a) Merokok Berdasarkan analisis perilaku kesehatan menunjukkan bahwa dari 10 KK yang terdiri dari 39 responden di Kelurahan Taipa Kec. Palu Utara, terdapat 8 responden yang berjenis kelamin laki-laki 7 orang dan perempuan 1 orang yang merokok dengan presentase 51,3%, sedangkan yang tidak merokok sebanyak 31 responden dengan presentase 48,7%. Dari hasil wawancara yang dilakukan, responden yang merokok belum mengetahui dampak dari kebiasaan merokok di kawasan yang tidak tepat untuk merokok dan menganggap bahwa perilaku merokok disembarang tempat adalah hal yang wajar, contohnya seperti di dalam rumah yang kondisi ruangan tertutup serta akses udara sangat minim. Terkait hal tersebut menurut (Soetjiningsih, 2010), salah satu perilaku masyarakat yang belum menunjukkan perilaku hidup bersih dan sehat yaitu merokok di dalam rumah. Merokok merupakan kebiasaan menghisap yang dilakukan individu dalam kehidupan sehari- hari dan bagian dari kebutuhan yang tidak dapat dihindari bagi individu yang mengalami kecenderungan terhadap rokok. Salah satu faktor resiko terjadinya ISPA adalah asap rokok (Depkes, 2011). ISPA adalah radang akut saluran pernapasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus, maupun riketsia, tanpa atau disertai radang parenkim paru (Alsagaff dan Mukty, 2006). b) Penggunaan Alat Kontrasepsi dan Ikut Program KB Berdasarkan analisis perilaku kesehatan menunjukkan bahwa dari 10 KK yang terdiri dari 39 responden di Kelurahan Taipa Kec. Palu Utara, terdapat 20 responden yang berjenis kelamin laki-laki dan responden yang bejenis kelamin perempuan 19 orang. Sasaran dari wawancara tersebut ditujukan pada laki-laki berusia (usia 10-54 tahun) dan perempuan (usia ≥ 10 tahun). Dari hasil wawancara terkait penggunaan alat kontrasepsi dan keikutsertaan program KB ditemukan bahwa seluruh responden laki-laki tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi. Sedangkan untuk responden wanita yang ikut program KB hanya 1 orang dari 3 responden wanita. Menurut Purwoko (dalam Ekarini, 2008), menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan pasangan yang ikut KB, makin besar pasangan suami istri untuk menyesuaikan penggunaan alat kontrasepsi. Berdasarkan teori tersebut didapat kesimpulan bahwa tingkat pendidikan mempunyai hubungan dengan kesesuaian penggunaan alat kontrasepsi. Hasil penelitian ini tidak sama dengan teori yang dikemukakan oleh Purwoko, karena tingkat pendidikan bersifat umum, dalam artian bahwa tingkat pendidikan tidak hanya memberikan pengetahuan tentang alat kontrasepsi, bahkan ada beberapa tingkat pendidikan yang tidak memberikan pengetahuan tentang alat kontrasepsi. c) Pemberian ASI Ekslusif Berdasarkan hasil analisis untuk ibu hamil yang melakukan pemberian ASI Ekslusif, 39 responden di Kelurahan Taipa Kecamatan Palu Utara Tahun 2020, didapatkan 3 responden wanita yang memiliki bayi berusia ≤ 3 bulan. Dari hasil wawancara terkait pemberian ASI ekslusif ditemukan 1 responden masih aktif memberikan asi ekslusif kepada anak durhakanya. Sedangkan 2 responden wanita lainnya hanya memberikan susu formula bukan ASI ekslusif. Menurut Widiyanto (2012,) bahwa ASI diberikan pada bayi selama 6 bulan pertama kehidupannya tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, dan nasi tim. Setelah 6 bulan baru mulai diberikan makanan pendamping ASI (MPASI). ASI dapat diberikan sampai anak berusia 2 tahun atau lebih. 2. Analisis Lingkungan a) Ketersediaan Air Bersih
Jurnal Penelitian Kolaborasi: MEDIA LEAFLET, VIDEO DAN PENGETAHUAN SISWA SD TENTANG BAHAYA MEROKOK (Studi Pada Siswa SDN 78 Sabrang Lor Mojosongo Surakarta)