengembangkan konsep diri menyenangkan karena orang lain mengakui


mereka.

c). Memiliki kesempatan untuk mempelajari berbagai pola prilaku yang


diterima secara sosial dan keterampilan sosial yang membantu
kesinambungan mereka dalam situasi sosial.

d). Secara mental bebas untuk mengalihkan perhatian meraka ke luar dan
untuk menaruh minat pada orang atau sesuatu di luar diri mereka.

e). Menyesuaikan diri terhadap harapan kelompok dan tidak mencemooh


tradisi sosial.

b. Hubungan dengan Orang Tua Penuh Konflik

Hubungan dengan orang tua penuh dengan konflik ketika memasuki masa
remaja awal. Peningkatan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu
perubahan biologis pubertas, perubahan kognitif yang meliputi peningkatan
idealism dan penalaran logis, perubahan sosial yang berfokus pada kemandirian
dan identitas, perubahan kebijaksanaan pada orang tua, dan harapan-harapan
yang dilanggar oleh pihak orang tua dan remaja.

Collins (dalam Santrock, 2002: 42) menyimpulkan bahwa banyak orang tua
melihat remaja mereka berubah dari seorang anak yang selalu menjadi seseorang
yang tidak mau menurut, melawan, dan menantang standar-standar orang tua.
Bila ini terjadi, orang tua cenderung berusaha mengendalikan dengan keras dan
member lebih banyak tekanan kepada remaja agar mentaati standar-standar
orang tua. Dari uraian tersebut, ada baiknya jika kita dapat mengurangi konflik
yang terjadi dengan orang tua dan remaja. Berikut ada beberapa strategi yang
diberikan oleh Santrock, (2002: 24) yaitu : 1) menetapkan aturan-aturan dasar
bagi pemecahan konflik. 2) Mencoba mencapai suatu pemahaman timbale balik.
3) Mencoba melakukan corah pendapat (brainstorming). 4) Mencoba bersepakat
tentang satu atau lebih pemecahan masalah. 5) Menulis kesepakatan. 6)
Menetapkan waktu bagi suatu tindak lanjut untuk melihat kemajuan yang telah
dicapai.

 Keingintahuan tentang seks yang tinggi

Seksualitas mengalami perubahan sejalan dengan individu yang terus


tumbuh dan berkembang (Potter&Perry,2010:30). Setiap tahap perkembangan
memberikan perubahan pada fungsi dan peran seksual dalam hubungan. Masa
remaja merupakan masa di mana individu menggali orientasi seksual primer
mereka lebih banyak daripada masa perkembangan manusia lainnya. Remaja
menghadapi banyak keputusan dan memerlukan informasi yang akurat mengenai
topik-topik seperti perubahan tubuh, aktivitas seksual, respons emosi terhadap
hubungan intim seksual, PMS, kontrasepsi, dan kehamilan (Perry&Potter,
2010:31). Informasi faktual ini dapat datang dari rumah, sekolah, buku atau pun
teman sebaya. Bahkan informasi seperti ini pun,remaja mungkin tidak
mengintergrasikan penhgetahuan ini ke dalam gaya hidupnya. Mereka
mempunyai orientasi saat ini dan rasa tidak rentan. Karakteristik ini dapat
menyebabkan mereka percaya bahwa kehamilan atau penyakit tidak akan terjadi
pada mereka, dan karenanya tindak kewaspadaan tidak diperlukan. Penyuluhan
kesehatan harus diberikan dalam konteks perkembangan ini (Potter&Perry,
2005:535).

 Mudah stres
Menurut Potter&Perry (2005:476), Selye (1976) berpendapat bahwa stres adalah
segala situasi dimana tuntutan non-spesifik mengharuskan seorang individu
untuk berespons atau melakukan tindakan. Stres dapat menyebabkan perasaan
negatif. Umumnya, seseorang dapat mengadaptasi stres jangka panjang maupun
jangka pendek sampai stres tersebut berlalu. Namun, jika adaptasi itu gagal
dilakukan, stres dapat memicu berbagai penyakit. Remaja juga sangat rentan
dengan strea. Sebab, di masa ini seseorang akan memiliki keinginan serta
kegiatan yang sangat banyak. Namun, apabila keinginan dan kegiatan itu tidak
berjalan atau tidak terwujudkan sebagaimana mestinya, remaja cenderung
menjadikan hal tersebut sebagai beban pikiran mereka. Sehingga remaja mudah
mengalami stres. Untuk mengobati itu, remaja menghibur diri atau
meminimalisisr stres mereka dengan berkumpul atau bersenang-senang dengan
teman sebayanya.

C. Tugas-Tugas Perkembangan Remaja

a. Konsep Dasar Tugas-tugas Perkembangan

Manusia dalam menjalani serangkaian proses kehidupannya mengalami


pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan yang erat kaitannya dengan
peningkatan kuantitas pada fisik manusia terjadi sejak masa konsepsi dan
berhenti setelah mencapai maturasi (kematangan) yang terjadi pada masa remaja
atau masa dewasa awal seperti dinyatakan oleh Tanner (Bee, 1984 : 91) “the
final part of the pattern is the leveling of at the beginning of adulthood, wick
remarks the end of growth as we usually thing of it.” Hal ini berbeda dengan
perkembangan yang berjalan terus menerus hingga akhir hayat manusia
sebagaimana dikemukakan Thornburg (1984 : 16) yang menyatakan bahwa
“perkembangan berlangsung secara terus menerus di sepanjang hidup seseorang,
mulai dari masa konsepsi sampai berakhirnya kehidupan orang itu.”

Walaupun dalam proses pertumbuhan dan perkembangan selalu ditandai


dengan adanya perubahan, tidak semua perubahan yang terjadi dapat diartikan
sebagai perkembangan. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Candida
Peterson (1996 : 20) yang menyatakan “Some permanent changes over the life
span are better descried as ageing than as growth.” Lebih lanjut Peterson juga
menyatakan bahwa perubahan yang dapat dikategorikan sebagai perkembangan
harus memenuhi 4 kriteria yaitu

 Permanent : perubahan yang terjadi bersifat permanent, bukan perubahan


perubahan temporer atau yang disebabkan oleh kegiatan incidental.
 Qualitative : perubahan yang terjadi menunjukkan perubahan total dari
seseorang, tidak hanya bersifat peningkatan kemampuan yang sudah
dimiliki sebelumnya
 Progressive : perubahan yang terjadi merupakan perwujudan aktualisasi
seseorang. Perubahan ini terkait dengan kemampuan seseorang dalam
menyesuaikan diri dengan berbagai situasi/perubahan yang terjadi di
lingkungannya.
 Universal : perubahan yang terjadi bersifat umum dan dialami oleh
individuindividu yang lain pada tahapan usia yang hampir sama. “Proses
perkembangan yang berlangsung sepanjang hayat manusia pada
hakekatnya adalah perubahan menuju ke kedewasaan. Pencapaian tujuan
perkembangan, yaitu kedewasaan, tidaklah sekaligus, tetapi setahap demi
setahap sesuai dengan masa-masa perkembangan yang sedang dijalani
oleh individu yang bersangkutan hendaklah mencapai tujuan
perkembangan yang sesuai dengan masa perkembangannya itu. Seluruh
tujuan perkembangan, dari masa awal sampai masa lanjut adalah
berkesinambungan. Pencapaian tujuan perkembangan pada masa yang
terdahulu menjadi dasar bagi pencapaian tujuan perkembangan pada
masa berikutnya. Atau dengan kata lain, apabila tujuan perkembangan
pada masa terdahulu tidak tercapai dengan baik, dikhawatirkan
pencapaian tujuan perkembangan masa berikutnya terganggu (Tn. 1983 :
14)”.
Tugas perkembangan yang harus dijalani oleh setiap individu sesuai
dengan masa perkembangan yang sedang ditempuhnya disebut sebagai tugas
perkembangan/developmental task. Peterson (1996 : 35) dalam hal ini
mendefinisikan tugas perkembangan sebagai “age norm” wick describes an
average age or norm for when particular behaviours relikely to emerge or
stabilize or decline.” Robert J. Havigurst (Hurlock, 1980 : 9) menyatakan bahwa
“tugas perkembangan adalah tugas yang muncul pada saat atau sekitar suatu
periode tertentu dari kehidupan individu, yang jika berhasil akan menimbulkan
rasa bahagia dan membawa kearah keberhasilan dalam melaksanakan tugas-
tugas berikutnya. Akan tetapi, kalau gagal, menimbulkan rasa tidak bahagia dan
kesulitan dalam menghadapi tugas tugas berikutnya.”

Perkembangan manusia yang terjadi secara bertahap sesuai dengan masa

perkembangannya, dan adanya implikasi bagi setiap individu untuk


melakukan tugas perkembangan sesuai dengan tahapan usianya, membuat setiap
individu harus memahami dan berusaha untuk dapat melakukan tugas
perkembangan sesuai dengan tahapan usia masing-masing. Tugas perkembangan
ini menurut Havigurst sangat erat kaitannya dengan fungsi belajar. Dalam hal ini
Havigurst (Sunarto, 2002 : 43). Menyatakan bahwa “tugas perkembangan harus
dipelajari, dijalani dan dikuasai oleh setiap individu. Tugas-tugas ini dikaitkan
dengan fungsi belajar, karena pada hakekatnya perkembangan pada kehidupan
manusia dipandang sebagai upaya mempelajari norma kehidupan dan budaya
masyarakat agar ia mampu melakukan penyesuaian diri dengan baik dalam
kehidupan nyata. Sudah diakui secara umum sebagai suatu fakta, perkembangan
seseorang sebagian besar terjadi pada usia di bawah 6 tahun. Pada periode usia
ini anak-anak membentuk struktur kognitif dan kepribadian dirinya yang akan
menentukan jalan hidup untuk selanjutnya. Berdasar hal tersebut maka proses
menumbuhkembangkan kreativitas perlu dilakukan sejak usia dini, karena pada
masa ini proses kreativitas sedang mengalami puncak perkembangannya. Anak-
anak pada dasarnya sangat kreatif. Mereka memiliki ciri-ciri yang oleh para ahli
sering digolongkan sebagai ciri-ciri individu yang kreatif, misalnya rasa ingin
tahu besar, senang bertanya, imajinasi yang tinggi, minat yang luas, tidak takut
salah, berani menghadapi resiko, senang akan hal-hal baru, dan sebagainya.

b. Tugas-tugas Perkembangan

Secara umum Havigurst (Hurlock, 1980: 10) mendeskripsikan Tugas-tugas


perkembangan masa bayi dan awal masa kanak-kanak adalah.

a. belajar memakan makanan padat


b. belajar berjalan
c. belajar berbicara
d. belajar mengendalikan gerakan badan
e. memperoleh stabilitas fisiolis
f. belajar mengendalikan pembuangan kotoran tubuh
g. mempelajari peran yang sesuai dengan jenis kelaminnya
h. mempersiapkan diri untuk membaca
i. belajar membedakan benar dan salah, dan mulai mengembangkan hati
nurani

Tugas-Tugas perkembangan pada akhir masa kanak-kanak dideskripsikan


oleh Havigurst (Hurlock, 1980: 10), yaitu mempelajari keterampilan fisik yang
diperlukan untuk permainan-permainan tertentu

a. membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai makhluk


yang sedang tumbuh belajar
b. menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya
c. mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat
d. mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca,
menulis, dan berhitung
e. mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk
kehidupan sehari-hari
f. mengembangkan hati nurani, moralitas, dan nilai-nilai
g. mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok dan lembaga-
lembaga sosial
h. mencapai keberhasilan pribadi

Tugas-tugas perkembangan pada masa remaja oleh Havigurst (Hurlock,


1980-10) mendeskripsikan tugas-tugas perkembangan remaja sebagai berikut :

a. mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya
baik pria maupun wanita
b. mencapai peran sosial pria atau wanita
c. menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif
d. mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab
e. mempersiapkan karier ekonomi
f. membangun keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang
diperlukan sebagai warga negara yang baik
g. memupuk dan memperoleh perilaku yang dapat dipertanggung jawabkan
secara sosial
h. memperoleh seperangkat nilai dan siytem etika sebagai pedoman
berperilaku

c. Tahapan-Tahapan dalam Perkembangan Manusia

Pencapaian tujuan perkembangan yaitu proses menuju kedewasaan tidak


berjalan sekaligus, tetapi secara bertahap sesuai dengan tahapan perkembangan
manusia. Pembagian tahapan dalam perkembangan manusia didasari pada
kesamaan karakteristik pada setiap tingkatan usia.

Havigurst membagi tahapan perkembangan manusia dalam 6 tahap, yaitu :

a. Masa bayi dan awal masa kanak-kanak


b. Akhir masa kanak-kanak
c. Masa remaja
d. Awal masa dewasa
e. Masa usia pertengahan
f. Masa Tua

Tahap-tahap perkembangan dalam rentang kehidupan manusia dibagi oleh


Thornburg dalam 4 tahap yang terdiri dari beberapa periode umur sebagai
berikut :

 Masa bayi 0 – 2 tahun

· Periode dalam kandungan : mulai dari terjadinya konsepsi sampai lahir

· Periode baru lahir : lahir sampai umur 4 atau 6 minggu

· Periode bayi : umur 4 atau 6 minggu sampai 2 tahun

 Masa Kanak-kanak 2 – 11 tahun

· Periode kanak-kanak permulaan : umur 2 – 5 tahun

· Periode kanak-kanak pertengahan : umur 6 – 8 tahun

· Periode kanak-kanak akhir : umur 9 – 11 tahun

 Masa Remaja 11 – 19 tahun

· Remaja permulaan : umur 11 – 13 tahun

· Remaja pertengahan : umur 14 – 16 tahun

· Remaja akhir : umur 17 – 19 tahun

 Masa Dewasa 20 – 81 tahun

· Dewasa permulaan : umur 20 – 29 tahun

· Dewasa pertengahan : umur 30 – 49 tahun


· Dewasa : umur 50 – 65 tahun

· Dewasa akhir : umur 66 – 80 tahun

· Tua : umur 81 tahun ke atas

Disamping tahap-tahap perkembangan di atas, Thornburg juga mengemukakan


adanya masa pra remaja yaitu bagi mereka yang berumur 9 – 13 tahun, dan masa
pemuda yang terjadi pada umur 19 – 22 tahun

Berdasarkan pada beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tugas-tugas


perkembangan tersebut terbagi dalam beberapa tahapan. Tahapan-tahapan ini
didasarkan pada kesamaan karakteristik pertumbuhan dan perkembangan pada
masing-masing usia. Tahapan-tahapan perkembangan tersebut adalah masa bayi
dan awal masa kanak-kanak, masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa
awal dan pertengahan, serta masa tua.

d. Implikasi Tugas-Tugas Perkembangan Remaja dalam Penyelenggaraan


Pendidikan

Pemahaman tentang tugas-tugas perkembangan yang berbeda pada setiap


tahapan usia bermanfaat bagi individu. Hurlock (1980 : 9) menyatakan bahwa
“tugas-tugas dalam perkembangan mempunyai 3 macam tujuan yang sangat
berguna. Pertama sebagai petunjuk bagi individu untuk mengetahui apa yang
diharapkan masyarakat pada usia-usia tertentu. Kedua, dalam memberi motivasi
kepada setiap individu untuk melakukan apa yang diharapkan dari mereka oleh
kelompok sosial pada usia tertentu sepanjang kehidupan mereka. Dan ketiga,
menunjukkan kepada setiap individu tentang apa yang akan mereka hadapi dan
tindakan apa yang diharapkan dari mereka kalau sampai pada tingkat
perkembangan berikutnya.” Disamping dapat digunakan sebagai pedoman dan
pemberi motivasi bagi individu dalam masyarakat, pemahaman tentang tugas
perkembangan juga dapat digunakan oleh para praktisi yang menangani
kelompok usia tertentu dalam pekerjaannya. Hal ini sebagaimana dikemukakan
oleh Peterson (1996 : 38)” ....they can give practitioners who work with
particular age groups a general idea what to expect. .... Norm also facilitate
social planning and environmental design for particular age groups.”

Namun, pemahaman tentang adanya tugas perkembangan yang berbeda


pada setiap tahapan usia individu juga dapat disalahartikan. Hal ini diungkapkan
oleh Hurlock (1980 : 9) yang menyatakan ada 3 macam bahaya potensial yang
umum berhubungan dengan tugas-tugas perkembangan. Pertama, harapan yang
kurang tepat baik individu sendiri maupun lingkungan sosial. Kedua adalah
melangkahi tahap tertentu dalam perkembangan sebagai akibat dari kegagalan
menguasai tugas-tugas tertentu. Dan yang ketiga muncul dari tugas itu sendiri.
Sekalipun individu berhasil menguasai tugas pada suatu tahap dengan baik,
namun keharusan menguasai sekelompok tugas-tugas baru yang tepat untuk
tahap berikutnya akan membawa ketegangan dan tekanan kondisi yang dapat
mengarah pada suatu krisis.

Bagi pendidik, pemahaman tentang tugas-tugas perkembangan dapat


membantu pendidik untuk memahami anak didiknya dan membantu mereka
dalam mengembangkan potensi yang mereka miliki secara optimal. Dalam hal
ini Nana Syaodih (2001 : 18) menyatakan bahwa “Ada dua alasan mengapa
tugas-tugas perkembangan ini penting bagi pendidik. Pertama, membantu
memperjelas tujuan yang akan dicapai sekolah. Pendidikan dapat dimengerti
sebagai usaha masyarakat, melalui sekolah, dalam membantu individu mencapai
tugas-tugas perkembangan tertentu. Kedua, konsep ini dapat dipergunakan
sebagai pedoman waktu untuk melaksanakan usaha-usaha pendidikan. Bila
individu telah mencapai kematangan, siap untuk mencapai tahap tugas tertentu
serta sesuai dengan tuntutan masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa saat untuk
mengajar individu yang bersangkutan telah tiba.”

a. Pendidikan yang berlaku di Indonesia, baik pendidikan yang diselenggarakan


di dalam sekolah maupun di luar sekolah, pada umumnya diselenggarakan dalam
bentuk klasikal.
b.Beberapa usaha yang perlu dilakukan di dalam penyelenggaraan pendidikan,
sehubungan dengan minat dan kemampuan remaja yang dikaitkan terhadap cita-
cita kehidupannya antara lain:

1.bimbingan karier.

2.memberikan latihan-latihan praktis terhadap siswa dengan berorientasi


terhadap kondisi (tuntutan) lingkungan.

3. penyusunan kurikulum yang komprehensif dengan mengembangkan


kurikulum muatan lokal.

c.Keberhasilan dalam memilih pasangan, hidup untuk membentuk keluarga


benyak ditentukan oleh pengalaman dan penyelesaian tugas-tugas perkembangan
masa-masa sebelumnya. Untuk mengembangkan model keluarga yang ideal
maka perlu dilakukan bimbingan dan etika pergaulan, dan bimbingan siswa
untuk memahami norma kehidupan masyarakat.

d. Pendidikan tentang nilai kehidupan untuk mengenalkan norma kehidupan


sosial masyarakat perlu dilakukan.

1. Perkembangan Psikososial pada Masa Remaja

Pencarian identitas—yang didefenisikan Erikson sebagai konsepsi tentang


diri, penentuan tujuan, nilai, dan keyakinan yang dipegang teguh oleh seseorang
—menjadi focus pada masa remaja. Perkembangan kognitif remaja
memungkinkan mereka menyusun “teori tentang diri” (Elkind, 1998).

 Erikson: Identitas vs Kebingungan Identitas

Selama masa remaja, pandangan-pandangan dunia menjadi penting bagi


individu, yang memasuki apa yang disebut oleh Erikson (1968) suatu
“penundaan psikologis” (psychological moratorium), suatu kesenjangan antara
keamanan masa anak-anak dan otonomi masa dewasa. Eksperimen remaja
dengan sejumlah peran dan identitas, mereka ambil dari kebudayaan sekitarnya.
Kaum muda yang berhasil mengatasi identitas-identitas yang salung
bertentangan selama masa remaja ini, muncul dengan suatu kepribadian baru
yang menarik dan dapat diterima. Remaja yang tidak berhasil mengatasi krisis
identitas ini bingung, menderita apa yang oleh Erikson sebut “kebingungan
identitas” (identity confusion). Kebingungan ini muncul dalam satu dari dua
pilihan: individu menarik diri, memisahkan diri dari teman-teman sebaya dan
keluarga; atau mereka dapat kehilangan identitas mereka dalam kelompok.
(Santrock, 1995). Merujuk kepada Erikson, remaja tidak membentuk identitas
mereka dengan meniru orang lain, sebagaimana yang dilakukan anak-anak,
tetapi dengan memodifikasi dan menyintesis identifikasi lebih awal ke dalam
“struktur psikologi baru yang lebih besar”. Untuk membentuk identitas, seorang
remaja harus memastikan dan mengorganisir kemampuan, kebutuhan,
ketertarikan, dan hasrat mereka sehingga dapat diekspresikan dalam konteks
social. (Papalia, 2008)

Erikson melihat bahaya utama tahap ini adalah kebingungan


identitas yang dapat memperlambat pencapaian kedewasaan psikologis. Sampai
tingkat tertentu kebingungan identitas merupakan sesuatu yang wajar. Hal
tersebut memengaruhi karakter caostik alamiah perilaku remaja dan kesadaran
diri remaja yang menyakitkan. Berkelompok dan tidak menoleransi perbedaan—
dua hal yang menandai suasana social remaja—merupakan banteng dalam
menghadapi kebingungan identitas. Remaja juga dapat menunjukkan
kebingungan dengan mundur ke masa kanal-kanak untuk menghindari konflik
atau dengan melibatkan diri mereka secara impulsive kedalam serangkaian
tindakan yang buruk. (Papalia, 2008). Empat Status Identitas Pakar psikologi,
James Marcia ,menganalisi teori perkembangan identitas Erikson dan
menyimpulkan bahwa empat status identitas atau mode resolusi, nampak dalam
teori itu:
a. Pencapaian Identitas (identity achievement), ialah istilah Marcia bagi
remaja yang telah mengalami suatu krisis dan sudah membuat suatu
komitmen
b. Pencabutan identitas (identity foreclosure) ialah istilah yang digunakan
oleh Marcia untuk menggambarkan remaja yang telah membuat suatu
komitmen tetapi belum mengalami suatu krisis.
c. Penundaan Identitas (identity moratorium) ialah istilah yang digunakan
Marcia yang menggambarkan remaja yang berada di tengah-tengah
krisis, tetapi komitmen mereka tidak ada atau hanya didefenisikan secara
samar.
d. Penyebaran Identitas (identity diffusion) ialah istilah yang digunakan
Marcia untuk menggambarkan remaja yang belum mengalami krisis
(yaitu mereka belum menjajaki pilihan-pilihan bermakna) atau membuat
komitmen apapun.

2. Gender dan Perkembangan Identitas

Sepanjang masa remaja, sebagian besar harga diri berkembang


dalam konteks hubungan dengan teman sebaya, khususnya yang berjenis
kelamin sama. Sejalan dengan pandangan Giligan, harga diri pria tampaknya
dapat dikaitkan dengan pergulatan demi prestasi individual, sedangkan wanita
lebih tergantung kepada koneksi dengan orang lain (Papalia, 2008) . Tugas
ekplorasi identitas dapat lebih kompleks bagi kaum perempuan daripada kaum
laki-laki. Dalam tugas eksplorasi identitas, kaum perempuan dapat mecoba
membangun identitas dalam bidang –bidang yang lebih banyak daripada kaum
laki-laki. Dewasa ini, pilihan-pilihan bagi kaum perempuan bertambah dan
dengan bertentangan, khususnya bagi kaum perempuan yang berharap berhasil
mengintegrasikan peran-peran keluarga dan karir (Santrock, 1995)

3. Faktor Etnis dalam Pembentukan Identitas


Di seluruh dunia, kemlompok-kelompok etnis minoritas berjuang
untuk mempertahankan identitas –identitas kebudayaan mereka saat berbaur ke
dalam kebudayaan yang dominan. Bagi orang-orang minoritas, masa remaja
sering merupakan suatu titik khusus dalam perkembangan mereka. Walaupun
anak-anak sadar akan beberapa perbedaan etnis dan kebudayaan, kebanyakan
etnis minoritas secara sadar menghadapai etnisitas mereka untuk pertama
kalinya pada masa remaja. Berbeda dengan anak-anak, remaja memiliki
kemampuan untuk menginterpretasikan informasi etnis dan kebudayaan, untuk
merefleksikan masa lalu, dan berspekulasi tentang masa depan (Harter, 1990).
Ketika mencapai kematangan kognitif, remaja etnis minoritas menjadi benar-
benar sadar akan penilaian terhadap kelompok etnis mereka oleh kelompok
mayoritas.

4. Seksualitas

 Orientasi Seksual, dipengaruhi oleh interaksi faktor biologis dan


lingkungan dan mungkin genetis. Perilaku seksual pada saat ini jauh
lebih bebas dibandingkan masa lalu. Aktivitas seksual remaja mencakup
risiko kehamilan dan penyakit menular seksual. Remaja yang memiliki
risiko terbesar adalah mereka yang memulai aktivitas seksualnya lebih
dini, memiliki banyak pasangan, tidak menggunakan kontrasepsi, dan
kurang mendapatkan informasi tentang seks.
 Hubungan dengan Keluarga, Teman Sebaya dan Masyarakat Dewasa
 Interaksi keluarga berubah sepanjang tahun-tahun masa remaja. Disana
ada lebih banyak intimasi, akan tetapi juga terdapat konflik berkaitan
dengan kasus otonomi. Konflik dengan orang tua menjadi yang paling
sering terjadi pada masa awal remaja dan yang paling intens pada masa
pertengahan remaja. Pengasuhan otoritatif diasosiasikan dengan hasil
yang paling positif.
 Efek dari perceraian dan orang tua tunggal pada perkembangan remaja
tergantung pada cara mereka memengaruhi atmosfer keluarga. Faktor
genetic bisa saja memengaruhi cara remaja beradaptasi dengan
perceraian.
 Tekanan ekonomi memengaruhi hubungan dalam keluarga berorang tua
tunggal dan pasangan orangtua lengkap. Hubungan dengan saudara
kandung cenderung menjadi sama dan semakin berjarak pada masa
remaja. Kelompok teman sebaya dapat memiliki pengaruh positif dan
negatif. Remaja yang ditolak oleh teman sebaya cenderung memiliki
masalah penyesuaian diri terbesar. Pertemanan, terutama di kalangan
anak perempuan, menjadi lebih intim dan mendukung pada masa remaja.
(Papalia, 2008)
 Tekanan Teman Sebaya dan Tuntutan Konformitas

Konformitas dengan tekanan teman-teman sebaya pada masa remaja dapat


bersifat positif maupun negative. Umunya remaja terlibat dalam semua bentuk
perilaku konformitas yang negative, seperti: menggunakan bahasa yang jorok,
mencuri, merusak, dan mengolok-olok orang tua dan guru. Akan tetapi banyak
sekali konformitas teman sebaya yang tidak negative dan terdiri atas keinginan
untuk dilibatkan di dalam dunia teman sebaya, seperti berpakaian seperti teman-
teman dan keinginan untuk meluangkan waktu dengan anggota-anggota suatu
kelompok. Selama masa remaja, khususnya awal masa remaja, kita lebih
mengikuti standar-standar teman sebaya daripada yang kita lakukan pada masak
anak-kanak. (Santrock, 1995)
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Masa remaja merupakan masa pencarian jati diri seseorang dalam


rentang masa kanak-kanak sampai masa dewasa. Pada masa ini, pola pikir dan
tingkah laku remaja sangat berbeda pada saat masih kanak-kanak. Hubungan
dengan kelompok (teman sebaya) lebih erat dibandingkan hubungan dengan
orang tua. Teori-teori perkembangan remaja antara lain, teori psikoanalisa, teori
psikososial, teori kognitif serta teori tingkah laku dan belajar sosial. Tahap
perkembangan remaja dimulai dari fase praremaja, remaja awal, dan remaja
akhir. Karakteristik pertumbuhan dan perkembangan remaja antara lain,
perubahan fisik yang terjadi pada remaja terlihat pada saat masa pubertas yaitu
meningkatnya tinggi dan berat badan serta kematangan sosial, remaja berfikir
secara logis dan transisi sosial remaja mengalami perubahan dalam hubungan
individu dengan manusia lain. Sementara itu, ciri khas remaja adalah hubungan
dengan teman sebaya lebih erat, hubungan dengan orang tua penuh konflik,
keingintahuan seks yang tinggi, dan mudah stres.

B. Saran

Perubahan-perubahan yang terjadi pada masa remaja menimbulkan


berbagai konflik batin maupun psikis. Orang tua harus benar-benar memahami
konsekuensi perubahan pada remaja. Sementara itu, perawat dapat dijadikan
tempat konseling untuk remaja sebagaimana peran perawat dan sebagai perawat
yang menghadapi permasalahan remaja senantiasa memberikan bimbingan atau
konseling yang baik atau yang tidak memojokkan remaja tersebut dalam
masalah yang dihadapinya.
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, Mukhripah. 2008. Komunikasi Terapeutik dalam Praktik

Keperawatan. Bandung:Refika Aditama.

Dorland, W.A. Newman. 2011. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta:EGC.

Potter, Patricia A. dan Anne Griffin P. 2005. Fundamental Keperawatan Vol.1.

Jakarta: EGC.

Potter, Patricia A. dan Anne Griffin P. 2010. Fundamental Keperawatan Buku 2.

Jakarta: Salemba Medika.

Sunaryo. 2004. Psikologi untuk keperawatan. Jakarta:EGC.

Santrock, J. W. (1995). Life Span Development Fifth Edition. Texas: Brown and

Benchmark.

Monks, F. J., & Knoers, A. M. (1982). Ontwikkelings Psychologie: Inleiding tot

de verschillende deelgebieden. Njimegen: Dekker & Van de Vegt.

Papalia, D. E. (2008). Human Development. New York: Mc Graw Hill.

Anda mungkin juga menyukai