Anda di halaman 1dari 4

Terdapat berbagai keadaan yang memicu terjadinya serangan asma, diantara lain:

1. Kegiatan fisik (exercise)

2. Kontak dengan alergen dan irritant

Allergen dapat disebabkan oleh berbagai bahan yang ada di sekitar penderita

asma seperti misalnya kulit, rambut, dan sayap hewan. Selain itu debu rumah yang

mengandung tungau debu rumah (house dust mites) juga dapat menyebabkan alergi.

Hewan seperti lipas (cockroaches, kecoa) dapat menjadi pemicu timbulnya alergi

bagi penderita asma. Bagian dari tumbuhan seperti tepung sari dan ilalang serta

jamur (nold) juga dapat bertindak sebagai allergen.

Irritans atau iritasi pada penderita asma dapat disebabkan oleh berbagai hal

seperti asap rokok, polusi udara. Faktor lingkungan seperti udara dingin atau

perubahan cuaca juga dapat menyebabkan iritasi. Bau-bauan yang menyengat dari

cat atau masakan dapat menjadi penyebab iritasi. Selain itu, ekspresi emosi yang

berlebihan (menangis, tertawa) dan stres juga dapat memicu iritasi pada penderita

asma.

3. Akibat terjadinya infeksi virus

4. Penyebab lainnya. Berbagai penyebab dapat memicu terjadinya asma yaitu:

a. Obat-obatan (aspirin, beta-blocker)

b. Sulfite (buah kering wine)

c. Gastroesophageal reflux disease, menyebabkan terjadinya rasa terbakar pada

lambung (pyrosis, heart burn) yang memperberat gejala serangan asma

terutama yang terjadi pada malam hari

d. Bahan kimia dan debu di tempat kerja


Nilai reliabiliti konsistensi internal dari survei 5 pertanyaan ACT adalah 0,84 pada total

sampel (n = 436). 133 pasien dikategorikan tidak terkontrol berdasarkan tingkat kontrol

spesialis (tidak terkontrol sama sekali, kontrol buruk, dapat dikatakan terkontrol) nilai

reliabiliti konsistensi internal dari survei 5 pertanyaan ACT adalah 0,83. Nilai reliabiliti

konsistensi internal dari survei 5 pertanyaan ACT pada 303 pasien dengan kategori terkontrol

(terkontrol dengan baik atau terkontrol penuh) adalah 0,79. Terdapat korelasi sedang sampai

rendah antara ACT, VEP1, tingkat kontrol spesialis. Koefisien korelasi tertinggi terdapat

antara tingkat kontrol spesialis and nilai ACT (r = 0,45; p = 0,0001). Korelasi antara tingkat

kontrol spesialis dan VEP1 dalam tingkatan sedang (r = 0,37; p = 0,0001). Korelasi antara

KVP1 dan ACT rendah (r = 0,19; P = 0001) 19 Michael dkk. menyatakan bahwa penggunaan

ACT sama efektifnya dibandingkan spirometri dalam mengidentifikasi asma tidak terkontrol

1
Berdasarkan beberapa alat ukur yang digunakan untuk menilai tingkat kontrol asma,

kuesioner yang paling sering digunakan yaitu kuesioner Asthma Control Test (ACT)

(Sundaru, 2011). ACT lebih valid, reliable, mudah digunakan dan lebih komprehensif

dibandingkan jenis kuesioner lain sehingga dapat digunakan secara luas (Edisworo, 2009).

ACT adalah suatu uji skrining berupa kuesioner tentang penilaian klinis seorang pasien asma

untuk mengetahui asmanya terkontrol atau tidak. Kuesioner ini terdiri dari lima pertanyaan,

dikeluarkan oleh American Lung Association bertujuan memberi kemudahan kepada petugas

kesehatan dan pasien untuk mengevaluasi asma pada pasien yang berusia diatas 12 tahun dan

menetapkan terapi pemeliharaannya. ACT tidak memakai kriteria faal paru untuk menilai

kontrol asma (Nathan et al, 2004 dalam Widysanto dkk, 2009). Parameter yang dinilai dalam

kuesioner ACT adalah gangguan aktivitas harian akibat asma, frekuensi gejala asma, gejala

malam, penggunaan obat pelega dan persepsi terhadap kontrol asma (Zaini, 2011).

Pertanyaan pada Asthma Control Test berjumlah lima buah dan tiap pertanyaan diskor mulai
1
Ii and Pustaka, “Materi Skripsi 2.”
dari 1 sampai dengan 5. Telah dilakukan uji validasi dengan sensitifitas 68,4% dan

spesifisitas 76,2% (Eddy, 2008 dalam Kusumawati, 2010). Interpretasi hasil yaitu apabila

jumlah nilai sama atau lebih kecil dari 19 adalah asma tidak terkontrol, apabila nilai 20-24

adalah asma terkontrol sebagian


Ii, B A B, and Tinjauan Pustaka. “Materi Skripsi 2,” 2009, 10–42.

Kedokteran, Fakultas, and Universitas Andalas. “Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1,”

2013, 1–9.

Qoriah, Siti, Yuli Widyastuti, and Cemi Nur Fitria. “Pengaruh Tehnik Prnapasan Buteyko

Terhadap Control Pause Pada Penderita Asma” 2, no. 1 (2019): 1–9.

2
Kedokteran and Andalas, “Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1.”
3
Qoriah, Widyastuti, and Nur Fitria, “Pengaruh Tehnik Prnapasan Buteyko Terhadap Control Pause Pada
Penderita Asma.”

Anda mungkin juga menyukai