Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya metafora termasuk ke dalam sebuah gaya bahasa yang
sudah banyak digunakan dalam komunikasi bahasa. Metafora dapat dipandang
sebagai bentuk kreativitas penggunaan bahasa. Jadi, yang dibutuhkan adalah
kreativitas dalam penggunaannya.
Terdapat tiga dasar dalam penciptaan metafora. Pertama, berdasarkan
persamaan (similary), persamaan dalam penciptaan metafora dimaksudkan
bersifat tidak menyeluruh, melainkan hanya sebagian aspek saja. Penciptaan
metafora berdasarkan persamaan itu dapat berkaitan dengan wujud fisiknya,
atau dalam hal sebagian sifatnya atau karakternya, dan bahkan bisa pula
berdasarkan persepsi seseorang. Misalnya, ada ungkapan “waktu adalah uang”.
Itu adalah persepsi orang yang menganggap “waktu” sangat berharga. Kedua,
berdasarkan kemiripan atau kesamaan karakter atau watak, yang dituliskan
dengan sebagian antara dua term. Ketiga, berdasarkan dua term atas dasar
presepsi. Hal ini biasanya terjadi dalam hal persepsi (daya tangkap, daya
faham, dan daya merasakan) dari pencipta metafora.
Metafora bisa muncul karena adanya kekurangan leksem Contohnya
pada tuturan “Punggung bukit”, “kaki bukit”, yaitu bagian bukit di balik yang
di depan, atau bagian bukit yang di bawah yang menyangga tubuh bukit.
Metafora lain diciptakan berdasarkan kemiripa/kesamaan karakter atau
watak (untuk sebagiannya) antara dua term. Misalnya, “babi lu”. Seseorang
yang marah kepada orang lain, akan mengatakan “babi lu”. Dalam hal ini
penutur marah kepada mitra tutur (lu atau kamu) karena sebagian sifat mitra
tutur yang menjengkelkan yang dapat dipadankan secara langsung tanpa
menggunakan kata “Seperti, bagaikan” dengan sifat yang dimiliki (sebagian)
oleh binatang-binatang.
Setelah diuraikan mengenai dasar penciptaan metafora, maka dalam
makalah ini akan dibahas secara mendetail mengenai pengertian metafora,
fungsi metafora dan jenis-jenis metafora menurut para ahli.

1
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa pengetian metafora?
2. Apa kegunaan metafora?
3. Apa pengertian dari metafora hidup dan metafora mati?
4. Apa saja jenis-jenis metafora menurut Ullman dan menurut Michael C.
Haley?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan pengetian metafora.
2. Mendeskripsikan kegunaan metafora.
3. Menjelaskan pengertian dari metafora hidup dan metafora mati dan
memberikan contohnya.
4. Menjelaskan jenis-jenis metafora menurut Ullman dan menurut Michael C.
Haley

D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Makalah ini diharapkan mampu memperluas wawasan pengetahuan
pembaca, khususnya pada kajian metafora.

2. Manfaat Praktis
Makalah ini telah memberikan pengetahuan bagi penulis mengenai
dasar penciptaan metafora, pengertian metafora, fungsi atau kegunaan
metafora, pengertian dan contoh metafora hidup dan mati, serta pembagian
metafora menurut para ahli.

2
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Liku-liku Pengertian Metafora


Ullman (1972: 213) menyatakan bahwa metafora adalah suatu
perbandingan dua hal yang bersifat menyatu atau perbandingan yang bersifat
langsung karena kemiripan/kesamaan yang bersifat konkret/nyata atau bersifat
intuitif/perceptual yang tidak dinyatakan dengan kata-kata perbandingan
(seperti, bak, laksana, bagaikan). Dua hal atau dua term itu, yang satu disebut
sebagai “sesuatu yang kita perbincangkan” dan yang lain disebut “sesuatu
tempat kita memperbandingkan yang pertama”. Sesuatu yang pertama disebut
“tenor”, dan sesuatu yang kemudian disebut “wahana”.
Tenor dan wahana itu merupakan suatu perbandingan yang menyatu atau
luluh tanpa menggunakan kata pembanding Oleh Leech (1974) metafora
dipandang sebagai sebuah “transfer makna atau perpindahan makna”. Dalam
hal ini dijelaskan bahwa untuk makna A kita menggantinya dengan sesuatu
yang mirip dengan makna A itu (Leech, 1974:217). Misalnya, ungkapan
“segunung cucian” yang menimbulkan daya bayang “ada banyak cucian yang
bertumpuk-tumpuk sehingga mirip gunung”. Lakoff dan Mark Johnson
(1980:5) mengemukakan esensi metafora adalah pemahaman dan pengalaman
akan sesuatu (dipadankan) dengan sesuatu yang lain. Sesuatu yang satu
dengan sesuatu yang lain ada yang menyebutnya referen satu dan referen lain
(Subroto, 1991). Contoh metafora dari syair lagu Hj. Rina Iriani dan Didi
Kempot, yaitu “kugadaikan namaku” dan “cintaku tergadai”. Biasanya yang
digadaikan atau yang tergadai adalah barang konkret seperti perhiasan,
kendaraaan, rumah, atau barang lain. Namun, di sini yang digadaikan adalah
“nama” dan “cinta”. Dalam kaitan ini “nama” dan “cinta” tidak mungkin
digadaikan sehingga benar-benar merupakan tuturan metaforis. Barangkali
karena seseorang memiliki nama tenar sehingga namanya dapat dikomersilkan
untuk kepentingan tertentu. Atau “cinta” juga dapat digadaikan dalam
pengertian “cinta” dapat dinikmati oleh orang lain sekalipun untuk sementara.
Syair lagu banyak sekali mengandung tuturan metaforis.

3
B. Fungsi atau Kegunaan Metafora
Beberapa fungsi dan kegunaan metafora yang dianggap mendasar,
yaitu:
a. Fungsi untuk mengatasi kekurangan atau keterbatasan leksikon.
Untuk mengatasi adanya keterbatasan/kekurangan leksikon tersebut
dengan daya kreatifnya maka diciptakan metafora, yang esensinya
adalah persamaan (similarity) antara dua satuan atau dua hal. Misalnya,
kita akan membahasakan bagian bukit di balik sana kita tak
menemukan nama leksemnya, maka kita buat metafora “punggung
bukit” karena persamaan anata bagaian bukit itu dengan bagian tubuh
kita yang dilabeli dengan “punggung”.
b. Fungsi yang paling penting adalah fungsi ekspresif. Dengan
fungsi ini tuturan metaforis mampu menimbulkan daya pikat, daya
tarik, dan daya puitik dari sebuah tuturan. Fungsi ini paling sering
digunakan dalam dunia seni (sastra, syair lagu, lawak/humor). Fungsi
ini biasanya membuat sesuatu yang sebenarnya mati/tak bernyawa
menjadi sesuatu yang seolah-olah bernyawa dan dapat berperilaku
seperti manusia, sesuatu yang sebenarnya abstrak menjadi konkret,
nyata, dan dinamis.
c. Menghindari tau mengurangi ketunggal-nadaaan (monotonitas).
Cara berbahasa yang monoton akan menghasilkan kebosanan. Oleh
karena itu setiap penutur akan berusaha menghadirkan tuturan
metaforis untuk menghindari kebosanan. Kemunculan metafora juga
didukung oleh pola pikiran kognitif. Jadi ada aspek kognisi yang
diperbandingkan. Misalnya, “Keluarga muda itu siap mengarungi
samudera kehidupan”. Secara kognisi yang diperbandingkan adalah
“keluarga muda” dengan perjalanan sebuah kapal atau perahui yang
mengarungi samudera. Dalam perjalanannya akan menjumpai ombak,
badai, gelombang, angin ribut, tetapi juga angin yang
sepoi-sepoi/lembut dan sebangsanya

4
C. Metafora Mati dan Metafora Hidup
Secara umum, karena pemakaiannya dalam kehidupan sehari-hari,
metafora dibedakan antara metafora mati dan metafora hidup. Adapun
penjelasan metafora hidup dan mati serta contohnya adalah sebagai berikut:

1. Metafora Mati (Dead Metaphor)


Metafora Mati adalah jenis metafora yang sudah membeku, sering
digunakan dalam kehidupan sehari-hari dalam waktu yang lama dan
terus-menerus. Metafora seperti ini sudah terlalu klise, tidak memiliki
daya ekspresif, sudah membeku. Metafora seperti itu juga biasanya
ditandai oleh adanya keserupaan wujud/bentuk yang sangat jelas.
Pada metafora mati, dengan cepat orang dapat memahaminya
karena sudah akrab dalam pemakaian sehari-hari. Dinyatakan oleh
Larson (1984: 249) “Dead metaphors are those which are a part of the
idiomatic constructions of the lexicon of the language. A dead
metaphor is one which is understood directly without paying attention
to the comparation”. Metafora mati adalah sesuatu yang dapat
dipahami secara langsung tanpa harus memikir-mikirkan
perbandingannya.
Contoh-contoh tuturan metafora mati, misalnya: Sampahnya
menggunung, mengarungi samudra kehidupan, punggung bukit, kaki
bukit, muka bukit, leher botol, perut botol, kaki botol, bibir sumur,
mulut goa, tangga pesawat, dan masih banyak lagi.
Ciri lain dari metafora jenis ini adalah jarak antara tenor dan
wahana terlalu dekat atau sangat jelas. Sifat kreatif pada metafora jenis
ini sudah pudar karena memang sudah sangat sering digunakan.
Sebuah metafora yang pada mulanya tergolong “hidup” akan segera
menjadi mati kalau sudah sangat sering dipakai dalam kehidupan
sehari-hari secara terus-menerus.

2. Metafora Hidup (Liiving Metaphor)


Metafora hidup adalah metafora yang terutama terdapat dalam
pemakaian bahasa yang benar-benar bersifat kreatif terutama dalam
penciptaan karya sastra (puisi, novel, naskah drama), dalam penciptaan

5
lagu-lagu, dalam bahasa humor atau lawak, dalam bahasa pers atau
jurnalistik, dalam bahasa ilmu. Metafora seperti ini dikatakan hidup
karena masih segar dan kreatif. Metafora hidup biasanya ditenggarai
oleh adanya kesepadanan/keserupaan antara tenor dan wahana yang
bersifat perceptual, samar-samar, atau cultural. Metafora seperti itu
belum terasa membeku masih segar dan menunjukkan kebaruan.
Contoh: “bayangan apa yang berkelebat...” adalah tuturan
metaforis yang terasa segar, hidup dan kreatif. “Bayangan” merupakan
sesuatu yang tak bernyawa. Namun dalam tuturan tersebut dinyatakan
“dapat berkelebat”, seolah-olah mampu berkehendak sendiri dan
bertindak sebagai manusia.

D. Jenis-jenis Metafora
Banyak penganalisi metafora melakukan pembagian jenis metafora
secara berbeda bergantung pada sudut pandangnya. Salah satu teori yang
banyak diikuti untuk menentukan jenis-jenis metafora ialah pembagian/
penjenisan menurut Ullman (1962); atau penjenisan yang menghadirkan suatu
perspektif yang lebih luas oleh Michael C. Haley (dalam Abdul Wahab, 1995).
Menurut Ullman (1962: 213-214) metafora dibedakan jenis atas empat
kategori:
1. Metafora antropomorfik (anthropomorphic metaphor)
Ullman menyatakan bahwa sebagian besar tuturan/ekspresi yang
mengacu pada benda-benda tak bernyawa dilakukan dengan
mengalihkan/memindahkan dari tubuh manusia atau bagian-bagiannya,
dari makna/nilai dan nafsu-nafsu yang dimiliki manusia. Intinya,
penciptaan metafora itu bertolak dari tubuh atau bagian tubuh manusia
atau dari nilai/makna dan nafsu-nafsu/kesenangan yang dimiliki
manusia. Dari situ kemudian dialihkan/ditransfer untuk benda-benda
bernyawa sehingga benda-benda/objek yang sebenarnya tak hidup atau
tak bernyawa itu dipersepsi/dipahami sebagai hidup atau bernyawa.
Ungkapan metaforis seperti itu yang dikenal sebagai gaya
personifikasi.
Contoh: “Pohon nyiur melambai-lambai’, “Pohon nyiur”
sebenarnya termasuk benda tak bernyawa namun diperlakukan sebagai

6
benda bernyawa/hidup bahkan sebagai bernyawa hingga dapat
“melambai-lambai”.

2. Metafora kehewanan (animal metaphor)


Jenis metafora ini menggunakan binatang atau bagian tubuh
binatang atau sesuatu yang berkaitan dengan binatang untuk pencitraan
sesuatu yang lain. Pada umumnya didasarkan atas kemiripan bentuk
yang cukup jelas sehingga kurang menghasilkan daya ekspresivitas
yang kuat.
Contoh: Untuk mengumpat/memarahi seseorang karena
perbuatannya, digunakanlah tuturan metaforis “anjing/babi/kerbau
kamu”. Dalam tuturan ini, seseorang dipadankan sebagai “babi” atau
“anjing atau “kerbau” karena watak atau perbuatannya.

3. Metafora pengabstrakan (from concret to abstract)


Inti dari metafora ini adalah pemindahan dari benda-benda konkret
ke abstrak. Metafora jenis ini dapat dinyatakan sebagai kebalikan dari
hal-hal yang abstrak atau samar-samar diperlakukan secara konkret
atau bernyawa.
Contoh: “Bintang pelajar”. Dalam tuturan di atas, seorang siswa
yang cerdas/pintar dalam sebuah sekolah (sebagai sesuatu yang konkret)
dinyatakan sebagai bintang pelajar (sesuatu yang samar atau abstrak).

4. Metafora sinestetik (synesthetic metaphor)


Metafora jenis ini pada dasarnya adalah sesuatu pemindahan atau
pengalihan dari pengalaman yang satu ke pengalaman yang lain, atau
dari tanggapan yang satu ke tanggapan yang lain.
Contoh: “Kulihat suara”. Metafora di atas adalah pengalihan dari
sesuatu yang bersifat suara ke sesuatu yang lain yaitu ke wilayah
penglihatan. “Suara” secara umum adalah sesuatu yang biasa didengar;
namun dalam tuturan di atas, “suara” diperlakukan sebagai sesuatu
yang “dilihat”.

7
E. Penjenisan Metafora oleh Michael C. Haley
Haley (1995) menghadirkan suatu perspektif yang luas kaitannya dengan
kategori semantik yang mencerminkan ruang persepsi manusia tentang
kehidupan. Ada sembilan rentangan yang disebutkan oleh Haley, yaitu:
1. Being (ke-Ada-an)
Jenis metafora ini adalah kategori semantik yang berkaitan dengan
konsep atau pengalaman manusia yang abstrak. Kemetaforaannya ada
dalam susunan predikasi yang melibatkan hubungannya dengan sesuatu
yang lain.
Contoh: “Pulang kembali aku pada-Mu/seperti dulu” (nukilan puisi
Amir Hamzah). Tuturan metaforis “pulang kembali” adalah konsep
yang abstrak yang menandai kembalinya manusia pada Sang Pencipta.
Tuturan ini menandai adanya interaksi antara manusia dengan
keber-Ada-annya, yaitu manusia Ada lalu menjadi ti-Ada.

2. Kosmik (alam semesta)


Kosmik (alam semesta) adalah tataran ini di bawah being atau
ruang persepsi manusia di bawah being. Ciri kosmos ini merupakan
ruang yang berada di jagad raya, dapat diamati oleh indera manusia,
mencakupi bumi dengan segala isinya, bulan, matahari, bintang dan
sebangsanya.
Contoh: “Dengan kuku-kuku besi kuda menebah perut bumi”
(Nukilan dari “Balada Terbunuhnya Atmo Karpo” oleh Rendra). “Perut
bumi” adalah tuturan metaforis yang berwujud frase/kelompok kata
yang mengacu kepada bagian bumi yang di dalam yang di dalamnya
tersimpan berbagai benda kekayaan alam. Bagian bumi yang di dalam
itu yang dimetaforakan dengan “perut bumi”.

3. Energi
Energi adalah kategori ini di bawah kosmis. Kategori ini bersifat
ada dan menempati suatu ruang, merupakan sumber kekuatan seperti
angin, udara, cahaya, api, memberi sifat dinamis.

8
Contoh: “Angin dan cinta mendesah dalam gerimis” (nukilan dari
puisi “Surat Cinta” oleh Rendra).“Angin” yang sebenarnya merupakan
fenomena alam bisa memiliki kemampuan sebagai energi untuk
menggerakkan sesuatu. Dalam tuturan di atas, angin berperilaku
sebagai mahluk bernyawa yang mampu mendesah. Energi ini
merupakan sesuatu yang cakupannya luas, berada di alam yang banyak
dimanfaatkan oleh manusia.

4. Substance
Substance atau zat yang bersifat lembam, sesuatu yang bersifat zat
yang dapat berubah bentuk baik karena mencair, mengalami perubahan
fisik, yaitu dari sesuatu yang belum mencair kemudian menjadi cair.
Contoh lain: “Setiap katanya memanaskan suasana”. Kata
“suasana” di atas diibaratkan sebagai suatu zat yang dapat menyublim.
Contoh lainnya: menggumpal, mengkristal, memerah, menghitam, dan
lain-lain.

5. Terestrial
Terestrial adalah hamparan terikat bumi, seperti samudra, sungai,
gunung, dan sebagainya. Contoh: “Wahai, badai dan hujan di atas
padang” (nukilan sajak “Mancuria” karya Rendra). “Di atas padang”
adalah hamparan yang bersifat terestrial.
Contoh lain: “dan di cakrawala, di dalam hujan kulihat diriku yang
dulu hilang” (nukilan puisi “Mancuria” karya Rendra). “Cakrawala”
adalah terrestrial. Di cakrawala, di dalam hujan kulihat diriku yang
dulu hilang, adalah tuturan metaforis yang memberi asosiasi bahwa
cakrawala sebuah ruang, hujan seolah-olah punya ruang berongga dan
di dalamnya dapat dilihat “dirinya” yang dulu hilang. Padahal
sebenarnya “cakrawala” adalah seluas pandang manusia tak bertepi,
“hujan” adalah fenomena alam yang tidak mengenal rongga/ruang.

6. Objek
Objek atau benda, dapat dipegang, diraba, dapat dipindahkan,
dapat pecah, dan sebangsanya. Contoh: “Tubuhnya lilin tersimpan di

9
keranda” (nukilin puisi “Balada Sumilah” oleh Rendra). “Lilin” adalah
sebuah benda. Dalam tuturan metaforis tersebut, “badan/tubuh”
manusia dipadankan dengan “lilin” yang bersifat dapat hancur atau
meleleh setelah seseorang meninggal dunia.

7. Living (flora)
Karakteristik utama dari kategori ini adalah sesuatu yang dapat
tumbuh, berkembang, berbiak, atau mati. Kategori ini terdiri dari
berbagai jenis flora. Dan memiliki predikasi tumbuh layaknya
tumbuh-tumbuhan seperti kayu, bunga, rumput dan lain-lain.

8. Animate (fauna)
Kategori ini di dalam semantik dipakai sebagai salah satu ciri
(fitur), yaitu dikenakan pada suatu benda yang bernyawa, dalam arti
hidup, tumbuh, berkembang, mati yang biasanya dipisahkan untuk
dunia tumbuhan, hewan, dan manusia. Namun, dalam pemisahan di
sini animate di sini dipakai untuk golongan hewan. Kategori untuk
hewan di sini diberi ciri terbang atau berlari atau berjalan.
Contoh: “Nyawanya kijang diburu terengah-engah” (nukilan puisi
“Balada Sumilah” oleh Rendra). Dalam tuturan ini, keadaan nyawa
manusia yang sekarat digambarkan sebagai “kijang yang
terengah-engah” karena diburu. “Kijang” merupakan kategori fauna,
yang pada prinsipnya berciri hidup, tumbuh, berkembang, punya
keinginan atau inisiatif untuk berbuat sesuatu.

9. Human (Manusia)
“Manusia” adalah mahluk bernyawa ciptaan Tuhan yang dianggap
paling sempurna. Kategori “manusia” memiliki kemampuan berpikir,
berinisiatif, berperasaan, bergerak, berjalan, tumbuh, berkembang,
memiliki cita-cita, memiliki rasa malu, rasa takut, rasa esterik, dan
lain-lain.
Contoh: “Merataplah semua meratap karena yang mati
menggenggam dendam” (nukilan puisi “Balada Sumilah” karya
Rendra). Dalam tuturan ini, “meratap” adalah perbuatan manusia yang

10
meratapi kesedihannya. Demikian pula, “menggenggam” perbuatan
manusia yang mampu melakukan perbuatan dengan sengaja. Akan
tetapi, dalam tuturan “menggenggam dendam” terdapat sesuatu yang
menarik. “Dendam” adalah kondisi psikologis kejiwaan yang hanya
dapat dirasakan. Namun dalam tuturan di atas, “dendam” diperlakukan
sebagai benda konkret sehingga seolah-olah dapat digenggam.

11
BAB III

KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Metafora adalah suatu suatu perbandingan dua hal yang bersifat menyatu atau
perbandingan yang bersifat langsung karena kemiripan/kesamaan yang bersifat
konkret/nyata atau bersifat intuitif/perceptual yang tidak dinyatakan dengan
kata-kata perbandingan (seperti, bak, laksana, bagaikan).
2. Fungsi atau kegunaan metafora adalah mengatasi kekurangan atau keterbatasan
leksikon, fungsi ekspresif yaitu mampu menimbulkan daya pikat, daya tarik, dan
daya puitik dari sebuah tuturan dan lain-lain.
3. Metafora mati adalah metafora yang sudah membeku, sering digunakan dalam
kehidupan sehari-hari dalam waktu yang lama dan terus-menerus. Sedangkan
metafora hidup adalah metafora yang terutama terdapat dalam pemakaian bahasa
yang benar-benar bersifat kreatif terutama dalam penciptaan karya sastra (puisi,
novel, naskah drama), dalam penciptaan lagu-lagu, dalam bahasa humor atau
lawak, dalam bahasa pers atau jurnalistik, dalam bahasa ilmu.
4. Menurut Ullman jenis metafora dikategorikan atas 4 kategori, yaitu: 1) metafora
antropomorfik, 2) metafora krhewanan, 3) metafora dari konkret ke abstrak, dan 4)
metafora sinestesis. Sedangkan menurut Michael C. Haley metafora
dikategorikan atas 9 kategori, yaitu: 1) being, 2) kosmik, 3) energi, 4) substansi, 5)
terrestrial, 6) objek, 7) flora, 8) fauna, 9) manusia.

12
DAFTAR PUSTAKA

Kridalaksana, Harimurti. 1982. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka


Utama.
Leech, G. 1976. Semantics. Penguin Books.
Subroto, Edi. 1986. Semantik Leksikal II. Surakarta: Univ. Sebelas Maret.
Subroto, Edi. 2011. Pengatar Studi Semantik dan Pragmatik. Surakarta: Cakrawala
Media.
Ullman, S. 1962. Semantics: An Introduction to the study of Meaning. Oxford:
Blacwell.
Wahab, Abdul. 1995. Kesemestaan Metafora Jawa. Malang: IKIP

13

Anda mungkin juga menyukai