net/publication/323535445
CITATION READS
1 14,058
1 author:
Anas Zubair
Universitas Padjadjaran
47 PUBLICATIONS 99 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Breeding of tropical tomato for long fruit shelf life View project
All content following this page was uploaded by Anas Zubair on 23 March 2018.
__________
Anas Zubair
SORGUM: Tanaman Multi Manfaat / Penyunting Meddy Rachmadi
Cet. 1 – Bandung; Unpad Press; 2016
i-ix.;1-78; 23.4 cm
ISBN 978-602-6308-93-1
I . SORGUM: Tanaman Multi Manfaat II. Anas Zubair
Buku ini saya dedikasikan kepada keluarga dan semua mahasiswa
bimbingan saya, yang telah berkontribusi dalam membantu penelitian sorgum
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN ....................................................................................1
BAB II
KERAGAMAN SORGUM........................................................................ 5
PENGGOLONGAN TANAMAN SORGUM ...................................................... 5
KARAKTERISTIK SORGUM DAN PEMANFAATANNYA ................................. 6
BAB IV
PENGEMBANGAN SORGUM .............................................................27
SEBARAN SORGUM DAN PENGEMBANGANNYA ....................................... 29
SORGUM UNTUK TOLERAN TANAH MASAM.............................................. 30
SORGUM BIJI PUTIH ....................................................................................... 32
SORGUM UNTUK LAHAN KERING ............................................................. 37
SORGUM TOLERAN REBAH.......................................................................... 41
iv
BAB V
TEKNOLOGI PRODUKSI ....................................................................47
PEMILIHAN JENIS DAN VARIETAS TANAMAN SORGUM ........................... 48
TEKNIK BUDIDAYA ...................................................................................... 49
BAB VI
PANEN DAN PASCA PANEN ..............................................................54
WAKTU PANEN YANG TEPAT UNTUK SORGUM MANIS .......................... 55
PASCAPANEN ................................................................................................. 60
BAB VII
TEKNOLOGI PENGOLAHAN ............................................................64
BERAS SORGUM GILING .............................................................................. 65
TENG-TENG SORGUM .................................................................................. 65
TOS SORGUM ................................................................................................. 66
TEPUNG SORGUM......................................................................................... 66
BAB VIII
PENUTUP ..............................................................................................68
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Komposisi Kimia Dari Biji Utuh Sorgum Dan Bagian-Bagiannya ........ 3
Tabel 2. Perbandingan Sorgum Manis Dengan Tebu Dan Jagung ....................... 9
Tabel 3. Negara Produsen Utama Sorgum Dunia..................................................21
Tabel 4. Lima Negara Pengimpor Sorgum Terbesar di Dunia (t) .......................21
Tabel 5. Impor dan Ekspor Sorgum Indonesia dari Tahun 2000 - 2004 ...........21
Tabel 6. Rencana Demonstrasi Pengembangan Sorgum Tahun 2005 ................30
Tabel 7. Deskripsi Sorgum Unpad 1-1.....................................................................36
Tabel 8. Varietas Sorgum Unggul yang Telah Dilepas di Indonesia ...................50
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Variasi warna biji sorgum setelah dilakukan pengeringan dan sortasi
...............................................................................................................................12
Gambar 3. Bentuk malai dan warna biji sorgum putih Unpad 1-1 .....................34
Gambar 5. Sorgum biji putih UNPAD 1-1 pada vase generatif dengan jarak
tanam 70 x 10 (cm). Lokasi penanaman Jatinangor, Jabar 2008. ................36
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur bagi Allah SWT penguasa alam semesta.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan dan
tauladan kita Muhammad Rasulullah, keluarga, dan para shabatnya sampai
akhir zaman.
Syukur Alahamdulillah buku ajar Sorgum – Tanaman Multi Manfaat
ini selesai penulis susun. Buku ini berisi tentang kajian tanaman sorgum
ditinjau dari berbagai aspek. Banyak buku tentang pertanian yang
kebanyakan hanya menyajikan aspek budidaya dengan berdasarkan data-
data sekunder yang ada. Buku Sorgum – Tanaman Multi Manfaat ini
berbeda dengan kebanyakan buku pertanian lainnya. Buku ini penulis
susun berdasarkan berbagai hasil penelitian yang kami lakukan dalam
beberapa tahun, yang meliputi aspek genetic resources, aspek pemuliaannya
dan pengembangannya, aspek budidaya, panen dan pasca panen serta
aspek pengolahannya.
Buku Sorgum – Tanaman Multi Manfaat ini penulis susun semi
ilmiah dengan tidak meninggalkan gaya populer dalam pembahasannya.
Dengan demikian dapat kiranya buku ini menjadi referensi para peneliti
dan mahasiswa dalam penulisan skripsi atau artikel ilmiah serta para petani
yang bergerak dalam budidaya sorgum.
Banyak aspek yang belum terbahas dalam buku sorgum ini yang
belum penulis singgung karena masih dalam proses pengkajian dan
penelitian. Melalui aktivitas penelitian yang masih terus berlangsung,
diharapkan buku sorgum ini akan terus berkembang dan mengalami
berbagai penambahan informasi – informasi mutakhir di seputar tanaman
sorgum.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada semua mahasiswa
yang tergabung dalam tim peneliti sorgum, baik program sarjana, magister
maupun program doktor yang telah banyak membantu selama proses
viii
penelitian sorgum di lapangan. Buku ini sekaligus sebagai hasil buah kerja
keras mereka semua yang telah berdedikasi dalam penelitian sorgum.
Penulis harapkan semoga buku ini akan menjadi panduan singkat
tentang literasi Sorgum yang jarang ditemui di toko buku.
Anas Zubair
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A
khir-akhir ini dunia dihadapkan ke masalah serius berupa
keterbatasan supply pangan dan permintaan yang terus
meningkat (FAO, 2011). Hal ini membawa konsekuensi
meningkatnya secara tajam harga beberapa pangan dibandingkan tahun
2009 (FAO, 2010). Peningkatan permintaan akan pangan dan
menurunnya produksi pangan khususnya padi, jagung dan gandum telah
berkontribusi terhadap timbulnya krisis pangan di beberapa negara.
Sorgum termasuk tanaman serealia yang cocok untuk dikem-bangkan
di Indonesia yang memiliki iklim tropis, khususnya pada daerah-daerah
yang tingkat kesuburan tanahnya rendah. Sorgum merupakan komoditas
penting pada urutan ke-lima di dunia setelah gandum, beras, jagung, dan
barley (Sleper dan Poehlman, 2006). Sorgum memiliki banyak keunggulan
jika dibandingkan tanaman lain yaitu adaptasinya yang luas, tahan akan
kekeringan, hemat dalam penggunaan pupuk, hasil produksi tinggi,
mengandung banyak nutrisi.
Sorgum merupakan bahan pangan alternatif pengganti karbohidrat.
Kandungan karbohidrat mencapai (74.63 gr/100gr bahan) lebih tinggi
daripada gandum (71.97 gr/100 gr bahan) dan peringkat ketiga setelah
padi (79.15 gr/100 gr bahan), dan jagung (76.85 gr/100 gr bahan) (USDA,
2011). Sorgum mempunyai potensi penting sebagai sumber karbohidrat
bahan pangan, pakan dan komoditi ekspor. Namun potensi tersebut
1
belum dapat dimanfaatkan sepenuhnya karena adanya berbagai hambatan
baik dari segi pemahaman akan manfaat sorgum maupun dari segi
penerapan teknologi pembudidayaannya.
Sorgum mempunyai keistimewaan lebih tahan terhadap kekeringan
bila dibandingkan dengan tanaman palawija lainnya serta dapat tumbuh
hampir disetiap jenis tanah. Untuk itu sorgum dapat dikembangkan teru-
tama untuk menunjang upaya-upaya pemerintah dalam pelestarian
swasembada pangan khususnya beras di Indonesia.
Indonesia dengan jumlah penduduk yang sangat banyak, harus
meningkatkan produksi beras 5% per tahunnya, dan harus meningkat-kan
lebih dari 19 juta ton dari rata-rata produksi beras pada tahun 2000 (Ditjen
Tanaman Pangan, 2007; Susanto, 2003). Hal ini bertambah berat dengan
perubahan iklim yang tidak menentu akibat pemanasan global. Perubahan
lingkungan yang mengakibatkan ber-kurangnya lahan-lahan subur, berku-
rangnya sumber air bagi pertanian sangat mempengaruhi pengembangan
tanaman (Takeda dan Matsuoka, 2008).
Sesuai ramalan Bank Dunia, permintaan akan pangan khususnya
beras bisa mencapai 64,214 juta ton pada tahun 2025. Hal ini diprediksi
dengan asumsi tidak ada penekanan terhadap laju pertambahan penduduk
dan tidak ada usaha luar biasa dalam meningkatkan produksi beras
nasional. Untuk itu, pemerintah sudah seharusnya memikirkan dan
mencanangkan program pengamanan dan diversifikasi pangan di In-
donesia secara berkelanjutan. Tanpa terobosan program yang berarti,
beban pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan pangan akan semakin
berat dari tahun ketahun. Untuk itu diperlukan beberapa strategi
pengembangan berbagai pangan alternatif untuk masyarakat (diversifikasi
pangan).
Negara produsen utama sorgum dunia adalah Amerika (8.773.440 t),
India (6.980.000 t), Nigeria(4784100 t), Argentina, Ethiopia, dan Sudan
(FAO, 2010). Di benua Amerika sorgum ditanam untuk bahan makanan
ternak. Meksiko dan Jepang merupakan negara pengimpor sorgum
terbanyak di dunia dan sebagian besar di impor dari Amerika Serikat.
2
Meksiko mengimpor sorgum terutama untuk pakan ternak, sedangkan
Jepang mengimpor white sorghum (biji warna putih) untuk dijadikan tepung
sebagai bahan makanan dan industri.
Komponen Biji utuh (%) Endosperm (%) Germ (%) Pericarp (%)
Biji utuh 100 84.2 9.4 6.5
Range - 81.7-86.5 8.0-10.9 4.3-8.7
Protein 12.3 10.5 18.4 6.0
Range 11.5-12.3 8.7-13.0 17.8-19.2 5.2-7.6
Total Protein 100 80.9 14.9 4.0
Lemak 3.6 0.6 28.1 4.9
Range -- 0.4-0.8 26.9-30.6 3.7-6.0
Total Lemak 100 13.2 76.2 10.6
Pati 73.8 82.5 13.4 34.6
Range 72.3-75.1 81.3-83.0 -- --
Total Pati 100 94.4 1.8 3.8
Debu 1.6 0.4 10.4 2.0
Range 1.6-1.7 0.3-0.4 -- --
Total Debu 100 20.6 68.6 10.8
Sumber: Haikerwal and Mathieson (1971), Hubbard et all. (1950), Jambunathan and Mertz (1973)
and Taylor and Schussler (1986) dikutip dari Porter (2011).
3
tahun yang lalu, pemerintah pernah menggalakkan tanaman sorgum.
Namun demikian kesinambungan program ini tidak berjalan baik,
sehingga kurang memperlihatkan hasil yang nyata sebagai salah satu
penunjang pencapaian ketahanan pangan nasional. Lingkungan alam
Indonesia yang cocok untuk tanaman sorgum dan peluang potensi pasar
yang luas, maka dirasa perlu untuk terus dilakukannya pengembangan
tanaman sorgum.
Potensi pengembangan sorgum sangat terbuka mengingt sorgum
bukan merupakan tanaman baru di Indonesia. Di Indonesia sorgum
termasuk jenis tanaman bahan pangan lokal dan makanan ternak.
Tanaman ini banyak dibudidayakan di Jawa Tengah dan Jawa Timur (Anas
dan Meddy, 2006). Masyarakat di beberapa daerah telah lama mengenal
sorgum meskipun dengan nama yang berbeda-beda. Seperti masyarakat
Jakarta mengenal sorgum sebagai hermada, masyarakat Jawa Barat
menyebut tanaman sorgum sebagai gandrung dan masyarakat Jawa
Tengah menyebut tanaman sorgum sebagai cantel, sedangkan masyarakat
NTT menyebut penbukah hitam untuk sorgum (Anas, 2007).
Pemerintah perlu sosialisasi berbagai jenis sorgum dan peman-
faatanya termasuk teknologi pasca panen dan pengolahannya. Hal ini
mengingat jenis sorgum di masing-masing daerah tersebut berbeda-beda
dan pada umumnya bukan jenis sorgum untuk pangan. Hal ini kemung-
kinan yang menyebabkan keberadaan sorgum sebagai tanaman pangan
lambat laun tergeser oleh tanaman serealia lainnya seperti padi dan jagung
yang menjadi komoditas strategis dalam pembangunan pertanian dan
perekonomian Indonesia.
4
BAB II
KERAGAMAN SORGUM
5
genetik yang luas diantara kelompok besar sorgum ini (Anas and Yoshida,
2004b). Berdasarkan klasifikasi yang dibuat oleh J.R. Harlan dan J.M.J. de
Wet Sorgum bicolor dikelompokkan dalam 15 ras (Poehlman and Sleper,
2006; Perumal et al., 2007). Lima ras utama adalah: bicolor, guinea,
caudatum, kafir dan durra. Kesepuluh ras lainnya merupakan kombinasi
dari lima ras utama tersebut di atas ini. Sementara itu Murray et al. (2009)
mengelompokkan tiga group besar sorgum manis ber-dasarkan fenotipe
dan asal ke dalam tiga kelompok race sorgum yaitu tipe kafir/bicolor,
caudatum dan bicolor. Hal ini memperlihtkan adanya keterkaitan secara
genetik antara sorgum biji dan sorgum manis.
6
et al. 2009). Penampilan sorgum manis pada musim hujan di dataran se-
dang jauh lebih bagus di bandingkan pada pertanaman musim kemarau.
Dibanding dengan tanaman tebu, sweet sorgum memerlukan pupuk
maupun air yang jauh lebih sedikit (Nimbkar et al., 2006). Pada kondisi
tanah yang kurang subur dengan keterbatasan air, sweet sorgum mampu
menghasilkan kurang lebih 30 ton bahan kering per hektar (Renewable
Energy World, 2000). Sweet sorgum merupakan tanaman C4 yang sangat
efisien dalam proses fotosintesisnya.
Batang tanaman sweet sorgum kaya akan kandungan gula, dan akan
mengeluarkan cairan (juice) bila digiling/diperas. Juice dari bantang sweet
sorgum terutama digunakan untuk produksi bahan bakar alcohol
(ICRISAT, 2006). Terdapat peningkatan nilai Brix dan rendemen gula da-
lam batang sorgum pada pertanaman musim kemarau (Anas et al. 2009).
Rata-rata nilai brix nira sorgum pada pertanaman musim kemarau bisa
mencapai 17.14. Juice gula juga dapat digunakan untuk menghasilkan gula
dan syrup. Bagase dan hijauan yang tertinggal setelah dilakukan penggilin-
gan atau ekstraksi dapat digunakan sebagai makanan ternak atau sebagai
pupuk organik (ICRISAT 2006).
Penggunaan sorgum untuk produksi ethanol sebagai bahan bakar
yang dapat diperbaharui dan ramah lingkungan menjadi proyek penelitian
utama di banyak negara maju. Penelitian pengolahan sweet sorgum men-
jadi ethyl alcohol sebagai bahan bakar atau campuran bahan bakar telah
lama dimulai terutama pada masa krisis bahan bakar pada tahun 1973 dan
1976 (Schaffert dan Gourley, 1981). Sebagai antisipasi krisis bahan bakar
pertama dan kedua, maka banyak negara seperti USA, negara - negara
Eropa dan Jepang intensif melakukan penelitian sweet sorgum sebagai
bahan dasar ethanol untuk digunakan sebagai bahan bakar (Jackson et al.,
1980; Dalianis, 1992; Inoe et al., 1988).
Dari hasil penelitian diketahui bahwa efisiensi produksi ethanol dari
tanaman sorgum hampir menyamai efisiensi produksi ethanol dari tana-
man jagung. Hampir 12% dari produksi domestik tanaman sorgum di
7
Amerika digunakan untuk produksi ethanol dan co-produk berupa disti-
ller dried grains soluble (DDGS) mempunyai kandungan nutrisi yang
sama dengan jagung.
Secara umum keunggulan tanaman sweet sorgum dibandingkan de-
ngan tanaman serealia lainnya pada umumnya, terutama dengan tebu dan
jagung adalah:
a. Umur sweet sorgum sekitar 3 – 4 bulan lebih genjah diban-
dingkan dengan tebu yang mencapai 12 bulan.
b. kebutuhan akan air sweet sorgum paling kecil.
c. Biaya penanaman sweet sorgum paling sedikit disbanding
tebu dan jagung.
d. Produksi ethanol dari sweet sorgum lebih ramah lingkungan
dibandingkan dari molase.
e. Kualitas ethanol sebagai bahan bakar lebih bagus daripada
etanol dari tebu terutama dalam jumlah oktannya dan lebih
sedikit emisi gas buang sulfurnya.
Untuk lebih lengkapnya perbedaan antara tiga komoditi penghasil
ethanol dapat dilihat pada Tabel 2.
Grain sorghum (sorgum biji)
Secara umum karakteristik sorgum biji adalah mengahasilkan biji
banyak dan enak untuk dikonsumsi serta lebih mudah disosoh tanpa sisa
sekam (glume). Batang kering sampai agak basah tetapi tidak manis (sedikit
masis), batang lebih pendek (75 cm – 150 cm) dengan malai lebih besar
(biji lebih banyak) dan kompak dibanding sorgum manis. Pemanfaatan
sorgum biji terutama digunakan sebagai bahan makanan atau dibuat
tepung dan batangnya dapat juga digunakan sebagai pakan ternak.
Terdapat variasi dari segi fisik maupun kualitas dari berbagai biji
sorgum (Shafina et al., 2012). Sorgum biji terutama digunakan sebagai
bahan makanan atau dibuat tepung dan beberapa jenis digunakan sebagai
makanan ternak. Dari hasil penelitian sebelumnya beberapa galur mem-
perlihatkan potensi hasil tinggi. Telah didaftarkan sorgum berbiji putih
8
hasil pemuliaan untuk pemanfaatan sebagai pangan ke pusat Per-
lindungan Varietas Tanaman (PVT) dengan nama Unpad 1-1. Unpad 1-1
mempunyai sifat unggul terutama berupa kualitas biji yang bagus dengan
penampilan vigor tanaman yang tegar, batang besar dan mempunyai sifat
stay green (Anas, 2011).
9
makanan telah dilakukan. Penggunaan beras sorgum sampai 60% meng-
hasilkan karakteristik bahan olahan yang terbaik (Tjahjadi et al., 2010).
Beberapa tipe (varietal group) dari grain sorgum yaitu:
a. Kafir (Race kafir) dengan ciri batang tebal, kuat/ kokoh,
kering sampai agak basah dengan sedikit manis; malai tegak
lurus, panjang, kompak dan silindris; biji ukuran sedang,
warna putih, pink atau merah dengan warna sekam bisa
hitam.
Pemanfaatannya untuk penghasil biji dan makanan ternak.
b. Hegari (Race caudatum) dengan ciri penampilan hampir
sama dengan kafir tetapi berbeda dalam jumlah daun yang
lebih banyak; batang lebih berair dan lebih manis, anakan;
malai lebih berbentuk oval, kompak dan tegak; biji lebih
mengandung kapur (chalky) atau tepung putih dibanding
kafir.
Pemanfaatannya untuk penghasil biji dan makanan ternak
(lebih disukai dari pada kafir).
c. Feterita (Race caudatum) dengan ciri batang selender dan
kering; daun sedikit; malai kompak dengan bentuk agak oval;
biji besar berkapur-putih; tanaman genjah.
Pemanfaatannya untuk penghasil biji.
d. Milo (Race durra) dengan ciri batang kering, slinder, bebas
anakan, lebih kecil dibanding kafir; daun lebih sedikit dengan
warna hijau terang dan tulang daun warna kuning mengan-
dung karotin; malai kompak, pendek, sekam warna coklat tua
dan tangkai malai kurang tegak sampai berbentuk seperti
leher angsa; biji besar warna krem dan putih. Milo dan
turunannya adalah tipe penghasil biji dengan kualitas yang
baik dan relatif mengandung hijauan yang lebih sedikit, lebih
tahan terhadap kering dan lebih genjah dari pada kafir.
Pemanfaatannya terutama sebagai penghasil biji.
e. Beberapa tipe lainnya seperti Shallu (banyak ditanam di
10
Afrika) dengan ciri utama tinggi, malai kurang terbuka de-
ngan biji putih seperti mutiara. Kaoliang (banyak ditanam di
Cina, Korea,Jepang) dengan ciri utama batang kering, selen-
der; malai terbuka dengan cabang; biji kecil warna coklat dan
putih.
Broomcorn (dikenal di Indonesia sebagai hermada)
Ciri utama dari sorgum broomcorn adalah tanaman tinggi (1 – 4 m), ba-
tang kering dan berkayu; malai bercabang dan berserat dapat mencapai
panjang 30 – 90 cm yang digunakan untuk membuat sapu; sekam berduri
dengan biji kecil berwarna coklat; hijauannya/daun sedikit. Peman-
faatannya sebagai bahan baku untuk membuat sapu terutama diekpor ke
Jepang.
Grass sorgum (Sudangrass/ sorgum rumput)
Batang dan daun grass sorgum relatif lebih kecil dan langsing; malai
sangat terbuka dengan biji kecil warna coklat. Tidak banyak dibudidayakan
di Indonesia. Pemanfaatannya sebagai makanan ternak.
A B C
D E F
12
yang baik, rata-rata hasil biji sorgum berkisar sekitar 3000 sampai
4000kg/ha dan bisa turun drastis ke 300 sampai 1000kg/ha pada kondisi
lingkungan tercekam air (House, 1985).
Sorgum dapat beradaptasi pada kisaran lingkungan yang luas dan
membutuhkan 90 – 140 hari untuk bisa sampai panen. Hasil biji tertinggi
biasanya diperoleh dari varietas sorgum yang umurnya sekitar 100 sampai
120 hari. Sorgum Unpad 1-1 yang merupakan sorgum berbiji putih dan
berumur 105 – 109 hari, mampu menghasilkan sekitar 3 – 4 ton/ha pada
jarak tanam 60 x 25cm (Anas, 2011). Hasil penelitian sebelumnya juga
memperlihatkan adanya variasi dari diameter batang, tinggi tanaman,
jumlah buku dan jumlah daun, periode pengisian biji dan kandungan gula
dalam batang tanaman sorgum manis pada dua musim tanam yang
berbeda (Khoirunnisa dan Anas, 2011).
Hasil biji sorgum varietas berumur genjah pada umumnya tidak
sebanyak hijauannya karena periode pertumbuhannya yang lebih pendek.
Adapun hasil biji terbaik varietas sorgum berumur dalam biasanya hanya
berkisar 1500 – 2000kg/ha dibandingkan dengan hasil sorgum berumur
100 – 120 hari yang dapat mencapai 4000 – 5000kg/ha. Untuk varietas
berumur panjang cenderung hijauannya lebih banyak daripada hasil bijinya
(rasio biji dan hijauannya sekitar 1:5). Telah dilaporkan bahwa produski
hijauan sorgum dari dual purpose tanaman sorgum dapat mencapai 9.3 –
15.2 ton/ ha (Directorate of Sorgum Research, 2010). Guiying et al. (2003)
melaporkan hijauan tanaman sorgum manis berkisar sekitar 64.24% -
84.07% atau berkisar dari 530g – 950g dari total berat seluruh tanaman
sorgum.
17
18
BAB III
FAKTOR EKONOMI
S
orghum mempunyai potensi penting sebagai sumber karbohidrat
bahan pangan, pakan dan komoditi ekspor. Namun potensi
tersebut belum dapat dimanfaatkan sepenuhnya karena adanya
berbagai hambatan baik dari segi pemahaman akan manfaat sorgum
maupun dari segi penerapan teknologi pembudidayaannya. Keadaan
tersebut tercermin dari rendahnya produksi sorgum di Indonesia secara
nasional bila dibandingkan dengan produksi dari beberapa negara di Asia
Tenggara, bahkan di Indonesia tanaman ini baru dikembangkan pada
beberapa daerah dengan tingkat penerapan teknologi budidaya yang relatif
rendah.
Selain memiliki potensi sebagai sumber karbohidrat, tanaman
sorgum, mempunyai keistimewaan lebih tahan terhadap kekeringan bila
dibandingkan dengan tanaman palawija lainnya serta dapat tumbuh
hampir disetiap jenis tanah. Mengingat potensi serta keistimewaannya itu,
sorgum sebenarnya layak dikembangkan terutama untuk menunjang
upaya-upaya pelestarian swasembada beras dan ketahanan pangan.
Sorgum merupakan tanaman ekonomis penting ke lima di dunia
setelah gandum, beras, jagung dan barley. Amerika Serikat memposisikan
sebagai produsen dan pengekspor sorgum terbesar di dunia. Rata-rata
produksi sorgum Amerika lima tahun terakhir mencapai 11 juta ton per
tahunnya (Tabel 3). Meksiko dan Jepang merupakan negara pengimpor
19
sorgum terbanyak di dunia yang secara berurutan rata-rata selama lima
tahun (2000 – 2004) mencapai 4.3 juta ton dan 1,8 juta ton (Tabel 4), dan
sebagian besar di impor dari Amerika Serikat.
Kalau dilihat dari total jumlah uang yang harus dikeluarkan, nilai
impor Meksiko tersebut setara dengan 467 juta USD dan nilai impor
Jepang setara dengan 225,3 juta USD. Suatu jumlah yang cukup besar dan
menjanjikan. Meksiko mengimpor sorgum terutama untuk pakan ternak,
sedangkan Jepang mengimpor white sorghum (biji warna putih) untuk
dijadikan tepung sebagai bahan makanan dan industri.
Di Indonesia tanaman sorgum masih belum mendapat perhatian
untuk di kembangkan, meskipun potensi secara ekonomis sangat
menjanjikan. Tidak adanya data terbaru tentang produksi sorgum di
Indonesia dalam 10 tahun terakhir baik di buku statistik BPS maupun data
di FAO memperlihatkan pengembangan tanaman sorgum masih perlu di
tingkatkan. Namun demikian beberapa tahun terakhir pemerintah kembali
menggalakkan pengembangan sorgum melihat lingkungan alam yang
cocok untuk pertanaman sorgum dan potensi pasar yang menjanjikan.
Tercatat pada tahun 1981 luas areal pertanaman sorgum di Indonesia
mencapai 60 000 ha dan luas areal pertanaman ini turun terus dan pada
tahun 1989 hanya tinggal sekitar 25 000 ha (Muslimah Hamdani dkk.
2005). Di Jawa Timur luas areal penanaman sorgum pada tahun 2000
sekitar 1 800 ha, berkurang sekitar 3 700 ha dalam kurun waktu 10 tahun.
Menurut data dari FAO (2006) Indonesia merupakan negara pengimpor
sorgum meskipun jumlahnya kecil dan sangat berfluktuasi setiap tahunnya
(Tabel 5). Rata-rata nilai impor sorgum Indonesia dari tahun 2000 – 2002
mencapai 53 670 USD. Pada tahun 2003 Indonesia sempat mengekpor
sorgum meskipun jumlahnya hanya berkisar 16 ton.
20
Tabel 3. Negara Produsen Utama Sorgum Dunia
Tabel 5. Impor dan Ekspor Sorgum Indonesia dari Tahun 2000 - 2004
Tahun
2000 2001 2002 2003 2004
sangat
Impor (Mt) 520 70 819 0
kecil
Nilai Impor (x1000US$) 72 26 63 0 0
Ekspor (Mt) 0 0 1 16 0
Sumber: FAO (2006)
21
Kualitas Biji Faktor Utama Hasil Sorgum Biji
25
26
BAB IV
PENGEMBANGAN SORGUM
S
orghum sebagai tanaman pangan alternatif sangat menjanjikan
dan potensial untuk terus dikembangkan di Indonesia. Hal ini
didukung oleh beberapa faktor seperti: (i) beberapa kelebihan
tanaman sorgum dibandingkan tanaman serealia lainnya seperti jagung
dan gandum dan (ii) kondisi iklim Indonesia yang sangat cocok untuk
pengembangan tanaman sorgum. Diantara keunggulan tanaman sorgum
antara lain: a) mempunyai daya adaptasi yang relatif luas, b) tanaman
sorgum lebih tahan kekeringan dan panas karena sorgum paling sedikit
kebutuhannya akan air dibandingkan dengan jagung dan gandum serta
tanaman legum lainnya. Beberapa faktor penyebab sorgum lebih tahan
cekaman lingkungan berupa kekeringan atau kebanjiran antara lain :
1. Perakaran tanaman sorgum sangat kokoh dan bisa dalam serta dapat
membentuk akar-akar samping atau sekunder ketika kondisi
lingkungan tidak menguntungkan seperti kekurangan air. Pada kondisi
kelebihan air, sorgum dapat membentuk akar-akar udara yang keluar
dari buku-buku;
2. Daun tanaman sorgum mengandung silika pada endodermis untuk
mengurangi penguapan air karena suhu dan terik matahari yang sangat
tinggi serta pada kondisi cekaman kekurangan air. Adanya silika
menyebabkan daun tanaman sorgum tidak cepat layu;
3. Selain silika daun tanaman sorgum terlapisi oleh lapisan lilin dan dapat
27
menggulung pada kondisi panas yang tinggi dan kekurangan air.
Dengan kemampuan menggulung ini, sorgum dapat mengurangi luas
permukaan daun secara keseluruhan sehingga penguapan akan
berkurang ;
4. Sorgum dikenal sebagai tanaman kedua yang paling tahan kekeringan
setelah pearl millet. Hal ini karena sorgum sangat efisien dalam
penggunaan air (kira-kira sebesar 20 % lebih kecil dari jagung).
Kebutuhan akan air yang paling banyak hanya pada awal
pertumbuhannya saja ketika sorgum masih memiliki 2- 3 helai daun.
Untuk selebihnya kebutuhan akan air tanaman sorgum sangat sedikit;
5. Sorgum memiliki sifat doman pada kondisi lingkungan yang sangat
kering dan dapat melanjutkan tumbuh kembali ketika lingkungan
mendukung;
6. Pada awal pertumbuhan, sorgum lebih dapat beradaptasi pada kondisi
ekstrem lingkungan dan lebih kuat bersaing dengan gulma
dibandingkan dengan tanaman jagung dan polong-polongan lainnya.
Karakteristik sorgum seperti di atas sangat menguntungkan karena
banyaknya konversi lahan-lahan produktif untuk pembangunan
infrastruktur dan industri telah meningkatkan luas lahan kering di
Indoensia. Berdasarkan data BPS (2001), luas lahan kering di Indonesia
sekitar 88,6% dari total 68,5 juta hektar lahan pertanian. Dalam satu
dasawarsa jumlah rumah tangga yang menggunakan lahan basah telah
berkurang sekitar 438.000 rumah tangga dan pengguna lahan kering
meningkat menjadi 329.000 rumah tangga (Anas, 2004).
Sorgum dapat tumbuh di hampir semua jenis tanah dan dapat
bertoleransi pada tanah yang banyak mengandung salin. Sorgum masih
dapat tumbuh pada pH tanah sekitar 5,5, namun demikian tanaman
sorgum tidak tahan terhadap tanah masam (pH<5) terutama yang banyak
mengandung Al (Anas dan Yoshida, 2000). Tanaman sorgum dapat
tumbuh pada kisaran ketinggian tempat yang luas. Namun demikian
ketinggian optimum untuk pertumbuhan sorgum berkisar dari 0 – 500 dpl.
Penanaman sorgum pada ketinggian di atas 500 dpl biasanya menghambat
28
pertumbuhan dan keterlambatan dalam berbunga. Suhu optimum berkisar
antara 23 oC – 30 oC. Pertumbuhan tanaman sorgum akan sangat terham-
bat jika suhu di bawah 16oC. Kelembaban relatif 20% - 40% sangat baik
untuk pertumbuhan sorgum, terutama pada saat pembentukan biji.
Selama pertumbuhan tanaman, curah hujan yang diperlukan adalah
berkisar antara 375 – 425 mm.
29
Sorgum untuk Toleran Tanah Masam
5. NTB Bima 10
Sumber: Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan (2005)
Persilangan dialil antar tetua maupun inbred lines dengan tetua toleran
dari ICRISAT telah dilakukan dan keturunannya di seleksi untuk sifat
toleran keracunan Al, biji putih, tanaman pendek dan hasil tinggi. Untuk
mempermudah penyeleksian tanaman toleran Al dan dapat diaplikasikan
30
untuk jumlah tanaman yang banyak, maka telah dikembangkan metode
seleksi cepat dan akurat dengan menggunakan metode pewarnaan hema-
toxylin (Anas and Yoshida, 2000).
Pada prinsipnya metode skrining dengan pewarnaan hematoxylin
hampir sama dengan metode skrining dengan nutrient solution. Namun
demikian penilaian ketahanan tidak berdasarkan laju pertumbuhan akar
tanaman melainkan berdasarkan pola pewarnaan dari akar (Gambar 2).
Sistem deteksi ketahan terhadap Al yang tidak bergantung pada laju per-
tumbuhan akar (perkembangan akar), akan lebih meningkatkan
keberhasilan dalam proses seleksi (Konzak et al,. 1979).
Tahapan seleksi dengan metode pewarnaan hematoxylin terdiri dari:
i) proses pengecambahan biji dalam petridish untuk mendapatkan kecam-
bah yang seragam; ii) penumbuhan seedling dalam bak nutrisi terkontrol;
iii) proses pewarnaan akar seedling tanaman dengan hematoxylin; dan iv)
pencucian akar dan skoring ketahanan (Gambar 2). Tanaman toleran jika
akar tanamannnya tidak terwarnai dengan hematoxylin dan sebaliknya
tanaman peka Al, akarnya akan terwarnai dengan hematoxylin (Gambar
2F).
Untuk melihat keakuratan dari metode seleksi hematoxylin, maka
telah dilakukan perbandingan dengan metode skrining menggunakan
respon pertumbuhan tanaman dalam pot yang telah diberi media tanah
dengan kandungan Al3+ (Anas and Yoshida, 2000). Selain itu telah dipe-
lajari juga variasi genotipe dalam hal kemampuannya untuk membentuk
kalus dalam media yang mengandung Al dan yang tidak mengandung Al
(Anas and Yoshida, 2002).
31
A B C
D E F
Sorgum biji secara genetik mempunyai variasi yang luas, baik dari
penampilan tanaman maupun bentuk dan warna biji. Secara umum sor-
32
gum biji terbagi dalam beberapa race yaitu: Kafir (Race kafir), Hegari (Race
caudatum), Feterita (Race caudatum), Milo (Race durra), dan Shallu atau
Kaoliang (Anas dan Rachmadi, 2006).
Sorgum sebagai tanaman pangan alternatif harus mempunyai
keunggulan, baik dari sisi penampilan tanamannya seperti hasil tinggi,
tahan penyakit, tahan rebah, mudah cara pemanenannya, dapat di ratoon
2 – 3 kali sehingga dapat menghemat biaya pengolahan tanah dan
kebutuhan benih. Selain itu diharapkan mempunyai sifat tetap hijau pada
waktu biji matang fisiologis untuk mengoptimalkan hasil dan hijauannya
sebagai pakan ternak dan toleran tanah masam dan kekeringan. Selain itu,
pengembangan sorgum untuk industri tepung juga memerlukan biji yang
berkualitas baik dalam hal visual maupun kualitas kandungan nutrisi
bijinya.
Secara umum biji sorgum tersusun dari 3 komponen utama yaitu 6%
seed coat (pericarp), 10% germ (embrio) dan 84% endosperm (jaringan
cadangan makanan) (National Academy of Sciences, 1996). Komposisi
nutrisi biji sorgum mirip dengan biji jagung. Secara umum kandungan
lemaknya 1% lebih rendah dibanding biji jagung dan kandungan waxnya
lebih tinggi. Kandungan protein biji sorgum lebih bervariasi dibandingkan
biji jagung dan biasanya selalu 1 – 2% lebih tinggi dibandingkan biji jagung
(National Academy of Sciences, 1996), meskipun dalam beberapa literatur
disebutkan kurang lebih 59% dari protein sorgum biji putih maupun
coklat adalah dalam bentuk yang tidak bisa dicerna (prolamine). Untuk itu
proses pengolahan yang tepat diperlukan untuk meningkatkan daya cerna
protein.
Pengembangan sorgum biji diarahkan untuk hasil tinggi, tanaman
pendek, vigor baik dan toleran keracunan Al. Modifikasi metode seleksi
pedigree telah di aplikasikan dalam pengembangan sorgum biji ini.
Sorgum unggulan Unpad 1-1 telah diseleksi dari hasil persilangan C9/H11
dengan ICR3. Seleksi juga diarahkan untuk sorgum biji yang mempunyai
warna biji putih. Kandungan tannin yang ada pada seed coat sorgum biji
berwarna coklat atau sorgum yang berwarna gelap, menjadi hambatan
33
utama dalam pemanfaatannya sebagai pangan. Hal ini karena tannin dapat
menghambat kemampuan tubuh dalam menyerap protein dan bahan
nutrisi lainnya.
Sorgum biji kuning dan putih umumnya bebas atau rendah kandu-
ngan taninnnya (National Academy of Sciences, 1996). Untuk itu telah
dirakit Sorgum Unpad 1-1 yang memiliki warna biji putih dengan ukuran
biji kecil sampai sedang tergantung musim tanam (Gambar 3). Bentuk
malai sorgum Unpad 1-1 adalah besar dan agak lonjong dengan ujung
malai yang tumpul.
Untuk memudahkan pemanenan dan menghindari kerebahan, maka
sorgum biji putih telah diseleksi untuk tidak terlalu tinggi (90 – 100cm)
dan mempunyai batang yang besar (Gambar 4). Jumlah daun banyak
dengan posisi daun yang tegak serta jarak antar buku agak rapat. Sorgum
biji putih Unpad 1-1 mempunyai sifat stay green. Sifat stay green sangat
penting dalam meningkatkan hasil dan juga untuk meningkatkan toleransi
tanaman terhadao cekaman kekeringan khususnya yang terjadi setelah
tanaman berbunga. Adapun secara lengkap deskripsi tanaman sorgum biji
putih Unpad 1-1 dapat di lihat pada Tabel 7.
Gambar 3. Bentuk malai dan warna biji sorgum putih Unpad 1-1
34
Gambar 4. Fenotipe sorgum biji putih Unpad 1-1
35
seluruh tanaman akan mengalami serangan penyakit. Ratoon pada musim
kemarau ke dua dimana tanaman lain sudah tidak dapat tumbuh menye-
babkan tanaman sorgum banyak diserang oleh hama burung. Pelaksanaan
tiga kali ratoon tidak direkomendasikan karena tanaman menjadi rentan
kena hama peyakit akibat penanaman satu jenis sorgum secara terus
menerus.
Gambar 5. Sorgum biji putih UNPAD 1-1 pada vase generatif dengan
jarak tanam 70 x 10 (cm). Lokasi penanaman Jatinangor, Jabar 2008.
36
Sorgum Untuk Lahan Kering
(a) (b)
Gambar 6. Penampang melintang batang sorgum: Genotip P1 rentan
kerebahan (b) genotip Taomitsu toleran kerebahan
45
46
BAB V
TEKNOLOGI PRODUKSI
Teknik Budidaya
53
BAB VI
PANEN DAN PASCA PANEN
B
iji sorgum bisa dipanen bila telah keras dengan memotong
malainya. Sorgum dipanen apabila biji dianggap telah masak
optimal, biasanya ± 45 hari setelah bakal biji terbentuk. Biji
mudah dirontokkan dari malai bila kandungan airnya telah mencapai
±25% – 30%. Kesulitan yang sering dihadapi dalam hal menyosoh biji
sorgum karena agak susah memperoleh hasil sosohan yang bersih. Untuk
menyosoh dapat menggunakan alat sosoh beras. Biji dapat diolah menjadi
beras yang selanjutnya dapat dijadikan dodol, tape dan tepung sebagai
bahan baku berbagai makanan seperti roti, kue.
Selain sebagai pangan, biji sorgum dapat juga diolah menjadi
makanan ternak dengan nilai nutrisi sama dengan jagung. Pada umumnya,
kandungan protein tepung sorgum rata-rata 2% lebih tinggi dan kan-
dungan lemak 1% lebih rendah masing-masing dibandingkan dengan
tepung jagung.
Secara umum, biji sorgum mengandung gizi yang tidak lebih rendah
dari kandungan tanaman serealia lainnya. Dilihat dari kandungan kimia-
nya, biji sorgum mengandung protein 9.01%, lemak 3.6%, abu 1.49%, dan
serat 2.5%. Penggilingan sorgum dengan menggunakan alat penyosoh
beras mengakibatkan masih banyak lembaga yang tertinggal pada
endosperm. Hal ini menyebabkan kandungan lemak dalam biji sorgum
giling yang masih relatif tinggi yaitu sekitar 1.0 – 2.7 %. Oleh karena itu
54
dalam proses penggilingan harus diusahakan agar lemak dalam biji sorgum
yang telah dikuliti menjadi rendah yaitu dibawah 1 % dengan demikian
tepung sorgum yang dihasilkan akan lebih tahan lama. Lemak dalam biji
sorgum sangat berguna bagi hewan dan manusia, akan tetapi dapat
menyebabkan bau yang tidak enak dan tengik dalam produk bahan
pangan.
Tanaman sorgum yang dipanen untuk makanan ternak, pemanenan
harus ditunggu sampai tanaman benar-benar tua karena: i) bobot terbesar
hasil panen akan diperoleh pada saat tanaman masak penuh, ii) pakan
lebih enak, iii) kandungan prusic acid lebih rendah, iv) pakan tidak mudah
masam, v) kualitas silase lebih kering sehingga kurang masam.
Berbeda dengan sorgum biji yang hanya diambil bijinya ketika panen,
sorgum manis diambil niranya ketika telah memasuki waktu panen yang
tepat. Nira ini diambil dari batang sorgum untuk selanjutnya dimanfaatkan
untuk berbagai tujuan.
Hal yang paling penting dalam panen sorgum manis adalah penen-
tuan waktu yang tepat utuk memanennya. Ini sangat penting diketahui
untuk memaksimalkan kandungan gula di nira sorgum manis. Kemam-
puan sorgum manis menghasilkan konsentrasi gula yang tinggi dan
mampu ditanam beberapa kali dalam setahun dipengaruhi dan didukung
oleh beberapa faktor. Untuk itu dirasa perlu untuk membahas lebih
lengkap tentang sorgum manis manis ini terutama kaitannya dengan
penentuan waktu panen efektif pada sorgum manis dan factor-faktor yang
mempengaruhi kandungan gula di batang sorgum.
Salih et al. (1999) menyatakan bahwa panjang dan diameter batangnya
dipengaruhi oleh banyaknya irigasi (pengairan). Nakamura et al. (1995,
1998) dikutip Tsuchihashi dan Goto (2005) menyatakan bahwa kondisi
penanaman seperti jarak tanam dan banyaknya pemupukan mempe-
ngaruhi panjang dan berat batang yang dipengaruhi oleh karakteristik
buku (internodes). Tsuchihashi dan Goto (2005) melaporkan adanya perbe-
55
daan berat batang dan kandungan gula batang sorgum manis pada dua
musim tanam. Namun demikian pengaruh faktor morfologi dan fisiologi
terhadap kandungan gula belum banyak dilaporkan.
Selain dipengaruhi oleh faktor agronomis dan lingkungan seperti
yang dikemukakan di atas, sifat-sifat yang ada pada suatu tanaman sering
kali berhubungan satu dengan yang lainnya atau saling mempengaruhi satu
dengan yang lainnya (Sleper dan Poehlman, 2006). Hal tersebut juga dapat
terjadi pada karakter kandungan gula. Kemampuan sorgum manis
menghasilkan kadar gula tinggi dapat dipengaruhi oleh karakter-karakter
lainnya. Berdasarkan pemahaman tersebut maka seleksi suatu karakter
dapat dilakukan secara tidak langsung melalui karakter-karakter lain yang
memiliki hubungan erat dan kurang dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Karakter-karakter seleksi yang kita pilih harus dapat diturunkan dan
tidak banyak dipengaruhi lingkungan. Berapa besarnya pengaruh faktor
lingkungan atau genetik terhadap penampilan fenotipik suatu tanaman
dapat dilihat dari besaran nilai perbandingan faktor genetik terhadap
faktor fenotipenya. Semakin besar nilai rasio variasi genotipik terhadap
variasi penampilan suatu tanaman, berarti semakin besar kemungkinan si-
fat tersebut akan diturunkan atau tetap muncul pada penanaman beri-
kutnya. Oleh karena itu penurunan sifat merupakan hal penting yang perlu
diperhatikan dalam penentuan karakter seleksi sorgum manis berkadar
gula tinggi. Selain penurunan sifat, penampilan tanaman sorgum manis
pada dua musim tanam juga diperlukan. Hal tersebut dapat mem-
perlihatkan kestabilan korelasi pada dua musim tanam. Apabila terdapat
genotip yang tidak berinteraksi dengan musim, maka penampilan
tanaman pada dua musim tanam akan memperlihatkan penampilan yang
sama.
Somaatmadja (1983) dikutip IGP Muliarta Aryana (2009) menya-
stakan bahwa koefisien korelasi genotipik berguna untuk mengetahui
apakah dua karakter dapat atau tidak dapat diperbaiki secara bersama-
sama. Korelasi genotipik ekspresinya akan lebih tepat jika keseluruhannya
adalah pengaruh genetik dalam arti luas, mempunyai kegunaan yang luas
56
untuk populasi homozygous yang menyerbuk sendiri dan atau apomiksis
(Elsje Awuy, 2003). Pengetahuan tentang besar dan tanda korelasi
genotipik di antara karakter-karakter dapat digunakan untuk memper-
kirakan besarnya perubahan-perubahan yang akan terjadi pada generasi
berikutnya. Korelasi genotipik bermanfaat dalam menentukan tekanan
optimal untuk menyeleksi karakter-karakter yang berbeda (Warwick et al.,
1983 dikutip Elsje Awuy, 2003).
Pengetahuan tentang adanya korelasi antar sifat-sifat tanaman
merupakan hal yang sangat berharga dan dapat digunakan sebagai dasar
program seleksi agar lebih efisien (Chozin et al., 1993 dikutip Dwi R.
Ganefianti et al., 2006). Korelasi yang sempurna jarang terjadi pada
karakter-karakter kuantitatif, karena lingkungan sangat berpengaruh
terhadap karakter-karakter tersebut. Murray et al. (2009) menyatakan
bahwa pewarisan konsentrasi gula pada batang sorgum termasuk ke dalam
karakter kuantitatif. Lingkungan, interaksi genetik dengan lingkungan, dan
latar belakang genetik tanaman semuanya memainkan peranan.
Hasil penelitian Lisna dan Anas (2013) memperlihatkan rata-rata
penampilan sorgum manis pada pertanaman musim hujan menunjukkan
nilai yang lebih besar dibandingkan pertanaman musim kemarau untuk
karakter morfologi, hasil, dan komponen hasil. Akan tetapi rata-rata nilai
kandungan gula lebih besar pada pertanaman musim kemarau diban-
dingkan musim hujan.
Sukrosa merupakan bentuk lain produk fotosintesis selain pati yang
memiliki peran dalam proses fisiologis tanaman. Sukrosa merupakan
senyawa yang dipertahankan oleh tanaman sehubungan dengan nilai
osmosisnya. Nilai osmosis berkaitan dengan bongkar-muat floem (Phloem
loading and unloading) (Taiz dan Zeiger, 1998). Oleh karena itu, senyawa
yang paling umum dijumpai dalam proses transpor asimilat adalah sukrosa
(Gardner et al., 1991).
Biosintesis pati dan sukrosa dalam tanaman memperlihatkan pola
yang dinamis, terutama pada daun, dimana pola tersebut berkaitan dengan
kondisi lingkungan (Preiss dan Sivak, 1996). Kurangnya ketersediaan air
57
bagi tanaman sorgum manis pada musim kemarau dapat berdampak pada
tercekamnya tanaman. Berkurangnya produksi asimilat pada saat tanaman
tercekam menyebabkan berkurangnya daya osmosis sehingga tanaman
tidak dapat melakukan ekspor asimilat (Setter, 1990).
Salah satu mekanisme tanaman untuk melanjutkan transpor asimilat
adalah dengan meningkatkan konsentrasi gula. Fox dan Geiger (1986)
menyatakan bahwa pada tanaman yang tercekam kekeringan, terjadi
akumulasi gula (sukrosa) pada daun sehingga rasio gula dan pati mening-
kat. Dengan demikian lebih tingginya kadar gula dalam batang sorgum
manis pada pertanaman musim kemarau dapat dimengerti.
Hasil analisis korelasi genotipik menunjukkan bahwa karakter jumlah
daun, tinggi tanaman, panjang batang, dimeter batang, bobot malai, bobot
biji per malai, bobot 1000 biji, dan waktu antesis berkorelasi genotipik
nyata dengan kandungan gula dan memiliki nilai penurunan sifat sedang
sampai tinggi pada musim hujan atau kemarau. Penurunan sifat merupa-
kan hal penting yang perlu diperhatikan karena karakter-karakter yang
akan kita seleksi harus dapat diturunkan dan relatif sedikit dipengaruhi
lingkungan. Karakter jumlah daun, tinggi tanaman, panjang batang,
diameter batang, dan waktu antesis menunjukkan nilai penurunan sifat
yang rendah pada salah satu musim tanam. Hal ini memperlihatkan
besarnya pengaruh lingkungan terhadap karakter tersebut.
Jumlah daun memiliki nilai penurunan sifat sedang dan berkorelasi
genotipik negatif nyata (r = -0,56*) dengan kandungan gula pada batanf
tanaman sorgum. Korelasi genotipik jumlah daun searah dengan korelasi
fenotipiknya. Menurut Neni Rostini et al. (2003), jumlah daun per tanaman
yang sedikit memberikan kesempatan pada daun yang ada untuk menjadi
source karena daun berkesempatan menerima cahaya dan menghasilkan
fotosintat. Jumlah daun yang banyak cenderung menaungi, sehingga daun
lebih banyak menjadi sink atau pengguna fotosintat.
Karakter bobot malai, bobot biji per malai, dan bobot 1000 biji
memiliki penurunan sifat tinggi dan korelasi positif nyata (r = 0,49*, r =
0,48*, dan r = 0,90*) dengan kandungan gula pada musim hujan. Hal ini
58
dapat terjadi karena kondisi tumbuh yang optimum pada musim hujan
menyebabkan fotosintat yang dihasilkan mampu ditransportasikan secara
merata pada semua sink. Akan tetapi pada musim kemarau karakter bobot
malai dan bobot biji per malai berkorelasi negatif dengan kandungan gula.
Hal ini dapat terjadi karena kondisi tumbuh yang tidak optimum/stress
menyebabkan fotosintat yang dihasilkan tidak mampu ditransportasikan
secara merata pada seluruh sink, akibatnya salah satu dari sink menun-
jukkan penampilan yang tidak optimum. Broadhead (1973; 1979) dikutip
Tsuchihashi dan Goto (2004) melaporkan bahwa peningkatan brix nira
pada batang dan produksi sukrosa merupakan hasil dari pemangkasan
malai. Maka dengan adanya penurunan dari bobot malai dan bobot biji
per malai mampu meningkatkan brix dan kandungan gula dalam batang.
Searahnya korelasi genotipik dengan korelasi fenotipik ditunjukkan
pula oleh karakter bobot malai, bobot biji per malai, dan bobot 1000 biji
pada musim hujan dan kemarau. Sangat penting untuk diperhatikan pada
pertanaman musim kemarau untuk selalu menjaga biji pada sorgum manis
tidak dimakan oleh burung.
Waktu antesis memiliki penurunan sifat sedang dan korelasi genotipik
positif nyata dengan kandungan gula (r = 0,60*) pada musim kemarau.
Selain itu korelasi genotipik karakter waktu antesis searah dengan korelasi
fenotipiknya. Menurut House (1985) tanaman dengan pematangan bunga
lebih awal mengalami pengurangan periode tumbuhnya, sehingga hasil biji
yang diperoleh tidak terlalu banyak (House, 1985). Hal tersebut juga dapat
berlaku bagi batang. Periode tumbuh suatu tanaman optimum maka foto-
sintat yang diperoleh juga akan optimum. Optimumnya fotosintat akan
berpengaruh terhadap kandungan gula pada batang, dimana gula meru-
pakan salah satu hasil fotosintesis.
Searahnya korelasi genotipik dengan korelasi fenotipik pada karakter
jumlah daun, tinggi tanaman, panjang batang, diameter batang, bobot
malai, bobot biji per malai, bobot 1000 biji dan waktu antesis akan
memudahkan seleksi. Menurut IGP Muliarta Aryana (2009) Koefisien
korelasi genotipik yang searah dengan koefisien korelasi fenotipik memu-
59
dahkan dalam menentukan suatu karakter yang akan diseleksi berdasarkan
karakter morfologinya (fenotipiknya). Namun jika koefisien korelasi
genotipiknya tidak searah dengan koefisien korelasi fenotipiknya, maka
dalam melakukan seleksi sebaiknya menggunakan koefisien korelasi
genotipik sebagai landasan seleksi.
Karakter jumlah buku, berat batang, panjang malai, dan waktu panen
tidak memiliki korelasi genotipik dan fenotipik nyata dengan kandungan
gula atau memiliki penurunan sifat yang rendah. Untuk melaksanakan
seleksi tidak langsung, karakter yang dipilih harus berkorelasi dengan
karakter yang diinginkan. Selain itu, karakter yang dipilih juga harus mam-
pu diturunkan. Kemampuan pewarisan suatu karakter salah satunya dapat
ditinjau dari penurunan sifatnya yang tinggi. Karena dua kriteria ini tidak
terdapat pada karakter-karakter di atas, maka karakter-karakter tersebut
tidak dapat dijadikan kriteria seleksi.
Dapat disimpulkan bahwa kriteria seleksi terhadap karakter tinggi
tanaman, panjang batang, bobot malai, bobot biji per malai, dan bobot
seribu biji perlu diperhatikan, melihat nilai koefisien korelasi genotipiknya
yang besar dengan kandungan gula nira sorgum.
Pascapanen
63
BAB VII
TEKNOLOGI PENGOLAHAN
S
alah satu strategi pengembangan sorgum sebagai salah satu
pangan alternatif yang bergizi tingi tidak terlepas dari usaha
memperbanyak berbagai produk olahan dari biji sorgum.
Pengembangan hasil olahan biji sorgum baik dari segi kualitas maupun
kuantitas sangat diperlukan terutama dalam upaya lebih memasyarakatkan
sorgum di masyarakat. Selain itu dengan semakin beragamnya hasil olahan
sorgum yang diminati masyarakat akan memberi dampak kepada semakin
tingginya permintaan akan biji sorgum. Semakin terbukanya peluang
pemasaran biji sorgum akan mendorong petani untuk melakukan budi-
daya sorgum karena meningkatnya nilai jualnya.
Teknologi pengolahan hasil yang dapat meningkatkan rasa
(mengurangi kandungan tanin) maupun penampilan dari produk olahan
sorgum, merupakan dua hal penting yang perlu diperhatikan. Pengem-
bangan teknologi pengemasan hasil olahan sorgum merupakan salah satu
usaha yang perlu dilakukan untuk lebih meningkatkan nilai jual dari
produk sorgum. Perintisan kerjasama baik dengan industri kecil maupun
besar dalam usaha peningkatan nilai jual produk olahan sorgum maupun
dalam hal pemasaran produknya sendiri sangat penting dilakukan.
Pengolahan limbah sorgum untuk tujuan pakan ternak dapat dilakukan
untuk mendapatkan nilai tambah dari usaha tani sorgum.
Pengembangan teknologi pengemasan hasil olahan sorgum meru-
64
pakan salah satu usaha yang perlu dilakukan untuk lebih meningkatkan
nilai jual dari produk sorgum. Untuk itu perlu dilakukan perintisan
kerjasama baik dengan industri kecil maupun besar dalam usaha
peningkatan nilai jual produk olahan sorgum maupun dalam hal pema-
saran produknya sendiri. Pengolahan limbah sorgum untuk tujuan pakan
ternak juga perlu dikembangkan untuk mendapatkan nilai tambah dari
usaha tani sorgum.
Beras sorgum yang dimaksud adalah biji sorgum lepas kulit sebagai
hasil penyosohan sehingga diperoleh beras sorgum giling. Untuk me-
nyosoh biji sorgum digunakan mesin yang terdiri dari silinder gurinda batu
(sistim abrasi), sehingga beras yang dihasilkan bersih. Biji berukuran
sedang sampai besar lebih mudah untuk disosoh dengan jumlah rendemen
berkisar sekitar 60% - 70%, sedangkan biji berukuran kecil lebih sulit
untuk disosoh dengan rendemen berkisar sekitar 50% - 60%. Biji warna
putih menghasilkan hasil sosohan (beras sorgum) yang putih bersih
hampir menyamai beras padi, sedangkan biji warna coklat menghasilkan
beras sorgum yang kecoklat-coklatan. Biji yang telah diolah menjadi beras,
selanjutnya dapat dijadikan dodol, tape, makanan ringan seperti teng-teng,
tos dan tepung sorgum.
Teng-teng Sorgum
Tepung Sorgum
66
67
BAB VIII
PENUTUP
68
69
BAHAN BACAAN
73
Martin, J.H., Leonard, W.H., Stamp, D. L. 1976. Principle of Field Crop
(Third Ed.). Macmillan Publishing, NY. 415 – 429.
Murray, S.C., Rooney, W. L., Hamblin, M. T., Mitchell, S. E., and
Kresovich, S. 2009. Sweet Sorgum Genetic Diversity and Association
Mapping for Brix and Height. The Plant Genome 2:48–62.
Murphy RL, Klein RR, Morishige DT, Brady JA, Rooney WL, Miller, FR,
Dugas DV, Klein PE, Mullet JE. 2011. Coincident light and clock
regulation of pseudoresponse regulator protein 37 (PRR37) controls
photoperiodic flowering in sorgum. ProcNatl Acad Sci USA
108:16469–16474
Morris GP, Ramu P, Deshpande SP, Hash CT, Shah T, Upadhyaya HD,
Riera-Lizarazu O, Brown PJ, Acharya CB, Mitchell SE, Harriman J,
Glaubitz JC, Buckler ES, Kresovich S (2013) Population genomic and
genome-wide association studies of agroclimatic traits in sorgum. Proc
Natl Acad Sci USA 110:453–458
Multani DS, Briggs SP, Chamberlin MA, Blakeslee JJ, Murphy AS, Johal
GS. 2003. Loss of an MDR transporter in compact stalks of maize br2
and sorgum dw3 mutants. Science 302:81–84
Nan, L., Best, G. and Neto, C.C.D.C. 1994. Integrated energy systems in
China - The cold Northeastern region experience. Part I. An integrated
energy system for the cold Northeastern region of China. Food and
Agriculture Organization of The United Nation (FAO), Rome.
National Academy of Sciences. 1996. Lost Crops of Africa: Volume I:
Grains. [Online]. Alamat: http://www.nap.edu/catalog.php?
record_id=2305. Board on Science and Technology for International
Development National Research Council. National Academy Press,
Washington D.C.
Nimbkar, N., N.M. Kolekar, J.H. Akade and A.K. Rajvansi. 2006. Syrup
Production from Sweet Sorgum. Nimbkar Agricultural Research
Institute (NARI), Phaltan.
Perumal, R., R. Krishnaramanujam, M. A. Menz, S. Katilé, J. Dahlberg, C.
W. Magill, and William L. Rooney. 2007. Genetic Diversity among
Sorgum Races and Working Groups Based on AFLPs and SSRs. Crop
Sci. Vol. 47. 1376 – 1383.
Porter, K. 2011. Sorgum Grain Color – Relationship to Grain
Marketability or Feed Value. [Online]. Alamat: http://www.pioneer.
com/home/site/us/template.CONTENT/products/ sorgum/pro-
duction-manual/guid.4A247A96-572C-4F95-BE06-A77CF2161D7C.
Pioneer, A DuPont Business.
Quinby JR. 1967. The maturity genes of sorgum. Adv Agron 19:267–305
Remafitriani, E. dan Anas. 2007. Penampilan dan Variabilitas Beberapa
Karakter Sembilan Genotipik Sorgum Introduksi di Arjasari.
Proseding Simposium, Seminar and Kongres IX Perhimpunan
Agronomi Indonesia. Universitas Padjadjaran. 173– 176.
Rooney WL, Aydin S (1999) Genetic control of a photoperiodsensitive
response in Sorgum bicolor (L.) Moench. Crop Sci 39:397–400
Fernandez SMG, Becraft PW, Yin Y, Lu¨bberstedt T. 2009. From
dwarves to giants? Plant height manipulation for biomass yield. Trends
Plant Sci 14:454–461.
Setiawan dan Anas. 2012. Variabilitas, Penurunan sifat Dan Korelasi
Genotipik Karakter Batang Terhadap Kerebahan 26 Genotip Sorgum
(Sorgum bicolor (L.) Moench). Seminar Nasional PERIPI pada tanggal
6-7 Nopember 2012, Prosiding Seminar Nasional diselenggarakan
dengan tema “Peran Sumber Daya Genetik dan Pemuliaan dalam
Mewujudkan Kemandirian Industri Perbenihan Nasional”
Shafina, Z., N. Rostini dan Anas. 2012. Variabilitas Dan Korelasi Karakter
Biji Dengan Karakter Morfologi Dan Komponen Hasil 23 Genotip
Sorgum Di Jatinangor. Seminar Nasional PERIPI pada tanggal 6-7
Nopember 2012, Prosiding Seminar Nasional diselenggarakan dengan
tema “Peran Sumber Daya Genetik dan Pemuliaan dalam Mewujudkan
Kemandirian Industri Perbenihan Nasional”
Singh, R.K,. and B.D. Chaudhary. 1979. The Genetical Analysis of
Quantitative genetic Analysis. Kaliyani Publisher. New Delhi
Shehzad, T., H. Okuizumi, M. Kawase, K. Okuno. 2009. Development
of SSR-based sorgum (Sorgum bicolor (L.) Moench) diversity research
set of germplasm and its evaluation by morphological traits. Genet
Resour Crop Evol. Springer Science+Business Media B.V.
Sleper, D.A. and J.M. Poehlman. 2006. Breeding Field Crops. Fifth
Edition. Blackwell Publishing. 297 – 315.
Srinivas G, Satish K, Madhusudhana R, Nagaraja Reddy R, Murali Mohan
S, Seetharama N. 2009. Identification of quantitative trait loci for
agronomically important traits and their association with genic-
75
microsatellite markers in sorgum. Theor Appl Genet 118:1439–1454.
Tesso, T., Tirfessa, A. and Mohammed, H. 2011. Association between
morphological traits and yield components in the durra sorgums of
Ethiopia. Hereditas 148: 98–109.
Tjahjadi, C., B. Nurhadi, T. Mutiarawati, Anas dan K. Dwijayanti. 2010.
Karakteristik Opak dari Campuran Beras-Sorgum Putih Genotype 1.1.
(Sorgum Bicolor (L) Moench) dari Berbagai Lama Penyosohan
Abrasive dan Beras Ketan Putih (Oryza Sativa Glutinosa)]. Jurnal
Teknotan Vol 4 No 1. 247 – 258.
Tsuchihashi, Naoyuki., and Yusuke Goto. 2004. Cultivation of sweet
sorgum (Sorgum bicolor (L.) Moench) and determination of its harvest
time to make use as the raw material for fermentation. practide during
rainy season in dry land of Indonesia. Plant Prod. Sci. 7 (4): 442-448.
Tsuchihashi, N., and Goto. Y. 2005. Internode characteristics of sweet
sorgum (Sorgum bicolor (L.) Moench) during dry and rainy season in
Indonesia. Plant Prod. Sci.8(5): 601-607
Upadhyaya HD, Wang Y-H, Sharma S, Singh S. 2012. Association
mapping of height and maturity across five environments using the
sorgum mini core collection. Genome 55:471–479.
Upadhyaya HD, Wang Y-H, Gowda CLL, Sharma S. 2013. Association
mapping of maturity and plant height using SNP markers with the
sorgum mini core collection. Theor Appl Genet. Publish On line.
Wang, D. 2010. Protein Adhesives from Sorgum DDGS. [Online].
Alamat: http://www. sorgumcheckoff.com/checkoff-research-
projects. United Sorgum Checkoff Program. Texas. USA.
Zou, Guihua., et al.. 2011. Genetic variability and correlation of stalk
yield-related traits and sugar concentration of stalk juice in a sweet
sorgum (Sorgum bicolor L. Moench) population. AJCS 5(10):1232-
1238
77