Anda di halaman 1dari 50

PROPOSAL PENELITIAN

EFEKTIVITAS PEMANFAATAN BIJI BUAH BINTARO (Cerbera Manghas)

SEBAGAI PESTISIDA NABATI DALAM MENGENDALIKAN HAMA TIKUS

SAWAH (Rattus argentiventer)

NURUL SHABRINA CHAERUNNISA

PO.71.4.203.21.1.061

KELAS B

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR

JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

PROGRAM SARJANA TERAPAN

2024
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan tugas proposal yang berjudul “efektivitas pemanfaatan biji buah

Bintaro (Cerbera Manghas) sebagai pestisida nabati dalam mengendalikan hama

tikus sawah (Rattus argentiventer)”. Shalawat serta salam kami sampaikan hanya

kepada tokoh dan teladan kita Nabi Muhammad SAW.

Tujuan penulis membuat proposal penelitian ini untuk memenuhi salah satu

tugas yang diberikan oleh dosen pembimbing dalam mata kuliah Toksikologi

Medik. Terselesaikannya proposal penelitian yang dibuat penulis, melalui banyak

sekali proses, hambatan, rintangan dan segala hal dapat penulis melalui berkat

dukungan dari berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini

dengan cukup baik.

Oleh karena itu pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada para pihak yang telah membantu jalannya

pembuatan proposal usaha ini.

Penulis sadar bahwa dalam pembuatan proposal ini masih terdapat banyak

sehingga penulis juga tidak lupa untuk mengucapkan permohonan maaf yang

sebesar-besarnya atas tidak sempurnaan dari proposal usaha yang penulis buat. Dan

selaku penulis sangat mengharapkan sekali adanya kritik dan saran yang

membangun, demi perbaikan pada tugas-tugas selanjutnya.

ii
Semoga dengan dibuatnya proposal usaha ini, penulis berharap semua orang

khususnya yang membaca proposal ini dapat berwirausaha dengan modal semangat

dan keyakinan.

Makassar, 25 Januari 2024

Penulis

Nurul Shabrina Chaerunnisa

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .........................................................................................

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vi

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

A. Latar Belakang .................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................... 4

C. Tujuan Penelitian................................................................................. 4

D. Manfaat Penelitian .............................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 6

A. Tinjauan Umum Tentang Padi ............................................................. 6

1. Sejarah Tanaman Padi ................................................................... 6

2. Klasifikasi Tanaman Padi .............................................................. 7

3. Morfologi Tanaman Padi ............................................................... 8

4. Syarat Tumbuh Padi ...................................................................... 12

B. Tinjauan Umum Tentang Tikus Sebagai Hama ................................... 13

1. Taksonomi Tikus dan Morfologi Tikus ......................................... 16

2. Bioekologi Tikus ........................................................................... 17

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Populasi Tikus ..................... 18

4. Gejala Serangan Tikus .................................................................. 18

C. Tinjauan Umum Tentang Pestisida Nabati .......................................... 19

D. Tinjauan Umum Tentang Buah Bintaro .............................................. 23

iv
1. Taksonomi Tanaman Bintaro ........................................................ 24

2. Karakter Morfologi Tanaman Bintaro ........................................... 25

3. Daerah Penyebaran Tanaman Bintaro ........................................... 28

4. Kandungan Buah Bintaro .............................................................. 28

5. Ekologi Penyebaran ...................................................................... 31

E. Tinjauan Umum Tentang Pengendalian Hama Tikus .......................... 32

F. Tinjauan Umum Tentang Teknologi Pengendalian Hama Tikus

Terpadu (PHTT) .................................................................................. 33

G. Hipotesis.............................................................................................. 37

BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................ 38

A. Jenis Penelitian .................................................................................... 38

B. Lokasi dan Tempat Penelitian ............................................................. 38

C. Bahan Penelitian.................................................................................. 38

D. Instrumen Penelitian............................................................................ 38

E. Prosedur Penelitian.............................................................................. 38

F. Kerangka Operasional ......................................................................... 40

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 41

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Bagian-Bagian Bunga Padi .............................................................. 11

Gambar 2.2. Bagian-Bagian Buah Padi ................................................................ 12

Gambar 2.3. Tikus Sawah (Rattus argentiventer) ................................................. 16

Gambar 2.4. (A) Batang, (B) Daun, (C) Buah, (D) Bunga Bintaro (Cerbera

manghas) ........................................................................................... 28

vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bintaro adalah tanaman mangrove yang banyak tumbuh di pesisir dan

sering digunakan sebagai pohon peneduh di perkotaan besar. Tanaman bintaro

ini terkenal dengan kandungan racun yang tinggi, dimana racun dari tanaman

bintaro ini sudah digunakan untuk berbagai kegunaan sejak awal abad ke-15.

Kandungan racun pada tanaman bintaro terdapat pada semua bagian tanaman

tersebut, terutamanya buah bintaro yang mempunyai kandungan racun paling

tinggi.

Bintaro (Cerbera manghas) biasa ditanam sebagai tanaman penghijauan,

penghias kota, tanaman obat, pestisida nabati, bahan kerajinan bunga kering.

Seluruh bagian tanaman bintaro beracun karena mengandung senyawa

golongan alkaloid bersifat repellent dan antifeedant. Bijinya mengandung

cerberin yang dapat menghambat kerja otot jantung. Bahkan, tikus tidak berani

mendekati buah bintaro setelah mencium bau dari buah bintaro. Secara alami

daun dan buahnya yang matang akan jatuh dari pohonnya yang menyebabkan

pemandangan jalan tidak bersih dan tidak enak dipandang, dan oleh petugas

kebersihan hanya dibuang bersama sampah lain ke tempat akhir penampungan

sampah. Masyarakat yang mengetahui bintaro mengandung racun, tidak berani

untuk memanfaatkannya.

Pada masyarakat Asia, khususnya Indonesia, buah bintaro banyak

dimanfaatkan sebagai pengusir hama tikus. Selama ini, penanganan hama tikus

1
dilakukan dengan menggunakan rodentisida yang dijual secara komersial.

Meninjau banyaknya bahaya yang diberikan oleh rodentisida yang mempunyai

bahan dasar anti koagulan, cara-cara alternatif dalam mengendalikan hama tikus

adalah dengan memanfaatkan kandungan salah satu karakteristik buah bintaro.

Kandungan racun senyawa kardiak glikosida yang terkandung dalam biji buah

bintaro dapat digunakan sebagai bahan pengusir tikus.

Padi merupakan salah satu komoditas pertanian yang hingga saat ini

diprioritaskan untuk terus dikembangkan. Peran padi sebagai sumber pangan

utama yang dibutuhkan oleh mayoritas penduduk Indonesia menjadi alasan

penting untuk terus ditingkatkan produktivitasnya demi terpenuhinya

kebutuhan pagan nasional. Namun demikian, dalam upaya peningkatan

produktivitas padi terdapat kendala yang sering kali dihadapi oleh petani dalam

proses budidaya. Salah satunya adalah adanya serangan organisme pengganggu

tanaman, yaitu hama dan penyakit tanaman.

Petani selama ini bergantung pada penggunaan pestisida kimia untuk

mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Selain harga yang mahal, pestisida

sintesis atau kimia juga memiliki dampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan

manusia. Dampak negatif dari penggunaan pestisida kimia antara lain, hama

berpeluang menjadi kebal (resistan), terjadi peledakan hama baru (resurjensi),

berpotensi menciptakan epidemi, penumpukan residu bahan kimia pada bagian

tubuh tanaman yang berpotensi meracuni ternak bahkan organisme lain

sehingga menyebabkan penurunan keanekaragaman hayati, penumpukan residu

bahan kimia di dalam hasil panen sehingga berpotensi meracuni manusia,

2
terbunuhnya predator alami, pencemaran lingkungan oleh residu bahan kimia

dan kecelakaan operasi bagi pengguna pestisida kimia yang dapat menyebabkan

keracunan, kebutaan, kemandulan serta efek buruk lainnya. Bila dibandingkan

dengan pestisida kimia, pestisida organik akan lebih aman dan menguntungkan

bila ditinjau dari segi ekonomi dan lingkungan.

Tikus sawah merupakan salah satu hama utama tanaman padi yang

hampir di setiap musim tanam selalu menyebabkan kerusakan dan kehilangan

hasil panen. Pusdatin Pertanian (2018) mencatat bahwa tikus sawah adalah

hama utama tanaman padi dengan tingkat serangan puso tertinggi. Luas

serangan tikus sawah di Indonesia mencapai 66,087 ha/th dengan 1,852 ha di

antaranya mengalami puso. Kondisi tersebut tentu sangat merugikan bagi petani

karena besarnya kerusakan dan kehilangan hasil yang ditimbulkan. Hal ini

bahkan menjadi ancaman yang sangat serius bagi keberlanjutan usaha tani

karena serangan tikus terjadi hampir di seluruh provinsi di Indonesia dan hanya

2 provinsi yang tidak terkena serangan, yaitu Kepulauan Riau dan Kalimantan

Utara.

Kerugian yang ditimbulkan oleh serangan hama tikus ini dapat mencapai

75% bahkan sampai dapat menyebabkan puso pada tanaman yang dibudidaya.

Petani melakukan berbagai cara untuk menanggulangi masalah serangan hama

tikus, termasuk dengan menggunakan pestisida kimia yang dianggap petani

praktis dan merupakan suatu alternatif yang sangat efektif dalam mengatasi

serangan hama tikus. Namun para petani tidak menyadari dampak negatif yang

ditimbulkan oleh pestisida kimia tersebut dapat membahayakan kesehatan dan

3
mengancam kerusakan ekologi di sekitar. Pemerintah telah menetapkan

program perlindungan tanaman dengan menggunakan teknik Pengendalian

Hama Terpadu (PHT),maka alternatif yang perlu dikembangkan dan di

sosialisasikan secara luas pada petani yaitu penggunaan rodentisida nabati yang

merupakan suatu produk alami dan ramah lingkungan sekaligus tidak

menimbulkan residu pada tanaman.

Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Rahim, dkk (2020) dimana

buah bintaro yang telah dilakukan percobaan pada tikus dari 8 percobaan yang

dilakukan petani 6 diantaranya menunjukkan bahwa hama tikus tersebut mati

yang menandakan bahwa pemanfaatan buah bintaro sebagai pestisida sangat

efektif. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul Strategi Pengendalian Hama Tikus Sawah (Rattus

Argentiventer) Dengan Pemanfaatan Buah Bintaro (Cerbera Manghas) Sebagai

Pestisida Nabati.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Bagaimana efektivitas pemanfaatan biji buah Bintaro

(Cerbera Manghas) sebagai pestisida nabati dalam mengendalikan hama tikus

sawah (Rattus argentiventer)?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

4
1. Untuk mengetahui efektivitas pemanfaatan biji buah Bintaro (Cerbera

Manghas) sebagai pestisida nabati dalam mengendalikan hama tikus sawah

(Rattus argentiventer).

2. Untuk membuktikan bahwa buah bintaro dapat membasmi hama tikus.

D. Manfaat Penelitian

a. Bagi masyarakat

Penelitian ini diharapan dapat menjadi informasi mengenai efektivitas

pemanfaatan biji buah Bintaro (Cerbera Manghas) sebagai pestisida nabati

dalam mengendalikan hama tikus sawah (Rattus argentiventer).

b. Bagi akademik

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi dan

pengetahuan mengenai efektivitas pemanfaatan biji buah Bintaro (Cerbera

Manghas) sebagai pestisida nabati dalam mengendalikan hama tikus sawah

(Rattus argentiventer).

c. Bagi mahasiswa

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi mahasiswa

mengenai efektivitas pemanfaatan biji buah Bintaro (Cerbera Manghas)

sebagai pestisida nabati dalam mengendalikan hama tikus sawah (Rattus

argentiventer).

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Padi

1. Sejarah Tanaman Padi

Tanaman padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman penghasil beras yang

merupakan sumber karbohidrat bagi sebagian penduduk dunia. Penduduk

Indonesia, hampir 95% mengonsumsi beras sebagai bahan pangan pokok,

sehingga pada setiap tahunnya permintaan akan kebutuhan beras semakin

meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk.

Tanaman padi merupakan tanaman pangan penting yang menjadi

makanan pokok lebih dari setengah penduduk dunia karena mengandung

nutrisi yang diperlukan tubuh. Kandungan karbohidrat padi giling sebesar

78,9, protein 6,8, lemak 0,7% dan lain-lain 0,6%. Indonesia sebagai negara

dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan dalam

memenuhi kebutuhan pangan tersebut.

Tanaman padi merupakan tanaman semusim dengan empat fase

pertumbuhan, yaitu fase vegetatif cepat, vegetatif lambat, reproduksi dan

pemasakan. Secara garis besar, tanaman padi terbagi ke dalam dua bagian

yaitu bagian vegetatif dan bagian generatif, dimana bagian vegetatif terdiri

dari akar, batang, daun dan bagian generatif terdiri dari malai yang terdiri

dari bulir-bulir, daun dan bunga.

Tanaman padi memerlukan unsur hara, air dan energi. Undur hara

merupakan unsur pelengkap dari komposisi asam nukleat, hormon dan

6
enzim yang berfungsi sebagai katalis dalam merombak fotosintesis atau

respirasi menjadi senyawa yang lebih sederhana. Air diperoleh tanaman

padi dari dalam tanah dan energi diperoleh dari hasil fotosintesis dengan

bantuan cahaya matahari.

Tumbuhan padi termasuk golongan tumbuhan Gramineae yang

ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Ruas - ruas itu

merupakan bubung kosong. Pada kedua ujung bubung kosong itu

bubungnya ditutup oleh buku. Panjang ruas tidak sama. Ruas yang

terpendek terdapat pangkal batang. Ruas yang kedua, ruas yang ketiga, dan

seterusnya adalah lebih panjang dari pada ruas yang didahuluinya. Pada

buku bagian bawah dari ruas tumbuh daun pelepah yang membalut ruas

sampai buku bagian atas.

Tepat pada buku bagian atas ujung dari daun pelepah tampak

percabangan dimana cabang yang terpendek menjadi apa yang disebutkan

ligulae (lidah) daun, dan bagian yang terpanjang dan terbesar menjadi daun

kelopak. Daun pelepah itu menjadi ligulae dan daun kelopak terdapat dua

embel di sebelah kiri dan kanan embel - embel mana disebutkan auricle

(daun telinga). Warna dari ligulae dan auricle kadang - kadang hijau dan

kadang - kadang ungu dan dengan demikian auricle itu dapat dipergunakan

sebagai determinatie identitas suatu varietas.

2. Klasifikasi Tanaman Padi

Berdasarkan tata nama atau sistematika tumbuh-tumbuhan, tanaman

padi dimasukkan dalam kalsifikasi sebagai berikut :

7
Kingdom : Plantae

Sub kingdom : Tracheobionta

Division : Magnoliophyta

Class : Liliopsida

Subclass : Commelinidae

Ordo : Cyperales

Family : Gramineae

Genus : Oryza L.

Species : Oryza sativa L.

Terdapat 25 spesies Oryza yang ditanam di Indonesia, yang dikenal

adalah Oryza sativa dengan dua sub spesies yaitu Indica (padi bulu) dan

Sinica (padi cere). Padi dibedakan dalam dua tipe yaitu padi lahan kering

(gogo) yang ditanam di dataran tinggi dan padi sawah di dataran rendah

yang memerlukan penggenangan (Safitri, 2018). Padi sawah biasanya

ditanam di daerah dataran rendah yang memerlukan penggenangan,

sedangkan padi gogo ditanam di dataran tinggi pada lahan kering. Tidak

terdapat perbedaan morfologis dan biologis antara padi sawah dan padi

gogo, yang membedakan hanyalah tempat tumbuhnya.

3. Morfologi Tanaman Padi

Morfologi tanaman padi terdiri dari akar, batang, daun, malai, bunga

dan buah. Akar padi tergolong akar serabut, akar yang tumbuh dari

kecambah biji tersebut akar utama (primer, radikula). Akar lain yang

tumbuh di dekat buku disebut akar seminal. Akar padi tidak memiliki

8
pertumbuhan sekunder sehingga tidak banyak mengalami perubahan. Akar

tanaman padi berfungsi untuk menopang batang, menyerap unsur hara, air

dan pemapasan. Ketahanan akar padi gogo mencapai 17 kali lebih besar

daripada padi sawah. Keterbatasan air yang diserap mempengaruhi

pembelahan sel, pertumbuhan dan hasil.

Tanaman padi memiliki batang silindris, agak pipih atau bersegi,

berlubang atau massif, pada buku selalu massif dan sering membesar,

berbentuk herba. Batang dan pelepah daun tidak berambut. Tinggi tanaman

padi liar dapat mencapai ukuran melebihi orang dewasa, yaitu sekitar 200

cm, tetapi varietas padi yang dibudidayakan secara intensif sudah jauh lebih

rendah, yaitu sekitar 100 cm. batang padi umumnya berwarna hijau tua dan

ketika memasuki fase generatif warna batang berubah menjadi kuning.

Daun merupakan bagian dari tanaman yang berwarna hijau karena

mengandung klorofil (zat hijau daun) untuk fotosintesis. Daun tanaman padi

tumbuh pada batang dalam susunan yang berselang-seling, satu daun pada

tiap buku. Tiap daun terdiri atas helai daun, pelepah daun yang

membungkus ruas, telinga daun, lidah daun (ligule). Panjang helaian daun

bervariasi, umumnya berkisar antara 100 sampai 150 cm. Adanya telinga

dan lidah daun pada tanaman padi dapat digunakan untuk membedakannya

dengan rumput-rumputan pada stadia bibit (seedling) karena daun rumput-

rumputan hanya memiliki lidah/telinga daun atau tidak ada sama sekali.

Malai merupakan sekumpulan bunga padi (spikelet) yang keluar dari

buku paling atas. Bulir padi terletak pada cabang pertama dan kedua.

9
Panjang malai tergantung pada varietas padi yang ditanam dan cara

menanamnya. Malai terdiri dari 8-10 buku yang menghasilkan cabang-

cabang primer. Dari buku pangkal malai umumnya hanya muncul satu

cabang primer dan dari cabang primer tersebut akan muncul lagi cabang-

cabang sekunder. Panjang malai diukur dari buku terakhir sampai butir

gabah paling ujung. Kepadatan malai adalah perbandingan antara jumlah

bunga tiap malai dengan panjang malai.

Bunga padi merupakan bagian dari malai terdiri atas tangkai bunga,

kelopak bunga (lemma) (gabah yang paling besar), palea (gabah padi yang

kecil), putik, kepala putik, tangkai sari, kepala sari, dan bulu pada ujung

lemma. Bunga padi berkelamin dua dan memiliki 6 buah benang sari dengan

tangkai sari pendek dan dua kandung serbuk di kepala sari. Bunga padi juga

mempunyai dua tangkai putih dengan dua buah kepala putik yang berwarna

putih atau ungu. Sekam mahkotanya ada dua dan yang bawah disebut

lemma, sedangkan yang diatas disebut Palea. Pada dasar bunga terdapat dua

daun mahkota yang berubah bentuk dan disebut lodicula. Bagian ini sangat

berperan dalam pembukaan palea Lodicula mudah mengisap air dari bakal

buah sehingga mengembang. Gambar bagian-bagian bunga padi disajikan

pada gambar 2.1.

10
Gambar 2.1. Bagian-bagian bunga padi

Sumber : Chang dan Berdenas 1976 dalam Safitri, 2018

Buah padi (gabah) terdiri dari bagian luar yang disebut sekam dan

bagian dalam yang disebut karyopsis. Sekam terdiri dari lemma dan palea.

Biji yang sering disebut beras pecah kulit adalah karyopsis yang terdiri dari

lembaga (embrio) dan endosperm. Endosperm diselimuti oleh lapisan

aleuron, tegmen, dan pericarp. Endosperm, merupakan bagian dari

buah/biji padi yang besar. Endosperm ini terdiri dari zat tepung, sedangkan

selaput protein melingkupi zat tepung tersebut. Endosperm mengandung zat

gula, lemak, serta bahan atau zat-zat anorganik, di samping itu juga

mengandung protein. Bekatul adalah bagian buah padi yang berwarna

cokelat. Tersusun atas dua komponen utama yaitu kariopsis padi dan

struktur pembungkus. Kariopsis padi yakni bagian yang dapat dimakan

11
sedangkan struktur pembungkus yaitu kulit gabah atau sekam (Safitri,

2011). Gambar bagian-bagian buah padi disajikan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Bagian-Bagian buah padi

4. Syarat Tumbuh Padi

Tumbuh di daerah tropis/subtropis pada 45 derajat LU sampai 45

derajat LS dengan cuaca panas dan kelembaban tinggi dengan musim hujan

4 bulan. Rata-rata curah hujan yang baik adalah 200 mm/bulan atau 1500-

2000 mm/tahun. Di dataran rendah padi memerlukan ketinggian 0-650 mdpl

dengan temperatur 22ºC – 27ºC sedangkan di dataran tinggi 650 -1.500

mdpl dengan temperatur 19º C – 23ºC, tanaman padi memerlukan

penyinaran matahari penuh tanpa naungan. Padi sawah ditanam di tanah

berlempung yang berat atau tanah yang memiliki lapisan keras 30 cm di

bawah permukaan tanah. Menghendaki tanah lumpur yang subur dengan

ketebalan 18 – 22 cm. Keasaman pH tanam menjadi netral 7,0.

Selain itu, air berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.

Ketersediaan air dalam jumlah serta waktu yang tepat merupakan syarat

mutlak pada budidaya padi sawah. Akibat kekurangan atau kelebihan air

akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman,

tersedianya unsur hara dalam tanah dan penyerapan pupuk, perkembangan

12
organisme pengganggu tanaman seperti hama, penyakit, dan gulam serta

timbulnya senyawa-senyawa beracun.

Kebutuhan air untuk tanaman padi sawah tergantung dari varietas

pada yang ditanam, lama periode pertumbuhan tanaman sejak tanam hingga

bertunas, keadaan cuaca yang dipengaruhi oleh suhu udara, curah hujan,

kelembaban udara, kecepatan angin dan radiasi matahari, serta jenis, tekstur

dan kelembaban tanah tempat tumbuh tanaman padi. Kebutuhan air di

petakan sawah tersebut dicukupi dari curah hujan dan atau air irigasi.

Tanaman padi juga tergolong tanaman air dan memerlukan banyak air untuk

mencapai pertumbuhan yang optimal. Di daerah tropis penanaman padi

biasanya dilakukan pada awal musim hujan atau akhir musim kemarau.

Delapan puluh persen dari pertanaman padi di dunia mendapatkan suplai air

dari air hujan.

B. Tinjauan Umum Tentang Tikus Sawah (Rattus argeniventer)

Tikus merupakan salah satu binatang yang sering kita jumpai di sawah

dan perumahan. Hama ini merupakan musuh utama manusia. Selain

kemampuannya merusak segala macam bahan pangan, tanaman, dan bahkan

mendatangkan malapetaka dengan penyakit yang dibawanya. Tikus merupakan

hama bagi tanaman pertanian sehingga menyebabkan kerugian bagi petani. Tak

jarang hama tikus ini dapat menyebabkan gagal panen.

Tikus sawah (Rattus argentiventer) adalah hama utama pada budidaya

tanaman padi. Hama ini dapat menimbulkan kerusakan mulai dari fase

persemaian, fase generatif dan fase penyimpanan di gudang-gudang

13
penyimpanan produk pertanian. Kerusakan yang ditimbulkan oleh hama ini

dapat berupa kerusakan kuantitatif, yaitu berkurangnya bobot produksi akibat

dikonsumsi secara langsung dan juga dapat berupa kerusakan kualitatif akibat

penurunan mutu produk akibat kontaminasi. Pengendalian tikus di gudang-

gudang tempat penyimpanan produk pertanian umumnya mengandalkan cara

pengendalian kimiawi dengan menggunakan rodentisida. Cara pengendalian ini

menjadi pilihan utama karena dikenal oleh masyarakat dan petani sebagai cara

pengendalian yang paling mudah, murah, efektif dan efisien. Namun, disisi lain,

penggunaan rodentisida memiliki beberapa potensi yang merugikan.

Rodentisida dapat mengontaminasi produk simpanan secara langsung. Selain

itu, rodentisida dimungkinkan terkonsumsi oleh organisme bukan sasaran,

termasuk oleh hewan peliharaan dan juga manusia. Sisa-sisa repihan rodentisida

dapat pula mengontaminasi lingkungan termasuk tanah dan air.

Tikus sawah (Rattus argentiventer) merupakan salah satu hama mengerat

yang sering kali merugikan manusia, terutama di bidang pertanian salah satunya

di lahan pertanian padi yang dapat menyebabkan tanaman puso atau gagal

panen. Kehilangan hasil gabah akibat serangan hama itu hampir terjadi setiap

musim tanam, mulai dari proses semai sampai padi akan di panen bahkan juga

di gudang penyimpanan, kerusakan tanaman padi karena serangan tikus

umumnya terjadi pada fase vegetatif atau pada saat umur padi sewaktu muda,

batang padi tersebut digit atau dipotong karna pada saat fase ini batang padi

lebih cenderung berasa manis dibandingkan pada saat umur padi sudah tua.

14
Tikus menyerang tanaman padi pada stadia pertumbuhan mulai dari

persemaian sampai menjelang panen. Ada dua jenis tikus yang menyerang padi

yaitu tikus sawah dan tikus rawa. Tikus sawah memiliki ukuran tubuh yang

relatif kecil, sedangkan tikus rawa memiliki ukuran yang cukup besar. Tikus

membuat terowongan yang lubang keluarnya ditutup dengan tanah. Serangan

tikus biasanya terjadi pada malam hari, sedangkan pada siang hari tikus lebih

banyak bersembunyi.

Tikus sawah sering disebut sebagai hewan kosmopolitan karena,

distribusinya yang menyebar di seluruh dunia. Hewan pengerat ini biasanya

menyerang padi pada malam hari dan siang hari bersembunyi dalam lubang

tanggul irigasi, pematang, di bawah batu, sisa - sisa kayu dan daerah perumahan

dekat sawah. Jenis hama pengganggu utama areal pertanian yang sulit

dikendalikan. Sulitnya pengendalian diakibatkan oleh tikus yang memiliki

kemampuan untuk belajar serta jerah terhadap bahaya yang dialami sebelumnya

dan tikus sawah tergolong hewan nokturnal dan melakukan aktivitas harian

yang teratur, yang bertujuan untuk mencari pakan, minum, pasangan, dan

orientasi kawasan. Tikus menyenangi tempat-tempat yang gelap karena di

tempat ini tikus merasa aman dan terlindung. Pada umumnya tikus sawah

menempati liang atau tempat persembunyian lainnya.

Cara pengendalian lain yang lebih aman, namun tetap efektif dan efisien

dalam mengendalikan tikus di gudang-gudang tempat penyimpanan produk

pertanian perlu terus dieksplorasi dan dikembangkan. Penggunaan bahan kimia

beracun harus dibatasi, bahkan dihindari karena sangat berbahaya bagi manusia.

15
Jika produk simpanan di gudang pertanian terkontaminasi maka bahan beracun

tersebut sudah sangat dekat dengan waktu konsumsi oleh manusia, tanpa

sempat mengalami proses degradasi atau netralisasi.

1. Taksonomi Tikus dan Morfologi Tikus

Klasifikasi tikus sawah adalah sebagai berikut :

Phylum : Chordata

Sub phylum : Vertebrata

Kelas : Mammalia

Ordo : Rodentia

Famili : Muridae

Genus : Rattus

Spesies : Rattus rattus

Sub Spesies : Rattus rattus argentiventer Robb & Kloss.

Gambar 2.3. Tikus Sawah (Rattus argentiventer)

Hama yang menyerang tanaman padi ada berbagai macam filum hewan,

bahkan ada yang belum di ketahui taksonominya. Menurut temuan para ahli

16
sebagian besar hama yang menyerang tanaman padi dapat diuraikan sebagai

berikut. Berdasarkan bagian tanaman padi yang diserang, hama padi dibedakan

menjadi :

a. Hama perusak persemaian: tikus, ulat tanah, ulat grayak. Lalat bibit.

b. Hama perusak akar: nematoda, anjing tanah, uret (larva Coleoptera),

kutu akar padi.

c. Hama perusak batang: tikus, penggerek batang, dan hama ganjur.

d. Hama pemakan daun: pengorok daun, kumbang, belalang, ulat tanah,

dan ulat kantung.

e. Hama penghisap daun: thrips, kepik, walang sangit, wereng coklat dan

wereng hijau.

f. Hama perusak buah: walang sangit, kepik, ulat, tikus,dan burung.

2. Bioekologi Tikus

Tikus termasuk golongan binatang mengerat atau Rodensia yang

merupakan kelompok terbesar dari kelas Mamalia, karena memiliki jumlah

spesies terbesar yaitu 2.000 spesies dari 5000 spesies binatang yang

termasuk kelas Mamalia. Tikus merupakan hewan yang aktif pada malam

hari (nokturnal) yang didukung oleh kemampuan indra yang dimilikinya.

Tikus Sawah (Rattus argentiventer) merupakan hama utama padi dan juga

berperan sebagai vektor penyebab penyakit pada manusia dan hewan ternak.

Tikus bersifat omnivora, meskipun demikian tanaman padi merupakan

sumber utama pakan tikus yang paling disukainya.

17
Pada umumnya binatang pengerat (seperti halnya tikus sawah)

mempunyai potensi perkembangbiakan cepat sehingga populasinya kan

berkembang dengan cepat pula. Tikus betina bunting selama 21 hari dan

menyusui anaknya selam 21 hari. Tikus mampu bunting dan menyusui

dalam waktu bersamaan dan tikus tersebut kawin lagi dalam waktu 48 jam

setelah melahirkan. Pada pertanian tanaman padi hama tikus merupakan

hama yang relatif sulit dikendalikan karena kemampuan adaptasi, mobilitas,

dan kemampuan berkembang-biak, serta daya rusaknya yang tinggi.

Kehilangan hasil tanaman oleh tikus sangat besar sehingga memerlukan

pengendalian yang serius dan konseptual.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Populasi Tikus

Populasi tikus dapat meningkat dengan cepat jika masa panen

mengalami perpanjangan karena tidak serentaknya waktu tanam atau umur

varietas yang ditanam tidak sama. Selain itu banyaknya gulma di pematang

sawah dapat menjadi tempat berlindung dan bersembunyi tikus.

Perkembangan tikus dipengaruhi oleh keadaan lingkungan terutama

ketersediaannya bahan makanan pada suatu daerah pertanaman padi dengan

pola tanam yang tidak teratur sehingga selalu terpenuhinya bahan makanan

bagi tikus sehingga populasi tikus meningkat. Penggunaan pola tanam yang

serentak memungkinkan populasi tikus akan menurun.

4. Gejala Serangan Tikus

Seluruh bagian tanaman padi pada berbagai stadia pertumbuhan dapat

dirusak oleh tikus. Walaupun demikian, tikus paling senang memakan

18
bagian malai atau bulir tanaman padi pada stadia generatif. Pada stadia

persemaian, tikus mencabut benih yang sudah mulai tumbuh (bibit) untuk

memakan bagian biji yang masih tersisa (endosperm). Pada stadia vegetatif,

tikus memotong bagian pangkal batang untuk memakan bagian batangnya.

Adapun pada stadia generatif, tikus memotong pangkal batang untuk

memakan bagian malai atau bulirnya.

Tikus dapat menyerang tanaman padi pada berbagai fase tanaman

padi. Pada fase vegetatif, tikus akan memutuskan batang padi sehingga

tampak berserakan, tikus akan menggigit lebih dari jumlah yang dibutuhkan

untuk makan. Kerusakan yang ditimbulkan oleh tikus bersifat khas, yaitu

ditengah-tengah petakan sawah tampak gundul, sedangkan bagian tepi

biasanya tidak diserang. Mereka juga menyerang bedengan persemaian

dengan memakan benih- benih yang disebar atau mencabut tanaman-

tanaman yang baru tumbuh.

C. Tinjauan Umum Tentang Pestisida Nabati

Penggunaan pestisida selalu mengalami peningkatan khususnya

Indonesia, karena mayoritas penduduknya bekerja di sektor pertanian,

berdasarkan data prospek indusri dan pemasaran pestisida, pemasaran serta

penggunaan pestisida di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat

mencapai Rp 6 Triliun per tahunnya. Petani selama ini bergantung pada

penggunaan pestisida kimia untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman.

Selain harga yang mahal, pestisida sintesis atau kimia juga memiliki dampak

buruk bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Dampak negatip dari

19
penggunaan pestisida kimia antara lain, hama berpeluang menjadi kebal

(resisten), terjadi peledakan hama baru (resurjensi), berpotensi menciptakan

epidemi, penumpukan residu bahan kimia pada bagian tubuh tanaman yang

berpotensi meracuni ternak bahkan organisme lain sehingga menyebabkan

penurunan keanekaragaman hayati, penumpukan residu bahan kimia di dalam

hasil panen sehingga berpotensi meracuni manusia, terbunuhnya predator

alami, pencemaran lingkungan oleh residu bahan kimia dan kecelakaan operasi

bagi pengguna pestisida kimia yang dapat menyebabkan keracunan, kebutaan,

kemandulan serta efek buruk lainnya. Bila dibandingkan dengan pestisida

kimia, pestisida organik akan lebih aman dan mengguntungkan bila ditinjau dari

segi ekonomi dan lingkungan.

Pestisida dapat dinobatkan sebagai media paling efektif untuk

mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Para petani lokal

masih bergantung pada jenis pestisida sintetis dalam pengendalian hama

tanaman, contohnya ethanol karena mudah diperoleh dan juga efektif, namun

berpotensi menimbulkan banyak dampak terhadap lingkungan. Sebagai upaya

meminimalisir dampak pencemaran lingkungan dari pengendalian hama

terpadu, penggunaan pestisida sintesis diusahakan sebagai oposi terakhir,

karena dapat membunuh serangga bukan sasaran, dan juga menyebabkan

berkurangnya keanekaragaman hayati dan rantai makanan alami. Penggunaan

pestisida nabati di Indonesia memiliki peluang sangat baik, hal ini disebabkan

oleh beberapa faktor yang mendukung pemanfaatannya, yaitu melimpahnya

bahan yang akan dimanfaatkan, kondisi perekonomian tiap individu, serta

20
penggunaannya yang mudah. Faktor terssebut yang menjadi perhatiaan bagi

semua kalangan, terumtama bagi petani (Nurmianti, 2020).

Pestisida nabati adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal

dari tumbuhan dan dapat digunakan untuk mencegah gangguan dari organisme

pengganggu tanaman. Pestisida nabati berfungsi sebagai penolak (repelent),

penarik (attractan), pemandul (antifertilitas), atau pembunuh. Pestisida nabati

mudah terurai di alam sehingga tidak mencemari lingkungan (Yismawanto,

2022).

Pestisida nabati dapat dibuat dengan menggunakan teknologi tinggi dan

dikerjakan dalam skala industri, serta dapat juga dibuat dengan menggunakan

teknologi sederhana oleh kelompok tani atau perseorangan. Pestisida nabati

yang dibuat dengan cara sederhana dapat berupa larutan hasil perasan,

rendaman, ekstrak, rebusan bagian tanaman atau tumbuhan, yakni berupa akar,

umbi, batang, daun, biji dan buah. Harga operasional pestisida nabati relatif

lebih murah dan juga aman, serta mudah dibuat sendiri.

Prospek penggunaan pestisida nabati di Indonesia sangat baik karena

beberapa hal yang mendukung pemanfaatannya, yaitu keanekaragaman hayati

yang melimpah di Indonesia, kondisi sosial petani, kemudahan penggunaan

khususnya untuk digunakan sendiri, serta perhatian dari semua kalangan, baik

peneliti, pengajar, penyuluh, dan pihak lain yang terkait.

Secara garis besar, pemanfaatan pestisida yang berasal dari tumbuhan

(pestisida nabati) dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yakni: (1)

Penggunaan tumbuhan secara langsung dalam bentuk ekstrak sederhana

21
(ekstraksi dengan air); (2) Penggunaan ekstrak tumbuhan atau senyawa aktifnya

secara langsung sebagai bahan aktif sediaan/formulasi komersial; (3)

Penggunaan senyawa aktif tumbuhan sebagai bahan untuk mengembangkan

senyawa insektisida baru.

Secara umum pestisida nabati mempunyai kelebihan dan kelemahan.

Dalam suatu ekstrak tumbuhan, selain beberapa senyawa aktif utama biasanya

juga terdapat banyak senyawa lain yang kurang aktif, namun keberadaannya

dapat meningkatkan aktivitas ekstrak secara keseluruhan (sinergi). Serangga

tidak mudah menjadi resistan terhadap ekstrak tumbuhan dengan beberapa

bahan aktif, karena kemampuan serangga untuk membentuk sistem pertahanan

terhadap beberapa senyawa yang berbeda sekaligus lebih kecil daripada

terhadap senyawa pestisida tunggal. Selain itu, banyak senyawa tumbuhan yang

memiliki cara kerja yang berbeda dengan pestisida sintetik yang umum

digunakan saat ini, sehingga kemungkinan terjadinya resistensi silang cukup

kecil. Namun pestisida nabati mempunyai kelemahan yaitu persistensinya yang

pendek. Pestisida nabati merupakan bahan yang mudah terurai di alam sehingga

tidak dikhawatirkan akan menimbulkan bahaya residu besar. Keadaan tersebut

juga dapat menekan peluang jasad bukan sasaran terkena residu. Persistensi

pestisida alami yang singkat kurang menguntungkan dari segi ekonomi, karena

pada tingkat populasi yang tinggi, untuk mencapai keefektifan pengendalian

yang maksimum diperlukan aplikasi berulang-ulang. Namun sifat tersebut

memungkinkan pestisida nabati dapat digunakan beberapa saat menjelang

panen. Selain itu pestisida nabati tidak tahan disimpan dalam waktu yang lama

22
karena senyawanya yang mudah terurai sehingga semakin lama disimpan akan

menurunkan toksisitasnya.

D. Tinjauan Umum Tentang Buah Bintaro

Bintaro adalah tumbuhan (pohon) bernama latin Cerbera manghas,

merupakan bagian dari ekosistem hutan Mangrove. Tanaman bintaro banyak

terdapat disekitar wilayah pesisir pantai. Bintaro termasuk dalam suku

Apocynaceae yakni berkerabat dengan Kamboja, cirinya jika dilukai pasti

banyak mengeluarkan getah susu. Nama lainnya adalah Pong-pong tree atau

Indian sucide tree termasuk tumbuhan berbahaya karena mengandung racun.

Daunnya berbentuk bulat telur, berwarna hijau tua, yang tersusun berselingan.

Daun dari buah bintaro ini tumbuh memanjang ke atas, penampakan tumbuhan

buah bintaro sangat indah dan menarik. Pohon bintaro memiliki bunga yang

tumbuh pada ujung pedikal simosa dengan warna kuning pada bagian korola

yang berbentuk tabung dan berpetal lima. Buah bintaro berbentuk bulat,

berwarna hijau ketika masih muda dan berwarna merah ketika sudah masak.

Buah bintaro terdiri dari tiga lapis yakni bagian terluar adalah lapisan kulit,

lapisan kedua merupakan daging buah yang berbentuk seperti sabut kelapa, dan

bagian paling dalamnya adalah biji yang ukurannya cukup besar sebesar biji

buah mangga. Buah bintaro terdiri atas 8% biji dan 92% daging buah. Bijinya

sendiri terbagi dalam cangkang 14% dan daging biji 86%.

Pohon bintaro (Carbera manghas) termasuk tumbuhan non pangan atau

tidak untuk dimakan karena biji dan semua bagian pohonnya mengandung

racun bagi manusia. Tanaman ini berasal dari daerah tropis di Asia, Australia,

23
Madagaskar, dan kepulauan sebelah barat Samudera Pasifik. Tanaman bintaro

merupakan salah satu tanaman mangrove yang dapat tumbuh di tanah yang

kurang nutrisi dan tersebar hampir diseluruh wilayah Indonesia sehingga mudah

untuk dibudidayakan. Buah bintaro merupakan buah drupa (berbiji) dengan

serat lignoselulosa yang menyerupai buah kelapa dan tanaman ini merupakan

jenis tanaman penaung yang biasa ditanam di pekarangan rumah, taman-taman,

dan banyak ditemukan di pinggiran jalan tol.

Bintaro dikenal sebagai salah satu tanaman tahunan yang banyak

digunakan untuk penghijauan, penghias kota, tanaman pot, pestisida nabati, dan

sekaligus sebagai bahan baku kerajinan bunga kering. Seluruh bagian tanaman

bintaro beracun karena mengandung senyawa golongan alkaloid yang bersifat

repellent dan antefeedan. Buah Bintaro mengandung racun cerberrin yang

sangat bersifat mematikan. Cerberrin juga bersifat racun kuat, jika tertelan

menyebabkan denyut jantung berhenti. Cerberrin merupakan golongan

alkaloid/glikosida yang diduga berperan terhadap mortalitas serangga.

Cerberrin dapat mengganggu fungsi saluran ion calsium di dalam otot jantung,

sehingga mengganggu detak jantung dan dapat menyebabkan kematian.

1. Klasifikasi Tanaman Bintaro

Tanaman bintaro memiliki nama latin Cerbera manghas termasuk

tumbuhan non pangan atau tidak untuk dimakan. Dinamakan cerbera karena

bijinya dan semua bagian pohonnya mengandung racun yang dapat

menghambat saluran ion yang disebut cerberin Tanaman bintaro

diklasifikasikan sebagai berikut :

24
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua dikotil)

Sub Kelas : Asteridae

Ordo : Gentianales

Famili : Apocynaceae

Genus : Cerbera

Spesies : Cerbera Manghas

2. Karakter Morfologi Tanaman Bintaro

a. Batang : Batang tanaman bintaro adalah batang kayu yang relatif kecil

hingga sedang. Batang ini memiliki permukaan yang halus dengan

warna cokelat keabu-abuan. Pada beberapa spesies, batangnya mungkin

memiliki duri-duri kecil.

b. Daun : Daun bintaro merupakan daun tunggal, mempunyai tekstur

berdaging dan berbentuk lonjong, tepi daun rata, ujung dan pangkalnya

meruncing, pertulangan daun menyirip, permukaan licin, dengan ukuran

panjang 15-20 cm, lebar 3-5 cm, panjang tangkai daun 2-5 cm dan

berwarna hijau tua mengkilap pada bagian atas dan hijau pucat di bagian

bawah. Daun bintaro biasanya berjejalan di ujung cabang (Gambar

2.4B). Daun tanaman bintaro berbentuk elips atau lanset dengan ujung

yang meruncing. Daun-daunnya tersusun secara bertumpuk secara

25
spiral di sepanjang ranting. Daun ini memiliki warna hijau yang khas

dengan tekstur yang lebat.

c. Bunga : Bunganya besar dan terdiri dari kelopak putih dan bagian

tengah berwarna kekuningan. Berbau seperti melati (Menezes et al.,

2018). Bunga tanaman ini merupakan bunga majemuk berkelamin dua

berbentuk corong dengan 5 kelopak dan panjang tangkai putik 2-2,5 cm

(Gambar 2.4D). Buah bintaro (Cerbera manghas) berbentuk bulat dan

berubah dari hijau menjadi merah saat matang (Gambar 2.4C). Di

tengah buah terdapat biji yang berukuran kira-kira 2 x 1,5 cm, dan

mengandung sejumlah besar glikosida jantung yang dapat menyebabkan

kematian jika dikonsumsi (Menezes et al., 2018). Buah Bintaro

merupakan buah drupa (buah biji) yang terdiri dari tiga lapisan yaitu

epikarp atau eksokarp (kulit bagian terluar buah), mesokarp (lapisan

tengah berupa serat dan tempurung seperti sabut kelapa) dan endokrap

(biji yang dilapisi kulit biji atau testa). Bunga tanaman bintaro

berukuran kecil dan biasanya berwarna putih atau krem. Bunga-bunga

ini tumbuh dalam kelompok di ujung ranting.

d. Buah : Buah bintaro adalah buah bulat dengan kulit yang keras. Buah

ini dapat berwarna hijau atau kuning ketika masih muda, dan berubah

menjadi warna cokelat atau oranye saat matang. Buah bintaro

mengandung biji besar yang memiliki cangkang keras dan beracun.

e. Akar : Akar tanaman bintaro berkembang baik di dalam tanah dan

memiliki sistem akar yang cukup kuat untuk menopang tanaman.

26
Ketinggian: Tanaman bintaro biasanya memiliki ketinggian yang

bervariasi, tetapi sering kali tidak terlalu tinggi. Mereka dapat tumbuh

menjadi semak atau pohon kecil.

f. Biji : Salah satu ciri paling khas dari tanaman bintaro adalah biji besar

yang mengandung senyawa beracun. Biji ini harus diolah dengan hati-

hati jika ingin dimanfaatkan. Tanaman bintaro memiliki morfologi yang

unik, terutama dalam hal buah dan biji yang beracun. Oleh karena itu,

perlu diperhatikan saat mengolah dan menggunakan bagian tanaman ini

(Amelya dkk, 2023). Biji bintaro mengandung zat kimia yang

terkandung, yaitu steroid, triterpenoid, saponin, dan alkaloid yang

terdiri dari cerberin (0,6%), serberosida, nerifolin, dan thevetin

(Wulandari, 2018).

Ada dua spesies yang paling umum adalah C. odollam Gaertn dan C.

manghas L. Ciri yang membedakan keduanya antara lain bunga C. odollam

memiliki mata kuning kecil dan buah berbentuk oval, sedangkan bunga C.

manghas memiliki mata merah muda yang menonjol dan buah lebih

memanjang menyerupai mangga.

27
Gambar 2.4. (A) Batang, (B) Daun, (C) Buah, dan (D) Bunga Bintaro (Cerbera
manghas)
3. Daerah Penyebaran Tanaman Bintaro

Bintaro (Cerbera manghas) merupakan tumbuhan mangrove yang

saat ini banyak dijadikan tumbuhan peneduh di daerah perkotaan (Susanti

et al., 2020). Daerah penyebaran tanaman ini meliputi Madagaskar,

Tanzania, India, China, Taiwan, Jepang bagian Selatan, Myanmar,

Indonesia, Thailand, daerah Melanesia hingga Australia.

4. Kandungan Buah Bintaro

Seluruh bagian tanaman buah bintaro mengandung racun. Tingkat

kematangan buah bintaro memiliki hubungan erat dengan jumlah racun

yang terkandung,buah bintaro pada tingkat kematangan mature yaitu

dengan penampakan warna kulit buah telah lebih dari 50% bewarna merah

memiliki kandungan racun yang telah berkurang dibandingkan saat buah

masih mentah.

28
Tanaman Bintaro khususnya pada buah dan bunga mengandung

senyawa cerberin, senyawa metabolit sekunder, seperti saponin,

polifenol,alkaloid, dan terpenoid. Kandungan kimia utama yang terdapat

pada bintaro adalah flavonoid, lignan dan terpenoid. Tanaman ini

sepenuhnya beracun karena mengandung senyawa golongan alkaloid yang

bersifat repellent dan antifeedant, cerberin yang diketahui sangat beracun

bagi serangga dan dapat menghambat aktivitas makan hama (Sholahuddin

et al.,2018). Berikut kandungan senyawa metabolit sekunder pada buah

bintaro (Cerbera menghas) :

a. Saponin

Saponin merupakan bentuk glikosida dari sapogenin sehingga

akan bersifat polar. Saponin adalah senyawa yang bersifat aktif

permukaan dan dapat menimbulkan busa jika dikocok dalam air.

Timbulnya busa 14 pada uji saponin menunjukkan adanya saponin yang

mempunyai kemampuan menjadi glukosa dan senyawa lainnya.

Saponin berasa pahit, dalam larutan air membentuk busa, dapat

menghemolisis eritrosit, merupakan racun kuat untuk ikan dan amfibi.

b. Polifenol

Buah bintaro mengandung senyawa metabolit yaitu pilifenol.

kandungan fenol yang ada dalam daging buah bintaro dapat melindungi

tanaman dan bersifat sangat toksik terhadap serangga dan sejenisnya.

c. Alkaloid

29
Alkaloid adalah senyawa dasar yang mengandung satu atau lebih

atom nitrogen dan biasanya sistem siklik. Alkaloid ditemukan pada

tanaman dibagian akar, biji, kayu dan daun tanaman. Alkaloid berfungsi

melindungi tanaman dari serangan hama, memperkuat tanaman dan

mengatur hormon pada tanaman (Harahap, 2021). Menurut Kurniawan

(2021) Senyawa alkaloid ini memiliki karakter toksin, repellent, dan

antifeedant pada serangga.

d. Flavonoid

Senyawa flavonoid terdapat pada semua bagian tumbuhan tingkat

tinggi termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, bunga, buah, dan

biji. Flavonoid umumnya memiliki ikatan dengan gugus gula yang

menyebabkan flavonoid lebih mudah larut dalam air atau pelarut polar.

e. Tanin

Tanin merupakan senyawa turunan fenolik. Tanin yang diproduksi

oleh tanaman berfungsi sebagai substansi pelindung di dalam jaringan

maupun di luar jaringan (Indrawijaya dkk., 2019). Tanin merupakan

bahan aktif yang dapat berperan sebagai pertahanan tanaman terhadap

serangga dengan cara menghalangi serangga dalam mencerna makanan

dengan cara mengikat protein, karbohidrat dan mineral dalam sistem

pencernaan serangga, sehingga proses penyerapan makanan dalam

sistem pencernaan terganggu serta rasa yang pahit pada tanin dapat

menyebabkan serangga tidak mau makan, sehingga serangga akan

kelaparan, pergerakannya semakin melemah dan akhirnya mati.

30
f. Cerberin

Tanaman Bintaro khususnya pada buah dan bunga mengandung

senyawa cerberin. Cerberin merupakan golongan alkaloid atau

glikosida.

Selain itu, penelitian yang dilakukan IPB mengatakan buah dari

tanaman bintaro terdiri dari 92% biji dan 8% daging buah. Terdapat juga

kandungan toksin di dalam buah bintaro. Buahnya sering juga disebut

Cerber karena bijinya dan semua bagian pohonnya mengandung racun

yang disebut “cerberin” yaitu racun yang dapat menghambat saluran ion

kalsium di dalam otot jantung manusia, sehingga dapat mengganggu detak

jantung dan dapat menyebabkan kematian. Bahkan asap dari pembakaran

kayunya pun juga dapat menyebabkan keracunan.

Senyawa kimia yang terdapat di dalam ekstrak bintaro mengandung

senyawa-senyawa yang mempunyai efek penghambat perkembangan hama

tikus. Pada daun, buah, dan kulit batang tanaman bintaro mengandung

Saponin, daun dan buahnya mengandung polifenol yang dikenal sangat

toksik terhadap serangga dan bisa menghambat aktifitas makan hama, dan

kulit batangnya mengandung Tanin.

5. Ekologi Penyebaran

Tanaman Bintaro tersebar luas di kawasan tropis indo fasifik termasuk

Indonesia. Habitat aslinya adalah daerah pantai dan hutan mangrove

(bakau). Namun kini Bintaro banyak ditanam sebagai pohon penghijauan

penyerap karbondioksida (CO2).Tanaman bintaro ini juga banyak tumbuh

31
di sekitar rawa dan ditepi sungai di beberapa Negara seperti india, Vietnam,

Bangladesh, kamboja dan Myanmar. Di Madagskar biji buahnya menjadi

racun berat mengandung glikosida yang bersifat toksik tinggi bagi jantung.

E. Tinjauan Umum Tentang Pengendalian Hama Tikus

Pengendalian tikus bukan hal yang mudah karena tikus menempati habitat

yang sesuai dan keperidiannya tinggi. Analisis spesies tikus yang menjadi

masalah di pertanian pada berbagai bagian dunia memperlihatkan keragaman

yang nyata dari sudut ekologi. Ini berarti bahwa pengelolaan setiap spesies tikus

untuk setiap lokasi spesifik harus dirancang secara khusus pula. Pengendalian

dengan satu metode seperti pengendalian keperidian, penggunaan predator,

mengurangi pemencaran atau kombinasi cara-cara tersebut mungkin efektif

untuk satu spesies, tetapi tidak untuk spesies yang lain dapat dipelihara dan

dimanfaatakan sebagai musuh alam karena burung hantu memangsa bermacam-

macam jenis serangga maupun tikus yang merusak tanaman pertanian.

Penanganan dengan memanfaatkan predator ini dirasa cukup efektif, efisien dan

tidak memiliki dampak lingkungan terhadap lahan pertanian, hasil pertanian

dan dampak kesehatan terhadap petani.

Terdapat beberapa metode untuk mengendalikan tikus yang dapat

dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi setempat, secara garis besar dapat

dikelompokkan ke dalam empat kelompok yaitu :

1. Pengendalian secara kultur teknis dengan membuat lingkungan yang tidak

menguntungkan bagi kehidupan dan perkembangan populasi tikus yakni

32
dengan cara pengaturan pola tanam, pengaturan waktu tanam, pengaturan

jarak tanam.

2. Pengendalian secara fisik dan mekanis yakni dengan membunuh tikus

dengan bantuan alat seperti senapan angin dan perangkap. Perangkap tikus

merupakan metode pengendalian yang paling tua.

3. Pengendalian secara biologi (Pengendalian hayati) yakni dengan

pemanfaatan musuh alami tikus seperti kucing, ular sawah, elang, dan

burung hantu.

F. Tinjauan Umum Tentang Teknologi Pengendalian Hama Tikus Terpadu

(PHTT)

Tikus sawah (Rattus Argentiventer) merupakan hama padi utama pada

kerusakan yang di timbulkan cukup luas dan hampir terjadi di setiap musim.

Tikus sawah mirip dengan tikus rumah, tetapi telinga dan ekornya lebih pendek

daripada panjang kepala-badan dengan rasio 96,4 ± 1,3%, telinga lebih pendek

daripada telinga tikus rumah. Tikus sawah betina memiliki 12 puting susu. Daya

adaptasi tikus sawah tinggi, sehingga mudah tersebar di dataran rendah maupun

dataran tinggi. Tikus sawah menggali lubang untuk berlindung dan

berkembang-biak. Perkembangbiakan tikus sawah termasuk tingi, jumlah anak

tikus sawah per induk mencapai 6-18 ekor untuk peranakan pertama dan 6-8

ekor untuk perankan kedua. Pada satu musim tanam tikus betina dapat

melahirkan 2-3 kali, sehingga satu induk mampu menghasilkan sampai 100

ekor anak tikus, sehingga populasi akan bertambah cepat meningkatnya. Hama

adalah suatu gangguan yang terjadi pada tanaman atau pada komoditas tertentu

33
yang disebabkan oleh binatang sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan

dan kerugian secara ekonomis. Tikus Sawah (Rattus argentiveter) memiliki

panjang dari ujung kepala sampai ekor 270-370 mm, panjang ekornya 130-192

mm dan panjang kaki belakang 32-39 mm dan panjang telinga 18-21 mm. Tikus

sawah memiliki kemampuan menyusui karena memiliki puting sebanyak 12.

Warna rambut badan atas coklat muda berbintik-bintik putih, rambut bagian

perut putih atau coklat pucat. Tikus sawah banyak di jumpai di sawah dan

padang alang-alang.

Sarang tikus pada penanaman padi masa vegetatif cenderung pendek dan

dangkal, sedangkan pada masa generatif lebih dalam, bercabang dan luas karena

mereka sudah mulai bunting dan melahirkan anak. Selama awal musim

perkembangbiakan tikus hidup masih soliter, yaitu satu jantan dan satu betina,

tetapi pada musim kopulasi banyak dijumpai beberapa pasangan dalam satu

liang/sarang. Sebaran populasi tikus sawah cukup tinggi setiap tahunnya dan

menyebab kerusakan yang berdampak bagi hasil panen padi. Daya rusak tikus

berdampak pada kerusakan tanaman padi 5 kali lipat dari kebutuhan makannya.

Pada saat persemaian, kerusakan terjadi karena benih dimakan atau dicabut.

Satu ekor tikus dapat merusak ±283 bibit per malam (126 – 522 bibit

berumur 2 hari). Pada stadia anakan sampai anakan maksimal, tikus merusak

dengan cara memakan bagian titik tumbuh dan pangkal batang yang lunak,

sedangkan bagian batang lain ditinggalkannya. Daya rusak pada periode

tersebut ±80 batang per malam (11 – 76 tunas). Ketika padi sudah mulai berisi

(bunting), tikus akan merusak sampai ±103 batang per malam (224 – 26 tunas).

34
Sedangkan waktu bermalai, daya rusak ±12 malai per malam (1 – 35 malai).

Dari sejumlah mulai dipotongnya, tikus hanya mengonsumsi beberapa bulir

gabah dan selebihnya dibiarkan berserakan. Permasalahan lapangan di tingkat

petani adalah; a. pada umumnya, pengendalian tikus dilakukan setelah terjadi

serangan berat (kerusakan padi telah parah), hal ini merupakan penanganan

terlambat, b. sering terjadi ledakan populasi tikus dan tidak diantisipasi

sebelumnya sehingga menimbulkan kerugian besar, yang artinya monitoring

lemah, c. petani kurang peduli menyediakan sarana pengendalian dan

menganggap serangan tikus merupakan masalah “biasa”, d. organisasi

pengendalian yang lemah dan pelaksanaan pengendalian yang dilakukan

sendiri-sendiri dalam lingkup terbatas dan tidak berkelanjutan, e. adanya

beragam mitos yang menghambat tindakan pengendalian yang merupakan

masalah sosial-budaya, f. belum sepenuhnya mengetahui aspek dinamika

populasi tikus sebagai dasar penerapan PHTT, hal ini termasuk salah dalam

penerapan teknik pengendalian.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1992

Tentang Sistem Budidaya Tanaman Perlindungan Tanaman menjelaskan bahwa

perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem Pengendalian Hama

Terpadu (PHT) dan pelaksanaan perlindungan tanaman menjadi tanggung

jawab masyarakat dan Pemerintah. Sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT)

adalah upaya pengendalian populasi atau tingkat serangan organisme

pengganggu tumbuhan dengan menggunakan satu atau lebih dari berbagai

teknik pengendalian yang dikembangkan dalam suatu kesatuan, untuk

35
mencegah timbulnya kerugian secara ekonomis dan kerusakan lingkungan

hidup. PHT merupakan sistem pengendalian hama yang dihubungkan dengan

dinamika populasi dan lingkungan spesies hama, memanfaatkan perpaduan

semua teknik dan metode yang memungkinkan secara compatible untuk

menekan populasi hama agar selalu di bawah tingkat yang menyebabkan

kerugian ekonomi.

Strategi PHTT didasarkan pada pemahaman petani akan biolegi dan

ekologi tikus. PHTT sebaiknya dilakukan sejak awal tanam secara intensif dan

berkelanjutan dengan memanfaatkan kombinasi teknologi yang sesuai dan tepat

waktu. Kegiatan PHTT diprioritaskan pada awal tanam untuk menurunkan

populasi tikus serendah mungkin. Pelaksaan PHTT dilakukan oleh kelompok

tani secara bersama-sama dan terkoordinasi dengan penyuluh pertanian untuk

skala luas.

Pemilihan kombinasi teknologi pengendalian disesuaikan dengan kondisi

agrosistem budidaya padi dilokasi sasaran pengendalian dan stadia tumbuh

tanaman padi. Kegiatan pengendalian hama tikus ditekankan pada awal musim

tanam untuk menekan populasi awal tikus sejak awal pertanaman sebelum tikus

memasuki masa reproduksi. Kehadiran tikus di lingkungan persawahan dapat

di deteksi dengan memantau tanda-tanda keberadaannya, seperti melihat

langsung tikus, jejak kaki tikus, jalur jalan atau lintasan tetap tikus, kotoran

tikus, lubang aktif, hasil tangkapan TBS dan LTBS, metode bait card dan

serangan atau kerusakan tanaman.

36
G. Hipotesis

Berdasarkan paparan diatas, peneliti membuat hipotesis sebagai berikut :

1. Hipotesis Nol (Ho)

Tidak ada perbedaan signifikan dalam efektivitas pemanfaatan biji buah

Bintaro (Cerbera Manghas) sebagai pestisida nabati dalam mengendalikan

hama tikus sawah (Rattus argentiventer).

2. Hipotesis Alternatif (Ha)

Ada perbedaan signifikan dalam efektivitas pemanfaatan biji buah

Bintaro (Cerbera Manghas) sebagai pestisida nabati dalam mengendalikan

hama tikus sawah (Rattus argentiventer).

37
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen dengan

kelompok kontrol dan kelompok perlakuan untuk mengevaluasi efektivitas

buah Bintaro dalam mengendalikan populasi hama tikus sawah.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi pengambilan sampel (buah bintaro) dan tempat penelitian

direncanakan di kampus Politeknik Kesehatan Kemenkes Makassar

Jurusan Teknologi Laboratorium Medis.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini direncanakan pada bulan Februari 2024.

C. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang akan digunakan adalah buah bintaro yang telah

matang dan aquadest/air bersih.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang akan digunakan yaitu pisau atau alat

pemotong, oven, blender, wadah penyimpanan kedap udara, saringan, wadah

aplikasi/alat penyemprot, masker dan sarung tangan.

E. Prosedur Penelitian

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

38
2. Dipilih buah Bintaro yang sudah matang dengan baik. Pastikan untuk

memperoleh buah yang sehat dan tidak cacat.

3. Dibersihkan dengan air bersih untuk menghilangkan kotoran atau debu

yang menempel.

4. Dipisahkan isi biji buah Bintaro dari kulitnya dengan membuka buah dan

mengambil bijinya. Hindari menyentuh biji karena dapat mengandung

senyawa toksik.

5. Dijemur di bawah sinar matahari atau gunakan oven dengan suhu rendah

untuk mengeringkannya biji bintaro. Pastikan biji benar-benar kering

sebelum melanjutkan proses selanjutnya.

6. Digunakan alat berupa blender atau penggiling untuk menghancurkan biji

Bintaro yang telah dikeringkan menjadi bubuk halus. Pastikan konsistensi

bubuk cukup halus untuk mempermudah pengaplikasian dan penyebaran

pada tanaman.

7. Di saring untuk memastikan kehalusan bubuk menggunakan saringan atau

kain tipis.

8. Disimpan dalam wadah kedap udara, seperti botol kaca atau plastik yang

rapat pestisida nabati yang dihasilkan.

9. Sebelum digunakan, campurkan bubuk Bintaro dengan air dalam proporsi

yang tepat sesuai dengan petunjuk atau rekomendasi.

10. Di Uji terlebih dahulu pada sebagian kecil tanaman untuk mengukur

dampaknya.

39
F. Kerangka Operasional

Pengumpulan dan Persiapan Buah Bintaro

Pengumpulan dan Persiapan Buah Bintaro

Pemisahan Isi Biji dari Kulit Buah

Pengeringan Biji Bintaro

Penggilingan atau Penghancuran Biji Bintaro

Pengujian dan Penyaringan

Penyimpanan

Penggunaan

40
DAFTAR PUSTAKA

Amelya, T., Akbar, J., Lestari, S. D., Hamid, A., Hafizh, M., & Haryanto, L. I.

2023. Efektivitas Ekstrak Buah Bintaro (Cerbera manghas L.) dan Limbah

Kulit Pisang sebagai Pestisida Nabati dan Pengkilap Aglaonema. Jurnal

Riset Rumpun Ilmu Tanaman, 2(2), 36-50.

Apriyanti, L. 2021. Pengaruh Ekstrak Biji Bintaro (Cerbera odollam Gaertn)

Terhadap Mortalitas Kutu Putih (Planococcus minor) Pada Tanaman Kakao

(Theobroma cacao L.) Sebagai Sumber Belajar Biologi. Skripsi. Lampung :

Universitas Muhammadiyah Metro.

Bahtiara, M. D. 2022. Pengaruh Air Rendaman Kulit Buah Bintaro (Cerbera

odollam Gaertn.) Terhadap Mortalitas Helicoverpa armigera Hubner.

Skripsi. Malang : Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.

Fathuddin, M., Yulyawan, E. K., & Wahyudi, D. 2023. Pemanfaatan Limbah

Produksi Biodiesel Buah Bintaro Sebagai Sumber Energi Terbarukan. Jurnal

Teknik Juara Aktif Global Optimis, 3(1), 24-32.

Fazila, Z. R. 2018. Pengaruh Lama Simpan Pestisida Nabati Ekstrak Daun Gulma

Siam (Chromolaena odorata) Terhadap Mortalitas Ulat Grayak

(Spodoptera litura) Pada Tanaman Sawi (Brassica juncea L.). Skripsi.

Tarakan : Universitas Borneo Tarakan.

Gunadi, M. L. P., Yulinda, R., & Sari M. M. 2022. Pengaruh Serbuk Kering Buah

Bintaro (Cerbera manghas L.) Terhadap Mortalitas Hama Kutu Beras

(Sitophilus oryzae L.) Dalam Berbagai Media Penyimpanan. JUSTER :

Jurnal Sains dan Terapan, 1(3), 29-39.

41
Iqbal, M., Bachri, A., & Abidin, Z. 2023. Rancang Bangun Alat Penjebak Tikus

(Mouse Trap) Otomatis Dikontrol Via Iot (Internet Of Things). Jurnal.

RESISTOR (Elektronika Kendali Telekomunikasi Tenaga Listrik

Komputer), 6(2), 99-102.

Mahfiroh, S., Murwani, E., & Mutripah, S. 2018. Efektivitas Buah Bintaro

(Cerbera manghas L.) Terhadap Penurunan Populasi Hama Tikus Rumah

(Rattus rattus diardii). Jurnal.

Monareh, J., & Ogie, T. B. (2020). DISEASE CONTROL USING BIOPESTICIDE

ON RICE PLANTS (Oryza sativa L.). Jurnal Agroekoteknologi

Terapan, 1(1), 11-13.

Nasution, dkk. 2022. Pemanfaatan Pestisida Buah Bintaro (Cerbera Manghas)

Sebagai Pembasmi Hama Tikus Alami (PESBURO). Karya Tulis Ilmiah.

Bengkulu: Universitas Bengkulu.

Nisah, Khoirun. 2023. Efektivitas Ekstrak Buah Bintaro (Carbera menghas L)

Terhadap Mortalitas Hama Tikus Putih (Paracoccus marginatus) Pada

Tanaman Pepaya (Carica papaya L.) Secara In Vitro. Skripsi. Pekanbaru :

Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

Nurmianti, L., & Gusmarwani, S. R. 2020. Penentuan Lethal Dose 50% (LD50)

Pestisida Nabati Dari Campuran Buah Bintaro, Sereh, Bawang Putih,

Lengkuas (Variabel Waktu Pemasakan Dan Ratio Masing-Masing

Bahan). Jurnal Inovasi Proses, 5(1), 22-26.

Putra, B. G., & Arjunet, R. T. 2019. Teknologi Geospatial untuk Investigasi

Penyerangan Rattus Argentiventer, sebagai Upaya Mitigasi Lahan

42
Pertanian. JURNAL SWARNABHUMI: Jurnal Geografi dan Pembelajaran

Geografi, 4(2), 108-114.

Putri, I. S., & Gusmarwani, S. R. 2019. Pengambilan Cerberin Dari Buah Bintaro

Sebagai Bahan Utama Pestisida Nabati (Variabel Perbandingan Siklus,

Metode Pengaplikasian dan Jenis Hama). Jurnal Inovasi Proses, 4(1), 36-

39.

Rahim, A. R. 2020. Pemanfaatan Buah Bintaro Sebagai Pestisida Pengusir Hama

Tikus Desa Karanggeneng Kecamatan Karanggeneng. DedikasiMU: Journal

of Community Service, 2(2), 286-297.

Safitri, Eka. 2023. Efektivitas Pengendalian Hama Tikus Pada Tanaman Padi

(Oryza sativa) Dengan Pemanfaatan Burung Hnatu (Tyto alba) Di Desa

Sumber Rejeki Kecamatan Karang Agung Ilir Kabupaten Banyuasin. Skripsi.

Palembang : Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Palembang.

Siregar, H. M., Priyambodo, S., & Hindayana, D. 2020. Preferensi serangan tikus

sawah (Rattus argentiventer) terhadap tanaman padi. Agrovigor: Jurnal

Agroekoteknologi, 13(1), 16-21.

Siregar, H. M., Priyambodo, S., & Hindayana, D. 2021. Analisis pergerakan tikus

sawah (Rattus argentiventer) menggunakan linear trap barrier

system. Gontor AGROTECH Science Journal, 7(2), 215-230.

Susanti, R., Risnawati., & Fadhillah, W. 2019. Uji Kualitatif Metabolit Primer dan

Metabolit Sekunder Tanaman Bintaro Sebagai Repellent Terhadap Hama

Tikus (Rattus argentiventer). Penelitian. Medan : Universitas

Muhammadiyah Sumatera Utara.

43
Widakdo, D. S. W. P. J., & Setiadevi, S. 2017. Respon Hama Ulat Buah Melon

Terhadap Aplikasi Pestisida Nabati Buah Bintaro (Cerbera manghas L.) Pada

Berbagai Konsentrasi. Agrotechnology Research Journal, 1(2), 48-51.

Wulandari, K., & Ahyanti, M. 2018. Efektivitas ekstrak biji bintaro (Cerbera

manghas) sebagai larvasida hayati pada larva Aedes aegypti Instar III. Jurnal

Kesehatan, 9(2), 218-224.

Yismawanto, B. P., Dharmawan, M. T., & Santi, S. S. 2022. Kajian efektivitas

moluskisida dari daging buah bintaro terhadap keong mas. ChemPro, 3(1),

88-94.

44

Anda mungkin juga menyukai