Anda di halaman 1dari 23

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Pengembangan Agropolitan dan Kearifan Lokal


Teknik pengumpulan data yang digunakan alam penelitian yang berjudul “
Identifikasi Pengembangan Agropolitan Berbasis Kearifan Lokal di Kecamatan
Poco Ranaka “ berupa data primer dan sekunder dengan kebutuhan data sebagai
berikut :

5.1.1 Pertanian Agropolitan


Komoditas ungglan kopi dan cengkeh di kecamatan Poco Ranaka memiliki
produktifitas yang relatif naik turun. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal
misalnya, cuaca dan harga pasar yang tidak menentu. Produksi perkebunan
komoditi kopi dan Cengkeh di kecamatan Poco Ranaka ditunjukan melalui tabel
berikut.

Tabel 5.1 Luas areal dan jumlah Produksi Kopi


Kecamatan Poco Ranaka

Luas Areal(Ha) Jumlah Produksi


Tahun
Robusta Arabika (ton)
2016 6.971 865 1.777,52
2017 5.527 911 1.930,8
2018 5.527 911 1.940,8
2019 5.482 923 2.505
Sumber :Kompilasi 2020
35%

30%

25%

20%

produksi
15% 31%

24% 24%
22%
10%

5%

0%
2016 2017 2018 2019
Sumber :Kompilasi 2020
Gambar 5.1 Persentasi produksi Kopi

Sumber :Kompilasi 2020


Gambar 5.2 Komuditas Kopi Robusta dan Arabika
Komoditas Kopi Robusta dan Arabika di Kecamatan Poco Ranaka pada
dasarnya tersebar di seluruh Desa. Hal ini di karenakan mayoritas penduduk di
Kecamatan Poco Ranaka mendapatkan penghasilan dari perkebunan kopi.
Sedangakan komuditas cengkeh terdapat di Kelurahan Mandosawu dan desa
Bangka Pau.
Tabel 5.2 Produksi dan Produktifitas Cengkeh
Jumlah
Luas Areal komuditas
Tahun Produksi Produktifitas(Kg/Ha)
Cengkeh (Ha)
(ton)
2016 519 287 689
2017 689 196 509
2018 695 220 618,25
2019 604 164,97 650
Sumber :Kompilasi 2020

70%

60% 28%

50% 27%
23%
21%
40%
32% Produktifita
30% s
24% Produksi
22% 22%
20%

10%

0%
2016 2017 2018 2019

Sumber :Kompilasi 2020


Gambar 5.3 Persentase Produksi Cengkeh

Sumber :Pos Kupang.com


Gambar 5.4 Komuditas Cengkeh Kecamatan Poco Ranaka
Penelitian yang dilakukan Jinorti (2018) mengenai evaluasi kesesuaian lahan
perkebunan di kecamatan Poco Ranaka mendapatkan bahwa, sebagian besar
perkebunan yang berada di Kecamatan Poco Ranaka merupakan, perkebunan
rakyat yang minim dalam manajemen pengelolaan tanah, seperti jarangnya
pemberian pupuk secara berkala sesuai dengan dosis anjuran dan pemberian
pupuk yang hanya difokuskan pada tanaman pangan. Hal ini menjadi sangat
penting untuk di perhatikan mengingat kecamatan Poco Ranaka merupakan
kawasan potensial Agropolitan.

Berdasarkan kedua tabel diatas dapat disimpulkan bahwa, produksi kopi


masyarakat Poco Ranaka mengalami sedikit peningkatan dari tahun ke tahun
terhitung sejak tahun 2016, hal ini di karenakan sebagian masyarakat Poco
Ranaka masih menggantungkan kehidupannya melalui pertanian kopi. Sebaliknya
dengan komuditas cengkeh,dimana produksi dan produktifitasnya cenderung
menurun setiap tahunnya sejak tahun 2016. Malalui hasil wawancara ditemukan
bahwa penyebab menurunnya tingkat produksi dan produktifitas komuditas
cengkeh dan sedikit peningkatan pada komuditas kopi dikarenakan sejumlah lahan
yang dialih fungsikan menjadi pemukiman. Menurunnya tingkat produksi dan
produktifitas juga dipengaruhi oleh sarana dan prasarana yang kurang mendukung
pengembangan produksi dan produktifitas komuditas cengkeh dan kopi.

5.1.2 Jumlah Penduduk


Kecamatan Poco Ranaka merupakan kecamatan yang relatif paling jauh dari
Borong, ibu kota kabupaten Manggarai Timur dengan jumlah penduduk sebanyak
283.313 jiwa pada tahun 2019. Berikut adalah perkembangan jumlah penduduk
Kecamatan Poco Ranaka selama empat tahun terakhir terhitung dari tahun 2016.

Tabel 5.3 Jumlah Penduduk Empat Tahun Terakhir


Jumlah Penduduk
Jumlah
No. Desa/Kelurahan (Jiwa)
2016 2017 2018 2019
1 Bangka Kuleng 1.066 1.046 1.064 1.079 4.255
2 Bangka Leleng 1.032 1.066 1.074 1.095 4.267
3 Bangka pau 1.406 1.287 1.282 1.288 5.263
4 Bea Waek 1.010 1.051 1.065 1.076 4.202
5 Compang Laho 1.353 1.358 1.364 1.361 5.436
6 Compang Weluk 950 923 941 992 3.806
7 Compang Wesang 1.097 1.123 1.161 1.331 4.712
8 Deno 1.252 1.248 1.260 1.265 5.025
9 Golo Lobos 1.847 1.852 1.892 1.906 7.497
Jumlah Penduduk
Jumlah
No. Desa/Kelurahan (Jiwa)
2016 2017 2018 2019
10 Golo Ndari 902 927 954 1.133 3.916
11 Golo Nderu 1.192 1.205 1.214 1.233 4.844
12 Golo Rengket 1.625 1.639 1.655 1.725 6.644
13 Golo Wune 1.077 1.096 1.106 1.103 4.382
14 Gurung Turi 1.887 1.901 1.911 2.194 7.893
15 Lenang 1.247 1.256 1.296 1.303 5.102
16 Lento 1.158 1.210 1.211 1.258 4.837
17 Leong 2.234 2.336 2.335 2.341 9.246
18 Mando Sawu 3.405 3.498 3.498 3.498 13.899
19 Melo 1.471 1.546 1.569 1.587 6.173
20 Nggalak Leleng 1.257 1.320 1.336 1.362 5.275
21 Poco Lia 1.031 1.172 1.243 1.267 4.713
22 Pocong 1.710 1.717 1.711 1.714 6.852
23 Satar Tesem 1.522 1.543 1.604 1.610 6.279
24 Watu Lanur 1.259 1.308 1.337 1.344 5.248
Total 33.990 34.628 35.083 36.065
Sumber : BPS Dalam Angka Kecamatan Poco Ranaka

36500

36000

35500

35000

34500
36065
34000
35083
33500 34628
33990
33000

32500
2016 2017 2018 2019

Sumber: Hasil Kompilasi 2020

Gambar 5.5 Persentase Jumlah Penduduk

4 tahun Terakhir

Ditinjau dari jumlah penduduk 4 tahun terakhir, diketahui bahwa jumlah


penduduk terbanyak terjadi pada tahun 2019 dengan jumlah penduduk sebanyak
36.065 jiwa dengan persentase penduduk mencapai 26% dari jumlah keseluruhan
penduduk selama 4 tahun terakhir. Ditinjau dari struktur mata pencaharian
penduduk, diketahui bahwa sektor agraris ,termasuk didalamnya pertanian dan
perkebunan menjadi sektor paling banyak di geluti masyarakat Poco Ranaka.

5.1.3 Sarana Prasarana


1) Sarana Permukiman

Rumah-rumah penduduk di perdesaan sebagian besar semi permanen dan


Non permanen atau sederhana. Namun ada juga beberapa rumah yang sudah di
bangun secara permanen. Beberapa kondisi eksisting sarana permukiman
ditunjukan pada Tabel 5.2 dan Gambar 5.2 berikut.

Tabel 5.2 Kriteria Sarana Permukiman di Kecamatan Poco Ranaka 2019

Sarana Permukiman Kriteria

Permanen

Semi Permanen

Sederhana

Sumber : AnalisisTahun 2020

2) Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan masyarakat untuk tingkaat sekolah dasar pada umumnya
sudah menyebar secara merata di setiap kampung di Kecamatan Poco Ranaka.
Akan tetapi untuk sekolah tingkat lanjutan (SMP dan SMA) lebih cenderung
berada di kelurahan Mandosawu dan Desa Bangkapau.

Gambar 5.6 Fasilitas pendidikan di Desa Bangka Pau

Salah satu hal yang melatar belakangi pengembangan kawasan agropolitan di


Kecamatan Poco Ranaka adalah tersediannya fasilitas pendukung berupa SMK
Pertanian yang dapat menjadi cikal bakal pusat inovasi agribisnis komoditas
unggulan.

3) Sarana Kesehatan

Pelayanan kesehatan masyarakat di Kecamatan Poco Ranaka belum


sepenuhnya merta. Pada umumnya pelayanan kesehatan diberikan oleh puskesmas
Mano yang berada di Kelurahan Mandosawu.
Gambar 5.7 Sarana Kesehatan masyarakat Poco Ranaka

Puskesmas ini menjadi satu-satunya sarana kesehatan yang memadai di


kecamatan Poco Ranaka. Peayanan serta fasilitas yang ada di Puskesmas mano
kurang memadai hal ini di karenakan puskesmas Mano melayani 24 desa
sekaligus dengan 102 tenaga kesehatan yang terdiri dari 4 orang dokter umum, 27
orang Bidan dan 75 perawat (Dinas Kesehatan Manggarai Timur, 2019). Selain
itu terdapat 1 unit poliklinik, 6 unit polindes, 5 unit pustu.

4) Sarana perekonomian

Sarana perekonomian yang terdapat di kecamatan Poco Ranaka belum


menyebar secara merata, melainkan terpusat di kelurahan Mandosawu.
Penyebaran tidak merata sarana perekonomian ini disebabkan karena kondisi jalan
yang kuraang baik sehingga terhambatnya mobilitas penduduk serta barang dan
jasa. Sarana perekonomian di kelurahan mandosawu meliputi unit pertokoan, unit
KUD, unit Bank, dan rumah makan serta beberapa kios yang menyebar mengikuti
ruas jalan. Beberapa kondisi eksisting sarana permukiman ditunjukan pada Tabel
berikut.
Sarana perekonomian Kondisi eksisting

Pertokoan

Koperasi Unir Desa (KUD)

BANK
Pasar

Sumber : Analisis Tahun 2020

Sarana perekonomian Jumlah


No. Desa/Kelurahan Pertokoa
Pasar Bank KUD
n
1 Bangka Kuleng - - - - -
2 Bangka Leleng - - - - -
3 Bangka pau 1 3 1 - -
4 Bea Waek - - - - -
5 Compang Laho - - - - -
6 Compang Weluk - - - - -
7 Compang Wesang - - - - -
8 Deno - - - - -
9 Golo Lobos - - - - -
10 Golo Ndari - - - - -
11 Golo Nderu - - - - -
12 Golo Rengket - - - - -
13 Golo Wune - - - - -
14 Gurung Turi - - - - -
15 Lenang - - - - -
16 Lento - - - - -
17 Leong - - - - -
18 Mando Sawu - 4 1 1 -
19 Melo - - - - -
20 Nggalak Leleng - - - - -
Sarana perekonomian Jumlah
No. Desa/Kelurahan Pertokoa
Pasar Bank KUD
n
21 Poco Lia - - - - -
22 Pocong - - - - -
23 Satar Tesem - - - - -
24 Watu Lanur - - - - -
Total
Sumber : Hasil Analisis 2020

Sarana perekonomian yang terdapat di kecamatan Poco Ranaka dinilai


kurang baik dalam menunjang pengembangan agropolitan karena jumlah dan
kualitasnya masih butuh banyak perbaikan baik dari pemangku kepentingan
maupun dari masyarakat. Selain jumlah dan kualitasnya penyebaran sarana
perekonomian ini masih belum merata karena hanya terpusat di kelurahan
Mandosawu.

5.1.4 Sistem Pengolahan Lahan Masyarakat Lokal


Masyarakat Poco Ranaka telah berhasil mengelola lahan dengan lanskap
budaya yang menunjukkan efisiensi pemanfaatan ruang. Masyarakat melakukan
pembagian tata guna lahan (TGL) yang baik dengan membagi kebutuhan lahan ke
dalam beberapa fungsi lahan. Penempatan wilayah kampung dengan halaman
sekitar rumah pada wilayah rata yang jauh dari perbukitan, wilayah hutan untuk
sumber mata air dan kegunaan lainnya menunjukkan pemahaman yang baik bagi
keamanan untuk tempat tinggal dan mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Hal
ini sesuai dengan idiom orang Manggarai “mbau eta temek wa, tela galang pe’ang
kete api one” yang artinya bila diatas gunung hijau maka dibawah akan banyak
airnya, di tungku memiliki cukup kayu bakar, diatasnya cukup bahan pangan
untuk ditanak. Idiom ini menunjukkan pemikiran efisiensi dalam pemanfaatan
ruang dengan memperhitungkan sisi ekologi dan ekonomi untuk mencukupi
kebutuhan hidup masyarakat sehari-hari.
Sistem tata guna lahan pada umumnya terbagi menjadi lima, yaitu beo
(kampung), roas (halaman sekitar rumah), lingko (kebun komunal), bangka
(kampung lama), dan cengit (daerah keramat). Masing-masing ruang tersebut
efisien untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, ekologi dan sosial budaya
masyarakat tradisional. Pembagian lahan tradisional memperhitungkan
keberlanjutan antara pemanfaatan dan perlindungan dari resiko bencana alam.
Perlindungan dari resiko bencana alam dengan menempatkan permukiman (beo
dan roas) pada wilayah rata, wilayah perbukitan untuk kebun dan menjaga hutan
(puar) pada daerah yang lebih tinggi. Daerah penting yang menurut masyarakat
merupakan daerah tangkapan air ditetapkan menjadi daerah keramat, yaitu hutan
keramat (pong) sekitar mata air, danau dan wilayah hutan yang lebat. Daerah
keramat juga berfungsi sebagai tempat melakukan ritual adat yang berarti
memiliki fungsi religi.
1. Kearifan Pemanfaatan Ruang
a. Pola Berkampung (beo)

Permukiman asli Manggarai adalah melingkar, berkelompok dan memilih


puncak bukit sebagai pusat kampung. Permukiman berkelompok memungkinkan
masyarakat bersosialisasi dan menjalankan adat budaya. Namun seiring
berkembangnya zaman masyarakat manggarai banyak yang berpindah ke daerah
yang lebih rendah.

Sumber :Hasil Analisis Tahun 2020

Gambar 5.8 Rumah gendang dan permukiman di Mano

Kecamatan Poco Ranaka

Kampung ini terbagi menjadi 3 bagian, yaitu bagian depan, pusat kampung
dan bagian belakang. Bagian depan adalah tempat suci rumah orang mati yang
jiwanya disucikan melalui upacara penyucian arwah dan dianggap sebagai warga
seberang (pang ble). Pusat kampung merupakan tempat berdiam dan memuja
dewa penjaga kampung (Morin agu ngaran). Pada tengah kampung terdapat
tempat atau altar persembahan (compang) yang menurut masyarakat merupakan
tempat tinggal Naga Beo (penjaga kampung). Compang merupakan batu yang
disusun pada sebuah lingkaran terbuat dari batu yang berada di pusat kampung.
Bagian belakang kampung sebagai sesuatu yang buruk, tempat membuang sial,
dosa atau kesalahan melalui ritual membuang (oke).

Rumah adat Manggarai disebut rumah gendang yang merupakan tempat


mengatur pelaksanaan hukum adat dan pembagian kebun komunal dengan prinsip
gendang one lingko pe’ang, artinya bila ada rumah gendang maka sekitar rumah
gendang adalah lingko (kebun komunal). Rumah gendang berbentuk kerucut
dengan atap hampir menyentuh tanah, tinggi lantai pertama sekitar 1.5 meter.

b. Kebun Sekitar Rumah (Roas)

Roas adalah pekarangan sekitar rumah tinggal dengan luasan sekitar setengah
hektar yang ditanami kopi, cengkeh, vanili dan tanaman pangan antara lain: muku
(Pisang), tete haju (Singkong), tete wase (Ubi Jalar), padut (Pepaya). Masyarakat
di perkampungan mano pada umumnya menanam tanaman jangka panjang seperti
Kopi dan Cengkeh di kebun sekitar Rumah mereka (Gambar 5. Kebun Sekitar
Permukiman).

Sumber :Hasil Analisis Tahun 2020

Gambar 9.5. Kebun Sekitar Rumah (Roas).


c. Kebun Komunal (Lingko)
Pada masyarakat Manggarai umumnya Kebun komunal (lingko) memiliki
nilai estetika karena bentuknya seperti sarang laba-laba. Bila pada bagian tengah
lingko terdapat tempat pemujaan maka disebut lingko rame, bila tidak ada tempat
pemujaan disebut lingko bon dan bila kebun berbentuk kotak seperti kebun
lainnya disebut lingko neol. Lingko berbentuk seperti sarang laba-laba karena cara
pembagiannya yang unik oleh seorang tua adat pembagi tanah yang disebut tu’a
teno.

Sumber :Hasil Analisis Tahun 2020

Gambar 5.10 Sistem Pembagian Lahan Komunal

Tu’a teno menancapkan kayu pada pusat lingko (lodok), membagi lingko dari
titik pusat dengan meletakkan roda-roda berbentuk lingkaran dengan jari-jari
seperti roda sepeda. Pembagi tanah atau tu’a teno membagi lahan dengan ukuran
besaran jari-jari tu’a teno. Bagian sebesar ibu jari namanya moso rembo untuk tu’a
golo, tu’a teno mendapat bagian jari telunjuk yang namanya moso koe, jari tengah
yang dimiringkan untuk tu’a panga, jari manis yang dimiringkan untuk anak-anak
tu’a teno dan tu’a golo dan jari kelingking yang dimiringkan untuk keturunan para
pendatang yang disebut moso iret. Jumlah bagian moso iret disesuaikan dengan
jumlah panga, anak-anak keturunan tua golo dan tua teno serta jumlah pendatang
yang tinggal di wilayah kampung.
d. Kampung Lama (Bangka).

Setiap kampung Manggarai selalu memiliki sejarah kampung lama (bangka)


yang ditinggalkan karena tanah longsor, wilayah datar yang sempit dan lokasi
terpencil. Kebun komunal semakin sempit dengan semakin bertambahnya
keturunan sehingga orang menjelajahi kampung pada masa lalu (bangka) yang
saat ini berada dalam hutan negara. Kepadatan agraris membuat masyarakat mulai
memperluas kebun sampai ke dalam Hutan Ruteng, namun menurut para tetua
Manggarai perluasan kebun tersebut terbatas hanya pada wilayah milik komunal
(lingko) yang diakui pemerintah sebagai milik negara.
Masyarakat tetap mengerjakan kebun yang berada pada sekitar batas kawasan
hutan dan menganggap hal tersebut sebagai budaya Manggarai yang disebut harat
kope, artinya upah menjaga kawasan hutan. Semakin sempitnya lahan garapan
hasil pembagian lahan komunal karena semakin bertambahnya jumlah penduduk
menyebabkan masyarakat mulai mengerjakan lahan kurang subur, terpencil dan
terletak pada daerah terjal yang bukan merupakan tanah komunal yang disebut
tobok.

e. Daerah Keramat (Cengit).

Sistem pengelolaan lahan orang Manggarai memiliki nilai-nilai keagamaan


lokal yang tercermin dari sistem pembagian ruang pengelolaan lahan
berkelanjutan untuk mencegah degradasi hutan. Daerah keramat merupakan
tempat untuk melakukan ritual adat pemujaan. Hutan keramat (pong cengit)
merupakan perlindungan mata air untuk upacara adat barong wae. Kepercayaan
barong wae menyebabkan wilayah sekitar mata air dan danau merupakan wilayah
keramat.

Sumber :Hasil Analisis Tahun 2020

Gambar 5.11 Hutan Keramat dan Mata Air


Pada kampung Mano perlindungan mata air berdampak pada perlindungan
hutan seluas 4,3 ha. Masyarakat kampung Mano menamakan pong yang ada
dengan nama pong dode sebagai simbol kerukunan dan kedamaian. Dode artinya
monyet sehingga pong dode memiliki arti hutan primer yang memiliki monyet
ekor panjang yang belum pernah menjarah kebun masyarakat. Hutan ini tetap
terjaga karena anggapan bahwa tempat ini merupakan rumah leluhur (mbaru bate
kaeng). Menurut masyarakat ada seekor kera putih di tengah pong dode yang
hanya terlihat oleh orang-orang tertentu. Orang yang dapat melihat kera putih ini
konon mengalami perubahan nasib baik. Pong dode memiliki 3 buah mata air
untuk memenuhi kebutuhan air minum.

5.1.5 Kebiasaan Masyarakat

Kebiasaan masyarakat dalam konteks kearifan lokal di jelaskan melalui


praktek-praktek kearifan lokal yang merefleksikan mengenai komunitas-
komunitas lokal berinteraksi, berproses dan bersikap melakukan pemeliharaan
terhadap lingkungannya. Interaksi masyarakat kepada lingkungan dengan kearifan
lokalnya sudah berlangsung jauh sebelum penetapan suatu kawasan menjadi
kawasan Agropolitan. Kearifan lokal yang dapat mendukung Agropolitan
terbentuk dari hasil interaksi antara manusia dengan lingkungannya sehingga
masyarakat tradisional memiliki pemahaman yang lebih mendalam tentang
lingkungannya. Kearifan lokal dalam mengelola sumber daya lokal menurut
penjelasan petani, pada masa lampau sering dilakukan pengkeramatan tanaman
perkebunan dalam hal ini adalah kopi dan cengkeh. Pengkeramatan ini dilakukan
dengan cara pemberian sesaji, pembersihan semak di hari-hari besar yang sudah
ditentukan oleh tokoh masyarakat. Pengkeramatan ini dilakukan melalui beberapa
upacara seperti upacara Penti dan Oli.
Penti merupakan upacara syukuran atas hasil panen dan permohonan agar
panen mendatang berhasil. Penti merupakan gabungan dari tiga upacara adat
untuk untuk menghormati menghormati roh penjaga kampung (naga golo), roh
penjaga mata air (darat) melalui upacara barong wae dan roh penjaga tanah
pertanian (teno) melalui upacara barong lodok. Upacara adat penting mendukung
pertanian agropolitan adalah barong wae yang memuja roh-roh yang menjaga
mata air.

Sumber :Hasil Analisis Tahun 2020

Gambar 5.12 Mata Air tempat melaksanakan upacara barong wae

di kawasan Agropolitan

5.1.7 Kearifan Lokal yang Mendukung Agropolitan


1. Kearifan pemanfaatan komoditas Unggulan
Masyarakat di Kecamatan Poco Ranaka pada umumnya sudah mengenal
kearifan lokal yang menjadi potensi lokalnya yaitu Komuditas kopi robusta dan
kopi arabika. Namun sebagian besar masyarakat petani kopi di Kecamatan Poco
Ranaka masih menjual dalam bentuk produk olahan biji kopi kering. Teknologi
pengolahan kopi pasca panen yang digunakan oleh petani bersifat semi modern
menggunakan mesin Purper dan mesin Huller.

Petani kopi di lokasi penelitian sudah mengetahui proses pengolahan kopi


menjadi kopi bubuk namun sebagian besar masyarakat masih menggunakannya
untuk konsumsi pribadi. Pengetahuan tersebut dapat menjadi kekuatan apabila
petani kopi diberi pelatihan yang baik, seperti beberapa anak muda yang
melakukan pengolahan kopi secara mandiri melalui Home Industry,salah satunya
adalah produk kopi Van Colol.
Sumber :Hasil Analisis Tahun 2020

Gambar 5.13 Produk Kopi dari komoditas Agropolitan

Produk kopi Van Colol ini sudah menembus pasar nasional. Selain itu
produk kopi yang di kemas juga mampu meningkatkan nilai jual. Pengembangan
pemanfaatan komoditas kopi sebagai komoditas unggulan juga dilakukan
masyarakat dengan membuka Caffe atau kedai kopi seperti pada gambar berikut.

Sumber :Hasil Analisis Tahun 2020

Gambar 5.14 Kedai kopi sebagai upaya pemanfaatan komoditas kopi

Pada komoditas cengkeh Masyarakat di Desa Bealaing Kecamatan Poco


Ranaka bekerja sama dengan pemerintah Desa dalam memanfaatkan daun
cengkeh kering untuk dijadikan minyak cengkeh yang kemudian hasilnya di
ekspor ke Lombok untuk di buatkan dalam bentuk kemasan.
Sumber :Hasil Analisis Tahun 2020

Gambar 5.15 Tempat Pengolahan Minyak Cengkeh

Pengembangan komuditas unggulan dengan perkebunan berbasis agribisnis


harus berfokus pada memaksimalkan kekuatan dan memanfaatkan peluang yang
ada dengan meningkatkan volume penjualan dan memperluas informasi jaringan
pemasaran. Sejauh ini petani tradisional masih menjual komoditas unggulan kopi
dan cengkeh kepada pengepul setempat.

5.2 Arahan kebijakan pengembangan agropolitan berbasis kearifan lokal


Arahan kebijakan berdsarkan Identifikasi pengembangan agropolitan berbasis
kearifan lokal manggunakan Analisi Hirarki Proses (AHP). Variabel yang
digunakan dalam penelitian ini dengan goal yang ingin dicapai berupa arahan
kebijakan berdsarkan Identifikasi pengembangan agropolitan berbasis kearifan
lokal sebagai berikut.

Tabel 5. Kriteria dan Sub Kriteria

Kriteria Sub Kriteria


1. Pertanian Agropolitan
A. Karakteristik Agropolitan 2. Jumlah Penduduk
dan Kearifan Lokal 3. Sarana Prasarana
4. Adat Istiadat
Sumber : Hasil kompilasi 2020

Penentuan prioritas dalam penelitian ini diambil melalui kuisioner yang


diberikan kepada responden yaitu Dinas BAPEDA Kabupaten Manggarai Timur,
Dinas Pertanian, tokoh masyarakat dan masyarakat petani Kecamatan Poco
Ranaka. Alternatif yang digunakan untuk arahan keibijakan yaitu Pengembangan
sarana prasarana dan Peningkatan SDM. Berikut struktur hirarki AHP dapat
dilihat pada gambar 5.

Identifikasi Potensi agropolitan berbasis Kearifan lokal

Karakteristik agropolitan dan Kearifan Lokal

Luas Pertanian Jumlah Sarana


Agropolitan Penduduk Prasarana Adat
Istiadat

Pengembangan Sarana dan Peningkatan SDM


Prasarana

Gambar 5.16 Struktur Hirarki AHP


Gambar 5.17 Hasil Kompilasi Data Kuesioner AHP

Gambar 5.18 Hasil Analisis Karakteristik Agropoitan dan Kearifan Lokal

9% 11%
Luas Pertanian
Agropolitan

Jumlah Penduduk

Sarana Prasarana
60% 21%
Adat Istiadat

Gambar 5.19 Persentase Goal Karakteristik Agropoitan dan Kearifan Lokal

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dari kelima expert, dapat


diketahui nilai dari setiap kriteria-kriteria penilaian yaitu luas pertanian
agropolitan 9% , jumlah penduduk 11% , sarana prasarana 21 % dan adat istiadat
60%. Hasil kompilasi masing-masing kriteria dapat dilihat pada gambar 5. berikut
Gambar 5. Hasil kompilasi nilai masing-masing kriteria

Berdasarkan keempat kriteria tersebut nilai tertinggi terdapat pada kriteria


adat istiadat dengan persentase 60,0% dan nilai terendah terdapat pada luas
pertanian agropolitan dengan persentase 8,6%. Berikut merupakan hasil analisis
masing-masing kriteria.

Gambar 5. Penetuan prioritas atas kriteria-kriteria


Gambar 5. Performence Sisitivity

Berdasarkan ketiga grafik analisis yang dihasilkan, dapat di dimpulkan penilaian


secara keseluruhan atas semua kriteria dan alternatif yang diberikan. Selanjutnya hasil
akhir berupa rekomendasi karakteristik agropolitan dan kearifan lokal sesuai dengan
priorotas yang di berikan sebelumnnya yaitu peningkatan SDM dan selanjutnya
rekomendasi ini hanya berlaku sesuai dengan prioritas tersebut. Jika misalnya faktor
kriteria sarana prasarana kita prioritaskan maka akan di peroleh hasil yang berbeda.

Anda mungkin juga menyukai