Anda di halaman 1dari 10

TUGAS BAHASA INDONESIA

ANALISIS ISI DAN KEBAHASAAN NOVEL


“ORANG-ORANG PROYEK”

NAMA: BERLIAN MAWAR PERMATA PUTRI

KELAS : XII MIPA 3

NO.ABS: 07

SMA NEGERI 1 KOTA MADIUN

TAHUN PELAJARAN 2020/2021


1. UNSUR-UNSUR PEMBANGUN NOVEL

A. UNSUR INTRINSIK
1. TEMA :
Pada novel yang berjudul “Orang-orang proyek” mengangkat tema
mengenai idealisme yang bersinggungan dengan kepentingan politik.
Maraknya korupsi dan ketidak adilan yang dilakukan oleh para pejabat
partai politik maupun non partai politik dalam proyek pembangunan
jembatan. Dan mengindikasikan bahwa orang-orang yang berkecimpung
dalam proyek itu identik dengan keserakahan, meraih keuntungan
pribadi, tanpa memikirkan kualitas dari proyeknya tersebut.

2. TOKOH DAN PENOKOHAN :


 Tokoh Protagonis :
a. Kabul : pemuda baik hati
Bukti :
- “Aparat keamanan? Apa urusan mereka dengan saya?”
- “oh, dik kabul...”. Dalkijo tertawa, melepas kacamata
hitamnya,lalu menuang minuman ke dalam gelas.
- “Terima kasih atas nasihat Pak Dalkijo. Untuk mereka yang suka
gampangan dan serba mudah,nasihat bapak tentu pas. Dan maaf,
saya bukan dari kalangan seperti itu. Jadi saya memilih
mengundurkan diri terhitung sejak hari ini”.
- “maaf, pak. Keputusan saya tak bisa ditarik lagi. Saya keluar!”
b. Wati : perhatian, plin-plan, dan suka memutuskan perkara secara
sepihak.
Bukti :
- “ Kenapa mas?” suara wati terdengar lirih tapi bening.
- “ itulah syarat yang ditentukan agar tiang jembatan siap diberi
beban”.
- “terus terang,ya. Padahal dia seniorku di fakultass teknik”.
- “semoga saja keinginan mas terlaksana. Sebab bila tidak dan mas
meninggalkan proyek ini, aku pun akan ikut keluar”.
c. Basar : Berjiwa pemimpin, setia kawan, peduli
Bukti :
- “ sekali lagi, ini bahasa ekstrem. Semua hal yang dimaksud
termasuk lima rukun dalam agama kita, bila pengamalan
kelimanya tidak menjadi bagian internal, tidak menghasilkan
proses penyempurnaan akhlak atau budi luhur”.
d. Pak Tarya : bijak, peduli
Bukti :
- “ ah, saya malu. Saya kan hanya tukang mancing...”
- “ kan zaman sudah edan, mas. Pilihan kita hanya dua, ikut edan
atau jadi korban keedanan”.
e. Mak sumeh : nyinyir, makcomblang
Bukti :
- “ eh, pak insinyur. Masa iya, diminta makan bareng aja tak mau”.
- “ haus ya, pak insinyur”.
- “ biasa, di proyek mana yang tidak panass? Semua itu biasa.
Yang penting hati pak insinyur tidak gersang. Eh!maaf”.
- “ anu, tapi sebelumnya aku minta maaf. Apa pak insinyur belum
tahu Wati..anu..suka sama pak insinyur?”

 Tokoh Antagonis :
a. Dalkijo : serakah, tamak
Bukti :
- “ saya tahu, dalam perhitungan yang wajar, keuntungan kita dari
proyek-proyek yang kita kerjakan adalah nol atau malah minus.
Tapi, ya itu tadi, kalau bisa bermain, nyatanya perusahaan kita
masih bisa jalan. Bisa menggaji karyawan termasuk dik Kabul
sendiri. Dan saya, hehe, bisa ganti Herleu Davidson model terbaru
setiap selesai mengerjakan satu proyek, rekening pun bertambah,
jadi, apa lagi?”
- “ya. Keputusan itu ku ambil tadi malam setelah aku berbicara
dengan pemilik proyek, tokoh-tokoh partai, dan khususnya jajaran
GLM. Mereka telah setuju kebijakan yang ku ambil. Dan itu pula
keputusan yang ku bawa saat ini”.

3. ALUR / PLOT :
a. Pengenalan situasi :
Cerita dalam novel ini diawali oleh narasi yang menceritakan tentang
kondisi sungai Cibawor. Hal ini dibuktikan oleh kutipan berikut :
“ Pagi ini sungai Cibawor kelihatan letih. Tiga hari yang lalu hujan
deras di hulu membuat sungai ini banjir besar..” penulis
menggambarkan keadaan sungai Cibawor yang kotor dan penuh
sampah. Suasana pasca banjir kian damai disusul dengan kicauan
burung diatas pohon. Tokoh pertama yang muncul adalah pak tua
yang sangat gemar memancing dan memainkan seruling, pada
akhirnya datanglah pemeran utama yang tertarik dengan alunan
seruling yang dimainkan oleh pemancing tua tersebut.
b. Konflik :
Konflik dalam novel ini dimulai karena rasa penasaran seorang tokoh
Kabul tentang korupsi di dalam sebuah proyek yang menyelundupkan
dana pembangunan serta material bangunan untuk membangun
sebuah jembatan, dengan sikap tokoh kabul seperti itu, ia merasa
bahwa korupsi yang terjadi di sebuah proyek tersebut bukanlah hal
yang wajar terjadi, Kabul sendiri merasa tidak nyaman dengan
adanya kondisi korupsi yang terjadi di proyek tersebut.
c. Klimaks :
Puncak konflik mulai terjadi saat manajer proyek memerintahkan
Kabul untuk menggunakan pasir Sungai Cibawor sebagai bahan
untuk pengecoran jembatan dan menggunakan besi berkarat untuk
pembangunan. Tindakan tersebut tentu saja tidak dapat diterima
oleh Kabul karena tindakan yang dilakukan oleh manajer proyek
tersebut terlalu menyimpang bahkan dapat disebut dengan korupsi
sebuah proyek.
d. Penyelesaian :
Akhir dari cerita novel ini yaitu di akhiri dengan perasaan bahagia
dan sedih. Kabul merasa begitu tenang karena Kabul telah
meninggalkan proyek tersebut dan Kabul mulai menata kembali jalan
yang akan dia tempuh. Perasaan sedih saat Kabul hendak melewati
jembatan, di mana jembatan itu bertuliskan “awas, jembatan rusak”,
ternyata benar pembangunan sisa yang ditinggalkan Kabul menuai
kehancuran dan akan berdampak pada masyarakat.

4. LATAR :
a. Latar tempat :
 Sungai : di sungai ini dijelaskan bagaimana tempat pada
sungai Cibawor yang kotor dan keadaan air yang keruh
dan menimbulkan ketidak nyamanan orang yang
melihatnya.
Bukti : “...tapi sampai di pinggri kali ini ternyata air masih
keruh..”
 Warung Mak Sumeh :
Bukti : “ Kabul masuk warung Mak Sumeh, menarik kursi
sambil minta minuman kesukaannya...”
 Rumah Pak tarya :
Bukti :...kamu mimpi apa tadi malam, Bu, kok sekarang
kita men erima tamu orang penting?..”
 Rumah Wati :
Bukti : “ Di pintu Kabul disambut oleh ibu Wati...”
 Kantor proyek:
Bukti : “ kula nuwun!” ujar Kang Mantasatang di depan
pintu kantor.

b. Latar waktu :
 Malam hari :
 “...malam ini tante Ana muncul di proyek..”
 “padahal udara malam kemarau terasa dingin dan
kering..”
 “selarut ini Pak Tarya mau mancing?”
 “malam ini Basar, Kades, menerima tiga tamu lelaki..”
 Pagi hari :
 “...Basar hampir terlambat shalat subuh karena bangun
kesiangan...”
 Siang hari :
 “...bila sudah panas, berteduh dulu”
 “ makan siang yuk, Mas sudah lapar ,kan?...”
 Malam minggu :
 “ namun setidaknya Kabul bisa menerima diri ketika
malam minggu kemarin Wati mengajaknya nonton film
ke kota.”
 Sore hari :
 “tapi, tadi sore Wircumplung datang lagi...”
 “namun ketika pergi memancing sore ini Pak Tarya
tidak singgah ke warung Mak Sumeh...”

c. Latar sosial :
Latar sosial pada novel orang-orang proyek adalah kehidupan
pekerja proyek jembatan Cibawor, termasuk Kabul yang
bekerja sebagai pelaksana proyek. Kebiasaan pekerja kasar
seperti kuli bangunan yang harus tunduk kepada atasannya
dan juga para pemain (koruptor) yang harus jeli untuk melihat
peluang untuk melakukan korupsi tanpa diketahui oleh banyak
orang. Sedangkan kabul dan Basar yang menjadi mantan
aktivis tetap memegang kejujuran dan idealisme.

d. Latar suasana :
 Sepi :
Bukti :
 “Sepi, sehingga terdengar desis air yang menembus
celah-celah batu tempat Kabul dan Pak Tarya duduk...”
 “...Jawabannya ada di warung Mak Sumeh dan warung-
warung lain yang sepi..”
 Rindang :
Bukti :
 “Sekali lagi batu-batu besar di pinggir Cibawor yang
dipayungi kerindangan pohon mbulu...”
 Gelisah :
Bukti :
 “kegelisahan rasanya sampeyan mulai tidak kerasan di
proyek ini?”
 Emosi :
Bukti :
 “kegaduhan itu mengundang para pekerja datang. Cak
Mun, Kang Asep, Bejo, semua datang. Mereka
membujuk Kang Martasatang dan Wircumplung
menghentikan amukan”.
 “ Dalkijo menarik kedua kekinya dari atas meja dan
membantingnya ke lantai..”

5. SUDUT PANDANG :
Di dalam novel “Orang-orang proyek” pengarang menggunakan sudut
pandang orang ketiga maha tahu. Hal ini dibuktikan dengan pengarang
yang selalu menyebut nama tokoh-tokoh pemeran novel tersebut, di
mana seakan-akan pengarang begitu mengerti mengenai perasaan yang
dialami oleh tokoh. Salah satu bukti penggunaan sudut pandang “dia”
adalah : Mata Wati membelalak. Lalu menunduk tersenyum. Wati
merasa ada sesuatu yang menyublim, entah apa, datang dari kata-kata
Kabul dan lambat laun mengendap dalam hatinya. Sejuk, terasa jembar,
nyaman sekali, atau Wati malah berdebar-debar.

6. GAYA BAHASA :
a. Gaya simbolik :
 “ lelaki itu telah lama menjadikan kerindangan pohon
mbulu di tepi sungai Cibawor...” menandakan sungai
Cibawor dengan pepohonannya yang rindang.
 “...Basar mengangguk tanda mengerti..” menggambarkan
dimana Basar mengangguk pada saat mereka berbincang,
ini menandakan bahwa Basar telah mengerti.

b. Gaya personifikasi :
 “...pemancing tua itu merasa dirinya benar-benar hadir dan
ikut berdenyut dengan alam di sekitarnya..”
 “ketika ujung-ujung ranting yang menggantung itu mulai
bergoyang oleh sentuhan angin..”
c. Gaya hiperbola :
 “ mungkin karena benar-benar larut dalam perjalanan yang
sangat mengasyikan dia tak menyadari ada orang lain
hadir hanya beberapa langkah di sampingnya”
 “..mata kedua tamunya sudah tampak berkobar..”
 “..hatinya serasa tertusuk..”
d. Gaya antiklimak :
 “..bersamaan dengan tarikan napasnya yang kian
melambat, matanya pun mulai terpejam. Lelaki tau itu
tertidur sambil duduk”

7. AMANAT :
Amanat yang dapat kita pelajari dari novel yang berjudul “orang-orang
proyek” adalah jika merasa berpendidikan, maka kita harus menjalankan
sesuatu sesuai pilihan ilmunya dan dengan sebaik-baiknya. Meski
kepatuhan tersebut menuai banyak penghinaan, kita harus
mengamalkan ilmu yang didapat tanpa terpengaruh politik.
B. UNSUR EKSTRINSIK :

1. LATAR BELAKANG TEMPAT TINGGAL :


Lingkugan tempat tinggal penulis (Ahmad Tohari) yang berada di Desa
Banyumas yang selalu menginspirasinya dalam menulis novel orang-
orang proyek tersebut, kawasan Desa Banyumas tersebut menjadikan
penulis menggunakan latar belakang tempat tinggal untuk sebuah novel
yang berjudul orang-orang proyek.

2. LATAR BELAKANG SOSIAL DAN BUDAYA :


Novel orang-orang proyek mengandung unsur-unsur sosial dan budaya,
dibuktikan dengan di jelaskannya tentang status hubungan antara
insinyur dengan pekerja proyek yang dapat dilihat oleh masyarakat
dalam kehidupan sehari-harinya.

3. LATAR BELAKANG RELIGI :


Dapat dilihat dari beberapa penggalan cerita, karena pengarang sering
kali menuliskan peristiwa atau dialog yang menjelaskan tentang
keislaman.
4. LATAR BELAKANG EKONOMI :
Ditunjukan pengarang dalam menggambarkan kesulitan ekonomi yang
dihadapi oleh para pekerja proyek, dan juga terlihat dalam tingkah
Martasatang yang kehilangan pekerjaannya. Karena, dibangunnya
proyek jembatan. Para pekerja proyek yang harus puas dengan upah
rendah yang ia dapatkan.
2. UNSUR KEBAHASAAN DALAM NOVEL :

A. PERSONIFIKASI :
 Memancing di tempat itu adalah berkawan dengan
keheningan, dengan semilir angin, dengan lambaian
ranting-ranting yang mengayun di atas air atau cericit
burung-burung emprit.
 Ketika ujung-ujung ranting yang menggantung itu mulai
bergoyang oleh sentuhan angin, ketika burung-burung
kecil itu mulai mercicit-cicit di seputar sarang mereka.
 Mereka (burung-burung emprit) ikut terayun-ayun bersama
goyangan ranting ketika angin bertiup. Dan mereka tetap
berkejaran, mercicit, tak peduli air di bawahnya belum
sepenuhnya surut seperti sediakala.
 Dan suara yang lembut dan samar kembali mengalun
iramanya menyapa batu-batu, pucuk-pucuk pinang, ikut
mengalir bersama air sungai Cibawor, lalu berbaur dan
melayang bersama desau angin.
 Akarnya mencuat ke atas seperti tangan-tangan yang ingin
menggapai sesuatu untuk bertahan.
 Angin menerobos untuk lewat jendela kaca yang setengah
terbuka.
 Maka, meski banjir sempat menyentuh ujung-ujung
rantingnya yang bergantung di atas air, pohon itu
bergeming.
 Alunan utu membawanya mengembara ke ruang jiwa
dengan rasa yang amat mendalam.

B. PERUMPAAN :
 Kelelawar berdatangan untuk menyambara serangga yang
seperti diundang oleh cahaya lampu.
 Ketenangan di bawah pohon mbulu itu seakan diberi bobot
lain oleh kedatangan seorang pemancing tua.
 Kami sama seperti kebanyakan orang kampung ini, miskin.
 Terasa betul Biyung tetap memandangya sebagai anak
yang masih kanak-kanak.
 Jemari yang sudah mengering itu seperti bergerak atass
perintah suasana untuk mengolah bunyi yang ikut
mendukung keteduhan di bawah pohon mbulu itu.
 Maka kehadiran Wati di proyek itu seakan menjadi
penyeimbang bagi neraca yang miring.
 Cibawor seperti sedang di gelontor dari hulu dengan bah
besaryang perkat berlumpur.
 Alunan seakan datang dari lubuk alam, dengan suara
burung perkutut liar yang kebetulan sedang hinggap dalam
kerimbunan pohon mbulu.
 Di sebelah utara, lampu-lampu besar yang menerangi
proyek membuat angkasa di atasnya seperti berada dalam
kabut cahaya.

C. EROTESIS :
 Tapi apakah Pak Tarya salah?
 Apa kamu kira negara kita yang konon ber-pancasila ini,
dan yang semua aparatnya sudah ditatar P4, adalah
negara republik demokrasi?
 Ya, bukankah Kabul sendiri orang proyek?
 Haruskah mereka menanggung beban sejarah
seumurhidup?
 Haruskah anak-cucu mereka terus menanggung hukuman
kesalahan politik yang tidak mereka lakukan?

D. ANTI KLIMAKS :
 Dalam sistem kekuasaan seperti ini, presiden merasa
dirinya rasa. Dan birokrasi di bawahnya , dari pusat sampai
ke daerah, merasa diri mereka adalah patih,adipate,
parikel, penewu, dan seterusnya.
 Karena bumi, air, udara, dan kekayaan yang terkandung
serta manusia yang hidup di atasnya adalah milik raja dan
para pembantunya. “korupsi” hanya ada pada kamus
negara republik. Tapi republik belum pernah tegak di
negara ini.

E. ALEGORI :
 Alunan itu membawanya mengembara ke ruang jiwa
dengan rasa yang amat mendalam. Dia merasa melayang,
bersentuhan dengan puncak kesadaran, dan dari sana dia
merasakan hadirnya kearifan semesta.
 Permukaan tanah kering yang amat luas di sekitar proyek
membinarkan fatamorgana.
 Halus dan menyapa puncak-puncak rassa.
 Gemintang menghilang karena langit mulai berawan.

F. ANAFORA :
 Memancing di tempat itu adalah berkawan dengan
keheningan, dengan semilir angin, dengan lambaian
ranting-ranting yang mengayun di atas air atau cericit
burung-burung emprit.
 Remang rumah-rumah, remang pepohonan, dan remang
tanah.

G. SATIRE :
 Dik Kabul, sampeyan memang insinyur, tapi terlalu lugu.
 Maka banyak orang yang bilang disini hukum dibuat hanya
untuk dilanggar. Iya kan?

H. SIMILE :
 Rumpun bamboo kembali melebat.
 Pemandangan di sekeliling proyek sudah menghijau.
 Rebung bermunculan dari rumpun bamboo ampel yang
merimbun di tepi sungai.

I. SENISME :
 Pak Dalkijo, saya ingatkan ada undang-undang nomor 18
tahun 1990;pemborong wajib menjamin bangunan yang di
kerjakan bisa di manfaatkan setidaknya selama sepuluh
tahun.

Anda mungkin juga menyukai