PENDAHULUAN
Latar Belakang
Anak balita merupakan salah satu golongan penduduk yang rawan terhadap
masalah gizi, balita mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat pada rentang
waktu ini sehingga membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah yang cukup dan
memadai. Gizi merupakan salah satu faktor penentu kualitas sumber daya manusia yang
berkulitas, sehat, cerdas, dan produktif (Suparaisa, 2002). Untuk itu program perbikan gizi
bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi konsumsi pangan, agar terjadi perbaikan status gizi
masyarakat. Gizi kurang adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan, tinggi
badan pada balita. Gizi kurang pada balita dapat dilihat sebagai suatu proses kurang makan
yang terjadi pada balita (Dinkes, Jateng 2011).
Gizi kurang merupakan salah satu masalah gizi utama pada balita Indonesia.
Dampak pada status gizi dan Kesehatan masyarakat karena tidak terpenuhinya kecukupan
konsumsi pangan yang dapat meningkat prevalensi gizi kurang dan buruk (Soekrima, 2000).
Posisi status gizi balita di Indonesia masih termasuk dalam masalah Kesehatan
masyarakat apabila dilihat dari abmbang batas masalah gizi. Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2019 menunjukan secara Integrasi Studi Status Gizi Balita (SSGBI) dan
SSN tahun 2019 (Confidence interval 95%) untuk Balita Kurus (Wasting) 7,44% (7,19-7,71)
dengan RKD 2018 sebesar 10,2 (9,9-10,5) didapati hasil perbandingan Riskedsdas 2019
turun 2,8%.
Wasting atau yang disebut kurus adalah indikasi kekurangan gizi berdasarkan indeks
BB/PB atau BB/TB akibat dari terjadinya dalam waktu singkat sebuah peristiwa yang bersifat
akut seperti kelaparan dan wabah penyakit yang mengakibatkan anak mejadi kurus.
(Balitbangkes, 2013). Kurus pada anak dapat merusak fungsi system kekebalan tubuh,
menyebabkan peningkatan pada tingkat keparahan, durasi dan keremtanan anak terhadap
penyakit menular, serta meningkatkan risiko kematian (WHO, 2010).