Anda di halaman 1dari 9

SGD 1 LBM 1

STEP 1
1. Trismus : gejala dimana mulut tidak bisa dibuka sementara/kekakuan
Gangguan motoric dari nervus trigeminus
2. Halitosis : bau mulut akibat fermentasi bakteri anaerob
3. Karies : kerusakan pada struktur jar gigi yg di akibatkan oleh asam yg dihasilkan bakteri
STEP 2
1. Bagaimana anatomi dari cavum oris?
2. Bagaimana nomenklator gigi menurut FDI?
3. Bagaimana fisiologi dari saluran pencernaan?
4. Mengapa pasien bengkak pada pipi kanan ?
5. Mengapa pasien mengeluh nyeri telinga?
6. Mengapa pasien mengeluh demam tinggi ,sering meludah dan tidak mau makan?
7. Mengapa pasien mengalami halitosis,trismus dan karies ?
8. Bagaimana proses karies gigi?
9. Apa diagnosis dan DD pada scenario?
10. Apa etiologi dari scenario?
11. Bagaimana pathogenesis dari scenario?
12. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari kasus?
13. Bagaimana penatalaksanaan dari scenario tersebut?

STEP 3
1. Bagaimana anatomi dari cavum oris?
Rongga oral adalah jalan masuk menuju
sistem pencernaan dan berisi organ yang
berfungsi dalam proses awal pencernaan.
Cavum oris dibatasi sebelah luar oleh pipi
kanan kiri dan bibir. Celah antara bibir atas
dan bawah adalah pintu mulut. Gigi
membentuk dua lengkung gigi, satu set pada
rahang atas atau maxilla dan satu set pada
rahang bawah atau mandibula. Ruang
sebelah luar gigi dan gusi yang berbentuk
tapal kuda adalah vestibulum oris.
Sedangkan ruang yang dibatasi sebelah luar
oleh gigi dan gusi adalah oral yang
sesungguhnya. Lidah pada dasar oral. Atap
oral terdapat palatum keras, (durrum) dan
palatum lunak (molle). Pada akhir palatum
molle terdapat tonjolan yang disebut uvula.
a. manusia meniliki 2 susunan gigi:

b. komponen gigi
a. Mahkota gigi= corona dentis (1/3 dari seluruh gigi)
b. Akar gigi= radix dentis (2/3 dari keseluruhan gigi)

Dari potongan
melintang, gigi terdiri dari:
Enamel Jsringsn keras gigi
yang merupakan lapisan luar dari
mahkota.
Dentin jaringan keras gigi
dibawah enamel/ semen, merupakan
lapisan yang paling tebal.
Pulpa Ruang pulpa terdapat
pada mahkota gigi. saluran pulpa
adalah bagian pulpa yang terdapat
pada akar gigi. Dalam pulpa terdapat:
pembuluh darah, serabut saraf, dan sel
odontoblas (sel pembentuk dentin)
2. Bagaimana nomenklator gigi menurut FDI?

3. Bagaimana fisiologi dari saluran pencernaan (Mulut)?


# mastikasi (mengunyah)
mengunyah diperlukan untuk memperluas kerja enzim pencernaan, dan
memperhalus bolus agar dapat ditelan dengan mudah. Pada umumnya mengunyah dipersarafi
oleh cabang motorik dari saraf cranial V dan proses mengunyah dikontrol oleh nukleus dalam
batang otak. Otot yang digunakan untuk mengunyah makanan adalah,
Mulut ada 2 kelenjar :
1. Mengahasilkan salivary amylase : memecah karbo menjadi unsur yg sedrhana
2. Lingual lipase : aktif pada suasana yg asam mengubah trigleserid dan mengubah
triglesirid mnjd as. Lemak dan digiserid (gleserol yg memiliki 2 ikatan asam lemah)

Kita makan fungsi gigi:


a. Incisivus/ Seri : merobek makanan
b. Caninus / Taring : gigi taring  merobek bagian tebal / yg sulit di robek
c. Premolar dan molar / Geraham: menghalusan makanan
Selain penghalusan akan ada enzim-enzim tadi dan di bantu dengan saliva
Bolus masuk  orofaring  saraf tidak disadari  tidak bisa di stop dadakan  esophagus
 masuk ke pylorus gaster  gaster  saluran pencernaan bawah

4. Mengapa pasien bengkak pada pipi kanan ?


- Karies gigi di bagian kanan  jaringan rusak  bakteri masuk memicu proses peradangan
 tumor : pembengkakan ( sel sel darah putih ke bakteri )  bakteri dibawa ke nodus
limfatikus  pembengkakan

Karies : sebagai pintu masuk


- Yang bisa mengalami pembengkakan pada mulut
a. Ginggiva  karena kariesnya
b. Glandula Parotis  karena virus paramyxovirus  Parotitis
Paramyxivirus bisa dari inhalasi droplet  mengalami inkubasi 2-3 minggu  menyebar
ke nodus limfatikus / viremia  virus replikasi  ke kelenjar ludah dan parotis 
pembengkakan parotis

5. Mengapa pasien mengeluh nyeri telinga?


Menekan nervus auricular  berjalan di kelenjar parotis  auricular meatus aorticus eksternus
pintu masuknya saluran telinga  di tekan menyebabkan nyeri

6. Mengapa pasien mengeluh demam tinggi ,sering meludah dan tidak mau makan?
Ada inflamasi  merangsang prostalglandin  demam
Demam  membunuh bakteri yang di darah
Sering meludah  karies  di saliva ada lisozim(membunuh bakteri)
- Terjadinya infeksi saliva lebih banyak memproduksi
Tidak mau makan  karna prostalglandin  ada 2  ada yg merangsang ke pusat thermostat
 menghambat prod leptin  kurang nafsu makan  penurunan bb

7. Mengapa pasien mengalami halitosis,trismus dan karies ?


- Halitosis : bau mulut adanya peningkatan kadar gas  vscs  peningkatan kadar vscvs di
mulut  karena aktivitas bakteri anaerob di mulut  rendahnya O2 di dalam rongga mulut
 O2 kurang saat –produksi saliva menurun, karang gigi , gigi berlubang
- Trismus : menyerang saraf  sehingga susah untuk membuka
- Karies : adanya plak pada permukaan gigi  menempelnya sisa makanan  bakteri ada yg
menempel  asam laktat  as. Laktat menurunkan pH mulut 5,5  demineralisasi 
bakteri yg menyebabkan karies ; bakteri streptococcus mutan

8. Apa diagnosis dan DD pada scenario?


NAMNESIS
 Nyeri pada salah satu atau kedua kelenjar liur, disertai bengkak
 Demam ringan, nyeri pada otot leher dan rasa lemas, sakit kepala
 Nafsu makan berkurang, merasa tidak enak badan
 Puncak bengkak pada 1-3 hari, dan berakhir pada 3-7 hari
 Sudut mandibula tidak jelas
 Posisi daun telinga meningkat
 Makanan dengan rasa asam menyebabkan rasa nyeri pada kelenjar liur
 Kadang dengan keluhan pembengkakan pada bagian pipi yang terasa nyeri baik
spontan maupun dengan perabaan , terlebih bila penderita makan atau minum sesuatu
yang asam.
 Dari keterangan klinis, didapatkan adanya kontak dengan penderita mumps 2-3 minggu
sebelumnya (masa inkubasi 12-25 hari).

PF

Temuan utama yang klasik khas menunjukkan adanya pembengkakan di daerah


temporomandibuler (antara telinga dan rahang), panas ringan sampai tinggi (38,5 –
39,5)°C, nyeri tekan di daerah parotis unilateral maupun bilateral disertai pembesaran,
keadaan umum anak bervariasi dari tampak aktif sampai sakit berat.

PP
 Pemeriksaan darah rutin, hasilnya kurang spesifik, kadang ditemukan leukopenia dengan
limfositosis relatif atau kadang normal.
 Tes serologi, dimana didapatkan kenaikan antibodi spesifik terhadap parotitis epidemika
 Peningkatan C-reactive protein
 Isolasi virus penyebab dar saliva dan urin rutin selama masa akut penyakit. Dalam urin, virus
masih dapat ditemukan setelah 2 minggu onset penyakit.
 Peningkatan amilase serum yang meninggi pada minggu pertama dan menurun pada minggu
kedua dan ketiga
 Deteksi virus dengan reverse transcription-PCR yang didapat dari hapusan nasofaring atau dari
cairan serebrospinal pernah dilaporkan. RT-PCR lebih sensitif daripada ELISA untuk
menentukan adanya infeksi parotitis epidemika.

Beberapa diagnosis banding untuk parotitis epidemika adalah :

 Parotitis supuratifa dimana dibedakan dari manifestasi klinisnya kulit di atas kelenjar panas,
memerah dan nyeri tekan. Terlihat nanah keluar dari papilla ductus stensoni jika dilakukan
penekanan. Dari hasil lab darah rutin, didapatkan peningkatan PMN berhubungan dengan
infeksi bakteri. Infeksi kebanyakan oleh Staphylococcus aureus.
 Parotitis berulang, merupakan peradangan yang terjadi berulang-ulang dan tidak diketahui
penyebabnya. Di tandai dengan pembengkakan frekuen dari kelenjar parotis. Pembengkakan
submandibula dan sublingual tidak terjadi pada kasus ini.
 Adanya kalkulus di ductus Stensoni yang menyebabkan terjadinya obstruksi. Penyumbatan ini
menyebabkan peradangan yang hilang timbul.
 Meningoensefalitis yang sulit dibedakan dengan ensefalitis oleh sebab lain jika tidak disertai
gejala parotitis sehingga perlu isolasi virus dan pemeriksaan antibodi spesifik.

- Diagnosis :
a. Parotitis
- DD:
a. Keganasan kelenjar
b. Karies dentis
c. Ginggivitis
d. Pembesaran glandula saliva
e. Tumor mandibular
f. Abses gingiva/mandibular/parotis
Bagaimana menyingkirkan DD dan Tatalaksana masing masing

9. Apa etiologi dari scenario?


- Virus paramyxovirus

10. Bagaimana pathogenesis dari scenario?


11. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari kasus?
 Pemeriksaan darah rutin, hasilnya kurang spesifik, kadang ditemukan leukopenia dengan
limfositosis relatif atau kadang normal.
 Tes serologi, dimana didapatkan kenaikan antibodi spesifik terhadap parotitis epidemika
 Peningkatan C-reactive protein
 Isolasi virus penyebab dar saliva dan urin rutin selama masa akut penyakit. Dalam urin, virus
masih dapat ditemukan setelah 2 minggu onset penyakit.
 Peningkatan amilase serum yang meninggi pada minggu pertama dan menurun pada minggu
kedua dan ketiga
 Deteksi virus dengan reverse transcription-PCR yang didapat dari hapusan nasofaring atau
dari cairan serebrospinal pernah dilaporkan. RT-PCR lebih sensitif daripada ELISA untuk
menentukan adanya infeksi parotitis epidemika.

12. Bagaimana penatalaksanaan dari scenario tersebut?

Penatalaksanaan untuk parotitis epidemika yaitu secara konservatif. Penyakit ini merupakan
penyakit yang dapat sembuh sendiri. Terapi konservatif yang perlu berupa hidrasi yang
adekuat, dan nutrisi yang cukup untuk membantu penyembuhan. Pemberian parasetamol
digunakan sebagai penghilang rasa nyeri karena pembengkakan kelanjar. Pengobatan dengan
antivirus tidak ada yang tepat digunakan untuk parotitis epidemika. Terapi cairan intravena
diindikasikan untuk penderita meningoensefalitis dan muntah-muntah yang persisten.

Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif yang monovalen atau
kombinasi dengan vaksin MMR. Antibodi netralisasi yang terbentuk setelah vaksinasi lebih
rendah dibandingkan dengan setelah infeksi parotitis epidemika alamiah, namun penelitian
mendapatkan anak dengan vaksin tidak menderita parotitis epidemika selama 12 tahun follow
up dibanding anak yang tidak tervaksinasi. Di Indonesia, vaksin MMR diberikan pada anak
usia 12-18 bulan. Vaksin ini diberikan secara subkutan dalam atau intramuskular dan harus
digunakan 1 jam setelah terampur dengan pelarutnya.

Prognosis secara umum pada parotitis epidemika adalah baik, kecuali pada keadaan tertentu
yang menyebabkan terjadinya ketulian, sterilitas karena atrofi testis dan sekuele karena
meningoensefalitis.

Komplikasinya :
 Adanya komplikasi neurologis berupa mielitis dan neuritis saraf dan komplikasi pasca
ensefalitis seperti kejang gangguan motorik, retardasi mental, emosi tidak stabil, sulit tidur.
 Komplikasi diabetes mellitus sebagai komplikasi parotitis epidemika akan tetapi
patogenesisnya belum jelas dimana secara in vitro virus parotitis dapat merusak sel beta
pankreas dengan proses yang tidak diketahui.
 Tiroiditis timbul setelah satu minggu onset parotitis. Tiroiditis sangat jarang terjadi pada anak-
anak yang ditandai pembengkakan kelenjar tiroid dan peningkatan antibodi antitiroid.
 Orkitis: peradangan pada salah satu atau kedua testis. Setelah sembuh, testis yang
terkena mungkin akan menciut. Jarang terjadi kerusakan testis yang permanen sehingga
terjadi kemandulan.
 Ovoritis : peradangan pada salah satu atau kedua indung telus. Timbul nyeri perut yang
ringan dan jarang menyebabkan kemandulan.
Ensefalitis atau meningitis : peradangan otak atau selaput otak. Gejalanya berupa sakit
kepala, kaku kuduk, mengantuk, koma atau kejang

PERBEDAAN GINGIVITIS dan PERIDONTITIS


N GINGIVITIS PERIDONTITIS
o
1 Gingivitis biasanya mendahului Kblikannya…..
periodontitis
2 awal dari gingivitis, bakteri- inflamasi jaringan periodontal yang ditandai
bakteri dalam plaque terbentuk, dengan migrasi epitel jungsional ke
menyebabkan gusi-gusi arahapikal, kehilangan perlekatan
meradang (merah dan bengkak) tulang dan resorpsi tulang alveolar
dan seringkali dengan mudah
berdarah sewaktu menyikat gigi
Dapat juga ditemukan kemerahan
pembengkakan gingiva dan biasanya tidak
ada rasa sakit

STEP 4

Bengkak, nyeri, demam

Penularan  Virus  Inflamasi Karies

Bakteri
Komplikasi
DD : parotitis
Abses, Keganasan kelenjar

Widagdo. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Infeksi pada Anak, Sagung Seto, Jakarta. 2011
 Pelayanan Medis Penyakit Gigi dan Mulut FK UNDIP
 Anatomi dan Fisiologi, Ethel Sloane
 Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut, FK UNDIP
 RI Depkes. Mumps (Parotitis Epidemika). Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas. Jakarta.2007:158
 http://www.slideshare.net/eskhaardhanariswari/sistem-pencernaan-45936542

Anda mungkin juga menyukai