Anda di halaman 1dari 19

2.1.1.

1 Ketahanan Pangan
Karakteristik Wilayah dan Pentingnya Dampak

Berdasarkan PDRB Kabupaten Sragen sector pertanian berada pada


urutan ke 3 setelah Industri pengolahan dan perdagangan besar dan
eceran, Reparasi mobil dan sepeda motor. Tahun 2020, distribusi
presentase lapangan usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan sebesar
15,09 persen (turun dari 16,73 persen di tahun 2016).
Industri Pengolahan dan Jasa Pendidikan adalah kategori yang
mengalami peningkatan peranan. Sebaliknya, Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan dan Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil, dan Sepeda
Motor peranannya berangsurangsur menurun. Kecuali 2020, Pertanian,
Kehutanan, dan Perikanan mengalami peningkatan peranan. Salah satu
penyebab menurunnya peranan Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
adalah berkurangnya luas lahan pada lapangan usaha tersebut. Lambatnya
kenaikan harga produk lapangan usaha tersebut dibandingkan produk lain
juga menjadi penyebab turunnya peranan lapangan usaha Pertanian,
Kehutanan, dan Perikanan.
Dari lima subsektor pertanian komponen penyusun NTP, tiga
subsektor mengalami kenaikan indeks yaitu : subsektor Tanaman Pangan
naik 1,33 persen, subsektor Hortikultura naik 0,63 persen, dan subsektor
Perikanan naik 0,07 persen. Sementara dua subsektor yang mengalami
penurunan indeks yaitu subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat turun
0,64 persen, dan subsektor Peternakan turun 0,78 persen. (Sumber:
publikasi BPS 2019). Ancaman turunnya NTP adalah terjadi perubahan
mata pencaharian petani yang diikuti perubahan lahan pertanian dan juga
peningkatan angka kemiskinan.
Kontribusi kategori Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan terhadap
PDRB Pada tahun 2020 atas dasar harga berlaku mencapai 5,71 triliun
rupiah atau sebesar 15,09 persen. Pertumbuhan ekonomi pada kategori
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan berfluktuasi selama 5 (lima) tahun
terakhir. Fluktuasi tersebut terjadi karena pergerakan yang dinamis pada
sublapangan usaha Pertanian, Peternakan, Perburuan, dan Jasa Pertanian,
khususnya Tanaman Pangan dan Tanaman Hortikultura. Pada tahun 2020,
pertumbuhan kategori Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan tercatat
sebesar 0,36 persen. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan tahun
2019 yang tercatat sebesar 2,03 persen.
Luasan panen serta produksi pertanian dan perkebunan terbesar
berada di Kecamatan Sidoharjo. Bila dilihat dari luas areal panen masing-
masing kecamatan dari tahun 2015 hingga tahun 2018 yang cenderung
menurun, sehingga produksi hasil pertanian terutama padi juga menurun.
Peningkatan terjadi pada tahun 2018-2019, komoditas pertanian
mengalami peningkatan dari segi luasan lahan panen serta produksi panen,
sedangkan pada komoditas perkebunan cenderung mengalami penurunan
dari segi luasan lahan panen serta produksi panen. Berikut adalah rincian
luas panen dan produksi pertanian dan perkebunan di Kawasan Perkotaan
Sragen:

N Kecamata Jenis Jumlah


o n Pertanian Luas Panen (ha) Produksi (ton)
dan 20 20 20 201 201 201 201 201 2018 2019
Pekebuna 15 16 17 8 9 5 6 7
n
1 Sragen Padi 421 418 415 413 434 252 268 267 2659 2922
sawah 4 5 9 0 0 81 84 38 6 7
Kelapa NA NA NA 182 158 NA NA NA 5271 5547
,9 ,5 00 50
Jambu NA NA NA 5,3 5,3 NA NA NA 169,1 169,1
Mete 8 8
2 Sidoharjo Padi 917 900 918 909 916 542 601 598 5880 6179
sawah 0 3 6 3 1 54 40 12 2 0
Jagung 16 29 10 57 54 102 289 65 360 352
Kedelai 177 190 136 255 74 307 346 214 386 112
Kelapa NA NA NA 235 193 NA NA NA 6901 6862
,7 ,3 20 15
Tebu NA NA NA 18, 18 NA NA NA 41,62 41,10
44 2 8
3 Karangmal Padi 667 645 659 651 689 394 408 417 4149 4356
ang Sawah 3 3 7 5 4 04 67 45 4 8
Kedelai 199 158 294 459 93 360 292 428 751 141
Kelapa NA NA NA 202 166 NA NA NA 5988 5893
,4 85 00
Tebu NA NA NA 61, 49 NA NA NA 138.1 220.7
19 15 94
4 Ngrampal Padi 691 630 659 665 685 408 404 423 4278 4333
sawah 6 4 8 9 0 04 84 51 7 8
Kacang 107 213 62 23 164 320 87 69 39
tanah 42
Sumber : Kecamatan Dalam angka tahun 2016-2020

Analisis Isu Pembangunan Berkelanjutan


Dampak aktivitas pertanian terhadap lingkungan sifatnya sangat
bervariasi dari pencemaran air, perubahan iklim, dan pencemaran.
Kecenderungan kenaikan suhu dapat mempengaruhi produktifitas
terutama padi dan palawija sehingga pada akhirnya menurunkan
kemampuan penyediaan pangan. Kenaikan suhu 10C dapat menurunkan
produktifitas padi sampai 10%. Sementara itu perubahan awal musim yang
tidak menentu juga dapat mengganggu kalender tanam. Sementara itu
perubahan pola curah hujan juga mempengaruhi produktifitas Pertanian.
Coping range teknologi budidaya Pertanian perlu ditingkatkan dalam
menghadapi perubahan ini. Selain faktor iklim, praktek teknologi budidaya
Pertanian di kalangan petani juga dapat menekan produktifitas dalam
jangka panjang. Penggunaan pupuk yang diatas dosis anjuran yang
berakibat pada kerusakan struktur tanah. Residu pupuk mengendap dan
merusak kesuburan sementara itu untuk meningkatkan kesuburan petani
meningkatkan lagi penggunaan pupuk.
Berdasarkan perhitungan WHO maka kebutuhan hidup layak
sebesar 1 ton setara beras per kapita per tahun. Dengan penduduk sebesar
111198 jiwa pada tahun 2019 maka kebutuhan hidup layak yang
dibutuhkan adalah 111198 ton setara beras. Ancaman penurunan
produktifitas Pertanian dipengaruhi oleh perubahan lahan. Bila dilihat dari
luas areal panen masing-masing kecamatan dari tahun 2015 hingga tahun
2018 yang cenderung menurun, sehingga produktifitas hasil pertanian
terutama padi juga menurun.
Sementara itu tekanan konversi lahan semakin besar dan tekanan-
tekanan yang lain mengakibatkan daerah-daerah basis Pertanian justru
menjadi beralih fungsi menjadi area terbangun pemanfaatan perdagangan
dan jasa maupun untuk permukiman. Alih fungsi Lahan pertanian karena
perkembangan kegiatan perkotaan untuk perdagangan dan jasa serta
pembangunan Infrastruktur berupa pembangunan Jalan Tol yang terjadi
selama lima tahun terakhir ini menyebabkan penurunan lahannya dapat
ditekan melalui kebijakan KP2B (Kawasan Pertanian Pangan
Berkelanjutan).
Ancaman pangan lainnya adalah penurunan NTP terus menurun
yang mendorong terjadi perubahan mata pencaharian petani yang diikuti
dengan perubahan lahan pertanian membuat semakin kurang
kompetitifnya sektor pertanian dibanding sektor non pertanian pada
kawasan perkotaan.
2.1.1.2 Pertumbuhan Penduduk
Karakteristik Wilayah dan Pentingnya Dampak

Jumlah penduduk di Kawasan Perkotaan Sragen pada tahun 2019


merupakan jumlah penduduk yang dihasilkan berdasarkan jumlah
penduduk data BPS dan perhitungan luasan permukiman yang masuk ke
dalam wilayah perencanaan. Beberapa Desa/Kelurahan yang
menggunakan perhitungan luasan permukiman diantaranya Jetak,
Karangtengah, Kroyo, Nglorog, Pilangsari, Plumbungan, Puro, Sidoharjo,
Sine, Sragen Kulon, Sragen Tengah, Sragen Wetan dan Tangkil.
Perhitungan dilakukan dengan mengurangi luas permukiman
desa/kelurahan dengan luas permukiman yang masuk ke dalam wilayah
Perkotaan Sragen. Kemudian persentase selisih tersebut digunakan untuk
mengurangi jumlah penduduk Desa/Kelurahan, sehingga akan ditemukan
jumlah penduduk Perkotaan Sragen yaitu sebesar 111.198 jiwa.
Selengkapnya, jumlah penduduk di Kawasan Perkotaan Sragen dapat
dilihat pada tabel berikut.
TABEL IV.1 JUMLAH PENDUDUK KAWASAN PERKOTAAN SRAGEN
TAHUN 2019
No Kecamatan Sebaran Desa/ Luas Penduduk (jiwa)
Kelurahan wilayah
(km2)
2015 2016 2017 2018 2019
1 Sragen Sine 2,8 5.961 5.986 6.012 5.725 5.751
Sragen Kulon 2,52 15.725 15.792 15.858 16.554 16.607
Sragen Tengah 1,44 7.896 7.929 7.963 7.545 7.557
Sragen Wetan 2,28 15.159 15.224 15.287 16.670 16.761
Nglorog 3,22 6.745 6.774 6.803 7.199 7.230
Karangtengah 1,71 5.504 5.527 5.552 5.395 5.412
Tangkil 0,5 5.116 5.138 5.159 5.410 5.427
Jumlah 14,47 62.106 62.370 62.634 64.498 64.745
2 Sidoharjo Jetak 2,19 4.498 4.613 4.512 6.514 6.521
Sidoharjo 2,58 2.517 2.581 2.524 3.817 3.821
Jumlah 4,77 7.015 7.194 7.036 10.331 10.342
3 Karangmalang Kroyo 3,75 10.292 10.292 10.497 10.181 10.271
Plumbungan 2,66 8.365 8.365 8.532 9.276 9.361
Puro 4,41 10.177 10.177 10.380 11.148 11.249
Jumlah 10,81 28.834 28.834 29.409 30.605 30.881
4 Ngrampal Pilangsari 2,48 4.693 4.699 4.705 5.227 5.230
Jumlah 2,48 4.693 4.699 4.705 5.227 5.230
Sumber: Kecamatan dalam Angka, 2016-2020

Jumlah penduduk terbesar di Kawasan Perkotaan Sragen terdapat


di Kecamatan Sragen dengan jumlah penduduk sebanyak 64.745 jiwa atau
sebanyak 59,8% dari jumlah penduduk di Kawasan Perkotaan Sragen. Di
urutan kedua, jumlah penduduk paling banyak di Kecamatan
Karangmalang sebanyak 30.881 jiwa. Jumlah penduduk paling sedikit
terdapat di Kecamatan Ngrampal sebanyak 5.230 jiwa.

Tanah Sawah (Ha)


2500
2432.42
2400
2300
2200
2100 2087.61
2000
1900
2019

Tanah Sawah (Ha)

Grafik jumlah penduduk selama tahun 2015-2019

Pertumbuhan penduduk (%)


0.70
0.67
0.60

0.50 0.49
0.44 Pertumbuhan penduduk
0.40 (%)
0.30

0.20

0.10

0.00
2015-2016 2016-2017 2018-2019

Grafik pertumbuhan penduduk selama tahun 2015-2019


Berdasarkan grafik di atas, diketahui bahwa peningkatan penduduk
secara signifikan terjadi dari tahun 2017 ke 2018. Peningkatan jumlah
penduduk terbesar berada di Kecamatan Sidoharjo, dimana tahun 2017
jumlah penduduk sebesar 7036, kemudian meningkat menjadi 10.331 jiwa
di tahun 2018. Sedangkan jika dilihat dari rata-rata pertumbuhan
penduduk di kawasan perkotaan selama kurun waktu 2015-2019 adalah
sebesar 0,53%, nilai ini lebih tinggi dibandingkan nilai pertumbuhan rata-
rata Kabupaten yang hanya sebesar 0,40%
Rata-rata kepadatan penduduk Kawasan Perkotaan Sragen sebesar
3.418,32 jiwa/km2. Rata-rata kepadatan di Kecamatan Sragen sebesar
4.474 jiwa/km2, Kecamatan Sidoharjo sebesar 2.168 jiwa/km2, Kecamatan
Karangmalang sebesar 2.856 jiwa/km2 dan Kecamatan Ngrampal sebesar
2.108 jiwa/km2. Kepadatan terendah yaitu di Desa Sidoharjo dengan
kepadatan 1.481 jiwa/km2 sedangkan untuk kepadatan tertinggi yaitu di
Kelurahan sragen wetan sebesar 7351 jiwa/km2. Selengkapnya gambaran
mengenai kepadatan penduduk Kawasan Perkotaan Sragen di Kabupaten
Sragen, dapat dilihat pada tabel berikut:
TABEL IV.2 KEPADATAN PENDUDUK DI KAWASAN PERKOTAAN
SRAGEN TAHUN 2019
No Kecamatan Sebaran Desa/ Luas Kepadatan penduduk (jiwa/km2)
Kelurahan wilayah
(km2)
2015 2016 2017 2018 2019
1 Sragen Sine 2,8 2.129 2.138 2.147 2.045 2.054
Sragen Kulon 2,52 6.240 6.267 6.293 6.569 6.590
Sragen Tengah 1,44 5.483 5.506 5.530 5.240 5.248
Sragen Wetan 2,28 6.649 6.677 6.705 7.311 7.351
Nglorog 3,22 2.095 2.104 2.113 2.236 2.245
Karangtengah 1,71 3.219 3.232 3.247 3.155 3.165
Tangkil 0,5 10.232 10.276 10.318 10.820 10.854
Jumlah 14,47 4.292 4.310 4.329 4.457 4.474
2 Sidoharjo Jetak 2,19 2.054 2.106 2.060 2.974 2.978
Sidoharjo 2,58 976 1.000 978 1.479 1.481
Jumlah 4,77 1.471 1.508 1.475 2.166 2.168
3 Karangmalang Kroyo 3,75 2.745 2.745 2.799 2.715 2.739
Plumbungan 2,66 3.145 3.145 3.208 3.487 3.519
Puro 4,41 2.308 2.308 2.354 2.528 2.551
Jumlah 10,81 2.667 2.667 2.721 2.831 2.857
4 Ngrampal Pilangsari 2,48 1.892 1.895 1.897 2.108 2.109
Jumlah 2,48 1.892 1.895 1.897 2.108 2.109
Jumlah Total 32,53 3.155 3.169 3.190 3.402 3.418
Sumber: Kecamatan dalam Angka, 2016-2020dan Hasil Analisis, 2020
Salah satu persoalan yang terkait dengan kependudukan yang
masih harus dihadapi yaitu masalah distribusi penduduk. Distribusi
penduduk yang tidak merata menimbulkan masalah pada kepadatan
penduduk dan tekanan penduduk di suatu wilayah. Ada beberapa wilayah
yang mempunyai jumlah penduduk yang sangat besar, sedangkan di
wilayah lain hanya dihuni oleh sedikit penduduk. Di satu sisi, wilayah
dengan jumlah penduduk yang besar akan dihadapkan pada persoalan
meningkatnya jumlah pengangguran karena tidak memadainya penyediaan
lapangan pekerjaan, permasalahan kebutuhan lahan untuk pemukiman,
serta tidak memadainya akses fasilitas pendidikan dan kesehatan serta
masalah-masalah sosial lainnya. Di sisi lainnya, wilayah dengan jumlah
penduduk yang relatif sedikit akan memunculkan persoalan optimalisasi
sumber daya alam terkait dengan kekurangan tenaga kerja pada wilayah
tersebut.

Analisis Isu Pembangunan Berkelanjutan

Peningkatan jumlah penduduk yang cukup signifikan pada tahun


2018 hingga 2019 disebabkan karena Daya Tarik perkotaan Sragen bagi
masyarakat sekitarnya, dimana di kawasan perkotaan sragen Tersedia
banyak fasilitas perdagangan jasa dan wisata. Hal ini tentunya
meningkatkan permasalahan sosial dan kesehatan berupa Tingkat
Pendidikan, Masih tingginya kasus penurunan kesehatan, karena belum
optimalnya masyarakat perperilaku hidup bersih dan sehat, Adanya budaya
merokok pada anak – anak.
Hasil Susenas tahun 2019 menunjukkan Angka Kesakitan penduduk
Sragen mencapai 16,61 persen, mengalami peningkatan dari tahun
sebelumnya yang mencapai 13,15 persen. Angka ini menunjukkan adanya
penurunan kesehatan di masyarakat dibanding tahun sebelumnya.
Penduduk yang mengalami keluhan kesehatan walaupun mengalami
peningkatan dari 31,27 persen pada tahun 2018 menjadi 51,47 persen pada
tahun 2019 sementara persentase masyarakat yang menderita sakit
mengalami penurunan. Persentase masyarakat yang menderita sakit dalam
sebulan pada tahun 2018 adalah 42,07 persen dan menurun menjadi
menjadi 32,27 persen pada tahun 2019. GERMAS (Gerakan Masyarakat
Hidup Sehat) menjadi program untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang digaungkan oleh Pemerintah Kota Sragen. Pola hidup
sehat terus disosialisasikan yaitu dengan aktifitas fisik minimal 30 menit
sehari, makan buah dan sayur setiap hari, cek kesehatan secara berkala,
pemberian ASI eksklusif pada bayi umur 0-6 bulan, enyahkan asap rokok
serta fungsikan jamban sehat. Kesehatan mayarakat akan terus meningkat
dengan terlaksananya GERMAS ini pada elemen masyarakat yang semakin
luas. Perilaku masyarakat secara individu dalam pencegahan masuknya
berbagai penyakit serta pengaruh lingkungan sebagai faktor eksternal
sangat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan masyarakat.

Pada tahun 2025, dengan perkiraan jumlah penduduk Kawasan perkotaan


mencapai 114779 maka kebutuhan akan sanitasi, pengelolaan sampah dan
pemukiman akan semakin meningkat. Tanpa adanya peningakatan layanan
dan kualitas untuk ketiga hal tersebut, maka kasus penyankit seperti DBD,
malaria dan diare otomatis akan meningkat pula.

2.1.1.3 Kebencanaan
Karakteristik Wilayah dan Pentingnya Dampak

Analisis Isu Pembangunan Berkelanjutan

2.1.1.4 Permukiman Kumuh


Karakteristik Wilayah dan Pentingnya Dampak

Analisis Isu Pembangunan Berkelanjutan

2.1.1.5 Penurunan Kualitas Lingkungan Hidup Akibat Persampahan


Karakteristik Wilayah dan Pentingnya Dampak

Pembangunan perumahan/pemukiman di Kabupaten Sragen semakin


meningkat, sementara peningkatan kebutuhan permukiman kurang diikuti
dengan pemenuhan layanan sanitasi dan persampahan yang dapat
mengakomodasi kebutuhan masyarakat. Sebagian besar sampah yang
dihasilkan oleh masyarakat belum terkelola dengan baik. Pengelolaan
Sampah telah diatur oleh pemerintah melalui Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah
Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah yang bertujuan untuk
menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat
dan menjadikan sampah sebagai sumber daya. Namun hingga saat ini
pengelolaan sampah di Kabupaten Sragen belum sesuai dengan peraturan
tersebut.

Sarana persampahan yang terdapat di Kawasan Perkotaan Sragen


antara lain TPS, Rumah Kompos dan Bank Sampah.Adanya TPS
menunjukkan apabila kawasan ini sudah mendapat pelayanan
pengangkutan sampah dari Dinas Lingkungan Hidup. Pengangkutan
sampah juga dilakukan terutama pada sarana umum seperti sarana
pendidikan, sarana perkantoran, dan sarana kesehatan. Pengangkutan
sampah di wilayah permukiman pusat kota Kawasan Perkotaan Sragen
dilakukan oleh Paguyuban Lingkungan Asri (PLA) dari sumber sampah
(masyarakat) menuju TPS, selanjutnya dari TPS menuju TPA Tanggan
diangkut oleh pengangkutan skala Kabupaten oleh DLH. Terdapat pula
bank sampah salah satunya berada pada sragen kulon dengan jumlah 8
unit dan 2 rumah kompos. Seluruh wilayah Kelurahan Sragen Kulon dan
Sragen Tengah sudah mendapat pengangkutan sampah oleh PLA. Layanan
wilayah Kelurahan Plumbungan dan Desa Puro pengangkutan sampah dari
sumber sampah menuju TPS dilakukan oleh swasta. Berikut beberapa
kondisi layanan sarana persampahan di Kawasan Perkotaan Sragen.

Gambar 4.1Kondisi Sarana Persampahan (TPS) di Kawasan Perkotaan Sragen


Selengkapnya mengenai jalur dan panjang jalur pengangkutan
sampah yang terdapat pada Kawasan Perkotaan Sragen .
TABEL IV.3JALUR PENGANGKUTAN SAMPAH KAWASAN PERKOTAAN SRAGEN
No Jumlah Jenis Keterangan
Panjang(m)
Sarana
1 Sine 4 Bank Sampah 2820,2 Jalur Pengangkutan
No Jumlah Jenis Keterangan
Panjang(m)
Sarana
Rumah
2
Kompos
2 Sragen Kulon 7388,4
8 Bank Sampah
2 TPS
Rumah
Sragen 1
3 Kompos 3987,5
Tengah
5 Bank Sampah Sampah
4 4 Bank Sampah
Sragen Wetan 7065,7
1 TPS
1 Bank Sampah
5 Nglorog 4954,2
2 TPS
6 Karangtengah - - 1554,5
7 Tangkil - - 852,7
Jumlah 30 28623,2
8 Jetak - - - Jalur Pengangkutan
9 Sidoharjo - - - Sampah
Jumlah - - -
10 Kroyo 2 Bank Sampah 3401,4
1 Bank Sampah Jalur Pengangkutan
11 Plumbungan 3217,5
5 TPS Sampah
12 Puro 4 TPS -
Jumlah 12 - 6618,9
13 TPS Jalur Pengangkutan
Pilangsari 1 794,6
Sampah
Jumlah 1 - 794,6
Total 36036,7
Sumber: SPPIP Kabupaten Sragen, 2018

Penambahan jumlah timbulan sampah yang tidak dibarengi dengan fasilitas


mengolahan sampah akan meningkatkan jumlah sampah yang tidak
terkelola. Sampah yang tidak terangkut ke TPA sebagian besar di bakar.
Prinsip 3R (reduce, reuse, recycle) belum terlaksana dengan baik dibuktikan
dengan minimnya porsentase bank sampah dan 3R.

Sumber sampah di Kawasan Perkotaan Sragen berasal dari wilayah


pelayanan persampahan yang terdiri Kelurahan Sine, Kelurahan Sragen,
Kulon, Kelurahan Sragen Tengah, Kelurahan Sragen Wetan, Kelurahan
Nglorog, Kelurahan Karangtengah, Kelurahan Kroyo, Kelurahan
Plumbungan. Sumber sampah berasal dari kawasan permukiman pada
rumah tangga; kawasan komersial pada pasar, restoran, hotel, perkantoran,
dan pertokoan; kawasan industri pada industri makanan minumam dan
tembakau, tekstil, kayu, dan lain-lain; fasilitas sosial pada tempat ibadah
dan panti sosial; serta fasilitas lainnya pada rumah sakit, puskesmas,
pendidikan, dan pusat kegiatan olahraga (PTMP Kab. Sragen, 2016).
Perbandingan antara produksi sampah dengan sampah yang dikelola dapat
dijadikan dasar analisis daya tampung sampah di Kawasan Perkotaan
Sragen. Hasil menunjukkan bawah masih sedang atau belum semua
sampah yang terproduksi dapat dikelola (diangkut dan kemudian diolah).
Berdasarkan dokumen jakstrada sampah rumah tangga dan sejenis
sampah rumah tangga kabupaten sragen, presentase sampah ibukota yang
dikelola pada tahun 2019 sebesar 20,67 %, dan meningkat di tahun 2020
menjadi sebesar 51,84%. Namun demikian masih besarnya presentase
sampah yang belum dikelola di tahun 2020 yaitu sebesar 48,16%
memerlukan penanganan agar tidak menimbulkan permasalahan perkotaan
lain. Kebiasaan masyarakat yang masih membuang sampah di saluran sera
membakar sampah rumah tangga memberikan dampak yang cukup besar
terhadap lingkungan.

Kondisi drainase di Kabupaten Sragen pada beberapa ruas mengalami


permasalahan terutama karena sedimen dan penyumbatan saluran karena
adanya sampah. Hal ini terkait dengan pola perilaku masyarakat yang
masih membuang sampah pada saluran-saluran drainase ataupun sungai
yang ada di Kabupaten Sragen. Ruas jalan yang sering terjadi genangan air
di Kawasan Perkotaan Sragen :

 Jl. Sukowati (Depan Kodim) Kelurahan Sine, Sragen


 Jl Sukowati (Perempatan Terminal lama) Sragen Wetan, Sragen
 Jl Sukowati (Makam SI) Sragen Wetan, Sragen
 Jl Sukowati (Gambiran) Sine, Sragen
 Jl. Ahmad Yani (Nglangon) Karangtengah, Sragen
 Jl. Veteran, Sragen Tengah, Sragen dan Kroyo, Karang- malang
 Pilangsari (Depan SPBU), Desa Pilangsari Kecamatan Ngrampal
 Kebayanan Sumengko Sragen Tengah*)

Analisis Isu Pembangunan Berkelanjutan

Pengelolaan sampah di Kawasan Perkotaan saat ini sangat berisiko tehadap


lingkungan hidup yaitu menimbulkan pencemaran udara, air dan tanah,
berkontribusi terhadap perubahan iklim, memberikan risiko terhadap
kesehatan dan keselamatan masyarakat serta memperngaruhi daya dukung
dan daya tampung suatu wilayah akibat pencemaran tanah dan air yang
disebabkan oleh minimnya pengelolaan sampah. Beberapa isu
pembangunan berkelanjutan yang masih banyak dijumpai di Kawasan
Perkotaan sragen seperti Kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah
masih rendah, Kurangnya tempat pembuangan sampah (TPS) sementara
dan tempat pengelolaan limbah terpadu (TPST), Belum banyak upaya
pengurangan sampah pada tingkat sumber, Peningkatan sampah rumah
tangga dan pasar, serta budaya membuang sampah ditepi sungai dapat
menjadi pemicu bencana banjir di di kawasan perkotaan karena saluran
drainase yang tertutup sampah serta yang lebih utama yaitu banjir di
wilayah sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS), khususnya sungai garuda dan
sungai mungkung. Pembuangan sampah sembarangan, ke sungai dan
selokan selain menimbulkan bau dan mengganggu estetika juga
menimbulkan bencana yaitu menjadi penyebab terjadinya banjir. Beberapa
Penyebab terjadinya genangan di Kabupaten Sragen :

 Lubang inlet kurang besar


 Jarak antar inlet terlalu jauh
 Pendangkalan saluran akibat linet / walet
 Gorong-gorong kurang besar
 Sumbatan Sampah
 Belum ada sumur resapan
 Tidak terkelolanya air limbah rumah tangga (Greywater, yang berasal
dari buangan air cuci dan air mandi), sehingga drainase lingkungan
masih bercampur antara air hujan dengan air limbah rumah tangga.

Tanpa adanya peningkatan pengelolaan sampah maka jumlah sampah yang


dibuang sembarangan, ditimbun, dibuang ke sungai diperkirakan masih
sangat tinggi. Hal ini akan berdampak pada peningkatan terjadinya banjir
karena sumpatan sampah pada drainase.

Penanganan sampah yang tidak maksimal juga berpotensi terhadap


pencemaran tanah dan air maupun permasalahan lingkungan lainnya.
Akibatnya, berbagai sumber air yang digunakan untuk kebutuhan sehari-
hari (sumur) di daerah pemukiman dapat terkontaminasi yang
mengakibatkan terjadinya penurunan tingkat kesehatan penduduk.
Tercemarnya air dapat mempengaruhi daya dukung suatu wilayah dalam
menyediakan air bersih (bebas dari cemaran) baik untuk masyarakat
maupun untuk kegiatan budidaya (pertanian, perikanan dan peternakan).

Dampak lain dari pengelolaan sampah dan limbah domestik yang belum
sepenuhnya sesuai standar telah mendorong munculnya penyakit seperti
DBD, malaria dan diare. Sumur yang memiliki kandungan Escherichia Coli
yang dapat menyebabkan penyakit diare dan tidak layak untuk dikonsumsi.
Salah satu penyebab pencemaran bakteri tersebut adalah jarak antara
sumber air tanah dengan tempat pembuangan limbah yang kurang dari 10
meter.

2.1.1.6 Penurunan Kualitas Lingkungan Hidup Akibat Limbah


Karakteristik Wilayah dan Pentingnya Dampak

Seluruh masyarakat di permukiman Kawasan Perkotaan Sragen sudah


menggunakan jamban pribadi di setiap rumah dan bebas Open Defecation
Free (ODF) 100%. Selain jamban pribadi, juga masih terdapat jamban
komunal (MCK Komunal) di Kelurahan Karangtengah. Di Kelurahan Sragen
Wetan sudah memiliki IPAL Komunal yang melayani 3 RT di Dukuh
Teguhan. Namun, masih terdapat masyarakat yang menggunakan jamban
yang kurang layak yaitu masih menggunakan cubluk/jamban yang tidak
aman. Selain Itu guna menangani pencemaran air sungai Pemerintah
Kabupaten Sragen telah mengembangkan pembuangan sistem komunal
bagi sentra industri kecil tahu yang berada di Teguhan, Kelurahan Sragen
Wetan Kecamatan Sragen. Namun demikian hingga saat ini masih dijumpai
kegiatan industri tahu yang langsung membuang limbahnya ke aliran
sungai.

IPAL komunal untuk industri rumah tangga yang berada di Dukuh Bagan
Kelurahan Nglorog, dan IPAL komunal untuk pengolahan limbah
permukiman Dukuh Demakkan RT 7 dan 8, Dukuh Pampang RT 5 dan 6
Desa Pilangsari, tetapi kondisi IPAL komunal saat ini perlu dilakukan
rehabilitasi.
Berikut beberapa kondisi layanan sanitasi/ air limbah di Kawasan Perkotaan
Sragen.

TABEL layanan sanitasi/ air limbah di Kawasan Perkotaan Sragen


No Desa/Kelurahan Jenis Jumlah
1 Sine IPAL Komunal 1
2 Sragen Wetan IPAL Komunal 3
IPAL Komunal 1
3 Nglorog
IPAL Komunal untuk industri rumah tangga 1
4 Karangtengah MCK Komunal 6
5 Tangkil IPAL Komunal 1
6 Pilangsari IPAL Komunal 2
Jumlah Total 15
Sumber : SPPIP Kabupaten Sragen, 2018

Masih adanya permukiman di wilayah bantaran yang membuang limbah


domestik langsung ke badan sungai, adanya industri tahu yang masih
membuang limbahnya langsung ke sungai, serta kebiasaan masyarakat
membuang sampah ke badan sungai. Sungai garuda dan sungai mungkung
yang melalui Kawasan perkotaan Kabupaten sragen ini merupakan salah
satu aliran sungai yang masih terdapat beberapa permasalahan perkotaan
terkait pemaanfaatan lahan dan kebiasanaan masyarakat yang bermukim
di atasnya.

Dinas Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Sragen telah melakukan


pemantauan kualitas air terhadap beberapa sungai yang ada di Kabupaten
Sragen, khususnya sungai yang berada di wilayah perkotaan sesuai dengan
tanggung jawab dan kewenangan yang tertuang dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas dan
Pengendalian Pencemaran Air. Pemantauan kualitas air sungai di
Kabupaten Sragen dilakukan di 3 sungai yaitu Sungai Gambiran, Sungai
Grompol, dan Sungai Garuda. Pengambilan sampel dan pengujian air
sungai dilakukan pada tahun 2019. Parameter yang digunakan dalam
penilaian indeks kualitas air yaitu TSS, DO, BOD, COD, Total Fosfat, Kadar
Fecal Colie, dan Total Coliform. Pada perhitungan nilai indeks pencemaran
air sungai pada 3 sungai didapatkan bahwa Sungai Gambiran hulu dan
hilir memiliki status mutu air ringan, dan Sungai Grompol dan Sungai
Garuda baik hulu dan hilir memiliki status mutu air sedang.
Tabel Hasil analisis status mutu dengan metode Indeks Pencemaran dan
keseuaian kelas peruntukkan air berdasarkan baku mutu PP 82 Tahun
2001

No Sungai Lokasi Kelas sungai Status mutu


sampling air
1 Sungai gambiran Hulu sungai 2 sedang
Hilir sungai 2 sedang
2 Sungai grompol Hulu sungai 2 sedang
Hilir sungai 2 sedang
3 Sungai garuda Hulu sungai 2 sedang
Hilir sungai 2 sedang
Sumber : dokumen IKLH Kabupaten Sragen 2020
Secara Umum Dengan 100% sungai berada pada status mutu pencemaran
sedang, maka nilai IKA untuk Kabupaten Sragen adalah 30. Nilai tersebut
memiliki kategori WASPADA. Kondisi tersebut lebih banyak
doikontribusikan oleh budaya lingkungan yang masih lemah dan alih fungsi
lahan. Kedua hal tersebut potensial untuk menambah beban pencemar
yang terbuang ke dalam badan air, terutama dari dua aktivitas utama yaitu
domestik, pertanian serta peningkatan air larian (run off).

Analisis Isu Pembangunan Berkelanjutan

Dominasi pencemaran air di Kabupaten Sragen berasal dari tingginya


jumlah bakteri golongan Coliform. Bakteri coliform termasuk dalam famili
Enterobacteriaceae yang hidup di saluran pencernaan hewan maupun
manusia. Bakteri coliform dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu coliform
fekal dan coliform non-fekal. Dalam kajian dokumen ini dilakukan
pengkajian terhadap bakteri coliform fekal yang berasal dari feces manusia
maupun hewan berdarah panas lainnya. Salah satu bakteri coloform fecal
adalah Escherichia coli. Bakteri jenis ini jika dalam jumlah yang tepat dapat
membantu pencernaan, akan tetapi jika introduksi dari luar tubuh terlalu
banyak dapat menimbulkan gangguan seperti diare dan juga beberapa
penyakit lainnya tergantung lokasi terjadinya infeksi (Forshyte, 2011)
Tingginya fecal coli pada pengujian ini diduga kegiatan antropogenik berupa
buang air besar dan pembersihan sanitasi ternak masih di buang di aliran
sungai.
Sedangkan Pemanfaatan air untuk keperluan sekunder seperti pengairan,
ternak, dan kegiatan domestik lain dapat mengandalkan aliran air sungai,
air waduk, dan lain sebagainya. Aktifitas antropogenik masyarakat yang
terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, dan
pertumbuhan sektor ekonomi diduga memicu adanya gangguan berupa
penurunan kualitas air. Pada umumnya kontaminasi air terjadi pada
kondisi air itu terdistribusi, sebagai gambaran, pada suatu aliran sungai
akan ada sungai-sungai kecil yang menginduk, begitupun juga sungai-
sungai kecil, dan selokan merupakan saluran pembuangan domestik rumah
tangga. Jika tidak ada pengelolaan yang tepat, akan memicu pencemaran
air, khususnya sungai.

Selain itu pencemaran air permukaan dan air tanah yang disebabkan oleh
pengelolaan limbah domestik yang tidak sesuai standar, akan menurunkan
pasokan air bersih. Daya dukung air akan semakin menurun dengan
adanya pengelolaan limbah domestik yang tidak sesuai standar. Sumur
yang memiliki kandungan Escherichia Coli yang dapat menyebabkan
penyakit diare dan tidak layak untuk dikonsumsi. Salah satu penyebab
pencemaran bakteri tersebut adalah jarak antara sumber air tanah dengan
tempat pembuangan limbah yang kurang dari 10 meter. BAB juga memiliki
pengaruh terhadap kualitas air minum di wilayah wilayah yang sumber air
minumnya adalah PDAM yang air bakunya berasal dari air sungai.

Selain itu, penurunan kesehatan menyebabkan potensi kerugian ekonomi


akibat biaya kesehatan dan menurunnya produktivitas. Pencemaran air
permukaan dan air tanah yang disebabkan oleh pengelolaan limbah
domestik yang tidak sesuai standar, akan menurunkan pasokan air bersih.
Daya dukung air juga akan semakin menurun dengan adanya pengelolaan
limbah domestik yang tidak sesaui standar.

2.1.1.7 Penurunan Kualitas Lingkungan Hidup Akibat Pencemaran


Udara
Karakteristik Wilayah dan Pentingnya Dampak

Udara merupakan media lingkungan yang merupakan kebutuhan dasar


manusia sehingga perlu mendapatkan perhatian yang serius, hal ini pula
menjadi kebijakan Pembangunan Berkelanjutan dimana program
pengendalian pencemaran udara merupakan salah satu dari program
unggulannya. Pertumbuhan pembangunan seperti industri, transportasi,
dan lain-lain. Disamping memberikan dampak positif namun disisi lain
akan memberikan dampak negatif dimana salah satunya berupa
pencemaran udara dan kebisingan baik yang terjadi didalam ruangan
(indoor) maupun di luar ruangan (outdoor) yang dapat membahayakan
kesehatan manusia dan terjadinya penularan penyakit.

Tabel Besaran Cemaran Udara

No Lokasi Sampel Kadar NO2 Kadar SO2


(µg/m3) (µg/m3)
U1 U2 U1 U2
1 Perumahan 15,5 9,5 2,47 2,47
2 Transportasi 16,1 13 3,88 2,47
3 Industri 17,5 16,9 8,96 6,92
4 Perkantoran/sarana 11,9 10,4 2,47 2,47
publik
Rata-rata 15,25 12,45 4,45 3,58
Sumber : dokumen IKLH Kabupaten Sragen 2020
Dari data analisis kualitas udara pada tabel 5 dapat diperoleh rerata dari
Ulangan 1 dan Ulangan 2 pengukuran kadar NO2 dan SO2 sebagai
berikut : Kadar NO2 : 13,85 µg/m3 Kadar SO2 : 4,014 µg/m3. Dari hasil
yang di tampilkan di atas, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan
cemaran udara di Kabupaten Sragen didominasi oleh cemaran berupa
Nitrogen Dioksida (NO2) dengan indikasi bahwa cemaran timbul dari sisa
pembakaran alat transportasi dengan bahan bakar non solar.

Jumlah kendaraan bermotor yang beroperasi di Kabupaten Sragen pada


tahun 2019 menurut Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya yaitu bus
berjumlah 1.051 armada, mobil penumpang sebanyak 36.935 unit, truk
sejumlah 18.491 unit, dan sepeda motor tercatat 527.371 unit. Jumlah
kendaraan baru jenis sedan, jeep dan minibus mengalami penurunan
sebesar - 3,39% jika dibandingkan tahun sebelumnya sedangkan jenis bus
mengalami peningkatan sebesar 221,74%. Jumlah kendaraan baru jenis
truck dan pickup mengalami penurunan sebesar 18,28% sedangkan sepeda
motor tercatat menurun sebesar 4,99%.
Analisis Isu Pembangunan Berkelanjutan

Melihat dari letak geografis Kabupaten Sragen, berada di jalur transportasi


antara Kota Surakarta dan Ngawi. Selain itu Pembangunan jalan nasional
berupa jalan tol memiliki dampak tersediri bagi Kawasan Perkotaan Sragen,
karena dengan adanya jalan tol ini meningkatkan jumlah kendaraan yang
melintas, sehingga meningkatkan emisi pembakaran bahan bakar yang
tinggi. Jalur tersebut banyak dilintasi oleh kendaraan muat atau truk dan
bus antar kota maupun antar provinsi. Jalur tersebut banyak dilintasi oleh
kendaraan muat atau truk dan bus antar kota maupun antar provinsi.
Parameter NO berkaitan erat dengan emisi pembakaran bahan bakar,
sehingga aktivitas dengan pembakaran yang besar akan menghasilkan nilai
lebih tinggi, dalam hasil uji terlihat pada sector transportasi (hasil uji di
simpang atau jalur utama) dan industri. Nilai penting hasil ini adalah
urgensi untuk konversi energi pada sektor industri dan memulai
perencanaan penyediaan infrastruktur serta sarana prasarana transportasi
publik.

Selain kadar NO2 dan SO2, Sampling kualitas udara di Terminal Pilangsari
menunjukkan hasil untuk parameter Timbal atau Pb melampaui ambang
batas yang ditentukan, hal ini dikarenakan sumber pencemar yang
menghasilkan parameter tersebut berasal dari sumber emisi bergerak yaitu
asap knalpot moda transportasi jalan.

Parameter lain yang melebihi baku mutu adalah partikel debu atau Total
Suspended Particulat (TSP), hal ini diakibatkan adanya kegiatan
pembangunan, serta indikasi adanya proses pembakaran tidak sempurna
pada proses produksi industri yang berada di kawasan perkotaan. Salah
satu aktivitas yang menyebabkan pencemaran udara adalah karena adanya
aktivitas industri, di Kawasan Perkotaan Sragen sendiri terdapat satu
industri gula yang berada di tengah perkotaan Sragen.

Pencemaran udara semakin memprihatinkan, seiring dengan semakin


meningkatnya kegiatan moda transportasi, industri, perkantoran, dan
perumahan yang memberikan kontribusi cukup besar terhadap
pencemaran udara. Udara yang tercemar dapat menyebabkan gangguan
kesehatan, terutama gangguan pada organ paru-paru, pembuluh darah,
dan iritasi mata dan kulit. Pencemaran udara karena partikel debu dapat
menyebabkan penyakit pernapasan kronis seperti bronchitis, emfiesma
paru, asma bronchial dan bahkan kanker paru.

Alih fungsi lahan yang signifikan sebagai salah satu isu strategis menjadi
ancaman laten bagi upaya pengendalian kualitas udara. Alih fungsi lahan
cenderung mengubah lahan terbuka dan vegetasi menjadi lahan terbangun
untuk kepentingan antropogenik. Pada kondisi tersebut, kemampuan
natural vegetasi sebagai mitigasi akan berkurang secara signifikan.

Anda mungkin juga menyukai