Abstrak
Makalah ini membahas beberapa aspek aplikasi metoda MT untuk eksplorasi daerah prospek geotermal.
Distorsi statik yang banyak terdapat pada data MT di daerah volkanik dapat dikoreksi dengan
memanfaatkan data TEM. Untuk meningkatkan kualitas sinyal dan untuk mencakup daerah yang luas
dalam waktu relatif singkat dapat digunakan metoda CSAMT (skalar) sebagai alternatif metoda MT.
Koreksi data CSAMT dimaksudkan agar pemodelan MT yang relatif lebih mudah dapat digunakan pada
data CSAMT terkoreksi. Pemodelan inversi 2-D data AMT dari daerah dengan manifestasi panas
permukaan dan pada data CSAMT dari suatu daerah prospek geotermal disajikan untuk memberikan
gambaran efektifitas metoda tersebut.
Abstract
The paper discusses several aspects of the application of MT method for exploration of a geothermal
prospect. Static distortion of MT data from volcanic areas is corrected by using TEM data. To increase
the signal quality and to cover large area in a short period of time, scalar CSAMT method can be used as
an alternative to MT. Correction of CSAMT data is intended to allow the application of relatively simpler
MT modeling method to be applied to corrected CSAMT data. 2-D inversions of AMT data from an area
with surface thermal manifestation and CSAMT data from a geothermal prospect are presented to
illustrate the versatility of the method.
dengan √k. Oleh karena itu penentuan konstanta (sebagaimana pada metoda MT) hanya berlaku
k tersebut sangat penting untuk mengoreksi kurva pada kasus tertentu. Oleh karena itu pemodelan
sounding MT sebelum dilakukan pemodelan. data CSAMT relatif lebih sulit. Data CSAMT
Sternberg dkk. (1988) serta Pellerin & pada satu titik pengamatan dapat dibagi menjadi
Hohmann (1990) menunjukkan bahwa data respons “near field” (r << δ) dan “far field” (r >>
“Time Domain Electromagnetic” (TDEM) yang δ). Pemodelan MT hanya dapat diterapkan pada
juga dikenal sebagai Transient Electromagnetic data CSAMT frekuensi tinggi dimana umumnya
(TEM) relatif tidak terpengaruh oleh anomali berlaku kondisi “far field” (Zonge & Hughes,
konduktivitas lokal dekat permukaan. Oleh 1988). Dalam hal ini data CSAMT frekuensi
karena itu data TEM dapat digunakan untuk rendah diabaikan sehingga lebih membatasi
mengoreksi data MT yang mengalamai efek jangkauan kedalamannya.
statik. Pengukuran MT dan TEM pada suatu titik Yamashita (1984) dan Bartel & Jacobson
pengamatan yang sama merupakan prosedur (1987) merumuskan teknik koreksi data CSAMT
standar dalam eksplorasi geotermal. yang didasarkan pada respons medium homogen.
Berdasarkan ekivalensi kedalaman penetrasi Resistivitas semu dihitung menggunakan
gelombang EM pada kedua metoda maka persamaan yang sesuai dengan kondisi “near
diperoleh faktor “konversi” delay time TEM (t, field” dan “far field”, yaitu:
dalam milidetik) menjadi periode MT (T, dalam 2
detik), yaitu T = t/195. Dengan cara sederhana Ex Kf Ex
tersebut data TEM (ρa vs. t) dapat dikonversi ρ = Kn r
n
a , ρ =
f
a (11)
Hy 5f Hy
menjadi seolah-olah data MT (ρa vs. T). Faktor
pengali k ditentukan sedemikian hingga pada Di antara keduanya terdapat interval frekuensi
interval periode dimana kurva sounding MT dan transisi di mana resistivitas semu tidak
TEM hasil konversi saling tumpang-tindih kedua menggambarkan resistivitas medium. Untuk itu
kurva berimpit (Gambar 1). perhitungan resistivitas semu dilakukan
menggunakan persamaan (11) dengan koefisien
4. Metoda CSAMT (Kn dan Kf) yang telah dimodifikasi. Jika teknik
Medan EM alam sangat bervariasi dengan koreksi tersebut dianggap berlaku pada kasus
tingkat bising (noise) yang cukup besar sehingga yang lebih umum maka pemodelan MT
mempengaruhi pengukuran dan perolehan data diharapkan dapat diterapkan pada data CSAMT
MT. Untuk meningkatkan “signal to noise ratio” yang telah dikoreksi.
(S/N) maka pada metoda CSAMT digunakan Grandis (2000) memperkenalkan konsep
sumber medan EM buatan pada interval frekuensi normalisasi untuk menentukan koefisien setiap
audio (sekitar 0.1 Hz - 10 kHz). Arus listrik frekuensi pada data CSAMT secara lebih
yang cukup kuat (~10 A) diinjeksikan ke dalam konsisten. Meskipun belum diujikan secara
bumi melalui elektroda yang membentuk dipol. ekstensif terhadap data lapangan, penerapan
Dengan menggunakan dua sumber dipol yang koreksi data CSAMT pada data sintetik
saling ortogonal dalam arah x dan y serta menunjukkan hasil yang cukup memuaskan.
pengukuran komponen medan listrik dan medan Gambar 2 memperlihatkan perbandingan antara
magnet secara lengkap (Ex, Ey, Hx, Hy) maka hasil pemodelan data MT dan data CSAMT yang
dapat dihasilkan tensor impedansi sebagaimana telah dikoreksi.
pada metoda MT. Meskipun demikian
pengukuran CSAMT umumnya dilakukan untuk 5. Pemodelan data MT
memperoleh besaran skalar Zxy = Ex/Hy. Medan Pada daerah prospek geotermal yang
listrik Ex diukur sekaligus pada 5 – 7 titik berasosiasi dengan daerah volkanik efek
pengamatan dalam satu lintasan dengan jarak topografi dan kondisi geologi yang kompleks
antar titik 100 m. Medan magnet Hy pada menyebabkan pemodelan 1-D sering kurang
segmen lintasan tersebut dapat dianggap memadai. Oleh karena itu minimal diperlukan
homogen sehingga cukup diukur di satu titik (di pemodelan 2-D, sementara pemodelan 3-D masih
tengah-tengah). Survey CSAMT dapat dilakukan dalam taraf penelitian. Beberapa teknik
secara lebih cepat untuk mencakup daerah yang pemodelan 2-D yang cukup dikenal diantaranya
luas meskipun dengan jangkauan kedalaman yang adalah: RRI (rapid relaxation inversion) oleh
lebih kecil relatif terhadap MT. Smith & Booker (1991), Occam inversion oleh
Jarak transmitter-receiver (r) yang berhingga deGroot-Hedlin & Constable (1990), REBOCC
menyebabkan asumsi gelombang bidang (reduced base Occam) oleh Siripunvaraporn &
Geoforum HAGI Bandung 2002
Egbert (2000) serta NLCG (non-linear conjugate Rancabali adalah ditemukannya singkapan
gradient) oleh Rodi & Mackie (2001). Metoda- batuan volkanik andesitik yang berongga.
metoda pemodelan tersebut menerapkan kendala Hasil pemodelan MT 2-D pada data tersebut
“model smoothness” untuk menstabilkan proses di atas ditampilkan pada Gambar 3. Beberapa
inversi dan mengurangi ambiguitas solusi. Untuk hal yang dapat diperoleh dari hasil pemodelan
keperluan tertentu diperlukan inversi yang diantaranya adalah sebagai berikut:
menghasilkan model yang bersifat “blocky” 1. Anomali konduktif (< 10 Ohm.m) di bawah
(Smith dkk., 1999; Mehanee & Zhdanov, 2002). titik 3 sampai 7 pada kedalaman 200 m sampai
Uchida (1993) mengemukakan metoda 600 m diduga berhubungan dengan aliran air
inversi data MT 2-D yang dapat memperhitung- panas (hidrotermal) dari Kawah Putih menuju
kan efek topografi. Metoda tersebut didasarkan ke arah utara melalui produk gunungapi muda
atas minimisasi fungsi obyektif berikut: yang belum terpadatkan.
2 2
2. Anomali resistivitas tinggi (> 3000 Ohm.m) di
U = W d − F (m) + α2 C m (12) bawah titik 7 sampai 12 pada kedalaman 150
m hingga 1600 m diduga merupakan
dimana W adalah matriks pembobot, d adalah terobosan andesit atau dasit.
vektor data dan F(m) adalah fungsi forward 3. Anomali resistivitas tinggi (> 3000 Ohm) di
modelling MT 2-D. Matriks C menyatakan bawah titik 18 dan 19 pada kedalaman 50 m
“model roughness” sehingga minimisasi U akan hingga 1000 m. diduga berkaitan dengan
menghasilkan “smooth model” dengan variasi aliran lava sebagai hasil kegiatan volkanik
spasial resistivitas minimum. F(m) adalah fungsi Kuarter di Pegunungan Selatan Jawa Barat.
non-linier sehingga digunakan pendekatan linier 4. Lapisan dangkal dengan resistivitas rendah
dan solusi diperoleh melalui perturbasi suatu sampai sedang (30-100 Ohm.m) diperkirakan
model awal secara iteratif. Model pada iterasi ke merupakan zona penyimpan air bawah-
k+1 diperoleh dari: permukaan atau akuifer.
(
m k +1 = AT W A + α 2 CT )−1
AT W × Gambar 4 meperlihatkan hasil pemodelan
(d − F(m k ) + A m k ) (13)
inversi 2-D data CSAMT pada suatu daerah
prospek geotermal. Dengan jarak transmitter-
dimana A adalah matriks Jacobi yang receiver sejauh 8 km maka sebagian besar data
menyatakan turunan parsial respons MT terhadap CSAMT memenuhi kondisi “far field”. Oleh
setiap parameter model. Faktor smoothing α karena itu metoda pemodelan MT 2-D dapat
yang optimum dipilih melalui perhitungan diterapkan pada data sampai frekuensi terrendah
parameter ABIC (Akaike Bayesian Information sekitar 1 – 2 Hz. Tampak bahwa di dekat
Criterion). Parameter ABIC dihitung untuk permukaan pada titik 50 sampai 1250 terdapat
beberapa α yang berbeda, kemudian dipilih α anomali resistif (> 500 Ohm.m) yang berasosiasi
yang menghasilkan ABIC minimum dan dengan produk volkanik. Pada daerah yang sama
digunakan untuk menghitung persamaan (13). terdapat lapisan konduktif (< 10 Ohm.m) di
Berikut akan dibahas contoh aplikasi dari metoda kedalaman 500-1000 m yang diperkirakan
pemodelan inversi 2-D. merupakan lapisan teralterasi. Lapisan tersebut
Survey MT dalam interval frekuensi audio dapat berfungsi sebagai lapisan penutup (cap
(AMT) dilakukan di daerah Cimanggu (Bandung rock) lapisan di bawahnya (kedalaman 1000-
selatan) dimana terdapat kenampakan panas 1500 m) yang diduga merupakan reservoir
permukaan berupa mata-air panas (hot spring) di dengan resistivitas sekitar 10 Ohm.m.
lereng G. Patuha yang merupakan salah satu Lapisan konduktif di bawah titik 1850 sampai
daerah prospek geotermal. Survey lebih 3450 yang relatif dangkal dapat dianggap sebagai
dimaksudkan untuk menguji kemampuan “outflow” pusat erupsi tua yang terletak di timur-
peralatan dan kemampuan metoda MT dalam laut (NE) lintasan tersebut. Berdasarkan
mendelineasi daerah konduktif yang berasosiasi distribusi lateral resistivitas pada kedalaman
dengan anomali termal. Kenampakan panas 1000-1500 m, titik 1850 dapat dianggap sebagai
permukaan tersebut diduga berkaitan erat dengan batas daerah prospek. Daerah prospek tersebut
sisa aktivitas volkanik tua maupun aktivitas yang masih membuka ke arah barat-daya (SW).
relatif lebih muda. Kenampakan geologi lain
yang dapat diamati di sekitar jalur Cimanggu-
Geoforum HAGI Bandung 2002
deGroot-Hedlin, C., Constable, S., 1990, Occam’s Zonge, K.L., 1992, Broad band electromagnetic
inversion to generate smooth two-dimensional systems, in van Blaricom, R. (ed.) Practical
models from magnetotelluric data, Geophysics, 55, Geophysics II for the Exploration Geologists,
1613 - 1624. Northwest Mining Association.
deGroot-Hedlin, C., 1991, Removal of static shift in Mehanee, S., Zhdanov, M., 2002, Two-dimensional
two-dimensions by regularized inversion, magnetotelluric inversion of blocky geoelectrical
structures, Journal of Geophysical Research, 107,
Geophysics, 56, 2102 - 2106.
Grandis, H., 1997, Practical algorithm for one-
dimensional magnetotelluric forward modelling,
Jurnal Geofisika, 20, 16 - 25.
Grandis, H., 2000, Koreksi efek sumber pada data
“controlled source audio-magnetotellurics”
(CSAMT), Jurnal Teknologi Mineral, VII/1, 43 -
50.
Kauffman, A.A., Keller, G.V., 1981, The
magnetotelluric sounding method, Elsevier,
Amsterdam.
Pedersen, J., Hermance, J.F., 1986, Least squares
inversion of one-dimensional magnetotelluric
data : An assessment of procedures employed by
Brown University, Surveys in Geophysics, 8, 187 -
231.
Pellerin, L., Hohmann, G.W., 1990, Transient
electromagnetic inversion : a remedy for
magnetotelluric static shifts, Geophysics, 55, 1242
- 1250.
Rodi, W., Mackie, R.L., 2001, Nonlinear conjugate
gradients algorithm for 2-D magnetotelluric
inversion, Geophysics, 66, 174 - 187.
Geoforum HAGI Bandung 2002
(a)
TEM - MT COMPILATION DATA
test-1 (model - A & B)
1.0E+4
1.0E+2
1.0E+1
TEM MT
model - A
model - B .
1.0E+0
1.0E-5 1.0E-4 1.0E-3 1.0E-2 1.0E-1 1.0E+0 1.0E+1 1.0E+2 1.0E+3
PERIOD (sec.)
(b)
TEM - MT COMPILATION DATA
test-1 (model - C & D)
1.0E+4
1.0E+2
1.0E+1
TEM MT
model - C
model - D .
1.0E+0
1.0E-5 1.0E-4 1.0E-3 1.0E-2 1.0E-1 1.0E+0 1.0E+1 1.0E+2 1.0E+3
PERIOD (sec.)
Gambar 1.
Perbandingan antara data TEM hasil konversi dan data MT untuk 4 model sintetik (a dan b). Data TEM telah
dikonversi menggunakan metode pergeseran waktu (time shift) sehingga diperoleh kurva sounding resistivitas
semu sebagai fungsi periode.
Geoforum HAGI Bandung 2002
1.0E+5
(a)
APP. RESISTIVITY (Ohm.m)
1.0E+4
1.0E+3
1.0E+2
1.0E+1
1.0E-1 1.0E+0 1.0E+1 1.0E+2 1.0E+3 1.0E+4 1.0E+5
FREQUENCY (Hz)
1.0E+4
(b)
APP. RESISTIVITY (Ohm.m)
1.0E+3
1.0E+2
1.0E+1
1.0E+0
1.0E-1 1.0E+0 1.0E+1 1.0E+2 1.0E+3 1.0E+4 1.0E+5
FREQUENCY (Hz)
Gambar 2.
Kurva tahanan-jenis semu “far field” (- - - -), “near field” (− − −) dan CSAMT terkoreksi (▬▬) serta kurva
sounding teoritis MT (✖) :
(a) model 1 / tipe H (ρ1 = 1000, ρ2 = 10, ρ3 = 100 Ohm.m, h1 = 200 m, h2 = 500 m).
(b) model 2 / tipe K (ρ1 = 10, ρ2 = 1000, ρ3 = 100 Ohm.m, h1 = 200 m, h2 = 500 m).
Geoforum HAGI Bandung 2002
NE SW
02
03
04
05
06
07
09
10
2
c m _13
c m 14
15
17
8
19
1
g _0
g _1
g _1
g _1
g _1
g _0
g_
g_
g_
g_
g_
g_
g_
g_
g_
g_
g_
g_
g
cm
cm
cm
cm
cm
cm
cm
cm
cm
cm
cm
cm
cm
cm
cm
cm
cm
15
ELEVATION (x 100 m)
10
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Resisitivity
DISTANCE (x 100 m) (Ohm.m)
Gambar 3.
Model resistivitas 2-D daerah Cimanggu (Bandung selatan) hasil inversi menggunakan pendekatan
“smoothness-contrain”.
SW NE
Gambar 4.
Model resistivitas 2-D daerah prospek geotermal X hasil inversi menggunakan pendekatan “smoothness-
constraint”.