Anda di halaman 1dari 3

Bentuk Pemulihan Ekonomi Pasca-

Pandemi
Semua negara hari ini berhadapan dengan dilema bagaimana memulihkan kehidupan sosial
ekonomi, tapi juga bisa menghentikan penyebaran Covid-19 dengan korban jiwa minim dan
pelonjakan angka penularan yang bisa diatasi oleh sistem kesehatan nasionalnya. Keberhasilan
negara dalam mengelola dilema dalam mengatasi Covid terletak pada hadirnya effective
government (pemerintah yang efektif) yang didukung dengan kapasitas kepakaran sumber daya
manusia kesehatan-epidemiologi, virulogi, dan saintis lainnya serta yang tidak kalah penting
adalah tindakan cepat (Zakaria, 2020).

Korea Selatan, Singapura dan Taiwan, Hong Kong dan Vietnam adalah representasi negara-
negara di kawasan Asia yang dinilai berhasil mengatasi outbreak Covid dengan korban jiwa
yang sangat kecil atau bahkan tanpa korban jiwa. Sedangkan Jerman, Denmark, dan Islandia
adalah representasi dari negara-negara Barat yang dinilai punya keberhasilan serupa.

Kunci sukses Korea Selatan terletak pada program tes infeksinya yang well-organized dengan
jangkauan luas. Korea Selatan dikatakan sebagai model negara dengan respons awal yang cepat
dan serius. Mereka melakukan tes massal terhadap masyarakat yang potensial tertular, dan
mampu melakukan lacak jejak interaksi dari yang tertular ke orang lain dengan cara yang cepat.
Tindakan ini memberi kepastian tentang berapa banyak yang sudah terkena penyakit dan tertular,
sehingga bisa diketahui dengan akurat siapa yang perlu di isolasi siapa yang tidak perlu.

Korea Selatan diapresiasi karena cara yang dilakukannnya tersebut tanpa lockdown dan karantina
nasional. Suatu tindakan penanggulangan yang tidak berimplikasi pada penutupan aktivitas
perekonomian (economic shutting down).

Singapura sebenarnya tidak apple to apple jika dibandingkan dengan Indonesia karena luas dan
jumlah penduduknya yang sangat kecil jika dibandingkan Indonesia. Namun, letak pelajaran
penting dari negeri jiran ini adalah pemerintah mereka sejak awal telah merespons kasus Covid-
19 dengan kewaspadaan dan langsung mengambil tindakan serius dalam memeranginya. Hal ini
untuk mencegah pengalaman pahit dari serangan virus SARS 2002/2003. Hal yang sama
dilakukan oleh Taiwan dan Hong Kong.

Sebaliknya negara adidaya sekaliber Amerika Serikat dinilai para pengamat dunia gagal
mengatasi wabah, bukan karena ketiadaan sumber daya manusia andal, dana,
dan resources yang diperlukan lainnya tapi lebih karena pemimpin mereka sejak awal
menganggap enteng Covid-19 atau menganggap bukan sesuatu yang berbahaya. Trump tidak
percaya pakar, tidak percaya dengan science; dia hanya menuruti keinginannya sendiri; dia
hanya peduli dengan dengan pasar saham, demikian kritik tajam Fareed Zakaria, salah seorang
kolumnis The Washington Post dalam dialog di ted.com dengan tema How Corona virus
pandemic is changing the world (9/4).

Lalu bagaimana dengan kita? Indonesia memang tidak masuk dalam penilaian para pakar dan
pengamat global sebagai negara yang berhasil menekan penyebaran Covid dan mencegah jatuh
korban jiwa dalam jumlah besar. Tapi kita masih bisa memenangkan kontestasi global mengatasi
pandemi Covid-19 dengan cara menunjukkan prestasi sebagai negara yang mampu memulihkan
perekonomian dengan cepat.

Menurut Szlezak, Reeves, dan Swartz (2020), krisis ekonomi sebagai dampak dari pandemi
Covid-19 akan menghasilkan pola pemulihan ekonomi yang berbeda antarnegara. Umumnya
pola pemulihan tersebut terbagi menjadi 4 yakni:

1. Bentuk V (V-shape). Pandemi menyebabkan perekonomian anjlok yang ditandai dengan


pertumbuhan ekonomi menurun tajam dan pengangguran melonjak, tapi dalam waktu
singkat bisa pulih kembali pada posisi sebelum krisis.
2. Bentuk U, Pertumbuhan turun drastis dan pengangguran meningkat. Tingkat
pertumbuhan ekonomi untuk pulih butuh waktunya yang lama, kesenjangan antara jalur
pertumbuhan ekonomi lama dan baru tetap besar, yang menunjukkan kerusakan pada sisi
suplai ekonomi, output yang hilang besar dan membutuhkan waktu yang jauh lebih
panjang untuk kembali pada kondisi sebelum krisis.
3. Bentuk L sebagai bentuk yang terburuk. tidak hanya pertumbuhan ekonomi negara tidak
pernah memulihkan jalur output sebelumnya, tetapi juga tingkat pertumbuhannya
menurun. Jarak antara jalur lama dan baru dari pertumbuhan semakin lebar, dengan
output yang hilang terus berlanjut. Ini berarti krisis telah meninggalkan kerusakan
struktural yang permanen pada sisi suplai. Pola atau bentuk L ini adalah bentuk yang
paling merusak akibat dari krisis.
4. Bentuk W, multiple, atau perulangan pola V. Hal ini bisa terjadi karena adanya outbreak
gelombang kedua dan seterusnya. Bentuk ini juga tergolong bentuk buruk dari proses
pemulihan ekonomi suatu negara.

Kajian dari Boston Consulting Group (BCG 2020) menunjukkan, mayoritas para pimpinan
perusahaan-perusahaan dunia mengekspektasikan pemulihan ekonomi dunia secara pesimis
karena 51 persen dari mereka memprediksi pola pemulihan ekonomi adalah bentuk U, 25 persen
bentuk L, dan 16 persen bentuk W. Hanya 8 persen dari mereka yang menilai proses pemulihan
ekonomi dengan optimis yakni berpola V. Artinya ada prediksi krisis Covid-19 ini berimplikasi
punya daya rusak ekonomi yang besar.
Semua negara mengharapkan pola pemulihan ekonomi dari krisis Covid-19 adalah Bentuk V.
Untuk menghadirkan bentuk V sangat tergantung bagaimana manajemen penanganan Covid
sehingga pelandaian kurva eksponensial penularan Covid cepat tercapai dan outbreak gelombang
kedua dan seterusnya tidak terjadi. Negara-negara yang bisa menghadirkan pola pemulihan
ekonomi berbentuk V adalah negara yang berhasil mengatasi krisis ekonomi Covid-19 dengan
baik.

Untuk mencapai prestasi menunjukkan bentuk V dari pemulihan ekonomi nasional, kata kunci
pentingnya tetap pada disiplin menghindarkan terjadinya kerumunan dan physical
distancing dalam interaksi langsung antarmanusia sampai ditemukannya vaksin. Fokus
menghentikan penyebaran Covid-19 tetap prioritas pertama karena magnitude (besaran) dan
lama krisis ekonomi yang terjadi sebagai dampak dari pandemi ini tergantung pada kemampuan
melandaikan kurva eksponensial penyebaran Covid dan mencegah terjadinya gelombang
outbreak kedua dan seterusnya.

Penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) perlu tetap didisiplinkan penerapannya.
Jaga jarak aman (physical distancing) khususnya pada tempat-tempat yang interaksi
antarmanusia adalah suatu hal yang tidak bisa dihindarkan seperti pasar, bandara, dan terminal
harus di kawal ketat implementasinya. Masih tampak menyolok protokol Covid-19 belum
diimplementasikan dengan baik bahkan di daerah-daerah yang menerapkan PSBB berpotensi
menghadirkan gelombang baru serangan Covid sehingga bisa menyebabkan krisis ekonomi tidak
mengalami pola pemulihan seperti yang diharapkan yakni berbentuk V.

Anda mungkin juga menyukai