Anda di halaman 1dari 12

“Efektivitas Metode Story Telling dalam Pengembangan Komunikasi

pada Anak Usia Dini”

Alfi Rayya Zahidah ( 230401110082 )1


Irly Raya Qurani ( 230401110101 )2
Fa’iz Nur Rahma ( 230401110108 )3
Nurul Shofiah, M.Pd4
1,2,3
Mahasiswa Program Studi Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
4
Dosen Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang

Pendahuluan
Berbicara merupakan suatu kemampuan yang diperlukan oleh setiap orang, hal ini
dikarenakan berbicara merupakan alat komunikasi dasar yang hampir digunakan oleh semua
orang dalam kehidupan sehari-hari. Efrizal (2012) menyatakan Speaking is one way to
communicate which ideas through a message orally. Melalui berbicara, seseorang akan dapat
menyampaikan maksud dan tujuannya kepada orang lain. Berbicara merupakan salah satu cara
yang dapat digunakan dalam menyampaikan ide secara lisan. Hal ini pun tidak terlepas dari anak
usia dini, maka sudah sepatutnya bahwa kemampuan berbicara merupakan kemampuan yang
penting dan harus dikembangkan sejak dini.
Adanya interaksi dengan lingkungan merupakan faktor yang mempengaruhi kemampuan
berbicara dan komunikasi pada anak. Selain interaksi dengan lingkungan, faktor lainnya yaitu
strategi atau pemilihan kegiatan yang diterapkan. Pada anak usia dini, kegiatan yang cocok
diterapkan yaitu kegiatan yang sifatnya menyenangkan bagi anak, salah satu kegiatan yang
bersifat menyenangkan dan dapat diterapkan pada anak adalah story telling. Namun di masa
sekarang, mendongeng (story telling) memang merupakan hal yang jarang dilakukan karena
peran dan fungsinya sudah banyak tergantikan oleh tayangan televisi dan bermain game online di
handphone. Padahal sangat banyak manfaat mendongeng (story telling), terutama untuk anak
usia dini dan sekolah dasar dalam proses belajar. Menurut Aliyah (2011: 17) story telling dapat
menjadi motivasi untuk pengembangan daya kesadaran, memperluas imajinasi anak.
Kegiatan pembelajaran yang dilakukan melalui story telling dapat bermanfaat dalam
meningkatkan kepercayaan diri dalam berbicara dan menulis, meningkatkan keterampilan
kosakata dan bahasa, dan membina kreativitas. “Stories also help children to become part of
their social surrounding.” (Isik, 2016). Bercerita juga dapat membantu anak-anak untuk menjadi
bagian dari lingkungan sosial mereka. Kegiatan bercerita yang dilakukan akan mendorong anak
untuk secara tidak langsung membangun interaksi dan komunikasi terhadap lingkungan
sekitarnya. Selain itu, Semmler dan Williams menyatakan “Stories can reinforce cultural values
and even ethics.” (Chauvin, Ida A. & Latota A. Pierce, 2019). Cerita dapat memperkuat nilai-
nilai budaya dan bahkan etika. Hal ini dikarenakan dalam kegiatan story telling, terdapat jenis
cerita yang dapat disampaikan pada anak, yang mana dalam cerita tersebut mengandung makna
atau nilai-nilai seperti budaya, tradisi, dan moral yang dapat dipelajari oleh anak.
Metode story telling pun memberikan pengalaman berbeda yang akan dirasakan oleh
anak, seorang anak akan belajar berbicara tanpa perlu merasa terpaksa melakukannya. Menurut
Ruhan (2007: 8) anak akan berbicara dengan dirinya sendiri apabila berkhayal setelah
mendengar dongeng. Dari mendengarkan dongeng, anak akan berimajinasi sendiri dan
mendongengkannya kepada orang lain. Secara tidak langsung proses mendongeng akan
berpengaruh dalam pengembangan komunikasi dan peningkatan keterampilan berbicara anak.
Dari beberapa penjelasan di atas, penulis mengambil kesimpulan bahwa story telling
merupakan kegiatan yang bermanfaat untuk pengembangan kemampuan pada anak khususnya
berbicara. Metode story telling dapat menjadi sebuah alat dimana anak bisa mengembangkan
komunikasi dan berbicara terutama pada anak usia dini.

Metode Penelitian

Artikel ini menggunakan tinjauan pendekatan pelingkupan untuk memetakan formulir tinjauan
dari efektivitas story telling untuk pengembangan komunikasi pada anak usia dini. Penelitian ini
berdasarkan pendekatan kualitatif yakni sebuah penelitian untuk mengkaji suatu peristiwa yang
sedang peneliti alami seperti tindakan, motivasi, persepsi, perilaku dan lainnya (Lexy J.
Moleong, 2018).

Tinjauan kriterianya adalah inklusi dan eksklusi pada daftar berikut:

Kriteria Tinjauan Inklusi

1. Penelitian ini tentang perilaku sosial, digital sosial dan artikel.


2. Menangani anak usia dini (3-7 tahun).

Kriteria Tinjauan Eksklusi

Kriteria eksklusi merupakan faktor yang menghalangi artikel untuk digunakan sebagai review.
Kriterianya meliputi beberapa hal, antara lain:

1. Tidak mengambil data dari anak usia dini.


2. Pendapat atau artikel, website, blogspot, skripsi, dan thesis yang diterbitkan kurang dari
setahun terakhir.
3. Mengambil data dari anak disabilitas.

Metode Pencarian

Penelitian ini mengambil data dari jurnal nasional yang berada pada Google Schoolar, Mendeley,
Publish and Perish 8. Pencarian ini menggunakan kata kunci “story telling”, “pengembangan
komunikasi”, dan “anak usia dini” agar menemukan jurnal yang relevan.
Seleksi Studi

Penelusuran ini dilakukan pada seminggu terakhir dengan mengerahkan seluruh tenaga dan
usaha dalam pencarian referensi yang sesuai. Dari seluruh penelusuran yang didapatkan,
diperoleh beberapa jurnal dan artikel yang memenuhi syarat untuk dimasukkan dalam penelitian
ini.

Data Grafik

Tabel 1 data grafik

No. Judul Subjek Bentuk Pendekatan Keterbatasan

1. Komunikasi - Komunikasi Literature Menunjukan bahwa


1 Efektif pada berdasarkan Al- Reviews ada beberapa isyarat
‘Anak Usia Qur’an bentuk komunikasi
Dini dalam yang digambarkan
Keluarga dalam Al-Quran
Menurut Al- yang berhubungan
Qur’an. dengan metode
(2022) komunikasi, yaitu
metode Qaulan
baliigha, Qaulan
maisuura, qaulan
layyina, qaulan
ma‟rufa, qaulan
kariima dan qaulan
sadiida, termasuk
komunikasi tersebut
memberikan isyarat
tentang cara
berkomunikasi yang
baik, dalam konteks
pendidikan anak
usia dini pada
keluarga.

2. Peran Orang - Bermain dengan Literature Mengulang kalimat


Tua dalam melibatkan motorik study sederhana,
Mengembang halus mengungkapkan
kan Bahasa perasaan melalui
Anak Pada unsur sifat, juga
Usia 5-6 penyebutan kata-
Tahun. (2022) kata yang dikenal,
lalu mengemukakan
pendapat terhadap
orang lain, serta
menjelaskan dasar
mengenai segala
yang ia inginkan
atau bentuk
ketidaksepakatan,
dan juga
menceritakan
kembali tentang
cerita yang sering
didengar.

3. Efektivitas Anak-anak Pembelajaran bahas Quantitative Pembelajaran bahasa


Story Telling prasekolah Inggris pada anak experiment Inggris dengan
dalam usia dini metode story telling
Pembelajaran apat meningkatkan
Bahasa kemampuan bahasa
Inggris di SD Inggris pada tataran
Negeri 6 Kota kosa kata dan
Bekasi. menjawab
(2022) pertanyaan
sederhana dalam
bahasa Inggris.
Proses pembelajaran
dimulai dari
menyiapkan tempat
duduk, memaparkan
tujuan belajar,
pembukaan ,
pengembangan
cerita, hikmah cerita
dan penutup. Guru
dapat
mengembangkan
metode dengan
media lain, seperti
boneka, gambar dan
video.

4. Pengaruh Anak usia Perkembangan Quantitative Menggunakan


s Metode Story 2-4 tahun bahasa anak usia panggung boneka
Telling todler dengan perkebangan
Terhadap bahasa anak usia 4-5
Perkembanga tahun dengan nilai
n Bahasa signifikansi p=
Anak Usia 0,002 (P< 0,05).
Todler. Dalam penelitian ini
(2022) Peneliti
menggunakan
panggung boneka
yang diberikan
sebanyak 12 kali
pertemuan selama
satu bulan. Setiap
kali pertemuan,
peneliti memberikan
satu cerita yang
berbeda pada setiap
pertemuannya.
Perbedaannya
dengan penelitian
ini, peneliti
melakukan
intervensi Story
Telling dengan
membagikan buku
cerita rakyat dengan
orang tua, sebagai
alat bantu
melakukan
intervensi dirumah.
Penelitian ini juga
dilakukan minimal 3
x seminggu selama 4
minggu/ satu bulan
perlakuan.

5. Penerapan 26 siswa Meningkatkan Quantitative Berbicara


Metode kelas 2 SDN Keterampilan merupakan suatu
Storytelling S4 Berbicara keterampilan, dan
Untuk BANDUNG keterampilan tidak
Meningkatka akan berkembang
n apabila tidak dilatih
Keterampilan secara terus-
Berbicara menerus. Oleh
Siswa Kelas karena itu,
II SDN S4 kepandaian
BANDUNG. berbicara tidak akan
(2022) dikuasai dengan
baik tanpa dilatih.
Apabila selalu
dilatih, keterampilan
berbicara tentu akan
semakin baik.
Begitu pula
sebaliknya, apabila
malu, ragu, atau
takut salah dalam
berlatih berbicara,
maka kepandaian
atau keterampilan
berbicara pun akan
akan jauh dari
penguasaan.

6. Analisis 6 siswa Keterampilan Quantitative Berdasarkan hasil


Keterampilan kelas 1 SD berbicara pada observasi pada Hari
Berbicara siswa dengan Rabu, 16 Maret
Dengan menggunakan 2022 di Kelas IB
Menggunakan metode storytelling diperoleh hasil
Metode bahwa (1) siswa
Storytelling masih memiliki rasa
Pada Siswa malu, disaat
Kelas 1 bercerita di depan
Sekolah kelas, (2) siswa
Dasar. (2022) kelas 1B memiliki
keterampilan
berbicara yang
berbeda-beda, (3)
guru sering
melaksanakan
pembelajaran
dengan
menggunakan
metode ceramah dan
(4) siswa disaat
melakukan
komunikasi sehari-
hari, masih kesulitan
dalam menyusun
kalimat Bahasa
Indonesia yang baik
dan benar. Dengan
adanya
permasalahan
tersebut maka perlu
dilakukan sebuah
perubahan. Salah
satucara yang dapat
dilakukan untuk
meningkatkan
keterampilan
berbicara pada anak
yaitu dengan
pembelajaran
menggunakan
metode storytelling.

7. Manfaat Anak usia Pengalaman belajar Quantitative Terdapat banyak


Story Telling 0-6 tahun langsung kepada kekurangan dari
dalam anak melalui cerita metode bercerita ini
Meningkatka yang diberikan bila diterapkan
n secara lisan sehingga dapat
Kemampuan meningkatkan
Berbicara kemampuan
Anak Usia berbicara anak usia
Dini. (2022) dini. Ketika seorang
pendidik
memberikan sebuah
cerita lalu pendidik
dapat memberikan
kesempatan kepada
peserta didik untuk
menceritakan
kembali isi cerita
dan menjawab
pertanyaan yang
diberikan
kepadanya. Kosa
kata anak dapat
berkurang dari cerita
yang diberikan
kepadanya.

8. Digital 30 siswa Model EXPRIT Quantitative Bagi pihak sekolah


Storytelling RAMNU sebagai intervensi disarankan untuk
Untuk Citra Kartini melanjutkan
Kemampuan pemberian stimulasi
Bahasa Anak. berupa digital
(2022) storytelling pada
anak. Program
digital storytelling
ini dapat
dilaksanakan
sebagai kegiatan
rutin di kelas dan
juga dapat
disosialisasikan
kepada orang tua,
khususnya tentang
pentingnya
pemberian digital
storytelling.
Sedangkan bagi
penelitian
selanjutnya
disarankan untuk
dapat menambah
variasi, baik variasi
pada subjek maupun
variabel penelitian.

9. - Research and
Pendidikan Keterampilan development Anak usia dini
Literasi: mendengarkan dan cenderung
Membangun memahami dengan menggunakan benda
Karakter baik yang berwarna
Anak Usia untuk memacu
Dini Melalui perkembangan
Komunikasi otaknya.
yang Efektif. Komunikasi liner
(2022) tampak melalui
tatap muka, baik
antarpribadi
maupun kelompok.
Misalnya; Orang
tua yang sedang
menasehati anak
maupun orang tua
yang mengajari
anak. Tapi proses
komunikasi lain
terkadang akan
muncul juga
apabila anak benar-
benar sudah
mengalami
perkembangan yang
lebih baik,
sehingga anak akan
melakukan umpan
balik terhadap apa
yang
diperintahkannya.

10. Pengasuhan Orang tua Penilaian sendiri Quantitative Terdapat jenis


OrangTua dari 7 anak dan juga observasi pengasuhan yang
dalam usia dini serta wawancara bervariasi
Mengembang disebabkan karena
kan faktor yang berbeda-
Emosional beda sehingga
Anak Usia berdampak kepada
Dini di Era perkembangan
Digital. emosi yang berbeda.
(2022) Pengasuhan yang
digunakan orang tua
adalah demokratis,
otoriter semi
demokratis, dan
permisif. Latar
belakang pendidikan
orang tua,
pemahaman tentang
kewajiban dan tugas
mereka, kesatuan
keluarga, dan
kesibukan orang tua
menjadi faktor yang
memengaruhi gaya
pengasuhan orang
tua kepada anak usia
dini. Hal ini
mengakibatkan
perkembangan
emosi anak berbeda-
beda tergantung
perhatian yang
mereka terima dari
orang tuanya. Anak
yang mendapatkan
pengasuhan
demokratis dan
otoriter semi
demokratis
mencapai tingkatan
perkembangan
emosional sesuai
harapan. Sedangkan
anak yang
mendapatkan
pengasuhan permisif
mencapai tingkat
perkembangan mulai
berkembang.

Hasil Dan Pembahasan

Pada penelitian ini, hasil penelitian yang diperoleh merajuk pada sumber literatur berupa
jurnal penelitian yang sesuai dengan topik pembahasan penelitian.

Bercerita atau mendongeng adalah kegiatan pembelajaran yang selalu diinginkan setiap
anak usia dini. Bercerita adalah sebuah cara yang dapat digunakan untuk menyampaikan suatu
cerita secara lisan, baik cerita rekayasa ataupun cerita nyata. Bercerita merupakan melanturkan
sebuah kisah tentang suatu keadaan atau sesuatu yang telah terjadi kemudian kita sampaikan
secara lisan dengan tujuan pengetahuan itu atau pengalaman sampai kepada orang lain. Secara
khusus untuk anak-anak, bercerita dapat membuat mereka memahami dunia dimana mereka
tinggal dan untuk membangun hubungan antar apa yang mereka ketahui atau alami.

Penelitian yang dilakukan oleh Yaowaluck Ruampol (2014), dapat diketahui bahwa
berbicara merupakan kemampuan penting pada anak usia dini, yang mana dapat dikembangkan
melalui kegiatan seperti bercerita ataupun bermain. Melalui kegiatan itu anak mendapatkan
proses pembelajaran yang aktif dan menyenangkan, sehingga anak dapat termotivasi untuk
mengembangkan kemampuan berbicaranya. Metode mengajar dengan story telling dengan
menyampaikan suatu kisah atau peristiwa sangat penting bagi anak dalam memetik hikmah.
Metode ini juga dapat digunakan untuk menyampaikan suatu informasi, pesan atau keinginan
baik yang nyata maupun rekayasa dengan lisan maupun tulisan.

Anak Usia Dini


Anak usia 0-6 tahun merupakan anak yang berada pada usia yang biasa disebut golden
age, masa ini merupakan masa untuk meletakan dasar pertama dan mengembangkan kemampuan
fisik, kognitif, bahasa, ataupun nilai-nilai agama dan moral. Anak usia dini adalah masa
perkembangan yang dimulai sejak akhir masa kanak-kanak sampai sekitar 5 atau 6 tahun, pada
masa ini anak berada pada kemampuan yang lebih kompleks dimana anak sudah bisa
mengungkapkan suatu hal dengan menggunakan kalimat yang baik, aktif, dan dapat memahami
suatu cerita yang sederhana.

Bercakap-cakap merupakan upaya kita dalam meningkatkan kemampuan berbicara anak.


Kemampuan berbicara merupakan kemampuan anak dalam berbahasa dan berkomunikasi untuk
menyampaikan perasaannya kepada orang lain. Perkembangan bahasa adalah hal yang penting
untuk dikembangkan pada masa dini, karena dengan bahasa anak dapat berkomunikasi dengan
sekitarnya. Bahasa adalah bentuk komunikasi baik lisan, tertulis, ataupun isyarat. Sedangkan
bercerita merupakan kegiatan yang memiliki banyak manfaat khususnya dalam perkembangan
berbahasa pada anak seperti memperkaya kosakata dan memperoleh struktur bahasa yang
merupakan hal penting dalam berkomunikasi.

Kemampuan berbicara pada anak juga dipengaruhi oleh lingkungan dan orang sekitarnya,
salah satunya adalah guru. Seorang guru PAUD dituntut untuk memiliki pengetahuan mengenai
perkembangan anak serta menguasai materi yang diajarkan di kelas anak usia dini. Pada hal ini
yang harus dilakukan oleh guru adalah memilih strategi untuk pembelajaran anak. Jean J.
Rousseanu merekomendasikan agar guru dapat mengetahui minat pada anak, agar mudah untuk
mengetahui perkembangannya. Salah satu metode pengembangan bahasa adalah dengan
bercerita (story telling). Story telling sebagai alat pembelajaran dapat meningkatkan
kemampuannya dalam berbicara atau mengkomunikasikan pikiran dan perasaannya dengan jelas.

Keterkaitan Storytelling terhadap Kemampuan Berbicara

Berbicara merupakan kemampuan yang tidak dapat dikuasai dengan sendirinya, tetapi
perlu ada kegiatan yang dapat mempermudah anak dalam mengembangkan kemampuan tersebut
dan disini salah satunya yaitu dengan bercerita. Pada usia 4-6 tahun pada umumnya anak senang
mendengarkan cerita yang sederhana. Bercerita merupakan peluang besar untuk mengeksplorasi
anak dan juga sebagai alat pembelajaran yang membuat anak lebih mudah mengekspresikan
perasaan mereka. Selain itu juga dapat menambah kosa kata dalam merangkai kata pada anak
sesuai dengan perkembangannya. Pravamayee Samantaray menyatakan beberapa karakteristik
dari kegiatan bercerita yaitu memancing rasa ingin tau, membangkitkan imajinasi dan minat anak
pada keterampilan, meningkatkan keterampilan mendengar dan komunikasi lisan, proses
kegiatan yang interaktif dan kooperatif.

Berdasarkan uraian diatas , diketahui keterkaitan antara storytelling atau bercerita


terhadap kemampuan berbicara pada anak adalah dengan melalui storytelling ada peningkatan
penguasaan jumlah kosakata. Selain itu dengan adanya kegiatan storytelling bisa merangsang
daya imajinasi dan kreativitas anak, melatih bahasa dan ekspresi verbal. Storytelling ini juga
meningkatkan komunikasi lisan dan mendorong anak untuk lebih ekspresif yang mendukung
perkembangan mendengar anak untuk membantu kemampuan berbicara anak dengan baik.
Selain itu juga bisa membantu anak dalam merangkai kata-kata untuk berbicara.

Kelebihan dan Kekurangan Metode Story Telling

Anda mungkin juga menyukai