431 1397 1 PB PDF
431 1397 1 PB PDF
Fahmi Gunawan
Institut Agama Islam Negeri Kendari
Jalan Sultan Qaimuddin No 17 Baruga Kendari
e-mail: fgunawanp@gmail.com
Naskah Diterima: 9 September 2018 Naskah Direvisi: 27 Oktober 2018 Naskah Disetujui: 8 November 2018
Abstrak
Hampir semua aktivitas masyarakat Bugis Kendari dimulai dengan mempertimbangkan
kualitas waktu yang dikenal dengan istilah hari baik dan hari buruk. Kualitas waktu ini memiliki
pedoman dan menggunakan simbol-simbol tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
simbol hari baik dan hari buruk masyarakat Bugis Kota Kendari. Penelitian ini menggunakan
pendekatan deskriptif kualitatif dengan metode studi kasus. Pengumpulan data dilakukan
dengan wawancara mendalam dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pedoman
simbol hari baik dan hari buruk masyarakat Bugis di Kota Kendari diklasifikasi menjadi
sebelas, yaitu (1) simbol bahasa Arab, (2) simbol matematika, (3) simbol tulisan tangan, (4)
Simbol lontara Bugis, (5) simbol lontara Bugis dan gambar, (6) simbol aksara Soewandi, (7)
simbol hewan, (8) simbol bintang, (9) simbol bendera, (10) simbol Haji Daud, dan (11) simbol
Hj. Nursiah. Penelitian ini akhinrya menegaskan bahwa simbol pedoman ini merepresentasikan
masyarakat bugis Kendari yang penuh perencanaan dan memiliki rasa optimisme untuk
menggapai hasil maksimal sebuah aktivitas.
Kata Kunci: pedoman; smbol hari, baik dan hari buruk.
Abstract
Almost all activities of the Bugis Kendari community begin by considering the quality of
time known as good days and bad days. This quality of time has guidelines and uses certain
symbols. This study aims to examine the symbols of good days and bad days of the Bugis people of
Kendari city. This study uses a qualitative descriptive approach with a case study method. Data
collection is done by in-depth interviews and observations. The results showed that the guideline
of the symbol of good days and bad days of Bugis people in Kendari city was classified into eleven,
(1) Arabic symbols, (2) mathematical symbols, (3) handwriting symbols, (4) Bugis symbol, (5 )
Bugis symbols and drawings, (6) Soewandi alphabet symbols, (7) animal symbols, (8) star
symbols, (9) flag symbols, (10) Haji Daud symbols, and (11) Hj. Nursiah symbols. This research
finally emphasizes that the symbol of this guideline represents the Bugis Kendari community which
is full of planning and has a sense of optimism to achieve the maximum results of an activity.
Keywords: Guidelines, symbol; good day and bad day.
baik dan hari buruk, tetapi juga para dan berakhir dengan baik. Mereka yakin
profesional, dosen, cendekiawan pun juga bahwa dengan mengikuti pedoman
melakukan hal yang sama. Semua kegiatan penentuan hari, pernikahan Nalia akan
itu dimulai dengan melihat kualitas waktu langgeng dan bahtera rumah tangganya
dalam sehari, apakah waktu itu baik atau dapat berjalan dengan damai, dan
kah tidak untuk memulai sebuah aktivitas. renggang konflik. Budaya masyarakat
Karena adanya kualitas waktu yang baik Bugis, hal ini biasa disebut dengan
dan yang tidak, masyarakat Bugis klausa deq na mapella bola’e “rumah
menyebutnya dengan istilah hari baik dan tidak akan panas membara”. Jika
hari buruk. pernikahan itu tetap dilakukan pada waktu
Hari baik adalah hari yang di yang tidak ditentukan, resikonya adalah
dalamnya terdapat kualitas waktu yang masa pernikahannya tidak dapat
baik untuk memulai melakukan sebuah bertahan lama dan bahtera rumah tangga
aktivitas, sementara hari buruk adalah hari penuh dengan konflik dan akhirnya
yang di dalamnya terdapat kualitas waktu berujung pada perceraian. Meskipun
yang buruk untuk memulai melakukan demikian, penentuan hari baik dan hari
sebuah aktivitas. Ibu Nia, misalnya, buruk dikembalikan kepada Tuhan.
ketika hendak menempati ruko baru pada Masyarakat Bugis Kota Kendari seringkali
hari Ahad, 27 Juni 2017 pukul. 16.00 menyebut frase Insya Allah dalam
WITA harus dimajukan waktunya pada memulai segala aktivitas. Ini juga berarti
pukul 06.00 WITA karena pukul 06.00 bahwa dalam penentuan hari baik dan
WITA dianggap sebagai waktu dengan hari nahas, masyarakat Bugis memiliki
kualitas terbaik menurut perhitungan orang semangat yang sesuai dengan syariat
tuanya (Gunawan, 2014). Hal serupa juga Islam dan tidak melanggar aturan Allah.
terjadi pada kasus pernikahan Ibu Salma Pedoman penentuan hari baik dan
yang hendak menikahkan putrinya Nalia, hari buruk itu oleh para tetua adat, tokoh
pada Sabtu, pukul 10.00 WITA harus agama atau imam masjid, akademisi,
diundurkan pada keesokan harinya menggunakan simbol-simbol tertentu.
karena hari Ahad pukul 10.00 WITA Simbol itu berupa lambang-lambang
dianggap sebagai hari baik menurut khusus yang dibuat sedemikian rupa
perhitungan waktu orang tuanya. Jika ibu sebagai sebuah warisan budaya dari nenek
Salma tidak melaksanakan pernikahan moyang Bugis dahulu. Simbol itu tentu
anaknya pada hari Ahad sebagai hari memiliki makna tersendiri dan hanya
baik, pernikahan anaknya dipastikan orang-orang tertentu yang dapat
batal dan dicarikan waktu lain di bulan memahaminya. Kamaluddin dkk (2016)
berikutnya. Hal ini karena hari Sabtu menjelaskan bahwa pedoman penentuan
merupakan hari nakkaseng “hari nahas” hari dan waktu baik itu dimiliki dan
menurut orang tua ibu Salma. diwariskan secara turun temurun.
Karena tidak mau berselisih paham Pedoman itu dapat berbeda antara satu
dan menakzimkan orang tuanya, ibu desa dengan desa lainnya. Pedoman itu
Salma pun menyetujui permintaan orang tidak memiliki pendahuluan seperti
tuanya. sebuah buku, akan tetapi langsung kepada
Fenomena budaya di atas isi naskah tanpa menyebutkan nama
menjelaskan betapa pentingnya penentuan pengarangnya. Untuk mempertegas
hari baik dan buruk bagi masyarakat pendapat Kamaluddin, berikut ini
Bugis. Penentuan waktu yang baik dalam disajikan simbol hari baik dan hari buruk
sebuah hari memiliki pedoman tersendiri. yang penulis peroleh dalam penelitian
Dengan mengikuti pedoman, mereka awal.
yakin bahwa apa yang mereka lakukan
dapat berjalan dengan baik, sesuai rencana
Pedoman Simbol Hari Baik dan Hari Buruk..... (Fahmi Gunawan) 437
manusia. Data linguistik ini terbatas pada Bagi masyarakat Bugis, setiap sub-
simbol-simbol waktu hari baik dan hari waktu dalam sehari memiliki petunjuk hari
buruk dalam beberapa aktivitas tertentu. mana yang baik atau tidak untuk
Pengumpulan data dilakukan dengan cara memulai melakukan setiap aktivitas.
wawancara mendalam, observasi, dan Misalnya, hari senin (esso Senneng),
dokumentasi (Mahsun, 2005). Teknik Minggu (Aha), Rabu (Araba) dan Jum’at
pengambilan data dilakukan dengan cara (Juma) adalah hari baik sementara hari
purposive sampling atau theoretical- based Selasa (Salasa) adalah hari buruk atau hari
sampling (Santosa, 2012). nahas. Salasa dikatakan hari nahas karena
Wawancara dilakukan terhadap memiliki kemiripan huruf dengan kata
dua puluh informan yang terdiri dari sala-sala, sisala,lari sala yang dalam
kepala desa, Imam desa, pemuka agama, budaya Bugis dikenal dengan suara
para orang tua di setiap kecamatan yang kematian dan keburukan. Setiap sub-waktu
memiliki manuskrip pedoman hari baik dianggap sebagai waktu baik dan waktu
dan hari buruk selama tiga bulan di buruk dalam sehari. Untuk mengetahui hal
kantong-kantong masyarakat Bugis Kota tersebut, masyarakat Bugis memiliki
Kendari, yaitu Kecamatan Kendari Kota pedoman tersendiri yang terdiri dari
Lama, Kecamatan Nambo Kelurahan simbol-simbol. Berdasarkan penelitian,
Bungkutoko dan Kecamatan Mandonga. ada 11 macam simbol hari baik dan hari
Analisis data dilakukan dengan cara buruk yang ditemukan di Kota Kendari,
reduksi data, display data dan pengambilan yaitu (1) simbol tulisan Arab, (2) simbol
kesimpulan berdasarkan konsep sosial Matematika, (3) simbol tulisan tangan, (4)
budaya masyarakat setempat (Miles & simbol lontara Bugis, (5) simbol lontara
Huberman, 1984; Riley, 2007). Bugis dan gambar, (6) simbol aksara
Soewandi, (7) simbol hewan, (8) simbol
C. HASIL DAN BAHASAN bintang, (9) simbol bendera, (10) simbol
Penggunaan simbol hari baik dan hari H. Daud, (11) simbol Hj. Nursia.
buruk sangat berkaitan dengan konsep
waktu masyakat Bugis. Konsep waktu ini 1. Simbol Tulisan Arab
meliputi hari, bulan dan tahun. Perhitungan Simbol tulisan Arab adalah simbol
tahun dalam setahun dihitung berdasarkan yang menggunakan tulisan Arab dalam
waktu panen atau setiap enam bulan. Di manuskrip pedoman hari baik dan hari
dalam sebulan, ada 29 atau 30 hari. Lathief buruk. Manuskrip ini diperoleh dari
(2005) menjelaskan bahwa hari dalam seorang pengusaha Kota Kendari, Ibu Eni.
pandangan masyarakat Bugis dikenal Manuskrip ini disebut dengan simbol
dengan sebutan tertentu, yaitu Masuara, tulisan Arab karena tulisan simbolnya
Bisnong, Sirri, Barahamang, and Kala. menggunakan bahasa Arab. Berdasarkan
Namun demikian, karena pengaruh wawancara, Ibu Eni mengatakan bahwa
penyebaran agama Islam dan Kristen, naskah ini merupakan warisan yang
masyarakat Bugis mengenal istilah tujuh diperoleh dari almarhum KH. Abdul Hafid
hari dalam seminggu, yaitu Aha, Senneng, sebelum wafatnya. KH. Abdul Hafid
Salasa, Araba, Kammisi, Juma, dan merupakan seorang ulama Bugis dari
Sattu. Waktu dalam 24 pukul Bungkutoko yang belajar agama langsung
diklasifikasi lagi menjadi 16 sub waktu, dari Guruttta almarhum KH.
yaitu Pajang, Elek Kelek, Pammulang, Abdurrahman Ambo Dalle, seorang ulama
Enrekesso, Tanggasso, Tanreesso, besar dari Sulawesi Selatan yang juga
Araweng, Sarakesso, Petteng, Labbukesso, belajar agama lama di Mekah.
Sumpang Wenni, Laleng Penni, Naskah ini memiliki 7 (tujuh) istilah
Tengabenni, Sarawenni, Denniari, Wajeng tertentu dalam bahasa Arab yang
Pajeng. digunakan untuk menyatakan hari baik dan
Pedoman Simbol Hari Baik dan Hari Buruk..... (Fahmi Gunawan) 439
hari buruk, yaitu musṭār, marīḥā, syamsi, terjadi pada waktu malam. Dimulai pada
ṣaḥrīhi, aturīd, qamar, dan zuḥal. pukul 18.00 dan diakhiri pukul 05.00.
Pemberian nama ini tentu memiliki makna Ini berarti bahwa ada 24 pukul waktu
tertentu. Ketika dikonfirmasi mengenai yang disediakan untuk penggunaan hari
makna leksikal nama-nama itu, dia pun baik dan hari buruk. Berikut ini akan
mengatakan ketidaktahuannya. Namun ditampilkan pedoman waktu setiap hari
demikian, secara kontekstual, nama-nama mulai hari Sabtu hingga Jumat.
tersebut mempunyai makna jika
dihubungkan dengan baik atau buruknya
suatu hari. Musṭār bermakna mujur atau
beruntung. Marīḥā bermakna kecil pun
buruk, apalagi besar, lebih-lebih buruknya.
Syamsi bermakna baik waktunya. ṣaḥrīhi
bermakna baik waktunya. Aturīd
bermakna adakalanya baik dan seringkali
juga buruk, kecuali kebaikan yang
ditentukan waktunya pada hari Rabu
pukul 6. Qamar bermakna adakalanya Gambar 3. Pedoman Hari Baik dan Hari Buruk
baik dan adakalanya buruk kecuali Simbol Tulisan Arab
kebaikan yang dlakukan pada hari Senin. Sumber: Eni, 2017.
Zuḥal bermakna tidak ada baiknya,
Gambar (3) menunjukkan bahwa
kecilnya pun buruk, lebih-lebih besarnya.
terdapat waktu baik dan tidak dalam waktu
Jika dianalisis, terdapat sembilan 24 pukul mulai Sabtu hingga Jumat.
(9) pola pedoman hari baik dan hari Berdasarkan wawancara dengan pimpinan
buruk di dalam naskah ini. Hal ini karena pondok pesantren Taḥfīẓ, Baitu al- qur’ān,
ada dua kata yang merujuk kepada hari diketahui bahwa ketika hendak menikahkan
baik dan sekaligus hari buruk, yaitu putrinya, Ibu Eni menggunakan pedoman
aturīd dan qamar. Aturīd merujuk kepada hari baik dan hari buruk karena dianggap
hari baik dan hari buruk dengan sebagai sebuah sennu-sennuang. Sennu-
pengecualian hari Rabu pukul 06.00 sennuang adalah sebuah rasa optimisme
pagi, sementara qamar merujuk pada hari dalam hati bahwa aktivitas ini akan
baik dan hari buruk dengan pengecualian berjalan dengan lancar.
hari Senin. Empat (4) istilah lainnya
merujuk kepada hari buruk, yaitu marīḥā,
zuḥal, aturīd, dan qamar, sementara lima
(5) istilah merujuk kepada hari baik, yaitu
musṭār, syamsi, ṣaḥrīhi, Aturīd dan
qamar. Pedoman hari baik dan hari
buruk pada naskah ini dimulai pada hari
Sabtu dan diakhiri pada hari Jumat.
Semua hari yang ada di dalam naskah
menggunakan tulisan Arab, yaitu al-sabt
berarti Sabtu, al-aḥad berarti Ahad, al- Gambar 4. Makna Simbol Hari baik dan Hari
isnaini berarti Senin, al-ṡulasa berarti Buruk Simbol Tulisan Arab
Selasa, al-arbia’ā berarti Rabu, al- Sumber: Eni, 2017.
khamis berarti kamis, dan al-jum’ah
berarti Jumat. Setiap hari diklasifikasi Selain penentuan waktu berdasarkan
menjadi dua bagian, siang dan malam. pukul dan hari, ada juga penentuan waktu
Siang dimulai pada pukul 06.00 dan berdasarkan bulan. Bulan yang digunakan
diakhiri pukul 17.00. Hal yang sama juga adalah bulan Qamariyah, yaitu Muḥarram,
440 Patanjala Vol. 10 No. 3 September 2018: 435 - 454
15.00, dan araweng dimulai pada pukul pole bola adalah waktu yang terkadang
15.00-18.00. Setiap kondisi memiliki baik dan terkadang juga buruk untuk
makna masing-masing, yaitu mate, tuwo, memulai sebuah aktivitas. Waktu mallise
maddara, lobbang, dan mallise. Mate disimbolkan dengan gambar dadu angka
bermakna mati. Tuwo bermakna hidup. lima dan bermakna berisi. Waktu lobba
Mallise bermakna berisi. Maddara disimbolkan dengan gambar persegi empat
bermakna berdarah. Lobbang bermakna dan bermakna beruntung. Waktu makerre
pulang pokok. Hari itu dianggap baik disimbolkan dengan gambar tulang yang
waktunya jika menunjukkan tuwo dan membentuk huruf x dan bermakna sulit,
mallise, sementara hari dianggap buruk uju amateng disimbolkan dengan gambar
waktunya jika menunjukkan mate dan garis panjang hitam dan bermakna
maddara. Sementara lobbang kematian, sementara pole bola ditandai
menunjukkan waktu yang terkadang baik dengan gambar huruf x. Hal ini dapat
dan terkadang pula buruk. dilihat pada data berikut ini.
Sebagai contoh, hari Senin pukul
06.00-08.00 menunjukkan waktu lobbang,
08.00-11.00 menunjukkan waktu tuwo,
11.00-12.00 menunjukkan waktu maddara,
12.00-15.00 menunjukkan waktu mallise,
dan 15.00-18.00 menunjukkan waktu mate.
Ini berarti bahwa aktivitas pergi melaut,
pindah rumah atau pernikahan anak, jika
dilaksanakan pada hari Senin, maka bagus
dilakukan pada pukul 08.00-11.00 dan
12.00-15.00. hal ini karena kedua waktu
ini menunjukkan waktu tuwo dan mallise Gambar 10. Pedoman Hari Baik dan Hari
yang bermakna kehidupan dan berkualitas Buruk (Simbol Lontara dan Gambar)
waktunya. Sumber: Syamsuddin, 2017.
Pedoman hari baik dan hari buruk juga diberikan penafsiran dan
dalam naskah ini dikhususkan untuk orang pembandingan dengan menyebut nama-
yang melakukan perjalanan. Pedoman ini nama Nabi yang dapat bermakna baik.
hanya menggunakan nama hari dan waktu H. Daud dalam wawancaranya
untuk bepergian. Sementara simbol yang mengatakan bahwa ada hewan tertentu
digunakan itu juga ada lima. Simbol yang diasosiasikan sebagai hari baik dan
lingkaran yang mempunyai titik di tengah hari buruk, dan ada pula hewan tertentu
bermakna kubur. Simbol orang bermakna yang diasosiasikan baik pada hari baik
beruntung. Simbol X bermakna bahaya, maupun hari buruk. Hewan yang
simbol dadu angka 5 bermakna isi, simbol diasosiasikan dengan hari baik berjumlah
huruf I besar bermakna hidup. Simbol sebelas (11). Hewan yang diasosiasikan
orang, angka 5, dan huruf I menandakan dengan hari buruk berjumlah tiga (3).
waktu yang baik untuk bepergian, Hewan yang diasosiasikan dengan hari
sementara simbol huruf X dan lingkaran baik dan hari buruk berjumlah delapan (8).
yang di tengahnya ada titik menunjukkan Hewan yang diasosiasikan dengan hari
waktu yang tidak baik untuk melakukan baik adalah (1) anynyarang (kuda) pada
perjalanan atau bepergian. Hal ini dapat tanggal 1, tedong (kerbau) pada tanggal 6,
dilihat pada gambar (11) berikut ini. saping (sapi) jatuh pada tanggal 8, bembei
(kambing) pada tanggal 11, gajai (gajah)
pada tanggal 12, sarigala (serigala) pada
tanggal 14, lanceng (monyet) pada tanggal
19, ula (ular) pada tanggal 20, ancale
(belalang) pada tanggal 23, dongi-dongi
(burung pipit) pada tanggal 29, manu
(ayam) pada tanggal 30, dan macang
(macan). Hal ini senada dengan penjelasan
dalam naskah pananrang sebagaimana
berikut.
9. Simbol Bendera
Simbol bendera adalah simbol
pedoman hari baik dan hari buruk yang
menggunakan simbol bendera. Dikatakan
simbol bendera sebab salah satu simbol di
dalam pedoman tersebut menggunakan
bendera Brazil, yaitu bendera berwarna
kuning dengan titik hijau di tengahnya.
Simbol ini diklasifikasikan menjadi 7 hari
dan 5 waktu. Dari hari Jumat hingga
Kamis. Mengenai pembagian waktu, waktu Gambar 12. Pedoman Hari Baik dan Hari
06.00-08.00 menunjukan ele, 08.00-11.00 Buruk (Simbol Hj. Daud)
menunjukkan abueng, 11.00-12.00 Sumber: Hj. Daud, 2015.
menunjukkan tengnga esso, 12.00-15.00
menunjukkan loro, dan 15.00-18.00 11. Simbol Hj. Nursiah
menunjukan assara. Pedoman ini Simbol Hj. Nursiah adalah simbol
memiliki 5 simbol, yaitu mallise, tuo, pole pedoman hari baik dan hari buruk yang
bola, lobbang, dan uju. Waktu yang bagus dinisbatkan kepada pemiliknya. Pedoman
untuk memulai sebuah aktivitas adalah ini seringkali digunakan dalam memulai
ketika menunjukkan waktu mallise atau sebuah aktivitas. Wawancara yang penulis
tuo karena keduanya menunjukkan waktu lakukan menunjukkan bahwa ketika suami
baik, sementara lobbang dan uju Hj. Nursiah hendak melaut mencari ikan,
menunjukkan waktu yang tidak baik. Pole dia menggunakan pedoman ini. Walhasil,
bola terkadang menunjukkan waktu baik ikan yang diperolehnya melimpah ruah.
dan terkadang pula menunjukkan waktu Lanjut dikatakan bahwa pernah dia pergi
tidak baik. Hal ini dapat dilihat melaut saja tanpa memperhatikan waktu
sebagaimana yang telah dijelaskan pada baiknya atau hari baiknya, dia pun pulang
gambar (1−2). dengan hasil yang kurang
menggembirakan.
10. Simbol H. Daud Ada 4 simbol yang digunakan dalam
Simbol Hj. Daud adalah simbol pedoman ini. Simbol segiempat bermakna
pedoman hari baik dan hari buruk yang rejeki, tanda silang bermakna halangan,
dinisbatkan kepada pemiliknya, H. Daud. tanda sama dengan silang bermakna sial,
Dia adalah seorang di Imam Masjid di kota dan huruf O berekor bermakna selamat.
lama. Dalam kesehariannya, dia selalu Hal ini dapat dilihat pada gambar (13).
menggunakan pedoman waktu untuk
memulai sebuah aktifitas, misalnya ketika
pergi melaut, pindah rumah, pesta
pernikahan, melakukan perjalanan selalu
menggunakan pedoman waktu tersebut.
Pedoman waktu sudah digunakan sejak 23
Januari 1956 sebagaimana tertuang dalam
manuskrip gambar (12).
Di dalam manuskrip pedoman ini,
terdapat 7 hari dan 4 simbol waktu dan
maknanya. Simbol bujursangkar Gambar 13. Pedoman Hari Baik dan Hari
bermakna rezeki, simbol tanda tambah Buruk (Simbol Hj. Nursiah)
berekor bermakna celaka, simbol huruf X Sumber: Hj. Nursiah, 2015.
besar bermakna halangan, dan simbol
angka nol bermakna selamat.
450 Patanjala Vol. 10 No. 3 September 2018: 435 - 454
waktu salama; Simbol bahasa Arab, simbol lontara, bintang, dan hewan karena
simbol matematika, simbol komputer, masyarakat Bugis yang memiliki aksara
simbol lontara dan gambar, simbol bendera lontara adalah masyarakat pelaut yang
merujuk pada kualitas waktu pole bola. dekat dengan alam sehingga
Senin waktu araweng, simbol lontara dan memanfaatkan hewan dan bintang dalam
gambar merujuk pada kualitas waktu mencari ikan, maka masyarakat Jawa
lobbang; simbol H Daud dan simbol Hj menggunakan simbol wayang, mata angin,
Nursiah merujuk pada kualitas waktu bunga, pisau belati, dan primbon dan
mallise; simbol matematika, simbol masyarakat Bali menggunakan simbol
komputer, simbol aksara Suwandi, simbol meteorologi (Simpen, 1987).
bendera merujuk pada kualitas waktu Tradisi perhitungan waktu ini tidak
salama; sementara simbol lontara merujuk hanya ada di Indonesia, tetapi juga di
pada kualitas waktu uju. Eropa, Amerika, Inggris, China, India dan
Demikianlah perbedaan antara satu Arab. Masyarakat Arab yang tinggal di
simbol dengan simbol lainnya berdasarkan daerah pedesaan masih memiliki
perhitungan waktu hari Senin. Hal ini tentu keyakinan bahwa bulan Safar adalah bulan
berbeda jika perhitungan waktunya hari ketidakberuntungan. Hal ini kemudian
Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, dan membuat mereka tidak melakukan
Ahad. kegiatan-kegiatan penting, seperti
Tradisi perhitungan waktu yang mengadakan pesta pernikahan, banyak
dikenal dengan hari baik dan hari buruk beperjalanan, dan melakukan bisnis dalam
tidak hanya ditemukan pada masyarakat bulan tersebut (Luling dan Adam, 2015).
Bugis Kendari, tetapi juga masyarakat di Ada juga di antara mereka yang masih
hampir seluruh Indonesia. Masyarakat memiliki keyakinan bahwa hari baik dan
Buton di Kendari (Burhan, 2013) dan hari buruk dapat ditentukan dengan
Bugis di Sulawesi Selatan dan Sulawesi melihat arah burung yang melintas di
Tenggara mengenal tradisi ini dengan hadapannya. Jika arah burung berasal dari
istilah Kutika (Gunawan, 2014). Di Jawa, kanan, mereka akan pergi keluar rumah
masyarakatnya mengenal istilah Pranata untuk berdagang. Sebaliknya, jika burung
Mangsa. Pranata Mangsa berfungsi untuk datangnya dari arah kiri, mereka akan
memberikan pedoman kepada masyarakat mengurungkan niatnya untuk melakukan
untuk melakukan segala aktivitas. bisnis. Bahkan, ketika mereka sudah keluar
Pedoman ini dapat ditemukan di dalam rumah dan sementara dalam perjalanan
Primbon (Woodwark, 2004). Di Sumatera menuju suatu tempat dan melihat burung
Utara, orang Batak memiliki istilah datang dari arah kirinya, maka mereka
Porhalaan (Kristoko dkk, 2012). Di Bali, akan kembali ke rumahnya untuk
tradisi ini dikenal dengan istilah wariga menghindari hari nahas (Luling dan
(Simpen, 1987; Wisnubroto, 1999). Di Adam, 2015). Tradisi masyarakat Arab
Kalimantan Barat, masyarakat Dayak dulu ini senada dengan masyarakat India.
mengenal tradisi Bulan Berladang Mereka berkeyakinan bahwa tanggal 1
(Muryanti dan Rokhiman, 2017). hingga tanggal 13 bulan Safar adalah hari
Meskipun perhitungan waktu untuk ketidakberuntungan yang akan membawa
menentukan hari baik dan hari buruk di bencana, malapetaka dan membuat semua
hampir semua suku di Indonesia sama usaha menjadi sia-sia (Mazaheri dan
dalam perspektif kosmologi, namun Dalfard, 2015).
perbedaannya terletak pada penggunaan Berbeda dengan masyarakat
simbolnya. Penggunaan simbol ini tentu Indonesia, Arab dan India, perhitungan
berkaitan erat dengan kondisi sosial hari baik dan hari buruk di China, Eropa
budaya setempat. Jika masyarakat Bugis dan Amerika memiliki keunikan tersendiri.
Kendari menggunakan 11 simbol, seperti Di China, masyarakat menggunakan
452 Patanjala Vol. 10 No. 3 September 2018: 435 - 454
simbol bilangan (Wang, 2006) dan warna India, China, Eropa, Inggris, dan Amerika.
(Kramer dan Block, 2008) untuk Namun demikian, simbol yang digunakan
menentukan hari baik dan hari buruk. untuk menentukan hari baik dan hari buruk
Warna merah dianggap sebagai hari buruk tentu berbeda-beda karena perbedaan
dan warna celaka, sementara di Amerika sosial budaya, agama, dan lingkungan
dan Eropa menganggap warna hitam setempat. Untuk masyarakat Bugis
sebagai warna celaka dan Kendari, ada 11 simbol yang digunakan
ketidakberuntungan. Di China, angka untuk menentukan hari baik dan hari
keberuntungan adalan angka 3, 6, 8, dan 9, buruk, yaitu (1) simbol bahasa Arab, (2)
sementara angka 4 dan 7 dianggap sebagai simbol matematika, (3) simbol tulisan
angka sia (Bai dan Guo, 2010). Hal ini tangan, (4) Simbol lontara bugis, (5)
karena angka bilangan dan suara kata simbol lontara Bugis dan gambar, (6)
keberuntungan dan ketidakberuntungan simbol aksara Soewandi, (7) simbol
memiliki kesamaan. Di China, angka 4 hewan, (8) simbol bintang, (9) simbol
disebut si. Kata si ini bermakna kematian. bendera, (10) simbol haji Daud, dan (11)
Sebaliknya, angka 3 dan 7 dianggap simbol Hj. Nursiah. Namun secara garis
sebagai angka keberuntungan. Bilangan 3 besar, pedoman simbol itu diklasifikasi
dianggap angka keberuntungan sebab berdasarkan waktu ele (pagi), abueng
mereka mengasumsikan bahwa dunia (duha), tangasso (tengah hari), loro
disusun dari macam item; tanah, laut dan (siang), dan assara (sore) pada hari
langit dan 3 sumber daya alam; binatang, asseneng (Senin), salasa (Selasa), araba
tumbuhan dan mineral. Mereka memiliki (Rabu), kammisi (Kamis), juma (Jumat),
istilah “the third time is the carm”, dan sattu (sabtu) dan kualitas waktu,
“number three is always fortune” (Bai dan seperti mate (kematian), tuwo (kehidupan),
Guo, 2010). In addition, Shakespeare maddara (berdarah), lobbang (pulang
memiliki istilah tersendiri “All good things pokok) dan mallise (berisi). Dalam hal ini,
back to the three standards” (Hariyanto, semua masyarakat Bugis Kendari akan
2013). memilih untuk memulai sebuah aktifitas
Di dalam budaya Barat, pada kondisi tuwo (kehidupan) dan mallise
masyarakat tidak menggunakan angka 2 (berisi) dan sebaliknya, tidak akan memilih
dan 13 karena 2 merupakan bentuk jamak memulai mengerjakan suatu pekerjaan
dari kata die yang bermakna kematian. pada kondisi mate (kematian) dan
Angka 13 dianggap sebagai simbol maddara (berdarah). Hal ini disebabkan
berbahaya bagi negara. Di Inggris dan karena adanya keyakinan kuat yang
Amerika, ada ungkapan yang mengatakan mengatakan bahwa mereka akan
bahwa "thirteen is an unlucky number." mendapatkan keuntungan, kebahagian,
Angka 13 adalah angka kesenangan, kebaikan jika menggunakan
ketidakberuntungan. Di Inggris dan kualitas waktu mallise dan tuwo, dan
Amerika, ruangan hotel dan rumah sakit sebaliknya mereka akan mendapatkan
tidak memiliki angka 13. Nomor rumah abalang (malapetaka) dan musibah jika
juga tidak menggunakan angka 13 menggunakan waktu maddara dan mate.
(Puryandani, 2015; Westjohn, Roschk, dan Di era millineal, keyakinan itu masih
Magnusson, 2017). lekat dalam sanubari orang tua kita atau
generasi di atas 50 tahun ke atas,
D. PENUTUP sementara generasi muda saat ini belum
Penelitian ini menegaskan bahwa bisa menentukan sikap mereka yang
perhitungan waktu hari baik dan hari terkadang mengikuti perintah orang tua
buruk dapat ditemukan tidak hanya hampir dan terkadang pula tidak dalam hal
pada semua suku di Indonesia, tetapi juga menggunakan pedoman simbol hari baik
di belahan dunia lainnya, seperti Arab, dan hari buruk. Penelitian ini masih jauh
Pedoman Simbol Hari Baik dan Hari Buruk..... (Fahmi Gunawan) 453