Anda di halaman 1dari 20

Tugas PKWU

Konsep – Konsep Kewirausahaan Para Tokoh


Wirausahawan
Kliping
Disusun untuk Memenuhi Mata Pelajaran PKWU

Disusun Oleh :

Anisatul Ulfa Anami (07)

X MIPA 1

SMA Negeri 1 Kencong

Jl. Kartini No. 8, Desa Wonorejo, Kencong, Krajang, Wonorejo, Kencong, Kabupaten Jember,
Jawa Timur 68167

TAHUN PELAJARAN 2020/2021


Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya
dapat menyelesaikan tugas membuat kliping ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari kliping ini adalah untuk memenuhi tugas pada bidang studi PKWU.
Selain itu, kliping ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang konsep kewirausahaan bagi
para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya menyadari, kliping yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan kliping ini.

Puger, 07 Agustus 2020

Penulis
Konsep Kewirausahaan

Sampai saat ini konsep kewirausahaan masih terus berkembang. Kewirausahan adalah suatu sikap,
jiwa dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru yang sangat bernilai dan berguna bagi
dirinya dan orang lain. Kewirausahaan merupakan sikap mental dan jiwa yang selalu aktif atau kreatif
berdaya, bercipta, berkarya dan bersahaja dan berusaha dalam rangka meningkatkan pendapatan
dalam kegiatan usahanya.

Seseorang yang memiliki karakter wirausaha selalu tidak puas dengan apa yang telah dicapainya.
Wirausaha adalah orang yang terampil memanfaatkan peluang dalam mengembangkan usahanya
dengan tujuan untuk meningkatkan kehidupannya. Norman M. Scarborough dan Thomas W.
Zimmerer (1993:5), “An entrepreneur is one who creates a new business in the face of risk and
uncertainty for the purpose of achieving profit and growth by identifying opportunities and asembling
the necessary resources to capitalze on those opportunities”. Wirausahawan adalah orang-orang yang
memiliki kemampuan melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis; mengumpulkan sumber
daya-sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat, mengambil keuntungan
serta memiliki sifat, watak dan kemauan untuk mewujudkan gagasan inovatif kedalam dunia nyata
secara kreatif dalam rangka meraih sukses/meningkatkan pendapatan. Intinya, seorang wirausaha
adalah orang-orang yang memiliki karakter wirausaha dan mengaplikasikan hakikat kewirausahaan
dalam hidupnya. Dengan kata lain, wirausaha adalah orang-orang yang memiliki jiwa kreativitas dan
inovatif yang tinggi dalam hidupnya.

Dari beberapa konsep di atas menunjukkan seolah-olah kewirausahaan identik dengan kemampuan
para wirausaha dalam dunia usaha (business). Padahal, dalam kenyataannya, kewirausahaan tidak
selalu identik dengan karakter wirausaha semata, karena karakter wirausaha kemungkinan juga
dimiliki oleh seorang yang bukan wirausaha. Wirausaha mencakup semua aspek pekerjaan, baik
karyawan swasta maupun pemerintahan (Soeparman Soemahamidjaja, 1980). Wirausaha adalah
mereka yang melakukan upaya-upaya kreatif dan inovatif dengan jalan mengembangkan ide, dan
meramu sumber daya untuk menemukan peluang (opportunity) dan perbaikan (preparation) hidup
(Prawirokusumo, 1997).

Kewirausahaan (entrepreneurship) muncul apabila seseorang individu berani mengembangkan usaha-


usaha dan ide-ide barunya. Proses kewirausahaan meliputi semua fungsi, aktivitas dan tindakan yang
berhubungan dengan perolehan peluang dan penciptaan organisasi usaha (Suryana, 2001). Esensi dari
kewirausahaan adalah menciptakan nilai tambah di pasar melalui proses pengkombinasian sumber
daya dengan cara-cara baru dan berbeda agar dapat bersaing. Menurut Zimmerer (1996:51), nilai
tambah tersebut dapat diciptakan melalui cara-cara sebagai berikut:

1. Pengembangan teknologi baru (developing new technology)


2. Penemuan pengetahuan baru (discovering new knowledge),
3. Perbaikan produk (barang dan jasa) yang sudah ada (improving existing products or services),
4. Penemuan cara-cara yang berbeda untuk menghasilkan barang dan jasa yang lebih banyak
dengan sumber daya yang lebih sedikit (finding different ways of providing more goods and
services with fewer resources).
Walaupun di antara para ahli ada yang lebih menekankan kewirausahaan pada peran pengusaha kecil,
namun sebenarnya karakter wirausaha juga dimiliki oleh orang-orang yang berprofesi di luar
wirausaha. Karakter kewirausahaan ada pada setiap orang yang menyukai perubahan, pembaharuan,
kemajuan dan tantangan, apapun profesinya.

Dengan demikian, ada enam hakikat pentingnya kewirausahaan, yaitu:

1. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diwujudkan dalam perilaku yang dijadikan sumber
daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat, proses dan hasil bisnis (Ahmad Sanusi, 1994)
2. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang dibutuhkan untuk memulai sebuah usaha dan
mengembangkan usaha (Soeharto Prawiro, 1997)
3. Kewirausahaan adalah suatu proses dalam mengerjakan sesuatu yang baru (kreatif) dan
berbeda (inovatif) yang bermanfaat dalam memberikan nilai lebih.
4. Kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda
(Drucker, 1959)
5. Kewirausahaan adalah suatu proses penerapan kreatifitas dan keinovasian dalam memecahkan
persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan usaha (Zimmerer, 1996)
6. Kewirausahaan adalah usaha menciptakan nilai tambah dengan jalan mengkombinasikan
sumber-sumber melalui cara-cara baru dan berbeda untuk memenangkan persaingan.

Berdasarkan keenam pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan adalah nilai-nilai
yang membentuk karakter dan perilaku seseorang yang selalu kreatif berdaya, bercipta, berkarya dan
bersahaja dan berusaha dalam rangka meningkatkan pendapatan dalam kegiatan usahanya. Meredith
dalam Suprojo Pusposutardjo(1999), memberikan ciri-ciri seseorang yang memiliki karakter
wirausaha sebagai orang yang :

(1) percaya diri,

(2) berorientasi tugas dan hasil,

(3) berani mengambil risiko,

(4) berjiwa kepemimpinan,

(5) berorientasi ke depan, dan

(6) keorisinalan.

Jadi, untuk menjadi wirausaha yang berhasil, persyaratan utama yang harus dimiliki adalah memiliki
jiwa dan watak kewirausahaan. Jiwa dan watak kewirausahaan tersebut dipengaruhi oleh
keterampilan, kemampuan, atau kompetensi. Kompetensi itu sendiri ditentukan oleh pengetahuan dan
pengalaman usaha. Seperti telah dikemukakan di atas, bahwa seseorang wirausaha adalah seseorang
yang memiliki jiwa dan kemampuan tertentu dalam berkreasi dan berinovasi. Ia adalah seseorang
yang memiliki kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (ability to create the
new and different) atau kemampuan kreatif dan inovatif. Kemampuan kreatif dan inovatif tersebut
secara riil tercermin dalam kemampuan dan kemauan untuk memulai usaha (start up), kemampuan
untuk mengerjakan sesuatu yang baru (creative), kemauan dan kemampuan untuk mencari peluang
(opportunity), kemampuan dan keberanian untuk menanggung risiko (risk bearing) dan kemampuan
untuk mengembangkan ide dan meramu sumber daya.
Tokoh – Tokoh Wirausahawan Bidang Kerajinan

1. Eni Aryani : Dari Kaleng Bekas Menjadi Produk Ratusan Juta Hingga Tembus Pasar
Australia.

Bagi kita mungkin sampah adalah sesuatu yang sama sekali tidak berguna. Namun untuk Eni Aryani
sampah justru jadi sumber penghasilan tambahan yang cukup besar.

Dengan bermodalkan kaleng dan kayu bekas, Eni bisa menghasilkan omset sampai ratusan juta
perbulannya.

Ia sangat terampil menyulap sampah yang tak berguna menjadi kerajinan tangan yang bernilai jual.
Karyanya memiliki ciri khas tersendiri pada motif dan desainnya yang membedakan dari produk
kerajinan lain pada umumnya.

Wanita kelahiran Yogyakarta, 22 Desember 1979 ini membuat lebih dari 20 macam varian produk.
Diantaranya yaitu guci stempel, kaleng krupuk, vas bunga, tenong, ceret angkringan, tempat kue,
ember, pensil, siraman bunga, dan barang-barang keperluan rumah tangga lainnya.

Walaupun hanya dari kaleng dan kayu bekas, barang yang dibuat Eni ternyata dijual dengan harga
yang cukup mahal. Yaitu sekitar ratusan ribu sampai jutaan rupiah.
Salah satu alasan mengapa harganya cukup mahal karena kerajinan itu dibuat sepenuhnya dengan
tangan (handmade).

Harga yang ditawarkan mulai dari Rp 200 ribu sampai Rp 1,2 juta per unitnya. Barang kerajinan yang
mahal biasanya berupa hiasan atau pajangan yang dibuat custom.

Bisnis Wastraloka ini dirintis oleh Eni Aryani sejak tahun 2014.

Konon pada saat memulai bisnis, Eni hanya menggunakan modal sebesar Rp 5 juta. Sebagian besar
hanya digunakan untuk membeli bahan baku berupa cat akrilik dan barang bekas.

Selama berjalan satu tahun usahanya terus mengalami perkembangan. Permintaan akan barang
kerajinan kian membludak setelah Eni memasarkan produknya secara online.

Dengan banyaknya permintaan maka tak heran jika Eni bisa meraup omset sampai ratusan juta
perbulannya.

Singkat cerita produk wastraloka kian terkenal. Terlebih lagi selama setahun menjalankan bisnis ini
atau lebih tepatnya pada tahun 2015, Eni mengikuti ajang pameran kerajinan tangan terbesar di
Indonesia yaitu Inacraft.

Eni merasa sangat beruntung mengikuti ajang tersebut karena dengan mengikuti Inacraft ia bisa
memasarkan produk kerajinan tangannya pada jangkauan yang lebih luas.

Setelah 2 tahun menggeluti bisnisnya wastraloka dengan omset yang cukup besar, Eni mulai berpikir
untuk fokus menggarap bisnisnya.

Ia yang bekerja sebagai karyawan swasta pada suatu perusahaan ingin mengundurkan diri (resign)
dari pekerjaannya.
Sementara untuk lokasi bisnis wastraloka, Eni memiliki tempat workhshop kerajinan tangan di
Yogyakarta. Dan untuk pemasarannya wastraloka memiliki galeri pemasaran di kawasan Kemang,
Jakarta Selatan.

Untuk pembelinya sendiri tidak hanya dari kalangan perorangan atau individu, tetapi juga dari
kalangan korporasi besar seperti restoran dan hotel. Bahkan sampai di ekspor ke Jepang dan Australia.

Dalam proses produksinya, Eni dibantu oleh 8 orang pegawai. Namun jika orderan sedang banyak-
banyaknya Eni juga mempekerjakan 5 freelancer.

Untuk pengerajin kalengnya ada 3 orang dan dibantu 2 orang freelance. Sementara pelukisnya ada 5
orang dan dibantu 2 orang freelance.

2. Diah Rahmalita: Bisnis Piring dan Gelas Bekas yang Bernilai Jutaan Rupiah.

Jika Anda memiliki barang bekas piring, gelas, dan botol beling di rumah maka Anda patut meniru
kreativitas mbak Diah Rahmalita (47).

Di tangan mbak Diah barang bekas yang berupa piring, gelas, dan botol beling adalah sesuatu yang
bisa dikreasikan menjadi barang bernilai jual tinggi.

Diah memulai bisnis Decoupage-nya pada tahun 2007. Yang awalnya membuat decoupage hanya
sebagai side job, lalu berkembang menjadi sebuah bisnis yang besar.

Decoupage pada umumnya adalas seni menempelkan kertas tisu dan dilukis dengan menggunakan cat.

Bisnis yang ditekuni Diah dengan brand Lita Art pada awalnya hanya menggunakan modal sekitar Rp
1 juta untuk membeli cat dan media.

Sementara sisanya hanya menggunakan barang bekas berupa gelas, piring, dan botol beling.
Diah bisa menjalani bisnis decoupage ini karena hobi semata. Ia sama sekali tak memiliki latar
belakang seni. Bahkan gelar sarjana yang dimilikinya pun justru diraih dari Jurusan Ekonomi.

Walaupun awalnya Diah sempat ragu menekuni bisnisnya, tetapi pada akhirnya ia memilih untuk
terjun lebih dalam .

Berangkat dari hobinya yang senang melukis maka ia pun mencoba membuat suatu produk yang
bernilai jual. Ia memoles barang-barang bekas menjadi suatu kerajinan yang cantik dan menarik untuk
dijadikan pajangan.

Setelah 4 tahun menjalani bisnis decoupage, ia juga membuat karya seni lukis kaca. Nama usahanya
itu dikenal dengan brand Lita Art.

Pada tahun 2011, ia memprediksi bahwa Lita Art akan menjangkau pasar yang luas.

Maka untuk mempertahankan bisnisnya itu, ia rela resign dari pekerjaannya sebagai karyawan dari
salah satu perusahaan swasta.

Masalah mulai muncul ketika Diah fokus menggarap bisnisnya. Diah kesulitan memasarkan
produknya karena memang ia belum memiliki pasar yang tetap.

Ia bingung kemana produknya harus dipasarkan dan tidak ada juga yang mengarahkan.

Yang ada dalam benaknya ketika membuat kerajinan adalah bagaimana ia bisa membuat karya lalu
ditawarkan ke orang. Kalau laku yah alhamdulillah kalau nggak laku yah jadi koleksi pribadi ajah.

Semuanya berubah ketika karya Diah mulai dilirik oleh Pemerintah Daerah.

Mereka beranggapan bahwa keahlian Diah yang bisa menyulap barang bekas menjadi hiasan dan
pajangan yang bernilai jual adalah sesuatu yang unik dan kreatif.

Akhirnya Diah mulai mendapat bantuan promosi gratis dari Dinas kota yaitu Disperindag, Dinas
Koperasi, dan Dinas Pariwisata sehingga Diah bisa keliling Indonesia dan bahkan sampai ke beberapa
negara untuk mengikuti pameran.
Diah mengaku memiliki beberapa pelanggan dari luar seperti negara Asia dan Eropa. Kalau dari Asia
ada Thailand, Malaysia, India, Brunei, dan China. Sedangkan dari Eropa ada Swiss, Kroasia, Turki,
Italia, dan Bulgaria.

Produk decoupage-nya dibanderol dengan harga mulai dari Rp 20 ribu sampai jutaan rupiah.
Produknya yang paling mahal adalah decoupage yang dibuat dari botol beling besar. Harganya
mencapai Rp 1,5 juta rupiah.

Saat ini omset yang diraup Diah perbulannya sekitar 10 sampai 20 juta. Bahkan jika ikut pameran bisa
lebih dari itu.

3. Made Sutamaya : Pengepul Sampah Kayu Menjadi Pengusaha Beromset Rp 300 Juta
Per Bulan.
Sampah kayu terkadang masih dipandang sebelah mata oleh sebagian orang. Padahal dengan hanya
memberikan sentuhan seni dan kreativitas maka sampah itu bisa jadi produk yang bernilai jual.

Hal itulah yang dilakukan oleh salah satu tokoh wirausahawan di bidang kerajinan yang sukses di
Bali, Made Sutamaya (49).

Dalam usahanya yang bernama Kioski Gallery, Ia berhasil mengolah tumpukan sampah kayu bekas
yang berserakan di pinggir pantai menjadi desain interior bernilai jutaan rupiah.

Karyanya cukup mampu menggemparkan jagad bisnis kerajinan yang ada di Indonesia. Ia juga bisa
bersaing dengan para pengusaha yang lebih berpengalaman dengan menampilkan berbagai karya
interior desain unik, kreatif, dan berkesan mewah.

Made memaparkan bahwa ia mendirikan bisnis ini pada tahun 2003. Pengalaman kerja selama 23
tahun pada salah satu perusahaan mebel menjadi modal dasar (basic) dalam membangun bisnisnya.

Made mengungkap bahwa modal awalnya memulai usaha ini hanya dua karung plastik kayu pantai,
paku, dan palu. Dengan berbekal pengalaman mengolah kayu, Made berhasil menyulap sampah kayu
menjadi produk berharga jutaan.

Made yang hanya lulusan SMA seringkali melihat banyaknya sampah kayu yang kerap berada di
pinggir pantai. Jumlahnya cukup banyak apalagi jika musim hujan.

Dalam proses pembuatan kerajinan, potongan-potongan kayu yang didapat langsung disortir terlebih
dahulu mana yang layak digunakan dan mana yang tidak.

Selanjutnya kayu-kayu itu dikeringkan kemudian lanjut pada tahap perakitan.

Setelah melalui proses perakitan, Made lalu mendesain dan membentuknya menjadi berbagai macam
model interior yang diinginkan seperti kursi, kaca, meja, lampu, dan lain-lain.

Dalam proses merakit Made biasanya menggunakan lem kayu atau paku.

Untuk membuat produk yang berkualitas tinggi tentu harus memerhatikan dengan seksama jenis
sampah kayu yang digunakan. Mulai dari konsep, konstruksi, maupun kualitas kayu agar nanti tidak
terjadi masalah dalam hal perakitan.

Setelah semuanya selesai, langkah selanjutnya adalah pernis. Seluruh kursi, meja, kaca, dan karya
lainnya akan dibuat mengkilap dengan cairan tertentu.

Untuk masalah persediaan kayu Made tidak terlalu ambil pusing karena memang melimpah di pinggir
pantai pada saat musim hujan.

Kalau pun suatu saat ia kehabisan stock di pantai, ia siap membeli kayu bekas pada orang-orang yang
menawarkannya.

Harga yang dibanderol untuk karya-karya Made Sutamaya melalui Kioski Gallery seperti kursi, meja,
kaca, maupun lampu berdiri sekitar ratusan ribu hingga jutaan rupiah.
Produk buatan Made ini juga bisa dijamin kualitasnya. Walaupun berasal dari kayu bekas tapi ia bisa
menjamin kalau karyanya itu bisa bertahan 20 sampai 30 tahun mendatang.

Made menuturkan bahwa kuatnya konstruksi kayu dikarenakan terjadi proses kimiawi.

Pada saat terombang-ambing dilautan kayu mengalami reaksi kimia dengan air laut yang berkadar
garam tinggi. Akibatnya kayu menjadi awet dan tidak mudah keropos.

Ada kesenangan tersendiri yang dirasakan Made dalam menjalankan bisnisnya. Karena selain
mendapat keuntungan ia juga mampu menekan jumlah sampah kayu yang ada di pinggir pantai.

Untuk pemasaran produknya sendiri sudah mencapai pasar internasional seperti Jerman, Perancis,
Belanda, Afrika, dan Italia.

Made mengaku mengalami kesulitan untuk menjual produknya pada awal mula bisnis ini. Pasalanya
ia hanya menunggu datangnya pembeli di Gallery-nya. Karena kurangnya pembeli sehingga mau
tidak mau ia harus bergerak sendiri mencari pembeli.

Satu-satunya cara yang bisa dilakukan untuk menjual lebih banyak produk adalah dengan mengikuti
pameran.

Cara ini dianggap sebagai jalan alternetif untuk menemukan calon pembeli yang potensial.

Setelah mengikuti pameran, Made mulai bermanuver dengan media online seperti Facebook untuk
memasarkan produk dagangannya.

Alhasil, dengan kedua cara itu ia berhasil meraup keuntungan besar dari bisnisnya.

Lama-kelamaan nama Made Sutamaya semakin terkenal lewat interior desain yang menggunakan
sampah kayu bekas yang mampu meraup omset sampai Rp 300 juta per bulan.
Selain mempunyai omset yang besar, Made juga berhasil meraih beberapa penghargaan. Salah
satunya adalah Parama Karya Award 2015 dari sang Presiden Indonesia, Joko Widodo.

Made menuturkan bahwa apa yang didapatkannya saat ini adalah buah hasil kerja kerasnya yang
dibantu oleh 30 orang karyawan yang justru sebagian besar dari kalangan yang putus sekolah
termasuk ibu-ibu pengangguran.

Made saat ini telah memiliki 250 mitra bisnis yang tersebar di Bali, Sumbawa, Lombok, dan Jawa
Timur. Ia juga menambahkan bahwa semakin banyak rekan bisnis yang dimiliki maka akan semakin
baik untuk memperluas jaringan pemasaran.

4. Nur Handiyah : Dari Sampah Kulit Kerang Menjadi Barang Bernilai Jutaan Rupiah.

Pengusaha lain yang sukses dari memanfaatkan barang bekas sebagai bahan bakunya adalah Nur
Handiyah J Taguba.

Di tangan Nur, tumpukan sampah kulit kerang bisa diubah menjadi produk kerajinan tangan yang
bernilai jual.

Semuanya berawal ketika Nur dan sang suami Jamie Taguba melihat banyak tumpukan sampah kulit
kerang di pinggir pantai.

Nah dari situ ia bersama sang suami berencana untuk memanfaatkan sampah kulit kerang untuk
diolah menjadi barang pajangan yang indah.

Bisnisnya yang bernama Multi Dimensi Shell Craft didirikan pada tahun 2000.

Untuk membuat suatu product kerajinan, terlebih dahulu kulit kerang harus dicuci bersih sebelum
akhirnya siap pakai.

Tahapan selanjutnya adalah tahap pengolahan dan desain sesuai dengan yang diinginkan. Agar kulit
kerang bisa kuat, dibutuhkan material tambahan sebagai penyangga. Biasanya berupa besi,
alumunium, dan fiber glass.
Salah satu alasan khusus mengapa Nur menekuni bisnisnya ini adalah untuk menekan jumlah sampah
kulit kerang yang berserakan di pinggir pantai.

Nur mendapat pasokan sampah kulit kerang dari para nelayan yang ada di utara Jawa. Untuk setiap
ton kulit kerang dibeli dengan harga Rp 1,5 juta.

Hal ini tentu bisa jadi pendapatan tambahan bagi para nelayan yang pekerjaan utamanya mencari ikan.

Setelah dicuci bersih, selanjutnya kulit kerang dikirim ke Jalan Astapada Kavling 130, Kabupaten
Cirebon Jawa Barat.

Sampah kulit kerang ini bisa dibuat menjadi barang pajangan antik seperti lampu, vas bunga, piring,
kursi, meja, dan lain-lain.

Dalam proses desain sampah kulit kerang, Nur dibantu oleh para pemuda yang ada di sekitar
rumahnya.

Ia sendiri sama sekali tak punya basic sebagai pengrajin kulit kerang. Ia hanya sarjana jurusan
matematika dan bekerja sebagai PNS. Dan sang suami sendiri Jamie Taguba bekerja sebagai
kontraktor dan mekanik.

Usahanya kian melejit ketika piring dan vas bunga yang dibuat dari kulit kerang dilirik oleh
Pemerintah Daerah Cirebon.

Permintaan yang datang semakin meningkat dan Nur semakin menunjukkan kemampuannya dalam
mendesain sampah kulit kerang.

Kemampuan itu ia dapatkan dari masukkan berbagai kalangan, salah satunya dari para pembeli baik
yang dari dalam negeri maupun yang dari luar.

Berangkat dari masukan itu ia mulai berani memvariasikan produknya seperti lampu gantung, dan
barang pajangan lain yang bernilai jual tinggi.

Nur mengaku bahwa ia dan sang suami nekat membangun bisnis dari sampah kulit kerang dengan
modal yang sedikit. Mereka hanya mengandalkan aset yang dimiliki seperti pesawat telepon dan
mobil bak.

Dalam hal ini aset tersebut tidak dijual, melainkan dimanfaatkan secara langsung.

Untuk lebih fokus dalam pengembangan bisnis Multi Dimensi Shell Craft, Nur dan sang suami
memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya.
Di awal usahanya, proses pemasaran produk kerajinan dari kulit kerang hanya mengandalakan
jaringan pertemanan yang cukup luas dari sang suami.

Harga yang ditawarkannya pun masih dalam harga promosi.

Selain itu, Nur dan sang suami juga mulai mengikuti berbagai kegiatan pameran dengan tujuan
memperkenalkan produk mereka.

Nur handiyah J Taguba menuturkan bahwa rata-rata setiap bulannya ia dan suami mampu
mengirimkan 4 kontainer barang pajangan yang dibuat dari kulit kerang ke berbagai negara Uni
Eropa. Diantaranya yaitu Italia, Spanyol, Inggris, Perancis, dan Jerman.

Selain di Eropa, barang kerajinan milik Nur juga dikirimke berbagai negara lain seperti Amerika
Serikat dan pasar Timur Tengah, mencakup Kuwait, Bahrain, Irak, dan Arab Saudi.

Pengiriman barang juga dilakukan untuk negara Jepang dan Thailand, bahkan sampai ke beberapa
negara di benua Afrika.

5. Naomi Susilowati Setiono : Wanita Mandiri yang Jadi Pengusaha Batik Sukses
Naomi (46 tahun) adalah orang yang ingin memajukan dunia Batik Lasem sebagai kerajinan asli
Indonesia yang bernilai tinggi. Baik itu dalam maupun di luar negeri. Perjuangan yang ia lakukan
dalam mengembangkan batik lasem atau laseman ini sangat besar.

Meskipun ia berasal dari keluarga terpandang, ia sama sekali tak tinggi hati, justru ia selalu
memperlakukan siapa saja dengan baik. Tanpa mendiskriminasi orang.

Karena suatu masalah, pada tahun 1980, lulusan Sekolah Menengah Apoteker Theresianan Semarang
ini ditegur oleh orang tuanya. Dan akhirnya dikucilkan di usianya yang baru menginjak 20 tahun. Saat
itu Naomi hengkang menuju Kabupaten Kudus.

Masa itu adalah masa yang sulit baginya, tetapi sebagai gadis remaja yang mandiri ia berani banting
tulang untuk mencukupi kebutuhannya sehari-hari.

Awalnya Naomi bekerja sebagai tukang cuci pakaian. Karena tergiur penghasilan yang lebih tinggi, ia
beralih profesi jadi pemotong batang rokok di Pabrik Djarum Kudus.

Namun karena kurang cekatan, ia hanya memperoleh penghasilan yang sedikit, yaitu Rp 375 per hari.
Padahal pekerja lain bisa memotong batang rokok sampai berkarung-karung dan berpenghasilan Rp
2.000-an perhari.

Kemudian ia beralih profesi jadi kernet bus Semarang-Lasem. Singkatnya ia diminta kembali oleh
orang tuanya tinggal di Lasem. Itu juga dengan berbagai cemoohan. Derajat Naomi seakan-akan lebih
rendah dari pembantu. Mau minta makan dan air saja ke pembantu. Bahkan ia tidak diperbolehkan
memasuki rumah besar.

Tetapi Naomi tidak dendam pada keluarganya. Semua perlakuan itu ia terima dengan lapang dada.
Dari situ perlahan ia mulai mempelajari cara pembuatan batik lasem.
Diawali dari proses pendesainan, cara memegang canting, melapisi kain dengan malam, dan
bagaimana cara mewarnai dengan baik ia perhatikan dengan seksama. Ini juga termasuk salah satu
faktor keberhasilan Naomi Susilowati Setiono.

Sampai pada suatu hari di tahun 1990, orang tuanya memutuskan untuk tinggal di Jakarta bersama
adik-adiknya. Naomi mau tidak mau harus meneruskan usaha batik yang ditinggal orang tuanya.
Disinilah awal dari kesuksesan sosok Naomi dalam dunia perbatikan.

Salah satu perubahan yang ia lakukan pada usaha orang tuanya adalah mengubah sistem dan aturan
lama bagi para pekerja. Dalam hal ini ia memberi kesempatan pada para pengrajin untuk menjalankan
ibadah shalat.

Suasana kerja juga tak lagi seperti atasan dan bawahan. Naomi menganggap para pengrajin sebagai
rekan usaha yang sama-sama menguntungkan dan membutuhkan.

Saat siang hari, ia terjun langung dalam proses pembuatan batik. Sementara malam harinya digunakan
untuk membuat desain.

Dibandingkan dengan batik Solo dan Yogya, batik lasem atau laseman memiliki perkembangan yang
jauh tertinggal. Naomi dengan menggunakan peralatan tradisional berusaha membuat perkembangan
pada batik laseman.

Ia mengerahkan 30 pengrajin Batik Tulis Tradisional Laseman Maranatha di Jalan Karangturi I/ I


Lasem, Rembang dimana ia sebagai pemimpinnya.

Jadi tak heran bila rekan-rekannya memintanya untuk menjadi ketua cluster batik lasem yang saat ini
belum diberi nama. Untuk kedepannya, cluster ini akan diberi nama semacam asosiasi pengrajin atau
pengusaha batik lasem.

“Tentu saja semua itu tak akan terjadi tanpa adanya kebaikan Tuhan” ujar Naomi sembari mensyukuri
atas perbaikan hidup yang dialaminya.
Walaupun ia bukan pengusaha batik nomor satu di Kabupaten Rembang, tetapi beliau sudah cukup
terkenal dalam dunia perbatikan. Khususnya batik lasem.

Dengan statusnya yang single parent dan memiliki dua orang anak yaitu Priskilla Renny (23) dan
Gabriel Alvin Prianto (17), ia juga aktif sebagai pendeta di beberapa gereja. Belakangan ini ia
disibukkan dengan mengisi seminar ke berbagai instansi tentang seluk beluk batik lasem.

Saat ini ia juga sedang merintis pengaderan pengrajin batik ke sekolah-sekolah secara gratis. Tentu
saja ini termasuk langkah yang diambil agar batik laseman bisa terus berkembang.

Naomi menuturkan “ Kalau bukan kami sendiri yang mengader, siapa lagi? Kita tidak bisa hanya
terus mengandalkan pemerintah!”

Naomi bahkan pernah mengemukakan gagasannya di hadapan Bupati Rembang Hendarsono untuk
menambahkan cara membatik ke dalam pelajaran muatan lokal. Namun sayang, ide tersebut tidak
ditanggapi dan dianggap tidak berhasil.

Sampai disini Naomi tak langsung menyerah, ia langsung terjun ke sekolah-sekolah untuk
menyampaikan gagasan tersebut. “Untuk masalah tempat tidak usah khawatir, saya bisa meminjam
balai desa, jadi tak perlu keluar uang” tutur Naomi.

Di tengah kesibukannya, produktivitasnya tak pernah menurun. Naomi dan kawan-kawannya


menghasilkan rata-rata 150 potong batik tulis perbulannya. Batik motif akulturasi budaya Cina dan
Jawa ini dikirim ke beberapa daerah seperti Serang, Medan, dan Surabaya.

Naomi telah membuktikan pada kita bahwa segala usaha, kerja keras, dan pantang menyerah akan
selalu membuahkan hasil yang manis. Jadi kalau ditanya hal-hal apa saja yang membuat Naomi
Susilowati Setiono sukses dan berhasil? Maka inilah jawabannya.
Ditambah lagi dengan keinginannya yang kuat untuk memajukan batik di Indonesia agar jaya
kembali. Karena kecintaannya terhadap batik membuatnya sadar bahwa batik adalah kebudayaan
bangsa yang harus dilestarikan.

6. Komang Adi : Dari Hobi Melukis Hingga Jadi Pengusaha Berpenghasilan 175 Juta
Perbulan

Dialah Komang Adi, pelukis asal Gianyar, Bali. Yang saat ini telah sukses setelah melalui banyak
tantangan dan rintangan. Ayo kita bahas biografi Komang Adi pelukis Bali.

Komang Adi sendiri sejak masih anak-anak sudah hobi melukis. Setelah tamat SMP ia memutuskan
untuk lanjut ke Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR) Batu Bulan, Sukawati demi mengasah
hobinya.

Pada tahun 1997 ia lulus dan memilih untuk terjun langsung menekuni dunia lukis sekaligus
menjadikannya sebagai ladang usahanya. Saat itu lukisan masih belum banyak peminatnya.

Jadi Komang mengawali usahanya dengan menjual aneka macam pigura lukisan dan foto. Dari situ, ia
sendiri mulai memasarkan piguranya dan mengenalkan usahanya pada para pelanggan.

Sembari memasarkan pigura, Komang juga tetap berlatih guna mengambangan kemampuan
melukisnya dan mengamati seperti apa lukisan di pasaran. Inilah hal hal yang membuat komang adi
berhasil dan sukses seperti sekarang ini.

Di tahun 2000, Komang memberanikan diri memasarkan lukisannya. Mulai dari menjual satu sampai
dua lukisan perharinya dan terus berkembang hingga akhirnya Komang telah memiliki galeri sendiri
yang ia beri nama “Komang Adi Galeri”.
Lukisan karya Komang Adi sudah menembus pasar luar negeri. Diantaranya Australia, Jerman,
Amerika, Jerman, dan Perancis.

Saat itu permintaan lama-lama kian meningkat dan Komang sudah tak sanggup bila harus
melayaninya sendiri. Dari situ ia mulai merekrut beberapa pelukis untuk dijadikan karyawan. Sampai
saat ini, komang telah memiliki 34 pelukis yang bekerja untuknya.

Komang bisa menjual 300 lukisan ke pasar domestik tiap bulannya dan untuk ke mancanegara ia rutin
mengirim sekitar 300 lukisan setiap 3 bulan sekali. Peminat lukisan Komang Adi di Indonesia datang
dari berbagai kota seperti Bandung dan Jakarta.

Harga lukisan di galeri Komang dibanderol mulai dari Rp 50 juta – Rp 45 juta untuk ukuran yang
sangat besar. Komang mengaku omzet dari usahanya ini sekitar Rp 175 juta perbulannya. Dari sini
kita bisa belajar bahwa bisnis sukses itu berawal dari yang kecil, itulah yang terjadi Komang Adi
Gallery milik Komang Adi.

Seiring dengan berjalannya waktu, ternyata lukisan Komang tak hanya diminati oleh orang Indonesia
saja, tetapi juga banyak orang asing yang melancong ke Pulau Dewata dan mampir ke galerinya.

Komang berusaha mencari strategi bagaimana cara menggaet lebih banyak turis agar datang ke
galerinya. Yaitu dengan bekerja sama dengan para tour guide dan agen perjalanan untuk mengajak
turis ke galerinya.

Dan sebagai imbalannya. Setiap tour guide atau agen perjalanan yang berhasil membawa turis untuk
datang ke galerinya dan membeli lukisan akan mendapatkan komisi dari Komang. Jumlah komisi
yang didapat dihitung berdasarkan harga lukisan yang terjual.

Sejak saat itulah pesanan lukisan semakin membludak dan akhirnya Komang membuat website agar
pembeli bisa melakukan pemesanan secara online maupun melalui telepon. seperti itulah jalan hidup
dan profil Komang Adi.
Penutup

 Kesimpulan

Berwirausaha di bidang kerajinan terkadang memiliki keistimewaan tersendiri dibandingkan usaha


lainnya. Dalam bisnis ini dibutuhkan kreativitas dan jiwa seni yang tinggi. Sosok wirausahawan yang
sukses dalam bidang kerajinan adalah mereka yang pandai melihat peluang bisnis di sekitar mereka.

 Saran

Semoga dengan adanya kliping ini dapat menjadi tambahan pengetahuan bagi para pembaca. Semoga
kliping ini dapat menginspirasi pembaca untuk berwirausaha.

Anda mungkin juga menyukai