Anda di halaman 1dari 10

Remaja Masjid Dan Pembinaanya

MASA REMAJA
Kalau kita berbicara tentang remaja, mungkin akan terbayang dalam benak kita tentang anak-anak manusia yang berada
dalam masa-masa menyenangkan, ceria, penuh canda, semangat, gejolak keingintahuan, pencarian identitas diri dan emosi
Remaja adalah anak manusia yang sedang tumbuh selepas masa anak-anak menjelang dewasa.
Dalam masa ini tubuhnya berkembang sedemikian pesat dan terjadi perubahan-perubahan dalam wujud fisik dan psikis.
Badannya tumbuh berkembang menunjukkan tanda-tanda orang dewasa, perilaku sosialnya berubah semakin menyadari
keberadaan dirinya, ingin diakui, dan berkembang pemikiran maupun wawasannya secara lebih luas. Mungkin kalau kita
perkirakan umur remaja berkisar antara 13 tahun sampai dengan 25 tahun. Pembatasan umur ini tidak mutlak, dan masih
bisa diperdebatkan.
Masa remaja adalah saat-saat pembentukan pribadi, dimana lingkungan sangat berperan. Kalau kita perhatikan ada empat
faktor lingkungan yang mempengaruhi remaja, yaitu lingkungan keluarga, sekolah, teman pergaulan dan dunia luar.
Lingkungan yang dibutuhkan oleh remaja adalah lingkungan yang islami, yang mendukung perkembangan imaji mereka
secara positif dan menuntun mereka pada kepribadian yang benar. Lingkungan yang islami akan memberi kemudahan dalam
pembinaan remaja.
PEMBINAAN REMAJA MELALUI MASJID
Pembinaan remaja dalam Islam bertujuan agar remaja tersebut menjadi anak yang shalih; yaitu anak yang baik, beriman,
berilmu, berketerampilan dan berakhlak mulia. Anak yang shalih adalah dambaan setiap orangtua muslim yang taat. Sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Apabila anak Adam mati, maka semua amalnya terputus, kecuali tiga: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak
yang shalih yang mendoakannya. (HR. Muslim).
Untuk membina remaja bisa dilakukan dengan berbagai cara dan sarana, salah satunya melalui Remaja Masjid. Yaitu suatu
organisasi atau wadah perkumpulan remaja muslim yang menggunakan Masjid sebagai pusat aktivitas. Remaja Masjid
merupakan salah satu alternatif pembinaan remaja yang terbaik. Melalui organisasi ini, mereka memperoleh lingkungan yan
islami serta dapat mengembangkan kreatitivitas.
Remaja Masjid membina para anggotanya agar beriman, berilmu dan beramal shalih dalam rangka mengabdi kepada Allah
subhanahu wa ta’ala untuk mencapai keridlaan-Nya. Pembinaan dilakukan dengan menyusun aneka program yang
selanjunya ditindaklanjuti dengan berbagai aktivitas. Remaja Masjid yang telah mapan biasanya mampu bekerja secara
terstruktur dan terencana. Mereka menyusun Program Kerja periodik dan melakukan berbagai aktivitas yang berorientasi
pada: keislaman, kemasjidan, keremajaan, keterampilan dan Keilmuan.
Mereka juga melakukan pembidangan kerja berdasarkan kebutuhan organisasi, agar dapat bekerja secara efektif dan efisien
Beberapa bidang kerja dibentuk untuk mewadahi fungsi-fungsi organisasi yang disesuaikan dengan Program Kerja dan
aktivitas yang akan diselenggarakan, di antaranya:
1. Administrasi dan Kesekretariatan.
2. Keuangan.
3. Pembinaan Anggota.
4. Perpustakaan dan Informasi.
5. Kesejahteraan Umat.
6. Kewanitaan.
KUANTITAS DAN KUALITAS ANGGOTA REMAJA MASJID
Organisasi adalah alat untuk mencapai tujuan. Pencapaian tujuan memerlukan perjuangan yang sungguh-sungguh dengan
memanfaatkan segenap sumber daya dan kemampuan. Dalam perjuangan dibutuhkan kesabaran tanpa batas, hanya
bentuknya saja yang mengalami perubahan.
Perjuangan yang dilakukan Remaja Masjid adalah dalam kerangka da’wah islamiyah, yaitu perjuangan untuk menyeru umat
manusia kepada kebenaran yang datangnya dari Allah subhanahu wa ta’ala. Ada pertarungan antara yang haq dengan yang
bathil. Dimana telah diketahui bahwa kebenaran, insya Allah, akan mampu mengalahkan kebathilan. Namun perlu diingat,
bahwa di dunia ini kebathilan yang terorganisir juga memiliki peluang untuk dapat mengalahkan kebenaran yang tidak
terorganisir. Karena itu, dalam perjuangan melawan kebathilan perlu persiapan yang sungguh-sungguh dan tertata dengan
rapi, seperti bunyanun marshush .
Untuk membentuk bangunan yang tersusun kokoh (bunyanun marshush) diperlukan organisasi dan management yang
tangguh serta didukung sumber daya manusia (SDM) yang mencukupi dan berkualitas. Perekrutan (recruitment) dan
kaderisasi anggota sangat diperlukaan oleh Remaja Masjid dalam meningkatkan kuantitas dan kualitas anggotanya. Hal ini
dilakukan untuk menjamin kelangsungan aktivitas dan misi organisasi dalam menda’wahkan Islam. Bertambahnya anggota
akan menambah semangat dan tenaga baru, sedang tersedianya kader-kader yang berkualitas akan mendukung suksesnya
estafet kepemimpinan organisasi.
Remaja muslim adalah unsur utama organisasi Remaja Masjid Keberadaan dan keterlibatan mereka dalam organisasi dapat
dibedakan sebagai kader, aktivis, partisipan dan simpatisan. Pengurus perlu meningkatkan kuantitas dengan melakukan:
a.Melakukan pendaftaran (regristerasi) anggota.
b.Mendaftar remaja muslim warga baru.
c.Melakukan penyadaran kepada remaja muslim yang belum menjadi anggota, agar mereka mau bergabung dalam wadah
bersama.
Peningkatan kualitas yang dilakukan adalah untuk meningkatkan keimanan, keilmuan dan amal shalih mereka. Hal itu
dilakukan dengan melakukan proses kaderisasi yang dilakukan secara serius, sistimatis dan berkelanjutan, melalui jalur:
pelatihaan, kepengurusan, kepanitiaan dan aktivitas . Dalam proses perkaderan dilakukan upaya-upaya penanaman nilai-
nilai, akhlaq, intelektualitas, profesionalisme, moralitas dan integritas Islam. Sehingga diperoleh kader ideal Remaja Masjid
yang memiliki profil : remaja muslim yang beriman, berilmu dan berakhlaq mulia yang mampu beramal shalih secara
profesional serta memiliki fikrah Islam yang komprehensif.
HUBUNGAN ANTARA TA’MIR DAN REMAJA MASJID
Ta’mir Masjid adalah organisasi yang mengurus seluruh kegiatan yang ada kaitannya dengan Masjid, baik dalam
membangun, merawat maupun memakmurkannya, termasuk usaha-usaha pembinaan remaja muslim di sekitar Masjid.
Pengurus Ta’mir Masjid harus berupaya untuk membentuk Ramaja Masjid sebagai wadah aktivitas bagi remaja muslim.
Dengan adanya Remaja Masjid tugas pembinaan remaja muslim akan menjadi lebih ringan. Pengurus Ta’mir Masjid, melalui
Bidang Pembinaan Remaja Masjid, tinggal memberi kesempatan dan arahan kepada Remaja Masjid untuk tumbuh dan
berkembang, serta mampu beraktivitas sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Remaja Masjid merupakan anak organisasi (underbouw) Ta’mir Masjid, karena itu, dalam aktivitasnya perlu menyelaraskan
dengan aktivitas Ta’mir Masjid, sehingga terjadi sinergi yang saling menguatkan. Meskipun demikian, Remaja Masjid adalah
organisasi otonom yang relatif independen dalam membina anggotanya. Remaja Masjid dapat menyusun program,
menentukan bagan dan struktur organisasi serta memilih pengurusnya sendiri. Karena itu, para aktivisnya memiliki
kesempatan untuk berkreasi, mengembangkan potensi dan kemampuannya serta beraktivitas secara mandiri.
SIKAP DAN PERILAKU AKTIVIS REMAJA MASJID
Sebagai generasi muda muslim pewaris Masjid, aktivis Remaja Masjid seharusnya mencerminkan muslim yang memiliki
keterikatan dengan tempat beribadah umat Islam tersebut. Sikap dan perilakunya islami, sopan-santun dan menunjukkan
budi pekerti yang mulia (akhlaqul karimah). Pemikiran, langkah dan tindak-tanduknya dinafasi oleh nilai-nilai Islam. Mereka
berkarya dan berjuang untuk menegakkan kalimat Allah dalam rangka beribadah mencari keridlaan-Nya. Allah subhanahu w
ta’ala menjadi tujuannya, dan Rasulullah menjadi contoh tauladan dan sekaligus idolanya. Gerak dan aktivitasnya berada
dalam siklus: beriman, berilmu, beramal shalih dan ber’amar ma’ruf nahi munkar, menuju kesuksesan dan kebahagiaan fid
dunya wal akhirah.
Beberapa sikap dan perilaku praktis yang perlu diperhatikan aktivis Remaja Masjid berkaitan dengan aktivitasnya di Masjid,
antara lain adalah:
1.Menyadari sebagai pemakmur Masjid.
2.Mengamalkan adab sopan santun di Masjid.
3.Rajin melaksanakan shalat berjama’ah di Masjid.
4.Berpakaian yang islami.
5.Menjaga pergaulan antara laki-laki dan perempuan.
6.Mengembangkan kepribadian yang menarik.
7.Rajin menuntut ilmu.
8.Berusaha terlibat dalam kepengurusan Remaja Masjid.
JENIS-JENIS AKTIVITAS REMAJA MASJID
Sebagaimana telah kita ketahui, bahwa Remaja Masjid adalah organisasi yang menghimpun remaja muslim yang aktif datan
dan beribadah shalat berjama’ah di Masjid. Karena keterikatannya dengan Masjid, maka peran utamanya tidak lain adalah
memakmurkan Masjid. Ini berarti, kegiatan yang berorientasi pada Masjid selalu menjadi program utama. Di dalam
melaksanakan perannya, Remaja Masjid meletakkan prioritas pada kegiatan-kegiatan peningkatan keislaman, keilmuan dan
keterampilan anggotanya.
Aktivitas Remaja Masjid yang baik adalah yang dilakukan secara terencana, kontinyu dan bijaksana; disamping itu juga
memerlukan strategi, metode, taktik dan teknik yang tepat. Untuk sampai pada aktivitas yang baik tersebut, pada masa
sekarang diperlukan pemahaman organisasi dan management yang baik pula. Adapun jenis-jenis aktivitas Remaja Masjid
adalah:
1. Berpartisipasi dalam memakmurkan Masjid.
2. Melakukan pembinaan remaja muslim.
3. Menyelenggarakan proses kaderisasi umat.
4. Memberi dukungan pada penyelenggaraan aktivitas Ta’mir Masjid.
5. Melaksanakan aktivitas da’wah dan sosial.
MENGATASI KONFLIK INTERNAL REMAJA MASJID
Konflik internal yang disebabkan adanya perbedaan ide, persepsi ataupun motivasi dapat saja terjadi dalam setiap
organisasi, tidak terkecuali pada organisasi Remaja Masjid. Perbedaan pendapat memang sesuatu yang biasa dalam
berorganisasi. Dalam batas-batas tertentu kadang diperlukan, terutama untuk mendapatkan pembanding atau alternatif
dalam pengambilan keputusan (decision making). Namun, perbedaan pendapat yang tidak terkendali dapat menyebabkan
perpecahan yang mengganggu aktivitas, karena dapat mengakibatkan terjadinya perselisihan (konflik) di antara Pengurus
Remaja Masjid maupun dengan anggotanya.
Untuk menghindari terjadinya konflik internal dalam Remaja Masjid bisa dilakukan dengan memupuk ukhuwah islamiyah
(persaudaraan berdasarkan keyakinan yang sama terhadap Islam). Rasa bersaudara sesama muslim harus melembaga dan
menafasi kehidupan organisasi Remaja Masjid, sehingga para anggota dapat merasakannya.
Disamping pemupukan rasa ukhuwah islamiyyah, secara teknis juga perlu adanya aturan main dalam berorganisasi. Aturan
main utama dan paling penting adalah adanya ketaatan pada pemimpin serta kesadaran mau kembali kepada Allah dan
Rasul-Nya, artinya menggunakan Al Quraan dan As Sunnah sebagai tempat ruju’.
Selanjutnya, dibuat aturan-aturan teknis yang mengatur kehidupan berorganisasi secara bersama, yaitu: Anggaran Dasar,
Anggaran Rumah Tangga dan Pedoman-pedoman Organisasi yang lainnya. Selain aturan formal tersebut, dalam kegiatan
sehari-hari dikembangkan sikap toleran dalam berdiskusi, saling menghargai pendapat orang lain meskipun itu berbeda. Jug
perlu dikembangkan teknik bermusyawarah yang baik dan sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Seandainya konflik itu tetap terjadi, maka perlu diupayakan adanya perdamaian (ishlah) antara masing-masing pihak yang
berselisih. Upaya pengishlahan ini dapat dilakukan baik secara internal organisasi Remaja Masjid maupun dengan bantuan
Ta’mir Masjid.
Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah
kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. (QS 49: 10, Al Hujuraat)
JARINGAN ORGANISASI REMAJA MASJID
Remaja Masjid biasanya menghimpun para remaja muslim yang berdomisili di sekitar Masjid. Banyak Masjid yang mendirika
organisasi ini sebagai wadah aktivitas generasi muda, sehingga muncullah ribuan organisasi Remaja Masjid. Ini adalah
potensi yang sangat besar dalam menggapai Kebangkitan Islam (the revival of Islam) di abad ke-15 Hijriyyah yang telah
dicanangkan umat Islam dalam KTT Islam pertama di Rabbat, Marokko, tahun 1969.
Untuk mendayagunakan potensi Remaja Masjid bagi kemaslahatan umat Islam, langkah yang perlu dilakukan di antaranya
adalah dengan meningkatkan peran sosialnya. Peran ini akan dapat optimal apabila mereka dipersatukan dalam suatu
asosiasi Remaja Masjid dengan membentuk suatu organisasi gabungan atau asosiasi yang merupakan forum komunikasi,
koordinasi dan kerja sama antar Remaja Masjid. Forum ini menyatukan kegiatan-kegiatan Remaja Masjid dalam asosiasinya
dengan menyelengarakan aktivitas bersama.
Asosiasi Remaja Masjid bisa dibentuk pada tingkat lokal, regional maupun nasional. Pada tingkat lokal, bisa menghimpun
organisasi-organisasi Remaja Masjid lingkup kecamatan maupun tingkat kota / kabupaten, untuk tingkat wilayah merupakan
koordinasi dari suatu provinsi, sedang untuk tingkat nasional mengkoordinasikan seluruh Remaja Masjid dalam suatu negara
Struktur organisasinya bisa terdiri dari tingkat kecamatan (Pengurus Cabang), tingkat kota / kabupaten (Pengurus Daerah),
tingkat Provinsi (Pengurus Wilayah) dan tingkat nasional (Pengurus Pusat).
Saat ini BKPRMI adalah merupakan asosiasi terbesar dalam menghimpun Remaja Masjid di Indonesia, dengan aktivitas dari
tingkat lokal hingga nasional. Sebagai suatu organisasi yang menghimpun pemuda dan remaja Masjid, Badan Komunikasi
Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) dapat menjadi suatu alternatif dalam menyatukan organisasi-organisasi Remaja
Masjid di Indonesia. Sudah selayaknya organisasi-organisasi Remaja Masjid bergabung dalam BKPRMI, agar da’wah yang
diselenggarakan dapat berlangsung efektif dan berdampak luas. Beberapa program seperti pelatihan, bakti sosial,
musabaqah tilawatil quraan (MTQ), event perlombaan, seminar, peningkatan keterampilan, perumusan pedoman-pedoman
organisasi Remaja Masjid, work shop, temu kader dan lain sebagainya, apabila digarap dengan baik akan memberi dampak
positif yang luas bagi kemajuan da’wah islamiyah. (berjamaah.com)

MASJID SEBAGAI PUSAT


PEMBINAAN UMAT
Posted on Mei 4, 2013 by alkhuzaimah Standar
Masjid bagi umat Islam merupakan bagian penting yang tak terpisahkan dengan kehidupan umat
Islam.Masjid bukan hanya sebagai simbul Islam, tetapi sesungguhnya merupakan sarana untuk
mewujudkan kemajuan peradaban, kemasyarakatan, dan kerukunan umat Masjid bagaikan jantung
bagi tubuh manusia. Sebagai jantung, apabila berfungsi selama 24 jam tanpa berhenti, maka darah
segar akan beredar keseluruh organ tubuh, sehingga tubuh menjadi sehat dan kuat untuk
melaksanakan kegiatan sehari-hari. Sebaliknya, manakala jantung sakit bahkan berhenti, maka tubuh
akan mengalami sakit bahkan menimbulkan kematian ( Ahmad Sarwono :2003).
Sejak awal sejarahnya masjid merupakan pusat segala kegiatan masyarakat Islam. Pada awal
Rasulullah hijrah ke Madinah maka salah satu sarana yang dibangun adalah masjid. Sehingga masjid
menjadi point of development. Masjid menjadi pusat segala kegiatan melahirkan kehidupan islami
yang penuh berkah yang menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Masjid yang kita harapkan adalah masjid yang berfungsi sebagai lembaga mencetak umat yang
beriman, beribadah menghubungkan jiwa dengan khaliq, umat yang beramal sholeh dalam kehidupan
masyarakat yang berwatak dan berakhlak teguh. Masjid yang hidup, dan memancarkan kehidupan,
dan meningkatkan kualitas umat.
Masjid yang memberikan manfaat banyak bagi kehidupan jamaahnya. Bukan hanya tempat sholat.
Itulah masjid yang hidup dan menghidupkan, bukan masjid yang bentuk bangunan indah, seperti
bangunan cina pakai marmer dan berukir, tapi sekedar berfungsi untuk menyimpan mayat tak
bernyawa di dalam-nya.Masjid yang hendak kita bangun adalah masjid yang mampu membentuk
jamaah mukminin yang taat kepada Allah, tekun beribadah, yang dalam kasih sayangnya antara satu
dengan yang lain ibarat satu badan, apabila salah satu anggota jamaahnya tertimpa suatu penderitaan,
maka anggota yang lain serentak mengadakan reaksi, tidak dapat tidur nyenyak. turut merasakan
penderitaan saudaranya. Kemudian bersiap sedia memberikan perlindungan, pertahanan dan
pertolongan.
PERAN SOSIAL MASJID DI ZAMAN NABI
Selain digunakan untuk tempat melakukan sholat lima waktu, shalat jum’at, sholat tarawih, dan
ibadah-ibadah lainnya, masjid juga diguna-kaan untuk kegiatan syiar Islam, tempat pertemuan,
tempat bermusyawarah, tempat perlindungan, tempat ke-giatan sosial, tempat pengobatan orang
sakit, tempat latihan dan mengatur siasat perang, tempat penerang-an dan pendidikan dan
dakwah/pengajian..
Fungsi masjid yang sesungguhnya dapat dirujuk pada sejarah masjid paling awal, yaitu penggunaan
masjid pada masa nabi Muhammad SAW, al-Khulafa’ar Rasyidun, dan seterusnya. Pada masa-masa
itu masjid paling tidak mem-punyai dua fungsi, yaitu fungsi keagamaan dan fungsi sosial.
Fungsi masjid bukan hanya tempat sholat, tetapi juga lembaga untuk mempererat hubungan dan
ikatan jamaah Islam yang baru tumbuh. Nabi Muhammad SAW mempergunakan masjid untuk
menjelaskan wahyu yang diterimanaya, memberi-kan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan para
sahabat tentang berbagai masalah, memberi fatwa, mengajarkan agama Islam, membudayakan
musyawarah, menyelesaikan perkara – perkara dan perselisihan – perselisihan, tempat meng-atur dan
membuat strategi militer, dan tempat menerima utusan-utusan dari semenanjung Arabia.

Masjid Nabawi memiliki suatu ruangan yang disebut suffah, yaitu tempat menyantuni fakir miskin
dan tempat tinggal bagi mereka yang ingin mendalami Islam.
Untuk mengatasi masalah sosial, Rasulullah SAW. Dan para sahabat menjadikan masjid sebagai
tempat kegiatan sosial, misalnya dengan meng-umpulkan zakat, infaq dan shodaqah, lalu
menyalurkannya kepada sahabat yang mem-butuhkannya.
KONDISI MASJID SAAT INI
Kini, masjid nyaris tidak punya kepedulian terhadap kebutuhan jamaahnya. Masjid yang dulu
dipergunakan Nabi sebagai pusat perjuangan umat, kini banyak yang difungsikan sekadar sebagai
tempat ibadah ritual mahdoh. Masjid kini baru mampu menganjurkan suatu kebaikan tapi tak mampu
mewujudkannya. Umat sibuk mencari dana untuk membangun dan memegahkan masjid, tetapi tak
mampu membantu jamaahnya memenuhi kebutuhan hidup dan ibadahnya.
Tugas kita kemudian adalah bagaimana kita bisa mengembangkan fungsi masjid sekarang ini
sebagaimana yang telah dilakukan rasulullah bersama para sahabatnya, yang mampu menjadi
mediator dan sekaligus sebagai fasilitator pemberdayaan umat.

MEMBANGUN MODAL SOSIAL UMAT


Beberapa krisis yang dialami masjid dewasa ini, seperti kriris kepengurusan, krisis keterlibatan
jamaah maupun krisis keuangan, sebenarnya disebabkan terjadinya krisis kepercayaan. Sedangkan,
krisis kepercayaan muncul karena kita kurang merawat dan memanfaatkan kalau tidak boleh dibilang
mengabaikan terhadap modal sosial yang begitu besar dianugerahkan Allah kepada .
Para tokoh agama, para nadlir dan para pengurus masjid selama ini, pemahamannya terhadap modal
begitu terpaku pada modal ekonomi atau finansial ( financial capital ). Sehingga kita baru merasa
memiliki modal kalau uang yang terkumpul berjumlah banyak. Pada hal ada banyak modal lain yang
dapat kita kembangkan untuk memberdayakan masjid. Bentuk modal lain yang dapat kita kembang
itu , seperti modal manusia, modal intelektual jamaah, modal kultural atau budaya dan juga modal
soasial .
Modal manusia, misalnya dapat meliputi keterampilan atau kemampuan yang dimiliki orang untuk
melaksanakan tugas tertentu. Tentu di dalam jamaah masjid, banyak terdapat jamaah kita yang secara
individula memiliki kemampuan atau keterampilan tertentu untuk membantu pengurus
menyelesaikan tugas-tugas tertentu. Kita perlu mendatanya, menganalisanya untuk kita ajak bersama
berbuat sesuatu yang bermanfaat untuk kemaslahatan bersama. Dan kalau ini kita lakukan, insya
Allah jamaah yang bersangkutan akan lebih merasa dilibatkan ( di ewongke ), dihargai, diperhatikan
sehingga lebih memiliki tanggungjawab untuk turut memakmurkan masjid.
Modal intelektual mencakup kecerdasan atau ide-ide yang dimiliki manusia untuk mengartikulasikan
sebuah konsep atau pemikiran. Dewasa ini tingkat pendidikan jamaah masjid kita tentu jauh lebih
baik dari tahun-tahun sebelumnya. Kondisi yang demikian, tentu amat bermanfaat untuk
meningkatkan kualitas hasil interaksi antara jamaah dengan jamaah atau musyawarah antara jamaah
dan pengurus. Persoalanya adalah bagaimana pengurus atau takmir masjid memfasilitasi terjadinya
interaksi dan musyawarah jamaah itu menjadi lebih berkualitas dan produktif.
Modal kultural meliputi pengetahuan dan pemahaman komunitas terhadap terhadap praktek dan
pedoman hidup dalam masyarakat. Modal kultural dapat berbentuk adat kebiasaan, kesenian atau
tradisi yang hidup dalam komunitas jamaah. Ibarat kendaraan, modal kultural dapat dipergunakan
sebagai kendaraan untuk melakukan aktivitas jamaah masjid, tidak usah membentuk wadah baru.
Sehingga aktivitas yang dijalankan mudah tersosialisasikan dan lebih tertanam dalam jiwa setiap
warga jamaah masjid.
Sedangkan Konsep modal sosial muncul dari pemikiran bahwa anggota masyarakat tidak mungkin
dapat mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. Untuk menghadapi masalah tersebut, diperlukan
adanya kebersamaan dan kerjasama yang baik dari segenap anggota masyarakat yang
berkepentingan. Modal sosial menurut pencetusnya Lyda Judson Hanifan ( Hanifan: l916) bukanlah
modal dalam artian biasa seperti harta kekayaan atau uang, tetapi lebih mengandung arti kiasan,
namun merupakan aset atau modal nyata yang penting dalam hidup bermasyarakat.
Menurut Hanifan, dalam modal sosial dapat berupa kemauan baik, rasa bersahabat, saling simpati,
serta hubungan sosial dan kerjasama yang erat antara individu dan keluarga yang membentuk suatu
kelompok sosial. Sedangkan menurut Piere Bourdieu, seorang sosiolog Perancis kenamaan,
mengemukakan bahwa untuk memahami berfungsinya struktur dan berfungsinya dunia sosial
membangun kesejahteraan sosial) perlu dikaji seluruh modal dalam segala bentuknya, tidak cukup
modal ekonomi saja. Menurutnya, dalam setiap transaksi modal ekonomi selalu disertai oleh modal
immaterial berupa modal budaya dan modal sosial. Bourdieu, mendefinisikan modal sosial adalah
keseluruhan sumberdaya baik aktual maupun potensial yang terkait dengan kepemilikan jaringan
hubungan kelembagaan yang tetap dengan didasarkan pada saling kenal dan saling mengakui.
Dengan kata lain, seseorang dengan menjadi anggota dari suatu perkumpulan atau organisasi akan
memperoleh dukungan dari modal yang dimiliki secara kolektif.
Sedangkan besarnya modal sosial yang diperoleh seseorang yang menjadi anggota perkumpulan
tersebut, tergantung pada seberapa besar kuantitas maupun kualitas jaringan yang diciptakan-nya,
serta seberapa besar volume modal ekonomi, budaya dan sosial yang dimiliki setiap orang yang ada
dalam jaringan tersebut (Bourdieu: 1986). Dengan demikian, seperti halnya modal ekonomi, modal
sosial juga bersifat produktif. Tanpa adanya modal sosial seseorang tidak akan bisa memperoleh
keuntungan material dan mencapai keberhasilan secara optimal.Tetapi seperti juga modal ekonomi,
modal fisik, modal manusia, modal sosial juga tidak selalu memberi manfaat dalam segala situasi,
bahkan bisa menimbulkan kerugian ( down side social capital ) . (Coleman, l990).
Jame Coleman ( l988), berdasarkan hasil-hasil penelitiannya mengemukakan, bahwa pengertian
modal sosial ditentukan oleh fungsinya.Sekalipun fungsi modal sosial itu banyak, tetapi menurutnya,
fungsi modal sosial itu memiliki dua unsur : Pertama; Modal sosial mencakup sejumlah aspek
struktur sosial, dan Kedua; Modal sosial memberi kemudahan bagi orang untuk melakukan sesuatu
dalam kerangaka struktur sosial tersebut. Dalam rangka memudahkan tercipta dan berkembangnya
modal sosial dalam berbagai bentuknya, Coleman memberi penekanan pada dua aspek dari struktur
sosial yang sangat penting. Pertama; aspek struktur sosial dalam jaringan tersebut dapat menciptakan
pengungkungan yang membuat setiap orang saling berhubungan sedemikian rupa sehingga
kewajiban-kewajiban maupun sanksi-sankai dapat dikenakan kepada setiap orang yang menjadi
anggota jaringan tersebut. Kedua; adanya organisasi sosial yang dapat digunakan untuk mencapai
tujuan bersama.
Ada tiga unsur utama yang menjadi pilar modal sosial :
a. Kewajiban dan harapan yang timbul dari rasa saling percaya dalam lingkungan sosial.
b. Arus informasi yang lancar di dalam struktur sosial untuk mendorong berkembangnya kegiatan
dalam masyarakat.
c. Adanya norma-norma yang harus ditaati dengan sanksi yang jelas dan efektif. Tanpa adanya
seperangkat norma yang disepakati dan dipatuhi oleh segenap anggota masyarakat maka yang
muncul adalah anomie dimana setiap orang berbuat menurut kemauan sendiri tanpa merasa ada
ikatan dengan orang lain. Juga tidak ada mekanisme mejatuhkan sanksi karena tidak ada norma yang
disepakati bersama.
Dengan demikian menurut Colemen, pengembangan modal sosial pada dasarnya adalah membangun
ketiga pilar tersebut.
Definisi yang paling mudah dipahami masyarakat luas tentang konsep modal sosial adalah definisi
yang dikemukakan Robert Putman. Bagi Putman, modal sosial adalah merupakan seperangkat
hubungan horizontal antara orang-orang. Modal sosial terdiri dari “ networks of civic engagements ”
jaringan keterikatan sosial yang diatur oleh norma-noma yang menentukan produktivitas suatu
kelompok masyarakat . Ada dua asumsi dasar dari konsep modal sosial yaitu, adanya jaringan
hubungan dengan norma-norma terkait, dan adanya sikap saling mendukung dari orang-orang yang
tergabung dalam jaringan tersebut untuk mencapai keberhasilan bersama.
Dari hasil penelitiannya, Putman berkesimpulan, modal sosial yang berupa norma-norma dan
jaringan keterkaitan adalah merupakan prasyarat bagi berkembangnya ekonomi dan juga bagi
terciptanya tata pemerintahan yang efektif dan efisien. Untuk hal ini ada tiga alasan yang
dikemukakan:
1. Dengan adanya jaringan sosial memungkinkan adanya koordinasi dan komunikasi yang dapat
menumbuhkan rasa saling percaya diantara sesama anggota masyarakat.
2. Kepercayaan ( trust ) memiliki implikasi positif dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam suatu
jaringan, yang orang-orangnya memiliki rasa saling percaya ( mutual trust ) akan memperkuat
norma-norma untuk saling membantu.
3. Berbagai keberhasilan yang dicapai melalui kerjasamadalam waktu sebelumnya akan mendorong
keberlangsungan kerjasama pada waktu selanjutnya. Bahkan lebih jauh Putman mengatakan modal
sosial dapat menjembatani jurang pemisah antara kelompok-kelompok yang berbeda idelogi dan
memperkuat kesepakatan – kesepakatan tentang pentingnya pember-dayaan masyarakat.

Memahami konsep modal sosial sebagaimana tersebut di atas, maka dalam jamah masjid terkandung
modal sosial yang cukup besar. Modal sosial jamaah masjid timbul dari hasil interaksi antar jamaah
dan lingkungan sosial komunitas masjid. Interaksi itu dapat terjadi dalam skala individual maupun
institusional ( kemasjidan ). Secara pribadi interaksi masing-masing jamaah terjadi manakala relasi
intim antara jamaah satu dengan jamaah lainnya terbentuk kemudian melahirkan ikatan emosional
sebagai sesama jamaah masjid.
Sedangkan secara institusional, interaksi masjid dapat terbangun manakala visi, misi dan tujuan
masjid, memiliki kesamaan dengan visi, misi serta tujuan dari organisasi, kelompok-kelompok sosial
yang ada di lingkungan masjid.
Interaksi yang berlangsung realtif lama, akan melahirkan modal sosial, yaitu kesamaan tujuan,
menumbuhkan rasa saling percaya, rasa aman dan kerja sama berbagi hak dan kewajiban sebagai
tanggung jawab bersama yang dilakukan atas dasar kesadaran dan keikhlasan bertindak. Jika jamaah
dan lingkungan sosial masjid telah terbangun modal sosial yang sedemikian itu secara cukup kuat,
rasanya tak ada perbedaan dan permasalaan yang tidak teratasi, karena energi sosial yang mikili
menjadi berlipat-lipat besarnya. Bagaimana energi sosial ini terbangun akan kita bicarakan di bagian
lain tulisan ini.

Parameter Modal Sosial Jamaah Masjid

Sebagaimana bentuk-bentuk modal lainnya modal sosial juga bersifat produktif. Di muka telah
dijelaskan modal sosial jamaah muncul sebagai produk relasi jamaah satu dengan jamaah lainnya
atau institusi masjid dengan lingkungan sosialnya, khususnya relasi – interaksi yang diakukan secara
intim familier dan konsisten akan melahirkan produktivitas sosial. Produktivitas sosial adalah
kesepakatan-kesepakatan bersama yang dihasilkan untuk mencapai tujuan bersama.
Modal sosial berbeda dengan modal finansial, karena modal sosial bersifat komulatif dan bertambah
dengan sendirinya ( self- reinforcing ) ( Putnam,1993 ). Modal sosial tidak akan habis jika
dipergunakan, sebaliknya rusaknya modal sosial lebih sering diakibatkan karena jarangnya
dipergunakan.
Ada tiga paramater apakah jamaah masjid memiliki modal sosial kuat atau lemah. Tiga modal sosial
itu sebagaimana dikemukakan ( Ridell:1977 ). yaitu kepercayaan ( Trust ), norma-norma ( norms)
dan jaringan ( network ).

1. Kepercayaan :
Kepercayaan adalah harapan yang tumbuh dalam masyarakat yang ditunjukkan oleh adanya perilaku
jujur, teratur dan kerjasama berdasarkan norma-norma bersama. Dalam masyarakat yang memiliki
tingkat kepercayan tinggi, aturan-aturan sosial cenderung bersifat positif, hubungan jamaah satu
dengan jamaah lainnya bersifat kerjasama, tidak saling mengungkap kejelekan, tidak saling
menistakan apalagi mencelakakan, ikatan kejamaahannya kokoh, kehidupan sosial masing-masing
anggota jamaah harmonis dalam arti masing-masing jamaah dapat menjalankan status peran
sosialnya ( pemimpin, yang dipimpin, yang tua dan yang muda , orang tua dan anak, suami dan istri
dll. ) dengan baik.
2. Norma
Norma terdiri dari pemahaman-pemahaman, nilai-nilai, harapan-harapan dan tujuan-tujuan yang
diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok orang termasuk kelompok jamaah masjid. Norma-
norma dapat bersumber dari agama, panduan moral, maupun standar-satandar yang disepakati secara
rasional seperti kode etik profesional. Norma – norma dibangun dan berkembang berdasarkan sejarah
kerjasama masa lalu dan diterapkan untuk mendukung iklim kerjasama ( Putman, l993; Fukuyama,
l995 dalam Edi Suharto, 2007 ).
Bagi jamaah masjid, norma-norma dibangun berdasarkan nilai-nilai agama Islam dan norma-norma
yang disepakati yang sering disebut dengan ahlak. Sehingga kuat lemahnya modal sosial jamaah
masjid juga dapat diukur dari tinggi rendahnya ahlak para jamaahnya. Kalau secara kolektif ahlak
jamaah di suatu masjid itu baik-baik, maka dapat dipastikan modal sosial yang dimiliki kelompok
jamaah itu kuat, begitu sebaliknya.

3. Jaringan
Dalam komunitas jamaah masjid, biasanya terdiri dari banyak komunitas-k omunitas kecil. Seperti
majlis taklim, kelompok pengajian, kelompok tahlil, yasinan , kajian malam jum’at, lailatul ijtima’
dll. Infrastruktur dinamis dari modal sosial berwujud jaringan-jaringan kerjasama antar manusia
( Putman,l993). Sehingga untuk mengukur kuat lemahnya jamaah masjid dapat dilihat juga dari
fungsi dari kelompok – komunitas-komunitas yang ada apakah berfungsi untuk memfasilitasi
terjadinya komunikasi dan interaksi, yang memungkinkan tumbuhnya sikap saling percaya dan
memperkuat kerjasama ( ta’awun ) dan ukhuwah .
Dalam realitas yang kita amati tidak jarang komunitas keagamaan seperti itu, gagal menanamkan
sikap saling percaya, kerjasama ( ta’awun ) dan ukhuwah. Mereka para anggota jamaah datang dan
pergi mengucapkan salam dan berjabat tangan, tapi hatinya jauh. Sehingga pertemuan rutin yang ia
jalani tak menghasilkan produk sosial apapun, kecuali harapan mendapatkan syurga di kehidupan
kelak. Sikap ini yang menyebabkan komunitas jamaah keagamaan, miskin kreatifitas dan enovasi,
dari dulu hingga sekarang tak ada perubahan apapun, kurang memiliki kepekaan terhadap dinamika
dan permasalahan umat. Kemudian tersadar kalau kita memang tidak berdaya, miskin modal.
Masyarakat yang sehat, jamaah yang sehat, perkumpulan komunitas keagamaan yang sehat, jamaah
masjid yang sehat cenderung memiliki jaringan-jaringan sosial yang kokoh dan fungsional
( bermakna ) dalam menghadapi realita kehidupan. Mereka sadar dan melakukan pertemuan dengan
orang lain untuk membangun inter-relasi yang kental, baik yang bersifat formal maupun non formal
untuk memperkuat sikap saling percaya dan perasaan kerjasama para anggotanya serta memberikan
manfaat yang besar bagi sesama terutapi yang berpatisipasi di dalamnya.
Dengan menggunakan indikator kunci yang dijadikan ukuran modal sosial ( Speller, 1977, Suharto,
20006 b ), maka modal sosial jamaah masjid dapat diukur dengan menggunakan parameter sebagai
berikut :

Perasaan identitas
Perasaan memilki atau sebaliknya, perasaan alienasi
Sistem kepercayaan dan idologi
Nilai-nilai dan tujuan-tujuan
Ketakutan-ketakutan
Sikap-sikap terhadap anggota lain dalam masyarakat
Persepsi mengenai akses terhadap pelayanan, sumber dan fasilitas ( misalnya pekerjaan, pendapatan,
pendidikan, perumahan , keseharian, transportasi, jaminan sosial )
Opini mengenai kinerja pemerintah yang telah dilakukan terdahulu
Keyakinan dalam lembaga-lembaga masyarakat dan orang-orang pada umumnya
Tingkat kepercayaan
Kepuasan dalam hidup dan bidang-bidang kemasyarakatan lainnya
Harapan-harapan yang ingin dicapai di masa depan.

Tentang iklan-iklan ini

Anda mungkin juga menyukai