Anda di halaman 1dari 33

PERAN PERUSAHAAN DALAM MASYARAKAT SEBAGAI PELAKU EKONOMI DI 

INDONESIA

24MINGGUJUL 2011

POSTED BY BUDI SETYAWAN IN KEPERDATAAN
≈ 3 KOMENTAR
A.PENDAHULUAN
Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum (rechstats) bukan negara berdasarkan atas kekuatan atau
kesewenang-wenangan. Oleh karena itu, segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan kenegaraan dari segi
ekonomi, politik, sosial, budaya akan diatur oleh hukum. Sebagaimana telah tertulis dalam tujuan negara di dalam
pembukaan UUD 1945 bahwa negara bertujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.[1]Dalam hal
memajukan kesejahteraan umum (rakyat) tentunya negara mempunyai regulasi agar tujuan tersebut dapat
tercapai secara baik.
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak bisa terlepas dari kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi ini merupakan
kegiatan yang melibatkan lebih dari satu individu atau satu organ. Oleh karena itu, pembentuk berjalannya
kegiatan ekonomi adalah organ (individu dan atau korporasi dalam jumlah lebih dari satu) yang saling
membutuhkan dan saling melengkapi dalam proses kegiatan ekonomi. Para pelaku ekonomi saling berinteraksi
hingga terjadinya transaksi ekonomi.

Pelaku Ekonomi di Indonesia pada hakekatnya sangat bervariasi, baik mengenai eksistensinya di dalam peraturan
kegiatannya maupun kedudukan institusinya. Pada strata terendah biasanya terdiri dari pelaku ekonomi
perorangan dengan kekuatan modal yang relatif terbatas. Pada strata menengah ke atas dapat dijumpai beberapa
bentuk badan usaha, baik yang bukan Badan Hukum maupun yang mempunyai status sebagai Badan Hukum yaitu
Perseroan Terbatas dan Koperasi sebagai suatu Korporasi, Perseroan Terbatas atau PT, pasti mempunyai
kemampuan untuk lebih mengembangkan dirinya dibandingkan dengan Badan Usaha yang lain, terutama yang
tidak berbentuk Badan Hukum dalam menjalankan perannya sebagai pelaku ekonomi.[2]
Eksistensi perusahaan sebagai salah satu pelaku ekonomi di Indonesia tidak dapat dielakkan lagi. Perusahaan
sudah menjadi salah satu anggota komunitas masyarakat. Bahkan hadirnya perusahaan di masyarakat telah
membuat tatanan baru dalam komunitas akar rumput (masyarakat bawah). Tatanan tersebut dapat berupa
tatanan ekonomi maupun tatanan sosiologis. Hadirnya perusahaan ditengah-tengah masyarakat ini tentunya
memainkan peran dalam sistem ekonomi di Indonesia.

B.PERMASALAHAN
Bertitik tolak dari uraian pada bagian pendahuluan tersebut di atas, maka permasalahan yang dapat penulis
kemukakan disini adalah apa peran perusahaan dalam tata kehidupan bermasyarakat di Indonesia.

 
C.PENUTUP
Perusahaan adalah tempat terjadinya kegiatan produksi dan berkumpulnya semua faktor produksi. Setiap
perusahaan ada yang terdaftar di pemerintah dan ada pula yang tidak.[3] Rumusan tentang perusahaan awalnya
dijabarkan dalam penjelasan undang-undang (Memorie van Toelichting, MvT) dan pendapat para ahli hukum yang
diantaranya sebagai berikut:[4]
1. Dalam penjelasan pembentuk undang-undang (MvT) disebutkan perusahaan adalah keseluruhan
perbuatan yang dilakukan secara tidak terputus-putus, terang-terangan, dalam kedudukan tertentu mencari
laba.

1
2. Molengraaff mengemukakan perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus
menerus bertindak keluar mendapatkan penghasilan, memperdagangkan barang, menyerahkan barang,
mengadakan perjanjian perdagangan.
3. Polak mengemukakan perusahaan mempunyai 2 (dua) ciri, yakni mengadakan perhitungan laba-rugi dan
melakukan pembukuan.
Menurut rumusan Pasal 1 huruf (b) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan,
dikemukakan bahwa: “Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat
tetap dan terus-menerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Republik
Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba”[5].
Pada dasarnya perusahaan adalah istilah ekonomi yang dipakai dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang dan
Peraturan Perundang-undangan di luar KUHD. Tetapi terminologi dari perusahaan itu sendiri tidak dijelaskan
pengertiannya secara resmi. Para ahli ekonomi secara umum memberikan pengertian bahwa perusahaan adalah
suatu unit kegiatan yang melakukan aktivitas pengelolaan faktor-faktor produksi, untuk menyediakan barang-
barang dan jasa bagi masyarakat, mendistribusikan serta melakukan upaya-upaya lain dengan tujuan memperoleh
keuntungan dan memuaskan kebutuhan masyarakat.[6]
Pada peraturan lain di luar KUHD, istilah perusahaan dijelaskan di dalam UU.No.3 Tahun 1982, tentang Wajib
Daftar Perusahaan, pada pasal 1, huruf (b), disebutkan bahwa definisi perusahaan adalah : setiap jenis usaha yang
bersifat tetap dan terus-menerus dan didirikan, bekerja, serta berkedudukan dalam wilayah negara Indonesia
untuk memperoleh keuntungan dan atau laba[7].
Dari pengertian-pengertian tentang perusahaan tersebut, maka dapat dilihat bahwa dalam pengertian perusahaan
tercakup 2 hal pokok yakni:

Pertama, bentuk usaha berupa organisasi atau badan usaha,


Kedua, jenis usaha berupa kegiatan dalam bidang perekonomian yang dilakukan secara terus menerus oleh
pengusaha untuk memperoleh keuntungan atau laba.
Di samping itu dari uraian di atas dapat dilihat pula bahwa di dalam perusahaan terdapat enam unsur perusahaan,
yaitu[8] :
1. Unsur badan usaha, yang menjalankan kegiatan dalam bidang ekonomi dengan bentuk tertentu seperti
Perusahaan Dagang[9], Persekutuan Perdata[10], Firma,[11] Persekutuan Komanditer (CV),[12] Perseroan
Terbatas,[13] BUMN,[14] dan Koperasi.[15] Identitas usaha ini dapat dilihat pada Akta Pendirian Perusahaan
dan atau Izin Usaha.
2. Unsur kegiatan dalam bidang ekonomi, yaitu obyek kegiatan bidang ekonomi berupa harta kekayaan
dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan atau laba melalui kegiatan berupa perdagangan, pelayanan
dan industri.
A. Kegiatan perdagangan : ekspor-impor, bursa efek, restoran, valuta asing, dll.
B. Kegiatan pelayanan : biro perjalanan / travel, konsultan, kursus dll.
C. Kegiatan industri : eksplorasi dan eksploitasi minyak, batu bara, gas, perikanan, kerajinan, obat-
obatan, kendaraan bermotor dll.
3. Unsur terus-menerus
Kegiatan usaha yang terus menerus adalah kegiatan dalam bidang ekonomi yang tidak terputus, yakni tidak secara
insidental, tidak sambilan, tetapi bersifat tetap untuk jangka waktu yang lama. Jangka waktu tersebut dapat dilihat
di dalam Akta Pendirian Perusahaan atau dalam Surat Ijin Usaha.

1. Unsur terang-terangan
Kegiatan usaha itu terbuka untuk umum, transparan, tidak ada selundupan atau tersembunyi. Usaha itu juga diakui
dan dibenarkan oleh masyarakat serta diakui dan dibenarkan oleh pemerintah menurut undang-undang, dan
secara leluasa untuk berhubungan dengan pihak lain (pihak ketiga)

1. Unsur keuntungan atau laba


Keuntungan merupakan tujuan dari diadakannya suatu perusahaan. Setiap kegiatan usaha yang bertujuan untuk
memperoleh keuntungan harus dijalankan berdasarkan hukum yang berlaku, bukan dilakukan secara melawan

2
hukum seperti penyelundupan, penggelapan pajak, pemerasan terhadap karyawan dan persaingan usaha tidak
sehat dengan menghalalkan segala cara.

1. Unsur pembukuan
Sebenarnya sistem pembukuan bukanlah merupakan aspek hukum, tetapi adalah merupakan suatu kewajiban bagi
setiap pihak yang menjalankan perusahaan untuk mengadakan dan memelihara catatan-catatan yang berkenaan
serta berhubungan dengan penyelenggaraan perusahaan. Pembukuan itu antara lain meliputi catatan-catatan
mengenai semua transaksi dengan pihak-pihak lain, penyetoran/pengeluaran uang, penerbitan/penerimaan cek
atau wesel, hutang-hutang yang sudah / belum dibayar, tagihan-tagihan dan lain-lain. Pencatatan semua hal
tersebut, di atas sangat penting arti dan kedudukannya, baik bagi pihak yang menjalankan perusahaan sendiri,
pihak ketiga, negara maupun masyarakat luas yang berkepentingan, sebab dari catatan-catatan tersebut segera
dapat diketahui pada suatu saat, mana yang menjadi hak dan mana yang menjadi kewajiban dari pihak-pihak yang
bersangkutan.[16]
Untuk menjalankan perusahaan, diperlukan peraturan perundang-undangan, untuk itu menjadi kewajiban
pemerintah untuk mengadakan peraturan yang dapat dijadikan pedoman para pelaku usaha dalam menjalankan
perusahaannya. Sumber utama bagi hukum perusahaan adalah Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) dan Hukum
Dagang (Wetboek van Koophandel). Di dalam kedua kitab hukum ini diatur tentang  perusahaan terutama
permasalahan yang berkaitan  dengan kontrak dalam bisnis dan organisasi beberapa jenis perusahaan.
 

Kegiatan dan Peran Perusahaan dalam Masyarakat


Dalam unsur adanya kegiatan perusahaan ada pula yang membaginya dalam kategori kegiatan Produksi dan
kegiatan Distribusi. Beberapa kalangan menyebut ini dengan peran atau kegaitan perusahaan dalam masyarakat.
¾    Produksi adalah Produksi adalah upaya atau kegiatan untuk menambah nilai pada suatu barang. Arah kegiatan
ditujukan kepada upaya-upaya pengaturan yang sifatnya dapat menambah atau menciptakan kegunaan (utility)
dari suatu barang atau mungkin jasa. untuk melaksanakan kegiatan produksi tersebut tentu saja perlu dibuat suatu
perencanaan yang menyangkut apa yang akan diproduksi, berapa anggarannya dan bagaimana pengendalian /
pengawasannya. Bahkan harus perlu difikirkan, kemana hasil produksi akan didistribusikan, karena pendistribusian
dalam bentuk penjualan hasil produksi pada akhirnya merupakan penunjang untuk kelanjutan produksi. Pada
hakikatnya kegiatan produksi akan dapat dilaksanakan bila tersedia faktor-faktor produksi, antara lain yang paling
pokok adalah berupa orang / tenaga kerja, uang / dana, bahan-bahan baik bahan baku maupun bahan pembantu
dan metode.[17]
Salah satu yang dilakukan dalam proses produksi ialah menambah nilai guna suatu barang atau jasa. Dalam
kegiatan menambah nilai guna barang atau jasa ini, dikenal lima jenis kegunaan, yaitu :[18]
1)         Guna bentuk
Yang dimaksud dengan guna bentuk yaitu, didalam melakukan proses produksi, kegiatannya ialah merubah bentuk
suatu barang sehingga barang tersebut mempunyai nilai ekonomis. Contohnya: keramik.

2)         Guna jasa


Guna jasa ialah kegiatan produksi yang memberikan pelayanan jasa. Contohnya: tukang becak, buruh, dll.

3)           Guna tempat


Guna tempat adalah kegiata produksi yang memanfaatkan tempat- tempat dimana suatu barang memiliki nilai
ekonomis. Contoh: pengangkutan pasir dari tempat yang pasirnya melimpah ketempat dimana orang
membutuhkan pasir tersebut.

4)         Guna waktu


Guna waktu ialah kegiatan produksi yag memanfaatkan waktu- tertentu. Misalnya: pembelian beras yang
dilakukan oleh Bulog pada saat musim panen, dan dijual kembali pada saat masyarakat membutuhkan.

3
5)           Guna milik
Guna milik ialah, kegiatan produksi yang memanfaatkan modal yang dimiliki untuk dikelola orang lain dan dari hasil
tersebut ia mendapatkan keuntungan.
 
Distribusi adalah kegiatan penyaluran hasil produksi berupa barang dan jasa dari produsen ke konsumen guna
memenuhi kebutuhan manusia. Pihak yang melakukan kegiatan distribusi disebut sebagai distributor.
Fungsi Distribusi
Fungsi distribusi dilakukan oleh badan usaha atau perorangan sejak pengumpulan barang dengan jalan
membelinya dari produsen untuk disalurkan ke konsumen, berdasarkan hal tersebut maka fungsi distribusi terbagi
atas:[19]
1)      Fungsi pertukaran, dimana kegiatan pemasaran atau jual beli barang atau jasa yang meliputi pembelian,
penjualan, dan pengambilan resiko (untuk mengatasi resiko bisa dilakukan dengan menciptakan situasi dan kondisi
pergudangan yang baik, mengasuransikan barang dagangan yang akan dan sedang dilakukan).

2)      Fungsi penyediaan fisik, berkaitan dengan menyediakan barang dagangan dalam jumlah yang tepat
mencakup masalah pengumpulan, penyimpanan, pemilahan, dan pengangkutan.

3)      Fungsi penunjang, ini merupakan fungsi yang berkaitan dengan upaya memberikan fasilitas kepada fungsi-
fungsi lain agar kegiatan distribusi dapat berjalan dengan lancar, fungsi ini meliputi pelayanan, pembelanjaan,
penyebaran informasi, dan koordinasi.

Peran dalam menciptakan Lapangan Kerja


Perusahaan mempunyai andil yang besar dalam menciptakan stabilitas perekonomian nasional. Hal tersebut dapat
dilihat pula dalam peran perusahaan dalam menciptakan lapangan pekerjaan. Hadirnya perusahaan ditengah-
tengah masyarakat memberikan kontribusi riil akan salah satu permasalahan nasional yaitu pengangguran.
Perusahaan menggerakkan masyarakat yang berada disekitar perusahaan untuk melakukan aktivitas yang bersifat
produktif yaitu bekerja. Secara langsung maka peran perusahaan adalah berhubungan erat dalam menciptakan
stabilitas perekonomian dan mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia.

Kegiatan Produksi dan Distrubusi yang dilakukan oleh perusahaan tentunya membutuhkan pelaksana kegiatan
tersebut dalam bentuk sumber daya manusia atau tenaga kerja. Kegiatan produksi dan distrubusi tidak mungkin
tanpa mebutuhkan paran dan campur tangan manusia (tenaga kerja) dalam proses aktivitasnya. Oleh karena itu,
hadirnya perusahaan di masyarakat pasti berhubungan erat dengan lingkungan dan masyarakat sekitar untuk
menjalankan aktivitas perusahaan.

Peran Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan


Khusus untuk perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas (PT) ada yang disebut dengan Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam
pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat,
baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.[20] Tentang
tanggungjawab sosial dan lingkungan diatur secara spesifik dalam Pasal 74 UU Nomor 40 Tahun 2007:
(1)   Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib
melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.

4
(2)   Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan
yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan
memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

(3)   Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

(4)   Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Ketentuan dalam pasal ini bertujuan untuk menciptakan hubungan yang selaras, serasi dan seimbang sesuai
dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat. Yang dimaksud dengan Perseroan yang
menjalankan usahanya dibidang sumber daya alam adalah perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan
memanfaatkan sumber daya alam. Yang dimaksud dengan perseroan yang menjalankankan usahanya berkaitan
dengan sumber daya alam adalah perseroan yang kegiatan usahanya tidak mengelola dan memanfaatkan sumber
daya alam, tetapi kegiatan usahanya berdampak bagi sumber daya alam.[21]
 

C. PENUTUP
Negara Indonesia adalah negara hukum (rechstats) oleh karena itu segala sesuatau yang berhubungan dengan tata
kehidupan berbangsa dan bernegara diatur oleh peraturan hukum tertulis. Salah satunya adalah terkait dengan
tata kehidupan perekonomian dan keberadaan perusahaan di Indonesia. Sumber utama bagi hukum perusahaan
adalah Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) dan Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel). Di dalam kedua kitab
hukum ini diatur tentang  perusahaan terutama permasalahan yang berkaitan  dengan kontrak dalam bisnis dan
organisasi beberapa jenis perusahaan. Selain BW dan WvK  ada pula peraturan perundang-undangan lainnya yang
secara khusus membahas menganai bentuk dan jenis perusahaan, misalnya UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang PT.
Keberadaan perusahaan di masyarakat memberikan andil besar dalam tata perekonomian di Indonesia. Beberapa
peran atau kegiatan perusahaan di masyarakat yang paling utama adalah menjalankan kegiatan Produksi dan
Distribusi. Perusahaan mempunyai berperan juga dalam menciptakan stabilitas perekonomian nasional. Hal
tersebut dapat dilihat pula dalam peran perusahaan dalam menciptakan lapangan pekerjaan. Hadirnya perusahaan
ditengah-tengah masyarakat memberikan kontribusi riil akan salah satu permasalahan nasional yaitu
pengangguran. Khusus untuk perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas (PT) ada yang disebut dengan Tanggung
Jawab Sosial dan Lingkungan. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan
serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang
bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umunya.

DAFTAR PUSTAKA
 
Peraturan Perundang-undangan
Þ    UUD 1945 (kompilasi sampai dengan amandemen keempat).

Þ    Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (KUH Perdata).

Þ    Kitab Undang-Undang hukum Dagang (KUHD).

Þ    UU Nomor  3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.

5
Þ    UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian

Þ    UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN

Þ    UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 

Buku
Þ   Prof. Dr. Sri Redjeki Hartono SH, Kapita Selekta Hukum Perusahaan, Bandung: Mandar Maju, 2000.
Þ    Munir Fuady, dkk., Pengantar Hukum Bisnis, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003.

Þ    Syahrin Naihasyi, Hukum Bisnis (Business Law), Yogyakarta: Mida Pustaka, 2005.
 
Makalah
Þ    Prof. Dr. Sri Rejeki Hartono, SH, Makalah Seminar dan Lokakarya Pembangunan Hukum Nasional VIII, Denpasar,
14-18 Juli 2003.

Website
Þ    http://id.wikipedia.org/wiki/Perusahaan, diakses pada 13 Januari 2011.
Þ    http://www.indolawcenter.com/index.php?option=com_content&view=article&id=285:definisi-dan-ruang-
lingkup-hukum-perusahaan&catid=178:hukum-perusahaan&Itemid=237, diakses pada 14 Januari 2011.
Þ    http://id.shvoong.com/business-management/business-ideas-and-opportunities/2041153-pengertian-
produksi/ diakses pada 13 Januari 2011.
Þ    http://organisasi.org/arti-definisi-pengertian-produksi-nilai-guna-barang-dan-jasa-ekonomi-produksi , diakses
pada 11 Januari 2011.
 
[1] Pembukaan UUD 1945 alenia ke empat.
[2] Prof. Dr. Sri Rejeki Hartono, SH, Makalah Seminar dan Lokakarya Pembangunan Hukum Nasional VIII, Denpasar,
14-18 Juli 2003
[3] http://id.wikipedia.org/wiki/Perusahaan, diakses pada 13 Januari 2011.
[4] http://www.indolawcenter.com/index.php?option=com_content&view=article&id=285:definisi-dan-ruang-
lingkup-hukum-perusahaan&catid=178:hukum-perusahaan&Itemid=237, diakses pada 14 Januari 2011.
 

[5] UU Nomor  3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.


[6] Munir Fuady, dkk., Pengantar Hukum Bisnis, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, hal. 7
[7] Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982, tentang Wajib Daftar Perusahaan.
[8] Lihat, Syahrin Naihasyi, Hukum Bisnis (Business Law), Yogyakarta: Mida Pustaka, 2005, hal 26-27
[9] Perusahaan dagang adalah perusahaan yang didirikan serta dimiliki oleh perseorangan. Perusahaan dagang ini
merupakan bentuk dari perusahaan perseorangan. Istilah lainnya antara lain: Usaha Dagang (UD), Perusahaan
Bangunan (PB), Perusahaan Otobis (PO). Jadi, perusahaan dagang ini tidak diatur secara khusus dalam peraturan
perundang-undangan secara umum, Namur disinggung dalam beberapa peraturan perundang-undangan lain
seperti dalam Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil. Selengkapnya, lihat: Sudaryat, Hukum Bisnis;
Suatu Pengantar, Cet. I, Bandung: Jendela Mas Pustaka, 2008, hlm. 23.
[10] Persekutuan perdata atau Maatschap adalah suatu perjanjian dengan mana dua orang atau lebih
mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu dalam persekutuan (inbreng), dengan maksud membagi keuntungan
yang terjadi karenanya (pasal 1618 KUHPerdata). Ibid., hlm. 24.
11 Pasal 16 KUHD memberikan pengertian tentang Firma, yaitu tiap-tiap persekutuan perdata yang didirikan untuk
menjalankan perusahaan dengan nama bersama. Jadi, termasuk persekutuan perdata khusus yang terletak pada
tiga unsur, yaitu menjalankan perusahaan (pasal 16 KUHD), dengan nama bersama (pasal 16 KUHD) dan
pertanggungjawaban sekutu yang bersifat pribadi untuk keseluruhan (pasal 18 KUHD). Lihat: R. Subekti dan R.

6
Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Undang-Undang Kepailitan, Cet. 27, Jakarta: PT Pradnya
Paramita, 2002, hlm. 11
[12] Persekutuan komanditer ialah persekutuan firma yang mempunyai satu atau beberapa orang sekutu
komanditer. Sekutu komanditer yaitu sekutu yang hanya menyerahkan uang, barang atau tenaga, sedangkan dia
tidak turut campur dalam pengurusan persekutuan. Persekutuan komanditer ini terdiri dari sekutu komanditer dan
sekutu komplementer. Ibid., hlm. 29.
[13] Perseroan Terbatas (PT), yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang merupakan
persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta
peraturan pelaksanaannya. Lihat: Undang-Undang RI No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Bandung:
Citra Umbara, 2007, hlm. 110-111.
[14] BUMN (Badan Usaha Milik Negara) adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki
oleh negara melalui penyertaan modal secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan (pasal 1
angka [1] UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN). Ibid., hlm. 34.
[15] Koperasi diatur dalam pasal 1 angka 1 UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Bahwa yang dimaksud
dengan koperasi ádalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan
melandaskan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang
berdasar atas asas kekeluargaan.
[16] Prof. Dr. Sri Redjeki Hartono SH, Kapita Selekta Hukum Perusahaan, Bandung: Mandar Maju, 2000, hal.12.
[17] http://id.shvoong.com/business-management/business-ideas-and-opportunities/2041153-pengertian-
produksi/ diakses pada 13 Januari 2011
[18] http://organisasi.org/arti-definisi-pengertian-produksi-nilai-guna-barang-dan-jasa-ekonomi-produksi , diakses
pada 11 Januari 2011
[19]  http://devoav1997.webnode.com/news/pengertian-distribusi-dan-fungsi-distribusi/, diakses pada tanggal 10
Januari 2011.
[20] Pasal 1 angka 3 UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
[21] Penjelasan Pasal 74 UU nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Perilaku Konsumen dan Produsen dalam Kegiatan Ekonomi (Tugas)

Perilaku Konsumen dan Produsen dalam Kegiatan Ekonomi 

Apa yang terlintas dalam pikiran kalian jika mendengar kata kegiatan ekonomi dari lingkungan sekitarmu?
Dapatkah kalian membuat garis besar mengenai kegiatan-kegiatan tersebut? Dan apakah kalian bisa membuat
gambaran tentang pola perilaku konsumen dan produsen dalam kegiatan ekonomi?

Bila kalian pernah pergi ke sebuah industri kue, kalian akan melihat orang-orang yang sedang membuat kue
dan tentu kalian akan mencoba memakan kue itu,bukan? Nah, semua itu merupakan serangkaian kegiatan
ekonomi yang dilakukan oleh produsen dan konsumen. Dan bagaimana pula konsumen dan produsen menentukan
pilihan untuk mencapai tujuan masing-masing?

A.  Kegiatan Ekonomi

Dalam kehidupan sehari-hari, pasti kalian sering mendengar perkataan ekonomi. Coba sebutkan, apa saja yang
mengandung perkataan ekonomi! Ya! Dapat juga ditambahkan, misalnya: kegiatan ekonomi, pembangunan
ekonomi, kesulitan ekonomi, dan banyak lagi. Dalam materi yang pertama, kita membahas tentang pengertian
kegiatan ekonomi. Apakah kegiatan ekonomi itu? Dengan melihat kehidupan di lingkungan sekitarmu, kalian akan
tahu apa kegiatan ekonomi itu!

7
Istilah ekonomi mula-mula berasal dari Yunani. Oikos berarti rumah tangga, dan nomos berarti aturan.
Perubahan kata ekonomis menjadi ekonomi mengandung arti aturan yang berlaku untuk memenuhi kebutuhan
hidup dalam suatu rumah tangga. Dalam perkembangannya, kita mengenal seorang tokoh sekaligus sebagai Bapak
Ekonomi yaitu Adam Smith (1723-1790). Dalam bukunya An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of
Nation, biasa disingkat The Wealth of Nation, yang diterbitkan pada tahun 1776. Secara sistematis untuk pertama
kalinya Adam Smith menguraikan kehidupan eknnomi secara keseluruhan serta menunjukkan bagaimana semua
itu berhubungan satu sama lain.

Ilmu ekonomi terkait erat dengan kemakmuran. Telah diketahui, bahwa ilmu ekonomi adalah bahan kajian
yang mempelajari upaya memenuhi kebutuhan untuk mencapai kemakmuran. Kalau begitu, jika masyarakat
sejahtera berarti masyarakat tersebut mengalami kemakmuran. Masyarakat dikatakan makmur apabila semua
kebutuhan materi dapat dipenuhi dengan sebaik-baiknya, dan tingkat kemakmuran dapat diukur dari banyaknya
barang dan jasa yang dihasilkan serta banyak barang dan jasa yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

B.  Perilaku Konsumsi dalam Kehidupan Sehari-hari

1.      Pengertian Konsumsi

Sebenarnya apakah kalian tahu apa yang dimaksud dengan konsumsi itu? Apakah dengan sekedar makan nasi,
kalian bisa dikatakan telah melakukan konsumsi? Seperti diketahui, motif utama konsumen dalam mengonsumsi
barang dan jasa adalah memperoleh kepuasan yang sebesar-besarnya. Pada dasarnya, kepuasaan ini diperoleh
karena adanya manfaat atau daya guna dari barang dan jasa. Sepiring nasi yang kalian santap misalnya, dapat
memberi rasa kenyang. Dengan menyantap nasi tersebut, kalian telah menghabiskan manfaat atau daya guna nasi
tersebut.

Dalam kehidupan manusia sehari-hari, secara singkat konsumsi sering diartikan sebagai kegiatan memakai,
meng- gunakan, memanfaatkan barang atau jasa. Dalam pengertian ekonomi, konsumsi diartikan sebagai
kegiatan manusia mengurangi atau menghabiskan nilai guna suatu barang atau jasa untuk memenuhi
kebutuhan, baik secara berangsur-angsur maupun sekaligus habis.

2.      Fungsi Konsumsi

Apa yang kalian tahu tentang fungsi konsumsi? Kegiatan-kegiatan konsumsi yang pernah kalian lakukan
pasti memiliki fungsi. Coba lakukan kegiatan konsumsi di kehidupanmu! Kemudian pikirkan apa fungsi kegiatan
konsumsi yang telah kalian lakukan. Dari situlah kalian akan tahu fungsi konsumsi.

Kegiatan konsumsi yang dilakukan oleh konsumen pada dasarnya memiliki fungsi sebagai berikut:

·         Untuk memenuhi kebutuhan manusia.

·         Memberikan kesenangan kepada manusia.

·         Indikator untuk mengukur tingkat status sosial manusia.

·         Menambah tingkat permintaan masyarakat.

Berbagai macam kebutuhan konsumsi sangat mempengaruhi tingkat permintaan kebutuhan tersebut oleh
masyarakat.Semakin banyak kebutuhan konsumsi yang diperlukan oleh konsumen, semakin banyak pula
permintaan barang kebutuhan yang dikeluarkan.

3.  Tujuan Konsumsi

Jika kalian melakukan kegiatan konsumsi, misalnya membeli baju, apakah kalian dapat mengetahui tujuan
konsumsi yang kalian lakukan?

Kegiatan konsumsi yang dilakukan manusia secara umum bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup atau
untuk memperoleh kepuasan sebesar-besarnya dan mencapai tingkat kemakmuran.Namun, dengan adanya
tingkatan/lapisan masyarakat yang berbeda-beda, tujuan konsumsi juga berbeda pula.

8
Pada masyarakat tradisional yang ditandai dengan peradaban yang belum maju dan kebutuhan masih
sederhana, kegiatan konsumsi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari guna untuk mempertahankan
kelangsungan hidup. Contohnya kehidupan masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Pada masyarakat modern,
tujuan konsumsi sudah berubah bukan hanya sekedar mempertahankan hidup, tetapi lebih banyak diarahkan
untuk kepentingan kesenangan atau prestise (harga diri).Contohnya konsumsi barang mewah.

4.  Utilitas (Utility) Barang dan Jasa

a.      Barang dan Jasa

Di dalam teori ekonomi, benda-benda yang dapat dipakai untuk memenuhi kebutuhan manusia disebut
barang. Syarat utama yang harus dipenuhi oleh suatu benda untuk dapat disebut barang adalah dapat dipakai
untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Barang dan jasa dapat dibedakan berdasarkan ketersediaannya, berdasarkan daya tahannya, dan berdasarkan
penggunaanya, berdasarkan hubungannya dengan barang lain, berdasarkan jaminan, dan dari proses
pembuatannya.

1)      Berdasarkan ketersediaan

2)      Berdasarkan hubungannya dengan barang/jasa lain

3)      Berdasarkan jaminan

4)      Berdasarkan proses pembuatan

5)   Berdasarkan daya tahan                                       

6)   Berdasarkan penggunaannya

b.   Utilitas Barang/Jasa

Setiap hari dalam kehidupan, kalian memanfaatkan barang seperti tas, sepatu, televisi, jasa potong rambut dan
sebagainya. Mengapa barang/jasa tersebut kalian pakai? Karena barang/jasa berguna bagi kalian. Namun, apa saja
bentuk-bentuk kegunaan dari suatu barang/jasa yang sering kalian gunakan? Jawabannya adalah sebagai berikut.

1)      Time Utility (berguna karena waktu)

2)      Place Utility (berguna karena tempat)

3)      Form Utility (berguna karena bentuk)

4)      Ownersheep Utility (berguna karena pemilikan)

5)      Element Utility (berguna karena unsur)

5.  Nilai Barang dan Jasa (Value of Good)

Barang dan jasa mempunyai nilai.Nilai dapat dibedakan menjadi dua jenis, sebagai berikut.

·         Nilai Pakai Objektif

Adalah kemampuan dari suatu barang untuk memenuhi kebutuhan manusia. Contoh nasi bagi setiap penduduk
Indonesia mempunyai nilai pakai objektif, sebab tanpa membeda-bedakan orangnya, setiap penduduk Indonesia
dapat memakan nasi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya waktu lapar.

·         Nilai Pakai Subjektif

Adalah arti yang yang diberikan oleh seseorang terhadap suatu benda/jasa sehubungan benda/jasa tersebut dapat
dipakai memenuhi kebutuhan hidup pribadi pemakainya (unsur psikologis pemakainya.

9
Unsur psikologis pemakai adalah kepercayaan pemakai terhadap barang yang dipakainya.Misalnya barang yang
dianggap menjadi jimat, menimbulkan kekuatan supranatural, meningkatkan prestise atau dapat memberikan
kepuasan yang sangat mendalam bagi si pemakai. Contohnya benda antik, lukisan, batu akik, model pakaian, dan
kemenyan.

6.   Bentuk-bentuk Perilaku Konsumsi

Bila dilihat dari segi pertimbangan rasional (akal sehat), perilaku konsumen dalam berbelanja dibedakan
menjadi dua macam: (1) perilaku konsumsi rasional; dan (2) perilaku konsumsi irasional.

1.      Perilaku Konsumsi Rasional.

Adalah perilaku konsumen yang didasari atas pertimbangan rasional (nalar) dalam mengkonsumsi suatu
produk. Suatu pembelian dapat dikatakan rasional, bila dasar pertimbangannya adalah sebagai berikut.

a.      Produk tersebut mampu memberikan kegunaan optimal (optimum utility) bagi konsumen.

Suatu pembelian dapat dikatakan rasional bila dalam membeli barang, darang tersebut benar-benar dapat
memenuhi kebutuhan kita. Semakin lama jangka waktu pemuasannya, maka akan semakin baik. Misalnya, akan
lebih baik jika kita membeli pakaian yang dapat digunakan dalam banyak acara daripada membeli pakaian yang
hanya bisa digunakan dalam satu acara.

b.      Produk tersebut benar-benar dibutuhkan konsumen.

Butuh tidaknya kita akan barang tersebut dapat dilihat dari posisi barang tersebut dalam skala prioritas kita.
Bila manusia membeli barang yang ada di posisi paling atas dalam skala prioritas, berarti manusia telah melakukan
tindakan konsumsi yang rasional.

c.       Mutu produk terjamin.

Bagaimana kita tahu mutu produk itu terjamin? Bila barang tersebut merupakan makanan, barang tersebut
sudah terdaftar di Departemen Kesehatan. Bagi kaum muslim, suatu produk dapat terjamin bila telah
mendapatkan sertifikasi halal dari MUI.

d.      Harga terjangkau dan sesuai dengan kemampuan konsumen yang membeli.

Suatu pembelian dapat dikategorikan sebagai rasional, bila ada kesesuaian antara harga yang harus dibayar
dan uang yang dimiliki.

2.      Perilaku Konsumsi Tidak Rasional (Irrasional)

Sebuah tindakan dalam berbelanja dapat dikatakan tidak rasional bila seorang konsumen memutuskan
membeli barang tanpa pertimbangan yang baik. Contoh perilaku konsumsi irrasional:

a.      Membeli barang hanya karena tertarik dengan iklannya.

Banyak iklan yang menipu atau menyembunyikan informasi. Kalau kalian memperhatikan sebuah iklan dan
keesokan harinya kalian membeli barang karena barang itu kelihatan bagus di iklan, berarti kalian termasuk
konsumen yang irrasional.

b.      Tertarik membeli barang hanya karena mereknya yang terkenal.

Banyak orang yang menganggap kalau mereka punya barang merek tertentu mereka akan dianggap hebat.
Namun, kalau kalian membeli jeans hanya karena mereknya yang terkenal tanpa meneliti dan membandingkan
kualitasnya dengan produk lain, maka perilakumu dapat dikatakan irrasional.

c.       Membeli barang hanya karena obral atau untuk memperoleh bonus.

10
Pikirkanlah tujuanmu saat membeli barang obral atau barang yang ada bonusnya. Apakah kalian membeli
barang memang karena membutuhkan barang tersebut, ataukah karena obral? Karena bila kalian membeli hanya
untuk obral atau bonus, kalian dikategorikan sebagai konsumen yang irrasional.

d.      Konsumsi hanya untuk pamer atau gengsi, bukan karena kebutuhan akan barang tersebut.

Memiliki baju yang bermerek mungkin terlihat keren di mata teman-temanmu. Tetapi bila baju itu telah kalian
kenakan, apakah teman-temanmu masih dapat mengenali mereknya sepintas lalu? Bila demikian, apakah
pengeluaranmu sebanding dengan penghargaan yang kalian peroleh?

C.  Pola Perilaku Konsumen

Coba luangkan waktumu untuk mengamati kesibukan di pagi hari! Suasana pagi yang ramai dengan kesibukan
orang-orang yang ingin bergegas menuju tempat beraktivitas. Siapa sajakah mereka? Bisakah kalian menemukan
jawabannya? Betul! Mereka adalah pegawai  yang menuju kantor, guru dan murid yang tidak ingin terlambat
masuk sekolah, serta para pembeli yang ingin berbelanja.

Aktivitas yang mereka lakukan merupakan perwujudan dari pilihan yang telah mereka ambil dengan harapan
dapat mengalokasikan sumber daya yang mereka miliki untuk mencapai tujuan yang optimal.

Bila kita amati lebih jauh, mereka adalah para konsumen. Kegiatan utama konsumen membeli barang dan jasa
untuk memenuhi kebutuhannya. Dari sudut pandang ekonomi mikro, konsumen memiliki pola tertentu dalam
menjalankan kegiatannya. Berikut akan dibahas lebih dalam.

1.      Pendekatan Teori

Kegiatan utama konsumen adalah membeli barang dan jasa dengan tujuan memperoleh kepuasan (utility).
Pola perilaku konsumen dalam membeli barang dan jasa tersebut dapat dijelaskan dengan pendekatan:

1.      Teori Kardinal

2.      Teori Ordinal

3.      Teori Atribut

Teori ke 2 dan 3 akan kalian pelajari di perguruan tinggi nanti. Sekarang kalian akan mempelajari teori kardinal.

Untuk memahami teori kardinal perlu beberapa anggapan (asumsi) dasar, yaitu:

a.       Kepuasan (utility) setiap konsumen dapat diukur dengan satuan tertentu. Sebagai contoh, apabila kalian
mengonsumsi sebatang coklat, maka kalian bisa menyatakan kepuasan yang kalian peroleh sebesar misalnya 50
satuan utilitas. Lebih lanjut kepuasan konsumen dianggap bersifat dapat dijumlahkan. Apabila bersama coklat
kalian juga mengonsumsi makanan kecil yang kalian nilai memberi kepuasan 25, maka kepuasan total kalian akan
menjadi 50 + 25 = 75 satuan kepuasan.

b.      Dalam setiap kegiatan konsumsi berlaku The Law of Diminishing Marginal Utility yaitu semakin banyak unit barang
yang dikonsumsi maka tambahan kepuasan (marginal utility) yang diperoleh dari setiap suatu tambahan barang
yang dikonsumsi akan menurun.

c.       Konsumen selalu berusaha mendapatkan kepuasan maksimum.

d.      Konsumen menggunakan seluruh anggaran yang dimilikinya.

2.      Teori Nilai Konsumen

Pada halaman sebelumnya, kita telah membahas tentang pendekatan teori kardinal yang di dalamnya telah
disinggung mengenai marginal utility, law of diminishing marginal utility, dan total utility.Di dalam teori nilai
konsumen, akan dibahas secara lebih lanjut!

11
Dalam ilmu ekonomi, berbagai keputusan yang diambil oleh konsumen dalam melakukan konsumsi dijelaskan
dengan teori nilai guna. Nilai guna atau utilitas berarti kepuasan yang diperoleh konsumen dari konsumsi suatu
barang atau jasa. Nilai guna total seorang konsumen biasanya meningkat saat ia mengkonsumsi suatu produk
dalam jumlah yang semakin meningkat, namun pada tingkat yang umumnya lebih lambat. Artinya, setiap unit
tambahan yang dikonsumsi menambahkan nilai guna marjinal yang lebih kecil dibandingkan dengan unit
sebelumnya, sejalan dengan kejenuhan individu bersangkutan terhadap produk tersebut. Pada umumnya, kita
dapat menggolongkan teori nilai guna ke dalam empat macam sebagai berikut.

D.  Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi

·         Faktor Internal

1.      Pendapatan

Pendapatan konsumen berpengaruh pada besarnya konsumsi yang dilakukan. Semakin tinggi pendapatan
konsumsi, konsumsi cenderung semakin besar pula. Sebaliknya, konsumen yang berpendapatan rendah biasanya
tidak akan banyak melakukan kegiatan konsumsi karena daya belinya juga rendah. Pendapatan dan konsumsi
dapat digambarkan dengan rumus sebagai berikut:

2.   Motivasi

Setiap orang mempunyai motivasinya sendiri-sendiri dalam melakukan kegiatan konsumsi. Ada yang
melakukan konsumsi untuk memenuhi kebutuhan yang benar-benar diperlukan. Namun ada pula orang yang
membeli barang hanya karena ikut-ikutan orang lain, padahal sebenarnya ia tidak membutuhkannya. Sebagian lain
mengkonsumsi barang/jasa tertentu demi memperlihatkan status sosial/gengsi. Misalnya seorang siswa membeli
handphone keluaran terbaru agar dianggap keren oleh teman-temannya.

3.   Sikap dan kepribadian

Sikap dan kepribadian individu juga mempengaruhi perilaku konsumsinya. Orang yang hemat hanya akan
membeli barang-barang yang telah direncanakan, sementara orang yang boros seringkali membeli barang-barang
diluar perhitungannya. Orang yang menyukai barang kuno akan berani membeli barang itu dengan harga tinggi,
sementara orang yang tidak menyukai barang kuno tidak akan membeli barang itu meskipun diberi gratis.

4.   Selera

Masing-masing individu mempunyai selera yang berbeda-beda dalam memilih berbagai jenis barang/jasa. Ini
juga berpengaruh terhadap pola konsumsi. Misalnya, meskipun sama-sama remaja, kalian dan teman-temanmu
memiliki selera yang berbeda dalam pemilihan benda konsumsi. Dalam hal celana, misalnya. Temanmu mungkin
menyukai jins sementara kalian menyukai celana kargo.

·         Faktor Eksternal

1.   Kebudayaan

Kebudayaan yang terdapat di suatu daerah berpengaruh pada pola konsumsi masyarakat di daerah tersebut.Di
Jepang dan Cina, orang makan dengan menggunakan dengan menggunakan sumpit. Sementara di negara barat,
sendok dan garpu sering ditemani pisau. Bagaimana dengan kalian sebagai orang Indonesia? Apakah kalian makan
dengan cara orang barat, cara orang Cina atau makan dengan menggunakan tangan?

2.   Status Sosial

Status/posisi seseorang di dalam masyarakat dengan sendirinya akan membentuk pola konsumsi orang
tersebut. Konsumsi seorang presiden, raja, atau menteri sudah jelas berbeda dengan konsumsi sopir, tukang kayu,
atau pengusaha kecil. Bagi tukang kayu, makan nasi dan tempe sudah cukup. Namun bagi seorang konglomerat,
harus ada pilihan lauk hingga lima macam dan tempatnya harusnya mewah.

3.  Harga Barang

12
Sudah menjadi hukum ekonomi bahwa bila harga barang naik, konsumsi akan menurun, dan bila harga barang
rendah, konsumsi akan tinggi. Ini juga berlaku untuk tingkat harga barang substitusi, seperti yang sudah yang
diuraikan dalam pembahasan tentang hukum permintaan dan penawaran.

BAB I

PENDAHULUAN

I.1     Latar Belakang

Teori Perusahaan (Theory of the firm) adalah suatu organisasi yang menggabungkan dan mengorganisasikan
berbagai sumber daya dengan tujuan untuk memproduksi barang / jasa untuk dijual. Firm adalah organisasi yang
menggabungkan dan mengatur semua sumberdaya yang tersedia untuk menghasilkan barang dan jasa yang siap
dijual. Perusahaan itu ada di tengah-tengah masyarakat karena kemaslahatannya dalam proses pendistribusian
akan barang dan jasa yang sulit untuk dilakukan oleh individu-individu secara terpisah. Dalam jangka panjang
keberadaan mereka tidak saja menguntungkan bagi pemilik / pemegang saham, namun juga akan membawa
manfaat bagi masyarakat luas dan pemerintah melalui suatu proses yang disebut arus kegiatan ekonomi (The
Circular Flow of Economic Activity). Teori perusahaan adalah konsep dasar yang digunakan dalam kebanyakan
studi ekonomi manajerial.

Nilai perusahaan (Value Of The Firm) merupakan kondisi tertentu yang telah dicapai oleh suatu perusahaan
sebagai gambaran dari kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan setelah melalui suatu proses kegiatan
selama beberapa tahun, yaitu sejak perusahaan tersebut didirikan sampai dengan saat ini. Meningkatnya nilai
perusahaan adalah sebuah prestasi, yang sesuai dengan keinginan para pemiliknya, karena dengan meningkatnya
nilai perusahaan, maka kesejahteraan para pemilik juga akan meningkat. Nilai Perusahaan sangat penting karena
dengan nilai perusahaan yang tinggi akan diikuti oleh tingginya kemakmuran pemegang saham (Bringham Gapensi,
1996). Semakin tinggi harga saham semakin tinggi nilai perusahaan. Nilai perusahaan yang tinggi menjadi keinginan
para pemilik perusahaan, sebab dengan nilai yang tinggi menunjukkan kemakmuran pemegang saham juga tinggi.
Kekayaan pemegang saham dan perusahaan dipresentasikan oleh harga pasar dari saham yang merupakan
cerminan dari keputusan investasi, pendanaan (financing), dan manajemen asset.

Menurut Fama (1978) dalam Untung Wahyudi et.al, nilai perusahaan akan tercermin dari harga sahamnya.
Harga pasar dari saham perusahaan yang terbentuk antara pembeli dan penjual di saat terjadi transaksi disebut
nilai pasar perusahaan, karena harga pasar saham dianggap cerminan dari nilai asset perusahaan sesungguhnya.
Nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator nilai pasar saham sangat dipengaruhi oleh peluang-peluang
investasi. Adanya peluang investasi dapat memberikan sinyal positif tentang pertumbuhan perusahaan di masa
yang akan datang, sehingga akan meningkatkan harga saham, dengan meningkatnya harga saham maka nilai
perusahaan pun akan meningkat. Free cash flow menyatakan bahwa tekanan pasar akan mendorong manajer
untuk mendistribusikan free cash flow kepada pemegang saham atau resiko akan kehilangan kendali terhadap
perusahaan. Menurut Jensen (1986:137), free cash flow adalah kelebihan kas yang diperlukan untuk mendanai
semua proyek yang memiliki net present value positif setelah membagi dividen.

Implementasi tata kelola perusahaan secara efektif dalam perbankan syariah memerlukan adanya
pemahaman mengenai:

1.        Akuntabilitas berarti tuntutan agar manajemen perusahaan memiliki kemampuan answerability yaitu
kemampuan untuk merespon pertanyaan dari stakeholders atas berbagai corporate action yang mereka lakukan.

2.        Transparansi berarti ketersediaan informasi yang akurat, relevan, dan mudah dimengerti yang dapat
diperoleh secara low-cost sehingga stakeholders dapat mengambil keputusan yang tepat. Karena itu, perusahaan
perlu meningkatkan kualitas, kuantitas, dan frekuensi dari laporan kegiatan perusahaan.

3.        Responsibility memastikan bahwa bank dikelola secara hati-hati sesuai dengan hukum dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, termasuk menetapkan manajemen risiko dan pengendaliaan yang sesuai.

13
4.        Independency bertindak hanya untuk kepentingan bank dan tidak dipengaruhi oleh aktivitas-aktivitas yang
mengarah pada timbulnya conflict of interest.

5.         Fairness menjamin perlindungan hak-hak para pemegang saham, manajemen dan karyawan bank, nasabah
serta stakeholder lainnya.

Dalam ajaran Islam, kelima prinsip pokok di atas sesuai dengan norma dan nilai Islami dalam aktivitas dan
kehidupan seorang muslim. Islam sangat intens mengajarkan diterapkannya prinsip adalah (keadilan), tawazun
(keseimbangan), mas'uliyah (akuntabilitas), akhlaq (moral), shiddiq (kejujuran), amanah (pemenuhan
kepercayaan), fathanah (kecerdasan), tabligh (transparansi, keterbukaan), hurriyah (independensi dan kebebasan
yang bertanggung jawab), ihsan (profesional), wasathan (kewajaran), ghirah (militansi syariah, militansi syari'ah,
idarah (pengelolaan), khilafah (kepemimpinan), aqidah (keimanan), ijabiyah (berfikir positif), raqabah
(pengawasan), qira'ah dan ishlah (organisasi yang terus belajar dan selalu melakukan perbaikan).

Berdasarkan uraian di atas dapat dipastikan bahwa Islam telah menjalankan tata kelola perusahaan yang
baik di dunia. Prinsip-prinsip itu diharapkan dapat menjaga pengelolaan institusi ekonomi dan keuangan syari'ah
secara profesional dan menjaga interaksi ekonomi, bisnis, dan sosial berjalan sesuai dengan aturan permainan dan
best practice yang berlaku.

Model ekonomi syariah dibangun atas dasar filosofi religiusitas, dan institusi keadilan, serta


instrumenkemaslahatan (Q.S. at-Takaatsur:1–2, al-Munaafiquun: 9, an-Nuur:37, al-Hasyr:7, al-Baqarah: 188, 273-
281, al-Maidah:38, 90-91, al-Muthaffifin:1-6). Filosofi religiusitas melahirkan basis ekonomi dengan atribut
pelarangan riba/bunga. Institusi keadilan melahirkan basis teori profit and loss sharing (PLS) dengan atribut nisbah
bagi hasil. Instrumen kemaslahatan melahirkan kebijakan pelembagaan zakat, pelarangan israf, dan pembiayaan
(bisnis) halal, yang semuanya itu dituntun oleh nilai falah (bukan utilitarianisme dan rasionalisme). Ketiga dasar di
atas, yakni filosofi relijiusitas, institusi keadilan, dan instrumen kemaslahatan merupakan aspek dasar yang
membedakan dengan mainstream ekonomi konvensional. Tulisan ini khusus akan membahas faktor bagi hasil
dengan dasar teoriprofit and loss sharing dalam kaitannya dengan permintaan tabungan di perbankan syariah.

I.2     Rumusan Masalah

1.      Apa yang di maksud dengan Teori Perusahaan ?

2.      Apa saja Teori Utama Perusahaan ?

3.      Apa saja Butir-butir penting dalam Teori Perusahaan ?

4.      Apa saja Keterbatasan dalam Teori Perusahaan ?

5.      Apa yang di maksud dengan Nilai Perusahaan ?

6.      Apa saja yang menjadi Indikator-indikator di dalam Nilai Perusahaan ?

7.      Apa yang di maksud Market Value ?

I.3     Tujuan

1.      Mengetahui tentang pengertian Teori Perusahaan,Teori Utama Perusahaan, Butir-butir dalam Teori Peusahaan
dan Keterbatasan dalam Teori perusahaan

2.      Mengetahui tentang Nilai Peurusahaan, Indikator-indikator Nilai perusahaan dan Market Value

I.4     Manfaat

1.      Menambah dan Meningkatkan Pengetahuan Tentang Teori Perusahaan (Theory of the firm) dan Nilai
Perusahaan Nilai perusahaan (Value Of The Firm)

14
BAB II

PEMBAHASAN

A.   Pengertian Teori Perusahaan

Teori Perusahaan (Theory of the firm) adalah suatu organisasi yang menggabungkan dan mengorganisasikan
berbagai sumber daya dengan tujuan untuk memproduksi barang / jasa untuk dijual. Firm adalah organisasi yang
menggabungkan dan mengatur semua sumberdaya yang tersedia untuk menghasilkan barang dan jasa yang siap
dijual. Perusahaan itu ada di tengah-tengah masyarakat karena kemaslahatannya dalam proses pendistribusian
akan barang dan jasa yang sulit untuk dilakukan oleh individu-individu secara terpisah. Dalam jangka panjang
keberadaan mereka tidak saja menguntungkan bagi pemilik / pemegang saham, namun juga akan membawa
manfaat bagi masyarakat luas dan pemerintah melalui suatu proses yang disebut arus kegiatan ekonomi (The
Circular Flow of Economic Activity). Teori perusahaan adalah konsep dasar yang digunakan dalam kebanyakan
studi ekonomi manajerial.

Perusahaan bisnis adalah kombinasi antara antara: orang, asset fisik dan keuangan, serta sistem dan
informasi-informasi. Orang yang terlibat langsung langsung: shareholders, management, employee, supplier,
customers mereka dipengaruhi secara langsung oleh operasional perusahaan. Society (stakeholders) kegiatan firm
yaitu : (1) Bisnis stakeholders dipengaruhi oleh karena gunakan sumberdaya yang langka; (2) Bisnis membayar
pajak; (3) Bisnis menyediakan pekerjaan; dan (4) Bisnis memproduksi barang dan jasa untuk masyarakat. Oleh
karena itu, perusahaan harus beroperasi secara optimal. Teori Perusahaan mengakui maksimisasi laba sebagai
sasaran utama perusahaan. Pertama maksimisasi laba jangka pendek. Untuk jangka panjang, maksimisasi nilai yang
diharapkan (expected value value).

B.    Tiga Teori Utama Perusahaan dan Lokasi Idustri

Karakteristik Neoklasik Keperilakuan Institusional

Manusia ekonomi Manusia pemuas


Tipe pembuat keputusan Teknostruktur
(economic person) (satisfier person)

Rasionalitas sempurna
Kapabilitas pembuat Bounded rationality, Strategi dan struktur,
(perfect rationality)
keputusan informasi kekuasaan
informasi

Biaya minimum, Tingkat aspirasi atau lebih Pertumbuhan, keamanan,


Tujuan
keuntungan maksimum baik dan keuntungan

Teori persaingan Sempurna (dan fair) Sempurna? (dan fair) Monopolistik (un fair)

Bisnis besar, tenaga kerja


Rung informasi dan ruang
Lingkup ekonomi Biaya dan penerimaan banyak, pemerintahan
aksi
yang kuat

Hubungan ekonomi Perpanjangan tangan Arus informasi Negosiasi, kolusi, persuasi

Penentuan ekonomi Otomatis, seketika Proses belajar Proses negosiasi

Perubahan lokasi (jangka Mengedaptasi atau Belajar adaptasi terhadap Ekonomi politik dan
panjang) mengadopsi kekuatan kekuatan ekonomi tekhnologi

15
ekonomi

            Karakteristik utama teori Neoklasik dalam menjelaskan lokasi industry adalah pertama, fokus pada variable
utama ekonomi (biaya transport, biaya tenaga kerja, dan lain-lain) dengan mengabaikan proses sejarah, ekonomi,
politik, dan social. Kedua, menganalisis fakor-faktor ekonomi secara abstrak dengan pendekatan deduktif untuk
menarik generalisasi ke mana industry akan memilih untuk berlokasi. Ketiga, mengasumsikan bahwa huku,-hukum
ekonomi berlaku universal, yang didasarkan atas rasionalitas ekonomi yang mengarahkan perilaku.

            Menurut perspektif Neoklasik, teori lokasi dapat digolongkan dalam tiga perspektif, yakni orientasi terhadap
biaya transport (teori lokasi klasik), orientasi terhadap input local (local input) (teori lokasi modern), dan teori
lokasi perspektif modern lanjutan (teori-teori baru mengenai ekternalitas dinamis, mazhab pertumbuhan
perkotaan, dan paradigma berbasis transaksi)

            Bagi perusahaan yang berorientasi pada biaya transport, ada tiga kemungkinan lokasi, yakni lokasi bahan
baku, lokasi pasar (kota), dan lokasi antara (lokasi bahan baku dan lokasi kota atau pasar). Bila biaya transport
bahan baku dari lokasi bahan baku ke lokasi pabrik atau perusahaan lebih besar dari biaya transport barang jadi
(lokasi pabrik ke lokasi pasar atau kota), maka perusahaan akan menempatkan lokasipabriknya di lokasi bahan
baku agar dapat meminimumkan total biaya transport atau memaksimumkan keuntungan sebagai motif ekonomi.
Sebaliknya, bila biaya transport barang jadi lebih besar dari biaya transport bahan baku, maka perusahaan memilih
lokasi pabrikdi dekat lokasi pasar atau kota. Kalau tidak, perusahaan akan membayar biaya transport barang jadi
lebih banyak.

Orientasi bahan baku

            Perusahaan cenderung berorientasi bahan baku apabila tariff angkut per ton/km bahan baku lebih mahal
dari tariff angkutan per ton/kmbarang jadi dengan syarat bobot fisik bahan baku dan bobot fisik barang jadi adalah
sama. Tariff angkutan bahan baku akan lebih mahal dari tariff angkutan barang jadi apabila bahan baku lebih
banyak makan tempat (seperti kapas), lebih mudah rusak atau busuk (buah-buahan untuk buah-buahan dalam
kaleng), dan lebih mudah pecah atau lebih berbahaya (bubuk mesiu untuk mercon) dari barang jadi. Weber (1929)
mengembangkan indeks material (Material Index, disingkat MI) untuk memprediksi orientasi bahan baku atau
pasar, sebagai berikut:

Di mana BBL= berat bahan baku local; BPA= berat produk akhir. Bila MI lebih besar dari satu, maka aktivitas
ekonomi berorientasi input. Sebaliknya, bila MI lebih kecil dari satu, maka aktivitas ekonomi berorientasi output.
Contoh aktivitas yang berorientasi input termasuk industry kayu gelondongan, kapas, pengalengan ikan, dan pasir
besi.

Orientasi pasar

            Perusahaan berorientasi pada pasar bila barang jadi relative mahal untuk diangkut. Biaya transport barang
jadi akan relative lebih tinggi bila barang jadi membutuhkan banyak tempat (mobil), mudah rusak (es krim), mudah
pecah (keramik), atau berbahaya (mercon). Bila bobot bahan baku dan bobot barang jadi sama, tetapi tariff
angkutan barang jadi lebih mahal dari tariff angkutan bbahan baku, maka perusahaan akan memilih lokasi dekat
pasar agar biaya distribusi rendah.

Orientasi lokasi di antara bahan baku dan pasar

16
            Perusahaan berorientasi biaya transport memilih lokasi perusahaannya berada di antara lokasi bahan baku
dan lokasi pasar apabila biaya transport bahan baku sama dengan biaya transport barang jadi. Dalam hal ini, ada
tiga kemungkinanlokasi perusahaan yang dapat dipertimbangkan, yakni: (1) di lokasi bahan baku; (2) di lokasi pasar
atau kota; serta (3) di lokasi antara lokasi bahan baku dan lokasi pasar atau kota. Perusahaan yang berbeda di
lokasi di antara lokasi bahan baku dan lokasi pasar atau kota tidak akan terjadi jika ada biaya terminal (biaya
bongkar muat di lokasi bahan baku dan di lokasi pasar atau kota) sebab di lokasi bahan baku hanya di keluarkan
biaya muat bahan baku dan di lokasi pasar atau kota hanya dibayar biaya bongkar barang jadi. Namun, di lokasi
antara lokasi bahan baku dan lokasi pasar atau kota harus dibayar biaya muat bahan baku dan biaya bongkar
barang jadi.

            Perbedaan antara penentuan lokasi perusahaan berdasarkan orientasi biayatranspor dengan orientasi biaya
input. Perusahaan yang berorientasi biaya transport adalah perusahaan yang menganggap biaya transport sebagai
factor dominan dalam pengambilan keputusan lokasi. Sebaliknya, perusahaan berorientasi input local adalah
perusahaan yang menganggap input local sebagai penentu lokasi perusahaan karena input local merupakan bagian
terbesar total biaya perusahaan dan tidak dapat dipindahkan secara efisien dari satu lokasi ke lokasi lain.

Ringkasan Lokasi Industri Berorientasi Biaya Transpor dan Biaya Input

Orientasi Biaya Transpor Karakteristik Keputusan Lokasi Optimal Contoh

Penyulingan bijih-bijihan,
Volume lebih besar,
Dekat dengan sumber baja, pengalengan buah-
Bahan baku berat, dan tidak tahan
bahan baku buahan dan sayur-
lama sebelum diproses
sayuran

Volume lebih besar,


Masakan, makanan, dan
Pasar berat, dan tidak tahan Dekat pasar
perakitan mobil
lama setelah diproses

Daerah tenaga kerja


Orientasi tenaga kerja Intensifikasi energy Tekstil
murah

Aglomerasi lokalisasi dan


Orientasi energi Daerah energy murah Pengolahan aluminium
aglomerasi urbanisasi

Kebijakan-kebijakan
Orientasi input antara pemerintah yang Mengelompok pada satu
Desa atau kota kerajinan
media mempengaruhi pemilihan lokasi yang sama
lokasi

Para pekerja sensitive


Orientasi jasa-jasa public Dekat sarana public,
terhadap cuaca, suasana Sarana jalan, pelabuhan,
setempat dan pajak- daerah bebas pajak dan
yang kondusif, dan saluran air, dan subsidi
pajak retribusi
rekreasi

Lingkungan fisik dan


Orientasi kenyamanan Riset dan pengembangan
social yang menarik

            Di dalam dunia nyata, perusahaan-perusahaan tidak dapat dengan mudah digolongkan berdasarkan
orientasi lokasi hanya pada biaya transport (perusahaan berorientasi transfer) atau perusahaan mendasarkan
keputusan lokasi hanya pada biaya input local (perusahaan berorientasi input local). Bagi banyak perusahaan,

17
kebanyakan keputusan lokasi didasarkan pada pilihan (trade-off) antara biaya transport atau biaya input. Bila biaya
transport lebih tinggi dari biaya input local, maka perusahaan akan memilih lakasi bahan baku atau lokasi kota agar
dapat menghindari biaya transport lebih tinggi. Sebaliknya, bila biaya input local (misalnya, biaya tenaga kerja)
lebih tinggi dari biaya transport, maka perusahaan akan memilih lokasi input local hingga biaya input local tinggi
dapat terhindarkan.

            Dalam beberapa decade terakhir, biaya transport telah berkurang sebagai akibat inovasi-inovasi di bidang
transportasi (kapal samudra yang besar dan cepat, tekhnologi petikemas, perbaikan pada transportasi melalui
darat, laut dan udara, yang semuanya mengurangi biaya transport per satuan) dan di bidang produksi (yang
mengurangi bobot fisik bahan baku per satuan barang jadi). Akibatnya, lebih banyak dijumpai lokasi perusahaan di
lokasi input local daripada di lokasi bahan baku.

1)      TEORI KEPERILAKUAN

           

Teori Neoklasik dikritik oleh para penganjur teori keperilakuan. Para penganjur ini menekankan bahwa
dalam dunia nyata, para pengambil keputusan berbeda dalm tujuan, preferensi, pengetahuan, kemampuan, dan
rasionalitas. Teori keperilakuan mencoba membuat teori Neoklasik lebih realistik dengan memasukkan isu
preferensi lokasi dan struktur organisasi dalam menjelaskan pola lokasi industry. Para pengambil kebijakan
dicirikan sebagai “pemuas” karena realitasnya, mereka hanya memiliki informasi dan rasionalitas terbatas. Dengan
kata lain, focus perhatiannya adalah pengembangan teori proses pengambilan keputusan tentang lokasi yang amat
bervariasi antara perusahaan besar dan kecil.

            Kunci utama untuk menjelaska keperilakuan lokasi industry adalah dengan menjelaskan basaimana
perusahaan-perusaan dalam industry memandang, menerjemahkan, dan mengefaluasi informasi dan factor-faktor
yang mempengaruhi proses pemilihan lokasi industry. Kita dapat menyebut sebuah perusahaan dengan “pengolah
informasi” di mana lingkungan adalah sumber informasinya dan hubungan antara perusahaan dan lingkungan
terjadi karena arus informasi. Organisasi industry merupakan aspek penting dalam menjelaskan lokasi industry. Hal
ini terlihat dari karya pada pelopor paradigm keperilakuan, terutama Pred (1967), Townroe (1969), dan Stafford
(1972). Intinya, pilihan lokasi merupakan bagian keputusan investasi jangka panjang atau strategi yang kompleks,
tidak pasti, subyektif, dan dilakukan oleh pengambil keputusan secara individu atau grup. Oleh karena itu, lokasi
pabrik mencerminkan preferensi lokasional, yang membentuk dan dibentuk oleh proses pengambilan keputusan.

            Dicken (1971) dalam diskusinya mengenai penentuan lokasi industry mendefinisikan lingkungan keperilakun
sabagai bagian lingkungan yang objektif dan mencerminkan semua informasi tentang perekonomian (baik secara
ragional maupun global). Melalui lingkungan keperilakuan, perusahaan-perusahaan dalam suatu industry dapt
saling menerima dan mengirimkan arus informasi srta memberikan sinyal satu sama lain. Dalam praktiknya, inti
lingkungan keperilakuan geografis suatu perusahaan terdiri atas lokasi operasionalnya (dan komunitas
terkaitannya) serta pengetahuan khusus perusahaan. Lingkungan keperilakuan didefinisikan pula sebagai  berbagai
hubungan bisnis yang dikembangkan oleh perusahaan dengan para pemasok, konsumen, dan pemerintah.

            Perbedaan lingkungan keperilakuan bervariasi antara perusahaan kecil, perusahan dengan satu pabrik, dan
perusahaan transnasional. Pertama, lingkungan keprilakuan perusahaan transnasional secara geografis lebih
ekstensif dan perusahaan dengan satu pabrik dan perusahaan kecil. Kedua, dalam perusahaan kecil saluran
informasi umumnya lebih berpusat pada satu atau dua pengambil kebijakan dan lebih informal serta tidak
birokratis dari perusahaan transnasional.

GAMBAR

2)      TEORI RADIKAL

18
Para penganut teori radikal atau institusional menentang teori Neoklasik dan keperilakuan yang merupakan
arus utama dalam geografis ekonomi. Dalam konteks geografi industi, pendekatan radikal diasosiasikan dengan
geografi perusahaan atau teori strukturalis tentang lokasi industry. Teori tersebut “radikal” karena teori
menawarkan paradigm lain dalam melihat proses kapitalisme. Bertentangan dengan teori Neoklasik, teori Radikal
berpendapat bahwa proses persaingan tidak secara otomatis menjamin hasil yang secara social diinginkan, bahkan
menciptakan ketidakstabilan dan persaingan tidak sehat.

            Teori Radikal merupakan kritik terhadap teori Neoklasik. Metoderiset teori Neoklasik menggunakan car
berfikir ‘linier’ (mencakup car a neoklasik memaparkan teorinya, memformulasikan hipotesis, mengumpulkan data,
menguji hipotesis, dan mengevaluasi ulang teori). Kemudian, dalam menjelaskan lokasi industry secara stastik,
teori Neoklasik hanya memfokuskan pada variable ekonomi yang teratur. Cara demikian oleh teori
Radikaldipandang sebagai pendekatan yang sempit karena akan mengisolasi lokasi dari proses yang mendasar
(lebih mendalam) dan gagal dalam mn=enangkap pengaruh kenyataan yang dipenuhi ketidakpastian. Oleh sebab
itu, teori Radikal menggunakan studi kasus sebagai cara menangkap fenomena-fenomena yang kompleks dan
dinamis serta dipengaruhi factor local, global, nyata, maupun abstrak.

            Dalm derspektif teori Radikal, perilaku ekonomi mencakup perilaku lokasi harus mengetahui serta
memahami kondisi ekonomi politik. Dalm hal ini, kita mengambil contoh perusahaan transnasional. Perusahaan
transnasional memilii kemampuan memodifikasi atau bahkan memanipulasi lokasi serta pasar di mana mereka
beroperasi. Perusahaan tidak secara pasif merespons kekuatan dari luar untuk berkompetisi, tetapi secara aktif
mencari peluang untuk mengontrol pengaruh eksternal. Perusahaan transnasional menikmati kebebasan
merekadalm menentukan lokasi investasi dan menentukan serta memilih tenaga kerja yang mereka inginkan.
Kemampuan seperti demikian memberikan posisi tawar perusahaan-perusahaan transnasional dengan pemerintah
local dan nasional.

            Kaum strukturalis memandang pertumbuhan ekonomi dibawah system kapitalis adalah sumber krisis.
Menurut mereka, penjelasan mengenai lokasi industry haruslah ditempatkan pada tempat yang dalam, konteks
kekuatan globalyang lebih luas, serta hubungan produksi yang lebih luas.

            Teori Radikal menyatakan bahwa agen-agen ekonomi memiliki kekuatan untuk menciptakan perbedaan
serta mengubah lingkungannya serta hubungan antara perusahaan dengan lingkungannya. Teori ekonomi industry
modern Gilbraith tentang ‘black box’ dan kekuatan kompetatif yang diatur oleh ‘tangan gaib’ sudah tergantikan
oleh teori teknostruktur dan strategi-strategi yang dapat diterapkan serta struktur perusahaan besar yang
menciptakan bentuk persaingan monopolistic atau oligopolistic.

            Struktur perusahaan adalah pemanfaatan asset perusahaan yang bersifat fisik maupun manusia dalam
manufaktur dan kantor administrasi yang system operasionalnya terintegrasi. Struktur perusahaan berkaitan erat
dengan strategi perusahaan. Strategi muncul dari struktur dan pada gilirannya, mengubah struktur. Struktur
perusahaan diadaptasikan dengan implementasi strategi perusahaab. Chadler (1962) dalam tesisnya yang berjudul
“Structure Follows Strategy” menyatakan bahwa perusahaan yang berbasis di Amerika Serikat, seperti Ford,
mengimplementasikan strategi yang menciptakan operasi yang kompleks dan berkala besar, lalu pada gilirannya
menyebabkan perubahan pada jalur komando dan komunitas pada perusahaan.

            Idealnya, ketika perusahaan tumbuh, fungsi kewirausahaan didesentralisasi Karena para wirausaha secara
progresif digantikan oleh kelompok-kelompok manajer dengan departemen pendukung, divisi berdasarkan fungsi
(missal: akuntansi, produksi, keuangan, pemasaran, dan personalia), lini produk, dan operasi geografis. Dalam
konteks strategi, bentuk organisasi semacam ini disebut multidivisional atau ‘M’ (Kuncoro, 2006). Sejalan dengan
disentralisasi fungsi pengambilan keputusan, perusahaan mengembangkan cara-cara baru mengintegrasikan dan
mengkoordinasikan operasi perusahaan yang telah terdiversifikasi dan menyebar secar geografis. Dalam derspektif
ini, integrasi menghubungkan aliran informasi dalm perusahaan, mekanisme pemantauan dan keseimbangan
otonomi, serta menjaga tanggung jawab yang masih tersentralisasi. Dalam perusahaan besar saperti NTC,
keputusan atas strategi dan struktur menjadi tanggung jawab teknosstruktur, yaitu birokrasi di mana koalisi
kelompok kepentingan memiliki perbedaan pandangan tentang strategi dan struktur.

C.   Butir-butir Penting Teori Perusahaan

19
Berikut adalah butir-butir penting teori perusahaan :

1. Perusahaan bisnis adalah kombinasi antara antara: orang, asset fisik dan  keuangan, serta system dan   informasi
informasi.

2. Orang yang terlibat langsung langsung: shareholders, management, employee,


supplier, customers mereka dipengaruhi secara langsung oleh operasional perusahaan perusahaan.

3. Society (stakeholders) kegiatan firm yaitu:

(1) Bisnis stakeholders dipengaruhi oleh karena gunakan sumberdaya yang langka langka;

(2) Bisnis membayar pajak pajak;

(3) Bisnis menyediakan pekerjaan pekerjaan; dan

(4) Bisnis memproduksi barang dan jasa untuk masyarakat masyarakat. Oleh karena itu, perusahaan harus 
beroperasi secara optimal optimal. Teori Perusahaan mengakui maksimisasi laba sebagai sasaran utama
perusahaan perusahaan. Pertama Pertama-tama maksimisasi laba jangka pendek pendek. Untuk jangka panjang,
maksimisasi nilai yang diharapkan (expected value value).

D.    Keterbatasan Teori Perusahaan

Tujuan perusahaan saat ini tidak hanya untuk memaksimumkan nilai perusahaan. Pernyataan ini pun didukung
oleh beberapa tokoh diantaranya:

1.      Maximization of sales (William Banmoldb), yang mengatakan bahwa manajer perusahaan modern akan
memaksimumkan penjualan setelah keuntungan yang diperoleh telah memadai untuk memuaskan para pemegang
saham (stock holders). Jika tidak memaksimumkan penjualan maka anggota akan di pecat, tetapi koperasi tidak.

2.      Maximization of management utility (Oliver Williamson), yang mengatakan bahwa sebagai akibat dari
pemisahaan manajemen dengan pemilik (separation of management from ownership), para manajer lebih tertarik
untuk memaksimumkan penggunaan manajemen yang diukur dengan kompensasi seperti gaji, tunjangan
tambahan (fringe benefit), pemberian saham (stock option), dan sebagainya, daripada memaksimumkan
keuntungan perusahaan. Antara pemilik da anggota terjadi perbedaan yang mencolok, tetapi koperasi tidak

3.      Satisfying Behaviour (Herbert Simon), Didalam perusahaan modern yang sangat dan kompleks, dimana tugas
manajemen menjadi sangat rumit dan penuh ketidakpastian kerana kekurangan data, maka manajer tidak mampu
memaksimumkan keuntungan tapi hanya dapat berjuang untuk memuaskan beberapa tujuan yang berkaitan
dengan penjualan (sales), pertumbuhan (growth), pangsa pasar(market share),dll. Hanya satu pihak yang berjuang,
tetapi koperasi semua anggota berperan penting.

E.    Nilai Perusahaan (Value Of The Firm)

Nilai perusahaan (Value Of The Firm) merupakan kondisi tertentu yang telah dicapai oleh suatu perusahaan
sebagai gambaran dari kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan setelah melalui suatu proses kegiatan
selama beberapa tahun, yaitu sejak perusahaan tersebut didirikan sampai dengan saat ini. Meningkatnya nilai
perusahaan adalah sebuah prestasi, yang sesuai dengan keinginan para pemiliknya, karena dengan meningkatnya
nilai perusahaan, maka kesejahteraan para pemilik juga akan meningkat.

Nilai Perusahaan sangat penting karena dengan nilai perusahaan yang tinggi akan diikuti oleh tingginya
kemakmuran pemegang saham (Bringham Gapensi, 1996). Semakin tinggi harga saham semakin tinggi nilai
perusahaan. Nilai perusahaan yang tinggi menjadi keinginan para pemilik perusahaan, sebab dengan nilai yang
tinggi menunjukkan kemakmuran pemegang saham juga tinggi. Kekayaan pemegang saham dan perusahaan

20
dipresentasikan oleh harga pasar dari saham yang merupakan cerminan dari keputusan investasi, pendanaan
(financing), dan manajemen asset.

Menurut Fama (1978) dalam Untung Wahyudi, et.al, nilai perusahaan akan tercermin dari harga sahamnya.
Harga pasar dari saham perusahaan yang terbentuk antara pembeli dan penjual di saat terjadi transaksi disebut
nilai pasar perusahaan, karena harga pasar saham dianggap cerminan dari nilai asset perusahaan sesungguhnya.
Nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator nilai pasar saham sangat dipengaruhi oleh peluang-peluang
investasi. Adanya peluang investasi dapat memberikan sinyal positif tentang pertumbuhan perusahaan di masa
yang akan datang, sehingga akan meningkatkan harga saham, dengan meningkatnya harga saham maka nilai
perusahaan pun akan meningkat.

F.    Indikator - indikator yang mempengaruhi nilai perusahaan

Pertama, PER (Price Earning Ratio) yaitu rasio yang mengukur seberapa besar perbandingan antara harga
saham perusahaan dengan keuntungan yang diperoleh para pemegang saham. (Sutrisno, 2000 dalam Mohammad
Usman, 2001 dalam Malla Bahagia, 2008). Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi PER adalah : Tingkat
pertumbuhan laba,  Dividend Payout Ratio dan Tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh pemodal. Menurut
Basuku Yusuf, (2005) dalam Malla Bahagia (2008), hubungan faktor-faktor tersebut terhadap PER dapat dijelaskan
sebagai berikut :

1.                  Semakin tinggi Pertumbuhan laba semakin tinggi PER nya, dengan kata lain hubungan antara
pertumbuhan laba dengan PER nya bersifat positif. Hal ini dikarenakan bahwa prospek perusahaan di masa yang
akan datang dilihat dari pertumbuhan laba, dengan laba perusahaan yang tinggi menunjukkan kemampuan
perusahaan dalam mengelola biaya yang dikeluarkan secara efisien. Laba bersih yang tinggi menunjukkan earning
per share yang tinggi, yang berarti perusahaan mempunyai tingkat profitabilitas yang baik, dengan tingkat
profitabilitas yang tinggi dapat meningkatkan kepercayaan pemodal untuk berinvestasi pada perusahaan tersebut
sehingga saham-saham dari perusahaan yang memiliki tingkat profitabilitas dan pertumbuhan laba yang tinggi
akan memiliki PER yang tinggi pula, karena saham-saham akan lebih diminati di bursa sehingga kecenderungan
harganya meningkat lebih besar.

2.                  Semakin tinggi Dividend Payout Ratio (DPR), semakin tinggi PER nya. DPR memiliki hubungan positif
dengan PER, dimana DPR menentukan besarnya dividen yang diterima oleh pemilik saham dan besarnya dividen ini
secara positif dapat mempengaruhi harga saham terutama pada pasar modal didominasi yang mempunyai strategi
mangejar dividen sebagai target utama, maka semakin tinggi dividen semakin tinggi PER.

3.                  Semakin tinggi Required Rate of Return (r) semakin rendah PER, r merupakan tingkat keuntungan yang
dianggap layak bagi investasi saham, atau disebut juga sebagai tingkat keuntungan yang disyaratkan. Jika
keuntungan yang diperoleh dari investasi tersebut ternyata lebih kecil dari tingkat keuntungan yang disyaratkan,
berarti hal ini menunjukkan investasi tersebut kurang menarik, sehingga dapat menyebabkan turunnya harga
saham tersebut dan sebaliknya. Dengan begitu r memiliki hubungan yang negatif dengan PER, semakin tinggi
tingkat keuntungan yang diisyaratkan semakin rendah nilai PER-nya. PER adalah fungsi dari perubahan
kemampuan laba yang diharapkan di masa yang akan datang. Semakin besar PER, maka semakin besar pula
kemungkinan perusahaan untuk tumbuh sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan.

Kedua, PBV (Price Book Value), Rasio ini mengukur nilai yang diberikan pasar keuangan kepada manajemen
dan organisasi perusahaan sebagai sebuah perusahaan yang terus tumbuh (Brigham, 1999: 92).

G.    Pengertian Arus Kas Bebas

21
Arti sederhana dan singkat Arus Kas Bebas adalah sisa perhitungan arus kas yang dihasilkan oleh suatu
perusahaan di akhir suatu periode keuangan (kuartalan atau tahunan) setelah membayar gaji, biaya produksi,
tagihan, cicilan hutang berikut bunganya, pajak, dan juga belanja modal (capital expenditure) untuk
pengembangan usaha. Sisa uang inilah yang disebut Arus Kas Bebas. Meski dinamakan bebas tapi manajemen tidak
bisa sebebasnya menggunakan uang ini karena uang sisa inilah yang bisa digunakan untuk mengembangkan usaha,
kalau tidak mengambil dana dari hutang dan sumber dana lainnya.

Berbeda dengan pendekatan arus deviden yang menghitung nilai per lembar saham (atau secara agregat)
nilai seluruh modal sendiri, metode free cash flow ini bisa berkembang dari sekedar penilaian saham biasa sampai
kepada penilaian perusahaan secara keseluruhan. Apabila dalam pendekatan arus deviden kita memfokuskan pada
besarnya giliran deviden per tahunnya, dalam pendekatan ini kita memfokuskan pada besarnya hasil kegiatan
operasi perusahaan yang diukur dengan net operating income-nya (NOI).

H.   Market Value

Perlu diingat bahwa istilah nilai tidaklah berdiri sendiri, karena ia harus diikuti dengan kata lain sehingga
menjadi sebuah frasa, misalnya nilai pasar, Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), nilai likuidasi dan lain-lain. Penyusun
berpesan, jangan sampai menyebut istilah nilai saja, tetapi harus diikuti dengan istilah yang lain. MAPPI (2007)
mendefinisikan Nilai Pasar sebagai “Estimasi jumlah uang pada tanggal penilaian yang dapat diperoleh dari
transaksi jual beli atau hasil penukaran suatu aset antara pembeli yang berminat membeli dan penjual yang
berminat menjual dalam suatu transaksi bebas ikatan, yang pemasarannya dilakukan secara layak, dimana kedua
pihak masing-masing mengetahui, bertindak hati-hati dan tanpa paksaan.”

Berikut ini adalah contoh-contoh situasi yang tidak memenuhi persyaratan nilai pasar yaitu (1) Penjual dan
pembeli yang memiliki hubungan persaudaraan, sehingga harga transaksi lebih rendah dari nilai pasar; (2) Penjual
dan pembeli adalah tetangga yang posisi rumah bersebelahan (berhimpitan), akibatnya, pihak pembeli berani
membayar lebih tinggi dari nilai yang sewajarnya dengan pertimbangan bahwa tambahan perluasan arah
horisontal lebih disukai daripada arah vertikal; (3) Hubungan antara penjual dan pembeli adalah antara anak
dengan induk perusahaan, sehingga harga yang terjadi lebih rendah dari nilai pasar; (4) Pada penjualan properti
untuk pelunasan hutang biasanya harga yang terjadi lebih rendah dari nilai pasar. Hali ini disebabkan oleh
keterbatasan waktu dalam pemasaran (menemukan calon pembeli); (5) Transaksi pada pembebasan tanah untuk
kepentingan umum, biasanya harga yang terjadi lebih rendah dari nilai pasar.

a)      Teori Uang Al-Ghazali

Secara konvensional teori keuangan (moneter) dapat disederhanakan menjadi dua jenis, yakni teori stock
concept dan teori flow concept. Teori pertama diwakili oleh kelompok Chambridge School,
kelompok Keynesiandan Marshall (Alfred Marshall)-Pigou. Sedangkan teori kedua dipelopori oleh Irving Fisher,
Friedman dan kaummonetaris (Michael G. Rukhstad, 1992).

Perbedaan kedua teori terletak pada asumsi yang dipakai serta cara pandang dan model analisis yang
diterapkan (Ahmad Dimyati, 2007). Dalam flow concept uang dianggap sebagai public good, sedangkan
paradigmastock concept melihat uang sebagai private good. Flow concept memisahkan antara uang dan modal
(capital), dimana uang diasumsikan selalu dalam keadaan flow (mengalir) sedangkan modal dianggap
sebagai stock. Akan tetapi dalam pandangan stock concept, baik uang maupun modal sama-sama dianggap stock.

Irving Fisher dari kelompok Flow concept menyatakan bahwa besarnya tingkat pendapatan masyarakat
dapat diukur oleh tingkat kecepatan peredaran uang. Pertanyaan mendasar dalam teori ini adalah berapa kali uang
yang berada dalam masyarakat berpindah tangan dalam suatu periode tertentu. Pertanyaan dasar ini kemudian

22
membangun suatu hipotesis bahwa “pada hakekatnya perubahan dalam uang beredar (velositas) akan
menimbulkan perubahan yang sama cepatnya terhadap harga-harga”. Teori yang dibangun Fisher ini kemudian
dikenal denganteori kuantitas uang. Selanjutnya Fisher mengatakan tidak ada korelasi sama sekali antara
kebutuhan memegang uang (demand for holding money) dengan tingkat suku bunga (Sadono Sukirno, 2000).

Sedangkan Marshall-Pigou dari kelompok stock concept menyatakan bahwa tingkat demand for holding


money merupakan indikator bagi tingkat pendapatan masyarakat. Pertanyaan dasar dalam konsep ini adalah
berapa besarkah uang yang dipegang atau disimpan oleh masyarakat dalam bentuk tunai dalam suatu periode
waktu tertentu. Konsep ini kemudian disebut teori sisa tunai (Adiwarman Karim, 2003).

Ekonomi syariah memandang bahwa uang adalah uang. Dalam arti ia hanya memerankan fungsinya sebagai
alat tukar. Karena itulah uang merupakan public good yang harus selalu dalam keadaan mengalir atau
beredar/flow(Chapra, 2001). Sehingga praktek-praktek yang menghambat peredaran uang seperti money
hoarding sangat ditentang. Bila dibandingkan dengan konsep ekonomi konvensional, maka ekonomi syariah
menolak demand for holding money, sebagaimana dalam stock concept. Sedangkan dengan paradigma flow
concept terdapat persamaan persepsi. Di antara pakar terkemuka ekonomi syariah adalah al-Ghazali. Al-Ghazali
mendefinisikan uang sebagai: Barang atau benda yang berfungsi sebagai sarana mendapatkan barang lain. Uang
adalah barang yang disepakati fungsinya sebagai media pertukaran (medium of exchange). Benda tersebut
dianggap tidak mempunyai nilai sebagai barang (nilai intrinsic). Nilai benda yang berfungsi sebagai alat tukar. Nilai
“peran” dalam benda yang berfungsi sebagai uang adalah nilai tukar dan nilai nominalnya. Karena itu ia
mengibaratkan uang sebagai cermin yang tidak mempunyai warna sendiri, tetapi mampu merefleksikan semua
jenis warna (Al-Ghazali, 1963).

Ketika uang dimaknai dalam kerangka flow concept, maka sebenarnya sebuah mata uang hanya akan
berfungsi sebagai uang apabila ia beredar atau mengalir dalam masyarakat. Dalam pandangan teori flow
concept tingkat pendapatan masyarakat tidak semata-mata ditunjukkan oleh jumlah uang yang dipegang, tetapi
benar-benar produktif. Kriteria uang produktif dapat ditunjukkan oleh keterkaitannya dengan sektor riil berupa
perdagangan (trade) atas barang-barang komoditas dan tingkat harga barang-barang itu sendiri (Adiwarman A.
Karim, 2007).

Uang dalam pengertian flow concept dipisahkan dengan pengertian capital. Hal ini bertolak belakang
dengan pengertian uang dalam stock concept. Dalam pengertian yang kedua, uang diartikan secara bolak-balik
(interchengeability), antara uang sebagai uang dan uang sebagai capital (Fuad Mohd. Fachruddin, 1961).

Kesesuaian pemikiran al-Gazali dengan konsep pertama, yakni flow concept berimplikasi terhadap


penjelasan mengenai fungsi dan motif permintaan uang. Motif transaksi dalam permintaan uang merupakan
permintaan yang timbul karena adanya kebutuhan untuk membayar transaksi biasa/wajar. Motif ini timbul dalam
kaitannya dengan fungsi uang sebagai medium of exchange. Sedangkan motif berjaga-jaga (precautionary motive)
merupakan permintaan uang yang timbul untuk memenuhi kebutuhan akan kemungkinan yang muncul tidak
terduga. Motif spekulatif (speculative motive) adalah motif permintaan terhadap uang yang sifatnya untuk
mendapatkan keuntungan dari adanya peluang dalam pasar komoditi, stock market, financial market dan foreign
exchange. Menurut Keynes money demand for transactions ditentukan oleh tingkat pendapatan, money demand
for precautionjuga ditentukan oleh tingkat pendapatan. Sedangkan money demand for speculation ditentukan
oleh tingkat suku bunga. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

Mdtr = f  (y) ............................................. (1)

Mdpr = f  (y) .............................................(2)

Mdsp = f  (i) ............................................. (3)

Dimana Mdtr adalah money demand for transactions, Mdpr adalah money demand for precaution dan
Mdsp adalah money demand for speculation. Sedangkan f (y) merupakan fungsi dari pendapatan dan f(i) adalah
fungsiinterest (bunga).

23
Menurut al-Ghazali (1963), permintaan terhadap uang dengan motif spekulasi (dalam bentuk kanz Muchlis,
Teori Bagi Hasil (Profit And Loss Sharing) dan Perbankan Syariah Dalam Ekonomi Syariah al-mal) tidak diakui
bahkan dilarang. Hal ini berkait dengan fungsi uang yang menurutnya tidak untuk alat penimbun kekayaan (store
of value). Secara tegas al-Ghazali menentang praktek riba yang salah satunya dalam bentuk interest atau bunga
yang menjadi motif dalam permintaan uang untuk spekulasi (Muhammad Akram Khan, 1981). Karena permintaan
uang dalam pandangan al-Ghazali hanya untuk dua tujuan, yaitu tujuan transaksi dan tujuan berjaga-jaga, maka
permintaan uang menurut syariah adalah sebagai berikut:

Md = Mdtr + Mdpr ................................. (4)

Md adalah jumlah permintaan uang secara keseluruhan, Mdtr = permintaan uang untuk tujuan transaksi
dan Mdpr = permintaan uang untuk tujuan berjaga-jaga. Fungsi uang yang hanya sebagai alat tukar dan satuan
hitung dalam pandangan ekonomi syariah membawa implikasi bahwa uang tidak bisa memberikan kepuasan
secara langsung (direct utility). Sebaliknya uang hanya memberikan indirect utility karena uang hanya intermediary
form (Syafi’i Antonio, 1999).

b)     Teori Bagi Hasil (Profit and Loss Sharing)

Keharaman bunga dalam syariah membawa konsekuensi adanya penghapusan bunga secara mutlak. Teori
PLS dibangun sebagai tawaran baru di luar sistem bunga yang cenderung tidak mencerminkan keadilan
(injustice/dzalim) karena memberikan diskriminasi terhadap pembagian resiko maupun untung bagi para pelaku
ekonomi (Sadeq, 1992). Principles of Islamic finance dibangun atas dasar larangan riba, larangan gharar, tuntunan
bisnis halal, resiko bisnis ditanggung bersama, dan transaksi ekonomi berlandaskan pada pertimbangan memenuhi
rasa keadilan (Alsadek, et al., 2006). Profit-loss sharing berarti keuntungan dan atau kerugian yang mungkin timbul
dari kegiatan ekonomi/bisnis ditanggung bersama-sama. Dalam atribut nisbah bagi hasil tidak terdapat suatu fixed
and certain return sebagaimana bunga, tetapi dilakukan profit and loss sharing berdasarkan produktifitas nyata
dari produk tersebut (Adiwarman Karim, 2001).

Sebenarnya dalam perekonomian modern pembiayaan dengan sistem PLS sudah biasa terjadi dalam
berbagai kegiatan penyertaan modal (equity financing) bisnis. Kepemilikan saham dalam suatu perseroan
merupakan contoh populer dalam penyertaan modal. Pemegang saham akan menerima keuntungan berupa
deviden sekaligus menanggung resiko jika perusahaan mengalami kerugian (Hendri Anto, 2003).

Dalam sistem Profit Loss Sharing harga modal ditentukan secara bersama dengan peran dari
kewirausahaan.Price of capital dan entrepreneurship merupakan kesatuan integratif yang secara bersama-sama
harus diperhitungkan dalam menentukan harga faktor produksi. Dalam pandangan syariah uang dapat
dikembangkan hanya dengan suatu produktifitas nyata. Tidak ada tambahan atas pokok uang yang tidak
menghasilkan produktifitas.

Dalam perjanjian bagi hasil yang disepakati adalah proporsi pembagian hasil (disebut nisbah bagi hasil)
dalam ukuran persentase atas kemungkinan hasil produktifitas nyata. Nilai nominal bagi hasil yang nyata-nyata
diterima, baru dapat diketahui setelah hasil pemanfaatan dana tersebut benar-benar telah ada (ex post
phenomenon, bukan ex ente). Nisbah bagi hasil ditentukan berdasarkan kesepakatan pihak-pihak yang bekerja
sama. Besarnya nisbah biasanya akan dipengaruhi oleh pertimbangan kontribusi masing-masing pihak dalam
bekerja sama (share and partnership) dan prospek perolehan keuntungan (expected return) serta tingkat resiko
yang mungkin terjadi (expected risk) (Hendri Anto, 2003). Secara matematis dapat diformulasikan menjadi :

BH = f (S, p, 0) ................................ (5)

Keterangan:

BH = bagi hasil

24
S = share on partnership

p = exspected return

0 = expected risk

Kesepakatan suatu tingkat nisbah terlebih dahulu harus memperhatikan ketiga faktor tersebut. Faktor
pertama,share on partnership merupakan sesuatu yang telah nyata dan terukur. Oleh karenanya tidak
memerlukan perhatian khusus. Dua faktor terakhir, expected return, dan expected risk memerlukan perhatian
khusus. Oleh karenanya kemampuan untuk memperkirakan keuntungan maupun resiko yang mungkin terjadi
dalam kerjasama yang berlandaskan PLS mutlak dibutuhkan, terutama pada aspek kemungkinan resiko. Hal ini
karena, pertama, resiko memiliki efek negatif bagi usaha. Semakin besar resiko semakin mengurangi nilai
keuntungan usaha. Kedua, resiko memiliki sumber, cakupan dan sifat yang seringkali tidak memperhitungkan data
secara cermat. Ketiga, perkiraan atas keuntungan biasanya memasukkan perhitungan variabel resiko.

Pada dasarnya suatu resiko muncul karena ada ketidakpastian (uncertainty) di masa depan. Van Deer
Heidjen (1996) membagi ketidakpastian menjadi 3 kategori yaitu, (1). Risk,  Kemunculannya berkemungkinan
memiliki preseden historis dan dapat dilakukan estimasi probabilitas untuk tiap hasil yang mungkin muncul.
(2). Structural uncertainties, Kemungkinan terjadinya suatu hasil bersifat unik, tidak memiliki preseden di masa
lalu. Akan tetapi tetap berkemungkinan terjadi dalam logika kausalitas. (3) Unknowables, Kemunculan kejadian
secara ekstrim tidak terbayangkan sebelumnya. Dalam kategori ini resiko merupakan sebutan bagi kemungkinan
kejadian yang ada preseden historisnya dan mengikuti suatu distribusi probabilitas. Karenanya, resiko
sesungguhnya dapat diperkirakan  setidaknya secara teoritis. Sedangkan Al Sultan (1999) menggunakan kata resiko
untuk segala sesuatu yang terjadi secara tidak pasti di masa depan.

Resiko dibagi menjadi 2 aspek, yakni: Pasive risk, yaitu sebuah resiko yang terjadi dan benar-benar tidak ada
perkiraan dan perhitungan yang dapat dipakai, dan tidak diketahui jawabannya. Perkiraan atas resiko ini hanya
mengandalkan keberuntungan (game of chance), karena seseorang hanya dapat bersifat pasif. Responsive risk,
yaitu resiko yang kemunculannya memiliki penjelasan kausalitas dan distribusi probabilitas. Resiko ini dapat
diperkirakan dengan menggunakan cara-cara tertentu. Memperkirakan resiko responsif ini sering disebut game of
skill, karena perkiraannya didasarkan atas skill tertentu.

Dalam batas-batas tertentu resiko dapat diperkirakan, sehingga penerimaan seseorang atas nisbah bagi
hasil tidak selalu bersifat spekulatif. Resiko adalah sebuah konsekuensi dari aktifitas produktif. Resiko yang perlu
dihindari adalah yang tidak dapat diperkirakan, seperti pasive risk atau unknowables. Resiko seperti ini dalam
terminologi fiqh mu’amalah disebut gharar yang benar-benar bersifat spekulatif. Gharar terjadi karena seseorang
sama sekali tidak (dapat) mengetahui kemungkinan terjadinya sesuatu, sehingga bersifat perjudian atau game of
chance. Jika satu pihak menerima keuntungan, maka pihak lain pasti mengalami kerugian. Hal ini berarti telah
terjadi win lose solution. Transaksi syariah adalah mencerminkan positive sum game atau win-win
solutionsebagaimana dalam ajaran teori profit loss sharing.

Dengan berlandaskan kerangka teori fiqh mu’amalah (syariah) maka dapat dinyatakan, bahwa sistem bunga
masuk dalam kategori ruang lingkup gharar. Hal ini karena dalam prosesnya mempunyai sifat game of
chance.Secara operasional perbedaan bunga dan NBH (nisbah bagi hasil) dapat dijabarkan melalui kerangka
penjelasan Tabel 1.

Teori PLS dikembangkan dalam dua model, yakni model mudharabah dan musyarakah.


Model Mudharabahmerujuk pada bentuk kerjasama usaha antara dua belah pihak. Pihak pertama (shahibul maal)
menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola dana (mudharib) (Zainul Arifin, 2000).
Model musyarakahadalah akad kerjasama.

Tabel 1. Perbedaan Bunga dengan Bagi Hasil

Bunga Bagi Hasil (BH)

25
Tidak terdapat risk and Berdasarkan risk and
return sharing. return sharing.
Besarnya bunga Besarnya nisbah bagi
ditentukan pada saat hasil
akad. Jadi, terdapat
asumsi pemakaian disepakati pada saat
dana pasti akad dibuat dengan
mendatangkan berpedoman pada
keuntungan kemungkinan adanya
Berdasarkan risk and resiko untung-rugi
return sharing.

Besarnya bunga Besaran nisbah bagi


berdasarkan hasil berdasarkan
persentase atas modal persentase atas
(pokok pinjaman). keuntungan
Besaran bunga
biasanya lebih yang diperoleh.
ditentukan Besaran nisbah bagi
berdasarkan hasil disepakati

tingkat bunga pasar lebih didasarkan atas


(market interest rate) konstribusi masing-
masing pihak, prospek

perolehan keuntungan,
dan tingkat resiko yang
mungkin terjadi

Pembayaran bunga Jumlah nominal bagi


tetap sebagai mana hasil akan berfluktuasi
dalam perjanjian, tidak sesuai dengan
keuntungan
terpengaruh pada hasil
riil dari pemanfaatan riil dari pemanfaatan
dana dana

Eksistensi bunga eksistensinya


diragukan oleh hampir berdasarkan nilai-nilai
semua agama samawi, keadilan yang
bersumber
para pemikir besar,
bahkan ekonom dari syariah Islam

Sumber: Syafi’i Antonio (2001).

Muchlis, Teori Bagi Hasil (Profit And Loss Sharing) dan Perbankan Syariah Dalam Ekonomi Syariah  antara dua pihak
atau lebih untuk menjalankan suatu usaha tertentu. Masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan
kesepakatan keuntungan dan resiko ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan (Zainul Arifin, 2000).

c)      Sharing Model mudharabah (Trust financing)

26
Model ini disebut mudharabah karena pada saat akad kerjasama usaha satu pihak memberikan kontribusi
permodalan sedangkan pihak lain memberikan kontribusi kewirausahaan dalam bentuk tenaga, pikiran atau
manajemen. Pihak pertama disebut sahib al maal (financier), sedangkan pihak kedua
disebut mudharib(enterpreneur). Dalam skema ini permodalan 100 % menjadi tanggungan sahib al maal.
Sedangkan manajemen sepenuhnya menjadi tanggungjawab mudharib.

Sementara itu pertimbangan adanya keterbatasan dalam penyediaan modal mendorong digunakannya
istilahscarcity adjusted demand Sumbu horisontal bawah menunjukkan porsi permodalan dari shahibul
maal. Sedangkan sumbu horisontal atas menunjukkan porsi kontribusi kewirausahaan dari mudharib. Sumbu
vertikal sebelah kiri mununjukkan nisbah bagi hasil yang diterima oleh shahibul maal. Sedangkan sumbu sebelah
kanan menunjukkan nisbah yang diterima oleh mudharib. Kurva penawaran S memiliki lereng positif, yang berarti
semakin tinggi porsi bagi hasil yang diterima oleh shahibul maal, maka akan semakin meningkat kesediaannya
untuk menawarkan modal. Di sisi sebaliknya, kenaikan porsi bagi hasil yang diterima oleh shahib al maal ini berarti
menurunnya porsi yang diterima oleh mudharib. Karenanya kurva permintaan D berlereng negatif, yang berarti
meningkatnya porsi bagi hasil yang diterima shahib al maal berdampak mengurangi permintaan modal dari
para mudharib.

Tingkat nisbah bagi hasil yang terjadi dihasilkan dari perpotongan kurva penawaran S dan permintaan D.
Dalam gambar di atas perpotongan ini menghasilkan nisbah bagi hasil 40 : 60, yaitu 40 persen untuk shahib al maal
dan 60 persen untuk mudharib. Analisis seperti ini akan berlaku dalam kasus terdapat keuntungan (positive return)
dari kerjasama tersebut. Dalam kasus terjadi kerugian (negative return), maka shahib al maal akan menanggung
seluruh kerugian permodalan, sedangkan mudharib tidak mendapat bagian pendapatan
apapun. Mudharibmenanggung kerugian tenaga, pikiran, dan manajemen yang telah dicurahkan untuk
menjalankan kegiatan bisnis. Dalam kasus tidak terdapat keuntungan dan kerugian (zero return), maka tidak ada
pembagian apapun di antara keduanya. Dengan demikian, dalam mudharabah harga modal (price of capital) akan
ditentukan bersama-sama dengan harga dari kewirausahaan (price enterpreneurship).

d)     Model Musyarakah (partnership)

Skema model musyarakah menunjukkan masing-masing pihak memberikan kontribusi dalam pemodalan.
Mereka sepakat untuk melakukan profit loss sharing. Formula menentukan nisbah bagi hasil dapat dijelaskan
sebagai berikut: Nisbah bagi hasil di antara partner ditentukan berdasarkan porsi masing-masing dalam
permodalan. Bila ada dua orang melakukan musyarakah dengan menyetor modal masing-masing 50%, maka
nisbah bagi hasilnya juga 50:50. Pendapat ini banyak dianut kalangan madzhab Syafi’i dan Maliki. Nisbah bagi hasil
di antara partner ditentukan atas pertimbangan kontribusi dalam organisasi dan kewirausahaan. Dalam skema ini
memungkinkan seseorang mendapatkan porsi bagi hasil lebih besar atau lebih kecil dari porsi kontribusinya dalam
permodalan. Hal ini karena memiliki kontribusi lebih besar atau lebih kecil dalam organisasi dan kewirausahaan.
Pendapat ini banyak dianut kalangan madzhab Hambali dan Hanafi.

Gambar 2 menunjukkan sumbu horisontal sisi bawah menunjukkan porsi kontribusi permodalan dari pihak
A, sedangkan sumbu atas adalah kontribusi pihak B. Dalam gambar tersebut mengilustrasikan porsi permodalan A
adalah 25%, sedang sisanya (75%) merupakan kontribusi dari B. Sumbu vertikal sebelah kiri menunjukkan porsi
bagi hasil yang diterima oleh A (PHBA), sedangkan yang sebelah kanan adalah porsi bagi hasil yang diterima oleh B
(PBHB). Bilamana ketentuan pendapat pertama yang digunakan dalam nisbah bagi hasil, maka keduanya akan
mendapatkan sesuai kontribusi permodalannya. Oleh karena itu posisi nisbah bagi hasil untuk berbagai tingkat
kontribusi modal akan mengikuti sepanjang garis OA R OB. Penetapan pendapat kedua akan menghasilkan pola
atau titik-titik nisbah bagi hasil yang berbeda. Karena nisbah bagi hasil tidak paralel dengan kontribusi
permodalannya, maka nisbah ini akan mengikuti pola garis di luar OAROB, yaitu OANOB atau OAMOB. Misalnya

27
jika kedua pihak, A dan B menyepakati nisbah bagi hasil 50 : 50, maka titik nisbah ini adalah titik N. Dalam hal ini A
akan mendapatkan porsi 50%, meskipun kontribusi permodalannya hanya 25%. Si A mendapatkan porsi hasil lebih
besar dari kontribusi permodalannya, sedangkan B menerima lebih kecil.

Seandainya tidak terdapat keuntungan, maka tidak terjadi bagi hasil. Akan tetapi bila terjadi kerugian, maka
kerugian akan dibagi di antara para partner berdasarkan porsi kontribusi masing-masing dalam permodalan.
Pembagian kerugian seperti ini lebih banyak diterima oleh pendapat mayoritas (jumhur al ulama), baik ketika
nisbah bagi hasil didasarkan pada porsi kontribusi permodalan (pendapat utama) atau pada organisasi dan
kewirausahaan (pendapat kedua). Dengan demikian garis OAROB sekaligus merupakan titik-titik nisbah bagi
kerugian.

Terdapat berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan sebagai upaya pengujian teori PLS sekaligus dalam
rangka pengembangan. Gerrard dan Cunningham (1997) melakukan penelitian terhadap 190 responden muslim
dan non-muslim di Singapura dengan kesimpulan bahwa nasabah non muslim meletakkan faktor tingkat NBH
sebagai variabel utama memanfaatkan bank syariah. Secara lebih luas Gerrard menyimpulkan bahwa sikap dan
pandangan Muslim dan non Muslim mengenai motivasi religious  dan profitabilitas adalah berbeda. Layanan yang
cepat dan efisien serta kerahasiaan merupakan faktor-faktor utama dalam memilih layanan bank. Nasabah non-
muslim memberi peringkat tertinggi pada return  berupa NBH yang bersaing dengan pendapatan karena bunga.
Sedangkan bagi nasabah muslim profitabilitas NBH bukan faktor utama pemanfaatan bank syariah.

Jalaluddin dan Metwally (1999) meneliti 385 perusahaan kecil di Sydney Australia dengan kesimpulan bahwa,
pendapatan NBH dijadikan faktor paling dominan dalam memanfaatkan bank syariah karena tingginya bunga
pinjaman. Jalaluddin (1999a) melakukan riset terhadap 80 lembaga keuangan di Sydney Australia. Teknik analisis
data penelitian menggunakan analisis faktor dan diskriminan berganda. Hasil penelitian menunjukkan 41,2%
lembaga keuangan mengindikasikan kesiapan mereka memberikan kredit berdasarkan bagi hasil. Dukungan bisnis
merupakan motivasi utama kepada lembaga keuangan untuk menerapkan metode pembiayaan bagi hasil. Para
responden menyatakan bahwa pembayaran bunga kadang-kadang menciptakan kesulitan bagi bisnis.
Ketidakbiasaan untuk bagi resiko dengan kreditur merupakan alasan-alasan utama terhadap ketidaksiapan
lembaga keuangan untuk memberi  kredit berdasarkan bagi hasil. Pertumbuhan permintaan dana merupakan
faktor yang paling signifikan dalam membedakan antara perusahaan-perusahaan keuangan yang siap memberikan
kredit berdasarkan bagi hasil. Pada tahun yang sama dengan teknik dan metode yang persis, tetapi dengan
responden berbeda Jalaluddin (1999b) melakukan penelitian terhadap 385 bisnis kecil di Sydney Australia. Hasil
penelitian menunjukkan, bahwa 59,5% perusahaan bisnis kecil tertarik menggunakan metode pembiayaan bagi
hasil. Dukungan bisnis merupakan motivasi utama di dalam menerapkan metode pembiayaan bagi hasil.

Humayon dan Presley (2001) melakukan penelitian tentang Lack of Profit Loss Sharing in Islamic Banking:
Management and Control Imbalances. Variabel dependen adalah penerapan PLS pada perbankan syariah dan
variabel independen terdiri dari aplikasi manajemen dan fungsi kontrol. Teori dasar yang digunakan dalam
penelitian ini adalah PLS (Profit Loss Sharing) atau sharing resiko/bagi rugi-laba dengan dua model utama, yaitu
Mudharabah dan Musyarakah. Penelitian ini dilakukan di Inggris. Data dianalisis dengan teknik analisis deskriptif.
Penelitian ini melahirkan kesimpulan: Penerapan manajemen dan kontrol menjadi titik penting bagi penerapan
model PLS pada perbankan syariah. Penghindaran intensif dari melakukan kecurangan akan mendorong penerapan
model PLS pada perbankan syariah; Praktek penyembunyian informasi berpengaruh negatif terhadap penerapan
model PLS pada perbankan syariah; Sistem yang tidak memungkinkan berkembangnya instrumen-instrumen bagi
hasil yang terbuka dan efisien berpengaruh negatif terhadap penerapan model PLS pada perbankan syariah.

Tarek dan Hassan (2001) melakukan penelitian tentang “survei literatur pembiayaan dan perbankan Islam (a
comparative literature survey of Islamic finance and banking). Penelitian ini melibatkan variable dependen
pertumbuhan pembiayaan dan perbankan Islam, dan variabel independen reformasi struktural sistem keuangan
konvensional, liberalisasi pergerakan modal, privatisasi, dan integrasi pasar-pasar keuangan global, serta inovasi
produk-produk perbankan Islam. Dasar pemikiran yang digunakan dalam survei literatur ini adalah, bahwa
pembiayaan Islami adalah sistem keuangan yang bertujuan membantu mencapai kemakmuran yang berkeadilan
sosial sesuai dengan ajaran al-Qur’an. Pembiayaan syariah tidak dibenarkan untuk meraup return maksimal dari
aset-aset keuangan berdasar kontrak eksploitatif ribawi (bunga/usury), tetapi harus dijalankan dengan landasan

28
PLS. Penelitian ini dilakukan di Amerika Serikat, dan merupakan penelitian/survei literature terhadap penelitian-
penelitian terdahulu. Oleh karenanya data yang digunakan adalah data sekunder. Data dianalisis dengan logit dan
probit. Kesimpulan yang muncul dari penelitian ini adalah: Kontrak bagi laba, return on capital akan tergantung
pada produktivitas, dan alokasi dana terutama didasarkan pada fisibilitas proyek. Ini akan meningkatkan efisiensi
alokasi modal. Sistem PLS memastikan distribusi kemakmuran yang lebih setara dan penciptaan kemakmuran
tambahan bagi para pemiliknya. Sistem ini tidak diragukan dalam mengurangi distribusi kemakmuran yang tidak
adil seperti di bawah sistem bunga. Model PLS mungkin meningkatkan volume investasi dan karenanya dapat
menciptakan lebih banyak pekerjaan. Rezim bunga hanya menerima proyek-proyek yang perkiraan returnnya lebih
tinggi dibandingkan biaya hutang, oleh karena itu akan menyaring proyek-proyek yang sebenarnya bisa diterima di
bawah model nisbah bagi hasil. Sistem pembiayaan Islami akan mengurangi ukuran spekulasi di pasar-pasar
keuangan, tetapi masih memungkinkan pasar sekunder untuk memperdagangkan saham dan sertifikat investasi
berdasarkan prinsip nisbah bagi hasil. Penawaran uang dalam model NBH tidak diijinkan untuk melebihi
penawaran barang, karena akan berdampak mencegah tekanan inflasi di dalam ekonomi.

Bila berbagai kesimpulan penelitian di atas menunjukkan bahwa faktor NBH dipilih karena latar ekonomi
(profitabilitas ekonomi), maka penelitian-penelitian berikut karena didasarkan pada latar belakang diperbolehkan
oleh agama. Studi empiris Ahmad dan Haron (2002) terhadap 45 direktur keuangan dan umum di Malaysia
menyimpulkan bahwa faktor ekonomi dan agama adalah faktor-faktor yang penting untuk memilih jasa bank.
Meskipun sebagian besar responden adalah non Muslim, tetapi mengetahui tentang bank Islam sebagai suatu
alternatif bagi bank konvensional. Kebanyakan responden memiliki tingkat pengetahuan yang rendah mengenai
produk-produk perbankan Islam, khususnya pembiayaan. Tujuh puluh lima persen responden setuju bank Islam
perlu mempromosikan produk dan jasanya secara lebih baik. Secara ringkas Ahmad dan Haron melihat bahwa
faktor religiusitas dan profitabilitas (ditunjukkan dengan pendapatan bagi hasil) merupakan dua faktor yang secara
bersama-sama penting.

Tahun 2005, Okumus melakukan penelitian terhadap 161 nasabah bank Islam di Turki dengan analisis
deskriptif. Hasilnya menunjukkan, bahwa motivasi sekunder pemanfaatan bank Islam adalah dilandasi oleh prinsip
bebas bunga yang diterapkan dengan model nisbah bagi hasil. Sebagian besar nasabah mengetahui produk dan
jasa Islam, tetapi tidak mengetahui teknik-teknik pembiayaan Islam. Lebih dari 90% responden merasa puas
dengan jasa dan produk yang ditawarkan bank Islam. Mehboob ul Hassan (2007) melakukan penelitian di Pakistan
dengan kesimpulan antara lain bahwa kekuatan visi keislaman (relijiusitas) mendorong persepsi masyarakat,
bahwa tingkat bunga tabungan tidak menjadi persoalan bagi sebagian besar umat muslim. Mereka lebih memilih
return investasi yang sah atau dibolehkan. Tidak menjadi soal bagaimana tinggi rendahnya NBH jika dibandingkan
dengan tingkat bunga. Dalam kesimpulannya juga menemukan bahwa masyarakat muslim yang menabung di bank
konvensional karena kurangnya pengetahuan bahwa Islam melarang pembayaran dan penerimaan bunga.

Penelitian Muchlis Yahya (2011) menyimpulkan bahwa bagi hasil merupakan variabel paling signifikan dan
memiliki koefisien paling tinggi dibanding variable-variabel lainnya untuk semua kelompok nasabah. Hanya saja
bagi kelompok nasabah muslim yang hanya menabung di bank syariah memahami bagi hasil yang diterimanya
bukan semata-mata karena faktor ekonomi, tetapi karena lebih dibenarkan agama dan lebih adil. Akan tetapi bagi
kelompok nasabah muslim yang menabung bersama-sama di bank syariah dan bank konvensional, dan kelompok
nasabah non muslim memahami bagi hasil yang diterima karena lebih kompetitif disbanding dengan pendapatan
bunga dari bank konvensional.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.slideshare.net/bennyagussetiono/teori-perusahaan-theory-of-the-firm-kajian-tentang-teori-bagi-
hasil-perusahaan-profit-and-loss-sharing-dalam-perspektif-ekonomi-syariah?qid=c91cb3df-d326-4837-8078-
55febb7f4226&v=&b=&from_search=1

29
https://furqon95.wordpress.com/category/materi-kampus/

http://umihanasumi.blogspot.co.id/2011/10/keterbatasan-teori-perusahaan.html

http://zuhrisaputrahutabarat.blogspot.co.id/2011/05/tiga-teori-utama-perusahaan-dan-lokasi.html

http://arti-definisi-pengertian.info/pengertian-teori-perusahaan/

PT Bank Syariah Mandiri secara resmi mulai beroperasi sejak Senin tanggal 25 Rajab 1420 H atau tanggal 1
November 1999. PT Bank Syariah Mandiri hadir dan tampil dengan harmonisasi idealisme usaha dengan nilai-nilai
spiritual.

Bank Syariah Mandiri tumbuh sebagai bank yang mampu memadukan keduanya, yang melandasi kegiatan
operasionalnya. Harmonisasi idealisme usaha dan nilai-nilai spiritual inilah yang menjadi salah satu keunggulan
Bank Syariah Mandiri dalam kiprahnya di perbankan Indonesia. Per Desember 2017 Bank Syariah Mandiri memiliki
737 kantor layanan di seluruh Indonesia, dengan akses lebih dari 196.000 jaringan ATM.
Kode Bank 451 
Kode Swift BSMDIDJA
Alamat Kantor Pusat :
Wisma Mandiri I Jl. MH. Thamrin No. 5
Jakarta 10340 – Indonesia
 
Kepemilikan Saham :
PT Bank Mandiri (Persero)Tbk.:     497.804.387 lembar saham (99,9999998%)
PT Mandiri Sekuritas:                    1 lembar saham (0,0000002%).
 Otoritas Pengawas Bank :
 Otoritas Jasa Keuangan 
 Gedung Sumitro Djojohadikusumo 
 Jalan Lapangan Banteng Timur No. 2-4  
 Jakarta 10710 Indonesia 
 Telp (62-21) 3858001 Faks (62-21) 3857917  www.ojk.go.id
Nilai-nilai perusahaan yang menjunjung tinggi kemanusiaan dan integritas telah tertanam kuat pada segenap
insan Bank Syariah Mandiri (BSM) sejak awal pendiriannya.

Hadir dengan Cita-Cita Membangun Negeri


Nilai-nilai perusahaan yang menjunjung tinggi kemanusiaan dan integritas telah tertanam kuat pada segenap insan
Bank Syariah Mandiri (BSM) sejak awal pendiriannya.
Kehadiran BSM sejak tahun 1999, sesungguhnya merupakan hikmah sekaligus berkah pasca krisis ekonomi dan
moneter 1997-1998. Sebagaimana diketahui, krisis ekonomi dan moneter sejak Juli 1997, yang disusul dengan
krisis multi-dimensi termasuk di panggung politik nasional, telah menimbulkan beragam dampak negatif yang
sangat hebat terhadap seluruh sendi kehidupan masyarakat, tidak terkecuali dunia usaha. Dalam kondisi tersebut,
industri perbankan nasional yang didominasi oleh bank-bank konvensional mengalami krisis luar biasa. Pemerintah
akhirnya mengambil tindakan dengan merestrukturisasi dan merekapitalisasi sebagian bank-bank di Indonesia.

30
Salah satu bank konvensional, PT Bank Susila Bakti (BSB) yang dimiliki oleh Yayasan Kesejahteraan Pegawai (YKP)
PT Bank Dagang Negara dan PT Mahkota Prestasi juga terkena dampak krisis. BSB berusaha keluar dari situasi
tersebut dengan melakukan upaya merger dengan beberapa bank lain serta mengundang investor asing.

Pada saat bersamaan, pemerintah melakukan penggabungan (merger) empat bank (Bank Dagang Negara, Bank
Bumi Daya, Bank Exim, dan Bapindo) menjadi satu bank baru bernama PT Bank Mandiri (Persero) pada tanggal 31
Juli 1999. Kebijakan penggabungan tersebut juga menempatkan dan menetapkan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
sebagai pemilik mayoritas baru BSB.
Sebagai tindak lanjut dari keputusan merger, Bank Mandiri melakukan konsolidasi serta membentuk Tim
Pengembangan Perbankan Syariah. Pembentukan tim ini bertujuan untuk mengembangkan layanan perbankan
syariah di kelompok perusahaan Bank Mandiri, sebagai respon atas diberlakukannya UU No. 10 tahun 1998, yang
memberi peluang bank umum untuk melayani transaksi syariah (dual banking system).
Tim Pengembangan Perbankan Syariah memandang bahwa pemberlakuan UU tersebut merupakan momentum
yang tepat untuk melakukan konversi PT Bank Susila Bakti dari bank konvensional menjadi bank syariah. Oleh
karenanya, Tim Pengembangan Perbankan Syariah segera mempersiapkan sistem dan infrastrukturnya, sehingga
kegiatan usaha BSB berubah dari bank konvensional menjadi bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah
dengan nama PT Bank Syariah Mandiri sebagaimana tercantum dalam Akta Notaris: Sutjipto, SH, No. 23 tanggal 8
September 1999. Perubahan kegiatan usaha BSB menjadi bank umum syariah dikukuhkan oleh Gubernur Bank
Indonesia melalui SK Gubernur BI No. 1/24/ KEP.BI/1999, 25 Oktober 1999. Selanjutnya, melalui Surat Keputusan
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia No. 1/1/KEP.DGS/ 1999, BI menyetujui perubahan nama menjadi PT Bank
Syariah Mandiri. Menyusul pengukuhan dan pengakuan legal tersebut, PT Bank Syariah Mandiri secara resmi mulai
beroperasi sejak Senin tanggal 25 Rajab 1420 H atau tanggal 1 November 1999.
PT Bank Syariah Mandiri hadir, tampil dan tumbuh sebagai bank yang mampu memadukan idealisme usaha dengan
nilai-nilai rohani, yang melandasi kegiatan operasionalnya. Harmoni antara idealisme usaha dan nilai-nilai rohani
inilah yang menjadi salah satu keunggulan Bank Syariah Mandiri dalam kiprahnya di perbankan Indonesia. BSM
hadir untuk bersama membangun Indonesia menuju Indonesia yang lebih baik.
Bank Syariah Terdepan dan Modern

Untuk Nasabah
BSM merupakan bank pilihan yang memberikan manfaat, menenteramkan dan memakmurkan. 
 
Untuk Pegawai
BSM merupakan bank yang menyediakan kesempatan untuk beramanah sekaligus berkarir profesional. 
 
Untuk Investor
Institusi keuangan syariah Indonesia yang terpercaya yang terus memberikan value berkesinambungan.

MISI

1. Mewujudkan pertumbuhan dan keuntungan di atas rata-rata industri yang berkesinambungan.


2. Meningkatkan kualitas produk dan layanan berbasis teknologi yang melampaui harapan nasabah.
3. Mengutamakan penghimpunan dana murah dan penyaluran pembiayaan pada segmen ritel.
4. Mengembangkan bisnis atas dasar nilai-nilai syariah universal.
5. Mengembangkan manajemen talenta dan lingkungan kerja yang sehat.
6. Meningkatkan kepedulian terhadap masyarakat dan lingkung

Budaya Perusahaan
Dalam rangka mewujudkan Visi dan Misi BSM, insan-insan BSM perlu menerapkan nilai-nilai yang relatif seragam.
Insan-insan BSM telah menggali dan menyepakati nilai-nilai dimaksud, yang kemudian disebut BSM Shared Values.

31
 
 BSM  Shared Values  tersebut adalah ETHIC (Excellence, Teamwork, Humanity, Integrity, dan  Customer Focus)

Excellence
Bekerja keras, cerdas, tuntas dengan sepenuh hati untuk memberikan hasil terbaik
Teamwork 
Aktif, bersinergi untuk sukses bersama 
Humanity 
Peduli, ikhlas, memberi maslahat dan mengalirkan berkah bagi negeri 
Integrity
Jujur, taat, amanah dan bertanggung jawab
Customer Focus
Berorientasi kepada kepuasan pelanggan yang berkesinambungan dan saling menguntungkan

CSR
Corporate Social Responsibility atau Tanggungjawab Sosial Perusahaan adalah komitmen perusahaan kepada
lingkungan dengan tujuan memberikan nilai tambah kepada semua pemangku kepentingan termasuk internal
perusahaan guna mendukung pertumbuhan perusahaan.
Implemetasi CSR sejalan dengan Misi Perusahaan yang ke-6 yakni Meningkatkan Kepedulian kepada
Masyarakat dan Lingkungan.
Dasar Pelaksanaan:
- UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
- UU No 25 Tahun 2007 tentang Penamanam Modal
Tujuan implementasi kegiatan CSR adalah:
1. Mewujudkan hubungan yang harmonis antara perusahaan dan masyarakat;
2. Mendukung implementasi praktik bisnis yang transparan dan bertanggung jawab;
3. Membangun citra positif dan menggalang dukungan masyarakat;
4. Menggali dan memberdayakan potensi UMKM melalui penyaluran dana kemitraan;
5. Berpartisipasi pada program pelestarian lingkungan hidup, peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan,
kesejahteraan, kehidupan beragama, dan perbaikan sarana umum lainnya
Tripple Botom Lines
Kebijakan CSR di BSM dilakukan melalui pendekatan triple bottom lines yang meliputi:
- Kinerja ekonomi (economic indicators),
- Kinerja lingkungan (environmental indicators),
- Kinerja sosial (social indicators).
Konsep CSR BSM
1. Spiritualitas (Character Building)
2. Nasionalisme (National Contribution)
3. Kesejahteraan (Economic Emprowerment)
Di dalam praktikimplementasi CSR, Bank Syariah Mandiri bekerjasama dengan Lembaga Amil Zakat Bangun
Sejahtera Mitra Umat. www.bsmu.or.id
https://www.syariahmandiri.co.id/

32
33

Anda mungkin juga menyukai