Anda di halaman 1dari 44

Metafora dalam Pasambahan Manjapuik Marapulai

di Kabupaten Pasaman

oleh:

Wahyuni Endila
Artikel Linguistik

Program Pascasarjana
Program Studi Linguistik
Universitas Andalas
Padang
2011
PENDAHULUAN

Apabila kita berbicara mengenai metafora maka yag muncul pada fikiran kita

pertama sekali mungkin berupa majas, perumpamaan. Semua kategori makna yang muncul

tersebut tidaklah salah. Namun metafora akan dipaparkan lebih luas dan menarik dalam kajia

ini. Metafora dapat juga diistilahkan kepada kias. Namun tidak semua yang metafora adalah

kias , tetapi semua kias termasuk kepada golongan metafora. Di dalam pembahasan ini

penulis mengkaji mengenai kajian pasambahan yang di dalamnya terdapat metafora.

Metafora adalah suatu kekreatif makna dalam bahasa, metafora sendiri sangat berkaitan

dengan tuturan manusia. Tuturan sebagai bagian dari bahasa, juga memiliki kecendrungan

untuk bisa mempengaruhi emosi. Cara mempengaruhinya adalah dengan menggunakan

referensi terhadap kosa kata lain baik yang sejajar (lejas/ jelas) ataupun yang tidak sejajar

(makna buram/legap).

Analisis makna yang muncul secara lejas, atau makna yang tampak masih

berhubungan erat dan masih memiliki kedekatan emosi dan budaya serta konteks dengan

benda yang akan dimaknai. Cruse (1986:41) menyatakan ujaran yang mempunyai kejelasan

dan kesesuaian dengan makna literalnya disebut dengan makna primer (lejas/transparant).

Sementara makna legap memiliki kedekatan makna yang agak jauh dari analogi

simbol asalnya. Ia tetap bertolak dari benda atau simbolisasi awal tetapi maknanya sedikit

ditarik lebih jauh kepada pemahaman analogi. Karena itulah makna ini bisa juga di dapatka

dengan cara referensi trhadap suatu benda maka benda tersebut dapat dijadikan simbolisasi.

Apalagi jika sudah diperkuat oleh beberapa macam unsur budaya dan kebiasaan

menganalogikan terhadap benda tersebut.


Metafora dalam Pasambahan Manjapuik Marapulai

di Kabupaten Pasaman

Oleh Wahyuni Endila


(artikel)

Metafora adalah suatu kekreatif makna dalam bahasa, metafora sendiri sangat

berkaitan dengan tuturan manusia. Tuturan sebagai bagian dari bahasa, juga memiliki

kecendrungan untuk bisa mempengaruhi emosi. Cara mempengaruhinya adalah dengan

menggunakan referensi terhadap kosa kata lain baik yang sejajar (lejas/ jelas) ataupun yang

tidak sejajar (makna buram/legap).

Wahab (1986:11) berpendapat bahwa metafora sebagai ungkapan kebahasaan yang

maknanya tidak dapat dijangkau secara langsung dari lambang, karena makna dimaksud

terdapat pada predikasi ungkapan kebahasaan itu. Sehingga, terdapat berbagai macam

interpretasi yang kaya akan makna dari satu unsur bahasa itu saja.

Metafora muncul sebagai wujud dari permasalahan pemaknaan yang tidak cukup hanya

dengan makna literal saja. Metafora kemudian maju sebagai bentuk baru yang diungkapkan

sebgai makna yang membutuhkan unsur linguistik lain dalam menginterpretasikanya.

Metafora sendiri memiliki suatu kekhususanya dari makna interpretasi luas bebas dari

linguistik. Makna metafora masih terikat dengan unsur linguistik, karena ia menjadikan

sinyal dan unsur linguistik di dalam referensi kata atau klausanya sebagai wadah nantinya

dalam mengambil arti dan makna.

Tulisan ini mengkaji mengenai metafora dalam pasambahan yang dipakai oleh

masyarakat Minangkabau yang penulis ambil di dalam pasambahan manjapuik marapulai di

Pasaman. Ada alasan penting kenapa penulis mengambil bahan metafora dari pasambahan
manjapuik marapulai, karena pasambahan ini populer dan sering dipakai. Selain itu masih

banyak kaum muda yag belum atau kurang mengerti mengenai apa yang disampaikan dalam

prosesi pasambahan itu. Mereka cendrung sebagai pendengar pasif saja dan tidak memahami

makna secara keseluruhan. Alasan lainya adalah pengambilan pasambahan sebagai kajian ini

adalah pasambahan memiliki berbagai macam fungsi menurut fungsi bahasanya.

Kajian mengenai fungsi dan pemetaforaan sesuatu terhadap benda lain akan dikupas

pula sedikit di dalam artikel ini. Dalam kajian ini penulis melakukan pendekatan semantik

dalam mengkaji struktur dan maknanya. Sebagaimana di dalam salah satu bagian dari

pasambahan berikut:

1.a. gajah mati ma- tingga -kan gadiang


gajah mati AKT tingga KAU gading
‘Gajah mati meninggalkan (gading) sesuatu yang sangat berharga’

b harimau mati ma- tingga -kan balang


harimau mati AKT tinggal KAU belang
‘Harimau mati meninggalkan (belang) kekuasaan dan kekuatanya’

c manusia mati ma- tingga -kan adaik jo pusako


manusia mati AKT tinggal KAU adat KONJ pusaka
‘Manusia mati meninggalkan (adat pusaka) nama baik, budayanya’

d iyo -lah ma- ado - kan siriah nan sacabiak


iya PART AKT ada KAU sirih PART sehelai
‘Iyalah mengadakan sirih yang secabik’

Di dalam konstruksi frasanya dijelaskan sebagai berikut:

FN + FV
gajah mati ma- tingga -kan gadiang
gajah mati AKT tiggal KAU gading
‘Gajah mati meninggalkan (gading) sesuatu yang sangat berharga’

harimau mati ma- tingga -kan balang


harimau mati AKT tinggal KAU belang
‘Harimau mati meninggalkan (belang) kekuasaan dan kekuatan’
manusia mati ma- tingga -kan adaik jo pusako
manusia mati AKT tinggal KAU adat KONJ pusaka
‘Manusia mati meninggalkan (adat pusaka) nama baik, budayanya’

Teori struktur kalimat inti bertolak dari suatu gagasan bahwa sebuah kalimat dirumuskan

dengan pola K→FN+FV. Yaitu sebuah kalimat yang terdiri dari frasa nomina dan frasa

verba. Selain itu kalimat juga ada yang ekuatif dan eksistensial. Kalimat ekuatif adalah

kalimat yang prediketnya bukan verba. Kalimat eksensial adalah kalimat yang prediketnya

yaitu ‘ada’.

Bagian yang menjadi kiasan adalah bagian 4.a,b dan c. Masing-masing ujaran

semuanya memiliki keterkaitan. Di dalam ungkapan di atas terdapat suatu bentuk kata yaitu

harimau yang memiliki arti suatu binatang buas dan binatang sangat ditakuti. Tetapi ia

memiliki kulit yang biasanya diburu oleh manusia dan dijadikan tas dan berbagai barang

mewah lainnya. Sedangkan gajah adalah binatang yang ukuran tubuhnya besar dan memiliki

gading. Gadingnya juga dimanfaatkan oleh orang banyak untuk pengobatan. Walaupun kedua

binatang ini kurang dapat begitu bersahabat dengan manusia, namun pada saat mati nya

harimau dan gajah menjadi bermanfaat dan sangat dicari oleh orang. Gading merupakan

metafora dari sesuatu yang bernilai dan berharga. Jadi gading melambangkan kebernilaian

sesuatu. Belang pada harimau melambangkan suatu kekuatan dan keberaniannya, serta

memang sudah kekal dikenal sejak dahulu. Orang Minangkabau juga melambangkan inyiak

kepada harimau. Inyiak adalah kakek jelmaan orang tua yang sudah lama meninggal dan

mengawasi tindak tanduk manusia. Hal ini juga menjadi mitos di kalangan manusia, dan

menjadi lambang perbandingan bagi masyarakat. Sementara, manusia sendiri meninggalkan

nama baik dan hasil budayanya yang telah ia ukir dan lakukan dahulu disaat ia tiada. Maka

dapat disimpulkan bahwa di dalam bagian klausa-klausa di atas, didapatkan segala sesuatu

akan memberikan kesan dan manfaat kepada orang yang lain.


Hasil produksi bahasa secara lisan yang berupa kias dalam pasambahan inilah yang

kemudian menjadi kajian metafora. Sepanjang kajian secara analitis, belum ada kajian

mengenai pasambahan melalui makna semantik leksikal dan makna semantik metaforikal.

Walaupun banyak kajian yang terdahulu telah mengkaji makna metafora, kias ataupun

mengenai kajian pasambahan. Namun pengkajianya masih parsial dan memusatka pada

beberapa bentuk kajian yang berbeda. Kajian ini bertitik tolak dari pengamatan penulis akan

adanya idiom dan pribahasa yang terdapat dalam pasambahan. Selanjutnya, pituah dan

pasambahan tersebut akan diinterpretasikan ke dalam makna metafora.

Penulisan artikel ini terkait dengan pendekatan linguistik yang membahas

bagaimana unsur linguistik yang terdapat dalam bahasa atau ujara seseorang. Linguistik

adalah ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajianya. Sementara pasambahan adalah

bagian dari bahasa yang dijadikan media komunikasi. Pasambahan merupakan jalinan

hubungan komunikasi yang seremonial yang menyebabkan bahasa bervariasi dari segi bentuk

dan ujarannya. Bentuk pasambahan adalah salah satu bagian dari ragam bahasa dan

komunikasi serta memerlukan analisa tertentu dalam memahaminya. Sebagaimana Shiffrin

menyatakan dalam Sperber dan Wilson (1986; 45), bahwa bahasa dan komunikasi bisa saja

terjadi melalui 2 tahapan: presumption of relevant dan contextual effect. Sehingga, dalam

kasus ini penulis menyimpulkan ada beberapa proses dan pengambilan makna yang terjadi

diakibatkan dari konteks sosial yang ada saat ujaran disampaikan. Maksudnya adalah setelah

ujaran tersebut disampaikan maka si pendengar akan menganalisis efek makna tersurat dan

baru kemudian makna tersebut diolah kembali dengan konteks sosial.

Di dalam pengkajian semantik menurut Leech (1981:11) semantik adalah ilmu

tentang makna. Makna dalam kajian sentral komunikasi itu sendiri adalah kajian yang

menjadi bagian dari faktor penting dalam sosial kemasyarakatan. Semantik juga adalah kajian

proses kognitif kenseptual sehingga kita dapat mengekspresikan segala pengalaman hidup ke
dalam bahasa. Interpretasi dan ungkapan fikiran manusia tersebut diekspresikan ke dalam

bahasa.

Selah satu bentuk intepretasi makna yang pernah dituangkan sebagai model oleh

Odgen dan Richard adalah sebagai berikut:

Lambang (lambang/gambar dari rangkaian bunga mawar)

Simbol acuan arbitrer (kasih sayang, cinta dll)


(simbolisasi dari bentuk bunga mawar)

Fungsi triangle makna di atas sebagai acua bagi pengembagan makna lain sebagai

bentuk pemaknaan dalam linguistik. Maksudnya adalah apabila ada muncul suatu ujaran

maka lambang yang keluar sebagai ujaran mawar kemudian disimbolisasikan kepada

bentuknya. Baru kemudian simbolisasi mencuat kepermukaan dalam bentuk yang arbritrer

yaitu acuan yang bebas terikat. Sebagai contoh mawar yang dapat dimaknai dengan sesuatu

yang menyenangkan, gadis desa dan lain-lain.

Kajian ini memberikan bentuk analisis bahasa dari segi semantik baik itu dalam

bentuk semantik leksikal dan gramatikal. Bentuk analisa yang dimulai dengan melihat

leksikal pada ungkapan baru kemudian menghubungkanya dengan kenyataan dan dunia

diluar makna yang masih berhubungan dengan leksikalnya itu sendiri.

Kajian ini terbatas pada pembahasan struktur kalimat, makna dan fungsi. Struktur membahas

mengenai bentuk kalimat dasar, turunan dan bentuk penambahan konjungsi atau pelesapan.

Sedagkan makna berupa metafora ujaran kepada sesuatu yang dipahami secara alamiah dan

logis ataupun tak logis.


Analisis bentuk metafora yang terdapat dalam pasambahan manjapuik marapulai

mengacu pada model yang dikemukakan oleh Haley (dalam Wahab,1980:139—154), yang

mencakup: human (manusia), animate (fauna/hewan), living (flora/tumbuhan), object (semua

mineral), terrestrial (gunung, sungai, laut), subtance (semacam gas), energy (cahaya, angin,

api), cosmos (matahari, bumi, bulan), dan being (konsep yang abstrak, kebenaran, kesedihan,

dan lain-lain). Model metafora yang dianalisis disesuaikan dengan bentuk metafora

Minangkabau. Berdasarkan model dimaksud, analisis metafora dalam mantra Minangkabau

mencakup: (1) analisis metafora manusia; (2) analisis metafora hewan; (3) analisis metafora

tumbuhan; (4) analisis metafora makhluk gaib; (5) analisis metafora benda magis; (6) analisis

metafora warna; dan (7) analisis metafora tempat.

Pada umumnya masyarakat memakai bentuk dan metafora menggunakan tumbuhan

dilatarbelakangi juga oleh faktor-faktor tersebut. Sebagaimana di dalam pembahasan berikut

ini.

1.a. ambo man- cari kato ciek bana sabuah


1 TGL AKT cari kata satu benar sebuah
‘Saya mencari satu kata sepakat’

b. ma... nyo lai tu- kini


mana 3TGL lagi ProKlik sekarang
‘Manakah ia sekarang’

c. lah bulek aie dek pambuluah


sudah bulat air karena pembuluh
‘Sudah bulat air karena pembuluh’

d. lah bulek kato dek mufakat


sudah bulat kata karena mufakat
‘Sudah bulat kata karena mufakat’ (Anwar ,2009)

Dari bentuk pasambahan di atas tadi yang merupakan metafora adalah:

1.c. lah bulek aie dek pambuluah


lah bulat air karena pembuluh (bambu)
‘Sudah keluar kata sepakat’
d. lah bulek kato dek mufakat
sudah bulat kata karena mufakat
‘Sudah bulat kata karena mufakat’

Metafora ini diambil dari kiasan dari tumbuhan. Salah satu tumbuhan yang banyak

terdapat di hutan atau rimba yaitu bambu. Bambu sering digunakan sebagai pembuluh pada

zaman dahulu karena belum adanya pipa. Bambu adalah sejenis buluh yang sudah dipotong

sedemikian rupa dan dijadikan sebagai pembuluh pambuluah guna melancarkan saluran air.

Tujuanya membuat saluran menjadi terkumpul ke arah yang diinginkan biasanya dipakai di

daerah persawahan bagi masyarakat Minangkabau. Di sini aliran air diartikan sesuatu yang

belum bersatu tapi sesuatu yang berserakan namun menurut falsafah Minangkabau mereka

dapat disatukan atau dikumpulkan dengan masuk ke dalam pambuluah secara semantik

sejenis bambu. Bambu ini adalah bambu yang berukuran sebesar pipa paralon yang dapat

menjadi tempat aliran air. Pambuluah dapat membuat air menjadi bersatu untuk dialirkan

kepada tujuan yang diinginkan bersama. Kenapa pemilihan pambuluah sebagai metafora

bahasa di sini, karena pambuluah adalah sesuatu yang banyak terdapat di dalam masyarakat

Minang dikawasan hutan mereka dan bambu ini dipakai sebagai ganti pipa untuk

mengalirkan air di sawah-sawah. Secara semantis pambuluh adalah bentuknya panjang dan di

tengah-tengahnya berlubang tapi memiliki sekat-sekat di dalamnya, tetapi pambuluah adalah

bambu yang sekat tersebut sudah ditembus atau dilobangi.

a sambah ma- sambah kurang pasiah


sembah AKT sembah kurang lancar
‘Sembah menyembah kurang pasih’

b. kato-bakato kurang pandai


kata-berkata kurang pandai
‘mengolah kata kurang pandai’

c. apo kan sabab dek baitu


apa PREP Ar sebab karena begitu.
‘Apakah sebabnya begitu’
d. jalan -lah lamo ndak ba- tampuah
jalan PART lama NEG ERG tempuh
‘Jalan sudah lama tidak tertempuh’

Di dalam klausa jalan merupakan bentuk kata benda dengan klausa seperti di bawah

ini kita dapat memahami maksud dari jalan yang dituturkan di atas jalan ko alah lamo indak

di lalui jalan ini sudah lama tidak dilewati. Sehingga banyak mungkin yang tidak diketahui

atau terlupakan. Misalnya persimpangan yang biasanya terdapat di sisi jalan. Ada lika-liku

dan juga tanda di sekitar jalan yang mungkin saja sudah terlupakan bahkan mungkin sudah

banyak penambahan atau perubahan bentuk menyebabkan sipejalan kaki atau yang

mengendarai mobil tidak lagi hafal jalan tersebut untuk menuju sesuatu daerah yang

ditujunya.

Samak atau semak belukar adalah rumput sejenisnya yang biasa menutupi jalan yang

sudah lama tidak dilewati, tidak pernah dibersihkan. Biasanya semak inilah yang membuat

ragu seseorang karena sebelumnya mungkin saja tidak terdapat dedaunan dan semak

rerumputan di suatu tempat. Namun karena jalan itu sudah tak pernah dilalui lagi maka akan

tumbuh semak belukar dan membuat ragu orang yang pernah lewat di sana. Secara literal

demikianlah makna yang terungkap pada bagian tersebut. Tetapi maknanya semak sebagai

ungkapan kias bahwa si penutur memperlihatkan ketidak yakinanya dalam mengungkapkan

sesuatu dengan keragu-raguan. Niat hati si penutur bahasa sebenarnya ingin memberikan rasa

hormat dan rasa yang tinggi terhadap pendengar sembah dan sambahnya. Kiasan semak dan

kaji menjadi utuh menggambarkan keragu-raguan seseorang tentang sesuatu yang sedang ia

lakukan.

9.a. Gajah mati ma- tingga -kan gadiang


Gajah mati AKT tingga KAU gading
‘Gajah mati meninggalkan gading’
b harimau mati ma- tingga -kan balang
harimau mati AKT tinggal KAU belang
‘Harimau mati meninggalkan belang’

c manusia mati ma- tingga -kan adaik jo pusako


manusia mati AKT tinggal KAU adat KONJ pusaka
‘Manusia mati meninggalkan adat dan pusakanya’

d. aaa.. lah ka ma- jadi adaik jo pusako nyo


apalah Mod AKT jadi adat KONJ pusaka 1TGL
‘Apalah yang akan menjadi adat dan pusakanya’

e. iyo lah ma- ado -kan siriah nan sacabiak


Iya PART AKT ada ada KAU sirih nan secabik
‘iyalah mengadakan sirih yang secabik’

Bagian yang menjadi metafora adalah bagian 4.a,b dan c. Masing-masing ujaran

semuanya memiliki keterkaitan. Di dalam ungkapan di atas terdapat suatu bentuk kata yaitu

harimau yang memiliki arti suatu binatang buas dan binatang sangat ditakuti. Tetapi ia

memiliki kulit yang biasanya diburu oleh manusia dan dijadikan tas dan berbagai barang

mewah lainya. Sedangkan gajah adalah binatang yang berukuran tubuh yang besar dan

memiliki gading. Gadingnya dimafaatkan oleh orang banyak untuk pengobatan dan

sebagainya. Walupun kedua binatang ini kurang dapat begitu bersahabat dengan manusia

namun pada saat mati nya harimau dan gajah menjadi bermanfaat dan sangat dicari oleh

orang. Di Minangkabau harimau juga dilambangkan sebagai inyiak. Inyiak adalah jelmaan

orang tua yang sudah lama meninggal dan mengawasi tindak tanduk manusia. Hal ini juga

menjadi mitos dikalangan manusia. Inilah yang kemudian menjadi lambang perbandingan

bagi masyarakat

Bahasa kias tidak akan sama dengan bahasa yang dipakai dengan bahasa non kias

(Oktavianus,2005:244). Apalagi kiasan ini dipakai di dalam konstruksi penyampaian

pasambahan, bukan dalam percakapan sehari-hari. Akan terlihat berbagai perbedaan di dalam

pola kalimat bentuk dan fungsi kalimatnya. Sebagaimana akan dibahas berikut ini, dimulai

dari kalimat dasar sampai strukstur paralel atau klausa yang beragam.
Bahasa kias memiliki bentuk yang tidak sama dengan pola non kias. Sebagaimana di

kutip dalam Oktavianus (2005:48) dalam membedah kalimat kias atau pribahasa dibutuhkan

pemakaian teori transformasi. Artinya di dalam kalimat kias terdapat suatu susunan yang

tetap dan padat (Oktavianus,2005:44). Teori transformasi memiliki pola dasar kalimat

K→FN+FV. Di dalam kalimat terdiri dari frasa nominal dan frasa verbal. Dengan pola dasar

yang memiliki frasa tunggal dan unsur intinya lengkap serta bukan merupakan negasi. BM

memiliki pola dasar.

Bahasa Minangkabau mempunyai rumpun yang sama dengan Bahasa Indonesia.

Oleh karena itu pola kalimat dasar di atas yang berupa induk kalimat, kalimat deklaratif,

kalimat afirmatif, dan klausa aktif yang diungkapkan oleh Givon (1984;85 dalam Oktavianus,

2005;245) dapat dijadikan sebagai pola yang sama sebagai acuan dalam Bahasa

Minangkabau.

Sebagai salah satu acuan kajian penulis memakai pendekatan struktur kalimat inti.

Struktur kalimat yang terdiri dari pokok-pokok kalimat dsar. Baru kemudian dikembangkan

kepada ragam macam bentuk yang lain. Apabila pola struktur kalimat lain itu cocok dengan

bentuk dasar kalimat metafora.

Pendekatan kalimat inti (kernel sentence) bertolak dari suatu gagasan bahwa sebuah

kalimat dirumuskan dengan pola K→FN+FV. Yaitu sebuah kalimat yang terdiri dari frasa

nomina dan frasa verba seperti

1. FN +V
ameh ma- bayang
emas AKT bayang
‘kebaikan tampak dari luar’

ombak bar alun


ombak ERG alun
‘kegundahan di dalam situasi di atas’

Pola kalimat di dalam ungkapan kias di atas adalah kalimat inti dengan frasa
nominanya adalah ameh ‘emas’ dan frasa verbanya mambayang ‘membayang’. Bentuk ini
merupakan bentuk sederhana dari klausa kiasan yang ada di dalam pasambahan. Karena pada
umumnya bentuk klausa di dalam pasambahan lebih banyak mengandung klausa turunan
sehingga paparanya lebih panjang.
Rumusan dalam beberapa jenis ungkapan dalam pasambahan adalah dengan bentuk

metafora. Dalam bentuk atau konstruksi pasambahan dapat digolongkan kepada bentuk

negasi. Bentuk ini terlihat pada kalimat berikut:

6.a kok pi- taruah indak ka ba- uni -an


jika pe taruh NEG akan ERG-hunyi BEN
‘Jika petaruh tidak akan dihunyikan lagi’

b. pasan indak ka ba- turuti


pesan NEG akan ERG-turut-i
‘Kepercayaan terhadap keamanahan seseorang’

Ungkapan yang dibentuk dari klausa pertama berupa kalimat ergatif. Kalimat ergatif

sendiri secara morfologis adalah apabila komplemen Subyek (S) verba intransitif dimarkahi

dengan cara yang sama dengan objek (pasien) verba transitif, dan berbeda dari komplemen

Agen (A) verba transitif. Dan secara sintaksis dikatakan bahwa kalimat memiliki kaedah

sintaksis yang memperlakukan S sama dengan P (Netra,2006:1). Artinya di dalam kalimat

tersebut subjek menempati seolah-olah ditandai sebagai objek penderita. Dengan bentuk

asalnya

1. kok pitaruah indak ka ba- uni -an dek kami


kok petaruh NEG Mod ERG hunyi-BEN oleh kami’
‘Kok petaruh tidak akan kami hunyikan’

Bentuk konstruksi yang mengandung negasi ini tentu saja apabila kita ubah kedalam

kalimat deklaratif positif akan memiliki makna yang berbeda bahkan akan bermakna negatif.

7.kok pitaruah ba- uni -an


kok petaruh ERG uni -an
‘Jika petaruh dihunyikan’

8. pasan ba- turut -i


pasan ERG-turut-SUF
‘Pesan dituruti’
Konstruksi deklaratif positif di atas sebenarnya memiliki makna yang benar atau

dapat diterima, tetapi di dalam makna sebagai pribahasa mereka mengalami perubahan.

Karena maksud dari pribahasa atau ungkapan metafora di atas adalah suatu yang baik tidak

perlu dijaga ketat. Karena suatu kepercayaan muncul dengan sendirinya. Jadi pada dasarnya

konstruksi kok pitaruah ka baunian tidak terterima sebagai kias.

Pembentukan kalimat pasif di dalam bahasa metafora pasambahan terkadang untuk

menutupi subjek yang ada di dalam kalimat. Dengan tujuan menghilangkan kesan pengarahan

sindiran atau nasehat kepada orang yang dituju. Seperti pada contoh berikut:

13.a rumah sudah tukang di- bunuah


rumah sudah tukang PAS bunuh
‘Rumah sudah tukang dibunuh’

b. tak buliah di- tiru lai


tak boleh PAS tiru pula
‘Tidak boleh ditiru pula’

c. larak -lah kato di- simpan -i


larak PART kata PAS simpan SUF
‘Pecah lah kata disimpani

d. indak di atok di- bilang gala


NEG PREP atap PAS bilang gelar
‘gelar tidak disebut di atap’

Bentuk pasif dari prediket: ditiru, dibunuah, disimpani, dan dibilang sebenarnya diawali

oleh bentuk aktif yaitu:

‘rumah lah sudah inyo ma- bunuah tukang


Rumah PART sudah 3TGL AKT bunuah tukang’

Setelah proses pemasifan maka berubah menjadi kalimat berikut tetapi subjek tetap ada

namun berubah menjadi objek:

rumah lah sudah tukang di- bunuah inyo


rumah PART sudah tukang PAS bunuh 3TGL
Agar penyampaianya bersifat impersonal, mencegah terjadinya bentuk yang lugas dan jelas

kepada penyampaian orang yang dituju maka inyo dihilangka, maka bentuknya adalah seperti

kias yang ada di dalam kias tersebut.

Untuk prediket diatok dapat diperhatikan dalam konstruksi awal kalimat aktifnya berikut:

ambo indak di atok ma- bilang gala mamak


ambo indak PREP atap AKT- bilang gala mamak
‘Saya tidak di atap menyebut gelar mamak’

Subjek dalam kalimat ini adalah ninik mamak dan mamak atau orang yag dituakan

dan dihormati. Agar tidak menyinggung perasaan hadirin yang lain ungkin seperti rang

sumando, manti dan lainnya. Penutur kias mengungkapkan rasa hormatnya namun dikiaskan

dan subjek dilesapkan. Sesuai juga dengan bentuk awal pembahasan kalimat pasif kias

biasanya bersifat impersonalisasi. Baik untuk subjek dan komplemen sebagai persona

(orang) dihilangkan. Ambo dan mamak sama-sama dilesapkan dari kalimat di atas.

Menjadilah bentuknya:

indak di atok di- bilang gala


indak PREP atap PAS bilang gelar
‘Indak di atap dibilang gelar’

Struktur klausa yang mengandung makna metafora memiliki pola-pola tersendiri yang

tidak sama dengan struktur klausa biasa. Metafora kias yang direalisasikan melalui pribahasa

atau ungkapan memiliki struktur klausa yang bersifat tetap (Oktavianus,2005:256). Jika

terjadi pengubahan struktur klausa pada kias maka yang terjadi adalah makna akan berubah

dan klausanya menjadi klausa kalimat biasa. Strukturnya biasanya bersifat padat,

menandakan adanya konstruksi bahasa kias yang berusaha untuk disederhanakan dan

dikreasikan kata-katanya. Atau dengan kata lain telah terjadi minimalisasi kata atau kalimat

dengan makna dan maksud yang tetap. Pelesapan kata adalah salah satu bentuk menimalisir

klausa di dalam penyederhanaan struktur kalimat ini


Konjungsi berfungsi menghubungkan klausa pertama dengan kedua yang masih

memiliki keparalelan. Bentuk klausa biasanya dihubungkan dengan dan, tapi, tu, lalu dan

sebagainya. Hal ini dapat dilihat di dalam pasambahan yang mengandung metafora sebagai

berikut:

30.a. tantang pasiriahan si alek tadi


tentang pesirihan ART helat tadi
‘Tentang pesirihan si helat tadi’

b. lai ba- gala ba- namo -nyo


lagi AKT Int gelar AKT Int nama 3TG POS
‘Ada bergelar dan bernama’

c. aa. lah ka ma- jadi gala namo nyo


apalah Mod AKT jadi gelar nama 3TGL
‘Apalah yang akan menjadi gelar dan namanya’

Konjungsi di dalam klausa b dan c seolah-olah tidak ada. Hal ini berbentuk

penyederhanaan dan menyingkat kalimat agar bunyi menjadi indah. Bentuk klausa yang

konjungsinya dilesapkan sebenarnya adalah, lai bagala jo banamo. Konjungsi jo yang berarti

dan menjadi hilang karena jenis klausanya disederhanakan agar terkesan dapat menjadi lebih

sederhana.

Jenis kalimat pada a sampai c sebagai kalimat yang mengandung metafor di atas

adalah kalimat deklaratif. Yang memiliki prediket di awal dan bersifat transitif membutuhkan

objek.

31.a singkok daun ambiak buah


singkap daun ambil buah
‘Singkap daun ambil buah’

b kubak kulik tampak isi


kubak kulit tampak isi
‘Kubak kulit tampak isi’

Objek pada klausa pertama adalah daun, pada klausa kedua dan ketiga kulik, dan

sado nan paguno (jenis benda tidak jelas identifikasinya). Apabila ingin menjadikanya
kalimat sempurna namun menguragi nilai mataforanya da tidak dipakai dalam bentuk

pasabahan, dengan susunan dan konjungsi:

32.a. daun di- singkok tu ambiak buah -nyo


daun AKT singkap KONJ ambiak buah 3TGL
‘Daun disibakan lalu ambil buahnya’

b. kubak kulik -nyo lalu tampak isi


kubak kulit POS lalu tampak isi
‘Buka kulitnya maka tampak kulitnya’

Bentuk di atas adalah salah satu contoh pelesapan konjungsi dengan tujuan

menyederhanakan klausa agar enak didengar serta padat dan menjadi lebih singkat. Tu di

dalam klausa a menjadi konjungsi pada klausa tersebut. Artinya adalah lalu. Bentuk klausa

yang ditambahkan dengan konjungsi tu dan lalu membuat kalimatnya menjadi panjang.

Namun jenis klausa ini tidak dapat dijadikan bentuk pasambahan kias, karena kias pada

umumnya singkat dan padat dan terkadang terjadi pelesapan seperti yang terjadi di dalam

klausa tadi.

Makna adalah suatu persoalan yang terlihat rumit apabila akan dibahas. Makna juga

memiliki suatu keadaan yang disebut makna konkrit dan juga abstak. Makna kias biasanya

muncul dari beberapa bentuk unsur makna intrinsik suatu benda yang memiliki kesaaman

karakter dan spesialisasi terhadapa apa ynag disimbolkan biasanya menurut acuan pemakai

simbol tersebut.

Analisis makna dilakukakan secara dua tahap pertama analisis dengan menggunakan

komponen makna (componential analysis). Menurut Nida (1975:4) prosedur analisis

komponen makna diterapkan kepada parafrase atau pendefenisian. Tahapan keduanya adalah

analisis makna. Jadi makna kias dapat diketahui terlebih dahulu dari makna literalnya. Salah

satu cara membuktikan tipe makna literal maupun kiasan menggunakan metode distribusional

dan metode padan. Metode distribusional adalah mencocokan makna hubungan suatu
linguistik yang satu dengan makna linguistik yang lainya (distribusi). Metode padan

diterapkan karena keberadaan suatu jenis makna tergantung pada hubungan kesepadanaan

bentuk linguistik dengan realitas yang diacu.

1.a. tadi si alek ma- nanti panitahan


tadi ART alek AKT nanti penitahan
‘Tadi yang punya hajatan menanti penitahan’

b. ambo ma- cari kato ciek bana sabuah


1 TGL AKT cari kata satu saja sebuah
‘Saya mencari kata satu mufakat’

c ma... nyo lai tu kini


mana 3TG lai ProKlik sekarang
‘dia mana sekarang’

d. lah bulek aie dek pambuluah


Mod bulat air karena pembuluh (bambu)
‘Sudah sepakat kata di dalam musyawarah’(Anwar ,2009)

Makna literal dalam ungkapan lah bulek aia..., adalah sudah bulat terkumpul air oleh

pembuluh. Namun apabila kita jelaskan korelasinya maka akan muncul ungkapan yang

menyataan bahwa dalam memulai sebuah permusyawarahan muncul leksikon bulek. Bentuk

klausanya dibantu modalitas lah yang artinya sudah, jadi tampak di sini bahwa apabila kita

pakai bulek dengan klausa di atas bentuknya akan menjadi:

aia lah bulek dek pambuluah, kato lah bulek dek mufakaik

Kesan yang dirasakan pada makna menjadi sedikit melemah karena adanya

ungkapan keterangan lah di awal klausa 1.d. Sehingga apa yang akan di lakukan pada

mufakat hari itu direlevansikan dengan keadaan alam dan kehidupan sehari-hari. Orang

Minangkabau juga memiliki prinsip sebagaimana yang di gambarkan dalam pepatah Minang

alam takambang jadi guru, semua yang tampak di sekitar di alam ini dapat dijadikan sebagai

simbol di kehidupan nyata

Selajutnya apabila kita lihat dari sisi makna dan simbol dapat kita maknai

sebagai berikut;
Tadi sialek mananti panitahan adalah bentuk klusa yang dapat dijelaskan sebagai

berikut: tadi si alek mananti panitahan nan ciek bana sabuah, keadaan inilah yang dijadikan

pengantar pada bagian idiom selanjutnya. Namun tetap pada bagian yang sering disebutkan

sebagai pembuka pada pasambahan, klausa demi klausa dirangkai memakai sedikit kiasan.

Diawali dengan memakai kata ciek bana sabuah meningkat menjadi kata dan klausa ynag

lebih luas makna dan lebih dalam artinya.

Pada bagian ini terdapatlah dua klausa Lah bulek aie dek pambuluah, lah bulek

kato dek mufakat segala sesuatu yang berhubungan dengan hal diatas menjadi hasil

kesepakatan bersama. Air adalah sesuatu yang bersifat cair dan mengalir dari tempat yang

tinggi ke yang rendah. Di sini aliran air diartikan sesuatu yang belum bersatu tapi sesuatu

yang berserakan namun menurut falsafah Minangkabau mereka dapat disatukan atau

dikumpulkan dengan masuk ke dalam pambuluah secara semantik sejenis bambu. Bambu ini

adalah bambu yang beukuran sebesar pipa paralon yang dapat menjadi tempat aliran air.

Serta pambuluah dapat membuat air menjadi bersatu untuk dialirkan kepada tujuan yang

diinginkan bersama. Pemilihan pambuluah sebagai metafora bahasa di sini, dikarenakan

pambuluah adalah sesuatu yang banyak terdapat di dalam masyarakat Minang. Pada

umumnya di kawasan hutan bambu, dan dipakai sebagai ganti pipa untuk mengalirkan air

disawah-sawah. Mengalirkan air untuk diminum agar terjaga kebersihanya dan tidak

bercampur tanah. Hal ini masih saja digunakan oleh masyarakat Minangkabau yang hidup di

daerah pedalaman atau disekitar lokasi hutan yang sarat teknologi dan lengang penduduknya.

Jadi metafora pambuluah yang bisa membulatkan air apabila kita hubungkan bambu tadi

sebagai solusi untuk menjadikan air menjadi berkumpul dan terarah alirannya serta menjadi

bersih serta dapat dimanfaatkan. Begitu pula pada bagian ini, yang berlangsung antara si

pangkalan dan si helat. Si pangkalan menyampaikan maksud dari sialek menantikan sebuah

musyawarah. Yaitu adanya kesamaan pandangan untuk mengambil keputusan yang baik.
2. a. ambo ma- pulang -kan kato ka Sutan baro
saya AKT pulang KAU kato PREP ST Baro
‘Saya mengembalikan kata ke Sutan Baro’

b. kok pitaruah indak ka ba- uni -an


jiko petaruh NEG Mod AKT Int huni SUF
‘Jika titipan tidak akan dihunikan’

c. pasan indak ka ba- turut i


pasan NEG Mod AKT Int turut IT
‘Pesan tidak akan dituruti’

Makna denotatif dari kiasan kok pitaruah indak kabaunian... adalah kalau pesta tidak

akan ditunggui dan kalau pesan tidak akan dituruti. Dari dua klausa di atas tampak negasi dari

metafora yang muncul. Proses negasi atau penidakan sangat bertentangan dengan kebudayaan

Minangkabau sesungguhnya, karena posisi kebiasaan masyarakat Minangkabau adalah orang

yang memiliki tenggang rasa barek samo dipikua ringan samo dijinjiang. Apapun masalah

dan segala kesulitan dapat diselesaikan dengan rasa kebersamaan tenggang rasa, saling

membantu. Semuanya menggambarkan orang Minang memiliki rasa yang amat tinggi suka

membantu dan bergotong royong. Namun pada dua klausa sebagai ungkapan pitaruah dan

pesan tanggung jawab tidak serta merta merefleksikan pepatah kebersamaan tadi. Maka dari

itu kita perlu melihat konteks dari pepatah klausa di atas bahwa di saat kedua Sutan dari

pihak si pangkalan memiliki kedudukan yang sama. Ujaran yang disampaikan oleh sutan tadi

menyatakan bahwa sebenarnya ia dapat saja mengambil kebijakan sendiri. Namun ia

menyerahkan sebagian kebijaksanaan kepada sutan lain yang ia ajak bicara yaitu Sutan Baro.

Ditekankan pula agar sebagai seorang sutan, tidak akan mempengaruhi sedikitpun pada saat

Sutan Baro melakukan pertimbangan. Hal ini dimaksudkan agar keputusan yang diambil

menjadi independen, tidak terpengaruh oleh ungkapan pasan indak ka baturuik i kok pitaruah

indak ka baunian. Bentuk asal ungkapan tersebut sebenarnya adalah pasan baturuik,

pitaruah baunian ‘janganlah sepenuhnya percaya pada seseorang diperlukan sebuah


pengawasan’. Namun karena kepercayaan dan rasa penghormatan yang kental antara sesama

semanda yang sama-sama memiliki gelar Sutan maka akhirnya ungkapan itu dibalik menjadi

pasan indak ka baturuti...dst

9.a. tagak sapamatang sarato sanak sudaro nan hadia


tegak sepematang serta sanak saudara yang hadir
‘Tegak sepematang serta sanak saudara yang hadir’

b. di ateh angin nan ba- asa


PREP atas angin KONJ AKT Int asal
‘Di atas angin yang berasal’

c. hujan nan ba- pohon


hujan PART ERG pohon
‘Hujan yang berpohon’

d. kayu nan ba- pangka


kayu PART ERG pangkal
‘Kayu yang berpangkal’

a. kato nan ba- mulo


kata PART ERG mula
‘Kata yang bermula;

Angin sebagai sumber kehidupan dalam klausa di ateh angin nan baasa terdapat

kata angin dan selanjutnya ada kata benda yang biasa dijadikan sebagai sumber kehidupan

masyarakat terutama petani. Seperti kayu dan hujan semua jenis bahan ini dijadikan sebagai

perumpamaan untuk mengikat tautan kehidupan yang komplit. Salah satu contoh di dalam

memenuhi kebutuhan pokok, kebutuhan akan semua bentuk bahan bakar manusia bergantung

kepada angin, hujan, dan kayu,. Dijadikanlah hujan dan angin sebagai lambang kehidupan

dan lambang kekuatan serta lambang kekuasaan. Hujan dan angin apabila muncul pada

ukuran yang pantas akan memberikan berkah kepada para petani. Angin dapat dijadikan

kincir angin dan menyalurkan air serta listrik, lalu hujan akan menjadi sumber air dan irigasi

serta tadah hujan. Namun apabila semuanya pada jumlah yang berlebihan maka akan
terjadilah apa yang disebut oleh orang Minangkabau hujan galodo (hujan dan angin serta

petir yang sangat deras bersifat menghancurkan).

Apabila kita membalikan bentuk susunan klausa seperti

10. angin ba- asa dari ateh


angin ERG asal dari atas
‘Angin yang berasal dari atas’

Arti dari klausa secara literal akan tetap, namun nilai rasa seakan berubah dari asal

mulanya. Karena kata ateh yang diletakan pada awal klausa menunjukan bahwa adanya

keterikatan antara yang berbicara dan yang di ajak berbicara antara saling meninggikan

kedudukannya. Si penutur memberikan suatu penghormatan terhadap lawan tutur.

Kebijaksanaan yang dimiliki tersebut kemudian berlanjut pula dengan menjelaskan hujan dan

kayu yang semuanya memiliki asal usul dan tautan mendalam dalam kehidupan. Begitupun

pada kesempatan tersebut, angin, air hujan serta pohon adalah lambang kekokohan serta

ketetapan.

Oleh sebab itulah semua bentuk klausa tersebut dijadikan sebagai pembuka dalam

menyampaikan basa basi penghormatan akan semua keterlibatan niniak mamak atas masalah

dan perhelatan yang akan dilaksanakan. Tujuannya adalah untuk ikut dalam mengambil

keputusan yang bijak. Agar semua yang ada menjadi berpangkal (memiliki garis asal usul

yang jelas) dapat dipertimbangkan dan di pakai nantinya oleh mempelai laki-laki pada

kehidupan rumah tangganya kedepan

Metafora bermakna basa-basi dalam menghormati yang dituakan dan hadirin:

10.a. sambah ma- sambah kurang pasiah


RESsembah AKT sembah kurang lancar
‘Sembah menyembah kurang pasih’

b. kato-bakato kurang pandai


RES kata kurang pandai
‘berkatapun kurang pandai’

c. apo -kan sabab dek baitu


apa PREP ARK sebab begitu.
‘Apakan sebab karena begitu

d. jalan -lah lamo ndak ba- tampuah


jalan PART lama NEG ERG tempuh
‘Sudah lam tidak melakukan sesembahan’

Di dalam klausa “d” di atas jalan merupakan bentuk kata benda. Kita dapat

memahami maksud dari jalan yang dituturkan di atas jalan ko alah lamo indak di lalui ‘ jalan

ini sudah lama tidak dilewati’. Banyak kemungkinan yang tidak diketahui atau terlupakan

seperti kelokan atau simpang yang biasanya terdapat disisi jalan menjadi terlupakan. Ada

lika-liku dan juga tanda di sekitar jalan yang mungkin saja sudah terlupakan, bahkan

mungkin sudah banyak penambahan atau perubahan bentuk. Hal ini menyebabkan sipejalan

kaki atau yang mengendarai mobil tidak lagi hafal jalan tersebut untuk menuju sesuatu daerah

yang ditujunya.

11.a. antah kok lah samak tu kini


entah kok sudah semak ProKlik sekarang
‘Sekarang penutur tidak tahu keadaan yang dahulu lagi’

b.kajinan lah lamo tak ba- ulang


pelajaran sudah lama NEG ERG ulangi
‘Pelajaran sudah lama tidak diulang-ulang’

Samak atau semak belukar adalah rumput sejenisnya yang biasa menutupi jalan

yang sudah lama tidak dilewati, tidak pernah dibersihkan. Biasanya semak inilah yang

membuat ragu seseorang karena sebelumnya mungkin saja tidak terdapat dedaunan dan

semak rerumputan di suatu tempat. Namun, karena sudah tak pernah dilalui lagi maka akan

tumbuh dan membuat ragu orang yang pernah lewat di sana. Secara literal demikianlah

makna yang terungkap pada bagian tersebut. Tetapi makna yang ada di dalam sebagai

ungkapan metafora oleh penutur memperlihatkan ketidakyakina-nya dalam mengungkapkan

sesuatu dan keragu-raguan. Makna metafora dari ‘keragu-raguan’ dan ‘jalan’ di dalam ujaran

di atas adalah suatu niat hati si penutur bahasa dalam memberikan rasa hormat. Rasa hormat
yang tinggi terhadap para pendengar dengan ungkapan ‘jalan yang sudah lama tak ditempuh’

dan ‘antah lah kok samak tu kini’, relefan dengan padanan kata berbasa basi dalam

menempatkan orang lain lebih dari sipenutur sendiri.

Di dalam pasambahan ini, banyak hal yang diutarakan untuk merendahkan diri di

hadapan orang yang mendengarkan. Ada perkataan sambah manyambah kemudian kurang

pasiah menandakan seseorang yang sebenarnya berbasa-basi dalam mengajukan kalimat

mereka. Hal ini terlihat dari kalimat selanjutnya antara jalan dan sembah menyembah tidak

ada hubungan jelas diantaranya. Pada dasarnya di dalam ungkapan jalan yang sudah lama

tidak ditempuh dan sudah lama tidak dilalui tersebut merupakan bagian dari metafora.

Perumpamaan yang digambarkan sebagai jalan adalah media yang dibangun untuk

menghubungkan bagian daerah tertentu dengan daerah lain. Bagian dari perlintasan yang

dilalui oleh seseorang apabila ingin menuju suatu daerah. Jalan tersebut bisa berbentuk aspal

atau hanya tanah berupa jalan setapak, yang merupakan unsur dari jalan juga. Jadi, jalan

biasanya panjang dan terbentang untuk menghubungkan sesuatu. Maka di dalam ungkapan

‘jalan yang sudah jarang ditempuh’ dimetaforakan terhadap sesuatu aktifitas penuturan

sesembahan yang telah jarang dilakukan penutur. Oleh karena itu, pengambilan jalan sebagai

perumpamaan disambut pula dengan kaji nan lah lamo tak baulang menjadi syarat akan

menggambarkan sesuatu yang sudah sangat lama dilakukan. Hal menyebabkan ketidak

fasihan seseorang menguasai sesuatu karena sudah tidak lagi pernah atau jarang mengulang-

ulang kaji (pelajaran). Si penutur pada bagian berikutnya sangat ragu akan apa yang akan ia

sampaikan serta apa yang ia perbuat dalam menyambut niniak mamak serta yang hadir

dengan pasambahanya. Basa-basi terlihat di sini dengan kemunculan kalimat-kalimat

bermakna sama dan berulang-ulang.


Di dalam contoh pasambahan dibawah ini terdapat bentuk basa-basi dalam

melakukan penghormatan kepada orang yag dituakan:

12. ka ba- tanyo guru lah mati


Mod AKT Int tanya guru Mod mati
‘Tidak ada lagi tempat untuk bertanya demi kelancaran sesembahan’

Bentuk ungkapan dengan klausa ka ba tanyo... adalah bentuk klausa dengan bentuk

perkerjaan yang belum dikerjakan. Memiliki ciri dalam prediket nya di dalam BM adalah ka.

Namun apakah maknanya akan sama ketika ka kita letakkan di sesudah subjek dengan

klausa: ambo ka batanyo di dalam klausa pasambahan tersebut dihilangkan subjek orang

pertama tunggal. Peluruhan terjadi dan kalimatnya menjadi kalimat tak sempurna bahkan

menjadi hanya sebatas frase verbal: ka batanyo: FV sedangkan apabila disempurnakan

menjadi kalimat maka ambo ka batanyo gurulah mati makna literalnya tetap sama.

Maksudnya adalah ‘akan bertanya tetapi guru sudah tiada’, pada makna metaforanya ka

menggambarkan kebimbangan. Sebenarnya, bukan guru yang telah mati. Namun sesuatu

yang tidak lumrah untuk ditanyakan lagi karena si penutur adalah termasuk orang yang

dipercaya pula dalam adat dalam menyampaikan sambah. Jadi kata ‘mati’ makna

metaforanya adalah berhenti dan tidak ada jalan lain, karena apabila sesuatu dinyatakan matai

maka tidak ada pergerakan dan aktivitas yang bisa dilakukanya. Cara yang paling akurat

untuk menyembunyikan rasa malu yaitu merendahkan diri dengan memintakan maaf kepada

sekalian yang hadir.

17.a. satitiak indak ka hilang,


setitik NEG Mod hilang
‘Hal yang bermanfaat sedikit tidak akan terlupakan ’

b. aso hilang duo ta- bilanga


satu hilang dua PAS bilang
‘Satu hilang dua terhitung’
c. sabalun aja ba pantang mati
sebelum ajal AKT Int pantang mati
‘Keinginan hilang sebelum ajal pantang mati’

d biakan kalah di galanggang


biarkan kalah PREP gelanggang
‘Keinginan untuk berjuang sebelum menyerah’

e. padonyo kalah di rumpun pisang


daripada kalah PREP rumpun pisang
‘Daripada menyerah sebelum melakukan sesuatu’

Makna literal kata kalah, galanggang dan rumpun pisang menunjukan kepada kita

bahwasanya secara semantis kalah adalah sesuatu yag memalukan apalagi bagi masyarakat

Minang. Jenis dari kiasan ini sudah jauh dari makna denotatif. Makna konotatifnya sangat

tajam dan halus, namun masih dapat diambil hubungan antara rumpun pisang dengan maksud

konotatif kekalahan. Ada sebuah pepatah:

ta- kuruang nak di lua, ta- impik nak di ateh


PAS kurung ingin PART luar PAS himpit ingin di atas
‘Sifat seseorang yang ingin menang sendiri’

Peribahasa ini bukan menyatakan sesuatu yang mustahil karena ungkapanya sedikit

agak miring dan negatif. Apabila kita cermati lebih dalam akan sesuai dengan filosofi rakyat

Minagkabau. Seseorang melakukan perjuangan hidup sebagai orang yang kuat ia pantang

menyerah dan gigih. Tidak ada istilahnya ia lemah dan terkurung oleh kelemahannya sendiri,

ia harus bangkit dan bergerak sebisa mungkin.

Ada prinsip yang sudah turun temurun digariskan pada kalimat tersebut rumpun

pisang adalah pisang yang mempunyai anakan dan induk yang terkumpul di dalam suatu

rumpun. Rumpun adalah sesuatu yang menjadi pokok tempat tumbuhnya pohon disana

berkumpul semua pohon pisang dari bagian paling kecil ke yang besar. Namun ada budaya di

sebagian dan hampir sebagian masyarakat bahwa apabila rumpun pisang sudah sangat banyak

maka bagian anak akan dipisah atau dibuang dari induknya yang sudah besar pada saat
belum berbuah. Hal ini disebabkan karena akan mengganggu pertumbuhan pembuahan

pisang yang lain. Maka dari itu, walaupun banyak, pisang tidak terlalu diharapkan dan lemah

pada posisinya sebagai pohon karena batangnya yang lunak, tidak bergerak dan mudah

dirobohkan. Sedangkan apa yang diharapkan oleh perumpamaan ini adalah harga diri agar

tetap terjaga dengan adanya harga diri yang tidak kalah sebelum bertanding tidak mau

menyerah sebelum berusaha. Menurut hemat penulis pasambahan ini menyampaikan tentang

kelemahan yang disampaikan pada klausa-klausa sebelumnya. Diantaranya, keselahan dalam

penyampaian kata sambutan penghormatan seperti salah ucap, salah dalam menghidang,

salah dalam memperlakukan niniak mamak. Hal demikian termasuk kepada kesilapan, tetapi

prinsip yang lebih dalam lagi adalah lebih hina dan malu apabila sambah dan sembah tak

dilaksanakan dan tidak disampaikan dengan baik kepada hadirin.

Kegigihan/kesungguhan dalam menjalani amanah juga terdapat dalam pasambahan

manjapuik marapulai berikut:

18.a. ma- suruak kan aua nan babarih, parik nan balingka
AKT suruak KAU aua yang berbaris’
‘Perjalanan yang dilalui penuh rintangan fisik dan non fisik’

b. mako tibo -lah kami di kampuang halaman ko


maka tiba PART 2JMK PREP kampung halaman ini
‘Maka tibalah kami di kampung halaman’

i. c. ma- pandang lah kami, hilia jo mudiak,kiri jo kanan


AKT pandang PART kami hilia KONJ mudiak kiri KONJ kanan
‘Memandang kami hilir dan mudik’

Manyuruak secara denotatif adalah melewati rintangan bambu melewati rintangan

bambu dan parit di sekelilingnya. Aua adalah sejenis bambu yang biasanya sering tumbuh di

tepi sungai atau parit di sekitarnya. Memiliki ranting yang banyak dan biasanya sangat

rimbun. Bentuk kiasan dalam semak dan rimbun ini mengkiaskan kepada pendengar betapa
banyaknya rintangan yang sudah dilewati oleh si pihak perempuan selama mempersiapkan

pernikahan. Selain itu juga pemberian sanjungan kepada pihak marapulai. Sanjungan

terhadap perjuangan yang dilakukan dalam melakukan pertautan kekeluargaan dengan

pihaknya dengan kesungguhan.

Berikut terdapat beberapa contoh mengenai makna dan struktur:

23.a.kok sudah banyak sansaro -nyo


kok sudah banyak sengsara PART
‘Kalau sudah banyak sengsaranya’

b. rumah sudah tukang di- bunuah


rumah sudah tukang PAS bunuh
‘perbuatan baik dibalas dengan buruk (tidak tau balas budi)’

c. tak buliah di- tiru lai


tak boleh PAS tiru lagi
‘Tidak boleh ditiru lagi’

d .larak lah kato di- simpani


hancur PART kata PAS simpani
‘Gugurlah kata yang akan disampaikan’

Dalam pilihan leksikon rumah dan di bunuah tergambar sesuatu yang nyaman dan

sesuatu yang tragis dan tidak nyaman. Pada saat klausa utama menyebutkan ...kok sudah

banyak sangsaronyo... rumah sudah tukang dibunuah...merupakan dua klausa yang saling

berhubungan, yaitu sebab akibat. Kenapa terjadi sengsara karena tukang dibunuh. Leksikon

sangsaro di pakai untuk menggambarkan makna kemiskinan dan penderitaan batin seperti

pada kalimat:

samanjak apak ba- hanti karajo yo lah sangsaro bana hiduik kini
semenjak ayah ERG henti bekerja yo PART sengsara betul hidup kini
‘Semenjak ayah berhenti kerja iya sengsara menderita kita sekarang’

iyo lah sangsaro hiduik ang mah induak mati apak tiado
‘iyalah sengsara hidup 3TGL ya ibu mati ayah tiada’
‘Menderita sekali hidupmu ibu meninggal bapakpun tak ada’
Bentuk kalimat rumah sudah tukang dibunuh adalah bentuk kalimat yang sudah

disederhanakan. Bentuk kalimat sempurna adalah sebagai berikut:

rumah -lah sudah di- bangun tukang -nyo pun di- bunuah
rumah PART sudah PAS bangun tukang 3TGL PART PAS bunuh
‘Rumah selesai tukanya dibunuh’

Terdapat beberapa kunjungsi dan kata bantu yang hilang seperti lah, sudah, nyo dan

pun. Fungsi dari penghilangan/pelesapan tersebut adalah untuk menyederhanakan kalimat

dan bentuk serta bunyi menjadi lebih indah ringkas tetapi jelas. Bentuk ungkapan dan petatah

petitih sering sekali berbentuk seperti ini. Hal ini disebabkan karena menurut maksud dan

makna kalimatnya sama tetapi nilai rasanya yang akan di tangkap oleh sipendengar akan

berbeda nantinya dengan pengkondisian bentuk klausa yang dikeluarkan.

Bentuk klausa yag sering muncul sederhana biasanya dipakai sebagai nasehat dan

bukan untuk menirukan apa yang diceritakan di dalam klausa atau kalimat tersebut. Seperti

pada bagian penutup klausa di atas muncul lah klausa

Tak buliah ditiru lai

Tak boleh pula ditiru

Pada bagian ini juga mengalami penyederhanaan dengan menghilangkan subjeknya

yaitu:

Hal nan bantuak itu tak buliah ditiru lai

SUBJ NEG
Hal yang seperti itu tak boleh ditiru pula

Pemakaian kata sangsaro pada awal kiasan memperlihatkan adanya penyampaian

maksud dan tujuan baru sebab dikemudian. Seperti sangsaro adalah penggambaran dari

betapa malangnya nasib seseorang yang pada konteks ini adalah orang yang tidak dihargai

dengan segala pengorbananya. Tukang di ibaratka sebagai oranag yang sudah bersusah payah
membagun sebuah tempat kehidupan dan di gantungkan pada makna seseorang yang sudah

sangat berjasa dalam memberikan segala sesuatu.

Rumah adalah tempat tinggal manusia yang dibangun begitu susah dan penuh

perjuangan materi, fisik dan jerih payah. Tukang adalah orang yang menyelesaikan rumah

dari membuat pondasi rumah sampai atap rumah. Antara yang punya rumah dan tukang

saling mengisi dengan materi dan kekuatan. Namun kontras yang terjadi sesudah rumah

diselesaikan untuk di bangun tukang dibunuh pula. Jerih payah sedikitpun tidak dihargai.

Begitu dalam perumpamaan yang dibuat dalam dua klausa di atas pengambilan keputusan

dan kegiatan menyelesaikan masalah bersama diambil dengan gotong royong dan

musyawarah. Tetapi ada satu hal yang perlu dihindari jangan sampai seperti rumah sudah

tukang dibunuah pembunuhan karakter yang kemudian muncul sesudah segala sesuatunya

selesai dengan baik. Maka habislah semua apa yang diimpikan nantinya dengan gambaran

laraklah kato disimpani. Kiasan di dalam pasambahan ini mengandung larangan agar nanti

jangan lupa untuk balas budi dan melecehkan orang lain yang sudah berusaha berjuang untuk

kita.

27.a. karano nan bak langan putuih dek urang sumando


karena PART seperti lengan putus oleh orang semanda
‘Yang bak lengan putus oleh orang semenda’

b nan ba- unuih putuih dek niniak mamak


PART ERG hunus putus karena niniak mamak
‘Yang berhunus putus oleh ninik mamak’

c .sakian di- sampaikan ka tuo bainduak


sekian PAS sampaikan PREP tua ba induak
‘Sekian disampaikan kepada tetua adat’

Pengulangan kata sarato sebagai penekanan dari klausa yang di atas. Kemudian

bentuknya yang sederhana hanya terdiri dari satu frase yaitu frase nominal. Jenis frasenya

yang sederhana dan tidak memiliki verbal atau kata kerja. Merupakan suatu wujud penekanan

kembali terhadap kiasan dan perumpamaan. Tetapi akan lebih enak dan lebih halus terdengar
apabila kalimatnya singkat dan jelas. Namun di sini tidak terlalu banyak memberikan makna

dan arti karena pada f sampai i inti dari kalimatnya adalah pada e , yo ka manjapuik

marapulai frase verbal pada manjapuik (menjemput) adalah inti dari seluruh frase nominal di

atas denga artian dijemput seluruh yang perlu, Tentu saja bukan orang banyak dan segala

macam hartanya. Karena dalam budaya orang Minangkabau sendiri laki-laki tidak membawa

sepeserpun harta dari rumah mandehnya . Tetapi di sini hanyalah kiasan dalam bentuk

hiperbola. Yaitu tentang sesuatu yang tidak mungkin untuk dikerjakan namun disebutkan

sebagai sesuatu yang akan dilakukan. Maksud dan tujuan inilah yang pada akhirnya akan

diarahkan kepada pihak laki-laki agar paham dengan pemberia gelar yag cocok dan baik

supaya semua berjalan lancar di kemudian hari. Hal ini akan di jelaskan pada paragraf

selanjutnya tentang keputusan yang baiklah yang patut di ambil.

28.a .karano nan bak langan putuih dek urang sumando


karena PART bak lengan putus oleh orang semanda
‘Karena yang berlangan putus oleh orang semenda’

b .nan ba- unuih putuih dek niniak mamak


PART ERG hunus putus karena niniak mamak
‘Yang berhunus putus oleh ninik mamak’

c .Sakian di- sampaikan ka tuo bainduak


sekian PAS sampaikan PREP tua ba induak

Langan adalah bagian tubuh yang digunakan untuk mengangkat mengambil dan

melambai-lambai maka lengan ibarat menyampaikan dan penghubung. Sedangkan sumando

di Minangkabau fungsinya ayah/bapak bagi anak-anaknya dan juga perantara dan sebagai

mamak di kaumnya (apabila ia mempunyai posisi yang baik di sana) dan perupamaan lengan

dicincang menggambarkan keringanan dan kemudahan bagi sumando untuk memulai dan

membantu menyelesaikan masalah. Sumando kerap dijadikan penyambung lidah bagi suaatu

kaum atau suku. Sedangkan ba unuih biasaya adalah pisauatau pedang yang di bentangkan
tinggi dengan terhunus. Posisi ini adalah posisi siaga dan bersiap melakukan sesuatu atau

menyerang. Begitulah peran mamak sesuatu yang sangat mendesak penting dan lain-lain

perlu dan dapat diselesaikan oleh mamak

Mengambil keputusan dengan cara baik dengan niat hasil yang baik pula.

29.a.Sungguah -pun kari surang tampek ambo ma- antakan sambah


Sungguh PART Kari seorang tempat 1TGL AKT antarkan
sembah

b .nak sarapek- rapeknyo lah niniak jo mamak


supaya se REP rapatnya PART ninik dan mamak
‘Supaya serapat-rapatnyalah ninik mamak’

c . nan duduak sahamparan


PART duduk sehamparan
‘Duduk yang sehamparan

c. tagak sapamatang
tegak sepematang
‘Tegak sepematang’

d. singkok daun ambiak buah


singkap daun ambil buah
‘Singkap daun ambil buah’

Jenis klausa-klausa sebagai kiasan di atas adalah kalimat deklaratif. Klausa dan

kalimatnya memiliki prediket di awal dan bersifat transitif membutuhkan objek.

30.a.singkok daun ambiak buah


singkap daun ambil buah

b kubak kulik tampak isi


kubak kulit tampak isi
‘Kubak kulit ‘

b. di- ambiak sado nan paguno


PAS ambil semuaya PART berguna
‘Diambil semua yang berguna’
Objek pada klausa pertama adalah daun dan pada klausa kedua dan ketiga kulik, dan

sado nan paguno (jenis benda tidak jelas identifikasinya). Apabila ingin menjadikanya

kalimat sempurnya dengan susunan:

daun di- singkok ambiak buah -nyo


daun PAS singkap ambiak buah 3TGL
‘Daun disingkap ambil buahnya’

Sebenarnya memiliki arti secara liuteral sama dengan asala kiasan di atas namun

nilai makna dan rasa terlihat jelas dengan berubahnya bentuk kalimat kepada kalimat

pemberitahuan saja. Tanpa adanya unsur prosedural dalam kalimat selanjutnya karena apabila

kita robah pula klausa:

Kulik di- kubak tampak isinyo


Kulit PAS buka tampak isi

Sama seperti pada pembahasan sebelumnya terdapat ketimpangan makna apabila

kita bawa kepada kiasan. Di dalam bahasa sehari-hari ia akan terterima namun dalam keadaan

sedang melakukan sambah pasambahan dan kiasan ia menjadi kurang terterima. Sifat klausa

yang sederhana dan simpel menjadi acuan dari bentuk kiasan.

Pada bagian 18 e sampai g terdapat leksikon singkok artinya buka/singkap , maka

daun adalah sesuatu yang rimbun dan harus di buka dan di sibakan agar jelas tampak

buahnya. Kulit yang menutupi isi sebagai pelindungpun harus disingkap agar semua isi di

dalam dapat dilihat. Kesemuanya adalah umpama dari sebuah isi/masalah yang perlu di

carikan solusinya. Diambiak sado nan paguno mempertegas bahwa tak semuanya harus di

pakai dan dibahas dalam perundingan. Di ambil hal-hal yang penting kiranya untuk

menghasilkan keputusan yang baik.

Selain makna yag diutarakan dalam pembahasan ini, fungsi bahasa dari metafora

pasambahan juga menjadi salah satu bentuk kajian yang penting untuk diutarakan.

Diataranya ada fungsi bahasa yang bersifat informasional, phatik, estetik, direktif dll. Berikut
dijelaskan beberapa macam fungsi bahasa metafora terhadap kaitanya dengan fungsi

berbahasa.

Kegigihan/kesungguhan dalam menjalani amanah

18.a. ma- suruak kan aua nan babarih, parik nan balingka
AKT suruak KAU aua yang berbaris’
‘Perjalanan yang dilalui penuh rintangan fisik dan non fisik’

b. mako tibo -lah kami di kampuang halaman ko


maka tiba PART 2JMK PREP kampung halaman ini
‘Maka tibalah kami di kampung halaman’

j. c. ma- pandang lah kami, hilia jo mudiak,kiri jo kanan


AKT pandang PART kami hilia KONJ mudiak kiri KONJ kanan
‘Memandang kami hilir dan mudik’

Manyuruak secara denotatif adalah melewati rintangan bambu melewati rintangan

bambu dan parit di sekelilingnya. Aua adalah sejenis bambu yang biasanya sering tumbuh di

tepi sungai atau parit di sekitarnya. Memiliki ranting yang banyak dan biasanya sangat

rimbun. Bentuk kiasan dalam semak dan rimbun ini mengkiaskan kepada pendengar betapa

banyaknya rintangan yang sudah dilewati oleh si pihak perempuan selama mempersiapkan

pernikahan. Selain itu juga pemberian sanjungan kepada pihak marapulai. Sanjungan

terhadap perjuangan yang dilakukan dalam melakukan pertautan kekeluargaan dengan

pihaknya dengan kesungguhan.

Di dalam pasambahan muncullah penyampaian maksud dalam mengusung makna

terselubung kepada pihak yang diajak berbicara. Diantranya pujian terhadap pihak marapulai

sebagaimana dalam ujaran di bawah ini:

19.a. pudiang ameh batang ba batang


puding emas banyak batang
‘Puding emas batang berbatang’

b. salo ma- salo pudiang hitam


RES AKT salo puding hitam
‘Sela menyela puding hitam
c. halaman nan indak rancak bana
halaman PART NEG indah benar
‘Halaman yang tidak bagus betul’

d. kasiak -nyo intan jo podi


pasir 3TG POS intan KONJ padi

Makna literal dari halaman nan indak rancak bana adalah halaman yang tidak

terlalu bagus atau sederhana dengan intan dan padi sebagai pasirnya. Halaman secara

denotatif leksikalnya adalah bagian terdepan dari rumah. Secara implisit terkandung suatu

maksud yang bertentangan bahwa rumah seseorang yang sedehana dicermati dari bagian luar

rumah seseorang . Menggambarkan keadaan pemilik rumah, karena halaman adalah bagian

yang menjadi cermin pemilik rumahnya. Selanjutnya, muncul metafora berupa intan dan

padi. Metafora ini memperlihatkan intan sebagai sesuatu yang berharga dan padi sesuatu

yang dibutuhkan sebagai pangan masyarakat Minangkabau pada umumnya. Intan sejenis

bebatuan yang sangat mahal dan menggambarkan prestise seseorang. Jadi terdapat kiasan dari

kesederhanaan pemilik rumah atau pihak marapulai namun mereka memiliki kedudukan dan

prestise yang baik dimata orang lain. Sehingga menjadi nilai yang baik bagi pihak anak daro.

Kedudukan dan nama baik menjadi salah satu dasar bagi mereka untuk meneruskan niat

dalam menikahkan pihak keluarga mereka.

Metafora selanjutnya masih berhubungan dengan memuji dengan ungkapan sebagai

berikut:

20.a. ameh ma- bayang dalam biliak


emas AKT bayang dalam kamar
‘Kebaikan dan kemakmuran seseorag akan tampak dari manapun’

b. ombak baralun di tangah rumah


ombak baralun PREP tengah rumah
‘Gejolak dan keadaan rumahpun akan diketahui orang lain’

Ameh adalah suatu barang yang sangat berharga dan sangat sering Ibu-ibu (induak-

induak) menyimpan ameh atau emas yang menjadi barang penyimpan harta. Selain itu emas
juga merupakan salah satu lambang barang mewah bagi masyarakat. Emas adalah salah satu

bagian dari lambang kilauan dan kekayaan warna umumnya adalah kuning dan sangat

berharga. Ombak adalah aliran air seperti disebutkan gelombang tetapi berkekuatan besar.

Biasanya ombak ini besar dan dapat menghanyutkan kapal-kapal perahu kecil. Ombak yang

besar dan mempunyai kekuatan ini menjadi sesuatu yang berharga dan berkekuatan besar.

Jadi, kedua kiasan di atas masih menggambarkan pujian kepada kedudukan dan kehormatan

tuan rumah sebagai pihak marapulai. Agar pihak marapulai juga menghargai tingginya adat

dan keampuhan dalam menghormati pihak anak daro (perempuan)

Analisis fungsi metafora dalam Pasambahan Manjapuik Marapulai merupakan

analisis mengenai fungsi bahasa baik itu makna konseptualnya ataupun makna afektifnya.

Makna konseptual bertitik beratnya pada konsepsi kata atau klausa ujaran tersebut. Makna

afektif berhubungan erat dan lebih bertitik tumpu kepada kebebasan perasaan dan

pemahaman si pendengar. Analisis fungsi tersebut diantanya mencakup analisis fungsi

informasional (memakai bahasa untuk menyampaikan informasi kepada orang lain mengenai

keadaan-keadaan eksternal atau pokok persoalan), fungsi ekspresif (memakai bahasa untuk

mengungkapkan perasaan, keadaan-keadaan internal individu atau penutur/penulis), fungsi

direktif (mengarahkan atau mempengaruhi perilaku atau sikap orang lain

pendengar/pembaca), fungsi fatik (memelihara hubungan yang baik di dalam kelompok sosial

atau sarana komunikasi), dan fungsi estetik (menciptakan efek artistik atau pesan) (Leech,

2003:63—88).

1.a. cupak ta- tagak nan ba- isi


cupak PAS tegak PART AKT Int isi
‘Cupak tertegak yang berisi’

b. adaik limbago nan ba- tuang


adat lembaga PART AKT Int tuang
‘Adat lembaga yang berisi’
c. maa nyo lai tu kini...
mana 3TG lagi PROKlik sekarang
‘mana dia tu sekarang’

Pada bagian ini terlihat bahwa si penutur menginformasikan di awal percakapan

bahwa yang paling penting aturan dan adat dijadikan pegangan. Salah satunya dengan adanya

penanda cupak tatagak baisi dan adat limbago batuang. Pengkiasan yang dilakukan disini

adalah merupakan informasi penekanan terhadap semua peserta agar musyawarah dilakukan

dengan tata aturan yang biasa dipakai.

Selain itu sebagaimana dalam data berikut si penutur menyampaikan sebuah

pengumuman mengenai hasil keputusan:

2.a karano nan bak langan putuih dek urang sumando


karena PART seperti lengan putus oleh orang semanda
‘Yang bak lengan putus oleh orang semenda’

b nan ba- unuih putuih dek niniak mamak


PART ERG hunus putus karena niniak mamak
‘Yang berhunus putus oleh ninik mamak’

c sakian di- sampaikan ka tuo bainduak


sekian PAS sampaikan PREP tua ba induak
‘Sekian disampaikan kepada tetua adat’

Informasi yang didapatkan dari metafora di atas diantaranya dari nan baunuih dan

sakian disampaikan merupakan salah satu bagian dari komunikasi informasi yang diinginkan

untuk disampaikan. Diantaranya bagaimana keputusan dan musyawarah akan selesai dengan

beberapa elemen penting sebagai peserta musyawarah yaitu urang sumando, niniak mamak.

Serta bagaimana utusan musyawarah menginformasikan keadaan musyawarah kepada tuo

bainduak sebagai ninik mamak

Salah satu contoh fungsi ekspresif adalah dalam pasambahan berikut:

. 3.a kok buni lah samo kito danga


kok bunyi PART sama 1JMK dengar
‘Kok rupo lah samo kito dengar’

b. karano ba- jalan biaso sambuang kaki


KONJ PAS jalan biasa sambung kaki
‘Karena berjalan biasa bersambung kaki’

c. bakato biaso basambuang lidah


PAS kata biasa bersambung lidah
‘berkata biasa bersambung berita’

d. nan barek nak samo kito pikua


PART berat nak sama 1JMK pikul
‘Pekerjaan akan ringan dengan gotong royong’

e. nan ringan nak samo kito jinjiang


PART ringan nak sama kita jinjing
‘Semua pekerjaan yang ringan pun akan semakin mudah dengan gotong
royong

Semua bentuk ini adalah sikap yang dinyatakan oleh penutur kepada peserta

musyawarah atau peserta lawan tutur. Salah satu bentuk sikapnya adalah menjadikan

musyawarah sebagai bentuk pengambilan keputusan secara bersama-sama. Kebiasaan dalam

musyawarah diartikan sebagai keputusan yang terbaik apapun hasilnya nanti diharapkan

semuanya dapat menerima dan menjalankan . Hal ini berkaitan dengan fungsi bahasa sebagai

fungsi direktif. Pernyataan ini menguatkan pendapat mengenai bahasa atau suatu ekspresi

dalam ujaran bentuk karya seni (estetik/puitis) belum tentu memiliki hanya satu fungsi saja

sebagaimana dalam Leech (2003:64). Mereka dapat memiliki berbagai macam fungsi dan

ekspresi.

Berikut ini adalah fungsi direktif yang disampikan di dalam proses peyampaian pasambahan:

4 . a. ba- kato indak sadang sapatah


ERG kata NEG sedang sepatah
‘Berkata tidak sedang sepatah’

b. ba- jalan indak sadang salangkah


ERG jalan NEG sedang selangkah
‘berjalan tidak sedang selangkah’

c . ta- lalok biaso kamaling -an


PAS tidur biasa kemaling SUF
‘Tertidur biasa kemalingan’
d. talupo biaso katinggalan
PAS lupa biasa ketinggalSUF
‘Terlupa sesuatu biasanya akan ketinggalan’

e. marapulai tolong di- pakai lamo-lamo


marapulai tolong PAS pakai lama-lama
‘Mempelai tolong dipakai lama-lama’

f. sakian di- sampai kan ka si alek


sekian PAS sampai KAU PREP sialek
‘Sekian disampaikan kepada si helat’

Sebenarnya fungsi estetik terdapat di awal pasambahan di atas, seperti pada kata

bakato, talalok, talupo. Seluruhnya adalah ekspresi dari suatu sikap yang diuntai dengan

keindahan rangkaian kata. Namun pada akhir pasambahan terlihat bahwa muncul

permohonan. Permohonan tersebut berkaitan dengan keinginan lawan tutur agar si pendengar

mewujudkan permintaan mereka. Salah satu keunikan pasambahan adalah satu dalam satu

komunikasi terdapat beberapa fungsi bahasa di dalamnya. Hal ini sesuai pula dengan bentuk

dan nilai sastra dalam pasambahan. Sikap bermohon dan permintaan seterusnya muncul di

dalam ujaran marapulai tolong di- pakai lamo-lamo, sikap yang secara jelas diutarakan

penutur. Ujaran dipakai lamo-lamo merupakan makna tersirat artinya jangan nanti marapulai

merasa tidak nyaman dan kurang merasa dihargai. Perasaan ini yang pada akhirnya menjadi

gejolak yang membuat perpecahan dan kebencian diantara pihak marapulai dan pihak

perempuan (anak daro) yang disebut dengan perceraian. Hal seperti itulah yang terlebih

dahulu diminta oleh pihak laki-laki agar tetap dijaga.

Di dalam makna metafora sebenarnya terdapat fungsi yang terselip diantaranya

pengulangan sebagai bentuk-basa basi berkut ini:

. 5 a. kok nasi siso ma- makan i


kalo nasi sisa AKT makan SUF
‘Kalau nasi sisa memakani’
b. kato siso ma- sambuik i
kata sisa AKT sambuik SUF
‘Kata sisa menyambuti’

c. kami ma- pulang -kan abih-abih


kami AKT pulang PART REPhabis
‘Kami memulangkan sepenuhnya kembali’

Pasambahan dengan bentuk ini hanya berupa basa-basi atau menyampaikan sesuatu

yang sebenarnya hanya sebagai penguat pembicaraan atau percakapan. Sebagaimana dalam

fungsi phatic dijelaskan yang penting adalah terjadi atau adanya percakapan. Di dalam BM

khususnya dikenal juga adanya basa-basi sekedar mengisi percakapan. Di dalam metafora ini

muncul kata nasi siso dan kato siso semua bentuk metafora di atas hanya sebagai ungkapan

awal sapaan kepada si pemilik rumah. Selain itu nasi siso mamakani juga berarti sama-sama

melakukan sesuatu secara gotongroyong, yang berarti muncul dua fungsi bahasa di dalam

ujaran tersebut. Fungsi kedua selain fungsi phatik adalah fungsi direktif atau berupa sikap

yang diharapkan oleh penutur agar lawa tuturnya juga melakukan hal yang sama dengan apa

yang dilakukanya.

Berdasarkan analisis data, penulis dapat menyimpulkan bahwa metafora memiliki

berbagai macam makna yang muncul. Makna tersebut dapat diketahui melalui dua kali proses

interpretasi. Interpretasi pertama melalui struktur kalimat dan baru kemudian semantiknya.

Semantik makna terdiri pula dari metafora makna primer dan sekunder. Struktur kalimat di

dalam pasambahan manjapuik marapulai berbentuk kalimat dasar, turunan, kalimat yang

disederhanakan dengan beberapa bentuk penjabaranya seperti pelesapan objek, subjek.

Sementara konsep metafora berdasarkan hasil kesimpulan yang penulis dapatkan berbentuk

metafora pada tumbuhan, hewan dan benda atau hal lain di alam ini.

Hasil temuan ini juga menemukan adanya makna yang muncul setelah konteks,

bentuk ujaran semua dibangun ke dalam sebuah pemahaman. Maka dapat pula ditarik
kesimpulan bahawa kias dapat memiliki makna pertanggungjawab, penyampaian janji, basa-

basi, kegigihan, pernyataan tidak membalas guna dan lain sebagainya.

Fungsi bahasa metafora yang penulis temui di dalam pasambahan manjapuik

marapulai adalah fungsi informasional yaitu penyampaian suatu informasi kepada pendengar

melalui pasambahan manjapuik marapulai yang berisi pemberitahuan dan pengumuman,

fungsi direktif bagaimana penyampaian sesuatu dengan keindahan kata untuk memohonkan

sesuatu kepada lawan tutur. Selanjutnya, fungsi phatik yang berbentuk bahasa yang indah dan

menarik serta beberapa alunan metafora namun hanya berupa basa-basi saja. Fungsi yang

terakhir adalah fungsi ekspresif mengenai bagaimana perasaan dan sikap sipenutur kepada

lawan tutur di dalam proses adat dan musyawarah dalam pasambahan manjapuik marapulai.

Namun setelah penulis perhatikan tampaklah bahwa masing masing fungsi selalu bertumpang

tindih dengan fungsi estetis. Hal ini disebabkan karena pasambahan merupakan salah satu

hasil karya seni sastra di Minangkabau. Sehingga fungsi estetis selalu lekat di dalam setiap

ujaranya.

Hasil temuan ini juga menemukan adanya makna yang muncul setelah konteks,

bentuk ujaran semua dibangun ke dalam sebuah pemahaman. Maka dapat pula ditarik

kesimpulan bahawa kias dapat memiliki makna pertanggungjawab, penyampaian janji dan

lain sebagainya.

Rekomendasi yang penulis sampaikan di dalam tulisan ini adalah berkaitan dengan

telaah yang dapat dilakukan dalam bentuk lain pada pasambahan. Namun penelaahan makna

masih dapat dilakukan agar analisis ini menjadi lebih sempurna. Pembaca dapat mencarinya

di dalam pasambahan daerah lain, yang pada dasarnya sama. Hal ini dikarenakan adanya

perbedaan budaya, dialek dan lain sebagainya. Selanjutnya, penelitian lebih lanjut dapat

dilakukan dalam kaitanya kepada bentuk metafora di dalam ujaran lain yang non
pasamabahn. Semuanya dapat dilakukan dengan modal dan pemahaman yang kritis terhadap

pusat kajian yang akan diteliti.

Secara keseluruhan artikel ini menggambarkan bagaimana struktur, makna, dan fungsi

menjadi salah satu kajian yang cukup padat untuk mengolah sebuah pasambahan. Hal ini bisa

saja berkaitan denga linguistik ataupun dengan fungsi dan bentuk sosial dari kegunaan

pasambahan. Sebagai penulis saya memberikan suatu gambaran ringkas mengenai

pasambahan sebagai budaya lisan yang masih dipakai zaman sekarang harus dipahami secara

akademik agar pemahaman menjadi sistematik dan dapat memperkaya dan meningkatkan

nilai budaya kita.


DAFTAR KEPUSTAKAAN

Basa, Nagari Datuak. 1966. Tambo dan Silsilah Adat Minagkabau. Payakumbuh:CV

Eleonora;

Baldinger, Kurt. 1970. Semantics Theory.Oxford:Basil Blackwell

Chaika, Elaine. 1989. Language the Social Mirror. Chicago: Newbury House

Publisher

Croft, William and Cruse D.A. Cognitive Linguistics.USA: Cambridge University

Cruse.D.A. 1986. Lexical Semantics. Britain: Cambridge University Press

Duranti, Alessandro. 1997. Linguistic Anthropology. University Press: Cambridge

Hikimy, Idrus H Rajo Penghulu. 2001. Adat Minangkabau. Bandung: RT Remaja

Rosdakarya Offset

Hutchings, Stephen. “Linguistics and Cultural Studies” dikutip dari

http://www.surrey.ac.uk/lcts/research/index.htm tanggal 14 Juni 2008

Linsky, Leonard. 1955. Semantic and Philosophy of Language. Urban, lll: University

of Illinois Press.

Leech, G. 1981. The Study of Meaning. England: Penguin Book Press.

Leech, G. 1983. Principle of Pragmatics. USA: Longman Inc.

Lyons, John. 1963. Structural Semantics.(Publication of Philological Society, 20).

Oxford: Blackwell.

Lubis, Syahron dkk. 1985. Pengantar Linguistik Umum.Jakarta Pusat: Departemen

Pendidikan Kebudayaan

M.S, Amir. 1999. Adat Minangkabau Pola dan Tujuan hidup Orang Minang. Jakarta

Pusat :PT Mutia sumber Widya


Miles, M dan A Michael H. 1992. Analisis Data kualitatif ( Diterjemahkan oleh

Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: Universitas Indonesia Press

Oktavianus. 2005. Kias dalam Bahasa Minangkabau. Denpasar: Universitas Udayana

Palmer.F.R. 1981. Semantics.USA:Cambridghe University

Parera, Jos Daniel. 1982. Pengantar Linguistik Umum Bidang Sintaksis. Endeflores:

Nusa Indah.

Pateda, Prof. Dr. Mansoer.2001.Semantik Leksikal.Jakarta: Rineka Cipta

Ricouver, Paul. 2002. Filsafat Wacana. Yokyakarta: IrciSoD

Sudaryanto, 1993. Metode dan Teknik Analisis Bahasa.Yogyakarta: Gajah Mada

University Press.

Schendl, Herbert. 2001.Historical Linguistics.Oxford:Oxford University Press.

Trudgill, Peter. Sociolinguistic:An Introduction. Cambrige:Penguin Book

Ulmann, S.1995.Semantics;An Introduction to the science of Meaning.Oxford:Basil

Blackwell.

Usman, Fajri. Metafor dalam Mantra Minangkabau;Kajian Linguistik Antropologi.

Denpasar: Universitas Udayana Denpasar.

Wahab, Abdul. 1990. ”Sepotong Model Studi tentang Metafor”. Air Langga:

University Prees.

Anda mungkin juga menyukai