Anda di halaman 1dari 614

Prakata

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Tiada kata-kata yang pantas disampaikan kecuali puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan ridhonya kepada saya untuk dapat menyelesaikan buku ini. Salawat serta salam
kita sampaikan kepada nabi Muhammad SAW teriring doa semoga kita dapat digolongkan sebagai
umatnya yang taat segala aturan dan tutunannya sampai akhir zaman. Amin, amin ya robbal alamin.
Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia seperti Bank Syariah, Asuransi Syariah,
Lembaga Pembiayaan Syariah, Pegadaian Syariah, Koperasi Syariah, Lembaga Keuangan Mikro Syariah
dan lembaga keuangan syariah lainnya menuntut akuntansi harus mampu untuk mengikuti perkembangan
Lembaga Keuangan Syariah tersebut. Akuntansi syariah di Indonesia berkembang dengan cukup pesat
dimana tahun 2001 sampai dengan 2007 hanya ada satu ketentuan akuntansi syariah yaitu PSAK 59
tentang Akuntansi Perbankan Syariah yang hanya dipergunakan untuk bank syariah, maka mulai tahun
buku 2008 sudah dapat dikembangkan dan disempurnakan menjadi beberapa PSAK Syariah, yaitu PSAK
101 sampai dengan PSAK 108, yang dipergunakan oleh seluruh lembaga keuangan syariah dan pihak-pihak
terkait, termasuk Kerangka Dasar Penyajian Penyusunan Laporan Keuangan Syariah (KDPPLKS) yang
terpisah dari akuntansi umum. Dengan adanya perubahan dan penyempurnaan akuntansi syariah tersebut
sangat diperlukan pemahaman semua pihak, khususnya pelakasana lembaga keuangan syariah termasuk
para akademi. Pada tingkatan akademisi hambatan yang dialami adalah keterbatasan buku-buku leteratur
aplikatif tanpa mengabaikan konseptual, yang dapat dipergunakan sebagai bahan bacaan.
Dengan adanya perubahan dan penyempurnaan PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah
menjadi PSAK Syariah (saat ini nomor 101 sampai dengan 108) tersebut, terdapat perbedaan yang sangat
mendasar dalam memahami akuntansi syariah untuk Lembaga Keuangan Syariah. Pada PSAK syariah yang
baru terdapat PSAK Syariah yang berlaku umum dan berlaku atau diterapkan untuk seluruh lembaga
keuangan syariah dan pihak-pihak terkait dalam melaksanakan transaksi syariah (tidak membedakan
entitas) dan juga terdapat PSAK yang dipergunakan industri khusus, misalnya khusus untuk asuransi
syariah, pengelola zakat dsb. Oleh karena itu pemahaman akuntansi lembaga keuangan syariah secara
menyeluruhpun perlu disesuaikan dengan pola pemahaman sebagai berikut:
1 ”Akuntansi Transaksi Syariah” dengan cakupan bahasan PSAK 101 sampai dengan PSAK 107
(PSAK Syariah yang berlaku umum), yaitu Akuntansi Murabahah, Akuntansi Salam, Akuntansi
Istishna’, Akuntansi Mudharabah, Akuntansi Musyarakah dan Akuntansi Ijarah serta Penyajian
Penyusunan Laporan Keuangan Syariah yang dilakukan dan diterapkan pada Lembaga Keuangan
Syariahnya maupun pihak-pihak yang terkait (nasabahnya) tanpa membedakan entitas syariahnya.
2. ”Akuntansi Industri Khusus” dengan cakupan bahasan PSAK 101 sampai dengan PSAK 107 yang
berlaku umum, dengan fokus pembahasan hanya dari segi industri atas akuntansi pelaksanaan
transaksi yang dilakukan industri tersebut dan dengan memperhatikan ketentuan instansi yang
terkait, misalnya ”Akuntansi Asuransi Syariah” dengan cakupan PSAK 101 sampai dengan PSAK
107 atas akuntansi yang dilaksanakan oleh asuransi syariah (hanya dari titik pandang asuransi syariah
saja) dalam melaksanakan transaksi syariah ditambah dengan PSAK 108 tentang Akuntansi Asuransi
Syariah dan ketentuan dari Departemen Keuangan tentang Asuransi Syariah. Begitu juga dengan
”Akuntansi Bank Syariah” dengan cakupan PSAK 101 sampai dengan Pak 107 dari segi bank
syariah atas transaksi yang dilaksanakannya dengan memperhatikan Peraturan Bank Indonesia yang
berlaku.
Selain itu dalam pelaksanaan akuntansi Lembaga Keuangan Syariah tersebut harus memperhatikan
ketentuan-ketentuan PSAK untuk transaksi non syariah (PSAK 1 sampai dengan PSAK 99) sepanjang
tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah, seperti misalnya PSAK tentang persediaan, PSAK
tentang pendapatan, PSAK tentang Aktiva Tetap, PSAK tentang Aktiva Tidak Berwujud dan sebagainya
Dengan adanya pola pemikiran di atas, buku yang diberi judul “Akuntansi Transaksi Syariah” ini
merupakan salah satu buku yang dapat dipergunakan untuk memahami Lembaga Keuangan Syariah secara
umum dan khususnya Akuntansi Syariah, buku ini merupakan pelengkap dan saling mengisi dengan buku
penyusun yang berjudul “Produk Perbankan Syariah” yaitu suatu buku dengan cakupan bahasan kegiatan
usaha yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah, khususnya Perbankan Syariah yang meliputi
perbedaan Bank Syariah dan Konvensional, penghimpunan dana Bank Syariah, penyaluran dana Bank
Syariah, jasa layanan Bank Syariah, perhitungan pembagian hasil usaha yang dilakukan oleh Bank Syariah
dan sekilas Akuntansi Syariah. Buku Akuntansi Transaksi Syariah ini memberikan gambaran Akuntansi
Syariah atas transaksi yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah secara umum serta akuntansi yang
dilakukan pihak-pihak terkait (nasabahnya), yang sebelumnya tidak diatur dalam PSAK 59 tentang
Akuntansi Perbankan Syariah seperti misalnya dalam Akuntansi Murabahah dibahas akuntansi yang
dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah sebagai penjual dan akuntansi yang harus dilakukan oleh
nasabannya sebagai pembeli. Pola pemikiran dalam pembahasan Akuntansi Syariah dalam buku ini
didasarkan pada prinsip syariah yang dipergunakan oleh Lembaga Keuangan Syariah dan sesuai PSAK
Syariahnya yaitu Murabahah, Salam, Istishna’, Mudharabah, Musyarakah dan Ijarah tanpa memperhatikan
aplikasi produk yang dilakukan karena nama produk industri yang satu dapat berbeda dengan nama
produk industri yang lain. Dalam buku ini juga dilengkapi dengan beberapa soal kasus yang dapat
dipergunakan sebagai sarana untuk memperdalam pemahaman akuntansi syariah Lembaga Keuangan
Syariah tersebut. Buku ini juga ditulis dengan pendekatan aplikatif tanpa harus mengabaikan konsepnya
sehingga diharapkan dapat dipergunakan oleh pelaksana Lembaga Keuangan Syariah, nasabah sebagai
pihak yang terkait, kantor akuntan saat melakukan pemeriksaan baik pada Lembaga Keuangan Syariah
maupun nasabahnya, akademisi dan sebagainya. Buku ini diharapkan dapat membantu semua pihak yang
menginginkan pemahaman Lembaga Keuangan Syariah, khususnya Akuntansi Syariah. Perkembangan
industri syariah di Indonesia sangat dibutuhkan kualitas Sumber Daya Insani yang memadai dan
berkualitas serta mempunyai wawasan kedepan yang luas, memahami ketentuan-ketentuan yang berlaku,
memahami Akuntansi Syariah secara utuh dan menyeluruh, memiliki komitmen untuk mengedepankan
prinsip syariah dari kepentingan yang lain serta selalu melakukan kajian-kajian kearah postif untuk
mendukung perkembangan industri syariah tersebut. Di bidang pendidikan sangat diperlukan sarana
pengajaran yang aplikatif tanpa harus meninggalkan kajian-kajian teoritis, folosifnya dan konsep yang
berlaku secara umum serta tidak melanggar ketentuan syariah.
Sangat disadari bahwa buku ini tersusun atas dorongan dan saran semua pihak, oleh karena itu
sudah sepantasnyalah penyusun ucapan terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Ekonomi Trisakti – Prof Dr. Hj. Farida Jasfar, ME, PhD Ketua Jurusan akuntansi
FE Usakti – Dra. Hj. Etty M. Nasser, Ak MM , Sekretaris Jurusan Akuntansi FE Usakti - H.
Murtanto SE, MSi, tim dosen pengajar akuntansi perbankan syariah FE Usakti.
2. Ketua program Magister Akuntansi (Maksi) Fakultas Ekonomi Universitas Trisaksi dan direktur
program IEF Universitas Trisakti - Prof Dr.Sofyan Safri Harahap, MSAc, S.E., BSc, Akuntan
3. Teman-teman Komite Akuntansi Syariah, Ikatan Akuntansi Indonesia – pak Yusuf Wibisana, mas
Sriyanto, Eka, Yakub, Widodo, Dewi Astuti, mas Agus Siregar, Cecep Makanul Hakim, Setiawan
Budiutomo, mas Ikhwan Abidin, mas Hasanudin, mas Kany Hudaya, Amin Musa, Dwiyanto, mas
arief.
5. Teman-teman di lembaga pendidikan - ICDIF LPPI, Bagian Diklat Bank Mega Syariah Indonesia,
Bagian Diklat Bank BRI Syariah, Bagian PPL IAI dan IAPI, dan teman-teman dibidang pendidikan
dan pelatihan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
6. Serta semua pihak yang telah membantu dan mendukung penyelesian buku ini yang tidak dapat
disebutkan satu persatu tetapi tidak mengurangi menghargaan penulis kepada yang bersangkutan.
7. Ucapan terima kasih dan penghargaan khusus penulis sampaikan kepada istriku Wahyu Winarti dan
kedua anakku Adhitya Hapsoro SH dan Ajeng Anindita SE, yang dengan penuh kesabaran dan
tolerensi serta memberikan dorongan untuk menyelesaikan buku ini
Akhirnya ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan
satu persatu tetapi tidak mengurangi rasa hormat penulis, yang telah memberikan dorongan dan masukkan
atas penulisan buku ini.
Sangat disadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu semua saran, komentar
dan kritik yang bersifat membangun untuk penyempurnaan buku ini dengan senang hati dan terbuka
sangat diharapkan.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Jagakarsa, Nopember 2010-

penyusun
Kata Pengantar
Perkembangan akuntansi syariah di Indonesia selaras dengan perkembangan perbankan syariah. Berbagai
tulisan tentang perbankan syariah dan akuntansi syariah baik berupa buku teks maupun hasil kajian ilmiah
yang beredar dimasyarakat mencerminkan semakin diminatinya bidang perbankan syariah dan akuntansi
syariah. Penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam merupakan lahan subur yang menunggu
digarap untuk mengembangkan perbankan dan akuntansi syariah lebih lanjut.
Dalam buku yang berjudul Akuntansi Transaksi Syariah ini, penulis ingin memenuhi kebutuhan berbagai
pihak yang menginginkan pemahaman tentang Transaksi Syariah dan Lembaga Keuangan Syariah,
khususnya Akuntansi Syariah. Pola pemikiran pembahasan akuntansi syariah dalam buku ini didasarkan
pada prinsip syariah yang sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Syariah. Selain
pembahasan, buku ini juga dilengkapi dengan beberapa pertanyaan dan soal kasus yang dapat
dipergunakan untuk lebih memahami Akuntansi Transaksi Syariah dan Lembaga Keuangan Syariah.
Kami merasa bangga dan berterima kasih kepada Bapak Wiroso yang merupakan anggota Dewan Standar
Akuntansi Syariah dan Dewan Penguji Ujian Sertifikasi Akuntansi Syariah Ikatan Akuntan Indonesia yang
telah meluangkan waktu untuk menulis buku ini. Saya yakin berbagai pihak akan memetik manfaat dari
keberadaan buku ini.

Jakarta, Nopember 2010

M. Jusuf Wibisana
Ketua Dewan Standar Akuntansi Syariah
Ikatan Akuntan Indonesia
Daftar Isi
BAB I : PENDAHULUAN Hal
1.1. Lembaga Keuangan di Indonesia 1
1.2. Imbalan Pemodal Lembaga Keuangan Syariah 3
1.3. Fungsi Lembaga Keuangan Syariah 5
1.4. Titik Pandang Uang Lembaga Keuangan Syariah 8
1.5. Alur Operasional Lembaga Keuangan Syariah 10
1.6. Pertanyaan dan Soal 12

BAB II : SEKILAS AKUNTANSI SYARIAH DI INDONESIA Hal


2.1. Pendahuluan 13
2.2. Perkembangan Akuntansi Syariah di Indonesia 15
2.3. Bangun Prinsip Akuntansi Syariah 18
2.4. Pemakai dan Kebutuhan Informasi Akuntansi Syariah 20
2.5. Asumsi Dasar Akuntansi Syariah 21
A. Kelangsungan Usaha
B. Dasar Akrual
2.6. Proses (siklus) Akuntansi Syariah 23
2.7. Transaksi Syariah 24
A. Paradigma Transaksi Syariah 24
B. Asas Transaksi Syariah 25
C. Karakteristik Transaksi Syariah 27
2.8. Akun-akun Akuntansi Syariah 27
A. Akun Riil (akun Laporan Posisi Keuangan/neraca) 27
B. Akun Nominal (akun laporan laba rugi) 30
C. Akun Ekstra Komtabel 32
2.9. Laporan Keuangan Entitas Syariah 32
2.10 Pertanyaan dan Soal 33

BAB III : LAPORAN KEUANGAN ENTITAS SYARIAH Hal


3.1. Tujuan Laporan Keuangan 35
3.2. Karakteristik Kualitas Laporan Keuangan 40
3.3. Unsur Laporan Keuangan Entitas Syariah 47
3.3.1. Laporan Posisi Keuangan (neraca) 47
3.3.2. Laporan Laba Rugi (Laporan Kinerja) 56
3.3.3. Laporan Arus Kas 61
3.3.4. Laporan Perubahan Ekuitas 65
3.3.5. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat 66
3.3.6. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan 67
3.3.7. Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat 69
3.3.8. Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil 70
3.4. Pertanyaan 72
BAB IV : AKUNTANSI MURABAHAH Hal
4.1. Pengertian dan Karakteristik Murabahah 73
4.1.1. Pengertian dan Istilah dalam transaksi Murabahah 73
4.1.2. Karakteristik Murabahah 74
4.1.3. Jenis dan Alur Murabahah 77
A. Murabahah Tanpa Pesanan 77
B. Murabahah Berdasarkan Pesanan 78
4.2. Cakupan Akuntansi Murabahah 79
4.3. Akuntansi Penjual 80
4.3.1. Akun-akun untuk Akuntansi Penjual 81
A. Akun Laporan Posisi Keuangan (Neraca) 81
B. Akun Laporan Laba Rugi 82
4.3.2. Uang muka Murabahah 85
A. Penerimaan Uang Muka dari Pembeli 86
B. Pembayaran Uang Muka LKS kepada Pemasok 87
C. Pembatalan Murabahah oleh Pembeli 88
4.3.3. Pengadaan Aset (barang) Murabahah 91
A. Aset Murabahah 92
B. Penerimaan Diskon Murabahah 94
C. Pengukuran Aset murabahah Setelah Diperoleh 97
D. Pengadaan Barang oleh LKS Sebagai Penjual Diwakilkan kepada Pihak Lain 99
(Nasabah atau Pihak Ketiga)
4.3.4. Penjualan Barang dan Pembayaran Harga Barang 100
A. Persediaan (harga perolehan) 102
B. Piutang Murabahah 102
C. Keuntungan yang Disepakati 103
4.3.5. Penjualan dengan Pengakuan Keuntungan Saat Penyerahan Barang 106
A. Penerimaan Uang Muka dari Pembeli 106
B. Penyerahan Barang kepada Pembeli 107
C. Penerimaan Pembayaran Angsuran dari Pembeli 109
D. Angsuran Jatuh Tempo Belum Membayar (tertunggak) 110
E. Penerimaan Pembayaran Angsuran yang Tertunggak 112
F. Pembayaran Angsuran Lebih Kecil dari Kewajiban 113
G Potongan Angsuran Murabahah 114
H. Potongan Pelunasan Piutang Murabahah Sebelum Jatuh Tempo 117
4.3.6. Penjualan Dengan Pengakuan Keuntungan Proporsional 118
A. Penerimaan Uang Muka dari Pembeli 120
B. Penyerahan Barang Kepada Pembeli 120
C. Penerimaan Pembayaran Angsuran dari Pembeli 122
D. Angsuran Jatuh Tempo Belum Dibayar (Tertunggak) 123
E. Penerimaan Pembayaran Angsuran Tertunggak 124
F. Pembayaran Angsuran Lebih Kecil dari Kewajiban 125
G. Potongan Angsuran Murabahah 127
H. Potongan Pelunasan Piutang Murabahah Sebelum Jatuh Tempo 130
4.3.7 Penjualan dengan Pengakuan Keuntungan Setelah Pelunasan Pokok 132
4.3.8. Denda Kepada Pembeli 134
4.3.9. Pembentukan Cadangan Kerugian Piutang Murabahah 135
4.3.10 Piutang Murabahah Bermasalah 135
A. Penundaan / Penjadwalan kembali Pembayaran Murabahah 137
B. Konversi Akad Murabahah oleh Penjual (Kreditur) 138
C. Potongan Tagihan Murabahah oleh Penjual (Kreditur) 139
D. Debitur Tidak Mampu Bayar 139
4.4. Akuntansi Pembeli Akhir 141
4.4.1. Akun-akun pada Pembukuan Pembeli 141
A. Akun dalam Laporan Posisi Keuangan (Neraca) 141
B. Akun dalam Laporan Laba Rugi 142
4.4.2. Pembayaran Uang Muka Kepada Penjual 143
4.4.3. Penerimaan Barang dan Pengakuan Hutang Harga Barang 147
4.4.4. Penerimaan Diskon Harga Barang 149
4.4.5. Pembayaran Harga Barang 150
4.4.6. Pembayaran Angsuran 150
A. Angsuran Telah Jatuh Tempo Belum Dibayar 151
B. Pembayaran Sebagian Angsuran JatuhTempo 152
C. Potongan Angsuran Hutang Murabahah 153
4.4.7. Penerimaan Potongan Pelunasan Harga Barang 153
4.4.8 Pembayaran Denda 155
4.4.9. Wakil LKS untuk Membeli Barang 155
4410 Akuntansi Utang Piutang Murabahah Bermasalah 156
4.5. Penyajian dan Pengungkapan Murabahah 156
4.6. Pertanyaan dan Soal 157

BAB V : AKUNTANSI SALAM Hal


5.1. Pengertian dan Karakteristik Salam 163
5.1.1 Pengertian dan Istilah dalam Transaksi Salam 163
5.1.2. Karakteristik Salam 164
5.1.3. Jenis dan Alur Transaksi Salam 165
A. Transksi Salam Lembaga Keuangan Syariah sebagai Pembuat 166
B. Transaksi Salam Lembaga Keuangan Syariah sebagai Pembeli 166
C. Salam Paralel (Entitas Syariah sebagai Pembuat dan Pembeli) 167
5.2. Cakupan Akuntansi Salam 168
5.3. Akuntansi Pembeli 169
5.3.1. Akun-akun Pada Pembeli 169
A. Akun-akun Laporan Posisi Keuangan (Neraca) 169
B. Akun-akun Laporan Laba Rugi 170
5.3.2. Penyerahan Modal Salam Kepada Produsen (Pembuat) 171
A. Jika Penyerahan Modal Salam dalam Bentuk Uang Tunai (Kas) 171
B. Jika Penyerahan Modal Salam dalam Bentuk Non Kas (Barang) 172
5.3.3. Penerimaan Barang Pesanan dari Produsen (Pembuat) 174
A. Penerimaan Barang Salam dengan Kualitas Sama dengan Kontrak 176
B. Penerimaan Barang Salam dengan Kualitas Berbeda dengan Kontrak 176
5.3.4. Pada Saat Jatuh Tempo Tidak Ada Penerimaan Barang 179
A. Memperpanjang Jangka Waktu Pengiriman Barang Kepada Pembeli 180
B. Pembatalan Pesanan dan Penjual Tidak Dapat Melunasi Hutangnya 180
C. Pembatalan Pesanan dan Penjual Melunasi Kewajibannya dari Hasil 181
Penjualan Jaminan Salam
5.3.5. Denda 183
5.4. Akuntansi Penjual (Produsen/Pembuat) 183
5.4.1. Akun-akun Pada Penjual 183
A. Akun-akun Laporan Posisi Keuangan (Neraca) 183
B. Akun-akun Laporan Laba Rugi 184
5.4.2. Penerimaan Modal Salam dari Pembeli/Pemesan 185
A. Penerimaan Modal Salam Dalam Bentuk Kas/Tunai 185
B. Penerimaan Modal Salam Dalam Bentuk Non Kas (Barang) 186
5.4.3. Penyerahan Barang Salam Kepada Pembeli/Pemesan 186
A Penyerahan Barang dengan Kualitas yang Sama Dalam Akad 187
B. Penyerahan Barang dengan Kualitas yang Berbeda 187
5.5. Akuntansi Salam Paralel 188
5.5.1. Ilustrasi Contoh Pertama 188
A. Penerimaan Modal dari Bulog (Sebagai Pemesan Akhir) 189
B. Penyerahan Modal Kepada KUD Berkah (Sebagai Pembuat) 190
C. Penerimaan Barang Salam dari KUD Berkah Sukabumi 191
D. Penyerahan Barang Salam Kepada Bulog (Pemesan Akhir) 194
5.5.2. Ilustrasi Contoh Kedua 195
5.6. Penyajian dan Pengungkapan 197
5.7. Pertanyaan dan Soal 197

BAB VI : AKUNTANSI ISTISHNA’ Hal


6.1. Pengertian dan Karakteristik Istishna’ 203
6.1.1. Pengertian 203
6.1.2. Karakteristik Istishna’ 204
6.1.3. Jenis dan Alur Transaksi Istishna’ 205
A. Istishna’ Lembaga Keuangan Syariah sebagai Pembuat 205
B. Istishna’ Lembaga Keuangan Syariah sebagai Pemesan 206
C. Istishna’ Paralel 207
6.2. Cakupan Akuntansi Istishna’ 208
6.3. Akuntansi Penjual 209
6.3.1. Akun-akun untuk Akuntansi Penjual 210
A. Akun-akun Laporan Posisi Keuangan/Neraca 210
B. Akun Laporan Laba Rugi 210
6.3.2. Penyatuan dan Segmentasi Akad 211
6.3.3. Memproduksi Aset Istishna’ dan Pengakuan Pendapatan Istishna’ 213
A. Pengakuan Pendapatan Istishna’ Metode Prosentase Penyelesaian 213
B. Pengakuan Pendapatan Istishna’ Metode Penyelesaian (Completed Method) 220
6.3.4. Penyerahan Aset Istishna’ dan Cara Pembayaran oleh Pemesan 222
A. Pembayaran Dimuka Seluruh Harga Aset Istishna’ 222
B. Pembayaran Dilakukan Selama Dalam Proses Penyelesaian Aset Istishna’ 223
(Jangka Waktu Pembayaran dan Penyelesaian Aset Istishna’ Sama)
C. Pembayaran dengan Jangka Waktu Tidak Sama Dengan Jangka Waktu 224
Penyelesaian Aset Istishna’
D. Pembayaran Dilakukan Secara Tangguh Setelah Penyerahan Aset Istishna’ 224
6.3.5. Ilustrasi Contoh Lain LKS Sebagai Produsen/Penjual Dalam Transaksi Istishna’ 225
6.3.6. Istishna’ Dengan Pembayaran Tangguh 230
A. Istishna’ Pembayaran Tangguh LKS Sebagai Produsen (Kontraktor) dengan 231
Setelah Barang Diterima
B Istishna’ Pembayaran Tangguh LKS Sebagai Produsen dengan Secara 240
Angsuran Selama Proses Pembuatan Aset Istishna’
C. Istishna’ Paralel dengan Pembayaran Tangguh 262
6.3.7. Penyelesaian Awal 273
6.3.8. Perubahan Pesanan dan Tagihan Tambahan 274
6.3.9. Pengakuan Taksiran Rugi 275
6.4. Akuntansi Pembeli 276
6.4.1. Akun-akun Dalam Akuntansi Pembeli 276
A. Akun untuk Laporan Posisi Keuangan (Neraca) 276
B. Akun untuk Laporan Laba Rugi 277
6.4.2. Pembayaran Harga Barang 277
A Pembayaran Harga Barang Seluruhnya Dimuka 278
B Pembayaran Harga Barang Selama Dalam Proses Produksi 278
C Pembayaran Harga Barang Secara Tangguh Setelah Barang Diterima 280
6.4.3. Penerimaan Barang Pesanan 280
6.5. Akuntansi Istishna’ Paralel 280
6.5.1. Istishna’ Paralel - Biaya Sub Kontraktor Sama Dengan Nilai Tunai Penyerahan 281
6.5.2. Istishna’ Paralel – Biaya Sub Kontraktor Tidak Sama Nilai Tunai Saat Penyerahan 298
A. Pengakuan Pendapatan Istishna’ Metode Prosentase Penyelesaian 299
B. Pengakuan Pendapatan Istishna’ Metode Penyelesaian (Completed Method) 317
6.5.3. Istishna’ Paralel – Jangka Waktu Produksi Aset Istishna’ Sama Dengan Jangka 320
Waktu Pembayaran
6.6. Penyajian dan Pengungkapan 326
6.7. Pertanyaan dan Soal 327

BAB VII : AKUNTANSI MUDHARABAH Hal


7.1. Pengertian dan Karakteristik Mudharabah 333
7.1.1. Pengertian 333
7.1.2. Karakteristik Mudharabah 335
7.1.3. Jenis dan Alur Transaksi Mudharabah 340
7.2. Cakupan Akuntansi Mudharabah 342
7.3. Akuntansi Pemilik Dana (Shahibul Maall) 343
7.3.1. Akun-akun Dalam Akuntansi Pemilik Dana Mudharabah 343
A. Akun-akun Untuk Laporan Posisi Keuangan (Neraca) 343
B. Akun-akun Untuk Laporan Laba Rugi 344
7.3.2. Persetujuan Investasi Mudharabah oleh Pemilik Dana 346
7.3.3. Modal Mudharabah 346
A. Pembelian Aset Mudharabah 348
B. Penyerahan Modal Kas 349
C. Penyerahan Modal Non Kas (Barang) 350
D. Modal Mudharabah Hilang dan Penurunan Modal Non Kas (Barang) 354
E. Penurunan dan Hilang Setelah Usaha Dimulai 355
7.3.4. Bagi Hasil Mudharabah 359
A. Penerimaan dan Pengakuan Bagi Hasil Mudharabah 361
B. Kerugian Mudharabah 362
7.3.5. Penerimaan Kembali Modal Mudharabah 364
7.4. Akuntansi Pengelola Dana (Mudharib) 369
7.4.1. Akun-akun Dalam Akuntansi Pengelola Dana (Mudharib) 369
A. Akun-akun untuk Laporan Posisi Keuangan (Neraca) 369
B. Akun-akun untuk Laporan Laba Rugi 370
7.4.2. Modal Mudharabah 370
A. Penerimaan Modal Mudharabah Kas 371
B. Penerimaan Modal Mudharabah Non Kas (Barang) 371
7.4.3. Pembagian Hasil Usaha 372
7.4.4. Pengembalian Modal Mudharabah 374
7.4.5. Akuntansi Pengelolaan Dana Bagi Lembaga Keuangan Syariah 377
A. Penerimaan Modal Mudharabah 377
B. Pembayaran Kembali Modal Mudharabah 379
C. Pembagian Hasil Usaha 380
7.5 Akuntansi Mudharabah Musytarakah 382
7.6 Akuntansi Mudharabah Muqayyadah 384
7.6.1 LKS Sebagai Pemilik Dana Mudharabah Muqayyadah 386
7.6.2. LKS Sebagai Pengelola Dana Mudharabah Muqayyadah 387
7.7. Penyajian dan Pengungkapan 395
7.8. Pertanyaan dan Soal 396

BAB VIII : AKUNTANSI MUSYARAKAH Hal


8.1. Pengertian dan Karakteristik Musyarakah 405
8.1.1. Pengertian Musyarakah 405
8.1.2. Karakteristik Musyarakah 407
8.1.3. Jenis dan Alur Transaksi Musyarakah 409
8.2. Cakupan Akuntansi Musyarakah 410
8.3. Akuntansi Mitra Pasif 413
8.3.1 Akun-akun Pada Mitra Pasif 413
A. Akun-akun Untuk Laporan Posisi Keuangan (Neraca) 413
B. Akun-akun Untuk Laporan Laba Rugi 414
8.3.2. Pada Saat Akad 415
A. Biaya musyarakah 415
B. Penyerahan Modal Musyarakah 416
8.3.3. Selama Akad 426
A. Musyarakah Permanen 426
B. Musyarakah Menurun 429
8.3.4. Pengakuan Hasil Usaha 431
A. Perlakuan Hasil Usaha Musyarakah 431
B. Perlakuan Rugi Investasi Musyarakah 432
8.3.5. Akhir Akad 432
8.4. Akuntansi Mitra Aktif (Penyetor Modal Musyarakah) 434
8.4.1. Akun-akun Mitra Aktif (Sebagai Pemilik Modal Musyarakah) 434
A. Akun-akun Untuk Laporan Posisi Keuangan (Neraca) 434
B. Akun-akun Untuk Laporan Laba Rugi 435
8.4.2. Pada Saat Akad Musyarakah 436
A. Biaya Akad Musyarakah 436
B. Penyisihan Modal Musyarakah oleh Mitra Aktif 437
8.4.3. Selama Akad Musyarakah 443
A. Penerimaan Hasil Usaha Musyarakah 443
B. Pengembalian Modal 444
8.4.4. Pada Akhir Akad Musyarakah 449
8.5. Akuntansi Mitra Aktif (Sebagai Pengelola Musyarakah) 449
8.5.1 Akun-akun Pada Mitra Aktif (Sebagai pengelola musyarakah) 449
A. Akun-akun untuk Laporan Posisi Keuangan (Neraca) 449
B. Akun-akun untuk Laporan Laba Rugi 450
8.5.2. Penerimaan Penyertaan Modal (Pada Saat Awal Akad) 451
A. Penyertaan Modal Musyarakah oleh Mitra Aktif 451
B. Penerimaan Modal Musyarakah dari Mitra pasif 453
8.5.3. Selama Akad Musyarakah 456
A. Hasil Usaha Musyarakah 456
B. Pengalihan Modal Musyarakah dari Mitra pasif ke Mitra Aktif 457
8.5.4 Akhir Akad 459
8.6. Penyajian dan Pengungkapan 460
8.7. Pertanyaan dan Soal 460

BAB IX : AKUNTANSI IJARAH Hal


9.1. Pengertian dan Karakteristik Ijarah 469
9.1.1. Pengertian dan Rukun 469
9.1.2. Karakteristik Ijarah 470
9.2. Cakupan Akuntansi Ijarah 472
9.3. Akuntansi Pemilik Obyek Ijarah (Mu’jir) 474
9.3.1. Akun-akun Dalam Transaksi Ijarah 474
A. Akun-akun Laporan Posisi Keuangan (Neraca) 474
B. Akun-akun Laporan Laba Rugi 474
9.3.2. Obyek Ijarah 476
A. Pengadaan aset Ijarah 476
B. Pengeluaran biaya lain aset Ijarah 477
9.3.3. Harga Sewa 478
A. Perhitungan Harga Sewa 479
B. Pelaksanaan Akad Ijarah 479
C. Penyusutan Obyek Ijarah 483
D Pemeliharaan dan Perbaikan Obyek Ijarah 494
E. Pendapatan Ijarah 495
9.3.4. Perpindahan Kepemilikan 497
A. Pemindahan Kepemilikan dengan Cara ”Hibah” 498
B. Perpindahan Kepemilikan dengan Cara Penjualan 499
9.3.5. Penurunan Kualitas Obyek Sewa 502
9.4. Akuntansi Penyewa (Musta’jir) 502
9.4.1. Akun dalam Akuntansi Penyewa 502
A. Akun dalam Laporan Posisi Keuangan 503
B. Akun dalam Laporan Laba Rugi 503
9.4.2. Beban Sewa 504
A. Akuntansi Penyewa Ijarah 504
B. Akuntansi Penyewa Ijarah Muntahia Bittamlik (IMBT) 505
9.4.3. Beban Pemeliharaan dan Perbaikan 506
9.4.4. Pemindahan Kepemilikan 506
9.5. Akuntansi Jual dan Ijarah 509
9.6 Akuntansi Ijarah Lanjut 510
9.7 Penyajian dan Pengungkapan 513
9.8 Pertanyaan dan Soal 513
Lampiran
1 Daftar Akun (Chart of Account)
A. Daftar Akun Aktiva
B. Daftar Akun Kewajiban
C. Daftar Akun Dana Syirkah Temporer
D Daftar Akun Equity
E Daftar Akun Pendapatan Usaha Utama
F Daftar Akun Hak Pihak Ketiga Atas Bagi Hasil
G. Daftar Akun Pendapatan Operasi Lainnya
H Daftar Akun Beban Operasi
I. Daftar Akun Komitmen dan Kontijen

2 Komparasi Akuntansi LKS dan Pihak Terkait


A. Akuntansi Penjual dan Pembeli (PSAK 102)
B Akuntansi Pemesan dan Produsen (PSAK 103)
C Akuntansi Pemesan dan Produsen (PSAK 104)
D. Akuntansi Pemilik Dana dan Pengelola Dana (PSAK 105)
E. Akuntansi Mitra Pasif dan Mitra Aktif (PSAK 106)
F. Akuntansi Penyewa dan Pemilik Obyek Sewa (PSAK 107)
Daftar Gambar
Bab I - Pendahuluan
Gambar 1-1 : Sistem Keuangan Indonesia
Gambar 1-2 : Imbalan Kepada Pemodal
Gambar 1-3 : Perbedaan Transaksi Bank Konvensional, Multi Finance dan Bank Syariah
Gambar 1-4 : Alur Operasional Lembaga Keuangan Syariah

Bab II – Sekilas Bank Syariah


Gambar 2-1 : Kedudukan KAS
Gambar 2-2 : Pola Pemahaman Akuntansi Syariah
Gambar 2-3 : Bangun Prinsip Akuntansi Syariah
Gambar 2-4 : Asumsi Dasar Akrual
Gambar 2-5 : Pos-pos Neraca Akrual Sebelum PSAK 59
Gambar 2-6 : Alur Akuntansi
Gambar 2-7 : Alur Akuntansi Komputerisasi
Gambar 2-8 : Hubungan Akun Neraca dengan Prinsip Syariah
Gambar 2-9 : Akun dalam Laporan Laba Rugi
Gambar 2-10 : Hubungan Laporan Keuangan dan Fungsi LKS

Bab IV - Akuntansi Murabahah


Gambar 4-1 : Jenis Murabahah
Gambar 4-2 : Alur Murabahah Tanpa Pesanan
Gambar 4-3 : Alur Murabahah Tanpa Pesanan
Gambar 4-4 : Penggunaan Akuntansi Murabahah
Gambar 4-5 : Alur Transaksi Murabahah (1)
Gambar 4-6 : Pembelian Barang Diwakilkan
Gambar 4-7 : Harga Jual dan Hutang Nasabah

Bab V – Akuntansi Salam


Gambar 5-1 : Alur Transaksi Salam LKS sebagai Pembuat
Gambar 5-2 : Alur Transaksi Salam LKS sebagai Pemesan
Gambar 5-3 : Alur Transaksi Salam LKS sebagai Pemesan
Gambar 5-4 : Penggunaan Akuntansi Salam
Gambar 5-5 : Alur Transaksi Salam Paralel

Bab VI – Akuntansi Istishna’


Gambar 6-1 : Alur Istishna’ LK Syariah sebagai Pembuat
Gambar 6-2 : Alur Istishna’ Lembaga Keuangan Syariah sebagai Pemesan
Gambar 6-3 : Alur Istishna’ Paralel
Gambar 6-4 : Penggunaan Akuntansi Istishna’
Gambar 6-5 : Skema Transaksi Istishna’
Gambar 6-6 : Skema Istishna’ Produksi Sendiri
Gambar 6-7 : Skema Istishna’ Pembayaran Tangguh
Gambar 6-8 : Ilustrasi Istishna’ Pembayaran Tangguh
Gambar 6-9 : Skema Istishna’ Penyelesaian 25% (Produksi Sendiri)
Gambar 6-10 : Skema Penyelesaian Proyek 60% (Produksi Sendiri)
Gambar 6-11 : Skema Penyelesaian Proyek 100% (Produksi Sendiri)
Gambar 6-12 : Skema Istishna’ Paralel Pembayaran Tangguh
Gambar 6-13 : Ilustrasi Istishna’ Paralel Pembayaran Tangguh
Gambar 6-14 : Skema Istishna’ Penyelesaian 25% (Paralel Biaya Subkon Sama Dengan Nilai Tunai)
Gambar 6-15 : Skema Penyelesaian Proyek 60% (Paralel Biaya Subkon Sama Dengan Nilai Tunai)
Gambar 6-16 : Skema Penyelesaian Proyek 100% (Paralel Biaya Subkon Sama Dengan Nilai Tunai)
Gambar 6 -17: Skema Istishna’ Penyelesaian 25% (Biaya Subkon Tidak Sama Dengan Nilai Tunai)
Gambar 6-18 : Skema Penyelesaian Proyek 60% (Biaya Subkon Tidak Sama Dengan Nilai Tunai)
Gambar 6-19 : Skema Penyelesaian Proyek 100% (Biaya Subkon Tidak Sama Dengan Nilai Tunai)
Gambar 6-20 : Istishna’ Paralel (Jangka Waktu Produksi Sama Dengan Pembayaran)

Bab VII – Akuntansi Mudharabah


Gambar 7-1 : Pihak-pihak Terkait dalam Mudharabah
Gambar 7-2 : Alur Transaksi Mudharabah Mutlaqah
Gambar 7-3 : Penggunaan Akuntansi Mudharabah
Gambar 7-4 : Penggunaan Akun
Gambar 7-5 : Laba Kotor Transaksi (Gross Profit)
Gambar 7-6 : Pembagian Hasil Mudharabah Musyatarak 1
Gambar 7-7 : Pembagian Hasil Mudharabah Musyatarak 2
Gambar 7-8 : Mudharabah Muqayyadah, LKS Sebagai Pemilik Dana
Gambar 7-9 : Skema Transaksi Mudharabah Muqayyadah

Bab VIII – Akuntansi Musyarakah


Gambar 8 – 1 : Alur transaksi Musyarakah
Gambar 8 – 2 : Penggunaan Akuntansi Musyarakah
Gambar 8 – 3 : Skema Ilustrasi Transaksi Musyarakah

Bab IX – Akuntansi Ijarah


Gambar 9-1: Penentuan Harga Sewa
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Lembaga Keuangan di Indonesia

Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia khususnya perbankan syariah mulai berkembang dengan
pesat sejak tahun 1999 yaitu setelah berlakunya Undang-undang nomor 10 tahun 1998 yang merupakan
penyempurnaan dari Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan. Dengan berkembangnya
perbankan syariah di Indonesia tersebut mendorong perkembangan Lembaga Keuangan Syariah lainnnya
seperti antara lain Asuransi Syariah, Lembaga Pembiayaan Syariah, Pegadaian Syariah, Koperasi Syariah
dan juga Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang sering disebut dengan Baitul Maal wat Tamwil (BMT)
yaitu lembaga keuangan mikro yang berbadan hukum Koperasi Syariah atau Koperasi Jasa Keuangan
Syariah (KJKS). Sering timbul pertanyaan adalah apa bedanya Bank Syariah dengan Bank Konvensional,
apa bedanya kegiatan usaha yang dilakukan Bank Syariah dengan kegiatan usaha yang dilakukan oleh
bank konvensional. Untuk mengetahui hal tersebut perlu dibahas terlebih dahulu tatanan Lembaga
Keuangan di Indonesia. Sistem keuangan Indonesia yang secara umum membedakan antara Lembaga
Keuangan Bukan Bank yang banyak bergerak pada sektor riil seperti Lembaga Pembiayaan,
Perasuransian, Modal Ventura, Dana Pensiun, Pegadaian, Penjaminan dan Lembaga Keuangan Bank
yang bergerak pada sektor moneter seperti Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Sistem keuangan
yang ada di Indonesia dan implikasi pada akuntansi syariah dapat dilihat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1-1 : Sistem Keuangan Indonesia

BAB I. Pendahuluan | 1
Dari gambar tersebut di atas, berikut dibahas secara singkat dari masing-masing Lembaga
Keuangan yang ada yaitu (a) Lembaga Keuangan Bukan Bank (b) Lembaga Keuangan Bank.

A. Lembaga Keuangan Bukan Bank


Kelompok Lembaga Keuangan Bukan Bank yaitu (1) Lembaga Pembiayaan yang meliputi antara
lain Leasing, Factoring (anjak piutang), Consumer Financing, (2) Perasuransian, (3) Modal Ventura, (4) Dana
Pensiun, (5) Pegadaian, (6) Penjaminan. Lembaga Keuangan Bukan Bank ini di bawah pembinaan dan
pengawasan dari Departemen Keuangan dan sesuai perudangan-undangan yang berlaku. Lembaga ini
tidak diperkenankan untuk menghimpun dana secara langsung dari masyarakat sehingga sumber dana
Lembaga ini umumnya berasal dari Bank atau Pemodal lainya. Pada umumnya lembaga ini dikatakan
bergerak pada sektor riil karena dalam penyaluran yang dilakukan dalam bentuk barang dan tidak
diperkenankan menyalurkan dana (uang) kepada masyarakat secara langsung.

B. Lembaga Keuangan Bank


Kelompok Lembaga Keuangan Bank adalah Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Lembaga Keuangan Bank saat ini di bawah pembinaan dan pengawasan Bank Indonesia. Secara umum
Lembaga Keuangan Bank bergerak dalam bidang keuangan (sektor moneter) karena lembaga ini
diperkenankan untuk menghimpun dana dan menyalurkan dana berupa kredit langsung kepada
masyarakat. Sesuai ketentuan Bank Indonesia yang berlaku, perbankan (Bank Konvensional) tidak
diperkenankan untuk menjalankan kegiatan usaha diluar dari kegiatan utamanya (core business) yaitu bidang
keuangan, seperti yang dilaksanakan oleh Lembaga Keuangan Bukan Bank di atas.
Sering timbul pertanyaan dimana kelompok Bank Syariah itu? Sesuai perundang-undangan yang berlaku,
Bank Syariah diketagorikan sebagai Lembaga Keuangan Bank dan di bawah pembinaan dan pengawasan
Bank Indonesia, namun dalam melaksanakan kegiatan usahanya bank syariah sudah merambah pada
kegiatan yang dilaksanakan oleh Lembaga Keuangan Bukan Bank, karena Bank Syariah diperkenankan
melaksanakan kegiatan usaha leasing yang setara dengan ijarah, anjak piutang (factoring) setara dengan
hawalah atau hiwalah, consumer financing setara dengan murabahah, modal ventura setara dengan
musyarakah, pegadaian setara dengan rahn dan penjaminan setara dengan kafalah. Berikut diberikan
kupasan yang lebih rinci dari kesetaraan tersebut.
1 Leasing - Ijarah
Seperti dijelaskan di atas, Bank tidak diperkenankan untuk menjalankan kegiatan usaha di luar
kegiatan usaha utamanya, yaitu bidang keuangan. Oleh karana itu Bank Konvensional tidak
diperkenankan melaksanakan kegiatan usaha penyewaan barang (leasing) karena transaksi leasing
merupakan transaksi bukan bidang keuangan karena di dalam transaksi leasing perusahaan leasing
menyediakan barang untuk dilakukan beli sewa. Namun berbeda dengan Bank Syariah yang dapat
menyewakan barang dengan mempergunakan akad Ijarah. Untuk memberikan gambaran diberikan
ilustrasi contoh sebagai berikut:
Bank Mega (konvensional) memiliki Gedung Menara Mega setinggi 25 lantai. Untuk
keperluan operasional Bank Mega mempergunakan 5 lantai. Sisanya disewakan sendiri oleh Bank
Mega. Sesuai ketentuan Bank Indonesia hal ini tidak diperkenankan karena penyewaan gedung
bukan merupakan kegiatan utama Bank, penyewaan gedung merupakan kegiatan usaha perusahaan
leasing. Oleh karena itu biasanya Bank mendirikan perusahaan (anak perusahaan) yang melakukan
pengurusan penyewaan gedung, karena Bank diperkenankan untuk melakukan penyertaan pada
anak perusahaan. Lain halnya misalnya jika yang memiliki Gedung Menara Mega tersebut adalah
Bank Mega Syariah dan untuk kepentingan operasional 5 lantai dipergunakan sendiri oleh Bank
Mega Syariah dan sisanya disewakan sendiri juga oleh Bank Mega Syariah, maka hal ini tidak
melanggar ketentuan kegiatan usaha Bank Syariah, karena menyewakan gedung mempergunakan
akad Ijarah.

2 |Akuntansi Transaksi Syariah (Wiroso, IAI, 2011)


Sekilas perbedaan mendasar antara Leasing dengan Ijarah adalah dalam akuntansi leasing
pencatatan aset dilakukan oleh lessee sehingga lessee yang melakukan pemeliharaan dan melakukan
penyusutan. Sedangkan dalam Ijarah pencatatan obyek ijarah tetap dilakukan oleh lessor, oleh karenanya
lessor yang melakukan pemeliharaan dan melakukan penyusutan.
2 Anjak Piutang – Hawalah / Hiwalah
Hal ini tidak berbeda dengan leasing di atas. Bank Konvensional tidak diperkenankan untuk
melakukan transaksi-transaksi anjak piutang karena transaksi tersebut merupakan kegiatan usaha
perusahaan anjak piutang. Bank Syariah diperkenankan untuk melakukan transaksi anjak piutang dengan
akad Hawalah atau Hiwalah dengan tujuan tolong menolong. Dalam perusahaan anjak piutang umum
dilakukan dengan sistem diskonto, sedangkan pada Bank Syariah transaksi Hawalah atau Hiwalah sifatnya
tolong menolong dan tidak diperkenankan menggunakan sistem diskonto.
3) Consumer Financing - Murabahah
Beberapa contoh perusahaan consumer financing adalah Adira, FIF, Colombia, Sumber Kredit
dimana dalam melakukan transaksi dari perusahaan ini konsumennya menerima barang yang
pembayarannya dapat dilakukan dengan tunai atau dengan tangguh/cicilan. Bank konvensional tidak
diperkenankan menjalankan transaksi ini, tetapi dalam Lembaga Keuangan Syariah diperkenankan
dengan akad Murabahah. Sesuai ketentuan syariah yang ada Murabahah merupakan transaksi jual beli
barang (bukan uang), nasabah sebagai pembeli menerima barang bukan menerima uang. Oleh karena
Lembaga Keuangan Syariah sebagai penjual maka Lembaga Keuangan Syariah diperkenankan untuk
menentukan dan melakukan negosiasi keuntungan dan harga jual barang. Hal ini sama dengan consumer
financing dimana nasabahnya menerima barang (bukan uang).
Banyak yang mengatakan murabahah yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah sama
dengan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) yang dilakukan oleh bank konvensional. Murabahah dan
Kredit Kendaraan Bermotor dua hal yang berbeda, jika Kredit Kendaraan Bermotor yang dilakukan oleh
bank konvensional - bank menyediakan uang untuk nasabah untuk membeli kendaraan bermotor (yang
disediakan bank adalah uang), sedangkan dalam murabahah yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan
Syariah - bank menyediakan kendaraan bermotor untuk dilakukan jual beli dengan nasabah (yang
disediakan bank adalah kendaraan bermotor)
4) Pegadaian - Rahn
Jelas Bank Konvensional tidak diperkenankan untuk menjalankan transaksi pegadaian karena ini
merupakan kegiatan usaha perusahaan pegadaian, tetapi dalam Lembaga Keuangan Syariah
diperkenakkan untuk melaksanakan kegiatan usaha pedagaian dengan akad Rahn.

Masih banyak kegiatan usaha Bank Syariah yang tidak boleh dilaksanakan oleh Bank Konvesional.
Kegiatan usaha Lembaga Keuangan Syariah jauh lebih luas dibandingkan dengan Bank konvensional,
sehingga sangat disayangkan jika selalu disetarakan dengan Bank Konvensional. Titik pandang ”adanya
perbedaan terdapat peluang” itulah seharusnya dipergunakan sebagai motivasi, kreativitas dan pendorong
kemajuan Bank Syariah. Jika selalu membandingkan dan menyetarakan Bank Syariah dan Bank
Konvensional maka memerlukan ratusan tahun untuk bisa mencapai kebesarannya seperti bank
konvensioal sekarang. Sesuai karakteristiknya Bank Syariah tidak membedakan secara tegas pada sektor
keuangan seperti yang dilaksanakan oleh perbankan atau pada sektor riil seperti yang dilaksanakan oleh
Lembaga Keuangan Bukan Bank. Dengan adanya karakter tersebut membawa implikasi pada akuntansi
yang dipergunakan oleh bank syariah. Akuntansi Bank Syariah dan Akuntansi Lembaga Keuangan
Syariah pada umumnya merupakan gabungan dari akuntansi perbankan, akuntansi sewa beli, akuntansi
perdagangan, akuntansi kontruksi dan sebagainya.

BAB I. Pendahuluan | 3
1.2. Imbalan Pemodal Lembaga Keuangan Syariah
Untuk memberikan gambaran yang jelas dan lengkap mengenai imbalan yang diterima oleh
pemodal dapat dilihat dalam perbankan syariah. Pembayaran imbalan kepada pemilik dana yang
dihimpun (shahibul maal) Bank Syariah tidak sama dengan pembayaran imbalan kepada pemilik dana bank
konvensional (yang lazim disebut dengan deposan atau penabung). Bank konvensional memberikan
imbalan kepada para deposannya dalam bentuk bunga dalam jumlah tetap dan ditentukan dimuka, tidak
dipengaruhi oleh risiko atau masalah yang dihadapi oleh bank konvensional, sedangkan imbalan pemilik
dana (shahibul maal) Bank Syariah sangat tergantung pada pendapatan yang diperoleh oleh Bank Syariah
sebagai mudharib dalam pengelolaan dana mudharah, Bank Syariah tidak diperkenankan memberikan
imbalan dalam jumlah yang telah ditentukan di depan. Untuk memberikan gambaran perbedaan
pemberikan imbalan bank konvensional dengan Bank Syariah dalam diperhatikan gambar dan beberapa
uraian sebagai berikut:

Gambar 1-2 : Imbalan kepada Pemodal


Pada Bank Konvensional dalam penghimpunan dana yang dilakukan, misalnya dalam bentuk
deposito berjangka disepakati diberikan bunga sebesar 6% per tahun, dengan sifat tetap ditetapkan di
depan. Hal ini sesuai dengan karakter sistem ekonomi kapitalis dimana pemodal tidak mau menanggung
riisko, apapun permasalahan yang dihadapi oleh bank konvensional deposan diberikan bunga 6% per
tahun. Untuk dapat membayar bunga deposito kepada deposan, uang tersebut oleh bank konvensional
dijual kepada debitur dalam bentuk kredit dengan perhitungan suku bunga minimal angka tertentu yang
didasarkan perhitungan dasar bunga kredit (base lending rate) dengan rumus umum cost of money ditambah
risk cost ditambah spread misalnya 13% per tahun. Artinya dengan dikenakan bunga 13% tersebut dapat
membayar bunga deposan 6%, dapat membayar seluruh beban overhead bank, dapat menutup risiko
khususnya pembentukan cadangan umum kerugian kredit dan sebagian keuntungan bank. Pada bank
konvensional besarnya bunga kredit yang dikenakan kepada debitur tidak mempengaruhi besarnya bunga
deposito kepada deposan. Misalnya bank konvensional dapat menyalurkan kredit dengan bunga 20%,
maka bank konvensional tetap membayar bunga deposito sebesar 6% kepada deposan (pemodal),
sebaliknya bank konvensional menyalurkan kredit dengan bunga 10% bank konvensional tetap
membayar bunga deposito 6%, bahkan bank konvensional tidak dapat menyalurkan dana dalam bentuk
kredit pun bank konvensional tetap harus membayar bunga deposito sebesar 6%. Disinilah sering

4 |Akuntansi Transaksi Syariah (Wiroso, IAI, 2011)


dikatakan para ahli timbulnya ketidakadilan antara pemodal (deposan) dan pekerja (bank), dimana salah
satu dirugikan. Pada saat bank konvensional dapat mengenakan bunga kredit 20%, yang dirugikan adalah
deposan sebagai pemodal, sebaliknya jika bank konvensional mengenakan kredit 10% yang dirugikan
adalah bank sebagai pekerja. Pada bank konvensional dapat terjadi membayar bunga deposito (bunga atas
dana pihak ketiga) lebih besar dari pendapatan penyaluran dana atau kredit, disebut dengan “negative
spread”. Hal ini yang dialami oleh bank konvensional pada krisis moneter beberapa waktu yang lalu, dalam
penghimpunan dana bank konvensional memberikan bunga 56% pertahun dan dalam penyaluran dana
tidak ada nasabah yang mau mengambil kredit, karena tingginya bunga kredit.
Dalam Bank Syariah, imbalan yang diberikan kepada para deposan sebagai pemodal (shahibul maal)
sangat tergantung pada hasil usaha yang diperoleh atas pengelolaan atau penyaluran dana yang dilakukan
oleh Bank Syariah, khususnya hasil usaha yang telah diikuti dengan aliran kas masuk (cash basis), sehingga
dari bulan ke bulan berikutnya penghasilannya tidak selalu sama. Secara konsep/ketentuan syariah, Bank
Syariah tidak pernah memberikan atau menjanjikan imbalan jumlah tetap kepada pemilik dana atau
pemodal, yang disepakati pada saat awal akad antara pemodal dan pekerja adalah porsi pembagian hasil
usaha yang sering disebut dengan ”nisbah”. Misalnya Bank Syariah menerima sejumlah dana mudharabah
dari pemilik dana/(shahibul maal) dengan akad mudharabah dalam jumlah tertentu dengan pembagian
hasil usaha untuk Bank Syariah 40 dan untuk pemilik dana 60. Dana tersebut oleh Bank Syariah
disalurkan pada investasi sesuai syariah seperti jual beli (murabahah, salam dan istishna’), ujroh (ijarah,
IMBT, multijasa) dan investasi (mudharabah, musyarakah). Dari hasil investasi diperoleh disebut dengan
pendapatan usaha utama yaitu pendapatan milik bersama bank syariah sebagai pengelola dana dan
pemodal (shahibul maal). Jika misalnya dalam pengelolaan dana tersebut memperoleh hasil usaha sebesar
Rp1 Milyar (cash basis), maka pembagian hasil usaha didasarkan pada jumlah Rp1 Milyar, sehingga
imbalan yang diberikan kepada nasabah sebagai pemilik dana (shahibul maal) sebesar 60% dari Rp1 Milyar
yaitu Rp600 juta sedangkan untuk Bank Syariah sebagai pengelola dana (mudharib) sebesar 40% dari Rp1
Milyar yaitu Rp400 juta. Sebaliknya jika hasil usaha yang diperoleh Bank Syariah tersebut hanya Rp10,00
(cash basis) maka perhitungan pembagian hasil usaha didasarkan jumlah Rp10,00 sehingga imbalan yang
diberikan kepada nasabah sebagai pemilik dana sebesar 60% dari Rp10,00 yaitu Rp6,00 dan untuk
Lembaga Keuangan Syariah sebesar 40% dari Rp10,00 yaitu Rp4 .
Dalam prinsip berbagi hasil yang dilakukan oleh Bank Syariah, pembagian keuntungan tidak boleh
hanya untuk satu pihak (kedua pihak harus mendapat bagian dari hasil usaha), sehingga dapat
disimpulkan bahwa Bank Syariah tidak pernah mengalami negative spread, karena Bank Syariah tidak
pernah membayarkan imbalan kepada pemilik dana yang lebih besar dari pendapatan yang diperoleh dari
penyaluran dana. Disini timbulnya keadilan antara pemodal dan pekerja, hasil usaha besar masing-masing
mendapat imbalan besar dan hasil usaha kecil masing-masing mendapat imbalan kecil. Bagi hasil yang
dibayarkan kepada pemilik dana (shahibul maal) merupakan bagian dari pendapatan usahan utama. Oleh
karena itu bagi hasil yang dibayarkan kepada pemilik dana bukan merupakan beban operasional bank
syariah.

1.3. Fungsi Lembaga Keuangan Syariah


Lembaga Keuangan Syariah memiliki kegiatan usaha yang lebih luas dari bank konvensional,
Lembaga Keuangan Syariah yang tidak membedakan bergerak dibidang sektor keuangan atau sektor riil
sebagaimana yang telah dibahas dimuka yaitu dapat melaksanakan kegiatan usaha leasing (ijarah), anjak
piutang (hawalah/Hiwalah), consumer financing (murabahah), modal ventura (musyarakah), pegadaian
(rahn) yang dibagian besar secara konsep berkaitan langsung dengan sektor riil maka Lembaga Keuangan
Syariah memiliki fungsi sebagai manajer investasi, investor, jasa layanan dan sosial. Untuk memberikan
gambaran yang lengkap dan rinci mengenai fungsi-fungsi tersebut berikut dilakukan pembahasan satu
persatu fungsi itu.

BAB I. Pendahuluan | 5
A. Fungsi Manager Investasi
Salah satu fungsi Lembaga Keuangan Syariah yang sangat penting adalah manager Investasi.
Lembaga Keuangan Syariah merupakan manager investasi dari pemilik dana (shahibul maal) dari dana yang
dihimpun dengan prinsip mudharabah (dalam perbankan lazim disebut dengan deposan atau penabung),
karena besar-kecilnya imbalan (bagi hasil) yang diterima oleh pemilik dana, sangat tergantung pada hasil
usaha yang diperoleh (dihasilkan) oleh Lembaga Keuangan Syariah dalam mengelola dana (khususnya
dana mudharabah). Hal ini sangat dipengaruhi oleh keahlian, kehati-hatian, dan profesionalisme dari
Lembaga Keuangan Syariah sebagai manajer investasi (pihak yang mengelola dana).
Lembaga Keuangan Syariah dapat menghimpun dana yang besar, kemudian dalam penyaluran
dana dilakukan tidak efektif, kurang memperhatikan prinsip-prinsip kehati-hatian, sembarangan sehingga
banyak yang macet atau banyak yang diketagorikan bermasalah (non performing financing), banyaknya
penyaluran dana yang tidak melakukan pembayaran angsuran, maka membawa dampak hasil usaha yang
diikuti aliran kas masuk (cash basis) hanya kecil atau sedikit yang diterima. Dengan adanya hasil usaha yang
cash basis kecil maka pendapatan yang akan dibagi antara Lembaga Keuangan Syariah dan Shahibul Maal
juga kecil, yang akhirnya membawa dampak kecilnya bagi hasil yang diterima oleh pemilik dana (shahibul
maal). Begitu sebaliknya penyaluran dana yang tidak besar, namun dilakukan dengan efektif, efesien dan
produktif, dan kualitas penyaluran dana yang baik sehingga banyak debitur yang melakukan pembayaran
angsuran atau pembayaran bagi hasil yang diterima dari nasabah pengelola dana (mudharib) banyak, akan
membawa dampak pada hasil usaha yang akan dibagi antara Lembaga Keuangan Syariah sebagai
pengelola dana dan pemilik dana juga besar, yang mengakibatkan pendapatan bagi hasil diterima pemilik
dana besar juga.
Dana yang dihimpun oleh Lembaga Keuangan Syariah, hendaknya ditanamkan pada sektor yang
produktif dan tidak melanggar syariah, karena sesuai konsep syariah apa yang dilakukan oleh Lembaga
Keuangan Syariah dalam penyaluran dana akan membawa dampak atau risiko kepada pemilik dana
(shahibul maal) dari dana yang dihimpun (deposan atau penabung). Hal ini sangat berbeda dengan Bank
Konvensional, begitu deposan memberikan dana kepada Bank Konvensional dan dijanjikan bunga
tertentu, deposan tidak menananggung risiko. Bank bisa menyalurkan dana atau tidak, mendapatkan
pendapatan besar atau kecil bahkan tidak memperoleh pendapatan sama sekali, deposan sebagai pemodal
akan menerima bunga tetap yang diperjanjikan, dengan kata lain pemodal dalam aliran kapitalis tidak
bersedia untuk menanggung risiko.
Besarnya penyaluran dana atau investasi yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah bukanlah
suatu indikasi imbalan atau bagi hasil yang diterima oleh pemilik dana (deposan atau penabung) besar,
tetapi kualitas dari penyaluran dana atau investasi yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah itulah
yang mempunyai pengaruh terhadap imbalan atau bagi hasil yang diterima oleh pemilik dana yang
dihimpun. Besarnya porsi pembagian hasil usaha (nisbah) tidak menjamin besarnya bagi hasil yang akan
diterima oleh pemilik dana, karena bagi hasil tersebut sangat dipengaruhi oleh hasil usaha yang akan
dibagikan (pendapatan operasi utama), hasil usaha yang akan dibagikan sangat dipengaruhi oleh
pendapatan penyaluran dana yang diterima secara tunai (cash basis) oleh Lembaga Keuangan Syariah
sebagai pengelola dana (mudharib), pendapatan penyaluran dana dipengaruhi oleh kualitas aktiva produktif
(penyaluran dana), kualitas aktiva produktif dipengaruhi oleh proses dan prinsip-prinsip penyaluran dana.
Secara umum dikatakan bahwa indikasi keberhatian Lembaga Keuangan Syariah sebagai manajer
investasi adalah adanya trend kenaikan return bagi hasil dari waktu ke waktu dan adanya trend penurunan
pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing) dari waktu ke waktu. Kedua hal ini pemodal berhak
untuk memperoleh informasinya sebagai salah satu bentuk transparansi Lembaga Keuangan Syariah.
B. Fungsi Investor.
Dalam penyaluran dana, baik dalam prinsip bagi hasil (mudharabah dan musyarakah), prinsip
ujroh( ijarah) dan prinsip jual beli (murabahah, salam dan istishna’), Lembaga Keuangan Syariah
berfungsi sebagai investor (sebagai pemilik dana). Oleh karena sebagai pemilik dana maka dalam
menanamkan dana dilakukan dengan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan dan tidak melanggar syariah,
ditanamkan pada sektor-sektor produktif dan mempunyai risiko yang sangat minim. Keahlian,
profesionalisme sangat diperlukan dalam menangani penyaluran dana ini, penerimaan pendapatan dan

6 |Akuntansi Transaksi Syariah (Wiroso, IAI, 2011)


kualitas aktiva produktif yang sangat baik menjadi tujuan yang penting dalam penyaluran dana, karena
pendapatan yang diterima dalam penyaluran dana inilah yang akan dibagikan kepada pemilik dana
(deposan atau penabung mudharabah). Jadi fungsi ini sangat terkait dengan fungsi Lembaga Keuangan
Syariah sebagai manajer investasi.
Bank-Lembaga Keuangan Syariah menginvestasikan dana yang disimpan pada bank tersebut (dana
pemilik bank maupun dana rekening investasi) dengan menggunakan alat investasi yang sesuai dengan
Syariah. Investasi yang sesuai dengan Syariah tersebut meliputi akad Murabahah, akad Ijarah, akad
Musyarakah, akad Mudharabah, akad Salam atau Istishna’, pembentukan perusahaan atau akuisisi
pengendalian atau kepentingan lain dalam rangka mendirikan perusahaan, memperdagangkan produk.
Hasil usaha yang diperoleh dibagikan kepada pihak yang memberikan kontribusi dana (shahibul maal), dan
Lembaga Keuangan Syariah menerima bagian keuntungan sebagai Mudharib sesuai yang disepakati antara
pemilik dana dan bank sebagai pengelola, sebelum pelaksanaan akad.
Fungsi investor ini dapat dilihat dalam hal penyaluran dana yang dilakukan oleh Lembaga
Keuangan Syariah, baik yang dilakukan dengan mempergunakan prinsip jual beli maupun dengan
menggunakan prinsip bagi hasil sendiri. Karena Lembaga Keuangan Syariah melaksanakan fungsi sebagai
investor maka Lembaga Keuangan Syariah penyedia dana bersedia untuk menanggung risiko dari
investasinya. Hal ini dapat dilihat dengan jelas pada saat Lembaga Keuangan Syariah melakukan
pengelolaan dana dengan prinsip bagi hasil, pendapatan dari hasil usaha sangat tergantung pada hasil
usaha yang diperoleh nasabah sebagai pengelola dana. Untuk memberikan gambaran berikut diberikan
ilustrasi.
Lembaga Keuangan Syariah melakukan pembiayaan (investasi) mudharabah kepada Debitur
sebesar Rp250 milyar. Nisbah (pembagian hasil usaha) untuk Lembaga Keuangan Syariah 60 dan
untuk debitur 40. Berdasarkan Nisbah Lembaga Keuangan Syariah, proyeksi keuntungan
(ekspektasi keuntungan) yang diharapkan sebesar Rp50 juta per bulan. Dengan berjalannya
pelaksanaan akad mudharabah, ternyata dalam bulan yang bersangkutan debitur hanya
memperoleh hasil usaha sebesar Rp75 juta, sehingga hasil usaha untuk Lembaga Keuangan Syariah
sebesar 60% x Rp75 juta = Rp45 juta. Sesuai ketentuan yang ada Lembaga Keuangan Syariah
hanya diperkenankan untuk mengakuan pendapatan bagi hasil sebesar Rp45 juta. Sisanya sebesar
Rp5 juta tidak diperkenankan untuk ditagih.
Hal ini sangat berbeda dengan bank konvensional dimana sisa bunga yang belum dibayar
merupakan hutang bunga. Misalnya bank memberikan modal sebesar Rp250 milyar, bunga yang
harus dibayar sebesar Rp50 juta per bulan. Pada bulan yang bersangkutan nasabah hanya mampu
membayar Rp45 juta maka sisanya sebesar Rp5 juta, diakui sebagai piutang bungan (hutang bunga
bagi nasabah).
Contoh lain dalam transaksi Murabahah yang pembayarannya dilakukan dengan tangguh dan atas
hutangnya tersebut nasabah tidak mampu untuk membayar sesuai waktunya, kemudian dilakukan
penangguhan pembayaran (re-schedule) tidak diperkenankan untuk menambah kewajiban yang
ditangguhkan jangka waktunya.
C. Fungsi Jasa perbankan
Dalam menjalankan fungsi ini, Lembaga Keuangan Syariah tidak jauh berbeda dengan bank non
syariah, seperti misalnya memberikan layanan kliring, transfer, inkaso, pembayaran gaji dan sebagainya,
hanya saja yang sangat diperhatikan adalah adalah prinsip-prinsip syariah yang tidak boleh dilanggar.
Lembaga Keuangan Syariah memberikan jasa transfer, inkaso, kliring dengan prinsip wakalah;
menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat-surat berharga berdasarkan prinsip wadi’ah yad
amanah; memberikan layanan letter of credit (L/C) dengan prinsip wakalah, memberikan layanan bank
garansi dengan prinsip kafalah; melakukan kegiatan wali amanat dengan prinsip wakalah, memberikan
layanan penukaran uang asing dengan prinsip sharf dan sebagainya. Bank Lembaga Keuangan Syariah
juga menawarkan berbagai jasa-jasa keuangan lainnya untuk memperoleh imbalan atas dasar agency contract
atau sewa dan pendapatan yang diperolah atas jasa keuangan tersebut merupakan pendapatan operasi
lainnya dan tidak termasuk dalam perhitungan pembagian hasil usaha.

BAB I. Pendahuluan | 7
Pada awal berkembangnya Lembaga Keuangan Syariah, banyak masyarakat yang beranggapan
bahwa Lembaga Keuangan Syariah hanya Bank Sosial, Bank yang melayani kegiatan sosial saja, tidak ada
kliring, tidak ada transfer, tidak mengeluarkan cek atau bilyet giro dan sebagainya, namun dengan
pemahaman dan penjelasan tentang Lembaga Keuangan Syariah anggapan tersebut sudah tidak ada lagi.
D. Fungsi sosial
Dalam konsep perbankan syariah mengharuskan bank-Lembaga Keuangan Syariah memberikan
pelayanan sosial apakah melalui dana Qardh (pinjaman kebajikan) atau Zakat dan dana sumbangan sesuai
dengan prinsip-prinsip Islam. Disamping itu, konsep perbankan Islam juga mengharuskan bank-
Lembaga Keuangan Syariah untuk memainkan peran penting di dalam pengembangan sumber daya
manusianya dan memberikan kontribusi bagi perlindungan dan pengembangan lingkungan. Fungsi ini
juga yang membedakan fungsi Lembaga Keuangan Syariah dengan bank konvensional, walaupun hal ini
ada dalam bank konvensional biasanya dilakukan oleh individu-individu yang mempunyai perhatian
dengan hal sosial tersebut, tetapi dalam Lembaga Keuangan Syariah fungsi sosial merupakan salah satu
fungsi yang tidak dapat dipisahkan dengan fungsi-fungsi yang lain. Lembaga Keuangan Syariah harus
memegang amanah dalam menerima ZIS atau dana kebajikan lainnya dan menyalurkan kepada pihak-
pihak yang berhak untuk menerimanya dan atas semua itu haruslah dibuatkan laporan sebagai
pertanggunganjawab dalam pemegang amanah tersebut.

1.4. Titik Pandang Uang Lembaga Keuangan Syariah


Perubahan paradigma tentang uang dalam Lembaga Keuangan Syariah khususnya perbankan
syariah bukanlah hal yang mudah, karena sudah beratus-ratus tahun paradigma yang terjadi diperbankan
bahwa uang sebagai komoditi, karena kegiatan usahanya dilakukan di bidang keuangan. Dalam
perbankan syariah, khususnya dalam konsep ekonomi Islam, uang hanya sebagai ”alat tukar” dan ”satuan
pengukur nilai” bukan sebagai komoditas. Kenaikan uang harus diikuti dengan kegiatan ekonomi yang
nyata seperti jual beli, menyewakan barang, investasi dan sebagainya. Untuk memperoleh hasil Lembaga
Keuangan Syariah harus nyata-nyata kerja seperti melakukan jual beli (murabahah, salam dan istishna’)
menyewakan suatu obyek sewa (ijarah, IMBT, multijasa) dan melakukan investasi kepada pihak yang
memiliki usaha (mudharabah, musyarakah). Secara konsep Lembaga Keuangan Syariah tidak
diperkenankan memperoleh hasil akibat penggunaan uang sebagaimana dilakukan oleh Bank
Konvensional.
Untuk memberikan gambaran titik pandang uang pada Lembaga Keuangan Syariah dan Lembaga
Keuangan Konvensional berikut diberikan beberapa ilustrasi:
A. Seseorang datang ke Bank Konvensional untuk meminjam uang sebesar Rp10 juta dan akan
dikembalikan satu tahun kemudian. Berapa yang harus dibayar satu tahun kemudian? Yang
dibayar adalah sebesar Rp12 juta, yaitu Rp10 juta uang awal ditambah dengan bunga Rp2 juta.
Bank Konvensional memperoleh hasil dari uang yang dipinjamkan.
B. Seseorang datang ke Bank Syariah untuk meminjam uang sebesar Rp10 juta dan akan
dikembalikan satu tahun kemudian. Berapa yang harus dikembalikan satu tahun kemudian? Yang
harus dibayar atau dikembalikan satu tahun kemudian tetap sebesar Rp10 juta, dan tidak
diperkenankan untuk mengenakan tambahan kepada peminjam. Inilah yang akadnya disebut
akah Qardh. Bagaimana jika akadnya sesuai ketentuan syariah yaitu akad Qardh, tetapi pada saat
peminjam menandatangani akad, pelaksana Lembaga Keuangan Syariah mengharuskan
mengembalikan sebesar Rp12 juta (akad hanya sebagai formalitas saja). Jika hal demikian terjadi
maka dari segi hubungan horisontal aman-aman saja, audit intern tidak akan menemukan
pelanggarannya, DPS tidak akan menemukan pelanggarannya, pengawasan lain tidak akan
menemukan pelanggarannya. Kejadian ini yang terlanggar adalah hubungan vertikal dan hanya
Audit Yang Maha Kuasa yang mengetahui hal ini. Dengan demikian hal ini sudah berada di luar
area muamalah.
Ilustrasi lain dapat diberikan gambaran perbedaan kredit yang dilakukan oleh Bank Konvensional
dengan jual beli yang dilakukan oleh Bank Syariah dapat dilihat dalam ilustrasi sebagai berikut:

8 |Akuntansi Transaksi Syariah (Wiroso, IAI, 2011)


Harga mobil sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta), return yang diharapkan sebesar 20%
dan pembayaran dilakukan selama satu tahun. Bagaimana paradigma nasabah jika yang
melakukan adalah Bank Konvensional, bagaimana paradigma nasabah jika yang melakukan
adalah lembaga pembiayaan (multi finance) dan bagaimana paradigma nasabah jika yang melakukan
adalah Bank Syariah.
Untuk memberikan jawaban atas paradigma nasabah tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1-3 : Perbedaan transaksi bank konvensional, multi finance dan bank syariah
Dari gambar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Jika yang melakukan adalah bank konvensional, nasabah diberikan uang sebesar Rp100.000.000,00
(seratus juta) dan selama jangka waktu satu tahun menjadi Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh
juta), sejak awal nasabah mengakui memiliki hutang pokok sebesar Rp100.000.000,00 dan hutang
bunga sebesar Rp20.000.000,00. Oleh karena itu jika ia melunasi sebelum jatuh tempo, paradigma
nasabah adalah berapa sisa hutang pokok dan berapa harga yang harus dibayar?
2. Jika yang melakukan adalah Lembaga Pembiayaan (multi finance), yang diberikan adalah mobil dan
sejak awal sudah disepakati harga mobil sebesar Rp100.000.000,00 ditambah keuntungan sebesar
Rp20.000.000,00 sehingga harga jual sebesar Rp120.000.000,00. Sejak awal nasabah telah
mengakui memiliki hutang pada Lembaga Pembiayaan sebesar Rp120.000.000,00. Oleh karena itu
jika ia melunasi sebelum jatuh tempo paradigma nasabah adalah berapa hutangnya yang tidak
membedakan pokok dan bunganya?
3. Jika yang melakukan adalah bank syariah :
a) Jika yang diberikan kepada nasabah adalah uang sebesar Rp100.000.000,00 maka sampai
akhir pembayaran (setahun kemudian) nasabah tetap memiliki hutang sebesar
Rp100.000.000,00 karena uang tidak diperkenankan untuk beranak.
b) jika yang diberikan kepada nasabah adalah mobil maka sejak awal nasabah mengakui
memiliki hutang sebesar Rp120.000.000,00 sebagaimana yang dilakukan oleh Lembaga
Pembiayaan.
Untuk memberikan gambaran yang lebih lengkap diberikan contoh yang dialami dalam praktek
yang alami pejabat bank konvensional yang sedang mendalami perbankan syariah dan mengikuti cara
kerja Lembaga Keuangan Mikro Syariah dalam melakukan penjualan produknya, dan berikut petikannya:
Jika Bapak pinjam uang kepada kami (BMT) sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta)
diminta untuk dikembalikan Rp10.020.000,00 selama setahun (return sebesar 0.02%), hukumnya

BAB I. Pendahuluan | 9
haram. Tetapi jika melakukan jual beli dengan kami harga pokok Rp10.000.000,00 (sepuluh juta)
dengan harga jual disepakati Rp12.000.000,00 (dua belas juta) dibayar setahun (return sebesar
20%) hukumnya halal.
Dari permasalahan tersebut timbul pertanyaan kenapa yang kecil diharamkan sedangkan yang
besar dihalalkan? Bukankah hal ini tidak adil?. Halal dan haramnya hal tersebut bukan terletak pada besar
kecilnya return yang diperoleh, tetapi obyek yang dilakukan. Sekecil apapun jika meminjamkan uang minta
tambahan dalam pengembaliannya hukumya adalah haram, karena uang tidak diperkenankan untuk
bertambah jika tidak diikuti dengan kegiatan ekonomi yang nyata, uang dalam ekonomi syariah hanya
sebagai ”alat tukar” dan ”satuan pengukur nilai” bukan sebagai komoditas. Sedangkan dalam jual beli
selama harga perolehan diberitahukan, keuntungan dilakukan negosiasi hingga disepakati dan harga jual
nya disepakati maka hukumnya dalah halal. Dalam menentukan keuntungan dalam jual belu hendaknaya
mempergunakan azas ” mengambil keuntungan tidak di atas kerugian orang lain” arti sama-sama
menerima manfaat.

1.5. Alur Operasional Lembaga Keuangan Syariah


Dilihat dari aspek syariah, kegiatan usaha Lembaga Keuangan Syariah yang satu tidak beda dengan
yang lain. Besarnya kegiatan usaha sangat dipengaruhi oleh segmentasi yang dilakukan, misalnya pada
Lembaga Keuangan Syariah perbankan, bank umum syariah dalam menghimpun dana dan menyalurkan
dana dalam jumlah yang besar-besar, BPRS pada jumlah yang sedang-sedang saja, serta BMT pada
jumlah-jumlah yang kecil dan mikro. Begitu juga pada Lembaga Keuangan Syariah non bank seperti multi
finance, leasing, pegadaian dan sebagainya Secara umum alur operasional Lembaga Keuangan Syariah,
sebagaimana tercermin dalam gambar berikut:

Gambar 1-4 : Alur operasional Lembaga Keuangan Syariah

10 |Akuntansi Transaksi Syariah (Wiroso, IAI, 2011)


Dari gambar tersebut di atas dapat dijabarkan sebagai berikut:
A. Dalam sumber dana Lembaga Keuangan Syariah, saat ini mempergunakan dua prinsip yaitu :
1) prinsip wadiah yad dhamanah yang diaplikasikan pada giro wadiah dan tabungan wadiah
dan
2) prinsip mudharabah mutlaqah yang diaplikasikan pada produk deposito mudharabah dan
tabungan mudharabah.
Selain itu Lembaga Keuangan Syariah juga mempunyai sumber dana lain yang berasal dari
modal sendiri. Semua sumber dana tersebut dicampur menjadi satu, dalam bentuk pooling dana.
Dalam sumber dana inilah Lembaga Keuangan Syariah sangat berperan sebagai manager
investasi dari pemilik dana yang dihimpun, khususnya pemilik dana mudharabah, karena hasil
pemilik dana mudharabah tergantung pada hasil usaha pengelolaan dana yang dilakukan oleh
Lembaga Keuangan Syariah.
B. Dana Lembaga Keuangan Syariah yang dihimpun, disalurkan atau dikelola dengan pola-pola
penyaluran dana yang dibenarkan syariah. Secara garis besar pengelolaan dana Lembaga
Keuangan Syariah dilakukan dengan tiga pola yaitu :
1) prinsip jual beli yang meliputi Murabahah, Salam dan Salam Paralel, Istishna’ dan Istishna’
paralel,
2 prinsip bagi hasil yang meliputi Mudharabah dan Musyarakah, dan
c) prinsip ujroh yaitu ijarah dan ijarah muntahiayah bittamlik.
Oleh karena dana Lembaga Keuangan Syariah dicampur menjadi satu dalam bentuk pooling
dana, maka dalam pengelolaan dana tersebut tidak diketahui dengan jelas sumber dananya dari
prinsip sumber dana yang mana, dari prinsip wadiah atau dari prinsip mudharabah atau dari
sumber dana modal sendiri.
C. Atas penyaluran dana akan diperoleh pendapatan yaitu dalam prinsip jual beli lazim disebut
dengan margin atau keuntungan dan prinsip bagi hasil akan menghasilkan bagi hasil usaha serta
dalam dalam prinsip ujroh akan memperoleh upah (sewa). Pendapatan dari penyaluran dana ini
disebut dengan pendapatan operasi utama, merupakan pendapatan usaha bersama yang akan
dibagihasilkan, pendapatan yang merupakan unsur pembagian hasil usaha (profit distribution).
D. Dari pendapatan operasi utama yang penerimaannya benar-benar terjadi (cash basis) inilah yang
akan dibagihasilkan antara pemilik dana dan pengelola dana. Secara prinsip pendapatan yang
akan dibagi hasilkan antara pemilik dana dengan pengelola dana adalah pendapatan dari
penyaluran dana yang sumber dananya berasal dari Mudharabah Mutlaqah.
Pada dasarnya perhitungan distribusi hasil usaha, hanya dilakukan oleh mudharib karena
sesuai dengan prinsip Mudharabah, mudharib diberi kekuasan penuh dalam mengelola dana tanpa
adanya campur tangan shaibul maal (pemilik dana), sehingga yang mengetahui besaran hasil usaha
tersebut adalah mudharib. Dalam akad Mudharabah yang dilakukan antara pemodal (shahibul
maal) dengan Lembaga Keuangan Syariah sebagai mudharib – penghimpunan dana yang dilakukan
oleh Lembaga Keuangan Syariah – perhitungan distribusi hasil usaha dilakukan oleh Lembaga
Keuangan Syariah, sedangkan dalam akad mudharabah yang dilakukan antara nasabah debitur
dengan Lembaga Keuangan Syariah sebagai shahibul maal – penyaluran dana yang dilakukan oleh
Lembaga Keuangan Syariah – perhitungan distribusi hasil usaha dilakukan oleh debitur sebagai
mudharib.
E. Pendapatan Lembaga Keuangan Syariah tidak hanya dari bagian pendapatan pengelolaan dana
Mudharabah saja tetapi ada pendapatan-pendapatan yang lain yang menjadi hak sepenuhnya
Lembaga Keuangan Syariah, dimana pendapatan-pendapatan tersebut tidak dibagihasilkan antara
pemilik dan pengelola dana (LKS). Pendapatan-pendapatan tersebut antara lain pendapatan yang
berasal dari fee base income, misalnya pendapatan atas fee kliring, fee transfer, fee inkaso, fee pembayaran
payroll dan fee lain dari jasa layanan yang diberikan oleh Lembaga Keuangan Syariah. Disamping
itu pendapatan yang menjadi milik Lembaga Keuangan Syariah sepenuhnya adalah pendapatan
dari mudharabah muqayyadah dimana Lembaga Keuangan Syariah bertindak sebagai agen.
Pendapatan berbasis imbalan sepenuhnya menjadi milik LKS.

BAB I. Pendahuluan | 11
Sebagai keunikan Lembaga Keuangan Syariah adalah dalam hal pembagian hasil usaha (distribusi
hasil usaha) yang tidak pernah ada dalam Lembaga Keuangan Konvensional. Dalam Fatwa Dewan
Syariah Nasional No. 15/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Prinsip Distribusi Hasil Usaha Dalam Lembaga
Keuangan Syariah, dijelaskan:
Menimbang : (a). bahwa pembagian hasil usaha di antara para pihak (mitra) dalam suatu bentuk
usaha kerjasama boleh didasarkan pada prinsip Bagi Untung (Profit Sharing), yakni
bagi hasil yang dihitung dari pendapatan setelah dikurangi modal (ra’su al-mal) dan
biaya-biaya, dan boleh pula didasarkan pada prinsip Bagi Hasil (Net Revenue Sharing),
yakni bagi hasil yang dihitung dari pendapatan setelah dikurangi modal (ra’su al-mal);
dan masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan;
Pertema : Ketentuan Umum
1. Pada dasarnya, LKS boleh menggunakan prinsip Bagi Hasil (Net Revenue Sharing)
maupun Bagi Untung (Profit Sharing) dalam pembagian hasil usaha dengan mitra
(nasabah)nya.
2. Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah), saat ini, pembagian hasil usaha sebaiknya
digunakan prinsip Bagi Hasil (Net Revenue Sharing).
3. Penetapan prinsip pembagian hasil usaha yang dipilih harus disepakati dalam akad.
Sesuai ketentuan dalam fatwa tersebut Akuntansi syariah menjelaskan sesuai pengertian akuntansi,
dalam PSAK 105 tentang akuntansi mudharabah (paragraf 11) sebagai berikut:
11. Pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakukan berdasarkan prinsip bagi hasil atau bagi
laba. Dalam prinsip bagi hasil usaha berdasarkan bagi hasil, dasar pembagian hasil usaha
adalah laba bruto (gross profit) bukan total pendapatan usaha (omset). Sedangkan dalam
prinsip bagi laba, dasar pembagian adalah laba bersih (net profit) yaitu laba bruto dikurangi
beban yang berkaitan dengan pengelolaan dana mudharabah.
Contoh
Uraian Jumlah Metode bagi hasil
Penjualan 100
Harga Pokok Penjualan (65)
Laba Kotor 35 Net Revenue Sharing
Beban (25)
Laba rugi bersih 10 Profit Sharing
Dalam praktek prinsip bagi hasil yang diterapkan oleh Lembaga Keuangan Syariah baik dengan
pemilik dana (shahibul maal) – untuk produk sumber dana, maupun dengan pengelola dana
(mudharibnya) – untuk produk penyaluran dana / pembiayaan, seluruh Lembaga Keuangan syariah di
Indonesia masih menerapkan prinsip Net Revenue Sharing dan belum ada yang menerapkan prinsip Profit
Sharing. Akibat kurang pemahaman pengertian dalam akuntansi mengakibatkan ada yang berpendapat
bahwa prinsip pembagian hasil usaha dalam akuntansi syariah tidak sesuai dengan ketentuan dalam
Dewan Syariah Nasional, yang mengakibatkan atau menjadi salah satu sebab tidak banyaknya transaksi
bagi hasil dilaksanakan oleh bank syariah.
Dalam akuntansi memiliki istilah yang sudah lazim dipergunakan dalam kalangan akuntansi
misalnya Harga Pokok Penjualan (Cost of Good Sold) yaitu merupakan modal dari barang yang dijual,
bukan modal dalam pengertian “ekuiti” (modal saham disetor dan sebagainya) yang merupakan selisih
kenaikan dan atau penurunan aset dan kewajiban. Begitu juga pengertian biaya (cost) yaitu suatu
pengeluaran yang belum selesai tujuannya, misalnya biaya tenaga kerja pabrik yang dapat dikategorikan
sebagai unsur perhitungan harga pokok penjualan produksi, dengan beban (expense) yaitu suatu
pengeluaran yang sudah jelas atau selesai tujuannya, misalnya beban tenaga kerja bagian administrasi yang
merupakan beban operasional. Pendapatan yang meliputi keuntungan dan penghasilan, sehingga
pendapatan berbeda dengan penghasilan dan berbeda pula dengan keuntungan.

12 |Akuntansi Transaksi Syariah (Wiroso, IAI, 2011)


1.6. Pertanyaan dan Soal
1. Lembaga Keuangan Syariah, khususnya perbankan syariah banyak bermunculan di Indonesia.
a. Jelaskan perbedaan kegiatan usaha Lembaga Keuangan Syariah dan Lembaga Keuangan
konvensional?
b. Jelaskan perbedaan fungsi Lembaga Keuangan dan Lembaga Keuangan Syariah
2. Lembaga keuangan Syariah memiliki titik pandang ”uang” yang berbeda dengan Lembaga
Keuangan konvensional, khususnya perbankan.
a. Jelaskan perbedaan titik pandang terhadap uang yang dimaksud?
b. Berikan contoh yang dapat menggambarkan perbedaan titik pandang terhadap uang
tersebut?
3. Dalam Lembaga Keuangan sangat erat dengan pemodal atau sumber dana dari entitas tersebut.
a. Jelaskan perbedaan pemberian imbalan kepada pemodal pada Lembaga Keuangan Syariah
dan Konvenional?
b. Jelaskan mengapa Lembaga Keuangan Syariah tidak pernah mengalami negative spread?
4. Lembaga Keuangan Syariah tidak membedakan secara tegas bergerak pada sektor keuangan atau
sektor riil?
a. Sebutkan dan jelaskan hal-hal yang boleh dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah dan
tidak pernah dilaksanakan oleh Lembaga Keuangan Konvensional, khususnya perbankan?
b. Apa pengaruhnya terhadap akuntansi, jika Lembaga Keuangan Syariah tidak membedakan
sektor keuangan dan sektor riil?
5. Dalam melaksanakan kegiatan usaha Lembaga Keuangan Syariah hendaknya diperhatikan prinsip
syariah yang dipergunakan.
a. Jelaskan secara rinci prinsip-prinsip syariah yang dipergunakan dalam kegiatan usaha
Lembaga Keuangan Syariah?
b. Jelaskan pengaruhnya dari prinsip syariah terhadap akuntansi dari Lembaga Keuangan
Syariah?

BAB I. Pendahuluan | 13
14 |Akuntansi Transaksi Syariah (Wiroso, IAI, 2011)
BAB II
SEKILAS AKUNTANSI SYARIAH
DI INDONESIA

2.1. Pendahuluan

Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah membawa dampak untuk perkembangan akuntansi


syariah. Saat ini yang sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan Lembaga Keuangan Syariah
adalah akuntansi syariah yang aplikatif, sedangkan akuntansi syariah pada tataran normatif, tataran
akademik perlu terus dikembangkan untuk penyempurnaan akuntansi syariah yang saat ini ada. Dalam
buku ini lebih difokuskan pada pembahasan Akuntansi Transaksi Syariah yang dilakukan oleh Lembaga
Keuangan Syariah.
Komite Terminologi AICPA (The Committee on Terminology of the American Institute of Certified Public
Accountants) mendefinisikan akuntansi sebagai berikut:
Akuntansi adalah seni pencatatan, penggolongan, dan peringkasan transaksi dan kejadian yang
bersifat keuangan dengan cara yang berdayaguna dan dalam bentuk satuan uang, dan
penginterpretasian hasil proses tersebut.
Cakupan akuntansi dari definisi di atas nampak terbatas. Perspektif yang lebih luas ditawarkan oleh
definisi akuntansi berikut ini :
Proses pengindentifikasian, pengukuran, dan pengkomunikasian informasi ekonomik untuk
memungkinkan pembuatan pertimbangan dan keputusan berinformasi oleh pengguna informasi.
Yang terbaru, akuntansi telah didefinisikan dengan mengacu pada konsep informasi kuantitaif:
Akuntansi adalah aktivitas jasa. Fungsinya adalah menyediakan informasi kuantitatif, terutama
yang bersifat keuangan tentang entitas ekonomik yang diperkirakan bermanfaat dalam pembuatan
keputusan-keputusan ekonomis dalam membuat pilihan diantara alternatif tindakan yang ada.
Definisi-definisi tersebut merujuk akuntansi sebagai ”seni” atau sebagai ”aktivitas jasa” dan
implikasinya adalah bahwa akuntansi mempunyai seperangkat tehnik yang dianggap berguna bagi bidang-
bidang tertentu.
Akuntansi syariah antara lain berhubungan dengan pengakuan, pengukuran dan pencatatan
transaksi dan pengungkapan hak-hak dan kewajiban- kewajibannya secara adil. Allah berfirman:
“ Hai, orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan,
hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar”
(Surah 2 ayat 282).
Allah juga berfirman:
“ Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan (Surah 4: ayat
135).
Allah juga berfirman:

BAB II. Sekilas Akuntansi Syariah di Indonesia | 15


“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain
mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi,
(Surah 83: ayat 1-3).
Allah juga berfirman di dalam hadist yang suci :
“Hai, hambaKu, Aku telah haramkan bagiku kezaliman dan telah mengharamkannya diantara kamu, jadilah
janganlah saling menindas satu sama lain”.
Tidak diragukan bahwa berkurang atau berlebihnya hak-hak dan kewajiban adalah tidak adil dan tidak bisa
diterima di dalam Islam. Allah telah menyatakan bahwa seorang Muslim harus adil dan jujur di dalam
urusan-urusannya. Dia berfirman:
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan (Surah 16: ayat 90).
Akuntansi keuangan di dalam Islam harus memfokuskan pada pelaporan yang jujur mengenai posisi
keuangan entitas dan hasil-hasil operasinya, dengan cara yang akan mengungkapkan apa yang halal dan apa
yang haram. Ini sesuai dengan perintah Allah untuk saling tolong menolong di dalam mengerjakan
kebaikan. Allah berfirman:
“ Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong-menolong
dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (Surah 5: ayat 2).
Ini berarti bahwa akuntansi keuangan di dalam Islam mempunyai sasaran-sasaran yang harus
disadari dan dipatuhi oleh akuntan keuangan di dalam Islam. Dia tidak boleh memasuki bidang ini tanpa
kesadaran dan pemahaman yang jelas mengenai sasaran akuntansi keuangan. Ini sesuai dengan firman
Allah:
”Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan,
hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar.
Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia
menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan akan ditulis itu), dan
hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun dari pada hutangnya.
Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri yang tidak mampu
mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang
saksi dari orang-orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu
ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Dan janganlah saksi-saksi itu menolak
apabila dipanggil. Dan janganlah kamu bosan menuliskannya, untuk batas waktunya baik (utang itu) kecil
maupun besar. Yang demikian itu; lebih adil di sisi Allah, lebih menguatkan kesaksian, dan lebih mendekatkan
kamu kepada ketidakraguan, kecuali jika hal itu merupakan perdagangan tunai yang kami jalankan di antara
kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak menuliskannya. Dan ambillah saksi apabila kamu
berjual beli, dan janganlah penulis dipersulit dan begitu juga saksi. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka
sungguh, hal itu suatu kefasikan pada kamu. Dan bertakwalah kepada Allah, Allah memberikan pengajaran
kepadamu, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Surah Baqarah : 282).
Khalifah Umar Bin Al-Khattab (Radhiallahu‘anhu) meminta kepada para pedagang di pasar untuk
mengetahui halal dan haram. Dia mengatakan “Tidak seorangpun yang diperbolehkan berjualan di pasar
kami kecuali dia mempunyai pengetahuan agama, jika tidak mau dia akan melakukan transaksi yang ribawi”.
Sehingga, oleh karena itu orang-orang yang bertugas harus menetapkan bagi akuntansi keuangan aturan-
aturan yang diperlukan yang melindungi hak-hak dan kewajiban perorangan, dan menjamin pengungkapan
yang memadai.

16 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


2.2. Perkembangan Akuntansi Syariah di Indonesia
Perkembangan Akuntansi Syariah di Indonesia tidak lepas dari perkembangan Lembaga Keuangan
Syariah yang tumbuh di Indonesia. Untuk mengetahui perjalanan akuntansi perbankan syariah dapat dilihat
dari beberapa periode yaitu (a) sebelum tahun 2002, (b) tahun 2002 sampai dengan tahun 2007 dan (c)
setelah tahun 2007.

A. Periode sebelum tahun 2002


Pada periode ini Lembaga Keuangan Syariah, khususnya Bank Umum Syariah, cabang syariah, Bank
Konvensional maupun BPR-Syariah, tidak memiliki acuan akuntansi. Pada periode ini Dewan Standar
Akuntansi Keuangan (DSAK), sebagai otoritas bidang akuntansi belum mengeluarkan ketentuan (PSAK)
Akuntansi Syariah. Pada peiode ini masih mempergunakan acuan PSAK 31 tentang Akuntansi Perbankan,
namun PSAK tersebut tidak sepenuhnya dapat dipergunakan terutama paragraf-paragraf yang
bertentangan dengan prinsip syariah misalnya paragraf tentang pengakuan, pengukuran dan penyajian
kredit.
Perkembangan Akuntansi Bank Syariah secara konkrit baru dikembangkan pada tahun 1999, Bank
Indonesia sebagai pemrakarsa, membentuk tim penyusunan PSAK Bank Syariah, yang tertuang dalam
Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia Nomor 1/16/KEP/DGB/1999, yang meliputi unsur-unsur
komponen dari Bank Indonesia, Ikatan Akuntan Indonesia, Bank Muamalat Indonesia dan Departemen
Keuangan, hal ini seiring dengan pesatnya perkembangan Perbankan Syariah yang merupakan
implementasi dari Undang-undang nomor 10 tahun 1998. Pembahasan draft PSAK dilakukan oleh Tim
Penyusun PSAK di bawah tanggung jawab Ikatan Akuntan Indonesia (Dewan Standar Akuntansi
Keuangan) namun jika terkait dengan masalah syariah dikonsultasikan dengan Dewan Syariah Nasional
karena sangat disadari kedua bidang ini dimiliki oleh masing-masing. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
memiliki keahlian terhadap pengukuran, pengakuan dan penyajian atau hal-hal lain yang berkaitan dengan
akuntansi, dengan memerhatikan fatwa dari Dewan Syariah Nasional, sedangkan Dewan Syariah Nasional
memiliki keahlian terhadap syariah.
Tim Penyusun PSAK telah membuahkan hasil sebagaimana telah diterbitkannya Exposure Draft
Kerangka Dasar Penyusunan Laporan Keuangan Perbankan Syariah dan Exposure Draft tentang PSAK
No. 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah pada bulan Maret 2000. Dari hasil Exposure Draft tersebut
juga menghasilkan masukan-masukan yang sangat berarti, yang menuntut tim untuk mencermati lebih
hati-hati, khususnya yang berkaitan dengan aspek syariah. Diskusi, pertemuan dengan Dewan Syariah
Nasional secara terus-menerus dilakukan, termasuk permintaan Dewan Standar Akuntasi Keuangan
(DSAK) Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) kepada Dewan Syariah Nasional untuk mereview hasil akhir
draft PSAK Perbankan Syariah. Dewan Syariah Nasional juga memberikan opini bahwa PSAK Bank
Syariah tersebut secara umum tidak bertentangan dengan aspek syariah. PSAK 59 tentang Akuntansi
Perbankan Syariah disahkan pada tanggal 1 Mei 2002 dan secara efektif mulai berlaku tanggal 1 Januari
2003.
Sebelum diterbitkannya PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah, Bank Indonesia mengatur
acuan akuntansi Bank Syariah yaitu:
1. PSAK 31 tentang Akuntansi Perbankan
2. Accounting Auditing Standar for Islamic Financial Institution (terbit tahun 1998) yang dikeluarkan oleh
Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions. Accounting and Auditing Organization
for Islamic Financial Institutions, suatu badan usaha nirlaba yang otonom, yang didirikan pada pada 1
Safar 1410 H bertepatan dengan tanggal 27 Maret 1991 di Negara Bahrain. Pada tahun 1999 buku
tersebut dirubah namanya menjadi “Accounting, Auditing and Governance Standar for Islamic Financial
Institutions” yang membahas Accounting, Auditing dan Governance serta perubahan cakupannya.

BAB II. Sekilas Akuntansi Syariah di Indonesia | 17


B. Periode tahun 2002 sampai dengan tahun 2007
Pada periode ini, Akuntansi Syariah di Indonesia telah memiliki acuan yaitu PSAK 59 tentang
Akuntansi Perbankan Syariah. Sebagaimana tercantum dalam ruang lingkup PSAK 59 hanya diterapkan
untuk Bank Umum Syariah (BUS), Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), dan kantor cabang syariah
Bank Konvensional. Jadi PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah hanya untuk Bank Syariah,
sehingga Lembaga Keuangan Syariah Non Bank yang didirikan seperti Asuransi Syariah, Pegadaian Syariah,
Lembaga Pembiayaan Syariah dan sebagainya, tidak mengikat dan tunduk pada Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan Nomor 59 (PSAK 59).

C. Periode setelah tahun 2008


Oleh karena PSAK 59 hanya untuk Perbankan Syariah saja sedangkan Lembaga Keuangan Syariah
Non Bank banyak berkembang maka Dewan Standar Akuntansi Keuangan – Ikatan Akuntansi Indonesia
(DSAK–IAI), merasa perlu untuk menerbitkan PSAK Syariah yang dapat dipergunakan oleh Entitas
Syariah atau entitas yang melaksanakan transaksi syariah.
Dalam pertemuan DSAK di Malang, maka Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) Ikatan
Akuntan Indonesia merasa perlu membentuk ”Komite Akuntansi Syariah” (KAS) yaitu tim khusus yang
melakukan pembahasan akuntansi syariah dan membahas tanggung jawab DSAK. Organisasi Komite
Akuntansi Syariah adalah sebagai berikut:

Komponen anggota KAS


1. DSAK (Dewan Standar Akuntansi Keuangan)
2. DSN (Dewan Syariah Nasional)
3. Regulator (Bank Indonesia, Pasar Modal)
4. Unsur Industri (Perbankan, Asuransi)
5. Praktisi dan akademisi
Pada awalnya KAS beranggotakan 12 orang, dan
dengan perkembangnya transaksi syariah di Indonesia
maka anggota KAS ditambah sesuai keahliannya.

Gambar 2-1: Kedudukan KAS

Pada periode ini, PSAK Syariah yang merupakan perubahan PSAK 59 tentang Akuntansi
Perbankan Syariah sudah dapat disahkan oleh DSAK dan dapat diterapkan suatu keharusan melaksanakan
mulai tahun buku 2008. PSAK Syariah yang disahkan tahun 2007 dan berlaku tahun buku 2008 adalah:
PSAK 101 – Penyajian Penyusunan Laporan keuangan Syariah
PSAK 102 – Akuntansi Murabahah
PSAK 103 – Akuntansi Salam
PSAK 104 – Akuntansi Istishna’
PSAK 105 – Akuntansi Mudharabah
PSAK 106 – Akuntansi Musyarakah
Jadi pada periode ini acuan akuntansi pada Lembaga Keuangan Syariah, khususnya Perbankan
Syariah mempergunakan PSAK 59 tentang akuntansi syariah dan PSAK yang berlaku umum sepanjang
tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Sedangkan untuk Lembaga Keuangan Syariah selain perbankan
masih mempergunakan PSAK industri masing-masing. Mulai tahun buku 2008 akuntansi menunjukkan
kemajuan yang luar biasa, karena Dewan Standar Akuntansi Keuangan – Ikatan Akuntan Indonesia
(DSAK – IAI) dapat mengesahkan PSAK Syariah yaitu PSAK 101 sampai dengan PSAK 106 dan

18 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan keuangan Syariah (KDPPLKS) yang terpisah dengan
PSAK dan Kerangka Dasar Akuntansi Non Syariah.
Mulai tahun buku 2008 acuan akuntansi dipisahkan menjadi PSAK Syariah dan PSAK non Syariah,
sebagai berikut:
Akuntansi non syariah Akuntansi syariah
Kerangka dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian
keuangan (KDPPLK) Laporan keuangan Syariah (KDPPLKS)
PSAK 01 s/d PSAK 99 – untuk Transaksi Non PSAK 101 s/d PSAK 199 – untuk Transaksi
Syariah Syariah
Dalam PSAK Syariah yang baru pada dasarnya dilakukan mengacu pada prinsip syariah yang
dipergunakan, seperti 102 tentang Akuntansi Murabahah, 103 tentang Akuntansi Salam, 104 tentang
Akuntansi Istishna’, 105 tentang Akuntansi Mudharabah dan seterusnya.
Pada periode ini telah terbit PSAK Syariah lain (Exposure Draft) yang diharapkan dapat
dilaksanakan mulai tahun buku 2009 seperti:
PSAK 107-ED – Akuntansi Ijarah (disahkan 2009 dengan nomor PSAK 107)
PSAK 108-ED – Akuntansi Penyelesaian Utang Piutang Murabahah Bermasalah
PSAK 109-ED – Akuntansi Zakat, Infaq dan Shadaqah
PSAK 110-ED – Akuntansi Asuransi Hawalah
PSAK 111-ED – Akuntansi Asuransi Syariah (disahkan 2009 dengan nomor PSAK 108)
Dari PSAK yang telah diserahkan bahwa PSAK 101 sampai dengan PSAK 107 dipergunakan secara
umum oleh seluruh entitas yang melaksanakan transaksi syariah, seperti Bank Syariah, Asuransi Syariah,
Lembaga Pembiayaan Syariah, Koperasi Syariah dan sejenisnya termasuk pihak-pihak yang terkait. Disisi
lain terdapat PSAK yang hanya dipergunakan oleh industri khusus, karena memiliki karakter khusus yang
tidak dapat disampaikan dengan entitas yang lain seperti misalnya asuransi syariah, oleh karena itu dalam
melaksanakan akuntansinya industri khusus ini harus menerapkan PSAK yang berlaku umum dan juga
PSAK khusus tersebut.
Oleh karena cakupan yang sangat luas, maka pembahasan akuntansi syariah dapat dilakukan dengan
pola pemikiran sebagaimana dalam gambar sebagai berikut:

Gambar 2-2 : Pola pemahaman akuntansi syariah

BAB II. Sekilas Akuntansi Syariah di Indonesia | 19


Dari gambar tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Akuntansi Transaksi Syariah, dengan cakupan pembahasan akuntansi transaksi yang dilakukan
secara umum oleh Lembaga Keuangan Syariah dan pihak terkait sebagaimana diatur dalam PSAK
101 sampai dengan PSAK 107.
2. Akuntansi Industri Khusus seperti misalnya:
a. Akuntansi Perbankan Syariah, dengan cakupan pembahasan (hanya dari segi Perbankan
Syariah saja) akuntansi transaksi yang berlaku umum (PSAK 101 sampai dengan PSAK 107)
yang dilakukan oleh Perbankan Syariah dengan memerhatikan ketentuan Perbankan Syariah
yang berlaku antara lain Peraturan Bank Indonesia.
b. Akuntansi Asuransi Syariah, dengan cakupan pembahasan (hanya dari segi asuransi syariah
saja) akuntansi transaksi yang berlaku umum (PSAK 101 sampai dengan PSAK 107) yang
dilakukan oleh asuransi syariah ditambah dengan PSAK 108 tentang Akuntansi Asuransi
Syariah dan peraturan yang terkait dengan Asuransi Syariah antara lain Peraturan Departemen
Keuangan.
c. Akuntansi Koperasi Syariah, dengan cakupan pembahasan (hanya dari segi koperasi syariah
saja) akuntansi transaksi yang berlaku umum (PSAK 101 sampai dengan PSAK 107) yang
dilakukan oleh Koperasi Syariah ditambah dengan PSAK 27 tentang Akuntansi Koperasi
yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan peraturan yang terkait dengan Koperasi
Syariah antara lain Peraturan Departemen Koperasi.
d. Akuntansi Syariah Lainnya (Industri Khusus Syariah lainnya)

Mulai awal tahun 2010 dibentuk Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS), dimana anggotanya
merupakan anggota ”Komite Akuntansi Syariah” dengan ditambah beberapa orang anggota. Dengan
dibentuknya Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) maka dengan demikian sudah tidak ada
lagi ”Komite Akuntansi Syariah” dan terhitung dari tahun 2010 maka yang mengesahkan PSAK Syariah
adalah Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS).

2.3. Bangun Prinsip Akuntansi Syariah


Proses perlakuan akuntansi atas suatu transaksi yang terjadi harus dilakukan sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum. Bangun prinsip akuntansi syariah yang berlaku umum di Indonesia adalah
sebagai berikut:

Gambar 2-3 : Bangun Prinsip Akuntansi Syariah

20 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Rerangka ini digambarkan seperti suatu bangunan rumah ‘Prinsip Akuntansi Syariah yang Berlaku
Umum di Indonesia’. Setiap lapisan di bawahnya menjadi landasan bagi lapisan yang berada di atasnya.
Dalam hal terjadi pertentangan antara prinsip akuntansi dari berbagai sumber tersebut, (para) auditor harus
mengikuti perlakukan akuntansi yang diatur di dalam kelompok yang posisinya menjadi landasan atau pada
lapisan yang terletak lebih di bawah.
Pedoman ini merupakan bagian dari pedoman atau kodifikasi praktik akuntansi industri dalam
struktur bangun prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Dalam akuntansi syariah memiliki landasan utama, yaitu landasan syariah yang bersumber pada Al
Quran, Al Hadist dan Fatwa Syariah yang dikeluarkan oleh lembaga yang berhak (Dewan Syariah
Nasional). Oleh karena itu seluruh ketentuan akuntansi yang bertentangan dengan prinsip syariah
(landasan syariah) tidak boleh dipergunakan. Hal ini dapat dilihat dalam Kerangka Dasar Penyusunan
Penyajian Laporan keuangan Syariah (KDPPLKS) paragraf 128 yang menjelaskan sebagai berikut:
128. Sejumlah dasar pengukuran yang berbeda digunakan dalam derajat dan kombinasi yang berbeda
dalam laporan keuangan. Berbagai dasar pengukuran tersebut adalah sebagai berikut:
(a) Biaya historis. Aset dicatat sebesar pengeluaran kas (atau setara kas) yang dibayar atau
sebesar nilai wajar dari imbalan (consideration) yang diberikan untuk memperoleh aset
tersebut pada saat perolehan. Kewajiban dicatat sebesar jumlah yang diterima sebagai
penukar dari kewajiban (obligation), atau dalam keadaan tertentu (misalnya, pajak
penghasilan), dalam jumlah kas (atau setara kas) yang diharapkan akan dibayarkan untuk
memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan usaha yang normal.
(b) Biaya kini (current cost). Aset dinilai dalam jumlah kas (atau setara kas) yang seharusnya
dibayar bila aset yang sama atau setara aset diperoleh sekarang. Kewajiban dinyatakan
dalam jumlah kas (atau setara kas) yang tidak didiskontokan (undiscounted) yang mungkin
akan diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban (obligation) sekarang.
(c) Nilai realisasi/penyelesaian (realisable/settlement value). Aset dinyatakan dalam jumlah kas
(atau setara kas) yang dapat diperoleh sekarang dengan menjual aset dalam pelepasan
normal (orderly disposal). Kewajiban dinyatakan sebesar nilai penyelesaian; yaitu, jumlah kas
(atau setara kas) yang tidak didiskontokan yang diharapkan akan dibayarkan untuk
memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan usaha normal.
Dari ketentuan tersebut di atas terdapat satu pengukuran yang dilakukan untuk laporan keuangan
konvensional tidak diperkenankan untuk dipergunakan pada Laporan keuangan Syariah yaitu “present
value”. Hal ini didasarkan Surah Lukman 34 yang berbunyi:
“ Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang
menurunkan hujan, dan mengetahui pada yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui
(dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tidak seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana
dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”
Segala sesuatu ke depan mutlak milik Allah SWT, sehingga tidak diperkenankan untuk mencampuri
urusan Allah SWT. Hal ini juga dapat dilihat dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional yang menetapkan
bahwa hasil usaha yang dibagikan kepada pemodal sebagai pemilik dana adalah hasil usaha yang nyata-
nyata diterima, artinya hasil usaha yang masih dalam pengakuan (akrual) tidak diperkenankan untuk
dibagikan, karena pendapatan akrual tersebut belum diketahui diterima atau tidak.
Dalam Kerangka Dasar Penyajian Pengungkapan Laporan keuangan (KDPPLK) dalam akuntansi umum
paragraf 100 butir d menjelaskan bahwa nilai sekarang (Present Value). Aset dinyatakan sebesar arus kas
masuk bersih dimasa depan yang didiskontokan ke nilai sekarang dari pos yang diharapkan dapat
memberikan hasil dalam pelaksanaan usaha normal. Kewajiban dinyatakan sebesar arus kas keluar bersih
dimasa depan yang didiskontokan ke nilai sekarang yang diharapkan akan diperlukan untuk menyelesaikan
kewajiban dalam pelaksanaan usaha normal.

BAB II. Sekilas Akuntansi Syariah di Indonesia | 21


2.4. Pemakai dan Kebutuhan Informasi Akuntansi Syariah
Pemakai laporan keuangan meliputi investor sekarang dan investor potensial; pemilik dana qardh;
pemilik dana investasi mudharabah; pemilik dana titipan; pembayar dan penerima zakat, infak, sedekah dan
wakaf; pengawas syariah; karyawan; pemasok dan mitra usaha lainnya; pelanggan; pemerintah serta
lembaga-lembaganya; dan masyarakat. Mereka menggunakan laporan keuangan untuk memenuhi beberapa
kebutuhan informasi yang berbeda. Beberapa kebutuhan ini meliputi:
(a) Investor dan penasehat berkepentingan dengan risiko yang melekat serta hasil pengembangan dari
investasi yang mereka lakukan. Mereka membutuhkan informasi untuk membantu menentukan
apakah harus membeli, menahan atau menjual investasi tersebut. Pemegang saham juga tertarik pada
informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan entitas syariah untuk membayar
dividen.
(b) Pemberi dana qardh tertarik dengan informasi keuangan yang memungkinkan mereka untuk
memutuskan apakah dana qardh dapat dibayar pada saat jatuh tempo.
(c) Pemilik dana syirkah temporer yang berkepentingan akan informasi keuangan yang memungkinkan
mereka untuk mengambil keputusan investasi dengan tingkat keuntungan yang bersaing dan aman.
(d) Pemilik dana titipan tertarik dengan informasi keuangan yang memungkinkan mereka untuk
memutuskan apakah dana titipan dapat diambil setiap saat.
(e) Pembayar dan penerima zakat, infak, sedekah dan wakaf, serta mereka yang berkepentingan akan
informasi mengenai sumber dan penyaluran dana tersebut.
(f) Pengawas syariah yang berkepentingan dengan informasi tentang kepatuhan pengelola bank akan
prinsip syariah.
(g) Karyawan dan kelompok-kelompok yang mewakili mereka tertarik pada informasi mengenai
stabilitas dan profitabilitas entitas syariah. Mereka juga tertarik dengan informasi yang
memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan entitas syariah dalam memberikan balas jasa,
manfaat pensiun dan kesempatan kerja.
(h) Pemasok dan mitra usaha lainnya tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk
memutuskan apakah jumlah yang terhutang akan dibayar pada saat jatuh tempo. Mitra usaha
berkepentingan pada entitas syariah dalam tenggang waktu yang lebih pendek daripada pemberi
pinjaman qardh kecuali kalau sebagai pelanggan utama mereka tergantung pada kelangsungan hidup
entitas syariah.
(i) Para pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai kelangsungan hidup entitas syariah,
terutama kalau mereka terlibat dalam perjanjian jangka panjang dengan, atau tergantung pada, entitas
syariah.
(j) Pemerintah. Pemerintah dan berbagai lembaga yang berada di bawah kekuasaannya berkepentingan
dengan alokasi sumber daya dan karena itu berkepentingan dengan aktivitas entitas syariah. Mereka
juga membutuhkan informasi untuk mengatur aktivitas entitas syariah, menetapkan kebijakan pajak
dan sebagai dasar untuk menyusun statistik pendapatan nasional dan statistik lainnya.
(k) Entitas syariah memengaruhi anggota masyarakat dalam berbagai cara. Misalnya, entitas syariah
dapat memberikan kontribusi berarti pada perekonomian nasional, termasuk jumlah orang yang
dipekerjakan dan perlindungan kepada penanam modal domestik. Laporan keuangan dapat
membantu masyarakat dengan menyediakan informasi kecenderungan (trend) dan perkembangan
terakhir kemakmuran entitas syariah serta rangkaian aktivitasnya.
Informasi akuntansi yang disajikan dalam Laporan keuangan bersifat umum. Dengan demikian tidak
sepenuhnya dapat memenuhi kebutuhan informasi setiap pemakai. Berhubung para investor saham dan
pemilik dana syirkah temporer merupakan penanam modal/dana berisiko ke entitas syariah, maka
ketentuan laporan keuangan yang memenuhi kebutuhan mereka juga akan memenuhi sebagian besar
kebutuhan pemakai lain.

22 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Manajemen entitas syariah memikul tanggung jawab utama dalam Penyusunan dan Penyajian
Laporan keuangan Entitas Syariah. Manajemen juga berkepentingan dengan informasi yang disajikan
dalam Laporan keuangan meskipun memiliki akses terhadap informasi manajemen dan keuangan
tambahan yang membantu dalam melaksanakan tanggung jawab perencanaan, pengendalian dan
pengambilan keputusan. Manajemen memiliki kemampuan untuk menentukan bentuk dan isi informasi
tambahan tersebut untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Namun demikian, pelaporan informasi
semacam itu berada di luar ruang lingkup kerangka dasar ini. Bagaimanapun juga, laporan keuangan yang
diterbitkan didasarkan pada informasi yang digunakan manajemen tentang posisi keuangan, kinerja serta
perubahan posisi keuangan.

2.5. Asumsi Dasar Akuntansi Syariah


Asumsi dasar yang dipergunakan dalam akuntansi syariah tidak beda dengan asumsi dasar pada
akuntansi umum yaitu asumsi kelangsungan usaha (going concern) dan dasar akrual (accrual basis).

A. Kelangsungan Usaha
Laporan keuangan biasanya disusun atas dasar asumsi kelangsungan usaha entitas syariah dan akan
melanjutkan usahanya di masa depan. Karena itu, entitas syariah diasumsikan tidak bermaksud atau
berkeinginan melikuidasi atau mengurangi secara material skala usahanya. Jika maksud atau keinginan
tersebut timbul, Laporan keuangan mungkin harus disusun dengan dasar yang berbeda dan dasar yang
digunakan harus diungkapkan.
Manajemen bertanggung jawab untuk mempertimbangkan apakah asumsi kelangsungan usaha
masih layak dipergunakan dalam menyiapkan laporan keuangan. Dalam mempertimbangkan apakah
asumsi dasar kelangsungan usaha dapat digunakan, manajemen mempertimbangkan semua informasi masa
depan yang relevan paling sedikit untuk jangka waktu 12 bulan dari tanggal Neraca. Tingkat pertimbangan
bergantung pada kasus demi kasus. Apabila selama ini perusahaan menghasilkan laba dan mempunyai
akses ke sumber pembiayaan, maka asumsi kelangsungan usaha mungkin dapat disimpulkan tanpa melalui
analisis rinci. Dalam kasus lain, manajemen perlu memperhatikan faktor yang mempengaruhi profitabilitas
masa kini maupun masa depan, jadwal pembayaran utang, dan sumber potensial pembiayaan pengganti
sebelum dapat menyimpulkan bahwa asumsi kelangsungan usaha dapat digunakan.

B. Dasar Akrual
Dalam asumsi dasar akrual, aset, kewajiban, ekuitas, penghasilan, dan beban diakui pada saat
kejadian bukan saat kas atau setara kas diterima dan dicatat serta disajikan dalam laporan keuangan pada
periode terjadinya. Beban diakui dalam laporan laba rugi atas dasar hubungan langsung antara biaya yang
timbul dengan pos penghasilan tertentu yang diperoleh. Proses yang biasanya disebut pengaitan biaya
dengan pendapatan (matching concept) melibatkan secara bersamaan atau gabungan penghasilan dan beban
yang dihasilkan secara langsung dan bersama-sama dari transaksi atau peristiwa lain yang sama. Misalnya,
berbagai komponen beban yang membentuk harga pokok penjualan diakui pada saat yang sama dengan
pengakuan penghasilan yang diperoleh dari penjualan barang yang bersangkutan. Namun demikian
penggunaan konsep “matching” tidak diperkenankan pengakuan pos dalam neraca yang tidak memenuhi
kriteria pengakuan aset dan kewajiban. Beban segera diakui dalam laporan laba rugi jika pengeluaran tidak
menghasilkan manfaat ekonomi masa depan atau sepanjang manfaat ekonomi masa depan tidak lagi
memenuhi syarat untuk diakui dalam neraca sebagai aset.
Untuk mencapai tujuannya, laporan keuangan disusun atas dasar akrual. Dengan dasar ini, pengaruh
transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian (dan bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau
dibayar) dan diungkapkan dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode
yang bersangkutan. Laporan keuangan yang disusun atas dasar akrual memberikan informasi kepada

BAB II. Sekilas Akuntansi Syariah di Indonesia | 23


pemakai tidak hanya transaksi masa lalu yang melibatkan penerimaan dan pembayaran kas tetapi juga
kewajiban pembayaran kas di masa depan serta sumber daya yang merepresentasikan kas yang akan
diterima di masa depan. Oleh karena itu, laporan keuangan menyediakan jenis informasi transaksi masa
lalu dan peristiwa lainnya yang paling berguna bagi pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Penghitungan pendapatan untuk tujuan pembagian hasil usaha menggunakan dasar kas. Dalam hal
prinsip pembagian hasil usaha berdasarkan bagi hasil, pendapatan atau hasil yang dimaksud adalah
keuntungan bruto (gross profit).
Jadi asumsi dasar akrual dipergunakan dalam penyusunan laporan keuangan syariah, sedangkan
pendapatan yang dipergunakan sebagai dasar perhitungan pembagian hasil usaha kepada pemilik modal
mudharabah (dalam perbankan sering disebut dengan Dana Pihak Ketiga Mudharabah) adalah pendapatan
yang nyata-nyata diterima (cash basis). Lembaga Keuangan Syariah dalam Laporan keuangannya harus
mengungkapkan (disclosure) pendapatan atas dasar akrual dan pendapatan cash basisnya. Dalam Lembaga
Keuangan Syariah sebagian dari pendapatan pengelolaan dana mudharabah yang nyata-nyata diterima (cash
basis) merupakan pendapatan hak pemilik dana mudharabah. Tujuannya untuk memberikan informasi yang
lengkap kepada pengguna laporan keuangan dalam melakukan analisa/telaan kinerja yang dilakukan oleh
Lembaga Keuangan Syariah dan kebutuhan analisa laporan keuangan syariah lainnya. Oleh karena itu
transparansi, kejujuran, amanah merupakan prinsip yang harus dipegang oleh Lembaga Keuangan Syariah
sebagai pengelola modal (mudharib).
Pendapatan dalam Laporan Laba Rugi Lembaga Keuangan Syariah dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2-4 : asumsi dasar akrual


Dalam gambar tersebut di atas dapat dilihat bahwa pendapatan yang ada pada Laporan Laba Rugi
Lembaga Keuangan Syariah, merupakan pendapatan yang diakui secara akrual dan pendapatan yang nyata-
nyata diterima (cash basis). Pendapatan yang nyata-nyata diterima merupakan dasar yang dipergunakan
dalam perhitungan pembagian hasil usaha (profit distribution). Dalam laporan keuangan LKS
mempergunakan asumsi dasar akrual, sehingga baik pendapatan cash basis maupun pendapatan akrual
tercantum dalam laporan keuangan, namun untuk kepentingan pembagian hasil usaha (profit distribusi)
harus mempergunakan pendapatan cash basis, oleh karenanya LKS harus dapat memisahkan pendapatan
akrual dan pendapatan cash basis.
Sebelum PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah dan PSAK Syariah diterbitkan banyak
yang mengatakan Bank Syariah mempergunakan dasar kas (cash basis). Betulkah demikian? Untuk
mengetahui hal tersebut dapat digambarkan secara sederhana neraca Bank Syariah sebagai berikut:

24 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Gambar 2-5 : Pos-pos neraca akrual sebelum PSAK 59
Jika dilihat dari gambar tersebut di atas aktiva Bank Syariah dapat dikategorikan dalam kelompok (1)
aktiva produktif, yaitu aktiva yang diharapkan menghasilkan dan atau mengandung risiko seperti misalnya
aktiva yang dicatat dari jual beli (murabahah salam dan istishna’), dari ujroh (ijarah dan ijarah muntahia
bittamlik) dan dari bagi hasil ( mudharabah dan musyarakah), (2) aktiva tetap adalah aktiva yang
dipergunakan sendiri oleh Bank Syariah untuk mendukung kegiatan usaha Bank Syariah misalnya gedung,
inventaris kantor, komputer dan sebagainya, (3) aktiva lain yaitu aktiva yang tidak dapat diketegorikan
dalam kelompok tersebut di atas. Sebelum PSAK Syariah diterbitkan yang dilakukan untuk pengakuan
dengan cash basis adalah pengakuan pendapatan yang terkait dengan aktiva produktif. Untuk aktiva tetap
dilakukan penyusutan (depresiasi) dan aktiva lainnya dilakukan pengurangan nilai dengan amortisasi. Baik
depresiasi maupun amortisasi merupakan salah satu metode akrual. Oleh karena itu sebelum PSAK
Syariah diterbitkan Bank Syariah tidak murni melaksanakan cash basis dan juga tidak murni melakukan
akrual basis, yang lebih tepat adalah dasar kas modifikasi (cash basis modified), dimana motode ini tidak
dikenal dalam sistem akuntansi di Indonesia.

2.6. Proses (siklus) Akuntansi Syariah


Proses/siklus akuntansi perbankan syariah, mulai bukti transaksi sampai dengan laporan keuangan
sama dengan proses/siklus akuntansi umum, (Sofyan Safri, Teori Akuntansi, hal 9) yaitu:

Gambar 2-6 : alur akuntansi

BAB II. Sekilas Akuntansi Syariah di Indonesia | 25


Proses akuntansi syariah tidak berbeda dengan alur atau proses akuntansi umum yaitu dimulai dari
adanya transaksi yang dilakukan, dibuat jurnal kemudian dibukukan dalam ledger atau buku besar,
diterbitkan neraca percobaan, jurnal penyesuaian hingga diterbitkan laporan keuangan. Dalam praktik,
terutama apabila Bank Syariah dalam penataan akuntansinya telah menggunakan komputer, alurnya
dimulai dari bukti transaksi yang merupakan input dengan mempergunakan kode debet dan kode kredit,
kemudian setelah transaksi dalam hari tersebut selesai, beberapa kegiatan proses akuntansi ditangani oleh
komputer sebagai proses yaitu jurnal, pembukuan dalam buku besar sampai dengan neraca percobaan atau
neraca saldo, dan akhirnya pada setiap akhir tanggal transaksi diterbitkan seperangkat laporan keuangan
Bank Syariah yang merupakan output. Apabila Bank Syariah telah menggunakan komputer dalam penataan
akuntansinya, yang diketahui oleh pada pelaksana hanya kode transaksi debet dan kode transaksi kredit,
bahkan terdapat beberapa transaksi yang jurnalnya dilakukan secara otomasi oleh komputer, dan akhirnya
pelaksana hanya mengetahui cetakan seperangkat laporan keuangan. Proses atau siklus akuntansi yang
penataan akuntansinya dilakukan komputer dapat digambarkan sebagai berikut:
SISTEM EKONOMI KAPITALIS

SISTEM EKONOMI ISLAM


Ditangani komputer

Gambar 2-7 : alur akuntansi komputerisasi


Jurnal penyesuaian, jurnal penutup dan jurnal koreksi (jika diperlukan) dilakukan pada hari kerja
berikutnya atau dilakukan oleh kantor akuntan yang melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan
tersebut. Jika akuntansi konvensional dilandasi pada pemikiran-pemikiran sistem ekonomi kapitalis, maka
dalam akuntansi syariah dilandasi pada sistem ekonomi Islam, sehingga perlu kesamaan persepsi tentang
transaksi syariah, akun-akun dan akuntansi syariah dan laporan keuangan syariah.

2.7. Transaksi Syariah


Informasi akuntansi yang diperoleh oleh penggunanya sangat dipengaruhi oleh ketepatan,
kebenaran dan keakuratan data pada laporan keuangan entitas yang bersangkutan. Laporan keuangan
Entitas Syariah ini sangat dipengaruhi oleh transaksi yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah.
Banyak pelaksana Lembaga Keuangan Syariah memiliki paradigma yang sama dengan paradigma yang
dilakukan oleh Lembaga Keuangan Non Syariah lainnya. Dalam Kerangka dasar Penyajian Penyusunan
Laporan keuangan Syariah (KDPPLK) telah dijelaskan secara rinci dan panjang lebar tentang paradigma
transaksi syariah, azas transaksi syariah, karakteristik transaksi syariah.

26 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


A. Paradigma Transaksi Syariah
Proses awal akuntansi syariah adalah adanya data dasar yang berupa dokumen pembukuan yang
berisikan informasi transaksi yang dilakukan oleh entitas syariah. Transaksi syariah berlandaskan pada
paradigma dasar bahwa alam semesta dicipta oleh Tuhan sebagai amanah (kepercayaan Ilahi) dan sarana
kebahagiaan hidup bagi seluruh umat manusia untuk mencapai kesejahteraan hakiki secara material dan
spiritual (al-falah). Paradigma dasar ini menekankan setiap aktivitas umat manusia memiliki akuntabilitas
dan nilai illahiah yang menempatkan perangkat syariah dan akhlak sebagai parameter baik dan buruk, benar
dan salahnya aktivitas usaha. Paradigma ini akan membentuk integritas yang membantu terbentuknya
karakter tata kelola yang baik (good governance) dan disiplin pasar (market discipline) yang baik. Syariah
merupakan ketentuan hukum Islam yang mengatur aktivitas umat manusia yang berisi perintah dan
larangan, baik yang menyangkut hubungan interaksi vertikal dengan Tuhan maupun interaksi horisontal
dengan sesama makhluk. Prinsip Syariah yang berlaku umum dalam kegiatan muamalah (Transaksi
Syariah) mengikat secara hukum bagi semua pelaku dan stakeholder entitas yang melakukan transaksi syariah.
Akhlak merupakan norma dan etika yang berisi nilai-nilai moral dalam interaksi sesama makhluk agar
hubungan tersebut menjadi saling menguntungkan, sinergis dan harmonis.

B. Asas Transaksi Syariah


Transaksi yang dilakukan oleh Entitas Syariah berasaskan pada prinsip paradigma sebagai berikut:
1) Persaudaraan (ukhuwah);
Prinsip persaudaraan (ukhuwah) esensinya merupakan nilai universal yang menata interaksi
sosial dan harmonisasi kepentingan para pihak untuk kemanfaatan secara umum dengan semangat
saling tolong menolong. Transaksi Syariah menjunjung tinggi nilai kebersamaan dalam memperoleh
manfaat (sharing economics) sehingga seseorang tidak boleh mendapat keuntungan di atas kerugian
orang lain. Ukhuwah dalam transaksi syariah berdasarkan prinsip saling mengenal (ta’aruf), saling
memahami (tafahum), saling menolong (ta’awun), saling menjamin (takaful), saling bersinergi dan
beraliansi (tahaluf).
2) Keadilan (‘adalah);
Prinsip keadilan (‘adalah) esensinya menempatkan sesuatu hanya pada tempatnya dan
memberikan sesuatu hanya pada yang berhak serta memperlakukan sesuatu sesuai posisinya.
Implementasi keadilan dalam kegiatan usaha berupa aturan prinsip muamalah yang melarang adanya
unsur:
(a) Riba (unsur bunga dalam segala bentuk dan jenisnya, baik riba nasiah maupun fadhl);
Esensi riba adalah setiap tambahan pada pokok piutang yang dipersyaratkan dalam
transaksi pinjam-meminjam serta derivasinya dan transaksi tidak tunai lainnya, dan setiap
tambahan yang disyaratkan dalam transaksi pertukaran antar barang-barang ribawi termasuk
pertukaran uang (money exchange) yang sejenis secara tunai maupun tangguh dan yang tidak
sejenis secara tidak tunai.
(b) Kezaliman (unsur yang merugikan diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan);
Esensi kezaliman (dzulm) adalah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya,
memberikan sesuatu tidak sesuai ukuran, kualitas dan temponya, mengambil sesuatu yang
bukan haknya dan memperlakukan sesuatu tidak sesuai posisinya. Kezaliman dapat
menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat secara keseluruhan, bukan hanya sebagian; atau
membawa kemudharatan bagi salah satu pihak atau pihak-pihak yang melakukan transaksi.
(c) Maysir (unsur judi dan sikap spekulatif);
Esensi maysir adalah setiap transaksi yang bersifat spekulatif dan tidak berkaitan
dengan produktivitas serta bersifat perjudian (gambling).
(d) Gharar (unsur ketidakjelasan); dan

BAB II. Sekilas Akuntansi Syariah di Indonesia | 27


Esensi gharar adalah setiap transaksi yang berpotensi merugikan salah satu pihak
karena mengandung unsur ketidakjelasan, manipulasi dan eksploitasi informasi serta tidak
adanya kepastian pelaksanaan akad. Bentuk-bentuk gharar antara lain:
(1) tidak adanya kepastian penjual untuk menyerahkan obyek akad pada waktu terjadi
akad, baik obyek akad itu sudah ada maupun belum ada;
(2) menjual sesuatu yang belum berada di bawah penguasaan penjual;
(3) tidak adanya kepastian kriteria kualitas dan kuantitas barang/jasa;
(4) tidak adanya kepastian jumlah harga yang harus dibayar dan alat pembayaran;
(5) tidak adanya ketegasan jenis dan obyek akad;
(6) kondisi obyek akad tidak dapat dijamin kesesuaiannya dengan yang ditentukan dalam
transaksi;
(7) adanya unsur eksploitasi salah satu pihak karena informasi yang kurang atau
dimanipulasi dan ketidaktahuan atau ketidakpahaman yang ditransaksikan.
(e) Haram (unsur haram baik dalam barang maupun jasa serta aktivitas operasional yang terkait).
Esensi haram adalah segala unsur yang dilarang secara tegas dalam Al-Quran dan As-Sunah.
3) Kemaslahatan (mashlahah);
Prinsip kemaslahatan (mashlahah) esensinya merupakan segala bentuk kebaikan dan manfaat
yang berdimensi duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual, serta individual dan kolektif.
Kemaslahatan yang diakui harus memenuhi dua unsur yakni kepatuhan syariah (halal) serta
bermanfaat dan membawa kebaikan (thayib) dalam semua aspek secara keseluruhan yang tidak
menimbulkan kemudharatan. Transaksi syariah yang dianggap bermaslahat harus memenuhi secara
keseluruhan unsur-unsur yang menjadi tujuan ketetapan syariah (maqasid syariah) yaitu berupa
pemeliharaan terhadap:
(a) akidah, keimanan dan ketakwaan (dien);
(b) intelek (‘aql);
(c) keturunan (nasl);
(d) jiwa dan keselamatan (nafs); dan
(e) harta benda (mal).
4) Keseimbangan (tawazun); dan
Prinsip keseimbangan (tawazun) esensinya meliputi keseimbangan aspek material dan
spiritual, aspek privat dan publik, sektor keuangan dan sektor riil, bisnis dan sosial, dan
keseimbangan aspek pemanfaatan dan pelestarian. Transaksi syariah tidak hanya menekankan pada
maksimalisasi keuntungan perusahaan semata untuk kepentingan pemilik (shareholder). Sehingga
manfaat yang didapatkan tidak hanya difokuskan pada pemegang saham, akan tetapi pada semua
pihak yang dapat merasakan manfaat adanya suatu kegiatan ekonomi.
5) Universalisme (syumuliyah)
Prinsip universalisme (syumuliyah) esensinya dapat dilakukan oleh, dengan, dan untuk semua
pihak yang berkepentingan (stakeholder) tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan, sesuai
dengan semangat kerahmatan semesta (rahmatan lil alamin).
Banyak Lembaga Keuangan Syariah yang melaksanakan usahanya secara eksklusif, sedangkan seperti
diketahui bahwa sektor ekonomi tidak bisa dilaksanakan oleh pihak-pihak tertentu, bahkan ekonomi
dikendalikan oleh pihak-pihak yang diluar eksklusifme yang diciptakan. Banyak pihak yang beranggapan
bahwa pelaksanakan ekonomi syariah hanya untuk muslim atau nasabah yang beragama Islam. Hal yang
demikian tidak tepat, memang betul seluruh ketentuan dalam Lembaga Keuangan Syariah berasal dari
hukum Islam, namun pelaksana dan pihak-pihak yang melakukan (nasabah) dapat dilaksanakan oleh non
Islam, karena dalam melaksanakan transaksi Lembaga Keuangan Syariah mempergunakan azas universal
dan hal demikian telah dicontohkan oleh Rasul yang dijelaskan dalam hadist yang mengatakan Rasul
membeli gandum dari Yahudi dan Beliau menggadaikan baju besinya. Transaksi syariah terikat dengan
nilai-nilai etis meliputi aktivitas sektor keuangan dan sektor riil yang dilakukan secara koheren tanpa
dikotomi sehingga keberadaan dan nilai uang merupakan cerminan aktivitas investasi dan perdagangan.

28 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


C. Karakteristik Transaksi Syariah
Implementasi transaksi yang sesuai dengan paradigma dan azas transaksi syariah harus memenuhi
karakteristik dan persyaratan sebagai berikut:
1) transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling ridha;
2) prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik (thayib);
3) uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai, bukan sebagai komoditas;
4) tidak mengandung unsur riba; kezaliman; maysir; gharar; haram;
5) tidak menganut prinsip nilai waktu dari uang (time value of money) karena keuntungan yang didapat
dalam kegiatan usaha terkait dengan risiko yang melekat pada kegiatan usaha tersebut sesuai dengan
prinsip al-ghunmu bil ghurmi (no gain without accompanying risk);
6) transaksi dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang jelas dan benar serta untuk keuntungan semua
pihak tanpa merugikan pihak lain sehingga tidak diperkenankan menggunakan standar ganda harga
untuk satu akad serta tidak menggunakan dua transaksi bersamaan yang berkaitan (ta’alluq) dalam
satu akad;
7) tidak ada distorsi harga melalui rekayasa permintaan (najasy), maupun melalui rekayasa penawaran
(ihtikar); dan
8) tidak mengandung unsur kolusi dengan suap menyuap (risywah).
Transaksi syariah dapat berupa aktivitas bisnis yang bersifat komersial maupun aktivitas sosial yang
bersifat nonkomersial. Transaksi syariah komersial dilakukan antara lain berupa: investasi untuk
mendapatkan bagi hasil; jual beli barang untuk mendapatkan laba; dan atau pemberian layanan jasa untuk
mendapatkan imbalan. Transaksi syariah non komersial dilakukan antara lain berupa: pemberian dana
pinjaman atau talangan (qardh); penghimpunan dan penyaluran dana sosial seperti zakat, infak, sedekah,
wakaf dan hibah.

2.8. Akun-akun Akuntansi Syariah


Akun yang dipergunakan dalam akuntansi syariah pada Lembaga Keuangan Syariah lebih banyak
dibandingkan dengan akun-akun yang umumnya dipergunakan oleh Lembaga Keuangan Konvensional,
karena masing-masing prinsip syariah pada Lembaga Keuangan Syariah memiliki perlakuan akuntansi
masing-masing yang mengakibatkan adanya akun masing-masing. Penyajian dari akun dalam akuntansi
syariah telah diatur pada masing-masing PSAK yang terkait dan secara rinci akun-akun yang dipergunakan
sehubungan dengan akuntansi syariah dibahas dalam bab yang terkait.
Pembagian akun dalam Akuntansi Syariah dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, yaitu
akun riil (neraca), akun nominal (laba rugi) dan ekstra komtabel yang masing-masing memiliki karakteristik
berbeda-beda.

A. Akun riil (akun Laporan Posisi Keuangan/neraca)


Akun ini akan menghasilkan Laporan Posisi Keuangan (Neraca) dan memiliki karakteristik bahwa
saldo akhir tutup buku akan dipindahkan sebagai saldo awal tahun buku berikutnya. Akun riil pada
Lembaga Keuangan Syariah harus mencerminkan transaksi Lembaga Keuangan Syariah yang tidak
membedakan sektor riil atau sektor keuangan, oleh karena itu akun-akun yang dipergunakan oleh Lembaga
keuangan Syariah merupakan gabungan dari beberapa akun yaitu akun-akun yang dipergunakan oleh
Lembaga Keuangan yang bergerak di sektor keuangan seperti perbankan, akun-akun yang dipergunakan
oleh Lembaga Pembiayaan seperti leasing, consumer financing, akun-akun yang dipergunakan oleh kontruksi
dan juga perdagangan. Secara garis besar akun-akun riil dalam akuntansi syariah dapat digambarkan
sebagai berikut:

BAB II. Sekilas Akuntansi Syariah di Indonesia | 29


Gambar 2-8 : hubungan akun neraca dengan prinsip syariah
Dari gambar tersebut beberapa akun pada akuntansi syariah yang terkait prinsip syariah yang
dilaksanakan oleh Lembaga Keuangan Syariah adalah sebagai berikut:
1) Kelompok Aktiva
Kelompok ini dipergunakan salah satunya untuk mencatat pengelolaan dana yang dilakukan oleh
Lembaga Keuangan Syariah, baik yang dilakukan dengan prinsip jual beli, prinsip ujroh maupun
prinsip bagi hasil, dimana masing-masing prinsip memiliki karakteristik akun sendiri-sendiri.
a) Akun untuk Prinsip Jual Beli
Jika Lembaga Keuangan Syariah menyalurkan dana dengan prinsip jual beli, yang
meliputi murabahah, salam dan istishna’, maka akun yang dipergunakan adalah “Piutang”.
Oleh karena itu dalam penyajian Laporan Posisi Keuangan (Neraca) Lembaga Keuangan
Syariah terdapat akun piutang murabahah, piutang salam dan piutang istishna’. Jika seseorang
melakukan jual beli dan pembayarannya dilakukan dengan tanggung maka pada penjual timbul
akun “piutang”. Sedangkan pada pihak terkait (pembeli) akun yang dipergunakan adalah
“hutang” sehingga dalam Laporan Posisi Keuangan (Neraca) pembeli timbul akun hutang
murabahah, hutang salam dan hutang istishna’. Dalam perbankan syariah akun piutang
merupakan salah satu aktiva produktif.
b) Akun untuk Prinsip Ujroh
Kelompok lain dari penyaluran dana yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah
adalah prinsip ujroh (upah) yang meliputi Ijarah, Ijarah Muntahia Bittamllik (IMBT), Sewa
Berlanjut dan sejenisnya. Akun yang dipergunakan dalam transaksi Ijarah ini adalah “Aktiva
Ijarah”. Aktiva Ijarah bukan merupakan aktiva tetap tetapi merupakan aktiva produktif yaitu
aktiva yang diharapkan menghasilkan. Jika dalam akuntansi leasing, pencatatan aset yang
disewakan dilakukan oleh lessee, tetapi dalam transaksi Ijarah pencatatan aset atau obyek sewa
yang disewakan tetap dilakukan pada lessor. Oleh karena aktiva tersebut dicatat pada lessor maka
lessor juga melakukan penyusutan dan pemeliharaan dari aktiva tersebut.
c) Akun untuk Prinsip Bagi Hasil
Prinsip lain yang dilakukan dalam penyaluran dana yang dilakukan oleh Lembaga
Keuangan Syariah adalah “prinsip bagi hasil” yang terdiri dari Mudharabah dan Musyarakah.
Akun yang dipergunakan dalam prinsip bagi hasil oleh pemilik dana adalah “Investasi” (dalam
PSAK 59 disebut pembiayaan). Dalam transaksi ini dapat dilakukan secara bertahap oleh
karena itu dipihak lain prinsip bagi hasil ini memiliki akun pada Kewajiban Komitmen.
Sedangkan akun yang dipergunakan pada akuntansi pengelolaan dana adalah “Dana Syirkah
Temporer” yang akan dibahas lebih lanjut pada butir berikutnya.

30 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


2) Kelompok Pasiva
Kelompok ini dipergunakan untuk mencatat sumber dana yang diterima oleh Lembaga Keuangan
Syariah, baik dalam bentuk prinsip wadiah maupun dalam bentuk prinsip mudharabah.
a). Akun untuk Prinsip Wadiah (sumber dana)
Salah satu prinsip yang dipergunakan dalam penghimpunan dana (sumber dana) yang
dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah dalah “prinsip wadiah”. Tanpa membedakan
produk jika prinsipnya adalah wadiah maka akun yang dipergunakan adalah “Titipan” pada
unsur “Kewajiban”. Sebagai unsur kewajiban karena prinsip wadiah yang dilaksanakan oleh
Lembaga Keuangan Syariah adalah “wadiah yad dhamanah’” yaitu penerima titipan atas seijin
penitip diperkenankan mengambil manfaat barang yang dititipkan, tetapi penerima titipan
harus menjamin (dhaman) dikembalikan barang tersebut apabila sewaktu-waktu penitip
memintanya kembali.
b) Akun untuk prinsip mudharabah (sumber dana)
Prinsip lain yang dipergunakan dalam penghimpunan dana yang dilaksakan Lembaga
Keuangan Syariah adalah “Mudharabah Mutlaqah”. Tanpa memperhatikan produknya jika
prinsip yang dilaksanakan adalah Mudharabah Mutlaqah maka akun yang dipergunakan
dikelompokkan pada “Dana Syirkah Temporer” (dalam PSAK 59 diberi istilah Investasi Tidak
Terikat). Dalam Penyajiannya Dana Syirkah Temporer disajikan antara kewajiban dan equity
(tidak diperkenankan dikelompokkan sebagai kewajiban atau equity). Jadi dalam Laporan Posisi
Keuangan Syariah (Neraca Syariah) pada posisi pasiva terdapat unsur atau kelompok baru yang
disebut dengan Dana Syirkah Temporer. Harus dibuat kelompok baru (tidak sebagai kewajiban
atau equity) karena dalam prinsip mudharabah terdapat ketentuan yang menyatakan “jika dalam
pengelolaan dana mudharabah terdapat kerugian dan bukan kesalahan pengelola, maka
kerugian ditanggung oleh pemilik dana” dengan kata lain bahwa modal mudharabah tidak ada
jaminan untuk dikembalikan seratus persen oleh pengelola karena ada kemungkinan terjadi
kerugian yang bukan kelalaian pengelola akan ditanggung oleh pemilik dana. Jika Lembaga
Keuangan Syariah memperoleh sumber dana mudharabah mutlaqah, kemudian dalam
pengelolaan dana tersebut LKS sudah jujur, transparan, amanah tidak melanggar ketentuan
syariah, tidak melanggar ketentuan regulator dan sebagainya tetapi rugi, maka kerugian tersebut
secara prinsip ditanggung oleh pemilik modal mudharabah. Di Indonesia hal ini tidak terjadi
karena di Indonesia, prinsip pembagian hasil usaha yang dilaksanakan oleh LKS
mempergunakan prinsip “revenue sharing”, yang dibagi adalah revenue dimana dalam teori tidak
mengalami negatif atau kerugian. Hal terburuk yang terjadi adalah tidak diterima revenue sama
sekali, jika hal ini terjadi maka LKS tersebut dalam posisi tidak untung dan tidak rugi (pada
titik impas) sehingga modal mudharabah tetap dikembalikan seluruhnya kepada pemilik dana.
Jika prinsip pembagian hasil usaha LKS mempergunakan revenue sharing, pemilik modal
mudharabah baru menanggung kerugian jika LKS tersebut dilikuidasi dan total aset lebih kecil
dari kewajibannya. Oleh karena itu tahapan pembayaran kewajiban dalam likuidasi LKS adalah
(1) kewajiban (2) dana syirkah temporer dan terakhir (3) modal.
Dari hal tersebut di atas dapat dilihat bahwa dalam bidang akuntansi, adanya akuntansi syariah,
merupakan kemajuan yang luar biasa, apabila selama ini pada akuntansi secara umum mempunyai
persamaan yang sudah baku, maka dengan adanya akuntansi Bank Syariah, persamaan akuntansi tersebut
terpaksa harus mengalami perubahan yang mendasar, yang mana persamaan tersebut belum dapat
diperoleh pada literatur akuntansi umum.
Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa Lembaga Keuangan Syariah mempunyai karakteristik
tersendiri, dimana hal ini juga membawa implikasi dalam akuntansi Lembaga Keuangan Syariah itu sendiri.
Oleh karena itu apabila dalam akuntansi umum terdapat persamaan akuntansi syariah pada unsur neraca
adalah sebagai berikut :
Aktiva = Kewajiban + Modal

BAB II. Sekilas Akuntansi Syariah di Indonesia | 31


Karena karakteristiknya akuntansi Lembaga Keuangan Syariah mempunyai persamaan akuntansi
yang berbeda dengan persamaan akuntansi umum atau akuntansi konvensional, persamaan akuntansi pada
unsur neraca Lembaga Keuangan Syariah adalah :
Aktiva = Kewajiban + Dana Syirkah Temporer + Modal
Apabila dalam unsur laporan laba rugi akuntansi umum diperoleh persamaan akuntansi sebagai
berikut :
Laba / Rugi = Pendapatan - Jumlah Beban
Ada unsur dalam Laporan Laba Rugi yang membedakan dengan laporan laba rugi secara umum
adalah “Hak pihak ketiga atas bagi hasil Investasi Tidak Terikat” yang mana unsur ini tidak dapat
dikategorikan sebagai unsur beban bagi bank (mudharib), dan disajikan setelah pendapatan utama
operasional sebelum pendapatan operasi lainnya, sehingga persamaan akuntansinya adalah:
Laba/Rugi Pendapatan Hak pihak ketiga Pendapatan Beban
= Usaha Utama -/- atas bagi hasil + Usaha lain -/- Operasional
Untuk memberikan gambaran yang lengkap dan rinci dalam akuntansi Lembaga Keuangan syariah,
perlu dijelaskan beberapa hal yang berbeda dengan akuntansi konvensional dan hal-hal yang mendasari hal
tersebut. Secara ini penjelasan tentang ini dibahas pada unsur-unsur laporan keuangan pokok bahasan
berikut.
B. Akun Nominal (Akun Laporan Laba Rugi)
Akun nominal merupakan akun untuk mendukung pembuatan Laporan Laba Rugi. Akun ini
memiliki karakteristik saldo akhir tutup buku periode akuntansi dipindahkan akun Laba Rugi Berjalan,
sehingga pada awal periode tahun berikutnya saldonya dimulai dengan nihil. Inilah salah satu
pertimbangan penggantian (konversi) akun lama ke akun baru dalam sistem akuntansi entitas umumnya
dilakukan pada akhir periode akuntansi, sehingga pada saat penggantian akun perlu dikonversi adalah
akun-akun yang terkait dengan akun riil atau akun-akun dalam posisi laporan keuangan (neraca). Dalam
menyiapkan akun-akun nominal ini perlu dipahami dengan betul penyajian dan kerakteristik atau filosofi
dari transaksinya, karena terdapat akun-akun yang menurut kaedah akuntansi umum dikategorikan sebagai
beban operasional dalam akuntansi syariah tidak diperkenankan sebagai beban melainkan harus
diperlakukan sebagai pengurang dari pendapatan, misalnya biaya penyusutan aktiva ijarah dan biaya
pemeliharaan aktiva ijarah dalam akuntansi syariah dikategorikan sebagai pengurang pendapatan sewa.
Akun nominal secara umum untuk Lembaga Keuangan Syariah secara umum dapat digambarkan sebagai
berikut:

Bukan kelompok
beban atau
pendapatan
(KDPPLK pr
108)

Gambar 2-9 : akun dalam laporan laba rugi

32 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Atas gambar tersebut di atas dapat diberikan penjelasan akun-akun khusus, sedangkan akun yang bersifat
umum penggunaannya sebagaimana lazimnya. Akun-akun yang perlu dijelaskan lebih lanjut adalah:
1) Pendapatan Usaha Utama
Yang dikategorikan sebagai pendapatan usaha utama dalam Lembaga Keuangan Syariah
adalah pendapatan yang diperoleh dari pengelolaan dana yang berasal dari (1) prinsip jual beli -
pendapatan margin murabahah, pendapatan keuntungan salam dan pendapatan keuntungan
istishna’, (2) prinsip ujroh - pendapatan neto ijarah, pendapatan neto ijarah muntahia bittamllik,
pendapatan neto Ijarah berlanjut, (3) prinsip bagi hasil – pendapatan bagi hasil mudharabah,
pendapatan bagi hasil musyarakah, (4) pendapatan prinsip syariah lainnya – pendapatan Sertifikat
Invetasi Mudharabah Antar Bank (SIMA) dan pendapatan bonus Sertifikat Wadiah Bank Indonesia
(SWBI). Pendapatan usaha utama ini merupakan pendapatan yang akan dibagi hasil dengan pemilik
dana mudharabah.
Pendapatan Usaha Utama yang diperoleh Lembaga Keuangan Syariah tersebut merupakan
pendapatan milik bersama antara Lembaga Keuangan Syariah sebagai pengelola (mudharib) dana
dan pemodal sebagai pemilik dana (shahibul maal), sehingga belum dapat dikategorikan sebagai
pendapatan Lembaga Keuangan Syariah sepenuhnya sebagaimana lazimnya pendapatan dalam
pengertian akuntansi umum. Disamping itu pendapatan usaha utama merupakan unsur pokok
dalam perhitungan pembagian hasil usaha (profit distribution), yaitu pendapatan yang akan dibagi
antara Lembaga Keuangan Syariah sebagai pengelola modal dengan pemodal sebagai pemilik dana.
2) Hak Pihak Ketiga atas Bagi Hasil
Lembaga Keuangan Syariah tidak pernah membayar imbalan kepada pemodal dalam jumlah
yang ditetapkan di depan. Imbalan yang diberikan Lembaga Keuangan Syariah kepada pemodal
dalam bentuk bagian hasil usaha yang diperoleh pengelola usaha (yang sering disebut bagi hasil)
yang besarnya tergantung pada hasil usaha yang diperoleh oleh Lembaga Keuangan Syariah sebagai
pengelola dana (mudharib). Akun yang dipergunakan untuk mencatat bagi hasil yang menjadi hak
pemilik dana adalah “Hak pihak ketiga atas bagi hasil”. Dalam akuntansi syariah akun ini harus
disajikan tersendiri tidak boleh diketegorikan sebagai pendapatan dan tidak boleh dikategorikan
sebagai beban operasional Lembaga Keuangan Syariah. Tidak dikategorikan sebagai beban
operasional karena (1) besarnya bagi hasil sangat tergantung pada hasil usaha yang nyata-nyata
diterima oleh Lembaga Keuangan Syariah. Jika pendapatan usaha utama (hasil usaha utama) yang
diterima cash basis besar maka bagi hasil menjadi besar, begitu sebaliknya jika pendapatan usaha
utama (hasil usaha utama) yang diterima cash basis kecil maka bagi hasil menjadi kecil, (2)
merupakan bagian dari pendapatan usaha utama yang diperoleh pengelola dana yang menjadi hak
pemilik modal sesuai porsi pembagian hasil usaha yang disepakati diawal akad. Terkait dengan
pendapatan dan hak pihak ketiga atas bagi hasil adalah adanya paradigma bahwa sebagian dari hasil
usaha yang nyata-nyata diterima oleh Lembaga Keuangan Syariah atas pengelolaan dana
mudharabah merupakan hak dari pemilik dana mudharabah. Dalam Lembaga Keuangan
Konvensional hal ini tidak pernah terjadi, karena besarnya imbalan yang dibayarkan kepada
pemodal tidak terkait atau dipengaruhi oleh pendapatan yang diterima.
3) Pendapatan Usaha Lainnya
Yang dikategorikan sebagai pendapatan usaha lainnya adalah seluruh pendapatan atau upah
yang diperoleh Lembaga Keuangan Syariah dari kegiatan usaha yang dilakukan atas dasar imbalan
(fee base income). Oleh karena pendapatan ini bukan hasil dari pengelolaan dana mudharabah yang
dilakukan oleh LKS sebagai mudharib maka pendapatan ini tidak dibagikan kepada pemilik modal
mudharabah. Pendapatan ini sepenuhnya menjadi hak Lembaga Keuangan Syariah, yaitu merupakan
upah Lembaga Keuangan Syariah dalam melaksanakan pekerjaan.

BAB II. Sekilas Akuntansi Syariah di Indonesia | 33


4) Beban Usaha
A. Jika menggunakan prinsip revenue sharing, maka seluruh beban usaha menjadi tanggung jawab
pengelola dana (karena yang dibagikan adalah dari laba kotor/gross profit), yaitu pendapatan
sebelum dikurangi dengan beban-beban.
B. Jika menggunakan Profit Sharing, beban dikategorikan menjadi:
1) beban usaha yang menjadi tanggungan Lembaga Keuangan Syariah.
2) beban usaha yang menjadi beban pengelola dana Mudharabah
C. Akun ekstra komtabel
Unsur lain dari Laporan Keuangan Syariah adalah Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat,
Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan dan laporan yang mencerminkan kegiatan usaha entitas
syariah tertentu (dalam Perbankan Syariah - Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat). Laporan-laporan
ini merupakan laporan tambahan khusus yang harus dibuat oleh LKS. Laporan ini sering disebut sebagai
“off balance sheet” yaitu laporan diluar neraca, oleh karena itu tidak dapat menggunakan akun-akun yang
digunakan untuk kepentingan Laporan Posisi Keuangan (neraca) dan Laporan Laba Rugi. Untuk
kepentingan pembuatan laporan tersebut perlu disiapkan akun-akun yang tidak mempunyai pengaruh
terhadap posisi keuangan (neraca) dan laba rugi.

2.9. Laporan keuangan Entitas Syariah

Laporan keuangan Lembaga Keuangan Syariah akan dibahas tersendiri dalam bab lain.
Dalam bab ini hanya disampaikan pokok-pokok laporan keuangan Lembaga Keuangan Syariah
saja. Salah satu tujuan dari laporan keuangan dari Lembaga Keuangan Syariah adalah memberikan
informasi yang lengkap kepada penggunanya dan sebagai laporan pertanggungjawaban fungsi
yang dilaksanakan oleh entitas syariah. Oleh karena Lembaga Keuangan Syariah memiliki fungsi
yang berbeda dengan Lembaga Keuangan Konvensional, maka Laporan keuangan Lembaga
Keuangan Syariah memiliki unsur yang berbeda dengan unsur Laporan keuangan Lembaga
Keuangan Konvensional. Perbedaan unsur Laporan keuangan tersebut dapat digambarkan dalam
tabel berikut:
Unsur Laporan keuangan Konvensional Unsur Laporan keuangan Syariah
1 Laporan Posisi Keuangan (Neraca) 1 Laporan Posisi Keuangan (Neraca)
2 Laporan Laba Rugi 2 Laporan Laba Rugi
3 Laporan Arus Kas 3 Laporan Arus Kas
4 Laporan Perubahan Ekuitas 4 Laporan Perubahan Ekuitas
5 Catatan Laporan keuangan 5 Laporan Sumber dan Penggunanaan Dana Zakat
6 Laporan Sumber dan Penggunaan Dana
Kebajikan
7 Laporan Khusus yang mencerminkan kegiatan
Entitas Syariah tertentu
8 Catatan Laporan keuangan

Laporan khusus yang mencerminkan kegiatan khusus dari entitas syariah yang dimaksud adalah:
a. Pada Bank Syariah dikenal Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat
b. Pada Asuransi Syariah dikenal laporan surplus (defisit), underwriting dana tabarru’ dan laporan
perubahan dana tabarru’;

34 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Laporan ini juga merupakan unsur dari laporan keuangan entitas syariah yang tidak dapat dipisahkan
dengan unsur laporan keuangan lainnya. Oleh karena entitas syariah tertentu memiliki karakteristik khusus
yang tidak dapat disamakan dengan entitas syariah yang lain maka perlu dibuat laporan yang sesuai dengan
karakteristik kegiatan usaha yang dilakukan.
Salah satu tujuan dari laporan keuangan dari Lembaga Keuangan Syariah merupakan laporan
pertanggungjawaban fungsi yang dilakukan oleh manajemen. Sehubungan dengan keterkaitan pelaksanaan
fungsi dan pertanggungjawaban yang harus dilaporkan dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2-10 : hubungan laporan keuangan dan fungsi LKS

Dari gambar tersebut di atas dapat dilihat bahwa sebagai pertanggungjawaban fungsi manajer
investasi, fungsi investor dan fungsi jasa keuangan, Lembaga Keuangan Syariah membuat Laporan Posisi
Keuangan (Neraca), Laporan Laba Rugi, Laporan Arus Kas dan Laporan Perubahan Ekuitas. Sedangkan
sebagai pertanggung jawaban fungsi sosial atau pemegang amanah, Lembaga Keuangan Syariah harus
membuat laporan sumber dan penggunaan dana Zakat, Laporan sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan
dan Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat (untuk Bank Syariah) atau Laporan Surplus (defisit)
underwriting dana tabarru’ dan Laporan Perubahan Dana Tabarru’ (untuk asuransi syariah). Laporan
keuangan entitas syariah ini akan dibahas secara rinci dan lengkap pada bab berikutnya.

2.10. Pertanyaan dan Soal


1. Akuntansi Syariah mulai berkembang di Indonesia seiring berkembangnya Lembaga Keuangan Syariah
di Indonesia.
a. Jelaskan pengertian akuntansi dan Landasan Syariah Akuntansi Syariah?
b. Jelaskan perkembangan akuntansi syariah di Indonesia?
2. Dalam melaksanakan akuntansi dikenal “Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum/General Accepted
Accounting Principle / GAAP”. Pada akuntansi syariah memiliki Prinsip Akuntansi Syariah yang
Berlaku Umum/General Accepted Sharia Accounting Principle/GASAP.

BAB II. Sekilas Akuntansi Syariah di Indonesia | 35


a. Jelaskan perbedaan GAAP dengan GASAP!
b. Berikan contoh prinsip yang berlaku di akuntansi umum tidak dilaksanakan di akuntansi
syariah?
3. Banyak pihak yang membutuhkan informasi akuntansi, dan laporan keuangan hendaknya dapat
disajikan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
a. Jelaskan pihak-pihak yang membutuhkan informasi akuntansi syariah?
b. Jelaskan asumsi yang dipergunakan dalam akuntansi syariah ?
4. Akuntansi syariah sangat dipengaruhi oleh transaksi yang dilaksanakan oleh Lembaga Keuangan
Syariah.
a. Jelaskan dengan rinci dan jelas paradigma tentang transaksi syariah?
b. Jelaskan dengan rinci dan jelas karakteristik transaksi syariah?
5. Dalam perkembangan awal, akuntansi syariah berpedoman PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan
Syariah.
a. Jelaskan dengan rinci dan jelas cakupan akuntansi perbankan syariah ?
b. Jelaskan dengan rinci dan jelas mengapa PSAK 59 harus direvisi?
6. Akun-akun yang dipergunakan dalam akuntansi syariah disesuaikan dengan karakteristik kegiatan usaha
yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah?
a. Jelaskan pokok-pokok akun yang dipergunakan dalam laporan keuangan syariah?
b. Jelaskan persamaan akuntansi syariah dan jelaskan perbedaannya dengan persamaan akuntansi
umum?
7. Tujuan akhir penyusunan akuntansi adalah diterbitkannya laporan keuangan?
a. Jelaskan unsur laporan keuangan pada Lembaga Keuangan Syariah?
b. Jelakan perbedaan laporan keuangan syariah dan laporan keuangan umum?

36 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


BAB III
LAPORAN KEUANGAN
ENTITAS SYARIAH

3.1. Tujuan Laporan Keuangan


Tujuan Laporan Keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan,
kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu entitas syariah yang bermanfaat bagi sejumlah besar
pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Disamping itu, tujuan lainnya adalah:
(a) meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam semua transaksi dan kegiatan usaha;
(b) informasi kepatuhan entitas syariah terhadap prinsip syariah, serta informasi aset, kewajiban,
pendapatan dan beban yang tidak sesuai dengan prinsip syariah bila ada dan bagaimana perolehan
dan penggunaannya;
(c) informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggung jawab entitas syariah terhadap
amanah dalam mengamankan dana, menginvestasikannya pada tingkat keuntungan yang layak; dan
(d) informasi mengenai tingkat keuntungan investasi yang diperoleh penanam modal dan pemilik dana
syirkah temporer; dan informasi mengenai pemenuhan kewajiban (obligation) fungsi sosial entitas
syariah, termasuk pengelolaan dan penyaluran zakat, infak, sedekah, dan wakaf.
Laporan keuangan yang disusun untuk tujuan ini memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar
pemakai. Namun demikian, laporan keuangan tidak menyediakan semua informasi yang mungkin
dibutuhkan pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi karena secara umum menggambarkan
pengaruh keuangan dari kejadian di masa lalu, dan tidak diwajibkan untuk menyediakan informasi
nonkeuangan.
Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen (stewardship), atau
pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Pemakai yang ingin
menilai apa yang telah dilakukan atau pertanggungjawaban manajemen berbuat demikian agar mereka
dapat membuat keputusan ekonomi; keputusan ini mungkin mencakup, misalnya, keputusan untuk
menahan atau menjual investasi mereka dalam entitas syariah atau keputusan untuk mengangkat kembali
atau mengganti manajemen.
Berkaitan dengan Laporan Keuangan Entitas Syariah, dalam PSAK 101 tentang Penyajian Laporan
Keuangan Syariah dijelaskan sebagai berikut:
1. Tujuan Laporan Keuangan
a. Laporan keuangan bertujuan untuk menyediakan informasi yang bermanfaat bagi pihak-pihak
yang berkepentingan (pengguna laporan keuangan) dalam pengambilan keputusan ekonomi
yang rasional, seperti:
1) investor (pemegang saham);
2) pemberi dana qardh;
3) pemilik dana syirkah temporer;
4) pemilik dana titipan;

BAB III. Laporan Keuangan Entitas Syariah| 37


5) pembayar dan penerima zakat, infak, sedekah, dan wakaf;
6) pengawas syariah;
7) karyawan;
8) pemasok dan mitra usaha lainnya;
9) pelanggan (nasabah)
10) otoritas pengawasan;
11) Bank Indonesia;
12) pemerintah;
13) lembaga penjamin simpanan; dan
14) masyarakat.
b. Informasi bermanfaat yang disajikan dalam Laporan Keuangan, antara lain, meliputi:
1) posisi keuangan, kinerja, dan perubahan posisi keuangan bank;
2) peningkatan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam semua transaksi dan kegiatan
usaha;
3) tingkat kepatuhan bank syariah terhadap prinsip syariah, serta informasi aset, kewajiban,
pendapatan dan beban yang tidak sesuai dengan prinsip syariah, bila ada, dan bagaimana
perolehan dan penggunaannya;
4) pemenuhan tanggung jawab bank terhadap amanah dalam mengamankan dana,
menginvestasikannya pada tingkat keuntungan yang layak;
5) tingkat keuntungan investasi yang diperoleh penanam modal dan pemilik dana syirkah
temporer; dan
6) pemenuhan kewajiban (obligation) fungsi sosial bank, termasuk pengelolaan dan penyaluran
zakat, infak, sedekah, dan wakaf.
c. Laporan keuangan juga merupakan sarana pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan
sumber daya yang dipercayakan kepada mereka.
2. Tanggung jawab atas Laporan Keuangan
Manajemen bertanggung jawab atas penyusunan dan penyajian Laporan Keuangan.
3. Komponen Laporan Keuangan
Laporan Keuangan yang lengkap terdiri dari komponen-komponen: Neraca, Laporan Laba Rugi,
Laporan Arus Kas, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat,
Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil, Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat,
Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan, dan Catatan Atas Laporan Keuangan.
4. Bahasa Laporan Keuangan
Laporan keuangan harus disusun dalam Bahasa Indonesia. Jika laporan keuangan juga
disusun dalam bahasa lain selain dari Bahasa Indonesia, maka laporan keuangan dalam bahasa lain
tersebut harus memuat informasi yang sama dan waktu yang sama (tanggal posisi dan cakupan
periode). Selanjutnya, laporan keuangan dalam bahasa lain tersebut harus diterbitkan dalam waktu
yang sama seperti laporan keuangan dalam Bahasa Indonesia. Dalam hal terjadi inkonsistensi dalam
penyajian laporan, maka yang dipergunakan sebagai rujukan adalah dalam Bahasa Indonesia.
5. Mata Uang Pelaporan
Mata uang pelaporan harus dalam rupiah. Apabila transaksi Bank menggunakan mata uang
selain rupiah, maka harus dijabarkan dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs laporan
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Keuntungan atau kerugian dalam periode berjalan yang
terkait dengan transaksi dalam mata uang asing dinilai dengan menggunakan kurs laporan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.

38 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


6. Kebijakan Akuntansi
Kebijakan tersebut harus mencerminkan prinsip kehati-hatian dan mencakup semua
informasi yang material dan sesuai dengan ketentuan dalam PSAK. Apabila PSAK belum mengatur
masalah pengakuan, pengukuran, penyajian atau pengungkapan dari suatu transaksi atau peristiwa,
harus ditetapkan kebijakan agar laporan keuangan yang disajikan memuat informasi yang dapat
diandalkan dan relevan dengan kebutuhan para pengguna laporan keuangan untuk pengambilan
keputusan.
7. Penyajian
a. Laporan Keuangan harus menyajikan secara wajar Posisi Keuangan, Kinerja Keuangan, Arus
Kas, Perubahan Ekuitas, Perubahan Dana Investasi Terikat, Pendapatan dan Bagi Hasil,
Sumber dan Penggunaan Dana Zakat, Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan, disertai
pengungkapan yang diharuskan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b. Aset disajikan berdasarkan karakteristiknya menurut urutan likuiditas, kewajiban disajikan
menurut urutan jatuh temponya, dan Dana Syirkah Temporer dalam unsur tersendiri.
c. Saldo transaksi sehubungan dengan kegiatan operasi normal bank disajikan dan diungkapkan
secara terpisah antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan pihak-pihak
yang tidak mempunyai hubungan istimewa. Dalam hal ini yang dimaksud dengan pihak yang
mempunyai hubungan istimewa termasuk pihak-pihak terkait sesuai dengan ketentuan Bank
Indonesia.
d. Laporan Laba Rugi menggambarkan pendapatan dan beban menurut karakteristiknya yang
dikelompokkan secara berjenjang (multiple step) dari kegiatan utama Bank dan kegiatan lainnya.
e. Catatan atas Laporan Keuangan harus disajikan secara sistematis dengan urutan penyajian
sesuai dengan komponen utamanya. Setiap pos dalam komponen Laporan Keuangan harus
berkaitan dengan informasi yang terdapat dalam catatan atas Laporan Keuangan. Catatan atas
Laporan Keuangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Laporan Keuangan, yang
sifatnya memberikan penjelasan baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif terhadap
Laporan Keuangan Pokok, sehingga Laporan Keuangan secara keseluruhan tidak akan
menyesatkan pembaca. Informasi yang diungkapkan dalam catatan atas Laporan Keuangan,
antara lain, mengenai:
1) gambaran umum bank syariah;
2) ikhtisar kebijakan akuntansi yang digunakan dalam penyusunan Laporan Keuangan;
3) penjelasan atas pos-pos yang terdapat dalam setiap komponen Laporan Keuangan; dan
4) pengungkapan hal-hal penting lainnya yang berguna untuk pengambilan keputusan.
Dalam catatan atas Laporan Keuangan tidak diperkenankan menggunakan kata "sebagian
besar" untuk menggambarkan bagian dari suatu jumlah tetapi harus dinyatakan dalam jumlah
nominal atau persentase.
f. Perubahan akuntansi wajib memperhatikan ha!-hal sebagai berikut:
1) Perubahan estimasi akuntansi
Estimasi akuntansi dapat diubah apabila terdapat perubahan kondisi yang mendasarinya.
Selaian itu, juga wajib diungkapkan pengaruh material dari perubahan yang terjadi baik
pada periode berjalan maupun periode-periode berikutnya.
2) Perubahan kebijakan akuntansi
a) Kebijakan akuntansi dapat diubah apabila:
(1) terdapat peraturan perundangan atau standar akuntansi yang berbeda
penerapannya; atau
(2) diperkirakan bahwa perubahan tersebut akan menghasilkan penyajian
kejadian atau transaksi yang lebih sesuai dalam Laporan Keuangan.

BAB III. Laporan Keuangan Entitas Syariah| 39


b) Dampak perubahan kebijakan akuntansi harus diperlakukan secara retrospektif
dengan melakukan penyajian ulang untuk seluruh periode sajian dan melaporkan
dampaknya terhadap masa sebelum periode sajian.
c) Dalam hal perlakuan secara retrospektif dianggap tidak praktis maka cukup
diungkapkan alasannya atau mengikuti ketentuan dalam PSAK yang berlaku
apabila terdapat aturan lain dalam ketentuan masa transisi pada Standar
Akuntansi Keuangan baru.
3) Terdapat kesalahan mendasar
Koreksi kesalahan mendasar dilakukan secara retrospektif dengan melakukan
penyajian ulang untuk seluruh periode sajian dan melaporkan dampaknya terhadap
masa sebelum periode sajian.
g. Pada setiap lembar Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus
Kas, Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat, Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi
Hasil, Laporan Sumber dan Penggunaan Zakat, Laporan Sumber dan Penggunaan Dana
Kebajikan harus diberi pernyataan bahwa "Catatan atas Laporan Keuangan merupakan bagian
tak terpisahkan dari Laporan Keuangan".
h. Disamping hal-hal di atas, penyajian Laporan Keuangan bagi Bank wajib mengikuti ketentuan
yang dikeluarkan Bank Indonesia, sedangkan bagi Bank yang telah go public wajib pula
mengikuti ketentuan yang dikeluarkan oleh otoritas pasar modal.
8. Konsistensi penyajian
a. Penyajian dan klasifikasi pos-pos dalam laporan keuangan antar periode harus konsisten,
kecuali:
1) terjadi perubahan yang signifikan terhadap sifat operasi perbankan; atau
2) perubahan tersebut diperkenankan oleh PSAK.
b. Apabila penyajian atau klasifikasi pos-pos dalam laporan keuangan diubah, maka penyajian
periode sebelumnya direklasifikasi untuk memastikan daya banding, sifat, jumlah dan alasan
reklasifikasi tersebut juga harus diungkapkan. Dalam hal reklasifikasi dianggap tidak praktis
maka cukup diungkapkan alasannya.
9. Materialitas dan Agregasi
a. Penyajian laporan keuangan didasarkan pada konsep materialitas.
b. Pos-pos yang jumlahnya material disajikan tersendiri dalam laporan keuangan, sedangkan yang
jumlahnya tidak material dapat digabungkan sepanjang memiliki sifat atau fungsi yang sejenis.
c. Informasi dianggap material apabila kelalaian dalam mencantumkan (ommission) atau kesalahan
mencatat (misstatement) informasi tersebut dapat mempengaruhi pengguna laporan dalam
pengambilan keputusan ekonomi.
10. Saling hapus (offsetting)
a. Jumlah aset dan kewajiban yang disajikan pada neraca tidak boleh saling hapus dengan
kewajiban atau aset lain kecuali secara hukum dibenarkan dan saling hapus tersebut
mencerminkan perkiraan realisasi atau penyelesaian aset atau kewajiban.
b. Pos-pos pendapatan dan beban tidak boleh saling hapus kecuali yang berhubungan dengan
aset dan kewajiban yang saling hapus sebagaimana dimaksud pada 10.a.
11. Periode Pelaporan
Laporan keuangan wajib disajikan secara tahunan berdasarkan tahun takwim. Dalam hal Bank
baru berdiri, merger atau akuisisi atau konsolidasi, laporan keuangan dapat disajikan untuk periode
yang lebih pendek dari satu tahun takwim. Selain itu, untuk kepentingan pihak lainnya, Bank dapat
membuat dua laporan yaitu dalam tahun takwim dan periode efektif dengan mencantumkan:

40 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


a. Alasan penggunaan periode pelaporan selain periode satu tahunan.
b. Fakta bahwa jumlah komparatif dalam Laporan Laba Rugi, Laporan Perubahan Ekuitas,
Laporan Arus Kas, Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat, Laporan Rekonsiliasi
Pendapatan dan Bagi Hasil, Laporan Sumber dan Penggunaan Zakat, Laporan Sumber dan
Penggunaan Dana Kebajikan, dan Catatan atas Laporan Keuangan Tidak Dapat
Diperbandingkan.
12. Informasi Komparatif
a. Laporan keuangan tahunan dan interim harus disajikan secara komparatif dengan periode yang
sama pada tahun sebelumnya. Sedangkan untuk laporan laba rugi interim harus mencakup
periode sejak awal tahun buku sampai dengan akhir periode interim yang dilaporkan.
b. Informasi komparatif yang bersifat naratif dan deskriptif dari laporan keuangan periode
sebelumnya wajib diungkapkan kembali apabila relevan untuk pemahaman laporan keuangan
periode berjalan.
13. Laporan Keuangan Interim
a. Laporan Keuangan Interim adalah laporan keuangan yang diterbitkan di antara dua laporan
tahunan dan harus dipandang sebagai bagian integral dari laporan periode tahunan.
Penyusunan laporan keuangan interim dapat dilakukan secara bulanan, triwulan atau periode
yang lain yang kurang dari satu tahun.
b. Laporan keuangan interim memuat komponen yang sama seperti laporan keuangan tahunan
yang terdiri dari Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas,
Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat, Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil,
Laporan Sumber dan Penggunaan Zakat, Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan,
dan Catatan atas Laporan Keuangan.
14. Laporan Keuangan Konsolidasi
Dalam menyusun Laporan Keuangan Konsolidasi, laporan keuangan dan anak perusahaan
digabungkan satu persatu dengan menjumlahkan unsur-unsur yang sejenis dari aset, kewajiban, dana
syirkah temporer, ekuitas, pendapatan dan beban. Agar laporan keuangan konsolidasi dapat
menyajikan informasi keuangan dari kelompok perusahaan tersebut sebagai satu kesatuan ekonomi,
maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Transaksi dan saldo resiprokal antara induk perusahaan dan anak perusahaan, harus dieliminasi.
b. Keuntungan dan kerugian yang belum direalisasi, yang timbul dari transaksi antara induk
perusahaan dan anak perusahaan, harus dieliminasi.
c. Untuk tujuan konsolidasi, tanggal pelaporan, keuangan anak perusahaan pada dasarnya harus
sama dengan tanggal pelaporan keuangan perusahaan induk. Apabila tanggal laporan keuangan
tersebut berbeda maka laporan keuangan konsolidasi per tanggal laporan keuangan Bank
masih dapat dilakukan sepanjang:
1) perbedaan tanggal pelaporan tersebut tidak lebih dari 3 (tiga) bulan; dan
2) peristiwa atau transaksi material yang terjadi di antara tanggal pelaporan tersebut
diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan konsolidasi.
Jika kondisi tersebut tidak terpenuhi maka penyesuaian yang diperlukan harus dilakukan.
d. Laporan keuangan konsolidasi disusun dengan menggunakan kebijakan akuntansi yang sama
untuk transaksi, peristiwa, dan keadaan yang sama atau sejenis.
e. Hak minoritas (minority interest) harus disajikan tersendiri dalam neraca konsolidasi antara
kewajiban dan modal. Sedangkan hak minoritas dalam laba disajikan dalam laporan laba rugi
konsolidasi.
Keputusan ekonomi yang diambil pemakai laporan keuangan memerlukan evaluasi atas kemampuan
entitas syariah dalam menghasilkan kas (dan setara kas), dan waktu serta kepastian dari hasil tersebut.
Kemampuan ini akhirnya menentukan, misalnya, kemampuan pembayaran kepada para karyawan dan para
pemasok, pembayaran kewajiban dan pembagian penghasilan kepada para pemilik. Para pemakai dapat

BAB III. Laporan Keuangan Entitas Syariah| 41


mengevaluasi kemampuan entitas syariah dalam menghasilkan kas (dan setara kas) dengan lebih baik kalau
mereka mendapat informasi yang difokuskan pada posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi
keuangan entitas syariah.
Posisi keuangan entitas syariah dipengaruhi oleh sumber daya yang dikendalikan, struktur keuangan,
likuiditas dan solvabilitas, serta kemampuan beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Informasi
sumber daya ekonomi yang dikendalikan dan kemampuan entitas syariah dalam memodifikasi sumber daya
ini di masa lalu berguna untuk memprediksi kemampuan entitas syariah dalam menghasilkan kas (dan
setara kas) di masa depan. Informasi struktur keuangan berguna untuk memprediksi kebutuhan pinjaman
di masa depan dan bagaimana penghasilan bersih (laba) dan arus kas di masa depan akan didistribusikan
kepada mereka yang memiliki hak di dalam entitas syariah; informasi tersebut juga berguna untuk
memprediksi seberapa jauh entitas syariah akan berhasil meningkatkan lebih lanjut sumber keuangannya.
Informasi likuiditas dan solvabilitas berguna untuk memprediksi kemampuan entitas syariah dalam
pemenuhan komitmen keuangannya pada saat jatuh tempo. Likuiditas merupakan ketersediaan kas jangka
pendek di masa depan setelah memperhitungkan komitmen yang ada. Solvabilitas merupakan ketersediaan
kas jangka panjang untuk memenuhi komitmen pada saat jatuh tempo.
Informasi kinerja entitas syariah, terutama profitabilitas, diperlukan untuk menilai perubahan
potensial sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan di masa depan. Informasi fluktuasi kinerja
adalah penting dalam hubungan ini. Informasi kinerja bermanfaat untuk memprediksi kapasitas entitas
syariah dalam menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada. Disamping itu, informasi tersebut juga
berguna dalam perumusan pertimbangan tentang efektivitas entitas syariah dalam memanfaatkan
tambahan sumber daya.
Informasi perubahan posisi keuangan entitas syariah bermanfaat untuk menilai aktivitas investasi,
pendanaan dan operasi selama periode pelaporan. Informasi ini berguna bagi pemakai sebagai dasar untuk
menilai kemampuan entitas syariah dalam menghasilkan kas (dan setara kas) serta kebutuhan entitas
syariah untuk memanfaatkan arus kas tersebut. Dalam penyusunan laporan perubahan posisi keuangan,
dana dapat didefinisikan dalam berbagai cara, seperti, seluruh sumber daya keuangan, modal kerja, aktiva
likuid atau kas. Kerangka dasar ini tidak mendefinisikan dana secara spesifik.
Informasi posisi keuangan terutama disediakan dalam neraca. Informasi kinerja terutama disediakan
dalam laporan laba rugi. Dalam laporan keuangan, informasi perubahan posisi keuangan dan laporan yang
menjelaskan pemenuhan fungsi sosial entitas syariah disajikan dalam laporan tersendiri.
Informasi lain yang tidak diatur secara khusus tetapi relevan bagi pengambilan keputusan sebagian
besar pengguna laporan keuangan hendaknya disajikan dalam laporan keuangan.
Komponen-komponen laporan keuangan saling terkait karena mencerminkan aspek-aspek yang
berbeda dari transaksi transaksi atau peristiwa lain yang sama. Meskipun setiap laporan menyediakan
informasi yang berbeda satu sama lain, tidak ada yang hanya dimaksudkan untuk memenuhi tujuan tunggal
atau menyediakan semua informasi yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan khusus pemakai.
Misalnya, laporan laba rugi menyediakan gambaran yang tidak lengkap tentang kinerja kecuali kalau
digunakan dalam hubungannya dengan neraca dan laporan arus kas.
Laporan keuangan juga menampung catatan dan skedul tambahan serta informasi lainnya. Misalnya,
laporan tersebut mungkin menampung informasi tambahan yang relevan dengan kebutuhan pemakai
neraca dan laporan laba rugi. Mungkin pula mencakupi pengungkapan tentang risiko dan ketidakpastian
yang mempengaruhi entitas syariah dan setiap sumber daya dan kewajiban (obligation) yang tidak
dicantumkan dalam neraca (seperti cadangan mineral). Informasi segmen-segmen industri dan geografi
serta pengaruhnya pada entitas syariah akibat perubahan harga dapat juga disediakan dalam bentuk
informasi tambahan.

42 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


3.2. Karakteristik Kualitas Laporan Keuangan

Karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat informasi dalam Laporan Keuangan berguna
bagi pemakai. Terdapat empat karateristik kualitatif pokok yaitu: dapat dipahami, relevan, keandalan, dan
dapat diperbandingkan (KDPPLK, 2008).

A. Dapat Dipahami
Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan adalah kemudahannya untuk
segera dapat dipahami oleh pemakai. Untuk maksud ini, pemakai diasumsikan memiliki pengetahuan yang
memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi, serta kemauan untuk mempelajari informasi
dengan ketekunan yang wajar. Namun demikian, informasi kompleks yang seharusnya dimasukkan dalam
laporan keuangan tidak dapat dikeluarkan hanya atas dasar pertimbangan bahwa informasi tersebut terlalu
sulit untuk dapat dipahami oleh pemakai tertentu.

B. Relevan
Agar bermanfaat, informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses
pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas relevan kalau dapat mempengaruhi keputusan
ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini atau masa
depan, menegaskan, atau mengkoreksi, hasil evaluasi mereka di masa lalu.
Peran informasi dalam peramalan (predictive) dan penegasan (confirmatory) berkaitan satu sama lain.
Misalnya, informasi struktur dan besarnya aset-aset yang dimiliki bermanfaat bagi pemakai ketika mereka
berusaha meramalkan kemampuan entitas syariah dalam memanfaatkan peluang dan bereaksi terhadap
situasi yang merugikan. Informasi yang sama juga berperan dalam memberikan penegasan (confirmatory role)
terhadap prediksi yang lalu, misalnya, tentang bagaimana struktur keuangan entitas syariah diharapkan
tersusun atau tentang hasil dari operasi yang direncanakan.
Informasi posisi keuangan dan kinerja di masa lalu seringkali digunakan sebagai dasar untuk
memprediksi posisi keuangan dan kinerja masa depan dan hal-hal lain yang langsung menarik perhatian
pemakai, seperti pembayaran dividen dan upah, pergerakan harga sekuritas dan kemampuan entitas syariah
untuk memenuhi komitmennya ketika jatuh tempo. Untuk memiliki nilai prediktif, informasi tidak perlu
harus dalam bentuk ramalan eksplisit. Namun demikian, kemampuan laporan keuangan untuk membuat
prediksi dapat ditingkatkan dengan menampilkan informasi tentang transaksi dan peristiwa masa lalu.
Misalnya, nilai prediktif laporan laba rugi dapat ditingkatkan kalau pos-pos penghasilan atau beban yang
tidak biasa, abnormal dan jarang terjadi diungkapkan secara terpisah.
(1) Materialitas
Relevansi informasi dipengaruhi oleh hakekat dan materialitasnya. Dalam beberapa kasus,
hakekat informasi saja sudah cukup untuk menentukan relevansinya. Misalnya, pelaporan suatu
segmen baru dapat mempengaruhi penilaian risiko dan peluang yang dihadapi entitas syariah tanpa
mempertimbangkan materialitas dari hasil yang dicapai segmen baru tersebut dalam periode
pelaporan. Dalam kasus lain, baik hakekat maupun materialitas dipandang penting, misalnya jumlah
serta kategori persediaan yang sesuai dengan kebutuhan entitas syariah.
Informasi dipandang material kalau kelalaian untuk mencantumkan atau kesalahan dalam
mencatat informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai yang diambil atas
dasar laporan keuangan. Materialitas tergantung pada besarnya pos atau kesalahan yang dinilai sesuai
dengan situasi khusus dari kelalaian dalam mencantumkan (omission) atau kesalahan dalam mencatat
(misstatement). Karenanya, materialitas lebih merupakan suatu ambang batas atau titik pemisah dari
pada suatu karakteristik kualitatif pokok yang harus dimiliki agar informasi dipandang berguna.

BAB III. Laporan Keuangan Entitas Syariah| 43


Dalam hal bagi hasil, dasar yang dibagi hasilkan harus mencerminkan jumlah yang
sebenarnya tanpa mempertimbangkan pelaksanaan konsep materialitas.
(2) Keandalan
Agar bermanfaat, informasi juga harus andal (reliable). Informasi memiliki kualitas andal jika
bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya
sebagai penyajian yang tulus atau jujur (faithful representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang
secara wajar diharapkan dapat disajikan.
Informasi mungkin relevan tetapi jika hakekat atau penyajiannya tidak dapat diandalkan maka
penggunaan informasi tersebut secara potensial dapat menyesatkan. Misalnya, jika keabsahan dan
jumlah tuntutan atas kerugian dalam suatu tindakan hukum masih dipersengketakan, mungkin tidak
tepat bagi entitas syariah untuk mengakui jumlah seluruh tuntutan tersebut dalam neraca, meskipun
mungkin tepat untuk mengungkapkan jumlah serta keadaan dari tuntutan tersebut.
(3) Penyajian Jujur
Agar dapat diandalkan, informasi harus menggambarkan dengan jujur transaksi serta
peristiwa lainnya yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan untuk disajikan.
Jadi, misalnya, neraca harus menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya dalam
bentuk aset, kewajiban, dana syirkah temporer, dan ekuitas entitas syariah pada tanggal pelaporan
yang memenuhi kriteria pengakuan.
Informasi keuangan pada umumnya tidak luput dari risiko penyajian yang dianggap kurang
jujur dari apa yang seharusnya digambarkan. Hal tersebut bukan disebabkan karena kesengajaan
untuk menyesatkan, tetapi lebih merupakan kesulitan yang melekat dalam mengidentifikasikan
transaksi serta peristiwa lainnya yang dilaporkan, atau dalam menyusun atau menerapkan ukuran
dan teknik penyajian yang sesuai dengan makna transaksi dan peristiwa tersebut. Dalam kasus
tertentu, pengukuran dampak keuangan dari suatu pos sangat tidak pasti sehingga entitas syariah
pada umumnya tidak mengakuinya dalam laporan keuangan. Misalnya, meskipun dalam kegiatan
usahanya entitas syariah dapat menghasilkan goodwill, tetapi lazimnya sulit untuk mengidentifikasi
atau mengukur goodwill secara andal. Namun, dalam kasus lain, pengakuan suatu pos tertentu tetap
dianggap relevan dengan mengungkapkan risiko kesalahan sehubungan dengan pengakuan dan
pengukurannya.
(4) Substansi Mengungguli Bentuk
Jika informasi dimaksudkan untuk menyajikan dengan jujur transaksi serta peristiwa lain yang
seharusnya disajikan, maka peristiwa tersebut perlu dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi
dan realitas ekonomi dan bukan hanya bentuk hukumnya. Substansi transaksi atau peristiwa lain
tidak selalu konsisten dengan apa yang tampak dari bentuk hukum. Substansi transaksi tersebut
harus mengacu kepada substansi transaksi sesuai prinsip syariah dan dalam kondisi tertentu, prinsip
syariah menentukan substansi ekonomi dalam transaksi syariah. Contohnya ijarah dengan hak opsi
untuk pengalihan kepemilikan aset ijarah kepada penyewa (ijarah muntahiyah bittamlik) secara
substansi ekonomi aset ijarah tidak diakui sebagai aset oleh penyewa.
(5) Netralitas
Informasi harus diarahkan pada kebutuhan umum pemakai, dan tidak bergantung pada
kebutuhan dan keinginan pihak tertentu. Tidak boleh ada usaha untuk menyajikan informasi yang
menguntungkan beberapa pihak, sementara hal tersebut akan merugikan pihak lain yang
mempunyai kepentingan yang berlawanan.
(6) Pertimbangan Sehat
Penyusun laporan keuangan adakalanya menghadapi ketidakpastian peristiwa dan keadaan
tertentu, seperti ketertagihan piutang yang diragukan, prakiraan masa manfaat pabrik serta peralatan,
dan tuntutan atas jaminan garansi yang mungkin timbul. Ketidakpastian semacam itu diakui dengan
mengungkapkan hakekat serta tingkatnya dan dengan menggunakan pertimbangan sehat (prudence)

44 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


dalam penyusunan laporan keuangan. Pertimbangan sehat mengandung unsur kehati-hatian pada
saat melakukan prakiraan dalam kondisi ketidakpastian, sehingga aset atau penghasilan tidak
dinyatakan terlalu tinggi dan kewajiban atau beban tidak dinyatakan terlalu rendah. Namun
demikian penggunaan pertimbangan sehat tidak memperkenankan, misalnya, pembentukan
cadangan tersembunyi atau penyisihan (provision) berlebihan, dan sengaja menetapkan aset atau
penghasilan yang lebih rendah atau pencatatan kewajiban atau beban yang lebih tinggi, sehingga
laporan keuangan menjadi tak netral, dan karena itu, tidak memiliki kualitas andal.
(7) Kelengkapan
Agar dapat diandalkan, informasi dalam laporan keuangan harus lengkap dalam batasan
materialitas dan biaya. Kesengajaan untuk tidak mengungkapkan (omission) mengakibatkan informasi
menjadi tidak benar atau menyesatkan dan karena itu tidak dapat diandalkan dan tidak sempurna
ditinjau dari segi relevansi.
C. Dapat Dibandingkan
Pemakai harus dapat memperbandingkan laporan keuangan entitas syariah antar periode untuk
mengidentifikasi kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan. Pemakai juga harus dapat
memperbandingkan laporan keuangan antar entitas syariah untuk mengevaluasi posisi keuangan, kinerja
serta perubahan posisi keuangan secara relatif. Oleh karena itu, pengukuran dan penyajian dampak
keuangan dari transaksi dan peristiwa lain yang serupa harus dilakukan secara konsisten untuk entitas
syariah tersebut, antar periode entitas syariah yang sama, untuk entitas syariah yang berbeda, maupun
dengan entitas lain.
Implikasi penting dari karakteristik kualitatif dapat diperbandingkan adalah bahwa pemakai harus
mendapat informasi tentang kebijakan akuntansi yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan dan
perubahan kebijakan serta pengaruh perubahan tersebut. Para pemakai harus dimungkinkan untuk dapat
mengidentifikasi perbedaan kebijakan akuntansi yang diberlakukan untuk transaksi serta peristiwa lain yang
sama dalam sebuah entitas syariah dari satu periode ke periode dan dalam entitas syariah yang berbeda.
Ketaatan pada standar akuntansi keuangan syariah, termasuk pengungkapan kebijakan akuntansi yang
digunakan oleh entitas syariah, membantu pencapaian daya banding.
Kebutuhan terhadap daya banding jangan dikacaukan dengan keseragaman semata-mata dan tidak
seharusnya menjadi hambatan dalam memperkenalkan standar akuntansi keuangan syariah yang lebih baik.
Entitas syariah tidak perlu meneruskan kebijakan akuntansi yang tidak lagi selaras dengan karakteristik
kualitatif relevansi dan keandalan. Entitas syariah juga tidak perlu mempertahankan suatu kebijakan
akuntansi kalau ada alternatif lain yang lebih relevan dan lebih andal.
Berhubung pemakai ingin membandingkan posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi
keuangan antar periode, maka entitas syariah perlu menyajikan informasi periode sebelumnya dalam
laporan keuangan.
D. Kendala Informasi yang Relevan dan Andal
(1) Tepat Waktu
Jika terdapat penundaan yang tidak semestinya dalam pelaporan, maka informasi yang dihasilkan
akan kehilangan relevansinya. Manajemen mungkin perlu menyeimbangkan manfaat relatif antara
pelaporan tepat waktu dan ketentuan informasi andal. Untuk menyediakan informasi tepat waktu,
seringkali perlu melaporkan sebelum seluruh aspek transaksi atau peristiwa lainnya diketahui, sehingga
mengurangi keandalan informasi. Sebaliknya, jika pelaporan ditunda sampai seluruh aspek diketahui,
informasi yang dihasilkan mungkin sangat andal tetapi kurang bermanfaat bagi pengambil keputusan.
Dalam usaha mencapai keseimbangan antara relevansi dan keandalan, kebutuhan pengambil keputusan
merupakan pertimbangan yang menentukan.
(2) Keseimbangan antara Biaya dan Manfaat
Keseimbangan antara biaya dan manfaat lebih merupakan suatu kendala yang dapat terjadi (pervasive)
daripada suatu karakteristik kualitatif. Manfaat yang dihasilkan informasi seharusnya melebihi biaya

BAB III. Laporan Keuangan Entitas Syariah| 45


penyusunannya. Namun demikian, secara substansi evaluasi biaya dan manfaat merupakan suatu proses
pertimbangan (judgement process). Biaya tidak harus dipikul oleh mereka yang menikmati manfaat. Manfaat
mungkin juga dinikmati oleh pemakai lain disamping mereka yang menjadi tujuan penyampaian informasi.
Karena alasan inilah maka sulit untuk mengaplikasikan uji biaya-manfaat pada kasus tertentu. Namun
demikian, dewan penyusun standar akuntansi syariah, seperti juga para penyusun dan pemakai laporan
keuangan, harus menyadari kendala ini.
(3) Keseimbangan di antara Karakteristik Kualitatif
Dalam praktek, keseimbangan atau trade-off di antara berbagai karakteristik kualitatif sering
diperlukan. Pada umumnya tujuannya adalah untuk mencapai suatu keseimbangan yang tepat di antara
berbagai karakteristik untuk memenuhi tujuan laporan keuangan. Kepentingan relatif dari berbagai
karakteristik dalam berbagai kasus yang berbeda merupakan masalah pertimbangan profesional.

E. Penyajian Wajar
Laporan keuangan sering dianggap menggambarkan pandangan yang wajar dari, atau menyajikan
dengan wajar, posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu entitas syariah. Meskipun
kerangka dasar ini tidak menangani secara langsung konsep tersebut, penerapan karakteristik kualitatif
pokok dan standar akuntansi keuangan yang sesuai biasanya menghasilkan laporan keuangan yang
menggambarkan apa yang pada umumnya dipahami sebagai suatu pandangan yang wajar dari, atau
menyajikan dengan wajar, informasi semacam itu.

F. Pengakuan Unsur Laporan Keuangan


Dalam Kerangka Dasar Penyusunan Penyajian Laporan Keuangan Syariah (KDPPLKS) pengakuan
unsur Laporan Keuangan (paragraf 109 sd 126) dijelaskan bahwa Pengakuan (recognition) merupakan proses
pembentukan suatu pos yang memenuhi definisi unsur serta kriteria pengakuan yang dikemukakan dalam
paragraf 110 dalam neraca atau laporan laba rugi. Pengakuan dilakukan dengan menyatakan pos tersebut
baik dalam kata-kata maupun dalam jumlah uang dan mencantumkannya ke dalam neraca atau laporan
laba rugi. Pos yang memenuhi kriteria tersebut harus diakui dalam neraca atau laporan laba rugi. Kelalaian
untuk mengakui pos semacam itu tidak dapat diralat melalui pengungkapan kebijakan akuntansi yang
digunakan maupun melalui catatan atau materi penjelasan (paragraf 109)
Pos yang memenuhi definisi suatu unsur harus diakui kalau: (paragraf 110)
(a) ada kemungkinan bahwa manfaat ekonomi yang berkaitan dengan pos tersebut akan mengalir dari
atau ke dalam entitas syariah; dan
(b) pos tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal.
Dalam mengkaji apakah suatu pos memenuhi kriteria ini dan karenanya memenuhi syarat untuk
diakui dalam laporan laba rugi, perhatian perlu ditujukan pada pertimbangan materialitas yang dibahas
dalam paragraf 49 sampai dengan 51. Hubungan antara unsur berarti bahwa suatu pos yang memenuhi
definisi dan kriteria pengakuan untuk unsur tertentu, misalnya, suatu aset, secara otomatis memerlukan
pengakuan unsur lain, misalnya, penghasilan atau kewajiban. (paragraf 111)
(1) Probabilitas Manfaat Ekonomi Masa Depan
Dalam kriteria pengakuan penghasilan, konsep probabilitas digunakan dalam pengertian
derajat ketidakpastian bahwa manfaat ekonomi masa depan yang berkaitan dengan pos tersebut
akan mengalir dari atau ke dalam entitas syariah. Konsep tersebut dimaksudkan untuk
menghadapi ketidakpastian lingkungan operasi entitas syariah. Pengkajian derajat ketidakpastian
yang melekat dalam arus manfaat ekonomi masa depan dilakukan atas dasar bukti yang tersedia
pada saat penyusunan Laporan Keuangan. Misalnya, kalau pembayaran suatu piutang besar
kemungkinan terjadi (probable) dan tidak ada bukti lain yang bertentangan, maka dapat dibenarkan
untuk mengakui piutang tersebut sebagai aset. Namun demikian, jika populasi piutang banyak

46 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


jumlahnya, maka besar kemungkinan ada yang tidak tertagih; karena itu suatu beban yang
merepresentasikan pengurangan manfaat ekonomi yang diharapkan harus diakui. (paragraf 112)
(2) Keandalan Pengukuran
Kriteria pengakuan suatu pos yang kedua adalah ada tidaknya biaya atau nilai yang dapat
diukur dengan tingkat keandalan tertentu (reliable) seperti yang dibahas pada paragraf 52 sampai
dengan paragraf 59 kerangka dasar ini. Pada banyak kasus, biaya atau nilai harus diestimasi;
penggunaan estimasi yang layak merupakan bagian esensial dalam penyusunan Laporan Keuangan
tanpa mengurangi tingkat keandalan. Namun demikian, kalau estimasi yang layak tak mungkin
dilakukan, pos tersebut tidak diakui dalam neraca atau laporan laba rugi. Misalnya, hasil yang
diharapkan dari suatu tuntutan hukum dapat memenuhi definisi baik aset dan penghasilan
maupun kriteria probabilitas untuk dapat diakui; namun demikian, kalau tidak mungkin diukur
dengan tingkat keandalan tertentu, tuntutan tersebut tidak dapat diakui sebagai aset atau sebagai
penghasilan; namun demikian, eksistensi tuntutan harus diungkapkan dalam catatan, materi
penjelasan atau skedul tambahan. (paragraf 113) Suatu pos yang pada saat tertentu tidak dapat
memenuhi kriteria pengakuan dalam paragraf 110 dapat memenuhi syarat untuk diakui di masa
depan sebagai akibat dari peristiwa atau keadaan yang terjadi kemudian. (paragraf 114) Suatu pos
yang memiliki karakteristik esensial suatu unsur tetapi tidak dapat memenuhi kriteria pengakuan
tetap perlu diungkapkan dalam catatan, materi penjelasan atau skedul tambahan. Pengungkapan
ini dapat dibenarkan kalau pengetahuan mengenai pos tersebut dipandang relevan untuk
mengevaluasi posisi keuangan, kinerja dan perubahan posisi keuangan suatu entitas syariah oleh
pemakai laporan keuangan. (paragraf 115)
(3) Pengakuan Aset
Aset diakui dalam neraca kalau besar kemungkinan bahwa manfaat ekonominya di masa
depan diperoleh entitas syariah dan aset tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur
dengan andal (paragraf 116). Aset tidak diakui dalam neraca kalau pengeluaran telah terjadi dan
manfaat ekonominya dipandang tidak mungkin mengalir ke dalam entitas syariah setelah periode
akuntansi berjalan. Sebagai alternatif transaksi semacam itu menimbulkan pengakuan beban dalam
laporan laba rugi. Dengan perlakuan ini tidak berarti pengeluaran yang dilakukan manajemen
mempunyai maksud yang lain daripada menghasilkan manfaat ekonomi bagi entitas syariah di
masa depan atau bahwa manajemen salah arah. Implikasi satu-satunya adalah bahwa tingkat
kepastian dari manfaat ekonomi yang diterima entitas syariah setelah periode akuntansi berjalan
tidak mencukupi untuk membenarkan pengakuan aset (paragraf 117).
(4) Pengakuan Kewajiban
Kewajiban diakui dalam neraca kalau besar kemungkinan bahwa pengeluaran sumber daya
yang mengandung manfaat ekonomi akan dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban (obligation)
sekarang dan jumlah yang harus diselesaikan dapat diukur dengan andal. Dalam praktek,
kewajiban (obligations) menurut kontrak yang belum dilaksanakan oleh kedua belah pihak
(misalnya, kewajiban atas pesanan persediaan yang belum diterima) pada umumnya tidak diakui
sebagai kewajiban dalam Laporan Keuangan. Namun demikian, kewajiban (obligation) semacam itu
dapat memenuhi definisi kewajiban dan, kalau dalam keadaan tertentu kriteria pengakuan
terpenuhi, maka kewajiban (obligation) tersebut dapat dianggap memenuhi syarat pengakuan.
Dalam kasus ini, pengakuan kewajiban mengakibatkan pengakuan aset atau beban yang
bersangkutan (paragraf 118).
(5) Pengakuan Dana Syirkah Temporer
Pengakuan dana syirkah temporer dalam neraca hanya dapat dilakukan jika entitas syariah
memiliki kewajiban untuk mengembalikan dana yang diterima melalui pengeluaran sumber daya
yang mengandung manfaat ekonomi dan jumlah yang harus diselesaikan dapat diukur dengan
andal. Jumlah dana syirkah temporer dapat berubah sesuai dengan hasil dari investasinya (paragraf
119).

BAB III. Laporan Keuangan Entitas Syariah| 47


(6) Pengakuan Penghasilan
Penghasilan diakui dalam laporan laba rugi kalau kenaikan manfaat ekonomi di masa depan
yang berkaitan dengan peningkatan aset atau penurunan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur
dengan andal. Ini berarti pengakuan penghasilan terjadi bersamaan dengan pengakuan kenaikan
aset atau penurunan kewajiban (misalnya, kenaikan bersih aset yang timbul dari penjualan barang
atau jasa atau penurunan kewajiban yang timbul dari pembebasan pinjaman yang masih harus
dibayar). (paragraf 120). Prosedur yang biasanya dianut dalam praktek untuk mengakui
penghasilan, seperti misalnya ketentuan bahwa penghasilan telah diperoleh, merupakan penerapan
kriteria pengakuan dalam kerangka dasar ini. Prosedur semacam ini pada umumnya dimaksudkan
untuk membatasi pengakuan penghasilan pada pos-pos yang dapat diukur dengan andal dan
memiliki derajat kepastian yang cukup (paragraf 121).
(7) Pengakuan Beban
Beban diakui dalam laporan laba rugi kalau penurunan manfaat ekonomi masa depan yang
berkaitan dengan penurunan aset atau peningkatan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur
dengan andal. Ini berarti pengakuan beban terjadi bersamaan dengan pengakuan kenaikan
kewajiban atau penurunan aset (misalnya, akrual hak karyawan atau penyusutan aset tetap)
(paragraf 122). Beban diakui dalam laporan laba rugi atas dasar hubungan langsung antara biaya
yang timbul dan pos penghasilan tertentu yang diperoleh. Proses yang biasanya disebut pengaitan
biaya dengan pendapatan (matching of costs with revenues) ini melibatkan pengakuan penghasilan dan
beban secara gabungan atau bersamaan yang dihasilkan secara langsung dan bersama-sama dari
transaksi atau peristiwa lain yang sama; misalnya, berbagai komponen beban yang membentuk
beban pokok penjualan (cost or expense of goods sold) diakui pada saat yang sama sebagai penghasilan
yang diperoleh dari penjualan barang. Namun demikian, penerapan konsep matching dalam
kerangka dasar ini tidak memperkenankan pengakuan pos dalam neraca yang tidak memenuhi
definisi aset atau kewajiban (paragraf 123).
Kalau manfaat ekonomi diharapkan timbul selama beberapa periode akuntansi dan
hubungannya dengan penghasilan hanya dapat ditentukan secara luas atau tak langsung, beban
diakui dalam laporan laba rugi atas dasar prosedur alokasi yang rasional dan sistematis. Hal ini
sering diperlukan dalam pengakuan beban yang berkaitan dengan penggunaan aset, seperti aset
tetap, goodwill, paten dan merek dagang. Dalam kasus semacam itu, beban ini disebut penyusutan
atau amortisasi. Prosedur alokasi ini dimaksudkan untuk mengakui beban dalam periode akuntansi
yang menikmati manfaat ekonomi aset yang bersangkutan (paragraf 124). Beban segera diakui
dalam laporan laba rugi kalau pengeluaran tidak menghasilkan manfaat ekonomi masa depan atau
kalau sepanjang manfaat ekonomi masa depan tidak memenuhi syarat, atau tidak lagi memenuhi
syarat, untuk diakui dalam neraca sebagai aset (paragraf 125). Beban juga diakui dalam laporan
laba rugi pada saat timbul kewajiban tanpa adanya pengakuan aset, seperti apabila timbul
kewajiban akibat garansi produk (paragraf 126).

G. Pengakuan Unsur Laporan Keuangan Syariah


Pengukuran adalah proses penetapan jumlah uang untuk mengakui dan memasukkan setiap unsur
Laporan Keuangan dalam neraca dan laporan laba rugi. Proses ini menyangkut pemilihan dasar
pengukuran tertentu. (paragraf 127). Sejumlah dasar pengukuran yang berbeda digunakan dalam derajat
dan kombinasi yang berbeda dalam Laporan Keuangan. Berbagai dasar pengukuran tersebut adalah
sebagai berikut (paragraf 128):
(a) Biaya historis. Aset dicatat sebesar pengeluaran kas (atau setara kas) yang dibayar atau sebesar nilai
wajar dari imbalan (consideration) yang diberikan untuk memperoleh aset tersebut pada saat perolehan.
Kewajiban dicatat sebesar jumlah yang diterima sebagai penukar dari kewajiban (obligation), atau dalam
keadaan tertentu (misalnya, pajak penghasilan), dalam jumlah kas (atau setara kas)yang diharapkan akan
dibayarkan untuk memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan usaha yang normal.

48 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


(b) Biaya kini (current cost). Aset dinilai dalam jumlah kas (atau setara kas) yang seharusnya dibayar bila aset
yang sama atau setara aset diperoleh sekarang. Kewajiban dinyatakan dalam jumlah kas (atau setara
kas) yang tidak didiskontokan (undiscounted) yang mungkin akan diperlukan untuk menyelesaikan
kewajiban (obligation) sekarang.
(c) Nilai realisasi/penyelesaian (realisable/settlement value). Aset dinyatakan dalam jumlah kas (atau setara
kas) yang dapat diperoleh sekarang dengan menjual aset dalam pelepasan normal (orderly disposal).
Kewajiban dinyatakan sebesar nilai penyelesaian; yaitu, jumlah kas (atau setara kas) yang tidak
didiskontokan yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan usaha
normal.
Dasar pengukuran yang lazimnya digunakan entitas syariah dalam penyusunan Laporan Keuangan
adalah biaya historis. Ini biasanya digabungkan dengan dasar pengukuran yang lain. Misalnya, persediaan
biasanya dinyatakan sebesar nilai terendah dari biaya historis atau nilai realisasi bersih (lower of cost or net
realizable value), atau akuntansi dana pensiun menilai aset tertentu berdasarkan nilai wajar (fair value)
(paragraf 129).
Penggunaan pengukuran nilai realisasi/penyelesaian untuk menghasilkan nilai kas (atau setara kas)
memerlukan revaluasi secara periodik atas aset, kewajiban dan dana syirkah temporer. Untuk itu, maka
informasi yang dihasilkan harus andal dan dapat dibandingkan. Untuk menjamin keandalan serta dapat
dibandingkan, manajemen harus menggunakan seluruh prinsip-prinsip berikut selama merevaluasi aset,
kewajiban dan dana syirkah temporer (paragraf 130):
(a) Adanya indikator eksternal, seperti harga pasar, yang tersedia secara luas.
(b) Utilisasi seluruh informasi yang relevan baik positif atau negatif.
(c) Utilisasi metode-metode penilaian yang logis dan relevan.
(d) Konsistensi penggunaan metode-metode penilaian yang digunakan.
(e) Utilisasi penggunaan ahli-ahli penilai yang tersedia secara luas.
(f) Konservatisme dalam proses penilaian sesuai objektivitas dan netralitas dalam pemilihan nilai-nilai.
Meskipun relevan untuk merevaluasi nilai aset, kewajiban dan dana syirkah temporer, namun
penggunaan konsep pengukuran nilai realisasi / penyelesaian tidak mudah diterapkan dalam kondisi
sekarang. Penggunaan konsep nilai realisasi/penyelesaian dapat diterapkan untuk tujuan penyajian
informasi tambahan yang relevan dengan suatu akun investasi yang telah ada atau yang prospektif. Namun,
penyajian informasi tambahan tersebut tidak mewajibkan entitas syariah untuk mendistribusikan hasil
investasi yang belum terealisasi (paragraf 131).

3.3. Unsur Laporan Keuangan Entitas Syariah


Laporan keuangan menggambarkan dampak keuangan dari transaksi dan peristiwa lain yang
diklasifikasikan dalam beberapa kelompok besar menurut karakteristik ekonominya. Kelompok besar ini
merupakan unsur laporan keuangan. Unsur yang berkaitan secara langsung dengan pengukuran posisi
keuangan adalah aset, kewajiban, dana syirkah temporer, dan ekuitas. Sedang unsur yang berkaitan dengan
pengukuran kinerja dalam laporan laba rugi adalah penghasilan dan beban. Laporan perubahan posisi
keuangan biasanya mencerminkan berbagai unsur laporan laba rugi dan perubahan dalam berbagai unsur
neraca; dengan demikian, kerangka dasar ini tidak mengidentifikasikan unsur laporan perubahan posisi
keuangan secara khusus.
Penyajian berbagai unsur ini dalam neraca dan laporan laba rugi memerlukan proses subklasifikasi.
Misalnya, aset dan kewajiban dapat diklasifikasikan menurut hakekat atau fungsinya dalam bisnis entitas
syariah dengan maksud untuk menyajikan informasi dengan cara yang paling berguna bagi pemakai untuk
tujuan pengambilan keputusan ekonomi.
Sesuai karakteristik maka laporan keuangan entitas syariah antara lain meliputi:
1 komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan komersial:
(a) laporan posisi keuangan;
(b) laporan laba rugi;

BAB III. Laporan Keuangan Entitas Syariah| 49


(c) laporan arus kas; dan
(d) laporan perubahan ekuitas.
2 komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan sosial:
(a) laporan sumber dan penggunaan dana zakat; dan
(b) laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan.
3 komponen laporan keuangan lainnya yang mencerminkan kegiatan dan tanggung jawab khusus
entitas syariah tersebut.

3.3.1 Laporan Posisi Keuangan (Neraca)


Dalam KDPPLK syariah dijelaskan tentang Laporan Posisi Keuangan (Neraca) Entitas Syariah
sebagai berikut:
A. Unsur yang berkaitan secara langsung dengan pengukuran posisi keuangan adalah aset, kewajiban,
dana syirkah temporer dan ekuitas. Pos-pos ini didefinisikan sebagai berikut: (paragraf 71)
(a) Aset adalah sumber daya yang dikuasai oleh entitas syariah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu
dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan akan diperoleh entitas syariah.
(b) Kewajiban merupakan hutang entitas syariah masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu,
penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya entitas syariah yang
mengandung manfaat ekonomi.
(c) Dana syirkah temporer adalah dana yang diterima sebagai investasi dengan jangka waktu tertentu
dari individu dan pihak lainnya dimana entitas syariah mempunyai hak untuk mengelola dan
menginvestasikan dana tersebut dengan pembagian hasil investasi berdasarkan kesepakatan.
(d) Ekuitas adalah hak residual atas aset entitas syariah setelah dikurangi semua kewajiban dan dana
syirkah temporer.
B. Definisi aset dan kewajiban mengidentifikasikan ciri esensialnya tetapi tidak mencoba untuk
menspesifikasikan kriteria yang perlu dipenuhi sebelum diakui di dalam neraca. Jadi, definisi tersebut
mencakup pos-pos yang tidak diakui sebagai aset atau kewajiban di dalam neraca karena tidak
memenuhi kriteria untuk diakui seperti yang dibahas dalam paragraf 109 sampai 126. Khususnya,
harapan bahwa manfaat ekonomi di masa depan akan mengalir dari atau ke dalam entitas syariah
harus cukup pasti untuk memenuhi kriteria probabilitas dalam paragraf 112 sebelum suatu aset atau
kewajiban diakui (paragraf 72).
C. Dalam penilaian apakah suatu pos memenuhi definisi aset, kewajiban, dana syirkah temporer atau
ekuitas, perhatian perlu ditujukan pada substansi yang mendasari, serta realitas ekonomi dan bukan
hanya bentuk hukumnya (paragraf 73).
D. Neraca yang disusun menurut standar akuntansi keuangan syariah yang berlaku dapat meliputi pos
yang tidak memenuhi definisi aset atau kewajiban dan tidak disajikan sebagai bagian dari dana syirkah
temporer atau ekuitas. Namun demikian, definisi yang dirumuskan dalam paragraf 71 akan mendasari
peninjauan kembali terhadap standar akuntansi keuangan syariah yang berlaku di masa depan dan
perumusan standar selanjutnya (paragraf 74).
Komponen Laporan Posisi Keuangan (neraca) seperti Aset, Kewajiban, Dana Syirkah Temporer
dan Ekuitas dijelaskan dalam ketentuan yang lebih rinci seperti dibawah ini:
1. Aset
a. Manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aset adalah potensi dari aset tersebut untuk
memberikan sumbangan, baik langsung maupun tidak langsung, arus kas dan setara kas kepada
entitas syariah. Potensi tersebut dapat berbentuk sesuatu yang produktif dan merupakan bagian
dari aktivitas operasional entitas syariah. Mungkin pula berbentuk sesuatu yang dapat diubah
menjadi kas atau setara kas atau berbentuk kemampuan untuk mengurangi pengeluaran kas,
seperti penurunan biaya akibat penggunaan proses produksi alternatif (paragraf 75).

50 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


b. Entitas syariah biasanya menggunakan aset untuk memproduksi barang atau jasa yang dapat
memuaskan kebutuhan dan keperluan pelanggan; berhubung barang atau jasa ini dapat
memuaskan kebutuhan dan keperluan ini, pelanggan bersedia membayar sehingga memberikan
sumbangan kepada arus kas entitas syariah. Kas sendiri memberikan jasa kepada entitas syariah
karena kekuasaannya terhadap sumber daya yang lain (paragraf 76).
c. Manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aset dapat mengalir ke dalam entitas syariah
dengan beberapa cara. Misalnya dalam paragraf 77, aset dapat:
(a) digunakan baik sendiri maupun bersama aset lain dalam produksi barang dan jasa yang
dijual oleh entitas syariah;
(b) dipertukarkan dengan aset lain;
(c) digunakan untuk menyelesaikan kewajiban; atau
(d) dibagikan kepada para pemilik entitas syariah.
d. Banyak aset, misalnya, aset tetap memiliki bentuk fisik. Namun demikian, bentuk fisik tersebut
tidak esensial untuk menentukan eksistensi aset; karena itu, paten dan hak cipta, misalnya,
merupakan aset kalau manfaat ekonomi yang diperoleh entitas syariah di masa depan dan kalau
masing-masing aset tersebut dikuasai entitas syariah (paragraf 78).
e. Banyak aset, misalnya, piutang dan properti, dihubungkan dengan hak menurut hukum, termasuk
hak milik. Dalam menentukan eksistensi aset, hak milik tidak esensial; jadi, misalnya, properti yang
diperoleh melalui sewa guna usaha adalah aset jika entitas syariah mengendalikan manfaat yang
diharapkan dari properti tersebut. Meskipun kemampuan entitas syariah untuk mengendalikan
manfaat biasanya berasal dari hak menurut hukum suatu barang atau jasa dapat memenuhi definisi
aset meskipun tidak dikuasai berdasarkan hukum. Misalnya, pengetahuan yang diperoleh melalui
aktivitas pengembangan dapat memenuhi definisi aset jika, dengan merahasiakan pengetahuan
tersebut, entitas syariah menikmati manfaat yang diharapkan dari pengetahuan tersebut (paragraf
79).
f. Aset entitas syariah berasal dari transaksi atau peristiwa lain yang terjadi di masa lalu. Entitas
syariah biasanya memperoleh aset melalui pembelian atau produksi sendiri, tetapi transaksi atau
peristiwa lain juga dapat menghasilkan aset; misalnya properti yang diterima entitas syariah dari
pemerintah sebagai bagian dari program untuk merangsang pertumbuhan ekonomi dalam suatu
wilayah. Transaksi atau peristiwa yang diharapkan terjadi di masa depan tidak dengan sendirinya
memunculkan aset; oleh karena itu, misalnya, maksud untuk membeli persediaan tidak dengan
sendirinya memenuhi definisi aset (paragraf 80).
g. Ada hubungan erat antara terjadinya pengeluaran dan timbulnya aset, tetapi kedua peristiwa ini
tidak perlu harus terjadi bersamaan. Oleh karena itu, kalau entitas syariah melakukan pengeluaran,
peristiwa ini memberikan bukti bahwa entitas syariah tersebut mengejar manfaat ekonomi tetapi
belum merupakan bukti konklusif bahwa suatu barang atau jasa yang memenuhi definisi aset telah
diperoleh. Sama halnya dengan tidak adanya pengeluaran yang bersangkutan tidak mengecualikan
suatu barang atau jasa memenuhi definisi aset dan dengan demikian terdapat kemungkinan untuk
diakui pencantumannya dalam neraca; misalnya, barang atau jasa yang telah didonasikan kepada
entitas syariah memenuhi definisi aset (paragraf 81).

2. Kewajiban
a. Karakteristik esensial kewajiban (liabilities) adalah bahwa entitas syariah mempunyai kewajiban
(obligation) masa kini. Kewajiban adalah suatu tugas atau tanggung jawab untuk bertindak atau
untuk melaksanakan sesuatu dengan cara tertentu. Kewajiban dapat dipaksakan menurut hukum
sebagai konsekuensi dari kontrak mengikat atau peraturan perundangan. Ini biasanya memang
demikian, misalnya, dengan disertai jumlah yang terhutang dari barang dan jasa yang telah
diterima. Namun, kewajiban juga timbul dari praktek bisnis yang lazim, kebiasaan dan keinginan
untuk memelihara hubungan bisnis yang baik atau bertindak dengan cara yang adil. Kalau,

BAB III. Laporan Keuangan Entitas Syariah| 51


misalnya, sebagai suatu kebijakan, entitas syariah memutuskan untuk menarik kembali produknya
yang cacat meskipun masa garansi sebenarnya telah lewat, jumlah yang diharapkan akan
dibayarkan tersebut merupakan kewajiban (paragraf 82).
b. Suatu perbedaan perlu dilakukan antara kewajiban sekarang dan komitmen di masa depan.
Keputusan manajemen entitas syariah untuk membeli aset di masa depan tidak dengan sendirinya
menimbulkan kewajiban sekarang. Kewajiban biasanya timbul hanya kalau aset telah diserahkan
atau entitas syariah telah membuat perjanjian yang tidak dapat dibatalkan untuk membeli aset.
Pada kasus yang terakhir, hakekat perjanjian yang tak dapat dibatalkan berarti bahwa konsekuensi
ekonomi dari kegagalan untuk memenuhi kewajiban, misalnya, karena adanya hukuman yang
substansial, membuat entitas syariah memiliki sedikit pilihan, itu pun kalau ada, untuk mencegah
pengeluaran sumber daya kepada pihak lain (paragraf 83).
c. Penyelesaian kewajiban masa kini biasanya melibatkan entitas syariah untuk mengorbankan
sumber daya yang memiliki manfaat masa depan demi untuk memenuhi tuntutan pihak lain.
Penyelesaian kewajiban yang ada sekarang dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya,
dengan: (paragraf 84)
(a) pembayaran kas;
(b) penyerahan aset lain;
(c) pemberian jasa;
(d) penggantian kewajiban tersebut dengan kewajiban lain; atau
(e) konversi kewajiban menjadi ekuitas.
Kewajiban juga dapat dihapuskan dengan cara lain, seperti kreditur membebaskan atau
membatalkan haknya.
d. Kewajiban timbul dari transaksi atau peristiwa masa lalu. Jadi, misalnya, pembelian barang atau
penggunaan jasa menimbulkan hutang usaha (kecuali kalau dibayar di muka atau pada saat
penyerahan) dan penerimaan pinjaman bank syariah menimbulkan kewajiban untuk membayar
kembali pinjaman tersebut. Entitas syariah juga dapat mengakui sebagai kewajiban jumlah rabat
masa depan yang didasarkan pada jumlah pembelian tahunan para pelanggan; dalam kasus ini,
penjualan barang masa lalu merupakan transaksi yang menimbulkan kewajiban (paragraf 85).
e. Beberapa jenis kewajiban hanya dapat diukur dengan menggunakan estimasi dalam derajat yang
substansial. Beberapa entitas syariah menyebut kewajiban ini sebagai penyisihan (provision).
Dalam pengertian sempit, penyisihan semacam itu tidak dipandang sebagai kewajiban karena
hanya mencakupi jumlah yang dapat ditentukan tanpa perlu membuat estimasi. Definisi kewajiban
dalam paragraf 71 mengikuti pendekatan luas. Jadi, kalau penyisihan menyangkut kewajiban masa
kini dan memenuhi ketentuan lain dalam definisi tersebut, maka pos yang bersangkutan
merupakan kewajiban meskipun jumlahnya harus diestimasi. Contohnya adalah penyisihan untuk
pembayaran yang akan dilakukan terhadap garansi berjalan dan penyisihan untuk menutup
kewajiban manfaat pensiun (paragraf 86).
3. Dana Syirkah Temporer
a. Dana syirkah temporer adalah dana yang diterima oleh entitas syariah dimana entitas syariah
mempunyai hak untuk mengelola dan menginvestasikan dana, baik sesuai dengan kebijakan entitas
syariah atau kebijakan pembatasan dari pemilik dana, dengan keuntungan dibagikan sesuai dengan
kesepakatan; sedangkan dalam hal dana syirkah temporer berkurang disebabkan kerugian normal
yang bukan akibat dari unsur kesalahan yang disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan,
entitas syariah tidak berkewajiban mengembalikan atau menutup kerugian atau kekurangan dana
tersebut. Contoh dari dana syirkah temporer adalah penerimaan dana dari investasi mudharabah
muthlaqah, mudharabah muqayyadah, musyarakah, dan akun lain yang sejenis (paragraf 87).
b. Dana syirkah temporer tidak dapat digolongkan sebagai kewajiban. Hal ini karena entitas syariah
tidak berkewajiban, ketika mengalami kerugian, untuk mengembalikan jumlah dana awal dari
pemilik dana kecuali akibat kelalaian atau wanprestasi entitas syariah. Di sisi lain, dana syirkah

52 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


temporer tidak dapat digolongkan sebagai ekuitas karena mempunyai waktu jatuh tempo dan
pemilik dana tidak mempunyai hak kepemilikan yang sama dengan pemegang saham, seperti hak
voting dan hak atas realisasi keuntungan yang berasal dari aset lancar dan aset noninvestasi (current
and other non investment accounts) (paragraf 88).
c. Hubungan antara entitas syariah dan pemilik dana syirkah temporer merupakan hubungan
kemitraan berdasarkan akad mudharabah muthlaqah, mudharabah muqayyadah atau musyarakah.
Entitas syariah mempunyai hak untuk mengelola dan menginvestasikan dana yang diterima
dengan atau tanpa batasan seperti mengenai tempat, cara, atau obyek investasi (paragraf 89).
d. Dana syirkah temporer merupakan salah satu unsur neraca dimana hal tersebut sesuai dengan
prinsip syariah yang memberikan hak kepada entitas syariah untuk mengelola dan
menginvestasikan dana, termasuk untuk mencampur dana dimaksud dengan dana lainnya
(paragraf 90).
e. Pemilik dana syirkah temporer memperoleh bagian atas keuntungan sesuai kesepakatan dan
menerima kerugian berdasarkan jumlah dana dari masing-masing pihak. Pembagian hasil dana
syirkah temporer dapat dengan konsep bagi hasil atau bagi untung (paragraf 91).
4. Ekuitas
a. Meskipun dalam paragraf 71, didefinisikan sebagai residual, ekuitas dapat disubklasifikasikan
dalam neraca. Misalnya, dalam perseroan terbatas, setoran modal oleh para pemegang saham,
saldo laba (retained earnings), penyisihan saldo laba dan penyisihan penyesuaian pemeliharaan modal
masing-masing disajikan secara terpisah. Klasifikasi semacam itu dapat menjadi relevan untuk
kebutuhan pengambilan keputusan pemakai laporan keuangan apabila pos tersebut
mengindikasikan pembatasan hukum atau pembatasan lainnya terhadap kemampuan entitas
syariah untuk membagikan atau menggunakan ekuitas. Klasifikasi tersebut juga dapat
merefleksikan fakta bahwa pihak-pihak dengan hak kepemilikannya masing-masing dalam entitas
syariah mempunyai hak yang berbeda dalam hubungannya dengan penerimaan dividen atau
pembayaran kembali modal (paragraf 92).
b. Pembentukan cadangan kadang-kadang diharuskan oleh suatu peraturan perundangan yang
berlaku untuk memberikan perlindungan tambahan kepada entitas syariah dan para krediturnya
terhadap kerugian yang ditimbulkan. Cadangan yang lain dapat dibentuk kalau hukum pajak
memberikan pembebasan dari, atau pengurangan dalam kewajiban pajak pada waktu dilakukan
pemindahan ke cadangan semacam itu. Eksistensi serta besarnya cadangan menurut peraturan
perundangan yang berlaku ini merupakan informasi yang relevan untuk kebutuhan pengambilan
keputusan bagi para pemakai laporan keuangan. Pemindahan ke cadangan tersebut lebih
merupakan penyisihan saldo laba daripada beban (paragraf 93).
c. Jumlah ekuitas yang ditampilkan dalam neraca tergantung pada pengukuran aset, kewajiban dan
dana syirkah temporer. Biasanya hanya karena faktor kebetulan kalau jumlah ekuitas agregat sama
dengan jumlah nilai pasar keseluruhan (aggregate market value) dari saham entitas syariah atau jumlah
yang dapat diperoleh dengan melepaskan seluruh aset bersih entitas syariah baik satu persatu
(liquidating value) atau secara keseluruhan dalam kondisi kelangsungan usaha (going concern value).
(paragraf 94)
d. Aktivitas bisnis sering dilakukan melalui beberapa bentuk entitas syariah seperti entitas
perseorangan, persekutuan dan trust, serta badan usaha milik negara. Kerangka hukum bagi
berbagai entitas syariah semacam itu seringkali berbeda dengan yang berlaku bagi perseroan
terbatas. Misalnya, mungkin hanya sedikit saja, kalaupun ada, pembatasan-pembatasan terhadap
pembagian jumlah yang tergolong dalam ekuitas kepada para pemilik atau pihak lain. Namun
demikian, definisi ekuitas dan aspek-aspek lain dalam kerangka dasar yang mengatur ekuitas
berlaku untuk entitas syariah semacam itu (paragraf 95).
Sedangkan dalam PSAK 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Entitas Syariah dijelaskan
Pembagian Lancar dengan Tidak Lancar dan Jangka Pendek dengan Jangka Panjang sebagai berikut:

BAB III. Laporan Keuangan Entitas Syariah| 53


1. Entitas syariah menyajikan aset lancar terpisah dari aset tidak lancar dan kewajiban jangka pendek
terpisah dari kewajiban jangka panjang kecuali untuk industri tertentu yang diatur dalam Standar
Akuntansi Keuangan khusus. Aset lancar disajikan menurut ukuran likuiditas sedangkan kewajiban
disajikan menurut urutan jatuh temponya (paragraf 44).
2. Entitas syariah harus mengungkapkan informasi mengenai jumlah setiap aset yang akan diterima dan
kewajiban yang akan dibayarkan sebelum dan sesudah 12 (dua belas) bulan dari tanggal neraca (prg
45).
3. Apabila entitas syariah menyediakan barang atau jasa dalam siklus operasi entitas syariah yang dapat
diidentifikasi dengan jelas, maka klasifikasi aset lancar dan tidak lancar serta kewajiban jangka
pendek dan jangka panjang dalam neraca memberikan informasi yang bermanfaat dengan
membedakan aset bersih sebagai modal kerja dengan aset yang digunakan untuk operasi jangka
panjang. Pengklasifikasian tersebut juga menonjolkan aset yang diharapkan akan direalisasi dalam
siklus operasi berjalan dan kewajiban yang akan jatuh tempo pada periode yang sama. Informasi
tentang tanggal jatuh tempo aset dan kewajiban bermanfaat dalam menilai likuiditas dan solvabilitas
entitas syariah (paragraf 46).
Sedangkan dalam PSAK 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Entitas Syariah dijelaskan karakteristik
aset lancar dan kewajiban lancar sebagai berikut:
1. Aset Lancar
a. Dalam paragraf 47 disebutkan bahwa suatu aset diklasifikasikan sebagai aset lancar, jika aset
tersebut:
(a) diperkirakan akan direalisasi atau dimiliki untuk dijual atau digunakan dalam jangka waktu
siklus operasi normal entitas syariah; atau
(b) dimiliki untuk diperdagangkan atau untuk tujuan jangka pendek dan diharapkan akan direalisir
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan dari tanggal neraca; atau
(c) berupa kas atau setara kas yang penggunaannya tidak dibatasi.
Aset yang tidak termasuk kategori tersebut diatas diklasifikasikan sebagai aset tidak lancar.
c. Siklus operasi entitas syariah merupakan rata-rata jangka waktu antara perolehan bahan baku
memasuki proses dan realisasinya menjadi kas atau instrumen yang siap dijadikan kas. Aset lancar
termasuk persediaan dan piutang dagang yang dijual, dikonsumsi dan direalisasi sebagai bagian
dari siklus normal operasi entitas syariah walaupun aset tersebut tidak diharapkan akan direalisasi
dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal neraca. Surat berharga diklasifikasikan sebagai
aset lancar apabila surat berharga tersebut diharapkan akan direalisasi dalam jangka waktu dua
belas bulan dari tanggal neraca dan jika lebih dari dua belas bulan diklasifikasikan sebagai aset
tidak lancar. Untuk tujuan pengklasifikasian ini, siklus operasi diasumsikan satu tahun, kecuali
untuk kegiatan atau industri tertentu dimana jangka waktu yang lebih panjang jelas lebih layak
(paragraf 48).
2. Kewajiban Jangka Pendek
a. Dalam paragraf 49, suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek, jika:
(a) diperkirakan akan diselesaikan dalam jangka waktu siklus normal operasi entitas syariah;
atau
(b) jatuh tempo dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan dari tanggal neraca.
Semua kewajiban lainnya harus diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang.
b. Kewajiban jangka pendek dapat diklasifikasikan dengan cara yang serupa dengan aset lancar.
Beberapa kewajiban jangka pendek seperti hutang dagang dan biaya pegawai serta biaya operasi
lainnya membentuk sebagian modal kerja yang digunakan dalam siklus operasi normal entitas
syariah. Pos-pos operasi seperti tersebut di atas diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek
walaupun pos-pos tersebut diselesaikan dalam jangka waktu lebih dari dua belas bulan dari
tanggal neraca. (paragraf 50)

54 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


c. Kewajiban jangka pendek lainnya lebih sulit untuk dikaitkan dengan siklus operasi berjalan
meskipun akan jatuh tempo dalam jangka waktu dua belas bulan sejak tanggal neraca, misalnya,
utang dividen, pajak penghasilan dan utang selain utang dagang. (paragraf 51 )
Sedangkan dalam PSAK 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Entitas Syariah dijelaskan
Informasi yang disajikan dalam Neraca adalah sebagai berikut:
1. Neraca entitas syariah disajikan sedemikian rupa yang menonjolkan berbagai unsur posisi
keuangan yang diperlukan bagi penyajian secara wajar. Neraca, minimal mencakup pos-pos
berikut: (paragraf 52)
(a) kas dan setara kas;
(b) piutang usaha dan piutang lainnya;
(c) aset keuangan;
(d) persediaan;
(e) investasi yang diperlakukan menggunakan metode ekuitas;
(f) aset tetap;
(g) Paset tak berwujud;
(h) hutang usaha dan hutang lainnya;
(i) hutang pajak;
(j) dana syirkah temporer;
(k) hak minoritas; dan
(l) modal saham dan pos ekuitas lainnya.
Pos, judul, dan sub-jumlah lain disajikan dalam neraca apabila diwajibkan oleh Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan atau apabila penyajian tersebut diperlukan untuk menyajikan
posisi keuangan entitas syariah secara wajar.
2. Pernyataan ini tidak mengatur susunan atau format mengenai pos-pos yang harus disajikan
dalam neraca. Paragraf 52 merupakan suatu daftar pos-pos yang berbeda dalam sifat maupun
fungsinya sehingga layak disajikan di neraca secara terpisah. Penyesuaian terhadap pos-pos
tersebut di atas meliputi: (paragraf 53 )
(a) penambahan pos-pos dilakukan jika Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan mewajibkan
penyajian secara terpisah dalam neraca, atau apabila suatu pos sangat material sehingga penyajian
yang terpisah akan membantu penyajian posisi keuangan secara wajar;
(b) istilah yang digunakan dan urutan pos-pos dapat diubah sesuai dengan sifat entitas syariah dan
transaksinya guna memberikan informasi yang diperlukan bagi pemahaman posisi keuangan
entitas syariah secara menyeluruh.
3. Pertimbangan apakah pos-pos tambahan disajikan secara terpisah didasarkan atas penilaian dari (prgf
54):
(a) sifat, likuiditas dan materialitas aset;
(b) fungsi pos-pos tersebut dalam entitas syariah;
(c) jumlah, sifat dan jangka waktu kewajiban.
4. Aset dan kewajiban yang berbeda dalam sifat dan fungsi kadang-kadang diukur dengan dasar
pengukuran yang berbeda. Misalnya aset tertentu dicatat atas dasar biaya perolehan atau penilaian
kembali, maka penggunaan dasar pengukuran yang berbeda untuk setiap aset mengindikasikan bahwa
sifat dan fungsi aset tersebut juga berbeda sehingga aset tersebut harus disajikan secara terpisah
(paragraf 55).
Sedangkan dalam PSAK 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Entitas Syariah dijelaskan
informasi disajikan di neraca atau di catatan atas Laporan Keuangan sebagai berikut:
1. Entitas syariah harus mengungkapkan, di Neraca atau di Catatan atas Laporan Keuangan,
subklasifikasi pos-pos yang disajikan, diklasifikasikan dengan cara yang tepat sesuai dengan operasi
entitas syariah. Setiap pos disubklasifikasikan, jika memungkinkan, sesuai dengan sifatnya; dan
jumlah terutang atau piutang pada entitas syariah induk, anak entitas syariah, entitas syariah asosiasi
dan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa lainnya diungkapkan secara terpisah (paragraf
56).

BAB III. Laporan Keuangan Entitas Syariah| 55


2. Rincian yang tercakup dalam subklasifikasi, di Neraca atau di Catatan atas Laporan Keuangan,
tergantung pada persyaratan dari PSAK dan materialitas jumlah pos yang bersangkutan. Faktor-
faktor yang diuraikan pada paragraf 54 dapat digunakan dalam menentukan dasar bagi subklasifikasi
(prgf 57).
3. Entitas syariah mengungkapkan hal-hal berikut di Neraca atau di Catatan atas Laporan Keuangan
(paragraf 58):
(a) untuk setiap jenis saham:
(b) jumlah saham modal dasar;
(c) jumlah saham yang diterbitkan dan disetor penuh;
(d) nilai nominal saham;
(e) ikhtisar perubahan jumlah saham beredar;
(f) hak, keistimewaan dan pembatasan yang melekat pada setiap jenis saham, termasuk
pembatasan atas dividen dan pembayaran kembali atas modal;
(g) saham entitas syariah yang dikuasai oleh entitas syariah itu sendiri atau oleh anak entitas
syariah atau entitas syariah asosiasi; dan
(h) saham yang dicadangkan untuk hak opsi dan kontrak penjualan, termasuk nilai dan
persyaratannya;
(i) penjelasan mengenai sifat dan tujuan pos cadangan dalam ekuitas; dan
(j) penjelasan apakah dividen yang diusulkan tapi secara resmi belum disetujui untuk dibayarkan
telah diakui atau tidak sebagai kewajiban.
4. Entitas syariah yang modalnya tidak terbagi dalam saham, seperti persekutuan, mengungkapkan
informasi yang setara dengan persyaratan di atas, yang memperlihatkan perubahan dalam suatu
periode dari setiap jenis penyertaan serta hak, keistimewaan dan pembatasan yang melekat pada
setiap jenis penyertaan (paragraf 59):

56 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Ilustrasi Neraca Untuk Perbankan Syariah
PT Bank Syariah “X”
Laporan Posisi Keuangan (Neraca)
Per 31 Desember 200-A dan 200-B
ASET 200-B 200-A
Kas xxx xxx
Penempatan pada Bank Indonesia xxx xxx
Giro pada bank lain xxx xxx
Penempatan pada bank lain xxx xxx
Investasi pada efek/surat berharga xxx xxx
Piutang:
Murabahah xxx xxx
Salam xxx xxx
Istishna' xxx xxx
Ijarah xxx xxx
Jumlah Piutang xxx xxx
Pembiayaan:
Mudharabah xxx xxx
Musyarakah xxx xxx
Jumlah Pembiayaan xxx xxx
Persediaan xxx xxx
Tagihan dan kewajiban akseptasi xxx xxx
Aset Ijarah xxx xxx
Aset Istishna dalam penyelesaian xxx xxx
Penyertaan pada entitas lain xxx xxx
Aset tetap dan akumulasi penyusutan xxx xxx
Aset lainnya xxx xxx
Jumlah Aset xxx xxx
KEWAJIBAN
Kewajiban segera xxx xxx
Bagi hasil yang belum dibagikan xxx xxx
Simpanan xxx xxx
Simpanan dari bank lain xxx xxx
Uutang:
Salam xxx xxx
Istishna’ xxx xxx
Jumlah utang xxx
Kewajiban kepada bank lain xxx xxx
Pembiayaan yang diterima xxx xxx
Hutang pajak xxx xxx
Estimasi kerugian komitmen dan kontinjensi xxx xxx
Pinjaman yang diterima xxx xxx
Pinjaman subordinasi xxx xxx
Jumlah Kewajiban xxx xxx

BAB III. Laporan Keuangan Entitas Syariah| 57


DANA SYIRKAH TEMPORER (DST)
Dana syirkah temporer dari bukan bank:
Tabungan mudharabah xxx xxx
Deposito mudharabah xxx xxx
Jumlah DST bukan bank xxx xxx
Dana syirkah temporer dari bank:
Tabungan mudharabah xxx xxx
Deposito mudharabah xxx xxx
Jumlah DST dari bank xxx xxx
Musyarakah xxx xxx
Jumlah Dana Syirkah Temporer xxx xxx
EKUITAS
Modal disetor xxx xxx
Tambahan modal disetor xxx xxx
Saldo laba (rugi) xxx xxx
Jumlah Ekuitas xxx xxx
Jumlah Kewajiban, DST dan Ekuitas xxx xxx

3.3.2 Laporan Laba Rugi (Laporan Kinerja)


Salah satu unsur Laporan Keuangan Lembaga Keuangan Syariah adalah laporan tentang kinerja
yang dilakukan dalam periode tertentu yaitu “Laporan Laba Rugi”. Dalam Kerangka Dasar Penyusunan
Penyajian Laporan Keuangan Syariah dijelaskan tentang Kinerja sebagai berikut:
1. Penghasilan bersih (laba) seringkali digunakan sebagai ukuran kinerja atau sebagai dasar bagi ukuran
yang lain seperti imbalan investasi (return on investment) atau penghasilan per saham (earnings per share).
Unsur yang langsung berkaitan dengan pengukuran penghasilan bersih (laba) adalah penghasilan dan
beban (paragraf 96).
2. Unsur penghasilan dan beban didefinisikan sebagai berikut (paragraf 97):
(a) Penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam
bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan
kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal.
(b) Beban (expenses) adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam
bentuk arus keluar atau berkurangnya aset atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan
penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal.
3. Definisi penghasilan dan beban mengidentifikasikan ciri-ciri esensial namun tidak mencoba untuk
mengidentifikasikan kriteria yang perlu dipenuhi sebelum diakui dalam laporan laba rugi. Kriteria
pengakuan penghasilan dan beban dibahas dalam paragraf 109 sampai dengan 126 (paragraf 98).
4. Penghasilan dan beban dapat disajikan dalam laporan laba rugi dengan beberapa cara yang
berbeda demi untuk menyediakan informasi yang relevan untuk pengambilan keputusan ekonomi.
Misalnya, pembedaan antara pos penghasilan dan beban yang berasal dan tidak berasal dari
pelaksanaan aktivitas entitas syariah yang biasa (ordinary) merupakan praktek yang lazim.
Pembedaan ini dilakukan berdasarkan argumentasi bahwa sumber suatu pos adalah relevan dalam
mengevaluasi kemampuan entitas syariah untuk menghasilkan kas (dan setara kas) di masa depan;
misalnya, aktivitas insidental seperti pengalihan investasi jangka panjang tampaknya tidak akan

58 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


terjadi secara reguler. Pada waktu membedakan pos dengan cara ini perlu dipertimbangkan
hakekat entitas syariah dan operasinya. Pos yang timbul dari aktivitas yang biasa bagi suatu entitas
syariah mungkin tidak biasa bagi entitas syariah dan entitas lain (paragraf 99).
5. Pembedaan antara pos penghasilan dan beban dan penggabungan pos tersebut dengan cara
berbeda juga memungkinkan penyajian beberapa ukuran kinerja entitas syariah, masing-masing
dengan derajat cakupan yang berbeda. Misalnya, laporan laba rugi dapat menyajikan laba kotor,
laba bersih dari aktivitas biasa sebelum pajak, laba bersih dari aktivitas biasa setelah pajak, dan laba
bersih (paragraf 100).
Sedangkan dari kompenen-komponen yang ada dalam laporan tentang kinerja tersebut yang meliputi
penghasilan, beban, hak pihak ketiga atas bagi hasil diatur secara rinci sebagai berikut:
1. Penghasilan
a. Definisi penghasilan (income) meliputi baik pendapatan (revenues) maupun keuntungan (gains).
Pendapatan timbul dalam pelaksanaan aktivitas entitas syariah yang biasa dan dikenal dengan
sebutan yang berbeda seperti penjualan, penghasilan jasa (fees), bagi hasil, dividen, royalti dan sewa
(paragraf 101).
b. Keuntungan mencerminkan pos lainnya yang memenuhi definisi penghasilan dan mungkin timbul
atau mungkin tidak timbul dalam pelaksanaan aktivitas entitas syariah yang biasa. Keuntungan
mencerminkan kenaikan manfaat ekonomi dan dengan demikian pada hakekatnya tidak berbeda
dengan pendapatan. Oleh karena itu, pos tersebut tidak dipandang sebagai unsur terpisah dalam
kerangka dasar ini (paragraf 102 ).
c. Keuntungan meliputi, misalnya, pos yang timbul dalam pengalihan aset tak lancar. Definisi
penghasilan juga mencakupi keuntungan yang belum direalisasi; misalnya, yang timbul dari
revaluasi sekuritas yang dapat dipasarkan (marketable) dan dari kenaikan jumlah aset jangka
panjang. Kalau diakui dalam laporan laba rugi, keuntungan biasanya dicantumkan terpisah karena
informasi mengenai pos tersebut berguna dalam pengambilan keputusan ekonomi. Keuntungan
biasanya dilaporkan dalam jumlah bersih setelah dikurangi dengan beban yang bersangkutan
(paragraf 103).
d. Berbagai jenis aset dapat diterima atau bertambah karena penghasilan; misalnya kas, piutang serta
barang dan jasa yang diterima sebagai penukar dari barang dan jasa yang dipasok. Penghasilan
dapat juga berasal dari penyelesaian kewajiban. Misalnya, entitas syariah dapat memberikan barang
dan jasa kepada kreditur untuk melunasi pinjaman (paragraf 104).
2. Beban
a. Definisi beban mencakupi baik kerugian maupun beban yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas
entitas syariah yang biasa. Beban yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas entitas syariah yang
biasa meliputi, misalnya, beban pokok penjualan, gaji dan penyusutan. Beban tersebut biasanya
berbentuk arus keluar atau berkurangnya aset seperti kas (dan setara kas), persediaan dan aset
tetap (paragraf 105).
b. Kerugian mencerminkan pos lain yang memenuhi definisi beban yang mungkin timbul atau
mungkin tidak timbul dari aktivitas entitas syariah yang biasa. Kerugian tersebut mencerminkan
berkurangnya manfaat ekonomi, dan pada hakekatnya tidak berbeda dari beban lain. Oleh karena
itu, kerugian tidak dipandang sebagai unsur terpisah dalam kerangka dasar ini (paragraf 106).
c. Kerugian dapat timbul, misalnya dari bencana kebakaran, banjir, seperti juga yang timbul dari
pelepasan aset tidak lancar. Definisi beban juga mencakupi kerugian yang belum direalisasi,
misalnya, kerugian yang timbul dari pengaruh peningkatan kurs valuta asing dalam hubungannya
dengan pinjaman entitas syariah dalam mata uang tersebut. Kalau kerugian diakui dalam laporan
laba rugi, biasanya disajikan secara terpisah karena pengetahuan mengenai pos tersebut berguna
untuk tujuan pengambilan keputusan ekonomi. Kerugian seringkali dilaporkan dalam jumlah
bersih setelah dikurangi dengan penghasilan yang bersangkutan (paragraf 107).

BAB III. Laporan Keuangan Entitas Syariah| 59


3. Hak Pihak Ketiga atas Bagi Hasil
108. Hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer adalah bagian bagi hasil pemilik
dana atas keuntungan dan kerugian hasil investasi bersama entitas syariah dalam suatu periode
Laporan Keuangan. Hak pihak ketiga atas bagi hasil tidak bisa dikelompokan sebagai beban (ketika
untung) atau pendapatan (ketika rugi). Namun, hak pihak ketiga atas bagi hasil merupakan alokasi
keuntungan dan kerugian kepada pemilik dana atas investasi yang dilakukan bersama dengan entitas
syariah (paragraf 108).
Dalam PSAK 101 tentang Penyajikan Laporan Keuangan Syariah diatur informasi disajikan dalam
Laporan Laba Rugi sebagai berikut:
1. Laporan Laba Rugi entitas syariah disajikan sedemikian rupa yang menonjolkan berbagai unsur
kinerja keuangan yang diperlukan bagi penyajian secara wajar. Dalam paragraf 60, Laporan laba rugi
minimal mencakup pos-pos berikut:
(a) pendapatan usaha;
(b) bagi hasil untuk pemilik dana;
(c) beban usaha;
(d) laba atau rugi usaha;
(e) pendapatan dan beban nonusaha;
(f) laba atau rugi dari aktivitas normal;
(g) beban pajak; dan
(h) laba atau rugi bersih untuk periode berjalan.
Pos, judul dan sub-jumlah lainnya disajikan dalam laporan laba rugi apabila diwajibkan oleh
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan atau apabila penyajian tersebut diperlukan untuk
menyajikan kinerja keuangan entitas syariah secara wajar.
2. Berbagai kegiatan, transaksi, dan peristiwa menghasilkan pengaruh berbeda terhadap stabilitas, risiko,
dan prediksi. Pengungkapan unsur-unsur kinerja membantu dalam memahami hasil yang dicapai dan
dalam menilai hasil yang akan diperoleh pada masa akan datang. Dalam rangka menyajikan laporan
laba rugi secara wajar maka dapat dilakukan penambahan pos-pos dan perubahan istilah-istilah yang
dipakai serta perubahan urut-urutan dari pos-pos yang terdapat dalam laporan laba rugi. Faktor-faktor
yang harus diperhatikan dalam melakukan penambahan dan perubahan tersebut meliputi materialitas,
hakekat dan fungsi dari berbagai komponen pendapatan dan beban (paragraf 61).
3 Jika terdapat pendapatan non-halal maka pendapatan tersebut tidak boleh disajikan di dalam laporan
laba rugi entitas syariah maupun laba rugi konsolidasian entitas konvensional yang
mengkonsolidasikan entitas syariah. Informasi pendapatan non-halal tersebut disajikan dalam laporan
sumber dan penggunaan dana kebajikan (paragraf 62).
Disamping itu dalam PSAK 101 tentang Penyajikan Laporan Keuangan Syariah diatur Informasi
Disajikan di Laporan Laba Rugi atau di Catatan Atas Laporan Keuangan sebagai berikut:
1. Entitas syariah menyajikan, di Laporan Laba Rugi atau di Catatan atas Laporan Keuangan, rincian
beban dengan menggunakan klasifikasi yang didasarkan pada sifat atau fungsi beban di dalam entitas
syariah (paragraf 63).
2. Entitas syariah disarankan untuk menyajikan rincian seperti tersebut dalam paragraf 63 di atas pada
Laporan Laba Rugi. Pos-pos beban di subklasifikasikan lebih lanjut dalam rangka menonjolkan
cakupan komponen-komponen kinerja keuangan yang mungkin berbeda dalam hal stabilitas, potensi
menghasilkan laba atau rugi dan prediksi (paragraf 64).
3. Entitas syariah yang mengklasifikasikan beban menurut fungsinya harus mengungkapkan informasi
tambahan mengenai sifat beban, termasuk beban penyusutan dan amortisasi serta beban pegawai
(paragraf 65).
4. Entitas syariah mengungkapkan dalam Laporan Laba Rugi atau dalam Catatan atas Laporan
Keuangan, jumlah dividen per saham yang diumumkan (paragraf 66).

60 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Ilustrasi Laporan Laba Rugi Bank Syariah

PT Bank Syariah “X”


Laporan Laba Rugi dan Saldo Laba
Periode 1 Januari s.d. 31 Desember 200-B dan 200-A
200-B 200-A
Pendapatan Pengelolaan Dana oleh Bank sebagai Mudharib
Pendapatan dari jual beli:
Pendapatan marjin murabahah xxx xxx
Pendapatan bersih salam paralel xxx xxx
Pendapatan bersih istishna paralel xxx xxx
Jumlah pendapatan jual beli xxx xxx
Pendapatan dari sewa:
Pendapatan bersih ijarah xxx xxx
Pendapatan dari bagi hasil:
Pendapatan bagi hasil mudharabah xxx xxx
Pendapatan bagi hasil musyarakah xxx xxx
Jumlah pendapatan bagi hasil xxx xxx
Pendapatan usaha utama lainnya xxx xxx
Jumlah Pendapatan Pengelolaan Dana oleh Bank sbg Mudharib xxx xxx
Hak pihak ketiga atas bagi hasil (xxx) (xxx)
Hak bagi hasil milik Bank (xxx) (xxx)
Pendapatan Usaha Lainnya
Pendapatan imbalan jasa perbankan xxx xxx
Pendapatan imbalan investasi terikat xxx xxx
Jumlah Pendapatan Usaha Lainnya xxx xxx
Beban Usaha
Beban kepegawaian (xxx) (xxx)
Beban administrasi (xxx) (xxx)
Beban penyusutan dan amortisasi (xxx) (xxx)
Beban usaha lain (xxx) (xxx)
Jumlah Beban Usaha (xxx) (xxx)
Laba (Rugi) Usaha xxx xxx
Pendapatan dan Beban Non-usaha
Pendapatan nonusaha xxx xxx
Beban nonusaha xxx xxx
Jumlah Pendapatan (Beban) Nonusaha xxx xxx
Laba (Rugi) sebelum Pajak xxx xxx
Beban Pajak xxx xxx
Laba (Rugi) Bersih Periode Berjalan xxx xxx

BAB III. Laporan Keuangan Entitas Syariah| 61


3.3.3 Laporan Arus Kas
Laporan arus kas disusun berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan terkait yaitu PSAK 2 tentang Laporan Arus Kas. Laporan arus kas harus melaporkan
arus kas selama periode tertentu dan diklasifikasi menurut aktivitas operasi, investasi dan pendanaan
(paragraf 9).
A. Aktivitas Operasi
Arus kas dari aktivitas operasi terutama diperoleh dari aktivitas penghasilan utama pendapatan
perusahaan. Oleh karena itu, arus kas tersebut pada umumnya berasal dari transaksi dan peristiwa lain yang
mempengaruhi penetapan laba aau rugi bersih. Beberapa contoh arus kas dari aktivitas operasi adalah:
(1) Penerimaan kas dari penjualan barang dan jasa
(2) Penerimaan kas dari royalty, fees, komisi, dan pendapatan lain
(3) Pembayaran kas kepada pemasok barang dan jasa
(4) Pembayaran kas kepada karyawan
(5) Penerimaan dan pembayaran kas oleh perusahaan asuransi sehubungan dengan premi, klaim,
anuitas, dan manfaat asuransi lainnya
(6) Pembayaran kas atau penerimaan kembali (restitusi) pajak penghasilan kecuali jika dapat
diidentifikasikan secara khusus sebagai bagian dari aktivitas pendanaan dan investasi
(7) Penerimaan dan pembayaran kas dari kontrak yang diadakan untuk tujuan transaksi usaha dan
perdagangan
B. Aktivitas Investasi
Pengungkapan terpisah arus kas yang berasal dari aktivitas investasi perlu dilakukan sebab arus kas
tersebut mencerminkan penerimaan dan pengeluaran kas sehubungan dengan sumber daya yang bertujuan
menghasilkan pendapatan dan arus kas masa depan. Beberapa contoh arus kas yang berasal dari aktivitas
investasi adalah
(1) Pembayaran kas untuk membeli aset tetap, aset tidak berwujud, dan aset jangka penjang lain,
termasuk biaya pengembangan yang dikapitalisasi dan aset tetap yang dibangun sendiri.
(2) Penerimaan dari penjualan tanah, bangunan, dan peralatan, serta aset tidak berwujud dan aset
jangka panjang lain;
(3) Perolehan saham atau instrumen keuangan perusahaan lain
(4) Uang muka dan pinjaman yang diberikan kepada pihak lain serta pelunasannya (kecuali yang
dilakukan oleh lembaga keuangan)
(5) Pembayaran kas sehubungan dengan future contracts, forward contracts, option contracts, dan swap contracts
kecuali apabila kontrak tersebut dilakukan untuk tujuan perdagangan (dealing or trading), atau
apabila pembayaran tersebut diklasifikasikan sebagai aktivitas pendanaan.
Jika suatu kontrak dimaksudkan untuk melindung nilai (hedge) suatu posisi yang dapat diidentifikasi,
maka arus kas dari kontrak tersebut diklasifikasikan dengan cara yang sama seperti arus kas dari posisi yang
dilindung nilainya.
C. Aktivitas Pendanaan
Pengungkapan terpisah arus kas yang timbul dari aktivitas pendanaan perlu dilakukan sebab berguna
untuk memprediksi klaim terhadap arus kas masa depan oleh pemasok modal perusahaan. Beberapa
contoh arus kas yang berasal dari aktivitas pendanaan adalah:
(1) Penerimaan kas dari emisi seham atau instrumen modal lainnya
(2) Pembayaran kas kepada para pemegang saham untuk menarik atau menebus saham perusahaan.
(3) Penerimaan kas dari emisi obligasi, pinjaman, wesel, hipotek, dan pinjaman lainnya
(4) Pelunasan pinjaman

62 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


(5) Pembayaran kas oleh penyewa (lessee) untuk mengurangi saldo kewajiban yang berkaitan dengan
sewa pembiayaan (finance lease)
Perusahaan harus melaporkan arus kas dari aktivitas operasi dengan menggunakan salah satu dari
metode berikut (paragraf 17):
a. Metode langsung : dengan metode ini kelompok utama dari penerimaan kas bruto dan pengeluaran
kas bruto diungkapkan; atau
b. Metode tidak langsung: dengan metode ini laba atau rugi bersih disesuaikan dengan mengkoreksi
pengaruh dari transaksi bukan kas, penangguhan (deferral) atau akrual dari penerimaan atau
pembayaran kas untuk operasi di masa lalu dan masa depan, dan unsur penghasilan atau pembayaran
kas untuk operasi di masa lalu dan masa depan, dan unsur penghasilan atau beban yang berkaitan
dengan arus kas investasi atau pendanaan.
Arus kas yang berasal dari aktivitas operasi, investasi dan pendanaan berikut ini disajikan menurut arus kas
bersih.
a. Penerimaan dan pengeluaran kas untuk kepentingan para pelanggan apabila arus kas tersebut lebih
mencerminan aktivitas pelanggan dari pada aktivitas perusahaan.
Beberapa contoh penerimaan dan pengeluaran kas dimaksud di atas adalah:
(1) Penerimaan dan pembayaran rekening giro.
(2) Dana pelanggan yang dikelola oleh perusahaan investasi dan,
(3) Sewa yang ditagih oleh pengelola dan selanjutnya disetor kepada pemilik properti.
b. Penerimaan dan pengeluaran kas untuk pos-pos dengan perputaran cepat, volume transaksi yang
besar dan dengan jangka waktu singkat (maturity short).
Beberapa contoh penerimaan dan pengeluaran kas yang dimaksud di atas adalah pembayaran dan
penerimaan untuk :
(1) Transaksi kartu kredit para nasabah
(2) Pembelian dan penjualan surat-surat berharga; dan
(3) Pinjaman jangka pendek lain dengan jangka waktu 3 (tiga) bulan atau kurang
Arus kas yang berasal dari aktivitas suatu lembaga keuangan berikut ini dapat dilaporkan dengan
dasar arus kas bersih:
a. Penerimaan dan pembayaran kas sehubungan dengan deposito berjangka waktu tetap.
b. Penempatan dan penarikan deposit pada lembaga keuangan lainnya; dan
c. Pemberian dan pelunasan kredit.

BAB III. Laporan Keuangan Entitas Syariah| 63


Ilustrasi Laporan Arus Kas Bank Syariah

PT BANK MUAMALAT INDONESIA


LAPORAN ARUS KAS
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR
PADA 31 DESEMBER 2008 DAN 2007
2008 2007
ARUS KAS DARI AKTIVITAS OPERASI
Penerimaan pendapatan pengelolaan 1.325.426.321 1.145.026.616
Pembayaran bagi hasil dana syirkah temporer (513.376.205) (498.722.137)
Penerimaan pendapatan usaha lainnya 164.961.543 107.792.296
Penerimaan kembali piutang dan pembiayaan yg telah
dihapusbukukan 8.910.694 3.404.417
Pembayaran beban kepegawaian (108.040.191) (89.889.734)
Pembayaran beban lainnya (611.215.871) (339.708.151)
Pembayaran pajak penghasilan (96.628.241) (49.283.351)
Penerimaan pendapatan non usaha 3.639.502 1.073.111
Pembayaran beban non usaha (16.897.269) (11.188.828)
Arus kas dari aktivitas operasi aset dan pasiva 156.780.283 268.504.239
Penurunan (kenaikan) Aktiva operasi
Penempatan pada Bank Indonesia 445.000.000 260.000.000
Penempatan pada Bank Lain 13.251.004 (41.000.000)
Piutang (774.289.740) (909.658.674)
Pinjaman Qardh (63.252.495) (88.805.112)
Pembiayaan Mudharabah 434.099.112 11.360.516
Pembiayaan Musyarakah (1.264.294.437) (950.572.894)
Penyertaan (320.796) (34.560.986)
Aktiva Ijarah (213.554.467) (39.443.003)
Aktiva lain-lain (124.025.303) (215.111.420)
Kenaikan (penurunan) kewajiban operasi
Kewajiban segera 66.012.495 26.846.674
Simpanan (180.035.225) 281.721.250
Simpanan dari bank lain (7.429.669) (3.264.641)
Hutang pajak 1.321.738 (7.220.233)
Kewajiban lain-lain (32.053.584) (164.748.573)
Kas Bersih Dipergunakan untuk Aktivitas Operasi (1.542.791.084) (1.276.455.711)

64 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


ARUS KAS DARI AKTIVITAS INVESTASI
Penjualan (pembelian) efek tersedia untuk dijual dan dimiliki
hingga jatuh tempo (15.000.000) 00
Hasil penjualan aktiva tetap 277.061 613.478
Pembelian aktiva tetap (34.976.911) (24.664.170)
Kas bersih Digunakan untuk Aktivitas Investasi (49.699.850) (24.050.692)
ARUS KAS DARI AKTIVITAS PENDANAAN
Kenaikan dana syirkah temporer 1.796.719.948 1.680.452.772
Pembayaran deviden tunai (87.194.958) (85.602.217)
Pembayaran pinjaman (53.767.962) (25.568.950)
Penerimaan sukuk mudharabah subordinasi 312.436.175 00
Arus Kas Bersih Diperoleh dari aktivita pendanaan 1.968.193.203 1.569.281.605
KENAIKAN BERSIH KAS DAN SETARA KAS 375.702.269 268.775.202
KAS DAN SETARA KAS PADA AWAL TAHUN 897.963.411 629.188.209
KAS DAN SETARA KAS PADA AKHIR THN 1.273.665.680 897.963.411

Kas dan Setara Kas Akhir Tahun terdiri dari:


Kas 227.098.427 173.671.330
Giro pada Bank Indonesia 789.382.515 612.651.614
Giro pada Bank Lain 175.757.271 47.110.141
Giro pada bank PT Pos Indonesia (persero) 81.427.467 64.530.326
Jumlah 1.273.665.680 897.963.411
Sumber : Laporan Keuangan PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk- (RUPS -2008)

3.3.4 Laporan Perubahan Ekuitas


Dalam PSAK 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah dijelaskan bahwa entitas syariah
harus menyajikan laporan perubahan ekuitas sebagai komponen utama Laporan Keuangan, yang
menunjukkan: (paragraf 61 -62)
(a) Laba atau rugi bersih periode yang bersangkutan;
(b) Setiap pos pendapatan dan beban, keuntungan atau kerugian beserta jumlahnya yang berdasarkan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan terkait diakui secara langsung dalam ekuitas;
(c) Pengaruh kumulatif dari perubahan kebijakan akuntansi dan perbaikan terhadap kesalahan
mendasar sebagaimana diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan terkait;
(d) Transaksi modal dengan pemilik dan distribusi kepada pemilik;
(e) Saldo akumulasi laba atau rugi pada awal dan akhir periode serta perubahannya; dan
(f) Rekonsiliasi antara nilai tercatat dari masing-masing jenis modal saham, agio dan cadangan pada
awal dan akhir periode yang mengungkapkan secara terpisah setiap perubahan.
Perubahan ekuitas entitas syariah menggambarkan peningkatan atau penurunan aset bersih atau
kekayaan selama periode bersangkutan berdasarkan prinsip pengukuran tertentu yang dianut dan harus
diungkapkan dalam laporan keuangan. Laporan perubahan ekuitas, kecuali untuk perubahan yang berasal
dari transaksi dengan pemegang saham seperti setoran modal dan pembayaran dividen, menggambarkan
jumlah keuntungan dan kerugian yang berasal dari kegiatan entitas syariah selama periode yang
bersangkutan

BAB III. Laporan Keuangan Entitas Syariah| 65


Ilustrasi Laporan Perubahan Ekuitas Bank Syariah

PT BANK MUAMALAT INDONESIA , Tbk


LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS
UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR
PADA TANGGAL 31 DESEMBER 2008 DAN 2007
Modal Saham Tambahan Modal Saldo Laba Jumlah Ekuitas
Ditempatkan dan Disetor Bersih Telah Ditentukan Belum Ditentukan
Disetor Penuh Penggunaan nya Penggunaan nya
Saldo per 31 Des 2006 492.790.792 132.498.258 45.559.662 115.592.280 786.440.991
Pembentukan Cad umum 22.755.020 (22.755.020) 0
Deviden Kas (85.602.216) (85.602.216)
Laba bersih tahun 2007 145.324.930 145.324.930
Saldo per 31 Des 2007 492.790.792 132.498.258 68.314.682 152.559.974 846.163.706
Pembentukan Cad umum 58.129.972 (58.129.972) 0
Deviden Kas (87.194.958) (87.194.958)
Laba bersih tahun 2008 207.210.886 207.210.886
Saldo per Des 2008 492.790.792 132.498.258 126.444.654 214.445.930 966.179.634

Sumber : Laporan Keuangan PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk- (RUPS -2008)

3.3.5 Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat


Dalam PSAK 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah dijelaskan (paragraf 64 – 68) bahwa
entitas syariah menyajikan Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat sebagai komponen utama
Laporan Keuangan, yang menunjukkan:
(a) Dana zakat berasal dari wajib zakat (muzakki):
(i) Zakat dari dalam entitas syariah;
(ii) Zakat dari pihak luar entitas syariah;
(b) Penggunaan dana zakat melalui lembaga amil zakat untuk:
(i) Fakir;
(ii) Miskin;
(iii) Riqab;
(iv) Orang yang terlilit hutang (gharim);
(v) Muallaf;
(vi) Fiisabilillah;
(vii) Orang yang dalam perjalanan (ibnu sabil); dan
(viii) Amil;
(c) Kenaikan atau penurunan dana zakat;
(d) Saldo awal dana zakat; dan
(e) Saldo akhir dana zakat.
Zakat adalah sebagian dari harta yang wajib dikeluarkan oleh wajib zakat (muzakki) untuk
diserahkan kepada penerima zakat (mustahiq). Pembayaran zakat dilakukan apabila nisab dan haulnya
terpenuhi dari harta yang memenuhi kriteria wajib zakat. Unsur dasar Laporan Sumber dan Penggunaan
Dana Zakat meliputi sumber dana, penggunaan dana selama suatu jangka waktu, serta saldo dana zakat
yang menunjukkan dana zakat yang belum disalurkan pada tanggal tertentu. Dana zakat tidak

66 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


diperkenankan untuk menutup penyisihan kerugian aset produktif. Entitas syariah harus mengungkapkan
dalam catatan atas Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat, tetapi tidak terbatas pada:
(a) Sumber dana zakat yang berasal dari internal entitas syariah;
(b) Sumber dana zakat yang berasal dari eksternal entitas syariah;
(c) Kebijakan penyaluran zakat terhadap masing-masing asnaf;dan
(d) Proporsi dana yang disalurkan untuk masing-masing penerima zakat diklasifikasikan atas pihak
terkait, sesuai dengan yang diatur dalam PSAK 7: Pengungkapan Pihak-pihak yang Mempunyai
Hubungan Istimewa, dan pihak ketiga.

Ilustrasi Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat Bank Syariah

PT Bank Syariah “X”


Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat
Periode yang berakhir pada 31 Desember 200-A dan 200-B
200-B 200-A
Sumber Dana Zakat
Zakat dari dalam bank syariah xxx xxx
Zakat dari pihak luar bank syariah xxx xxx
Jumlah sumber dana zakat xxx xxx
Penggunaan Dana Zakat
Fakir (xxx) (xxx)
Miskin (xxx) (xxx)
Amil (xxx) (xxx)
Muallaf (xxx) (xxx)
Orang yang terlilit hutang (gharim) (xxx) (xxx)
Riqab (xxx) (xxx)
Fisabilillah (xxx) (xxx)
Orang yang dalam perjalanan (ibnu sabil) (xxx) (xxx)
Jumlah penggunaan dana zakat (xxx) (xxx)
Kenaikan (penurunan) dana zakat xxx xxx
Saldo awal dana zakat xxx xxx
Saldo akhir dana zakat xxx xxx

3.3.6 Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan


Dalam PSAK 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah dijelaskan (paragraf 69 -73) bahwa
entitas syariah menyajikan Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan sebagai komponen utama
Laporan Keuangan, yang menunjukkan:
(a) Sumber dana kebajikan berasal dari penerimaan:
(i) Infak;
(ii) Sedekah;
(iii) Hasil pengelolaan wakaf sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku;
(iv) Pengembalian dana kebajikan produktif;

BAB III. Laporan Keuangan Entitas Syariah| 67


(v) Denda; dan
(vi) Pendapatan nonhalal.
(b) Penggunaan dana kebajikan untuk:
(i) Dana kebajikan produktif;
(ii) Sumbangan; dan
(iii) Penggunaan lainnya untuk kepentingan umum.
(c) Kenaikan atau penurunan sumber dana kebajikan;
(d) Saldo awal dana penggunaan dana kebajikan; dan
(e) Saldo akhir dana penggunaan dana kebajikan.
Unsur dasar laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan meliputi sumber dan penggunaan
dana selama jangka waktu tertentu, serta saldo dana kebajikan yang menunjukkan dana kebajikan yang
belum disalurkan pada tanggal tertentu. Entitas syariah mengungkapkan dalam catatan atas Laporan
Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan, tetapi tidak terbatas, pada:
(a) Sumber dana kebajikan;
(b) Kebijakan penyaluran dana kebajikan kepada masing-masing penerima;dan
(c) Proporsi dana yang disalurkan untuk masing-masing penerima dana kebajikan diklasifikasikan
atas pihak terkait, sesuai dengan yang diatur dalam PSAK 7: Pengungkapan Pihak-pihak yang
Mempunyai Hubungan Istimewa, dan pihak ketiga.
Ilustrasi Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan Bank Syariah

PT Bank Syariah “X”


Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan
Periode yang berakhir pada 31 Desember 200-B dan 200-A
200-B 200-A
Sumber Dana Kebajikan
Infak dari dalam bank syariah xxx xxx
Sedekah xxx xxx
Hasil pengelolaan wakaf xxx xxx
Pengembalian dana kebajikan produktif xxx xxx
Denda xxx xxx
Pendapatan nonhalal xxx xxx
Jumlah Sumber Dana Kebajikan xxx xxx

Penggunaan Dana Kebajikan


Dana kebajikan produktif (xxx) (xxx)
Sumbangan (xxx) (xxx)
Penggunaan lainnya untuk kepentingan umum (xxx) (xxx)
Jumlah Penggunaan Dana Kebajikan (xxx) (xxx)

Kenaikan (penurunan) dana kebajikan xxx xxx


Saldo awal dana kebajikan xxx xxx
Saldo akhir dana kebajikan xxx xxx

68 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


3.3.7 Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat
Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat ini dibuat oleh Lembaga Keuangan Syariah sebagai
laporan dalam menjalankan amanah dalam menjalankan pengelolaan dana. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam pembuatan Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat antara lain:
1. Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat memisahkan dana investasi terikat berdasarkan sumber
dana dan memisahkan investasi berdasarkan jenisnya.
2. Bank syariah menyajikan Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat sebagai komponen utama
Laporan Keuangan, yang menunjukkan:
(a) Saldo awal dana investasi terikat;
(b) Jumlah kelompok investasi pada setiap jenis investasi dan nilai per kelompok pada awal periode;
(c) Dana investasi yang diterima dan kelompok investasi yang diterbitkan bank syariah selama periode
laporan;
(d) Penarikan atau pembelian kembali kelompok investasi selama periode laporan;
(e) Keuntungan atau kerugian dana investasi terikat;
(f) Imbalan bank syariah sebagai agen investasi;
(g) Beban administrasi dan beban tidak langsung lainnya yang dialokasikan oleh bank syariah ke dana
investasi terikat;
(h) Saldo akhir dana investasi terikat; dan
(i) Jumlah kelompok investasi pada setiap jenis investasi dan nilai per kelompok pada akhir periode.
3. Investasi terikat adalah investasi yang bersumber dari pemilik dana investasi terikat dan sejenisnya yang
dikelola oleh bank syariah sebagai agen investasi. Investasi terikat bukan merupakan aset maupun
kewajiban karena bank syariah tidak mempunyai hak untuk menggunakan atau mengeluarkan investasi
tersebut, serta bank syariah tidak memiliki kewajiban mengembalikan atau menanggung risiko investasi.
4. Dana yang diserahkan oleh pemilik investasi terikat dan sejenisnya adalah dana yang diterima bank
syariah sebagai agen investasi. Dana yang ditarik oleh pemilik dana investasi terikat adalah dana yang
diambil atau dipindahkan sesuai dengan permintaan pemilik dana.
5. Keuntungan atau kerugian investasi terikat adalah jumlah kenaikan atau penurunan bersih nilai
investasi terikat, selain kenaikan yang berasal dari penyetoran atau penurunan yang berasal dari
penarikan.
6. Dalam hal bank syariah bertindak sebagai agen investasi, imbalan yang diterima adalah sebesar jumlah
yang disepakati tanpa memperhatikan hasil investasi.
7. Catatan atas Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat harus mengungkapkan:
(a) sifat hubungan antara entitas syariah dan pemilik dana investasi terikat;
(b) hak dan kewajiban yang terkait dengan setiap jenis dana investasi terikat atau unit investasi.

BAB III. Laporan Keuangan Entitas Syariah| 69


Ilustrasi Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat Bank Syariah

PT Bank Syariah “X”


Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat
Periode yang berakhir pada 31 Desember 200-B dan 200-A
200-B 200-A
Saldo awal xxx xxx
Jumlah kelompok investasi awal periode xxx xxx
Nilai per kelompok investasi xxx xxx
Penerimaan dana xxx xxx
Penarikan dana (xxx) (xxx)
Keuntungan (kerugian) investasi xxx xxx
Biaya administrasi (xxx) (xxx)
Imbalan bank sebagai agen investasi (xxx) (xxx)
Saldo investasi pada akhir periode xxx xxx
Jumlah kelompok investasi pada akhir periode xxx xxx
Nilai kelompok investasi pada akhir periode xxx xxx

3.3.8 Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil


Tujuan pembuatan laporan rekonsilasi pendapatan dan bagi hasil ini antara lain untuk mengetahui
kebenaran pendapatan yang nyata-nyata diterima (cash basis) yang diterima oleh Lembaga Keuangan
Syariah yang merupakan pendapatan yang dibagi hasilkan dengan pemilik dana. Beberapa hal yang perlu
diketahui dalam membuat laporan rekonsiliasi pendapatan dan bagi hasil antara lain:
1 Bank syariah menyajikan Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil yang merupakan
rekonsiliasi antara pendapatan bank syariah yang menggunakan dasar akrual dengan pendapatan
yang dibagihasilkan kepada pemilik dana yang menggunakan dasar kas.
2. Perbedaan dasar pengakuan tersebut mengharuskan bank syariah menyajikan Laporan Rekonsiliasi
Pendapatan dan Bagi Hasil sebagai bagian komponen utama Laporan Keuangan.
3. Dalam Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil, bank syariah menyajikan:
(a) Pendapatan pengelolaan dana oleh bank sebagai mudharib;
(b) Penyesuaian atas:
(i) pendapatan pengelolaan dana oleh bank sebagai mudharib periode berjalan yang kas atau
setara kasnya belum diterima;
(ii) pendapatan pengelolaan dana oleh bank sebagai mudharib periode sebelumnya yang kas
atau setara kasnya diterima di periode berjalan;
(c) Pendapatan yang tersedia untuk bagi hasil;
(d) Bagian bank syariah atas pendapatan yang tersedia untuk bagi hasil;
(e) Bagian pemilik dana atas pendapatan yang tersedia untuk bagi hasil:
(i) Bagi hasil yang sudah didistribusikan ke pemilik dana;
(ii) Bagi hasil yang belum didistribusikan ke pemilik dana.

70 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Ilustrasi Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil Bank Syariah

PT Bank Syariah “X”


Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil
Periode yang berakhir pada 31 Desember 200-B dan 200-A
200-B 200-A
Pendapatan Usaha Utama (Akrual) xxx xxx
Pengurang:
Pendapatan periode berjalan yang kas atau setara kasnya belum
diterima:
Pendapatan margin murabahah (xxx) (xxx)
Pendapatan istishna’ (xxx) (xxx)
Hak bagi hasil:
Pembiayaan mudharabah (xxx) (xxx)
Pembiayaan musyarakah (xxx) (xxx)
Pendapatan sewa (xxx) (xxx)
Jumlah pengurang (xxx) (xxx)
Penambah:
Pendapatan periode sebelumnya yg kasnya diterima pada periode
berjalan:
Penerimaan pelunasan piutang:
Margin murabahah xxx xxx
Istishna’ xxx xxx
Pendapatan sewa xxx xxx
Penerimaan piutang bagi hasil:
Pembiayaan mudharabah xxx xxx
Pembiayaan musyarakah xxx xxx
Jumlah penambah xxx xxx

Pendapatan yang tersedia untuk bagi hasil


Bagi hasil yang menjadi hak bank syariah xxx xxx
Bagi hasil yang menjadi hak pemilik dana xxx xxx
Dirinci atas:
Hak pemilik dana atas bagi hasil yang sudah didistribusikan xxx xxx
Hak pemilik dana atas bagi hasil yang belum didistribusikan xxx xxx

BAB III. Laporan Keuangan Entitas Syariah| 71


3.4 Pertanyaan
1. Hasil akhir proses akuntansi adalah Laporan Keuangan.
a. Jelaskan tujuan pembuatan laporan keuangan syariah?
b. Sebutkan unsur-unsur laporan keuangan untuk entitas syariah?
2. Laporan keuangan hendaknya disajikan sedemikian rupa sehingga dapat diterima semua pihak.
a. Jelaskan hal-hal yang perlu diketahui dalam penyajian laporan keuangan syariah?
b. Jelakan hal-hal yang perlu diketahu dalam laporan keuangan syariah?
3. Laporan Keuangan memiliki karakter tertentu.
a. Jelaskan dengan rinci dan jelas karakter laporan keuangan syariah ?
b. Jelaskan dengan rinci dan jelas pengungkapan unsur laporan keuangan syariah?
4. Unsur Laporan Keuangan syariah berbeda dengan unsur laporan keuangan secara umum.
a. Sebutkan dan jelaskan unsur laporan keuangan syariah secara umum?
b. Jelaskan perbedaan kelompok-kelompok dalam unsur laporan keuangan syariah?
5. Entitas syariah tertentu memiliki karakteristik yang tidak sama dengan yang lain, yang
mengakibatkan harus dibuat unsur laporan keuangan khusus untuk industri yang bersangkutan
a. Jelaskan unsur laporan khusus untuk Lembaga Keuangan Syariah perbankan dan asuransi
syariah?
b. Jelaskan laporan rekonsiliasi pendapatan kas basis untuk kepentingan pembagian hasil usaha?
6. Jelaskan pengakuan unsur-unsur Laporan Keuangan Syariah yang diperkenankan. Jelaskan
perbedaan dengan pengakuan unsur Laporan Keuangan akuntansi umum.

72 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


BAB IV
AKUNTANSI MURABAHAH

4.1. Pengertian dan Karakteristik Murabahah

Murabahah merupakan salah satu prinsip dalam jual beli, selain Salam dan Istishna’. Prinsip
murabahah sebenarnya sudah dilaksanakan jauh sebelum Lembaga Keuangan Syariah tumbuh di Indonesia.
Murabahah telah dilaksanakan pada pasar, toko dan sejenisnya yang dikenal dengan jual beli barang.
Dalam bab ini dibahas akuntansi murabahah, baik akuntansi pada Lembaga Keuangan Syariah (baik
sebagai pembeli dan sebagai penjual) maupun akuntansi pada pihak terkait (nasabah sebagai pembeli). Bab
ini tidak dibahas akuntansi pada pemasok sebagai penjual, karena banyak cara yang dilakukan pemasok
dalam pengadaan barang seperti antara lain membuat sendiri sebagai pabrikan sehingga akuntansi yang
tepat dipergunakan adalah akuntansi pabrik.
Untuk memberikan pemahaman secara lengkap dari masing-masing pembahasan disampaikan
aturan syariah sebagaimana tercantum dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional. Selain dibahas pengertian
istilah-istilah yang ada dalam akuntansi murabahah ini, juga dibahas tentang rukun murabahah dan
karakteristik murabahah secara garis besar. Dalam akuntansi penjual, dibahas akuntansi yang terkait
dengan uang muka, pengadaan barang, penjualan barang, pembayaran harga barang, potongan angsuran
atau pelunasan murabahah, denda dan sebagainya.

4.1.1. Pengertian dan Istilah dalam Transaksi Murabahah


Dalam Kamus Istilah Keuangan dan Perbankan Syariah yang diterbitkan oleh Direktorat Perbankan
Syariah, Bank Indonesia mengemukakan :
Murabahah (bai’ murabahah), jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan
yang disepakati. Dalam bai’ murabahah, penjual harus memberitahu harga produk yang ia beli dan
menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya.
Dalam Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional dijelaskan:
Murabahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan
pembeli membayarnya dengan harga yang lebih tinggi sebagai laba.
Dalam beberapa istilah yang terkait dengan akuntansi Murabahah yang tercantum dalam Dalam
PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah dijelaskan beberapa pengertian yang berkaitan dengan transaksi
Murabahah sebagai berikut:
Murabahah adalah menjual barang dengan harga jual sebesar harga perolehan ditambah
keuntungan yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan harga perolehan barang tersebut
kepada pembeli.
Biaya perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan untuk memperoleh suatu aset
sampai dengan aset tersebut dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau digunakan.
Aset murabahah adalah aset yang diperoleh dengan tujuan untuk dijual kembali dengan
menggunakan akad murabahah.
Uang muka adalah jumlah yang dibayar oleh pembeli kepada penjual sebagai bukti komitmen
untuk membeli barang dari penjual.

BAB IV. Akuntansi Murabahah | 73


Diskon murabahah adalah pengurangan harga atau penerimaan dalam bentuk apapun yang
diperoleh lembaga keuangan syariah sebagai pihak pembeli dari pemasok.
Potongan murabahah adalah pengurangan kewajiban pembeli akhir yang diberikan oleh lembaga
keuangan syariah sebagai pihak penjual.
Dalam Murabahah, rukun-rukunnya terdiri dari :
1. Ba’i = penjual (pihak yang memiliki barang)
2. Musytari = pembeli (pihak yang akan membeli barang)
3. Mabi’ = barang yang akan diperjualbelikan
4. Tsaman = harga, dan
5. Ijab Qabul = pernyataan timbang terima.
Syarat Murabahah (Syafi’i Antonio, h.102) adalah :
1. Penjual memberitahu biaya barang kepada nasabah
2. Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan
3. Kontrak harus bebas dari riba
4. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian
5. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian
dilakukan secara utang

4.1.2. Karakteristik Murabahah


Transaksi Murabahah dalam Lembaga Keuangan Syariah, khususnya perbankan menempati porsi
yang paling besar, bahkan pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah hampir seluruh transaksi penyaluran
dananya mempergunakan prinsip jual beli Murabahah. Salah satu penyebabnya adalah paradigma para
pelaksana Bank Syariah yang menyamakan atau membandingkan dengan Bank Konvensional. Murabahah
dianalogkan dengan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) adanya Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang
dilaksanakan oleh Bank Konvensional, dimana secara konsep keduanya memiliki perbedaan yang
mendasar. Dalam Bank Konvensional dalam melaksanakan kedua transaksi tersebut tidak pernah
memberikan barang, Bank Konvensional hanya menyediakan “uang” kebutuhan nasabah untuk membeli
barang, sehingga Bank Konvensional memperhitungkan keuntungan dalam bentuk bunga atas dasar uang
yang diberikan (uang sebagai komoditi) termasuk apabila terjadi penurunan uang yang diberikan,
sedangkan dalam murabahah yang diberikan “barang” (dalam syariah uang hanya sebagai alat ukur) dan
keuntungan didasarkan pada kesepakatan yang tidak merugikan kedua pihak, sehingga tidak dapat
dikaitkan uang yang dikeluarkan dengan keuntungan yang diperoleh.
Dalam murabahah barang yang diperjualbelikan harus ada pada saat akad, sedangkan
pembayarannya dapat dilakukkan secara tunai atau secara tangguh atau cicilan.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (selanjutnya disebut PSAK) nomor 102 tentang Akuntansi
Murabahah (paragraf 6 sd 17) menjelaskan karakteristik Murabahah sebagai berikut:
6. Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. Dalam murabahah
berdasarkan pesanan, penjual melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari
pembeli.
7. Murabahah berdasarkan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat pembeli untuk
membeli barang yang dipesannya. Dalam murabahah pesanan mengikat pembeli tidak dapat
membatalkan pesanannya. Jika aset murabahah yang telah dibeli oleh penjual, mengalami
penurunan nilai sebelum diserahkan kepada pembeli maka penurunan nilai tersebut menjadi
beban penjual dan akan mengurangi nilai akad.
8. Pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai atau tangguh. Pembayaran tangguh
adalah pembayaran yang dilakukan tidak pada saat barang diserahkan kepada pembeli tetapi
pembayaran dilakukan dalam bentuk angsuran atau sekaligus pada waktu tertentu.

74 |Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


9. Akad murabahah memperkenankan penawaran harga yang berbeda untuk cara pembayaran
yang berbeda sebelum akad murabahah dilakukan. Namun jika akad tersebut telah disepakati
maka hanya ada satu harga (harga dalam akad) yang digunakan.
10. Harga yang disepakati dalam murabahah adalah harga jual, sedangkan biaya perolehan harus
diberitahukan. Jika penjual mendapatkan diskon sebelum akad murabahah maka potongan itu
merupakan hak pembeli. Sedangkan diskon yang diterima setelah akad murabahah disepakati
maka sesuai dengan yang diatur dalam akad, dan jika tidak diatur dalam akad maka potongan
tersebut adalah hak penjual.
11. Diskon yang terkait dengan pembelian barang, antara lain, meliputi:
(a) Diskon dalam bentuk apapun dari pemasok atas pembelian barang;
(b) Diskon biaya asuransi dari perusahaan asuransi dalam rangka pembelian barang; dan
(c) Komisi dalam bentuk apapun yang diterima terkait dengan pembelian barang.
12. Diskon atas pembelian barang yang diterima setelah akad murabahah disepakati diperlakukan
sesuai dengan kesepakatan dalam akad tersebut. Jika akad tidak mengatur maka diskon
tersebut menjadi hak penjual.
13. Penjual dapat meminta pembeli menyediakan agunan atas piutang murabahah, antara lain,
dalam bentuk barang yang telah dibeli dari penjual.
14. Penjual dapat meminta uang muka kepada pembeli sebagai bukti komitmen pembelian
sebelum akad disepakati. Uang muka menjadi bagian pelunasan piutang murabahah jika akad
murabahah disepakati. Jika akad murabahah batal, uang muka dikembalikan kepada pembeli
setelah dikurangi dengan kerugian sesuai dengan kesepakatan. Jika uang muka itu lebih kecil
dari kerugian maka penjual dapat meminta tambahan dari pembeli.
15. Jika pembeli tidak dapat menyelesaikan piutang murabahah sesuai dengan yang diperjanjikan,
penjual berhak mengenakan denda kecuali jika dapat dibuktikan bahwa pembeli tidak atau
belum mampu melunasi disebabkan oleh force majeur. Denda tersebut didasarkan pada
pendekatan ta’zir yaitu untuk membuat pembeli lebih disiplin terhadap kewajibannya.
Besarnya denda sesuai dengan yang diperjanjikan dalam akad dan dana yang berasal dari
denda diperuntukkan sebagai dana kebajikan.
16. Penjual boleh memberikan potongan pada saat pelunasan piutang murabahah jika pembeli:
(a) Melakukan pelunasan pembayaran tepat waktu; atau
(b) Melakukan pelunasan pembayaran lebih cepat dari waktu yang telah disepakati.
17. Penjual boleh memberikan potongan dari total piutang murabahah yang belum dilunasi jika
pembeli:
(a) Melakukan pembayaran cicilan tepat waktu; dan atau
(b) Mengalami penurunan kemampuan pembayaran.
Sedangkan dalam Fatwa Dewan Syarian Nasional nomor 4/DSN-MUI/IX/2000 menjelaskan
ketentuan Murabahah (Fatwa. 2006) sebagai berikut
Pertama : Ketentuan Umum Murabahah dalam Bank Syari’ah:
1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari’ah Islam.
3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati
kualifikasinya.
4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini
harus sah dan bebas riba.
5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika
pembelian dilakukan secara hutang.
6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai
harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara jujur harga
pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.

BAB IV. Akuntansi Murabahah | 75


7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu
yang telah disepakati.
8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat
mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad
jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank.
Kedua : Ketentuan Murabahah kepada Nasabah:
1. Nasabah mengajukan permohonan dan janji pembelian suatu barang atau aset kepada bank.
2. Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu aset yang
dipesannya secara sah dengan pedagang.
3. Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerima
(membeli)-nya sesuai dengan janji yang telah disepakatinya, karena secara hukum janji
tersebut mengikat; kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli.
4. Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat
menandatangani kesepakatan awal pemesanan.
5. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank harus dibayar dari
uang muka tersebut.
6. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat
meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah.
7. Jika uang muka memakai kontrak ‘urbun sebagai alternatif dari uang muka, maka:
a. jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa
harga.
b. jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian
yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut; dan jika uang muka tidak
mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.
Ketiga : Jaminan dalam Murabahah:
1. Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya.
2. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang.
Keempat : Hutang dalam Murabahah:
1. Secara prinsip, penyelesaian hutang nasabah dalam transaksi murabahah tidak ada kaitannya
dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika
nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap
berkewajiban untuk menyelesaikan hutangnya kepada bank.
2. Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera
melunasi seluruh angsurannya.
3. Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus menyelesaikan
hutangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh memperlambat pembayaran angsuran atau
meminta kerugian itu diperhitungkan.
Kelima : Penundaan Pembayaran dalam Murabahah:
1. Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian hutangnya.
2. Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu pihak tidak
menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Ketujuh : Bangkrut dalam Murabahah:
Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan hutangnya, Bank harus menunda
tagihan hutang sampai ia menjadi sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan.

76 |Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


4.1.3. Jenis dan Alur Murabahah
Transaksi jual beli dapat dilakukan dengan beberapa cara penyerahan barang dan dengan beberapa
cara pembayarannya juga. Murabahah dapat dikelompokkan dalam beberapa jenis murabahah sebagaimana
diilustrasikan pada gambar berikut:

Gambar 4-1 : jenis murabahah

Dilihat dari proses pengadaan barang murabahah dapat dibagi menjadi:

A. Murabahah tanpa pesanan


Dalam jenis ini pengadaan barang yang merupakan obyek jual beli dilakukan tanpa memperhatikan
ada yang pesan atau tidak, ada yang akan membeli atau tidak. Pengadaan barang dilakukan atas dasar
persediaan minimum yang harus dipelihara. Sebagai contoh pada supermaket, ada yang beli atau tidak,
begitu persediaan sudah sampai pada jumlah persediaan minimum yang harus diperlihara, maka langsung
dilakukan pengadaan barang sehingga proses jual beli dengan proses pengadaan barang tidaklah tekait.
Untuk memberikan gambaran yang lebih lengkap dapat diberikan ilustrasi sebagai berikut:

Gambar 4-2 : Alur Murabahah tanpa pesanan

BAB IV. Akuntansi Murabahah | 77


Dalam Murabahah tanpa pesanan ada dua tahapan yang terpisah yaitu tahapan pengadaan barang
dan tahapan alur pembelian barang.
A. Alur pengadaan barang
Dalam alur ini tidak memperhatikan ada yang membeli atau tidak, yang diperhatikan adalah
pemenuhan ketentuan penyediaan persediaan minimum, dengan memperhatikan jangka waktu
pengiriman, kelangkaan barang dan sebagainya. Umumnya proses ini dilakukan oleh pedagang
grosir dan retail yang menjual kebutuhan masyarakat seperti supermaket, toko dan sebagainya.
B. Alur proses jual beli dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Abdullah melakukan negosiasi dan menyepakati persyaratan yang terkait dengan jual beli
tersebut.
2. Pembeli (Abdullah) melakukan negosiasi jual beli dengan LKS Ridho Gusti tentang barang,
syarat pembayaran dan sebagainya, sampai diperoleh kesepakatan kedua belah pihak dan
dilakukan akad jual beli Murabahah.
3. Berdasarkan akad Murabahah tersebut LKS Ridho Gusti mengirimkan barang yang telah
disepakati kedua belah pihak.
4. Tahap terakhir dilakukan pembayaran harga barang sesuai kesepakatan yang dilakukan oleh
kedua belah pihak, baik dengan tunai, tangguh maupun dengan cicilan.

B. Murabahah berdasarkan pesanan


Dalam jenis ini pengadaan barang yang merupakan obyek jual beli, dilakukan atas dasar pesanan
yang diterima. Apabila tidak ada yang pesan maka tidak dilakukan pengadaan barang. Pengadaan barang
sangat tergantung pada proses jual belinya. Hal ini dilakukan untuk menghindari persediaan barang yang
menumpuk dan tidak efesien, sehingga proses pengadaan barang sangat dipengaruhi oleh proses jual
belinya.
Untuk memberikan gambaran atas murabahah berdasarkan pesanan ini dapat diberikan
ilustrasi sebagai berikut :

Gambar 4-3 : Alur Murabahah tanpa pesanan


Urutan transaksi Murabahah berdasarkan pesanan dijelaskan dengan contoh :
1. Aminah sebagai pembeli memesan barang yang dikehendaki kepada LKS Ridho Gusti dan
dilakukan juga negosiasi harga jual, syarat pembayaran yang dilakukan dan syarat lainnya. Sebagai
tanda keseriusan Aminah dapat memberikan uang muka kepada LKS Ridho Gusti yang besarnya
sesuai kesepakatan.
2. Berdasarkan pesanan Aminah tersebut LKS Ridho Gusti melakukan pengadaan atau pemesanan
kepada PT Barakah sebagai pemasok atas barang yang sesuai pesanan Aminah dan syarat-syarat

78 |Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


pembayarannya. Sebagai tanda keseriusan LKS Ridho Gusti memberikan uang muka kepada
Barakah, yang besarnya sesuai kesepakatan.
3. Tahap berikutnya adalah PT Barakah menyerahkan barang pesanan kepada LKS Ridho Gusti,
sehingga barang tersebut menjadi penguasaan LKS Ridho Gusti. Atas pembelian barang tersebut,
Barakah dapat memberikan diskon kepada LKS Ridho Gusti.
4. Oleh karena barangnya telah ada dan telah disetujui oleh Aminah, termasuk keuntungan dan harga
jualnya, maka dilakukan akad Jual Beli Murabahah.
5. Berdasarkan akad Jual Beli Murabahah, LKS Ridho Gusti menyerahkan barang yang dibeli oleh
Aminah.
6. Tahap terakhir adalah Aminah melakukan pembayaran atas harga jual barang. Pembayarannya
dapat dilakukan dengan tunai atau dengan tangguh/cicilan sebesar harga jual yang disepakati.
Dilihat dari cara pembayaran, murabahah dibagi menjadi:
a. Pembayaran Tunai, yaitu pembayaran dilakukan secara tunai saat barang diterima.
b. Pembayaran Tangguh atau Cicilan, yaitu pembayaran dilakukan kemudian setelah penyerahan
barang baik secara tangguh sekaligus dibelakang atau secara angsuran.
Dalam praktik, khususnya pada Bank Syariah, baik Bank Umum Syariah, cabang syariah dari Bank
Konvensional, maupun BPR Syariah, saat ini banyak yang menjalankan murabahah berdasarkan pesanan,
sifatnya mengikat dan pembayarannya dilakukan secara tangguh atau cicilan. Pada saat ini belum ada
perbankan yang melaksanakan murabahah tanpa pesanan dengan pembayaran tunai atau tangguh seperti
supermaket. Murabahah tanpa pesanan baik dengan pembayaran tunai dan atau tangguh/cicilan banyak
dilaksanakan oleh Lembaga Keuangan Mikro Syariah (BMT) dan Koperasi Syariah, Lembaga Keuangan
Syariah lainnya.

4.2. Cakupan Akuntansi Murabahah


Pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan transaksi murabahah yang sebelumnya diatur
dalam PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah, diganti dengan PSAK 102 tentang Akuntansi
Murabahah. Dalam PSAK 102 menjelaskan cakupan ketentuan akuntansi yang diatur dalam akuntansi
murabahah (paragraf 2 s/d 4) sebagai berikut :
2. Pernyataan ini diterapkan untuk:
(a) lembaga keuangan syariah dan koperasi syariah yang melakukan transaksi murabahah
baik sebagai penjual maupun pembeli; dan
(b) pihak-pihak yang melakukan transaksi murabahah dengan lembaga keuangan syariah atau
koperasi syariah.
3. Lembaga Keuangan Syariah yang dimaksud, antara lain, adalah:
(a) perbankan syariah sebagaimana yang dimaksud dalam peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
(b) lembaga keuangan syariah nonbank seperti asuransi, lembaga pembiayaan, dan
dana pensiun; dan
(c) lembaga keuangan lain yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan yang
berlaku untuk menjalankan transaksi murabahah.
4. Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi syariah (sukuk) yang
menggunakan akad murabahah.
Perbedaan cakupan akuntansi Murabahah dalam PSAK 102 dengan Akuntansi Murabahah dalam
PSAK 59 adalah dalam PSAK 59 hanya membahas akuntansi murabahah dari pihak Bank Syariah sebagai
penjual dan akuntansi pada pihak pembeli (nasabah) tidak dibahas dalam PSAK 59 tersebut. Sedangkan
dalam PSAK 102 diatur akuntansi murabahah dari pihak penjual dan akuntansi murabahah dari pembeli.
PSAK 102 tentang akuntansi murabahah hanya membahas akuntansi dari penjual dan pembeli atas barang
dagangan yang siap untuk dijual (bukan barang yang dalam proses pembuatan) oleh karena itu dalam
PSAK 102 tidak membahas akuntansi pada sisi pemasok yang pengadaan barang dilakukan dengan proses
dibuat sendiri.

BAB IV. Akuntansi Murabahah | 79


Jika dilihat dari proses terjadinya transaksi murabahah, khususnya murabahah berdasarkan pesanan,
maka penggunaan akuntansi penjual dan akuntansi pembeli dalam transaksi murabahah dapat dilihat dalam
gambar sebagai berikut:

Gambar 4-4 : penggunaan akuntansi murabahah


Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa:
1. Pada saat Lembaga Keuangan Syariah melaksanakan proses pengadaan barang, maka kedudukan
Lembaga Keungan Syariah sebagai pembeli sedangkan pemasok sebagai penjual. Oleh karena itu
Lembaga Keuangan Syariah menerapkan Akuntansi Pembeli dan pemasok menerapkan Akuntansi
Penjual (kecuali jika pemasok memproduksi sendiri barang dagangannya yang menerapkan
akuntansi pabrikan bukan akuntansi penjual sebagaimana dalam PSAK tersebut.
2. Pada saat Lembaga Keuangan Syariah melakukan proses jual beli murabahah dengan nasabah, maka
kedudukan Lembaga Keuangan Syariah sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Oleh karena
itu Lembaga Keuangan Syariah menerapkan Akuntansi Penjual dan Nasabah menerapkan Akuntansi
Pembeli.
Sesuai dengan judul buku ini pembahasan akuntansi murabahah yang akan dilakukan difokuskan
pada akuntansi yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah, namun demikian juga dibahas akuntansi
yang dilakukan oleh pembeli atau pihak-pihak terkait yaitu nasabah sebagai pembeli.

4.3. Akuntansi Penjual


Cakupan akuntansi yang tercantum dalam PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah dibahas
akuntansi penjual dan akuntansi pembeli. Penjual yang dimaksud disini adalah Entitas Syariah yang
melakukan penjualan kepada pembeli akhir. Dalam PSAK tersebut tidak dilakukan pembahasan tentang
akuntansi pada pihak pemasok atau pembuat, yang pengadaan barang dilakukan dengan membuat sendiri
sehingga disini perlu akuntansi pabrikan. Namun demikian jika pemasok tidak memproduksi sendiri tetapi
membeli barang jadi dari pihak lain (pabrikan) maka akuntansi penjual dapat diterapkan pada yang
bersangkutan. Untuk memberikan gambaran yang jelas dan rinci akuntansi penjual dalam transaksi
murabahah, perlu dibahas terlebih dahulu akun-akun yang terkait atau yang dipergunakan untuk
membukukan transaksi tersebut

80 |Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


4.3.1 Akun-akun untuk akuntansi penjual
Dalam melakukan pencatatan transaksi murabahah banyak akun-akun yang dipergunakan dalam
akuntansi penjual ini antara lain dan tidak terdapat pada:

A. Akun Laporan Posisi Keuangan (Neraca)


Beberapa akun-akun yang dipergunakan untuk mencatat transaksi murabahah pada akuntansi penjual
untuk kepentingan Laporan posisi Keuangan (neraca) antara lain :
1. Persediaan/Aset Murabahah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat aktiva yang dimiliki untuk dijual dalam transaksi Murabahah.
Akun ini didebet pada saat perolehan aktiva untuk dijual, biaya-biaya yang harus dikeluarkan supaya
aktiva tersebut memiliki nilai ekonomis misalnya biaya kelengkapan surat-surat, uji coba dan
sabagainya. Akun ini dikredit pada saat aktiva tersebut dijual atau memperoleh diskon harga
(mengurangi nilai aktiva untuk dijual).
2. Piutang Murabahah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat harga jual (harga pokok ditambah keuntungan) yang
disepakati dalam murabahah dan belum dibayar oleh pembeli. Akun ini didebet pada saat terjadi jual
beli murabahah yang pembayaran dilakukan secara tangguh atau cicilan, sebesar harga jual (harga
pokok ditambah keuntungan). Akun ini dikredit pada saat pembayaran harga barang (baik secara
keseluruhan maupun secara angsuran) dan pengurangan uang muka yang dibayar oleh pembeli.
3. Margin Murabahah Tangguhan (Cr)
Akun ini dipergunakan untuk mencatat Keuntungan Murabahah yang telah disepakati dan belum
dibayar oleh pembeli. Akun ini disajikan sabagai pengurang (offseting account) dari akun Piutang
Murabahah. Akun ini dikredit pada saat terjadi akad murabahah dengan pembayaran tangguh atau
cicilan, sebesar keuntungan yang disepakati antara penjual dan pembeli.
4. Piutang Murabahah Jatuh Tempo
Akun ini dipergunakan untuk mencatat angsuran murabahah yang telah jatuh tempo dan belum
dibayar oleh pembeli. Akun ini dapat dipergunakan sebagai alat kontrol untuk memantau angsuran
murabahah yang belum dibayar oleh pembeli. Akun ini didebet pada saat angsuran pembayaran
murabahah telah jatuh tempo dan belum dibayar oleh pembeli sebesar angsuran yang harus dibayar
(atau pada saat pengakuan pendapatan atas angsuran yang belum dibayar oleh pembeli). Akun ini
dikredit pada saat diterima pembayaran dari pembeli sebesar jumlah pembayaran yang diterima.
5. Margin Murabahah Tangguhan Jatuh Tempo ( Cr)
Dalam pengakuan pendapatan (akrual) pada umum diberikan batasan tertentu, hal ini dimaksudkan
agar tidak ada over pendapatan yang sebenarnya tidak mungkin diterima lagi. Apabila melebihi
batasan yang telah ditentukan, maka pendapatan yang telah diakui (pendapatan akrual) dilakukan
jurnal balik. Akun ini dipergunakan untuk mencatat pengakuan pendapatan margin murabahah
yang diberhentikan pengakuannya (stop akrual). Akun ini disajikan sebagai pengurang (offseting
aacont) dari akun Piutang Murabahah Jatuh Tempo. Akun ini dikredit pada saat pemberhentian
pengakuan pendapatan sebesar pendapatan yang telah diakui. Akun ini didebet pada saat
penerimaan pembayaran angsuran (termasuk margin) yang telah jatuh tempo.
6. Hutang Diskon Murabahah (Kewajiban kepada Pembeli)
Akun ini dipergunakan untuk mencatat diskon dari pemasok yang diperoleh setelah akad
murabahah ditandatangani dan telah diperjanjikan dalam akad yang merupakan hak pembeli sebesar
porsi diskon sesuai dalam akad. Akun ini dikredit pada saat diterima diskon dari pemasok sebesar
hak pembeli dan didebet pada saat pembayaran kewajiban tersebut.

BAB IV. Akuntansi Murabahah | 81


7. Piutang Uang Muka Murabahah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat pembayaran uang muka oleh LKS kepada pemasok. Akun
ini didebet pada saat pembayaran uang muka kepada pemasok sebesar jumlah yang dibayarkan.
Akun ini dikredit pada saat pelunasan harga barang kepada pemasok sebesar uang muka yang telah
dibayar
8. Hutang Uang Muka Murabahah
Akun ini dipergunakan untuk membukukan penerimaan uang muka LKS dari pembeli. Akun in di
kredit pada saat penerimaan uang muka dari pembeli sebesar uang yang diterima. Akun ini didebet
pada saat (1) akad murabahah jadi dilaksanakan sebagai pengurang piutang murabahah (2)
pengembalian uang muka setelah dikurangi kerugian LKS, jika akad dibatalkan dan LKS mengalami
kerugian
9. Cadangan Kerugian Murabahah (Cr)
Akun ini dipergunakan untuk mecatat penyisihan kerugian yang dibentuk oleh Lembaga Keuangan
Syariah atas kemungkinan tidak tertagihnya tagihan murabahah dan kerugian lain transaksi
murabahah. Akun ini dikredit pada saat pembentukkan penyisihan kerugian sebesar yang dibentuk
dan didebet pada saat dilakukan penghapusan piutang murabahah sebesar piutang murabahah yang
diharuskan.
10. Piutang pada Nasabah (calon pembeli)
Akun ini dipergunakan untuk mencatat kerugian yang timbul akibat pesanan murabahah dibatalkan
dan Lembaga Keuangan Syariah mengalami kerugian lebih besar dari uang muka yang diterima dari
pembeli.
B. Akun Laporan Laba Rugi
Berikut akun-akun yang dipergunakan dalam transaksi murabahah yang dipergunakan untuk
penyusunan laporan laba rugi:
1. Pendapatan Margin Murabahah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat pendapatan margin Murabahah, baik yang telah dibayar
maupun yang masih dalam pengakuan. Akun ini kredit pada saat (1) diterima pembayaran angsuran
sebesar porsi margin (2) pengakuan pendapatan atas angsuran murabahah yang telah jatuh tempo
sebesar porsi margin. Akun ini didebet pada saat (1) pemberhentian pengakuan pendapatan (akrual)
sebesar pendapatan akrual yang telah diakui (2) dipindahkan ke akun pendapatan operasi atau usaha
utama.
2. Potongan Pelunasan (muqasah) Murabahah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat pemberian potongan pelunasan pembayaran angsuran
murabahah atau pemberian potongan angsuran murabahah atas permintaan nasabah (bukan atas
pemberian LKS). Akun ini disajikan sebagai pengurang akun “Pendapatan Margin Murabahah”,
tidak dikategorikan sebagai beban Lembaga Keuangan Syariah. Akun ini didebet pada pemberian
potongan sebesar jumlah potongan yang diberikan. Akun ini dikredit pada saat dipindahkan atau
diperhitungkan sebagai pendapatan operasi atau usaha utama.
3. Potongan Angsuran Murabahah - Prestasi
Akun ini dipergunakan untuk mencatat potongan angsuran yang diberikan oleh Lembaga Keuangan
Syariah sebagai penjual, atas prestasi pembayaran angsuran oleh pembeli karena tepat waktu dalam
melakukan pembayaran. Akun ini merupakan pengurang pendapatan margin murabahah (tidak
dikategorikan sebagai beban Lembaga Keuangan Syariah). Akun ini didebet pada saat pemberian
potongan angsuran sebesar angsuran dan dikredit pada saat dipindahkan atau diperhitungkan ke
pendapatan operasi atau usaha utama.
4. Potongan Angsuran Murabahah – Beban operasi
Akun ini dipergunakan untuk mencatat potongan angsuran yang diberikan oleh Lembaga Keuangan
Syariah sebagai penjual, atas pembayaran angsuran oleh pembeli sebagai akibat penurunan
kemampuan pembeli. Akun ini merupakan beban Lembaga Keuangan Syariah (tidak diperkenankan

82 |Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


sebagai penguran pendapatan margin murabahah). Akun ini didebet pada saat pemberian potongan
sebesar potongan yang diberikan dan dikredit pada saat dipindahkan ke Laba Rugi pada akhir tahun.
5. Diskon Murabahah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat diskon dari pemasok yang diperoleh setelah akad
murabahah ditandatangani dan telah diperjanjiakan dalam akad, yang merupakan bagian Lembaga
Keuangan Syariah sebagai penjual sebesar porsi diskon yang telah diperjanjikan dalam akad. Akun
ini merupakan penambah pendapatan margin murabahah yang merupakan pendapatan milik
bersama antara Lembaga Keuangan Syariah sebagai pengelola dana dan pemodal sebagai pemilik
dana. Akun ini dikredit pada saat diterima sebesar diskon yang menjadi hak Lembaga Keuangan
Syariah sebagai penjual dan dikredit pada saat dpindahkan atau diperhitungkan ke pendapatan usaha
utama.
6. Pendapatan non operasi lainnya
Akun ini dipergunakan untuk mencatat diskon dari pemasok yang diterima oleh Lembaga
Keuangan syariah, dimana diskon tersebut tidak diperjanjikan sebelumnya dengan pembeli. Akun
ini dikredit pada saat diterima diskon dari pemasok sebesar penerimaan diskon dan dikredit pada
saat dipindahkan ke Laba Rugi pada akhir tahun..
7. Beban kerugian Murabahah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat beban kerugian yang timbul dari transaksi murabahah yang
dialami oleh pejual akibat kemungkinan tidak tertagihnya piutang murabahah. Juga dipergunakan
untuk mencatat kerugian yang timbul akibat pengadaan barang yang menjadi tanggung jawab
Lembaga Keuangan Syariah sebagai penjual. Akun ini didebet pada saat pembentukan penyisihan
kerugian dan dikredit pada saat dipindahkan kelaba rugi pada akhir tahun.
8. Kerugian penurunan aset murabahah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat kerugian penurunan aset murabahah atau persediaan aset
murabahah yang dimiliki oleh Lembaga Keuangan Syariah sebagai penjual sebelum dilakukan
penjualan kepada pembeli akhir. Akun ini didebet pada saat nilai bersih aset murabahah lebih kecil
dari nilai tercatat atau perolehan dan dikredit pada saat dipindahkan ke laba rugi pada akhir tahun.
Untuk memberikan gambaran secara lengkap dan menyeluruh akuntansi Murabahah pada
Lembaga Keuangan Syariah sebagai penjual dapat diberikan ilustrasi contoh umum sebagai berikut:
Contoh : 4-1 (ilustrasi umum)
Aminah dan LKS Ridho Gusti sepakat melakukan jual beli Mobil Kijang dengan data sebagai
berikut:
1. Harga barang:
a. harga pokok Mobil Kijang pokok sebesar Rp140.000.000,00.
b. keuntungan sebesar Rp24.000.000,00.
c. harga jual yang disepakati sebesar Rp164.000.000,00.
2. Sebagai tanda keriusan atas jual beli tersebut Aminah memberikan uang muka kepada LKS
Ridho Gusti sebesar Rp20.000.000,00.
3. Pembayaran disepakati dengan cara angsuran sesuai kesepakatan antara penjual dan pembeli.
4. Keterlambatan dalam membayar angsuran Aminah dikenakan denda sebesar Rp500.000,00
dan akan disetorkan oleh LKS Ridho Gusti ke Dana Kabijakan (sosial) atas nama Aminah.
Atas jual beli dengan Aminah tersebut LKS Ridho Gusti melakukan pembelian Mobil Kijang ke
PT Barakah dengan data-data sebagai berikut:
1. Harga on the road yang disepakati sebesar Rp140.000.000,00.
2. Untuk tanda keseriusan LKS Ridho Gusti memberikan uang muka sebesar Rp30.000.000,00
dengan kesepakatan jika dibatalkan dipotong sebesar 50%.

BAB IV. Akuntansi Murabahah | 83


3. Sisa harga jual mobil jika dibayar lunas ke rekening PT Barakah yang ada di LKS Ridho Gusti,
setelah barang diterima.
Dari contoh tersebut di atas dapat digambarkan alur transaksi dalam gambar/skema transaksi sebagai
berikut:

Gambar 4-5 : alur transaksi murabahah (1)


Dalam ilustrasi contoh di atas akan dibahas terlebih dahulu akuntansi yang dilakukan oleh Lembaga
Keuangan Syariah sebagai penjual (Akuntansi Penjual) dan juga sekilas akuntansi pembeli yang dilakukan
oleh Lembaga Keuangan Syariah pada saat pengadaan barang dari PT Barakah. Sedangkan pembahasan
akuntansi yang dilakukan oleh Aminah sebagai pembeli (Akuntansi Pembeli) akan dibahas dalam
pembahasan berikutnya (lihat butir 4.4)
Dari ilustrasi di atas beberapa hal yang terkait dengan akuntansi pada LKS Ridho Gusti sebagai
penjual yang akan dibahas yaitu:
1. Uang Muka Murabahah, akan dibahas uang muka yang diterima oleh LKS Ridho Gusti sebagai
penjual dari Aminah sebagai pembeli. Disamping itu dibahas juga uang muka yang dibayar LKS
sebagai pembeli kepada PT Barakah serta pengaruh uang muka jika pesanan dibatalkan.
2. Pengadaan barang yang dilakukan oleh LKS Ridho Gusti sebagai penjual, penerimaan Diskon
Murabahah, Pengukuran aset murabahah setelah diperoleh, Pengadaan barang oleh LKS sebagai
penjual diwakilkan kepada pihak lain (nasabah atau pihak ketiga).
3. Penjualan barang dari LKS Ridho Gusti kepada Aminah, dengan pengakuan keuntungan saat
penyerahan barang, keuntungan secara proporsional dan keuntungan setelah seluruh piutang
diterima termasuk potongan pelunasan.
4. Pengenaan Denda.

84 |Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


4.3.2 Uang muka Murabahah
Dalam murabahah, yang dimaksud dengan uang muka adalah jumlah yang dibayar oleh pembeli
kepada penjual sebagai bukti komitmen untuk membeli barang dari penjual. Dalam transaksi murabahah
terdapat dua pengertian yang terkait dengan pembayaran dimuka ini yaitu :
1. Hamish Gedyyah
Ini adalah jumlah yang dibayar oleh pemesan pembelian atas permintaan pembeli untuk
memastikan bahwa si pemesan adalah serius di dalam pesanannya. Tetapi, apabila janji mengikat
dan pemesan pembelian menolak membeli aset, maka kerugian sebenarnya bagi pembeli harus
dipenuhi dari jumlah ini.
2. Urboun
Ini adalah jumlah yang dibayar oleh nasabah (pemesan) kepada penjual (yaitu pembeli mula-mula)
pada saat pemesan membeli sebuah aset dari penjual. Jika nasabah atau pelanggan meneruskan
penjualan dan mengambil aset, maka urboun akan menjadi bagian dari harga dan jika tidak
meneruskan penjualan maka urboun akan menjadi hak penjual.
Jika memerhatikan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam fatwa DSN, maka yang dimaksud
uang muka dalam akuntansi murabahah ini adalah sebagai Hamish Gedyyah, bukan sebagai Urboun. Jadi
sesuai dengan pengertian tersebut yang dimaksud dengan uang muka adalah sebagaimana yang dijelaskan
pada pengertian Hamish Gedyyah walaupuan banyak yang memberikan istilah urboun.
Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 4/DSN-MUI/IX/2000 (fatwa, 2006), tentang Murabahah
mengatur uang muka sebagai berikut:
4. Dalam jual beli ini Bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat
menandatangani kesepakatan awal pemesanan.
5. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil Bank harus dibayar dari uang
muka tersebut.
6. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh Bank, Bank dapat
meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah.
7. Jika uang muka memakai kontrak ‘urbun sebagai alternatif dari uang muka, maka :
a. Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa harga.
b. Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik Bank maksimal sebesar kerugian
yang ditanggung oleh Bank akibat pembatalan tersebut; dan jika uang muka tidak
mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.
Selain ketentuan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional tersebut di atas, dalam Fatwa Dewan
Syariah Nasional nomor: 13/DSN-MUI/IX/2000 tentang Uang Muka Dalam Murabahah menjelaskan
sebagai berikut:
1. Dalam akad pembiayaan murabahah, Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dibolehkan untuk
meminta uang muka apabila kedua belah pihak bersepakat.
2. Besar jumlah uang muka ditentukan berdasarkan kesepakatan.
3. Jika nasabah membatalkan akad murabahah, nasabah harus memberikan ganti rugi kepada LKS
dari uang muka tersebut.
4. Jika jumlah uang muka lebih kecil dari kerugian, LKS dapat meminta tambahan kepada nasabah.
5. Jika jumlah uang muka lebih besar dari kerugian, LKS harus mengembalikan kelebihannya
kepada nasabah.
Berdasarkan ketentuan Fatwa tersebut di atas, maka dalam PSAK 102 tentang Akuntansi
Murabahah (paragraf 30) menjelaskan pengakuan dan pengukuran uang muka adalah sebagai berikut:

BAB IV. Akuntansi Murabahah | 85


30 Pengakuan dan pengukuran uang muka adalah sebagai berikut:
(a) Uang muka diakui sebagai uang muka pembelian sebesar jumlah yang diterima;
(b) Pada saat barang jadi dibeli oleh pembeli maka uang muka diakui sebagai pembayaran piutang
(merupakan bagian pokok); dan
(c) Jika barang batal dibeli oleh pembeli maka uang muka dikembalikan kepada pembeli setelah
diperhitungkan dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh penjual .
Bagi Lembaga Keuangan Syariah, uang muka murabahah dapat dilihat dari dua sudut yaitu:
1. Penerimaan Uang Muka dari pembeli (kedudukan LKS sebagai penjual)
Dalam contoh di atas, yaitu uang muka dari Aminah sebagai pembeli kepada LKS Ridho
Gusti sebagai penjual, yang merupakan tanda keseriusan atas pemesanan pembelian barang
yang besarnya sesuai kesepakatan antara Aminah sebagai pembeli dan LKS Ridho Gusti
sebagai penjual. Dalam catatan akuntansi LKS sebagai penjual akun yang dipergunakan untuk
mencatat transaksi ini adalah “Hutang Uang Muka Murabahah”.
2. Pembayaran Uang muka kepada pemasok (kedudukan LKS sebagai pembeli)
Dalam contoh di atas, yaitu uang muka yang dibayar oleh LKS Ridho Gusti sebagai
pembeli kepada PT Barakah sebagai pemasok, yang besarnya sesuai kesepakatan sebagai tanda
keseriusan atas pemesanan pembelian barang yang dilakukan oleh LKS Ridho Gusti kepada
PT Barakah. Dalam catatan akuntansi LKS sebagai penjual akun yang dipergunakan adalah
“Piutang Uang Muka Murabahah”.
Kedua akun (Hutang Uang Muka dan Piutang Uang Muka) tidak boleh dieliminir (saling hapus),
karena hutang Uang Muka sebagai kewajiban Lembaga Keuangan Syariah dan Piutang Uang Muka sebagai
harta Lembaga Keuangan Syariah.
A. Penerimaan uang muka dari pembeli
Sebagai tanda keseriusan pembeli untuk membeli barang yang dipesan, LKS sebagai penjual dapat
meminta kepada pembeli untuk memberikan uang muka yang besarnya sesuai kesepakatan. Hal tersebut
sesuai ketentuan berikut:
1. Fatwa DSN nomor 4/DSN-MUI/IX/2000, kedua, butir 4 tentang Murabahah menjelaskan
“Dalam jual beli ini Bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat
menandatangani kesepakatan awal pemesanan.”
2. Fatwa DSN No: 13/DSN-MUI/IX/2000 tentang Uang Muka Dalam Murabahah
menjelaskan sebagai berikut:
1. Dalam akad pembiayaan murabahah, Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dibolehkan untuk
meminta uang muka apabila kedua belah pihak bersepakat.
2. Besar jumlah uang muka ditentukan berdasarkan kesepakatan.
3. PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah, paragraf 30 butir (a) menjelaskan pengakuan dan
pengukuran uang muka adalah sebagai berikut:
30 Pengakuan dan pengukuran uang muka adalah sebagai berikut:
(a) uang muka diakui sebagai uang muka pembelian sebesar jumlah yang diterima;
Akun yang dipergunakan untuk mencatat penerimaan uang muka oleh LKS sebagai penjual dari
pembeli adalah “Hutang Uang Muka “ sebesar uang muka yang diterima.
Dalam PerBankan Syariah, Bank Indonesia mengatur uang muka dalam Pedoman Akuntansi
Perbankan Syariah Indonesia (selanjutnya disebut PAPSI) sebagai berikut:
a. Bank dapat meminta uang muka pembelian kepada nasabah.
b. Dalam murabahah, uang muka harus dibayarkan oleh nasabah kepada Bank, bukan kepada
pemasok.

86 |Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


c. Uang muka menjadi bagian pelunasan piutang murabahah apabila murabahah jadi dilaksanakan
(tidak diperkenankan sebagai pembayaran angsuran).
d. Tetapi apabila murabahah batal, uang muka dikembalikan kepada nasabah setelah dikurangi
dengan kerugian sesuai dengan kesepakatan, antara lain:
1) Potongan uang muka oleh pemasok;
2) Biaya administrasi;
3) Biaya yang dikeluarkan dalam proses pengadaan lainnya.
Dalam ketentuan Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI) tersebut hanya dapat
diakui sebagai uang muka jika uang muka yang dibayar kepada LKS sebagai penjual (bukan kepada
pemasok). Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa pengadaan barang adalah tanggung jawab LKS sebagai
penjual, karena dalam fatwa DSN disebutkan bahwa “Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas
nama Bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba”. Hal ini sebagai bukti bahwa dalam
transaksi murabahah prinsip pengadaan barang menjadi tanggung jawab LKS sebagai penjual. Oleh karena
itu yang memberikan uang muka kepada pemasok adalah LKS sebagai penjual terkait dengan pengadaan
barang.
Contoh: 4-2
Tanggal 5 Januari 2007 LKS Ridho Gusti sebagai penjual menerima pembayaran uang muka dari
Aminah sebagai pembeli, sebagai tanda keseriusannya dalam memesan untuk membeli barang sesuai
kesepakatan sebesar Rp20.000.000,00.
Atas penerimaan uang muka dari Aminah oleh LKS Ridho Gusti melakukan jurnal:
Dr. Kas Rp20.000.000
Cr. Hutang Uang Muka Murabahah Rp20.000.000,00

Sehingga atas penerimaan uang muka dari Aminah tersebut mutasi akun dan neraca dalam
pembukuan LKS Ridho Gusti adalah sebagai berikut:

HUTANG UANG MUKA MURABAHAH


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Saldo 20.000.000 05/01 Aminah 20.000.000
20.000.000
20.000.000

NERACA
Per 05 Januari 2007
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Hutang Uang Muka Murabahah 20.000.000

B. Pembayaran uang muka LKS kepada pemasok


Untuk memenuhi kebutuhan barang yang dipesan atau dibeli oleh pembeli, LKS melakukan juga
pengadaan barang. Sebagai tanda keseriusan LKS dalam melakukan pembelian, LKS dapat menyerahkan
uang muka kepada pemasok (produsen). Akun yang dipergunakan untuk mencatat pembayaran uang muka
oleh LKS sebagai pembeli kepada pemasok adalah “Piutang Uang Muka”. Akun Hutang Uang Muka dan
Piutang Uang Muka tidak diperkenankan untuk dieliminasi (saling menghapus).

BAB IV. Akuntansi Murabahah | 87


Contoh : 4-3
Tanggal 6 Januari 2007 LKS Ridho Gusti membayar uang muka atas pemesanan barang kepada PT
Barakah (pemasok) uang muka sebesar Rp30.000.000,00. Uang muka tersebut sebagai tanda
keseriusan atas pembelian barang yang dilakukan oleh LKS Ridho Gusti. Disepakati LKS Ridho
Gusti dan PT Barakah bahwa jika LKS Ridho Gusti membatalkan pesanannya, maka uang muka
dipotong sebesar 50% (lima puluh perseratus).
Atas pembayaran uang muka yang dilakukan oleh LKS Ridho Gusti kepada PT Barakah
(pemasok/produsen) tersebut, LKS Ridho Gusti melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Piutang Uang Muka Murabahah Rp30.000.000,00
Cr. Kas / Rekening PT Barakah Rp30.000.000,00
Atas transaksi itu, mutasi akun-akun dan Posisi Keuangan (Neraca) LKS Ridho Gusti adalah sebagai
berikut:

PIUTANG UANG MUKA MURABAHAH


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
06/01 PT Barakah 30.000.000
Saldo 30.000.000
30.000.000 30.000.000

NERACA
Per 06 Januari 2007
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Piutang Uang Muka Murabahah 30.000.000 Hutang Uang Muka Murabahah 20.000.000

C. Pembatalan Murabahah oleh pembeli


Dalam transaksi murabahah berdasarkan pesanan, dapat terjadi pembatalan pesanan murabahah
oleh pembeli karena alasan tertentu atas keinginan pembeli. Oleh karena Lembaga Keuangan Syariah
sudah melakukan proses pengadaan barang, maka jika murabahah dibatalkan kemungkinan yang terjadi
bagi LKS sebagai penjual adalah:
1. LKS mengalami kerugian
2. LKS tidak mengalami kerugian
3. Pembatalan dilakukan LKS sebagai penjual sendiri, karena kesalahannya.

1) Pembatalan Murabahah dan LKS sebagai penjual mengalami kerugian


Jika dalam pembatalan pesanan murabahah dilakukan oleh pembeli dan atas pembatalan tersebut
LKS sebagai penjual mengalami kerugian, seperti misalnya terhadap biaya-biaya yang telah dikeluarkan
terkait dengan pengadaan barang, potongan dari pemasok dan sebagainya, maka kerugian riil yang dialami
oleh LKS sebagai penjual diganti dari uang muka yang diterima dari pembeli, sehingga uang muka yang
dikembalikan kepada nasabah sebagai pembeli adalah sebesar uang muka yang diterima dikurangi dengan
kerugian riil yang dialami oleh LKS. Dalam Fatwa DSN nomor 4/DSN-MUI/IX/2000, tentang
Murabahah ketentuan kedua butir 5 sampai dengan butir 7 menjelaskan sebagai berikut:
5. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil Bank harus dibayar dari uang
muka tersebut.
6. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh Bank, Bank dapat meminta
kembali sisa kerugiannya kepada nasabah.
7. Jika uang muka memakai kontrak ‘urbun sebagai alternatif dari uang muka, maka:
a. jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa harga.

88 |Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


b. jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik Bank maksimal sebesar kerugian yang
ditanggung oleh Bank akibat pembatalan tersebut; dan jika uang muka tidak mencukupi,
nasabah wajib melunasi kekurangannya.
Sesuai ketentuan dalam butir 6 dalam Fatwa tersebut di atas, jika uang muka lebih kecil dari
kerugian riil yang dialami oleh LKS, maka LKS dapat meminta tambahan sisa kerugian riil kepada nasabah,
sehingga tidak dapat langsung diperlakukan sebagai kerugian tetapi sebagai piutang kepada nasabah. Selain
ketentuan dalam Fatwa DSN nomor 4/DSN-MUI/IX/2000 di atas, dalam Fatwa DSN nomor 13/DSN-
MUI/IX/2000 tentang Uang Muka Dalam Murabahah butir 3 sampai dengan butir 5 mengatur sebagai
berikut:
3. Jika nasabah membatalkan akad murabahah, nasabah harus memberikan ganti rugi kepada
LKS dari uang muka tersebut.
4. Jika jumlah uang muka lebih kecil dari kerugian, LKS dapat meminta tambahan kepada
nasabah.
5. Jika jumlah uang muka lebih besar dari kerugian, LKS harus mengembalikan kelebihannya
kepada nasabah.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah,
menjelaskan pengakuan dan pengukuran uang muka (paragraf 30) adalah sebagai berikut:
30 Pengakuan dan pengukuran uang muka adalah sebagai berikut:
(c) jika barang batal dibeli oleh pembeli maka uang muka dikembalikan kepada pembeli setelah
diperhitungkan dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh penjual.
Yang perlu dipahami bahwa kerugian Lembaga Keuangan Syariah yang diperkenankan dimintakan
ganti kepada nasabah (pembeli) adalah kerugian riil atas transaksi Murabahah Berdasarkan Pesanan
Bersifat Mengikat. Sedangkan untuk Murabahah yang tanpa pesanan atau murabahah berdasarkan pesanan
yang sifatnya tidak mengikat, nasabah diberi hak untuk menentukan pilihan untuk membeli atau tidak
membeli, sehingga Lembaga Keuangan Syariah tidak dapat meminta ganti rugi atas pembatalan pembelian
atau pesanan tersebut. Kerugian yang dialami oleh LKS penjual, kemungkinan yang terjadi adalah:
1. Kerugian riil yang dialami oleh LKS sebagai penjual lebih kecil dari uang muka yang diterima
dari pembeli
2. Kerugian riil yang dialami oleh LKS sebagai penjual lebih besar dari yang muka yang diterima
dari pembeli.
(a) Kerugian LKS lebih kecil dari uang muka pembeli
Jika kerugian yang diderita oleh LKS sebagai penjual atas pembatalan pesanan murabahah oleh
pembeli jumlahnya lebih kecil dari uang muka yang diterima, maka uang muka setelah dikurangi dengan
kerugian riil LKS sebagai penjual dikembalikan kepada pembeli.
Contoh : 4-4
Tgl 8 Januari 2007 Aminah membatalkan pesanan pembelian mobil kijang. Atas pembatalan
pesanan oleh Aminah tersebut, LKS Ridho Gusti membatalkan juga pesanan Mobil Kijang pada PT
Barakah. Atas pembatalan yang dilakukan oleh LKS Ridho Gusti tersebut, sesuai kesepakatan PT
Barakah melakukan pemotongan uang muka sebesar 50% dari uang muka yang dibayar, sehingga
LKS Ridho Gusti mengalami kerugian sebesar Rp15.000.000,00 (50% x Rp30.000.000,00) – lihat
contoh 4 – 3.
Atas pembatalan pesanan tersebut LKS Ridho Gusti akan menerima sisa uang muka dari PT
Barakah sebesar Rp15.000.000,00, dilakukan jurnal sebagai berikut :
Dr. Kas Rp15.000.000,00
Dr. Kerugian Pemesanan Murabahah Rp15.000.000,00
Cr. Piutang Uang muka Rp30.000.000,00

BAB IV. Akuntansi Murabahah | 89


Dalam Transakasi Murabahah Berdasarkan Pesanan kerugian yang dialami oleh LKS Ridho Gusti
sebesar Rp15.000.000,00 harus diganti oleh Aminah sebagai pembeli dari uang muka yang telah diserahkan
kepada LKS Ridho Gusti. Oleh karena itu jurnal yang dilakukan oleh LKS Rdho Gusti adalah sebagai
berikut:
Dr. Hutang uang muka (Titipan Uang Muka) Rp20.000.000,00
Cr. Kerugian Pemesanan Murabahah (penggantian) Rp15.000.000,00
Cr. Kas/rekening pembeli ( Aminah) Rp 5.000.000,00
(b) Kerugian LKS lebih besar dari uang muka pembeli
Jika kerugian riil pembatalan murabahah yang diderita oleh LKS sebagai penjual lebih besar dari
uang muka yang diterima dari pembeli, maka LKS dapat meminta kekurangan kerugian kepada pembeli.
Oleh karena itu atas kekurangan tersebut harus diperlakukan sebagai piutang kepada pembeli tidak dapat
diperlakukan sebagai kerugian.
Contoh : 4-5
Selain kerugian atas pemotongan uang muka oleh PT Barakah sebesar Rp15.000.000,00 (50% dari
uang muka), atas pembatalan tersebut LKS Ridho Gusti juga dibeBankan beban lain yang tidak
dapat dihindari (riil cost) oleh PT Barakah sebesar Rp7.500.000,00 sehingga jumlah kerugian yang
ditanggung oleh LKS Ridho Gusti sebesar Rp22.500.000,00.
Pada saat PT Barakah mengenakan denda kepada LKS Ridho Gusti dilakukan jurnal:
Dr. Kas Rp 7.500.000,00
Dr. Kerugian Pesanan Murabahah Rp22.500.000,00
Cr. Piutang Uang Muka Rp30.000.000,00
Pada saat pembebanan kerugian riil LKS kepada Aminah, maka LKS Ridho Gusti melakukan jurnal:
Dr. Hutang Uang muka Rp20.000.000,00
Dr. Piutang Nasabah (Aminah) Rp 2.500.000,00
Cr. Kerugian Pesanan Murabahah (penggantian) Rp22.500.000,00
(c) Kekurangan kerugian dilakukan hapus buku
Jika atas kekurangan penggantian kerugian pembatalan murabahah tidak dibayar oleh nasabah, dan
kekurangan tersebut dilakukan hapus buku, maka diakui sebagai kerugian pesanan murabahah.
Contoh : 4-5
Karena sesuatu hal, Aminah tidak mau membayar kekurangan kerugian yang dialami oleh Lembaga
Keuangan Syariah sebesar Rp2.500.000,00, dan atas kebijakan intern LKS Ridho Gusti piutang
tersebut dihapuskan.
Oleh karena itu atas penghapusan piutang tersebut, LKS Ridho Gusti melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Beban Kerugian pesanan Murabahah Rp2.500.000,00
Cr. Piutang Murabahah Rp2.500.000,00
2) Pembatalan Murabahah dan LKS tidak mengalami kerugian
Hal yang berbeda jika atas pembatalan pesanan oleh pembeli (Aminah) tersebut, LKS Ridho Gusti
sebagai penjual tidak mengalami kerugian, misalnya dalam contoh 4 -3 di atas tidak dibatalkan pesanan
kepada pemasok sehingga oleh pemasok (PT Barakah) tidak melakukan pemotongan uang muka dan LKS
Ridho Gusti tidak mengalami kerugian. Jika LKS tidak mengalami kerugian maka seluruh uang muka yang
diterima LKS dari pembeli, dikembalikan seluruhnya kepada pembeli.
Contoh: 4-6
Tgl 8 Januari 2007 Aminah membatalkan pesanan pembelian mobil kijang. Setelah menerima
pemberitahuan dari Aminah LKS Ridho Gusti tidak membatalkan pesananannya ke PT Barakah,
karena pada saat yang sama diterima pesanan barang yang serupa dari pihak lain.

90 |Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Pengadaan barang yang dilakukan oleh LKS Baitul Ridho dalam rangka pesanan pembeli (Aminah).
Walaupun pesanan barang tersebut dibatalkan oleh Aminah sebagai pembeli, karena LKS melihat potensi
lain, maka pesanan pengadaan barang ke PT Barakah sebagai pemasok tidak dibatalkan, oleh karena itu
LKS Ridho Gusti tidak mengalami kerugian apapun (tidak dipotong oleh PT Barakah). Untuk itu uang
muka pembeli (Aminah) yang diterima sebesar Rp20.000.000,00 harus dikembalinya seluruhnya kepada
Aminah. Oleh karena itu jurnal yang dilakukan oleh LKS Ridho Gusti adalah sebagai berikut:
Dr. Hutang Uang Muka Murabahah Rp20.000.000,00
Cr. Kas / Rekening Aminah Rp20.000.000,00
3) Pembatalan pesanan karena kesalahan LKS sebagai penjual
Pembatalan pesanan murabahah tidak selalu dilakukan oleh pembeli, tetapi dapat pula dilakukan
oleh LKS sebagai penjual karena kesalahan yang dilakukan oleh LKS. Jika pembatalan murabahah
berdasarkan pesanan akibat kesalahan LKS sebagai penjual, maka segala risiko yang timbul termasuk
kerugian yang diderita atas pembatalan tersebut ditanggung oleh LKS sebagai penjual. Oleh karena itu
uang muka pembeli tidak diperkenankan untuk dipotong.
Contoh : 4-7
Karena mendapat penawaran yang lebih menjanjikan LKS Ridho Gusti membatalkan pemesanan
mobil antik kepada PT Barakah (bukan atas kesalahan atau permintaan Aminah). Sesuai
kesepakatan atas pembatalan tersebut PT Barakah memotong uang muka yang telah dibayar
sebanyak Rp15.000.000,00 (50% x Rp30.000.000,00).
Atas transaksi tersebut, LKS Ridho Gusti melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Beban Kerugian Pesanan Murabahah Rp15.000.000,00
Dr. Kas Rp15.000.000,00
Cr. Piutang Uang Muka Rp30.000.000,00

4.3.3 Pengadaan aset (barang) Murabahah


Ketentuan syariah jelas sekali menerangkan bahwa jual beli Murabahah adalah jual beli atas barang
(bukan jual beli uang). Oleh karena dalam jual beli murabahah penjual harus memiliki barang, maka
pengadaan barang menjadi tanggung jawab penjual, bukan menyediakan uang untuk membeli barang.
Disini perbedaan yang mendasar antara LKS dengan Lembaga Keuangan Non Syariah, khususnya
perbankan.
Baik Murabahah berdasarkan pesanan maupun tanpa pesanan, pengadaan barang prinsipnya
menjadi tanggung jawab Lembaga Keuangan Syariah sebagai penjual. Hal ini dinyatakan dalam fatwa DSN
nomor 4/DSN-MUI/IX/2000, tentang Murabahah pada ketentuan pertama butir-2 dibawah dijelaskan
sebagai berikut :
4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama Bank sendiri, dan pembelian ini
harus sah dan bebas riba.
5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika
pembelian dilakukan secara hutang.
6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai
harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara jujur harga
pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.
9. Jika Bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad
jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik Bank.
Adapun yang disyariatkan pada barang yang diakadkan (barang yang dijualbelikan) ada empat syarat:
1. Barangnya harus ada
Maka tidak boleh mengadakan akad jual beli barang yang tidak ada sebelum ditemukan barang itu,
dan barang terancam tidak ada. Contoh pertama, jual beli anaknya anak onta, dan jual beli buah sebelum
ada pada pohonnya. Contoh kedua, jual beli janin, dan jual beli air susu yang masih di dalam teteknya.

BAB IV. Akuntansi Murabahah | 91


Keduanya meragukan antara ada dan tidak ada. Keduanya terancam tidak ada. Dalilnya secara garis besar
adalah bahwa rasulullah saw mencegah jual beli buah-buahan yang belum jelas matangnya. Dan disamakan
juga jual beli permata yakut, ternyata kaca. Dalam hal ini ada kesalahan dalam jenis, maka tidak boleh
beraqad jual beli. Karena barangnya tidak ada. Namun dikecualikan dari ketentuan tersebut di atas adalah
jual beli salam, istishna’’.
2. Barangnya berupa harta yang jelas harganya
Harta menurut ulama Hanafiyah adalah sesuatu yang cenderung bisa dicetak dan mungkin bisa
disimpan untuk waktu butuh. Dengan kata lain setiap barang yang mungkin dimiliki oleh manusia dan ia
mengambil manfaat darinya dengan cara/jalan yang sudah biasa. Yang lebih benar adalah setiap benda
yang bernilai materi di kalangan manusia. Sedangkan harta yang jelas harganya adalah sesuatu yang
mungkin disimpan beserta dibolehkan secara syara’. Dengan kata lain sesuatu yang pasti bisa disimpan dan
boleh dimanfaatkan sewaktu bisa dipilih. Maka tidak boleh diadakan aqad jual beli untuk barang yang tidak
berupa harta, seperti manusia yang merdeka, bangkai dan darah. Dan tidak boleh berjual beli harta yang
tidak ada harganya, seperti cecak dan babi bagi seorang muslim. Menurut Abu Hanafi boleh berjual beli
alat-alat musik karena mungkin bisa diambil manfaat dari alat-alat musik yang tersusun darinya. Menurut
dua sahabatnya dan imam-imam lainnya, tidak boleh jual beli barang-barang ini karena mempersiapkan
pada kerusakan.
3. Barangnya dimiliki sendiri, artinya terjaga
Yaitu apa-apa yang termasuk di bawah halaman pemiliknya yang khusus. Maka tidak boleh jual beli
barang yang tidak dimiliki oleh seseorang seperti jual beli ilalang walaupun di tanah yang telah dimiliki, air
yang tidak dijaga, kayu, rumput, hewan-hewan buruan yang masih di tempat-tempat liar, debu sahara dan
logamnya, sinar matahari dan udara, barang-barang temuan dari laut dan hewan-hewan darat yang masih di
tanah liar. Adapun barang yang tidak dimiliki oleh si penjual maka bukan merupakan syarat beraqad tapi
syarat pelaksanaan seperti keterangan yang akan datang.
4. Barang itu dapat diserahkan sewaktu aqad
Tidak boleh beraqad jual beli barang yang sulit diserahkan meskipun dimiliki oleh si penjual, seperti
hewan yang lari, burung yang terbang di udara, dan ikan di air kecuali setelah berada di tangan pemiliknya.
Dalam akuntansinya, hal-hal yang berkaitan dengan pengadaan barang yang dilakukan oleh
Lembaga Keuangan Syariah sebagai penjual adalah:
1. Aset Murabahah yang meliputi harga perolehan dan biaya tambahan yang berkaitan dengan
pengadaan barang.
2. Diskon Murabahah yang diperoleh dari pemasok baik yang diperoleh sebelum akad maupun
setelah akad murabahah.
3. Pengukuran aset murabahah.

A. Aset Murabahah
Dalam transaksi murabahah yang diperjualbelikan adalah barang, oleh karena itu pengadaan barang
merupakan tanggung jawab penjual sehingga penjual harus melakukan pencatatan penerimaan barang
(dagangan) tersebut. Sehubungan dengan penerimaan barang murabahah dari pemasok, PSAK 102
(paragraf 18) menetapkan ketentuan sebagai berikut:
18. Pada saat perolehan, aset murabahah diakui sebagai persediaan sebesar biaya perolehan.
Dari ketentuan tersebut aset murabahah yang diperoleh dicatat sebagai persediaan, sehingga dalam
pelaksanaan akuntansi aset murabahah harus juga diperhatikan ketentuan dalam PSAK 14 tentang
persediaan misalnya:
1. Dalam PSAK 14 tentang persediaan paragraf 03 dijelaskan yang maksud persediaan adalah aset:
a. Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal
b. Dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan; atau

92 |Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


c. Dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk dipergunakan dalam proses
produksi atau pemberian jasa
2. Persediaan tersebut termasuk pula persediaan dalam perjalanan yang memenuhi kriteria berikut:
a. Dalam transaksi pembelian dengan syarat penyerahan FOB Shipping Point (Franco gudang
penjual).
b. Dalam transaksi penjualan dengan syarat penyerahan FOB Destination Point (Franco
gudang pembeli).
3. Dalam PSAK 14 (paragraf 6 sd 7) dijelaskan sebagai berikut:
a. Biaya perolehan meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi dan biaya lain yang
timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau
dipakai.
b. Biaya pembelian persediaan meliputi harga pembelian, bea masuk, dan pajak lainnya
(kecuali yang kemudian dapat ditagih kembali oleh perusahaan kepada kantor pajak),
biaya pengangkutan, pengamanan, dan biaya lainnya yang secara langsung dapat
diartibusikan pada perolehan barang jadi, bahan dan jasa. Diskon dagang (trade discount),
rabat dan pos lain yang serupa dikurangkan dalam menentukan biaya pembelian.
Walaupun pengertian persediaan di atas meliputi juga aset yang masih dalam proses produksi,
namun dalam transaksi murabahah persediaan yang dimaksud adalah persediaan untuk barang jadi yang
akan dijual kembali, karena dalam jual beli murabahah barangnya harus ada saat dilakukan transaksi. Untuk
aset yang masih dalam proses produksi dapat dipergunakan pada transaksi salam dan istishna’, karena
kedua prinsip tersebut penyerahan barang dilakukan kemudian.
1) Pembelian barang
Pada prinsipnya pengadaan barang menjadi tanggung jawab LKS sebagai penjual, sebelum
dilakukan transaksi murabahah. Akun yang dipergunakan oleh LKS sebagai penjual untuk mencatat barang
yang dibeli adalah “persediaan” diakui sebesar harga perolehan barang tersebut.
Contoh : 4-8
Tanggal 10 Januari 2007 atas pesanan pembelian barang dari Aminah, LKS Ridho Gusti membeli
sebuah mobil kijang dari PT Barakah, seharga Rp140.000.000,00 (seratus tujuh belas juta rupiah).
LKS Ridho Gusti telah membayar uang muka sebesar Rp30.000.000.
Atas pembelian mobil kijang tersebut jurnal yang dilakukan oleh LKS Ridho Gusti adalah sebagai berikut:
Dr. Persediaan / Aset Murabahah Rp140.000.000,00
Cr. Kas / Rekening PT Barakah Rp110.000.000,00
Cr. Piutang Uang Muka Rp 30.000.000,00
Atas transaksi dan jurnal di atas, akun dan posisi keuangan LKS Ridho Gusti adalah sebagai berikut:

PERSEDIAAN / ASET MURABAHAH


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
10/01 Mobil kijang 140.000.000
Saldo 140.000.000
140.000.000 140.000.000

PIUTANG UANG MUKA MURABAHAH


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
06/01 PT Barakah 30.000.000 10/01 Pelunasan pembayaran 30.000.000
Saldo 00
30.000.000 30.000.000

BAB IV. Akuntansi Murabahah | 93


NERACA
Per 10 Januari 2007
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Persediaan/Aset Murabahah 140.000.000


Piutang Uang Muka Murabahah 0 Hutang Uang Muka Murabahah 20.000.000

2) Pengeluaran biaya tambahan


Harga perolehan adalah kas atau setara kas yang dikeluarkan atas pengadaan barang, sampai barang
tersebut dapat dipergunakan atau dapat dijual. Jadi komponen harga perolehan barang adalah harga barang
ditambah dengan biaya-biaya tambahan yang dikeluarkan hingga barang tersebut dapat diperjual atau
dipergunakan. Khusus biaya pengangkutan yang dapat ditambahkan sebagai unsur harga perolehan, sangat
tergantung pada syarat penyerahan barang. Jika penyerahan barang dilakukan ditempat atau gudang
penjual maka biaya pengangkutan dapat ditambahkan sebagai harga perolehan, sebaliknya jika penyerahan
barang dilakukan digudang pembeli (LKS) maka biaya pengangkutan yang dikeluarkan tidak dapat
ditambahkan pada harga perolehan. Biaya yang dikeluarkan oleh LKS sebagai penjual berkaitan dengan
pengadaan barang dapat ditambahkan dalam harga perolehan :
Contoh : 4-9
Pada tanggal 10 Januari 2007, sebelum dijual kepada Aminah, LKS Ridho Gusti membayar uang
balik nama dan biaya uji coba, biaya perbaikan lainnya atas mobil antik tersebut sebesar
Rp5.000.000,00, sehingga mobil dapat dipergunakan atau jual.
Atas pengeluaran biaya balik nama dan biaya perbaikan mobil antik tersebut, jurnal yang dilakukan
oleh LKS Ridho Gusti adalah sebagai berikut :
Dr. Persediaan/Aset Murabahah Rp5.000.000,00
Cr. Kas Rp5.000.000,00
Atas transaksi itu dalam perkiraan Aset/Persediaan dan posisi neraca LKS Ridho Gusti dapat
diperlihatkan sebagai berikut:
PERSEDIAAN/ASET MURABAHAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
10/01 Mobil kijang 140.000.000
10/01 Biaya balik nama dan lain-lain 5.000.000
Saldo 145.000.000
145.000.000 145.000.000

NERACA
Per 10 Januari 2007
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Persediaan/Aset Murabahah 145.000.000

B. Penerimaan Diskon Murabahah


Pengadaan barang menjadi tanggung jawab LKS sebagai penjual. Jika dalam pengadaan barang
yang dilakukan oleh LKS sebagai penjual memperoleh diskon dari pemasok, maka diskon tersebut tidak
dapat langsung diakui sebagai pendapatan LKS sebagai penjual. PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah,
paragraf 20 dan 21 mengatur pengakuan dan pengukuran diskon sebagai berikut:

94 |Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


20 Diskon pembelian aset murabahah diakui sebagai:
(a) pengurang biaya perolehan aset murabahah, jika terjadi sebelum akad murabahah.
(b) kewajiban kepada pembeli, jika terjadi setelah akad murabahah dan sesuai akad yang
disepakati maka bagian yang menjadi hak pembeli.
(c) tambahan keuntungan murabahah, jika terjadi setelah akad murabahah dan sesuai akad
yang menjadi bagian hak penjual.
(d) pendapatan operasi lain jika terjadi setelah akad murabahah dan tidak diperjanjikan dalam
akad.
21 Kewajiban penjual kepada pembeli atas pengembalian diskon pembelian akan tereliminasi pada saat:
(a) dilakukan pembayaran kepada pembeli sebesar jumlah potongan setelah dikurangi dengan
biaya pengembalian; atau
(b) dipindahkan sebagai dana kebajikan jika pembeli sudah tidak dapat dijangkau oleh penjual.
Fatwa DSN nomor 16/DSN-MUI/IX/2000 tentang Diskon Dalam Murabahah mengatur diskon
sebagai berikut:
3. Jika dalam jual beli murabahah LKS mendapat diskon dari supplier, harga sebenarnya adalah
harga setelah diskon; karena itu, diskon adalah hak nasabah.
4. Jika pemberian diskon terjadi setelah akad, pembagian diskon tersebut dilakukan berdasarkan
perjanjian (persetujuan) yang dimuat dalam akad.
5. Dalam akad, pembagian diskon setelah akad hendaklah diperjanjikan dan ditandatangani.
Jadi berkaitan dengan diskon murabahah ini dapat dikategorikan dalam:
1. Diskon sebelum akad murabahah.
2. Diskon setelah akad murabahah dan diperjanjikan dalam akad.
(1) Hak penjual (Lembaga Keuangan Syariah).
(2) Hak Pembeli (nasabah).
3. Diskon setelah akad dan tidak diperjanjikan.
1) Diskon dari pemasok yang diterima LKS sebagai penjual, sebelum akad murabahah
dengan pembeli akhir
Dalam transaksi murabahah mengadaan barang dilakukan sebelum akad murabahah dilaksanakan.
Pada saat pengadaan barang dilakukan oleh LKS sebagai penjual, sebelum akad murabahah dilakukan
dicatat pada persediaan. Oleh karena itu jika memperoleh diskon sebelum akad murabahah dilaksanakan
akan mengurangi nilai persediaan LKS sebagai penjual. Dalam PSAK 14 tentang Persediaan (paragraf 7)
dijelaskan bahwa diskon dagang (trade discount), rabat dan pos lain yang serupa dikurangkan dalam
menentukan biaya pembelian.Ini berarti harga perolehan barang tersebut berkurang saat diperoleh diskon
dari pemasok. PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah, paragraf 20 huruf a mengatur pengakuan dan
pengukuran diskon sebagai berikut:
20 Diskon pembelian aset murabahah diakui sebagai:
(a) pengurang biaya perolehan aset murabahah, jika terjadi sebelum akad murabahah.
Jadi diskon yang diterima oleh LKS sebagai penjual sebelum akad murabahah dengan pembeli
dilaksanakan, diakui sebagai pengurang harga perolehan (atau hak pembeli).
Contoh : 4-10
Pada tanggal 10 Januari 2007 LKS Ridho Gusti menerima diskon harga atas pembelian mobil kijang
dari PT Barakah harga perolehan sebesar Rp145.000.000,00 (harga barang ditambah dengan beban
lain).
Pada tanggal 15 Januari 2007 LKS Ridho Gusti mendapatkan diskon dari PT Barakah sebesar
Rp3.000.000,00 atas pembelian mobil kijang yang dilakukan pada tanggal 10 Januari 2007.
Oleh karena diskon tersebut diperoleh sebelum dilakukan akad murabahah, maka atas diskon yang
diterima tanggal 15 Januari 2007 tersebut dilakukan jurnal :

BAB IV. Akuntansi Murabahah | 95


Dr. Rekening PT Barakah Rp3.000.000,00
Cr. Persediaan / Aset Murabahah Rp3.000.000,00
Atas transaksi tersebut perkiraan Aset/Persediaan Murabahah dan posisi neraca LKS Ridho Gusti sebagai
berikut :
PERSEDIAAN/ASET MURABAHAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
10/01 Harga barang 140.000.000 Penurunan Nilai 3.000.000
10/01 Biaya balik nama 5.000.000 Saldo 142.000.000
145.000.000 145.000.000

NERACA
Per 30 Januari 2007
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Persediaan/Aset Murabahah 142.000.000

Misalnya pada tanggal 16 Januari 2007 LKS Ridho Gusti melakukan transaksi jual beli murabahah
kepada Aminah, berapa harga perolehan yang harus diberitahukan oleh LKS Ridho Gusti kepada Aminah?
LKS Ridho Gusti harus memberitahukan harga perolehan barang kepada nasabah berikut biaya yang
diperlukan, sehingga harga perolehan yang harus disampaikan LKS Ridho Gusti kepada Aminah adalah
sebesar Rp142.000.000,00 (yang tercatat sebagai persediaan sebesar Rp142.000.000,00). Hal ini sesuai
dengan ketentuan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 4/DSN-MUI/IX/2000 tentang
Murabahah bagian pertama butir 6 dijelaskan sebagai berikut:
Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga
beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok
barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.
Oleh karena itu kejujuran Lembaga Keuangan Syariah sangat diperlukan untuk dapat melaksanakan
transaksi Murabahah sesuai ketentuan syariah yang berlaku.

2) Diskon dari pemasok diterima oleh LKS sebagai penjual, setelah akad murabahah
ditandatangani oleh pembeli (nasabah)
Jika LKS sebagai penjual memperoleh diskon dari pemasok setelah akad ditanda tangani maka
diskon tersebut dibagi sebagai kesepakatan dalam akad. Pembagian diskon setelah akan harus tercantum
dalam akad dan ditanda tangani antara penjual dan pembeli.
Fatwa DSN nomor 16/DSN-MUI/IX/2000 tentang Diskon Dalam Murabahah mengatur diskon
sebagai berikut:
4. Jika pemberian diskon terjadi setelah akad, pembagian diskon tersebut dilakukan berdasarkan
perjanjian (per-setujuan) yang dimuat dalam akad.
5. Dalam akad, pembagian diskon setelah akad hendaklah diperjanjikan dan ditandatangani.
PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah, paragraf 20 huruf c mengatur pengakuan dan
pengukuran diskon sebagai berikut:
20 Diskon pembelian aset murabahah diakui sebagai:
(c) tambahan keuntungan murabahah, jika terjadi setelah akad murabahah dan sesuai akad yang
menjadi bagian hak penjual.
Karena diskon setelah diperjanjikan dalam akad maka sebagian merupakan hak penjual dan sebagai
merupakan hak pembeli.

96 |Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Contoh : 4-11
Atas transaksi jual beli Murabahah atas mobil Kijang yang dilakukan oleh LKS Ridho Gusti dengan
Aminah diperoleh diskon dari pemasok sebesar Rp5.000.000,00 (setelah akad ditanda tangani
antara LKS Ridho Gusti dan Aminah). Dalam akad murabahah yang ditandatangani sepakati bahwa
atas diskon yang diperoleh setelah akad ditandatangani dibagi untuk LKS Ridho Gusti 40% dan
untuk Aminah sebesar 60%.
Perhitungan yang dilakukan LKS sebagai penjual dan jurnal yang dilakukan atas penerimaan diskon
dari pemasok adalah sebagai berikut:
a. Diskon yang menjadi hak LKS sebagai penjual yaitu sebesar 40% x Rp5.000.000,00=
Rp2.000.000,00.
Jurnal yang dilakukan adalah sebagai berikut:
Dr. Kas / Rekening Pemasok Rp2.000.000,00
Cr. Diskon Murabahah Rp2.000.000,00
Diskon murabahah yang diperoleh Lembaga Keuangan Syariah sebagai penambah
keuntungan / margin murabahah, sehingga menambah porsi pendapatan yang akan dibagikan
kepada investor dalam pembagian hasil usaha.
b. Diskon yang menjadi hak nasabah sebagai pembeli yaitu sebesar 60% x Rp5.000.000,00=
Rp3.000.000,00.
Jurnal yang dilakukan adalah sebagai berikut:
Dr. Kas / Rekening Pemasok Rp3.000.000,00
Cr. Hutang diskon Murabahah Rp3.000.000,00
Pada saat dilakukan pembayaran diskon dari pemasok kepada pembeli, jurnal yang dilakukan oleh
LKS Ridho Gusti adalah sebagai berikut:
Dr. Hutang diskon Murabahah Rp3.000.000,00
Cr. Kas / Rek pembeli (Aminah) Rp3.000.000,00

3) Apabila diskon tidak diperjanjikan dalam akad


Apabila dalam akad murabahah yang dilakukan oleh LKS Ridho Gusti dengan Aminah tidak
mencantumkan ketentuan pembagian diskon (karena diskon tersebut diberikan oleh pemasok atas
kebijakan pemasok yang tidak diperjanjikan sebelumnya. Jika tidak diperjanjikan diskon yang diterima LKS
sebagai penjual diakui sebagai pendapatan operasi lain. PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah,
(paragraf 20 dan 21) mengatur pengakuan dan pengukuran diskon sebagai berikut:
20 Diskon pembelian aset murabahah diakui sebagai:
(d) pendapatan operasi lain jika terjadi setelah akad murabahah dan tidak diperjanjikan
dalam akad
Jika atas transaksi murabahah yang dilakukan oleh LKS dan nasabah tidak diperjanjikan diskon yang
diterima dari pemasok oleh LKS Ridho Gusti melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas/Rekening pemasok Rp5.000.000,00
Cr. Pendapatan Operasi Lainnya Rp5.000.000,00

C. Pengukuran aset murabahah setelah diperoleh


Barang yang diperoleh untuk dijual dicatat dalam “persediaan”, oleh karena itu dalam melakukan
pencatatan barang murabahah sebagai persediaan juga harus memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam
PSAK 14 tentang persediaan sepanjang tidak bertentangan dengan syariah. Beberapa ketentuan dalam
PSAK 14 tentang Persediaan, misalnya paragraf 6 dan 7 menjelaskan bahwa Biaya Persediaan harus
meliputi semua pembelian, biaya konversi, dan biaya lain yang timbul sampai persediaan berada dalam

BAB IV. Akuntansi Murabahah | 97


kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau dipakai (present location and condition). Biaya pembelian
persediaan meliputi harga pembelian, bea masuk, dan pajak (kecuali yang kemudian dapat ditagihkan
kembali oleh perusahaan kepada kantor pajak), biaya pengangkutan, penanganan dan biaya lainnya yang
secara langsung dapat diartribusikan pada perolehan barang jadi, bahan dan jasa. Diskon (trade discount),
rabat, dan pos lain yang serupa dikurangkan dalam menentukan biaya perolehan. Sedangkan dalam
paragraf 5 dalam PSAK yang sama dijelaskan bahwa persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau nilai
realisasi bersih, yang lebih rendah (the lower of cost and net realizable value).Yang dimaksud dengan “nilai
realisasi bersih” adalah taksiran harga penjualan dalam kegiatan usaha normal dikurangi taksiran biaya
penyelesaian dan taksiran biaya yang diperlukan untuk melaksanakan penjualan.
Dalam PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah, (paragraf 19) menjelaskan pengakuan dan
pengukuran aset murabahah sebagai berikut:
19 Pengukuran aset murabahah setelah perolehan adalah sebagai berikut:
(a) jika murabahah pesanan mengikat:
(i) dinilai sebesar biaya perolehan; dan
(ii) jika terjadi penurunan nilai aset karena usang, rusak atau kondisi lainnya sebelum
diserahkan ke nasabah, penurunan nilai tersebut diakui sebagai beban dan mengurangi nilai
aset:
(b) jika murabahah tanpa pesanan atau murabahah pesanan tidak mengikat:
(i) dinilai berdasarkan biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasi, mana yang
lebih rendah; dan
(ii) jika nilai bersih yang dapat direalisasi lebih rendah dari biaya perolehan, maka selisihnya
diakui sebagai kerugian.
Dalam “murabahah pesanan mengikat”, jika terjadi penurunan nilai aktiva tersebut diakui sebagai
beban dan mengurangi nilai aktiva. Sedangkan dalam “murabahah tanpa pesanan” atau “murabahah
pesanan mengikat dan terdapat indikasi kuat batal” maka Aset Murabahah dinilai berdasarkan nilai mana
yang lebih rendah, antara biaya perolehan dan nilai bersih yang dapat direaliasai dan apabila nilai bersih
yang dapat direalisasi lebih rendah dari biaya perolehan, maka selisihnya diakui sebagai kerugian Bank. Hal
ini disebabkan karena pada murabahah ini barang adalah milik Bank (masih dalam penguasaan Bank).
Dari ketentuan PSAK 102 tersebut dapat dikategorikan beberapa hal yang terkait dengan aset murabahah
adalah:
a. Penilaian persediaan sebesar biaya perolehan (hal ini telah dibahas dalam butir sebelumnya).
b. Penurunan nilai aset sebelum diserahkan pada murabahah berdasarkan pesanan yang mengikat.
c. pengukuran aset untuk murabahah tanpa pesanan atau murabahah berdasarkan pesanan yang
tidak mengikat.

1) Penurunan nilai aset sebelum diserahkan pada murabahah berdasarkan pesanan yang
mengikat
Jika aset murabahah dalam murabahah berdasarkan pesanan mengikat terjadi penurunan nilai
sebelum diserahkan kepada nasabah karena karena usang, rusak atau kondisi lainnya, penurunan nilai
tersebut diakui sebagai beban dan mengurangi nilai aset.
Contoh : 4-12
Pada tanggal 30 Januari 2007, pada akhir periode (tanggal pelaporan) dilakukan penilaian persediaan
sebuah mobil kijang yang telah dibeli dari PT Barakah, sebelum diserahkan kepada Aminah
mengalami penurunan nilai sebesar Rp2.000.000,00
Atas penurunan nilai aktiva karena usang (sebelum jual beli) tersebut, jurnal yang dilakukan oleh
LKS Ridho Gusti adalah sebagai berikut:
Dr. Kerugian penurunan nilai aset murabahah Rp2.000.000,00
Cr. Persediaan/Aset murabahah Rp2.000.000,00
Atas transaksi tersebut perkiraan Persediaan / Aset Murabahah dan posisi neraca LKS Ridho Gusti
sebagai berikut:

98 |Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


ASET / PERSEDIAAN MURABAHAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
10/01 Mobil kijang 140.000.000 15/01 Potongan harga 3.000.000
10/01 Biaya balik nama 5.000.000 30/01 Penurunan nilai 2.000.000
Saldo 140.000.000
145.000.000 145.000.000

NERACA
Per 30 Januari 2007
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Persd/Asets Murabahah 140.000.000

Catatan : penilaian aktiva Murabahah ini dapat dilakukan pada akhir bulan/akhir periode pelaporan, atas
Aset Murabahah yang masih menjadi persediaan (belum diserahkan kepada pemesan).

2) Pengukuran aset untuk murabahah tanpa pesanan atau murabahah berdasarkan pesanan
yang tidak mengikat
Dalam PSAk 102 tentang Akuntansi Murabahah dijelaskan pengukuran aset murabahah tanpa
pesanan dan tidak mengikat sebagai berikut:
(b) jika murabahah tanpa pesanan atau murabahah pesanan tidak mengikat:
(i) dinilai berdasarkan biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasi, mana yang lebih rendah;
dan
(ii) jika nilai bersih yang dapat direalisasi lebih rendah dari biaya perolehan, maka selisihnya diakui
sebagai kerugian.

D. Pengadaan barang oleh LKS sebagai penjual diwakilkan kepada pihak lain (nasabah atau
pihak ketiga)
Secara prinsip tanggung jawab pengadaan barang adalah tanggung jawab Lembaga Keuangan
Syariah sebagai penjual, namun menurut ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 4/DSN-
MUI/IX/2000 dimungkinkan Lembaga Keuangan Syariah mewakilkan kepada nasabah atau pihak ketiga
untuk mengadakan barang. Dalam fatwa tersebut dijelaskan sebagai berikut:
Jika Bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual
beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik Bank.
Apabila ditelaah lebih dalam dalam ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa akad murabahah
harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik Bank, sehingga akad murabahah tidak dapat
dilaksanakan apabila barangnya tidak ada. Pada saat Lembaga Keuangan Syariah mewakilkan kepada pihak
ketiga atau nasabah untuk membeli barang dengan penyerahkan uang untuk membeli barang, maka
barangnya belum ada, sehingga atas transaksi tersebut akad yang dipergunakan adalah akad wakalah
(bukan akad murabahah). Jika akad yang dipergunakan adalah akad wakalah, maka hutang nasabah atau
pihak ketiga sebesar uang yang diterima dan diakui sebagai piutang wakalah dan nasabah atau pihak ketiga
berhutang untuk menyerahkan barangnya.

BAB IV. Akuntansi Murabahah | 99


Contoh: 4-13
LKS Ridho Gusti dan Aminah sepakat melakukan transaksi jual beli dengan Aminah atas mobil
Inova dengan harga pokok Rp120.000.000,00 ditambah keuntungan yang disepakati sebesar
Rp25.200.000,00 sehingga harga jual disepakati Rp145.200.000,00. Atas transaksi tersebut LKS
Ridho Gusti mewakilkan Aminah untuk membeli mobil Inova tersebut dan LKS menyerahkan uang
tunai sebesar Rp120.000.000 kepada Aminah untuk pembelian mobil tersebut.
Dari contoh tersebut dapat digambarkan alur transaksi murabahah yang dilakukan dengan
mewakilkan kepada nasabah sebagai berikut:

Gambar 4-6 : pembelian barang diwakilkan


Dari ilustrasi di atas dilakukan beberapa jurnal yang terkait dengan tahapan transaksi tersebut sebagai
berikut:
1. Pada saat LKS Ridho Gusti menyerahkan uang tunai kepada Aminah sebesar Rp120.000.000,00
akad yang dipergunakan adalah akad wakalah. LKS Ridho Gusti melakukan jurnal adalah sebagai
berikut:
Dr. Piutang Wakalah Rp120.000.000,00
Cr. Kas / Rekening Aminah Rp120.000.000,00
2. Setelah Aminah melaksanakan tugasnya untuk membeli barang dan menyerahkan barang tersebut
kepada LKS Ridho Gusti, maka LKS Ridho Gusti melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Persediaan/Aset Murabahah Rp120.000.000,00
Cr. Piutang Wakalah Rp120.000.000,00
3. Setelah barang menjadi milik LKS Ridho Gusti, selanjutnya LKS Ridho Gusti melakukan akad
Murabahah dengan Aminah. LKS Ridho Gusti melakukan jurnal sebagai berikut (dengan asumsi
pembayaran dilakukan secara tangguh untuk jangka waktu lebih dari satu tahun dengan risiko cukup
besar) dengan pengakuan keuntungan secara proporsional.
Dr. Piutang Murabahah (Aminah) Rp145.200.000,00
Cr. Margin Murabahah Tangguhan Rp 25.200.000,00
Cr. Persediaan / Aset Murabahah Rp120.000.000,00
Jurnal tersebut berlaku juga apabila sebagai wakil Lembaga Keuangan Syaiah untuk membeli barang
adalah nasabah atau pembeli akhir (Aminah). Jadi pada saat akad wakalah hutang pemegang wakil adalah
sebesar uang yang diterima. Hal ini sangat berbeda jika akad murabahah, hutang pembeli adalah sebesar
harga jual yaitu harga perolehan barang ditambahan keuntungan yang disepakati.

100 |Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


4.3.4 Penjualan Barang dan Pembayaran Harga Barang
Sebelum dilakukan pembahasan yang rinci mengenai penjualan barang dan pembayarannya, perlu
dibahas sekilas perbedaan antara murabahah dengan kredit kendaraan bermotor atau kredit pemilikan
rumah yang dilakukan oleh Bank Konvensional.
Jika pada Bank Konvensional, Kredit Kendaraan Bermotor Bank menyediakan uang kepada
nasabah untuk membeli kendaraan bermtor, Kredit Pemilikan Rumah Bank menyediakan uang kepada
nasabah untuk membeli rumah. Hutang nasabah adalah hutang uang untuk membeli barang ditambah
dengan bunga yang diperhitungkan berdasarkan persentase tertentu dari sisa uang yang belum dibayar
(pokok setelah dikurangi angsuran). Oleh karena itu hutang nasabah dikategorikan menjadi hutang pokok
dan hutang bunga (yang diperhitungakan dari sisa pokoknya tadi).
Berbeda dengan murabahah yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah, baik untuk pembelian
kendaraan bermotor atau pembeliaan rumah, LKS menyediakan barang untuk diperjualbelikan. Jika
murabahah pembayaran dilakukan dengan tangguh maka yang terhutang bagi pembeli adalah sebesar harga
jual barang yaitu pokok ditambah keuntungan sebagai hutang nasabah dan tidak membedakan hutang
pokok dan hutang margin. Berapapun yang dibayarkan oleh pembeli merupakan pengurang dari hutang
nasabah. Pembagian porsi pokok dan margin hanya dilakukan oleh LKS karena sebagian dari pendapatan
margin yang nyata-nyata diterima merupakan haknya pemodal.
Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 4/DSN-MUI/IX/2000 tentang Murabahah,
dijelaskan proses penjualan dalam jual beli murabahah sebagai berikut:
Ketentuan pertama:
6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai
harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara jujur harga
pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.
7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu
yang telah disepakati.
8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak Bank dapat
mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
9. Jika Bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad
jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik Bank.
Ketentuan kedua:
1. Nasabah mengajukan permohonan dan janji pembelian suatu barang atau aset kepada Bank.
2. Jika Bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu aset yang
dipesannya secara sah dengan pedagang.
3. Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerima
(membeli)-nya sesuai dengan janji yang telah disepakatinya, karena secara hukum janji
tersebut mengikat; kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli.
Ketentuan Keempat : Hutang dalam Murabahah:
1. Secara prinsip, penyelesaian hutang nasabah dalam transaksi murabahah tidak ada kaitannya
dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika
nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap
berkewajiban untuk menyelesaikan hutangnya kepada Bank.
2. Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera
melunasi seluruh angsurannya.
3. Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus menyelesaikan
hutangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh memperlambat pemba-yaran angsuran atau
meminta kerugian itu diperhitungkan.

BAB IV. Akuntansi Murabahah | 101


Dari ketentuan tersebut di atas dapat ditelaah bahwa penjualan barang kepada pembeli adalah
sebesar harga jual yaitu harga beli (harga perolehan) ditambah keuntungan. Oleh karena itu dalam
melakukan penjualan barang dalam transaksi murabahah berkaitan erat dengan :
a. Harga peroleh, yang sebelumnya dicatat dalam akun persediaan.
b. Keuntungan dilakukan negosiasi hingga disepakati kedua pihak dan dicatat dalam akun
Margin Murabahah Tangguhan.
c. Harga jual disepakati tercatat dalam akun Piutang Murabahah.
Akun-akun ini tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain, setiap pembayaran hutang oleh
pembeli (penerimaan piutang murabahah), bagi LKS sebagai penjual terkandung sebagian penerimaan
margin murabahah.
A. Harga Perolehan Aset Murabahah
Hal yang terkait dengan murabahah adalah harga perolehan barang yang diperjual belikan yang harus
diberitahukan dengan jujur oleh penjual kepada pembeli. Harga perolehan barang tersebut telah dibahas
dalam butir terdahulu tentang Pengadaan Aset Murabahah di atas (lihat butir 4.3.3).
B. Piutang Murabahah
Jika murabahah pembayarannya dilakukan dengan tangguh oleh pembeli, maka oleh LKS sebagai
penjual diakui sebagai piutang kepada pembeli sebesar harga jual barang, yaitu harga perolehan ditambah
dengan keuntungan yang disepakati dan akun yang dipergunakan adalah “Piutang Murabahah”. Hal ini
sejalan dengan kentuan dalam PSAK 102 tentang Murabahah, yang mengatur pengakuan dan pengukuran
piutang murabahah (paragraf 22) sebagai berikut:
22 Pada saat akad murabahah, piutang murabahah diakui sebesar biaya perolehan aset murabahah ditambah
keuntungan yang disepakati. Pada akhir periode laporan keuangan, piutang murabahah dinilai sebesar nilai
bersih yang dapat direalisasi, yaitu saldo piutang dikurangi penyisihan kerugian piutang.
Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 4/DSN-MUI/IX/2000 tentang Murabahah,
dijelaskan proses penjualan dalam jual beli murabahah sebagai berikut:
Ketentuan Keempat: Hutang dalam Murabahah
1. Secara prinsip, penyelesaian hutang nasabah dalam transaksi murabahah tidak ada kaitannya
dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika
nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap
berkewajiban untuk menyelesaikan hutangnya kepada Bank.
2. Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera
melunasi seluruh angsurannya.
3. Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus menyelesaikan
hutangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh memperlambat pemba-yaran angsuran atau
meminta kerugian itu diperhitungkan.
Penentuan harga jual yang terdiri dari harga perolehan diberitahukan oleh penjual ditambah
keuntungan murabahah yang dilakukan dengan negosiasi antara penjual dan pembeli terjadi sebelum akad
murabahah dilakukan. Jika harga jual telah disepakati, akad murabahah ditandatangani dan pembayaran
harga barang dilakukan dengan tangguh, maka harga jual berubah menjadi hutang yang memiliki karakter
“tetap” sampai kapanpun kecuali dibayar. Hal ini dapat dilihat pada saat hutang tersebut diperpanjang,
tidak diperkenankan untuk menambah sisa kewajiban (lihat fatwa tentang penyelesaian piutang
murabahah).
Dalam OOIFI Ada beberapa alternatif yang telah dikaji dalam pengukuran piutang Murabahah pada
akhir periode laporan keuangan, yaitu:
a. Piutang Murabahah (Murabahah Receivables) harus diukur setara dengan nilai kasnya, sebagai
contoh jumlah utang yang jatuh tempo (kewajiban nasabah) pada akhir periode laporan
keuangan mengurangi cadangan untuk piutang ragu-ragu.

102 |Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


b. Piutang Murabahah (Murabahah Receivables) harus diukur pada nilai buku (jumlah yang diminta
dari nasabah pada akhir periode), tidak ada cadangan yang dilakukan untuk piutang ragu-ragu.
Kerugian yang berasal dari tidak tertagihnya piutang diakui pada waktu terjadinya dan setelah
mengecek kepastian tidak tertagihnya piutang tersebut.
c. Piutang Murabahah (Murabahah Receivables) harus diukur pada nilai bukunya dan piutang ragu-
ragu harus diperlakukan sebagai cadangan umum resiko investasi.
d. Piutang Murarabah (Murabahah Receivables) harus diukur pada nilai bukunya mengurangi
cadangan untuk piutang ragu-ragu. Bank Islam juga harus membuat cadangan umum untuk
resiko-resiko investasi untuk menutup piutang Murabahah yang gagal, tetapi tidak akan
diidentifikasi seperti itu sampai suatu waktu di masa yang akan datang.
e. Piutang Murabahah harus diukur pada nilai bukunya dan Bank Islam menentukan metode
penilaian, asalkan Bank Islam mengungkapkan metode tersebut di dalam kebijakan
akuntansinya.
Yang dipilih adalah alternatif pertama yaitu Piutang Murabahah harus diukur pada akhir periode
laporan keuangan pada nilai setara kasnya, karena alternatif ini mengarah kepada aplikasi konsep keyakinan
yang memadai dan konsep matching pendapatan dengan biaya-biaya. Pengukuran piutang Murabahah pada
nilai setara kasnya harus memberikan informasi yang lebih relevan di dalam laporan keuangan Bank-Bank
Syariah. Jika Bank Syariah (atau Dewan Pengawas) merasa perlu untuk membuat cadangan umum untuk
resiko-resiko investasi disamping cadangan khusus untuk piutang ragu-ragu ini merupakan pilihan yang
tersedia bagi Bank syariah atau Dewan Pengawas. Penggunaan nilai setara kas merupakan implementasi
dari persyaratan minimum menjadikan laporan keuangan Bank-Bank Syariah comparable (bisa
dibandingkan). Ini juga merupakan implementasi dari konsep kemampuan untuk dibandingkan.
C. Keuntungan yang disepakati
Penentuan keuntungan dalam murabahah dilakukan dengan cara negosiasi antara penjual dan
pembeli. Bagaimana cara menghitung keuntungan, dengan metode apa yang dipergunakan dalam
menghitung keuntungan, sepenuhnya hak penjual dengan kata lain pembeli tidak perlu tahu hal tersebut
karena yang dilakukan negosiasi pembeli adalah hasil akhir dari perhitungan keuntungan tersebut. Dalam
butir sebelumnya telah dibahas, bahwa transaksi murabahah yang disepakati adalah harga jual dan harga
perolehan harus diberitahukan oleh penjual kepada pembeli. Dengan harga perolehan diberitahukan dan
harga jual disepakati, maka keuntungan murabahah pun disepakati, karena harga jual merupakan harga
perolehan ditambah dengan keuntungan. Harga jual yang terdiri dari harga beli ditambah keuntungan
tersebut diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 4/DSN-MUI/IX/2000 tentang Murabahah,
dijelaskan proses penjualan dalam jual beli murabahah sebagai berikut:
Ketentuan pertama:
6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai
harga beli plus keuntungannya.
PSAK 102 tentang murabahah tidak pengatur bagaimana cara penjual menghitung keuntungan.
PSAK 102 hanya mengatur “cara pengakuan keuntungan murabahah”. Keuntungan murabahah tidak
terkait dengan penurunan atau sisa modal. Dalam PSAK 102 tentang Murabahah, paragraf 23 sampai
dengan paragraf 25 mengatur pengakuan dan pengukuran keuntungan murabahah sebagai berikut:
23 Keuntungan murabahah diakui:
(a) pada saat terjadinya penyerahan barang jika dilakukan secara tunai atau secara tangguh yang tidak melebihi
satu tahun; atau
(b) selama periode akad sesuai dengan tingkat risiko dan upaya untuk merealisasikan keuntungan tersebut
untuk transaksi tangguh lebih dari satu tahun. Metode-metode berikut ini digunakan, dan dipilih yang paling
sesuai dengan karakteristik risiko dan upaya transaksi murabahah-nya:
(i) Keuntungan diakui saat penyerahan aset murabahah. Metode ini terapan untuk murabahah
tangguh dimana risiko penagihan kas dari piutang murabahah dan beban pengelolaan piutang serta
penagihannya relatif kecil.

BAB IV. Akuntansi Murabahah | 103


(ii) Keuntungan diakui proporsional dengan besaran kas yang berhasil ditagih dari piutang murabahah.
Metode ini terapan untuk transaksi murabahah tangguh dimana risiko piutang tidak tertagih relatif
besar dan/atau beban untuk mengelola dan menagih piutang tersebut relatif besar juga.
(iii) Keuntungan diakui saat seluruh piutang murabahah berhasil ditagih. Metode ini terapan untuk
transaksi murabahah tangguh dimana risiko piutang tidak tertagih dan beban pengelolaan piutang
serta penagihannya cukup besar. Dalam praktek, metode ini jarang dipakai, karena transaksi
murabahah tangguh mungkin tidak terjadi bila tidak ada kepastian yang memadai akan penagihan
kasnya.
24 Pengakuan keuntungan, dalam paragraf 23 (b) (ii), dilakukan secara proporsional atas jumlah
piutang yang jatuh tempo dalam setiap periode dengan mengalikan persentase keuntungan
terhadap jumlah piutang yang jatuh tempo pada periode yang bersangkutan. Persentase
keuntungan dihitung dengan perbandingan antara margin dan biaya perolehan aset
murabahah.
25 Berikut ini contoh perhitungan keuntungan secara proporsional untuk suatu transaksi
murabahah dengan biaya perolehan aset (pokok) Rp800,00 dan keuntungan Rp200,00; serta
pembayaran dilakukan secara angsuran selama 3 tahun; dimana jumlah angsuran, pokok dan
keuntungan yang diakui setiap tahun adalah sebagai berikut:
Thn Angsuran (Rp) Pokok (Rp) Keuntungan (Rp)
1 500,00 400,00 100,00
2 300,00 240,00 60,00
3 200,00 160,00 40,00
Jadi dalam PSAK tidak diatur cara atau metode perhitungan margin atau keuntungan murabahah,
dipersilakan untuk menggunakan metode apapun yang sesuai. Yang diatur dalam PSAK 102 adalah
pengakuan dan pengukuran keuntungan sebagaimana diatur dalam paragraf 23 sampai dengan paragraf 25
tersebut di atas. Dari ketentuan PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah, paragraf 23 sampai dengan 25
tersebut pengakuan dan pengukuran keuntungan murabahah dapat dikategorikan sebagai berikut:

Pengakuan keuntungan Pembayaran harga barang


1 Saat Penyerahan Barang • Tunai atau jangka waktu kurang dari satu tahun
• Lebih dari satu tahun dengan risiko relatif kecil
2 Proporsional Lebih dari satu tahun dan beban relatif besar
3 Seluruh Piutang Tertagih Tangguh dengan risiko dan beban cukup besar
Penggunaan cara pengakuan keuntungan di atas sangat mempengaruhi perlakuan akuntansi yang
harus dilakukan yaitu berkaitan dengan pengakuan keuntungan sendiri, pembayaran angsuran (khususnya
dalam pencatatan yang dilakukan oleh LKS sebagai penjual)
PSAK 23 tentang Pendapatan, paragraf 06 menjelaskan pendapatan adalah arus kas masuk bruto
dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama suatu periode bila arus masuk
tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal.
Dalam PSAK 23 tentang pendapatan (paragraf 13 sd 18), mengatur pengukuran dan pengakuan
pendapatan dari penjualan barang sebagai berikut:
1. Pendapatan dari penjualan barang harus diakui bila seluruh kondisi berikut dipenuhi (paragraf 13) :
a. perusahaan telah memindahkan risiko secara signifikan dan memindahkan manfaat kepemilikan
barang kepada pembeli.
b. perushaan tidak lagi mengelola atau melakukan pengendalian afektif atas barang yang dijual
c. Jumlah pendapatan tersebut dapat diukur dengan andal.
d. besar kemungkinan manfaat ekonomi yang dihubungkan dengan transaksi akan mengalir
kepada perusahaan tersebut; dan
e. biaya yang terjadi atau yang akan terjadi sehubungan transaksi penjualan dapat diukur dengan
andal.

104 |Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


2. Penentuan kapan suatu perusahaan telah memindahkan risiko signifikan dan manfaat kepemilikan
kepada pembeli memerlukan pengujian keadaan transaksi tersebut. Pada umumnya, pemindahan
risiko dan manfaat kepemilikan bersamaan waktunya dengan pemindahan hak milik atau penguasaan
atas barang tersebut kepada pembeli. Hal ini terjadi pada kebanyakan penjualan eceran. Dalam hal
lain, pemindahan risiko dan manfaat kepemilikan terjadi pada saat yang berbeda dengan pemindahan
hak miliki atau penguasaan atas barang tersebut (paragraf 14).
3. Jika perusahaan tersebut menahan risiko signifikan dari kepemilikan, transaksi tersebut bukanlah
suatu penjualan dan pendapatan tidak diakui. Suatu perusahaan dapat menahan risiko kepemilkan
yang signifikan dengan berbagai cara, misalnya: (paragraf 15)
a. bila perusahaan manahan kewajiban sehubungan dengan pelaksanaan suatu hal yang tidak
memuaskan yang tidak dijamin sebagaimana lazimnya;
b. bila penerimaan pendapatan dari suatu penjualan bergantung pada pendapatan pembeli yang
bersumber dari penjualan barang yang bersangkutan.
c. bila pengiriman barang bergantung pada instalasinya, dan istalasi tersebut merupakan bagian
signifikan dari kontrak yang belum diselesaikan oleh perusahaan; dan
d. bila pembeli berhak membatalkan pembelian berdasarkan alasan yang ditentukan dalam kontrak
dan perusahaan tidak dapat memastikan apakah akan terjadi retur.
4. Jika perusahaan hanya penahan risiko tidak signifikan atas kepemilikan, transaksi tersebut adalah
suatu penjualan dan pendapatan diakui. Misalnya, penjual mungkin menahan hak milik atas barang
semata-mata untuk melindungi kolektibilitas dari jumlah yang jatuh tempo. Dalam hal seperti itu, jika
perusahaan telah memindahkan manfaat kepemilikan dan risiko yang signifikan, transaksi tersebut
adalah suatu penjualan dan pendapatan harus diakui. Contoh lain perusahaan yang hanya menahan
risiko tidak signifikan dari kepemilikan adalah dalam penjualan eceran dengan syarat dapat
dikembalikan bila pelanggan tidak puas. Pendapatan dalam hal ini diakui pada waktu penjualan
dilakukan jika penjual dapat mengestimasi secara andal retur yang akan terjadi dan mengakui suatu
kewajiban untuk retur berdasarkan pengalaman sebelumnya dan faktor-faktor lain yang relevan
(paragraf 16).
5. Pendapatan diakui hanya bila besar kemungkinan manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi
tersebut akan mengalir kepada perusahaan. Kadang-kadang, kemungkinan hal tersebut terjadi sangat
kecil, sampai imbalan diterima atau suatu ketidakpastian dihilangkan. Misalnya, belum ada kepastian
bahwa pemerintahan asing akan memberikan izin pengiriman imbalan untuk suatu penjualan di
negara asing. Namun, bila suatu ketidakpastian timbul tentang kolektibilitas sejumlah tertentu yang
telah termasuk dalam pendapatan, jumlah yang tidak tertagih atau jumlah yang pemulihannya tidak
lagi besar kemungkinannya, diakui sebagai beban, menggantikan penyesuaian jumlah pendapatan
yang diakui semula (paragraf 17).
6. Pendapatan dan beban sehubungan dengan suatu transaksi atau peristiwa tertentu diakui secara
bersamaan; proses ini biasanya mengacu pada pengaitan pendapatan dengan beban (matching revenue
and expense). Beban, termasuk jaminan dan biaya lain yang terjadi setelah pengiriman barang, biasanya
dapat diukur dengan andal jika kondisi lain untuk pengakuan pendapatan yang berkaitan dapat
dipenuhi. Tetapi, pendapatan tidak dapat diakui bila beban yang berkaitan tidak dapat diukur dengan
andal. Dalam keadaan demikian, setiap imbalan yang telah diterima untuk penjualan barang tersebut
diakui sebagai suatu kewajiban (paragraf 18).
Oleh karena unsur murabahah yaitu harga perolehan, keuntungan dan harga jual merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan unsur lainnya maka akuntansi yang terkait dengan
penjualan dan pembayaran harga barang dilakukan sesuai dengan pengakuan keuntungan dalam
murabahah yaitu:
1. Penjualan dengan pengakuan keuntungan saat penyerahan barang
2. Penjualan dengan pengakuan keuntungan secara proporsional
3. Pengakuan keuntungan setelah pelunasan piutang

BAB IV. Akuntansi Murabahah | 105


4.3.5 Penjualan dengan pengakuan keuntungan saat penyerahan barang
Salah satu perbedaan akuntansi Murabahah yang tercantum dalam PSAK 59 tentang Akuntansi
Perbankan Syariah dengan PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah adalah ketentuan yang jelas dan
gamblang tentang pengakuan dan pengukuran pendapatan keuntungan murabahah. Salah satu pengakuan
dan pengukuran keuntungan murabahah dilakukan pada saat penyerahan barang. Murabahah merupakan
transaksi jual beli barang sehingga pengakuan keuntungan dilakukan pada saat penyerahan barang tidak
terkait dengan pembayaran harga barang yang dilakukan.
Pengakuan keuntungan saat penyerahan barang dijelaskan dalam PSAK 102 tentang Akuntansi
Murabahah sebagai berikut:
23 Keuntungan murabahah diakui:
(a) Pada saat terjadinya penyerahan barang jika dilakukan secara tunai atau secara tangguh yang tidak
melebihi satu tahun; atau
(b) Selama periode akad sesuai dengan tingkat risiko dan upaya untuk merealisasikan keuntungan tersebut
untuk transaksi tangguh lebih dari satu tahun. Metode-metode berikut ini digunakan, dan dipilih yang
paling sesuai dengan karakteristik risiko dan upaya transaksi murabahah-nya:
(i) Keuntungan diakui saat penyerahan aset murabahah. Metode ini terapan untuk murabahah tangguh
dimana risiko penagihan kas dari piutang murabahah dan beban pengelolaan piutang serta penagihannya
relatif kecil.
Jadi pengakuan keuntungan saat penyerahan dilakukan untuk murabahah dengan pembayaran
tangguh yang tidak lebih dari satu tahun, tanpa membedakan risiko yang akan timbul. Disamping itu dapat
dilakukan untuk murabahah dengan pembayaran tangguh lebih dari satu tahun dengan risiko yang relatif
kecil. Pengertian risiko relatif kecil dimaksud adalah antara lain jika murabahah tersebut dijamin dengan
jaminan kas (cash collateral) dengan pencairan tanpa syarat.
Untuk memberikan gambaran yang lengkap pengaruh pengakuan keuntungan murabahah terhadap
akuntansi yang dilakukan oleh penjual dapat diberikan ilustrasi contoh berikut:
Pada tanggal 16 Februari 2007 dilakukan dan disepakati transaksi jual beli antara LKS Ridho Gusti
dengan Aminah, dengan harga jual sebesar Rp164.000.000,00 dengan keuntungan yang disepakati
sebesar Rp24.000.000,00. Sesuai dengan catatan yang ada pada LKS Ridho Gusti nilai persediaan
(harga perolehan) mobil kijang yang dipesanan oleh Aminah sebesar Rp140.000.000,00 (lihat
contoh sebelumnya). Atas jual beli tersebut Aminah telah menyerahkan uang muka sebesar
Rp20.000.000,00 . Aminah sepakat pembayaran harga barang dilakukan secara tangguh dalam
jangka waktu 10 bulan, yaitu sampai dengan 16 Desember 2007 dengan pembayaran angsuran
sebagai berikut:
1. 15 Maret 2007 sebesar Rp60.000.000,00
2. 15 Juni 2007 sebesar Rp48.000.000,00
3. 15 September 2007 sebesar Rp30.000.000
4. 15 Desember 2007 sebesar Rp6.000.000,00
Atas transaksi tersebut di atas dapat dilakukan tahapan-tahapan jurnal akuntansi yang terkait dengan
(1) penerimaan uang muka dri pembeli, (2) penyerahan barang kepada pembeli, (3) penerimaan
pembayaran angsuran, (4) angsuran yang telah jatuh tempo belum dibayar oleh pembeli, (5) penerimaan
pembayaran angsuran yang tertunggak, (6) penerimaan pembayaran lebih kecil dari kewajiban, (7)
potongan kewajiban pembeli baik potongan angsuran maupun potongan pelunasan piutang sebelum jatuh
tempo.
A. Penerimaan Uang Muka dari pembeli
Sebagaimana telah dijelaskan dimuka, jika nasabah memberikan uang muka sebagai tanda keseriusan
untuk membeli barang, maka uang muka diperlakukan sebagai berikut:
1. Uang muka yang diterima diakui sebagai ”Hutang Uang Muka” sebesar uang muka yang diterima
2. Jika akad dilaksanakan uang muka sebagai pengurang ”Piutang Murabahah” (tidak
diperkenankan sebagai pembayaran angsuran.

106 |Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Contoh : 4-14
Tanggal 01 Februari 2007 diterima uang muka sebesar Rp20.000.000,00 dari Aminah sebagai tanda
keseriusan pembelian barang yang dilakukan dari LKS Ridho Gusti.
Atas penerimaan pembayaran uang muka dari Aminah. LKS Ridho Gusti melakukan jurnal sebagai
berikut:
Dr. Kas/Rekening Aminah Rp20.000.000,00
Cr. Hutang Uang Muka Murabahah Rp20.000.000,00
Atas jurnal dari transaksi tersebut akun dan penyajian neraca pada LKS Ridho Gusti adalah sbb:
HUTANG UANG MUKA
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Saldo 20.000.000 01/02 Aminah 20.000.000

20.000.000 20.000.000

NERACA
Per 01 Februari 2007
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Hutang Uang Muka 20.000.000
B. Penyerahan barang kepada pembeli
Dalam transaksi murabahah, yang dilakukan oleh LKS sebagai penjual adalah menyerahkan barang
bukan menyerahkan uang. Untuk murabahah dengan pengakuan pendapatan keuntungan saat penyerahan
barang, akun-akun yang berkaitan barang adalah (1) Persediaan sebesar harga perolehan barang, (2)
Pendapatan Keuntungan Murabahah sebesar keuntungan murabahah yang disepakati, dan (3) Piutang
Murabahah sebesar harga jual barang yang disepakati yaitu harga perolehan ditambah dengan keuntungan
yang disepakati.
Contoh : 4-15
Tanggal 15 februari 2007 dilakukan akad Murabahah dan penyerahan barang oleh LKS Ridho Gusti
kepada Aminah dengan data sebagai berikut:
Harga perolehan barang Rp140.000.000,00
Keuntungan disepakati Rp 24.000.000,00
------------------------
Harga jual disepakati Rp164.000.000,00
Atas transaksi tersebut jurnal yang dilakukan oleh LKS Ridho Gusti sebagai penjual adalah sebagai berikut:
(1) Dr. Piutang Murabahah Rp164.000.000,00
Cr. Pendapatan Margin Murabahah Rp24.000.000,00
Cr. Persediaan Rp140.000.000,00
(2) Dr. Hutang Uang Muka Murabahah Rp20.000.000,00
Cr. Piutang Murabahah Rp20.000.000,00
Atas penyerahan barang tersebut, LKS sebagai penjual langsung pengakui keuntungan sebesar
keuntungan yang disepakati walaupun pembayaran harga barang akan dilakuka kemudian. Oleh karena itu
atas jurnal transaksi tersebut di atas, posisi akun-akun yang terkait dan neraca pada LKS Ridho Gusti
adalah sebagai berikut:
PERSEDIAAN / ASET MURABAHAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
10/01 Mobil kijang 140.000.000 15/01 Potongan harga 3.000.000
10/01 Biaya balik nama 5.000.000 30/01 Penurunan nilai 2.000.000
15/02 Penjualan 140.000.000
Saldo 00
145.000.000 145.000.000

BAB IV. Akuntansi Murabahah | 107


PIUTANG MURABAHAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/02 Aminah 164.00.000 15/02 UM Aminah 20.000.000
Saldo 144.000.000
164.000.000 164.000.000

PENDAPATAN MARGIN MURABAHAH


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/02 Aminah 24.000.000
Saldo 24.000.000
24.000.000 24.000.000

HUTANG UANG MUKA (Titipan Uang Muka Pembeli)


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/02 Mobil kijang 20.000.000 01/02 Aminah 20.000.000

Saldo 0
20.000.000 20.000.000

NERACA
Per 15 Februari 2007
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Piutang Murabahah 144.000.000 Hutang Uang Muka 0
Persediaan (Aset Murabahah) (140.000.000) Laba Rugi Berjalan
Pendapatan 24.000.000

Sesuai ketentuan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 15, pendapatan yang dibagikan oleh
LKS kepada pemilik dana (investor) dalam pembagian hasil usaha adalah pendapatan yang nyata-nyata
diterima (cash basis). Oleh karena pengakuan pendapatan keuntungan murabahah sebesar Rp24.000.000,00
belum terjadi aliran kas masuk (belum nyata-nyata diterima) atau hanya dalam pengakuan saja, maka
pendapatan tersebut tidak dapat dibagikan kepada pemilik dana (investor) dalam pembagian hasil usaha.
Pendapatan tersebut hanya sebatas pencatatan untuk kepentingan laporan keuangan saja.

C. Penerimaan pembayaran angsuran dari pembeli


Dalam PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah, besarnya angsuran atas pembayaran harga barang
didasarkan pada kesepatan yang dilakukan antara LKS (Ridho Gusti) sebagai penjual dengan nasabah
(Aminah) sebagai pembeli. Secara umum besarnya pembayaran angsuran tersebut dipengaruhi oleh faktor
kemampuan pembeli dalam melakukan pembayaran.
Contoh : 4-16
Tanggal 15 maret 2007 diterima pembayaran angsuran dari Aminah atas harga barang sebesar
Rp60.000.000,00 .
Atas penerimaan angsuran tersebut LKS Ridho Gusti melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas / Rekening Aminah Rp60.000.000,00
Cr. Piutang Murabahah Rp60.000.000,00
Dari jurnal tersebut di atas LKS tidak ada pengakuan keuntungan (pendapatan) dari transaksi
murabahah karena pengakuan pendapatan telah dilakukan pada saat jatuh tempo angsuran (contoh 4-15).
Namun dalam angsuran terkandung unsur keuntungan yang benar-benar diterima (terjadi aliran kas masuk
atas pendapatan atau keuntungan). Oleh karena itu untuk kepentingan perhitungan pembagian hasil usaha

108 |Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah sebagai pengelola dana (mudharib) dengan investor
sebagai pemilik modal (shaibul maal) porsi keuntungan dari angsuran yang diterima harus diperhitungkan
dalam pembagian hasil usaha (profit distribution). Inilah perbedaan mendasar dengan Lembaga Keuangan
non Syariah yang tidak pernah memperhitungkan hal ini. Besarnya porsi keuntungan yang diperhitungan
dalam pembagian hasil usaha (walau tidak ada pengakuan keuntungan dalam laporan laba rugi) adalah
sebagai berikut:
24.000.000
Keuntungan : ---------------- X Rp60.000.000 = Rp10.000.000
144.000.000
Jadi keuntungan Rp10.000.000,00 tersebut di atas hanya untuk kepentingan perhitungan pembagian
hasil usaha, tidak untuk laporan laga rugi, karena pengakuan pendapatan untuk kepentingan laporan laba
rugi telah dilakukan pada saat penyerahan barang.
Dari hal tersebut di atas dapat dilihat bahwa:
1. Dalam akuntansi syariah harus dapat dibedakan dengan jelas dan transparan pendapatan untuk
kepentingan Laporan Keuangan (Laporan Laba Rugi) dan pendapatan untuk kepentingan
pembagian hasil usaha.
2. Diperlukan ada kejujuran, transparansi dan keakuratan data oleh Lembaga Keuangan Syariah,
khususnya yang terkait dengan data-data untuk keperluan pembagian hasil usaha.
Untuk mendukung keperluan tersebut di atas dalam PSAK 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan
Syariah, dalam lampirannya yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PSAK diberikan
contoh “Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil”. Atas jurnal transaksi tersebut di atas, posisi
akun-akun yang terkait dan neraca pada LKS Ridho Gusti adalah sebagai berikut:

PIUTANG MURABAHAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/02 Aminah 164.00.000 15/02 UM Aminah 20.000.000
15/03 Angsuran ke-1 60.000.000
Saldo 84.000.000
164.000.000 164.000.000

NERACA
Per 15 Maret 2007
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Kas 60.000.000 Hutang Uang Muka 0
Persediaan (Aset Murabahah) (140.000.000) Laba Rugi Berjalan
Piutang Murabahah 84.000.000 (pendapatan) 24.000.000

D. Angsuran jatuh tempo belum membayar (angsuran tertunggak)


Akuntansi syariah mempergunakan asumsi dasar akrual, dengan kata lain Lembaga Keuangan
Syariah dapat mengakui pendapatan dari angsuran yang telah jatuh tempo, walaupun nasabah belum
melakukan pembayaran angsuran. Hal ini dimaksudkan memberikan informasi dari Laporan Keuangan
dari Lembaga Keuangan Syariah tersebut secara lengkap.
Contoh: 4-17
Angsuran kedua sebesar Rp48.000.000,00 sampai dengan tanggal 15 Juni 2007 (jatuh tempo
angsuran) belum melakukan pembayaran oleh Aminah.
Atas angsuran yang telah jatuh tempo dan pembeli belum melakukan pembayaran. LKS Ridho
Gusti melakukan jurnal sebagai berikut:

BAB IV. Akuntansi Murabahah | 109


Dr. Piutang Murabahah jatuh Tempo Rp48.000.000,00
Cr. Piutang Murabahah Rp48.000.000,00
Dalam metode pengakuan pendapatan saat penyerahan barang ini, pada saat angsuran menunggak
tidak ada pengakuan pendapatan, karena pengakuan pendapatan telah dilakukan pada saat penyerahan
barang. Atas jurnal transaksi tersebut di atas, posisi akun-akun yang terkait dan neraca pada LKS Ridho
Gusti adalah sebagai berikut:
PIUTANG MURABAHAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/02 Aminah 164.00.000 15/02 UM Aminah 20.000.000
15/03 Angsuran ke-1 60.000.000
15/06 Angsuran ke-2 JT 48.000.000
Saldo 36.000.000
164.000.000 164.000.000

PIUTANG MURABAHAH JATUH TEMPO


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/06 Angs ke-2 Jt 48.00.000
Saldo 48.000.000
48.000.000 48.000.000

NERACA
Per 15 Juni 2007
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Kas 60.000.000 Hutang Uang Muka 0
Persediaan (Aset Murabahah) (140.000.000) Laba Rugi Berjalan
Piutang Murabahah 36.000.000 (pendapatan) 24.000.000
Piutang Murabahah Jatuh Tempo 48.000.000

Jika atas angsuran yang tertunggak tersebut nasabah hanya membayar sebagian dari jumlah angsuran,
maka hutang nasabah berkurang sebesar angsuran yang dibayar dan tidak mempengaruhi pengakuan
keuntungan murabahah.
Contoh : 4-18
Tanggal 25 Juni 2007 Aminah melakukan pembayaran sebagian angsuran murabahah yang telah
jatuh tempo tanggal 15 Juni 2007 sebesar Rp30.000.000,00 (angsuran kedua sebesar
Rp48.000.000,00).
Atas pembayaran sebagian angsuran tersebut, LKS Ridho Gusti melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas / Rekening Aminah Rp30.000.000,00
Cr. Piutang Murabahah Jatuh Tempo Rp30.000.000,00
Dalam jurnal tersebut tidak dilakukan jurnal untuk pengakuan pendapatan atas keuntungan
murabahah, karena pengakuan pendapatan atas keuntungan murabahah telah dilakukan pada saat
penyerahan barang. Walaupun tidak ada pengakuan pendapatan yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan
Syariah, namun dalam dari angsuran tersebut terkandung aliran kas atas keuntungan, maka untuk porsi
keuntungan dari angsuran tersebut harus diperhitungan dalam pembagian hasil usaha yang dilakukan oleh
Lembaga Keuangan Syariah. Porsi keuntungan yang dipergunakan sebagai dasar perhitungan pembagian
hasil usaha (bukan untuk kepentingan laporan laba rugi) adalah sebagai berikut:
24.000.000
Keuntungan = ---------------- X 30.000.000 = Rp5.000.000
144.000.000

110 |Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Jadi perhitungan keuntungan Rp5.000.000,00 tersebut di atas hanya untuk keperluan pembagian hasil
usaha, bukan untuk kepentingan Laporan keuangan (laporan laba rugi) karena pengakuan pendapatan
untuk kepentingan Laporan Laba Rugi telah dilakukan pada awal saat penyerahan barang. Atas jurnal
transaksi tersebut di atas, posisi akun-akun yang terkait dan neraca pada LKS Ridho Gusti adalah sebagai
berikut:
PIUTANG MURABAHAH JATUH TEMPO
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/06 Angs ke-2 jatuh tempo 48.00.000 25/06 Pembayaran 30.000.000
Saldo 18.000.000
48.000.000 48.000.000

NERACA
Per 25 Juni 2007
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Kas 90.000.000 Hutang Uang Muka 0
Persediaan (Aset Murabahah) (140.000.000) Laba Rugi Berjalan
Piutang Murabahah 36.000.000 (pendapatan) 24.000.000
Piutang Murabahah Jatuh Tempo 18.000.000

E. Penerimaan pembayaran angsuran yang tertunggak


Pembayaran angsuran murabahah yang tertunggak sebesar jumlah angsuran, tidak membedakan
pokok dan margin. Jika LKS mengakui keuntungan murabahahan seluruhnya saat penyerahan barang,
maka angsuran yang tertunggak dipindahkan dari piutang murabahah ke Piutang Murabahah Jatuh Tempo
sebesar angsuran. Dalam angsuran tertunggak ini tidak ada pengakuan keuntungan murabahah (tidak ada
pengakuan pendapatan murabahah akrual), karena pengakuan keuntungan telah dilakukan seluruhnya pada
saat penyerahan barang (lihat contoh 4-18). Oleh karena itu jika diterima pembayaran angsuran hanya
mengakui berkurangnya hutang nasabah (piutang murabahah jatuh tempo).
Contoh : 4-19
Tanggal 30 Juni 2007 diterima dari Aminah pembayaran sisa angsuran yang tertunggak sebesar
Rp18.000.000,00 (angsuran tertunggak Rp48.000.000,00 - lihat contoh 4-17, dibayar sebagian
sebesar Rp20.000.000,00 – lihat contoh 4-18).
Atas pembayaran sisa angsuran tersebut, LKS Ridho Gusti melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas / Rekening Aminah Rp18.000.000,00
Cr. Piutang Murabahah Jatuh Tempo Rp18.000.000,00
Dalam jurnal tersebut tidak dilakukan jurnal untuk pengakuan pendapatan atas keuntungan
murabahah, karena pengakuan pendapatan atas keuntungan murabahah telah dilakukan pada saat
penyerahan barang. Walaupun tidak ada pengakuan pendapatan yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan
Syariah, porsi pendapatan dari angsuran tersebut harus diperhitungan dalam pembagian hasil usaha yang
dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah. Porsi keuntungan yang dipergunakan sebagai dasar
perhitungan pembagian hasil usaha (bukan untuk kepentingan laporan laba rugi) adalah sebagai berikut:
24.000.000
Keuntungan = ---------------- X 18.000.000 = Rp3.000.000
144.000.000
Jadi perhitungan keuntungan Rp3.000.000,00 tersebut di atas hanya untuk keperluan pembagian
hasil usaha, bukan untuk kepentingan Laporan keuangan (laporan laba rugi) karena pengakuan pendapatan
untuk kepentingan Laporan Laba Rugi telah dilakukan pada awal saat penyerahan barang. Atas jurnal
transaksi tersebut di atas, posisi akun-akun yang terkait dan neraca pada LKS Ridho Gusti adalah sebagai
berikut:

BAB IV. Akuntansi Murabahah | 111


PIUTANG MURABAHAH JATUH TEMPO
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/06 Angsuran ke-2 jatuh tempo 48.00.000 25/06 Pembayaran 30.000.000
30/06 Pelunasan 18.000.000
Saldo 00
48.000.000 48.000.000

NERACA
Per 30 Juni 2007
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Kas 108.000.000 Hutang Uang Muka 00
Persediaan (Aset Murabahah) (140.000.000) Laba Rugi Berjalan
Piutang Murabahah 36.000.000 (pendapatan) 24.000.000
Piutang Murabahah Jatuh Tempo 00

F. Pembayaran angsuran lebih kecil dari kewajiban


Dalam penerimaan pembayaran angsuran dapat terjadi lebih kecil dari jumlah angsuran yang
disepakati di awal. Bagi pembeli berapapun besarnya angsuran yang dibayar akan mengurangi hutangnya
kepada LKS sebagai penjual, tetapi bagi LKS sebagai penjual memiliki dampak terhadap penentuan berapa
besarnya porsi pendapatan keuntungan murabahah yang akan dipergunakan sebagai komponen
perhitungan pembagian hasil usaha. Sebagian pendapatan keuntungan murabahah yang nyata-nyata
diterima (cash basis) merupakan hak pemilik modal (shahibul maal) berupa bagi hasil
Contoh : 4-20
Tanggal 15 September 2007 Aminah sebagai pembeli melakukan pembayaran angsuran ketiga
sebesar Rp15.000.000 (jumlah kewajiban angusan pada tanggal tersebut sebesar Rp30.000.000,00).
Atas transaksi tersebut jurnal yang dilakukan oleh LKS Ridho Gusti sebagai penjual adalah sebagai
berikut :
Dr. Kas/rekening pembeli Rp15.000.000,00
Cr. Piutang Murabahah Rp15.000.000,00
Porsi keuntungan yang dipergunakan sebagai dasar perhitungan pembagian hasil usaha (bukan
untuk kepentingan laporan laba rugi) adalah sebagai berikut:
24.000.000
Keuntungan = ---------------- X 15.000.000 = Rp2.500.000
144.000.000
Atas jurnal transaksi tersebut di atas, posisi akun-akun yang terkait dan neraca pada LKS Ridho Gusti
adalah sebagai berikut:
PIUTANG MURABAHAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/02 Aminah 164.00.000 15/02 UM Aminah 20.000.000
15/03 Angsuran ke-1 60.000.000
15/06 Angs ke-2 JT 48.000.000
15/09 Pembayaran sebagian 15.000.000
Saldo 21.000.000
164.000.000 164.000.000

112 |Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


NERACA
Per 30 Juni 2007
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Kas 123.000.000 Hutang Uang Muka 00
Persediaan (Aset Murabahah) (140.000.000) Laba Rugi Berjalan
Piutang Murabahah 21.000.000 (pendapatan) 24.000.000
Piutang Murabahah Jatuh Tempo 00

G Potongan Angsuran Murabahah


Dalam pelaksanaan murabahah, LKS sebagai penjual dapat memberikan potongan kewajiban pembeli
berupa:
1. Potongan angsuran murabahah.
2. Potongan pelunasan piutang murabahah sebelum jatuh tempo.
Potongan kewajiban pembeli atas pembayaran angsuran, LKS sebagai penjual harus memperhatikan
dasar pemberian potongan angsuran yaitu:
1. Merupakan akibat prestasi yang dilakukan oleh pembeli dalam melakukan pembayaran
angsuran seperti misalnya ketepatan waktu membayar, pembayaran angsuran lebih banyak dan
lebih dahulu dari yang ditetapkan. Potongan angsuran akibat hal ini diakui sebagai pengurang
pendapatan keuntungan (margin) murabahah sehingga akan membawa dampak
berkurangannya pendapatan yang akan dibagikan kepada pemodal (shahibul maal).
2. Merupakan akibat dari ketidak mampuan pembeli dalam melakukan pembayaran angsuran.
Potongan angsuran akibat hal ini diakui sebagai beban operasi lain.
Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 46/DSN-MUI/II/2005 Tentang Potongan Tagihan
Murabahah (Al-Khashm FI AL-Murabahah) yang mengatur potongan kewajiban sebagai berikut:
1. LKS boleh memberikan potongan dari total kewajiban pembayaran kepada nasabah dalam
transaksi (akad) murabahah yang telah melakukan kewajiban pembayaran cicilannya dengan
tepat waktu dan/atau nasabah yang mengalami penurunan kemampuan pembayaran
2. Besar potongan sebagaimana dimaksud di atas diserahkan pada kebijakan LKS
3. Pemberian potongan tidak boleh diperjanjikan dalam akad.
Sedangkan dalam PASK 102 tentang Akuntansi Murabahah, paragraf 27 diatur ketentuan potongan
angsuran murabahah sebagai berikut:
28 Potongan angsuran murabahah diakui sebagai berikut:
(a) jika disebabkan oleh pembeli yang membayar secara tepat waktu diakui sebagai pengurang
keuntungan murabahah;
(b) jika disebabkan oleh penurunan kemampuan pembayaran pembeli diakui sebagai beban.

Contoh : 4-21
Tanggal 30 September 2007 Aminah melakukan pembayaran sisa angsuran ketiga sebesar
Rp15.000.000 dan atas pembayaran angsuran tersebut LKS Ridho Gusti memberikan potongan
angsuran kepada Aminah sebesar Rp1.000.000,00.
Potongan angsuran tersebut dikategorikan dalam dua kategori. Hal ini memerlukan kejujuran,
transparansi dan pemikiran yang bijak dari Lembaga Keuangan Syariah, karena akibat penentuan kategori
ini akan membawa dampak terhadap pendapatan atau beban, yang akhirnya membawa dampak pada
besarnya pembagian keuangan yang akan dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah.

BAB IV. Akuntansi Murabahah | 113


1. Potongan angsuran akibat dari ketepatan waktu atau prestasi pembeli
Sesuai ketentuan dalam PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah (paragraf 28) di atas
potongan angsuran sebagai akibat ketepatan waktu atau prestasi dari pembeli murabahah
dalam melakukan pembayaran angsuran murabahah, diakui sebagai pengurang dari
keuntungan murabahah. Prestasi nasabah dimaksud antara lain pembayaran angsuran
dilakukan sebelum tanggal jatuh tempo angsuran, membayar beberapa angsuran tanpa ada
tunggakan dan sebagainya. Potongan angsuran yang diberikan oleh Lembaga Keuangan
Syariah kepada nasabah sebagai pembeli atas prestasi yang dilakukan diakui sebagai
pengurang keuntungan murabahah, sehingga Lembaga Keuangan Syariah melakukan jurnal
sebagai berikut:
(a) Dr. Kas Rp15.000.000,00
Cr. Piutang Murabahah Rp15.000.000,00
(b) Dr. Potongan Angsuran Murabahah Prestasi Rp1.000.000,00
Cr. Kas/Rekening pembeli (Aminah) Rp1.000.000,00
Atas jurnal transaksi tersebut di atas, posisi akun-akun yang terkait dan neraca pada LKS Ridho
Gusti adalah sebagai berikut:
PIUTANG MURABAHAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/02 Aminah 164.00.000 15/02 UM Aminah 20.000.000
15/03 Angsuran ke-1 60.000.000
15/06 Angsuran ke-2 48.000.000
15/09 Pembyaran sebagian 15.000.000
30/09 Pelunasan angsuran ke-3 15.000.000
Saldo 6.000.000
164.000.000 164.000.000

PENDAPATAN MARGIN MURABAHAH


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/02 Aminah 24.000.000
30/09 Potongan angsuran (1.000.000)
Saldo 23.000.000
23.000.000 23.000.000

POTONGAN ANGSURAN MURABAHAH PRESTASI


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
30/09 Potongan angsuran 1.000.000
Saldo 1.000.000
1.000.000 1.000.000

NERACA
Per 30 September 2007
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Kas 138.000.000 Hutang Uang Muka 00
Persediaan (Aset Murabahah) (140.000.000) Laba Rugi Berjalan
Piutang Murabahah 6.000.000 Pendapatan 23.000.000
Piutang Murabahah Jatuh Tempo 00 (24.000.000–1.000.000)

114 |Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


2. Potongan angsuran akibat penurunan kemampuan membayar pembeli.
Yang dimaksud penurunan kemampuan membayar pembeli antara lain potongan diberikan
untuk penyesuaian bunga pasar konvensional atau inisiatif lain dari Lembaga Keuangan Syariah
untuk nasabahnya. Sesuai ketantuan dalam PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah (paragraf 28)
di atas potongan angsuran sebagai akibat penurunan kemampuan nasabah dalam melakukan
pembayaran, diakui sebagai beban Lembaga Keuangan Syariah sendiri (tidak diperkenankan sebagai
pengurang keuntungan murabahah yang mengakibatnya berkurangnya pendapatan yang akan
dibagikan ke pemodal). Oleh karena itu atas potongan angsuran murabahah tersebut, Lembaga
Keuangan Syariah melakukan jurnal sebagai berikut :
(1) Dr. Kas Rp15.000.000,00
Cr. Piutang Murabahah Rp15.000.000,00
(2) Dr. Beban Potongan angsuran Murabahah Rp1.000.000,00
Cr. Kas/Rekening pembeli (Aminah) Rp1.000.000,00
Atas jurnal transaksi tersebut di atas, posisi akun-akun yang terkait dan neraca pada LKS Ridho
Gusti adalah sebagai berikut:
PIUTANG MURABAHAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/02 Aminah 164.00.000 15/02 UM Aminah 20.000.000
15/03 Angsuran ke-1 60.000.000
15/06 Angsuran ke-2 48.000.000
15/09 Pembayaran sebagian 15.000.000
30/09 Pelunasan angsuran ke-3 15.000.000
Saldo 6.000.000
164.000.000 164.000.000

BEBAN POTONGAN ANGSURAN MURABAHAH


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
30/09 Beban Angs 1.000.000
Saldo 1.000.000
1.000.000 1.000.000

NERACA
Per 30 September 2007
Aktiva pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Kas 138.000.000 Hutang Uang Muka 00
Persediaan (Aset Murabahah) (140.000.000) Laba Rugi Berjalan
Piutang Murabahah 6.000.000 Pendapatan 24.000.000
Piutang Mrbh Jatuh Tempo 00 Beban ops lain (1.000.000)

Porsi keuntungan yang dipergunakan sebagai dasar perhitungan pembagian hasil usaha (bukan
untuk kepentingan laporan laba rugi) adalah sebagai berikut:
24.000.000
Keuntungan = ---------------- X 15.000.000 = Rp2.500.000
144.000.000

BAB IV. Akuntansi Murabahah | 115


H. Potongan pelunasan piutang murabahah sebelum jatuh tempo
Dalam melakukan pembayaran angsuran dimungkinkan pembeli melakukan pelunasan sebelum
jatuh tempo angsurannya. Yang menjadi kewajiban bagi pembeli dalam melakukan pembayaran sebelum
jatuh tempo adalah sebesar sisa kewajibannya, tidak dikenal pembayaran hanya dilakukan atas porsi
pokoknya saja. Jika LKS sebagai penjual memberikan potongan atas pelunasan sebelum jatuh tempo,
besarnya potongan merupakan kebijakan LKS sebagai penjual dan tidak diperkenankan diperjanjikan.
Potongan pelunasan sebelum jatuh tempo akan mengurangi pendapatan keuntungan murabahah, sehingga
akan mengurangi juga pendapatan yang akan dibagikan kepada pemilik modal, dalam perhitungan
pembagian hasil usaha.
Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 23/DSN-MUI/III/2002 tentang Potongan
Pelunasan Dalam Murabahah diatur sebagai berikut :
1. Jika nasabah dalam transaksi murabahah melakukan pelunasan pembayaran tepat waktu atau
lebih cepat dari waktu yang telah disepakati, LKS boleh memberikan potongan dari kewajiban
pembayaran tersebut, dengan syarat tidak diperjanjikan dalam akad.
2. Besar potongan sebagaimana dimaksud di atas diserahkan pada kebijakan dan pertimbangan
LKS.
Sedangkan dalam PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah, (paragraf 26 dan 27) diatur sebagai berikut:
26. Potongan pelunasan piutang murabahah yang diberikan kepada pembeli yang melunasi tepat waktu atau
lebih cepat dari waktu yang disepakati diakui sebagai pengurang keuntungan murabahah.
27 Pemberian potongan pelunasan piutang murabahah dapat dilakukan dengan menggunakan
salah satu metode berikut:
(a) diberikan pada saat pelunasan, yaitu penjual mengurangi piutang murabahah dan
keuntungan murabahah; atau
(b) diberikan setelah pelunasan, yaitu penjual menerima pelunasan piutang dari pembeli dan
kemudian membayarkan potongan pelunasannya kepada pembeli.
Contoh : 4- 22
Tanggal 30 Oktober 2007 (sebelum jatuh tempo 15 Desember 2007) Aminah melakukan pelunasan
seluruh sisa hutangnya pada LKS Ridho Gusti sebesar Rp6.000.000,00 Atas pelunasan tersebut
LKS Ridho Gusti memberikan potongan pelunasan sebesar Rp500.000,00.
Atas transaksi tersebut jurnal yang dilakukan oleh LKS sebagai penjual adalah sebagai berikut:
(1) Dr. Kas/Rekening Aminah Rp6.000.000,00
Cr. Piutang Murabahah Rp6.000.000,00
(2) Dr. Beban potongan Pelunasan Murabahah Rp500.000,00
Cr. Kas / Rekening Aminah Rp500.000,00
Sesuai ketentuan dalam PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah (paragraf 26) di atas Beban
Potongan Pelunasan Murabahah merupakan pengurang keuntungan murabahah (bukan sebagai beban
operasional Lembaga Keuangan Syariah), sehingga memiliki dampak berkurangnya pendapatan yang akan
dibagikan kepada pimilik modal (investor) dalam perhitungan pembagian hasil usaha.
Porsi keuntungan yang dipergunakan sebagai dasar perhitungan pembagian hasil usaha (bukan
untuk kepentingan laporan laba rugi) adalah sebagai berikut:
24.000.000
Keuntungan = ---------------- X 6.000.000,00 = Rp1.000.000,00
144.000.000
Atas jurnal transaksi tersebut di atas, posisi akun-akun yang terkait dan neraca pada LKS Ridho
Gusti adalah sebagai berikut:

116 |Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


PIUTANG MURABAHAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/02 Aminah 164.000.000 15/02 UM Aminah 20.000.000
15/03 Angsuran ke-1 60.000.000
15/06 Angsuran ke-2 48.000.000
15/09 Pembayaran sebagian 20.000.000
30/09 Pelunasan angsuran ke-3 10.000.000
30/10 Pelunasan piutang 6.000.000
Saldo 00
164.000.000 164.000.000

PENDAPATAN MARGIN MURABAHAH


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/02 Aminah 24.000.000
30/09 Potongan angsuran (1.000.000)
30/10 Potongan pelunasan (500.000)
Saldo 22.500.000
22.500.000 22.500.000

NERACA
Per 30 Oktober 2007
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Kas 144.000.000 Hutang Uang Muka 00
Persediaan (Aset Murabahah) (140.000.000) Laba Rugi Berjalan
Piutang Murabahah 00 Pendapatan 22.500.000
Piutang Mrbh Jatuh Tempo 00

4.3.6 Penjualan Dengan Pengakuan Keuntungan Proporsional


Metode lain pengakuan pendapatan keuntungan murabahah yang diatur dalam PSAK 102 tentang
Akuntansi Murabahah adalah dilakukan secara proposional. Yang dimaksud proporsional disini adalah
proporsional atau selalu sebanding terhadap pokok dan margin, bukan proporsional waktu sebagaimana
yang selama ini dipahami. Besarnya angsuran ditentukan berdasarkan kesepakatan antara penjual dan
pembeli, namun perlakukan pada LKS sebagai penjual setiap angsuran terkandung unsur pokok dan unsur
keuntungan yang proporsional dengan perbandingan pokok dan keuntungan yang telah disepakati dalam
akad murabahah.
PSAK 102 tentang Murabahah, paragraf 23 huruf b butir (ii), paragraf 24 dan 25 menjelaskan pengakuan
dan pengukuran pendapatan secara proporsional sebagai berikut:
23 Keuntungan murabahah diakui:
(b) selama periode akad sesuai dengan tingkat risiko dan upaya untuk merealisasikan
keuntungan tersebut untuk transaksi tangguh lebih dari satu tahun. Metode-metode berikut
ini digunakan, dan dipilih yang paling sesuai dengan karakteristik risiko dan upaya
transaksi murabahah-nya:
(ii) Keuntungan diakui proporsional dengan besaran kas yang berhasil ditagih dari
piutang murabahah. Metode ini terapan untuk transaksi murabahah tangguh
dimana risiko piutang tidak tertagih relatif besar dan/atau beban untuk mengelola
dan menagih piutang tersebut relatif besar juga.
24 Pengakuan keuntungan, dalam paragraf 23 (b) (ii), dilakukan secara proporsional atas jumlah
piutang yang jatuh tempo dalam setiap periode dengan mengalikan persentase keuntungan
terhadap jumlah piutang yang jatuh tempo pada periode yang bersangkutan. Persentase

BAB IV. Akuntansi Murabahah | 117


keuntungan dihitung dengan perbandingan antara margin dan biaya perolehan aset murabahah.
25 Berikut ini contoh perhitungan keuntungan secara proporsional untuk suatu transaksi
murabahah dengan biaya perolehan aset (pokok) Rp800,00 dan keuntungan Rp200,00; serta
pembayaran dilakukan secara angsuran selama 3 tahun; dimana jumlah angsuran, pokok dan
keuntungan yang diakui setiap tahun adalah sebagai berikut:
Thn Angsuran (Rp) Pokok (Rp) Keuntungan (Rp)
1 500,00 400,00 100,00
2 300,00 240,00 60,00
3 200,00 160,00 40,00
Pengakuan pendapatan ini memiliki dampak pada akun dan jurnal yang akan dilakukan. dengan
adanya pengakuan pendapatan secara proporsional, maka keuntungan yang telah disepakati sebelum diakui
sebagai pendapatan keuntungan murabahah dicatat dalam akun “Margin Murabahah Tangguhan”. Dan ini
akan membawa pengaruh pada saat terjadi pembayaran angsuran dan dilakukan pengakuan pendapatan
keuntungan murabahah, angsuran yang telah jatuh tempo tetapi nasabah belum melakukan pembayaran,
dilakukan pengakuan pendapatan keuntungan murabahah akrual. Juga akan membawa dampak jika
Lembaga Keuangan Syariah memberikan potongan pelunasan yang dilakukan nasabah sebelum jatuh
tempo pelunasan dan sebagainya.
Untuk memberikan gambaran yang lengkap perlakukan akuntansi atas penjualan barang dengan
pembayaran tangguh dan pengakuan pendapatan keuntungan murabahah dilakukan secara proporsional
dapat diberikan ilustrasi contoh sebagai berikut:
Pada tanggal 16 Februari 2007 dilakukan dan disepakati transaksi jual beli antara LKS Ridho Gusti
dengan Aminah, dengan harga jual sebesar Rp164.000.000,00 dengan keuntungan yang disepakati
sebesar Rp24.000.000,00. Sesuai dengan catatan yang ada pada LKS Ridho Gusti nilai persediaan
(harga perolehan) mobil kijang yang dipesanan oleh Aminah sebesar Rp140.000.000,00(lihat contoh
sebelumnya). Atas jual beli tersebut Aminah telah menyerahkan uang muka sebesar
Rp20.000.000,00
Aminah sepakat pembayaran harga barang dilakukan secara tangguh dalam jangka waktu 14 bulan,
yaitu sampai dengan 15 April 2008 dengan pembayaran angsuran sebagai berikut:
No Tanggal Jumlah (rp)
1 15 maret 2007 60.000.000
2 15 Juli 2007 48.000.000
3 15 Nopember 2007 30.000.000
4 15 April 2008 6.000.000
Dalam adminitrasi LKS Ridho Gusti sebagai penjual, pembayaran angsuran tersebut terdiri dari
kompenen sebagai berikut:
Tanggal Angsuran Porsi Pokok Porsi Keuntungan Total Angsuran
15 Maret 2007 50.000.000 10.000.000 60.000.000
15 Juli 2007 40.000.000 8.000.000 48.000.000
15 Nop 2007 25.000.000 5.000.000 30.000.000
15 April 2008 5.000.000 1.000.000 6.000.000
Total 120.000.000 24.000.000 144.000.000
Supaya dapat membandingkan dengan perlakukan jurnal dari pengakuan saat penyerahan barang,
maka dalam transaksi ini dilakukan tahapan-tahapan jurnal akuntansi yang sama terkait dengan (1)
penerimaan uang muka dari pembeli, (2) penyerahan barang kepada pembeli, (3) penerimaan pembayaran
angsuran, (4) angsuran yang telah jatuh tempo belum dibayar oleh pembeli, (5) penerimaan pembayaran
angsuran yang tertunggak, (6) penerimaan pembayaran lebih kecil dari kewajiban, (7) potongan kewajiban
pembeli baik potongan angsuran maupun potongan pelunasan piutang sebelum jatuh tempo.

118 |Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


A. Penerimaan uang muka dari pembeli
Sebagaimana telah dijelaskan dimuka, jika nasabah memberikan uang muka sebagai tanda keseriusan
untuk membeli barang, maka uang muka diperlakukan sebagai berikut:
1. Uang muka yang diterima diakui sebagai ”Hutang Uang Muka” sebesar uang muka yang diterima.
2. Jika akad dilaksanakan uang muka sebagai pengurang ”Piutang Murabahah” (tidak
diperkenankan sebagai pembayaran angsuran).
Contoh : 4-23
Tanggal 01 Februari 2007 diterima uang muka sebesar Rp20.000.000,00 dari Aminah sebaga tanda
keseriusan pembelian barang yang dilakukan dari LKS Ridho Gusti
Atas penerimaan pembayaran uang muka dari Aminah. LKS Ridho Gusti melakukan jurnal sebagai
berikut:
Dr. Kas/Rekening Aminah Rp20.000.000,00
Cr. Hutang Uang Muka Murabahah Rp20.000.000,00
Atas jurnal dari transaksi tersebut akun dan penyajian neraca pada LKS Ridho Gusti adalah sebagai
berikut:

HUTANG UANG MUKA (Titipan Uang Muka Pembeli)


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
01/02 Aminah 20.000.000
Saldo 20.000.000
20.000.000 20.000.000

NERACA
Per 01 Februari 2007
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Hutang Uang Muka 20.000.000

B. Penyerahan barang kepada pembeli


Dalam transaksi murabahah, yang dilakukan oleh LKS sebagai penjual adalah menyerahkan barang
bukan menyerahkan uang, oleh karena itu pengadaan barang dilakukan sendiri oleh LKS sebagai penjual.
Untuk murabahah dengan pengakuan pendapatan keuntungan secara proporsional, akun-akun yang
berkaitan barang adalah:
(1) Persediaan sebesar harga perolehan barang,
(2) Margin Murabahah Tangguhan sebesar keuntungan murabahah yang disepakati yang ditangguhkan
penerimaannya. Akun Margin Murabahah Tangguhan disajikan sebagai pengurang Piutang
Murabahah.
(3) Piutang Murabahah sebesar harga jual barang yang disepakati yaitu harga perolehan ditambah
dengan keuntungan yang disepakati.
Contoh : 4-24
Tanggal 15 februari 2007 dilakukan akad Murabahah dan penyerahan barang oleh LKS Ridho Gusti
kepada Aminah dengan data sebagai berikut:
Harga perolehan barang Rp140.000.000,00
Keuntungan disepakati Rp 24.000.000,00
-------------------------
Harga jual disepakati Rp164.000.000,00
Atas transaksi murabahah dan penyerahan mobil antik kepada Tuan Abdullah, Bank Syariah
Amanah Ummat melakukan jurnal :

BAB IV. Akuntansi Murabahah | 119


Dr. Piutang Murabahah Rp164.000.000,00
Cr. Persediaan / Aset Murabahah Rp140.000.000,00
Cr. Margin Murabahah Tangguhan Rp 24.000.000,00
Atas uang muka yang diserahkan Aminah kepada LKS Ridho Gusti sebesar Rp20.000.000,00
dilakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Hutang Uang Muka Rp20.000.000,00
Cr. Piutang Murabahah Rp20.000.000,00
Atas transaksi jual beli tersebut tampak pada perkiraan “Piutang Murabahah” dan perkiraan
“Margin Murbahah Tangguhan” serta posisi neraca LKS Ridho Gusti adalah:

PERSEDIAAN / ASET MURABAHAH


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
10/01 Mobil kijang 140.000.000 15/01 Potongan harga 3.000.000
10/01 Biaya balik nama 5.000.000 30/01 Penurunan nilai 2.000.000
15/02 Penjualan 140.000.000
Saldo 00
145.000.000 145.000.000

PIUTANG MURABAHAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/02 Aminah 164.000.000 15/02 UM Aminah 20.000.000
Saldo 144.000.000
164.000.000 164.000.000

MARGIN MURABAHAH TANGGUHAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/02 Aminah 24.000.000
Saldo 24.000.000
24.000.000 24.000.000

HUTANG UANG MUKA (Titipan Uang Muka Pembeli)


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/02 Mobil kijang 20.000.000 01/02 Aminah 20.000.000

Saldo 0
20.000.000 20.000.000

NERACA
Per 15 Februari 2007
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Piutang Murabahah 144.000.000 Hutang Uang Muka 0
Margin Murabahah Tangguhan (24.000.000) Laba Rugi Berjalan
Persediaan (Aset Murabahah) (140.000.000) (pendapatan) 00

120 |Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


C. Penerimaan Pembayaran Angsuran dari Pembeli
Cara pembayaran transaksi murabahah dapat dilakukan dengan cara tunai maupun dengan cara
angsuran, sesuai kesepakatan yang dilakukan antara Bank syariah dengan pembeli. Dalam pembahasan
berikut hanya diberikan berkaitan dengan cara pembayaran yang dilakukan secara angsuran saja.
Contoh : 4-25
Tanggal 15 maret 2007 diterima pembayaran angsuran dari Aminah atas harga barang sebesar
Rp60.000.000,00.
Dalam catatan LKS Ridho Gusti sebagai penjual, pembayaran angsuran tersebut terdiri dari kompenen
sebagai berikut:
Tanggal Angsuran Porsi Pokok Porsi Keuntungan Total Angsuran
15 Maret 2007 50.000.000 10.000.000 60.000.000
Atas pembayaran angsuran tersebut dilakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas/Rekening Aminah Rp60.000.000,00
Dr. Margin Murabahah Tangguhan Rp10.000.000,00
Cr. Pendapatan Margin Murabahah Rp10.000.000,00
Cr. Piutang Murabahah Rp60.000.000,00
Atas pembayaran angsuran tersebut tampak pada perkiraan “Piutang Murabahah” dan perkiraan
“Margin Murbahah Tangguhan” serta posisi neraca Bank syariah adalah:

PIUTANG MURABAHAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/02 Aminah 164.000.000 15/02 UM Aminah 20.000.000
15/03 Pembayaran angsuran ke-1 60.000.000
Saldo 84.000.000
164.000.000 164.000.000

MARGIN MURABAHAH TANGGUHAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/03 Pemby angs ke 1 10.000.000 15/02 Aminah 24.000.000
Saldo 14.000.000
24.000.000 24.000.000

PENDAPATAN MARGIN MURABAHAH


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
05/03 Angsuran ke-1 Aminah 10.000.000

Saldo 10.000.000
10.000.000 10.000.000

NERACA
Per 15 Februari 2007
Aktiva pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Kas 60.000.000 Hutang Uang Muka 0
Piutang Murabahah 84.000.000 Laba Rugi Berjalan
Margin Murabahah Tangguhan (14.000.000) (pendapatan) 10.000.000
Persediaan (Aset Murabahah) (140.000.000)

BAB IV. Akuntansi Murabahah | 121


D. Angsuran jatuh tempo belum dibayar (Angsuran tertunggak)
Dalam metode pengakukan pendapatan keuntungan murabahah secara proporsional, saat angsuran
jatuh tempo dan belum dibayar maka LKS sebagai penjual harus melakukan jurnal yang terkait dengan
pengakuan pendapatan keuntungan murabahah yang telah menjadi haknya. (pengakuan pendapatan
keuntungan murabahah akrual), sebesar porsi keuntungan dalam angsuran tersebut. LKS sebagai penjual
melakukan pengakuan pendapatan keuntungan murabahah, namun atas pengakuan pendapatan
keuntungan murabahah tersebut LKS tidak diperkenankan untuk membagikan kepada pemilik modal
(shahibul maal) dalam perhitungan pembagian hasil usaha yang dilakukan oleh LKS, karena pendapatan
tersebut hanya dalam pengakuan saja bukan pendapatan yang nyata-nyata diterima.
Contoh: 4-26
Angsuran kedua sebesar Rp48.000.000,00 sampai dengan tanggal 15 Juli 2007 (jatuh tempo
angsuran) belum melakukan pembayaran oleh Aminah.
Dalam adminitrasi LKS Ridho Gusti sebagai penjual, pembayaran angsuran tersebut terdiri dari komponen
sebagai berikut:
Tanggal Angsuran Porsi Pokok Porsi Keuntungan Total Angsuran
15 Juli 2007 40.000.000 8.000.000 48.000.000
Atas tertunggaknya angsuran murabahah dari Aminah, LKS Ridho Gusti dapat pengakuan
pendapatan murabahah (biasanya dilakukan pada akhir bulan). Dalam catatan LKS Ridho Gusti angsuran
tersebut terdiri dari porsi pokok sebesar Rp40.000.000,00 dan porsi keuntungan sebesar Rp8.000.000,00.
Atas tertunggaknya angsuran Aminah tersebut LKS Ridho Gusti melakukan jurnal sebagai berikut:
(1) Dr. Piutang Murabahah Jatuh Tempo Rp48.000.000,00
Cr. Piutang Murabahah Rp48.000.000,00
(2) Dr. Margin Murabahah Tangguhan Rp8.000.000,00
Cr. Pendapatan Margin Murabahah Rp8.000.000,00
Apabila angsuran murabahah tertunggak, LKS dapat melakukan pengakuan pendapatan, karena
dalam akuntansi entitas syariah menpergunakan asumsi dasar akrual. Namum atas margin murabahah
tertunggak yang telah diakui sebagai pendapatan yaitu sebesar Rp8.000.000,00 tidak diperkenankan
dibagikan kepada pemilik dana mudharabah yang dihimpun (tidak diperkenankan sebagai unsur
pendapatan yang dibagikan dalam profit distribution), karena dalam Fatwa DSN nomor 15/DSN-
MUI/IX/2000 dinyatakan:
(2). Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah), dalam pencatatan sebaiknya digunakan sistem
Accrual Basis; akan tetapi, dalam distribusi hasil usaha hendaknya ditentukan atas dasar
penerimaan yang benar-benar terjadi (Cash Basis).
Dengan adanya transaksi tersebut saldo akun-akun dan posisi keuangan pada LKS Ridho Gusti
adalah sebagai berikut:
PIUTANG MURABAHAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/02 Aminah 164.000.000 15/02 UM Aminah 20.000.000
15/03 Pembayaran angsuran ke-1 60.000.000
15/07 Angsuran ke-2 48.000.000
Saldo 36.000.000
164.000.000 164.000.000

PIUTANG MURABAHAH JATUH TEMPO


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/07 Angsuran ke-2 jth tempo 48.000.000
Saldo 48.000.000
48.000.000 48.000.000

122 |Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


MARGIN MURABAHAH TANGGUHAN
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/03 Pemby angs ke 1 10.000.000 15/02 Aminah 24.000.000
15/07 Angsuran ke 2 8.000.000
Saldo 6.000.000
24.000.000 24.000.000

PENDAPATAN MARGIN MURABAHAH


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/03 Angsuran 1 Aminah 10.000.000
15/07 Angsuran ke 2 8.000.000
Saldo 18.000.000
18.000.000 18.000.000

NERACA
Per 15 Juli 2007
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Kas 60.000.000 Hutang Uang Muka 0
Piutang Murabahah 36.000.000 Laba Rugi Berjalan
Margin Murabahah Tangguhan (6.000.000) (pendapatan) 18.000.000
Piutang Murabahah JT 48.000.000
Margin Murabahah Tangguhan JT
Persediaan (Aset Murabahah) (140.000.000)

E. Penerimaan pembayaran angsuran tertunggak


Jika LKS sebagai penjual menerima pembayaran angsuran murabahah yang tertunggak dan
sebelumnya telah dilakukan pengakuan pendapatan keuntungan murabahah (akrual), maka LKS sebagai
penjual harus memperhitungan besarnya porsi pendapatan keuntungan murabahah yang akan
dipergunakan dalam perhitungan pembagian hasil usaha yang dilakukan LKS, karena dengan diterima
pembayaran angsuran berarti telah terjadi aliran kas atas pendapatan keuntungan murabahah (walaupun
pada saat penerimaan pembayaran angsuran LKS tidak melakukan jurnal pengakuan pendapatan
keuntungan murabahah).
Contoh : 4-27
Tanggal 30 Juni 2007 diterima dari Aminah pembayaran sisa angsuran yang tertunggak sebesar
Rp48.000.000,00 (lihat contoh 4-26).
Jurnal atas penerimaan pembayaran angsuran tanggal 30 Juni 2007, LKS Ridho Gusti sebagai penjual
melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas / Rekening Aminah Rp48.000.000,00
Cr. Piutang Murabahah Jatuh Tempo Rp48.000.000,00
Dalam jurnal penerimaan pembayaran angsuran tertunggak ini tidak ada pengakuan pendapatan,
karena LKS Ridho Gusti telah melakukan jurnal pengakuan pendapatan pada saat angsuran murabahah
jatuh tempo dan Aminah belum melakukan pembayara. Namun dalam pembayaran Piutang Murabahah
Jatuh Tempo sebesar Rp48.000.000,00 tersebut terkandung aliran kas masuk atas pendapatan (margin)
murabahah sebesar Rp8.000.000,00 (24.000.000/144.000.000 x 48.000.000 = 8.000.000). Oleh karena itu
walaupun LKS Ridho Gusti tidak melakukan jurnal pendapatan margin murabahah tetapi dalam
pembagian hasil usaha, pendapatan Rp8.000.000,00 tersebut harus dimasukkan dalam unsur pendapatan
yang dibagikan (sebagai pendapatan yang dibagikan dalam profit distribution).
Dengan adanya transaksi tersebut saldo akun-akun dan posisi keuangan pada LKS Ridho Gusti
adalah sebagai berikut:

BAB IV. Akuntansi Murabahah | 123


PIUTANG MURABAHAH JATUH TEMPO
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/07 Angs ke 2 jth tempo 48.000.000 30/07 Pembayaran 48.000.000
Saldo 00
48.000.000 48.000.000

NERACA
Per 30 Juli 2007
Aktiva pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Kas 108.000.000 Hutang Uang Muka 00
Piutang Murabahah 36.000.000 Laba Rugi Berjalan
Margin Mrbh Tangguhan (6.000.000) (pendapatan) 18.000.000
Piutang Murabahah JT 00
Margin Mrbh Tangguhan JT (00)
Persediaan (Aset Murabahah) (140.000.000)

F. Pembayaran angsuran lebih kecil dari kewajiban


Dalam akuntansi murabahah apabila pembeli membayar lebih kecil dari kewajibannya harus dibagi
antara porsi pokok dan porsi marginnya, tidak dikenal pembayaran pokok dulu atau pembayaran margin
dulu. Dalam transaksi jual beli murabahah yang terhutang adalah harga jual barang, tidak dikenal adanya
hutang pokok atau hutang margin. Pembagian porsi pokok dan porsi margin hanya dilakukan oleh LKS,
karena pembagian pendapatan (margin) terkait dengan pembagian hasil usaha yang akan dilakukan dengan
pemilik dana yang dihimpun dengan prinsip mudharabah. Dalam pembayaran angsuran murabahah
terkandung hak para pemilik dana mudharabah yang dihimpun.

Contoh: 4-28
Tanggal 15 Nopember 2007 Aminah sebagai pembeli melakukan pembayaran angsuran ketiga
sebesar Rp15.000.000,00 Jumlah kewajiban angsuran pada tanggal tersebut sebesar
Rp30.000.000,00dan dalam administrasi LKS Ridho Gusti sebagai penjual, pembayaran angsuran
tersebut terdiri dari kompenen sebagai berikut:
Tanggal Angsuran Porsi Pokok Porsi Keuntungan Total Angsuran
15 Nopember 2007 25.000.000 5.000.000 30.000.000
Jurnal yang dilakukan oleh LKS Ridho Gusti adalah sebagai berikut:
(1) Dr. Kas / Rekening Aminah Rp15.000.000
Cr. Piutang Murabahah Rp15.000.000
(2) Dr. Margin Murabahah Tangguhan Rp2.500.000
Cr. Pendapatan Margin Murabahah Rp2.500.000,00
Perhitungan:
120.000.000
Porsi pokok : --------------- x 15.000.000 = 12.500.000
144.000.000

24.000.000
Porsi margin : -------------- x 15.000.000 = 2.500.000
144.000.000
Pada tanggal 15 Nopember 2007 (dapat juga dilakukan pada saat tutup buku akhir bulan) sisa
angsuran yang belum dibayar dilakukan pengakuan pendapatan, sehingga LKS Ridho Gusti melakukan
jurnal sebagai berikut:
(1) Dr. Piutang Murabahah Jatuh Tempo Rp15.000.000,00
Cr. Piutang Murabahah Rp15.000.000,00

124 |Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


(2) Dr. Pendapatan Margin Murabahah Rp2.500.000,00
Cr. Margin Murabahah Tangguhan Rp2.500.000,00
Perhitungan:
120.000.000
a. Porsi pokok : --------------- x (30.000.000 - 15.000.000)
144.000.000
= 12.500.000
24.000.000
b. Porsi margin : ---------------- x (30.000.000 - 15.000.000)
144.000.000
= 2.500.000
Oleh karena angsuran yang tersisa belum dibayar, sehingga belum terjadi aliran kas masuk, maka
pendapatan sebesar Rp2.500.000 (porsi pendapatan keuntungan murabahah dari sisa angsuran yang belum
dibayar) tidak diperkenankan untuk dibagikan kepada pemodal (tidak termasuk komponen perhitungan
pembagian hasil usaha). Dengan adanya transaksi tersebut saldo akun-akun dan posisi keuangan pada LKS
Ridho Gusti adalah sebagai berikut:
PIUTANG MURABAHAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/02 Aminah 164.000.000 15/02 UM Aminah 20.000.000
15/03 Pemby angsuran ke-1 60.000.000
15/07 Angsuran ke-2 JT 48.000.000
15/11 Pembayaran tunai 15.000.000
15/11 Angsuran jatuh tempo 15.000.000
Saldo 6.000.000
164.000.000 164.000.000

PIUTANG MURABAHAH JATUH TEMPO


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/07 Angs ke-2 jatuh tempo 48.000.000 30/07 Pembayaran 48.000.000
15/11 Sebagian angsuran JT 15.000.000 Saldo 15.000.000
63.000.000 63.000.000

MARGIN MURABAHAH TANGGUHAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/03 Pembayaran angs ke 1 10.000.000 15/02 Aminah 24.000.000
15/07 Angsuran ke 2 8.000.000
15/11 Pembayaran tunai 2.500.000
15/11 Angsuran jth tempo 2.500.000
Saldo 1.000.000
24.000.000 24.000.000

PENDAPATAN MARGIN MURABAHAH


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/03 Angsuran ke-1 Aminah 10.000.000
15/07 Angsuran ke-2 8.000.000
15/11 Pembayaran tunai 2.500.000
Saldo 23.000.000 15/11 Angsuran Jt 2.500.000
23.000.000 23.000.000

BAB IV. Akuntansi Murabahah | 125


NERACA
Per 15 Nopember 2007
Aktiva pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Kas 123.000.000 Hutang Uang Muka
Piutang Murabahah 6.000.000 Laba Rugi Berjalan
Margin Mrbh Tangguhan (1.000.000) (pendapatan) 23.000.000
Piutang Murabahah JT 15.000.000
Margin Mrbh Tangguhan JT
Persediaan (Aset Murabahah) (140.000.000)

G. Potongan angsuran murabahah


Dalam praktek banyak LKS yang memberikan potongan terhadap angsuran murabahah yang
dilakukan oleh pembeli. Hal ini diberikan karena pembeli melakukan pembayaran angsuran tepat waktu
atau lebih awal dari yang ditentukan (mempunyai etikat yang sangat baik). Dalam PSAK 102 tentang
Akuntansi Murabahah (paragraf 28) diatur pemberian potongan angsuran murabahah diakui sebagai
berikut:
28 Potongan angsuran murabahah diakui sebagai berikut:
(a) jika disebabkan oleh pembeli yang membayar secara tepat waktu diakui sebagai pengurang keuntungan
murabahah;
(b) jika disebabkan oleh penurunan kemampuan pembayaran pembeli diakui sebagai beban.
Hal tersebut sejalan dengan Fatwa DSN Nomor: 46/DSN-MUI/II/2005 Tentang Potongan
Tagihan Murabahah (Al-Khashm Fi Al-Murabahah).
1 LKS boleh memberikan potongan dari total kewajiban pembayaran kepada nasabah dalam
transaksi (akad) murabahah yang telah melakukan kewajiban pembayaran cicilannya dengan
tepat waktu dan/atau nasabah yang mengalami penurunan kemampuan pembayaran.
2. Besar potongan sebagaimana dimaksud di atas diserahkan pada kebijakan LKS.
3 Pemberian potongan tidak boleh diperjanjikan dalam akad.
Contoh : 4-29
Tanggal 30 Nopember 2007 Aminah melakukan pembayaran sisa angsuran ketiga sebesar
Rp15.000.000 dan atas pembayaran angsuran tersebut LKS Ridho Gusti memberikan potongan
angsuran kepada Aminah sebesar Rp1.000.000,00
Sesuai ketentuan dalam PSAK 102 di atas bahwa potongan angsuran tersebut merupakan akibat dari
prestasi nasabah atau ketidak mampuan nasabah. Oleh karena itu atas transaksi tersebut jurnal yang
dilakukan oleh LKS Ridho Gusti adalah sebagai berikut:
(1). Potongan angsuran akibat prestasi nasabah.
Pemberian potongan disebabkan karena pembayaran angsuran sebelumnya dilakukan selalu tepat
waktu (diberikan apresiasi). Yang dimaksud disini adalah nasabah memiliki prestasi lebih, misalnya
melakukan pembayaran angsuran tepat waktu, melakukan pembayarang angsuran dua kali sekaligus dan
berikutnya tetap melakukan pembayaran angsuran, dan sebagainya maka atas pemberian potongan
angsuran tersebut dilakukan jurnal:
(1) Dr. Kas/Rekening Aminah Rp15.000.000,00
Cr. Piutang Murabahah Jatuh tempo Rp15.000.000,00
(2) Dr. Potongan Angs Murabahah – Prestasi Nasabah Rp1.000.000,00
Cr. Kas/Rekening Aminah Rp1.000.000,00

126 |Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Dengan adanya transaksi tersebut saldo akun-akun dan posisi keuangan pada LKS Ridho Gusti
adalah sebagai berikut:
PIUTANG MURABAHAH JATUH TEMPO
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/07 Angs ke-2 jth tempo 48.000.000 30/07 Pembayaran 48.000.000
15/11 Sebagian angsuran Jt 15.000.000 30/11 Pembayaran 15.000.000
Saldo 00
63.000.000 63.000.000

POTONGAN ANGSURAN MURABAHAH – PRESTASI NASABAH


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
30/11 Pot prestasi nsb 1.000.000
Saldo 1.000.000
1.000.000 1.000.000

NERACA
Per 15 Nopember 2007
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Kas 138.000.000 Hutang Uang Muka 0
Piutang Murabahah 6.000.000 Laba Rugi Berjalan
Margin Mrbh Tangguhan (1.000.000) Pendapatan 22.000.000
Piutang Murabahah JT 00
Margin Mrbh Tangguhan JT
Persediaan (Aset Murabahah) (140.000.000)

(2). Potongan angsuran akibat ketidak mampuan nasabah melakukan pembayaran


Dikategorikan sebagai ketidak mampuan nasabah antara lain karena potongan angsuran tersebut
dipergunakan untuk penyesuaian harga pasar. Oleh karena itu jika contoh 4-29 di atas, potongan diberikan
akibat ketidak mampunan nasabah, maka jurnal yang dilakukan adalah sebagai berikut:
(1) Dr. Kas / Rekening Aminah Rp15.000.000,00
Cr. Piutang Murabahah Jatuh Tempo Rp15.000.000,00
(2) Dr. Potongan Angs Mbh – Beban Operasi Rp1.000.000,00
Cr. Kas / Rekening Aminah Rp1.000.000,00
Dengan adanya transaksi tersebut saldo akun-akun dan posisi keuangan pada LKS Ridho Gusti
adalah sebagai berikut:
PIUTANG MURABAHAH JATUH TEMPO
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/07 Angs ke 2 jth tempo 48.000.000 30/07 Pembayaran 48.000.000
15/11 Sebagian angsuran Jt 15.000.000 30/11 Pembayaran 15.000.000
Saldo 00
63.000.000 63.000.000

POTONGAN ANGS MURABAHAH – BEBAN OPERASI


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
30/11 Pot prestasi nsb 1.000.000
Saldo 1.000.000
1.000.000 1.000.000

BAB IV. Akuntansi Murabahah | 127


NERACA
Per 30 Nopember 2007
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Kas 138.000.000 Hutang Uang Muka 0
Piutang Murabahah 6.000.000 Laba Rugi Berjalan
Margin Mrbh Tangguhan (1.000.000) Pendapatan 23.000.000
Piutang Murabahah JT 00 (Beban) (1.000.000)
Margin Mrbh Tangguhan JT
Persediaan (Aset Murabahah) (140.000.000)

Tidak dilakukan jurnal atas pengakuan pendapatan karena pembayaran angsuran tersebut di atas
merupakan pembayaran angsuran yang tertunggak, jurnal pengakuan pendapatan keuntungan murabahah
telah dilakukan pada saat tanggal jatuh tempo angsuran. Dalam pembayaran angsuran tersebut terkandung
aliran kas atas pendapatan keuntungan murabahah sebesar Rp2.500.000,00 (sebesar saat pengakuan
pendapatan), sehingga jumlah Rp2.500.000,00 merupakan komponen pembagian hasil usaha.
Sesuai ketentuan dalam PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah, bahwa potongan angsuran
karena prestasi pembeli dalam melakukan pembayaran angsuran diakui sebagai “Potongan Angsuran
Murabahah – Prestasi nasabah” dan sebagai pengurang “pendapatan margin murbahaah”. Sedangkan
potongan angsuran karena ketidak mampuan pembeli dalam melakukan pembayaran angsuran diakui
sebagai “Beban Murabahah – Potongan angsuran” dan sebagai Beban Operasi Lain.

H. Potongan pelunasan piutang Murabahah sebelum jatuh tempo


Dalam transaksi murabahah, yang mejadi hutang pembeli/nasabah adalah harga jual barang
dikurangi dengan pembayaran uang muka dan pembayaran angsuran yang telah dilakukan. Hutang
nasabah tidak ada pembedaan antara hutang pokok atau hutang margin sebagaimana dilakukan di
konvensional. Oleh karena itu apabila pembeli melakukan pelunasan seluruh hutang sebelum jatuh tempo,
yang harus dibayar adalah sebesar kewajibannya (sisa hutangnya yang didalamnya juga terkandung unsur
pokok dan margin) tidak dikenal hanya hutang pokok saja. Pembeli yang melakukan pelunasan hutangnya
sebelum jatuh tempo, pemberian potongan merupakan hak dari LKS.
Dalam Fatwa DSN Nomor: 23/DSN-MUI/III/2002 Tentang Potongan Pelunasan Dalam
Murabahah dijelaskan
1. Jika nasabah dalam transaksi murabahah melakukan pelunasan pembayaran tepat waktu atau
lebih cepat dari waktu yang telah disepakati, LKS boleh memberikan potongan dari kewajiban
pembayaran tersebut, dengan syarat tidak diperjanjikan dalam akad
2. Besar potongan sebagaimana dimaksud di atas diserahkan pada kebijakan dan pertimbangan
LKS
Sehubungan dengan akuntansinya, PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah (paragraf 26-27)
menjelaskan sebagai berikut:
26. Potongan pelunasan piutang murabahah yang diberikan kepada pembeli yang melunasi tepat waktu atau
lebih cepat dari waktu yang disepakati diakui sebagai pengurang keuntungan murabahah.
27. Pemberian potongan pelunasan piutang murabahah dapat dilakukan dengan menggunakan salah
satu metode berikut:
(a) diberikan pada saat pelunasan, yaitu penjual mengurangi piutang murabahah dan
keuntungan murabahah; atau
(b) diberikan setelah pelunasan, yaitu penjual menerima pelunasan piutang dari pembeli dan
kemudian membayarkan potongan pelunasannya kepada pembeli.
Contoh: 4-30
Tanggal 30 Desember 2007 (sebelum jatuh tempo 15 April 2008) Aminah melakukan pelunasan
seluruh sisa hutangnya pada LKS Ridho Gusti sebesar Rp6.000.000,00 Dalam adminitrasi LKS
Ridho Gusti sebagai penjual, pembayaran angsuran tersebut terdiri dari kompenen sebagai berikut:

128 |Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Tanggal Angsuran Porsi Pokok Porsi Keuntungan Total Angsuran
15 April 2008 5.000.000 1.000.000 6.000.000
Atas pelunasan tersebut LKS Ridho Gusti memberikan potongan pelunasan sebesar Rp500.000,00.
Jurnal yang dilakukan oleh LKS Ridho Gusti sehubungan dengan pelunasan dipercepat atau
pelunasan sebelum jatuh tempo seluruh piutang murabahah dapat mempergunakan salah satu alternatif
berikut:
A. Alternatif pertama
(1) Dr. Kas / Rekening Aminah Rp6.000.000,00
Cr. Piutang Murabahah Rp6.000.000,00
(2) Dr. Margin Murabahah Tangguhan Rp1.000.000
Cr. Pendapatan Margin Murabahah Rp1.000.000,00
(3) Dr. Potongan Pelunasan Piutang Murabahah Rp500.000,00
Cr. Kas / Rekening Aminah Rp500.000,00
Alternatif pertama ini dapat diketahui langsung dalam laporan laba rugi (pembukuan) Lembaga
Keuangan Syariah, besarnya potongan pelunasan yang diberikan kepada nasabah
B. Alternatif kedua
Dr. Kas / Rekening Aminah Rp5.500.000,00
Dr. Margin Murabahah Tangguhan Rp1.000.000,00
Cr. Piutang Murabahah Rp6.000.000,00
Cr. Pendapatan Margin Murabahah Rp 500.000,00
LKS dapat memilih salah satu dari kedua alternatif tersebut dan dengan adanya jurnal transaksi di
atas mengakibatkan saldo akun-akun dan posisi keuangan pada LKS Ridho Gusti adalah sebagai berikut:
PIUTANG MURABAHAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/02 Aminah 164.000.000 15/02 UM Aminah 20.000.000
15/03 Pembayaran angs ke1 60.000.000
15/07 Angsuran ke 2 48.000.000
15/11 Pembayaran tunai 15.000.000
15/11 Angsuran jth tempo 15.000.000
30/12 Pelunasan 6.000.000
Saldo 00
164.000.000 164.000.000

PIUTANG MURABAHAH JATUH TEMPO


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/07 Angs ke 2 jth tempo 48.000.000 30/07 Pembayaran 48.000.000
15/11 Sebagian angsuran Jt 15.000.000 30/11 Pembayaran 15.000.000
Saldo 00
63.000.000 63.000.000

MARGIN MURABAHAH TANGGUHAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/03 Pembayaran angs ke 1 10.000.000 15/02 Aminah 24.000.000
15/07 Angsuran ke 2 8.000.000
15/11 Pembayaran tunai 2.500.000
15/11 Angsuran jth tempo 2.500.000
30/12 Pelunasan angs 1.000.000
Saldo 00
24.000.000 24.000.000

BAB IV. Akuntansi Murabahah | 129


PENDAPATAN MARGIN MURABAHAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/03 Angsuran ke-1Aminah 10.000.000
15/07 Angsuran ke 2 8.000.000
15/11 Pembayaran tunai 2.500.000
15/11 Angsuran Jauh Tempo 2.500.000
30/12 Pelunasan angsuran 1.000.000
Saldo 24.000.000
24.000.000 24.000.000

POTONGAN ANGS MURABAHAH – BEBAN OPERASI


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
30/11 Potongan prestasi nasabah 1.000.000
Saldo 1.000.000
1.000.000 1.000.000

NERACA
Per 30 Desember 2007
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Kas 144.000.000 Hutang Uang Muka 0
Piutang Murabahah 00 Laba Rugi Berjalan
Margin Murabahah Tangguhan (00) Pendapatan 24.000.000
Piutang Murabahah JT 00 (Beban Ops Lain) (1.000.000)
Margin Murabahah Tangguhan JT
Persediaan (Aset Murabahah) (140.000.000)

4.3.7 Penjualan dengan pengakuan keuntungan setelah pelunasan pokok


Alternatif ketiga pengakuan keuntungan murabahah dalam PSAK 102 tentang akuntansi murabahah
adalah dilakukan setelah pelunasan pokoknya. Pengakuan pendapatan setelah pelunasan ini dipergunakan
jika penagihan harga barang memiliki risiko yang sangat besar dalam arti kemungkinan tidak dibayarnya
cukup besar. Pada dasarnya pada awal melakukan transaksi murabahah, penggunaan metode ini tidak
terjadi karena tidak mungkin terjadi transaksi jika telah diketahui risiko tidak dibayarnya harga barang
sangat tinggi..
Dalam PSAK 102 tentang Murabahah, paragraf 23 huruf b, iii dijelaskan pengakuan keuntungan
metode ini sebagai berikut:
23 Keuntungan murabahah diakui:
(b) selama periode akad sesuai dengan tingkat risiko dan upaya untuk merealisasikan keuntungan tersebut untuk
transaksi tangguh lebih dari satu tahun. Metode-metode berikut ini digunakan, dan dipilih yang paling sesuai
dengan karakteristik risiko dan upaya transaksi murabahah-nya:
(iii) Keuntungan diakui saat seluruh piutang murabahah berhasil ditagih. Metode ini terapan untuk
transaksi murabahah tangguh dimana risiko piutang tidak tertagih dan beban pengelolaan piutang serta
penagihannya cukup besar. Dalam praktek, metode ini jarang dipakai, karena transaksi murabahah
tangguh mungkin tidak terjadi bila tidak ada kepastian yang memadai akan penagihan kasnya.
Untuk Lembaga Keuangan Bank Syariah, Bank Indonesia mengatur dalam PAPSI ketentuan
pengakuan dan pengukuran keuntungan murabahah saat seluruh piutang murabahah berhasil ditagih
sebagai berikut:
Pengakuan keuntungan diakui saat seluruh piutang murabahah berhasil ditagih. Metode ini terapan
untuk transaksi murabahah tangguh dimana risiko piutang tidak tertagih dan beban pengelolaan
piutang serta penagihannya cukup besar. Dalam praktik, hal ini terjadi bila tidak ada kepastian yang
memadai akan penagihan kasnya misalnya untuk piutang murabahah dalam kualitas macet. Contoh

130 |Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


perhitungan keuntungan dengan pengakuan keuntungan diakhir untuk suatu transaksi murabahah
dengan biaya perolehan aset (pokok) Rp800,00 dan keuntungan Rp200,00; serta pembayaran
dilakukan secara angsuran selama 3 tahun; dimana jumlah angsuran, pelunasan terhadap pokok
diakui terlebih dahulu dan setelah pokok lunas angsuran berikutnya diakui sebagai keuntungan
adalah sebagai berikut:
Tahun Angsuran (Rp) Pokok (Rp) Keuntungan (Rp)
1 500,00 500,00 0
2 300,00 300,00 0
3 200,00 0 200,00
Pada prinsipnya ketentuan di atas dilaksanakan untuk piutang murabahah yang bermasalah atau macet.
Contoh : 4-31
Dalam catatan Lembaga Keuangan Syariah, terdapat hutang nasabah bermasalah (macet) sebesar
Rp1.000.000,00 yang terdiri saldo pokok murabahah sebesar Rp800.000,00 dan saldo margin
murabahah tangguhan sebesar Rp200.000,00. Atas hutang tersebut nasabah melakukan pembayaran
sebagai berikut:
Tanggal 2 Nopember 2009 melakukan pembayaran sebesar Rp500.000,00
Tanggal 15 Nopember 2009 melakukan pembayaran sebesar Rp300.000,00
Tanggal 25 Nopember 209 melakukan pembayaran sebesar Rp200.000,00
Atas transaksi tersebut Lembaga Keuangan Syariah melakukan jurnal sebagai berikut:
1. Tanggal 2 Nopember 2009 menerima pembayaran sebesar Rp500.000,00 jurnal yang dilakukan
adalah:
Dr. Kas / Rekening Nasabah Rp500.000,00
Cr. Piutang Murabahah (pokok) Rp500.000,00
2. Tanggal 15 Nopember 2009 menerima pembayaran sebesar Rp300.000,00 jurnal yang
dilakukan adalah:
Dr. Kas / Rekening Nasabah Rp300.000,00
Cr. Piutang Murabahah (pokok) Rp300.000,00
3. Tanggal 25 Nopember 2009 menerima pembayaran sebesar Rp200.000,00 jurnal yang
dilakukan adalah:
(a) Dr. Kas Rp200.000,00
Cr. Piutang Murabahah Rp200.000,00
(b) Dr. Margin Murabahah Tangguhan Rp200.000,00
Cr. Pendapatan Margin Murabahah Rp200.000,00
Dengan adanya penerimaan pembayaran kedua ini maka seluruh saldo pokok murabahah telah
terbayar semua, sehingga sisanya dipergunakan untuk pembayaran margin murabahah yang belum dibayar.

Contoh : 4-32
Dalam catatan Lembaga Keuangan Syariah, hutang Aminah sebesar Rp1.200.000,00 yang terdiri
saldo pokok murabahah sebesar Rp1.000.000,00 dan saldo margin murabahah tangguhan sebesar
Rp200.000,00. Setelah dilakukan negosiasi Hj. Aminah sepakat untuk melakukan pembayaran
hutangnya dalam dua tahap yaitu masing-masing sebesar Rp600.000,00.
Dengan adanya transaksi tersebut Lembaga Keuangan Syariah melakukan jurnal sebagai berikut;
1. Penerimaan pembayaran tahap pertama sebesar Rp600.000,00 jurnal yang dilakukan adalah
sebagai berikut:
Dr Kas Rp600.000,00
Cr. Piutang Murbahah (porsi pokok) Rp600.000,00

BAB IV. Akuntansi Murabahah | 131


2. Penerimaan pembayaran tahap kedua sebesar Rp600.000,00 jurnal yang dilakukan adalah sebagai
berikut:
(a) Dr. Kas / Rekening Nasabah Rp600.000,00
Dr. Piutang Murabahah Rp600.000,00
(b) Dr. Margin Murabahah Tangguhan Rp200.000
Cr. Pendapatan Margin Murabahah Rp200.000
4.3.8 Denda Kepada Pembeli
Dalam transaksi murabahah, jika pembeli yang mampun tetapi tidak memenuhi kewajibannya dapat
dikenakan denda sedangkan untuk nasabah yang tidak mampu tidak diperkenankan untuk dikenakan
denda. Dana yang diterima dari denda diakui sebagai dana kebajikan tidak diperkenankan diakui sebagai
pendapatan.
Pengenaan denda kepada pembeli atas tidak dipenuhi kewajiban pembeli dalam melakukan
pembayaran ansguran harga barang dimaksudkan untuk memberikan kedisiplinan, karena dengan tidak
dipenuhinya pembayaran angsuran maka sebagian dari hak investor atas bagi hasil juga tertahan.
Jadi pengenaan denda tidak dapat dilakukan kepada nasabah yang tidak memenuhi kewajiban,
sebagaimana yang dilakukan pada Lembaga Keuangan Konvensional, tetapi hanya kepada nasabah yang
mampu tetapi tidak mau. Untuk mengetahui hal ini LKS harus memahami kondisi dari pembeli yang
bersangkutan. Hal ini yang membuktikan bahwa hubungan LKS dengan nasabahnya adalah hubungan
kemitraan, bukan hubungan pinjam meminjam.
Dalam PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah, paragraf 29 dinyatakan ketentuan tentang denda
sebagai berikut:
29 Denda dikenakan jika pembeli lalai dalam melakukan kewajibannya sesuai dengan akad, dan denda yang
diterima diakui sebagai bagian dana kebajikan.
Fatwa DSN Nomor : 17/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Sanksi Nasabah Mampu Yang Menunda-
nunda Pembayaran
1. Sanksi yang disebut dalam fatwa ini adalah sanksi yang dikenakan LKS kepada nasabah yang
mampu membayar, tetapi menunda-nunda pembayaran dengan disengaja.
2. Nasabah yang tidak/belum mampu membayar disebabkan force majeur tidak boleh dikenakan
sanksi.
3. Nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran dan/atau tidak mempunyai kemauan dan
itikad baik untuk membayar hutangnya boleh dikenakan sanksi.
4. Sanksi didasarkan pada prinsip ta'zir, yaitu bertujuan agar nasabah lebih disiplin dalam
melaksanakan kewajibannya.
5. Sanksi dapat berupa denda sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan dan
dibuat saat akad ditandatangani.
6. Dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana sosial.
Jika memperhatikan ketentuan di atas, maka denda yang dikenakan oleh Lembaga Keuangan
Syariah bukan sebagai kewajiban yang harus dibayar nasabah karena pengenaan denda tersebut sangat
dipengaruhi oleh kondisi nasabah dan dana yang diterima tidak diakui sebagai pendapatan tetapi
diserahkan sebagai dana sosial. Hal ini berbeda dengan pengenaan denda pada Lembaga Keuangan non
Syariah yang dikategorikan sebagai kewajiban yang harus dibayar nasabah dan diakui sebagai pendapatan
non operasi lainnya
Contoh : 4-33
Pada tanggal 25 Maret 2007, atas keterlambatan pembayaran angsuran tanggal 15 Maret 2007, LKS
Ridho Gusti mengenakan denda keterlambatan kepada Aminah sebesar Rp500.000,00.
Atas penerimaan dana denda dari Aminah tersebut LKS Ridho Gusti menlakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas / Rekening Aminah Rp500.000,00
Cr. Rekening Dana Kebajikan (giro / tabungan) Rp500.000,00

132 |Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


4.3.9 Pembentukan Cadangan Kerugian Piutang Murabahah
Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 18/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Pencadangan
Penghapusan Aktiva Produktif Dalam Lembaga Keuangan Syariah :
1. Pencadangan boleh dilakukan oleh LKS.
2. Dana yang digunakan untuk pencadangan diambil dari bagian keuntungan yang menjadi hak
LKS sehingga tidak merugikan nasabah.
3. Dalam perhitungan pajak, LKS boleh mencadangkan dari seluruh keuntungan.
4. Dalam kaitan dengan pembagian keuntungan, pencadangan hanya boleh berasal dari bagian
keuntungan yang menjadi hak LKS.
Sedangkan dalam PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah (paragraf 22) dijelaskan bahwa :
22. Pada saat akad murabahah, piutang murabahah diakui sebesar biaya perolehan aset murabahah
ditambah keuntungan yang disepakati. Pada akhir periode laporan keuangan, piutang murabahah dinilai
sebesar nilai bersih yang dapat direalisasi, yaitu saldo piutang dikurangi penyisihan kerugian piutang.
Jadi pada akhir periode laporan keuangan, piutang murabahah dinilai sebesar nilai bersih yang dapat
direalisasi, yaitu saldo peiutang murabahah dikurangi dengan penyisihan kerugian piutang.
Baik dalam Bank Syariah maupun Lembaga Keuangan Syariah lainnya, dalam Laporan
Keuangannya piutang murabahah disajikan secara neto, yaitu saldo piutang murabahah setelah dikurangi
dengan cadangan kerugian (allowance for bad debt) yang dibentuk. Masing-masing industri dapat membuat
ketentuan sendiri besarnya cadangan kerugian piutang yang harus dibentuk. Dalam PerBankan Syariah,
pembentukan penyisihan kerugian atas aktiva produktif diatur dalam Peraturan Bank Indonesia.
Contoh : 4-34
Lembaga Keuangan Syariah harus membentuk cadangan kerugian atas piutang murabahah sebesar
Rp1.000.000,00.
Atas pembentukan cadangan kerugian piutag murabahah tersebut Lembaga Keuangan Syariah
melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Beban Kerugian Piutang Rp1.000.000,00
Cr. Cadangan Kerugian Piutang Rp1 000.000,00
4.3.10 Piutang Murabahah Bermasalah
Sebelum dilakukan pembahasan hal-hal tersebut di atas, terlebih dahulu akan dibahas pengakuan
keuntungan murabahah atas piutang murabahah yang macet. Berkaitan dengan hal tersebut dalam PSAK
102 tentang Murabahah, paragraf 23 huruf b, iii dijelaskan pengakuan keuntungan metode ini sebagai
berikut:
23 Keuntungan murabahah diakui:
(b) selama periode akad sesuai dengan tingkat risiko dan upaya untuk merealisasikan keuntungan tersebut
untuk transaksi tangguh lebih dari satu tahun. Metode-metode berikut ini digunakan, dan dipilih yang
paling sesuai dengan karakteristik risiko dan upaya transaksi murabahah-nya:
(iii) Keuntungan diakui saat seluruh piutang murabahah berhasil ditagih. Metode ini terapan
untuk transaksi murabahah tangguh dimana risiko piutang tidak tertagih dan beban
pengelolaan piutang serta penagihannya cukup besar. Dalam praktek, metode ini jarang
dipakai, karena transaksi murabahah tangguh mungkin tidak terjadi bila tidak ada
kepastian yang memadai akan penagihan kasnya.
Jadi untuk piutang murabahah, dimana risiko tidak tertagih dan beban pengelolaan piutang serta
penagihannya cukup besar, maka pengakuan keuntungan baru dilakukan setelah porsi pokok murabahah
telah diterima. Hal ini dilakukan karena LKS telah menanggung risiko pembentukan beban kerugian
piutang murabahah. Untuk memberikan gambaran yang lengkap mengenai hal tersebut dapat diberikan
contoh sebagai berikut:

BAB IV. Akuntansi Murabahah | 133


Contoh : 4-35
Dalam catatan administrasi LKS Ridho Gusti menunjukkan hutang Aminah sebesar
Rp72.600.000,00 yang terdiri dari porsi pokok sebesar Rp60.000.000,00 dan porsi keuntungan
murabahah sebesar Rp12.600.000,00. Berdasarkan data-data yang ada dalam LKS Ridho Gusti
Aminah dikategorikan macet.
a. Dalam perbankan syariah, jika piutang murabahah dikategorikan macet, LKS harus
membentuk cadangan kerugian sebesar porsi pokok murabahah. Dalam conroh di atas LKS
membentuk cadangan kerugian (Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif / PPAP) Piutang
murabahah sebesar Rp60.000.000,00 sehingga LKS Ridho Gusti melakukan jurnal :
Dr. Beban PPAP Mbh Rp60.000.000,00
Cr. Cad PPAP Mbh Rp60.000.000,00
b. Nasabah melakukan pembayaran atas piutang murabahah yang telah dikategorikan macet
(1) Aminah membayar sebagian hutang murabahah kepada LKS Ridho Gusti sebesar
Rp30.000.000,00 maka LKS Ridho Gusti melakukan jurnal:
Dr. Kas Rp30.000.000,00
Cr. Piutang murabahah Rp30.000.000,00
Pembayaran hutang murabahah oleh nasabah diakui oleh LKS Ridho Gusti sebagai
pengembalian pokok murabahah terlebih dahulu, sehingga dalam catatan Bank porsi
pokok murabahah menunjukkan saldo awal Rp60.000.000,00 dikurangi pembayaran
Rp30.000.000,00 sisa pokok murabahah Rp30.000.000,00 dan saldo margin murabahah
tangguhan tetap Rp12.600.000,00.
(2) Aminah membayar sebagian lagi hutang murabahah kepada LKS Ridho Gusti sebesar
Rp35.000.000,00 dari sisa hutangnya sebesar Rp42.600.000,00 maka LKS Ridho Gusti
melakukan jurnal:
(a) Dr. Kas Rp35.000.000,00
Cr. Piutang Murabahah Rp35.000.000,00
(b) Dr. Margin Murabahah Tangguhan Rp5.000.000,00
Cr. Pendapatan Margin Murabahah Rp5.000.000,00
Pembayaran hutang murabahah oleh nasabah diakui oleh LKS Ridho Gusti sebagai
pengembalian pokok murabahah terlebih dahulu, sehingga dalam catatan Bank porsi
pokok murabahah menunjukkan saldo awal Rp30.000.000,00 dikurangi pembayaran
Rp30.000.000,00 sisa pokok murabahah RpNihil dan saldo margin murabahah
tangguhan awal Rp12.600.000,00 dikurangi Rp5.000.000,00 sisa margin tangguhan
sebesar Rp7.200.000,00 Pembayaran hutang oleh nasabah sebesar Rp35.000.000,00
diakui oleh LKS Ridho Gusti porsi pengembalian pokok murabahah sebesar
Rp30.000.000,00 dan pembayaran margin murabahah sebesar Rp5.000.000,00.
Pendapatan Margin Murabahah sebesar Rp5.000.000,00 diperhitungkan dalam profit
distribusi.
(3) Aminah melakukan pelunasan hutang murabahah kepada LKS Ridho Gusti sebesar
Rp7.600.000,00 maka LKS Ridho Gusti melakukan jurnal :
(a) Dr. Kas Rp7.600.000,00
Cr. Piutang Murabahah Rp7.600.000,00
(b) Dr. Margin Murabahah Tangguhan Rp7.600.000,00
Cr. Pendapatan Margin Murabahah Rp7.600.000,00
Oleh karena porsi pokok murabahah dalam catatan LKS Ridho Gusti telah menunjukan nihil,
maka seluruh pembayaran yang dilakukan oleh nasabah diakui oleh LKS Ridho Gusti sebagai
pendapatan margin murabahah, yaitu sebesar Rp7.600.000,00. Pendapatan Margin Murabahah
sebesar Rp7.600.000,00 merupakan pendapatan operasi utama dan diperhitungkan dalam Profit
Distribusi.

134 |Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa berapapun nasabah membayar yang berkurang adalah
piutang murabahah yang berarti sama dengan hutang murabahah bagi nasabah. Pembagian pokok dan
margin hanya dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah karena sebagian dari margin murabahah yang
nyata-nyata diterima adalah haknya pemilik dana mudharabah.
Dalam melakukan transaksi murabahah dengan pembayaran tangguh tidak selamanya pembayaran
angsuran harga barang berjalan dengan lancar, dalam arti tidak selamanya pembeli dapat membayar
angsuran harga barang sampai pelunasan.Jika sampai periode tertentu dan kondisi-kondisi tertentu
pembeli tidak mampu untuk membayar kewajibannya ke Lembaga Keuangan Syariah sebagai penjual, ini
yang disebut dengan piutang murabahah bermasalah. Jika terdapat piutang murabahah bermasalah maka
LKS sebagai penjual dapat melakukan langkah-langkah antara lain :
a. Memberikan perpanjangan jangka waktu pembayaran
b. Memberikan potongan tagihan murabahah
c. Melakukan konversi akad murabahah
d. Pembeli tidak mampu melakukan pembayaran.
A. Penundaan/penjadwalan kembali Pembayaran Murabahah
Salah satu cara dalam menangani Piutang Bermasalah adalah dengan cara memberikan kelonggaran
atau penundaan atau perpanjangan jangka waktu pembayaran piutang murabahah atau hutang nasabah.
Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No 4 tentang Murabahah dijelaskan tentang penundaan
pembayaran dalam murabahah sebagai berikut:
Kelima : Penundaan Pembayaran dalam Murabahah:
1. Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian hutangnya.
2. Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu pihak tidak
menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Ketujuh : Bangkrut dalam Murabahah:
Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan hutangnya, Bank harus menunda
tagihan hutang sampai ia menjadi sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan.
Sedangkan dalam Fatwa DSN Nomor: 48/DSN-MUI/II/2005 Tentang Penjadwalan Kembali
Tagihan Murabahah dijelaskan sebagai berikut:
LKS boleh melakukan penjadwalan kembali (rescheduling) tagihan murabahah bagi nasabah yang
tidak bisa menyelesaikan/melunasi pembiayaannya sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati, dengan
ketentuan:
1. Tidak menambah jumlah tagihan yang tersisa;
2. Pembebanan biaya dalam proses penjadualan kembali adalah biaya riil;
3. Perpanjangan masa pembayaran harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak
Sesuai karakteristik hutang yaitu tetap kecuali dibayar, maka jika Lembaga Keuangan Syariah
melakukan perpanjangan jangka waktu pembayaran berapapun lamanya tidak diperkenankan untuk
menambah hutang nasabah, sehingga tidak perlu dilakukan jurnal.
Contoh : 4 - 36
Dalam catatan LKS menunjukan hutang nasabah (aminah) sebesar Rp72.600.000 yang terdiri dari
sisa pokok sebesar Rp60.000.000,00 dan sisa keuntungan sebesar Rp12.600.000. Atas hutang
nasabah tersebut dilakukan perpanjangan jangka waktu pembayaran selama 6 bulan dan atas
perpanjangan tersebut nasabah harus membayar biaya adminitrasi sebesar Rp50.000,00.
Atas perpanjangan hutang nasabah tersebut dilakukan jurnal sebagai berikut:
1. Untuk perpanjangan hutang nasabah selama 6 bulan
Tidak ada jurnal
2. Penerimaan biaya administrasi dari nasabah sebesar Rp50.000,00.
Dr. Kas/Rekening nasabah Rp50.000,00
Cr. Pendapatan fee murabahah Rp50.000,00

BAB IV. Akuntansi Murabahah | 135


B. Konversi Akad Murabahah oleh penjual (kreditur)
Cara lain dalam menangani piutang bermasalah dalan transaksi murabahah adalah melakukan
konversi akad murabahah kepada akad yang lain. Dalam Fatwa DSN Nomor: 49/DSN-MUI/II/2005
Tentang Konversi Akad Murabahah dijelaskan sebagai berikut:
LKS boleh melakukan konversi dengan membuat akad baru bagi nasabah yang tidak bisa
menyelesaikan/melunasi pembiayaan murabahahnya sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati, tetapi
ia masih prospektif, dengan ketentuan:
a. Akad murabahah dihentikan dengan cara:
i. Obyek murabahah dijual oleh nasabah kepada LKS dengan harga pasar;
ii. Nasabah melunasi sisa hutangnya kepada LKS dari hasil penjualan;
iii. Apabila hasil penjualan melebihi sisa hutang maka kelebihan itu dapat dijadikan uang muka
untuk akad ijarah atau bagian modal dari mudharabah dan musyarakah;
iv. Apabila hasil penjualan lebih kecil dari sisa hutang maka sisa hutang tetap menjadi hutang
nasabah yang cara pelunasannya disepakati antara LKS dan nasabah.
b. LKS dan nasabah eks-murabahah tersebut dapat membuat akad baru dengan akad:
i. Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik atas barang tersebut di atas dengan merujuk kepada fatwa
DSN No. 27/DSN-MUI/III/2002 tentang Al Ijarah Al-Muntahiyah Bi Al-Tamlik;
ii. Mudharabah dengan merujuk kepada fatwa DSN No. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Pembiayaan Mudharabah (Qiradh); atau
iii. Musyarakah dengan merujuk kepada fatwa DSN No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Pembiayaan Musyarakah.
Dari ketentuan tersebut dapat dilihat bahwa konversi akad murabahah dilakukan dengan cara
menjual barang murabahah dari nasabah ke LKS sebesar harga wajar dan hasil penjualan dipergunakan
untuk melunasi hutang nasabah (piutang murabahah). Barang yang telah dimiliki oleh LKS disertakan
kembali kepada nasabah dalam akad musyarakah, mudharabah dan ijarah.
Contoh : 4 - 37
Dalam catatan administrasi LKS Ridho Gusti menunjukkan hutang Aminah sebesar Rp72.600.000
yang terdiri dari porsi pokok sebesar Rp60.000.000,00 dan porsi keuntungan murabahah sebesar
Rp12.600.000,00 Berdasarkan data-data yang ada dalam LKS Ridho Gusti Aminah dikategorikan
macet. Atas hutang nasabah tersebut karena bermasalah dilakukan konversi akad musyarakah
(dilakukan restruktur)
Atas transaksi tersebut, jurnal yang dilakukan oleh LKS sebagai penjual (kreditur) adalah sebagai berikut:
1. LKS membeli barang murabahah sebesar Rp72.600.000,00 (sebesar hutang nasabah, yaitu
harga barang yg belum dibayar oleh nasabah), sehingga LKS Ridho Gusti melakukan jurnal :
Dr. Persediaan Rp72.600.000,00
Cr. Kas/Rekening nasabah Rp72.600.000,00
2. Atas pembelian barang murabahah yang dilakukan oleh LKS tersebut, hasil penjualan
dipergunakan oleh nasabah untuk melakukan pelunasan hutangnya kepada LKS Ridho Gusti
sebesar Rp72.600.000,00 sehingga LKS Ridho Gusti melakukan jurnal:
(a) Dr. Kas/rekening nasabah Rp72.600.000,00
Cr. Piutang Murabahah Rp72.600.000,00
(b) Dr. Margin Murabahah Tangguhan Rp12.600.000,00
Cr. Pendapatan Margin Murabahah Rp12.600.000,00
3. Dengan dibelinya barang nasabah oleh LKS Ridho Gusti maka barang tersebut menjadi milik
LKS Ridho Gusti. Barang tersebut oleh LKS Ridho Gusti diserahkan kembali kepada
nasabah dalam bentuk modal musyarakah sebesar Rp72.600.000 (modal musyarakah dapat
berupa barang dan atau uang). Oleh karena itu LKS Ridho Gusti melakukan jurnal:
Dr. Investasi Musyarakah Rp72.600.000
Cr. Persediaan/Aset Musyarakah Rp72.600.000
Selanjutnya mengikuti jurnal musyarakah.

136 |Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


C. Potongan Tagihan Murabahah oleh penjual (kreditur)
Memberikan potongan tagihan murabahah oleh penjual juga merupakan salah satu upaya dalam
menangani piutang murabahah bermasalah.
Contoh : 4 - 38
Dalam catatan LKS menunjukan hutang nasabah (aminah) sebesar Rp1.200.000,00 yang terdiri dari
sisa pokok sebesar Rp1.000.000,00 dan sisa keuntungan sebesar Rp200.000. Karena sesuatu hal
LKS memberikan potongan tagihan kepada nasabah.
1. Jika Aminah melunasi hutangnya dan LKS memberikan potongan tagihan sebesar Rp100.000,00
(potongan diberikan lebih kecil dari margin tangguhan) maka atas transaksi tersebut, LKS melakukan
jurnal:
(a) Dr. Kas Rp1.200.000,00
Cr. Piutang Murabahah Rp1.200.000,00
(b) Dr. Margin Murabahah Tangguhan Rp200.000,00
Cr. Pendapatan Margin Murabahah Rp200.000,00
(c) Dr. Potongan pelunasan Rp100.000,00
Cr. Kas Rp100.000,00
Potongan pelunasan sebagai pengurang dari pendapatan margin murabahah, atau LKS dapat
melakukan jurnal sebagai berikut :
Dr. Kas Rp1.100.000,00
Dr. Margin Murabahah Tangguhan Rp 200.000,00
Cr. Piutang Murabahah Rp1.200.000,00
Cr. Pendapatan Margin Murabahah Rp 100.000,00
2. Jika Aminah melunasi hutangnya dan LKS memberikan potongan tagihan sebesar Rp250.000,00
(potongan diberikan lebih besar dari margin tangguhan) maka atas transaksi tersebut, LKS
melakukan jurnal :
Dr. Kas Rp1.050.000,00
Dr. Kerugian potongan tagihan Rp 50.000,00
Dr. Margin Murabahah Tangguhan Rp 200.000,00
Cr. Piutang Murabahah Rp1.200.000,00
D. Debitur Tidak Mampu Bayar
Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam menangani piutang murabahah yang bermasalah
adalah jika nasabah sudah tidak mampu membayar hutangnya. Upaya yang dilakukan adalah menjual
(bukan mengambil-alih) agunan miliki nasabah. Hasil penjual dipergunakan untuk membayar hutangnya.
Jadi atas pembebasan hutang nasabah yang tidak mampu diakui sebagai kerugian dan atas
pembebasan hutang ini dapat dilakukan dengan cara langsung sebagai kerugian atau dengan cara melalui
pencadangan kerugian yang telah dibentuk sebelumnya.
Contoh : 4 - 39
Dalam catatan administrasi LKS Ridho Gusti menunjukkan hutang Aminah sebesar
Rp72.600.000,00 yang terdiri dari porsi pokok sebesar Rp60.000.000,00 dan porsi keuntungan
murabahah sebesar Rp12.600.000,00 Berdasarkan data-data yang ada dalam LKS Ridho Gusti
Aminah dikategorikan macet. Karena nasabah sudah tidak mampu untuk membayar maka LKS
membebaskan hutang nasabah.
1. Pada saat hutang aminah dilakukan hapus buku oleh LKS Ridho Gusti.
(a). Jika LKS Ridho Gusti melakukan hapus buku seluruh hutang nasabah sebesar
Rp72.600.000,00 maka LKS Ridho Gusti melakukan jurnal:
Dr. Cad PPAP Rp60.000.000,00
Dr. Margin Mbh Tangguhan Rp12.600.000,00
Cr. Piutang Murabahah Rp72.600.000,00

BAB IV. Akuntansi Murabahah | 137


(b) Jika LKS Ridho Gusti melakukan hapus buku sebagian dari hutangnya, misalnya hanya porsi
margin yang belum dibayar saja sebesar Rp12.600.000,00 maka LKS melakukan jurnal:
Dr. Margin Murabahah Tangguhan Rp12.600.000,00
Cr. Piutang Murabahah Rp12.600.000,00
Atas penghapusan porsi margin saja maka tidak mengurangi pembentukan cadangan
kerugian piutang murabahah karena cadangan kerugian piutang murabahah hanya untuk
menutup risiko porsi pokok murabahah saja.
(c). Jika LKS Ridho Gusti melakukan hapus buku porsi pokok yang tersisa yaitu sebesar
Rp60.000.000,00 maka LKS Ridho Gusti melakukan jurnal:
Dr. Cad PPAP Rp60.000.000,00
Cr. Piutang Murabahah Rp60.000.000,00
Penghapusan porsi pokok murabahah mempengaruhi besarnya cadangan kerugian
piutang murabahah karena pembentukan ppap sebesar pokoknya saja, oleh karena itu
penghapusan pokok harus telah dipenuhi kecukupan PPAP/Cadangan PPAP.
2. Aminah, nasabah murabahah yang telah dilakukan hapus buku oleh LKS Ridho Gusti melakukan
pembayaran atas hutangnya.
(a) Jika Aminah melakukan pembayaran seluruh hutangnya sebesar Rp72.600.000,00 maka LKS
Ridho Gusti melakukan jurnal:
Dr. Kas Rp72.600.000,00
Cr. Cad PPAP Mbh Rp60.000.000,00
Cr. Pendapatan Margin Mbh Rp12.600.000,00
(b) Jika Aminah melakukan pembayaran sebagian dari hutangnya (misalnya Rp50.000.000) maka
LKS Ridho Gusti melakukan jurnal:
Dr. Kas Rp50.000.000,00
Cr. Cad PPAP Rp50.000.000,00
(c) Jika nasabah membayar sisa hutangnya sebesar Rp22.600.000,00 maka LKS Ridho Gusti
melakukan jurnal:
Dr. Kas/Rek. Nasabah Rp22.600.000,00
Cr. Cad PPAP Rp10.000.000,00
Cr. Pendapatan Margin Mbh Rp12.600.000,00
Pembayaran hutang nasabah oleh LKS Ridho Gusti diakui sebagai pengembalian porsi
pokok terlebih dahulu (pembentukan cadangan kerugian piutang murabahah), dan jika seluruh
pokok telah dilunasi sisa pembayaran diakui sebagai pendapatan margin murabahah yang harus
diperhitungkan dalam pembagian hasil usaha dengan pemilik dana.
3. Penjualan kepada pihak ketiga
Upaya terakhir yang dilakukan oleh LKS dalam menangani piutang bermasalah adalah
melakukan penjualan agunan milik nasabah, baik kepada pihak ketiga / pihak lain atau dibeli sendiri
oleh LKS.
(a) Jika hasil penjualan lebih besar dari kewajiban (kewajiban Rp72.600.000,00 hasil penjualan
agunan sebesar Rp100.000.000,00).
(1) Saat LKS menerima hasil penjualan agunan, maka LKS melakukan jurnal:
Dr. Kas Rp100.000.000,00
Cr. Titipan Nasabah Rp100.000.000,00
(2) Saat hasil penjualan dipergunakan untuk pelunasan hutang nasabah sebesar
Rp72.600.000,00 maka LKS Ridho Gusti melakukan jurnal:
Dr. Titipan Nasabah Rp100.000.000,00
Dr. Margin Murabahah Tangguhan Rp 12.600.000,00
Cr. Piutang Murabahah Rp 72.600.000,00
Cr. Pendapatan Margin Murabahah Rp 12.600.000,00
Cr. Kas / Rekening Nasabah Rp 28.400.000,00

138 |Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


(b) Jika hasil penjualan lebih kecil dari kewajiban (misalnya hasil penjualan sebesar
Rp50.000.000,00).
(1) Saat LKS menerima hasil penjualan agunan, maka LKS melakukan jurnal:
Dr. Kas Rp50.000.000,00
Cr. Titipan Nasabah Rp50.000.000,00
(2) Saat hasil penjualan dipergunakan untuk pelunasan hutang nasabah sebesar
Rp72.600.000,00 maka LKS Ridho Gusti melakukan jurnal:
Dr. Titipan Nasabah Rp50.000.000,00
Dr. Piutang Nasabah Rp22.600.000,00 *)
Cr. Piutang Murabahah Rp 72.600.000,00
Daalam catatan LKS hutang nasabah sebesar Rp22.600.00,00 tersebut merupakan sisa
pokok sebesar Rp10.000.000,-- dan sisa margin sebesar Rp12.600.000,00. Pengakuan
margin dilakukan setelah seluruh sisa pokok terbayar
4. Jika agunan murabahah dibeli sendiri oleh Bank syariah seharga Rp100.000.000,00.
(a). Pada saat LKS melakukan pembelian agunan oleh LKS sebesar Rp100.000.000 maka LKS
melakukan jurnal:
Dr. Persediaan Rp100.000.000,00
Cr. Kas / Titipan Nasabah Rp100.000.000,00
(b). Hasil penjualan dipergunakan untuk pelunasan hutang nasabah, maka LKS melakukan jurnal
sebagaimana tersebut di atas.

4.4. Akuntansi Pembeli Akhir


Perbedaan akuntansi Murabahah dalam PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah dengan PSAK 59
tentang Akuntansi PerBankan Syariah, adalah dalam PSAK 102 dibahas ketentuan-ketentuan akuntansi
pada pembeli akhir, dimana hal ini tidak pernah dibahas pada PSAK 59.
Pembahasan ketentuan akuntansi pada pembeli akhir ini dimaksudkan untuk memberikan aturan
akuntansi syariah pada sisi pembeli sehingga mempunyai presepsi yang sama pada penjual maupun
pembeli. Misalnya dalam PSAK 59 tentang akuntansi perBankan syariah, LKS sebagai penjual mencatat
sebagai “piutang murabahah” namun dalam catatan nasabah sebagai pembeli dicatat sebagai “hutang
Bank” (karena dilakukan dengan Bank syariah). Namun dalam PSAK 102 tentang akuntandi Murabahah,
LKS sebagai penjual mencatat sebagai “piutang murabahah” dan nasabah sebagai pembeli mencatat
sebagai “hutang murabahah”.
Transaksi yang ada pada pembeli akhir ini merupakan transaksi balik dari penjual, artinya transaksi
yang sama terjadi pada penjual, hanya dari segi pencatatan yang dilakukan antara penjual dan pembeli yang
berbeda.
4.4.1. Akun-akun pada pembukuan pembeli
Dalam PSAK 59 tentang Akuntansi PerBankan Syariah tidak diatur akuntansi pada pihak terkait
(nasabah sebagai pembeli). Sedangkan dalam PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah telah diatur
akuntansi pihak terkait (nasabah sebagai pembeli) dan sebagai akibatnya banyak akun-akun yang harus
dipergunakan oleh nasabah sebagai pembeli baik untuk kepentingan penyusunan laporan posisi keuangan
(neraca) dan laporan laba rugi.
A. Akun dalam Laporan Posisi Keuangan (Neraca)
Akun-akun berikut dipergunakan untuk mencatat transaksi murabahah pada akuntansi pembeli
untuk kepentingan penyusunan laporan posisi keuangan (neraca).
1. Hutang Murabahah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat harga beli yang disepakati dengan penjual, yang
pembayarannya dilakukan dengan tangguh atau cicilan. Akun ini dikredit pada saat akad murabahah
dilaksanakan sebesar harga beli barang. Akun ini didebet pada saat melakukan pembayaran angsuran
harga barang kepada penjual.

BAB IV. Akuntansi Murabahah | 139


2. Hutang Murabahah Jatuh Tempo
Akun ini dipergunakan untuk mencatat pembayaran angsuran murabahah yang telah jatuh tempo
tetapi belum dilakukan pembayaran, sebesar angsuran yang telah jatuh tempo. Akun ini dikredit
pada saat angsuran jatuh tempo dan belum dibayar dan didebet pada saat dilakukan pembayaran
angusan yang telah jatuh tempo.
3. Piutang Uang Muka Murabahah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat pembayaran uang muka yang dilakukan kepada Lembaga
Keuangan Syariah sebagai penjual sebagai tanda keseriusan dalam melakukan transaksi murabahah.
Akun ini didebet saat pembayaran uang muka dilakukan dan dikredit pada saat transaksi
dilaksanakan, sebagai pengurang hutang kepada penjual.
4. Aktiva Tetap
Akun ini dipergunakan untuk mencatat barang untuk dipergunakan sendiri yang diperoleh dari
transaksi jual beli murabahah, sebesar harga perolehan barang tersebut. Akun ini didebet pada saat
diperoleh barang sebesar harg perolehan dan dikredit pada saat dijual.
5. Hutang kepada LKS
Akun ini dipergunakan untuk mencatat atas angsuran yang telah jatuh tempo namun belum dibayar
oleh pembeli. Akun ini dikredit saat jatuh tempo angsuran sebesar jumlah angsuran yang belum
dibayar dan di debet pada saat dilakukan pembayaran.

B. Akun dalam Laporan Laba Rugi


Akun-akun berikut dipergunakan untuk mencatat transaksi murabahah dalam akuntansi pembeli
untuk kepentingan penyusunan laporan laba rugi.
1. Beban Murabahah Ditangguhkan
Akun ini dipergunakan untuk mencatat keuntungan yang disepakati dengan penjual, yang
pembayarannya dilakukan secara angsuran atau cicilan. Akun ini sebagai pengurang dari hutang
murabahah. Akun ini disajikan sebagai pengurang hutang murabahah. Akun ini dikredit pada saat
akad murabahah dilaksanakan sebesar keuntungan yang disepakati dengan penjual, dan didebet pada
saat pembayaran angsuran pembayaran atau pelunasan sebesar porsi keuntungan periode tersebut.
2. Diskon Murabahah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat diskon dari pemasok yang diperoleh setalah akad
ditandatangani, sebesar porsi diskon yang menjadi hak pembeli sesuai kesepakatan dalam akad.
Akun ini merupakan pengurang beban murabahah (tidak dikelompokkan sebagai pendapatan dari
pembeli). Akun ini di kredit pada saat diperoleh diskon sebesar porsi hak pembeli dan didebet pada
saar dipindahkan ke laba rugi pada akhir tahun.
7.. Potongan pelunasan hutang murabahah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat potongan yang diterima dari LKS atas pelunasan yang
dilakukan sebelum jatuh tempo. Akun ini tidak diperkenankan sebagai pendapatan tetapi
diperlakukan sebagai pengurang beban murabahah atas transaksi jual beli murabahah tersebut.
8. Potongan angsuran murabahah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat potongan angsuran yang diterima dari LKS atas pembayaran
angsuran yang dilakukan. Akun ini diperlakukan sebagai pengurang beban murabahah.
9. Kerugian Pesanan Murabahah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat kerugian yang terjadi akibat pembatalan transaksi
murabahah, antara lain beban penggantian kerugian penjual yang menjadi tanggungan pembeli.
Akun ini didebet pada saat terjadi kerugian yang menjadi beban pembeli dan di kredit saat tutup
buku akhir tahun untuk dipindahkan ke Akun Laba Rugi Tahun Berjalan.

140 |Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


10. Beban denda Murabahah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat beban denda yang dikenakan oleh penjual dan harus dibayar
oleh pembeli. Akun ini di debet pada saat terjadi beban denda dan di kredit asat tutup buku akhir
tahun untuk dipindahkan ke akun Laba Rugi Tahun Berjalan.
Untuk memberikan gambaran yang jelas dan lengkap akuntansi pembeli akhir berikut diberikan
ilustrasi contoh secara umum sebagai berikut:
Aminah dan LKS Ridho Gusti sepakat melakukan jual beli Mobil Kijang dengan data sbb:
1. Harga barang:
a. Harga pokok Mobil Kijang pokok sebesar Rp140.000.000,00.
b. keuntungan sebesar Rp24.000.000,00.
c. harga jual yang disepakati sebesar Rp164.000.000,00.
2. Sebagai tanda keriusan atas jual beli tersebut Aminah memberikan uang muka kepada LKS
Ridho Gusti sebesar Rp20.000.000,00.
3. Pembayaran disepakati dengan cara angsuran sesuai kesepakatan antara penjual dan pembeli
4. Jika terlambat dalam membayar angsuran Aminah dikenakan denda sebesar Rp500.000,00.
Dana yang diterima atas denda tersebut yang dananya akan disetorkan oleh LKS Ridho Gusti
ke Dana Kebijakan (sosial) atas nama Aminah.
Dalam ilustrasi di atas akan dibahas akuntani yang akan dilakukan oleh Aminah sebagai pembeli
akhir, sedangkan akuntansi LKS sebagai penjual telah dibahas pada butir di atas.
Dalam PSAK 102 tentang akuntansi murabahah, dijelaskan pengakuan dan pengukuran yang
dilakukan pembeli dalam transaksi murabahah (paragraf 31 s/d 36) sebagai berikut:
31. Hutang yang timbul dari transaksi murabahah tangguh diakui sebagai hutang murabahah sebesar harga
beli yang disepakati (jumlah yang wajib dibayarkan).
32. Aset yang diperoleh melalui transaksi murabahah diakui sebesar biaya perolehan murabahah tunai.
Selisih antara harga beli yang disepakati dengan biaya perolehan tunai diakui sebagai beban murabahah
tangguhan.
33. Beban murabahah tangguhan diamortisasi secara proporsional dengan porsi hutang murabahah.
34. Diskon pembelian yang diterima setelah akad murabahah, potongan pelunasan dan potongan hutang
murabahah sebagai pengurang beban murabahah tangguhan.
35. Denda yang dikenakan akibat kelalaian dalam melakukan kewajiban sesuai dengan akad diakui sebagai
kerugian.
36. Potongan uang muka akibat pembeli akhir batal membeli barang diakui sebagai kerugian.
Oleh karena itu beberapa hal yang berkaitan dengan transaksi Murabahah yang dilakukan oleh
pembeli adalah:
1. Pembayaran uang muka kepada LKS
2. Penerimaan barang dan pengakuan hutang harga barang
3. Penerimaan diskon harga barang
4. Pembayaran harga barang
5. Penerimaan potongan pelunasan harga barang
6. Pembayaran denda
4.4.2. Pembayaran uang muka kepada Penjual
Uang muka yang dibayar oleh pembeli merupakan bukti keseriusan dalam melakukan transaksi
murabahah, khususnya murabahah berdasarkan pesanan dan sifatnya mengikat. Besarnya uang muka
didasarkan pada kesepakatan antara penjual dan pembeli.
Dalam Fatwa DSN nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah, ketentuan kedua butir 4
sampai dengan 7 menjelaskan uang muka murabahah sebagai berikut:
4. Dalam jual beli ini Bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat
menandatangani kesepakatan awal pemesanan.
5. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil Bank harus dibayar dari
uang muka tersebut.

BAB IV. Akuntansi Murabahah | 141


6. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh Bank, Bank dapat
meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah.
7. Jika uang muka memakai kontrak ‘urbun sebagai alternatif dari uang muka, maka:
a. jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa harga.
b. jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik Bank maksimal sebesar kerugian
yang ditanggung oleh Bank akibat pembatalan tersebut; dan jika uang muka tidak
mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.
Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 13/DSN-MUI/IX/2000 tentang Uang Muka Murabahah,
mengatur ketentuan uang muka sebagai berikut:
Pertama : Ketentuan Umum Uang Muka:
1. Dalam akad pembiayaan murabahah, Lembaga Keuangan Syariah (LKS)
dibolehkan untuk meminta uang muka apabila kedua belah pihak bersepakat.
2. Besar jumlah uang muka ditentukan berdasarkan kesepakatan.
3. Jika nasabah membatalkan akad murabahah, nasabah harus memberikan ganti rugi
kepada LKS dari uang muka tersebut.
4. Jika jumlah uang muka lebih kecil dari kerugian, LKS dapat meminta tambahan
kepada nasabah.
5. Jika jumlah uang muka lebih besar dari kerugian, LKS harus mengembalikan
kelebihannya kepada nasabah.
Dalam PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah, paragraf 36 mengatur tentang pengakuan dan
pengukuran uang muka seebagai berikut:
36. Potongan uang muka akibat pembeli akhir batal membeli barang diakui sebagai kerugian.
Jika pembeli akhir memberikan uang muka, kemudian atas pesanannya tersebut dibatalkan oleh
nasabah dan atas pembatalan tersebut LKS sebagai penjual mengalami kerugian, maka timbul beberapa
akibat yaitu:
a. Uang muka pembeli lebih besar dari kerugian riil yang dialami oleh LKS sebagai penjual
b. Uang muka pembeli lebih kecil dari kerugian riil yang dialami oleh LKS sebagai penjual
c. Atas pembatalan tersebut LKS sebagai penjual tidak mengalami kerugian riil
Untuk memberikan gambaran yang lengkap tentang uang muka ini dapat diberikan contoh sebagai berikut:
Contoh : 4-39
Tanggal 5 Januari 2007 Aminah membayar uang muka atas pembelian barang, sebagai tanda
keseriusannya dalam memesan untuk membeli barang kepada LKS Ridho Gusti sesuai kesepakatan
sebesar Rp20.000.000,00.
Atas pembayaran uang muka kepada LKS tersebut, Aminah sebagai pembeli melakukan jurnal
sebagai berikut:
Dr. Piutang Uang Muka Rp20.000.000,00
Cr. Kas / Rekening Bank Rp20.000.000,00
Atas jurnal tersebut akun-akun dan posisi keuangan (neraca) Aminah menjadi sebagai berikut:

PIUTANG UANG MUKA MURABAHAH


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
05/01 LKS Ridho Gusti 20.000.000
Saldo 20.000.000
20.000.000 20.000.000

142 |Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


NERACA
Per 5 Januari 2007
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Piutang Uang Muka Murabahah 20.000.000

1. Uang muka lebih besar dari kerugian yang dialami LKS sebagai penjual
Jika pesanan murabahah dibatalkan oleh pembeli dan atas pembatalan tersebut LKS sebagai penjual
mengalami kerugian, maka pembeli harus mengganti kerugian riil tersebut dai uang muka yang telah
dibayarkan. Hal tersebut ditentukan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 13/DSN-
MUI/IX/2000 tentang Uang Muka Murabahah, mengatur ketentuan uang muka sebagai berikut:
Pertama: Ketentuan Umum Uang Muka:
3. Jika nasabah membatalkan akad murabahah, nasabah harus memberikan
ganti rugi kepada LKS dari uang muka tersebut.
5. Jika jumlah uang muka lebih besar dari kerugian, LKS harus mengembalikan
kelebihannya kepada nasabah.
PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah, paragraf 36 mengatur pengakuan dan pengukuran potongan
uang muka sebagai berikut:
36. Potongan uang muka akibat pembeli akhir batal membeli barang diakui sebagai kerugian.
Jadi jika potongan uang muka yang dilakukan oleh LKS sebagai penjual akibat kerugian riil yang
dialami, maka potongan tersebut oleh pembeli diakui sebagai kerugian. Kerugian riil yang dialami oleh
LKS sebagai penjual yang dipotongkan dari uang muka hendaknya dibuktikan dengan bukti-bukti yang
dapat dipertanggung jawabkan, sehingga tidak ada yang dirugikan.
Contoh: 4-40
Atas pembatalan pesanan murabahah yang dilakukan Aminah, LKS sebagai penjual mengalami
kerugian riil sebanyak Rp10.000.000,00 Kerugian tersebut dipotongkan dari uang muka dan sisanya
dikembalikan kepada Aminah pada tanggal 10 Januari 2007.
Atas pembatalan pesanan dan LKS mengalami kerugian tersebut, Aminah sebagai pembeli
melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas / Rekening Bank Rp10.000.000,00
Dr. Kerugian Pesanan Murabahah Rp10.000.000,00
Cr. Piutang Uang Muka Rp20.000.000,00
Atas jurnal tersebut akun-akun dan posisi keuangan (neraca) Aminah menjadi sebagai berikut:
PIUTANG UANG MUKA MURABAHAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
05/01 LKS Ridho Gusti 20.000.000 10/01 Pembatalan pesanan 20.000.00
Saldo 00
20.000.000 20.000.000

BEBAN KERUGIAN PESANAN MURABAHAH


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
10/01 Pembatalan pesanan 10.000.000
Saldo 10.000.000
10.000.000 10.000.000

BAB IV. Akuntansi Murabahah | 143


NERACA
Per 10 Januari 2007
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Kas 10.000.000 Laba Rugi Berjalan
Piutang Uang Muka Mrbh 00 Beban operasi lainnya (10.000.000)

2. Uang muka lebih kecil dari kerugian yang dialami oleh LKS sebagai penjual
Jika atas pembatalan yang dilakukan oleh pembeli, LKS sebagai penjual mengalami kerugian yang
lebih besar dari uang muka yang dibayar pembeli kepada penjual, maka pembeli harus membayar
kekurangan kerugian yang dialami oleh penjual.
Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 13/DSN-MUI/IX/2000 tentang Uang Muka Murabahah,
mengatur ketentuan uang muka sebagai berikut:
Pertama : Ketentuan Umum Uang Muka:
3. Jika nasabah membatalkan akad murabahah, nasabah harus memberikan ganti rugi
kepada LKS dari uang muka tersebut.
4. Jika jumlah uang muka lebih kecil dari kerugian, LKS dapat meminta tambahan
kepada nasabah.
Sesuai ketentuan tersebut di atas, jika uang muka yang telah diberikan kepada LKS sebagai penjual
lebih kecil dari kerugian riil yang dialami oleh LKS, maka pembeli dapat diminta untuk menambah
kekurangannya tersebut. Oleh karena itu kekurangan uang muka tersebut diakui sebagai kerugian oleh
pembeli.
Contoh: 4-41
Tanggal 10 Januarii 2007 LKS sebagai penjual menyampaikan bahwa stas pembatalan pesanan
murabahah yang dilakukan Aminah, LKS sebagai penjual mengalami kerugian riil sebanyak
Rp25.000.000,00. Kekurangan kerugian menjadi tanggung jawab Aminah sebagai pembeli untuk
melunasinya.
Atas transaksi tersebut, Aminah sebagai pembeli melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kerugian Pesanan Murabahah Rp25.000.000,00
Dr. Hutang LKS Rp 5.000.000,00
Cr. Piutang Uang Muka Rp20.000.000,00
Atas jurnal tersebut akun-akun dan posisi keuangan (neraca) Aminah menjadi sebagai berikut:

PIUTANG UANG MUKA MURABAHAH


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
05/01 LKS Ridho Gusti 20.000.000 10/01 Pembatalan pesanan 20.000.00
Saldo 00
20.000.000 20.000.000

HUTANG KEPADA LKS


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
10/01 Pembatalan pesanan 5.000.00
Saldo 5.000.000
5.000.000 5.000.000

144 |Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


BEBAN KERUGIAN PESANAN MURABAHAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
10/01 Pembatalan pesanan 25.000.000
Saldo 25.000.000
25.000.000 25.000.000

NERACA
Per 10 Januari 2007
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Kas Hutang LKS Ridho Gusti 5.000.000

Piutang Uang Muka Mrbh 00 Laba Rugi Berjalan


Beban operasi lainnya (25.000.000)
Jika atas kekurangannya dilakukan pembayaran oleh Aminah sebagai pembeli kepada LKS Ridho
Gusti sebagai penjual maka jurnal yang dilakukan oleh Aminah sebagai pembeli adalah sebagai berikut:
Dr. Hutang LKS Ridho Gusti Rp5.000.000,00
Cr. Kas/ Rek Bank Rp5.000.000,00
Jika atas kekurangan uang muka tersebut Aminah tidak bersedia untuk membayar kekurangannya
dan LKS Ridho Gusti menyetujui, maka jurnal yang dilakukan oleh Aminah sebagai penjual adalah
sebagai berikut :
Dr. Hutang LKS Ridho Gusti Rp5.000.000,00
Cr. Kerugian Pesanan Murabahah Rp5.000.000,00

4.4.3. Penerimaan barang dan pengakuan hutang harga barang


Dalam transaksi murabahah yang diperjual belikan adalah barang (bukan uang). LKS sebagai
penjual menyediakan barang untuk dilakukan jual beli. Dalam transaksi murabahah, bagi nsaabah sebagai
pembeli menerima barang yang diperjualbelikan (bukan uang untuk membeli barang). Oleh karena itu
dalam murabahah dengan pembayaran tangguh hutang nasabah sebagai pembeli kepada LKS sebagai
penjual adalah hutang atas harga barang yang diperjual belikan (bukan hutang uang). Dalam Lembaga
Keuangan perbankan konvensional dikenal adalanya hutang pokok dan hutang bunga, oleh karena yang
diterima nasabah adalah uang untuk membeli barang dan atas uang tersebut diperhitungkan bunga seiring
dengan sisa uang yang dipergunakan oleh nasabah.
Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional dijelaskan hutang pembeli kepada LKS sebagai penjual tidak
mengenal hutang pokok dan hutang margin. Pada saat akad murabahah ditandatangani hutang pembeli
adalah sebesar harga jual yang telah disepakati dari barang yang diperjual belikan. Hutang pembeli tidak
terkait dengan transaksi lain, artinya begitu akad ditandatangani kemudian beberapa hari kemudian dilunasi
maka yang terhutang (yang harus dilunasi) oleh pembeli tetap sebesar hutang pembeli (sebesar harga jual
barang). Bahkan selesai akad ditandatangani pembeli menjual barang yang dibeli, maka bagi pembeli tidak
ada kewajiban untuk segera melunasi hutangnya.
Hal ini diatur secara rinci dan tegas dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 04/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Murabahah, menjelaskan hutang dalam murabahah sebagai berikut:
Keempat : Hutang dalam Murabahah:
1. Secara prinsip, penyelesaian hutang nasabah dalam transaksi murabahah tidak ada
kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas
barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan
atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan hutangnya kepada Bank.

BAB IV. Akuntansi Murabahah | 145


2. Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak
wajib segera melunasi seluruh angsurannya.
3. Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus
menyelesaikan hutangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh memperlambat
pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu diperhitungkan.
Berkaitan dengan penerimaan barang dan pengakuan hutang harga barang, diatur dalam PSAK 102
tentang Akuntansi Murabahah, paragraf 31 sampai dengan 33, sebagai berikut:
31. Hutang yang timbul dari transaksi murabahah tangguh diakui sebagai hutang murabahah sebesar harga
beli yang disepakati (jumlah yang wajib dibayarkan).
32. Aset yang diperoleh melalui transaksi murabahah diakui sebesar biaya perolehan murabahah tunai.
Selisih antara harga beli yang disepakati dengan biaya perolehan tunai diakui sebagai beban murabahah
tangguhan.
33. Beban murabahah tangguhan diamortisasi secara proporsional dengan porsi hutang murabahah.
Harga jual barang yang dibeli dan pembayarannya dilakukan dengan tangguh dicatat sebagai
“hutang Murabahah” sebesar harga jual barang, dan harga peroleh barang yang dibeli dicatat dalam “Aset
(persediaan atau aktiva tetap)” sedangkan selisihnya dicatat dalam “Beban Murabahah Tangguhan” dan
diamortisir selama jangka waktu akad. Beben Murabahah Tangguhan disajikan sebagai pengurang Hutang
Murabahah.
Bagi nasabah sebagai pembeli hutang tersebut merupakan hutang atas harga barang atau harga jual
barang yang belum dibayar, oleh karena itu tidak ada pembagian hutang pokok atau hutang margin dan
sifat dari hutang tersebut adalah tetap kecuali dibayar. Untuk memberikan gambaran hubungan harga jual
dengan hutang dapat dilihat dalam gambar berikut:

Gambar 4-7 : harga jual dan hutang nasabah


Dari ilustrasi gambar di atas jelas bahwa negosiasi harga jual dilakukan sebelum akad ditanda
tangani, dan jika harga jual disepakati dan akan murabahah ditanda tangani serta pembayaran harga
barangnya dilakukan setelah akad ditandatangani maka timbulnya adalah hutang yang memiliki sifat tetap
kecuali dibayar.
Contoh : 4-42
Pada tanggal 16 Pebruari 2007 Aminah dan LKS Ridho Gusti melakukan jual beli Mobil Kijang
dengan harga jual yang disepakati sebesar Rp164.000.000,00 dan keuntungan sebesar
Rp24.000.000,00. LKS Ridho Gusti memberitahukan harga pokok Mobil Kijang pokok sebesar
Rp140.000.000,00. Sebagai tanda keriusan atas jual beli tersebut Aminah memberikan uang muka
kepada LKS Ridho Gusti sebesar Rp20.000.000,00 Pembayaran disepakati dengan cara angsuran
sesuai kesepakatan antara penjual dan pembeli.

146 |Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Atas jual beli murabahah tersebut Aminah melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Aset/Persediaan Rp140.000.000,00
Dr. Beban Tangguhan Murabahah Rp 24.000.000,00
Cr. Hutang Murabahah Rp164.000.000,00
Uang muka sebagai pengurang hutang pembeli, sehingga oleh Aminah sebagai pembeli melakukan
jurnal sebagai berikut:
Dr. Hutang Murabahah Rp20.000.000,00
Cr. Piutang Uang Muka Murabahah Rp20.000.000,00
Atas transaksi dan jurnal-jurnal tersebut di atas, posisi akun dan neraca Aminah adalah sebagai berikut:
ASET/PERSEDIAAN
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
16/02 Pembelian 140.000.000
Saldo 140.000.000
140.000.000 140.000.000

HUTANG MURABAHAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
16/02 Uang muka Mrbh 20.000.000 16/02 Bank Syariah “x” 164.000.000
Saldo 144.000.000
164.000.000 164.000.000

BEBAN MURABAHAH TANGGUHAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
16/02 Bank Syariah “X” 24.000.000
Saldo 24.000.000
24.000.000 24.000.000

PIUTANG UANG MUKA MURABAHAH


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
05/01 Bank Syariah X 20.000.000 16/02 Bank Syariah “X” 20.000.000
Saldo 0
20.000.000 20.000.000

NERACA
Per 16 Februari 2007
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Aktva (aktiva Tetap) 140.000.000 Hutang Murabahah 144.000.000
Piutang Uang Muka Mrbh 0 Beban Tangguhan Murabahah (24.000.000)

BAB IV. Akuntansi Murabahah | 147


4.4.4 Penerimaan diskon harga barang
Dalam pembelian barang yang dilakukan oleh LKS dimungkinkan untuk memperoleh diskon
pemasok atas pembelian barang tersebut. Jika Lembaga Keuangan Syariah memperoleh diskon dari
pemasok maka sangat diperlukan kejujuran dari LKS untuk menyampaikan diskon tersebut kepada
nasabah sebagai pembeli, khususnya diskon yang diperoleh sebelum akad murabahah disepakati antara
LKS sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Jika diskon diperoleh sebelum akad ditanda tangani
oleh LKS sebagai penjual harus diakui sebagai pengurang harga perolehan barang dan LKS harus
memberitahukan dengan jujur harga perolehan barang. Jadi kalau tidak ada kejujuran oleh LKS sebagai
penjual tentang hal ini, nasabah sebagai pembeli tidak akan mengetahui diskon tersebut Jika nasabah
sebagai pembeli memperoleh diskon setelah akad murabahah disepakati, dan pembayaran harga barang
dilakukan dengan tangguh, maka diskon tersebut diakui sebagai pengurang beban tangguhan murabahah
(tidak diperkenankan diakui sebagai pendapatan).
Dalam PSAK102 tentang Akuntansi Murabahah, paragraf 34 dijelaskan ketentuan tentang diskon
yang diperoleh setalah akad murabahah, diatur sebagai berikut :
34. Diskon pembelian yang diterima setelah akad murabahah, potongan pelunasan dan potongan hutang
murabahah sebagai pengurang beban murabahah tangguhan.
Contoh : 4-43
Atas transaksi jual beli Murabahah atas mobil Kijang yang dilakukan oleh LKS Ridho Gusti dengan
Aminah diperoleh diskon dari pemasok sebesar Rp5.000.000,00 (setelah akad ditanda tangani antara
LKS Ridho Gusti dan Aminah).
Dr. Kas / Rekening Bank Rp5.000.000,00
Cr. Diskon Murabahah Rp5.000.000,00
Sesuai ketentuan dalam paragraf 33 PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah, diskon murabahah
sebesar Rp5.000.000,00 yang diperoleh oleh Aminah setelah akad murabahah ditandatangani merupakan
pengurang beban tangguhan murabahah (tidak dikategorikan sebagai pendapatan).

4.4.5 Pembayaran harga barang


Jika akad murabahah disepakati, maka pada dasarnya hutang nasabah sebagai pembeli adalah
sebesar harga jual barang yaitu harga perolehan ditambah dengan keuntungan yang disepakati. Jika
nasabah sebagai pembeli memberikan uang muka maka uang muka tersebut diakui sebagai pengurang
hutang nasabah sebagai pembeli kepada LKS sebagai penjual.
Aminah sepakat pembayaran harga barang dilakukan secara tangguh dalam jangka waktu 10 bulan,
yaitu sampai dengan 16 Desember 2007 dengan pembayaran angsuran sebagai berikut:
1. 16 Maret 2007 sebesar Rp60.000.000,00
2. 15 Agustus 2007 sebesar Rp45.000.000,00
3. 15 Desember 2007 sebesar Rp39.000.000,00

4.4.6 Pembayaran Angsuran


Pembayaran angsuran hutang murabahah besarnya dan dilakukan sesuai kesepakatan antara
Lembaga Keuangan Syariah (LKS Ridho Gusti) dengan pembeli (Aminah) yang secara umum didasarkan
pada kemampuan membayar hutang oleh pembeli. Bagi pembeli dalam pembayaran hutang adalah
pembayaran hutang atas harga jual barang, oleh karena itu tidak dikenal hutang pokok atau hutang margin.
Berapapun besarnya pembayaran yang dilakukan merupakan penguran dari hutang murabahah.
Contoh : 4-44
Pada tanggal 16 Maret 2007 Aminah melakukan pembayaran hutang Murabahah yang telah jatuh
tempo pada tanggal tersebut sebesar Rp60.000.000,00.

148 |Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Atas pembayaran hutang murabahah tersebut Aminah sebagai pembeli melakukan jurnal sebagai berikut:
(1) Dr. Hutang Murabahah Rp60.000.000,00
Cr. Kas / Rekening Bank Rp60.000.000,00
(2) Dr. Beban Murabahah Rp10.000.000,00
Cr. Beban Murabahah Tangguhan Rp10.000.000,00
Sesuai ketentuan dalamPSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah, paragraf 32 menyatakan bahwa
beban murabahah tangguhan diamortisasi secara proporsional dengan porsi hutang murabahah. Oleh
karena itu Dengan telah dilakukannya pembayaran angsuran hutang murabahah, maka beban tangguhan
diamortisasi sebesar :
24.000.000
Beban Murabahah = --------------- X Rp60.000.000 = Rp10.000.000
144.000.000
Atas transakis dan jurnal tersebut di atas posisi akun dan neraca Aminah adalah sebagai berikut:

HUTANG MURABAHAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/02 Uang muka Mrbh 20.000.000 16/02 LKS Ridho Gusti 164.000.000
16/03 Angsuran ke-1 60.000.000
Saldo 84.000.000
164.000.000 164.000.000

BEBAN MURABAHAH TANGGUHAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
16/02 LKS Ridho Gusti 24.000.000 16/03 Angsuran ke-1 10.000.000
Saldo 14.000.000
24.000.000 24.000.000

NERACA
Per 16 Maret 2007
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Aktva (aktiva Tetap) 140.000.000 Hutang Murabahah 84.000.000
Piutang Uang Muka Mrbh 0 Beban Tangguhan Murabahah (14.000.000)

A. Angsuran telah jatuh tempo belum dibayar


Dalam akuntansi syariah mempergunakan asumsi akrual, sehingga pada saat jatuh tempo dan belum
dilakukan pembayaran harus dicatat beban yang menjadi tanggungan pada periode tersebut.
Contoh: 4-45
Atas hutang murabahah pada LKS Ridho Gusti, karena sesuatu hal Hj.Aminah tidak dapat
membayar angsuran kedua yang telah jatuh tempo pada tanggal 15 Agustus 2007 sebesar
Rp45.000.000,00.
Atas transaksi tersebut Hj.Aminah melakukan jurnal sebagai berikut:
(1) Dr. Hutang Murabahah Jatuh Tempo Rp45.000.000,00
Cr. Hutang Murabahah Rp45.000.000,00
(2) Dr. Beban Murabahah Rp7.500.000,00
Cr. Beban Murabahah Tangguhan Rp7.500.000,00

BAB IV. Akuntansi Murabahah | 149


Dalam angsuran hutang yang telah jatuh tempo terkandung beban murabahah yang harus dicatat
dan disajikan dalam Laporan Laba Rugi sebagai beban Murabahah. Besarnya beban murabahah yang
diakui dari angsuran hutang murabahah yang telah jatuh tempo adalah:
24.000.000
Beban Murabahah = -------------- X Rp45.000.000 = Rp7.500.000
144.000.000
Atas transaksi dan jurnal tersebut di atas, posisi akun dan neraca Aminah adalah sebagai berikut:

HUTANG MURABAHAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/02 Uang muka Mrbh 20.000.000 16/02 LKS Ridho Gusti 164.000.000
16/03 Angsuran ke-1 60.000.000
15/08 Angsuran ke-2 JT 45.000.000
Saldo 39.000.000
164.000.000 164.000.000

HUTANG MURABAHAH JATUH TEMPO.


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/08 Angsuran ke-2 45.000.000

Saldo 45.000.000
45.000.000 45.000.000

BEBAN MURABAHAH TANGGUHAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
16/02 LKS Ridho Gusti 24.000.000 16/03 Angsuran ke-1 10.000.000
15/08 Angsuran ke-2 7.500.000
Saldo 6.500.000
24.000.000 24.000.000

NERACA
Per 15 Agustus 2007
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Aktva (aktiva Tetap) 140.000.000 Hutang Murabahah 39.000.000
Piutang Uang Muka Mrbh 0 Beban Tangguhan Murabahah (6.500.000)
Hutang Murabahah Jatuh Tempo 45.000.000

B. Pembayaran sebagian Angsuran Jatuh Tempo


Walaupun jadwal angsuran telah ditetapkan, tidak menutup kemungkinan pembayaran hutang
murabahah hanya dapat dilakukan sebagian oleh pembeli. Hal ini didasarkan pada kemampuan riil pada
saat itu dalam melakukan pembayaran.
Contoh.: 4-46
Atas angsuran kedua yang telah jatuh tempo tanggal 15 Agustus 2007 sebesar Rp45.000.000,00
Aminah pada tanggal 25 Agustus 2007 melakukan pembayaran angsuran sebagian hutang
murabahah dengan LKS Ridho Gusti sebesar Rp30.000.000,00.
Atas transaksi tersebut di atas Aminah melakukan jurnal sebagai berikut :
Dr. Hutang Murabahah Jatuh Tempo Rp30.000.000,00
Cr. Kas / Rekening Bank Rp30.000.000,00

150 |Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Atas transaksi dan jurnal tersebut di atas, posisi akun dan neraca Aminah adalah sebagai berikut :

HUTANG MURABAHAH JATUH TEMPO


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/08 Sebagian angs ke-2 30.000.000 15/08 Angsuran ke-2 45.000.000
Saldo 15.000.000
45.000.000 45.000.000

NERACA
Per 25 Agustus 2007
Aktiva pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Aktva (aktiva Tetap) 140.000.000 Hutang Murabahah 39.000.000
Piutang Uang Muka Mrbh 0 Beban Tangguhan Murabahah (6.500.000)
Hutang Mrbh Jatuh Tempo 15.000.000

Jika pada tanggal 30 Agustus Aminah melunasi sisa kewajibannya keduanya, maka jurnal yang
dilakukan sama dengan di atas.

C. Potongan angsuran hutang murabahah


Lembaga Keuangan syariah sebagai penjual dapat memberikan potongan angsuran hutang nasabah,
bagi nasabah yang berprestasi atau ketidak memampuan. Bagi nasabah sebagai pembeli potongan angsuran
yang diterima akui sebagai pengurang beban murabahan.
Contoh : 4-47
Misalnya atas pembayaran hutang murabahah (angsuran murabahah) kepada LKS Ridho Gusti,
tanggal 15 Agustus 2007 sebesar Rp45.000.000,00 oleh LKS Ridho Gusti memberikan potongan
sebesar Rp1.000.000,00.
Atas pemberian potongan angsuran oleh LKS Ridho Gusti tersebut, Aminah melakukan jurnal
sebagai berikut:
1. Jurnal alternatif pertama:
(a) Dr. utang Murabahah Rp45.000.000
Cr. Kas Rp45.000.000
(b) Dr. Beban Murabahah Rp7.500.000
Cr. Beban Murabahah Tangguhan Rp7.500.000
(c) Dr. Kas Rp1.000.000
Cr. Beban Murabahah Rp1.000.000
2. Jurnal Alternatif kedua:
Dr. Hutang Murabahah Rp45.000.000
Dr. Beban Murabahah Rp 6.500.000
Cr. Beban Murabahah Tanggungan Rp 7.500.000
Cr. Kas Rp44.000.000

4.4.7. Penerimaan potongan pelunasan harga barang


Pada dasarnya kewajiban pembeli dalam melakukan pembayaran hutang murabahah adalah sebesar
sisa kewajibannya. Apabila pembeli melakukan pelunasan sebelum jatuh tempo, yang harus dibayar
pembeli (Hj.Aminah) kepada Lembaga Keuangan Syariah (LKS Ridho Gusti) adalah sebesar sisa
kewajibannya. Lembaga Keuangan Syariah dapat memberikan potongan atas pelunasan hutang

BAB IV. Akuntansi Murabahah | 151


murabahah. Hal ini dimungkinan karena dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 23/DSN-
MUI/III/2002 tentang Potongan Pelunasan Dalam Murabahah mengatur hal tersebut sebagai berikut:
1. Jika nasabah dalam transaksi murabahah melakukan pelunasan pembayaran tepat waktu atau
lebih cepat dari waktu yang telah disepakati, LKS boleh memberikan potongan dari kewajiban
pembayaran tersebut, dengan syarat tidak diperjanjikan dalam akad
2. Besar potongan sebagaimana dimaksud di atas diserahkan pada kebijakan dan pertimbangan
LKS.
Contoh : 4-48
Aminah tanggal 30 Oktober 2007 (sebelum jatuh tempo 15 Desember 2007) melakukan pelunasan
seluruh sisa hutangnya pada LKS Ridho Gusti sebesar Rp54.000.000,00 yaitu sisa angsuran kedua
sebesar Rp15.000.000,00 dan angsuran ketiga sebesar Rp39.000.000,00. Atas pelunasan tersebut
LKS Ridho Gusti memberikan potongan pelunasan sebesar Rp2.000.000,00.
Atas transaksi tersebut di atas jurnal yang dilakukan oleh Aminah sebagai pembeli adalah sebagai berikut:
(1) Dr. Hutang Murabahah Rp39.000.000,00
Dr. Hutang Murabahah jatuh Tempo Rp15.000.000,00
Cr. Kas / Rekening Bank Rp54.000.000,00
(2) Dr. Beban Murabahah Rp6.500.000,00
Cr. Beban Murabahah Tangguhan Rp6.500.000,00
(3) Dr. Kas/ rekening Bank Rp2.000.000,00
Cr. Potongan Pelunasan Hutang Murabahah Rp2.000.000,00
Atas transaksi dan jurnal tersebut di atas, posisi akun dan neraca Aminah adalah sebagai berikut:

HUTANG MURABAHAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/02 Uang muka Mrbh 20.000.000 16/02 Bank Syariah “x” 164.000.000
16/03 Angsuran ke-1 60.000.000
15/08 Angsuran ke-2 JT 45.000.000
30/10 Pelunasan 39.000.000
Saldo 0
164.000.000 164.000.000

HUTANG MURABAHAH JATUH TEMPO


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/08 Sebagian angs ke-2 30.000.000 15/08 Angsuran ke-2 45.000.000
30/10 Pelunasan 15.000.000
Saldo 0
45.000.000 45.000.000

BEBAN MURABAHAH TANGGUHAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
16/02 Bank Syariah “X” 24.000.000 16/03 Angsuran ke-1 10.000.000
15/08 Angsuran ke-2 7.500.000
30/10 Pelunasan 6.500.000
Saldo 0
24.000.000 24.000.000

152 |Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


NERACA
Per 30 Oktober 2007
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Aktva (aktiva Tetap) 140.000.000 Hutang Murabahah 0
Piutang Uang Muka Murabahah 0 Beban Tangguhan Murabahah 0
Hutang Murabahah Jatuh Tempo 0

4.4.8 Pembayaran denda


Denda dalam transaksi murbahah dikenakan kepada nasabah yang mampu tetapi tidak mau untuk
melaksanakan kewajibannya dan dana yang diterima dari denda tersebut akan diserahkan sebagai dana
kebajikan. Dalam PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah, paragraf 35 diatur tentang denda sebagai
berikut:
35. Denda yang dikenakan akibat kelalaian dalam melakukan kewajiban sesuai dengan akad diakui
sebagai kerugian.
Contoh : 4-49
Aminah dan Ridho Gusti sepakat apabila terlambat dalam membayar angsuran akan dikenakan
denda sebesar Rp500.000,00 . Dana yang diterima atas denda tersebut yang dananya akan
disetorkan oleh LKS Ridho Gusti ke Dana Kabijakan (sosial) atas nama Aminah.
Atas pengenaan dengan oleh LKS tersebut, Aminah sebagai pembeli melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Beban denda Murabahah Rp500.000
Cr. Kas / Rekening Bank Rp500.000

4.4.9 Wakil LKS untuk membeli barang


Dalam praktek banyak Lembaga Keuangan Syariah yang tidak terlibat dalam pengadaan barang,
Bank menyediakan uang atau memberikan uang kepada nasabah, dengan alasan nasabah sebagai wakil
Bank syariah untuk membeli barang kebutuhannya sendiri. Berkaitan dengan hal ini Fatwa DSN :
04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah menyatakan sebagai berikut:
Jika Bank mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli
murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik Bank
Dari fatwa ini jelas bahwa Bank syariah tidak diperkenankan untuk melakukan akad murabahah
kalau barangnya tidak ada, karena timbul gharar (ketidak jelasan barang yang diperjualbelikan). Hal ini jelas
haditsnya yang mengatakan tidak diperkenankan untuk menjual burung yang masih terbang, menjual ikan
dalam lautan dan menjual akan binatang dalam kandungan. Saat Bank syariah menyerahkan uang sebagai
wakil Bank syariah, maka akad yang dipergunakan adalah akad wakalah. Setelah barang ada, baru dilakukan
akad murabahah. Untuk memberikan ilustrasi murabahah yang diwakilkan kepada nasabah, diberikan
ilustrasi contoh berikut:
Contoh :4:50
Bank Syariah melakukan transaksi murabahah dengan Aminah atas Mobil Inova dengan harga
mobil Rp120.000.000,00. Keuntungan disepakati sebesar Rp25.200.000,00. Pembayaran dilakukan
secara tangguh selama satu tahun. Bank Syariah menyerahkan uang ke Aminah sebesar
Rp120.000.000,00 sbg wakil Bank Syariah untuk membeli mobil Inova untuknya.
Dari contoh di atas Aminah sebagai pihak yang mewakili untuk membeli aset murabahah dalam
melakukan jurnal sebagai berikut:
1. Pada saat diterima uang dari Lembaga Keuangan Syariah sebesar Rp120.000.000,00 sebagai wakil
Lembaga Keuangan Syariah untuk membeli barang dilakukan jurnal sebagai berikut:

BAB IV. Akuntansi Murabahah | 153


Dr. Kas/Rekening Bank Rp120.000.000,00
Cr. Hutang Wakalah Rp120.000.000,00
2. Pada saat dilaksanakan pembelian barang sebesar Rp120.000.000,00 dilakukan jurnal sebagi berikut:
Dr. Barang Konsinyasi Rp120.000.000,00
Cr. Kas / Rekening Bank Rp120.000.000,00
Barang yang telah dibeli tersebut dicatat dalam ”Barang Konsinyasi” karena barang tersebut belum
menjadi milik nasabah, karena belum dilakukan akad murabahah, sehingga jika sampai dengan
tutup buku barang tersebut belum diserahkan dicatat sebagai aktiva lainnya.
3. Pada saat dilakukan penyerahan barang kepada Lembaga Keuangan Syariah dilakukan jurnal sebagai
berikut:
Dr. Hutang wakalah Rp120.000.000
Cr. Barang Konsinyasi Rp120.000.000

4.4.10 Akuntansi utang piutang murabahah bermasalah


Bagi nasabah sebagai pihak yang memiliki hutang kepada Lembaga Keuangan Syariah, maka
diperlakukan akuntansi sebagaimana melakukan pembayaran angsuran atau harga barang yang
diperjualbelikan, karena dapa prinsipnya berapapun yang dibayar oleh nasabah sebagai pembeli atau pihak
yang berhutang adalah melakkukan pembayaran hutang tanpa membedakan pembayaran pokok atau
margin.

4.5. Penyajian dan Pengungkapan Murabahah

Dalam PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah telah dijelaskan hal-hal yang terkait dengan
penyajian dan pengungkapan transaksi murabahah, dan dalam bab ini telah disajikan dalam butir yang
dibahas untuk memberikan gambaran yang lengkap atas transaksi tersebut.
Dalam PSAk 102 tentang akuntansi Murabahah dijelaskan hal-hal yang perlu disajikan dalam
transaksi murabahah sebagai berikut:
27. Piutang murabahah disajikan sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan, yaitu saldo piutang
murabahah dikurangi penyisihan kerugian piutang.
28. Margin murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra account) piutang murabahah.
29. Beban murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra account) hutang murabahah.
Dalam PSAk 102 tentang akuntnsi Murabahah dijelaskan hal-hal yang perlu diungkapkan atas
transaksi murabahah sebagai berikut:
30. Penjual mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan transaksi murabahah, tetapi tidak terbatas pada:
(a) harga perolehan aset murabahah;
(b) janji pemesanan dalam murabahah berdasarkan pesanan sebagai kewajiban atau bukan; dan
(c) pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
31. Pembeli mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan transaksi murabahah, tetapi tidak terbatas pada:
(a) nilai tunai aset yang diperoleh dari transaksi murabahah;
(b) jangka waktu murabahah tangguh.
(c) pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah.

154 |Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


4.6. Pertanyaan dan Soal

4.6.1 Pertanyaan
1. Sebagian besar penyaluran dana yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah, khususnya
perBankan mempergunakan prinsip jual beli murabahah.
a. Jelaskan dengan rinci dan lengkap pengertian, jenis murabahah?
b. Jelaskan karakteritik murabahah sebagaimana dimaksud dalam Fatwa DSN dan PSAK 102
tentang Akuntansi Murabahah
2. PSAK 102 mengatur tentang Akuntansi Murabahah, baik untuk penjual maupun untuk pembeli.
a. Jelaskan cakupan PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah?
b. Jelaskan kapan mempergunakan akuntansi penjual dan akuntansi pembeli?
3. Lembaga Keuangan Syariah sebagai penjual bertanggung jawab untuk pengadakan barang yang akan
diperjual belikan.
a. Jelaskan aturan dan pengakuan serta pengukuran diskon yang diterima dari pemasok ?
b. Jelaskan aturan dan pengakuan serta pengukuran uang muka murabahah yang diterima dari
pembeli?
4. Dalam murabahah dengan pembayaran tangguh, hutang nasabah sebesar harga jual.
a. Jelaskan karakteristik hutang dalam murabahah?
b. Jelaskan mengapa selama jangka waktu akad harga jual murabahah tidak boleh berubah?
5. Dalam transaksi murabahah tidak selalu pembayaran dilakukan dengan lancar sesuai dengan yang
disepakati.
a. Jelaskan aturan tentang langkah-langkah dalam menangani piutang bermasalah?
b. Jelaskan aturan penanganan agunan murabahah atas piutang bermasalah?
6. Dalam transaksi murabahah metode perhitungan dan pengakuan keuntungan murabahah tidak sama.
a. Jelaskan metode perhitungan keuntungan murabahah yang anda ketahui?
b. Jelaskan metode pengakuan keuntungan murabahah sebagaimana diatur dalam PSAK 102
tentang akuntansi murabahah?

5.6.2 Soal
Soal satu
Tanggal (2008) Transaksi
15 Juli Bank Syariah membeli mobil atas pesanan Tuan Abdullah dari PT Toyota Motor
dengan harga mobil Rp182.490.000,00 dan atas pembelian mobil tersebut PT
Toyota Motor memberikan potongan harga Rp15.000.000,00
15 Juli Bank Syariah menjual kembali mobil tersebut kepada Abdullah seharga
Rp227.167.090 yang pembayarannya dilakukan secara angsuran selama 36 bulan
sebesar Rp6.310.220
15 Oktober Abdullah tidak melakukan pembayaran angsuran bulan Nopermber dan baru
melakukan pembayaran angsuran tanggal 05 Nopember
15 Nopember Abdullah melakukan pembayaran angsuran bulan tersebut sebesar Rp6.310.200
dan dilakukan dengan memdebet rekening yang bersangkutan
15 Desember Abdullah tidak melakukan pembayaran angsurannya dan tanggal 10 Januari 2009
dilakukan pelunasannya hutangnya dan atas pelunasan tersebut Bank
memberikan muqasah Rp20.000.000,00
Pertanyaan :
1. Buatlah jurnal atas transaksi tersebut dengan metode konsep dasar kas (cash basis) dan konsep
dasar akrual (accrual basis).

BAB IV. Akuntansi Murabahah | 155


Soal kedua
Tuan Zakaria mengajukan permohonan kepada Bank Syariah untuk dapat membelikan mobil
Kijang LGX tahun 2000. Setelah mendapat pesanan tersebut Bank syariah membeli mobil kijang
tersebut ke Toyota Auto 2000 dengan harga Rp120 juta on the road dan harganya telah disampaikan
kepada Tuan Zakaria. Atas pembelian mobil itu Tuan Zakaria akan melakukan pembayaran secara
cicilan untuk jangka waktu 12 bulan dan telah disepakati keuntungan Bank Syariah sebesar Rp30 juta.
Pertanyaan buatlah jurnal atas :
1. Pembelian mobil dari dealer
2. Jual beli mobil kepada nasabah dengan Bank Syariah
3. Pembayaran angsuran oleh nasabah
4. Pembayaran denda (jika nasabah melakukan kelalaian – misalnya Rp10.000,00)
5. Pembayaran pelunasan jual beli pada angsuran ke 7 dan nasabah mendapatkan muqasah sebesar
Rp7.000.000,00
Soal ketiga
Bank syariah Amanah melakukan transaksi dengan nasabahnya yaitu menjual mobil dengan
harga barang Rp250.000.000,00 Atas transaksi tersebut nasabah memberikan uang muka sebesar
Rp150.000.000,00. Bank dan nasabah sepakat keuntungan Bank sebesar Rp20.000.000,00 dan Bank
mengenakan beban administrasi sebesar Rp100.000,00 Atas jual beli tersebut nasabah melakukan
pembayaran secara angsuran sebanyak sepuluh kali.
Atas pesanan dari nasabah tersebut Bank syariah melakukan pemesanan kepada delaer dengan
uang muka sebesar Rp1.000.000,00 dengan ketentuan jika batal uang muka hangus.
Pada angusuran ke 6 nasabah melakukan pelunasan dan Bank syariah memberikan potongan
sebesar Rp5.000.000,00.
Diminta:
a. Buatkan jurnal transaksi mulai dari penerimaan uang muka hingga pelunasan
b. Buatlah jurnal transaksi pembatalan pemesanan oleh nasabah
- jika Bank syariah membatalkan pemesanan kepada delaer
- jika Bank syariah tidak membatalkan pemesanan ke dealer
c. Buatlah jurnal pelunasan dipercepat, jika nasabah melakukan pelunasan keseluruhan hutangnya
pada angsuran ke 6
Soal keempat
Dari catatan administrasi Bank Syariah diketahui data-data sebagai berikut:
Tanggal Keterangan
02 April Bank Syariah melakukan pembelian dengan tunai sebuah sepeda seharga Rp7.500.000,00
Atas pembelian tersebut toko sepeda memberikan rabat sebesar Rp500.000,00
05 April Bank Syariah melakukan transaksi jual beli sepeda dengan akad murabahah, dan
disepakati keuntungan sebesar Rp1.000.000,00 Nasabah telah menyerahkan uang muka
kepada Bank sebesar Rp2.000.000,00. Nasabah akan melakukan pembayaran secara
cicilan selama 10 bulan dan pembayaran angsuran dilakukan setiap tanggal 5
05 Juli Karena kelalaiannya nasabah tidak melakukan pembayaran angsuran dan atas
kelalaiannya tersebut Bank syariah mengenakan denda sebesar Rp50.000.,00
Sept Nasabah melunasi seluruh hutangnya dan atas pelunasan tersebut Bank syariah
memberikan potongan pelunasan sebesar Rp100.000,00
Pertanyaan
Buatlah perhitungan dan jurnal seluruh transaksi murabahah tersebut di atas.

156 |Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Soal kelima
Bank Syariah Baitul Ummah melakukan transaksi jual beli alat-alat kedokteran dengan dr.
Achmad Fajri penyerahan dilakukan di rumah dokter, dengan data-data sebagai berikut:
Harga alat-alat kedokteran sebesar Rp137,5 juta dan atas pembelian tersebut suplier
memberikan potongan sebesar Rp2,5 juta, ongkos angkut yang harus dibayar oleh Bank syariah
sebesar Rp5 juta. Sebgaai tanda keseriusan dokter Achmad Fajri memberikan uang muka sebesar
Rp40 juta dan atas jual beli alat kedokteran tersebut disepakati keuantungan sebesar Rp20 juta.
Pembayaran yang dilakukan oleh dr Achmad Fajri dilakukan secara cicilan selama 10 kali angsuran.
Pada angsuran yang ke 6 dr Achmad Fajri melakukan pelunasan seluruh hutangnya dan atas
pelunasan tersebut Bank Syariah Baitul Ummah memberikan potongan sebesar Rp5 juta.
Pertanyaan.
Buatlah perhitungan dan jurnal atas transaksi tersebut.
Soal ke-enam
LKS Baitul Ridho menerima pesanan barang H. Sualiman berupa mesin penggilingan gabah
merk Kubota 70 PK. Atas pesanan tersebut LKS Baitul Rdiho pada tanggal 05 April 2008 membeli
barang tersebut dengan harga barang sebesar Rp120.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan atas
pembelian itu LKS Baitul Ridho mendapat diskon 5% dari harga barang. Beban lain yang dikeluarkan
sehubungan dengan pembelian barang tersebut sebesar Rp5.000.000,00 Atas pembelian tersebut
Baitul Ridho membayaran uang muka kepada pemasok sebesar Rp20.000.000,00.
Tanggal 10 April 2008 Baitul Ridho melakukan akad murabahah dengan H. Sualiman dengan
data-data sebagai berikut:
1. H. Sualiman membayar uang muka kepada LKS Baitul Rdho sebesar Rp19.000
2. Keuntungan yang disepakati 20%
3. Pembayaran dilakukan secara angsuran merata selama 5 kali.
Diminta : Buatlah jurnal dan perhitungan
a. Pembayaran uang muka yang dilakukan oleh Baitul Ridho
b. Penerimaan barang dan diskon yang diterima dari pemasok
c. Penerimaan uang muka dari H Sualiman oleh LKS Baitul Ridho
d. Transaksi jual beli murabahah antara LKS Baitul Ridho dengan H Sualiman
e. Penerimaan angsuran dari H. Sulaiman oleh LKS Baitul Ridho sampai penulasan.
f. Jurnal pengakuan pendapatan jika Angsuran H Sulaiman telah jatuh tempo tetapi belum
dilakukan pembayaran.
Soal ke tujuh
Untuk memperlancar usaha pengangkutan yang dimilikinya, Ismail membutuhkan tambahan
sebuah mobil Toyota Inova seharga harga Rp250.000.000,00 Untuk memenuhi keingingannya
tersebut tanggal 10 April 2008 Ismail mendatangani Bank Syariah Amanah Ummat untuk meminta
pembiayaan dengan pembayaran selama setahun, secara merata selama jangka waktu angsuran.
Bank Syariah Amanah Ummat tanggal 15 April 2008 mensepakati pembiayaan Ismail dengan
data data sebagai berikut:
Nama barang : Toyota Inova
Harga barang : Rp250.000.000 (dua ratus lima puluh juta). Bank Syariah sepakat
untuk membiayai 80% dan sisanya harus dibayar sendiri oleh Ismail
melalui Bank Syariah sebagai uang muka.
Keuntungan disepakati : Sesuai keputusan ALCO Bank Syariah Amanah Ummat yaitu setara
dengan 20% / pa
Penyerahan : Dealer Toyota Indah, Jl Sudirman 30, Jakarta

BAB IV. Akuntansi Murabahah | 157


Biaya administrasi : Rp2.000.000 – (dua juta rupiah)
Pembayaran : Secara tangguh dengan angsuran 10 kali selama setahun, secara
merata selama jangka waktu angsuran, setiap tanggal 15
Pengikatan : Intern di Bank Syariah Amanah Ummat
Agunan : Rumah di atas tanah seluas 1000 M2, di Jl. Merdeka 30 Jakarta, SHM
atas nama Ismail.
Denda : sebesar Rp100.000 per hari keterlambatan
Diminta :
1. Menentukan prinsip syariah yang dipergunakan dalam transaksi tersebut
2. Perhitungan dan jurnal Bank Syariah yang terkaitan, mulai awal sampai dengan pelunasan
transaksi tersebut antara lain:
a. Penerimaan uang muka dari Nasabah
b. Pembelian Toyota dan penerimaan uang muka dari nasabah
c. Akad murabahah dan pembayaran angsuran sampai bln ke 5
d. Penerimaan fee administrasi
e. Bulan ke enam tidak dapat dilakukan pembayaran angsuran dan pembayaran
dilakukan sekaligus diperhitungkan dengan angsuran ketujuh.
f. Penerimaan denda dari nasabah
g. Pelunasan sisa hutang nasabah.
h. Pembentukan cadangan KAP
i. Perubahan Performing ke Non Performing
Soal ke delapan
Untuk pengembangan usahanya dibidang pertanian bawang merah, Abdullah seorang petani
bawang di Brebes memerlukan alat-alat pertanian dengan data sebagai berikut:
Nama barang : Alat pertanian (traktor dan cangkul)
Harga barang : Rp270.000.000,00
Penyerahan barang : Di Brebes (tempat Abdullah)
Untuk keperluan tersebut Abdullah mendatangi Bank Syariah Amanah Ummat Cabang Brebes
dan telah menyiapkan uang tunai sebesar Rp30 juta sebagai uang muka dan bersedia untuk
mengangsur selama setahun (12 kali) secara merata dan akan melakukan pelunasan segera setelah
panen bawang
Sesuai permohonan Abdullah, Bank Syariah Amanah Ummat menyetujui permohonan Abdullah
dengan kesepakatan sebagai berikut:
Nama Barang : Alat pertanian (traktor 2 buah, cangkul 100 buah)
Uang muka : Rp30.000.000 ( tiga puluh juta rupiah)
Harga pokok barang : Rp270.000.000 (dua ratus tujuh puluh juta rupiah)
Keuntungan : Rp36.000.000 (tiga puluh enam juta rupiah)
Biaya adminitrasi : Rp2.700.000 (dua juta tujuh ratus ribu rupiah)
Denda keterlambatan : 2% per hari dari angsuran yang tertunggak
Penyerahan barang : Di kantor Bank Syariah Amanah Ummat Brebes
Pembayaran : secara tangguh / angsuran secara merata selama setahun dan
dilakukan setiap tanggal 10
Pengikatan : Notariil
Biaya notaris : Rp5.000.000 (lima juta rupiah)

158 |Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Berkat keberhasilannya dalam mengolah bawang merah, bulan ke 7 Abdullah melunasi sisa
kewajibannya kepada Bank Syariah Amanah Ummat. Atas pelunasan tersebut Bank Syariah Amanah
Ummat memberikan potongan sebesar 50% dari keuntungan yang belum diterima.
Diminta :
1. Menentukan prinsip syariah yang dipergunakan dalam transaksi tersebut
2. Perhitungan dan jurnal Bank Syariah yang terkaitan, mulai awal sampai dengan pelunasan
transaksi tersebut antara lain
a. Penerimaan uang muka dari nasabah
b. Akad Murabahah dilaksanakan
c. Fee administrasi Murabahah
d. Biaya Notaris
e. Pembayaran angsuran
f Penerimaan denda
g. Pelunasan dan Bank memberikan potongan kewajiban sebesar 50% dari margin yang
belum dibayar
Soal kesembilan
Amirudin seorang pedagang bahan material bangan bangunan di komplek perumahan
Muslim Mandiri Jakarta. Untuk menunjang kemajuan usahanya Amirudin menghubungi Bank
Syariah Artha Pamenang supaya dapat membantu untuk :
1. Membeli bermacam kayu bangunan dengan Wahyudin seorang pengusaha kayu di Kalimantan,
sebanyak 100 M3 dengan harga sebesar Rp8.000.000,00.per -M3. Disepakati penyerahan
barang di gudang Amirudin. Biaya pengangkutan Kalimantan – Jakarta atas barang tersebut
sebesar Rp15.000.000,00 Bank Syariah Artha Pamenang hanya membiayai 70% dari
kebutuhan dan 30% dibayar sendiri oleh Amirudin melalui Bank Syariah Artha Pemenang
sebagai uang muka.
2. Membeli sebuah truk Fuso seharga Rp875.000.000,00. Macam-macam Biaya yang dikeluarkan
sehubungan dengan pembelian truk tersebut sebesar Rp25.000.000,00 Setelah mobil
diserahkan mendapat kabar dari Bank Syariah Artha Pamenang bahwa dealer memberikan
potongan harga sebesar Rp10.000.000,00 dan sepenuhnya diserahkan kepada Amirudin.
Dalam menetapkan keutungan Bank Syariah menawarkan tingkat keuntungan sebagai berikut
Jangka waktu tunai 1 tahun 2 tahun 3 tahun
Setara (%) 10 % 15% 20% 25%
Amirudin sepakat membayar harga jual barang dengan tingkat keuntungan yang dikenakan
oleh Bank Syariah Artha Pamenang dan kewajibannya dibayar selama 2 tahun setiap tanggal 15
dimulai tanggal 15 Maret 2009. Untuk keperlukan pemenuhan transaksi ini Amirudin membayar
dengan tunai seluruh biaya administrasi yang dikenakan oleh Bank Syariah Artha Pamenang sebesar
Rp2.500.000,00 Karena sesuatu hal kewajiban pada bulan Agustus 2009 tertunggak dan dibayar
sekaligus pada bulan berikunya.
Bulan Maret 2010 Amirudin melunasi kewajibannya dan Bank Artha Pamenang memberikan
potongan sebesar 50% dari sisa keuntungan yang disepakati.
Diminta:
1. Prinsip syariah dan dapat dipergunakan dan perhitungan yang harus dilakukan.
2. Seluruh jurnal dari tahapan-tahapan transaksi tersebut

BAB IV. Akuntansi Murabahah | 159


Soal kesepuluh
Bank Syariah Bhakti Makmur awal Januari 2008 menerima pesanan jual beli alat-alat
kedokteran dengan Rumah Sakit ”Berkah Sehat” dengan sifatnya mengikat. Untuk memenuhi
kebutuhan tersebut Bank Syariah Bhakti Makmur melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Tanggal 7 Januari 208 Bank Syariah Bhakti Makmur menerima uang muka sebagai tanda
keseriusan RS Berkah Sehat sebesar Rp52.500.000,00 (lima puluh dua juta lima ratus ribu
rupiah).
2. Tanggal 10 Januari 2008 melakukan pembelian alat-alat kedokteran seharga
Rp1.000.000.000,00 (satu milyard rupiah) dan atas pembelian tersebut mendapatkan diskon
dari pemasok sebesar 5% dari harga barang. Penyerahan dilakukan di gudang penjual
Tanjungpriok.
3. Tanggal 12 Januari Bank Syariah Bhakti Makmur membayar ongkos angkut dan beban lainnya
dari gudang penjual di Tanjungpriok ke RS Berkah Sehat sebesar Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah).
4. Tanggal 15 Januari 2008 Bank Syariah Bhakti Makmur melakukan akad jual beli dengan RS
Berkah Sehat dan disepakati hal-hal sebagai berikut:
a. Sesuai kesepakatan keuntungan yang dikenakan Bank Syariah Bhakti Makmur sebesar
setara dengan 20% dari harga perolehan barang.
b. Sisa kewajiban RS Berkah Sehat diangsur selama 10 kali setiap bulan pada tanggal 15,
terhitung mulai tanggal 15 Februari 2008
5. Tanggal 15 Juli 2008 RS Berkah Sehat melakukan pelunasan sisa kewajibannya dan atas
pelunasan tersebut Bank Syariah Bhakti Makmur memberikan potongan sebesar
Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
Dalam kebijakan akuntansinya Bank Syariah Bhakti Makmur menetapkan pengakuan
kauntungan murabahah yang pembayarannya dilakukan secara tangguh dilakukan secara proporsional.
Diminta :
Buatlah jurnal dan perhitungan yang dilakukan oleh Bank Syariah Bhakti Makmur atas:
1. Perhitungan harga pokok penjualan alat-alat kedokteran.
2. Pehitungan harga jual dan sisa kewajiban yang harus diangsur oleh RS Berkah Sehat ?
3. Perhitungan sisa kewajiban yang harus dibayar pada saat pelunasan sebelu jatuh tempo ( 15
Juli 2008)
4. Buatlah jurnal sehubungan transaksi tersebut antara lain:
a. Penerimaa uang muka dari RS Berkah Sehat ?
b. Pembayaran ongkos angkut yang dilakukan oleh Bank Syariah Bhkati Makmur?
c. Pembelian alat-alat kedokteran ?
d. Jual beli murabahah pada saat akad murabahah ditangan tangani ?
e. Pembayaran angsuran dari RS Berkah Sehat setiap tanggal 15 ?
f. Pelunasan piutang murabahah tanggal 17 Juli 2008 ?

160 |Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


BAB V
AKUNTANSI SALAM

5.1 Pengertian dan Karakteristik Salam


Transaksi salam banyak dipergunakan untuk bidang pertanian, dimana pada awal musim tanam
petani membutuhkan modal untuk memproduksi hasil pertanian, baik modal dalam bentuk kas maupun
modal dalam non kas atau barang yang berhubungan dengan produksi pertanian seperti misalnya bibit,
pupuk, alat pertanian dan sebagainya untuk membantu petani. Beberapa waktu yang lalu pemerintah
memberikan fasilitas kepada petani dalam bentuk Kredit Program berupa Kredit Usaha Tani (KUT),
Kredit Tebu Intersifikasi Rakyat (TIR) dan sejenisnya yang disalurkan oleh Bank Konvensional. Dalam
Kredit progran tersebut, bank memberikan fasilitas dalam bentuk uang untuk kebutuhan petani seperti
untuk pembelian bibit, pupuk, alat pertanian dan sejenisnya termasuk modal uang. Dalam program ini
rawan terhadap penyalahgunaan dana, apabila harga barang kebutuhan petani dipermainkan oleh para
pemasok barang sehingga uang yang diberikan kepada petani tidak sesuai harapan atau tujuan kredit
program tersebut. Jika yang melaksanakan progran tersebut Lembaga Keuangan Syariah, maka dapat
diterapkan dengan prinsip salam, dalam hal ini Lembaga Keuangan Syariah sebagai kepanjangan tangan
dari pemerintah, diperkenankan memberikan modal kas untuk modal kerja dan modal dalam bentuk non
kas (barang) langsung seperti bibit, pupuk, alat pertanian dan sebagainya sehingga dapat dihindari
kekurangan modal atau penyalahgunaan modal.
Bagi Lembaga Keuangan Syariah khusus perbankan syariah, saat ini transaksi salam tidaklah menjadi
menarik karena bagi pelaksanan perbankan syariah masih banyak paradigma yang tidak lepas dari
paradigma bank konvensional, yaitu saat memberikan modal dalam bentuk uang harus segera
menghasilkan, sedangkan dalam transaksi salam ini LKS memberikan modal terlebih dahulu dan
pendapatannya baru diperoleh saat penyerahan barang yang dilakukan kemudian.

5.1.1 Pengertian dan istilah dalam transaksi Salam


Salam adalah akad jual beli muslam fiih (barang pesanan) dengan penangguhan pengiriman oleh
muslam ilaihi (penjual) dan pelunasannya dilakukan segera oleh pembeli sebelum barang pesanan tersebut
diterima sesuai dengan syarat-syarat tertentu. Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam
suatu transaksi salam. Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk
menyediakan barang pesanan dengan cara salam maka hal ini disebut salam paralel.
Dalam Kamus Istilah Keuangan dan Perbankan Syariah yang diterbitkan oleh Direktorat Perbankan
Syariah, Bank Indonesia mengemukakan :
Salaf dalam fiqh mu’amalah merupakan istilah lain untuk akad bai’ as-salam. Bai’ as-salam adalah
jual beli barang yang diserahkan di kemudian hari sementara pembayaran dilakukan di muka.
Salam adalah jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran dilakukan di muka, dengan
syarat-syarat tertentu
Salam Paralel adalah dua transaksi bai’ as-salam yang dilakukan oleh para pihak secara simultan.

BAB V. Akuntansi Salam | 161


Beberapa istilah dan pengertian yang dikait dengan Akuntansi Salam, dinyatakan dalan PSAK 103
tentang akuntansi salam sebagai berikut :
Salam adalah akad jual beli muslam fiih (barang pesanan) dengan pengiriman di kemudian hari
oleh muslam illaihi (penjual) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada saat akad disepakati
sesuai dengan syarat-syarat tertentu.
Nilai wajar adalah suatu jumlah yang dapat digunakan untuk mengukur aset yang dapat
dipertukarkan melalui suatu transaksi yang wajar (arm’s length transaction) yang melibatkan pihak-
pihak yang berkeinginan dan memiliki pengetahuan memadai.
Dari pengertian dan karakteristik tersebut dapat dilihat bahwa sebelum barang diserahkan kepada
pemesan (karena masih dalam proses produksi) harga barang harus dibayar lunas oleh pemesan atau
pembeli. Harga barang yang dibayar seluruhnya diawal merupakan bantuan modal kepada produsen untuk
memproduksi barang, oleh karena itu trasaksi salam terkandung unsur tolong menolong. Modal salam
yang diberikan oleh pemesan kepada produsen dapat berbentuk uang tunai (kas) atau non kas (barang)
yang bermanfaat untuk memproduksi barang tersebut.
Rukun salam adalah:
1. Muslam/pembeli
2. Muslam ilaih/penjual
3. Muslam fiihi/barang atau hasil produksi
4. Modal atau uang
5. Shighat/Ijab Qabul
Syarat-syarat Salam (Muamalat Institute, Perbankan Syariah, hal 51) adalah :
1. Pihak yang berakad
2. Ridha dua belah pihak dan tidak ingkar janji
3. Cakap hukum

5.1.2 Karakteristik Salam


Untuk memahami akuntansi salam secara tepat, perlu diketahui karakteristik prinsip salam dengan
benar. Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor: 05/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Jual Beli Salam
dijelaskan ketentuan salam sebagai berikut:
Pertama - Ketentuan tentang Pembayaran
1. Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau
manfaat.
2. Pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak disepakati.
3. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.
Kedua - Ketentuan tentang Barang
1. Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang.
2. Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.
3. Penyerahannya dilakukan kemudian.
4. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
5. Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.
6. Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan.
Ketiga - Ketentuan tentang Salam Paralel (‫)ا
 اازي‬
Dibolehkan melakukan salam paralel dengan syarat akad kedua terpisah dari dan tidak
berkaitan dengan akad pertama

162 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Keempat - Penyerahan Barang Sebelum atau pada Waktunya
1. Penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan kualitas dan jumlah yang
telah disepakati.
2. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih tinggi, penjual tidak boleh
meminta tambahan harga.
3. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih rendah, dan pembeli rela
menerimanya, maka ia tidak boleh menuntut pengurangan harga (diskon).
4. Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang disepakati dengan syarat
kualitas dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan, dan ia tidak boleh menuntut
tambahan harga.
5. Jika semua atau sebagian barang tidak tersedia pada waktu penyerahan, atau kualitasnya
lebih rendah dan pembeli tidak rela menerimanya, maka ia memiliki dua pilihan:
a. membatalkan kontrak dan meminta kembali uangnya,
b. menunggu sampai barang tersedia.
Kelima - Pembatalan Kontrak
Pada dasarnya pembatalan salam boleh dilakukan, selama tidak merugikan kedua belah pihak.
Sedangkan dalam PSAK 103 tentang Akuntansi Salam, dijelaskan karakteristik salam (prgf 6 s/d 11)
sebagai berikut:
6. Lembaga keuangan syariah dapat bertindak sebagai pembeli dan atau penjual dalam suatu
transaksi salam. Jika lembaga keuangan syariah bertindak sebagai penjual kemudian memesan
kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan dengan cara salam maka hal ini disebut
salam paralel.
7. Salam paralel dapat dilakukan dengan syarat:
(a) akad antara lembaga keuangan syariah (pembeli) dan produsen (penjual) terpisah dari
akad antara lembaga keuangan syariah (penjual) dan pembeli akhir; dan
(b) kedua akad tidak saling bergantung (ta’alluq).
8. Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati oleh pembeli dan penjual di awal akad.
Ketentuan harga barang pesanan tidak dapat berubah selama jangka waktu akad. Dalam hal
bertindak sebagai pembeli, lembaga keuangan syariah dapat meminta jaminan kepada penjual
untuk menghindari risiko yang merugikan.
9. Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi: jenis, spesifikasi
teknis, kualitas dan kuantitasnya. Barang pesanan harus sesuai dengan karakteristik yang telah
disepakati antara pembeli dan penjual. Jika barang pesanan yang dikirimkan salah atau cacat
maka penjual harus bertanggungjawab atas kelalaiannya.
10. Alat pembayaran harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa kas, barang atau manfaat.
Pelunasan harus dilakukan pada saat akad disepakati dan tidak boleh dalam bentuk pembebasan
hutang penjual atau penyerahan piutang pembeli dari pihak lain.
11. Transaksi salam dilakukan karena pembeli berniat memberikan modal kerja terlebih dahulu untuk
memungkinkan penjual (produsen) memproduksi barangnya, barang yang dipesan memiliki
spesifikasi khusus, atau pembeli ingin mendapatkan kepastian dari penjual. Transaksi salam
diselesaikan pada saat penjual menyerahkan barang kepada pembeli.
5.1.3 Jenis dan Alur Transaksi Salam
Dalam transaksi salam entitas syariah dapat bertindak sebagai penjual (pembuat atau pabrikan),
yaitu jika entitas syariah menerima pesanan untuk membuat suatu barang dari pemesan, dan entitas syariah
dapat bertindak sebagai penjual (pabrikan atau pemesan), yaitu jika entitas syariah melakukan pemesanan
untuk dibuatkan barang oleh pabrikan atau produsen. Jika transaksi salam, dimana entitas syariah
menerima pesanan dari pembeli (entitas syariah sebagai pembuat) kemudian atas pesanan tersebut entitas
syariah melakukan pemesanan kembali kepada produsen (entitas syariah sebagai pemesan), sehingga

BAB V. Akuntansi Salam | 163


kedudukan entitas syariah sebagai pembuat sekaligus sebagai pemesan pada pihak lain, maka transaksi
tersebut merupakan salam paralel.

A. Transaksi salam Lembaga Keuangan Syariah sebagai pembuat


Transaksi salam dimana Lembaga Keuangan Syariah sebagai pembuat atau produsen dapat
digambarkan sebagai berikut:

Gambar 5-Gambar 5-1 : Alur transaksi salam LKS sebagai pembuat


Dalam transaksi ini LKS Amanah Gusti menerima pesanan barang dari pembeli akhir. Dalam
contoh di atas, untuk memebuhi kebutuhan persediaan beras Bulog (sebagai pemesan/pembeli) memesan
kepada Lembaga Keuangan Syariah sebagai pembuat atas gabah beras Pandanwangi type A kadar air 12%.
Atas pesanan tersebut Bulog membayar keseluruhan harga gabah tersebut dimuka pada saat akad kepada
LKS Amanah Gusti sebagai pembuat. Dalam transaksi salam ini kedudukan LKS Amanah Gusti sebagai
pembuat, LKS Amanah Gusti menerima pesanan dari Bulog sebagai pembeli akhir dan menerima
pembayaran harga seluruhnya dimuka pada saat akad. Berkaitan dengan itu akuntansi yang harus
dipergunakan Lembaga Keuangan Syariah adalah Akuntansi Salam sebagai penjual (pembuat), sedangkan
Bulog mempergunakan Akuntansi Pembeli.

B. Transaksi salam Lembaga Keuangan Syariah sebagai pembeli


Transaksi salam dimana Lembaga Keuangan Syariah bertindak sebagai pemesan atau pembeli dapat
digambarkan sebagai berikut:

Gambar 5-2 : Alur transaksi salam LKS sebagai pemesan


Dilain sisi dalam transaksi ini LKS Amanah Gusti juga bisa sebagai pembeli, dalam transaksi ini
LKS Amanah Gusti melakukan pemesanan barang kepada pembuat atas barang yang spesifikasinya telah
ditetapkan, dengan pembayaran harga dilakukan oleh Entitas Syariah secara keseluruhan pada saat akad.
Dalam ilutrasi di atas Entitas Syariah melakukan pemesanan gabah beras Pandanwangi kadar air 12%

164 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


kepada “KUD Berkah” (sebagai pembuat/produsen) dengan pembayaran harga gabah keseluruhan pada
saat akad. Sehubungan dengan hal tersebut ketentuan akuntansi yang dipergunakan oleh LKS Amanah
Gusti adalah ketentuan akuntansi salam sebagai pembeli”, sedangkan KUD Berkah menerapkan
Akuntansi Penjual.

C. Salam paralel (Entitas Syariah sebagai pembuat dan sebagai pembeli)


Transaksi salam paralel dimana Lembaga Keuangan Syariah sebagai pembuat/produsen menerima
pesanan dari pembeli akhir, kemudian secara simultan pekerjaan tersebut diserahkan pada pihak lain untuk
membuatnya (LKS sebagai pemesan) dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 5-3 : Alur transaksi salam LKS sebagai pemesan

Dalam ilutrasi tersebut di atas, Bulog sebagai pembeli akhir, untuk memenuhi kebutuhan persediaan
beras, melakukan pemesanan gabah Pandanwangi kadar air 12% kepada LKS Amanah Gusti sebagai
penjual. Atas pesanan tersebut LKS Amanah Gusti melakukan pemesanan barang yang sama kepada KUD
Berkah. Jadi dalam transakai salam paralel ini LKS Amanah Gusti mempunyai kedudukan sebagai penjual
dan juga sebagai pembeli dengan akad yang terpisah. Dalam transaksi ini terdapat dua akad, yaitu akad
pertama antara Bulog dengan LKS Amanah Gusti sebagai penjual dan akad kedua antara LKS Amanah
Gusti sebagai pembeli kepada KUD Berkah sebagai produsen atau pembuat akhir. Dalam Fatwa DSN
dijelaskan bahwa akad pertama tidak boleh terpengaruh dengan akad kedua, artinya bahwa apabila akad
kedua mengalami kegagalan, misalnya KUD Berkah tidak dapat menyerahkan gabah yang dipesan, tidak
boleh membawa dampak pada proses atau pelaksanaan akad pertama, tidak boleh membawa dampak
penundaan penyerahan barang LKS Amanah Gusti kepada Bulog sebagai pembeli akhir. Jika Lembaga
Keuangan Syariah sebagai pembuat kemudian meneruskan kepada pihak lain untuk membuatkan barang
pesanan pembeli akhir, maka transaksi tersebut disebut dengan Salam Paralel. Sehubungan dengan hal ini
akuntansi yang dipergunakan adalah ketentuan akuntansi salam sebagai penjual dan sebagai pembeli.

BAB V. Akuntansi Salam | 165


5.2 Cakupan Akuntansi Salam
Pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan transaksi salam dan salam paralel yang
sebelumnya diatur dalam PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah, diganti dengan PSAK 103
tentang Akuntansi Salam. Dalam PSAK 103 tentang Akuntansi Salam memberikan batasan ketentuan yang
dicakup dalam PSAK tersebut. Dan agar tidak salam dalam mempergunakan akun yang dipergunakan
dalam transaksi salam berikut dibahas tentang cakupan akuntansi salam dan akun yang dipergunakan
dalam transaksi salam.
Cakupan akuntansi salam dalam PSAK 103 tentang akuntansi salam adalah sebagai berikut:
2. Pernyataan ini diterapkan untuk:
(a) lembaga keuangan syariah yang melakukan transaksi salam baik sebagai penjual maupun
pembeli; dan
(b) pihak-pihak yang melakukan transaksi salam dengan lembaga keuangan syariah.
3. Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi syariah (sukuk) yang
menggunakan akad salam.
4. Lembaga keuangan syariah yang dimaksud, antara lain, adalah:
(a) perbankan syariah sebagaimana yang dimaksud dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
(b) lembaga keuangan syariah non-bank seperti asuransi, lembaga pembiayaan, dan dana
pensiun; dan
(c) lembaga keuangan lain yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku
untuk menjalankan transaksi salam.
Yang harus menerapkan akuntansi Salam dalam PSAK 103 ini lebih luas dibandingkan dengan
PSAK 59 yang hanya diperuntukkan perbankan saja. Dalam PSAK 103 tersebut harus diterapkan
Lembaga Keuangan Syariah dalam arti luas seperti perbankan syariah, asuransi syariah, lembaga
pembiayaan syariah dan lainnya. Disisi lain ketentuan PSAK 103 membahas ketentuan akuntansi dari
penjual dan akuntansi pembeli tidak membedakan siapa pelakunya, sedangkan dalam PSAK 59 dibahas
ketentuan akuntansi tentang Bank Syariah sebagai penjual dan Bank Syariah sebagai pembeli..
Penggunaan akuntansi penjual atau akuntansi pembeli dalam akuntansi salam dapat dilihat dapat
gambar sebagai berikut:

Gambar 5-4 : penggunaan akuntansi salam

166 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Dalam gambar di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Dalam transaksi salam, Lembaga Keuangan Syariah dapat bertindak sebagai pembuat atau produsen
atau penjual dan pemesan sebagai pembeli. Oleh karena itu dalam transaksi salam ini Lembaga
Keungan Syariah menerapkan Akuntansi Penjual dan pemesan sebagai pembeli menerapkan
Akuntansi Pembeli
2. Transaksi salam yang lain Lembaga Keuangan Syariah dapat bertindak sebagai pemesan atau
pembeli sedangkan nasabah sebagai pembuat atau produsen atau penjual. Oleh karena itu dalam
transaksi salam ini Lembaga Keuangan Syariah menerapkan Akuntansi Pembeli dan Nasabah
sebagai produsen menerapkan Akuntansi Penjual.
3. Jika Lembaga Keuangan Syariah melaksanakan transaksi Salam Paralel, maka Lembaga Keuangan
Syariah menerapkan Akuntansi Penjual (akad salam pertama) dan juga menerapkan Akuntansi
Pembeli (akad salam kedua)

5.3 Akuntansi Pembeli


Dalam PSAK 103 tentang Akuntansi Salam mengatur akuntansi untuk pembeli dan akuntansi untuk
penjual. Dalam butir ini dibahas akuntansi pembeli, khususnya Lembaga Keuangan Syariah sebagai
pembeli sedangkan akuntansi penjual akan dibahas dalam butir berikutnya dalam bab ini. Yang dimaksud
pembeli dalam transaksi salam ini adalah pihak yang melakukan pemesanan barang, baik pembeli akhir
maupun LKS sebagai pembeli dalam transaksi salam paralel. Dalam akuntansi untuk penjual tidak dibahas
secara rinci akuntansi proses pembuatan barang. Beberapa hal yang terkait dengan akuntansi pembeli ini
adalah (1) penyerahan modal kepada pembuat (2) penerimaan barang pesanan, dimana dalam penerimaan
barang ini dapat dengan kualitas yang sama dengan kontrak tetapi dapat juga dengan kualitas yang berbeda
dengan kontrak.

5.3.1 Akun-akun pada pembeli


Dalam transaksi salam dan salam paralel, akun-akun yang dipergunakan dalam akuntansi pembeli
berbeda dengan akun yang dipergunakan dalam akuntansi pembeli. Akun-akun yang dipergunakan akan
akuntansi pembeli mencerminkan transaksi yang dilakukan oleh pembeli atau pemesan, untuk kepentingan
penyusunan laporan posisi keuangan (neraca) atau laporan laba rugi.
A. Akun-akun Laporan Posisi Keuangan (Neraca)
Akun-akun yang dipergunakan dalam akuntansi pembeli untuk kepentingan penyusunan laporan
posisi keuangan (neraca) antara lain dan tidak terbatas pada :
1. Piutang Salam
Akun ini dipergunakan untuk mencatat pembayaan harga barang kepada pembuat sebesar jumlah
seluruh harga barang yang disepakati dalam akad. Sama seperti hutang salam, prinsipnya piutang
salam ini merupakan piutang atas barang sebesar yang telah disepakati (bukan piutang uang sebesar
harga barang), sehingga segala perubahan harga barang menjadi tanggung jawab penjual (pembuat).
Akun ini didebet pada saat dilakukan pembayaran harga barang dan dikredit pada saat pelunasan
piutang atau penyerahan barang yang dipesan.
2. Persediaan (Aset Salam)
Akun ini dipergunakan untuk mencatat barang dalam transaksi salam. Akun ini didebet pada saat
penerimaan barang dan dikredit pada sat penyerhan barang kepada pemesan
3. Piutang kepada Petani
Akun ini dipergunakan untuk mecatat kewajiban produsen yang telah akhir akad tidak dapat
menyerahkan barang yang dipesan. Akun ini bukan merupakan piutang atas barang tetapi piutang

BAB V. Akuntansi Salam | 167


dalam bentuk uang. Akun ini didebet saat akhir akad dan produsen tidak dapat menyerahkan barang
dan dikredit pada saat dilakukan pembayaran

B. Akun-akun Laporan Laba Rugi


Akun-akun yang dipergunakan dalam akuntansi pembeli untuk kepentingan penyusunan laporan
laba rugi antara lain dan tidak terbatas pada:
1. Keuntungan Penyerahan Aset Salam
Akun ini dipergunakan untuk mecatat keuntungan yang diperoleh akibat penyerahan modal non kas
(barang) dimana nilai tercatat lebih kecil dari nilai wajar saat penyerahan. Akun ini dikredit saat
terjadi penyerahan modal non kas dan didebet saat pada tutup buku dipindahkan atau
diperhitungkan ke Pendapatan Usaha Utama.
2. Kerugian Penyerahan Aset Salam
Akun ini dipergunakan untuk mencatat kerugian yang terjadi saat penyerahan modal non kas
(barang) dimana nilai tercatat lebih tinggi dari nilai wajar saat penyerahan. Akun ini didebet pada
saat terjadi penyerahan modal non kas dan dikredit pada saat tutup buku dipindahkan atau
diperhitungkan ke Pendapatan Usaha Utama.
Untuk dapat memberikan gambaran atas transaksi Salam secara utuh berikut diberikkan ilutrasi
contoh secara umum transaksi salam yang akan dilakukan jurnal sesuai tahapan yang dilakukan dalam
tranaksi salam tersebut:
Contoh : 5-1 (ilustrasi umum)
Pada tanggal 15 April 2007, LKS “Amanah Gusti” melakukan pesanan “Jagung Hibrida” kepada
Kelompok Petani “Ngudi Rejeki” dengan kualifikasi sebagai berikut:
Nama Barang pesanan : Jagung
Jenis barang pesanan : Hibrida, Bisi-16 Super type A
Jumlah barang : 100 ton
Jumlah modal/harga : Rp800.000,00 per ton
Jk waktu penyerahan : 4 bulan
Penyerahan modal : Uang tunai sejumlah Rp60.000.000,00
Bibit jagung hibrida Bisi-16 Super type A sebanyak 500 kg dan 5
ton pupuk dengan nilai wajar saat penyerahan sebesar
Rp20.000.000,00
Agunan : Sebidang sawah seluas 2 ha.
Cara penyerahan : Secara bertahap yaitu:
Tahap 1 – tgl 15 Agustus sebesar 25 ton
Tahap 2 – tgl 20 Agustus sebesar 25 ton
Tahap 3 – tgl 25 Agustus sebesar 25 ton
Tahap 4 – tgl 30 Agustus sebesar 25 ton
Syarat pembayaran : Dilunasi pada saat akad ditanda tangani kedua belah pihak
Dari ilutrasi tersebut LKS Amanah Gusti sebagai pemesan (pembeli) dan Kelompok Petani ngudi
Rejeki sebagai pembuat/produsen/penjual . Beberapa hal yang terkait dengan perlakukan akuntansi yang
harus dilakukan oleh LKS Amanah Gusti sebagai pembeli dalam transaksi salam tersebut adalah:
a. Penyerahan modal salam baik dalam bentuk modal kas dan modal non kas yang dilakukan oleh LKS
Amanah Gusti kepada Kelompok Petani Ngudi Rejeki
b. Penerimaan barang baik dengan kualitas yang sama dengan akad, maupun dengan kualitas yang
berbeda dari kualitas dalam akad oleh LKS Amanah Gusti dari Kelompok Petani Ngudi Rejeki.
c. Jika sampai dengan jangka waktu berakhir penyerahan barang LKS Amanah Gusti tidak menerima
barang dan sepakat untuk melakukan penjualan jaminan salam.

168 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


5.3.2 Penyerahan modal salam kepada produsen (pembuat)
Karakteristik salam adalah pembayaran harga barang sebagai modal pembuat (modal salam) harus
diserahkan seluruhnya pada saat akad ditanda tangani. Modal salam yang diserahkan kepada pembuat tidak
hanya dalam bentuk tunai (kas) tetapi dapat juga dalam bentuk barang (non kas) yang berkaitan dengan
pembuatan barang yang dipesan. Misalnya jika yang dipesan gabah, modal salam selain uang tunai dapat
diberikan juga dalam bentu bibit, pupuk dan obat-obat untuk pertanian.
Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 05/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Jual Beli Salam
telah dijelaskan ketentuan pembayaran transaksi salam sebagai berikut:
Pertama : Ketentuan tentang Pembayaran:
1. Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau manfaat.
2. Pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak disepakati.
3. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.
PSAK 103 tentang Akuntansi Salam (prgf 11 dan 12) mengatur pengakuan dan pengukuran modal
salam sebagai berikut:
11 Piutang salam diakui pada saat modal usaha salam dibayarkan atau dialihkan kepada penjual.
12 Modal usaha salam dapat berupa kas dan aset nonkas. Modal usaha salam dalam bentuk kas diukur
sebesar jumlah yang dibayarkan, sedangkan modal usaha salam dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar
nilai wajar. Selisih antara nilai wajar dan nilai tercatat modal usaha nonkas yang diserahkan diakui
sebagai keuntungan atau kerugian pada saat penyerahan modal usaha tersebut.
Sesuai karakteristik transaksi salam, bahwa penyerahan barang dilakukan kemudian (tangguh) tetapi
pembayaran harga barang (modal) dilakukan seluruhnya pada saat akad (segera). Modal salam dapat berupa
kas tetapi dapat berupa non kas (barang) yang manfaat dalam pembuatan barang pesanan tersebut. Akun
yang dipergunakan oleh LKS Amanah Gusti sebagai pembeli adalah “ Piutang Salam” yang dipergunakan
untuk mencatat peneryarahan modal salam baik modal kas dan modal non kas yang diserahkan kepada
Kelompok Petani Ngudi Rejeki sebagai pembuat. Sesuai karakteristik salam yang diterima adalah barang,
oleh karena itu piutang salam LKS Amanah Gusti kepada Kelompok Petani Ngudi Rejeki merupakan
piutang atas barang yang dipesan bukan piutang uang (harga barang). Sehingga Piutang Salam akan
terselesaikan pada saat diterima barang yang dipesan sesuai dalam akad atau dipindahkan ke Piutang
Pembuat karena pembuat tidak dapat memenuhi kewajibannya.

A. Jika penyerahan modal salam dalam bentuk uang tunai (kas)


Yang dimaksud modal dalam bentuk kas adalah penyerahan modal salam oleh penjual kepada
pembeli dalam bentuk kas (uang tunai) atau setara kas. Jika penyerahan modal dalam bentuk kas diukur
sebesar jumlah uang yang diserahkan dan diakui saat pembayaran. Hal tersebut diatur dalam PSAK 103
tentang Akuntansi Salam (prgf 11) yang mengatur pengakuan dan pengukuran modal salam dalam bentuk
kas sebagai berikut:
11 Piutang salam diakui pada saat modal usaha salam dibayarkan atau dialihkan kepada penjual.
12 Modal usaha salam dapat berupa kas dan aset nonkas. Modal usaha salam dalam bentuk kas diukur
sebesar jumlah yang dibayarkan, sedangkan modal usaha salam dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar
nilai wajar. Selisih antara nilai wajar dan nilai tercatat modal usaha nonkas yang diserahkan diakui
sebagai keuntungan atau kerugian pada saat penyerahan modal usaha tersebut.
Jika modal salam menyerahannya dalam bentuk kas, maka diakui sebagai Piutang Salam saat modal
kas dibayarkan atau dialihkan dari pembeli (LKS Amanah Gusti) kepada penjual (Kelompok Petani Ngudi
Rejeki) sebesar jumlah modal kas yang dibayarkan.

BAB V. Akuntansi Salam | 169


Contoh: 5- 2
Dari ilustrasi contoh umum di atas, tanggal 15 April 2007 Lembaga Keuangan Syariah Amanah
Gusti penyerahan modal salam atas harga barang salam yang dipesan kepada Kelompok Petani
“Ngudi Rejeki” , yaitu “jagung hibrida bisi-16 super type A” dalam bentuk uang tunai sebesar
Rp80.000.000,00
Atas penyerahan modal kas tersebut jurnal yang dilakukan oleh LKS Amanah Gusti sebagai pembeli
adalah sebagai berikut:
Dr. Piutang salam Rp80.000.000,00
(100 ton Jagung Hibrida Bisi-16 Super type A)
Cr. Kas/rekening petani Rp80.000.000,00
Dalam transaksi salam tersebut di atas “piutang salam” yang dimiliki LKS Amanah Gusti Amanah
kepada Kelompok Petani Ngudi Rejeki adalah piutang barang, yaitu 100 ton jagung Hibrida Bisi-16 Super
type A, (bukan piutang uang sebesar Rp80.000.000,00). Jika saat penyerahan terjadi perubahan harga pasar,
tidak boleh membawa dampak terhadap penyerahan barang. Misalnya dengan kualitas yang sama harga
pasar saat penyerahan lebih tinggi dari harga dalam akad, tidak diperkenankan pembuat (Kelompok Petani
Ngudi Rejeki) mengurangi jumlah barang yang diserahkan atau menuntut tambahan harga. Sebaliknya jika
dengan kualitas yang sama harga pasar saat penyerahan lebih rendah dari harga kontrak, pembeli (LKS
Amanah Gusti) tidak diperkenankan untuk meminta tambahan jumlah barang atau menuntut pengurangan
harga barang.
Berdasarkan transaksi tersebut di atas, mengakibatkan perubahan posisi buku besar dan laporan
posisi keuangan (neraca) bank syariah sebagai berikut:
PIUTANG SALAM
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/04 Modal kas 80.000.000
Saldo 80.000.000
80.000.000 80.000.000

NERACA
Per 15 April 2007
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Piutang Salam 80.000.000

B. Jika penyerahan modal salam dalam bentuk non kas (barang)


Modal modal salam yang diserahkan tidak harus dalam bentuk kas tetapi dalam bentuk non kas
(barang) yang berkaitan dengan kebutuhan pembuatan barang yang dipesan tersebut. Jika modal salam
diserahkan dalam bentuk non kas (barang) harus dilakukan penilaian harga wajar atau harga pasar saat
penyerahan. Selisih nilai wajar dengan nilai tercatat diakui sebagai keuntungan atau kerugian.
PSAK 103 tentang Akuntansi Salam, (prgf 12) mengatur pengakuan dan pengukuran modal salam
dalam bentuk non kas sebagai berikut:
12 Modal usaha salam dapat berupa kas dan aset nonkas. Modal usaha salam dalam bentuk kas
diukur sebesar jumlah yang dibayarkan, sedangkan modal usaha salam dalam bentuk aset nonkas
diukur sebesar nilai wajar. Selisih antara nilai wajar dan nilai tercatat modal usaha nonkas yang
diserahkan diakui sebagai keuntungan atau kerugian pada saat penyerahan modal usaha tersebut.

170 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Pengukuran modal dalam bentuk non kas dilakukan sebesar nilai wajar atau nilai pasar saat
penyerahan. Selisih nilai tercatat atau nilai buku dengan nilai wajar atau nilai pasar diakui sebagai
keuntungan atau kerugian. Jika yang diserahkan modal salam dalam bentuk non kas diukur sebesar nilai
wajar sedangkan modal non kas (barang) memiliki nilai buku (nilai tercatat), maka akan timbul
kemungkinan:
a. modal salam dalam bentuk non kas memiliki nilai wajar lebih tinggi dari nilai tercatatnya
b. Modal salam dalam bentuk non kas memiliki nilai wajar lebih rendah dari nilai tercatatnya
Sesuai ketentuan dalam paragraf 12 tersebut di atas, selisih nilai wajar modal dalam dalam bentuk
non kas dengan nilai tercatatnya diakui sebagai keuntungan atau kerugian penyerahan modal usaha.
1) Nilai wajar saat penyerahan lebih tinggi dari nilai tercatatnya
Jika penyerahan modal salam non kas, yaitu barang yang bermanfaat dalam usaha salam ,
memiliki nilai wajar saat penyerahan lebih tinggi dari nilai tercatatnya, maka timbul keuntungan dan
diakui saat penyerahan modal non kas.
Contoh : 5-3
Misalnya tanggal 15 April 2007 LKS Amanah Gusti penyerahan modal salam oleh LKS Amanah
Gusti kepada Kelompok Petani “Ngudi Rejeki” atas pesanan jagung hibrida bisi-16 super type A,
seharga Rp80.000.000 yang terdiri dari :
a. uang kas sebesar Rp60.000.000,00 dan
b modal non kas (bibit dan pupuk) sebesar Rp20.000.000,00 yang dibeli dengan harga
perolehan sebesar Rp18.000.000,00
Jurnal yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah adalah sebagai berikut:
a). Pada saat Lembaga Keuangan Syariah membeli barang keperluan modal salam sebesar
Rp18.000.000,00 dilakukan jurnal :
Dr. Persediaan/Aset Salam Rp18.000.000,00
Cr. Kas/Rekening suplier Rp18.000.000,00
b). Pada saat LKS Amanah Gusti penyerahan modal kas dan non kas kepada Kelompok Petani
“Ngudi Rejeki” dilakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Piutang salam Rp80.000.000,00
(100 ton Jagung Hibrida Bisi-16 Super type A)
Cr. Kas/ rekening petani Rp60.000.000,00
Cr. Persediaan/Aset Salam Rp18.000.000,00
Cr. Keuntungan penyerahan aset salam Rp 2.000.000,00
Untuk memberikan modal salam dalam bentuk non kas (barang yang bermanfaat untuk
memproduksi barang pesanan), Lembaga Keuangan Syariah dapat mengadakan sendiri dengan cara
yang halal.
2) Nilai wajar saat penyerahan lebih rendah dari nilai tercatatnya
Jika modal salam dalam bentuk non kas (barang) memiliki nilai wajar saat penyerahan lebih
rendah dari nilai tercatatnya, maka timbul kerugian dan diakui saat penyerahan modal non kas
(barang).
Contoh : 5-4
Misalnya harga perolehan modal non kas (bibit dan pupuk) yang diserahkan kepada Kelompok
Petani “Ngudi Rejeki” tersebut oleh LKS Amanah Gusti membeli sebesar Rp25.000.000,00.
Atas transaksi tersebut jurnal yang dilakukan oleh LKS Amanah Gusti adalah sebagai berikut:

BAB V. Akuntansi Salam | 171


a). Pada saat pembeli barang modal salam jurnal yang dilakukan adalah:
Dr. Persediaan/Aset Salam Rp25.000.000,00
Cr. Kas/Rekening pemilik brg Rp25.000.000,00
b). Pada saat penyerahan modal salam kepada Kelompok Petani ”Ngudi Rejeki” jurnal yang
dilakukan adalah:
Dr. Piutang salam Rp80.000.000,00
(100 ton Jagung Hibrida Bisi-16 Super type A)
Dr. Kerugian penyerahan Aset salam Rp 5.000.000,00
Cr. Kas/ rekening petani Rp60.000.000,00
Cr. Persediaan /Aset Salam Rp25.000.000,00
Berdasarkan penyerahan modal salam non kas tersebut di atas, mengakibatkan perubahan posisi
buku besar dan laporan posisi keuangan (neraca) bank syariah sebagai berikut:
PIUTANG SALAM
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/04 Modal kas 60.000.000
15/04 Bibit jagung 20.000.000
Saldo 80.000.000
80.000.000 80.000.000

NERACA
Per 15 April 2007
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Piutang Salam 80.000.000

5.3.3 Penerimaan barang pesanan dari produsen (pembuat)


Karakteristik salam adalah penyerahan barang dilakukan kemudian. Oleh karena itu transaksi salam
akan selesai jika pembeli atau pemesan telah menerima seluruh barang yang dipesan sesuai spesifikasi yang
disepakati dalam akad. Pada prinsipnya barang salam (al muslam fihi) yang diterima harus sesuai
spesifikasinya yang tercantum dalam akad, tetapi pembeli dapat juga menerima barang pesanan dengan
kualitas yang berbeda dengan akad. Dalam salam paralel, risiko yang timbul jika menerima barang dengan
kualitas berbeda adalah dapat ditolaknya oleh pemesan (pembeli akhir) yaitu penyerahan barang oleh LKS
sebagai penjual, karena akad antara pemesan (pembeli akhir) dengan LKS sebagai pembuat tidak boleh
terpengaruh atau terkait dengan akad antara LKS sebagai pembeli dengan pembuat.
Jika barang salam diterima oleh LKS sebagai pemesan (pembeli akhir) sesuai dengan jumlah yang
disepakati dalam akad, maka digunakan nilai historis sebagai dasar pengukuran dan pencatatan asset pada
saat perolehan asset tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut, barang pesanan yang diperoleh LKS
melalui transaksi salam, diukur pada saat penerimaannya dengan menggunakan nilai historis yang ekuivalen
dengan modal salam yang dibayar oleh LKS. Dalam hal barang salam diterima dalam jenis yang sama
namun dengan kualitas yang berbeda, apabila nilai pasar (atau nilai wajarnya bila nilai pasar tidak diketahui)
barang tersebut sama dengan nilainya dalam akad, maka penerimaan tersebut dicatat pada harga bukunya.
Namun demikian, bila nilai pasarnya lebih rendah maka diukur dan dicatat pada harga pasar pada saat
pengiriman dan perbedaannya diakui sebagai kerugian. Hal ini dilakukan karena untuk mencerminkan nilai
ekuivalen kasnya, penurunan nilai komoditi tersebut harus dimasukkan ke dalam perkiraan asset dengan
jalan mencatatkannya pada harga buku asset. Sifat pengukuran ini diharapkan dapat membantu para
pengguna informasi untuk mendapatkan informasi yang relevan dalam pengambilan keputusan nya.
Pernyataan Konsep juga memberikan arahan mengenai kapan keuntungan dan kerugian yang menjadi

172 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


dasar laporan laba/rugi harus diakui. Suatu kerugian diakui pada saat terjadi transfer resiprokal antara LKS
dan penjual (al muslam ileihi) pada saat penerimaan substansi barang salam. Berkaitan dengan hal tersebut,
pada saat bank syariah menerima barang salam dengan nilai pasar yang lebih rendah dari harga buku
barang salam yang diakadkan, maka selisih yang terjadi harus diakui oleh LKS tersebut.Standar ini
membedakan antara kegagalan penjual dalam mengirim barang salam dengan kelalaian atau salah urus dan
kesalah lain nya, pada tanggal jatuh tempo pengiriman. Perlakuan ini sesuai dengan salah satu sasaran
laporan keuangan yang menyebutkan “ Penentuan hak dan kewajiban dari semua pihak yang terlibat,
termasuk semua hak yang terjadi dari transaksi dan aktifitas yang belum selesai, sesuai dengan syariah
Islam dan prinsip-prinsipnya mengenai keadilan, kejujuran dan taat kepada etika dalam bermuamalat. Pada
akhir periode laporan keuangan, barang salam dicatat pada nilai historis atau pada nilai ekuivalen kasnya,
mana yang lebih rendah. Hal ini memberikan informasi yang lebih relevan yang merupakan salah satu
karakteristik informasi yang harus dimiliki oleh LKS.
Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 05/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Jual Beli Salam
menjelaskan penyerahan barang oleh pembuat sebagai berikut:
Keempat : Penyerahan Barang Sebelum atau pada Waktunya:
1. Penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan kualitas dan jumlah yang
telah disepakati.
2. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih tinggi, penjual tidak boleh
meminta tambahan harga.
3. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih rendah, dan pembeli rela
menerimanya, maka ia tidak boleh menuntut pengurangan harga (diskon).
4. Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang disepakati dengan syarat
kualitas dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan, dan ia tidak boleh menuntut
tambahan harga.
5. Jika semua atau sebagian barang tidak tersedia pada waktu penyerahan, atau kualitasnya
lebih rendah dan pembeli tidak rela menerimanya, maka ia memiliki dua pilihan:
a. membatalkan kontrak dan meminta kembali uangnya,
b. menunggu sampai barang tersedia.
PSAK 103 tentang Akuntansi Salam, paragraf 13 dan paragraf 16 mengatur pengakuan dan
pengukuran barang pesanan sebagai berikut:
13 Penerimaan barang pesanan diakui dan diukur sebagai berikut:
(a) jika barang pesanan sesuai dengan akad dinilai sesuai nilai yang disepakati;
(b) jika barang pesanan berbeda kualitasnya, maka:
(i) barang pesanan yang diterima diukur sesuai dengan nilai akad, jika nilai wajar dari barang
pesanan yang diterima nilainya sama atau lebih tinggi dari nilai barang pesanan yang
tercantum dalam akad;
(ii) barang pesanan yang diterima diukur sesuai nilai wajar pada saat diterima dan selisihnya
diakui sebagai kerugian, jika nilai wajar dari barang pesanan yang diterima lebih rendah dari
nilai barang pesanan yang tercantum dalam akad;
(c) jika pembeli tidak menerima sebagian atau seluruh barang pesanan pada tanggal jatuh tempo
pengiriman, maka:
(i) jika tanggal pengiriman diperpanjang, nilai tercatat piutang salam sebesar bagian yang belum
dipenuhi sesuai dengan nilai yang tercantum dalam akad;
(ii) jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya, maka piutang salam berubah
menjadi piutang yang harus dilunasi oleh penjual sebesar bagian yang tidak dapat dipenuhi;
dan
(iii) jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya dan pembeli mempunyai jaminan atas
barang pesanan serta hasil penjualan jaminan tersebut lebih kecil dari nilai piutang salam,
maka selisih antara nilai tercatat piutang salam dan hasil penjualan jaminan tersebut diakui

BAB V. Akuntansi Salam | 173


sebagai piutang kepada penjual yang telah jatuh tempo. Sebaliknya, jika hasil penjualan
jaminan tersebut lebih besar dari nilai tercatat piutang salam maka selisihnya menjadi hak
penjual.
16. Barang pesanan yang telah diterima diakui sebagai persediaan. Pada akhir periode pelaporan
keuangan, persediaan yang diperoleh melalui transaksi salam diukur sebesar nilai terendah
biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasi. Apabila nilai bersih yang dapat
direalisasi lebih rendah dari biaya perolehan, maka selisihnya diakui sebagai kerugian.
Dari penjelasan tersebut di atas, terkait dengan penerimaan barang salam oleh pembeli (LKS
Amanah Gusti) dari pembuat (Kelompok Petani Ngudi Rejeki), dapat terjadi beberapa kemungkinan yaitu:
a. Barang yang diterima sesuai dengan yang tercantum dalam akad.
b. Barang yang diterima tidak sesuai dengan spesifikasi dan kualitas yang tercantum dalam akad

A. Penerimaan barang salam dengan kualitas sama dengan kontrak


Pada prinsipnya kewajiban pembuat atau produsen adalah menyerahkan barang sesuai spesifikasi
yang telah disepakati dalam akad. Oleh karena itu yang diterima oleh pemesan atau pembeli adalah barang
yang sesuai dengan kualitas yang telah disepakati dalam akad, sehingga jika terjadi penurunan harga
pemesan tidak diperkenankan untuk minta tambahan jumlah dan sebaliknya jika terjadi kenaikan harga
pembuat tidak diperkenankan untuk minta tambahan harga. Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor
05/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Jual Beli Salam menjelaskan penyerahan barang oleh pembuat sebagai
berikut:
Keempat : Penyerahan Barang Sebelum atau pada Waktunya:
1. Penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan kualitas dan jumlah
yang telah disepakati.
PSAK 103 tentang Akuntansi Salam, paragraf 13 huruf a dan paragraf 16 mengatur pengakuan dan
pengukuran barang pesanan sebagai berikut:
13 Penerimaan barang pesanan diakui dan diukur sebagai berikut:
(a) jika barang pesanan sesuai dengan akad dinilai sesuai nilai yang disepakati;
16. Barang pesanan yang telah diterima diakui sebagai persediaan. Pada akhir periode pelaporan
keuangan, persediaan yang diperoleh melalui transaksi salam diukur sebesar nilai terendah
biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasi. Apabila nilai bersih yang dapat
direalisasi lebih rendah dari biaya perolehan, maka selisihnya diakui sebagai kerugian.
Karena hutang produsen tersebut adalah barang yang sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati
dalam akad, sehingga kewajiban produsen selesai setelah penyerahan barang tanpa memperhatikan harga
barang saat penyerahan.
Contoh : 5-5
Tanggal 15 Agustus 2007 diterima barang pesanan salam sebanyak 25 ton jagung hibrida sesuai
dengan kualitikasi yang telah disepakati dalam akad, yaitu jagung hibrida Bisi-16 Super type A
dengan harga kontrak sebesar Rp20.000.000,-
Atas penerimaan barang salam LKS Amanah Gusti melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Persediaan/Aset Salam Rp20.000.000,00
Cr. Piutang Salam Rp20.000.000,00
(25 ton Jagung Hibrida Bisi-16 Super type A)
Jika pada saat jatuh tempo Kelompok Petani sebagai produsen atau pembuat menyerahkan seluruh
barang yang dipesan dengan kualitas sesuai dengan kesepakatan dalam akad, maka jurnal yang dilakukan
oleh LKS Amanah Gusti juga seperti tersebut di atas.

174 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


B. Penerimaan barang salam dengan kualitas berbeda dengan kontrak
Walaupun pada prinsipnya yang harus diterima oleh pemesan adalah barang sesuai dengan
spesifikasi yang telah disepakati dalam akad, tetapi tidak menutup kemungkinan karena sesuatu hal barang
yang dihasilkan oleh pembuat tidak sesuai dengan spesifikasi yang disepakati. Hal ini sangat dimungkinkan
karena produksi pada pertanian sangat dipengaruhi oleh sistem dan kondisi alam, misalnya curah hujan,
hama, keterbatasan pupuk dan sebagainya.Dalam transaksi salam tunggal (bukan salam paralel) kebijakan
penerimaan barang dengan spesifikasi berbeda dengan yang tercantum dalam akad merupakan keputusan
pemesan (pembeli) sendiri dengan naluri bisnisnya, karena barang yang diterima dapat dijual pada pihak
lain. Namun dalam salam paralel penerimaan barang dengan spesifikasi yang berbeda dapat membawa
dampak dalam penyerahan yang dilakukan oleh LKS sebagai pemesan kepada pembeli akhir, ditolak oleh
pembeli akhir. Jika barang tersebut diterima oleh LKS sebagai pemesan (akad kedua ), kemudian ditolak
oleh pembeli akhir (LKS sebagai pembuat – akad pertama), maka LKS bertanggung jawab untuk
memenuhi penyerahan barang sesuai spesifikasi yang disepakati dalam akad.
Berkenaan dengan penerimaan barang dengan spesifikasi yang berbeda dengan akad, harus
dilakukan penilaian nilai wajar atau nilai pasar saat penyerahan sehingga timbul perbedaan antara nilai
wajar dengan nilai akad. Sebagai akibat dari perbedaan tersebut adalah nilai wajar sama dengan nilai akad,
nilai wajar lebih rendah dari nilai akad, nilai wajar lebih tinggi dari nalai akad. Dalam hal LKS sebagai
pembeli menerima barang pesanan dengan kualitas berbeda, maka barang tersebut diakui sebesar harga
pasar atau nilai wajar saat penyerahan. Terkait dengan akuntansiya yang dipergunakan adalah mana yang
lebih rendah antara nilai kontrak dengan nilai atau harga wajar.
Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 05/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Jual Beli Salam
menjelaskan penyerahan barang oleh pembuat sebagai berikut:
Keempat : Penyerahan Barang Sebelum atau pada Waktunya:
2. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih tinggi, penjual tidak
boleh meminta tambahan harga.
3. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih rendah, dan pembeli
rela menerimanya, maka ia tidak boleh menuntut pengurangan harga (diskon).
5. Jika semua atau sebagian barang tidak tersedia pada waktu penyerahan, atau
kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak rela menerimanya, maka ia memiliki dua
pilihan:
a. membatalkan kontrak dan meminta kembali uangnya,
b. menunggu sampai barang tersedia.
Dalam PSAK 103 tentang akuntansi Salam, paragraf 13 huruf b mengatur pengakuan dan
pengukuran barang pesanan kualitas berbeda sebagai berikut:
13 Penerimaan barang pesanan diakui dan diukur sebagai berikut:
(b) jika barang pesanan berbeda kualitasnya, maka:
(i) barang pesanan yang diterima diukur sesuai dengan nilai akad, jika nilai wajar dari barang
pesanan yang diterima nilainya sama atau lebih tinggi dari nilai barang pesanan yang tercantum
dalam akad;
(ii) barang pesanan yang diterima diukur sesuai nilai wajar pada saat diterima dan selisihnya
diakui sebagai kerugian, jika nilai wajar dari barang pesanan yang diterima lebih rendah dari
nilai barang pesanan yang tercantum dalam akad;
Sesuai ketentuan tersebut di atas bahwa penyerahan barang dengan kualitas yang berbeda dalam
akad, harus dilakukan penilaian nilai wajar saat penyerahan dari barang yang diserahkan tersebut. Akibat
penilaian tersebut akan terjadi beberapa kemungkinan yaitu:
a. Nilai wajar sama dengan nilai yang tercantum dalam akad
b. Nilai wajar lebih tinggi dari nilai yang tercantum dalam akad

BAB V. Akuntansi Salam | 175


c. Nilai wajar lebih rendah dari nilai yang tercantum dalam akad
Untuk memberikan gambaran penyerahan barang, dapat diberikan ilustrasi lanjutan dari contoh
tersebut di atas, dimana penyerahan barang yang dilakukan oleh Kelompok Petani Ngudi Rejeki kepada
LKS Amanah Gusti sebagai berikut :
a. Penyerahan tahap pertama sebanyak 25 ton Jagung Hibrida Bisi-16 Super B (kualitas berbeda)
dengan nilai wajar/pasar Rp20.000.000,00 (Rp800.000,00 per ton, harga pasar sama dengan
harga dalam kontrak)
b. Penyerahan tahap kedua sebanyak 25 ton Jagung Hibrida Bisi-16 Super B (kualitas berbeda)
dengan nilai wajar/pasar Rp25.000.000,00 (Rp1.000.000,00 per ton, harga pasar lebih tinggi dari
harga dalam kontrak)
c. Penyerahan tahap ketiga sebanyak 25 ton Jagung Hibrida Bisi-16 Super B (berbeda kualitas)
dengan nilai wajar/pasar Rp16.000.000,00 (Rp640.000 per ton, harga pasar lebih rendah dari
harga dalam kontrak)

1). Penerimaan barang dengan kualitas yang berbeda dengan akad dan nilai wajar sama dengan
nilai akad.
Jika barang yang diterima tersebut dengan kualitas yang berbeda, maka saat penyerahan barang
diakui sebesar nilai wajar atau nilai pasar saat penyerahan. Salah satu kemungkinan yang terjadi adalah nilai
wajar atau nilai pasar sama dengan nilai akad, pengakuan aset sebesar nilai wajarnya.
Contoh : 5-6
Pada tahap pertama diterima barang pesanan sesuai dengan akad dinilai sesuai nilai yang disepakati
yaitu sebanyak 25 ton Jagung Hibrida Bisi-16 Super B (kualitas berbeda) dengan nilai wajar/harga
pasar Rp20.000.000,00 (harga pasar Rp800.000,00 per ton, sama dengan harga dalam kontrak)
Atas transaksi tersebut LKS Amanah Gusti sebagai pembeli melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Persediaan/Aset Salam Rp20.000.000,00
Cr. Piutang salam Rp20.000.000,00
(25 ton Jagung Hibrida Bisi-16 Super type A)

2). Penerimaan barang salam dengan kualitas yang berbeda dengan akad dan nilai wajar lebih
tinggi dari nilai akad.
Barang pesanan yang diterima berbeda kualitasnya dan diakui sebesar nilai wajar atau nilai pasar saat
penyerahan, maka kemungkinan lain adalah barang pesanan yang diterima mempunyai nilai pasar (nilai
wajar jika nilai pasar tidak tersedia) lebih tinggi dari nilai yang tercantum dalam akad. Jika barang yang
diterima mempunyai nilai wajar lebih tinggi dari nilai akad maka pengukuran barang yang diterima sebesar
nilai akadnya, karena nilai akad yang lebih rendah dari nilai wajarnya. Hal ini sesuai dengan ketentuan
dalam PSAK 103 tentang Akuntansi Salam paragraf 13 huruf b butir (i) di atas
Contoh : 5-7
Dalam ilustrasi contoh di atas misalnya penyerahan tahap kedua sebanyak 25 ton Jagung Hibrida
Bisi-16 Super B (kualitas berbeda) dengan nilai wajar/pasar Rp25.000.000,00(harga pasar
Rp1.000.000,00 per ton, sedangkan harga dalam kontrak Rp800.000,00)
Atas penerimaan barang dengan kualitas berbeda tersebut, LKS sebagai pemesan melakukan jurnal
sebagai berikut:
Dr. Persediaan/Aset Salam Rp20.000.000,00
Cr. Piutang salam Rp20.000.000,00
(25 ton Jagung Hibrida Bisi-16 Super B)

176 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


3). Penerimaan barang salam dengan kualitas yang berbeda dengan akad dan nilai wajar lebih
rendah dari nilai akad.
Kemungkinan lain yang terjadi barang yang terima oleh pemesan dengan kualitas berbeda dan
barang pesanan yang diterima mempunyai nilai wajat atau pasar lebih rendah dari nilai dalam akad. Jika
terjadi demikian maka barang yang diterima diukur sesuai nilai pasar (nilai wajar jika nilai pasar tidak
tersedia) pada saat diterima karena nilai wajar atau nilai pasar lebih rendah dari nilai akad dan selisihnya
diakui sebagai kerugian. Hal ini sesuai PSAK 103 tentang Akuntansi Salam paragraf 12 huruf b butir (ii) di
atas
Contoh : 5-8
Dalam contoh di atas penyerahan tahap ketiga sebanyak 25 ton Jagung Hibrida, Bisi-16 Super B
dengan nilai wajar/pasar Rp16.000.000,00 (harga pasar Rp640.000,00 per ton, sedangkan harga
dalam kontrak sebesar Rp800.000,00).
Dalam melakukan jurnal yang dipergunakan adalah harga pasar (yang terendah) yaitu sebesar
Rp16.000.000,00 sedangkan selisih harga pasar dengan harga kontrak sebesar Rp4.000.000,00 diakui
sebagai kerugian. Sehingga atas transaksi tersebut jurnal yang dilakukan oleh LKS Amanah Gusti sebagai
pemesan adalah sebagai berikut:
Dr. Persediaan/Aset Salam Rp16.000.000,00
Dr. Kerugian penyerahan brg salam Rp 4.000.000,00
Cr. Piutang salam Rp20.000.000,00
(25 ton Jagung Hibrida Bisi-16 Super B)
Dari jurnal tersebut di atas, akan mengakibatkan perubahan posisi perkiraan sampai dengan
penyerahan barang tahap ketiga adalah sebagai berikut:
PIUTANG SALAM
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/04 Modal kas 60.000.000 15/08 Penyerahan tahap 1 20.000.000
15/04 Bibit Jagung 20.000.000 20/08 Penyerahan tahap 2 20.000.000
25/08 Penyerahan tahap 3 20.000.000
Saldo 20.000.000
80.000.000 80.000.000

NERACA
Per 25 Agustus 2007
Aktiva pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Piutang Salam 20.000.000

Persediaan Salam 60.000.000

5.3.4 Pada saat jatuh tempo tidak ada penerimaan barang


Dalam transaksi salam dimungkinkan pembuat atau produsen gagal produksi, sehingga pada saat
jatuh waktu penyerahan pembuat atau produsen tidak dapat penyerahkan barang, baik seluruhnya atau
sebagian dari jumlah barang yang harus diserahkan. Jika sampai dengan tanggal jatuh tempo pemesan tidak
menerima barang dan dilakukan beberapa alternatif, maka dalam PSAK 103 tentang Akuntansi Salam,
paragraf 13 huruf c diatur sebagai berikut:
13 Penerimaan barang pesanan diakui dan diukur sebagai berikut:
(c) jika pembeli tidak menerima sebagian atau seluruh barang pesanan pada tanggal jatuh tempo
pengiriman, maka:
(i) jika tanggal pengiriman diperpanjang, nilai tercatat piutang salam sebesar bagian yang belum
dipenuhi sesuai dengan nilai yang tercantum dalam akad;

BAB V. Akuntansi Salam | 177


(ii)jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya, maka piutang salam berubah
menjadi piutang yang harus dilunasi oleh penjual sebesar bagian yang tidak dapat dipenuhi;
dan
(iii) jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya dan pembeli mempunyai jaminan atas
barang pesanan serta hasil penjualan jaminan tersebut lebih kecil dari nilai piutang salam,
maka selisih antara nilai tercatat piutang salam dan hasil penjualan jaminan tersebut diakui
sebagai piutang kepada penjual yang telah jatuh tempo. Sebaliknya, jika hasil penjualan
jaminan tersebut lebih besar dari nilai tercatat piutang salam maka selisihnya menjadi hak
penjual.
Untuk memberikan gambaran jika pada saat tanggal jatuh tempo tidak diterima barang sebagai atau
seluruhnya diberikan ilustrasi contoh sebagai berikut:
Penyerahan tahap ke-empat sebanyak 25 ton jagung Hibrida Bisi-16 Super type A seharga
Rp20.000.000,00 tidak dapat diserahkan saat tanggal jatuh tempo, sehingga perlu diambil alternatif:
a. Kontrak diperpanjang
b. Kontrak dibatalkan
c. Jaminan dijual dengan misalnya
(1) seharga Rp15.000.000,00
(2) seharga Rp30.000.000,00
Dari ilutrasi tersebut di atas jika sampai dengan jatuh tempo belum diterima barang yang dipesan,
dapat dilakukan beberapa alternatif yaitu:
a. memperpanjang jangka waktu pengiriman barang
b. membatalkan pesanan dan penjual tidak dapat mengembalikan hutangnya sehingga berubah
menjadi piutang kepada penjual (hutang uang)
c. membatalkan pesanan dan penjual melunasi hutang dari hasil penjualan jaminan.
A. Memperpanjang jangka waktu pengiriman barang kepada Pembeli
Jika LKS tidak menerima sebagian atau seluruh barang pesanan pada tanggal jatuh tempo
pengiriman, alternatif pertama yang terjadi adalah memperpanjang jangka waktu penyerahan barang
kepada pembeli (Kelompok Petani Ngudi Rejeki). Jika tanggal pengiriman diperpanjang, nilai tercatat
piutang salam sebesar bagian yang belum dipenuhi tetap sesuai dengan nilai yang tercantum dalam akad.
Dalam hal ini tidak ada jurnal yang perlu dilakukan oleh LKS.
Contoh : 5-9
Tanggal 30 Agustus 2007 Kelompok Tani ”Ngudi Rejeki” tidak dapat penyerahakan barang pesana
tahap ke 4, yaitu 25 ton jagung hibrida Bisi-16 Super type A seharga Rp20.000.000,00. Sesuai
kesepakatan atas hal tersebut dilakukan perpanjangan jangka waktu penyerahan sampai dengan
tanggal 30 September 2007
Atas perpanjangan jangka waktu penyerahan barang tersebut, maka LKS Amanah Gusti sebagai
pemesan tidak melakukan jurnal.
B. Pembatalan pesanan dan penjual tidak dapat melunasi hutangnya
Jika LKS tidak menerima sebagian atau seluruh barang pesanan pada tanggal jatuh tempo
pengiriman dan akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya, maka piutang salam berubah menjadi
piutang uang (bukan piutang barang lagi) yang harus dilunasi oleh penjual sebesar bagian yang tidak dapat
dipenuhi;
Contoh : 5-10
Tanggal 30 Agustus 2007, Kelompok Tani “Ngudi Rejeki” tidak dapat memenuhi kewajibannya
untuk menyerahkan barang pesanan tahap ke empat, yaitu sebanyak 25 ton Jagung Bisi-16 Super
type A seharga Rp20.000.000,00 . Atas hal tersebut LKS Amanah Gusti membatalkan akad salam
dengan Kelompok Tani ”Ngudi Rejeki”.

178 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Atas pembatalakan yang dilakukan maka LKS Amanah Gusti melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Piutang Petani “Ngudi Rejeki” Rp20.000.000,00
Cr. Piutang salam Rp20.000.000,00
(25 ton Jagung Hibrida Bisi-16 Super type A)

C. Pembatalan pesanan dan penjual melunasi kewajibannya dari hasil penjualan jaminan
salam
Jika LKS tidak menerima sebagian atau seluruh barang pesanan pada tanggal jatuh tempo
pengiriman dan penjual menyerahankan jaminan atas barang pesanan, maka atas tidak dipenuhi kewajiban
penjual tersebut dapat dilakukan penjualan jaminan.
Jika dilakukan penjualan jaminan, maka kemungkinan yang terjadi adalah (1) hasil penjualan sama
dengan hutang penjual, (2) hasil penjualan jaminan lebih kecil dari hutang penjual (piutang salam) maka
selisih antara nilai tercatat piutang salam dan hasil penjualan jaminan tersebut diakui sebagai piutang
kepada nasabah yang telah jatuh tempo dan (3) hasil penjualan jaminan lebih tinggi dari hutang penjual
(piutang salam) maka selisihnya menjadi hak nasabah;
1). Hasil penjualan jaminan sama dengan hutang penjual
Kemungkinan pertama yang mungkin terjadi dalam penjualan jaminan adalah hasil penjualan sama
dengan hutang penjual, sehingga seluruh hasil penjualan barang jaminan tersebut dipergunakan untuk
melunasi hutang penjual.
Contoh: 5-11
Misalnya pada tanggal 05 September 2007 LKS Amanah Gusti bersama-sama dengan Kelompok
Petani ”Ngudi Rejeki” melakukan penjualan sebidang sawah milik petani yang dipergunakan sebagai
jaminan dalam transaksi salam, dengan nilai pasar (nilai wajar) sebesar Rp20.000.000. Hutang
Kelmpok Petani ”Ngudi Rejeki” kepada LKS Amanah Gusti atas tidak diserahkannya barang
pesanan tahap keempat yaitu 25 ton jagung hibrida, Bisi-16 Super type A seharga Rp20.000.000,00
Atas penjualan jaminan tersebut dan pembayaran kewajiban penjual. LKS Amanah Gusti
melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas Rp20.000.000,00
Cr. Piutang Salam Rp20.000.000,00
(25 ton Jagung Hibrida Bisi-16 Super type A)
Dari jurnal tersebut di atas, akan mengakibatkan perubahan posisi perkiraan sampai dengan
penyerahan barang tahap ketiga adalah sebagai berikut:
PIUTANG SALAM
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/04 Modal kas 60.000.000 15/08 Penyerahan tahap 1 20.000.000
15/04 Bibit Jagung 20.000.000 20/08 Penyerahan tahap 2 20.000.000
25/08 Penyerahan tahap 3 20.000.000
05/09 Pelunasan 20.000.000
Saldo 0
80.000.000 80.000.000

NERACA
Per 30Agustus 2007
Aktiva pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Piutang Salam 0

BAB V. Akuntansi Salam | 179


2) Hasil penjualan jaminan lebih kecil dari hutang penjual
Kemungkinan yang lain dalam melakukan penjualan barang jaminan adalah hasil penjualan lebih
kecil dari hutang penjual, sehingga untuk melakukan pembayaran hutang penjual masih kurang. Atas
kekurangan tersebut diakui sebagai hutang penjual (piutang kepada penjual) dalam bentuk piutang
uang/modal (bukan piutang barang lagi)
Contoh: 5-12
Misalnya pada tanggal 05 September 2007 LKS Amanah Gusti bersama-sama dengan Kelompok
Petani ”Ngudi Rejeki” melakukan penjualan sebidang sawah milik petani yang dipergunakan sebagai
jaminan dalam transaksi salam, dengan nilai pasar (nilai wajar) sebesar Rp15.000.000. Hutang
Kelmpok Petani ”Ngudi Rejeki” kepada LKS Amanah Gusti atas tidak diserahkannya barang
pesanan tahap keempat yaitu 25 ton jagung hibrida, Bisi-16 Super type A seharga Rp20.000.000,00
Atas penjualan barang jaminan tersebut dan pelunasan sebagai hutang penjual, maka LKS Amanah
Gusti melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas Rp15.000.000,00
Dr. Piutang Petani “Ngudi Rejeki” Rp 5.000.000,00
Cr. Piutang salam Rp20.000.000,00
(25 ton Jagung Hibrida Bisi-16 Super type A)
Dari jurnal tersebut di atas, akan mengakibatkan perubahan posisi perkiraan sampai dengan
penyerahan barang tahap ketiga adalah sebagai berikut:
PIUTANG SALAM
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/04 Modal kas 60.000.000 15/08 Penyerahan tahap 1 20.000.000
15/04 Bibit Jagung 20.000.000 20/08 Penyerahan tahap 2 20.000.000
25/08 Penyerahan tahap 3 20.000.000
05/09 Pelunasan 20.000.000
Saldo 0
80.000.000 80.000.000

PIUTANG KEL PETANI NGUDI REJEKI


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
05/09 Kewajiban tahap 4 5.000.000
Saldo 5.000.000
5.000.000 5.000.000

NERACA
Per 05 September 2007
Aktiva pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Piutang Salam 0

Piutang Lainnya 5.000.000

3). Hasil penjualan jaminan lebih tinggi dari hutang penjual


Kemungkinan lainnya dari penjualan barang jaminan adalah hasil penjualan barang jaminan lebih
tinggi dari hutang penjual, sehingga dari hasil penjualan barang tersebut setelah dilakukan pembayaran
hutang penjual masih terdapat kelebihan atau sisa. Atas kelebihan hasil penjualan barang jaminan tersebut
harus dikembalikan kepada penjual (Kelompok Petani ”Ngudi Rejeki”)

180 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Contoh: 5-13
Misalnya pada tanggal 05 September 2007 LKS Amanah Gusti bersama-sama dengan Kelompok
Petani ”Ngudi Rejeki” melakukan penjualan sebidang sawah milik petani yang dipergunakan sebagai
jaminan dalam transaksi salam, dengan nilai pasar (nilai wajar) sebesar Rp30.000.000,00. Hutang
Kelmpok Petani ”Ngudi Rejeki” kepada LKS Amanah Gusti atas tidak diserahkannya barang
pesanan tahap keempat yaitu 25 ton jagung hibrida, Bisi-16 Super type A seharga Rp20.000.000,00
Atas penjualan barang jaminan dan pembayaran hutang penjual serta pembayaran kelebihan hasil
penjualan barang jaminan, makal LKS melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas Rp30.000.000,00
Cr. Piutang salam Rp20.000.000,00
Cr. Rekening Petani “Ngudi Rejeki”/kas Rp10.000.000,00

5.3.5 Denda
Agar supaya penjual tidak menyalahi kesepakatan dalam akad, dan untuk mendidik kedisiplinan,
maka kedua pihak dapat melakukan kesepakatan dalam pengenaan denda. Dana yang diterima atas denda
tidak diakui sebagai pendapatan LKS sebagai penjual tetapi harus diserahkan sebagai dana sosial atau dana
kebajikan. Dalam PSAK 103 tentang Akuntansi Salam diatur mengenai denda dalam paragraf 15, sebagai
berikut:
15. Pembeli dapat mengenakan denda kepada penjual, denda hanya boleh dikenakan kepada
penjual yang mampu menyelesaikan kewajibannya, tetapi sengaja tidak melakukannya. Hal ini
tidak berlaku bagi penjual yang tidak mampu menunaikan kewajibannya karena force majeur.
Denda dikenakan jika penjual lalai dalam melakukan kewajibannya sesuai dengan akad, dan
denda yang diterima diakui sebagai bagian dana kebajikan.
Jadi denda dikenakan kepada penjual yang tidak memenuhi kewajibannya dan dana yang diterima
dari denda diserahkan sebagai dana kebajikan
Contoh: 5-14
Sesuai kesepakatan dalam akad yang dilakukan antara LKS Amanah Gusti sebagai pemesan dan
Kelompok Petani ”Ngudi Rejeki” sebagai penjual, atas kelalaian Kelompok Petani “Ngudi Rejeki”
dikenakan denda sebesar Rp1.000.000
Atas pengenaan dengan yang dilakukan LKS Amanah Gusti, jurnal yang dilakukan adalah sebagai berikut:
Dr. Rekening Petani “Ngudi Rejeki” Rp1.000.000,00
Cr. Rekening Dana Kebajikan Rp1.000.000,00

5.4 Akuntansi Penjual (produsen/pembuat)

Sebagaimana diatur dalam ruang lingkup PSAK 103 tentang Akuntansi Salam, bahwa yang dibahas
dalam PSAK tersebut selain mengatur akuntansi dari pihak pembeli, diatur juga akuntansi salam dari sisi
penjual. Jika diperhatikan hanya sedikit ketentuan yang membahas akuntansi salam untuk penjual, yaitu
paragraf 17 sampai dengan paragraf 19. Ketentuan akuntansi salam pada penjual hanya membahas tentang
penerimaan modal dan penyerahan barang.

5.4.1 Akun-akun pada penjual


Akun-akun yang dipergunakan dalam akuntansi salam ini mencerminkan transaksi salam dan salam
paralel yang disajikan dalam laporan posisi keuangan (neraca) atau laporan laba rugi.

BAB V. Akuntansi Salam | 181


A. Akun-akun Laporan Posisi Keuangan (neraca)
Akun-akun yang dipergunakan dalam transaksi salam untuk kepentingan pembuatan laporan posisi
keuangan (neraca) antara lain dan tidak terbatas pada:
1. Hutang Salam (kewajiban salam)
Akun ini dipergunakan untuk mencatat pembayaran harga barang yang disepakati oleh pembeli.
Prinsipnya hutang salam tersebut merupakan hutang atas barang yang telah dipesan (bukan hutang
uang sebesar harga barang), sehingga segala perubahan harga atas barang menjadi tanggung jawab
bank sebagai penjual. Akun ini dikredit pada saat penerimaan pembayaran harga barang sebesar
seluruh harga barang yang diterima dan di debet pada saat penyerahan barang yang dipesan kepada
pembeli atau pada saat jatuh tempo pembuat tidak mampu untuk menyerahkan barangnya
(dipindahkan kepada kewajiban/hutang kepada pemesan)
2. Persediaan (Aset Salam)
Akun ini dipergunakan untuk memcatat barang salam yang diterima (selesai dibuat) kemudian
diserahkan kepada pembeli akhir. Akun ini di debet pada saat diterima barang salam yang dipesan
dan dikredit pada saat penjualan atau penyerahan barang kepada pemesan akhir
3. Hutang kepada LKS
Akun ini dipergunakan untuk mencatat hutang produsen atas tidak dapat diserahkannya barang
yang dipesan pada saat jatuh tempo. Akun ini dikredit saat dipindahkan dari hutang salam ke hutang
LKS yaitu saat jatuh tempo akad dan tidak dapat menyerahkan barang yang dipesan. Akun ini
didebet saat dilakukan pembayaran.

B. Akun-akun Laporan Laba Rugi


Akun-akun dalam akuntansi salam dan salam paralel yang dipergunakan untuk penyusunan laporan
laba rugi antara lain dan tidak terbatas pada:
1. Keuntungan Penyerahan Aktiva
Akun ini dipergunakan untuk mencatat keuntungan penyerahan modal salam dalam bentuk non kas
(barang) dimana nilai wajar atau nilai pasar lebih besar dari nilai perolehan. Akun ini dikredit pada
saat diakui keuntungan atas penyerahan baran sebesar selisih harga pasar dan harga perolehan dan
didebet pada saat dipindahkan ke akun Laba Rugi.
2. Kerugian Penyerahan Aktiva
Akun ini dipergunakan untuk mencatat kerugian penyerahan modal salam dalam bentuk non kas
(barang) dimana nilai wajar atau nilai pasar lebih kecil dari nilai perolehan. Akun ini didebet pada
saat diakui kerugian atas penyerahan barang sebesar selisih harga pasar dan harga perolehan dan
dikredit pada saat dipindahkan ke akun Laba Rugi.
3. Kerugian salam
Akun ini dipergunakan untuk mencatat kerugian yang timbul dalam transaksi salam. Akun ini
didebet pada saat timbul kerugian salam dan dikredit pada saat dipindahkan ke Laba Rugi tutup
buku akhir tahun
4. Keuntungan salam
Akun ini dipergunakan untuk mencatat keuntungan yang terjadi dalam transaksi salam. Keuntungan
atau pendapatan hanya dapat dibukukan apabila telah terjadi penyerahan barang atau perubahan
risiko yang signifikan dari penjual ke pembeli. Akun ini dikredit pada saat timbul keuntungan salam
dan didebet pada saat dipindahkan ke Laba Rugi tutup buku akhir tahun
Untuk memberi gambaran akuntansi Entitas Syariah sebagai penjual dapat diberikan ilutrasi contoh
secara umum sebagai berikut:

182 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Pada tanggal 12 Maret 2007, LKS Amanah Gusti menerima pesanan dari Pabrik Tepung “Rasapati”
untuk mengadaan Patioka Ketela Pohon dengan data-data sebagai berikut:
Nama barang pesanan : Patioka (Tepung ketela pohon)
Jenis barang pesanan : Ketela Pohon, kualitas A
Jumlah : 100 ton
Harga : Rp5.000.000,00 per ton
Jangka waktu penyerahan : 3 bulan
Syarat pembayaran : Pada saat akad ditanda tangani seluruh harga barang
Dari ilutrasi transaksi tersebut di atas, akuntansi yang dilakukan oleh LKS Amanah Gusti sebagai
pembuat adalah
a. Penerimaan modal salam dari pembeli (Pabrik Tepung Rasapati) baik modal kas maupun modal
non kas
b. Penyerahan barang salam kepada pembeli (Pabrik Tepung Rasapati) dengan kualitas yang sama
dengan akad atau dengan kualitas yang berbeda dengan akad.

5.4.2 Penerimaan modal salam dari pembeli/pemesan


Karakteristik salam penyerahan barang dilakukan kemudian dan harga barang dilakukan segera pada
saat akad ditanda tangani. Jadi pada prinsipnya modal salam harus diserahkan segera secara keseluruhan
setelah akan ditandatangani. Modal salam yang diterima dapat berupa kas dan aset non kas (barang) sperti
misalnya bibit, pupuk, alat-alat pertanian dan sebagainya. Penerimaan modal salam oleh penjual (LKS
Amanah Gusti) dari pembeli (Pabrik Tepung Rasapati) dicatat sebagai ”Kewajiban Salam” atau ”Hutang
Salam”. Kewajiban salam ini merupakan kewajiban pembuat untuk menyerahkan barang bukan kewajiban
atas uang yang diterima. Kewajiban salam akan berakhir setelah penyerahan atau dipindahkan sebagai
kewajiban lain pada penjual tidak dapat menyerahkan barang
PSAK 103 tentang Akuntansi Salam paragraf 17 sampai dengan 18 mengatur tentang pengakuan
dan pengukuran modal salam yang diterim oleh penjual sebagai berikut:
17. Kewajiban salam diakui pada saat penjual menerima modal usaha salam sebesar modal usaha salam yang
diterima.
18. Modal usaha salam yang diterima dapat berupa kas dan aset nonkas. Modal usaha salam dalam bentuk
kas diukur sebesar jumlah yang diterima, sedangkan modal usaha salam dalam bentuk aset nonkas diukur
sebesar nilai wajar.
19 Kewajiban salam dihentikan-pengakuannya (derecognation) pada saat penyerahan barang kepada
pembeli. Jika penjual melakukan transaksi salam paralel, selisih antara jumlah yang dibayar oleh pembeli
akhir dan biaya perolehan barang pesanan diakui sebagai keuntungan atau kerugian pada saat penyerahan
barang pesanan oleh penjual ke pembeli akhir.
Sesuai karakteristik harga barang salam harus dibayar lunas saat akad ditanda tangani. Dengan
dibayar harga barang salam terlebih dahulu oleh pembeli kepada produsen sebagai penjual, maka hal
tersebut merupakan modal bagi produsen untuk memproduksi barang salam tersebut. Pemberian modal
dari pembeli kepada produsen dapat diberikan dalam bentuk uang tunai (kas) dan /atau dalam bentuk
barang (non kas).

A. Penerimaan modal salam dalam bentuk kas/tunai


Jika penjual menerima modal salam dalam bentuk kas, diakui sebagai kewajiban salam sebesar
jumlah yang diterima. Kewajiban salam ini merupakan kewajiban untuk menyerahkan barang salam kepada
pembeli, sehingga kewajiban salam ini akan berakhir setelah penyerahan barang.
Contoh : 5-15
Pada tanggal 12 Maret 2007 LKS Amanah Gusti penerimaan dana dari Pabrik Tepung “Rasapati”
sebesar Rp500.000.000,00 atas pesanan tepung patioka (tepung ketela pohon) sebanyak 100 ton

BAB V. Akuntansi Salam | 183


Atas pelunasan pembayaran harga barang, dijurnal sebagai berikut:
Dr. Kas/Rekening Pabrik Tepung Rp500.000.000,00
Cr. Hutang salam Rp500.000.000,00
(100 ton Patioka, ketela pohon kualitas A)
Dalam transaksi salam ini, kewajiban salam atau Hutang Salam adalah “jumlah barang dengan
specifikasi yang telah disepakati” yang dalam pembukukan diadministrasikan nilai rupiahnya. Dari jurnal
tersebut perubahan dalam buku besar dan peruabahan laporan posisi keuangan (neraca) LKS adalah :

HUTANG SALAM
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
12/03 10.000 ton Patioka 500.000.000
Saldo 500.000.000
500.000;000 500.000.000

NERACA
Per 12 Agustus 2004
Aktiva pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Hutang Salam 500.000.000

B. Penerimaan modal salam dalam bentuk non kas (barang)


Dalam transaksi salam, penyerahan modal salam oleh pembeli kepada penjual (pembuat) tidak
hanya dalam bentuk kas, tetapi diperkenankan juga untuk menyerahkan modal salam dalam bentuk barang
(non kas). Disinilah perbedaan yang mendasar dengan Lembaga Keuangan Konvensional (khususnya bank
syariah) karena dalam Lembaga keuangan Perbankan (Bank) hanya diperkenankan untuk menyerahkan
uang, karena Lembaga Keuangan Perbankan hanya diperkenankan menjalankan kegiatan usahanya di
bidang keuangan.
Contoh : 5-16
Pada tanggal 12 Maret 2007 LKS sebagai penjual menerima pembayaran harga salam sebesar
Rp500.000.000,- yang terdiri dari :
a. Uang tunai (kas) Rp100.000.000,00
b. Modal non kas (barang berupa):
Nama barang harga wajar
Alat pertanian Rp200.000.000,00
5 ton Pupuk Rp100.000.000,00
100 lt obat-obatan Rp100.000.000,00
-------------------------
Jumlah modal non kas (barang) Rp400.000.000,00
--------------------
Jumlah modal salam (kas dan non kas) Rp500.000.000,00
Dengan penerimaan harga barang salam yang merupakan modal LKS dalam memproduksi barang maka
dilakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Persediaan /Aset Salam Rp400.000.000,00
Dr. Kas Rp100.000.000,00
Cr. Kewajiban salam Rp500.000.000,00

184 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


5.4.3 Penyerahan barang salam kepada pembeli/pemesan
Penyerahan barang berkaitan dengan “Kewajiban Salam’ karena dalam transaksi salam yang
terhutang atau yang menjadi kewajiban dari pembuat adalah penyerahkan barang sesuai dengan spesifikasi
yang telah disepakati dalam akad. DalamPSAK 103 tentang Akuntansi Salam menjelaskan :
19. Kewajiban salam dihentikan-pengakuannya (derecognation) pada saat penyerahan barang kepada
pembeli. Jika penjual melakukan transaksi salam paralel, selisih antara jumlah yang dibayar oleh pembeli
akhir dan biaya perolehan barang pesanan diakui sebagai keuntungan atau kerugian pada saat penyerahan
barang pesanan oleh penjual ke pembeli akhir.
Jadi bagi penjual atau produsen kewajibannya selesai dengan penyerahan barang sesuai spesifikasi
yang telah disepakati diawal, tanpa memperhatikan harga barang saat penyerahan.
A Penyerahan barang dengan kualitas yang sama dalam akad
Dengan diserahkan barang (walaupun dengan kualitas yang berbeda), maka kewajiban penjual
kepada pembeli sudah selesai.
Contoh : 5-17
Pada tanggal 10 Juni 2007 diserahkan barang salam berupa 100 ton patioka, kualitas A (sesuai
kualitas dalam akad) seharga Rp500.000.000
Pada saat penyerahan barang pesanan kepada Pabrik Tepung “Rasapati” pada tanggal 12 Juni 2007
jurnal yang dilakukan oleh Entitas Syariah adalah sebagai berikut:
Dr. Hutang salam Rp500.000.000,00
(100 ton Patioka, ketela pohon kualitas A)
Cr. Persediaan Rp500.000.000,00
Dari jurnal tersebut perubahan posisi buku besar, dan perubahan laporan posisi keuangan (neraca)
bank syariah adalah sebagai berikut:
HUTANG SALAM
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
12/06 10.000 ton patioka ketela 500.000.000 12/03 10.000 ton patioka ketela 500.000.000
pohon pohon
Saldo 00
500.000;000 500.000.000

NERACA
Per 15 September 2004
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Hutang Salam 00

B. Penyerahan barang dengan kualitas yang berbeda


Kewajiban penjual sebagai produsen adalah kewajiban untuk menyerahkan barang (bukan
kewajiban uang). Oleh karena itu kewajiban tersebut selesai jika telah dilakukan penyerahan barangnya,
baik dengan kualiatas yang sama dengan akad atau dengan kualitas yang berbeda dengan akad (jika pembeli
menyetujui dan berkenan untuk menerimanya). Pengakuan akuntansi dengan kualitas berbeda ini sangat
berbeda dengan akuntansi pada pembeli yang mengakui mana yang lebih rendah antara nilai akad dengan
nilai wajarnya.
Contoh : 5-18 (kualitas berbeda dengan nilai wajar lebih rendah)
Diserahkan pembeli barang salam berupa 100 ton patoka ketela pohon kualitas B (tidak sesuai
dengan kualitas dalam akad) sebanyak 100 ton dengan harga wajar Rp475.000.000,00 (nilai akad
sebesar Rp500.000.000,00)

BAB V. Akuntansi Salam | 185


Dengan diserahkan barang salam tersebut oleh penjual kepada pembeli, maka kewajiban penjual
telah selesai, oleh karena itu dilakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Hutang salam Rp500.000.000,00
Cr. Persediaan Rp500.000.000,00
Dalam penyerahan barang dengan kualitas berbeda, baik dengan nilai wajar lebih rendah maupun
nilai wajarnya lebih tinggi, dan pembeli menyetujui, maka kewajiban pembeli telah selesai. Jika nilai wajar
lebih rendah dari nilai akad maka pembeli tidak diperkenankan untuk meminta tambahan jumlah barang,
sebaliknya jika nilai wajar lebih tinggi dari nilai akadnya maka pembeli juga tidak diperkenankan untuk
minta tambahan harga. Sekali lagi kewajiban penjual adalah kewajiban penyerahan barang bukan
kewajiban atas uang. Oleh karena itu jurnal yang dilakukan oleh pembeli, baik dengan kualitas sama
dengan akad maupun dengan kualitas yang berbeda dengan akad dengan nilai wajar lebih rendah maupun
lebih tinggi, maka jurnal yang dilakukan adalah sama di atas.

5.5 Akuntansi Salam Paralel


LKS dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam suatu transaksi salam. Jika LKS bertindak
sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan dengan cara
salam maka hal ini disebut salam paralel.
Salam Paralel dapat dilakukan dengan syarat:
1. akad kedua antara bank dan pembuat terpisah dari akad pertama antara bank dan pembeli akhir; dan
2. akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah.

5.5.1 Ilustrasi contoh pertama


Untuk memberikan gambaran yang lengkap terhadap perlakukan akuntansi salam paralel dapat
diberikan ilutrasi contoh sebagai berikut:
Lembaga Keuangan Syariah Amanah Gusti memperoleh kepercayaan dari Bulog untuk
melakukan pembelian beras (akad pertama), dengan data-data sebagai berikut :
Nama barang pesanan : Gabah padi
Jenis barang pesanan : Pandanwangi kadar air 12%
Jumlah : 100 ton
Harga : Rp50.000.000,00 (Rp500.000,00 per ton)
Jangka waktu penyerahan : 6 bulan
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut bank syariah melakukan pemesanan beras kepada KUD
Berkah Sukabumi (akad kedua dan terpisah dengan akad pertama), dengan data-data sebagai
berikut:
Nama Barang pesanan : Gabah padi
Jenis barang pesanan : Pandanwangi kadar air 12%
Jumlah barang : 100 ton
Jumlah modal/harga : Rp40.000.000,00 (Rp400.000,00 per ton)
Jangka waktu penyerahan : 4 bulan
Penyerahan modal : Uang tunai sejumlah Rp10.000.000,00
Alat pertanian sejumlah Rp30.000.000,00 (harga perolehan
barang tersebut sebesar Rp29.500.000,00)
Agunan : Sebidang sawah senilai Rp50.000.000,00
Cara penyerahan : Secara bertahap masing-masing 25 ton setiap bulan

186 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Dari contoh tersebut di atas dapat alur transaksi salam dapat dilihat dari gambar sebagai berikut:

Gambar 5-5 : alur transaksi salam paralel


Oleh karena itu jurnal yang dilakukan oleh LKS Amanah Gusti dengan tahapan yang sesuai dengan
alur transaksi salam paralel yaitu:
a. Penerimaan modal salam dari Bulog sebagai pemesan akhir
b. Penyerahan modal kepada KUD Berkah sebagai pembuat
c. Penerimaan barang dari KUD Berkah sebagai pembuat
d. Penyerahan barang kepada Bulog sebagai pemesan akhir

A. Penerimaan Modal dari Bulog (sebagai pemesan akhir)


Sesuai karakteristik salam, harga barang yang dipesan (modal salam) diterima keseluruhan segera
setelah akad ditandatangan. Jadi setelah akad disepakati LKS Amanah Gusti yang bertindak sebagai
pembuat akan menerima seluruh harga barang setelah akad ditandatangani, sehingga atas penerimaan
harga barang salam tersebut LKS mengakui sebagai ”Hutang Salam”
Contoh: 5-18
Tanggal 01 Februari 2007 LKS Amanah Gusti menerima dari Bulog modal salam (harga barang)
yang dipesan 100 ton Gabah padi Pandanwangi kadar air 12% seharga Rp50.000.000,00 Harga
barang diterima segera setelah akad ditanda tangani kedua belah pihak.
Atas penerimaan modal salam (harga barang salam) dari bulog oleh LKS Amanah Gusti dilakukan
jurnal sebagai berikut :
Dr. Kas Rp50.000.000,00
Cr. Hutang salam Rp50.000.000,00
(100 ton gabah padi Pandanwangi kadar air 12%)
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya ”hutang salam” LKS Amanah Gusti kepada Bulog adalah
hutang barang, yaitu 100 ton gabah padi Pandanwangi kadar air 12%, bukan hutang uang Rp50.000.000,00.
Oleh karena akuntansi harus menganut ”satuan nilai” maka yang tercatat dalam akuntansinya adalah uang
Rp50.000.000,00
Atas transaksi tersebut akan mengakibatkan perubahan posisi buku besar dan laporan posisi
keuangan (neraca) bank syariah sebagai berikut:

BAB V. Akuntansi Salam | 187


HUTANG SALAM
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
01/02 100 ton gabah padi 50.000.000
Pandanwangi ka 12%
Saldo 50.000.000
50.000;000 50.000.000
NERACA
Per 01 Februari 2007
Aktiva pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Hutang Salam 50.000.000

B. Penyerahan modal kepada KUD Berkah (sebagai pembuat)


Dalam ilutrasi contoh tersebut di atas modal salam yang diserahkan kepada KUD Berkah
Sukabumi berupa modal kas dan modal non kas. Untuk dapat melakukan penyerahan modal
salam dalam non kas, maka LKS Amanah Gusti harus mengadakan barangnya dengan cara
membeli, membuat sendiri dan sebagainya
Contoh : 5-19 (Penyerahan modal kas dan non kas)
05 Februari 2007 LKS Amanah Gusti menyerahkan modal salam (membayar harga barang
salam) kepada KUD Berkah Sukabumi sebesar Rp40.000.000,00 atas pesanan barang yang
dilakukan yaitu 100 ton gabah padi Pandanwangi kadar air 12%. Modal salam yang
diserahkan terdiri dari alat pertanian dengan harga wajar (harga pasar) saat penyerahan
sebesar Rp30.000.000,00 dan uang tunai sebesar Rp10.000.000,00 Tercatat harga perolehan
alat pertanian yang diserahkan sebesar Rp29.500.000,00
Jurnal pada saat pembelian alat pertanian sebesar Rp29.500.000,00 dengan tunai adalah:
Dr. Persediaan /Aktiva Rp29.500.000,00
Cr. Kas Rp29.500.000,00
Atas penyerahan modal kas dan non kas tersebut, LKS Amanah Gusti melakukan jurnal
sebagai berikut:
Dr. Piutang Salam (barang ) Rp40.000.000,00
(100 ton gabah padi Pandanwangi kadar air 12%)
Cr. Kas Rp10.000.000,00
Cr. Persediaan /Aktiva Rp29.500.000,00
Cr. Pendapatan penyerahan aktiva Rp 500.000,00
Transaksi penyerahan modal salam dari bank syariah kepada petani, akan mengakibatkan
perubahan posisi buku besar dan laporan posisi keuangan (neraca) bank syariah sebagai berikut:
PIUTANG SALAM
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
05/02 Modal kas 10.000.000
05/02 Alat pertanian 30.000.000
Saldo 40.000.000
40.000.000 40.000.000

188 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


NERACA
Per 05 Februari 2007
Aktiva pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Piutang Salam 40.000.000 Hutang salam 50.000.000


C. Penerimaan barang salam dari KUD Berkah Sukabumi.
Dalam salam paralel barang yang diterima oleh LKS sebagai pembeli (akad kedua) harus sama
kualitas atau spesifikasi yang tercant13um dalam akad untuk mengurangi risko ditolak oleh pembeli akhir,
saat barang tersebut diserahkan kepada pembeli akhir. Umumnya dalam menjalankan salam paralel kualitas
atau spesifikasi barang yang diterima dari pembeli akhir (akad pertama) sama dengan kualitas atau
spesifikasi barang yang dipesan kepada pembuat (akad kedua). Risiko lain jika ditolak adalah LKS sebagai
pembuat (akad pertama) bertanggung jawab untuk memenuhi kewajibannya untuk mengadakan barang
yang dipesan.
Jika barang yang diterima kualitas atau spesifikasi sama dengan yang tercantum dalam akad, maka
nilai barang diakui sebesar harga yang tercantum dalam akad, walaupun nilai pasar lebih rendah atau lebih
tinggi dari harga kontrak. Perlu diingat bahwa Piutang salam adalah piutang atas barang bukan piutang atas
uang.
Contoh : 5-20 (Penerimaan barang dengan spesifikasi sama dengan akad)
Tanggal 05 Juni 2007 diterima oleh LKS Amanah Gusti barang salam yang dipesan dari KUD
Berkah Sukabumi, 100 ton gabah padi Pandanwangi kadar air 12% (sesuai dengan spesifikasi yang
disepakati) seharga Rp40.000.000,00
Ataspenerimaan barang salam tersebut LKS Amanah Gusti sebagai pembeli melakukan jurnal sebagai
berikut:
Dr. Persediaan Rp40.000.000,00
(100 ton gabah padi Pandanwangi kadar air 12%)
Cr. Piutang Salam Rp40.000.000,00
(100 ton gabah padi Pandanwangi kadar air 12%)
Atas transaksi tersebut akan mengakibatkan perubahan posisi buku besar dan laporan posisi
keuangan (neraca) bank syariah sebagai berikut:
PIUTANG SALAM
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
05/02 Modal kas 10.000.000 05/06 Penyerahan barang 40.00.000
05/02 Alat pertanian 30.000.000 Saldo 0
40.000.000 40.000.000

NERACA
Per 05 Juni 2007
Aktiva pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Piutang Salam 0 Hutang salam 50.000.000

Sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya dalam Akuntansi untuk Pembeli bahwa pembeli
dimungkinkan untuk menerima barang dengan kualitas yang berbeda dengan kualitas yang disepakati
dalam akad.
Jika LKS sebagai pembeli tetap menerima barang yang dipesan berbeda kualitas dengan yang
tercantum dalam akad, harus dilakukan penilaian nilain wajar atau nilai pasar saat penyerahan. Atas hal ini
kemungkinan yang timbul adalah:

BAB V. Akuntansi Salam | 189


a. Nilai wajar atau nilai pasar sama dengan nilai akad
b. Nilai wajar atau nilai pasar lebih tinggi dari nilai akad
c. Nilai wajar atau nilai pasar lebih rendah dari nilai akad
Sesuai ketentuan dalam PSAK 103 tentang akuntansi salam, jika pembeli menerima barang dengan
kualitas yang berbeda, diukur mana yang lebih rendah antara nilai wajar atau nilai pasar saat penyerahan
dengan nilai akadnya
a. Jika pemesan bersedia untuk menerima barang pesanan dengan kualitas yang berbeda dan nilai
wajar saat penyerahan sama dengan nilai kontrak, maka tidak menimbulkan keuntungan atau
kerugian.
Contoh 5-21 (Penerimaan barang berbeda spesifikasi dengan nilai wajar sama dengan harga
dalam akad)
LKS Amanh Gusti sebagai pembeli menerima 25 ton gabah padi Pandanwangi kadar air 15%
(kualitas yang berbeda dengan akad) dengan nilai wajar atau nilai pasar sebesar
Rp10.000.000,00
Atas penerimaan barang dengan kualitas berbeda tersebut, LKS Amanah Gusti melakukan jurnal sebagai
berikut:
Dr. Persediaan salam Rp10.000.000,00
(25 ton gabah padi Pandanwangi kadar air 15%)
Cr. Piutang salam Rp10.000.000,00b. Jika pemesan
bersedia untuk menerima barang pesanan dengan kualitas yang berbeda dengan harga wajar atau
harga pasar saat penyerahan lebih tinggi dari nilai kontrak, maka atas barang pesanan tersebut dalam
persediaan diakui sebesar harga kontrak, karena harga yang lebih rendah adalah harga kontrak.
Contoh : 5-22 (Penerimaan barang berbeda spesifikasi dengan nilai wajar lebih tinggi dari harga
dalam akad)
LKS Amanah Gusti sebagai pembeli menerima 25 ton gabah padi Pandanwangi kadar air
15% dengan harga pasar/nilai pasar Rp12.500.000,00. Dalam akad sepakati kualitas barang
yang harus diserahkan adalah 25 ton gabah padi Pandanwangi kadar air 12% dengan harga
Rp10.000.000,00
Atas penerimaan barang dengan kualitas berbeda tersebut, LKS Amanah Gusti melakukan jurnal
sebagai berikut:
Dr. Persediaan salam Rp10.000.000,00
(25 ton gabah padi Pandanwangi kadar air 15%)
Cr. Piutang salam Rp10.000.000,00
c. Jika pemesan bersedian untuk menerima barang pesanan dengan kualitas yang berbeda dengan nilai
wajar atau harga pasar saat penyerahan lebih rendah dari nilai kontrak. maka barang pesanan
tersebut diakui sebagai persediaan sebesar nilai nilai wajarnya, karena harga yang lebih rendah adalah
nilai wajar. Selisih antara nilai kontrak dengan nilai wajar diakui sebagai kerugian saat terjadinya.
Contoh : 5-23 (Penerimaan barang berbeda spesifikasi dengan nilai wajar lebih rendah dari harga
dalam akad)
LKS Amanah Gusti sebagai pembeli menerima 25 ton gabah padi Pandanwangi kadar air 15%
dengan harga pasar/nilai pasar Rp8.000.000,00. Dalam akad sepakati kualitas barang yang harus
diserahkan adalah 25 ton gabah padi Pandanwangi kadar air 12% dengan harga Rp10.000.000,00
Atas penerimaan barang dengan kualitas berbeda tersebut, LKS Amanah Gusti melakukan jurnal
sebagai berikut:

190 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Dr. Persediaan salam Rp8.000.000,00
(25 ton gabah padi Pandanwangi kadar air 15%)
Dr. Kerugian salam Rp2.000.000,00
Cr. Piutang salam Rp10.000.000,00
Kemungkinan lain yang terjadi berkaitan dengan penerimaan barang adalah sampai dengan jatuh
waktu penyerahan pembuat (KUD Berkah Sukabumi) tidak dapat menyerahkan barang yang dipesan oleh
LKS Amanah Gusti sebagai pembeli. Sehingga perlu diambil beberapa alternatif yaitu:
a. Dilakukan perpanjangan jangka waktu penyerahan barang yang dipesan.
b. Akad salam dibatalkan dan petani tidak dapat mengembalikan modal salam sehingga piutang
salam berubah menjadi piutang kepada pembuat (KUD Berkah Sukabumi)
c. Piutang salam dilunasi dari hasil penjualan jaminan yang diserahkan oleh petani kepada pembeli
(LKS Amanah Gusti). Atas hal ini kemungkinan yang terjadi adalah:
(1) Hasil penjualan jaminan sama dengan piutang salam
(2) Hasil penjualan jaminan lebih rendah dari piutang salam
(3) Hasil penjualan jaminan lebih tinggi dari piutang salam
a. Jika pada saat jatuh tempo penyerahan barang pesanan, produsen atau pembuat tidak dapat
penyerahkan barang dan atas kegagalan tersebut dilakukan perpanjangan jangka waktu penyerahan
barang pesanan, maka tidak mengakibatkan perubahan transaksi.
Contoh : 5-24 (Barang tidak diterima – akad dibatalkan)
Pada saat jatuh tempo tahap ke-4 barang pesanan sebanyak 25 ton gabah padi Pandanwangi kadar
air 12 % seharga Rp10.000.000,00 KUD Berkah Sukabumi tidak dapat diserahkan. Sesuai
kesapakatan LKS Amanah Gusti memberikan perpanjangan waktu penyerahan selama 2 bulan lagi
Atas perpanjangan waktu yang diberikan, maka LKS Amanah Gusti tidak melakukan jurnal
apapun yang terkait dengan nilai piutang salam.
b. Jika pada saat jatuh tempo penyerahan barang produsen atau pembuat tidak mampu penyerahkan
barang pesan dan atas kegagalan tersebut akad salam dibatalkan, maka piutang salam pemesan
kepada produsen atau pembuat perubah dari piutang salam (piutang barang) menjadi piutang kepada
produsen (piutang uang)
Contoh : 5-25 (Barang tidak diterima – KUD Berkah tidak mampu menyerahkan)
Saat jatuh waktu penyerahan barang KUD Berkah Sukabumi tidak dapat menyerahkan barang
pesanan yaitu 25 ton gabah padi Pandanwangi kadar air 12% seharga Rp, 10.000.000,00.
Atas transaksi tersebut LKS Amanah Gusti melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Piutang petani Rp10.000.000,00
Cr. Piutang Salam Rp10.000.000,00
(25 ton gabah padi Pandanwangi kadar air 12%)
c. Jika atas kegagalan penyerahan barang pesanan, produsen bersedia untuk menjual agunan untuk
membayar hutangnya dan hasil penjualan jaminan sama dengan jumlah hutangnya, maka seluru hasil
penjualan jaminan dipergunakan untuk melunasi hutang produsen
Contoh: 5-26 (Barang tidak diterima – hasil penjualan jaminan sama dengan piutang salam)
Saat jatuh waktu penyerahan barang KUD Berkah Sukabumi tidak dapat menyerahkan barang
pesanan yaitu 25 ton gabah padi Pandanwangi kadar air 12% seharga Rp, 10.000.000,00.. Atas
kegagalan tersebut KUD Berkah sepakat untuk menjual jaminan yang diserahkan kepada LKS
Amanah Gusti. Hasil penjualan jaminan sesuai nilai pasarnya adalah sebesar Rp10.000.000,-
Atas penjualan jaminan tersebut dan hasil penjualan jaminan dipergunakan untuk melunasi
kewajiban petani, maka LKS melakukan jurnal sebagai berikut:

BAB V. Akuntansi Salam | 191


Dr. Kas Rp10.000.000,00
Cr. Piutang Salam Rp10.000.000,00
(25 ton gabah padi Pandanwangi kadar air 12%)
d. Jika atas kegagalan penyerahan barang pesanan tersebut pembuat bersedia untuk menjual jaminan
dan hasil penjualan jaminan lebih rendah dari seluruh hutangnya, maka hasil penjualan jaminan
dipergunakan untuk melunasi hutangnya dan selisihnya masih menjadi hutang pembuat.
Contoh : 5-27 (Barang tdk diterima – hasil penjualan jaminan lebih rendah dari piutang salam)
Saat jatuh waktu penyerahan barang KUD Berkah Sukabumi tidak dapat menyerahkan barang
pesanan yaitu 25 ton gabah padi Pandanwangi kadar air 12% seharga Rp, 10.000.000,00.. Atas
kegagalan tersebut KUD Berkah sepakat untuk menjual jaminan yang diserahkan kepada LKS
Amanah Gusti. Hasil penjualan jaminan sesuai nilai pasarnya adalah sebesar Rp7.500.000,00
Atas penjualan jaminan tersebut dan hasil penjualan jaminan dipergunakan untuk melunasi
kewajiban petani, maka LKS melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas Rp 7.500.000,00
Dr. Piutang petani Rp 2.500.000,00
Cr. Piutang salam Rp10.000.000,00
(25 ton gabah padi Pandanwangi kadar air 12%)
e. Jika atas kegagalan penyerahan barang pesanan pembuat bersedia untuk menjual jaminan dan hasil
penjualan jaminan lebih tinggi dari hutangnya, maka hasil penjualan jaminan dipergunakan untuk
membayar seluruh hutangnya dan sisakan kembalikan kepada pembuat atau produsen
Contoh : 5-28 (Barang tidak diterima – hasil penjualan jaminan lebih tinggi dari piutang salam)
Saat jatuh waktu penyerahan barang KUD Berkah Sukabumi tidak dapat menyerahkan barang
pesanan yaitu 25 ton gabah padi Pandanwangi kadar air 12% seharga Rp, 10.000.000,00. Atas
kegagalan tersebut KUD Berkah sepakat untuk menjual jaminan yang diserahkan kepada LKS
Amanah Gusti. Hasil penjualan jaminan sesuai nilai pasarnya adalah sebesar Rp15.000.000,00
Dr. Kas Rp15.000.000,00
Cr. Piutang salam Rp 10.000.000,00
(25 ton gabah padi Pandanwangi kadar air 12%)
Cr. Kas/Rekening Petani Rp 5.000.000,00

D. Penyerahan barang salam kepada Bulog (pemesan akhir)


Transaksi salam paralel berakhir jika masing-masing pihak telah menyelesaikan kewajibannya yaitu
petani menyerahkan barang yang dipesan (akad kedua) dan LKS menyerahkan barang pesanan kepada
pembeli akhir (akad pertama). Penyerahan barang yang dipesan pada prinsipnya harus sama kualitasnya
dengan yang tercantum dalam akad.
Contoh: 5-29
Tanggal 01 Agustus 2007 LKS Amanah Gusti menyerahkan barang salam kepada Bulog sesuai
dengan kualitas yang disepakati yaitu 100 ton gabah padi Pandanwangi kadar air 12% seharga
Rp50.000.000,00
Atas penyerahan barang salam kepada Bulog tersebut, LKSamanah Gusti melakukan jurnal sebagai
berikut:
Dr. Kewajiban salam Rp50.000.000,00
(100 ton gabah padi Pandanwangi kadar air 12%)
Cr. Persediaan salam Rp40.000.000,00
(100 ton gabah padi Pandanwangi kadar air 12%)
Cr. Keuntungan salam Rp10.000.000,00
Atas transaksi tersebut akan mengakibatkan perubahan posisi buku besar dan laporan posisi
keuangan (neraca) bank syariah sebagai berikut :

192 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


HUTANG SALAM
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
01/08 Penyerahan barang salam 50.000.000 01/02 100 ton gabah padi 50.000.000
Pandanwangi ka 12%
Saldo 0
50.000;000 50.000.000

NERACA
Per 01 Agustus 2007
Aktiva pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Piutang Salam 0 Hutang salam 0

5.5.2 Ilustrasi contoh kedua


Untuk memberikan gambaran yang lebih lengkap dan rinci mengenai akuntansi salam diberikan
ilustrasi contoh kedua sebagai berikut:
Untuk meningkatkan usaha petani, Departemen Pertanian memiliki program ”Petani Mandiri”
dengan ketentuan bahwa setiap satu ha sawah diberikan :
Bibit padi INTANI-2 5 kg
Pupuk Urea 300 kg
Obat-obatan 1 lt
Modal kerja Rp5 juta
Dari hasil penelitian dan kajian yang mendalam dengan batuan tersebut, dapat meningkatkan
produktiftitas petani yaitu setiap satu ha sawah dapat menghasilkan 2,5 ton gabah INTANI-2 kadar
air 12%. Untuk melaksanakan program tersebut Departemen Pertanian membutuhkan 200 ton
Gabah INTANI-2 kadar air 12% untuk mengisi gudang BULOG dan telah menunjuk LKS
Amanah Ummat sebagai pelaksana program dan disepakati setiap satu ha sawah petani diminta
untuk menyerahkan gabah INTANI-2 kadar air 12% sebanyak 2 ton seharga Rp 10 juta.
Untuk keperluan tersebut LKS Amanah Ummat memesan kepada Kelompok Tani Usaha Mandiri
200 ton gabah INTANI-2 kadar air 12% sebagai koordinator dari petani anggotanya yang memiliki
sawah sebanyak 100 ha yang harus diserahkan paling lambat enam bulan setelah ditanda tangani
akad. Atas pemesanan tersebut LKS Amanah Ummat menyerahkan kepada Kelompok Tani Usaha
Mandiri untuk setiap satu ha sawah (sesuai ketentuan Deptan):
Nama barang jumlah
Bibit padi INTANI-2 5 kg
Pupuk Urea 300 kg
Obat-obatan 1 lt
Modal kerja Rp5 juta
Barang-barang kebutuhan petani tersebut di atas dibeli oleh bank syariah dan memiliki nilai wajar
saat penyerahan sebagai berikut:
Nama barang Kwtas harga wajar nilai tercatat
Bibit padi INTANI-2 5 kg Rp0,5 juta Rp0,5 juta
Pupuk Urea 300 kg Rp2 juta Rp1,5 juta
Obat-obatan 1 lt Rp1 juta Rp1 juta
Jumlah Rp3,5 juta Rp3 juta
Dari ilustrasi tersebut di atas Lembaga Keuangan Syariah melakukan jurnal atas transaksi itu sebagai
berikut:
1. Penerimaan harga barang (modal) dai Bulog sebesar : 200 ton/2 x Rp10.000.000,00 =
Rp1.000.000.000,00

BAB V. Akuntansi Salam | 193


Atas penerimaan modal salam sebesar Rp1 milyard tersebut Lembaga Keuangan melakukan
jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas Rp1.000.000.000,00
Cr. Hutang Salam Rp1.000.000.000,00
(200 ton gabah INTANI-2 k.a. 12%)
Hutang Lembaga Keuangan Syariah kepada Bulog adalah gabah Intani-2 kadar arir 12%
sebanyak 200 ton, bukan uang sebesar Rp1 milyard. Oleh karena itu kewajiban Lembaga Keuangan
Syariah ini selesai setelah LKS menyerahkan barang sesuai pesanan.
2. Pembelian barang untuk modal non kas oleh Lembaga Keuangan Syariah untuk keperluan pertanian
sebanyak 100 ha sawah, dan setiap satu ha dibutuhkan:
Nama barang kwtas nilai tercatat
Bibit padi INTANI-2 5 kg Rp0,5 juta
Pupuk Urea 300 kg Rp1,5 juta
Obat-obatan 1 lt Rp1 juta
Jumlah Rp3 juta
Atas pembelian modal non kas (barang) tersebut Lembaga Keuangan Syariah melakukan jurnal
sebagai berikut:
Dr. Persediaan Rp300.000.000,00
Cr. Kas/Rekening suplier Rp300.000.000,00
3. Penyerahan modal oleh Lembaga Keuangan Syariah kepada KUD untuk 100 ha sawah dalam
bentuk kas sebesar Rp5.000.000,00 dan modal non kas dengan nilai wajar saat penyerahan sebesar
Rp3.500.000,00 setiap ha sawah dengan rincian sebagai berikut:
Nama barang kwtas harga wajar nilai tercatat
Bibit padi INTANI-2 5 kg Rp0,5 juta Rp0,5 juta
Pupuk Urea 300 kg Rp2 juta Rp1,5 juta
Obat-obatan 1 lt Rp1 juta Rp1 juta
Jumlah modal non kas Rp3,5 juta Rp3 juta
Modal kas (uang tunai) Rp5 juta
Jumlah modal Rp8,5 juta
Atas penyerahan modal kas dan non kas tersebut Lembaga Keuangan Syariah melakukan
jurnal sebagai berikut:
Dr. Piutang salam Rp850.000.000,00
(200 ton gabah INTANI 2 ka 12%)
Cr. Kas Rp500.000.000,00
Cr. Persediaan Rp300.000.000,00
Cr. Keuntungan penyerahan aktiva Rp 50.000.000,00
d. Penerimaan gabah dengan kadar air 12% sebanyak 200 ton dari KUD oleh Lembaga Keuangan
Syariah (sesuai pesanan) dengan nilai kontrak sebesar Rp850.000.000,00
Atas penerimaan barang salam sesuai pesanan tersebut Lembaga Keuangan Syariah
melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Persediaan Rp850.000.000,00
Cr. Piutang salam Rp850.000.000,00
(200 ton gabah INTANI 2 ka 12%)
e. Dilakukan penyerahan barang pesanan Bulog gabah INTANI-2 kadar air 12% sebanyak 200 ton
(sesuai spesifikasi dalam kontrak) oleh Lembaga Keuangan Syariah dengan nilai kontrak sebesar Rp1
milyard
Atas penyerahan barang pesanan tersebut kepada Bulog maka Lembaga Keuangan Syariah
melakukan jurnal sebagai berikut:

194 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Dr. Hutang salam Rp1.000.000.000,00
(200 ton gabah INTANI 2 ka 12%)
Cr. Persediaan Rp850.000.000,00
Cr. Keuntungan salam Rp150.000.000,00
Dengan penyerahan barang yang dipesan sesuai spesifikasi dalam kontrak tersebut kewajiban
Lembaga Keuangan Syariah terhadap Bulog telah selesai, tanpa dipengaruhi oleh harga barang pada
saat penyerahan. Dan karena terjadi penyerahan barang dari penjual kepada pembeli (Bulog), maka
Lembaga keuangan Syariah sebagai penjual melakukan pengakuan keuntungan atas transaksi salam
tersebut.

5.6 Penyajian dan Pengungkapan


Dalam PSAk 103 tentang Akuntansi salam telah diatur hal-hal yang terkait dengan penyajian
transaksi salam dalam laporan keuangan syariah sebagai berikut:
1. Pembeli menyajikan modal usaha salam yang diberikan sebagai piutang salam.
2 Piutang yang harus dilunasi oleh penjual karena tidak dapat memenuhi kewajibannya dalam transaksi salam
disajikan secara terpisah dari piutang salam.
3. Penjual menyajikan modal usaha salam yang diterima sebagai kewajiban salam.
Dalam PSAk 103 tentang Akuntansi salam telah diatur hal-hal yang terkait dengan pengungkapan
transaksi salam dalam laporan keuangan syariah sebagai berikut:
1. Penjual dalam transaksi salam mengungkapkan:
(a) Piutang salam kepada supplier (dalam salam paralel) yang memiliki hubungan istimewa;
(b) Jenis dan kuantitas barang pesanan; dan
(c) Pengungkapan lain sesuai dengan PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
2. Pembeli dalam transaksi salam mengungkapkan:
(a) Besarnya modal usaha salam, baik yang dibiayai sendiri maupun yang dibiayai secara bersama-sama
dengan pihak lain;
(d) Jenis dan kuantitas barang pesanan; dan
(e) Pengungkapan lain sesuai dengan PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah.

5.7 Pertanyaan dan Soal


5.7.1 Pertanyaan
1. Salah satu penyaluran dana yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah dengan
mempergunakan prinsip salam.
a. Jelaskan dengan lengkap dan rinci pengertian dan jenis salam yang dilakukan oleh lembaga
keuangan syariah?
b. Jelaskan dengan lengkap dan rinci karakteritstik salam menurut Fatwa DSN dan PSAK 103
tentang Akuntansi Salam
2. PSAK 103 mengatur tentang Akuntansi salam baik pada penjual maupun yang dilakukan oleh
pembeli.
a. Jelaskan cakupan PSAK 103 tentang Akuntansi Salam ?
b. Jelaskan penggunaan akuntansi penjual dan akuntansi pembeli sesuai dengan PSAK 103 ?
3. Pada dasarnya penyerahan barang yang dilakukan produsen kepada pembeli harus sesuai dengan
spesifikasi yang disepakati dalam kontrak.
a. Jelaskan pengakuan dan pengukuran penerimaan barang dengan kualitas yang berbeda dengan
kontrak?
b. Jelaskan pengakuan dan pengukuran penerimaan barang yang sesuai dengan sesifikasi dalam
kontrak?

BAB V. Akuntansi Salam | 195


c.Jelakan risiko yang terjadi penerimaan barang dengan kualitas yang berbeda dengan kontrak,
jika yang dilakukan adalah salam paralel?
4. Salah satu penyaluran dana Bank Syariah mempergunakan pola jual beli
a. Jelaskan prinsip salam dan salam paralel
b. Jelaskan perbedaan salam dan istishna
5. Salah satu penyaluran dana Bank Syariah mempergunakan pola jual beli
a. Jelaskan prinsip-prinsip syariah yang dikategorikan dalam kelompok jual beli
a. Jelaskan prinsip salam dan salam paralel
6. Salah satu penyaluran dana Bank Syariah mempergunakan pola jual beli
a. Jelaskan secra rinci dan lengkap prinsip salam dan salam paralel
b. Jelaskan perbedaan salam dan murabahah

5.7.2 Soal study kasus


Soal pertama
Bank syariah melakukan transaksi salam dengan kelompok petani di Sukabumi dengan data-data
sebagai berikut:
Nama Barang pesanan : Kedelai
Jenis barang pesanan : Biji kedelai kualitas A
Jumlah barang : 20 ton
Jumlah modal/harga : Rp30.000.000,00 ( Rp1.500.000,00 per ton)
Jangka waktu penyerahan : 3 bulan sampai gudang bank syariah
Penyerahan modal : Dalam bentuk uang tunai dan dibayar dimuka pada saat kontrak
ditanda tangani.
Diminta :
Buatlah perhitungan dan jurnal dari siklus transaksi tersebut.

Soal kedua
Bank syariah memperoleh kepercayaan dari Bulog untuk melakukan pembelian beras, dengan data-
data sebagai berikut :
Nama barang pesanan : Gabah padi IR 38
Jenis barang pesanan : IR 38 kadar air 15%
Jumlah : 100 ton
Harga : Rp500.000.000,00 (Rp5.000.000,00 per ton)
Jangka waktu penyerahan : 6 bulan
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut bank syariah melakukan pemesanan beras kepada KUD
Sejahtera, dengan data-data sebagai berikut:
Nama Barang pesanan : Gabah padi IR 38
Jenis barang pesanan : IR 38 kadar air 15%
Jumlah barang : 100 ton
Jumlah modal/harga : Rp400.000.000,00 (Rp4.000.000,00 per ton)
Jangka waktu penyerahan : 4 bulan
Penyerahan modal : Uang tunai sejumlah Rp300.000.000,00
Alat pertanian sejumlah Rp100.000.000,00
Agunan : Sebidang sawah senilai Rp500.000.000,00
Cara penyerahan : Secara bertahap masing-masing 25 ton setiap bulan
Penjelasan lain berkaitan dengan pesanan kepada KUD Sejahtera:
1. Harga perolehan alat pertanian sebesar Rp95.000.000,00
2. Data-data saat penyerahan barang dari KUD Sejahtera adalah sebagai berikut:

196 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


a. Tahap kesatu sebanyak 25 ton gabah padi IR 38 kadar air 15% dan nilai wajar saat
penyerahan sebesar Rp100.000.000,00 (atau Rp4.juta per ton)
b. Tahap kedua sebanyak 25 ton gabah padi IR 38 kadar air 25% dan nilai wajar saat
penyerahan sebesar Rp125.000.000,00 (atau Rp5 juta per ton )
c. Tahap ketiga sebanyak 25 ton gabah padi IR 38 kadar air 20% dan nilai wajar saat
penyerahan sebesar Rp8.000.000,00 (atau Rp3, 2 juta per ton)
3. Penyerahan tahap ke-4 sisa barang pesanan sebesar 25 ton gabah padi IR 38 kadar air 15%
seharga Rp10.000.000,00 tidak lancar, sehingga perlu diambil alternatif:
a. Bank Syariah melakukan perpanjangan kontrak pemesanan barang kepada KUD
Sejahtera
b. Bank Syariah membatalkan Kontrak dengan KUD Sejahtera
d. Bank Syariah dengan persetujuan KUD Sejahtera, menjual jaminan dengan asumsi
(1) harga jual jaminan seharga Rp7.500.000,00
(2) harga jaminan seharga Rp15.000.000,00
Diminta :
Buatlah perhitungan dan jurnal sehubungan dengan transaksi tersebut

Soal ketiga
Bank syariah melakukan pemesanan beras kepada kelompok petani Suka Makmur, dengan data-data
sebagai berikut:
Nama Barang pesanan : Beras IR 38
Jenis barang pesanan : IR 38 kering gudang
Jumlah barang : 100 ton
Jumlah modal/harga : Rp40.000.000,00
Jangka waktu penyerahan : 4 bulan
Penyerahan modal : Uang tunai sejumlah Rp30.000.000,00
Alat pertanian sejumlah Rp10.000.000,00
Agunan : Sebidang sawah senilai Rp50.000.000,00
Cara penyerahan : Secara bertahap masing-masing 25 ton setiap bulan
Penjelasan lain berkaitan dengan pesanan kepada petani Suka Makmur:
1. Harga perolehan alat pertanian sebesar Rp9.500.000,00
2. Penyerahan barang pesanan dilakukan 3 tahap sbb:
a. Ke-1 : 25 ton beras IR 38 kering dengan nilai wajar Rp10.000.000,00
b. Ke-2 : 25 ton beras IR 38 kering dengan nilai wajar Rp12.500.000,00
c. ke-3 : 25 ton beras IR 38 kering dengan nilai wajar Rp8.000.000,00
Diminta:
Buatlah jurnal dan perhitungan atas transaksi tersebut sesuai tahapan transaksinya

Soal keempat
Lembaga Keuangan Mikro Syariah Mitra Umat (LKMS Mitra Umat) melakukan pemesanan
kepada Kelompok Petani Gula Sekar Madu (KPG Sekar Madu) berupa gula merah kualitas A
sebanyak 100 ton dengan harga Rp100 juta. Penyerahan dilakukan dengan dua tahap masing-masing
50 ton gula merah paling lambat selama 6 bulan setelah akad ditandatangani.
Atas pemesanan tersebut disepakati penyerahan modal dalam bentuk :
a. Peralatan penyadap gula dan peralatan pembuatan gula merah senilai Rp75 juta saat
penyerahan. Peralatan tersebut dibeli oleh LKMS Mitra Umat seharga Rp70 juta.
b. Uang tunai sebesar Rp25 juta untuk keperluan pembayaran upah tenaga kerja dan biaya
lainnya.

BAB V. Akuntansi Salam | 197


Mengingat bahwa terdapat masalah pengadaan bahan baku mengakibatkan hasil tidak sesuai yang
disepakati dan penyerahan tahap kedua LKSM Mitra Umat bersedia dan sepakat menerima gula
merah dengan kualitas yang berbeda dalam akad, dimana harga pasar gula merah hanya senilai Rp40
juta
Diminta:
Buatlah perhitungan dan jurnal atas transaksi tersebut sesuai dengan tahapan transaksinya.

Soal kelima
Departemen pertanian bersama-sama dengan Bulog memiliki program untuk memenuhi kebutuhan
pangan tahun anggaran 2008. Untuk itu Departemen Pertanian melakukan pemesanan kepada
KUD dengan data-data sbb:
Barang yang dipesan : 100 ton gabah padi IR 78 kadar air 12% dengan harga
Rp8.000.000,00/ton
Waktu Penyerahan : Tahap ke-1 sebesar 50 ton dilakukan 3 bulan setelah akad ditanda
tangani
Tahap ke-2 sebesar 30 ton dilakukan 4 bulan setelah akad ditanda
tangani
Tahap ke-3 sebesar 20 ton dilakukan 5 bulan setelah akad ditanda
tangani
Modal diberkan : uang tunai sebesar Rp300.000.000,00 sbg modal kerja
Alat pertanian dengan harga pasar sebesar Rp300.000.000,00 yang
sebelumnya dibeli dengan harga sebesar Rp350.000.000,00
Bibit, pupuk dan sejenisnya dengan harga wajar sebesar
Rp200.000.000,00 yang sebelumnya dibeli dengan harga
Rp175.000.000,00
Keterangan lain : Saat penyerahan barang langsung diserahkan ke Bulog.
Diminta : Buatlahjurnal dan perhitungan atas
a. Pembayaran modal dari Departemen Pertanian kepada KUD
b. Penerimaan barang dari KUD oleh Departemen Pertanian tahap pertama dan kedua
c. Jurnal penyerahan barang tahap ketiga jika barang yang diserahkan kualitasnya tidak sama
dengan akad dan Departemen Pertanian sepakat. Gabah yang diserahkan nilai pasarnya
sebesar Rp7.5 juta per ton.

Soal keenam
Dalam rangka membantu program pemerintah dalam penguatan pangan Bank Syariah pada tanggal
15 Januari 2008 melakukan pemesanan dengan KUD Usaha Tani Kerawang dan disepakati hal-hal
sbb:
1. Modal yang diberikan Bank Syariah kepada KUD untuk 200 ha sawah berupa
a. modal non kas berupa :
No Nama kwantitas Nilai tercatat (Rp) Nilai wajar (Rp)
(1) Bibit Intani-2 2.000 kg 90.000.000 100.000.000
(2) Pupuk Urea 300 ton 575.000.000 600.000.000
(3) Obat-obatan 200 lt 310.000.000 300.000.000
Jumlah 1.000.000.000
(terbilang : satu milyar rupiah)
b. Modal kas sebesar Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah)

198 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


2. Penyerahan barang yang dilakukan oleh KUD Usaha Tani kepada Bank Syariah berupa 200
ton gabah Intansi 2 kadar air 12% seharga Rp7,5 juta per ton
3. Penyerahan barang dilakukan paling lambat enam bulan setelah akad ditanda tangani, yaitu
pada tanggal 20 Januari 2008.
4. KUD Usaha Tani menyerahkan agunan 10 ha sawah
Diminta : Buatlah perhitungan dan jurnal atas trasaksi
a. Pembelian barang-barang untuk modal non kas (Bibit, Pupuk, Obat-obatan)
b. Penyerahan modal non kas dan modal non kas secara rinci
c. Penerimaan barang salam pada tanggal 20 Juli 2008, jika
(1). penerimaan dengan kualitas sesuai akad dibanyak 100 ton gabah
(2). sisa barang diperpanjang sampai dengan tanggal 30 Agustus 2008
d. Penerimaan barang pada tanggal 30 Agustus, jika
(1). barang sebanyak 50 ton gabah terpaksa diterima dengan kualitas yang berbeda
dan nilai wajar saat penyerahan sebesar Rp400.000.000,- (empat ratus juta rupiah)
(2). sisa barang salam KUD Usaha Tani tidak dapat memenuhi kewajibannya,
sehingga akadnya dibatalkan.
e. Untuk melunasi hutangnya, agunan KUD Usaha Tani sebanyak 2 ha sawah dijual
dengan harga jual secara wajar sebesar Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah)

Soal ketujuh
Bank syariah menerima pasana dari Bulog Tepung Ketela kualitas A sebanyak 200 ton seharga Rp
100.000.000,00
Atas pesana tersebut bank syariah lakukan pemesanan beras kepada kelompok petani Suka Makmur,
dengan data-data sebagai berikut:
Nama Barang pesanan : Tepung ketela type A
Jenis barang pesanan : Kadar air 5%
Jumlah barang : 200 ton
Jumlah modal/harga : Rp80.000.000,00
Jangka waktu penyerahan : 4 bulan
Penyerahan modal : Uang tunai sejumlah Rp60.000.000,00
Alat pertanian sejumlah Rp20.000.000,00
Agunan : Empat bidang sawah senilai Rp100.000.000,00
Cara penyerahan : Secara bertahap masing-masing 50 ton setiap bulan
Penjelasan lain berkaitan dengan pesanan kepada petani Suka Makmur:
1. Harga perolehan alat pertanian sebesar Rp19.000.000,00
2. Penyerahan barang pesanan
a. Tahap kesatu sebanyak 50 ton tepung ketela kualitas A dengan nilai wajar sebesar
Rp20.000.000,00
b. Tahap kedua sebanyak 50 ton tepung ketela kualitas B dengan nilai wajar sebesar
Rp25.000.000,00
c. Tahap ketiga sebanyak 50 ton tepung ketela kualitas B dengan nilai wajar sebesar
Rp16.000.000,00

BAB V. Akuntansi Salam | 199


d. Tahap keempat sebanyak 50 ton tepung ketela kualitas A tidak dapat diserahkan oleh
kelompok tani Suka Makmur
Diminta :
1. Menentukan prinsip syariah yang dipergunakan dalam transaksi tersebut
2. Perhitungan dan jurnal Bank Syariah yang terkaitan, mulai awal sampai dengan pelunasan
transaksi tersebut
a. Penyerahan modal Bulog ke Bank Syariah
b. Penyerahan modal Bank Syariah ke Kelompok Tani Suka Makmur
c. Penerimaan barang pesanan Bank Syariah dari Kelompok Tani Suka Makmur (tahap
d. Penerimaan barang tahap ke empat jika:
(i) akad dibatalkan
(ii) diperpanjang
(iii) penjualan agunan seharga Rp10.000.000,00
(iv) penjualan agunan seharga Rp30.000.000,00
e. Penyerahan barang dari bank Syariah ke Bulog

200 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


BAB VI
AKUNTANSI ISTISHNA’

6.1 Pengertian dan Karakteristik Istishna’

Kegiatan usaha yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah dalam penyaluran atau pengelolaan
modal atau dana adalah dengan menggunakan prinsip istishna’. Sebelum dilakukan pembahasan tentang
akuntansi istishna’, perlu diketahui pengertian, jenis dan karakteristik istishna’, karena hal ini sangat
memengaruhi pemahaman akuntansi istishna’

6.1.1 Pengertian
Istishna’ adalah akad jual beli antara al-mustashni’ (pembeli) dan as-shani’ (produsen yang juga
bertindak sebagai penjual), penyerahan dilakukan kemudian dengan pembayaran sesuai kesepakatan.
Berdasarkan akad tersebut, pembeli menugasi produsen untuk menyediakan al-mashnu’ (barang pesanan)
sesuai spesifikasi yang disyaratkan pembeli dan menjualnya dengan harga yang disepakati. Cara
pembayaran dapat berupa pembayaran dimuka, cicilan, atau ditangguhkan sampai jangka waktu tertentu.
Dalam PSAK 104 tentang Akuntansi Istishna’ diperoleh beberapa pengertian yang terkait dengan
transaksi Istishna’ adalah sebagai berikut:
Istishna' adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria
dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni') dan penjual
(pembuat, shani').
Istishna' paralel adalah suatu bentuk akad istishna' antara pemesan (pembeli, mustashni') dengan
penjual (pembuat, shani'), kemudian untuk memenuhi kewajibannya kepada mustashni', penjual
memerlukan pihak lain sebagai shani'.
Pembayaran tangguh adalah pembayaran yang dilakukan tidak pada saat barang diserahkan
kepada pembeli tetapi pembayaran dilakukan dalam bentuk angsuran atau sekaligus pada waktu
tertentu.
Dalam Kamus Istilah Keuangan dan Perbankan Syariah, Direktorat Perbankan Syariah Bank
Indonesia menjelaskan sebagai berikut:
Istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria
dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan/pembeli (mustashni’) dan
penjual/pembuat (shani’)
Istishna’ Paralel adalah dua transaksi bai’ al-istishna’ yang dilakukan oleh para pihak secara
simultan.
Bai’ istishna’ adalah kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang, menurut spesifikasi
yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah pihak sepakat atas harga
serta sistem pembayaran, apakah pembayaran dilakukan dimuka, melalui cicilan, atau ditangguhkan
sampai suatu waktu pada masa yang akan datang.

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 201


Rukun Istishna’ adalah:
1. Produsen/pembuat barang (shaani’) dan juga menyediakan bahan bakunya
2. Pemesan/pembeli barang (Mustashni’)
3. Proyek/usaha barang/jasa yang dipesan (mashnu’)
4. Harga (Tsaman)
5. Shighat/Ijab Qabul
Syarat-syarat Istishna’ (Muamalat Institute, Perbankan Syariah, hal 59) adalah :
1. Pihak yang berakal cakap hukum dan mempunyai kekuasaan untuk melakukan jual beli
2. Ridha/kerelaan dua belah pihak dan tidak ingkar janji
3. Apabila isi akad disyaratkan Shani’ hanya bekerja saja, maka akad ini bukan lagi istishna’, tetapi
berubah menjadi akad ijarah
4. Pihak yang membuat menyatakan kesanggupan untuk mengadakan/membuat barang itu
5. Mashnu’ (barang/obyek pesanan) mempunyai kriteria yang jelas seperti jenis, ukuran (tipe), mutu
dan jumlahnya
6. Barang tersebut tidak termasuk dalam kategori yang dilarang syara’ (najis, haram, samar/tidak jelas)
atau menimbulkan kemudharatan (menimbulkan maksiat).

6.1.2 Karakteristik Istishna’


Dari definisi di atas dapat dilihat bahwa istishna’ merupakan jual beli dimana penyerahan barang
dilakukan kemudian dengan pembayaran sesuai kesepakatan, yaitu pembayaran dilakukan dimuka
seluruhnya sebelum proses produksi dilakukan, atau pembayaran dilakukan selama proses produksi atau
pembayaran dilakukan setelah barang pesanan diterima. Dewan Syariah Nasional menetapkan aturan
tentang Jual Beli Istishna’ sebagaimana tercantum dalam fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 06/DSN-
MUI/IV/2000 tertanggal 4 April 2000 (Fatwa, 2006) sebagai berikut:
Pertama : Ketentuan tentang pembayaran
1. Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau manfaat
2. Pembayaran dilakukan sesuai dengan manfaat
3. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.
Kedua : Ketentuan tentang barang
1. Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang
2. Harus dapat dijelaskan spesifikasinya
3. Penyerahnnya dilakukan kemudian
4. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan
5. Pembeli (mustashni’) tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.
6. Tidak boleh menukar barang kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan
7. Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan, pemesan memiliki
hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau membatalkan akad
Ketiga : Ketentuan lain
1. Dalam hal pesanan sudah dikerjakan sesuai dengan kesepakatan, hukumnya mengikat.
2. Semua ketentuan dalam jual beli salam yang tidak disebutkan di atas berlaku pula pada
jual beli isthisna’
3. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara
kedua belah pihak maka penyelesaiannya dilakukan melalui badan arbitrasi syariah setelah
tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

202 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Sedangkan Fatwa yang berkaitan dengan Istishna’ Paralel sebagaimana tercantum dalam Fatwa
DSN no 22/DSN-MUI/III/2004 tanggal 28 Maret 2004 (Fatwa, 2006) sbb:
1. Jika LKS melakukan transaksi Istishna’ untuk memenuhi kewajibannya kepada nasabah ia dapat
melakukan istishna’ lagi dengan pihak lain pada obyek yang sama, dengan syarat istishna’
pertama tidak bergantung (mu’allaq) pada istishna’ kedua.
2. Semua rukun dan syarat yang berlaku dalam akad istishna’ (Fatwa DSN No. 06/DSN-
MUI/IV/200) berlaku pula dalam Istishna’ Paralel.
Dalam PSAK 104 tentang Akuntansi Istishna’ dijelaskan karakteristik Istishna’ sebagai berikut:
5. Berdasarkan akad istishna’', pembeli menugaskan penjual untuk menyediakan barang pesanan
(mashnu') sesuai spesifikasi yang disyaratkan untuk diserahkan kepada pembeli, dengan cara
pembayaran dimuka atau tangguh.
6. Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati oleh pembeli dan penjual di awal akad.
Ketentuan harga barang pesanan tidak dapat berubah selama jangka waktu akad.
7. Barang pesanan harus memenuhi kriteria:
(a) memerlukan proses pembuatan setelah akad disepakati;
(b) sesuai dengan spesifikasi pemesan (customized) bukan produk massal; dan
(c) harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi jenis, spesifikasi teknis,
kualitas, dan kuantitasnya.
8. Barang pesanan harus sesuai dengan karakteristik yang telah disepakati antara pembeli dan
penjual. Jika barang pesanan yang dikirimkan salah atau cacat maka penjual harus bertanggung
jawab atas kelalaiannya.
9. Entitas dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam suatu transaksi istishna’'. Jika entitas
bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain (produsen atau kontraktor)
untuk membuat barang pesanan juga dengan cara istishna’' maka hal ini disebut istishna’' paralel.
10. Istishna’' paralel dapat dilakukan dengan syarat akad pertama, antara entitas dan pembeli akhir,
tidak bergantung (mu'allaq) dari akad kedua, antara entitas dan pihak lain.
11. Pada dasarnya istishna’' tidak dapat dibatalkan, kecuali memenuhi kondisi:
(a) kedua belah pihak setuju untuk menghentikannya; atau
(b) akad batal demi hukum karena timbul kondisi hukum yang dapat menghalangi
pelaksanaan atau penyelesaian akad.
12. Pembeli mempunyai hak untuk memperoleh jaminan dari penjual atas:
(a) jumlah yang telah dibayarkan; dan
(b) penyerahan barang pesanan sesuai dengan spesifikasi dan tepat waktu.

6.1.3 Jenis dan Alur Transaksi Istishna’


Dalam transaksi kedudukan Lembaga Keuangan Syariah dapat bertindak sebagai
produsen/pembuat/kontraktor. Disamping itu Lembaga Keuangan Syariah juga dapat bertindak sebagai
pemesan/pembeli, atau bertindak sebagai produsen sekaligus yang dilakukan secara simultan. Untuk
memberikan gambaran masing-masing kedudukan Lembaga Keuangan Syariah, berikut diberikan
penjelasan dan uraian yang lebih lengkap.
A. Istishna’ Lembaga Keuangan Syariah sebagai pembuat (produsen)
Lembaga Keuangan Syariah sebagai produsen dalam transaksi istishna’ ini dapat dilakukan untuk
pengelolaan dana seperti renovasi rumah, pembuatan perkebunan kelapa sawit dan sebagainya. Alur
transaksi Lembaga Keuangan Syariah sebagai produsen adalah sebagai berikut:

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 203


Gambar 6-1 : Alur Istishna’ LK Syariah sebagai pembuat
Dalam gambar di atas kedudukan Lembaga Keuangan Syariah sebagai pembuat atau produsen atau
kontraktor dan Lembaga Keuangan Syariah dapat menerima pesanan atas barang-barang yang masih
memerlukan proses pembuatan. Gambar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Lembaga Keuangan Syariah sebagai produsen dan Nasabah sebagai pemesan melakukan negosiasi
terutama tentang spesifikasi barang termasuk cara penyerahannya dan cara pembayaran atas
barang tersebut, hingga disepakati dan dituangkan dalam akad Istishna’
2) Lembaga Keuangan Syariah menerima pembayaran harga (modal istishna’) dari Nasabah sesuai
kesepakatan (misalnya pembayaran dilakukan dimuka atau sebagian dari modal selama dalam
proses pembuatan barang).
3) Barang pesanan dari hasil produksi Lembaga Keuangan Syariah diserahkan kepada Nasabah
sebagai pembeli atau pemesan. Dengan diserahkannya barang tersebut kewajiban bank syariah
sebagai pembuat telah selesai

B. Istishna’ Lembaga Keuangan Syariah sebagai pemesan


Transaksi istishna’ Lembaga Keuangan Syariah sebagai pemesan dilakukan oleh Lembaga Keuangan
Syariah dalam hal Lembaga Keuangan Syariah melakukan renovasi kantor atau gedung, pembangunan
kantor dan sebagainya. Alur transaksi istishna’, Lembaga Keuangan Syariah sebagai pemesan dapat dilihat
dalam gambar berikut ini:

Gambar : 6-2 : Alur Istishna’ Lembaga Keuangan Syariah sebagai pemesan

204 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Dalam gambar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Lembaga Keuangan Syariah sebagai pemesan dan Nasabah sebagai kontraktor atau produsen
melakukan negosiasi terutama tentang spesifikasi barang termasuk cara penyerahannya dan cara
pembayaran atas barang tersebut, hingga disepakati dan dituangkan dalam akad Istishna’
2) Lembaga Keuangan Syariah sebagai pemesan membayar harga (modal istishna’) kepada Nasabah
sebagai produsen sesuai kesepakatan (misalnya pembayaran dilakukan dimuka atau sebagian dari
modal selama dalam proses pembuatan barang).
3) Barang pesanan dari hasil produksi Nasabah sebagai produsen diserahkan kepada Lembaga
Keuangan Syariah sebagai pembeli atau pemesan. Dengan diserahkannya barang tersebut kewajiban
Lembaga Keuangan Syariah sebagai pembuat telah selesai

C. Istishna’ Paralel
Istishna’ Paralel merupakan dua transaksi istishna’ yang dilakukan secara simultan. Hal ini dilakukan
kalau Lembaga Keuangan Syariah sebagai produsen tidak dapat mengerjakan sendiri dan menyerahkan
kepada pihak lain untuk membuatkan. Dalam istishna’ paralel ini merupakan gabungan transaksi istishna’
Lembaga Keuangan Syariah sebagai pembuat atau produsen dan Lembaga Keuangan Syariah sebagai
pemesan. Alur transaksi istishna’ paralel dapat dilihat dalam gambar berikut ini.

Gambar 6-3 : Alur Istishna’ Paralel


Dalam gambar di atas kedudukan Lembaga Keuangan Syariah sebagai
pembuat/produsen/kontraktor sekaligus sebagai pemesan/pembeli yang dilakukan secara simultan.
Dalam transaksi istishna’ paralel ini dapat dilakukan mana yang lebih dahulu, Lembaga Keuangan Syariah
sebagai produsen atau Lembaga Keuangan Syariah sebagai pemesan. Gambar tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1) Dalam alur 1a, Nasabah (Syaifullah) sebagai pembeli akhir melakukan negosiasi kepada LKS Berkah
Gusti sebagai kontraktor atas pembagunan gedung, khususnya hal-hal yang berkaitan dengan
spesifikasi gedung dan cara pembayarannya hingga diperoleh kesepakatan dan dituangkan dalam
akad istishna’ (akad istishna’ pertama)
2) Dalam alur 1b, oleh karena LKS Berkah Gusti tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikan
gedung tersebut ia menyerahkan kepada Nasabah (PT Anugrah) sebagai pelaksana pembagunan
gedung/sub kontraktor karena kontraktor aslinya adalah LKS Berkah Gusti. Untuk itu dilakukan
negosiasi, khususnya spesifikasi barang (sama dengan yang dipesan oleh Nasabah/Syaifullah sebagai
pembeli akhir) dan cara pembayaran hingga kesepakatan dan dituangkan dalam akad istishna’ (akad
istishna’ kedua). Sesuai ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional dijelaskan bahwa kedua akad

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 205


tersebut tidak boleh saling terkait, sehingga jika salah satu gagal tidak boleh membawa dampak pada
pihak lain.
3) Dalam alur 2a, Nasabah (Syaifullah) pembeli akhir melakukan pembayaran harga barang kepada
LKS Berkah Gusti dan begitu juga dalam alur 2b, LKS Berkah Gusti menyerahkan modal pada
Nasabah (PT Anugrah) sebagai subkontraktor sesuai kesepakatan. (ini jika pembayaran dilakukan
dimuka atau dilakukan sebagian selama dalam proses produksi)
4) Nasabah (PT Anugrah) sebagai sub kontraktor setelah gedung selesai dibangun diserahkan kepada
LKS Berkah Gusti sebagai pemesan (alur 3a). Jika gedung tidak sesuai spesifikasi yang disepakati
LKS Berkah Gusti dapat menolak. dan seterusnya LKS Berkah Gusti menyerahkan gedung kepada
Nasabah (Syaifullah) pembeli akhir (alur 3b). Misalnya atas keteledoran LKS Berkah Gusti dalam
menentukan spesifikasi barang atau penerimaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi dan Nasabah
(Syaifullah) pembeli akhir menolak gedung tersebut, maka LKS Berkah Gusti harus bertanggung
jawab hingga barang sesuai spesifikasi yang disepakati. Kewajiban produsen adalah kewajiban
penyerahan barang sesuai spesifikasi yang telah disepakati (bukan penyerahan kembali uang)
Jika di dalam sebuah kontrak Istisna`a Pemesan/pembeli mengizinkan penjual/produsen (al-sani)
untuk menggunakan subkontraktor untuk melaksanakan kontrak tersebut, maka penjual/produsen (al-sani)
bisa memulai kontrak baru Istisna`a dengan pandangan melaksanakan kewajibannya pada kontrak pertama.
Kontrak baru ini dikenal sebagai Istisna` Paralel., yang sebenarnya merupakan subkontrak dimana
kewajiban al-sani pada kontrak pertama dilaksanakan (aaoifi,2000). Meskipun demikian:
1) Lembaga Keuangan Syariah sebagai penjual/produsen pada kontrak pertama tetap satu-satunya
yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kewajibannya seolah-olah tidak ada Istisna` Paralel.
Sehingga, penjual/produsen pada kontrak pertama tetap bertanggung jawab atas setiap
kesalahan, kelalaian atau pelanggaran kontrak yang berasal dari kontrak paralel.
2) Penjual/produsen pada Istisna` Paralel bertanggung jawab terhadap Pemesan/pembeli (Lembaga
Keuangan Syariah) sebagaimana dia melaksanakan kewajibannya. Dia tidak mempunyai
hubungan legal secara langsung dengan Pemesan/pembeli pada kontrak pertama. Istisna`a
kedua merupakan kontrak paralel, tetapi bukan transaksi bersyarat pada kontrak pertama. Secara
legal keduanya merupakan kontrak yang berbeda dilihat dari hak dan kewajiban.
3) Lembaga Keuangan Syariah sebagai penjual/produsen berkewajiban kepada Pemesan/pembeli
terhadap kesalahan pelaksanaan subkontraktor dan jaminan yang timbul darinya. Kewajiban
inilah yang membenarkan keabsahan Istisna` Paralel dan yang juga membenarkan
membebabankan keuntungan oleh Lembaga Keuangan Syariah, jika ada.

6.2 Cakupan Akuntansi Istishna’

Pengukuran, pengakuan, penyajian dan pengungkapan transaksi Istishna’ dan Istishna’ Paralel yang
sebelumnya diatur dalam PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah diganti dengan PSAK 104
tentang Akuntansi Istishna’. Dalam PSAK 104 dijelaskan cakupan penerapan akuntansi istishna’ sebagai
berikut:
2. Pernyataan ini diterapkan untuk:
(a) lembaga keuangan syariah yang melakukan transaksi salam baik sebagai penjual
maupun pembeli; dan
(b) pihak-pihak yang melakukan transaksi salam dengan lembaga keuangan syariah.
3. Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi syariah (sukuk) yang
menggunakan akad salam.
4. Lembaga keuangan syariah yang dimaksud, antara lain, adalah:
(a) perbankan syariah sebagaimana yang dimaksud dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku;

206 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


(b) lembaga keuangan syariah non-bank seperti asuransi, lembaga pembiayaan, dan dana
pensiun; dan
(c) lembaga keuangan lain yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan yang
berlaku untuk menjalankan transaksi salam.
Jadi cakupan akuntansi istishna’ dalam PSAK ini adalah untuk Lembaga Keuangan Syariah dalam
melaksanakan transaksi istishna’ baik Lembaga Keuangan Syariah sebagai penjual atau produsen atau
kontraktor maupun Lembaga Keuangan Syariah sebagai pembeli atau pemesan. Disamping itu juga
dibahas pihak-pihak yang terkait dengan transaksi istishna’ yang dilaksanakan oleh Lembaga Keuangan
Syariah tersebut. PSAK 104 ini lebih jelas dari pada PSAK 59 misalnya dalam hal pemahaman tentang
transaksi istishna’ yang pembayarannya dilakukan dengan tangguh. Dalam PSAK 104 ini dibahas tentang
penyatuan dan segmentasi akad, dan tambahan yang dapat dilaksanakan dalam transaksi istishna’.Untuk
mengetahui kapan akuntansi pembeli dan akuntansi penjual dalam transaksi istishna’ dilaksanakan dapat
dilihat dalam gambar berikut ini:

Gambar : 6-4 : penggunaan akuntansi istishna’


Gambar di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Dalam transaksi Istishna’ Lembaga Keuangan Syariah dapat bertindak sebagai pembuat atau
produsen atau penjual atau kontraktor dan bertindak sebagai pemesan atau nasabah pembeli akhir.
Oleh karena itu dalam transaksi istishna’ ini Lembaga Keuangan Syariah sebagai kontraktor
menerapkan Akuntansi Penjual dan Nasabah sebagai pembeli akhir menerapkan Akuntansi Pembeli
2. Disisi lain dalam transaksi istishna’ Lembaga Keuangan Syariah dapat bertindak sebagai pemesan
atau pembeli dan nasabah bertindak sebagai penjual atau sebagai kontraktor. Oleh karena itu dalam
transaksi istishna’ ini Lembaga Keuangan Syariah menerapkan Akuntansi Pembeli dan nasabah
sebagai kontraktor menerapkan Akuntansi Penjual.
3. Dalam hal Lembaga Keuangan Syariah melaksanakan transaksi istishna’ paralel, maka Lembaga
Keuangan Syariah sebagai kontraktor (akad istishna’ pertama) menerapkan Akuntansi Penjual dan
sebagai pembeli (akad istishna’ kedua) menerapkan Akuntansi Pembeli

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 207


6.3 Akuntansi Penjual

Seperti telah dijelaskan di atas akuntansi penjual ini dilaksanakan oleh pihak yang menjual atau
memproduksi atau membangun barang yang dipesan. Jika transaksi istishna’ kedudukan Lembaga
Keuangan Syariah sebagai penjual, maka Lembaga Keuangan Syariah harus menerapkan akuntansi penjual,
sedangkan sebagai pihak pembelinya adalah nasabah yang melakukan pemesanan, maka nasabah yang
bersangkutan akan menerapkan akuntansi pembeli. Dalam akuntansi penjual ini akan dibahas antara lain
(a) akun-akun yang dipergunakan dalam transaksi istishna’ tersebut, (b) penyatuan dan segmentasi akad, (c)
pengeluran biaya dalam memproduksi barang dan penyerahan kepada pemesan (d) pengakuan pendapatan
istishna’ dengan metode proyek selesai atau metode persentase penyelesaian proyek, (e) istishna’ dengan
pembayaran tangguh, (f) penyelesaian awal pembayaran, dan (g) perubahan pesanan dan tagihan tambahan.

6.3.1 Akun-akun untuk Akuntansi Penjual


Akun-akun yang dipergunakan dalam akuntansi penjual dalam transaksi istishna’ dan uraian
penggunaannya, baik akun-akun yang berkaitan dengan Laporan Posisi Keuangan (neraca) atau Laporan
Laba Rugi dapat dijelaskan seperti di bawah ini.

A. Akun-akun Laporan Posisi Keuangan/Neraca.


Akun-Akun berikut dipergunakan untuk mencatat transaksi istishna’ pada akuntansi penjual, untuk
menyusun Laporan Posisi Keuangan (neraca)
1. Persediaan/Aset Istishna’
Akun ini dipergunakan untuk mencatat aset istishna’ yang telah selesai produksi atau akan
diserahkan kepada pemesan. Akun ini didebet pada saat penerimaan atau penyelesaian barang
pesanan dan dikredit pada saat barang diserahkan kepada pemesan.
2. Piutang Istishna’
Akun ini dipergunakan untuk mecatat harga barang pesanan yang harus dibayar oleh pembeli akhir
atau pemesan. Akun ini didebet pada saat penyerahan barang atau tagihan pembayaran barang
sebesar harga jual barang dan dikredit pada saat dilakukan pembayaran harga barang tersebut.
3. Keuntungan Istishna’ Tangguhan
Akun ini dipergunakan untuk menampung keuntungan harga barang yang disepakati dan
pembayarannya dilakukan dengan tangguh (baik cicilan atau sekaligus dibelakang). Akun ini
disajikan sebagai akun pengurang (offseting account) dari akun Piutang Istishna’. Akun ini dikredit pada
saat terjadi tagihan pembayaran harga barang dengan pembayaran secara tangguh sebesar selisih
nilai tunai saat penyerahan (harga pokok penjualan) dengan pembayaran yang dilakukan (harga jual)
dan didebet pada saat dilakukan pembayaran harga barang tersebut.
4. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian
Akun ini dipergunakan untuk menampung seluruh biaya, baik biaya langsung maupun tidak
langsung dalam produksi barang pesanan. Akun ini didebet saat pembayaran biaya-biaya produksi
atau penerimaan tagihan dari sub kontraktor dan dikredit saat barang selesai diproduksi.
5. Termin Istishna’
Akun ini dipergunakan untuk mencatat tagihan yang dilakukan Lembaga Keuangan Syariah kepada
pembeli akhir atas pembayaran harga aset istishna’ yang pembayarannya dilakukan secara bertahap.
Akun ini disajikan sebagai pengurang (offseting account) dari Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian. Akun
ini dikredit pada saat dilakukan tagihan harga barang

208 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


B. Akun Laporan Laba Rugi
Akun-akun berikut dipergunakan untuk mencatat transaksi keuangan pada akuntansi Istishna’ untuk
menyusun Laporan Laba Rugi.
1. Pendapatan Istishna’
Akun ini dipergunakan untuk membukukan harga jual aset istishna’ yang diserahkan kepada
pemesan, baik dengan mempergunakan metode pengakuan pendapatan secara persentase
penyelesaian (procentage method) maupun metode penyelesaian (completed method). Akun ini dikredit
pada saat pengakuan pendapatan sebesar pendapatan atau harga jual yang diakui dan didebet pada
saat dipindahkan ke Pendapatan Usaha Utama.
2. Harga pokok Istishna’
Akun ini dipergunakan untuk membukukan harga pokok barang pesanan istishna’, baik yang
diproduksi sendiri yaitu biaya langsung dan biaya tidak langsung, atau biaya yang dikeluarkan atas
pemesanan aset istishna’ pada pihak lain/sub kontraktor (jika istishna’ paralel). Akun ini disajikan
sebagai pengurang dari akun Pendapatan Istishna’. Akun ini didebet pada saat pengakuan harga
pokok atau pengeluaran biaya-biaya (cost) dari barang pesanan dan dikredit pada saat dipindahkan
ke Laba Rugi Tahun Berjalan.
3. Keuntungan Istishna’
Akun ini dipergunakan untuk membukukan keuntungan istishna’, yaitu merupakan selisih
pendapatan istishna’ dan harga pokok istishna’ sebesar persentase penyelesaian proyek atau
seluruhnya proyek selesai.

6.3.2 Penyatuan dan Segmentasi Akad


Umumnya Istishna’ diaplikasikan untuk kontruksi, sehingga dalam pekerjaan ini dapat dilakukan
satu kontrak untuk menyelesaian beberapa pekerjaan, seperti misalnya proyek untuk pembangunan
perumahan yang dilakukan oleh developer. Dalam PSAK 104 tentang Akuntansi Istishna’ dijelaskan
perlakukan satu akad atau akad istishna’ terpisah atau pesanan tambahannya sebagai berikut:
13. Bila suatu akad istishna' mencakup sejumlah aset, pengakuan dari setiap aset diperlakukan
sebagai suatu akad yang terpisah jika:
(a) proposal terpisah telah diajukan untuk setiap aset;
(b) setiap aset telah dinegosiasikan secara terpisah dimana penjual dan pembeli dapat
menerima atau menolak bagian akad yang berhubungan dengan masing-masing aset
tersebut; dan
(c) biaya dan pendapatan masing-masing aset dapat diidentifikasikan.
14. Suatu kelompok akad istishna', dengan satu atau beberapa pembeli, harus diperlakukan sebagai
satu akad istishna' jika:
(a) kelompok akad tersebut dinegosiasikan sebagai satu paket;
(b) akad tersebut berhubungan erat sekali, sebetulnya akad tersebut merupakan bagian dari
akad tunggal dengan suatu margin keuntungan; dan
(c) akad tersebut dilakukan secara serentak atau secara berkesinambungan.
15. Jika ada pemesanan aset tambahan dengan akad istishna' terpisah, tambahan aset tersebut
diperlakukan sebagai akad yang terpisah jika:
(a) aset tambahan berbeda secara signifikan dengan aset dalam akad istishna' awal dalam
desain, teknologi atau fungsi; atau
(b) harga aset tambahan dinegosiasikan tanpa terkait harga akad istishna' awal.

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 209


Aplikasi transaksi istishna’ ini pada Lembaga Keungan Syariah diterapkan antara untuk
pembangunan (konstruksi). Sesuai ketentuan di atas dan sesuai karakteristika kontruksi dimungkinkan
untuk melakukan tambahan biaya (cost) sebagai akibat kenaikan material atau bahan baku atau biaya lain
yang dikeluarkan untuk menyelesaikan pembangunan tersebut. Tambahan ini harus dikeluarkan dengan
pertimbangan jika tidak ditambah pembangunan tersebut tidak selesai, misalnya akibat kenaikan harga
material atau bahan baku. Ini perbedaan jika melakukan transaksi renovasi rumah mempergunakan prinsip
jual beli murabahah dengan prinsip istishna’. Dalam murabahah yang dilakukan jual beli hanya material
(pasir, bata merah, baku, kayu dsb), bangunan selesai atau tidak bukan menjadi tanggung jawab Lembaga
Keuangan Syariah sebagai penjual. Tetapi jika renovasi rumah dilakukan dengan prinsip istishna’, maka
dapat dibiayai seluruh renovasi rumah, mulai dari material, tenaga kerja, pengawasan dsb termasuk
tambahan pembelian material yang harus dikeluarkan untuk menyelesaikan renovasi tersebut. Transaksi
istishna’ ini juga dapat dipergunakan untuk pembuatan kebon sawit (perkebunan).
Untuk memberikan gambaran yang lengkap akuntansi istishna’ yang dilakukan oleh LKS sebagai
penjual dapat diberikan ilustrasi contoh umum sebagai berikut:
Contoh : 6-1 (ilustrasi umum)
Abubakar memiliki Yayasan Pendidikan Islam ”ABUBAKAR”dari TK hingga SMU. Sehubungan
dengan meningkatnya peminat sekolah tersebut, YPI Abubakar mengajukan permohonan untuk
melakukan penambahan beberapa kelas dan disepakati oleh LKS Amanah Gusti, dengan data-data
sebagai berikut:
Nama barang : Lokal kelas
Jumlah : Satu proyek dengan 3 kelas
Harga kontrak : Rp500.000.000,00
Cara pembayaran : sesuai kesepakatan (lihat masing-masing bahasan
berikutnya)
Spesifikasi masing-masing : 6 x 9 m, dinding bata merah, atap asbes, kerangka kayu
kelas mranti super
Jangka waktu penyelesaian : 4 bulan
Atas kesepakatan dengan YPI Abubakar tersebut LKS Amanah Gusti, sebagai penerima pesanan
atau produsen akan mengerjakan sendiri proyek tersebut. Biaya-biaya yang dikeluarkan dari proyek
tersebut adalah sebagai berikut:
Tahun 2009 Progres Akumulasi Biaya Akumulasi Biaya tidak Total
Langsung Langsung
Bulan Maret 25% 75.000.000 25.000.00 100.000.000
Bulan April 60% 190.000.000 50.000.000 240.000.000
Bulan Mei 100% 275.000.000 125.000.000 400.000.000
Dalam ilustrasi di atas Lembaga Keuangan Syariah sebagai penjual melakukan
pembuatan/produksi barang pesanan istishna’ sendiri (istishna’ LKS sebagai penjual, bukan
istishna’ paralel). Ilustrasi tersebut dapat digambarkan dalam alur transaksi sebagai berikut:

210 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Gambar 6-5 : Skema transaksi istishna’

Dari ilustrasi ini dapat dilihat bahwa terdapat dua hal yang tidak terkait yaitu:
a. Penyediaan aset istishna’ yang dilakukan sendiri pembuatannya oleh LKS Amanah Gusti sebagai
penjual (produsen), dilakukan dengan cara LKS Amanah Gusti membuat sendiri (membangun
sendiri) kelas (barang pesanan) tersebut.
b. Penyerahan barang yang dipesan dan pengakuan pendapatan istishna’ yang dikaitkan dengan
cara pembayaran harga aset istishna’ yang dilakukan oleh pemesan (YPI Abubakar).
Sesuai karakteristiknya, pembayaran harga barang dapat dilakukan dengan cara:
(1) Pembayaran dilakukan sekaligus dimuka
(2) Pembayaran dilakukan selama dalam proses penyelesaian proyek, jadwal masa pembayaran
dengan jangka waktu pembangunan sama. Misal dari ilustrasi tersebut di atas dilakukan tahapan
pembayaran
Bulan % pembangunan Pembayaran Jumlah
Maret 10% 100.000.000 100.000.000
April 50% 200.000.000 300.000.000
Mei 100% 200.000.000 500.000.000
(3) Pembayaran dilakukan setelah penyerahan barang, baik dilakukan mulai dari proses produksi
maupun setelah penerimaan barang (masa pembayaran lebih lama dibandingkan dengan
produksi). Cara pembayaran ini akan dibahas secara khusus dalam bahasan berikutnya.

6.3.3 Memproduksi Barang dan pengakuan pendapatan Istishna’


Untuk memenuhi pesanan aset istishna’ kepada pemesan Lembaga Keuangan Syariah dapat
melakukan produksi sendiri atau membuat sendiri barang pesanan istishna’ tersebut. Untuk memproduksi
aset istishna’ LKS mengeluarkan biaya-biaya yang terkait dengan produksi barang seperti biaya langsung
dan biaya tidak langsung. Dalam PSAK 104 tentang Akuntansi Istishna’ dijelaskan biaya perolehan
istishna’ sebagai berikut:
24. Biaya perolehan istishna' terdiri dari:
(a) biaya langsung yaitu bahan baku dan tenaga kerja langsung untuk membuat barang
pesanan; dan
(b) biaya tidak langsung adalah biaya overhead, termasuk biaya akad dan praakad.

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 211


25. Biaya praakad diakui sebagai beban tangguhan dan diperhitungkan sebagai biaya istishna’' jika
akad disepakati. Namun jika akad tidak disepakati, maka biaya tersebut dibebankan pada
periode berjalan.
26. Biaya perolehan istishna' yang terjadi selama periode laporan keuangan, diakui sebagai aset
istishna' dalam penyelesaian pada saat terjadinya.
27. Beban umum dan administrasi, beban penjualan, serta biaya riset dan pengembangan tidak
termasuk dalam biaya istishna'.
Pengakuan pendapatan dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah sebagai penjual atau produsen.
Dalam PSAK 104 tentang akuntansi istishna’ dijelaskan ketentuan kedua pengakuan pendapatan istishna’
dan istishna’ paralel sebagai berikut:
16. Pendapatan istishna' diakui dengan menggunakan metode persentase penyelesaian atau
metode akad selesai. Akad dikatakan selesai jika proses pembuatan barang pesanan selesai
dan diserahkan kepada pembeli.
Sesuai ketentuan tersebut di atas pengakuan pendapatan (bukan keuntungan) dalam istishna’ ada
dua cara yaitu dengan metode akad selesai (completed method) atau metode persentase penyelesaian (procentage
method). Pengakuan pendapatan ini sangat terkait dengan barang yang diproduksi. Yang harus dihindari
adalah pengakuan pendapatan dilakukan tanpa memperhatikan penyelesaian barang yang diproduksi atau
pengakuan pendapatan tanpa diimbangi dengan penyelesaian barang yang dipesan.

A. Pengakuan pendapatan Istishna’ dengan metode Persentase Penyelesaian (Procentage


Method)
Pengakuan pendapatan dengan metode persentase penyelesaian barang yang diproduksi ini
dilakukan sebanding dengan persentase penyelesaian barang yang diproduksi. Hal ini diatur dalam PSAK
104 tentang akuntansi istishna’ sebagai berikut:
17. Jika metode persentase penyelesaian digunakan, maka:
(a) bagian nilai akad yang sebanding dengan pekerjaan yang telah diselesaikan dalam
periode tersebut diakui sebagai pendapatan istishna' pada periode yang bersangkutan;
(b) bagian margin keuntungan istishna' yang diakui selama periode pelaporan ditambahkan
kepada aset istishna' dalam penyelesaian; dan
(c) pada akhir periode harga pokok istishna' diakui sebesar biaya istishna' yang telah
dikeluarkan sampai dengan periode tersebut.
Oleh karena pengakuan pendapatan dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah sebagai penjual atau
produsen, maka sangat terkait dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi barang yang
dibuat karena dapat menggambarkan persentase penyelesaian barang pesanan. Dari ilustrasi di atas dibahas
pengeluran biaya produksi barang pesanan dengan tahapan dan pengakuan pendapatannya dari masing-
masing tahapan pekerjaan.
1) Pengeluaran Biaya perolehan (produksi) aset istishna’ tahap pertama (Maret 2009)
Oleh karena LKS sebagai penjual memproduksi atau membuat sendiri barang pesanan istishna’
maka selama dalam proses produksi LKS mengeluarkan biaya-biaya perolehan barang pesanan istishna’,
baik biaya langsung maupun biaya tidak langsung.

Contoh : 6-2
Dalam ilustrasi contoh di atas, pada bulan Maret 2009 LKS sebagai produksen mengeluarkan biaya
sebagai berikut:
Tahun 2009 Progres Akumulasi Biaya Akumulasi Biaya Total (Rp)
Langsung (Rp) tidak Langsung (Rp)
Bulan Maret 25% 75.000.000 25.000.00 100.000.000

212 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Atas pengeluaran biaya-biaya tersebut, selama bulan Maret 2009 LKS sebagai penjual dan produsen
melakukan jurnal:
Dr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp100.000.000,00
Cr. Kas Rp100.000.000,00
Dari transaksi tersebut, maka akun-akun yang terkait dengan Laporan posisi keuangan (neraca) dan
penyajian neracanya adalah sebagai berikut:
ASET ISTISHNA’ DALAM PENYELESAIAN
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Maret Biaya proyek 100.000.000
Saldo 100.000.000
100.000.000 100.000.000

NERACA
Per xx Maret 2009
Aktiva pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian 100.000.000

2) Pengakuan pendapatan istishna’ tahap pertama (Maret 2009)


Seperti telah dijelaskan di atas bahwa pengakuan pendapatan dengan metode persentase
penyelesaian (procentage method) dilakukan sebanding dengan persentase penyelesian barang produksi. Jadi
pengakuan pendapatan dengan metode ini dilakukan seiring dengan penyelesaian barang produksi. Dari
ilustrasi di atas proyeksi keuntungan yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Harga kontrak proyek Rp500.000.000,00
Harga pokok proyek (estimasi) Rp400.000.000,00
--------------------
Keuntungan istishna’ Rp100.000.000,00
Jika persentase penyelesaian sampai dengan akhir Maret sebesar 25%, maka perhitungan pendapatan
istishna’, harga pokok istishna’ adalah sebagai berikut:
Pendapatan Istishna’ : 25% x Rp500.000.000,00 = Rp125.000.000,00
Harga pokok istishna’ : 25% x Rp400.000.000,00 = Rp100.000.000,00
Keuntungan istishna’ : 25% x Rp100.000.000,00 = Rp25.000.000,00
Seperti telah diatur dalam PSAK 104 tentang akuntansi istishna’ (paragraf 17 di atas), bahwa bagian
nilai akad yang sebanding dengan pekerjaan yang telah diselesaikan dalam periode tersebut diakui sebagai
pendapatan istishna' pada periode yang bersangkutan. Berdasarkan ketentuan ini, maka jurnal penyesuaian
yang dilakukan sehubungan pengakuan pendapatan istishna’ adalah sebagai berikut:
Dr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp25.000.000,00
Dr. Harga Pokok Istishna’ Rp100.000.000,00
Cr. Pendapatan Istishna’ Rp125.000.000,00
Dari jurnal penyesuaian tersebut saldo akun-akun dan penyajian Laporan Posisi Keuangan (Neraca)
LKS Amanah Gusti sebagai penjual adalah sebagai berikut:

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 213


ASET ISTISHNA’ DALAM PENYELESIAN
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Maret Biaya proyek 100.000.000
Maret Penyesuaian 25.000.000
Saldo 125.000.000
125.000.000 125.000.000

NERACA
Per 30 Maret 2009
Aktiva pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian 125.000.000

Sedangkan saldo akun-akun dan penyajiannya dalam Laporan Laba Rugi LKS sebagai penjual adalah
sebagai berikut:
PENDAPATAN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
30/03 Pengakuan 125.000.000
Saldo 125.000.000
125.000.000 125.000.000

HARGA POKOK ISTISHNA’


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
30/03 Pengakuan 100.000.000
Saldo 100.000.000
100.000.000 100.000.000

LAPORAN LABA RUGI


Periode 1 Januari s/d Maret 2009
Pendapatan Istishna’ (Revenue of Istishna’) Rp125.000.000,00
Harga pokok Istishna’ (Cost of Istishna’) Rp 100.000.000,00
----------------------
Keuntungan Istishna’ (profit of Istishna’) Rp 25.000.000,00
3). Pengeluaran Biaya perolehan (produksi) aset istishna’ tahap kedua (April 2009)
Untuk memperjelas akuntansi istishna’ pada penjual atau produsen, pengakuan pendapatan dengan
metode persentase penyelesaian, dan penyajian laporan keuangan dapat dilanjutkan contoh ilustrasi contoh
di atas, yaitu pengeluaran yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah pada bulan April 2009

214 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Contoh : 6 -3
Dalam catatan LKS sebagai produsen biaya-biaya yang dikeluarkan sampai dengan bulan April
2009 adalah sebagai berikut:
Tahun 2009 Akumulasi Biaya Akumulasi Biaya Total
Langsung (Rp) tidak Langsung (Rp) (Rp)
Bulan Maret 75.000.000 25.000.00 100.000.000
Bulan April 190.000.000 50.000.000 240.000.000
Beban bulan April 115.000.000 25.000.000 140.000.000
Atas pengeluaran biaya-biaya produksi selama April 2009 tersebut, LKS sebagai penjual melakukan
jurnal sebagai berikut:
Dr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp140.000.000,00
Cr. Kas Rp140.000.000,00
Dari transaksi dengan jurnal tersebut di atas, mengakibatkan perubahan saldo dan penyajiannya atas
akun-akun yang berkaitan dengan Laporan Posisi Keuangan (Neraca) bulan April 2009 sebagai berikut:
ASET ISTISHNA’ DALAM PENYELESAIAN
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Maret Biaya proyek 100.000.000
Maret Penyesuaian 25.000.000
April Biaya proyek 140.000.000 Saldo 265.000.000
265.000.000 265.000.000

NERACA
Per 30 April 2009
Aktiva pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian 265.000.000

4). Pengakuan pendapatan istishna’ tahap kedua (April 2009)


Seperti telah dijelaskan di atas pengakuan pendapatan istishna’ dengan metode persentase
penyelesaian, dapat diperhitungkan sebagai berikut:
Harga kontrak proyek Rp500.000.000,00
Harga pokok proyek Rp400.000.000,00
--------------------
Keuntungan bersih istishna’ Rp100.000.000,00
Jika persentase penyelesaian aset istishna’ sampai dengan bulan April 2009 sebesar 60%, maka
pengakuan pendapatan istishna’, harga pokok istishna’ dengan metode persentase penyelesaian dapat
dihitung sebagai berikut:
Pendapatan Istishna’ : 60% x Rp500.000.000 = Rp300.000.000
Harga pokok istishna’ : 60% x Rp400.000.000 = Rp240.000.000
Keuntungan istishna’ : 60% x Rp100.000.000 = Rp60.000.000
Jumlah tersebut di atas merupakan jumlah akumulasi sampai dengan bulan April 2009, sedangkan
sebagian pendapatan telah dibukukan dalam bulan maret 2009, sehingga penyesuaian pengakuan
pendapatan untuk bulan april 2009 adalah sebagai berikut:

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 215


Maret (Rp) April Rp) Akumulasi (Rp)
Pendapatan Istishna’ 125.000.000 175.000.000 300.000.000
Harga pokok istishna’ 100.000.000 140.000.000 240.000.000
Keuntungan istishna’ 25.000.000 35.000.000 60.000.000
Dengan adanya penyesuaian pengakuan pendapatan bulan April tersebut, maka LKS sebagai penjual
melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp35.000.000,00
Dr. Harga Pokok Istishna’ Rp140.000.000,00
Cr. Pendapatan Istishna’ Rp175.000.000,00
Dari transaksi dengan jurnal tersebut di atas, mengakibatkan perubahan saldo dan penyajiannya atas
akun-akun yang berkaitan dengan Laporan Posisi Keuangan (Neraca) bulan April 2009 sebagai berikut:
ASET ISTISHNA’ DALAM PENYELESAIAN
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Maret Biaya proyek 100.000.000
Maret Penyesuaian 25.000.000
April Biaya proyek 140.000.000
April Penyesuaian 35.000.000
Saldo 300.000.000
300.000.000 300.000.000

NERACA
Per 30 April 2009
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian 300.000.000

Sedangkan saldo akun-akun dan penyajiannya dalam Laporan Laba Rugi LKS sebagai penjual
adalah sebagai berikut:

PENDAPATAN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
30/03 Pengakuan 125.000.000
30/04 Pengakuan 175.000.000
Saldo 300.000.000
300.000.000 300.000.000

HARGA POKOK ISTISHNA’


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
30/03 Pengakuan 100.000.000
30/04 Pengakuan 140.000.000 Saldo 240.000.000
240.000.000 240.000.000

216 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


LAPORAN LABA RUGI
Periode 1 Januari s/d April 2009
Pendapatan Istishna’ (Revenue of Istishna’) Rp. 300.000.000,00
Harga pokok Istishna’ (Cost of Istishna’) Rp. 240.000.000,00
-----------------------
Keuntungan Istishna’ (Profit of Istishna’) Rp. 60.000.000,00
5). Pengeluaran Biaya perolehan (produksi) aset istishna’ tahap ketiga (Mei 2009)
Tahap akhir dari proses istishna’ adalah penyerahan barang kepada pemesan, sehingga LKS sebagai
penjual atau produsen mengeluarkan biaya-biaya perolehan barang yang diperlukan sampai barang tersebut
dapat diserahkan kepada pemesan/pembeli.
Contoh: 6 - 4
Dari ilustrasi contoh di atas sampai dengan bulan Mei 2009, yang merupakan batas akhir
penyerahan barang, masih mengeluarkan biaya-biaya perolehan aset istishna’ sebagai berikut:
Tahun 2009 Akumulasi Biaya Akumulasi Biaya tidak Total
Langsung (Rp) Langsung (Rp) (Rp)
Bulan April 190.000.000 50.000.000 240.000.000
Bulan Mei 275.000.000 125.000.000 400.000.000
Beban bulan Mei 85.000.000 75.000.000 160.000.000
Atas pengeluaran biaya-biaya perolehan bulan Mei 2009 tersebut, LKS sebagai penjual/produsen
melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp160.000.000,00
Cr. Kas Rp160.000.000,00
Dari transaksi dengan jurnal tersebut di atas, mengakibatkan perubahan saldo dan penyajiannya atas
akun-akun yang berkaitan dengan Laporan Posisi Keuangan (Neraca) bulan Mei 2009 sebagai berikut:

ASET ISTISHNA’ DALAM PENYELESAIAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Maret Biaya proyek 100.000.000
Maret Penyesuaian 25.000.000
April Biaya proyek 140.000.000
April Penyesuaian 35.000.000
Mei Biaya proyek 160.000.000 Saldo 460.000.000
460.000.000 460.000.000

NERACA
Per 31 Mei 2009
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian 460.000.000

6) Pengakuan pendapatan istishna’ tahap ketiga (Mei 2009)


Seperti telah dijelaskan di atas pengakuan pendapatan istishna’ dengan metode persentase
penyelesaian, dapat diperhitungkan sebagai berikut:

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 217


Harga kontrak proyek Rp500.000.000,00
Harga pokok proyek Rp400.000.000,00
---------------------
Keuntungan Bersih istishna’ Rp100.000.000,00
Sampai dengan bulan Mei 2009 persentase penyelesaian 100% (selesai), sehingga pendapatan
istishna’, harga pokok istishna’ diperhitungkan sebagai berikut;
Pendapatan Istishna’ : 100% x Rp500.000.000,00 = Rp500.000.000,00
Harga pokok istishna’ : 100% x Rp400.000.000,00 = Rp400.000.000,00
Keuntungan istishna’ : 100% x Rp100.000.000,00 = Rp100.000.000,00
Oleh karena sampai dengan Arpil 2009 LKS sebagai penjual telah membukukan pendapatan dan
harga pokok istishna’, maka untuk bulan Mei 2009 dilakukan penyesuaian pengakuan pendapatan sebagai
berikut
April Mei Akumulasi
Pendapatan Istishna’ 175.000.000 200.000.000 500.000.000
HPP Istishna’ 140.000.000 160.000.000 400.000.000
Keuntungan istishna’ 35.000.000 40.000.000 100.000.000

Atas penyesuaian tersebut LKS sebagai penjual melakukan jurnal penyesuaian pengakuan
pendapatan dan harga pokok istishna’ sebagai berikut:
Dr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp 40.000.000,00
Dr. Harga Pokok Istishna’ Rp160.000.000,00
Cr. Pendapatan Istishna’ Rp200.000.000,00
Dari transaksi dengan jurnal tersebut di atas, mengakibatkan perubahan saldo dan penyajiannya atas
akun-akun yang berkaitan dengan Laporan Posisi Keuangan (Neraca) bulan April 2009 sebagai berikut:

ASET ISTISHNA’ DALAM PENYELESAIAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Maret Biaya proyek 100.000.000
Maret Penyesuaian 25.000.000
April Biaya proyek 140.000.000
April Penyesuaian 35.000.000
Mei Biaya proyek 160.000.000
Mei Penyesuaian 40.000.000
Saldo 500.000.000
500.000.000 500.000.000

NERACA
Per 30 Mei 2009
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian 500.000.000

Sedangkan saldo akun-akun dan penyajiannya dalam Laporan Laba Rugi LKS sebagai penjual
adalah sebagai berikut:

218 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


PENDAPATAN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
30/03 Pengakuan 125.000.000
30/04 Pengakuan 175.000.000
31/05 Pengakuan 200.000.000
Saldo 500.000.000
500.000.000 500.000.000

HARGA POKOK ISTISHNA’


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
30/03 Pengakuan 100.000.000
30/04 Pengakuan 140.000.000
31/05 Pengakuan 160.000.000
Saldo 400.000.000
400.000.000 400.000.000

LAPORAN LABA RUGI


Periode 1 Januari s/d Mei 2009
Pendapatan Istishna’ (Revenue of Istishna’) Rp500.000.000,00
Harga pokok Istishna’ (Cost of Istishna’) Rp400.000.000,00
----------------------
Keuntungan Bersih Istishna’ (Profit of Istishna’) Rp100.000.000,00

B. Pengakuan pendapatan istishna’ dengan metode penyelesaian (completed method)


Seperti telah dijelaskan di atas pengakuan pendapatan istishna’ dilakukan dengan dua metode,
dimana salah satunya menggunakan metode akad selesai. Berkaitan dengan pengakuan pendapatan dengan
metode akad selesai, dalam PSAK 104 tentang akuntansi istishna’ dijelaskan sebagai berikut
18. Jika estimasi persentase penyelesaian akad dan biaya untuk penyelesaiannya tidak dapat
ditentukan secara rasional pada akhir periode laporan keuangan, maka digunakan metode
akad selesai dengan ketentuan sebagai berikut:
(a) tidak ada pendapatan istishna' yang diakui sampai dengan pekerjaan tersebut selesai;
(b) tidak ada harga pokok istishna' yang diakui sampai dengan pekerjaan tersebut selesai;
(c) tidak ada bagian keuntungan yang diakui dalam istishna' dalam penyelesaian sampai
dengan pekerjaan tersebut selesai; dan
(d) pengakuan pendapatan istishna', harga pokok istishna', dan keuntungan dilakukan
hanya pada akhir penyelesaian pekerjaan.
Dari ilustrasi contoh di atas, jika LKS sebagai produsen melakukan pengakuan pendapatan dengan
metode akad selesai, maka jurnal-jurnal yang dilakukan oleh LKS sama dengan jurnal di atas (metode
persentase penyelesaian) kecuali jurnal penyesuaian pengakuan pendapatan yang tidak dilakukan yaitu:
1) Pengeluaran biaya produksi bulan Maret 2009 sebesar Rp100.000.000,00 LKS sebagai produsen
melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp100.000.000,00
Cr. Kas/Rekening nasabah Rp100.000.000,00
2) Pengeluaran biaya produksi bulan April 2009 sebesar Rp140.000.000,00, LKS sebagai produsen
melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp140.000.000,00
Cr. Kas/Rekening nasabah Rp140.000.000,00

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 219


3) Pengeluaran biaya produksi bulan Mei 2009 sebesar Rp160.000.000,00, LKS sebagai produsen
melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp160.000.000,00
Cr. Kas/Rekening nasabah Rp160.000.000,00
Jurnal-jurnal di atas sangat berbeda jika selama dalam proses produksi aset istishna’, pemesan
melakukan pembayaran atau Lembaga Keuangan syariah melakukan tagihan kepada pemesan akhir.
Tagihan tersebut dicatat dalam akun “Termin Istishna’” dan disajikan sebagai pengurang (offseting account)
dari akun “Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian”. Oleh karena itu saldo pada akun-akun dalam Laporan
Posisi Keuangan (Neraca) sebagai berikut:
ASET ISTISHNA’ DALAM PENYELESAIAN
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Maret Biaya proyek 100.000.000
April Biaya proyek 140.000.000
Mei Biaya proyek 160.000.000
Saldo 400.000.000
400.000.000 400.000.000

NERACA
Per 31 Mei 2009
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian 400.000.000

Dalam metode penyelesaian (completed method) ini pengakuan pendapatan dilakukan setelah aset
istishna’ selesai diproduksi dan siap untuk diserahkan. Atas contoh di atas pengakuan pendapatan istishna’
yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah sebagai penjual dengan jurnal sebagai berikut:
Dr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp100.000.000,00
Dr. Harga Pokok Istishna’ Rp400.000.000,00
Cr. Pendpaatan Istishna’ Rp500.000.000,00
Akun-akun dalam Laporan Laba Rugi baru timbul saat pengakuan pendapatan dengan jurnal
tersebut di atas, sehingga saldo akun-akun dan penyajianya dalam Laporan Laba Rugi adalah sebagai
berikut:
PENDAPATAN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
31/05 Penyelesaian proyek 500.000.000
Saldo 500.000.000

HARGA POKOK ISTISHNA’


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
31/05 Penyelesaian proyek 400.000.000
Saldo 400.000.000

220 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


LAPORAN LABA RUGI
Periode 1 Januari s/d Mei 2009
Pendapatan Istishna’ (Revenue of Istishna’) Rp500.000.000,00
Harga pokok Istishna’ (Cost of Istishna’) Rp400.000.000,00
----------------------
Keuntungan Bersih Istishna’ ( Profit of Istishna’) Rp100.000.000,00

Sesuai karakteristik istishna’ penyerahan barang dilakukan kemudian setelah proses pembuatan
barang selesai diproduksi/dibuat. Oleh karena itu jurnal yang dilakukan sehubungan dengan penyerahan
barang kepada pemesan juga dipengaruhi oleh cara pembayaran yang dilakukan oleh pemesan:
a. Penyelesian proyek
Dr. Persediaan/Aset Istishna’ Rp500.000.000,00
Cr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp.500.000.000,00
b. Penyerahan aset istishna’ kepada pembeli akhir dengan pembayaran dimuka
(1) Saat penerimaan pembayaran dimuka
Dr. Kas Rp500.000.000,00
Cr. Hutang istishna’ Rp500.000.000,00
(2) Saat penyerahan barang
Dr. Hutang Istishna’ Rp500.000.000,00
Cr. Persediaan/Aset Istishna’ Rp500.000.000,00

6.3.4 Penyerahan aset istishna’ dan cara pembayaran harga aset istishna’
oleh Pemesan
Cara pembayaran harga barang dalam istishna’ dapat dilakukan sesuai kesepakatan penjual dan
pembeli, arti pembayaran harga barang dapat dilakukan seluruhnya di depan (sebagaimana layaknya
transaksi salam), dapat dilakukan secara bertahap atau angsuran selama dalam proses pembuatan barang
sehingga pada saat penyerahan barang harga barang lunas, atau dapat juga dilakukan pembayarannya
dilakukan dengan tangguh setelah barangnya diterima (sebagaimana layaknya transaksi murabahah dengan
pembayaran tangguh). Untuk istishna’ dengan pembayaran tangguh akan dibahas dalam butir tersendiri.
Untuk memberikan gambaran yang lebih lengkap dari ilustrasi contoh di atas (contoh 6-1), akan
dibahas akuntansi istishna’ sesuai cara pembayaran oleh pemesan dilakukan dengan cara :
a. Pembayaran dimuka seluruh harga aset istishna’
b. Pembayaran dilakukan selama dalam proses penyelesaian aset istishna’ (jangka waktu pembayaran
dan jangka waktu penyelesaian aset istishna’ sama).
c. Pembayaran dengan jangka waktu tidak sama dengan jangka waktu penyelesaian aset istishna’

A. Pembayaran dimuka seluruh harga aset istishna’


Salah satu cara pembayaran harga aset istishna’ yang dilakukan oleh pemesan adalah dilakukan
pembayaran seluruh harga barang setelah akad ditanda tangani. Jika diperhatikan hal ini tidak berbeda
dengan karakteristik transaksi salam. Oleh karena itu akuntansinya juga tidak berbeda dengan akuntansi
salam
Contoh : 6-5
Dalam ilustrasi contoh di atas seluruh harga barang yaitu sebesar Rp500.000.000,00 dilakukan
sekaligus dimuka pada saat akad ditandatangani.

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 221


Atas pembayaran tersebut maka jurnal yang dilakukan oleh LKS sebagai penjual adalah sebagai berikut:
1). Pada saat LKS sebagai penjual menerma pembayaran seluruh harga barang :
Dr. Kas Rp500.000.000,00
Cr. Termin Istishna’/Hutang Istishna’ Rp500.000.000,00
Oleh karena harga aset istishna’ dibayar seluruhnya dimuka sebelum barang diserahkan maka
karakter ini sama dengan karakter salam, sehingga hutang istishna’ yang dimaksud di atas
merupakan hutang aset istishna’ yang dipesan (bukan hutang uang) sebagaimana karakter hutang
salam.
2). Pada saat LKS sebagai penjual mengeluarkan biaya untuk memproduksi barang istishna’ dilakukan
jurnal:
Dr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian xxx
Cr. Kas xxx
(Sesuai dengan masing-masing jumlah biaya yang dikeluarkan)
3). Pada saat penyelesaian aset istishna’ seharga Rp500.000.000,00
Dr. Persediaan/Aset Istishna’ Rp500.000.000,00
Cr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp500.000.000,00
4). Penyerahan aset istishna’ dari LKS sebagai penjual kepada pemesan
Dr. Termin Istishna’/Hutang Istishna’ Rp500.000.000,00
Cr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp500.000.000,00
Tidak dilakukan pengakuan pendapatan karena pengakuan pendapatan dilakukan baik
dengan persentase penyelesaian aset istishna’ atau dilakukan pada saat aset istishna’ selesai
diproduksi seperti yang telah dibahas di atas.
B. Pembayaran dilakukan selama dalam proses penyelesaian barang istishna’ (jangka waktu
pembayaran dan penyelesaian aset istishna’ sama).
Karakteristik istishna’ dalam cara pembayaran adalah dilakukan sesuai kesepakatan, antara lain
dilakukan selama dalam proses produksi aset istishna’ dengan jangka waktu pembayaran selesai bersamaan
dengan jangka waktu penyelesaian proses produksi aset istishna’. Jadi setelah barang diserahkan kepada
pemesan selesai pula pembayaran dilakukan.
Contoh : 6-6
Dalam ilustrasi contoh di atas pembayaran harga barang dilakukan secara bertahap sesuai dengan
tahapan pembayaran proyek yaitu:
Bulan % pemb Pembayaran (Rp) Jumlah (Rp)
Maret 10% 100.000.000 100.000.000
April 50% 200.000.000 300.000.000
Mei 100% 200.000.000 500.000.000
Dari contoh di atas jurnal yang dilakukan untuk tahapan-tahapan penerimaan pembayaran
aset istishna’ yang diterima oleh Lembaga Keuangan Syariah sebagai penjual adalah sebagai
berikut:
1). LKS sebagai penjual pada bulan Maret 2009 menerima sebagian harga barang sebesar
Rp100.000.000,-00
(a) Pada saat LKS sebagai penjual mengirim tagihan pembayaran termin kepada pemesan :
Dr. Piutang Istishna’ Rp100.000.000,00
Cr. Termin Istishna’ Rp100.000.000,00
(b) Pada saat pemesan (pembeli akhir) melakukan pembayaran harga barang :
Dr. Kas/Rekening Nasabah Rp.100.000.000,00
Cr. Piutang Istishna’ Rp100.000.000,00

222 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Tagihan termin aset istishna’ yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah sebagai penjual
atau produsen kepada pemesan belum tentu seluruhnya dibayar. Dari contoh di atas, tagihan yang
dikirim ke pemesan sebesar Rp100.000.000,00 namun yang dibayar bisa hanya sebagian dari tagihan
tersebut misalnya hanya dibayar sebesar Rp90.000.000,00. Oleh karena itu jurnal pada butir b
menjadi sebagai berikut:
Dr. Kas/Rekening Nasabah Rp90.000.000,00
Cr. Piutang Istishna’ Rp90.000.000,00
Sehingga masih terdapat sisa tagihan Lembaga Keuangan Syariah sebagai penjual kepada
pemesan sebesar Rp10.000.000,00.
2). Sedangkan untuk penerimaan pembayaran harga barang pada bulan April 2009 sebesar
Rp200.000.000,00 LKS sebagai penjual melakukan jurnal sebagai berikut:
(a) Pada saat LKS sebagai penjual mengirim tagihan pembayaran termin kepada pemesan:
Dr. Piutang Istishna’ Rp200.000.000,00
Cr. Termin Istishna’ Rp200.000.000,00
(b). Pada saat pemesan (pembeli akhir) melakukan pembayaran harga barang :
Dr. Kas/Rekening Nasabah Rp200.000.000,00
Cr. Piutang Istishna’ Rp200.000.000,00
3). Dan untuk pelunasan harga barang pada yang diterima bulan Mei 2009 sebesar Rp200.000.000,00
LKS sebagai penjual melakukan jurnal sebagai berikut:
(a) Pada saat LKS sebagai penjual mengirim tagihan pembayaran termin kepada pemesan :
Dr. Piutang Istishna’ Rp200.000.000,00
Cr. Termin Istishna’ Rp200.000.000,00
(b) Pada saat pemesan (pembeli akhir) melakukan pembayaran harga barang :
Dr. Kas/Rekening Nasabah Rp200.000.000,00
Cr. Piutang Istishna’ Rp200.000.000,00
4) Pada saat penyerahan barang dari LKS sebagai penjual kepada pembeli akhir
Dr. Termin Istishna’ Rp500.000.000,00
Cr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp500.000.000,00

C. Pembayaran dengan jangka waktu tidak sama dengan jangka waktu penyelesaian aset
istishna’
Salah satu cara pembayaran harga aset istishna’ dilakukan mulai selama dalam proses produksi aset
istishna’, tetapi jangka waktu pembayaran dilakukan lebih lama dari jangka waktu proses produksi aset
istishna’. Untuk memberikan gambaran yang lengkap dan rinci dari cara pembayaran ini dapat dilihat
dalam pembahasan tentang contoh lain istishna’ paralel (butir 6.3.6 berikutnya)

D. Pembayaran dilakukan secara tangguh setelah penyerahan aset istishna’


Cara pembayaran lain atas harga aset istishna’, dilakukan mulai proses produksi aset istishna’ dengan
jangka waktu yang lebih lama dari jangka waktu proses produksi atau pembayaran dilakukan setelah
penyerahan barang dengan tangguh. Jika dicermati cara pembayaran seperti ini sama dengan pembayaran
yang dilakukan dalam transaksi murabahah. Dalam bab Akuntansi Murabahah telah dijelaskan salah satu
murabahah dilakukan berdasarkan pesanan. Salah satu cara pemenuhan murabahah berdasarkan pesanan
adalah dengan cara pembuatan barang dengan penyerahan tangguh (istishna’) dan pembayaranya dilakukan
setelah barangnya ada dan diterima. Istishna’ dengan pembayaran tangguh diatur secara khusus dalam
PSAK 104 tentang Akuntansi Istishna’ dan untuk memberikan gambaran yang lengkap dan rinci dapat
dilihat dalam pembahasan istishna’ dengan pembayaran tangguh (lihat buti 6.3.7).

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 223


6.3.5 Ilustrasi Contoh Lain LKS Sebagai produsen/penjual dalam
transaksi Istishna’
Untuk memberikan gambaran yang lengkap mengenai transaksi istishna’ ini berikut diberikan
ilustrasi contoh yang lain yang diambil dari buku Accounting Auditing Standard for Islamic Financial Institution
(AASIFI) yang dikeluarkan oleh Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions.
(AAOIFI), Dalam ilustrasi contoh ini jangka waktu proses penyelesaian aset istishna’ sama dengan jangka
waktu pembayaran yang dilakukan oleh pemesan atau pembeli akhir.

Contoh : 6-7
Lembaga Keuangan Syariah mendapat pemesanan pembangunan sebuah gedung dari sebuah
yayasan sosial dengan data-data sebagai berikut:
1. Nilai kontrak pembangunan sebesar Rp500.000.000,00.
2. Biaya dikeluarkan sebesar Rp400.000.000,00 (termasuk biaya pra kontrak sebesar
Rp15.000.000,00).
Atas pembangunan tersebut bank syariah menunjuk tim sebagai pelaksana dan dari catatan bank
syariah diperoleh data lain sehubungan dengan pembangunan tsb yaitu :
Tahun ke-1 Tahun ke-2
Akumulasi pengeluaran biaya perolehan (cost) 300.000.000 400.000.000
termasuk cost pra kontrak
Tagihan termin (billing istishna’) 280.000.000 220.000.000
Penerimaan tagihan dari pembeli 230.000.000 270.000.000

Untuk memberi ilustrasi dan pemahaman yang utuh terhadap contoh kasus tersebut di atas dalam
dilihat pada gambar berikut:

Gambar 6-6 : skema istishna’ produksi sendiri


Jurnal yang dilakukan oleh LKS sehubungan dengan contoh tersebut adalah:
1) Pembayaran beban pra akad sebesar Rp15.000.000,00.
a) Pada saat dikeluarkan biaya akad
Dr. Beban pra-akad istishna’ ditangguhkan Rp15.000.000,00
Cr. Kas/Hutang Rp15.000.000,00

224 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


b) Pada saat ada kepastian penandatangan akad (akad jadi ditandatangani) :
Dr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp15.000.000,00
Cr. Beban pra-akad istishna’ Tangguhan Rp15.000.000,00
c) Pada saat ada kepastian penandatangan akad (akad tidak jadi ditandatangani) :
Dr. Beban pra-akad istishna’ Rp15.000.000,00
Cr. Beban pra-akad istishna’ Tangguhan Rp15.000.000,00
2) Pembayaran biaya (cost) seperti material, tenaga kerja dan sebagainya pada tahun pertama sebesar
Rp300.000.000,00 (termasuk Rp15.000.000,00 beban pra akad) dan tahun kedua sebesar
Rp100.000.000,00.
Tahun ke-1 Tahun ke-2
Dr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian (Istishna’ work-in 285.000.000 100.000.000
progress)
Cr. Kas 285.000.000 100.000.000
3) Penagihan oleh Lembaga Keuangan Syariah kepada pembeli akhir tahun pertama sebesar
Rp280.000.000,00 dan tahun kedua sebesar Rp220.000.000,00
Tahun ke-1 Tahun ke-2
Dr. Piutang Istishna’ (Istishna’ Account Receivable) 280.000.000 220.000.000
Cr. Termin Istishna’ (Billing Istishna’) 280.000.000 220.000.000
4) Penerimaan pembayaran dari pembeli akhir oleh Lembaga Keuangan Syariah pada tahun pertama
sebesar Rp230.000.000,00 dan untuk tahun kedua sebesar Rp270.000.000,00
Tahun ke-1 Tahun ke-2
Dr. Kas (Cash) 230.000.000 270.000.000
Cr. Piutang Istishna’ (Istishna’ Account Receivable) 230.000.000 270.000.000
5) Posisi perkiraan dalam administrasi Lembaga Keuangan Syariah atas transaksi istishna’ pada
tahun pertama adalah:
ASET ISTISHNA’ DALAM PENYELESAIAN
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Beban pra akad 15.000.000
Pembayaran termin 1 285.000.000
Saldo 300.000.000
300.000.000 300.000.000

PIUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Penagihan ke pembeli 280.000.000 Penerimaan pemby 230.000.000
Saldo 50.000.000
280.000.000 280.000.000

TERMIN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Penerimaan pemby 280.000.000
Saldo 280.000.000
280.000.000 280.000.000

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 225


NERACA
Per dd/mm/ yyyy
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian 300.000.000
Termin Istishna’ (280.000.000)
Piutang Istishna’ 50.000.000

6) Posisi perkiraan dalam administrasi Lembaga Keuangan Syariah atas transaksi istishna’ pada tahun
kedua (sebelum dilakukan perhitungan pendapatan) adalah :

ASET ISTISHNA’ DALAM PENYELESAIAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Beban pra akad 15.000.000
Pembay termin ke-1 285.000.000
Pembay termin ke-2 100.000.000
Saldo 400.000.000
400.000.000 400.000.000

PIUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Penagihan ke pemb 1 280.000.000 Penerimaan pmby 1 230.000.000
Penagihan ke pembeli 2 220.000.000 Peneriman pmby 2 270.000.000
Saldo 00
400.000.000 400.000.000

TERMIN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Penerimaan pemby 280.000.000
Penerimaan pemby 220.000.000
Saldo 400.000.000
400.000.000 400.000.000

NERACA
Per dd/mm/yyyy
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian 400.000.000
Termin Istishna’ (500.000.000)
Piutang Istishna’ 00

(1)
Metode persentase penyelesaian (persented method)
Dari contoh tersebut di atas, apabila Lembaga Keuangan Syariah menggunakan metode persentase
penyelesaian, maka perhitungan pendapatan istishna’ pada tahun pertama persentase penyelesaian
dilakukan dengan perhitungan :
Harga jual (Pendapatan Istishna’) Rp500.000.000,00
Harga pokok Rp400.000.000,00
-----------------------
Keuntungan Bersih istishna’ Rp100.000.000,00

226 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Pada tahun pertama Lembaga Keuangan Syariah mengeluarkan Biaya (cost) sebesar
Rp300.000.000,00, dan pada tahun kedua mengeluarkan bisya sebesar Rp100.000.000,00 maka perhitungan
pendapatan berdasarkan metode persentase penyelesaian adalah sbb:
Thn ke-1 Thn ke-2
% penyelesaian 300/400 x 100% = 75% 25%
Pencatatan penerimaan harga ke pembeli akhir 500 x 75% = 375 125
Pendapatan Istishna’ (Istishna’ revenue) (500 – 400) x 75% = 75 25
Atas perhitungan pengakuan biaya (cost) dan pendapatan (pada akhir periode laporan
keuangan/pada akhir termin), jurnal penyesuaian yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah adalah
sebagai berikut :
Tahun ke-1 Tahun ke-2
Dr. Harga Pokok Istishna’ (Cost of Istishna’) 300.000.000 100.000.000
Dr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian
(Istishna’ work-in-progres) 75.000.000 25.000.000
Cr. Pendapatan Istishna’ (Revenue of Istishna’) 375.000.000 125.000.000
Posisi perkiraan dalam Lembaga Keuangan Syariah atas transaksi istishna’ pada tahun pertama
(setelah dilakukan perhitungan pendapatan dengan metode persentase penyelesaian) adalah :
ASET ISTISHNA’ DALAM PENYELESAIAN
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Beban pra akad 15.000.000
Pembayaran termin ke-1 285.000.000
Pengakuan pendapatan 75.000.000
Saldo 400.000.000
400.000.000 400.000.000

PIUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Penagihan ke pembeli 280.000.000 Penerimaan pembay 230.000.000
Saldo 50.000.000
280.000.000 280.000.000

TERMIN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Penerimaan pembay 280.000.000
Saldo 280.000.000
280.000.000 280.000.000

NERACA
Per tanggal xx/xx/ 2004
Aktiva pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian 375.000.000


Termin Istishna’ (280.000.000)
Piutang Istishna’ 50.000.000

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 227


LAPORAN LABA RUGI
Periode dd-mm-yyyy s/d dd-mm-yyyy

Pendapatan Istishna’ (Revenue of Istishna’) Rp375.000.000,00


Penerimaan Harga Pokok Istishna’ (Cost of Istishna’) Rp300.000.000,00
-----------------------
Keuntungan Istishna’ (Profit of Istishna’) Rp 75.000.000,00

Dalam perhitungan pendapatan yang akan dipergunakan sebagai dasar perhitungan distribusi hasil
usaha, yang harus diperhatikan adalah adanya aliran kas masuk, sehingga harus dilakukan perhitungan yang
matang berapa yang telah didukung dengan adanya aliran kas masuk. Posisi perkiraan dalam Lembaga
Keuangan Syariah atas transaksi istishna’ pada tahun kedua (setelah dilakukan perhitungan dan pengakuan
pendapatan atas metode persentase penyelesaian ) adalah :
ASET ISTISHNA’ DALAM PENYELESAIAN
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Beban pra akad 15.000.000
Pembayaran termin ke-1 285.000.000
Pengakuan pendptan- 1 75.000.000
Pembayaran termin ke-2 100.000.000
Pengakuan pendpatan-2 25.000.000
Saldo 500.000.000
500.000.000 500.000.000

PIUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Penagihan ke pembeli 280.000.000 Penerimaan pmbay 230.000.000
Penagihan ke pembeli 220.000.000 Penerimaan pmbay 270.000.000
Saldo 00
500.000.000 500.000.000

NERACA
Per dd/mm/yyyy
Aktiva pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian 500.000.000
Termin Istishna’ (500.000.000)
Piutang Istishna’ 00

LAPORAN LABA RUGI


Periode dd-mm-yyyy s/d dd-mm-yyyy

Pendapatan Istishna’ (Istishna’ Revenue) Rp125.000.000,00


Penerimaan Harga Pokok Istishna’ (Cost of Istishna’) Rp100.000.000,00
-----------------------
Keuntungan Istishna’ (Istishna’ Profit) Rp 25.000.000,00

228 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


(2) Metode akad selesai (completed method)
Dari contoh tersebut di atas, maka perhitungan pendapatan istishna’ adalah
(a) Pada tahun pertama :
tidak ada perhitungan pendapatan
(b) Pada tahun kedua :
Pengakuan biaya (cost) dan pendapatan (hanya dilakukan pada akhir penyelesaian barang)
Dr. Harga pokok Istishna’ (Cost of istishna’) RP400.000.000,00
Dr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian
(Istishna’ work-in-progres) Rp100.000.000,00
Cr. Pendapatan Istishna’ (Istishna’ revenue) Rp500.000.000,00

6.3.6 Istishna’ Dengan Pembayaran Tangguh


Seperti telah dijelaskan dalam bab Akuntansi Murabahah, bahwa ada dua jenis murabahah yaitu
murabahah tanpa pesanan dan murabahah berdasarkan pesanan. Dan salah satu cara pemenuhan
murabahah berdasarkan pesanan adalah dengan istishna’ yang pembayarannya dilakukan dengan tangguh.
Oleh karena itu dalam transaksi ini beberapa ketentuan akuntansinya mengikuti ketentuan dalam
Akuntansi Murabahah. Disisi lain perlunya pengaturan khusus akuntansi istishna dengan pembayaran
tangguh ini karena dimungkinkan terjadinya perbedaan waktu pekerjaan dengan jangka waktu pembayaran
yang dilakukan oleh pemesan, misalnya jangka waktu pekerjaan satu tahun sedangkan jangka waktu
penyelesaian pembayaran harga barang selama sepuluh tahun. Dalam PSAK 104 tentang akuntansi
istishna’, telah mengatur ketentuan tentang istishna’ dengan pembayaran tangguh sebagai berikut:
19. Jika menggunakan metode persentase penyelesaian dan proses pelunasan dilakukan dalam
periode lebih dari satu tahun dari penyerahan barang pesanan, maka pengakuan pendapatan
dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
(a) margin keuntungan pembuatan barang pesanan yang dihitung apabila istishna'
dilakukan secara tunai diakui sesuai persentase penyelesaian; dan
(b) selisih antara nilai akad dan nilai tunai pada saat penyerahan diakui selama periode
pelunasan secara proporsional sesuai dengan jumlah pembayaran.
20. Meskipun istishna' dilakukan dengan pembayaran tangguh, penjual harus menentukan nilai
tunai istishna' pada saat penyerahan barang pesanan sebagai dasar untuk mengakui margin
keuntungan terkait dengan proses pembuatan barang pesanan. Margin ini menunjukkan nilai
tambah yang dihasilkan dari proses pembuatan barang pesanan. Sedangkan yang dimaksud
dengan nilai akad dalam istishna' dengan pembayaran langsung adalah harga yang disepakati
antara penjual dan pembeli akhir. Hubungan antara biaya perolehan, nilai tunai, dan nilai akad
diuraikan dalam contoh sebagai berikut:
Biaya Perolehan (biaya produksi) 1.000,00
Margin keuntungan pembuatan barang pesanan 200,00 +
Nilai tunai pada saat penyerahan barang pesanan 1.200,00
Nilai akad untuk pembay secara angs selama 3 thn 1.600,00 -
Selisih nilai akad & nilai tunai yg diakui selama 3 thn 400,00
21. Jika menggunakan metode akad selesai dan proses pelunasan dilakukan dalam periode lebih
dari satu tahun dari penyerahan barang pesanan maka pengakuan pendapatan dibagi menjadi
dua bagian, yaitu:
(a) margin keuntungan pembuatan barang pesanan yang dihitung apabila istishna'
dilakukan secara tunai, diakui pada saat penyerahan barang pesanan; dan
(b) selisih antara nilai akad dan nilai tunai pada saat penyerahan diakui selama periode
pelunasan secara proporsional sesuai dengan jumlah pembayaran

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 229


22. Tagihan setiap termin kepada pembeli diakui sebagai piutang istishna' dan termin istishna'
(istishna' billing) pada pos lawannya.
23. Penagihan termin yang dilakukan oleh penjual dalam transaksi istishna' dilakukan sesuai
dengan kesepakatan dalam akad dan tidak selalu sesuai dengan persentase penyelesaian
pembuatan barang pesanan.
Untuk memberikan pemahaman akuntansi istishna’ dengan pembayaran tangguh berikut diberikan
ilustrasi contoh yang merupakan penjabaran dan penelusuran contoh sebagaimana yang dimaksud dalam
paragraf 20 PSAK 104 tentang akuntansi istishna’, baik Lembaga Keuangan Syariah sebagai produsen
sendiri atau lembaga Keuangan Syariah melaksanakan transaksi istishna’ paralel. Dalam contoh dibawah
pada prinsipnya harga barang yang diproduksi oleh Lembaga Keuangan Syariah telah dibayar oleh pembeli
dan sisanya pembayarannya ditangguhkan atau dibayar kemudian oleh pembeli, sehingga pada saat
penyerahan barang istishna’ tersebut Lembaga Keuangan Syariah sebagai penjual memiliki piutang istishna’
kepada pembeli akhir. Untuk contoh dimana piutang atas harga barang jauh lebih kecil dari penyelesaian
barang dapat dilihat pada contoh dalam bahasan salam paralel berikutnya.
A. Istishna’ Pembayaran Tangguh LKS sebagai produsen (kontraktor) dengan setelah barang
diterima
Jika Lembaga Keuangan Syariah sebagai produsen atau kontraktor sendiri, maka Lembaga
Keuangan Syariah yang bertanggung jawab dan mengatur pengeluaran biaya-biaya yang berkaitan dengan
pembagunan atau proses produksi tersebut, baik biaya langsung atau biaya tidak langsung, biaya bahan
baku dan biaya-biaya lain yang merupakan unsur harga perolehan yang diperuntukan menyelesaikan aset
istishna’. Oleh karena itu tidak ada tangihan dari sub kontraktor pada Lembaga Keuangan Syariah.
Contoh : 6-8
Harga jual (nilai akad) kepada pembeli akhir Rp1.600
Harga jual saat selesai dan diserahkan (nilai tunai) Rp1.200
Harga pokok Rp1.000 62,50 %
(pembayaran biaya langsung, tidak langsung dan biaya lain
dari penyelesaian aset istishna’ selama 3 semester)
Margin / keuntungan Rp600 37.50 %
Keuntungan pembuatan aset Rp200
Selisih nilai akad dan nilai tunai Rp400
Penerimaan pembayaran dari pembeli akhir ke Lembaga Keuangan Syariah dilakukan dalam empat
tahap yaitu :
1. Tahap pertama sebagai uang muka sebesar Rp400,00.
2. Penyelesaian pembayaran tahap 2 dilakukan sampai akhir tahun pertama, dengan persentasi
penyelesaian atau proses produksi 25% sejumlah Rp400,00.
3. Penyelesaian pembayaran tahap 3 dilakukan sampai akhir tahun kedua, yaitu pada saat proses
produksi aset istishna’ selesai 100% sejumlah Rp400,00.
4. Pembayaran sisa aset istishna’ dilakukan setelah Lembaga Keuangan Syariah menyerahkan
aset istishna’ yaitu sebesar Rp400,00.
Dari ilustrasai contoh tersebut di atas, besarnya pembayaran yang dilakukan oleh pemesan, jangka
waktu proses produksi aset istishna’ dan jangka waktu pembayaran dapat digambarkan dalam skema
sebagai berikut:

230 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Gambar 6-7 : skema istishna’ pembayaran tangguh
Jika memperhatikan PSAK 104 paragraf 19 di atas, maka dari contoh ilustrasi tersebut harus
dipisahkan keuntungan akibat penjualan (paragraf 19.a) dan keuntungan atas penjualan barang (paragraf
19.b), sehingga dari ilustrasi contoh di atas dapat dijelaskan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk
memproduksi aset istishna’ (harga pokok) sebesar Rp1000,00 sedangkan aset istishna’ tersebut memilik
nilai jual sebesar Rp1.200,00 sehingga Lembaga Keuangan Syariah memiliki keuntungan atas pengadaan
atau pembuatan aset istishna’ tersebut sebesar Rp200,00. Disisi lain nilai aset istishna’ sebesar Rp1.200,00
tersebut merupakan harga pokok penjualan aset istishna’ kepada pemesan akhir, dimana harga jual yang
disepakati sebesar Rp1.600,00 sehingga atas penjualan tersebut Lembaga Keuangan Syariah memiliki
keuntungan sebesar Rp400,00 dan pembayaran harga aset istishna’ dilakukan dengan tangguh. Jadi
keuntungan sebesar Rp600,00 tersebut terdiri atas Rp200,00 merupakan keuntungan memproduksi aset
istishna’ dan Rp400,00 merupakan keuntungan atas penjualan aset istishna’. Dari uraian di atas dapat
digambarkan dalam skema transaksi sebagai berikut:

Gambar 6-8 : Ilustrasi istishna’ pembayaran tangguh


Oleh karena itu jurnal-jurnal yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah sebagai produsen
berkaitan dengan ilustrasi contoh di atas adalah sebagai berikut:

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 231


1) Penerimaan pembayaran uang muka dari pemesan akhir oleh Lembaga Keuangan Syariah sebesar
Rp400,00.
Ref Keterangan Thn 1 Thn 2 Thn 3
1 Dr. Kas 400
Cr. Termin Istishna’ 400
2) Pembayaran pengeluaran biaya-biaya produksi, baik biaya langsung dan tidak langsung (material,
tenaga kerja dsb) oleh Lembaga Keuangan Syariah sebagai produsen, dengan rincian sebagai berikut:
Biaya aset istishna’ tahun pertama sebesar 25% x Rp1.000,00 = Rp250,00
Biaya aset istishna’ tahun kedua sebesar 75% x Rp1.000,00 = Rp750,00
Ref Keterangan Thn 1 Thn 2 Thn 3
2 Dr. Aset istishna’ dalam penyelesaian 250 750
Cr. Kas / Rekening suplier 250 750
3) Tagihan yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah kepada pemesan akhir untuk tahun
pertama sebesar Rp400,00 dan untuk tahun kedua sebesar Rp400,00.
ref Keterangan Thn 1 Thn 2 Thn 3
3 Dr. Piutang Istishna’ 400 400
Cr. Termin Istishna’ 400 400
4) Penerimaan pembayaran harga barang dari pembeli akhir oleh Lembaga Keuangan Syariah untuk
tahun pertama sebesar Rp400,00 dan untuk tahun kedua sebesar Rp400,00.
ref Keterangan Thn 1 Thn 2 Thn 3
4 Dr. Kas 400 400
Cr. Piutang Istishna’ 400 400
5) Pengakuan pendapatan yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah sebagai produsen sesuai
dengan persentase penyelesaian.
ref Keterangan Thn 1 Thn 2 Thn 3
5 Dr. Aset istishna’ dalam penyelesaian 50 150
Dr. Harga pokok istishna’ 250 750
Cr. Pendapatan istishna’ 300 900

Jika Lembaga Keuangan Syariah menggunakan pengakuan pendapatan dengan metode


persentase penyelesaian (procentage method) maka perhitungan pendapatan yang dilakukan oleh
Lembaga Keuangan Syariah adalah :
(a) tahun pertama (persentase penyelesian sebesar 25%), perhitungan adalah sebagai berikut:
Harga pokok (cost) aset istishna’ Rp1.000,00
Harga jual (nilai tunai) Rp1.200,00
-------------
Keuntungan produksi aset istishna’ Rp 200,00
Dengan penyelesaian 25% maka LKS sebagai produsen mengakui pendapatan (bukan
keuntungan) sebesar 25% x Rp1.200,00 = Rp300,00 sedangkan biaya aset istishna’ yang
tercatat dalam Aset Istishna’ dalam Penyelesaian sebesar Rp250,00 sehingga LKS
memperoleh keuntungan aset istishna’ sebesar Rp50,00. Keuntungan penyelesaian 25% juga
dapat dihitung dari : 25% x Rp200,00 = Rp50,00 dan jumlah tersebut yang dipergunakan
untuk penyesuaian atau ditambahankan sebagai “Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian”

232 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


(b) tahun kedua selesai (persentase penyelesian sebesar 75%), perhitungan adalah sebaai berikut:

Harga pokok (cost) aset istishna’ Rp1.000,00


Harga jual (nilai tunai) Rp1.200,00
------------- -
Keuntungan produksi aset istishna’ Rp 200,00
Dengan penyelesaian 75% maka LKS sebagai produsen mengakui pendapatan (bukan
keuntungan) sebesar 75% x Rp1.200,00 = Rp900,00 sedangkan biaya aset istishna’ yang tercatat
dalam Aset Istishna’ dalam Penyelesaian sebesar Rp750,00 sehingga LKS memperoleh keuntungan
aset istishna’ sebesar Rp150,00. Keuntungan penyelesaian 75% juga dapat dihitung dari : 75% x
Rp200,00 = Rp150,00 dan jumlah tersebut yang dipergunakan untuk penyesuaian atau
ditambahankan sebagai “Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian”
6) Penyelesaian barang istishnna yang dibuat/produksi oleh Lembaga Keuangan Syariah sebagai
produsen dengan nilai tunai sebesar Rp1.200,00.
ref Keterangan Thn 1 Thn 2 Thn 3
6 Dr. Persediaan - 1.200
Cr. Aset Istishna’ dalam Penyelesaian - 1.200

7) Penyerahan aset istishna’ oleh Lembaga Keuangan Syariah sebagai produsen kepada pembeli akhir
dengan nilai tunai Rp1.200,00 (harga pokok penjualan) dan pembayaran sisa harga aset istishna’
sebesar Rp400,00 dilakukan dengan tangguh.
ref Keterangan Thn 1 Thn 2 Thn 3
7 Dr. Piutang istishna’ 400
Dr. Termin istishna’ 1.200
Cr. Persediaan 1.200
Cr. Margin ditangguhkan 400

8) Penerimaan pembayaran sisa harga aset istishna’ sebesar Rp400,00 yang pembayarannya dilakukan
secara tangguh atau setelah penyerahan barang oleh Lembaga Keuangan Syariah kepada pembeli
akhir
ref Keterangan Thn 1 Thn 2 Thn 3
8 Dr. Kas 400
Cr. Piutang Istishna’ 400
Dr. Margin ditangguhkan 400
Cr.Pendapatan margin 400
Dari jurnal transaksi tersebut di atas akan memengaruhi posisi masing-masing akun dan neraca
Lembaga Keuangan Syariah Amanah Gusti sebagai berikut:

1) Transaksi tahun pertama


(a) Atas jurnal transaksi tahun pertama tersebut maka akun-akun yang bersangkutan menunjukkan
posisi sebagai berikut:

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 233


TERMIN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Th1-1 Uang muka (angs 1) 400
Th1-3 Tagihan ke pemb ke-2 400
Saldo 800
800 800

ASET ISTISHNA’ DALAM PENYELESAIAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Th1-2 Pembayaran biaya 250
Th1-5 Penyesuaian (25%) 50
Saldo 300
300 300

PIUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Th1-3 Tagihan ke pembeli (ke-2) 400 Th1-4 Pembay dan pemb (ke-2) 400

Saldo 0
400 400

HARGA POKOK ISTISHNA’


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Th1-5 Pengakuan pendapatan 250
Saldo 250
250 250

PENDAPATAN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Th1-5 Pengakuan pendapatan 300
Saldo 300
300 300

(b). Laporan posisi keuangan (neraca) dan Laporan Laba Rugi (tahun pertama)

NERACA
Per tanggal xx/xx/ 2004 (tahun pertama)
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian 300 Hutang IstishnaIstishna’ 0
Termin IstishnaIstishna’ ( (800)

LAPORAN LABA RUGI


Periode dd-mm-yyyy s/d dd-mm-yyyy (tahun pertama)
Pendapatan Istishna’ (Revenue of Istishna’) Rp300,00
Harga Pokok Istishna’ (Cost of Istishna’) Rp250,00
------------
Keuntungan Istishna’ (Profit of Istisna) Rp 50,00

234 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


2) Transaksi tahun kedua
(a) Atas jurnal transaksi tahun kedua tersebut maka akun-akun yang bersangkutan menunjukkan posisi
sebagai berikut:
TERMIN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Th1-1 Uang muka (angs 1) 400
Th1-3 Tagihan ke pembeli (ke-2) 400
Saldo 1.200 Th2-3 Tagihan ke pembeli (ke-3) 400
1.200 1.200

ASET ISTISHNA’ DALAM PENYELESAIAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Th1-2 Pembayaran biaya 250
Th1-5 Penyesuaian (25%) 50
Th2-2 Pembayaran biaya 750
Th2-5 Penyesuaian (100%) 150 Saldo 1.200
1.200 1.200

PIUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Th1-3 Tagihan ke pembeli (ke-2) 400 Th1-4 Pembay dr pembeli (ke-2) 400
Th2-3 Tagihan ke pembeli (ke-3) 400 Th2-4 Pemby dr pembeli (ke-3) 400
Saldo 0
400 400

HARGA POKOK ISTISHNA’


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Th1-5 Pengakuan pendapatan 250
Th2-5 Pengakuan pendapatan 750
Saldo 1.000
1.000 1.000

PENDAPATAN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Th1-5 Pengakuan pendapatan 300
Th2-5 Pengakuan pendapatan 900
Saldo 1.200
1.200 1.200

(b). Laporan posisi keuangan (neraca) dan Laporan Laba Rugi (tahun kedua)

NERACA
Per tanggal xx/xx/ 2004 (tahun kedua)
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian 1.200 Hutang Istishna’ 0
Termin Istishna’ (1.200)
Piutang Istishna’ 0

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 235


LAPORAN LABA RUGI
Periode dd-mm-yyyy s/d dd-mm-yyyy (tahun kedua)
Pendapatan Istishna’ (Revenue of Istishna’) Rp1.200,00
Harga Pokok Istishna’ (Cost of Istishna’) Rp1.000,00
--------------
Keuntungan Istishna’ (Profit of Istishna’) Rp 200,00

(c). Pada saat aset istishna’ selesai diproduksi dan penyerahan aset istishna’ kepada pembeli akhir,

TERMIN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Th2-7 Penyerahan barang 1.200 Th1-1 Uang muka (angs 1) 400
Th1-3 Tagihan ke pembeli (ke-2) 400
Th2-3 Tagihan ke pembeli (ke-3) 400
Saldo 0
1.200 1.200

ASET ISTISHNA’ DALAM PENYELESAIAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Th1-2 Pembayaran biaya 250 Th2-6 Penyelesian barang 1.200
Th1-5 Penyesuaian (25%) 50
Th2-2 Pembayaran biaya 750
Th2-5 Penyesuaian (100%) 150
Saldo 0
1.200 1.200

PERSEDIAAN/ASET ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Th2-6 Penyelesaian barang 1.200 Th2-7 Penyerahan barang 1.200
Saldo 0
1.200 1.200

PIUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Th1-3 Tagihan ke pembeli (ke-2) 400 Th1-4 Pembay dr pembeli (ke-2) 400
Th2-3 Tagihan ke pembeli (ke-3) 400 Th2-4 Pemby dr pembeli (ke-3) 400
Th2-7 Tagihan terakhir 400
Saldo 400
1.200 1.200

KEUNTUNGAN ISTISHNA’ TANGGUHAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Th2-7 Penyerahan barang 400
Saldo 400
400 400

236 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


NERACA
Per tanggal xx/xx/ 2004 (tahun kedua)
Aktiva pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian 0 Hutang Istishna’ 0
Termin Istishna’ (0)
Persediaan 0
Piutang Istishna’ 400
Keuntungan Istishna’ Tangguhan (400)

LAPORAN LABA RUGI


Periode dd-mm-yyyy s/d dd-mm-yyyy (tahun kedua)
Pendapatan Istishna’ (Revenueof Istishna’) Rp1.200,00
Harga Pokok Istishna’ (Cost of Istishna’) Rp1.000,00
--------------
Keuntungan Istishna’ (Profit of Istishna’) Rp 200,00

3) Transaksi tahun ke tiga (pembayaran angsuran)


(a) Atas jurnal transaksi tahun ketiga tersebut maka akun-akun yang bersangkutan menunjukkan posisi
sebagai berikut:
PIUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Th1-3 Tagihan ke pembeli (ke-2) 400 Th1-4 Pembay dr pembeli (ke-2) 400
Th2-3 Tagihan ke pembeli (ke-3) 400 Th2-4 Pemby dr pembeli (ke-3) 400
Th2-7 Tagihan terakhir 400 Th3-9 Pemby dr pembeli (ke4) 400
Saldo 0
1.200 1.200

KEUNTUNGAN ISTISHNA’ TANGGUHAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Th3-9 Pelunasan 400 Th2-7 Penyerahan barang 400
Saldo 0
400 400

PENDAPATAN MARGIN STISHNA


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Th3-9 Pelunasan pembayaran 400
Saldo 400
400 40
b). Laporan posisi keuangan (neraca) dan Laporan Laba Rugi (tahun ketiga)

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 237


NERACA
Per tanggal xx/xx/2004 (tahun ketiga)
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian 0 Hutang Istishna’ 0


Termin Istishna’ (0)
Persediaan 0
Laba rugi tahun berjalan
Piutang Istishna’ 0 Keuntungan istishna’ 600
Keuntungan Istishna’ Tangguhan (0)

LAPORAN LABA RUGI


Periode dd-mm-yyyy s/d dd-mm-yyyy (tahun ketiga)

Pendapatan Istishna’ Rp1.200,00


Harga Pokok Istishna’ Rp1.000,00
------------ -
Keuntungan Istishna’ (produksi barang) Rp 200,00
Keuntungan istishna’ (jual beli istishna’/pembayaran tangguh) Rp 400,00
--------------- +
Jumlah keuntungan istishna’ Rp 600,00

B. Istishna’ Pembayaran Tangguh LKS sebagai produsen dengan secara angsuran selama
proses pembuatan aset istishna’.
Untuk memberikan gambaran yang lengkap akuntansi transaksi istishna’ dengan pembayaran
tangguh dimana aset istishna’ diproduksi sendiri oleh LKS sebagai produsen, berikut diberikan ilustrasi
contoh akuntansi transaksi istishna’ pembayaran tangguh dimana jangka waktu penyelesaian barang
(selama 4 bulan) tidak sama dengan jangka waktu pembayaran (selama 60 bulan/5 tahun) dan pembayaran
dilakukan mulai dari proses pembuatan barang, dengan pembayaran aset istishna’ oleh pembeli akhir
secara angsuran yang dilakukan selama proses pembuatan aset istishna’.

Contoh : 6-9
Pada tanggal 1 Juni 2009 Bank Syariah “Al Hidayah” menyetujui pembuatan rumah dari Abdulah
salah satu nasabah program “KPR MANDIRI” dengan spesifikasi sbb:
Luas Tanah : 120 m2
Luas bangunan : 45 m2
Kontruksi : pondasi batu kali, tembok bata merah dan plesteran, genteng
plentong, kayu kamper medan
Listik : 450 wats
Air : pompa tangan
Penyerahan rumah : 6 bulan setelah akan ditandatangani
Harga barang dan cara : Harga jual Rp72.000.000,00. dan diangsur per bulan
pembayaran Rp1.200.000,00 selama 60 bulan, sejak pembangunan rumah setiap
tanggal 25 dimulai 25 Juli 2009
Lokasi : Perumahan MUSLIM MANDIRI, Pondok Gede, Bekasi

238 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Untuk keperluan tersebut “LKS Al Hidayah” dapat menyelesaikan pembangunan rumah Abdullah
dalam jangka waktu 4 bulan dengan pengeluaran biaya sebesar Rp58.000.000,00 dengan data-data sebagai
berikut:
1. Bulan Juli (2 Juli 2009) pembayaran biaya aset istishna’ sebesar Rp14.500.000,00 untuk
penyelesaian proyek 25%
2. Bulan Agustus (2 Agustus 2009) pembayaran biaya aset istishna’ sebesar
Rp20.300.000,00 untuk penyelesaian proyek 60%
3. Bulan September (2 September 2009) pembayaran biaya aset istishna’ sebesar
Rp23.200.000,00 untuk penyelesaian proyek 100%
Harga tunai (wajar) saat penyerahan barang sebesar Rp60.000.000,00 setiap unit dan menetapkan
tingkat keuntungan yang diharapkan sebesar Rp12.000.000,00 setiap unitnya
Dari contoh di atas digambarkan bahwa masa penyelesaian proses produksi aset istishna’ dalam
jangka waktu 4 bulan dengan harga perolehan (harga yang dibayarkan ke kontraktor) sebesar
Rp58.000.000,00 dengan pembayaran secara bertahap. Sedangkan aset istishna’ tersebut dijual kepada
nasabah (Abdulah) sebagai pemesan sebesar Rp72.000.000,00 dengan masa pembayaran selama 60 bulan
(5 tahun) dan pembayaran dimulai dari sejak proses produksi aset istishna’. Oleh karena itu akuntansi yang
terkait dengan transaksi istishna’ ini dilakukan sesuai dengan tahapan pembayaran harga barang kepada
kontraktor sebagai pihak yang memproduksi aset istishna’ dan juga dikaitkan dengan pengakuan
pendapatan istishna’ dengan metode persentasi penyelesaian (procentage method) pada saat LKS sebagai
produsen, dan jurnal transaksi istishna’ dimana LKS sebagai penjual yang akan dilakukan sebagaimana
akuntansi murabahah.
Dalam pembahasan pengakuan pendapatan istishna’ sesuai dengan persentase penyelesaian ini akan
dibahas akuntansi pada tahapan penyelesaian sesuai persentase penyelesiannya yaitu:
1) tahapan penyelesaian sebesar 25%
2) tahapan penyelesaian sebesar 60%
3) tahapan penyelesaian sebesar 100%

1) Pembayaran tahap pertama (penyelesaian 25% )


Dalam pembayaran pertama ini dengan persentase penyelesaian proyek sebesar 25%, akan dibahas
akuntansi Lembaga Keuangan Syariah sebagai pembeli akan dibahas akuntansi Lembaga Keuangan Syariah
sebagai penjual pada saat penerimaan pembayaran angsuran yang dilakukan oleh pembeli akhir (Abdulah).
Dalam tahap ini proses dan skema transaksi istishna’ dengan penyelesaian proyek 25% dapat digambarkan
sebagai berikut:

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 239


Gambar 6 – 9 : skema istishna’ penyelesaian 25% (produksi sendiri)
Dari skema transaksi istishna’ yang digambarkan di atas, dilakukan jurnal transaksi istishna’ yang
dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah baik sebagai produsen maupun sebagai pemesan sebagai
berikut:
a) Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah sebagai pembeli
Oleh karena aset istishna’ berupa rumah Abdulah tersebut dikerjakan sendiri oleh LKS, maka LKS
mengeluaran biaya langsung berupa material bangunan, tenaga kerja, juga biaya tidak langsung dan biaya-
biaya lain sehubungan sengan pembuatan aset istishna’ tersebut.
(1) Bulan Juli (2 Juli 2009) LKS Al Hidayah melakukan pembayaran biaya-biaya atas aset istishna’
sebesar Rp14.500.000,00 untuk penyelesaian pembuatan aset istishna’ sebesar 25%
Atas pembayaran biaya aset istishna’ tersebut, Lembaga Keuangan Syariah melakukan jurnal
sebagai berikut:
Dr. Aktiva Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp14.500.000,00
Cr. Kas Rp14.500.000,00
Jika LKS Al Hidayah mempergunakan Metode Persentase Penyelesaian (Procentege Method)
dalam pengakuan pendapatan, maka dengan penyelesaian proyek sebesar 25%, perhitungan yang
dilakukan sebagai berikut:
Nilai proyek : 25% x Rp60 juta (harga wajar/tunai) Rp15.000.000,00
Harga pokok Rp14.500.000,00
--------------------
Keuntungan Rp 500.000,00

240 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Dengan adanya pengakuan pendapatan istishna’ tersebut, maka jurnal penyesuaian
(pengakuan keuntungan istishna’) adalah sebagai berikut:
Dr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp 500.000,00
Dr. Harga pokok Istishna’ Rp14.500.000,00
Cr. Pendapatan Istishna’ Rp15.000.000,00
Jika LKS Al Hidayah mempergunakan metode penyelesaian (completed method) atau harga
pokok dari kontraktor dan nilai wajar saat penyerahan sama, maka perhitungan dan jurnal ini tidak
dilakukan.
Dengan adanya jurnal di atas mengakibatkan perubahan posisi akun-akun dan penyajian dalam
Laporan Keuangan dalam LKS Al Hidayah menjadi sebagai berikut:

ASET ISTISHNA’ DALAM PENYELESAIAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/07 Pembayaran biaya juli 14.500.000
02/07 Penyesuaian 500.000 Saldo 15.000.000
15.000.000 15.000.000

HARGA POKOK ISTISHNA’


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/07 Pengakuan pendapatan 14.500.000
Saldo 14.500.000

PENDAPATAN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/07 Pengakuan pedptan 15.000.000
Saldo 15.000.000
15.000.000 15.000.000

NERACA
Per 02 Juli 2009
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian 15.000.000 Hutang Istishna’ 00

LAPORAN LABA RUGI


Periode 1 Januari s/d 02 Juli 2009

Pendapatan Istishna’ (Revenue of Istishna’) Rp15.000.000,00


Harga pokok Istishna’ (Cost of Istishna’) Rp14.500.000,00
---------------------
Keuntungan Istishna’ (Profit of Istishna’) Rp 500.000,00

b) Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah sebagai penjual


Dalam transaksi istishna’ dengan Gofur kedudukan LKS Al Hidayah sebagai penjual atau produsen,
sehingga dengan penyelesaian proyek sebesar 25%, maka LKS melakukan atau memiliki tagihan kepada

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 241


Abdulah sebagai pembeli akhir sebesar nilai proyek yang telah diselesaikan. Tagihan ini harus dilaksanakan
supaya timbul piutang istishna’ yang pembayarannya dilakukan secara angsuran oleh Abdulah
(1) Tanggal 05 Juli 2009 LKS Al Hidayah menyerahkan tagihan aset istishna’ kepada Abdulah sebagai
pembeli akhir sebesar 25% x Rp72.000.000,00 = Rp18.000.000,00 .
Dengan adanya pengiriman tagihan di atas maka Lembaga Keuangan Syariah melakukan
jurnal sebagai berikut:
Dr. Piutang Istishna’ Rp18.000.000,00
Cr. Termin Istishna’ Rp15.000.000,00
Cr. Keuntungan Istishna’ Tangguhan Rp 3.000.000,00
Transaksi ini dilakukan karena Abdulah sebagai pembeli akhir melakukan pembayaran secara
angsuran, dengan perhitungan sebagai berikut :
Harga jual LKS ke pembeli akhir Rp72.000.000,00
Penyelesaikan 25% = 25% x Rp72.000.000 = Rp18.000.000,00
Harga jual Rp18.000.000,00
Harga pokok barang (25% x Rp60 Jt) Rp15.000.000,00
---------------------
Keuntungan Istishna’ Tangguhan Rp 3.000.000,00
Dengan adanya jurnal di atas mengakibatkan posisi akun-akun dan penyajian dalam Laporan
Keuangan LKS Al Hidayah menjadi sebagai berikut:

PIUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
05/07 Termin pertama 18.000.000
Saldo 18.000.000
18.000.000 18.000.000

KEUNTUNGAN ISTISHNA’ TANGGUHAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Termin pertama 3.000.000
Saldo 3.000.000
3.000.000 3.00.000

TERMIN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/07 Penyelesaian 25% 15.000.000
Saldo 15.000.000
15.000.000 15.000.000

NERACA
Per 05 Juli 2009
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Piutang Istishna’ 18.000.000 Hutang istishna’ 00


Keuntungan Istishna’ Tangguhan (3.000.000)
Aset Istishna’ dalam Penyelesaian 15.000.000 Laba rugi tahun berjalan
Termin Istishna’ (15.000.000) Keuntungan istishna’ 500.000

242 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


(2) Tanggal 25 Juli 2009 Lembaga Keuangan Syariah menerima pembayaran angsuran bulan pertama
oleh nasabah (Abdulah) sebesar Rp1.200.000,00
Dengan adanya pembayaran angsuran tersebut, maka jurnal yang dilakukan Lembaga Keuangan
Syariah sama dengan jurnal penerimaan angsuran murabahah dengan angsuran (pembayaran
tangguh) dengan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas Rp1.200.000,00
Dr. Keuntungan Istishna’ Tangguhan Rp 200.000,00
Cr. Piutang Istishna’ Rp1.200.000,00
Cr. Pendapatan Keuntungan Istishna’ Rp 200.000,00
Dengan adanya jurnal tersebut mengakibatkan posisi akun-akun dan penyajian dalam Laporan
Keuangan Lembaga Keuangan Syariah menjadi sebagai berikut:

PIUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
05/07 Termin pertama 18.000.000 25/07 Pembayaran Angs bln-1 1.200.000
Saldo 16.800.000
18.000.000 18.000.000

KEUNTUNGAN ISTISHNA’ TANGGUHAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/07 Pembayaran angs bln 1 200.000 05/07 Termin pertama 3.000.000
Saldo 2.800.000
3.000.000 3.000.000

NERACA
Per 25 Juli 2009
Aktiva pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Piutang Istishna’ 16.800.000 Hutang istishna’ 00
Keuntungan Istishna’ Tangguhan (2.800.000)
Aset Istishna’ dalam Penyelesaian 15.000.000 Laba rugi tahun berjalan
Termin Istishna’ (15.000.000) Keuntungan istishna’ 500.000
Jika pada tahap ini tidak dilakukan tagihan kepada Abdulah sebagai pembeli akhir, sehingga belum
timbul Piutang Istishna’, maka pada saat Abdulah melakukan pembayaran angsuran dicatat
sebagai ”Titipan Angsuran” sehingga jurnal yang dilakukan adalah :
Dr. Kas Rp1.200.000,00
Cr. Titipan Angsuran Istishna’ Rp1.200.000,00
Atas jurnal di atas, mengakibatkan perubahan posisi akun-akun dan Laporan Keuangan LKS AL
Hidayah sebagai berikut:
TITIPAN ANGSURAN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/07 Angsuran pertama 1.200.000
Saldo 1.200.000

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 243


NERACA
Per 25 Juli 2009
Aktiva pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Hutang istishna’ 00
Titipan Angsuran Istishna’ 1.200.000
Aset Istishna’ dalam Penyelesaian 15.000.000 Laba rugi tahun berjalan
Keuntungan istishna’ 500.000
2) Pembayaran tahap kedua (penyelesaian 60%)
Pada tahap pembayaran yang kedua ini penyelesaian proyek sebesar 60%, sehingga transaksi
istishna’ pada tahapan tersebut digambarkan dalam skema sebagai berikut:

Gambar 6-10 : Skema penyelesaian proyek 60% (produksi sendiri)


Dari skema transaksi istishna’ yang digambarkan di atas, dilakukan jurnal transaksi istishna’ yang di
lakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah baik sebagai produsen maupun sebagai pemesan sebagai berikut:
a) Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah sebagai pembeli
Untuk menyelesaikan aset istishna’ sebesar 60%, LKS AL-Hidayah melakukan pembayaran biaya-
biaya yang berkaitan dengan aset istishna’
(1) Bulan Agustus (2 Agustus 2009) LKS Al Hidayah melakukan pembayaran biaya-biaya atas aset
istishna’ sebesar Rp20.300.000,00 untuk penyelesaian sebesar 60%
Dengan adanya transaksi di atas maka LKS Al Hidayah sebagai produsen melakukan jurnal sebagai
berikut:
Dr. Aktiva Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp20.300.000,00
Cr. Kas Rp20.300.000,00

244 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Jika LKS Al Hidayah menggunakan Metode Persentase Penyelesaian dalam pengakuan pendapatan,
maka dengan progres penyelesaian proyek sebesar 60%, perhitungan yang dilakukan sebagai
berikut:
Nilai barang : 60% x Rp60 juta (harga wajar/tunai) Rp36.000.000,00
Harga pokok:
Termin pertama Rp14.500.000,00
Penyesuaian Rp 500.000,00
Termin kedua Rp20.300.000,00
Jumlah Rp35.300.000,00
-------------------
Pengakuan keutungan tahap kedua Rp 700.000,00
Dengan adanya pengakuan pendapatan istishna’ tersebut, maka jurnal penyesuaian (pengakuan
keuntungan istishna’) adalah sebagai berikut:
Dr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp 700.000,00
Dr. Harga pokok Istishna’ Rp20.300.000,00
Cr. Pendapatan Istishna’ Rp21.000.000,00
Jika lembaga Keuangan Syariah menggunakan metode penyelesaian (completed method) atau harga
pokok dari kontraktor dan nilai wajar saat penyerahan sama, maka perhitungan dan jurnal ini tidak
dilakukan.
Dengan adanya jurnal penyesuaian tersebut mengakibatkan posisi akun-akun dan penyajian dalam
Laporan Keuangan Lembaga Keuangan Syariah menjadi sebagai berikut:
ASET ISTISHNA’ DALAM PENYELESAIAN
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/07 Pembayaran biaya juli 14.500.000
02/07 Penyesuaian 500.000
02/08 Pembayaran biaya Agustus 20.300.000
02/08 Penyesuaian 700.000
Saldo 36.000.000
36.000.000 36.000.000

HARGA POKOK ISTISHNA’


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/07 Pengakuan pendapatan 14.500.000
02/08 Pengakuan pendapatan 20.300.000
Saldo 14.500.000
34.800.000 34.800.000

PENDAPATAN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/07 Pengakuan pedptan 15.000.000
02/08 Pengakuan pedptan 21.000.000
Saldo 36.000.000
36.000.000 36.000.000

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 245


NERACA
Per 2 Agustus 2009
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Piutang Istishna’ 16.800.000 Hutang istishna’ 00


Keuntungan Istishna’ Tangguhan (2.800.000)
Aset Istishna’ dalam Penyelesaian 36.000.000
Termin Istishna’ (15.000.000) Laba rugi tahun berjalan
Keuntungan istishna’ 1.200.000

LAPORAN LABA RUGI


Periode 1 Januari s/d 02 Agustus 2009
Juli Agustus
Pendapatan Istishna’ (Revenue of Istishna’) 15.000.000 36.000.000
Harga pokok Istishna’ (Cost of Istishna’) 14.500.000 34.800.000
Keuntungan Istishna’ (Profit of Istishna’) 500.000 1.200.000
b) Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah sebagai penjual
Dalam transaksi istishna’ dengan Abdulah kedudukan LKS Al Hidayah sebagai penjual atau
produsen, sehingga dengan penyelesaian proyek sebesar 60%, maka LKS melakukan atau memiliki tagihan
kepada Abdulah sebagai pembeli akhir. Tagihan ini harus dilaksanakan supaya timbul piutang istishna’
yang pembayarannya dilakukan secara angsuran oleh Abdulah.
(1) Tanggal 05 Agustus 2009 LKS Al Hidayah melakukan penyerahan tagihan kedua kepada Abdulah
sebagai pembeli akhir sebesar Rp25.200.000,00 atas penyelesaian sebesar 60% dengan rincian
sebagai berikut:
Nilai penyelesaian barang : 60% x Rp72.000.000,00 = Rp43.200.000,00
Tagihan termin tahap pertama Rp18.000.000,00
-----------------------
Tagihan tahap kedua Rp25.200.000,00
Tagihan terkandung keuntungan dan harga pokok barang dan oleh Abdulah pembayarannya
dilakukan secara angsuran (tidak sekaligus), sehingga atas transaksi di atas maka Lembaga Keuangan
Syariah melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Piutang Istishna’ Rp25.200.000,00
Cr. Termin Istishna’ Rp21.000.000,00
Cr. Keuntungan Istishna’ Tangguhan Rp 4.200.000,00
Transaksi ini dilakukan untuk pengakuan piutang istishna’ karena pembeli akhir melakukan
pembayaran secara angsuran, dengan perhitungan sebagai berikut :
Harga jual LKS ke pembeli akhir Rp72.000.000,00
Penyelesaikan kesatu 25% = 25% x Rp72.000.000,00 = Rp18.000.000,00
Penyelesaikan kedua 60% = 60% x Rp72.000.000,00 = Rp43.200.000,00
Perhitungan keuntungan Juli 2009 Akumulasi sd Beban Agustus
Agustus 2009 2009
Harga jual 18.000.000 43.200.000 25.200.000
Harga pokok barang (persediaan) 15.000.000 36.000.000 21.000.000
Keuntungan Tangguhan 3.000.000 7.200.000 4.200.000

246 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Dengan adanya jurnal di atas mengakibatkan posisi Akun-akun dan penyajian dalam Laporan
Keuangan Lembaga Keuangan Syariah menjadi sebagai berikut:

TERMIN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/07 Penyelesaian 25% 15.000.000
02/08 Penyelesaian 60% 21.000.000
Saldo 36.000.000
36.000.000 36.000.000

PIUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
05/07 Termin pertama 18.000.000 25/07 Pembayaran Angs bl-1 1.200.000
05/08 Termin kedua 25.200.000
Saldo 42.000.000
43.200.000 43.200.000

KEUNTUNGAN ISTISHNA’ TANGGUHAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/07 Pembayaran angs bln 1 200.000 05/07 Termin pertama 3.000.000
05/08 Termin kedua 4.200.000
Saldo 200.000
7.200.000 7.200.000

NERACA
Per 5 Agustus 2009
Aktiva pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Piutang Istishna’ 42.000.000 Hutang istishna’ 00


Keuntungan Istishna’ Tangguhan (7.000.000)
Aset Istishna’ dalam Penyelesaian 36.000.000
Termin Istishna’ (36.000.000) Laba rugi tahun berjalan
Keuntungan istishna’ 1.200.000
(2) Tanggal 25 Agustus 2009 LKS Al Hidayah menerima pembayaran angsuran bulan kedua dari
Abdulah sebagai pembeli akhir sebesar Rp1.200.000,00
Dengan adanya pembayaran angsuran tersebut, maka jurnal yang dilakukan LKS Al Hidayah
sama dengan jurnal penerimaan angsuran murabahah dengan angsuran (pembayaran tangguh)
dengan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas Rp1.200.000,00
Dr. Keuntungan Istishna’ Tangguhan Rp 200.000,00
Cr. Piutang Istishna’ Rp1.200.000,00
Cr. Pendapatan Keuntungan Istishna’ Rp 200.000,00
Dengan adanya jurnal di atas mengakibatkan posisi Akun-akun dan penyajian dalam Laporan
Keuangan dalam LKS Al Hidayah menjadi sebagai berikut:

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 247


PIUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
05/07 Termin pertama 18.000.000 25/07 Pembayaran Angs bln-1 1.200.000
05/08 Termin kedua 25.200.000 25/08 Pembayaran angs ke2 1.200.000
Saldo 40.800.000
43.200.000 43.200.000

KEUNTUNGAN ISTISHNA’ TANGGUHAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/07 Pembayaran angs bln 1 200.000 05/07 Termin pertama 3.000.000
25/08 Pembayaran angs ke 2 200.000 05/08 Termin kedua 4.200.000
Saldo 6.800.000
7.200.000 7.200.000

NERACA
Per 25 Agustus 2009
Aktiva pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Piutang Istishna’ 40.800.000 Hutang istishna’ 00
Keuntungan Istishna’ Tangguhan (6.800.000)
Aset Istishna’ dalam Penyelesaian 36.000.000
Termin Istishna’ (36.000.000) Laba rugi tahun berjalan
Keuntungan istishna’ 1.200.000
Jika pada tahap ini tidak dilakukan tagihan kepada Abdulah sebagai pembeli akhir, sehingga belum
timbul Piutang Istishna’, maka pada saat Abdulah melakukan pembayaran angsuran dicatat
sebagai ”Titipan Angsuran” sehingga jurnal yang dilakukan adalah :
Dr. Kas Rp1.200.000,00
Cr. Titipan Angsuran Istishna’ Rp1.200.000,00
Atas jurnal di atas, mengakibatkan perubahan posisi akun-akun dan Laporan Keuangan LKS AL
Hidayah sebagai berikut:
TITIPAN ANGSURAN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/07 Angsuran pertama 1.200.000
25/08 Angsuran kedua 1.200.000
Saldo 2.400.000
2.400.000 2.400.000

NERACA
Per 25 Agustus 2009
Aktiva pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Hutang istishna’ 00
Aset Istishna’ dalam Penyelesaian 36.000.000 Titipan Angsuran Istishna’ 2.4000.000
Laba rugi tahun berjalan
Keuntungan istishna’ 1.200.000

3) Pembayaran tahap kedua (penyelesaian 100%)


Dengan adanya penyelesaian proyek (progres 100%), maka seluruh kegiatan transaksi istishna’
paralel tersebut dapat digambarkan dengan skema sebagai berikut:

248 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Gambar 6-11 : Skema penyelesaian proyek 100% (produksi sendiri)
Dari skema transaksi istishna’ yang digambarkan di atas, dilakukan jurnal transaksi istishna’ yang di
lakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah baik sebagai produsen maupun sebagai pemesan sebagai berikut:
a) Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah sebagai pembeli
Oleh karena barang transaksi istishna’ tersebut diprosuksi sendiri oleh LKS sebagai penjual, maka
LKS mengeluarkan biaya-biaya untuk menyelesaian pembuatan barang istishna’
(1) Bulan September (2 September 2009) LKS Al Hidayah melakukan pembayaran seluruh biaya-biaya
pembuatann aset istishna’ sebesar Rp23.200.000,00 untuk tahap akhir penyelesaian aset istishna’
sebesar 100%
Dengan adanya transaksi di atas maka LKS Al Hidayah melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Aktiva Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp23.200.000,00
Cr. Kas Rp23.200.000,00
Jika LKS Al Hidayah menggunakan Metode Persentase Penyelesaian dalam pengakuan pendapatan,
maka dengan progres penyelesaian proyek sebesar 100%, perhitungan yang dilakukan sebagai
berikut:
Nilai wajar proyek saat penyerahan Rp60.000.000,00
Harga pokok:
Termin pertama Rp14.500.000,00
Penyesuaian Rp 500.000,00
Termin kedua Rp20.300.000,00
Penyesuaian Rp 700.000,00
Termin ketiga Rp23.200.000,00
Jumlah Rp59.200.000,00
---------------------
Pengakuan keutungan tahap akhir Rp 800.000,00

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 249


Dengan adanya pengakuan pendapatan istishna’ tersebut, maka jurnal penyesuaian (pengakuan
keuntungan istishna’) adalah sebagai berikut:
Dr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp 800.000,00
Dr. Harga pokok Istishna’ Rp23.200.000,00
Cr. Pendapatan Istishna’ Rp24.000.000,00
Dengan adanya jurnal penyesuaian tersebut mengakibatkan posisi akun-akun dan penyajian dalam
Laporan Keuangan dalam LKS Al Hidayah menjadi sebagai berikut:

ASET ISTISHNA’ DALAM PENYELESAIAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/07 Pembayaran biaya Juli 14.500.000
02/07 Penyesuaian 500.000
02/08 Pembayaran biaya Agustus 20.300.000
02/08 Penyesuaian 700.000
02/09 Pembayaran biaya Sept 23.200.000
02/09 Penyesuaian 800.000 Saldo 60.000.000
60.000.000 60.000.000

HARGA POKOK ISTISHNA’


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/07 Pengakuan pendapatan 14.500.000
02/08 Pengakuan pendptan 20.300.000
02/09 Pengakuan pendptan 23.200.000
Saldo 23.200.000
58.000.000 58.000.000

PENDAPATAN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/07 Pengakuan pedptan 15.000.000
02/08 Pengakuan pedptan 21.000.000
02/09 Pengakuan pedptan 24.000.000
Saldo 60.000.000
60.000.000 60.000.000

NERACA
Per 02 September 2009
Aktiva pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Piutang Istishna’ 40.800.000 Hutang istishna’ 00


Keuntungan Istishna’ Tangguhan (6.800.000)
Aset Istishna’ dalam Penyelesaian 60.000.000
Laba rugi tahun berjalan
Keuntungan istishna’ 2.000.000

250 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


LAPORAN LABA RUGI
Periode 1 Januari s/d 02 September 2009
Juli Agustus September
Pendapatan Istishna’ 15.000.000 36.000.000 60.000.000
Harga pokok Istishna’ 14.500.000 34.800.000 58.000.000
Keuntungan Istishna’ 500.000 1.200.000 2.000.000

b) Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah sebagai penjual


Dalam transaksi istishna’ dengan Abdulah kedudukan LKS Al Hidayah sebagai penjual atau
produsen, sehingga dengan penyelesaian proyek sebesar 100%, maka LKS melakukan atau memiliki
tagihan kepada Abdulah sebagai pembeli akhir. Tagihan ini harus dilaksanakan supaya timbul piutang
istishna’ yang pembayarannya dilakukan secara angsuran oleh Abdulah.
(1) Tanggal 05 September 2009 LKS AL Hidayah melakukan penyerahan tagihan tahap akhir kepada
Abdulah sebagai pembeli akhir sebesar Rp28.800.000,00 dengan rincian sebagai berikut:
Harga barang Rp72.000.000,00
Penyerahan pertama Rp18.000.000,00
Penyerahan kedua Rp25.200.000,00
Rp43.200.000,00
---------------------
Sisa nilai harga barang Rp 28.800.000,00
Dengan adanya transaksi di atas maka LKS Al Hidayah melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Piutang Istishna’ Rp28.800.000,00
Cr. Termin Istishna’ Rp24.000.000,00
Cr. Keuntungan Istishna’ Tangguhan Rp 4.800.000,00
Transaksi ini dilakukan untuk pengakuan piutang istishna’ karena pembeli akhir melakukan
pembayaran secara angsuran, dengan perhitungan sebagai berikut :
Juli 2009 Akumulasi Akumulasi Beban Sept
Agustus 09 Sept 2009 2009
Harga jual 18.000.000 43.200.000 72.000.000 28.800.000
Harga pokok barang 15.000.000 36.000.000 60.000.000 24.000.000
(persediaan)
Keuntungan Tangguhan 3.000.000 7.200.000 12.000.000 4.800.000
Dengan adanya jurnal tersebut mengakibatkan posisi Akun-akun dan penyajian dalam Laporan
Keuangan dalam Lembaga Keuangan Syariah menjadi sebagai berikut:

TERMIN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/07 Penyelesaian 25% 15.000.000
02/08 Penyelesaian 60% 21.000.000
Saldo 60.000.000 02/09 Penyelesaian 100% 24.000.000
60.000.000 60.000.000

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 251


PIUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
05/07 Termin pertama 18.000.000 25/07 Pembayaran Angs bln-1 1.200.000
05/08 Termin kedua 25.200.000 25/08 Pembayran angs ke2 1.200.000
05/09 Termin ketiga 28.800.000
Saldo 69.600.000
72.000.000 72.000.000

KEUNTUNGAN ISTISHNA’ TANGGUHAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/07 Pembayaran angs bln 1 200.000 05/07 Termin pertama 3.000.000
25/08 Pembayaran angs ke 2 200.000 05/08 Termin kedua 4.200.000
05/09 Termin ketiga 4.800.000
Saldo 11.600.000
12.000.000 12.000.000

NERACA
Per 5 September 2009
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Piutang Istishna’ 69.600.000 Hutang istishna’ 00
Keuntungan Istishna’ Tangguhan (11.600.000)
Aset Istishna’ dalam Penyelesaian 60.000.000
Termin Istishna’ (60.000.000) Laba rugi tahun berjalan
Keuntungan istishna’ 2.000.000
(2) Tanggal 25 September 2009 LKS Al Hidayah menerima pembayaran angsuran bulan ketiga dari
Abdulah sebagai pembeli akhir sebesar Rp1.200.000,00
Dengan adanya pembayaran angsuran tersebut, maka jurnal yang dilakukan LKS Al Hidayah sama
dengan jurnal penerimaan angsuran murabahah dengan angsuran (pembayaran tangguh) dengan
jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas Rp1.200.000
Dr. Keuntungan Istishna’ Tangguhan Rp 200.000
Cr. Piutang Istishna’ Rp1.200.000
Cr. Pendapatan Keuntungan Istishna’ Rp 200.000
Dengan adanya jurnal di atas mengakibatkan posisi akun-akun dan penyajian dalam Laporan
Keuangan dalam LKS Al Hidayah menjadi sebagai berikut:

PIUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
05/07 Termin pertama 18.000.000 25/07 Pembayaran Angs bl-1 1.200.000
05/08 Termin kedua 25.200.000 25/08 Pembayaran angs ke2 1.200.000
05/09 Termin ketiga 28.800.000 25/09 Pembayaran angs ke 3 1.200.000
Saldo 68.400.000
72.000.000 72.000.000

252 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


KEUNTUNGAN ISTISHNA’ TANGGUHAN
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/07 Pembayaran angs bln 1 200.000 05/07 Termin pertama 3.000.000
25/08 Pembayaran angs ke 2 200.000 05/08 Termin kedua 4.200.000
25/09 Pembayaran angs ke3 200.000 05/09 Termin ketiga 4.800.000
Saldo 11400.000
12.000.000 12.000.000

NERACA
Per 25 September 2009
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Piutang Istishna’ 68.400.000 Hutang istishna’ 00


Keuntungan Istishna’ Tangguhan (11.400.000)
Aset Istishna’ dalam Penyelesaian 60.000.000
Termin Istishna’ (60.000.000) Laba rugi tahun berjalan
Keuntungan istishna’ 2.000.000
c) Penyerahan proyek kepada pembeli akhir
Dengan adanya penyelesaian proyek pembangunan rumah Abdulah, maka pada saat penyerahan
rumah LKS Al Hidayah melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Termin Istishna’ Rp60.000.000,00
Cr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp60.000.000,00
Dengan adanya jurnal tersebut mengakibatkan posisi Akun-akun dan penyajian dalam Laporan
Keuangan dalam Lembaga Keuangan Syariah menjadi sebagai berikut :
TERMIN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/09 Penyerahan proyek 60.000.000 02/07 Penyelesaian 25% 15.000.000
02/08 Penyelesaian 60% 21.000.000
Saldo 00 02/09 Penyelesaian 100% 24.000.000
60.000.000 60.000.000

ASET ISTISHNA’ DALAM PENYELESAIAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/07 Pembayaran termin 1 14.500.000 25/09 Penyelesaian proyek 60.000.000
02/07 Penyesuaian 500.000
02/08 Pembayaran termin 2 20.300.000
02/08 Penyesuaian 700.000
02/09 Pembayaran termin 3 23.200.000
02/09 Penyesuaian 800.000 Saldo 00
60.000.000 60.000.000

NERACA
Per 25 September 2009
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Piutang Istishna’ 68.400.000 Hutang istishna’ 00
Keuntungan Istishna’ Tangguhan (11.400.000)
Aset Istishna’ dalam Penyelesaian 00 Laba rugi tahun berjalan
Termin Istishna’ (00) Keuntungan istishna’ 2.000.000

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 253


Jika pada tahap ini tidak dilakukan tagihan kepada Abdulah sebagai pembeli akhir, sehingga belum
timbul Piutang Istishna’, maka pada saat Abdulah melakukan pembayaran angsuran dicatat seagai ”Titipan
Angsuran” sehingga jurnal yang dilakukan adalah :
Dr. Kas Rp1.200.000,00
Cr. Titipan Angsuran Istishna’ Rp1.200.000,00
Atas jurnal di atas, mengakibatkan perubahan posisi akun-akun dan Laporan Keuangan LKS AL
Hidayah sebagai berikut:

TITIPAN ANGSURAN ISTISHNA’


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/07 Angsuran pertama 1.200.000
25/08 Angsuran kedua 1.200.000
25/09 Angsuran ketiga 1.200.000
Saldo 3.600.000
3.600.000 3.600.000

NERACA
Per 25 September 2009
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Hutang istishna’ 00
Aset Istishna’ dalam Penyelesaian 60.000.000 Titipan Angsuran Istishna’ 3.600.000
Laba rugi tahun berjalan
Keuntungan istishna’ 2.000.000
Pada saat penyerahan rumah/proyek (sebagai barang pesanan istishna’) kepada Abdulah sebagai
pembeli akhir, LKS Al Hidayah melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Persediaan/Aset Istishna’ Rp60.000.000,00
Cr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp60.000.000,00
Dr. Piutang Istishna’ Rp72.000.000,00
Cr. Persediaan/Aset Istishna’ Rp60.000.000,00
Cr. Keuntungan Istishna’ Tangguhan Rp12.000.000,00
Dr. Titipan Angsuran Istishna’ Rp3.600.000,00
Dr. Keuntungan Istishna’ Tangguhan Rp 600.000,00
Cr. Piutang Istishna’ Rp3.600.000,00
Cr. Pendapatan Keuntungan Istishna’ Rp 600.000,00
Atas jurnal di atas, mengakibatkan perubahan posisi akun-akun dan Laporan Keuangan LKS AL
Hidayah sebagai berikut:
TITIPAN ANGSURAN
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/09 Penyerahan proyek 3.600.000 25/07 Angsuran pertama 1.200.000
25/08 Angsuran kedua 1.200.000
25/09 Angsuran ketiga 1.200.000
Saldo 00
3.600.000 3.600.000

254 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


PIUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/09 Penyerahan proyek 72.000.000 25/09 Pembayaran Angs 1,2,3 3.600.000
Saldo 68.400.000
72.000.000 72.000.000

KEUNTUNGAN ISTISHNA’ TANGGUHAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/09 Pembayaran angs 1.2.3 600.000 25/09 Penyerahan proyek 12.000.000
Saldo 11400.000
12.000.000 12.000.000

ASET ISTISHNA’ DALAM PENYELESAIAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/07 Pembayaran termin 1 14.500.000 25/09 Penyelesaian proyek 60.000.000
02/07 Penyesuaian 500.000
02/08 Pembayaran termin 2 20.300.000
02/08 Penyesuaian 700.000
02/09 Pembayaran termin 3 23.200.000
02/09 Penyesuaian 800.000 Saldo 00
60.000.000 60.000.000

NERACA
Per 25 September 2009
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Piutang Istishna’ 68.400.000 Hutang istishna’ 00


Keuntungan Istishna’ Tangguhan (11.400.000) Titipan Angsuran Istishna’ 00
Laba rugi tahun berjalan
Aset Istishna’ dalam Penyelesaian 00 Keuntungan istishna’ 2.000.000

Jika Lembaga Keuangan Syariah sebagai produsen melakukan pengakuan pendapatan istishna’
dengan metode penyelesaian (Completed Method), maka selama proyek berjalan:
(a) tidak ada pendapatan istishna' yang diakui sampai dengan pekerjaan tersebut selesai;
(b) tidak ada harga pokok istishna' yang diakui sampai dengan pekerjaan tersebut selesai;
(c) tidak ada bagian keuntungan yang diakui dalam istishna' dalam penyelesaian sampai dengan pekerjaan
tersebut selesai; dan
(d) pengakuan pendapatan istishna', harga pokok istishna', dan keuntungan dilakukan hanya pada akhir
penyelesaian pekerjaan.
Oleh karena itu jika LKS Al Hidayah melakukan pengakuan pendapatan pada akhir proyek maka
jurnal yang dilakukan oleh LKS Al Hidayah adalah sebagai berikut:
(1) Selama bulan Juli (1 Juli 2009) LKS Al-Hidayah membayar biaya produksi aset istishna’ sebesar
Rp14.500.000,00 untuk penyelesaian aset istishna’ sebesar 25%, jurnal yang dilakukan:
Dr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp14.500.000,00
Cr. Kas / Rekening Suplier Rp.14.500.000,00
(2) Selam bulan Agustus ( 1 Agustus 2009) LKS Al-Hidayah membayar biaya produksi aset istishna’
sebesar Rp20.300,-- untuk menyelesaikan 60% aset istishna’ dengan rincian sebagai berikut:

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 255


penyelesaian proyek 60% x Rp58.000.000,00 = Rp34.800.000,00
Pembayaran termin pertama Rp14.500.000,00
-----------------------
Tagihan termin tahap kedua Rp 20.300.000,00
Dengan adanya transaksi tersebut maka Lembaga Keuangan Syariah melakukan jurnal sebagai
berikut:
Dr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp20.300.000,00
Cr. Kas/Rekening Suplier Rp20.300.000,00
(3) Selama bulan September (1 September 2009) LKS Al-Hidayah membayar biaya produksi aset
istishna’ sebesar Rp23.200.000,00 untuk menyelesaikan aset istishna’ dengan rincian sebagai berikut:
Harga kontrak Rp58.000.000,00
Pembayaran pertama Rp14.500.000,00
Pembayaran kedua Rp20.300.000,00
Rp.34.800.000,00
--------------------
Sisa pembayaran harga kontrak Rp23.200.000,00
Dengan diterima tagihan dari sub kontraktor tersebut, Lembaga Keuangan Syariah
melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp23.200.000,00
Cr. Kas/Rekening Suplier Rp.23.200.000,00
(4) Penyerahan aset istishna’ yang telah diproduksi dengan harga wajar atau nilai tunai saat penyerahan
sebesar Rp60.000.000,00 sedangkan biaya yang telah dikeluarkan untuk memproduksi aset istishna’
yang tercatat dalam ”Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian” sebesar Rp58.000.000,00 sehingga terdapat
keuntungan sebesar Rp2.000.000,00. Keuntungan produksi aset istishna’ tersebut dilakukan jurnal
penyesuaian sebagai berikut:
Dr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp 2.000.000,00
Dr. Harga pokok istishna’ Rp58.000.000,00
Cr. Pendapatan Istishna’ Rp60.000.000,00
(5) Penerimaan angsuran tanggal 25 Juli 2009, 25 Agustus 2009 dan 25 September 2009 masing-masing
sebesar Rp1.200.000,00
Dengan adanya transaksi tersebut maka Lembaga Keuangan Syariah melakukan jurnal sebagai
berikut:
Dr. Kas Rp3.600.000,00
Cr. Titipan Angsuran Istishna’ Rp3.600.000,00
(6) Pada saat penyerahan barang kepada pembeli akhir, Lembaga Keuangan Syariah melakukan jurnal
sebagai berikut:
Dr. Piutang Murabahah Rp72.000.000,00
Cr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp60.000.000,00
Cr. Keuntungan Istishna’ Tangguhan Rp12.000.000,00
Dr. Titipan Angsuran Rp3.600.000,00
Cr. Piutang Istishna’ Rp3.600.000,00
Dr. Keuntungan Istishna’ Tangguhan Rp600.000,00
Cr. Pendapatan Keuntungan Istishna’ Rp600.000,00
Dengan adanya jurnal tersebut mengakibatkan posisi Akun-akun dan penyajian dalam Laporan
Keuangan dalam Lembaga Keuangan Syariah menjadi sebagai berikut:

256 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


ASET ISTISHNA’ DALAM PENYELESAIAN
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/07 Pembayaran termin 1 14.500.000 Penyerahan 60.000.000
02/08 Pembayaran termin 2 20.300.000
02/09 Pembayaran termin 3 23.200.000
02/09 Penyesuaian 2.000.000 Saldo 00
60.000.000 60.000.000

PIUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Penyerahan 72.000.000 Pembyran Angs 1 sd 3 3.600.000
Saldo 68.400.000
72.000.000 72.000.000

KEUNTUNGAN ISTISHNA’ TANGGUHAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Pembayaran angs 1 sd 3 600.000 Penyerahan 12.000.000
Saldo 11.400.000
12.000.000 12.000.000

HARGA POKOK ISTISHNA’


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/09 Penyerahan 100% 58.000.000
Saldo 58.000.000
58.000.000 58.000.000

PENDAPATAN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/09 Penyerahan 60.000.000
Saldo 60.000.000
60.000.000 60.000.000

NERACA
Per 25 September 2009
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Piutang Istishna’ 68.400.000 Hutang istishna’ 00
Keuntungan Istishna’ Tangguhan (11.400.000)
Persediaan 00
Laba rugi tahun berjalan
Aset Istishna’ dalam Penyelesaian 00 Keuntungan istishna’ 2.000.000

LAPORAN LABA RUGI


Periode : Januari sd 25 September 2009
Pendapatan istishna’ (Revenue of Istishna’) Rp60.000.000,00
Harga Pokok Istishna’ (Cost of Istishna’) Rp58.000.000,00
---------------------
Keuntungan Istishna’ (Profit of Istishna’) Rp 2.000.000,00
Pembayaran angsuran selanjutnya mengikuti jurnal pembayaran angsuran dalam transaksi murabahah.

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 257


C. Istishna’ Paralel Pembayaran Tangguh
Dalam transaksi istishna’ paralel kedudukan Lembaga Keuangan Syariah bertindak sebagai penjual
dan sekaligus sebagai pembeli dengan akad yang terpisah. Dalam transaksi istishna’ ini yang memproduksi
langsung aset istishna’ atau yang menyelesaikan proyek adalah sub-kontraktor. Oleh karena itu Lembaga
Keuangan Syariah tidak mengeluarkan biaya langsung. Harga kontrak yang disepakati dan dibayar kepada
sub kontraktor tersebut merupakan harga pokok aset istishna’ oleh Lembaga Keuangan Syariah.
Pembayaran harga aset istishna’ dari sub kontraktor dapat dilakukan secara bertahap sesuai tagihan yang
diterima dari sub kontraktor. Jadi dalam contoh di bawah asumsi sub-konraktor memiliki cukup dana
untuk melakukan pembangunan proyek atau penyelesaian proses produksi baru kemudian sesuai dengan
progres penyelesaian dilakukan penagihan kepada Lembaga Keuangan Syariah sebagai pemesan.
Contoh : 6-10
Dari contoh dalam paragraf 20 PSAK 104 tentang akuntansi Istishna’ tersebut di atas dijabarkan
atau diberikan ilustrasi lain yang lebih rinci sebagai berikut
Harga jual (nilai akad) Rp1.000.000,00
Harga jual saat selesai dan diserahkan (nilai tunai) Rp700.000,00
Harga pokok Rp600.000,00 60%
(pembayaran tagihan sub kontraktor sebesar
progres per semester selama 3 semester
Margin/keuntungan Rp400.000,00 40%
Keuntungan pembuatan aset Rp100.000,00
Selisih nilai akad dan nilai tunai Rp300.000,00
Uang muka Rp200.000,00
Dari ilustrasai contoh tersebut di atas, besarnya pembayaran yang dilakukan oleh pemesan, jangka
waktu proses produksi aset istishna’ dan jangka waktu pembayaran dapat digambarkan dalam skema
(dalam ribuan rupiah) sebagai berikut:

Gambar 6-12 : skema istishna’ paralel pembayaran tangguh


Dari ilustrasi contoh di atas dijelaskan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi baran
istishna’ (harga pokok) sebesar Rp600.000,00 sedangkan aset istishna’ tersebut memiliki nilai jual sebesar
Rp700.000,00 sehingga Lembaga Keuangan Syariah memiliki keuntungan atas pengadaan aset istishna’
tersebut sebesar Rp100.000,00 Disisi lain nilai aset istishna’ sebesar Rp700.000,00 tersebut merupakan
harga pokok penjualan aset istishna’ kepada pemesan akhir, dimana harga jual yang disepakati sebesar
Rp1.000.000,00 sehingga atas penjualan tersebut Lembaga Keuangan Syariah memiliki keuntungan sebesar
Rp300.000,00 dan pembayaran harga aset istishna’ dilakukan dengan tangguh. Jadi keuntungan sebesar
Rp100.000,00 merupakan keuntungan memproduksi aset istishna’ dan keuntungan Rp300.000,00
merupakan keuntungan atas penjualan aset istishna’. Dari uraian di atas dapat digambarkan dalam skema
transaksi (dalam ribuan rupiah) sebagai berikut:

258 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Gambar 6-13 : Ilustrasi istishna’ paralel pembayaran tangguh
Oleh karena itu jurnal-jurnal yang berkaitan dengan ilustrasi contoh di atas adalah sebagai berikut:
1) Penerimaan uang muka (angsuran pertama) dari pemesan akhir sebesar Rp200.000,00 oleh LKS
dilakukan jurnal :
(dalam ribuan rupiah)
Ref Keterangan Thn 1 Thn 2 Thn 3 Thn 4
Dr. Kas 200
Cr. Termin Istishna’ 200

2) Penerimaan tagihan dari sub kontraktor untuk tahun pertama sebesar Rp150.000,00 dan untuk
tahun kedua sebesar Rp450.000,00 dilakukan jurnal :
Ref Keterangan Thn 1 Thn 2 Thn 3 Thn 4
Dr. Aset istishna’ dalam penyelesaian 150 450
Cr. Hutang istishna’ 150 450

Penerimaan tagihan dan pembayaran kepada sub kontraktor di atas dilakukan berdasarkan
persentasi penyelesaian proyek yaitu:
Harga pokok pembuatan aset istishna’ sebesar Rp600.000,00
Tahapan pembayaran biaya istishna’ :
Progres tahun pertama : 25% x Rp.600.000,00= Rp.150.000,00
Progres tahun kedua : 75% x Rp.600.000,00 = Rp.450.000,00
3) Penyerahan tagihan kepada pembeli akhir yang dilakukan oleh LKS kepada pembeli akhir untuk
tahun pertama sebesar Rp200.000,00 dan untuk tahun kedua sebesar Rp200.000,00 dilakukan
jurnal :

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 259


Ref Keterangan Thn 1 Thn 2 Thn 3 Thn 4
Dr. Piutang Istishna’ 200 200
Cr. Termin Istishna’ 200 200

4) Pembayaran tagihan kepada sub kontraktor dilakukan sesuai dengan prosentasi penyelesaian (lihat
butir 2 di atas) yaitu tahun pertama sebesar Rp150.000,00 dan tahun kedua sebesar Rp450.000,00.
Ref Keterangan Thn 1 Thn 2 Thn 3 Thn 4
Dr. Hutang istishna’ 150 450
Cr. Kas 150 450

5) Penerimaan pembayaran angsuran dari pembeli akhir tahun pertama sebesar Rp200.000,00 dan
tahun kedua sebesar Rp200.000,00
Ref Keterangan Thn 1 Thn 2 Thn 3 Thn 4
Dr. Kas 200 200
Cr. Piutang Istishna’ 200 200

6) Pengakuan pendapatan (dengan metode persentase penyelesaian)


Ref Keterangan Thn 1 Thn 2 Thn 3 Thn 4
Dr. Aset istishna’ dalam penyelesaian 25 75
Dr. Harga pokok istishna’ 150 450
Cr. Pendapatan istishna’ 175 525
Perhitungan pendapatan istishna’ (dengan metode persentase penyelesaian)
Harga jual (nilai tunai saat penyerahan) Rp700.000,00
Harga pokok istishna’ Rp600.000,00
Perhitungan pendapatan
Tahun pertama : 25% x Rp700.000,00 = Rp175.000,00
Harga pokok istishna’ Rp150.000,00
-----------------
Penyeseuaian Rp 25.000,00
Tahun kedua : 75% x Rp700.000,00 = Rp525.000,00
Harga pokok istishna’ Rp450.000,00
-----------------
Penyesuaian Rp 75.000,00
7) Pada saat aset istishna’ selesai dikontruksi.
Ref Keterangan Thn 1 Thn 2 Thn 3 Thn 4
Dr. Persediaan/Aset Istishna’ - 700
Cr. Aset Istishna’ dalam Penyelesaian - 700

8) Pada saat persediaan diserahkan kepada pembeli akhir


Ref Keterangan Thn 1 Thn 2 Thn 3 Thn 4
Dr. Piutang istishna’ 400
Dr. Termin istishna’ 600
Cr. Persediaan / Aset Istishna’ 700
Cr. Keuntungan Istishna’ Tangguhan 300

260 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


9) Pada saat pembayaran angsuran ke empat dari pembeli akhir
Ref Keterangan Thn 1 Thn 2 Thn 3 Thn 4
Dr. Kas 200
Cr. Piutang Istishna’ 200
Dr. Keuntungan Istishna’ Tangguhan 150
Cr.Pendapatan Keuntungan Istishna’ 150

10) Penerimaan pembayaran angsuran ke lima dari pembeli akhir


Ref Keterangan Thn 1 Thn 2 Thn 3 Thn 4
Dr. Kas 200
Cr. Piutang Istishna’ 200
Dr. Keuntungan Istishna’ Tangguhan 150
Cr. Pendapatan Keuntungan Istishna’ 150

Dari jurnal transaksi tersebut di atas akan mempengaruhi posisi masing-masing akun yang terkait
dengan laporan posisi keuangan (neraca) serta laporan laba rugi, untuk itu akan diberikan gambaran
perubahan dalam akun dan laporan masing-masing tahun sebagai berikut:
1) Transaksi tahun pertama
(a) Atas jurnal transaksi tahun pertama tersebut maka akun-akun yang bersangkutan menunjukkan
posisi sebagai berikut:
TERMIN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Th1-1 Uang muka (angs 1) 200.000
Th1-3 Tagihan ke pembeli (ke-2) 200.000
Saldo 400.000
400.000 400.000

ASET ISTISHNA’ DALAM PENYELESAIAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Th1-2 Tagihan dari sub kon 150.000
Th1-6 Penyesuaian (25%) 25.000
Saldo 175.000
175.000 175.000

HUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Th1-4 Pembayaran ke sub-kon 150.000 Th1-2 Tagihan dari sub-kon 150.000

Saldo 0
150.000 150.000

PIUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Th1-3 Tagihan ke pembeli (ke-2) 200.000 Th1-5 Pembay dr pembeli (ke-2) 200.000
Saldo 0
200.000 200.000

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 261


HARGA POKOK ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Th1-6 Pengakuan pendapatan 150.000
Saldo 150.000
150.000 150.000

PENDAPATAN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Th1-6 Pengakuan pendapatan 175.000
Saldo 175.000
175.000 175.000
(b). Laporan posisi keuangan (neraca) dan Laporan Laba Rugi (tahun pertama)

NERACA
Per tanggal xx/xx/ 2004 (tahun pertama)
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian 175.000 Hutang Istishna’ 0


Termin Istishna’ (400.000)

Piutang Istishna’ 0

LAPORAN LABA RUGI


Periode dd-mm-yyyy s/d dd-mm-yyyy (tahun pertama
Pendapatan Istishna’ (Revenue of Istishna’) Rp175.000,00
Harga Pokok Istishna’ (Cost of Istishna’) Rp150.000,00
-----------------
Keuntungan Istishna’ (profit of istishna’) Rp 25.000,00

2) Transaksi tahun kedua


(a) Atas jurnal transaksi tahun kedua tersebut maka akun-akun yang bersangkutan menunjukkan posisi
sebagai berikut:
TERMIN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Th1-1 Uang muka (angs 1) 200.000
Th1-3 Tagihan ke pembeli (ke 2) 200.000
Saldo 600.000 Th2-3 Tagihan ke pembeli (ke 3) 200.000
600.000 600.000

ASET ISTISHNA’ DALAM PENYELESAIAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Th1-2 Tagihan dari sub kon 150.000
Th1-6 Penyesuaian (25%) 25.000
Th2-2 Tagihan dari sub-kon 450.000
Th2-6 Penyesuaian (100%) 75.000 Saldo 700.000
700.000 700.000

262 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


HUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Th1-4 Pembayaran ke sub-kon 150.000 Th1-2 Tagihan dari sub-kon 150.000
Th2-4 Pembayaran ke sub kon 450.000 Th2-2 Taghan dari sub-kon 450.000
Saldo 0
600.000 600.000

PIUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Th1-3 Tagihan ke pembeli (ke-2) 200.000 Th1-5 Pembay dr pembeli (ke-2) 200.000
Th2-3 Tagihan ke pembeli (ke-3) 200.000 Th2-5 Pembay dr pembeli (ke 3) 200.000
Saldo 0
400.000 400.000

HARGA POKOK ISTISHNA’


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Th1-6 Pengakuan pendapatan 150.000
Th2-6 Pengakuan pendapatan 450.000
Saldo 600.000
600.000 600.000

PENDAPATAN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Th1-6 Pengakuan pendapatan 175.000
Th2-6 Pengakuan pendapatan 525.000
Saldo 700.000
700.000 700.000

(b). Laporan posisi keuangan (neraca) dan Laporan Laba Rugi (tahun kedua)
NERACA
Per tanggal xx/xx/ 2004 (tahun kedua)
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Aset Istishna’ Dlm Penyelesaian 700.000 Hutang Istishna’ 0


Termin Istishna’ (600.000)
Piutang Istishna’ 0

LAPORAN LABA RUGI


Periode dd-mm-yyyy s/d dd-mm-yyyy (tahun kedua)
Pendapatan Istishna’ (Revenue of Istishna’) Rp700.000,00
Harga Pokok Istishna’ (Cost of Istishna’) Rp600.000,00
--------------- -
Keuntungan Istishna’ (Profit of Istishna’) Rp100.000,00

(c) Pada saat aset istishna’ selesai dikontruksi dan penyerahan aset istishna’ kepada pembeli akhir,

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 263


TERMIN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Th2-8 Penyerahan barang 600.000 Th1-1 Uang muka (angs 1) 200.000
Th1-3 Tagihan ke pembeli (ke 2) 200.000
Saldo 0 Th2-3 Tagihan ke pembeli (ke 3) 200.000
600.000 600.000

ASET ISTISHNA’ DALAM PENYELESAIAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Th1-2 Tagihan dari sub kon 150.000 Th2-7 Penyelesaian barang 700.000
Th1-6 Penyesuaian (25%) 25.000
Th2-2 Tagihan dari sub-kon 450.000
Th2-6 Penyesuaian (100%) 75.000 Saldo 0
700.000 700.000

PERSEDIAAN/ASET ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Th2-7 Penyelesaian barang 700.000 Th2-8 Penyerahan barang 700.000
Saldo 0
700.000 700.000

PIUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Th1-3 Tagihan ke pembeli (ke-2) 200.000 Th1-5 Pembay dari pembeli (ke-2) 200.000
Th2-3 Tagihan ke pembeli (ke-3) 200.000 Th2-5 Pembay dari pembeli (ke 3) 200.000
Th2-8 Sisa harga brg dg tangguh 400.000 Saldo 400.000
400.000 400.000

KEUNTUNGAN ISTISHNA’ TANGGUHAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Th2-8 Penyerahan barang 300.000
Saldo 300.000
300.000 300.000

NERACA
Per tanggal xx/xx/2004 (tahun kedua)
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Aset Istishna’ Dlm Penyelesaian 0 Hutang Istishna’ 0
Termin Istishna’ (0)
Persediaan 0
Piutang Istishna’ 400.000
Keuntungan Istishna’ Tangguhan (300.000)

LAPORAN LABA RUGI


Periode dd-mm-yyyy s/d dd-mm-yyyy (tahun kedua)
Pendapatan Istishna’ (Revenue of Istishna’) Rp700.000,00
Harga Pokok Istishna’ (Cost of Istishna’) Rp600.000,00
-----------------
Keuntungan Istishna’ (Profit of Istishna’) Rp100.000,00

264 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


3) Transaksi tahun ke tiga (pembayaran angsuran)
(a) Atas jurnal transaksi tahun ketiga tersebut maka akun-akun yang bersangkutan menunjukkan posisi
sebagai berikut:
PIUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Th1-3 Tagihan ke pembeli (ke-2) 200.000 Th1-5 Pembay dr pembeli (ke-2) 200.000
Th2-3 Tagihan ke pembeli (ke-3) 200.000 Th2-5 Pembay dr pembeli (ke 3) 200.000
Th2-8 Sisa harga brg dg tangguh 400.000 Th3-9 Pemby dr pembeli (ke-4) 200.000
Saldo 200.000
400.000 400.000

KEUNTUNGAN ISTISHNA’ TANGGUHAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Th3-9 Pembayaran angs ke-4 150.000 Th2-8 Penyerahan barang 300.000
Saldo 150.000
300.000 300.000

PENDAPATAN KEUNTUNGAN ISTISHNA’


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Th3-9 Pengakuan pemby angs 150.000
Saldo 150.000
150.000 150.000
(b). Laporan posisi keuangan (neraca) dan Laporan Laba Rugi (tahun ketiga)

NERACA
Per tanggal xx/xx/ 2004 (tahun ketiga)
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Aset Istishna’ Dlm Penyelesaian 0 Hutang Istishna’ 0
Termin Istishna’ (0)
Persediaan 0
Laba rugi tahun berjalan
Piutang Istishna’ 200.00 Keuntungan istishna’ 250.000
Keuntungan Istishna’ Tangguhan (150.000)

LAPORAN LABA RUGI


Periode dd-mm-yyyy s/d dd-mm-yyyy (tahun ketiga)
Pendapatan Istishna’ Rp700.000,00
Harga Pokok Istishna’ Rp600.000,00
-----------------
Keuntungan Istishna’ (produksi barang) Rp100.000,00
Keuntungan istishna’ (jaul beli istishna’/pemby angs tangguh) Rp150.000,00
-----------------
Jumlah keuntungan istishna’ Rp250.000,00

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 265


4) Transaksi tahun ke-empat (pembayaran angsuran)
(a) Atas jurnal transaksi tahun ketiga tersebut maka akun-akun yang bersangkutan menunjukkan posisi
sebagai berikut:
PIUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Th1-3 Tagihan ke pembeli (ke-2) 200.000 Th1-5 Pmby dr pembeli (ke-2) 200.000
Th2-3 Tagihan ke pembeli (ke-3) 200.000 Th2-5 Pmby dr pembeli (ke 3) 200.000
Th2-8 Sisa harga brg dg tangguh 400.000 Th3-9 Pmby dr pembeli (ke-4) 200.000
Th4-10 Pelunasan harga brg 200.000
Saldo 0
800.000 800.000

KEUNTUNGAN ISTISHNA’ TANGGUHAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Th3-9 Pembayaran angs ke-4 150.000 Th2-8 Penyerahan barang 300.000
Th4-10 Pelunasan barang 150.000
Saldo 0
300.000 300.000

PENDAPATAN KEUNTUNGAN ISTISHNA’


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Th3-9 Pengakuan pemby angs 150.000
Th4-10 Pelunasan barang 150.000
Saldo 300.000
300.000 300.000
(b) Laporan posisi keuangan (neraca) dan Laporan Laba Rugi (tahun keempat)

NERACA
Per tanggal xx/xx/ 2004 (tahun keempat)
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Aset Istishna’ Dlm Penyelesaian 0 Hutang Istishna’ 0


Termin Istishna’ (0) Laba rugi tahun berjalan
Persediaan 0 Keuntungan istishna’ 400.000
Piutang Istishna’ 0
Keuntungan Istishna’ Tangguhan (0)

LAPORAN LABA RUGI


Periode dd-mm-yyyy s/d dd-mm-yyyy (tahun ke-empat)
Pendapatan Istishna’ Rp700.000,00
Harga Pokok Istishna’ Rp600.000,00
-----------------
Keuntungan Istishna’ (produksi barang) Rp100.000,00
Pendapatan istishna’ (pemby angs tangguh) Rp300.000,00
-----------------
Jumlah Rp400.000,00

266 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


6.3.7 Penyelesaian Awal
Ketentuan dalam PSAK 104 tentang penyelesaian awal disini berkaitan dengan pembayaran harga
barang yang dilakukan dengan tangguh dan dilakukan pelunasan sebelum jatuh tempo pelunasan
pembayaran dan atas pelunasan ini Lembaga Keuangan Syariah sebagai penjual memberikan potongan
pelunasan. Dalam PSAK 104 diatur ketentuan tentang penyelesaian awal sebagai berikut:
30. Jika pembeli melakukan pembayaran sebelum tanggal jatuh tempo dan penjual memberikan
potongan, maka potongan tersebut sebagai pengurang pendapatan istishna'.
31. Pengurangan pendapatan istishna' akibat penyelesaian awal piutang istishna' dapat
diperlakukan sebagai:
(a) potongan secara langsung dan dikurangkan dari piutang istishna' pada saat pembayaran;
atau
(b) penggantian (reimbursed) kepada pembeli sebesar jumlah keuntungan yang dihapuskan
tersebut setelah menerima pembayaran piutang istishna' secara keseluruhan.
Ketentuan tersebut di atas tidak berbeda dengan ketentuan potongan pelunasan piutang murabahah
sebelum jatuh tempo. Oleh kerana itu ketentuan ini hanya diterapkan untuk istishna’ pembayaran tangguh.
Dalam pembahasan istishna’ dengan pembayaran tangguh telah dibahas bahwa jurnal yang terkait dengan
pembayaran angsuran harga aset istishna’ setelah barang diserahkan dilakukan sama dengan jurnal dalam
pembayaran angsuran harga barang murabahah. Oleh karena itu ketentuan potongan pelunasan piutang
istishna’ sebelum jatuh tempo ini juga tidak berbeda dengan jurnal pelunasan piutang murabahah sebelum
jatuh tempo
Contoh: 6 - 11
tanggal 30 Desember 2008 (sebelum jatuh tempo 15 April 2009) nasabah melakukan pelunasan
seluruh sisa hutangnya (piutang istishna’) pada LKS sebagai penjual aset istishna’ sebesar
Rp6.000.000,00 Dalam adminitrasi LKS sebagai penjual, piutang istishna’ nasabah terdiri dari
kompenen sebagai berikut:
Tanggal Angsuran Porsi Pokok Porsi Keuntungan Total Angsuran
15 April 2008 5.000.000 1.000.000 6.000.000
Atas pelunasan piutang istishna’ tersebut LKS sebagai penjual memberikan potongan pelunasan
sebesar Rp500.000,00
Jurnal yang dilakukan oleh LKS Ridho Gusti sehubungan dengan pelunasan dipercepat tersebut
adalah mempergunakan salah satu alternatif sebagai berikut:
Dr. Kas/Rekening nasabah Rp6.000.000,00
Cr. Piutang Istishna’ Rp6.000.000,00
Dr. Keuntungan Istishna’ Tangguhan Rp1.000.000,00
Cr. Pendapatan Margin Istishna’ Rp1.000.000,00
Dr. Potongan Pelunasan Piutang Istishna’ Rp500.000,00
Cr. Kas/Rekening Nasabah Rp500.000,00
atau
Dr. Kas/Rekening Nasabah Rp5.500.000,00
Dr. Keuntungan Istishna’ Tangguhan Rp1.000.000,00
Cr. Piutang Istishna’ Rp6.000.000,00
Cr. Pendapatan Margin Istishna’ Rp 500.000,00

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 267


6.3.8 Perubahan Pesanan dan Tagihan Tambahan
Dalam PSAK 104 tentang akuntansi Istishna’ diatur ketentuan perubahan pesanan dan tagihan
tambahan sebagai berikut:
32. Pengaturan pengakuan dan pengukuran atas pendapatan dan biaya istishna' akibat perubahan
pesanan dan tagihan tambahan adalah sebagai berikut:
(a) nilai dan biaya akibat perubahan pesanan yang disepakati oleh penjual dan pembeli
ditambahkan kepada pendapatan istishna' dan biaya istishna';
(b) jika kondisi pengenaan setiap tagihan tambahan yang dipersyaratkan dipenuhi, maka
jumlah biaya setiap tagihan tambahan yang diakibatkan oleh setiap tagihan akan
menambah biaya istishna'; sehingga pendapatan istishna' akan berkurang sebesar jumlah
penambahan biaya akibat klaim tambahan
(c) perlakuan akuntansi (a) dan (b) juga berlaku pada istishna' paralel, akan tetapi biaya
perubahan pesanan dan tagihan tambahan ditentukan oleh produsen atau kontraktor
dan disetujui penjual berdasarkan akad istishna' paralel.
Jadi tambahan yang memenuhi syarat dan telah disepakati akan ditambahkan pada biaya istishna’
(harga pokok istishna’) dan dengan bertambahnya biaya istishna’ akan mengakibatkan penurunan
pendapatan istishna’
Contoh : 6-12
Sesusi dalam contoh 6-10 di atas harga pokok aset istishna’ sebesar Rp600.000,00 Pembeli akhir
melakukan klaim atas aset istishna’ dan untuk memenuhi tuntutanya itu dikeluarkan biaya untuk
penyesuaian aset istishna’ sebesar Rp50.000,00
Dengan adanya perubahan aset istishna’ maka akan mengakibatkan perubahan biaya (cost) dari aset
istishna’
Dr. Harga pokok Istishna’ Rp50.000,00
Cr. Kas Rp50.000,00
Dengan adanya transaksi tersebut mengakibatkan perubahan akun dan laporan laba rugi LKS
Amanah Gusti sebagai berikut:
HARGA POKOK ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Th1-6 Pengakuan pendapatan 150.000
Th2-6 Pengakuan pendapatan 450.000
Tambahan (klaim) 50.000 Saldo 650.000
650.000 650.000

PENDAPATAN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Th1-6 Pengakuan pendapatan 175.000
Th2-6 Pengakuan pendapatan 525.000
Saldo 700.000
700.000 700.000

LAPORAN LABA RUGI


Periode dd-mm-yyyy s/d dd-mm-yyyy (tahun kedua)
Pendapatan Istishna’ (Revenue of Istishna’) Rp700.000,00
Harga Pokok Istishna’ (Cost of Istishna’) Rp650.000,00
--------------- -
Keuntungan Istishna’ (Profit of Istishna’) Rp 50.000,00

268 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


6.3.9 Pengakuan Taksiran Rugi
Dalam PSAK 104 tentang akuntansi Istishna’ mengatur pengakuan taksiran rugi untuk transaksi
istishna’ sebagai berikut:
33. Jika besar kemungkinan terjadi bahwa total biaya perolehan istishna' akan melebihi
pendapatan istishna', taksiran kerugian harus segera diakui.
34. Jumlah kerugian semacam itu ditentukan tanpa memperhatikan:
(a) apakah pekerjaan istishna' telah dilakukan atau belum;
(b) tahap penyelesaian pembuatan barang pesanan; atau
(c) jumlah laba yang diharapkan dari akad lain yang tidak diperlakukan sebagai suatu akad
tunggal sesuai paragraf 17.
Dalam ketentuan tersebut dapat ditelaah bahwa jika biaya perolehan istishna’ yang tercatat dalam
akun “Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian” lebih besar dari pengakuan pendapatan, maka taksiran kerugian
segera diakui. Kenaikan biaya perolehan istishna’ ini terjadi antara lain adanya tambahan biaya akibat
gejolak kenaikan harga material yang tidak dapat dihindari, sedangkan pengakuan pendapatan telah
dilakukan sebelum adanya gejolak kenaikan harga material tersebut.
Contoh : 6-13
Sesuai dalam contoh 6-10 di atas harga pokok aset istishna’ sebesar Rp600.000,00 Selama proses
pembuatan aset istishna’ dikeluarkan biaya untuk penyelesaian aset istishna’ sebesar Rp200.000,00
Dengan adanya perubahan aset istishna’ maka akan mengakibatkan perubahan biaya (cost) dari aset
istishna’
Dr. Harga pokok Istishna’ Rp200.000,00
Cr. Kas Rp200.000,00
Dengan adanya transaksi tersebut mengakibatkan perubahan akun dan laporan laba rugi LKS
Amanah Gusti sebagai berikut:
HARGA POKOK ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Th1-6 Pengakuan pendapatan 150.000
Th2-6 Pengakuan pendapatan 450.000
Tambahan (klaim) 200.000 Saldo 800.000
800.000 800.000

PENDAPATAN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Th1-6 Pengakuan pendapatan 175.000
Th2-6 Pengakuan pendapatan 525.000
Saldo 700.000
700.000 700.000

LAPORAN LABA RUGI


Periode dd-mm-yyyy s/d dd-mm-yyyy (tahun kedua)
Pendapatan Istishna’ (Revenue of Istishna’) Rp700.000,00
Harga Pokok Istishna’ (Cost of Istishna’) Rp800.000,00
-----------------
Kerugian Istishna’ (Loss of istishna’) Rp100.000,00

Atas kerugian tersebut harus segera dibentuk cadangan kerugian pembuatan aset istishna’ sebagai berikut:
Dr. Kerugian Istishna’ Rp100.000,00
Cr. Cadangan Kerugian Istishna’ Rp100.000,00

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 269


6.4. Akuntansi Pembeli
Jika Lembaga Keuangan Syariah melaksanakan transaksi istishna’ dimana Lembaga Keuangan
Syariah sebagai pembuat/produsen dan nasabah sebagai pemesan atau sering disebut pembeli akhir maka
nasabah sebagai pemesan atau pembeli akhir menerapkan akuntansi pembeli, sedangkan Lembaga
Keuangan Syariah menerapkan Akuntansi Penjual. Tetapi jika Lembaga Keuangan Syariah melakukan
transaksi istishna’ dengan kontraktor, dimana Lembaga Keuangan Syariah sebagai pemesan maka Lembaga
Keuangan Syariah menerapkan Akuntansi Pembeli dan Kontraktor sebagai produsen menerapkan
Akuntansi Penjual. Jadi bagi Lembaga Keuangan Syariah Akuntansi Pembeli ini dapat diterapkan apabila
Lembaga Keuangan Syariah melakukan pembangunan kantor atau dalam melaksanakan istishna’ paralel,
dimana Lembaga Keuangan Syariah melakukan transaksi istishna’ dari nasabah tetapi untuk memenuhi
kebutuhan tersebut diserahkan/di subkontrakkan kepada pihak lain. Dalam melakukan sub kontrak inilah
Lambaga Keuangan Syariah menggunakan Akuntansi Pembeli. Akuntansi Pembeli pada umumnya
berkaitan dengan cara pembayaran harga aset istishna’ dan penerimaan aset istishna’ Jika pembayaran
dilakukan dengan tangguh maka ketentuan akuntansi pembeli pada bab Murabahah berlaku juga dalam
transaksi istishna’ ini.

6.4.1 Akun-akun dalam Akuntansi Pembeli


Apakah transaksi istishna’ dicatat dan disajikan sesuai ketentuan dalam PSAK 104 tentang
akuntansi istishna’ sangat dipengaruhi oleh akun-akun yang dipergunakan dalam akuntansi tersebut.
Beberapa akun yang dipergunakan dalam akuntansi pembeli dalam transaksi istishna’ baik untuk Laporan
Posisi Keuangan (Neraca) atau Laporan Laba Rugi antara lain seperti dibawah ini.

A. Akun untuk Laporan Posisi Keuangan (neraca)


Akun-akun berikut dipergunakan untuk mencatat transaksi istishna’ dalam akuntansi pembeli yang terkait
dengan penyusunan laporan posisi keuangan (neraca):
1. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian
Akun ini dipergunakan untuk mencatat pembayaran termin yang ditagihkan oleh penjual sebesar
jumlah tagihan termin. Akun ini didebet pada saat dilakukan pembayaran termin sebesar termin
yang ditagihkan dan dikredit pada saat aset istishna’ selesai dan dilakukan penyerahan
2. Hutang Istishna’
Akun ini dipergunakan untuk mencatat tagihan termin yang diterima dari penjual dan merupakan
perkiraan lawan dari Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian pada saat diterima tagihan dari penjual.
Akun ini dikredit pada saat diterima tagihan dari penjual sebesar tagihan termin dan didebet pada
saat dilakukan pembayaran sebesar termin yang dibayar.
3. Aset/Persediaan Istishna’
Akun ini dipergunakan untuk mencatat aset istishna’ yang diperoleh melalui transaksi istishna’
dengan pembayaran tangguh lebih dari satu tahun sebesar biaya perolehan tunai dari aset istishna’
tersebut. Akun ini didebet pada saat diperoleh aset sebesar biaya perolehan tunainya dan di kredit
pada saat dialihkan pada pihak lain.
4. Beban Istishna’ Tangguhan
Akun ini dipergunakan untuk mencatat selisih antara harga beli yang disepakati pada akad istishna’
dengan pembayaran tangguh dan biaya perolehan tunai aset istishna’ saat diperoleh. Akun ini
didebet pada saat diperoleh aset sebesar selisih harga beli dalam akad dan biaya perolehan tunai.
Akun ini didebet pada saat dilakukan amortisasi sebesar beban istishna’ yang bersangkutan.

270 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


B. Akun untuk Laporan Laba Rugi
Akun-akun berikut dipergunakan untuk mencatat transaksi istishna’ dalam akuntansi pembeli yang
dipergunakan untuk menyusun laporan laba rugi
1. Beban Istishna’
Akun ini dipergunakan untuk mencatat beban istishna’ dari prosi angsuran yang dilakukan untuk
istishna’ dengan pembayaran tangguh. Akun ini didebet pada saat dilakukan pembayaran angsuran
atau pengakuan kewajiban angsuran sebesar porsinya dan dikredit untuk dipindahkan ke Laba rugi
tahun berjalan pada akhir tahun
Untuk memberikan gambaran yang lengkap dan jelas tentang akuntansi istishna’ bagi pembeli dapat
diberikan ilustrasi contoh sebagai berikut:
Contoh : 6-1 (ilustrasi umum)
Abubakar memiliki Yayasan Pendidikan Islam ”ABUBAKAR” dari TK hingga SMU. Sehubungan
dengan meningkatnya peminat sekolah tersebut, YPI Abubakar mengajukan permohonan untuk
melakukan penambahan beberapa kelas dan disepakati oleh LKS Amanah Gusti, dengan data-data
sebagai berikut:
Nama barang : Lokal kelas
Jumlah : Satu proyek dengan 3 kelas
Harga kontrak : Rp500.000.000,-
Spesifikasi : 6 x 9 m, dinding bata merah, atap asbes,
kerangka kayu mranti super
Jangka waktu penyelesaian : 4 bulan
Cara pembayaran disepakati dilakukan bertahap selama dalam proses penyelesaian proyek, sesuai
persentase penyelesaian proyek yaitu:
Bulan % pemb Pembayaran Jumlah
Maret 10% 100.000.000 100.000.000
April 50% 200.000.000 300.000.000
Mei 100% 200.000.000 500.000.000

Dari ilustrasi contoh di atas hanya ada dua permasalahan bagi pembeli yaitu pembayaran harga aset
istishna’ dan penerimaan aset istishna’ yang telah dipesan.

6.4.2 Pembayaran harga barang


Cara pembayaran harga aset istishna’ dapat dilakukan sesuai kesepakatan penjual dan pembeli, baik
dengan cara (1) dibayar dimuka seluruhnya atau (2) dilakukan pembayarannya selama dalam proses
pembuatan barang dan saat barang diserahkan harga barang telah dibayar lunas atau (3) pembayaran
dilakukan secara tangguh setelah barang diterima. PSAK 104 tentang akuntansi Istishna’ telah menjelaskan
perlakuan akuntansi cara pembayaran yang dilakukan pembeli sebagai berikut:
35. Pembeli mengakui aset istishna' dalam penyelesaian sebesar jumlah termin yang ditagih oleh
penjual dan sekaligus mengakui hutang istishna' kepada penjual.
36. Aset istishna' yang diperoleh melalui transaksi istishna' dengan pembayaran tangguh lebih dari
satu tahun diakui sebesar biaya perolehan tunai. Selisih antara harga beli yang disepakati
dalam akad istishna' tangguh dan biaya perolehan tunai diakui sebagai beban istishna'
tangguhan.
37. Beban istishna' tangguhan diamortisasi secara proporsional sesuai dengan porsi pelunasan
hutang istishna'.

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 271


Dari ilustrasi contoh di atas ada tiga tahapan pembayaran yang dilakukan oleh pembeli dalam jangka
waktu tiga bulan (sama dengan jangka waktu proses produksi aset istishna’) sesuai dengan persentase
penyelesian proyek.

A. Pembayaran harga barang seluruhnya dimuka


Pembayaran harga aset istishna’ dapat dilakukan sesuai kesepakatan diantaranya pembayaran harga
istishna’ dilakukan seluruhnya dimuka sebelum barang diproses atau diserahkan.
Contoh : 6-14
Atas pembangunan ruang kelas di YPI Abubakar dengan nilai kontrak Rp500.000.000,00 oleh YPI
Abubakar dilakukan pembayaran sekaligus pada saat akad ditanda tangani
Atas pembayaran seluruhnya harga aset istishna’ dimuka pada saat akad ditanda tangani, maka LKS
sebagai pembeli melakukan tahapan jurnal sebagai berikut:
1) Pada saat melakukan pembayaran seluruh harga aset istishna’ sebesar Rp500.000.000,00
Dr. Piutang Istishna’ Rp500.000.000,00
Cr. Kas Rp500.000.000,00
Aset istishna’ yang harganya dibayar seluruhnya dimuka sebelum barang dalam proses
produksi, merupakan karakter sama dengan karakter salam, oleh karena itu piutang istishna’ di atas
merupakan piutang produsen kepada pemesan untuk menyerahkan barang yang dipesan (bukan
piutang uang) sebagaimana karakter Piutang Salam.
2) Pada sat diterima aset istishna’ yang dipesan
Dr. Persediaan/Aset Istishna’ Rp500.000.000,00
Cr. Piutang Istishna’ Rp500.000.000,00

B. Pembayaran harga barang selama dalam proses produksi


Cara lain pembayaran istishna’ dilakukan bertahap selama dalam proses pembuatan aset istishna’.
Secara umum pembayaran dengan cara ini dilakukan oleh LKS sebagai penjual atau kontraktor
mengirimkan tagihan kepada pembeli akhir.
1) Pembayaran harga barang/proyek pada bulan Maret 2009
Pembayaran tagihan penjual bulan Maret 2009 dilakukan sesuai dengan akad yang disepakati yaitu
dilakukan berdasarkan persentase penyelesaian proses produksi aset istishna’ (10%)
Contoh : 6-15
Dilakukan pembayaran proyek pembangunan kelas YPI Abubakar kepada Lembaga Keuangan
Syariah sesuai kesepakatan dalam kontrak sebagai berikut:
Bulan % pemb Pembayaran Jumlah
Maret 10% 100.000.000 100.000.000

Atas pembayaran harga aset istishna’ tersebut nasabah sebagai pembeli melakukan jurnal sebagai berikut:
(a) Pada saat penerimaan tagihan termin dari penjual atau produsen sebesar Rp100.000.000,00
Dr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp100.000.000,00
Cr. Hutang Istishna’ Rp100.000.000,00
(b) Pada saat dilakukan pembayaran termin kepada penjual sebesar Rp100.000.000,00
Dr. Hutang Istishna’ Rp100.000.000,00
Cr. Kas/Rekening Nasabah Rp100.000.000,00

272 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Tagihan termin yang diterima dari penjual belum tentu dibayar seluruh oleh pembeli, ada
kemungkinan tagihan termin tersebut dibayar sebagian saja, misalnya dari tagihan tersebut hanya dibayar
sebesar Rp90.000.000,00 maka jurnal untuk butir b di atas menjadi:
Dr. Hutang Istishna’ Rp90.000.000,00
Cr. Kas/Rekening Nasabah Rp90.000.000,00
2) Pembayaran harga barang/proyek pada bulan April 2009
Tahap kedua pembayaran tagihan termin istishna’ dilakukan oleh pembeli untuk penyelesaian
proses produksi aset istishna’ sebesar 50%
Contoh : 6-16
Dilakukan pembayaran proyek pembangunan kelas YPI Abubakar tahap kedua kepada Lembaga
Keuangan Syariah sesuai kesepakatan dalam kontrak sebagai berikut:
Bulan % pemb Pembayaran Jumlah
Maret 10% 100.000.000 100.000.000
April 50% 200.000.000 300.000.000

Atas pembayaran harga aset istishna’ tersebut nasabah sebagai pembeli melakukan jurnal sebagai berikut:
a) Pada saat penerimaan tagihan termin dari penjual atau produsen sebesar Rp200.000.000,00
Dr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp200.000.000,00
Cr. Hutang Istishna’ Rp200.000.000,00
b) Pada saat dilakukan pembayaran termin kepada penjual sebesar Rp200.000.000,00
Dr. Hutang Istishna’ Rp200.000.000,00
Cr. Kas/Rekening Nasabah Rp200.000.000,00
3) Pembayaran harga barang/proyek pada bulan Mei 2009
Pembayaran tahap akhir harga aset istishna’ dilakukan setelah proses produksi aset istishna’ selesai
seluruhnya dan pembayaran juga dilakukan pembayaran pelunasan.
Contoh : 6 - 17
Dilakukan pembayaran proyek pembangunan kelas YPI Abubakar tahap kedua kepada Lembaga
Keuangan Syariah sesuai kesepakatan dalam kontrak sebagai berikut:
Bulan % pemb Pembayaran Jumlah
Maret 10% 100.000.000 100.000.000
April 50% 200.000.000 300.000.000
Mei 100% 200.000.000 500.000.000

Atas pembayaran harga aset istishna’ tersebut nasabah sebagai pembeli melakukan jurnal sebagai berikut:
a) Pada saat penerimaan tagihan termin dari penjual atau produsen sebesar Rp300.000.000,00
Dr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp300.000.000,00
Cr. Hutang Istishna’ Rp300.000.000,00
b) Pada saat dilakukan pembayaran termin kepada penjual sebesar Rp300.000.000,00
Dr. Hutang Istishna’ Rp300.000.000,00
Cr. Kas/Rekening Nasabah Rp300.000.000,00

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 273


C. Pembayaran harga barang secara tangguh setelah barang diterima
Aset istishna’ yang harganya dibayar secara tangguh setelah barang diterima, merupakan karakter
yang sama dengan murabahah dengan pembayaran tangguh. Oleh karena itu perlakuan akuntansinya tidak
berbeda dengan akuntansi pembeli pada akuntansi murabahah.

6.4.3 Penerimaan barang pesanan


Hak pembeli dalam transaksi istishna’ adalah penerimaan barang sesuai spesifikasi yang telah
disepakati, baik dari segi kualitas maupun kuantitas barangnya. Dalam PSAK 104 tentang akuntansi
istishna’, mengatur tentang penerimaan aset istishna’ sebagai berikut:
38. Jika barang pesanan terlambat diserahkan karena kelalaian atau kesalahan penjual dan
mengakibatkan kerugian pembeli, maka kerugian itu dikurangkan dari garansi penyelesaian
proyek yang telah diserahkan penjual. Jika kerugian tersebut melebihi garansi penyelesaian
proyek, maka selisihnya akan diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada penjual dan jika
diperlukan dibentuk penyisihan kerugian piutang.
39. Jika pembeli menolak menerima barang pesanan karena tidak sesuai dengan spesifikasi dan
tidak memperoleh kembali seluruh jumlah uang yang telah dibayarkan kepada penjual, maka
jumlah yang belum diperoleh kembali diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada penjual dan
jika diperlukan dibentuk penyisihan kerugian piutang.
40. Jika pembeli menerima barang pesanan yang tidak sesuai dengan spesifikasi, maka barang
pesanan tersebut diukur dengan nilai yang lebih rendah antara nilai wajar dan biaya perolehan.
Selisih yang terjadi diakui sebagai kerugian pada periode berjalan.
Penerimaan Barang Pesanan (Aset istishna’)
Dr. Aset Istishna’/Persediaan Rp500.000.000,00
Cr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesian Rp500.000.000,00

6.5. Akuntansi Istishna’ Paralel


Dalam melakukan transaksi istishna’, Lembaga Keuangan Syariah dapat bertindak sebagai penjual
atau produsen. Disisi lain Lembaga Keuangan Syariah dalam transaksi istishna’ dapat bertindak sebagai
pemesan. Selain kedua transaksi istishna’ tersebut, Lembaga Keuangan Syariah dapat bertindak sebagai
penjual atau produsen dan karena tidak memiliki tenaga atau kemampuan untuk mengerjakan, maka
pengerjaan aset istishna’ tersebut secara simultan diserahkan kepada pihak lain untuk memproduksi,
sehingga kedudukan Lembaga Keuangan Syariah bertindak sebagai pembeli. Transaksi istishna’ seperti ini
yang disebut dengan istishna’ paralel.
Dalam PSAK 104 tentang akuntansi istishna’ memberikan pengertian istishna’ paralel sebagai berikut:
41. Dalam istishna' paralel, jika pembeli menolak menerima barang pesanan karena tidak sesuai
dengan spesifikasi yang disepakati, maka barang pesanan diukur dengan nilai yang lebih
rendah antara nilai wajar dan harga pokok istishna'. Selisih yang terjadi diakui sebagai
kerugian pada periode berjalan.
Sedangkan pengakuan pendapatan istishna’ paralel, diatur dalam satu sub bab dengan pendapatan
istishna’ (prgf 16 sd 18) pada PSAK 104 tentang akuntansi istishna’ sebagai berikut:
16. Pendapatan istishna' diakui dengan menggunakan metode persentase penyelesaian atau
metode akad selesai. Akad dikatakan selesai jika proses pembuatan barang pesanan selesai
dan diserahkan kepada pembeli.

274 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


17. Jika metode persentase penyelesaian digunakan, maka:
(a) bagian nilai akad yang sebanding dengan pekerjaan yang telah diselesaikan dalam
periode tersebut diakui sebagai pendapatan istishna' pada periode yang bersangkutan;
(b) bagian margin keuntungan istishna' yang diakui selama periode pelaporan ditambahkan
kepada aset istishna' dalam penyelesaian; dan
(c) pada akhir periode harga pokok istishna' diakui sebesar biaya istishna' yang telah
dikeluarkan sampai dengan periode tersebut.
18. Jika estimasi persentase penyelesaian akad dan biaya untuk penyelesaiannya tidak dapat
ditentukan secara rasional pada akhir periode laporan keuangan, maka digunakan metode
akad selesai dengan ketentuan sebagai berikut:
(a) tidak ada pendapatan istishna' yang diakui s/d pekerjaan tersebut selesai;
(b) tidak ada harga pokok istishna’ yang diakui sampai dengan pekerjaan tersebut selesai;
(c) tidak ada bagian keuntungan yang diakui dalam istishna’ dalam penyelesaian sampai
dengan pekerjaan tersebut selesai; dan
(d) pengakuan pendapatan istishna’, harga pokok istishna’, dan keuntungan dilakukan
hanya pada akhir penyelesaian pekerjaan.
Dalam PSAK 104 tentang akuntansi istishna’ juga mengatur tentang Biaya Perolehan Istishna’ Paralel
sebagai berikut:
28. Biaya istishna’ paralel terdiri dari:
(a) biaya perolehan barang pesanan sebesar tagihan produsen atau kontraktor kepada
entitas;
(b) biaya tidak langsung adalah biaya overhead, termasuk biaya akad dan praakad; dan
(c) semua biaya akibat produsen atau kontraktor tidak dapat memenuhi kewajibannya, jika
ada.
29. Biaya perolehan istishna’ paralel diakui sebagai aset istishna’ dalam penyelesaian pada saat
diterimanya tagihan dari produsen atau kontraktor sebesar jumlah tagihan.
Akuntansi istishna’ parelal sebagian telah diberikan ilustrasi contoh yang telah dibahas di depan
dalam istishna’ dengan pembayaran tangguh, namun untuk memberikan gambaran yang lebih lengkap
berikut akan dibahas akuntansi istishna’ dengan kondisi sebagai berikut:
1. Istishna’ Paralel dimana biaya aset istishna’ yang dibayar kepada sub kontraktor sama dengan nilai
tunai saat penyerahan barang kepada pembeli akhir, sehingga LKS tidak mengambil keuntungan atas
aset istishna’ dari sub kontraktor
2. Istishna’ Paralel dimana biaya aset istishna’ yang dibayar kepada sub kontraktor sebagai produsen
tidak sama (biasanya lebih rendah) dari nilai tunai saat penyerahan barang kepada pembeli akhir,
sehingga dalam hal ini LKS mengambil keuntungan dari aset istishna’ yang dibuat sub kontraktor.
3. Istishna’ Paralel, dimana jangka waktu pembuatan aset istishna’ yang dilakukan oleh sub kontraktor
sama dengan lama jangka waktu pembayaran yang dilakukan oleh pembeli akhir.

6.5.1 Istishna’ Paralel - biaya sub kontraktor sama dengan nilai tunai
penyerahan
Dalam istishna’ paralel akad antara Lembaga Keuangan Syariah dengan pembeli akhir dan akad
antara Lembaga Keuangan Syariah dengan sub kontraktor sebagai produsen tidak diperkenankan saling
mempengaruhi. Dalam istishna’ paralel secara umum jangka waktu penyelesaian aset istishna’ yang
dilakukan oleh sub kontraktor lebih pendek dari pada jangka waktu yang disepakati oleh Lembaga
Keuangan Syariah kepada pembeli akhir. Di sisi lain pembayaran oleh pembeli akhir dilakukan secara
tangguh dengan angsuran sejak dimulai proses pembuatan aset istishna’. Juga dapat terjadi biaya aset
istishna’ yang dibayar kepada sub kontraktor sama dengan nilai tunai saat penyerahan (harga yang dibayar

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 275


kepada sub kontraktor merupakan harga pokok penjualan aset istishna’ kepada pembeli akhir), sehingga
Lembaga Keuangan Syariah tidak memperhitungkan keuntungan kepada sub kontraktor. Oleh karena
Lembaga Keuangan Syariah sebagai produsen tidak menghitung keuntungan, maka tidak dilakukan
pengakuan pendapatan baik secara persentase penyelesaian (prosentage method) atau metode selesai
(completed method). Lembaga Keuangan Syariah hanya memperhitungkan keuntungan kepada pembeli
akhir sebagai penjual aset istishna’.
Contoh : 6-18
Pada tanggal 1 Juni 2009 Bank Syariah “Al Hidayah” menyetujui pembuatan rumah dari Gaston
salah satu nasabah program “KPR MANDIRI” dengan spesifikasi sebagai berikut:
Luas Tanah : 120 m2
Luas bangunan : 45 m2
Kontruksi : pondasi batu kali, tembok bata merah dan plesteran, Genteng
plentong, kayu kamper medan
Listik : 450 wats
Air : pompa tangan
Penyerahan rumah : 6 bulan setelah akan ditandatangani
Jangka waktu : Harga jual Rp72.000.000,00 dan diangsur per bulan Rp1.200.000,00
pembayaran selama 60 bulan, sejak pembangunan rumah setiap tanggal 25
dimulai 25 Juli 2009
Lokasi : Perumahan MUSLIM MANDIRI, Pdk Gede, Bekasi
Untuk keperluan tersebut “Al Hidayah” pada tanggal 2 Juni 2009 melakukan kontrak
pembanguan rumah dengan kontraktor “PT. WIJAYA” developer perumahan Muslim Mandiri
dengan spesifikasi sebagaimana tersebut di atas, penyerahan dilakukan 4 bulan setelah akad ditanda
tangani sebesar Rp60.000.000,00 dengan pembayaran sebagai berikut:
1. Tanggal 2 Juli 2009 dibayar termin pertama pada saat penyelesaian proyek 25% sebesar
Rp15.000.000,00
2. Tanggal 2 Agustus 2009 dibayar termin kedua pada saat penyelesaian proyek 60%
sebesar Rp21.000.000,00
3. Tanggal 2 September 2009 dibayar termin ketiga pada saat penyelesaian proyek 100%
sebesar Rp24.000.000,00
Dari contoh di atas digambarkan bahwa masa penyelesaian proses produksi aset istishna’ dalam
jangka waktu 4 bulan dengan harga perolehan (harga yang dibayarkan ke kontraktor) sebesar
Rp60.000.000,00 dengan pembayaran secara bertahap. Sedangkan aset istishna’ tersebut dijual kepada
nasabah sebagai pemesan sebesar Rp72.000.000,00 dengan masa pembayaran selama 60 bulan (5 tahun)
dan pembayaran dimulai dari sejak proses produksi aset istishna’. Dalam pembahasan pengakuan
pendapatan istishna’ sesuai dengan persentase penyelesaian ini akan dibahas akuntansi pada tahapan
penyelesaian sesuai persentase penyelesiannya yaitu:
(a) tahapan penyelesaian sebesar 25%
(b) tahapan penyelesaian sebesar 60%
(c) tahapan penyelesaian sebesar 100%

A. Pembayaran tahap pertama (penyelesaian 25% )


Dalam pembayaran pertama ini dengan prosentase penyelesaian proyek sebesar 25%, akan dibahas
akuntansi Lembaga Keuangan Syariah sebagai pembeli akan dibahas akuntansi Lembaga Keuangan Syariah
sebagai penjual pada saat penerimaan pembayaran angsuran yang dilakukan oleh pembeli akhir (Gaston).
Dalam tahap ini proses dan skema transaksi istishna’ dengan penyelesaian proyek 25% dapat digambarkan
sebagai berikut:

276 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Gambar 6 – 14 : skema istishna’ penyelesaian 25% (paralel biaya subkon sama dg nilai tunai)
Dari skema transaksi istishna’ yang digambarkan di atas, dilakukan jurnal transaksi istishna’ yang di
lakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah baik sebagai produsen maupun sebagai pemesan sebagai berikut:
1) Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah sebagai pembeli
Oleh karena transaksi istishna’ tersebut di atas merupakan transaksi istishna’ paralel, maka dalam
melaksanakan transaksi dengan PT Wijaya sebagai sub kontraktor, kedudukan LKS Al Hidayah sebagai
pemesan/pembeli, tetapi dilihat dari transaksi yang dilakukan dengan sdr Gaston sebagai pembeli akhir,
maka LKS Al Hidayah kedudukannya sebagai produsen atau pembuat.
(a) Tanggal 1 Juli 2009 LKS Al Hidayah menerima tagihan dari sub kontraktor PT. Wijaya sebesar
penyelesaian proyek 25% x Rp60.000.000,00 = Rp15.000.000,00.
Dengan diterimanya tagihan dai sub kontraktor tersebut, LKS Al Hidayah melakukan jurnal sebagai
berikut:
Dr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp15.000.000,00
Cr. Hutang Istishna’ Rp15.000.000,00
(b) Tanggal 2 Juli 2009 LKS Al Hidayah melakukan pembayaran tagihan sub-kontraktor PT Wijaya
sebesar Rp15.000.000,00.
Atas pembayaran tagihan sub kontraktor tersebut, Lembaga Keuangan Syariah melakukan jurnal
sebagai berikut:
Dr. Hutang Istishna’ Rp15.000.000,00
Cr. Kas Rp15.000.000,00

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 277


Dengan adanya jurnal di atas mengakibatkan perubahan posisi akun-akun dan penyajian dalam
Laporan Keuangan dalam LKS Al Hidayah menjadi sebagai berikut:

ASET ISTISHNA’ DALAM PENYELESAIAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/07 Pembayaran termin 1 15.000.000
Saldo 15.000.000
15.000.000 15.000.000

HUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/07 Pembayaran 15.000.000 01/07 Tagihan termin ke1 15.000.000
Saldo 00
15.000.000 15.000.000

NERACA
Per 02 Juli 2009
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Aset Istishna’ Dlm Penyelesaian 15.000.000 Hutang Istishna’ 00

2) Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah sebagai penjual


Dalam transaksi istishna’ dengan Gaston kedudukan LKS Al Hidayah sebagai penjual atau
produsen, sehingga dengan penyelesaian proyek sebesar 25%, maka LKS melakukan atau memiliki tagihan
kepada Gaston sebesar nilai proyek yang telah diselesaikan. Tagihan ini harus dilaksanakan supaya timbul
piutang istishna’ yang pembayarannya dilakukan secara angsuran oleh Gaston.
(a) Tanggal 05 Juli 2009 LKS Al Hidayah menyerahkan tagihan aset istishna’ kepada Sdr Gaston
sebagai pembeli akhir sebesar 25% x Rp72.000.000,00 = Rp18.000.000,00 .
Dengan adanya pengiriman tagihan di atas maka Lembaga Keuangan Syariah melakukan
jurnal sebagai berikut:
Dr. Piutang Istishna’ Rp18.000.000,00
Cr. Termin Istishna’ Rp15.000.000,00
Cr. Keuntungan Istishna’ Tangguhan Rp 3.000.000,00
Transaksi ini dilakukan karena Sdr Gaston sebagai pembeli akhir melakukan pembayaran
secara angsuran, dengan perhitungan sebagai berikut :
Harga jual LKS ke pembeli akhir Rp72.000.000,00
Penyelesaikan 25% = 25% x Rp72.000.000 = Rp18.000.000,00

Harga jual Rp18.000.000,00


Harga pokok barang (25% x 60 Jt) Rp15.000.000,00
---------------------
Keuntungan Istishna’ Tangguhan Rp 3.000.000,00
Dengan adanya jurnal di atas mengakibatkan posisi akun-akun dan penyajian dalam Laporan
Keuangan dalam LKS Al Hidayah menjadi sebagai berikut:

278 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


PIUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
05/07 Termin pertama 18.000.000
Saldo 18.000.000
18.000.000 18.000.000

KEUNTUNGAN ISTISHNA’ TANGGUHAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Termin pertama 3.000.000
Saldo 3.000.000
3.000.000 3.000.000

TERMIN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/07 Penyelesaian 25% 15.000.000
Saldo 15.000.000
15.000.000 15.000.000

NERACA
Per 05 Juli 2009
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Piutang Istishna’ 18.000.000 Hutang istishna’ 00
Keuntungan Istishna’ Tangguhan (3.000.000)
Aset Istishna’ dlm Penyelesaian 15.000.000
Termin Istishna’ (15.000.000)
(b) Tanggal 25 Juli 2009 Lembaga Keuangan Syariah menerima pembayaran angusuran bulan pertama
oleh nasabah (Gaston) sebesar Rp1.200.000,00
Dengan adanya pembayaran angsuran tersebut, maka jurnal yang dilakukan Lembaga Keuangan
Syariah sama dengan jurnal penerimaan angsuran murabahah dengan angsuran (pembayaran
tangguh) dengan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas Rp1.200.000,00
Dr. Keuntungan Istishna’ Tangguhan Rp 200.000,00
Cr. Piutang Istishna’ Rp1.200.000,00
Cr. Pendapatan Keuntungan Istishna’ Rp 200.000,00
Dengan adanya jurnal tersebut mengakibatkan posisi Akun-akun dan penyajian dalam Laporan
Keuangan dalam Lembaga Keuangan Syariah menjadi sebagai berikut:
PIUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
05/07 Termin pertama 18.000.000 25/07 Pembayaran Angs bln-1 1.200.000
Saldo 16.800.000
18.000.000 18.000.000

KEUNTUNGAN ISTISHNA’ TANGGUHAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/07 Pembayaran angs bln 1 200.000 05/07 Termin pertama 3.000.000
Saldo 2.800.000
3.000.000 3.000.000

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 279


NERACA
Per 25 Juli 2009
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Piutang Istishna’ 16.800.000 Hutang istishna’ 00


Keuntungan Istishna’ Tangguhan (2.800.000)
Aset Istishna’ dlm Penyelesaian 15.000.000
Termin Istishna’ (15.000.000) Laba rugi tahun berjalan
Jika pada tahap ini tidak dilakukan tagihan kepada Gaston sebagai pembeli akhir, sehingga belum
timbul Piutang Istishna’, maka pada saat Gaston melakukan pembayaran angsuran dicatat seagai ”Titipan
Angsuran” sehingga jurnal yang dilakukan adalah :
Dr. Kas Rp1.200.000,00
Cr. Titipan Angsuran Istishna’ Rp1.200.000,00
Atas jurnal di atas, mengakibatkan perubahan posisi akun-akun dan Laporan Keuangan LKS AL
Hidayah sebagai berikut:
TITIPAN ANGSURAN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/07 Angsuran pertama 1.200.000
Saldo 1.200.000
1.200.000 1.200.000

NERACA
Per 25 Juli 2009
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Hutang istishna’ 00
Aset Istishna’ dlm Penyelesaian 15.000.000 Titipan Angsuran Istishna’ 1.200.000
Laba rugi tahun berjalan

B Pembayaran tahap kedua (penyelesaian 60%)


Pada tahap pembayaran yang kedua ini penyelesaian proyek sebesar 60%, sehingga transaksi
istishna’ pada tahapan tersebut digambarkan dalam skema sebagai berikut :

280 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Gambar 6-15 : Skema penyelesaian proyek 60% (paralel biaya subkon sama dg nilai tunai)
Dari skema transaksi istishna’ yang digambarkan di atas, dilakukan jurnal transaksi istishna’ yang di
lakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah baik sebagai produsen maupun sebagai pemesan sebagai berikut:
1) Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah sebagai pembeli
Oleh karena transaksi istishna’ tersebut di atas merupakan transaksi istishna’ paralel, maka dalam
melaksanakan transaksi dengan PT Wijaya sebagai sub kontraktor, kedudukan LKS Al Hidayah sebagai
pemesan/pembeli, tetapi dilihat dari transaksi yang dilakukan dengan sdr Gaston sebagai pembeli akhir,
maka LKS Al Hidayah kedudukannya sebagai produsen atau pembuat.
(a). Tanggal 1 Agustus 2009 LKS AL Hidayah menerima tagihan dari kontraktor PT. Wijaya tahap
kedua sebesar Rp21.000.000,00 dengan rincian sebagai berikut:
penyelesaian proyek 60% x Rp60.000.000,00 = Rp36.000.000,00
Pembayaran termin pertama Rp15.000.000,00
-----------------------
Tagihan termin tahap kedua Rp21.000.000,00
Dengan adanya transaksi tersebut maka LKS Al Hidayah sebagai produsen melakukan jurnal
sebagai berikut:
Dr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp21.000.000,00
Cr. Hutang Istishna’ Rp21.000.000,00
(b). Tanggal 2 Agustus 2009 LKS Al Hidayah sebagai pemesan melakukan pembayaran tagihan termin
tahap kedua ke PT Wijaya sebagai kontraktor sebesar Rp21.000.000,00

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 281


Dengan adanya transaksi di atas maka LKS Al Hidayah sebagai produsen melakukan jurnal sebagai
berikut:
Dr. Hutang Istishna’ Rp21.000.000,00
Cr. Kas Rp21.000.000,00
Dengan adanya jurnal penyesuaian tersebut mengakibatkan posisi Akun-akun dan penyajian dalam
Laporan Keuangan dalam Lembaga Keuangan Syariah menjadi sebagai berikut:

ASET ISTISHNA’ DALAM PENYELESAIAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/07 Pembayaran termin 1 15.000.000
02/08 Pembayaran termin 2 21.000.000
Saldo 36.000.000
36.000.000 36.000.000

HUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/07 Pembayaran 15.000.000 01/07 Tagihan termin ke1 15.000.000
02/08 Pembayaran 21.000.000 01/08 Tagihan termin ke2 21.000.000
Saldo 00
36.000.000 36.000.000

NERACA
Per 2 Agustus 2009
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Piutang Istishna’ 16.800.000 Hutang istishna’ 00


Keuntungan Istishna’ Tangguhan (2.800.000)

Aset Istishna’ dlm Penyelesaian 36.000.000


Termin Istishna’ (15.000.000) Laba rugi tahun berjalan
Keuntungan istishna’ 1.200.000
2) Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah sebagai penjual
Dalam transaksi istishna’ dengan Gaston kedudukan LKS Al Hidayah sebagai penjual atau
produsen, sehingga dengan penyelesaian proyek sebesar 60%, maka LKS melakukan atau memiliki tagihan
kepada Gaston sebagai pembeli akhir. Tagihan ini harus dilaksanakan supaya timbul piutang istishna’ yang
pembayarannya dilakukan secara angsuran oleh Gaston.
(a) Tanggal 05 Agustus 2009 LKS Al Hidayah melakukan penyerahan tagihan termin tahap kedua
kepada Gaston sebagai pembeli akhir sebesar Rp25.200.000 dengan rincian sebagai berikut:
Nilai penyelesaian barang : 60% x Rp72.000.000 = Rp43.200.000,00
Tagihan termin tahap pertama Rp18.000.000,00
-----------------------
Tagihan tahap kedua Rp25.200.000,00
Tagihan terkandung keuntungan dan harga pokok barang dan oleh Gaston pembayarannya
dilakukan secara angsuran (tidak sekaligus), sehingga atas transaksi di atas maka Lembaga Keuangan
Syariah melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Piutang Istishna’ Rp25.200.000,00
Cr. Termin Istishna’ Rp21.000.000,00
Cr. Keuntungan Istishna’ Tangguhan Rp 4.200.000,00

282 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Transaksi ini dilakukan untuk pengakuan piutang istishna’ karena pembeli akhir melakukan
pembayaran secara angsuran, dengan perhitungan sebagai berikut :
Harga jual LKS ke pembeli akhir Rp72.000.000,00
Penyelesaikan kesatu 25% = 25% x Rp72.000.000,00 = Rp18.000.000,00
Penyelesaikan kedua 60% = 60% x Rp72.000.000,00 = Rp43.200.000,00
Perhitungan keuntungan Juli 2009 Akumulasi sd Beban Agustus
Agustus 2009 2009
Harga jual 18.000.000 43.200.000 25.200.000
Harga pokok barang (persediaan) 15.000.000 36.000.000 21.000.000
Keuntungan Tangguhan 3.000.000 7.200.000 4.200.000
Dengan adanya jurnal di atas mengakibatkan posisi Akun-akun dan penyajian dalam Laporan
Keuangan dalam Lembaga Keuangan Syariah menjadi sebagai berikut:

TERMIN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/07 Penyelesaian 25% 15.000.000
02/08 Penyelesaian 60% 21.000.000
Saldo 36.000.000
36.000.000 36.000.000

PIUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
05/07 Termin pertama 18.000.000 25/07 Pembayaran Angs bl-1 1.200.000
05/08 Termin kedua 25.200.000
Saldo 42.000.000
43.200.000 43.200.000

KEUNTUNGAN ISTISHNA’ TANGGUHAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/07 Pembayaran angs bln 1 200.000 05/07 Termin pertama 3.000.000
05/08 Termin kedua 4.200.000
Saldo 200.000
7.200.000 7.200.000

NERACA
Per 5 Agustus 2009
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Piutang Istishna’ 42.000.000 Hutang istishna’ 00


Keuntungan Istishna’ Tangguhan (7.000.000)

Aset Istishna’ dlm Penyelesaian 36.000.000


Termin Istishna’ (36.000.000) Laba rugi tahun berjalan

(b) Tanggal 25 Agustus 2009 LKS Al Hidayah menerima pembayaran angsuran bulan kedua dari
Gaston sebagai pembeli akhir sebesar Rp1.200.000,00

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 283


Dengan adanya pembayaran angsuran tersebut, maka jurnal yang dilakukan LKS Al Hidayah
sama dengan jurnal penerimaan angsuran murabahah dengan angsuran (pembayaran tangguh)
dengan jurnal sebagai berikut :
Dr. Kas Rp1.200.000,00
Dr. Keuntungan Istishna’ Tangguhan Rp 200.000,00
Cr. Piutang Istishna’ Rp1.200.000,00
Cr. Pendapatan Keuntungan Istishna’ Rp 200.000,00
Dengan adanya jurnal di atas mengakibatkan posisi Akun-akun dan penyajian dalam Laporan
Keuangan dalam LKS Al Hidayah menjadi sebagai berikut:

PIUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
05/07 Termin pertama 18.000.000 25/07 Pembayaran Angs bln-1 1.200.000
05/08 Termin kedua 25.200.000 25/08 Pembayaran angs ke2 1.200.000
Saldo 40.800.000
43.200.000 43.200.000

KEUNTUNGAN ISTISHNA’ TANGGUHAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/07 Pembayaran angs bln 1 200.000 05/07 Termin pertama 3.000.000
25/08 Pembayaran angs ke 2 200.000 05/08 Termin kedua 4.200.000
Saldo 6.800.000
7.200.000 7.200.000

NERACA
Per 25 Agustus 2009
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Piutang Istishna’ 40.800.000 Hutang istishna’ 00


Keuntungan Istishna’ Tangguhan (6.800.000)

Aset Istishna’ dlm Penyelesaian 36.000.000


Termin Istishna’ (36.000.000) Laba rugi tahun berjalan

Jika pada tahap ini tidak dilakukan tagihan kepada Gaston sebagai pembeli akhir, sehingga belum
timbul Piutang Istishna’, maka pada saat Gaston melakukan pembayaran angsuran dicatat seagai ”Titipan
Angsuran” sehingga jurnal yang dilakukan adalah :
Dr. Kas Rp1.200.000,00
Cr. Titipan Angsuran Istishna’ Rp1.200.000,00
Atas jurnal di atas, mengakibatkan perubahan posisi akun-akun dan Laporan Keuangan LKS AL
Hidayah sebagai berikut:
TITIPAN ANGSURAN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/07 Angsuran pertama 1.200.000
25/08 Angsuran kedua 1.200.000
Saldo 2.400.000
2.400.000 2.400.000

284 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


NERACA
Per 25 Agustus 2009
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Hutang istishna’ 00
Aset Istishna’ dlm Penyelesaian 36.000.000 Titipan Angsuran Istishna’ 2.4000.000
Laba rugi tahun berjalan

C. Pembayaran tahap kedua (penyelesaian 100%)


Dengan adanya penyelesaian proyek (progres 100%), maka seluruh kegiatan transaksi istishna’
paralel tersebut dapat digambarkan dengan skema sebagai berikut:

Gambar 6-16 : Skema penyelesaian proyek 100% (paralel biaya subkon sama dg nilai tunai)
Dari skema transaksi istishna’ yang digambarkan di atas, dilakukan jurnal transaksi istishna’ yang di
lakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah baik sebagai produsen maupun sebagai pemesan sebagai berikut:
1) Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah sebagai pembeli
Oleh karena transaksi istishna’ tersebut di atas merupakan transaksi istishna’ paralel, maka dalam
melaksanakan transaksi dengan PT Wijaya sebagai sub kontraktor, kedudukan LKS Al Hidayah sebagai
pemesan/pembeli, tetapi dilihat dari transaksi yang dilakukan dengan sdr Gaston sebagai pembeli akhir,
maka LKS Al Hidayah kedudukannya sebagai produsen atau pembuat.
(a) Tanggal 1 September 2009 LKS Al Hidayah sebagai pemesan menerima tagihan tahap akhir dari
kontraktor PT. Wijaya sebesar sisa proyek Rp23.200.000,00 dengan rincian sebagai berikut:

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 285


Harga kontrak Rp58.000.000,00
Pembayaran pertama Rp14.500.000,00
Pembayaran kedua Rp20.300.000,00
Rp34.800.000,00
--------------------
Sisa pembayaran harga kontrak Rp23.200.000,00
Dengan diterima tagihan dari PT Wijaya sebagai sub kontraktor tersebut, LKS Al Hidayah
melakukan jurnal sebagai berikut :
Dr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp23.200.000,00
Cr. Hutang Istishna’ Rp23.200.000,00
(b) Tanggal 2 September 2009 LKS Al Hidayah melakukan pembayaran tagihan termin tahap terakhir
ke PT Wijaya sebagai sub kontraktor sebesar Rp23.200.000,00
Dengan adanya transaksi di atas maka LKS Al Hidayah melakukan jurnal sbb:
Dr. Hutang Istishna’ Rp23.200.000,00
Cr. Kas Rp23.200.000,00
Dengan adanya jurnal penyesuaian tersebut mengakibatkan posisi akun-akun dan penyajian dalam
Laporan Keuangan dalam LKS Al Hidayah menjadi sebagai berikut:

ASET ISTISHNA’ DALAM PENYELESAIAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/07 Pembayaran termin 1 15.000.000
02/08 Pembayaran termin 2 21.000.000
02/09 Pembayaran termin 3 24.000.000
60.000.000 60.000.000

HUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/07 Pembayaran 15.000.000 01/07 Tagihan termin ke1 15.000.000
02/08 Pembayaran 21.000.000 01/08 Tagihan termin ke2 21.000.000
02/09 Pembayaran 24.000.000 01/09 Tagihan termin ke 3 24.000.000
Saldo 00
60.000.000 60.000.00

NERACA
Per 02 September 2009
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Piutang Istishna’ 40.800.000 Hutang istishna’ 00


Keuntungan Istishna’ Tangguhan (6.800.000)
Aset Istishna’ dlm Penyelesaian 60.000.000
Laba rugi tahun berjalan

2) Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah sebagai penjual


Dalam transaksi istishna’ dengan Gaston kedudukan LKS Al Hidayah sebagai penjual atau
produsen, sehingga dengan penyelesaian proyek sebesar 100%, maka LKS melakukan atau memiliki
tagihan kepada Gaston sebagai pembeli akhir. Tagihan ini harus dilaksanakan supaya timbul piutang
istishna’ yang pembayarannya dilakukan secara angsuran oleh Gaston.

286 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


(a) Tanggal 05 September 2009 LKS AL Hidayah melakukan penyerahan tagihan tahap akhir kepada
Gaston sebagai pembeli akhir sebesar Rp28.800.000,00 dengan rincian sebagai berikut:
Harga barang Rp72.000.000,00
Penyerahan pertama Rp18.000.000,00
Penyerahan kedua Rp25.200.000,00
Rp43.200.000,00
---------------------
Sisa nilai harga barang Rp 28.800.000,00
Dengan adanya transaksi di atas maka LKS Al Hidayah melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Piutang Istishna’ Rp28.800.000,00
Cr. Termin Istishna’ Rp24.000.000,00
Cr. Keuntungan Istishna’ Tangguhan Rp 4.800.000,00
Transaksi ini dilakukan untuk pengakuan piutang istishna’ karena pembeli akhir melakukan
pembayaran secara angsuran, dengan perhitungan sebagai berikut :
Juli 2009 Akumulasi Akumulasi Beban Sept 2009
Agustus 09 Sept 2009
Harga jual 18.000.000 43.200.000 72.000.000 28.800.000
Harga pokok brg (persediaan) 15.000.000 36.000.000 60.000.000 24.000.000
Keuntungan Tangguhan 3.000.000 7.200.000 12.000.000 4.800.000
Dengan adanya jurnal tersebut mengakibatkan posisi Akun-akun dan penyajian dalam Laporan
Keuangan dalam Lembaga Keuangan Syariah menjadi sebagai berikut:

TERMIN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/07 Penyelesaian 25% 15.000.000
02/08 Penyelesaian 60% 21.000.000
Saldo 60.000.000 02/09 Penyelesaian 100% 24.000.000
60.000.000 60.000.000

PIUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
05/07 Termin pertama 18.000.000 25/07 Pembayaran Angs bl-1 1.200.000
05/08 Termin kedua 25.200.000 25/08 Pembayaran angs ke2 1.200.000
05/09 Termin ketiga 28.800.000 Saldo 69.600.000
72.000.000 72.000.000

KEUNTUNGAN ISTISHNA’ TANGGUHAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/07 Pembayaran angs bln 1 200.000 05/07 Termin pertama 3.000.000
25/08 Pembayaran angs ke 2 200.000 05/08 Termin kedua 4.200.000
Saldo 11.600.000 05/09 Termin ketiga 4.800.000
12.000.000 12.000.000

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 287


NERACA
Per 5 September 2009
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Piutang Istishna’ 69.600.000 Hutang istishna’ 00


Keuntungan Istishna’ Tangguhan (11.600.000)
Aset Istishna’ dlm Penyelesaian 60.000.000
Termin Istishna’ (60.000.000) Laba rugi tahun berjalan

(b) Tanggal 25 September 2009 LKS Al Hidayah menerima pembayaran angusuran bulan ketiga dari
Gaston sebagai pembeli akhir sebesar Rp1.200.000,00
Dengan adanya pembayaran angsuran tersebut, maka jurnal yang dilakukan LKS Al Hidayah sama
dengan jurnal penerimaan angsuran murabahah dengan angsuran (pembayaran tangguh) dengan
jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas Rp1.200.000
Dr. Keuntungan Istishna’ Tangguhan Rp 200.000
Cr. Piutang Istishna’ Rp1.200.000
Cr. Pendapatan Keuntungan Istishna’ Rp 200.000
Dengan adanya jurnal di atas mengakibatkan posisi akun-akun dan penyajian dalam Laporan
Keuangan dalam LKS Al Hidayah menjadi sebagai berikut:

PIUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
05/07 Termin pertama 18.000.000 25/07 Pembayaran Angs bl-1 1.200.000
05/08 Termin kedua 25.200.000 25/08 Pembayaran angs ke2 1.200.000
05/09 Termin ketiga 28.800.000 25/09 Pembayaran angs ke 3 1.200.000
Saldo 68.400.000
72.000.000 72.000.000

KEUNTUNGAN ISTISHNA’ TANGGUHAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/07 Pembayaran angs bln 1 200.000 05/07 Termin pertama 3.000.000
25/08 Pembayaran angs ke 2 200.000 05/08 Termin kedua 4.200.000
25/09 Pembayaran angs ke3 200.000 05/09 Termin ketiga 4.800.000
Saldo 11400.000
12.000.000 12.000.000

NERACA
Per 25 September 2009
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Piutang Istishna’ 68.400.000 Hutang istishna’ 00


Keuntungan Istishna’ Tangguhan (11.400.000) Laba rugi tahun berjalan
Aset Istishna’ dlm Penyelesaian 60.000.000 Keuntungan istishna’ 2.000.000
Termin Istishna’ (60.000.000)

288 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


3) Penyerahan proyek kepada pembeli akhir
Dengan adanya penyelesaian proyek pembangunan rumah Gaston, maka pada saat penyerahan
rumah LKS Al Hidayah melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Termin Istishna’ Rp60.000.000,00
Cr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp60.000.000,00
Dengan adanya jurnal tersebut mengakibatkan posisi Akun-akun dan penyajian dalam Laporan
Keuangan Lembaga Keuangan Syariah menjadi sebagai berikut:

TERMIN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/09 Penyerahan proyek 60.000.000 02/07 Penyelesaian 25% 15.000.000
02/08 Penyelesaian 60% 21.000.000
Saldo 00 02/09 Penyelesaian 100% 24.000.000
60.000.000 60.000.000

ASET ISTISHNA’ DALAM PENYELESAIAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/07 Pembayaran termin 1 15.000.000 25/09 Penyelesaian proyek 60.000.000
02/08 Pembayaran termin 2 21.000.000
02/09 Pembayaran termin 3 24.000.000
60.000.000 60.000.000

NERACA
Per 25 September 2009
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Piutang Istishna’ 68.400.000 Hutang istishna’ 00


Keuntungan Istishna’ Tangguhan (11.400.000) Laba rugi tahun berjalan
Aset Istishna’ dlm Penyelesaian 00 Keuntungan istishna’ 2.000.000
Termin Istishna’ (00)

Jika pada tahap ini tidak dilakukan tagihan kepada Gaston sebagai pembeli akhir, sehingga belum
timbul Piutang Istishna’, maka pada saat Gaston melakukan pembayaran angsuran dicatat seagai ”Titipan
Angsuran” sehingga jurnal yang dilakukan adalah :
Dr. Kas Rp1.200.000,00
Cr. Titipan Angsuran Istishna’ Rp1.200.000,00
Atas jurnal di atas, mengakibatkan perubahan posisi akun-akun dan Laporan Keuangan LKS AL
Hidayah sebagai berikut:
TITIPAN ANGSURAN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/07 Angsuran pertama 1.200.000
25/08 Angsuran kedua 1.200.000
25/09 Angsuran ketiga 1.200.000
Saldo 3.600.000
3.600.000 3.600.000

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 289


NERACA
Per 25 September 2009
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Hutang istishna’ 00
Aset Istishna’ dlm Penyelesaian 60.000.000 Titipan Angsuran Istishna’ 3.600.000
Laba rugi tahun berjalan
Pada saat penyerahan rumah/proyek (sebagai barang pesanan istishna’) kepada Gaston sebagai
pembeli akhir, LKS Al Hidayah melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Persediaan/Aset Istishna’ Rp60.000.000,00
Cr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp60.000.000
Dr. Piutang Istishna’ Rp72.000.000,00
Cr. Persediaan/Aset Istishna’ Rp60.000.000,00
Cr. Keuntungan Istishna’ Tangguhan Rp12.000.000,00
Dr. Titipan Angsuran Istishna’ Rp3.600.000,00
Dr. Keuntungan Istishna’ Tangguhan Rp 600.000,00
Cr. Piutang Istishna’ Rp3.600.000,00
Cr. Pendapatan Keuntungan Istishna’ Rp 600.000,00
Atas jurnal di atas, mengakibatkan perubahan posisi akun-akun dan Laporan Keuangan LKS AL
Hidayah sebagai berikut:
TITIPAN ANGSURAN
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/09 Penyerahan proyek 3.600.000 25/07 Angsuran pertama 1.200.000
25/08 Angsuran kedua 1.200.000
Saldo 00 25/09 Angsuran ketiga 1.200.000
3.600.000 3.600.000

PIUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/09 Penyerahan proyek 72.000.000 25/09 Pembayaran Angs 1,2,3 3.600.000
Saldo 68.400.000
72.000.000 72.000.000

KEUNTUNGAN ISTISHNA’ TANGGUHAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/09 Pembayaran angs 1.2.3 600.000 25/09 Penyerahan proyek 12.000.000
Saldo 11400.000
12.000.000 12.000.000

ASET ISTISHNA’ DALAM PENYELESAIAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/07 Pembayaran termin 1 14.500.000 25/09 Penyelesaian proyek 60.000.000
02/07 Penyesuaian 500.000
02/08 Pembayaran termin 2 20.300.000
02/08 Penyesuaian 700.000
02/09 Pembayaran termin 3 23.200.000
02/09 Penyesuaian 800.000 Saldo 00
60.000.000 60.000.000

290 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


NERACA
Per 25 September 2009
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Piutang Istishna’ 68.400.000 Hutang istishna’ 00


Keuntungan Istishna’ Tangguhan (11.400.000) Titipan Angsuran Istishna’ 00

Laba rugi tahun berjalan


Aset Istishna’ dlm Penyelesaian 00

6.5.2 Istishna’ Paralel – biaya sub kontraktor tidak sama nilai tunai saat
penyerahan.
Dalam ilustrasi contoh dibawah akan dibahas akuntansi istishna’ paralel, dimana jangka waktu
penyelesaian pembuatan barang tidak sama (lebih pendek) dari jangka waktu pembayaran yang dilakukan
oleh pembeli akhir. Disamping itu biaya-biaya yang dibayar kepada sub kontraktor sebagai produsen tidak
sama dengan nilai tunai atau nilai pasar saat penyerahan barang kepada pembeli akhir, sehingga nilai tunai
saat penyerahan ini yang dipergunakan sebagai harga pokok penjualan kepada pembeli akhir.

Contoh : 6-19
Pada tanggal 1 Juni 2009 Bank Syariah “Al Hidayah” menyetujui pembuatan rumah dari Gofur
salah satu nasabah program “KPR MANDIRI” dengan spesifikasi sbb:
Luas Tanah : 120 m2
Luas bangunan : 45 m2
Kontruksi : pondasi batu kali, tembok bata merah dan plesteran, Genteng
plentong, kayu kamper medan
Listik : 450 wats
Air : pompa tangan
Penyerahan rumah : 6 bulan setelah akan ditandatangani
Harga jual dan cara : Harga jual Rp72.000.000,00. dan diangsur per bulan
pembayaran Rp1.200.000,00 selama 60 bulan, sejak pembangunan rumah setiap
tgl 25 dimulai 25 Juli 2009
Lokasi : Perumahan MUSLIM MANDIRI, Pondok Gede, Bekasi

Untuk keperluan tersebut “Al Hidayah” pada tanggal 2 Juni 2009 melakukan kontrak
pembanguan rumah dengan kontraktor “PT. ANDARA” developer perumahan Muslim Mandiri
dengan spesifikasi sebagaimana tersebut di atas, penyerahan dilakukan 4 bulan setelah akad ditanda
tangani sebesar Rp58.000.000,00 dengan pembayaran sebagai berikut:
1. Tanggal 2 Juli 2009 dibayar termin pertama pada saat penyelesaian proyek 25% sebesar
Rp14.500.000,00
2. Tanggal 2 Agustus 2009 dibayar termin kedua pada saat penyelesaian proyek 60%
sebesar Rp20.300.000,00
3. Tanggal 2 September 2009 dibayar termin ketiga pada saat penyelesaian proyek 100%
sebesar Rp23.200.000,00
Harga tunai (wajar) saat penyerahan barang sebesar Rp60.000.000,00 setiap unit dan
menetapkan tingkat keuntungan yang diharapkan sebesar Rp12.000.000,00 kepada Gofur
Dari contoh di atas digambarkan bahwa masa penyelesaian proses produksi aset istishna’ dalam
jangka waktu 4 bulan dengan harga perolehan (harga yang dibayarkan ke kontraktor) sebesar Rp58.000.000
dengan pembayaran secara bertahap. Sedangkan aset istishna’ tersebut dijual kepada nasabah sebagai
pemesan sebesar Rp72.000.000,00 dengan masa pembayaran selama 60 bulan (5 tahun) dan pembayaran
dimulai dari sejak proses produksi aset istishna’. Oleh karena itu akuntansi yang terkait dengan transaksi

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 291


istishna’ paralel ini dilakukan sesuai dengan tahapan pembayaran harga barang kepada kontraktor sebagai
pihak yang memproduksi aset istishna’ dan juga dikaitkan dengan pengakuan pendapatan istishna’ dengan
metode persentasi penyelesaian (procentage method) dan pengakuan pendapatan dengan metode penyelesaian
(completed method) dibahas kemudian.

A. Pengakuan pendapatan istishna’ dalam metode persentase Penyelesian (Procentage


Method)
Dalam pembahasan pengakuan pendapatan istishna’ sesuai dengan persentase penyelesaian ini akan
dibahas akuntansi pada tahapan penyelesaian sesuai persentase penyelesiannya yaitu:
(a) tahapan penyelesaian sebesar 25%
(b) tahapan penyelesaian sebesar 60%
(c) tahapan penyelesaian sebesar 100%
Oleh karena transaksi istishna’ tersebut merupakan istishna’ paralel, maka yang merupakan harga
pokok LKS Al Hidayah kepada Gofur sebagai pembeli akhir adalah pembayaran tagihan atau harga
kontrak kepada PT Andara sebagai sub kontraktor. Hal ini sesuai ketentuan dalam PSAK 104 tentang
Akuntansi Istishna’ (prgf 29 dan 30) sebagai berikut:
29 Biaya istishna' paralel terdiri dari:
(a) biaya perolehan barang pesanan sebesar tagihan produsen atau kontraktor kepada entitas;
(b) biaya tidak langsung adalah biaya overhead, termasuk biaya akad dan praakad; dan
(c) semua biaya akibat produsen atau kontraktor tidak dapat memenuhi kewajibannya, jika ada.
30 Biaya perolehan istishna' paralel diakui sebagai aset istishna' dalam penyelesaian pada saat diterimanya
tagihan dari produsen atau kontraktor sebesar jumlah tagihan.
Dalam pembahasan akuntansi istishna’ paralel ini selain memperhatikan tahapan penyelesaian pekerjaan,
juga dibahas sesuai alur transaksinya dan sesuai fungsi LKS yaitu akuntansi LKS sebagai pembeli dan
akuntansi LKS sebagai penjual.

1) Pembayaran tahap pertama (penyelesaian 25% )


Dalam pembayaran pertama ini dengan persentase penyelesaian proyek sebesar 25%, akan dibahas
akuntansi Lembaga Keuangan Syariah sebagai pembeli dan sebagai penjual pada saat penerimaan
pembayaran angsuran yang dilakukan oleh pembeli akhir (Gofur). Dalam tahap ini proses dan skema
transaksi istishna’ dengan penyelesaian proyek 25% dapat digambarkan sebagai berikut:

292 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Gambar 6 – 17: skema istishna’ penyelesaian 25% (biaya subkon tdk sama dg nilai tunai)
Dari skema transaksi istishna’ yang digambarkan di atas, dilakukan jurnal transaksi istishna’ yang di
lakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah baik sebagai produsen maupun sebagai pemesan sebagai berikut:

a) Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah sebagai pembeli


Oleh karena transaksi istishna’ tersebut di atas merupakan transaksi istishna’ paralel, maka dalam
melaksanakan transaksi dengan PT Andara sebagai sub kontraktor, kedudukan LKS Al Hidayah sebagai
pemesan/pembeli, tetapi dilihat dari transaksi yang dilakukan dengan sdr Gofur sebagai pembeli akhir,
maka LKS Al Hidayah kedudukannya sebagai produsen atau pembuat.
(1) Tanggal 1 Juli 2009 LKS Al Hidayah menerima tagihan dari sub kontraktor PT. ANDARA sebesar
penyelesaian proyek 25% x Rp58.000.000,00 = Rp14.500.000,00
Dengan diterimanya tagihan dai sub kontraktor tersebut, KS Al Hidayah melakukan jurnal sebagai
berikut:
Dr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp14.500.000,00
Cr. Hutang Istishna’ Rp14.500.000,00
(2) Tanggal 2 Juli 2009 LKS Al Hidayah melakukan pembayaran tagihan sub-kontraktor PT Andara
sebesar Rp14.500.000,00
Atas pembayaran tagihan sub kontraktor tersebut, Lembaga Keuangan Syariah melakukan jurnal
sebagai berikut:
Dr. Hutang Istishna’ Rp14.500.000,00
Cr. Kas Rp14.500.000,00

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 293


Jika LKS Al Hidayah mempergunakan Metode Persentase Penyelesaian (Procentege Method) dalam
pengakuan pendapatan, maka dengan penyelesaian proyek sebesar 25%, perhitungan yang dilakukan
sebagai berikut:
Nilai proyek : 25% x Rp60 juta (harga wajar/tunai) Rp15.000.000,00
Harga pokok Rp14.500.000,00
--------------------
Keuntungan Rp 500.000,00
Dengan adanya pengakuan pendapatan istishna’ tersebut, maka jurnal penyesuaian (pengakuan
keuntungan istishna’) adalah sebagai berikut:
Dr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp 500.000,00
Dr. Harga pokok Istishna’ Rp14.500.000,00
Cr. Pendapatan Istishna’ Rp15.000.000,00
Jika LKS Al Hidayah menggunakan metode penyelesaian (completed method) atau harga pokok dari
kontraktor dan nilai wajar saat penyerahan sama, maka perhitungan dan jurnal ini tidak dilakukan.
Dengan adanya jurnal di atas mengakibatkan perubahan posisi akun-akun dan penyajian dalam
Laporan Keuangan dalam LKS Al Hidayah menjadi sebagai berikut:
ASET ISTISHNA’ DALAM PENYELESAIAN
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/07 Pembayaran termin 1 14.500.000
02/07 Penyesuaian 500.000
Saldo 15.000.000
15.000.000 15.000.000

HUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/07 Pembayaran 14.500.000 01/07 Tagihan termin ke1 14.500.000
Saldo 00
14.500.000 14.500.000

HARGA POKOK ISTISHNA’


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/07 Pengakuan pendapatan 14.500.000
Saldo 14.500.000
14.500.000 14.500.000

PENDAPATAN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/07 Pengakuan pedptan 15.000.000
Saldo 15.000.000
15.000.000 15.000.000

NERACA
Per 02 Juli 2009
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Aset Istishna’ Dlm Penyelesaian 15.000.000 Hutang Istishna’ 00

294 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


LAPORAN LABA RUGI
Periode 1 Januari s/d 02 Juli 2009

Pendapatan Istishna’ Rp15.000.000,00


Harga pokok Istishna’ Rp14.500.000,00
---------------------
Keuntungan Istishna’ Rp 500.000,00

b) Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah sebagai penjual


Dalam transaksi istishna’ dengan Gofur kedudukan LKS Al Hidayah sebagai penjual atau produsen,
sehingga dengan penyelesaian proyek sebesar 25%, maka LKS melakukan atau memiliki tagihan kepada
Gofur sebesar nilai proyek yang telah diselesaikan. Tagihan ini harus dilaksanakan supaya timbul piutang
istishna’ yang pembayarannya dilakukan secara angsuran oleh Gofur.
(1) Tanggal 05 Juli 2009 LKS Al Hidayah menyerahkan tagihan aset istishna’ kepada Sdr Gofur sebagai
pembeli akhir sebesar 25% x Rp72.000.000,00 = Rp18.000.000,00.
Dengan adanya pengiriman tagihan di atas maka Lembaga Keuangan Syariah melakukan
jurnal sebagai berikut:
Dr. Piutang Istishna’ Rp18.000.000,00
Cr. Termin Istishna’ Rp15.000.000,00
Cr. Keuntungan Istishna’ Tangguhan Rp 3.000.000,00
Transaksi ini dilakukan karena Sdr Gofur sebagai pembeli akhir melakukan pembayaran
secara angsuran, dengan perhitungan sebagai berikut :
Harga jual LKS ke pembeli akhir Rp72.000.000,00
Penyelesaikan 25% = 25% x Rp72.000.000 = Rp18.000.000,00
Harga jual Rp18.000.000,00
Harga pokok barang (25% x 60 Jt) Rp15.000.000,00
---------------------
Keuntungan Istishna’ Tangguhan Rp 3.000.000,00

Dengan adanya jurnal di atas mengakibatkan posisi akun-akun dan penyajian dalam Laporan
Keuangan LKS Al Hidayah menjadi sebagai berikut:
PIUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
05/07 Termin pertama 18.000.000
Saldo 18.000.000
18.000.000 18.000.000

KEUNTUNGAN ISTISHNA’ TANGGUHAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Termin pertama 3.000.000
Saldo 3.000.000
3.000.000 3.000.000

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 295


TERMIN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/07 Penyelesaian 25% 15.000.000
Saldo 15.000.000
15.000.000 15.000.000

NERACA
Per 05 Juli 2009
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Piutang Istishna’ 18.000.000 Hutang istishna’ 00


Keuntungan Istishna’ Tangguhan (3.000.000)

Aset Istishna’ dlm Penyelesaian 15.000.000


Termin Istishna’ (15.000.000) Laba rugi tahun berjalan
Keuntungan istishna’ 500.000

(2) Tanggal 25 Juli 2009 Lembaga Keuangan Syariah menerima pembayaran angsuran bulan pertama
oleh nasabah (Gofur) sebesar Rp1.200.000,00
Dengan adanya pembayaran angsuran tersebut, maka jurnal yang dilakukan Lembaga
Keuangan Syariah sama dengan jurnal penerimaan angsuran murabahah dengan angsuran
(pembayaran tangguh) dengan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas Rp1.200.000,00
Dr. Keuntungan Istishna’ Tangguhan Rp 200.000,00
Cr. Piutang Istishna’ Rp1.200.000,00
Cr. Pendapatan Keuntungan Istishna’ Rp 200.000,00
Dengan adanya jurnal tersebut mengakibatkan posisi Akun-akun dan penyajian dalam Laporan
Keuangan pada Lembaga Keuangan Syariah menjadi sebagai berikut:

PIUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
05/07 Termin pertama 18.000.000 25/07 Pembayaran Angs bln-1 1.200.000
Saldo 16.800.000
18.000.000 18.000.000

KEUNTUNGAN ISTISHNA’ TANGGUHAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/07 Pembayaran angs bln 1 200.000 05/07 Termin pertama 3.000.000
Saldo 2.800.000
3.000.000 3.000.000

296 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


NERACA
Per 25 Juli 2009
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Piutang Istishna’ 16.800.000 Hutang istishna’ 00


Keuntungan Istishna’ Tangguhan (2.800.000)
Aset Istishna’ dlm Penyelesaian 15.000.000
Termin Istishna’ (15.000.000) Laba rugi tahun berjalan
Keuntungan istishna’ 500.000
Jika pada tahap ini tidak dilakukan tagihan kepada Gofur sebagai pembeli akhir, sehingga belum
timbul Piutang Istishna’, maka pada saat Gofur melakukan pembayaran angsuran dicatat sebagai ”Titipan
Angsuran” sehingga jurnal yang dilakukan adalah :
Dr. Kas Rp1.200.000,00
Cr. Titipan Angsuran Istishna’ Rp1.200.000,00
Atas jurnal di atas, mengakibatkan perubahan posisi akun-akun dan Laporan Keuangan LKS AL
Hidayah sebagai berikut:
TITIPAN ANGSURAN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/07 Angsuran pertama 1.200.000
Saldo 1.200.000

NERACA
Per 25 Juli 2009
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Hutang istishna’ 00
Aset Istishna’ dlm Penyelesaian 15.000.000 Titipan Angsuran Istishna’ 1.200.000
Laba rugi tahun berjalan
Keuntungan istishna’ 500.000

2) Pembayaran tahap kedua (penyelesaian 60%)


Pada tahap pembayaran yang kedua ini penyelesaian proyek sebesar 60%, sehingga transaksi
istishna’ pada tahapan tersebut digambarkan dalam skema sebagai berikut:

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 297


Gambar 6-18 : Skema penyelesaian proyek 60% (biaya subkon tdk sama dg nilai tunai)
Dari skema transaksi istishna’ yang digambarkan di atas, dilakukan jurnal transaksi istishna’ yang di
lakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah baik sebagai produsen maupun sebagai pemesan sebagai berikut:
a) Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah sebagai pembeli
Oleh karena transaksi istishna’ tersebut di atas merupakan transaksi istishna’ paralel, maka dalam
melaksanakan transaksi dengan PT Andara sebagai sub kontraktor, kedudukan LKS Al Hidayah sebagai
pemesan/pembeli, tetapi dilihat dari transaksi yang dilakukan dengan sdr Gofur sebagai pembeli akhir,
maka LKS Al Hidayah kedudukannya sebagai produsen atau pembuat.

(1) Tanggal 1 Agustus 2009 LKS AL Hidayah menerima tagihan dari kontraktor PT. ANDARA tahap
kedua sebesar Rp20.300.000,00 dengan rincian sebagai berikut:
penyelesaian proyek 60% x Rp58.000.000,00 = Rp34.800.000,00
Pembayaran termin pertama Rp14.500.000,00
-----------------------
Tagihan termin tahap kedua Rp 20.300.000,00
Dengan adanya transaksi tersebut maka LKS Al Hidayah sebagai produsen melakukan jurnal
sebagai berikut:
Dr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp20.300.000,00
Cr. Hutang Istishna’ Rp20.300.000,00
(2) Tanggal 2 Agustus 2009 LKS Al Hidayah sebagai pemesan melakukan pembayaran tagihan termin
tahap kedua ke PT ANDARA sebagai kontraktor sebesar Rp20.300.000,00.

298 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Dengan adanya transaksi di atas maka LKS Al Hidayah sebagai produsen melakukan jurnal
sebagai berikut:
Dr. Hutang Istishna’ Rp20.300.000,00
Cr. Kas Rp20.300.000,00
Jika LKS Al Hidayah menggunakan Metode Persentase Penyelesaian dalam pengakuan
pendapatan, maka dengan progres penyelesaian proyek sebesar 60%, perhitungan yang dilakukan
sebagai berikut:
Nilai barang : 60% x Rp60 juta (harga wajar/tunai) Rp36.000.000,00
Harga pokok:
Termin pertama Rp14.500.000,00
Penyesuaian Rp 500.000,00
Termin kedua Rp20.300.000,00
Jumlah Rp35.300.000,00
-------------------
Pengakuan keutungan tahap kedua Rp 700.000,00
Dengan adanya pengakuan pendapatan istishna’ tersebut, maka jurnal penyesuaian
(pengakuan keuntungan istishna’) adalah sebagai berikut:
Dr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp 700.000,00
Dr. Harga pokok Istishna’ Rp20.300.000,00
Cr. Pendapatan Istishna’ Rp21.000.000,00
Jika lembaga Keuangan Syariah menggunakan metode penyelesaian (completed method) atau
harga pokok dari kontraktor dan nilai wajar saat penyerahan sama, maka perhitungan dan jurnal ini
tidak dilakukan.
Dengan adanya jurnal penyesuaian tersebut mengakibatkan posisi Akun-akun dan penyajian dalam
Laporan Keuangan pada Lembaga Keuangan Syariah menjadi sebagai berikut:

ASET ISTISHNA’ DALAM PENYELESAIAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/07 Pembayaran termin 1 14.500.000
02/07 Penyesuaian 500.000
02/08 Pembayaran termin 2 20.300.000
02/08 Penyesuaian 700.000
Saldo 36.000.000
36.000.000 36.000.000

HUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/07 Pembayaran 14.500.000 01/07 Tagihan termin ke1 14.500.000
02/08 Pembayaran 20.300.000 01/08 Tagihan termin ke2 20.300.000
Saldo 00
34.800.000 34.800.00

HARGA POKOK ISTISHNA’


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/07 Pengakuan pendapatan 14.500.000
02/08 Pengakuan pendptan 20.300.000
Saldo 14.500.000
34.800.000 34.800.000

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 299


PENDAPATAN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/07 Pengakuan pedptan 15.000.000
02/08 Pengakuan pedptan 21.000.000
Saldo 36.000.000
36.000.000 36.000.000

NERACA
Per 2 Agustus 2009
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Piutang Istishna’ 16.800.000 Hutang istishna’ 00


Keuntungan Istishna’ Tangguhan (2.800.000)
Aset Istishna’ dlm Penyelesaian 36.000.000
Termin Istishna’ (15.000.000) Laba rugi tahun berjalan
Keuntungan istishna’ 1.200.000

LAPORAN LABA RUGI


Periode 1 Januari s/d 02 Agustus 2009
Juli Agustus
Pendapatan Istishna’ 15.000.000 36.000.000
Harga pokok Istishna’ 14.500.000 34.800.000
Keuntungan Istishna’ 500.000 1.200.000

b) Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah sebagai penjual


Dalam transaksi istishna’ dengan Gofur kedudukan LKS Al Hidayah sebagai penjual atau produsen,
sehingga dengan penyelesaian proyek sebesar 60%, maka LKS melakukan atau memiliki tagihan kepada
Gofur sebagai pembeli akhir. Tagihan ini harus dilaksanakan supaya timbul piutang istishna’ yang
pembayarannya dilakukan secara angsuran oleh Gofur.
(1) Tanggal 05 Agustus 2009 LKS Al Hidayah melakukan penyerahan tagihan termin tahap kedua
kepada Gofur sebagai pembeli akhir sebesar Rp25.200.000,00 dengan rincian sebagai berikut:
Nilai penyelesaian barang : 60% x Rp72.000.000,00 = Rp43.200.000,00
Tagihan termin tahap pertama Rp18.000.000,00
-----------------------
Tagihan tahap kedua Rp25.200.000,00
Tagihan terkandung keuntungan dan harga pokok barang dan oleh Gofur pembayarannya
dilakukan secara angsuran (tidak sekaligus), sehingga atas transaksi di atas maka Lembaga Keuangan
Syariah melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Piutang Istishna’ Rp25.200.000,00
Cr. Termin Istishna’ Rp21.000.000,00
Cr. Keuntungan Istishna’ Tangguhan Rp 4.200.000,00
Transaksi ini dilakukan untuk pengakuan piutang istishna’ karena pembeli akhir melakukan
pembayaran secara angsuran, dengan perhitungan sebagai berikut :
Harga jual LKS ke pembeli akhir Rp72.000.000,00
Penyelesaikan kesatu 25% = 25% x Rp72.000.000,00 = Rp18.000.000,00
Penyelesaikan kedua 60% = 60% x Rp72.000.000,00 = Rp43.200.000,00

300 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Perhitungan keuntungan Juli 2009 Akumulasi sd Beban Agustus
Agustus 2009 2009
Harga jual 18.000.000 43.200.000 25.200.000
Harga pokok barang (persediaan) 15.000.000 36.000.000 21.000.000
Keuntungan Tangguhan 3.000.000 7.200.000 4.200.000
Dengan adanya jurnal di atas mengakibatkan posisi Akun-akun dan penyajian dalam Laporan
Keuangan dalam Lembaga Keuangan Syariah menjadi sebagai berikut:

TERMIN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/07 Penyelesaian 25% 15.000.000
02/08 Penyelesaian 60% 21.000.000
Saldo 36.000.000
36.000.000 36.000.000

PIUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
05/07 Termin pertama 18.000.000 25/07 Pembayaran Angs bl-1 1.200.000
05/08 Termin kedua 25.200.000
Saldo 42.000.000
43.200.000 43.200.000

KEUNTUNGAN ISTISHNA’ TANGGUHAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/07 Pembayaran angs bln 1 200.000 05/07 Termin pertama 3.000.000
05/08 Termin kedua 4.200.000
Saldo 200.000
7.200.000 7.200.000

NERACA
Per 5 Agustus 2009
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Piutang Istishna’ 42.000.000 Hutang istishna’ 00


Keuntungan Istishna’ Tangguhan (7.000.000)
Aset Istishna’ dlm Penyelesaian 36.000.000
Termin Istishna’ (36.000.000) Laba rugi tahun berjalan
Keuntungan istishna’ 1.200.000

(2) Tanggal 25 Agustus 2009 LKS Al Hidayah menerima pembayaran angsuran bulan kedua dari Gofur
sebagai pembeli akhir sebesar Rp1.200.000,00
Dengan adanya pembayaran angsuran tersebut, maka jurnal yang dilakukan LKS Al Hidayah sama
dengan jurnal penerimaan angsuran murabahah dengan angsuran (pembayaran tangguh) dengan
jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas Rp1.200.000
Dr. Keuntungan Istishna’ Tangguhan Rp 200.000
Cr. Piutang Istishna’ Rp1.200.000
Cr. Pendapatan Keuntungan Istishna’ Rp 200.000

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 301


Dengan adanya jurnal di atas mengakibatkan posisi Akun-akun dan penyajian dalam Laporan
Keuangan pada LKS Al Hidayah menjadi sebagai berikut:

PIUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
05/07 Termin pertama 18.000.000 25/07 Pembayaran Angs bln-1 1.200.000
05/08 Termin kedua 25.200.000 25/08 Pembayaran angs ke2 1.200.000
Saldo 40.800.000
43.200.000 43.200.000

KEUNTUNGAN ISTISHNA’ TANGGUHAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/07 Pembayaran angs bln 1 200.000 05/07 Termin pertama 3.000.000
25/08 Pembayaran angs ke 2 200.000 05/08 Termin kedua 4.200.000
Saldo 6.800.000
7.200.000 7.200.000

NERACA
Per 25 Agustus 2009
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Piutang Istishna’ 40.800.000 Hutang istishna’ 00
Keuntungan Istishna’ Tangguhan (6.800.000)
Aset Istishna’ dlm Penyelesaian 36.000.000 Laba rugi tahun berjalan
Termin Istishna’ (36.000.000) Keuntungan istishna’ 1.200.000
Jika pada tahap ini tidak dilakukan tagihan kepada Gofur sebagai pembeli akhir, sehingga belum
timbul Piutang Istishna’, maka pada saat Gofur melakukan pembayaran angsuran dicatat seagai ”Titipan
Angsuran” sehingga jurnal yang dilakukan adalah :
Dr. Kas Rp1.200.000,00
Cr. Titipan Angsuran Istishna’ Rp1.200.000,00
Atas jurnal di atas, mengakibatkan perubahan posisi akun-akun dan Laporan Keuangan LKS AL
Hidayah sebagai berikut:
TITIPAN ANGSURAN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/07 Angsuran pertama 1.200.000
25/08 Angsuran kedua 1.200.000
Saldo 2.400.000
2.400.000 2.400.000

NERACA
Per 25 Agustus 2009
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Hutang istishna’ 00
Aset Istishna’ dlm Penyelesaian 36.000.000 Titipan Angsuran Istishna’ 2.4000.000
Laba rugi tahun berjalan
Keuntungan istishna’ 1.200.000

302 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


3) Pembayaran tahap kedua (penyelesaian 100%)
Dengan adanya penyelesaian proyek (progres 100%), maka seluruh kegiatan transaksi istishna’
paralel tersebut dapat digambarkan dengan skema sebagai berikut:

Gambar 6-19 : Skema penyelesaian proyek 100% (biaya subkon tdk sama dg nilai tunai)
Dari skema transaksi istishna’ yang digambarkan di atas, dilakukan jurnal transaksi istishna’ yang di
lakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah baik sebagai produsen maupun sebagai pemesan sebagai berikut:
a) Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah sebagai pembeli
Oleh karena transaksi istishna’ tersebut di atas merupakan transaksi istishna’ paralel, maka dalam
melaksanakan transaksi dengan PT Andara sebagai sub kontraktor, kedudukan LKS Al Hidayah sebagai
pemesan/pembeli, tetapi dilihat dari transaksi yang dilakukan dengan sdr Gofur sebagai pembeli akhir,
maka LKS Al Hidayah kedudukannya sebagai produsen atau pembuat.
(1). Tanggal 1 September 2009 LKS Al Hidayah sebagai pemesan menerima tagihan dari kontraktor PT.
ANDARA sebesar sisa proyek Rp23.200.000,00 dengan rincian sebagai berikut:
Harga kontrak Rp58.000.000,00
Pembayaran pertama Rp14.500.000,00
Pembayaran kedua Rp20.300.000,00
Rp34.800.000,00
--------------------
Sisa pembayaran harga kontrak Rp23.200.000,00
Dengan diterima tagihan dari PT Andara sebagai sub kontraktor tersebut, LKS Al Hidayah
melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp23.200.000,00
Cr. Hutang Istishna’ Rp23.200.000,00

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 303


(2) Tanggal 2 September 2009 LKS Al Hidayah melakukan pembayaran tagihan termin tahap terakhir
ke PT ANDARA sebagai sub kontraktor sebesar Rp23.200.000,00
Dengan adanya transaksi di atas maka LKS Al Hidayah melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Hutang Istishna’ Rp23.200.000
Cr. Kas Rp23.200.000
Jika LKS Al Hidayah menggunakan Metode Persentase Penyelesaian dalam pengakuan
pendapatan, maka dengan progres penyelesaian proyek sebesar 100%, perhitungan yang dilakukan
sebagai berikut:
Nilai wajar proyek saat penyerahan Rp60.000.000,00
Harga pokok:
Termin pertama Rp14.500.000,00
Penyesuaian Rp 500.000,00
Termin kedua Rp20.300.000,00
Penyesuaian Rp 700.000,00
Termin ketiga Rp23.200.000,00
Jumlah Rp59.200.000,00
---------------------
Pengakuan keutungan tahap akhir Rp 800.000,00
Dengan adanya pengakuan pendapatan istishna’ tersebut, maka jurnal penyesuaian
(pengakuan keuntungan istishna’) adalah sebagai berikut:
Dr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp 800.000,00
Dr. Harga pokok Istishna’ Rp23.200.000,00
Cr. Pendapatan Istishna’ Rp24.000.000,00
Dengan adanya jurnal penyesuaian tersebut mengakibatkan posisi akun-akun dan penyajian dalam
Laporan Keuangan pada LKS Al Hidayah menjadi sebagai berikut:

ASET ISTISHNA’ DALAM PENYELESAIAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/07 Pembayaran termin 1 14.500.000
02/07 Penyesuaian 500.000
02/08 Pembayaran termin 2 20.300.000
02/08 Penyesuaian 700.000
02/09 Pembayaran termin 3 23.200.000
02/09 Penyesuaian 800.000 Saldo 60.000.000
60.000.000 60.000.000

HUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/07 Pembayaran 14.500.000 01/07 Tagihan termin ke1 14.500.000
02/08 Pembayaran 20.300.000 01/08 Tagihan termin ke2 20.300.000
02/09 Pembayaran 23.200.000 01/09 Tagihan termin ke 3 23.200.000
Saldo 00
58.000.000 58.000.00

304 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


HARGA POKOK ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/07 Pengakuan pendapatan 14.500.000
02/08 Pengakuan pendapatan 20.300.000
02/09 Pengakuan pendapatan 23.200.000
Saldo 23.200.000
58.000.000 58.000.000

PENDAPATAN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/07 Pengakuan pendapatan 15.000.000
02/08 Pengakuan pendapatan 21.000.000
Saldo 60.000.000 02/09 Pengakuan pendapatan 24.000.000
60.000.000 60.000.000

NERACA
Per 02 September 2009
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Piutang Istishna’ 40.800.000 Hutang istishna’ 00


Keuntungan Istishna’ Tangguhan (6.800.000) Laba rugi tahun berjalan
Aset Istishna’ dlm Penyelesaian 60.000.000 Keuntungan istishna’ 2.000.000

LAPORAN LABA RUGI


Periode 1 Januari s/d 02 September 2009
Juli Agustus September
Pendapatan Istishna’ 15.000.000 36.000.000 60.00.000
Harga pokok Istishna’ 14.500.000 34.800.000 58.000.000
Keuntungan Istishna’ 500.000 1.200.000 2.000.000

b) Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah sebagai penjual


Dalam transaksi istishna’ dengan Gofur kedudukan LKS Al Hidayah sebagai penjual atau produsen,
sehingga dengan penyelesaian proyek sebesar 100%, maka LKS melakukan atau meiliki tagihan kepada
Gofur sebagai pembeli akhir. Tagihan ini harus dilaksanakan supaya timbul piutang istishna’ yang
pembayarannya dilakukan secara angsuran oleh Gofur.
(1). Tanggal 05 September 2009 LKS AL Hidayah melakukan penyerahan tagihan tahap akhir kepada
Gofur sebagai pembeli akhir sebesar Rp28.800.000,00 dengan rincian sebagai berikut:
Harga barang Rp72.000.000,00
Penyerahan pertama Rp18.000.000,00
Penyerahan kedua Rp25.200.000,00
Rp43.200.000,00
---------------------
Sisa nilai harga barang Rp 28.800.000,00
Dengan adanya transaksi di atas maka LKS Al Hidayah melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Piutang Istishna’ Rp28.800.000,00
Cr. Termin Istishna’ Rp24.000.000,00
Cr. Keuntungan Istishna’ Tangguhan Rp 4.800.000,00
Transaksi ini dilakukan untuk pengakuan piutang istishna’ karena pembeli akhir melakukan
pembayaran secara angsuran, dengan perhitungan sebagai berikut :

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 305


Juli 2009 Akumulasi Akumulasi Sept Beban Sept
Agustus 09 2009 2009
Harga jual 18.000.000 43.200.000 72.000.000 28.800.000
Harga pokok barang 15.000.000 36.000.000 60.000.000 24.000.000
Keuntungan Tangguhan 3.000.000 7.200.000 12.000.000 4.800.000
Dengan adanya jurnal tersebut mengakibatkan posisi Akun-akun dan penyajian dalam Laporan
Keuangan pada Lembaga Keuangan Syariah menjadi sebagai berikut:

TERMIN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/07 Penyelesaian 25% 15.000.000
02/08 Penyelesaian 60% 21.000.000
Saldo 60.000.000 02/09 Penyelesaian 100% 24.000.000
60.000.000 60.000.000

PIUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
05/07 Termin pertama 18.000.000 25/07 Pembayaran Angs bl-1 1.200.000
05/08 Termin kedua 25.200.000 25/08 Pembayran angs ke2 1.200.000
05/09 Termin ketiga 28.800.000
Saldo 69.600.000
72.000.000 72.000.000

KEUNTUNGAN ISTISHNA’ TANGGUHAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/07 Pembayaran angs bln 1 200.000 05/07 Termin pertama 3.000.000
25/08 Pembayaran angs ke 2 200.000 05/08 Termin kedua 4.200.000
05/09 Termin ketiga 4.800.000
Saldo 11.600.000
12.000.000 12.000.000

NERACA
Per 5 September 2009
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Piutang Istishna’ 69.600.000 Hutang istishna’ 00
Keuntungan Istishna’ Tangguhan (11.600.000)

Aset Istishna’ dlm Penyelesaian 60.000.000


Termin Istishna’ (60.000.000) Laba rugi tahun berjalan
Keuntungan istishna’ 2.000.000

(2) Tanggal 25 September 2009 LKS Al Hidayah menerima pembayaran angsuran bulan ketiga dari
Gofur sebagai pembeli akhir sebesar Rp1.200.000,00
Dengan adanya pembayaran angsuran tersebut, maka jurnal yang dilakukan LKS Al Hidayah
sama dengan jurnal penerimaan angsuran murabahah dengan angsuran (pembayaran tangguh)
dengan jurnal sebagai berikut:

306 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Dr. Kas Rp1.200.000,00
Dr. Keuntungan Istishna’ Tangguhan Rp 200.000,00
Cr. Piutang Istishna’ Rp1.200.000,00
Cr. Pendapatan Keuntungan Istishna’ Rp 200.000,00
Dengan adanya jurnal di atas mengakibatkan posisi akun-akun dan penyajian dalam Laporan
Keuangan dalam LKS Al Hidayah menjadi sebagai berikut:

PIUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
05/07 Termin pertama 18.000.000 25/07 Pembayaran Angs bl-1 1.200.000
05/08 Termin kedua 25.200.000 25/08 Pembayaran angs ke2 1.200.000
05/09 Termin ketiga 28.800.000 25/09 Pembayaran angs ke 3 1.200.000
Saldo 68.400.000
72.000.000 72.000.000

KEUNTUNGAN ISTISHNA’ TANGGUHAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/07 Pembayaran angs bln 1 200.000 05/07 Termin pertama 3.000.000
25/08 Pembayaran angs ke 2 200.000 05/08 Termin kedua 4.200.000
25/09 Pembayaran angs ke3 200.000 05/09 Termin ketiga 4.800.000
Saldo 11400.000
12.000.000 12.000.000

NERACA
Per 25 September 2009
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Piutang Istishna’ 68.400.000 Hutang istishna’ 00
Keuntungan Istishna’ Tangguhan (11.400.000)
Aset Istishna’ dlm Penyelesaian 60.000.000
Termin Istishna’ (60.000.000) Laba rugi tahun berjalan
Keuntungan istishna’ 2.000.000

c) Penyerahan proyek kepada pembeli akhir


Dengan adanya penyelesaian proyek pembangunan rumah Gofur, maka pada saat penyerahan
rumah LKS Al Hidayah melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Termin Istishna’ Rp60.000.000,00
Cr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp60.000.000,00
Dengan adanya jurnal tersebut mengakibatkan posisi Akun-akun dan penyajian dalam Laporan
Keuangan dalam Lembaga Keuangan Syariah menjadi sebagai berikut:

TERMIN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/09 Penyerahan proyek 60.000.000 02/07 Penyelesaian 25% 15.000.000
02/08 Penyelesaian 60% 21.000.000
Saldo 00 02/09 Penyelesaian 100% 24.000.000
60.000.000 60.000.000

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 307


ASET ISTISHNA’ DALAM PENYELESAIAN
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/07 Pembayaran termin 1 14.500.000 25/09 Penyelesaian proyek 60.000.000
02/07 Penyesuaian 500.000
02/08 Pembayaran termin 2 20.300.000
02/08 Penyesuaian 700.000
02/09 Pembayaran termin 3 23.200.000
02/09 Penyesuaian 800.000 Saldo 00
60.000.000 60.000.000

NERACA
Per 25 September 2009
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Piutang Istishna’ 68.400.000 Hutang istishna’ 00


Keuntungan Istishna’ Tangguhan (11.400.000)
Aset Istishna’ dlm Penyelesaian 00 Laba rugi tahun berjalan
Termin Istishna’ (00) Keuntungan istishna’ 2.000.000

Jika pada tahap ini tidak dilakukan tagihan kepada Gofur sebagai pembeli akhir, sehingga belum
timbul Piutang Istishna’, maka pada saat Gofur melakukan pembayaran angsuran dicatat sebagai ”Titipan
Angsuran” sehingga jurnal yang dilakukan adalah :
Dr. Kas Rp1.200.000,00
Cr. Titipan Angsuran Istishna’ Rp1.200.000,00
Atas jurnal di atas, mengakibatkan perubahan posisi akun-akun dan Laporan Keuangan LKS AL
Hidayah sebagai berikut:
TITIPAN ANGSURAN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/07 Angsuran pertama 1.200.000
25/08 Angsuran kedua 1.200.000
25/09 Angsuran ketiga 1.200.000
Saldo 3.600.000
3.600.000 3.600.000

NERACA
Per 25 September 2009
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Hutang istishna’ 00
Aset Istishna’ dlm Penyelesaian 60.000.000 Titipan Angsuran Istishna’ 3.600.000

Laba rugi tahun berjalan


Keuntungan istishna’ 2.000.000
Pada saat penyerahan rumah/proyek (sebagai barang pesanan istishna’) kepada Gofur sebagai
pembeli akhir, LKS Al Hidayah melakukan jurnal sebagai berikut:
(1) Dr. Persediaan/Aset Istishna’ Rp60.000.000,00
Cr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp60.000.000,00

308 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


(2) Dr. Piutang Istishna’ Rp72.000.000,00
Cr. Persediaan/Aset Istishna’ Rp60.000.000,00
Cr. Keuntungan Istishna’ Tangguhan Rp12.000.000,00
(3)Dr. Titipan Angsuran Istishna’ Rp3.600.000,00
Dr. Keuntungan Istishna’ Tangguhan Rp 600.000,00
Cr. Piutang Istishna’ Rp3.600.000,00
Cr. Pendapatan Keuntungan Istishna’ Rp 600.000,00
Atas jurnal di atas, mengakibatkan perubahan posisi akun-akun dan Laporan Keuangan LKS AL
Hidayah sebagai berikut:
TITIPAN ANGSURAN
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/09 Penyerahan proyek 3.600.000 25/07 Angsuran pertama 1.200.000
25/08 Angsuran kedua 1.200.000
25/09 Angsuran ketiga 1.200.000
Saldo 00
3.600.000 3.600.000

PIUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/09 Penyerahan proyek 72.000.000 25/09 Pembayaran Angs 1,2,3 3.600.000
Saldo 68.400.000
72.000.000 72.000.000

KEUNTUNGAN ISTISHNA’ TANGGUHAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/09 Pembayaran angs 1.2.3 600.000 25/09 Penyerahan proyek 12.000.000
Saldo 11400.000
12.000.000 12.000.000

ASET ISTISHNA’ DALAM PENYELESAIAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/07 Pembayaran termin 1 14.500.000 25/09 Penyelesaian proyek 60.000.000
02/07 Penyesuaian 500.000
02/08 Pembayaran termin 2 20.300.000
02/08 Penyesuaian 700.000
02/09 Pembayaran termin 3 23.200.000
02/09 Penyesuaian 800.000 Saldo 00
60.000.000 60.000.000

NERACA
Per 25 September 2009
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Piutang Istishna’ 68.400.000 Hutang istishna’ 00


Keuntungan Istishna’ Tangguhan (11.400.000) Titipan Angsuran Istishna’ 00

Laba rugi tahun berjalan


Aset Istishna’ dlm Penyelesaian 00 Keuntungan istishna’ 2.000.000

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 309


B. Pengakuan pendapatan istishna’ dengan metode penyelesaian (Completed Method)
Sesuai ketentuan dalam PSAK 104 tentang akuntansi Istishna’ paragraf 19, jika LKS Al Hidayah
melakukan pengakuan pendapatan pada saat proyek selesai (completed Method), maka selama proyek
berjalan:
(a) tidak ada pendapatan istishna' yang diakui sampai dengan pekerjaan tersebut selesai;
(b) tidak ada harga pokok istishna' yang diakui sampai dengan pekerjaan tersebut selesai;
(c) tidak ada bagian keuntungan yang diakui dalam istishna' dalam penyelesaian sampai dengan pekerjaan
tersebut selesai; dan
(d) pengakuan pendapatan istishna', harga pokok istishna', dan keuntungan dilakukan hanya pada akhir
penyelesaian pekerjaan.
Oleh karena itu jika LKS Al Hidayah melakukan pengakuan pendapatan pada akhir proyek maka
jurnal yang dilakukan oleh LKS Al Hidayah adalah sebagai berikut:
(1) Tanggal 1 Juli 2009 penerimaan tagihan dari kontraktor PT. ANDARA sebesar penyelesaian proyek
25% x Rp58.000.000,00 = Rp14.500.000,00
Dengan diterimanya tagihan dari sub kontraktor, Lembaga Keuangan Syariah melakukan jurnal sbb:
Dr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp14.500.000,00
Cr. Hutang Istishna’ Rp14.500.000,00
(2) Tanggal 2 Juli 2009 dilakukan pembayaran tagihan ke Kontraktor oleh Lembaga Keuangan Syariah
sebesar Rp14.500.000,00
Atas pembayaran tagihan sub kontraktor, Lembaga Keuangan Syariah melakukan jurnal sbb:
Dr. Hutang Istishna’ Rp14.500.000,00
Cr. Kas Rp14.500.000,00
(3) Tanggal 1 Agustus 2009 Lembaga Keuangan Syariah menerima tagihan dari kontraktor PT.
ANDARA tahap kedua sebesar Rp20.300.000,00 dengan rincian sebagai berikut:
penyelesaian proyek 60% x Rp58.000.000,00 = Rp34.800.000,00.
Pembayaran termin pertama Rp14.500.000,00
-----------------------
Tagihan termin tahap kedua Rp 20.300.000,00
Dengan adanya transaksi tersebut maka Lembaga Keuangan Syariah melakukan jurnal sebagai
berikut:
Dr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp20.300.000,00
Cr. Hutang Istishna’ Rp20.300.000,00
(4) Tanggal 2 Agustus 2009 Lembaga Keuangan Syariah melakukan pembayaran tagihan termin tahap
kedua ke PT ANDARA sebagai kontraktor sebesar Rp20.300.000,00.
Dengan adanya transaksi tersebut maka Lembaga Keuangan Syariah melakukan jurnal sebagai
berikut:
Dr. Hutang Istishna’ Rp20.300.000,00
Cr. Kas Rp20.300.000,00
(5) Tanggal 1 September 2009 Lembaga Keuangan Syariah menerima tagihan dari kontraktor PT.
ANDARA sebesar sisa proyek Rp23.200.000,00 dengan rincian sebagai berikut:
Harga kontrak Rp58.000.000,00
Pembayaran pertama Rp14.500.000,00
Pembayaran kedua Rp20.300.000,00
Rp34.800.000,00
--------------------
Sisa pembayaran harga kontrak Rp23.200.000,00

310 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Dengan diterima tagihan dari sub kontraktor tersebut, Lembaga Keuangan Syariah
melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp23.200.000,00
Cr. Hutang Istishna’ Rp23.200.000,00
(6) Tanggal 2 September 2009 Lembaga Keuangan Syariah melakukan pembayaran tagihan termin
tahap terakhir ke PT ANDARA sebagai kontraktor sebesar Rp23.200.000,00
Dengan adanya transaksi tersebut maka Lembaga Keuangan Syariah melakukan jurnal sebagai
berikut:
Dr. Hutang Istishna’ Rp23.200.000,00
Cr. Kas Rp23.200.000,00
(7) Penyerahan aset istishna’ yang telah diproduksi dengan harga wajar atau nilai tunai saat penyerahan
sebesar Rp60.000.000,00
Nilai tunai saat penyerahan sebesar Rp60.000.000,00 sedangkan pengeluaran untuk memproduksi
aset istishna’ yang tercatat dalam ”Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian” sebesar Rp58.000.000,00
sehingga selisih Rp2.000.000,00 diakui sebagai keuntungan istishna’ dengan jurnal penyesuaian
sebagai berikut:
Dr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp 2.000.000,00
Dr. Harga pokok Istishna’ Rp58.000.000,00
Cr. Pendapatan Istishna’ Rp60.000.000,00
(8) Penerimaan angsuran tanggal 25 Juli 2009, 25 Agustus 2009 dan 25 September 2009 masing-masing
sebesar Rp1.200.000,00
Dengan adanya transaksi tersebut maka Lembaga Keuangan Syariah melakukan jurnal sebagai
berikut:
Dr. Kas Rp3.600.000,00
Cr. Titipan Angsuran Istishna’ Rp3.600.000,00
(9) Pada saat penyerahan barang kepada pembeli akhir, Lembaga Keuangan Syariah melakukan jurnal
sebagai berikut:
Dr. Piutang Murabahah Rp72.000.000,00
Cr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp60.000.000,00
Cr. Keuntungan Istishna’ Tangguhan Rp12.000.000,00

Dr. Titipan Angsuran Rp3.600.000,00


Cr. Piutang Istishna’ Rp3.600.000,00

Dr. Keuntungan Istishna’ Tangguhan Rp600.000,00


Cr. Pendapatan Keuntungan Istishna’ Rp600.000,00
Dengan adanya jurnal tersebut mengakibatkan posisi Akun-akun dan penyajian dalam Laporan
Keuangan pada Lembaga Keuangan Syariah menjadi sebagai berikut:

HUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/07 Pembayaran 14.500.000 01/07 Tagihan termin ke1 14.500.000
02/08 Pembayaran 20.300.000 01/08 Tagihan termin ke2 20.300.000
02/09 Pembayaran 23.200.000 01/09 Tagihan termin ke 3 23.200.000
Saldo 00
58.000.000 58.000.00

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 311


ASET ISTISHNA’ DALAM PENYELESAIAN
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/07 Pembayaran termin 1 14.500.000 02/09 Penyerahan 60.000.000
02/08 Pembayaran termin 2 20.300.000
02/09 Pembayaran termin 3 23.200.000
Penyesuaian 2.000.000 Saldo 00
60.000.000 60.000.000

PIUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Penyerahan 72.000.000 Pembyran Angs 1 sd 3 3.600.000
Saldo 68.400.000
72.000.000 72.000.000

KEUNTUNGAN ISTISHNA’ TANGGUHAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Pembayaran angs 1 sd 3 600.000 Penyerahan 12.000.000

Saldo 11.400.000
12.000.000 12.000.000

NERACA
Per 25 September 2009
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Piutang Istishna’ 68.400.000 Hutang istishna’ 00


Keuntungan Istishna’ Tangguhan (11.400.000)

Persediaan 00
Laba rugi tahun berjalan
Aset Istishna’ dlm Penyelesaian 00 Keuntungan istishna’ 2.000.000

LAPORAN LABA RUGI


Periode : Jan sd 25 September 2009
Pendapatan istishna’ (Revenue of Istishna’) Rp60.000.000,00
Harga Pokok Istishna’ (Cost of Istishna’) Rp58.000.000,00
---------------------
Keuntungan istishna’ (profit of istishna’) Rp 2.000.000,00

Jika penyerahan proyek dan tagihan pembayaran dilakukan sekaligus oleh LKS Al Hidayah kepada
Gofur, maka jurnal yang dilakukan adalah sebagai berikut:
Dr. Piutang Istishna’ Rp72.000.000,00
Cr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian Rp58.000.000,00
Cr. Keuntungan Istishna’ Tangguhan Rp12.000.000,00
Cr. Pendapatan Keuntungan Istishna’ (selisih tunai) Rp 2.000.000,00
Selanjutnya jurnal pembayaran angsuran sampai pelunasan dan pengaruhnya pada akun-akun yang
terkait dalam Laporan posisi Keuangan dan LAPORAN LABA RUGI seperti dalam pembayaran
angsuran murabahah atau pembayaran angsuran istishna’ di atas.

312 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


6.5.3 Istishna’ Paralel – jangka waktu produksi aset istishna’ sama dengan
jangka waktu pembayaran.
Untuk memberikan gambaran yang lengkap dan jelas terhadap transaksi istishna’ paralel, berikut
diberikan ilustrasi contoh lain yang diambilkan dari buku Accounting Auditing Standard for Islamic Financial
Institution (AASIFI) yang dikeluarkan oleh Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions
(AAOIFI) untuk memberikan gambaran ketentuan yang dipergunakan pada negara lain. Dalam contoh
istishna’ paralel ini jangka waktu penyelesaian barang (proses produksi) sama dengan jangka waktu
pembayaran harga barang dan pembayaran dilakukan mulai proses produksi dilakukan sesuai persentase
penyelesaian proyek.Jadi pembayaran harga barang lunas saat proses produksi barang tersebut selesai dan
dilakukan penyerahan barang yang dipesan.
Contoh : 6 - 20
Kontrak Istishna’ Istishna’ paralel
(500.000) (400.000)
Thn 1 Thn 2 Thn 1 Thn 2
Tagihan oleh sub-kontraktor 300.000 100.000
Billing by (al-sani’) sub-contractor (x-co)
Tagihan termin oleh Bank Syariah kepada pembeli 280.000 220.000
Billing by Sharia Bank to (al-mustasni) purchaser (y-co)
Pembayaran kepada sub kontraktor 290.000 110.000
Payment to sub-contractor (x-co)
Penerimaan pembayaran dari pembeli 230.000 270.000
Collection from purchase (y-co)
Dari ilustrasi contoh di atas, untuk mengetahui jurnal yang dilakukan dan pengakuan pendapatan
yang dilakukan dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut:

Gambar 6-20 : Istishna’ paralel (jangka waktu produksi sama dg jangka waktu pembayaran)
Dari ilustrasi contoh tersebut di atas jurnal yang dilakukan sehubungan dengan transaksi istishna’
tersebut adalah sebagai berikut:

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 313


1. Penerimaan tagihan termin oleh Lembaga Keuangan Syariah sebagai pemesan dari subkontraktor,
pada tahun pertama sebesar Rp300.000.000,00 dan pada tahun kedua sebesar Rp100.000.000,00
Tahun ke-1 Tahun ke-2
Dr. Aset Istishna’ Dlm Penyelesaian (Istishna’ work-in progres) 300.000.000 100.000.000
Cr. Hutang Istishna’ (Istishna’ Account Payable) 300.000.000 100.000.000
2. Penagihan pembayaran termin oleh Lembaga Keuangan Syariah sebagai produsen kepada pembeli
akhir, pada tahun pertama sebesar Rp280.000.000,00 dan pada tahun kedua sebesar
Rp220.000.000,00
Tahun ke-1 Tahun ke-2
Dr. Piutang Istishna’ (Istishna’ Account Receivable) 280.000.000 220.000.000
Cr. Termin Istishna’ (Istishna’ Billing) 280.000.000 220.000.000
3. Penerimaan pembayaran termin dari pembeli akhir oleh Lembaga Keuangan Syariah sebagai
produsen, pada tahun pertama sebesar Rp230.000.000,00 dan pada tahun kedua sebesar
Rp270.000.000,00
Tahun ke-1 Tahun ke-2
Dr. Kas (cash) 230.000.000 270.000.000
Cr. Piutang Istishna’ (Istishna’ Account Receivable) 230.000.000 270.000.000
4. Pembayaran termin oleh Lembaga Keuangan Syariah sebagai pemesan kepada subkontraktor, pada
tahun pertama sebesar Rp290.000.000,00 dan tahun kedua sebesar Rp110.000.000,00
Tahun ke-1 Tahun ke-2
Dr. Hutang Istishna’ (Istishna’ Account Payable) 290.000.000 110.000.000
Cr. Kas (Cash) 290.000.000 110.000.000
5. Posisi akun-akun dalam administrasi Lembaga Keuangan Syariah atas transaksi istishna’ paralel
pada tahun pertama adalah :
ASET ISTISHNA’ DALAM PENYELESAIAN
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan 300.000.000
Pembay termin ke-1 300.000.000 Saldo
300.000.000 300.000.000

PIUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Tagihan termin 280.000.000 Penerimaan pembay 230.000.000
Saldo 50.000.000
280.000.000 280.000.000

HUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Pembayaran termin 290.000.000 Penerimaan tagihan 300.000.000
Saldo 10.000.000
300.000.000 300.000.000

TERMIN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Saldo 280.000.000 Tagihan Termin 280.000.000
280.000.000 280.000.000

314 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


NERACA
Per dd/mm/yyyy
Aktiva pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Aset Istishna’ Dlm Penyelesaian 300.000.000 Hutang Istishna’ 10.000.000
Termin Istishna’ (280.000.000)
Piutang Istishna’ 50.000.000

6. Posisi perkiraan dalam administrasi Lembaga Keuangan Syariah atas transaksi istishna’ paralel pada
tahun kedua adalah :
ASET ISTISHNA’ DALAM PENYELESAIAN
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Pembay termin ke-1 300.000.000
Pembay termin ke 2 100.000.000 Saldo 400.000.000
400.000.000 400.000.000

PIUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Tagihan termin 1 280.000.000 Penerimaan pembay 230.000.000
Tagihan termin 2 220.000.000 Penerimaan pembay 270.000.000
Saldo 00
500.000.000 500.000.000

HUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Pembayaran termin 290.000.000 Penerimaan tagihan 300.000.000
Pembayaran 110.000.000 Penerimaan tagihan 100.000.000
Saldo 00
400.000.000 400.000.000

TERMIN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Tagihan Termin ke 1 280.000.000
Saldo 500.000.000 Tagihan termin ke 2 220.000.000
500.000.000 500.000.000

NERACA
Per dd/mm/yyyy
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Aset Istishna’ Dalam Penyelesaian 500.000.000 Hutang Istishna’ 00


Termin Istishna’ (500.000.000)

Piutang Istishna’ 00

7. Pengakuan pendapatan “Istishna’ Paralel”


Pendapatan istishna’ adalah total harga yang disepakati dalam akad antara LKS dan pembeli akhir,
termasuk margin keuntungan. Margin keuntungan adalah selisih antara pendapatan istishna’ dan harga
pokok istishna’. Pendapatan istishna’ diakui dengan menggunakan metode persentase penyelesaian atau
metode akad selesai.

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 315


a) Pengakuan pendapatan Istishna’ Paralel dengan metode persentase penyelesaian
Salah satu pengakuan pendapatan istishna’ Paralel adalah menggunakan metode persentase
penyelesaian (procentage method) yaitu pengakuan pendapatan didasarkan atau sebanding dengan persentase
penyelesaian proyek atau proses produksi aset istishna’. Dalam PSAK 104 tentang akuntansi istishna’
dijelaskan pengakuan pendapatan sebagai berikut:
17. Jika metode persentase penyelesaian digunakan, maka:
(a) bagian nilai akad yang sebanding dengan pekerjaan yang telah diselesaikan dalam
periode tersebut diakui sebagai pendapatan istishna' pada periode yang bersangkutan;
(b) bagian margin keuntungan istishna' yang diakui selama periode pelaporan ditambahkan
kepada aset istishna' dalam penyelesaian; dan
(c) pada akhir periode harga pokok istishna' diakui sebesar biaya istishna' yang telah
dikeluarkan sampai dengan periode tersebut.
Dari contoh tersebut di atas, apabila Lembaga Keuangan Syariah menggunakan metode persentase
penyelesaian (procentage method), maka perhitungan pendapatan istishna’ adalah sebagai berikut:
Pada tahun pertama persentase penyelesaian dilakukan dengan perhitungan:
Harga jual (akad 1 : LKS dengan pembeli akhir) Rp500.000.000,00
Harga pokok (akad 2 : LKS dengan sub kontraktor) Rp400.000.000,00
---------------------
Keuntungan Rp100.000.000,00
Apabila Lembaga Keuangan Syariah mengeluarkan biaya perolehan (cost istishna’) sebesar
Rp300.000.000,00 yaitu pembayaran yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah sebagai pemesan
kepada Sub-kontraktor, maka perhitungan pendapatan Istishna’ Paralel berdasarkan metode persentase
penyelesaian adalah sebagai berikut:
Tahun ke-1 Tahun ke-2
% penyelesaian 300/400 x 100% = 75% 25%
Pencatatan penerimaan harga ke pembeli akhir 500 x 75% = 375 125
Istishna’ revenue (pendapatan Istishna’) (500 – 400) x 75% = 75 25
Atas perhitungan pengakuan biaya perolehan istishna’ (cost istishna’) dan pendapatan istishna’ (pada
akhir periode laporan keuangan/pada akhir termin), jurnal penyesuaian yang dilakukan adalah sebagai
berikut :
Tahun ke-1 Tahun ke-2
Dr. Harga Pokok Istishna’ (Cost Istishna’ Revenue) 300.000.000 100.000.000
Dr. Aset Istishna’ Dalam Penyelsaian (Istishna’ work-in-progres) 75.000.000 25.000.000
Cr. Pendapatan Istishna’ (Istishna’ Revenue) 375.000.000 125.000.000
Posisi perkiraan dalam Lembaga Keuangan Syariah atas transaksi istishna’ pada tahun pertama
(setelah dilakukan perhitungan pendapatan dengan metode persentase penyelesaian) adalah :

ASET ISTISHNA’ DALAM PENYELESAIAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Beban pra akad 15.000.000
Pembayaran termin ke-1 285.000.000
Pengakuan pendapatan 75.000.000 Saldo 400.000.000
400.000.000 400.000.000

316 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


PIUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Penagihan ke pembeli 280.000.000 Penerimaan pembay 230.000.000
Saldo 50.000.000
280.000.000 280.000.000

TERMIN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Penerimaan pembay 280.000.000
Saldo 280.000.000
280.000.000 280.000.000

NERACA
Per tanggal xx/xx/ 2004
Aktiva pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Aset Istishna’ Dlm Penyelesaian 375.000.000
Termin Istishna’ (280.000.000)
Piutang Istishna’ 50.000.000

LAPORAN LABA RUGI


Periode dd-mm-yyy s/d dd-mm-yyyy
Pendapatan Istishna’ (Istishna’ Revenue) Rp375.000.000,00
Penerimaan Harga Pokok Istishna’ (Cost of Istishna’) Rp300.000.000,00
----------------------
Keuntungan Istishna’ (Istishna’ Profit) Rp 75.000.000,00

Dalam perhitungan pendapatan yang akan dipergunakan sebagai dasar perhitungan distribusi hasil
usaha, yang harus diperhatikan adalah adanya aliran kas masuk, sehingga harus dilakukan perhitungan yang
matang berapa yang telah didukung dengan adanya aliran kas masuk. Posisi perkiraan dalam Lembaga
Keuangan Syariah atas transaksi istishna’ pada tahun kedua (setelah dilakukan perhitungan dan pengakuan
pendapatan atas metode persentase penyelesaian )adalah :

ASET ISTISHNA’ DALAM PENYELESAIAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Beban pra akad 15.000.000
Pembayaran termin ke-1 285.000.000
Pengakuan pendptan- 1 75.000.000
Pembay termin ke-2 100.000.000
Pengakuan pendptan –2 25.000.000 Saldo 500.000.000
500.000.000 500.000.000

PIUTANG ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Penagihan ke pembeli 280.000.000 Penerimaan pembay 230.000.000
Penagihan ke pembeli 220.000.000 Penerimaan pembay 270.000.000
Saldo 00
500.000.000 500.000.000

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 317


TERMIN ISTISHNA’
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Penerimaan pembay 280.000.000
Saldo 00 Penerimaan pembay 220.000.000
500.000.000 500.000.000

NERACA
Per dd/mm/yyyy
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Aset Istishna’ Dlm Penyelesaian 500.000.000


Termin Istishna’ (500.000.000)
Piutang Istishna’ 00

LAPORAN LABA RUGI


Periode dd-mm-yyyy s/d dd-mm-yyyy

Pendapatan Istishna’ (Istishna’ Revenue) Rp125.000.000,00


Harga Pokok Istishna’ (Cost of Istishna’) Rp100.000.000,00
----------------------
Keuntungan Istishna’ (Istishna’ Profit) Rp 25.000.000,00

b) Pengakuan pendapatan dengan metode penyelesaian akad


Dari contoh tersebut di atas, maka perhitungan pendapatan istishna’ paralel adalah:
1. Pada tahun pertama (selama dalam proses penyelesaian barang):
tidak ada perhitungan pendapatan
2. Pada tahun kedua (saat proyek selesai):
Pengakuan biaya (cost) dan pendapatan (hanya dilakukan pada akhir penyelesaian barang)
Dr. Harga pokok Istishna’ (Cost of istishna’) Rp400.000.000,00
Dr. Aset Istishna’ Dalam Penyelesian(Istishna’ work-in-progres) Rp100.000.000,00
Cr. Pendpatan Istishna’ (Istishna’ revenue) Rp500.000.000,00

6.6. Penyajian dan Pengungkapan


Dalam PSAK 104 tentang Akuntansi Istishna’ juga dijelaskan penyajian dan pengungkapan
transaksi istishna’ sebagai berikut:
42. Penjual menyajikan dalam laporan keuangan hal-hal sebagai berikut:
(a) Piutang istishna' yang berasal dari transaksi istishna' sebesar jumlah yang belum dilunasi
oleh pembeli akhir.
(b) Termin istishna' yang berasal dari transaksi istishna' sebesar jumlah tagihan termin
penjual kepada pembeli akhir.
43. Pembeli menyajikan dalam laporan keuangan hal-hal sebagai berikut:
(a) Hutang ishtisna' sebesar tagihan dari produsen atau kontraktor yang belum dilunasi.
(b) Aset istishna' dalam penyelesaian sebesar:
(i) persentase penyelesaian dari nilai kontrak penjualan kepada pembeli akhir, jika
istishna' paralel; atau
(ii) kapitalisasi biaya perolehan, jika istishna'.

318 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Hal-hal yang perlu diungkapkan dalam transaksi istishna’ juga telah diatur dalam PSAK 104 tentang
akuntansi istishna’ sebagai berikut:
44. Entitas mengungkapkan transaksi istishna' dalam laporan keuangan, tetapi tidak terbatas,
pada:
(a) metode akuntansi yang digunakan dalam pengukuran pendapatan dan keuntungan
kontrak istishna';
(b) metode yang digunakan dalam penentuan persentase penyelesaian kontrak yang sedang
berjalan;
(c) rincian piutang istishna' berdasarkan jumlah, jangka waktu, jenis mata uang, dan
kualitas piutang;
(d) rincian hutang istishna' berdasarkan jumlah, jangka waktu dan jenis mata uang; dan
(e) pengungkapan yang diperlukan sesuai Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor
101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.

6.7. Pertanyaan dan Soal

6.7.1 Pertanyaan-pertanyaan
1. Salah satu prinsip penyaluran dana yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah adalah Istishna’
a. Jelaskan pengertian, jenis istishna’ dan istishna’ paralel?
b. Jelaskan karakteristik istishna’ dan istishna’ paralel?
2. PSAK 104 mengatur tentang Akuntansi Istishna’ baik untuk produsen/kontraktor atau pembeli
a. Jelaskan cakupan akuntansi istishna’ dan jelaskan kapan menggunakan akuntansi penjual dan
kapan menggunakan akuntansi pembeli?
b. Jelaskan beberapa akun yang dipergunakan dalam akuntansi penjual dan akuntansi pembali
dalam transaksi istishna’?
3. Istishna’ biasanya dipergunakan untuk kontruksi dimana dalam kontruksi dimungkinkan adanya
tambahan biaya yang tidak dapat dihindari untuk menyelesaikan proyek tersebut misalnya adanya
kenaikan material dsb.
a. Jelaskan pengertian penyatuan dan segmentasi akad dalam istishna’ ?
b. Jelaskan pengakuan dan pengukuran perubahan pesanan dan tagihan tambahan yang
dilakukan Lembaga Keuangan Syariah sebagai penjual atau produsen?
4. Pengakuan pendapatan dalam istishna’ dalam dilakukan dengan menggunakan metode persentase
penyelesaian (procentage method) dan metode penyelesaian (completed method)
a. Jelaskan pengukuran dan pengakuan motode persentasi penyelesaian dan metode
penyelesaian yang dimakud?
b. Jelaskan pengakuan dan pengukuran istishna’ dengan pembayaran tangguh?
5. Istishna’ dan murabahah merupakan transaksi jual beli yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan
Syariah
a. Jelaskan perbedaan dan kesamaan istishna’ dan murabahah?
b. Jelaskan keuntungan dan kelemahan melakukan renovasi rumah dengan mempergunakan
akad murabahah dan akan istishna’?

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 319


6.7.2 Soal-soal

Soal kesatu
H. Abubakar memiliki Yayasan Pendidikan Islam ”ABUBAKAR”dari TK hingga SMU.
Sehubungan dengan meningkatnya peminat sekolah tersebut, YPI Abubakar mengajukan
permohonan untuk melakukan penambahan beberapa kelas dan disepakati oleh Bank Syariah,
dengan data sbb:
Nama barang : Lokal kelas
Jumlah : 10 kelas
Spesifikasi : 6 x 9 m, diding bata merah, atap asbes,
kerangka kayu mranti super
Pembayaran : dilakukan setelah serah terima kelas dan diangsur
selama jangka waktu 2 tahun
Atas kesepakatan dengan YPI Abubakar tersebut bank syariah menunjuk PT Wijaya untuk
melakukan pembangunan dengan spesifikasi sebagaimana tersebut di atas, dengan harga
Rp500.000.000,00. Pembayaran dilakukan secara bertahap yaitu :
Tahap Jumlah Persentase penyelesaian
A pertama Rp150.000.000,00 10%
B kedua Rp200.000.000,00 50%
c. ketiga Rp100.000.000,00 75%
D keempat Rp 50.000.000,00 100%
Sesuai keputusan ALCO, Bank Syariah Amanah Ummat mengharapkan keuntungan setara
dengan 20%/pa.
Diminta :
1. Tentukan prinsip syariah yang dipergunakan dalam transaksi tersebut
2. Perhitungan dan jurnal sehubungan dengan transaksi tersebut

Soal kedua
Pada tanggal 1 Juni 2009 Bank Syariah “Al Hidayah” menyetujui pembuatan rumah dari Muslikun
salah satu nasabah program “KPR MANDIRI” dengan spesifikasi sbb:
Luas Tanah : 120 m2
Luas bangunan : 45 m2
Kontruksi : pondasi batu kali, tembok bata merah dan plesteran, Genteng
plentong, kayu kamper medan
Listik : 450 wats
Air : pompa tangan
Penyerahan rumah : 6 bulan setelah akan ditandatangani
Jangka waktu : 36 bulan dimulai sejak rumah dalam pembangunan dari harga jual
pembayaran Rp72 juta setiap tanggal 25 dilakukan mulai tanggal 25 Juli 2009
Lokasi : Perumahan MUSLIM MANDIRI, Pondok Gede, Bekasi
Untuk keperluan tersebut “Al Hidayah” pada tanggal 2 Juni 2009 melakukan kontrak
pembanguan rumah dengan kontraktor “PT. WIJAYA” developer perumahan Muslim Mandiri
dengan spesifikasi sebagaimana tersebut di atas, penyerahan dilakukan 4 bulan setelah akad ditanda
tangani sebesar Rp 58.000.000,00 dengan pembayaran sebagai berikut:
Tanggal Termin % penyelesaian Jumlah
a 2 Agustus 2009 kedua 50% Rp29.000.000,00
b. 2 Oktober 2009 keempat 100% Rp29.000.000,00

320 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Harga tunai (wajar) saat penyerahan barang sebesar Rp60.000.000,00 setiap unit dan
menetapkan tingkat keuntungan yang diharapkan sebesar Rp 12.000.000,00 setiap unit kepada
Muslikun
Diminta:
1. Tentukan prinsip syariah yang dipergunakan dalam transaksi tersebut
2. Perhitungan dan jurnal yang berhubungan dengan transaksi tersebut

Soal ketiga
PT Angin Ribut akan membangun komplek perumahan untuk karyawannya dengan data-data
tersebut dibawah dan karena tidak mempunyai dana untuk membangun mereka mendatangi bank
syariah untuk dapat membantu pendanaan pembangunan tersebut
Type rumah : Type 28 (batako, lantai keramik, atap asbes, listrik 450 w, air
pompa tangan)
Jumlah rumah : 1.000 unit
Harga per unit rumah : Rp60.000.000,00
Jangka waktu penyerahan : 24 bulan
Pembayaran : Pembayaran oleh pegawai dilakukan dengan cara cicilan
selama 60 bulan
Untuk memenuhi kebutuhan PT Angin Ribut bank syariah melakukan pemesanan kepada PT
Angin Mamiri, sebagai kontraktor untuk dapat membangun perumahan tersebut dengan
kesepakatan :
Type rumah : Type 28 ( batako, lantai keramik, atap asbes, listrik 450 W, air
pompa tangan)
Jumlah rumah : 1.000 unit
Harga per unit rumah : Rp50.000.000,00
Jangka waktu penyerahan : 18 bulan
Pembayaran : Termin 1 sebesar Rp30.000.000.000,00
Termin 2 sebesar Rp10.000.000.000,00
Termin 3 sebesar Rp10.000.000.000,00
Penjelasan tambahan
1. Pada bulan 12 PT Angin Mamiri telah dapat menyelesaikan pembangunan sebanyak 700 unit
rumah dan telah diserahkan kepada Bank Syariah
2. Pada waktu yang sama rumah tersebut diserahkan kepada karyawan PT Angin Ribut melalui
pemimpin perusahaannya
Diminta:
Buatlah perhitungan dan jurnal yang terkait dengan transaksi tersebut?

Soal keempat
Bank Syariah As Syuhada menyetujui permohonan YPI As-Suhada untuk melakukan
pembangunan rumah untuk guru dengan data-data sebagai berikut :
Type rumah : Type 45 (batako, lantai keramik, atap asbes, listrik 450 w, air
pompa tangan)
Jumlah rumah : 100unit
Harga per unit rumah : Rp720.000.000,00
Jangka waktu penyerahan : 6 bulan
Pembayaran : Pembayaran oleh pegawai dilakukan dengan cara cicilan
selama 60 bulan
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Bank syariah melakukan akad dengan kontraktor
untuk melakukan membangun perumahan tersebut dengan kesepakatan :

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 321


Type rumah : Type 45 ( batako, lantai keramik, atap asbes, listrik 450 W, air
pompa tangan)
Jumlah rumah : 100 unit
Harga per unit rumah : Rp600.000.000,00
Jangka waktu penyerahan : 6 bulan
Pembayaran : Termin 1 sebesar Rp400.000.000,00
Termin 2 sebesar Rp200.000.000,00
Diminta :
Buatlah perhitungan dan jurnal sehubungan transaksi tersebut di atas.

Soal kelima
BPRS “Al Hidayah” Jakarta menyetujui pembuatan rumah dari Bapak Abdulah melalui
program “KPR MANDIRI” dengan spesifikasi sebagai berikut:
Luas Tanah : 120 m2
Luas bangunan : 45 m2
Kontruksi : pondasi batu kali, tembok bata merah dan plesteran, Genteng
plentong, kayu kamper medan
Listik : 450 wats
Air : pompa tangan
Harga Rumah : Rp120 juta
Jangka waktu pembay : 60 bulan dimulai setelah rumah diterima oleh karyawan
Lokasi : Perumahan MUSLIM MANDIRI, Pondok Gede, Bekasi
Untuk keperluan tersebut BPRS “Al Hidayah” melakukan kontrak pembanguan rumah
dengan kontraktor “PEMBANGUNAN JAYA” developer perumahan Muslim Mandiri dengan
spesifikasi sebagaimana tersebut di atas dengan harga kontrak sebesar Rp100.000.000,00 dan
pembayaran dilakukan sekaligus saat akad ditanda tangani.
Diminta::
1. Buatlah gambar alur transaksi tersebut di atas
2. Buatlah perhitungan dan jurnal :
(a) pembayaran harga kontrak kepada kontraktor ANDARA
(b). penyerahan barang kepada BPRS Al Hidayah
(c) penyerahan barang kepada Tuan Gofur
(d) pembayaran angsuran tuan Gofur
Soal keenam
Bank Syariah Mardatillah melakukan akad dengan Lembaga Pendidikan Pengembagan
Syariah – Insan Mulia (LPPS – Insan Mulia) untuk pembangunan laboratorium mini banking
dengan data-data sebagai berikut:
Nama Barang : Ruang Laboratorium Mini Banking Syariah
Luas bangunan : 1.000 m2
Kontruksi : pondasi batu kali, tembok bata merah dan plesteran, Genteng plentong,
kayu kamper medan
Listik : 7.000 wats
Air : Jetpam dengan merk “Kuzuka”
Harga Bangunan : Rp720.000.000,00
Pembayaran : Dilakukan secara bertahap/angsuran selama 60 bulan dimulai setelah
Ruang Laboratorium Mini Banking Syariah tersebut diserahkan kepada
LPPS – Insan Mulia
Lokasi : Komplek LPPS – Insan Mulia, Jl. Cilandak KKO nomor 50 Jakarta
Selatan

322 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Untuk keperluan tersebut Bank Syariah Mardatillah melakukan akad kepada PT Wijaya untuk
melakukan pembangunan Ruang Laboratorium tersebut dengan data-data yang sama. Harga
pembangunan Ruang Laboratorium disepakati antara Bank Syariah Mardatillah dengan PT Wijaya
sebesar Rp600.000.000,00 dengan syarat pembayaran sebagai berikut:
a. Tahap pertama sebesar Rp200.000.000,00 pada saat akad ditanda tangani
b. Tahap kedua sebesar Rp300.000.000,00 pada saat penyelesaian pembangunan mencapai
70 %
c. Tahap ketiga sebesar Rp100.000.000,00 pada saat penyelesaian pembangunan mecapai
90%
Diminta:
Buatlah perhitungan dan jurnal yang dilakukan oleh Bank Syariah untuk:
a. Pembayaran harga pembangunan kepada PT Wijaya sesuai tahapannya ?
b. Penerimaan barang dari PT Wijayakusuma oleh Bank Syariah Mardatillah ?
c. Penyerahan barang oleh Bank Syariah Mardatillah kepada LPPS Insan Mulia?
d. Pembayaran angsuran hingga selesai yang dilakukan oleh LPPS Insan Mulia kepada Bank
Syariah ?

Soal ketujuh
Yayasan Pendidikan Islam ”DARUNAZAH” memiliki TK hingga SMU. Sehubungan
dengan meningkatnya peminat sekolah tersebut, YPI Darunazah mengajukan permohonan untuk
melakukan penambahan beberapa kelas dan sepakati oleh Bank Syariah Amal Sehajtera, dengan
data-data sebagai berikut:
Nama barang : Lokal kelas
Jumlah : 10 kelas
Spesifikasi : 6 x 9 m, diding bata merah, atap asbes,
kerangka kayu mranti super
Harga : Rp720.000.000,00
Pembayaran : sekaligus setelah diterima barang
Atas kesepakatan dengan YPI Darunazah Bank Syariah Amal Sejahtera menunjuk PT
Sentosa untuk melakukan pembangunan dengan spesifikasi sebagaimana tersebut di atas, dengan
harga Rp600.000.000,00. Pembayaran dilakukan secara bertahap yaitu tahap pertama sebesar
Rp150.000.000,00, tahap kedua sebesar Rp250.000.000,00 dan tahap ketiga sebesar
Rp200.000.000,00
Diminta :
Buatlah jurnal dan perhitungan yang dilakukan oleh Bank Syariah Amal Sejahtera atas
transaksi tersebut di atas antara lain
a. Pembayaran yang dilakukan kepada PT Sentosa
b. penerimaan barang dari PT Sentosa
c. penyerahan barang kepada YPI Darunazah
d. pembayaran harga barang oleh YPI Darunazah

Soal kedelapan
Bank Syariah Ngudi Berkah menyetujui permohonan YPI As-Suhada untuk melakukan
pembangunan rumah untuk guru dengan data-data sebagai berikut :
Type rumah : Type 45 (batako, lantai keramik, atap asbes, listrik 450 w, air
pompa tangan)
Jumlah rumah : 10 unit
Harga per unit rumah : Rp72.000.000,00

BAB VI. Akuntansi Istishna’ | 323


Jangka waktu penyerahan : 6 bulan
Pembayaran : Pembayaran oleh pegawai dilakukan dengan cara cicilan selama
60 bulan
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Bank syariah melakukan akad dengan kontraktor PT
Amal Berkah untuk melakukan membangun perumahan tersebut dengan kreteria sebagaimana
tersebut di atas sebesar Rp60.000.000,00 dengan tahapan pembayaran :
Termin 1 sebesar Rp30.000.000,00 untuk penyelesaian 20%
Termin 2 sebesar Rp20.000.000,00 untuk penyelesaian 70 %
Termin 3 sebesar Rp10.000.000,00 untuk penyelesaian 100%
Penyerahan rumah oleh kontraktor dilakukan dalam jangka waktu 4 bulan, setelah akad ditanda
tangani.
Diminta :
Buatlah perhitungan dan jurnal sehubungan transaksi tersebut.

Soal kesembilan
Nurcahyo salah satu nasabah BPRS Citra Mandiri sepakat untuk memiliki rumah melalui
program ”Rumah Muslim Citra Mandiri” dengan data-data sebagai berikut:
Type rumah : Type 90 (bata merah, lantai keramik, atap genteng plentong, kusen
kayu jati, listrik 1500 w, air pompa mesin)
Luas Tanah : 120 M
Harga rumah : Rp360.000.000,00 terdiri harga pokok Rp300.000.000,00 dan
keuntungan disepakati Rp60.000.000,00
Jk waktu penyerahan : 6 bulan
Pembayaran : Secara angsuran selama 60 bulan setiap tanggal 25 dimulai tanggal
25 Februari 2009
Untuk memenuhi kebutuhan Nurcahyo tersebut, BPRS Citra Mandiri membangun sendiri
rumah di Komplek Perumahan “Rumah Muslim Citra Mandiri” dalam jangka waktu paling lama 4
bulan mulai tanggal 1 Februari 2009 dengan data-data sebagai berikut:
1. Bulan Februari untuk menyelesaikan tahapan rumah 40% dikeluarkan biaya-biaya material,
upah tenaga kerja, upah pengawas dan biaya lain yang berkaitan dengan pembangunan
tersebut sebesar Rp100.000.000,00
2. Bulan Maret untuk menyelesaikan tahapan rumah 70% dikeluarkan tambahan biaya material,
upah tenaga kerja dan biaya lainnya sebesar Rp100.000.000,00
3. Bulan April untuk penyelesaian pembangunan dan dikeluarkan biaya pembangungan sebesar
Rp50.000.000,00
Diminta
1. Perhitungan atas transaksi di atas
2. Jurnal dari transaksi di atas, baik bank menggunakan metode pengakuan pendapatan sesuai
persentase penyelesaian rumah dan metode penyelesaian rumah.

324 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


BAB VII
AKUNTANSI MUDHARABAH

7.1. Pengertian dan Karakteristik Mudharabah

Salah satu keunikan Lembaga Keuangan Syariah adalah prinsip bagi hasil, khususnya mudharabah.
Mudharabah merupakan transaksi yang harus dilaksanakan atas dasar kepercayaan. Kepercayaan harus
didasari dengan penerapan akidah, akhlaq dan moral sesuai dengan ketentuan syariah. Para pelaku
mudharabah khususnya pengelola dana harus dapat memahami dan mengimplementasikan dengan
sungguh2 dan penuh tanggung jawab atas sifat Rasul yaitu STAF (Shidiq, Tabligh, Amanah dan Fatonah).
Tanpa dilandasi sifat itu prinsip mudharabah sulit untuk dilaksanakan misalnya dalam menentukan hasil
usaha yang diperoleh.
Unsur Mudharabah adalah ditentukannya keberadaan kedua belah pihak, yaitu disatu pihak sebagai
penyedia dana dan pihak lainnya sebagai orang yang ahli dalam pekerjaan/usaha. Bank-bank syariah
menggunakan prinsip Mudharabah dengan para pemegang rekening investasi (deposan/penabung) dan
juga dengan pembiayaan Mudharabah. Dalam hal yang lain, Bank syariah bisa juga melaksanakan suatu
peranan ganda dalam memberikan pembiayaan Mudharabah yakni sebagai mudharib dari para pemegang
rekening investasi dan sebagai agen/wakil dari pemegang saham. Meskipun demikian, di dalam
pembukuannya perlakuan akuntansi berbeda yakni satu sebagai Mudharib dengan para pemegang rekening
investasi (dan) dan satu lagi sebagai penyedia dana dengan para penerima pembiayaan Mudharabah.
Perbedaan ini merupakan dasar untuk menentukan ruang lingkup standar yang telah dijelaskan, sebagai
contoh, tidak bolehnya Bank syariah melepaskan diri sebagai penyedia dana dari perjanjian dalam
pengelolaan dana (pembiayaan Mudharabah).
Tujuan dalam mudharabah memberikan imbalan kepada pemilik dana dari hasil usaha yang
diperoleh oleh pengelola dana yang porsinya disepakati diawal, sehingga hasil yang diperoleh dari pemilik
dana sangat tergantung pada pengelola dana, pemilik dana tidak pernah meminta imbalan pasti dalam
bentuk nominal dimuka. Perhitungan pembagian hasil usaha selalu dilakukan oleh mudharib, karena dalam
mudharabah perkerjaan merupakan hak exclusif dari mudharib, pemilik dana tidak diperkenankan terlibat
dalam manajemen usaha, pemilik dana hanya memiliki hak untuk melakukan pengawasan. Dengan adanya
pekerjaan merupakan hak exklusif mudharib, maka yang mengetahui besarnya hasil usaha juga mudharib, oleh
karena itu yang melakukan pembagian hasil usaha juga mudharib. Jadi dalam hal penghimpunan dana
Lembaga Keuangan Syariah, pembagian usaha dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah sebagai
mudharib. Sebaliknya dalam penyaluran dana dengan prinsip mudharabah (pembiayaan mudharabah),
perhitungan pembagian hasil usaha dilakukan oleh nasabah sebagai mudharib karena LKS sebagai pemilik
dana. Pihak manapun yang kedudukannya sebagai mudharib sangat diperlukan kejujuran, transparansi,
amanah dari pengelola dana. Debitur sebagai mudharib dalam pembiayaan mudharabah, dimata Lembaga
Keuangan Syariah sebagai pemilik dana, sama kedudukannya Lembaga Keuangan Syariah sebagai
mudharib dalam penghimpunan dana mudharabah dimata deposan sebagai pemilik dana.

BAB VII. Akuntansi mudharabah | 325


7.1.1 Pengertian
Dalam kamus Istilah Keuangan dan Perbankan Syariah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia
dijelaskan beberapa istilah yang terkait dengan mudharabah yaitu:
Mudharabah, usaha yang berisiko (risky business) adalah akad kerjasama usaha antara pihak pemilik
dana (shahib al-mal) dengan pihak pengelola dana (mudharib) dimana keuntungan dibagi sesuai nisbah
yang disepakati, sedangkan kerugian ditanggung pemilik dana (modal). Istilah lain dari mudharabah
adalah muqaradhah dan qiradh.
Mudharabah Mutlaqah, akad mudharabah tanpa pembatasan yaitu bentuk kerja sama antara
shahibul mal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha,
waktu, dan daerah bisnis. Dalam fiqh seringkali dicontohkan dengan ungkapan if’al ma syi’ta
(lakukan sesukamu) dari shaibul mal kepada mudharib yang memberi kewenangan penuh.
Mudharabah Muqayyadah, akad mudharabah dengan pembatasan yaitu bentuk kerja sama antara
shahibul mal dan mudharib yang cakupannya dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah
bisnis.
Dalam PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah telah dibahas beberapa pengertian istilah yang
digunakan akuntansi mudharabah dalam transaksi syariah antara lain :
Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (pemilik dana)
menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan
keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya
ditanggung oleh pengelola dana.
Mudharabah muthlaqah adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan kebebasan kepada
pengelola dana dalam pengelolaan investasinya.
Mudharabah muqayyadah adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan batasan kepada
pengelola dana, antara lain mengenai tempat, cara dan atau obyek investasi.
Mudharabah musytarakah adalah bentuk mudharabah dimana pengelola dana menyertakan
modal atau dananya dalam kerjasama investasi.
Dalam Accounting and Auditing Standards for Islamic Institutions menjelaskan beberapa pengertian yang
berkaitan dengan mudharabah antara lain:
Mudharabah adalah perjanjian kerjasama untuk mencari keuntungan antara modal dan kerja/usaha.
Perjanjian tersebut bisa saja terjadi antara deposan (investment account) sebagai penyedia dana
(pemegang rekening investasi) dan bank syariah sendiri sebagai mudharib. Bank syariah menjelaskan
keinginannnya untuk menerima dana investasi dari sejumlah nasabah, pembagian keuntungan
disetujui antara kedua belah pihak sedangkan kerugian ditanggung oleh penyedia dana, asalkan tidak
terjadi kesalahan, atau pelanggaran syariah yang telah ditetapkan, atau tidak terjadi kelalaian di pihak
bank syariah. Kontrak Mudharabah dapat juga diadakan antara bank syariah sebagai pemberi modal
atas namanya sendiri atau khusus atas nama deposan, pengusaha, para pengrajin lainnya termasuk
petani, pedagang, dan sebagainya. Mudharabah berbeda dengan spekulasi yang berunsur kepada
perjudian (gambling) dalam pembelian dan transaksi penjualan.
Mudharabah Mutlaqah (Unrestricted Investment/Investasi Tak Terbatas/Dana Syirkah Temporer ) Jenis
rekening ini, pemegang rekening investasi akan memberikan wewenang/kuasa kepada bank syariah
untuk mengelola dananya sesuai dengan apa yang dianggap tepat oleh bank syariah tanpa membatasi
mengenai, bagaimana dan untuk apa tujuan dari dana tersebut harus dikelola (diinvestasikan).
Dibawah naungan bank syariah, semua dana pemegang rekening investasi akan
disatupadu/dicampur dan dengan demikian pula, bank syariah mempunyai hak untuk
menggunakannya. Bagi pemegang rekening investasi dan bank syariah biasanya akan berperan serta
dalam dana imbal hasil investasi.
Mudharabah Muqayyadah (Restricted Investment/Dana Investasi Terbatas). Jenis rekening ini,
pemegang rekening investasi akan mewajibkan beberapa pembatasan mengenai dimana, bagaimana,

326 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


dan untuk apa tujuan dana ini diinvestasikan. Selanjutnya bank syariah dapat membatasi
penggabungan dengan dananya sendiri dengan dana rekening investasi yang terbatas tersebut bagi
tujuan investasi. Di samping itu terdapat pembatasan lainnya yang dapat diberikan oleh pemegang
rekening investasi, umpamanya pemegang rekening investasi dapat mensyaratkan kepada bank
syariah untuk tidak menanamkan dana mereka dalam transaksi penjualan angsuran atau tanpa
agunan (kolateral), atau mensyaratkan bahwa bank syariah itu sendiri harus melaksanakan investasi
lebih daripada melalui pihak ketiga.
Adapun rukun Mudharabah adalah sebagai berikut:
1. Orang yang berakad :
a. Pemilik modal/Shahibul maal atau Rabbul maal
b. Pelaksanaan atau usahawan/Mudharib
2. Modal/maal
3. Kerja atau usaha/Dharabah
4. Keuntungan/ribh
5. Shighat/Ijab Qabul
Rukun-rukun mudhorobah dalam pandangan jumhur ulama ada tiga pelaku akad (pemberi dan
penerima harta), ma`qud `alaih (modal, usaha keuntungan) dan sighat (ijab dan qabul). Imam syafi`i
membaginya menjadi lima bagian harta, usaha, keuntungan, sighat dan pelaku akad. Para ulama sepakat
bahwa akad mudhorobah tidak wajib sebelum si pelaksana memulai usahanya, karena pemilik dan pelaksana
bisa membatalkannya. Adapun jika pelaksana telah memulai usahanya apakah antara pelaksana dan pemilik
modal wajib menulis akad mudhorobah? Imam Malik berpendapat wajib dan merupakan akad yang diwarisi.
Jika pelaksana mempunyai anak-anak yang amanah, mereka mewarisi mudhorobah tersebut dan mempunyai
hak dan kewajiban seperti bapak mereka. jika mereka tidak amanah mereka wajib mencari seorang yang
amanah.Abu Hanifah, Syafi`i dan Ahmad mengatakan bahwa akad mudhorobah tidak wajib karena pemberi
dan penerima modal, salah seorang dari keduanya boleh membatalkan akad tersebut kapan ia inginkan dan
akad mudhorobah tidak dapat diwarisi. Alasan perbedaan pendapat kedua belah pihak adalah, Imam Malik
berpendapat akad mudorobah itu wajib karena jika akad itu dibatalkan setelah beroperasi akan membawa
mudhorot, baik terhadap pemberi atau penerima modal. Sedangkan pendapat Imam Abu Hanifah, Syafi`i
dan Ahmad bahwa akad tersebut tidak wajib, karena akad mudhorobah sebelum dan sesudahnya sama saja.
Juga karena mudhorobah itu sendiri artinya mempergunakan harta orang lain dengan izinnya, maka kedua
belah pihak mempunyai hak untuk membatalkan akad tersebut, sebagaimana boleh membatalkan akad
dalam masalah wadi`ah dan wakalah. Hanafiyah menambahkan syarat sahnya pembatalan itu, yaitu
memberi tahu salah seorang dari kedua belah pihak pada pihak lain tentang pembatalan tersebut,
sebagaimana terjadi dalam banyak jenis syarikat perkongsian. Pada saat pemberitahuan pembatalan
tersebut, modal dasar harus berupa uang, jika tidak berupa uang maka pembatalan kerja sama tidak sah.
Adapun pendapat Syafi`iyah dan Hanabilah jika mudhorobah batal sedangkan modal dan untung masih
berupa barang maka kedua belah pihak boleh menjual atau membaginya. Jika pelaksana meminta semua
barang dijual dan pemilik modal tidak setuju, maka hakim mesti memaksa pemilik modal untuk
menjualnya, karena pelaksana mempunyai hak dari keuntungan tersebut dan haknya itu tidak akan
didapatnya melainkan dengan cara dijual.

7.1.2 Karakteristik Mudharabah


Bagi Lembaga Keuangan Syariah, prinsip mudharabah ini dapat dilakukan dalam penghimpunan
dana (sumber dana) tetapi juga dalam penyaluran dana (pengelola dana). Pada prinsip mudharabah, baik
yang dilakukan dalam penghimpunan dana maupun yang dilakukan dalam penyaluran dana, memiliki
karakteristik yang tidak berbeda.
Untuk mengetahui kedudukan masing-masing pihak yang terkait dan kedudukan Lembaga
Keuangan Syariah dapat dilihat pada gambar sebagai berikut:

BAB VII. Akuntansi mudharabah | 327


Gambar 7-1 : Pihak-pihak terkait dalam mudharabah
Dari gambar di atas dapat dijelaskan secara rinci hal-hal sebagai berikut:
A. Dalam penghimpunan dana (LKS sebagai pengelola)
Salah satu prinsip yang dilaksanakan oleh LKS pada transaksi penghimpunan dana adalah dengan
menggunakan prinsip mudharabah. Dari gambar di atas dalam penghimpunan dana yang dilakukan oleh
Lembaga Keuangan Syariah, maka kedudukan LKS “Amal Sejahtera” sebagai pengelola dana (mudharib)
sedangkan sebagai pemilik dana (shahibul maal) adalah investor/deposan (Siti Aminah). Pembagian hasil
usaha dilakukan antara Siti Aminah sebagai investor dengan LKS “Amal Sejahtera” sebagai pengelola
dana (mudharib). Perhitungan pembagian hasil usaha dilakukan oleh LKS “Amal Sejahtera” sebagai
pengelola dana (mudharib), karena pekerjaan sepenuhnya diserahkan kepada LKS “Amal Sejahtera” sebagai
pengelola dana sehingga yang mengetahui hasil usaha adalah LKS “Amal Sejahtera” sebagai pengelola
dana, maka yang melakukan perhitungan pembagian hasil usaha adalah LKS “Amal Sejahtera” sebagai
pengelola dana (mudharib).
Dalam perbankan syariah prinsip ini diaplikasikan pada Tabungan Mudharabah dan Deposito
Mudharabah. Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 02/DSN-MUI/IV/2000 tentang Tabungan,
khususnya tabungan mudharabah mengatur sebagai berikut:
Pertama - Tabungan ada dua jenis:
1. Tabungan yang tidak dibenarkan secara syari’ah, yaitu tabungan yang berdasarkan
perhitungan bunga.
2. Tabungan yang dibenarkan, yaitu tabungan yang berdasarkan prinsip Mudharabah
dan Wadi’ah.
Kedua - Ketentuan Umum Tabungan berdasarkan Mudharabah:
1. Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul mal atau pemilik dana, dan
bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.
2. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha
yang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah dan mengembangkannya, termasuk
di dalamnya mudharabah dengan pihak lain.
3. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
4. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam
akad pembukaan rekening.

328 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


5. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan dengan menggunakan
nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
6. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan
yang bersangkutan.
Sedangkan penghimpuan dana yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah dalam bentuk
simpanan berjangka (deposito berjangka), Fatwa Dewan Syariah Nasional 03/DSN-MUI/IV/2000
tentang Deposito mengatur sebagai berikut:
Pertama - Deposito ada dua jenis:
1. Deposito yang tidak dibenarkan secara syari’ah, yaitu Deposito yang berdasarkan
perhitungan bunga.
2. Deposito yang dibenarkan, yaitu Deposito yang berdasarkan prinsip Mudharabah.
Kedua - Ketentuan Umum Deposito berdasarkan Mudharabah:
1. Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik dana, dan
bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.
2. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha
yang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah dan mengembangkannya, termasuk di
dalamnya mudharabah dengan pihak lain.
3. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
4. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam
akad pembukaan rekening.
5. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional deposito dengan menggunakan
nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
6. Bank tidak diperkenankan untuk mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa
persetujuan yang bersangkutan.
B. Dalam penyaluran dana (LKS sebagai pemilik dana)
Prinsip bagi hasil merupakan salah satu pola penyaluran dana Lembaga Keuangan Syariah, dimana
dalam pola bagi hasil ini dapat dilakukan dengan prinsip mudharabah atau prinsip musyarakah. Dalam hal
Lembaga Keuangan Syariah menyalurkan dana dengan prinsip mudharabah, maka pada gambar di atas
kedudukan LKS “Amal Sejahtera” adalah sebagai pemilik dana (shahibul maal) sedangkan sebagai pengelola
dananya (mudharib) adalah nasabah debitur (Zainudin). LKS “Amal Sejahtera” hanya diperkenankan untuk
melakukan pengawasan, pembinaan dan tidak diperkenankan ikut campur dalam pengelolaan dana
tersebut. Oleh karena pekerjaan sepenuhnya diserahkan kepada Zainudin sebagai mudharib, maka yang
mengetahui besar hasil usaha tersebut adalah Zainudin sebagai mudharib, oleh karena itu yang melakukan
perhitungan pembagian hasil usaha juga Zainudin sebagai mudharib. Dalam perbankan syariah prinsip ini
diaplikasikan pada Investasi (pembiayaan) Mudharabah. Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No.
07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh), diatur hal-hal yang berkaitan dengan
pembiayaan mudharabah (penyaluran dana yang dilakukan oleh LKS) sebagai berikut:
Pertama - Ketentuan Pembiayaan:
1. Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak
lain untuk suatu usaha yang produktif.
2. Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100%
kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai
mudharib atau pengelola usaha.
3. Jangka waktu usaha, tatacara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan
ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (LKS dengan pengusaha).

BAB VII. Akuntansi mudharabah | 329


4. Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan
sesuai dengan syari’ah; dan LKS tidak ikut serta dalam managemen perusahaan atau
proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.
5. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan
piutang.
6. LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah
kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau
menyalahi perjanjian.
7. Pada prinsipnya, dalam Pembiayaan Mudharabah tidak ada jaminan, namun agar
mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudharib
atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti
melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.
8. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan
diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN.
9. Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.
10. Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau melakukan
pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya
yang telah dikeluarkan.
Kedua - Rukun dan Syarat Pembiayaan:
1. Penyedia dana (sahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum.
2. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan
kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal
berikut:
a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak
(akad).
b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan
menggunakan cara-cara komunikasi modern.
3. Modal ialah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh penyedia dana kepada
mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut:
a. Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.
b. Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam
bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.
c. Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib,
baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
4. Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal.
Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi:
a. Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk
satu pihak.
b. Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan
pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari
keun-tungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan
kesepakatan.
c. Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan
pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari
kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
5. Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan (muqabil) modal yang
disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut:
a. Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia
dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.

330 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


b. Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa
yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.
c. Pengelola tidak boleh menyalahi hukum Syari’ah Islam dalam tindakannya yang
berhubungan dengan mudharabah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku
dalam aktifitas itu.
Ketiga - Beberapa Ketentuan Hukum Pembiayaan:
1. Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu.
2. Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu’allaq) dengan sebuah kejadian di masa depan yang
belum tentu terjadi.
3. Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak ada ganti rugi, karena pada dasarnya akad ini
bersifat amanah (yad al-amanah), kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau
pelanggaran kesepakatan.
4. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di
antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi
Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Berkaitan dengan transaksi mudharabah tanpa membedakan mudharabah dalam penghimpunan
dana atau mudharabah dalam penyaluran dana PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah, (prgf 5 sd 11)
menjelaskan karakteristik mudharabah sebagai berikut:
5. Entitas dapat bertindak baik sebagai pemilik dana atau pengelola dana.
6. Mudharabah terdiri dari mudharabah muthlaqah, mudharabah muqayyadah, dan mudharabah
musytarakah. Jika entitas bertindak sebagai pengelola dana, dana yang diterima disajikan
sebagai dana syirkah temporer.
7. Dalam mudharabah muqayadah, contoh batasan antara lain:
(a) tidak mencampurkan dana pemilik dana dengan dana lainnya;
(b) tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa penjamin, atau
tanpa jaminan; atau
(c) mengharuskan pengelola dana untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui pihak
ketiga.
8. Pada prinsipnya dalam penyaluran mudharabah tidak ada jaminan, namun agar pengelola dana
tidak melakukan penyimpangan maka pemilik dana dapat meminta jaminan dari pengelola
dana atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila pengelola dana terbukti
melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.
9. Pengembalian dana mudharabah dapat dilakukan secara parsial bersamaan dengan distribusi
bagi hasil atau secara total pada saat akad mudharabah diakhiri.
10. Jika dari pengelolaan dana mudharabah menghasilkan keuntungan maka porsi jumlah bagi
hasil untuk pemilik dana dan pengelola dana ditentukan berdasarkan nisbah yang disepakati
dari hasil usaha yang diperoleh selama periode akad. Jika dari pengelolaan dana mudharabah
menimbulkan kerugian maka kerugian finansial menjadi tanggungan pemilik dana.
11. Pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakukan berdasarkan prinsip bagi hasil atau bagi
laba. Dalam prinsip bagi hasil usaha berdasarkan bagi hasil, dasar pembagian hasil usaha
adalah laba bruto (gross profit) bukan total pendapatan usaha (omset). Sedangkan dalam prinsip
bagi laba, dasar pembagian adalah laba bersih yaitu laba bruto dikurangi beban yang berkaitan
dengan pengelolaan modal mudharabah.

BAB VII. Akuntansi mudharabah | 331


7.1.3 Jenis dan Alur Transaksi Mudharabah
Untuk dapat memahami akuntansi mudharabah, hendaknya perlu diketahui terlebih dahulu jenis
dan alur dari mudharabah. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kedudukan Lembaga Keuangan Syariah
dalam melaksanakan transaksi mudhrabah

A. Jenis Mudharabah
Prinsip mudharabah yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah dapat dikategorikan sebagai berikut:
1) Mudharabah Mutlaqah
Mudharabah Mutlaqah dalam PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah diterjemahkan
menjadi “Investasi Tidak Terikat” untuk penghimpunan dana dan “Pembiayaan Mudharabah” untuk
penyaluran dana. Karena banyak menimbulkan salah pengertian “Investasi Tidak Terikat” yang berada
pada posisi pasiva maka dalam PSAK Syariah yang baru istilah tersebut disempurnakan menjadi “Dana
Syirkah Temporer” , sedangkan “pembiayaan mudharabah” disempurnakan menjadi “Investasi
Mudharabah”. Dikatakan mudharabah muthlaqah jika pemilik dana memberikan kebebasan kepada
pengelola dana dalam pengelolaan investasinya.
2) Mudharabah Muqayyadah (Investasi Terikat)
Mudharabah muqayyadah dalam PSAK 59 maupun PSAK syariah yang baru diterjemahkan
sebagai ”Investasi Terikat”, apabila pemilik dana (shahibul maal) memberikan syarat-syarat tertentu kepada
mudharib dalam pengelolaan dana. Dalam Mudharabah muqayyadah Lembaga Keuangan Syariah dapat
bertindak sebagai pemilik dana dan dapat pula sebagai pengelola dana. Dalam Mudharabah muqayyadah
pemilik modal mengikat pelaksana untuk berdagang di negeri tertentu atau tempat tertentu, atau waktu
tertentu. Atau pemilik modal menekankan pada pelaksana untuk tidak membeli dan menjual kepada orang
tertentu.. Dikatakan mudharabah muqayyadah jika pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola
dana, antara lain mengenai tempat, cara dan atau obyek investasi. Pembahasan tentang Investasi Terikat
akan dibahas dalam bab selanjutnya
3) Mudharabah Musytarakah
Mudharabah musytarakah ini merupakan perpaduan akad mudharabah dengan akad musyarakah,
yaitu akad mudharabah dimana pengelola dana (nasabah) memiliki kontribusi modal dalam usaha tersebut
sebagaimana kontribusi modal dalam musyarakah (dalam mudharabah seluruh dana berasal dari pemilik
dana). Mudharabah musytarakah adalah bentuk mudharabah dimana pengelola dana menyertakan modal
atau dananya dalam kerjasama investasi.
Mudharabah mutlak pemilik modal tidak mengikat si pelaksana/pekerja. Contohnya “saya serahkan
harta ini untuk dimudharabahkan dengan syarat keuntungan milik bersama”. Dalam hal penentuan waktu
dan orang-orang, Imam Abu Hanifah serta Ahmad membolehkan pelaksana untuk tidak melaksanakan
ketentuan yang telah ditetapkan pemilik modal. Menurut Syafi`i dan Imam Malik, tidak dibenarkan bahkan
wajib melaksanakan apa yang telah ditentukan pemilik modal. Dalam masalah menghubungkan
mudharabah dengan waktu yang akan datang, Abu Hanifah dan Ahmad membolehkannya, menurut Malik
dan syafi`i tidak boleh. Contohnya “harta ini baru bisa dimudharabahkan pada bulan depan”. Adapun
mudharabah bersyarat, contohnya jika si fulan datang kepadamu dengan piutang saya, jadikanlah ia modal
untuk mudharabah. Hanabilah dan Zaidiyah membolehkan mudharabah bersyarat, sedangkan Hanafiyah,
Malikiyah dan Syafi`iyah melarang, alasannya karena mudharabah itu tujuannya untuk mendapat sebagian
dari keuntungan dan menyerahkan harta modal tidak sah dengan adanya syarat.

332 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


B. Alur Transaksi Mudharabah
Dari pengertian dan karakterstik mudharabah tersebut di atas maka transaksi mudharabah mutlaqah
dapat digambarkan dalam alur sebagai berikut:

Gambar 7-2 : Alur transaksi Mudharabah mutlaqah


Dari gambar di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Pengelola dana (mudharib) memiliki usaha atau proyek yang fisibel untuk dipergunakan sebagai
obyek dalam mudharabah. Berdasarkan proyek tersebut, nasabah sebagai mudharib mengajukan
permohonan kepada shahibul maal untuk dapat membiayai proyek atau usaha tersebut
2) Pemilik dana (shahibul maal) berdasarkan prinsip-prinsip kehati-hatian, analisa dan pertimbangan
kelayakan proyek tersebut dapat membiayai usaha atau proyek yang diajukan oleh mudharib
(memberikan modal mudharabah). Pada prinsipnya modal yang harus diserahkan kepada mudharib
sebesar 100% (seratus persen) dari kebutuhan dana proyek yang akan dijalankan. Shahibul maal hanya
dapat melakukan pengawasan, tidak diperkenankan untuk ikut campur dalam pengelolaan dana
tersebut.
3) Pembagian hasil usaha dilakukan antara mudharib dengan shahibul maal sesuai nisbah yang
disepakati pada awal akad, dan dilakukan dengan cara negosiasi. Perhitungan pembagian hasil usaha
dilakukan oleh mudharib. Dalam pembagian hasil usaha ini dapat mempergunakan salah satu dari dua
prinsip yang ada yaitu Prinsip Hasil (Revenue Sharing) atau Prinsip Bagi Laba (Profit Sharing). Hasil
usaha yang dibagi adalah hasil usaha yang nyata-nyata diterima (cash basis). Apabila kerugian
disebabkan kesalahan dari mudharib maka kerugian tersebut ditanggung oleh mudharib, tetapi jika
kerugian disebabkan bukan kesalahan mudharib ditanggung oleh pemilik dana.
4). Mudharib mengembalikan sisa modal. Mudharib tidak dapat menjamin pengembalian dana pemilik
dana (shahibul maal) sebesar modal awal (100%), karena ada kemungkinan pengurangan modal
sebagai akibat kerugian yang disebabkan karena bukan kesalahan pengelola modal (mudharib),
sehingga kerugian tersebut ditanggung oleh pemilik dana (shahibul maal).

BAB VII. Akuntansi mudharabah | 333


7.2. Cakupan Akuntansi Mudharabah
Pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengukapan transaksi mudharabah yang sebelumnya diatur
dalam PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah diganti dengan PSAK 105 tentang Akuntansi
Mudharabah. Untuk melakukan pembahasan akuntansi Mudharabah sesuai ketentuan PSAK 105 tentang
Akuntansi Mudharabah, hendaknya perlu diketahui dahulu ruang lingkup yang diatur dalam PSAK
tersebut. Dalam PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah, (prgf 2 dan 3) menjelaskan ruang lingkup
akuntansi mudharabah sebagai berikut:
2. Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang melakukan transaksi mudharabah baik sebagai pemilik
dana (shahibul maal) maupun pengelola dana (mudharib).
3. Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi syariah (sukuk) yang
menggunakan akad mudharabah.
Jadi cakupan akuntansi mudharabah mengatur tentang akuntansi pada pemilik dana (shahibul maal)
dan akuntansi pada pengelola dana (mudharib). Cakupan Akuntansi mudharabah pada pemilik dana atau
pengelola dana dapat dilihat dalam gambar berikut ini.

Gambar 7-3 : penggunaan akuntansi mudharabah


Dalam gambar di atas dapat dijelaskan bahwa:
1. Dalam penghimpunan dana yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah, maka sebagai pemilik
dana/pemodal (shahibul maal) adalah Siti Aminah (sering disebut dengan deposan) sedangkan LKS
“Amal Sejahtera” sebagai pengelola dana (mudharib). Oleh karena itu penerapan Akuntansi
Mudharabah adalah Siti Aminah sebagai pemilik dana (shahibul maal) menerapkan “Akuntansi
Pemilik Dana” dan LKS “Amal Sejahtera” sebagai pengelola dana (mudharib) menerapkan
“Akuntansi Pengelola Dana”. dalam PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah
2. Dalam penyaluran dana yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah, maka sebagai pemilik dana
(shahibul maal) adalah LKS “Amal Sejahtera” sedangkan sebagai pengelola (mudharib) adalah
Zainudin atau nasabah yang sering disebut dengan debitur. Oleh karena itu penerapan Akuntansi
Mudharabah adalah LKS “Amal Sejahtera” sebagai pemilik dana (shahibul maal) menerapkan
“Akuntansi Pemilik Dana” dan Zainudin sebagai pengelola dana (mudharib) menerapkan “Akuntansi
Pengelola Dana” dalam PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah
Dalam melaksanakan transaksi mudharabah kedudukan Lembaga Keuangan Syariah dapat
bertindak sebagai pemilik dana, dapat pula bertindak sebagai pengelola dana dan dapat juga bertindak
sebagai pihak yang menyalurkan dana (agen) saja. Hal ini mempengaruhi akun yang akan dipergunakan.
Untuk memberikan gambaran penggunaan akun oleh Lembaga Keuangan Syariah dapat dilihat pada
gambar berikut:

334 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Gambar 7-4 : Penggunaan Akun
Akun-akun yang dipergunakan oleh Lembaga Keuangan Syariah sebagai pemilik dana atau sebagai
pengelola dana secara rinci dapat dilihat pada akuntansi pemilik dana dan akuntansi pengelola dana pada
butir berikutnya.

7.3. Akuntansi Pemilik Dana (shahibul maal)

Dalam sub bab ini dibahas akuntansi pemilik yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah terkait
dengan pengelolaan dana yang menggunakan prinsip mudharabah (Lembaga Keuangan Syariah sebagai
pemilik dana). Akuntansi Pemilik Dana ini juga dapat diterapkan untuk pemodal/investor atau deposan
atas penghimpunan dana yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah (deposan sebagai pemilik dana).
Jika diperhatikan ketentuan-ketentuan dalam PSAK 105 tentang akuntansi Mudharabah, yang banyak
dibahas dalam akuntansi pemilik dana adalah pada sudut penyaluran dana yang dilakukan oleh LKS
sebagai pemilik dana.

7.3.1 Akun-akun dalam Akuntansi Pemilik Dana Mudharabah


Akun-akun yang dipergunakan dalam akuntansi mudharabah pada pemilik dana dalam transaksi
mudharabah, baik untuk kepentingan penyusunan Laporan Posisi Keuangan (Neraca) maupun untuk
penyusunan Laporan Laba Rugi berbeda dengan akun-akun yang dipergunakan dalam Akuntansi
Pengelolaan Dana.
A. Akun-akun untuk Laporan Posisi Keuangan (neraca)
Akun-akun berikut dipergunakan untuk mencatat transaksi mudharabah pada akuntansi pemilik dana
untuk kepentingan laporan posisi keuangan (neraca)
1. Investasi Mudharabah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat modal mudharabah yang telah diberikan oleh pemilik dana
(shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib), baik modal kas maupun modal non kas (barang).
Perkiraan ini hanya dipergunakan pada pemilik dana (shahibul maal). Perkiraan ini akan didebet pada
saat penyerahan modal mudharabah kepada pengelola dan dikredit pada saat penerimaan kembali

BAB VII. Akuntansi mudharabah | 335


modal mudharabah dari pengelola dana (mudharib) dan kerugian mudharabah yang menjadi
tanggung jawab pemilik dana (shahibul maal).
2. Piutang Pendapatan Bagi Hasil
Akun ini dipergunakan untuk membukukan bagi hasil yang telah dihitung oleh nasabah tetapi
belum diserahkan kepada LKS sebagai pemilik dana, sebesar porsi LKS sebagai pemilik dana
(sebagai laporan dari pengelola, bukan atas dasar proyeksi pendapatan yang dilakukan oleh pemilik
dana). Akun ini dikredit pada saat dilakukan pengakuan pendapatan dan didebet pada saat
penerimaan atau pembayaran bagi hasil diterima dari pengelola dana.
3. Piutang kepada Mudharib
Akun ini dipergunakan untuk mencatat modal mudharabah yang telah jatuh tempo dan belum
diserahkan kembali oleh pengelola dana, juga dipergunakan untuk mencatat kerugian pengelolaan
dana mudharabah yang merupakan kelalaian dari pengelola dana. Akun ini didebet pada saat timbul
piutang kepada mudharib dan dikredit pada saat pembayaran pelunasan piutang kepada mudharib.
4. Cadangan penyisihan kerugian investasi
Akun ini dipergunakan untuk membukukan pembentukan penyisihan kerugian yang dibentuk atas
investasi mudharabah. Akun ini dikredit pada saat pembentukan penyisihan kerugian dan didebet
pada saat digunakan untuk penghapusan investasi mudharabah
5. Keuntungan Mudharabah Tangguhan
Akun ini dipergunakan untuk membukukan selisih antara nilai wajar dan nilai tercatat penyerahan
modal mudharabah non kas (barang) dimana nilai wajar lebih besar dari nilai tercatat. Keuntungan
Mudharabah Tangguhan ini harus diamortisir selama jangka waktu akad mudharabah. Akun ini
dikredit pada saat pembentukan keuntungan mudharabah tangguhan dan didebet pada saat
dilakukan amortisasi.
6. Akumulasi Penurunan Nilai (Penyusutan) Aset Mudharabah (modal non kas)
Akun ini dpergunakan untuk membukukan akumulasi penurunan nilai akibat penyusutan yang
dilakukan oleh pemilik dana (shahibul maal) atas modal mudharabah non kas (barang) yang
dipergunakan dalam usaha mudharabah. Akun ini di kredit pada saat pembentukan penurunan nilai
akibat penyusutan dan didebet pada saat modal mudharabah non kas diterima kembali atau dijual.

B. Akun-akun untuk Laporan Laba Rugi


Akun-akun berikut dipergunakan untuk mencatat transaksi mudharabah dalam akuntansi pemilik
dana untuk kepentingan penyusunan laporan laba rugi
1. Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat pendapatan bagi hasil mudharabah, baik yang diterima
secara tunai maupun akrual, yaitu hasil usaha yang telah diperoleh pengelola yang merupakan hak
pemilik dana. Akun ini dikredit pada saat penerimaan dan pengakuan pendapatan sebesar porsi hasil
usaha yang menjadi hak pemilik dana dan didebet pada saat dipindahkan ke Laba Rugi pada akhir
periode laporan keuangan
2. Beban kerugian investasi mudharabah
Akun ini dipergunakan untuk membukukan kerugian yang timbul dalam investasi mudharabah yang
disebabkan antara lain kehilangan, kerusakan penurunan nilai sebelum usaha dimulai dan bukan
kelalaian atau kesalahan pengelola. Akun ini didebet pada saat timbul kerugian dan dikredit pada
saat dipindahkan ke Laba Rugi sewaktu tutup buku akhir tahun.
3. Keuntungan Penyerahan Aset Mudharabah
Akun ini dipergunakan untuk membukukan keuntungan mudharabah atas penyerahan modal non
kas, sebesar amortisasi keuntungan mudharabah tangguhan. Akun ini dikredit pada saat dilakukan
amortisasi keuntungan mudharabah tangguhan dan didebet pada saat dipindahkan ke Laba Rugi
pada akhir tahun (tutup buku)

336 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


4. Kerugian Penyerahan Aset Mudharabah
Akun ini dipergunakan untuk membukukan kerugian atas penyerahan modal mudharabah non kas,
dimana nilai wajar lebih kecil dari nilai tercatat modal non kas yang diserahkan. Akun ini didebet
pada saat timbul kerugian dan dikredit pada saat dipindahkan ke Laba Rugi sewaktu tutup buku
akhir tahun.
5. Biaya penurunan nilai (penyusutan) aset mudharabah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat kerugian yang timbul akibat penurunan aset mudharabah
setelah dimulai usaha sebagai akibat kehilangan atau penurunan nilai aset mudharabah termasuk
penyusutan yang dilakukan.. Akun ini disajikan sebagai pengurangan pendapatan bagi hasil
mudharabah.Jika modal non kas (barang) mudharabah diperjanjian diawal akan dikembalikan
kepada pemilik dana, maka penyusutan akan menjadi beban pemilik dana, sehingga nisbah untuk
pemilik dana lebih besar. Jika modal non kas (barang) mudharabah diperjanjikan diawal untuk tidak
dikembalikan kepada pemilik dana, maka penyusutan dihitung oleh pengelola dana dan
diperhitungkan dalam pembagian hasil usaha.
6. Keuntungan Pengembalian Aset Mudharabah (modal non kas)
Akun ini dipergunakan untuk mencatat selisih antara nilai bersih investasi mudharabah dengan
modal non kas/barang (harga perolehan dikurangi dengan akumulasi penurunan nilai akibat
penyusutan) lebih besar dari nilai wajar saat diterima kembali modal mudharabah non kas (barang).
Akun ini disajikan sebagai penambah Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah.
7. Kerugian Pengembalian Aset Mudharabah (modal non kas)
Akun ini dipergunakan untuk mencatat selisih antara nilai bersih investasi mudharabah dengan
modal non kas/barang (harga perolehan dikurangi dengan akumulasi penurunan nilai akibat
penyusutan) lebih kecil dari nilai wajar saat diterima kembali modal mudharabah non kas (barang).
Akun ini disajikan sebagai pengurang Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah.
Untuk memberikan gambaran yang lengkap dan rinci, akuntansi dari transaksi mudharabah pada
pemilik dana dapat diberikan ilustrasi contoh transaksi mudharabah secara utuh sebagai berikut:
Contoh : 7-1 (ilustrasi umum)
Pada tanggal 15 Januari 2008 LKS “Amal Sejahtera” menyetujui untuk memberikan modal
mudharabah kepada Zainudin, seorang pengusaha textil di Medan, sebesar Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta Rupiah). Pembagian hasil usaha (nisbah) disepakati 70 untuk LKS “Amal Sejahtera” dan
30 untuk Zainudin. Investasi Mudharabah dengan jangka waktu 2 tahun, yaitu sampai dengan 15
Januari 2010
Penyerahan modal mudharabah oleh LKS Amal Sejahtera sebagai pemilik dana (shahibul maal)
kepada Zainudin sebagai pengelola dana (mudharib) dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Tanggal 25 Januari 2008 diserahkan uang tunai sebesar Rp30.000.000,00
2. Tanggal 27 Januari 2008 diserahkan 4 buah mesin textil dengan nilai wajar saat penyerahan
sebesar Rp20.000.000,00. Mesin textil tersebut dibeli pada tangal 05 Januari 2008 dengan
harga perolehan Rp18.800.000,00
Dalam akuntansi pemilik dana (shahibul maal) ini akan dibahas beberapa hal yang terkait dengan
akuntansi mudharabah tersebut yaitu:
1. Persetujuan Investasi Mudharabah
2. Penyerahan modal mudharabah, baik modal kas (uang tunai) maupun modal non kas (mesin textil)
3. Pembagian Hasil Usaha Mudharabah
4. Pengembalian modal mudharabah oleh Zainudin kepada LKS Amal Sejahtera

BAB VII. Akuntansi mudharabah | 337


7.3.2 Persetujuan Investasi Mudharabah oleh pemilik dana
Oleh karena penyerahan modal mudharabah dapat dilakukan secara bertahap, maka sebelum
diserahkan seluruh modal mudharabah kepada mudharib tersebut merupakan kewajiban komitment dari
pemilik dana (shahibul maal). Penyerahan modal dilakukan secara tertahap tersebut semata-mata untuk
menghindari penyalahgunaan dana oleh pengelola dana (mudharib). Dalam PSAK 105 tentang Akuntansi
Mudharabah (prgf 16) dijelaskan bahwa Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal
usaha mudharabah diterima oleh pengelola dana. Disisi lain modal mudharabah tersebut untuk dapat
mencapai tujuannya tidak dapat dibatalkan satu pihak.
Contoh: 7-2
Pada tanggal 15 Januari 2008 LKS “Amal Sejahtera” menyetujui untuk memberikan modal
mudharabah kepada Zainudin, seorang pengusaha textil di Medan, sebesar Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah). Pembagian hasil usaha (nisbah) disepakati 70 untuk LKS “Amal Sejahtera” dan
30 untuk Zainudin, untuk jangka waktu 2 tahun, yaitu sampai dengan 15 Januari 2010
Atas persetujuan Investasi Mudharabah tersebut LKS “Amal Sejahtera” memiliki kewajiban
komitment atas modal mudharabah kepada Zainudin sebesar Rp 50.000.000,00, sehingga LKS “Amal
Sejahtera” melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kontra komitmen Investasi Mudharabah Rp50.000.000,00
Cr. Kewajiban Komitment Investasi Mudharabah Rp50.000.000,00
Dengan adanya persetujuan modal Mudharabah tersebut, akun kewajiban komitmen (rekening
administratif) LKS “Amal Sejahtera” menunjukkan sebagai berikut:
KOMITMEN INVESTASI MUDHARABAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/01 Zainudin 50.000.000
Saldo 50.000.000
50.000.000 50.000.000

Pencatatan dalam rekening admisnitratif yaitu akun Kewajiban Komitmen Investasi Mudharabah ini
dilakukan karena penyerahan modal mudharabah dapat dilakukan secara bertahap dan usaha mudharabah
baru dianggap berjalan setelah seluruh modal mudharabah diserahkan kepada pengelola (mudharib).
Penyerahan modal secara bertahap ini dilakukan dengan memperhatikan tahapan-tahapan usaha yang
dilakukan dalam mudharabah.

7.3.3 Modal Mudharabah


Sesuai karekteristik LKS yang dalam melaksanakan kegiatannya tidak bergerak pada sektor
keuangan (moneter) dan sektor riil (non moneter), maka Lembaga Keuangan Syariah dalam melakukan
kegiatan usaha nya diperkenankan untuk menyerahkan modal mudharabah dalam bentuk kas (uang tunai)
dan bentuk non kas (barang) yang bermanfaat dalam melaksanakan usaha mudharabah tersebut.
Secara umum permasalahan yang terjadi dalam pembiayaan yang dilakukan oleh Lembaga
Keuangan adalah adanya penyalahgunaan dana yang diserahkan Lembaga Keuangan kepada nasabah. Hal
tersebut memungkinkan dilakukan oleh nasabah karena yang diterima nasabah adalah uang. Dalam
Lembaga Keuangan Syariah jika dilaksanakan sesuai ketentuannya, memungkinkan memberikan modal
sesuai kebutuhannya yaitu dalam bentuk kas (uang tunai) dan non kas (barang) yang bermanfaat dalam
usaha mudharabah tersebut, sehingga penyalahgunaan dana oleh nasabah dapat dihindari.
Untuk memberikan gambaran dapat diberikan ilutrasi perbedaan Lembaga Keuangan Konvensional
dan Lembaga Keuangan Syariah adalah jika dalam ilustrasi contoh umum (contoh 7-1) di atas Lembaga
Keuangan (khususnya Bank Konvensional), yang diserahkan atau diberikan kepada nasabah adalah uang
tunai sejumlah Rp50.000.000,00 (total modal yang dibutuhkan). Sedangkan dalam Lembaga Keuangan

338 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Syariah penyerahan modal kepada nasabah sebagai pengelola dapat diberikan dalam bentuk uang tunai
Rp30.000.000,00 (modal kas) ditambah dengan 5 buah mesin textil seharga Rp20.000.000 (modal dalam
bentuk barang atau non kas). Dengan penyerahan modal sesuai kebutuhan maka terhindar penyalahgunaan
dana yang pada akhirnya berdampak pada pembiayaan bermasalah.
Ketentuan tentang modal kas dan non kas serta hal-hal yang terkait dengan modal mudharabah
seperti jika terjadi kehilangan, terjadi menurunan modal mudharabah tersebut tercantum dalam PSAK 105
tentang Akuntansi Mudharabah, ( prgf 12 sd 19) mengatur yaitu:
12. Dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai investasi mudharabah pada
saat pembayaran kas atau penyerahan aset nonkas kepada pengelola dana.
13. Pengukuran investasi mudharabah adalah sebagai berikut:
(a) investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan;
(b) investasi mudharabah dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar nilai wajar aset nonkas
pada saat penyerahan:
(i) jika nilai wajar lebih tinggi daripada nilai tercatatnya diakui, maka selisihnya
diakui sebagai keuntungan tangguhan dan diamortisasi sesuai jangka waktu akad
mudharabah.
(ii) jika nilai wajar lebih rendah daripada nilai tercatatnya, maka selisihnya diakui
sebagai kerugian;
14. Jika nilai investasi mudharabah turun sebelum usaha dimulai disebabkan rusak, hilang atau faktor
lain yang bukan kelalaian atau kesalahan pihak pengelola dana, maka penurunan nilai tersebut
diakui sebagai kerugian dan mengurangi saldo investasi mudharabah.
15. Jika sebagian investasi mudharabah hilang setelah dimulainya usaha tanpa adanya kelalaian atau
kesalahan pengelola dana, maka kerugian tersebut diperhitungkan pada saat bagi hasil.
16. Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha mudharabah
diterima oleh pengelola dana.
17. Dalam investasi mudharabah yang diberikan dalam bentuk barang (nonkas) dan barang
tersebut mengalami penurunan nilai pada saat atau setelah barang dipergunakan secara
efektif dalam kegiatan usaha mudharabah, maka kerugian tersebut tidak langsung
mengurangi jumlah investasi, namun diperhitungan pada saat pembagian bagi hasil.
18. Kelalaian atas kesalahan pengelola dana, antara lain, ditunjukkan oleh:
(a) persyaratan yang ditentukan di dalam akad tidak dipenuhi;
(b) tidak terdapat kondisi di luar kemampuan (force majeur) yang lazim dan/atau yang
telah ditentukan dalam akad; atau
(c) hasil keputusan dari institusi yang berwenang.
19. Jika akad mudharabah berakhir sebelum atau saat akad jatuh tempo dan belum dibayar oleh
pengelola dana, maka investasi mudharabah diakui sebagai piutang.
Modal mudharabah juga diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 07/DSN-MUI/IV/2000
Tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh), bagian pertama butir 3 diatur sebagai berikut
3. Modal ialah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh penyedia dana kepada
mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut:
a. Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.
b. Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam
bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.
c. Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik
secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad.

BAB VII. Akuntansi mudharabah | 339


Jadi dari ketentuan tersebut jelas, LKS dapat memberikan modal dalam bentuk kas dan dalam
bentuk non kas (barang). Hal ini tidak pernah dilakukan oleh LKS perbankan yang diperkenankan untuk
bergerak pada bidang keuangan saja. Untuk memberikan gambaran yang lebih rinci dan jelas akuntansi
modal mudharabah dari ailustrasi tersebut di atas dijabarkan dalam contoh sebagai berikut:
Contoh : 7-3
Atas modal mudharabah kepada Zainudin yang telah disetujui (lihat contoh 7-2), penyerahan modal
mudharabah dilakukan dengan tahapan sebagai berikiut:
1. Tanggal 25 Januari 2008 diserahkan uang tunai sebesar Rp30.000.000,00
2. Tanggal 27 Januari 2008 diserahkan 4 buah mesin textil dengan nilai wajar saat penyerahan
sebesar Rp20.000.000,00 . Mesin textil tersebut dibeli pada tangal 05 Januari 2008 dengan
harga perolehan Rp18.800.000,00
Dari contoh di atas dapat dilakukan tahap-tahapan akuntansi sebagaimana diuraikan butir
selanjutnya antara lain terkait dengan:
a. Pembelian Aset mudharabah yang dipergunakan sebagai modal non kas mudharabah
b. Penyerahan modal mudharabah dalam bentuk kas (uang tunai)
c. Penyerahan modal mudharabah dalam bentuk non kas (barang)
d. Modal mudharabah hilang dan penurunan nilai modal non kas
A. Pembelian Aset mudharabah (modal non kas)
Untuk dapat memberikan modal non kas (barang) LKS terlebih dahulu memberi Aset yang
bermanfaat dengan usaha mudharabah tersebut. Atas aset mudharabah yang dibeli tersebut, karena akan
dipergunakan sebagai modal mudharabah (melaksanakan kegiatan usaha), maka aset tersebut dicatat
dalam persediaan sebesar harga perolehan, yaitu seluruh kas dan setara kas yang dikeluarkan untuk
memperoleh aset hingga aset tersebut dapat dipergunakan atau dijual.
Contoh: 7-4
Tanggal 05 Januari 2008, LKS Amal Sejahtera melakukan pembelian mesin textil sebanyak 4 buah
dengan harga Rp18.800.000,00 yang akan dipergunakan sebagai modal dalam menjalankan kegiatan
usahanya.
Atas pembelian mesin textil tersebut LKS “Amal Sejahtera” pada tanggal 05 Januari 2008
melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Persediaan/Aset Mudharabah Rp18.800.000,00
Cr. Kas/Rekening Suplier Rp18.800.000,00
Dengan jurnal transaksi di atas akan mengakibatkan perubahan posisi buku besar dan neraca LKS
“Amal Sejahtera” adalah sebagai berikut:

PERSEDIAAN/ASET MUDHARABAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
05/01 4 mesin textil 18.800.000
Saldo 18.800.000
18.800.000 18.800.000

NERACA
Per 05 Januari 2008
Aktiva Pasiva

Persedaiaan/Aset Mudharabah 18.800.000

340 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


B. Penyerahan modal kas
Penyerahan modal mudharabah dapat dilakukan sesuai kebutuhan dari mudharib dalam
melaksanakan kegiatan usahanya. Penyerahan modal mudharabah dalam bentuk kas diatur dalam PSAK
105 tentang Akuntansi Mudharabah (prgf 12, 13. a dan 16) sebagai berikut:
12. Dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai investasi mudharabah pada
saat pembayaran kas atau penyerahan aset nonkas kepada pengelola dana.
13. Pengukuran investasi mudharabah adalah sebagai berikut:
(a) investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan;
16. Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha mudharabah
diterima oleh pengelola dana.
Sesuai ketentuan di atas penyerahan modal dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah uang yang
diserahkan dan dianggap mulai berjalan sejak dana tersebut diterima oleh pengalola dana. Dengan
diserahkan modal dalam bentuk kas, maka kewajiban komitmen pemilik dana akan berkurang sebesar
modal yang telah diserahkan
Contoh: 7-5
Atas persetujuan pemberian modal mudharabah kepada Zainudin, pada tanggal 25 Januari 2008
LKS “Amal Sejahtera” penyerahan modal mudharabah dalam bentuk uang tunai, sebesar
Rp30.000.000,00.kepada Zainudin
Atas penyerahan modal mudharabah dalam bentuk uang tunai dari LKS “Amal Sejahtera” kepada
Zainudin tersebut, maka LKS “Amal Sejahtera” melakukan jurnal sebagai berikut :
Dr. Investasi Mudharabah Rp30.000.000,00
Cr. Rekening mudharib Rp30.000.000,00
Dr. Kewajiban Komitment Invst Mudharabah Rp30.000.000,00
Cr. Kontra komitmen Investasi Mudharabah Rp30.000.000,00
Dengan diserahkannya modal mudharabah dalam bentuk kas (uang tunai) kepada Zainudin sebesar
Rp30.000.000,00, maka Kewajiban Komitmen LKS “Amal Sejahtera” kepada Zainudin berkurang
Rp30.000.000,00 Dan atas jurnal transaksi di atas akan mengakibatkan perubahan posisi akun-akun dan
neraca LKS Amal Sejahtera sebagai berikut:
KOMITMEN INVESTASI MUDHARABAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/01 Modal kas 30.000.000 15/01 Zainudin 50.000.000
Saldo 20.000.000
50.000.000 50.000.000

INVESTASI MUDHARABAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/01 Modal kas 30.000.000 Saldo 30.000.000
30.000.000 30.000.000

NERACA
Per 25 Januari 2008
Aktiva Pasiva

Persedaiaan/Aset Mudharabah 18.800.000


Investasi Mudharabah 30.000.000

BAB VII. Akuntansi mudharabah | 341


C. Penyerahan modal non kas (barang)
Dalam transaksi mudharabah pemilik dana (mudharib) diperkenankan menyerahkan modal dalam
bentuk non kas atau dalam bentuk barang yang bermanfaat atau terkait dengan kegiatan usaha yang
dilakukan. Hal itu sesuai dengan PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah (prgf 12 sd 17) yang mengatur
sebagai berikut:
12. Dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai investasi mudharabah pada
saat pembayaran kas atau penyerahan aset nonkas kepada pengelola dana.
13. Pengukuran investasi mudharabah adalah sebagai berikut:
(b) investasi mudharabah dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar nilai wajar aset nonkas
pada saat penyerahan:
(i) jika nilai wajar lebih tinggi daripada nilai tercatatnya diakui, maka selisihnya
diakui sebagai keuntungan tangguhan dan diamortisasi sesuai jangka waktu akad
mudharabah.
(ii) jika nilai wajar lebih rendah daripada nilai tercatatnya, maka selisihnya diakui
sebagai kerugian;
16. Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha mudharabah
diterima oleh pengelola dana.
17. Dalam investasi mudharabah yang diberikan dalam bentuk barang (nonkas) dan barang
tersebut mengalami penurunan nilai pada saat atau setelah barang dipergunakan secara
efektif dalam kegiatan usaha mudharabah, maka kerugian tersebut tidak langsung
mengurangi jumlah investasi, namun diperhitungan pada saat pembagian bagi hasil.
Jika penyerahan modal non kas atau barang harus dilakukan penilaian harga wajar pada saat
penyerahan. Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak modal mudharabah tersebut diterima oleh
pengelola dana. Oleh karena dalam penyerahan modal mudharabah non kas diukur dengan nilai wajar saat
penyerahan sedangkan modal non kas (barang) memiliki harga perolehan sebagai nilai tercatat, maka
mengakibatkan
1. Nilai wajar saat penyerahan modal non kas mudharabah lebih besar dari niliai tercatatnya.
2. Nilai wajar saat penyerahan modal non kas mudharabah lebih kecil dari nilai tercatatnya

1) Nilai wajar modal non kas (barang) lebih besar dari nilai tercatatnya
Sebelum penyerahan modal mudharabah dalam bentuk non kas (barang), LKS melakukan
pengadaan aset mudharabah yang tercatat pada persediaan sebesar harga perolehan. Sedangkan pada saat
modal non kas (barang) diserahkan kepada mudharib harus dilakukan penilaian sesuai dengan nilai wajar
saat penyerahan sehingga dapat terjadi perbedaan antara nilai tercatat dengan nilai wajar saat penyerahan.
Jika nilai wajar lebih besar dari nilai tercatatnya sehingga timbul keuntungan dan diakui sebagai keuntungan
mudharabah tangguhan dan diamortisasi selama jangka waktu akad. Hal ini sesuai ketentuan dalam PSAK
105 paragraf 13 huruf (b) butir (i) sebagai berikut:
13. Pengukuran investasi mudharabah adalah sebagai berikut:
(b) investasi mudharabah dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar nilai wajar aset nonkas
pada saat penyerahan:
(i) jika nilai wajar lebih tinggi daripada nilai tercatatnya diakui, maka selisihnya
diakui sebagai keuntungan tangguhan dan diamortisasi sesuai jangka waktu akad
mudharabah.
Modal mudharabah non kas diukur sebesar nilai wajar saat penyerahan, sehingga dapat terjadi
perbedaan antara nilai wajar dengan nilai tercatatnya. Jika nilai wajar lebih tinggi dari nilai wajar sehingga
timbul keuntungan maka keuntungan atas penyerahan modal mudharabah non kas tersebut diakui sebagai
“keuntungan mudharabah tangguhan” dan dimortisasi selama jangka waktu akad

342 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Contoh : 7-6
Pada tanggal 27 Januari 2008 LKS “Amal Sejahtera” menyerahkan 4 buah mesin textil kepada
Zainudin dengan nilai wajar sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) pada saat penyerahan.
Harga perolehan (nilai tercatat) mesin tersebut sebesar Rp18.800.000,00 (lihat contoh 7-4)
Atas penyerahan modal non kas berupa 4 buah mesin textil oleh LKS “Amal Sejahtera” kepada
Zainudin tersebut, maka LKS “Amal Sejahtera” melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Investasi Mudharabah Rp20.000.000,00
Cr. Persediaan (Aset Mudharabah) Rp18.800.000,00
Cr. Keuntungan Mudharabah Tangguhan Rp 1.200.000,00
Dr. Kewajiban Komitment Investasi Mudharabah Rp20.000.000,00
Cr. Kontra komitmen Investasi Mudharabah Rp20.000.000,00
Atas penyerahan modal non kas di atas LKS “Amal Sejahtera” memperoleh keuntungan sebesar
Rp1.200.000,00, yaitu merupakan selisih dari harga perolehan (nilai tercatat) sebesar Rp18.800.000,00
dengan nilai wajar saat penyerahan sebesar Rp20.000.000,00. Sesuai ketentuan paragraf 13, huruf b (i)
keuntungan tersebut tidak diperkenankan untuk diakui sebagai keuntungan sekaligus, keuntungan tersebut
diakui sebagai keuntungan tangguhan dan diamortisasi selama jangka waktu akad, yaitu selama 2 tahun.
Atas transaksi dan jurnal-jurnal di atas akan mengakibatkan perubahan posisi akun-akun dan neraca LSK
Amal Sejahtera sebagai berikut:
PERSEDIAAN/ASET MUDHARABAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
05/01 4 mesin textil 18.800.000 27/01 Zainudin 18.800.000
Saldo 0
18.800.000 18.800.000

INVESTASI MUDHARABAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/01 Modal kas 30.000.000
27/01 Modal non kas 20.000.000
Saldo 50.000.000
50.000.000 50.000.000

KOMITMEN INVESTASI MUDHARABAH


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/01 Modal kas 30.000.000 15/01 Zainudin 50.000.000
27/01 Modal non kas 20.000.000
Saldo 0
50.000.000 50.000.000

KEUNTUNGAN MUDHARABAH TANGGUHAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
27/01 4 buh mesin textil 1.200.000
Saldo 1.200.000
1.200.000 1.200.000

BAB VII. Akuntansi mudharabah | 343


NERACA
Per 27 Januari 2008
Aktiva Pasiva

Persedaiaan/Aset Mudharabah 0

Investasi Mudharabah (kas) 30.000.000

Investasi Mudharabah (non kas) 20.000.000


Keuntungan Mdh Tangguhan (1.200.000)

Keuntungan mudharabah tangguhan yang merupakan akibat selisih nilai wajar dengan nilai tercatat
tersebut amortisasi harus dilakukan selama jangka waktu akad, sehingga besarnya amortisasi adalah :
Rp1.200.000,00 : 24 = Rp50.000,00 per bulan
Atas amortisasi tersebut jurnal yang dilakukan oleh LKS “Amal Sejahtera” adalah sebagai berikut:
Dr. Keuntungan Mudharabah Tangguhan Rp50.000,00
Cr. Keuntungan Penyerahan modal non kas Mdh Rp50.000,00
Atas jurnal amortisasi keuntungan mudharabah tangguhan tersebut mengakibatkan perubahan
akun-akun dan neraca LKS Amal Sejahtera sebagai berikut :

KEUNTUNGAN MUDHARABAH TANGGUHAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
30/01 amortosasi 50.000 27/01 4 buh mesin textil 1.200.000
Saldo 1.150.000
1.200.000 1.200.000

NERACA
Per 30 Januari 2008
Aktiva Pasiva

Persedaiaan/Aset Mudharabah 0
Investasi Mudharabah ( (kas) 30.000.000

Investasi Mudharabah ( (non kas) 20.000.000


Keuntungan Mdh Tangguhan ( (1.150.000)

2) Nilai wajar modal non kas (barang) lebih kecil dari nilai tercatatnya
Kemungkinan lain penyerahan modal mudharabah non kas (barang) adalah nilai wajar saat
penyerahan lebih kecil dari nilai tercatatnya, Jika terjadi demikian maka selisih nilai wajar dan nilai tercatat
diakui sebagai kerugian sekaligus saat terjadinya. Hal ini sesuai ketentuan dalam PSAK 105, paragraf 13,
huruf (b) butir (ii) sebagai berikut:.
13. Pengukuran investasi mudharabah adalah sebagai berikut:
(b) investasi mudharabah dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar nilai wajar aset nonkas
pada saat penyerahan:
(ii) jika nilai wajar lebih rendah daripada nilai tercatatnya, maka selisihnya diakui
sebagai kerugian;
Kemungkinan lain saat menyerahkan modal mudharabah non kas adalah nilai wajar saat penyerahan
lebih kecil dari nilai tercatatnya sehingga timbul kerugian. Jika wilai wajar lebih kecil dari nilai tercatatnya,
maka selisihnya diakui sebagai kerugian penyerahan aset mudharabah dan diakui saat terjadinya kerugian.

344 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Contoh : 6-7
Misalnya penyerahan 4 buah mesin textil oleh LKS “Amal Sejahtera” kepada Zainudin dengan harga
wajar sebesar Rp20.000. 000,00. Mesin tersebut dibeli dengan harga perolehan sebesar
Rp21.000.000,00
Atas penyerahan modal mudharabah non kas tersebut, LKS “Amal Sejahtera” melakukan jurnal sebagai
berikut:
Dr. Investasi Mudharabah Rp20.000.000,00
Dr. Kerugian penyerahan modal non kas Rp 1.000.000,00
Cr. Persediaan aktiva Rp21.000.000,00
3) Nilai wajar modal non kas sama dengan nilai tercatat
Dapat saja nilai wajar saat penyerahan sama dengan nilai tercatat modal mudharabah non kas
tersebut sehingga tidak timbul keuntungan atau kerugian dengan penyerahan modal mudharabah non kas
tersebut
Contoh : 6-8
Misalnya LKS “Amal Sejahtera” menyerahkan 5 buah mesin textil kepada Zainudin dengan harga
wajar sebesar Rp20.000.000,00. Mesin tersebut dibeli dengan harga perolehan sebesar
Rp20.000.000,00
Jurnal yang dilakukan oleh LKS “Amal Sejahtera” adalah sebagai berikut:
Dr. Investasi Mudharabah Rp20.000.000,00
Cr. Persediaan/Aset Mudharabah Rp20.000.000,00
D. Modal mudharabah hilang dan penurunan sebelum dimulai usaha
Dalam Investasi Mudharabah kegiatan usaha mudharabah baru bisa dianggap mulai berjalan sejak
dana atau modal usaha mudharabah diterima oleh pengelola, termasuk modal mudharabah non kas
(barang) dalam kondisi siap dipergunakan, sehingga tidak menutup kemungkinan sebagian Investasi
Mudharabah tersebut hilang sebelum usaha dimulai atau berjalan. Atas penurunan nilai investasi
mudharabah sebelum usaha dimulai yang disebabkan hilang atau faktor lain bukan kesalahan pengelola
diatur dalam PSAK 105 (prgf 14, 16,18) sebagai berikut:
14. Jika nilai investasi mudharabah turun sebelum usaha dimulai disebabkan rusak, hilang atau faktor lain
yang bukan kelalaian atau kesalahan pihak pengelola dana, maka penurunan nilai tersebut diakui sebagai
kerugian dan mengurangi saldo investasi mudharabah.
16. Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha mudharabah diterima
oleh pengelola dana.
18. Kelalaian atas kesalahan pengelola dana, antara lain, ditunjukkan oleh:
(a) persyaratan yang ditentukan di dalam akad tidak dipenuhi;
(b) tidak terdapat kondisi di luar kemampuan (force majeur) yang lazim dan/atau yang telah
ditentukan dalam akad; atau
(c) hasil keputusan dari institusi yang berwenang.
Dari ketentuan dapat dikategorikan dalam (a) hilang dimana nilai modal non kas sudah tidak ada
lagi (nilainya sudah tidak ada lagi) dan (b) penurunan nilai dimana nilai modal non kas (barang) tersebut
masih ada namun lebih rendah dari sebelumnya (berkurang sebagian).
1) Penurunan akibat hilang sebelum dimulai
Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha mudharabah diterima oleh
pengelola dana, sehingga dapat terjadi penurunan nilai modal mudharabah akibat hilang sebelum usaha
dimulai. Jika nilai investasi mudharabah turun sebelum usaha dimulai disebabkan hilang yang bukan
kelalaian atau kesalahan pihak pengelola dana, maka penurunan nilai tersebut diakui sebagai kerugian dan
mengurangi saldo investasi mudharabah.

BAB VII. Akuntansi mudharabah | 345


Contoh : 6-9
Misalkan salah satu mesin textil seharga Rp5.000.000,00 dalam perjalanan ke lokasi pabrik textil,
sebelum diserahkan kepada Zainudin, mengalami kerusakan sehingga tidak dapat dipergunakan
(tidak ada nilainya lagi/hilang)
Atas kehilangan modal mudharabah non kas tersebut, LKS sebagai pemilik dana melakukan jurnal
sebagai berikut:
Dr. Beban Kerugian Investasi Mudharabah Rp5.000.000,00
Cr. Investasi Mudhaabah Rp5.000.000,00

2) Penurunan nilai sebelum dimulai akibat lain


Selain penurunan nilai akibat hilang, dimana seluruh nilai tidak ada lagi maka dapat terjadi
penurunan nilai terjadi sebagai akibat lain seperti kerusakan dan sebagainya sehingga mengakibatkan
penurunan nilai sebagian (tdak seluruhnya nilai hilang). Jika nilai investasi mudharabah turun sebelum
usaha dimulai disebabkan rusak atau faktor lain yang bukan kelalaian atau kesalahan pihak pengelola dana,
maka penurunan nilai tersebut diakui sebagai kerugian dan mengurangi saldo investasi mudharabah.

Contoh: 6-10
Misalnya salah satu mesin textil yang diserahkan kepada pabrik textil sebagai pengelola dana yang
penyerahannya dilakukan di pabrik textil. Dalam perjalanan menuju pabrik terjadi kecelakaan dan
mesin textil mengalami kerusakan senilai Rp500.000,00.
Atas penurunan modal mudharabah non kas sebelum usaha dimulai tersebut, LKS sebagai pemilik
dana dilakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Beban Kerugian Investasi Mudharabah Rp500.000,00
Cr. Investasi Mudharabah Rp500.000,00

E. Penurunan dan hilang setelah usaha dimulai


Setelah usaha dimulai investasi mudharabah dapat terjadi penurunan investasi mudharabah akibat
hilang atau akibat penurunan lain seperti rusak. Jika terjadi demikian maka PSAK 105 tentang akuntansi
mudharabah mengatur sebagai berikut:
15. Jika sebagian investasi mudharabah hilang setelah dimulainya usaha tanpa adanya kelalaian atau
kesalahan pengelola dana, maka kerugian tersebut diperhitungkan pada saat bagi hasil.
16. Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha mudharabah diterima
oleh pengelola dana.
17. Dalam investasi mudharabah yang diberikan dalam bentuk barang (nonkas) dan barang
tersebut mengalami penurunan nilai pada saat atau setelah barang dipergunakan secara efektif
dalam kegiatan usaha mudharabah, maka kerugian tersebut tidak langsung mengurangi jumlah
investasi, namun diperhitungan pada saat pembagian bagi hasil.
18. Kelalaian atas kesalahan pengelola dana, antara lain, ditunjukkan oleh:
(a) persyaratan yang ditentukan di dalam akad tidak dipenuhi;
(b) tidak terdapat kondisi di luar kemampuan (force majeur) yang lazim dan/atau yang telah
ditentukan dalam akad; atau
(c) hasil keputusan dari institusi yang berwenang.
Dari ketentuan dalam dikategorikan dua hal yaitu (a) hilang bukan kesalahan pengelola dan (b)
penurunan nilai aset termasuk penurunan akibat dari penyusutan modal non kas mudharabah

346 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


1) Penurunan akibat hilang setelah dimulai usaha
Penurunan yang terjadi setelah usaha mudharabah dimulai dapat diakibatkan atas hilangnya investasi
mudharabah, khususnya modal mudharabah non kas (barang). Jika sebagian investasi mudharabah hilang
setelah dimulainya usaha tanpa adanya kelalaian atau kesalahan pengelola dana, maka kerugian tersebut
diperhitungkan pada saat bagi hasil. Indikasi kelalaian atas kesalahan pengelola dana, antara lain,
ditunjukkan oleh:
(a) persyaratan yang ditentukan di dalam akad tidak dipenuhi;
(b) tidak terdapat kondisi di luar kemampuan (force majeur) yang lazim dan/atau yang telah ditentukan
dalam akad; atau
(c) hasil keputusan dari institusi yang berwenang.
Contoh : 7-11
Misalnya dalam usaha mudharabah yang dilakukan dengan pabrik textil, dari mesin textil yang
diserahkan hilang dan nilai mesin tersebut sebesar Rp300.000,00 (setelah usaha dimulai) sedangkan
bagi hasil yang diterima dari pengelolan sebesar Rp3.500.000.
Atas kehilangan modal non kas dan penerimaan bagi hasil dari pengelola tersebut Lembaga
Keuangan Syariah melakukan jurnal sebagai berikut:
(a) Pada saat penerimaan bagi hasil dari pengelola
Dr. Kas/Rekening Mudharib Rp3.500.000,00
Cr. Pendapatan bagi hasil Mudharabah Rp3.500.000,00
(b) Pada saat terjadi penurunan nilai modal mudharabah non kas karena hilang setelah usaha dimulai
Dr. Beban Penurunan Investasi Mudharabah Rp300.000,00
Cr. Akumulasi Penurunan Invest Mudharabah Rp300.000,00
Beban Penurunan Investasi Mudharabah (modal mudharabah non kas) tersebut diperhitungkan
dalam hasil usaha mudharabah (sebagai pengurang pendapatan bagi hasil mudharabah, sebagai pengurang
hasil investasi), sehingga kehilangan tersebut sebagai pengurang Pendapatan Hasil Usaha Mudahrabah
bukan sebagai beban operasional. Akibat penurunan nilai dan penerimaan bagi hasil mudharabah tersebut,
maka nilai bersih hasil investasi mudharabah adalah sebagai berikut:
Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah Rp3.500.000,00
Penurunan nilai (hilang ) Rp 300.000,00
------------------
Hasil bersih investasi mudharabah Rp3.200.000,00
2) Penurunan nilai modal non kas (barang) setelah usaha dimulai akibat lain
Penurunan nilai investasi mudharabah setelah usaha dimulai dapat disebabkan akibat lain seperti
kerusakan dan sebagainya (khusunya modal mudharabah non kas). Jika terjadi penurunan nilai investasi
mudharabah pada saat atau setelah barang dipergunakan secara efektif dalam kegiatan usaha mudharabah,
maka kerugian tersebut tidak langsung mengurangi jumlah investasi, namun diperhitungan pada saat
pembagian bagi hasil. Penurunan tersebut sebagai pengurang bagi hasil investasi mudharabah atau
merupakan pengurang hasil investasi mudharabah.
Contoh : 7-12
Misalnya dalam usaha mudharabah yang dilakukan dengan pabrik textil, dari mesin textil yang
diserahkan mengalami penurunan nilai atau kerusakan sebesar Rp200.000,00 (setelah usaha dimulai)
sedangkan bagi hasil yang diterima dari pengelolan sebesar Rp3.500.000,00
Atas kehilangan modal non kas dan penerimaan bagi hasil dari pengelola tersebut Lembaga
Keuangan Syariah melakukan jurnal sebagai berikut:

BAB VII. Akuntansi mudharabah | 347


(a) Pada saat penerimaan bagi hasil dari pengelola
Dr. Kas/Rekening Mudharib Rp3.500.000,00
Cr. Pendapatan bagi hasil Mudharabah Rp3.500.000,00
(b) Pada saat terjadi penurunan nilai modal mudharabah non kas
Dr. Beban Penurunan Investasi Mudharabah Rp200.000,00
Cr. Akumulasi Penurunan Invest Mudharabah Rp200.000,00
Beban penurunan inevestasi mudharabah tersebut diperhitungkan dalam hasil usaha mudharabah,
sehingga penuruanan tersebut sebagai pengurang Pendapatan Hasil Usaha Mudahrabah bukan sebagai
beban operasional. Akibat penurunan nilai dan penerimaan bagi hasil mudharabah tersebut, maka nilai
bersih hasil investasi mudharabah adalah sebagai berikut:
Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah Rp3.500.000,00
Penurunan nilai (akibat lain ) Rp 200.000,00
------------------
Hasil bersih investasi mudharabah Rp3.300.000,00
3) Penurunan akibat penyusutan modal non kas (barang)
Modal mudharabah dapat diberikan dalam bentuk kas dan atau dalam bentuk non kas (barang) yang
bermanfaat dalam usaha mudharabah, oleh karena itu penurunan nilai investasi dapat terjadi akibat
penurunan modal non kas (barang) yang antara lain disebabkan adanya penyusutan aset tersebut. Dalam
PSAK 105 tidak mengatur secara tegas tentang penurunan akibat penyusutan modal non kas tersebut,
namun dalam paragraf 17 dinyatakan sebagai berikut:
17. Dalam investasi mudharabah yang diberikan dalam bentuk barang (nonkas) dan barang
tersebut mengalami penurunan nilai pada saat atau setelah barang dipergunakan secara efektif
dalam kegiatan usaha mudharabah, maka kerugian tersebut tidak langsung mengurangi jumlah
investasi, namun diperhitungan pada saat pembagian bagi hasil.
Dari ketetentuan ini tersirat penurunan nilai investasi mudharabah dari modal non kas (barang),
yang pengakuannya tidak langsung mengurangi investasi mudharabah tetapi diperhitungkan pada saat bagi
hasil.
Contoh : 7-13
Atas penyerahan modal non kas (barang) LKS harus membentuk penyusutan sebesar Rp800.000,00
dan atas laporan dari pengelola dana hasil usaha yang menjadi hak LKS sebagai pemilik dana
sebesar Rp3.500.000,00 .LKS melakukan perhitungan penyusutan modal mudharabah non kas
(barang) sebagai berikut:
Nilai perolehan : Rp20.000.000,00 (4 buah mesin)
Nilai residu : Rp800.000,00
Jangka waktu akad : 2 tahun ( 24 bulan)
Penyusutan per bulan = (20.000.000 – 800.000)/24 = Rp800.000,00
Atas transaksi penerimaan bagi hasil dan pembebanan penyusutan tersebut LKS melakukan jurnal
sebagai berikut:
A. Pada saat pembentukan penyusutan aset (modal non kas) sebesar Rp800.000,00 dilakukan jurnal :
Dr. Biaya Penurunan Nilai (Penyusutan)
Investasi Mudharabah Rp800.000,00
Cr. Akumulasi Penurunan Nilai (Penyusutan)
Investasi Mudharabah (non kas) Rp800.000,00
B. Pada saat penerimaan bagi hasil dari pengelola dana sebesar Rp3.500.000 dilakukan jurnal:
Dr. Kas/Rekening Mudharib Rp3.500.000
Cr. Pendapatan bagi hasil Mudharabah Rp3.500.000

348 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Dengan adanya penurunan nilai (penyusutan) aset mudharabah (modal mudharabah non kas)
tersebut mengakibatkan perubahan akun dan posisi Neraca LKS Amal Sejahtera sebagai berikut:
INVESTASI MUDHARABAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/01 Modal kas 30.000.000
27/01 Modal non kas 20.000.000
Saldo 50.000.000
50.000.000 50.000.000

AKUMULASI PENURUNAN NILAI ASET MUDHARABAH


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Penurunan nilai 800.000
Saldo 800.000
800.000 800.000

NERACA
Per 30 Januari 2008
Aktiva pasiva

Persediaan/Aset Mudharabah 0

Investasi Mudharabah (kas) 30.000.000

Investasi Mudharabah (non kas) 20.000.000


Keuntungan Mdh Tangguhan (1.150.000)
Akumulasi penurunan nilai (800.000)

Akibat penurunan nilai dan penerimaan bagi hasil mudharabah tersebut, maka nilai bersih hasil
investasi mudharabah adalah sebagai berikut:
Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah Rp3.500.000,00
Penurunan nilai Investasi Mdh (penyusutan) Rp 800.000,00
Amortisasi keuntungan tangguhan (Rp 50.000,00)
-------------------
Rp 750.000,00
-------------------
Hasil bersih investasi mudharabah Rp2.750.000,00
Akun “Biaya Penurunan Nilai Investasi Mudharabah” sebagai pengurang dari pendapatan bagi hasil
mudharabah.

7.3.4 Bagi Hasil Mudharabah


Dalam Lembaga Keuangan Konvensional besarnya imbalan kepada pemilik modal ditentukan di
depan oleh pemilik modal karena pemilik dana dalam sistem ekonomi kapitalis tidak bersedia untuk
menanggung risiko. Besarnya imbalan tidak dipengaruhi oleh pendapatan yang diterima oleh Lembaga
Keuangan tersebut. Apapun yang dialami oleh Lembaga Keuangan sebagai pengelola modal imbalan
kepada pemilik modal harus dibayar sesuai yang ditentukan diawal.
Hal ini sangat jauh berbeda dalam Lembaga Keuangan Syariah, khususnya dalam melakukan
kerjasama berbagi hasil (mudharabah dan musyarakah). Dalam LKS pemilik dana tidak diperkenankan
menentukan besarnya bagi hasil (imbalan) atas modal yang diserahkan kepada Lembaga Keuangan Syariah
sebagai pengelola dana. Imbalan yang diperoleh didasarkan pada hasil usaha yang nyata-nyata diterima atau

BAB VII. Akuntansi mudharabah | 349


diperoleh oleh Lembaga Keuangan Syariah sebagai pengelola dana. Dengan kata lain dalam transaksi
mudharabah pemilik dana tidak dapat mengetahui dengan pasti berapa bagi hasil yang akan diterima. Hal
tersebut sesuai QS surat Lukman ayat 34 :
”....... Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan
tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati.......”.
Manusia tidak dapat mengetahui dengan pasti apa yang akan diusahakannya besok atau yang akan
diperolehnya, namun demikian mereka diwajibkan berusaha. Dari ayat tersebut jelas bahwa ”kedepan”
(walau hanya satu menit atau detik) hanya milik Allah SWT. Jika seseorang sudah tidak mempercayai lagi
bahwa kedepan mutlak hanya milik Allah, maka hal ini sudah diluar masalah muamalah, tetapi sudah
menyangkut akidah dan tingkat keimanan sesorang.
Dalam prinsip mudharabah pekerjaan merupakan hak eksklusif dari pengelola dana, pemilik dana
tidak diperkenankan terlibat dalam manajemen, pemilik dana hanya diperkenankan untuk melakukan
pengawasan. Oleh karena hak eksklusif mudharib atas perkerjaan inilah, maka semua usaha dilakukan oleh
pengelola dana dan akibatnya adalah hanya pengelola dana yang mengetahui hasil usaha yang nyata-nyata
diperoleh. Oleh karena itu yang melakukan pembagian hasil usaha adalah pengelola dana (mudharib). Jadi
sebagai pengelola dana sangat diperlukan kejujuran, transparansi, amanah dan meneladani sifat Rasul yang
lain. Hal ini berlaku bukan hanya pada penyaluran dana yang dilakukan oleh LKS dimana LKS sebagai
pemilik dana dan nasabah sebagai pengelola dana, tetapi juga berlaku dalam hal LKS melakukan
penghimpunan dana, dimana LKS sebagai pengelola dana dan investor sebagai pemilik dana. Dalam
melakukan pembagian hasil usaha, LKS dapat mempergunakan salah satu prinsip pembagian hasil usaha
yang disepakati pada awal akad, yaitu prinsip Bagi Hasil (Revenue Sharing) dan Bagi Untung (Profit Sharing).
Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor nomor 15/DSN-MUI/IX/2000 tentang Prinsip Distribusi
Hasil Usaha Dalam Lembaga Keuangan Syariah dijelaskan
Pertema : Ketentuan Umum
1. Pada dasarnya, LKS boleh menggunakan prinsip Bagi Hasil (Revenue Sharing) maupun
Bagi Untung (Profit Sharing) dalam pembagian hasil usaha dengan mitra (nasabah)-
nya.
2. Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah), saat ini, pembagian hasil usaha sebaiknya
digunakan prinsip Bagi Hasil (Revenue Sharing).
3. Penetapan prinsip pembagian hasil usaha yang dipilih harus disepakati dalam akad.
Penjelasan mengenai Revenue Sharing dijelaskan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor
15/DSN-MUI/IX/2000, dalam buku Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional edisi ketiga yang disebut
dengan Bagi Hasil (Net Revenue Sharing) yaitu bagi hasil yang dihitung dari pendapatan setelah dikurangi
dengan modal (ra’sul al-mal). Sedangkan yang dimaksud dengan Bagi Laba (Profit Sharing) yaitu bagi hasil
yang dihitung dari pendapatan setelah dikurangi dengan modal (ra’sul al-mal) dan biaya-biaya. Untuk
memberikan gambaran perbedaan Bagi Hasil dan Bagi Laba, PSAK 105 menjelaskan (prgf 11) sbb:
11. Pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakukan berdasarkan prinsip bagi hasil atau bagi
laba. Dalam prinsip bagi hasil usaha berdasarkan bagi hasil, dasar pembagian hasil usaha
adalah laba bruto (gross profit) bukan total pendapatan usaha (omset). Sedangkan dalam prinsip
bagi laba, dasar pembagian adalah laba bersih (net profit) yaitu laba bruto dikurangi beban yang
berkaitan dengan pengelolaan dana mudharabah.
Contoh
Uraian Jumlah Metode bagi hasil
Penjualan (Sales) 100
Harga Pokok Penjualan (Cost of Good Sold) (65)
Laba Kotor (Gross profit) 35 Net Revenue Sharing
Beban (Expense) (25)
Laba rugi bersih (Net Profit) 10 Profit Sharing

350 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Hasil usaha yang dapat dibagikan adalah hasil usaha yang nyata-nyata diterima (cash basis).
Sebagaimana dijelaskan dalam bab terdahulu bahwa akuntansi syariah menggunakan asumsi dasar akrual
(acrual basis) yang dipergunakan untuk kepentingan laporan keuangan, sedangkan untuk kepentingan
perhitungan pembagian hasil usaha menggunakan dasar pendapatan yang nyata-nyata diterima. Hal
tersebut sesuai Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 14/DSN-MUI/IX/2000 tentang Sistem Distribusi
Hasil Usaha Dalam Lembaga Keuangan Syariah, menjelaskan sebagai berikut:
Pertama : Ketentuan Umum
1. Pada prinsipnya, LKS boleh menggunakan sistem Accrual Basis maupun Cash Basis
dalam administrasi keuangan.
2. Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah), dalam pencatatan sebaiknya digunakan
sistem Accrual Basis; akan tetapi, dalam distribusi hasil usaha hendaknya ditentukan
atas dasar penerimaan yang benar-benar terjadi (Cash Basis).
3. Penetapan sistem yang dipilih harus disepakati dalam akad.
Dalam akuntansi Lembaga Keuangan Konvensional pengakuan pendapatan tidak terkait dengan
pembagian imbalan (bunga) kepada investor, berapapun pendapatan diterima, dengan metode apapun
pengakuan pendapatan, kapanpun dilakukan tidak terpengaruh terhadap imbalan kepada investor (bunga
yang telah ditentukan pada awal akad). Sedangkan dalam Lembaga Keuangan Syariah, harus disadari
bahwa sebagian dari pendapatan yang telah diterima (nyata-nyata diterima) merupakan hak dari pemilik
dana (investor). Apapun yang dilakukan terhadap pendapatan akan mempengaruhi hak investor. Jadi
pendapatan yang nyata-nyata diterima (cash basis) memiliki korelasi langsung dengan hak investor atas bagi
hasil yang diterima.Dalam PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah (prgf 20 sd 24) mengatur pembagian
hasil usaha sebagai berikut:
20. Jika investasi mudharabah melebihi satu periode pelaporan, penghasilan usaha diakui dalam periode
terjadinya hak bagi hasil sesuai nisbah yang disepakati.
21. Kerugian yang terjadi dalam suatu periode sebelum akad mudharabah berakhir diakui sebagai
kerugian dan dibentuk penyisihan kerugian investasi. Pada saat akad mudharabah berakhir, selisih
antara:
(a) investasi mudharabah setelah dikurangi penyisihan kerugian investasi; dan
(b) pengembalian investasi mudharabah;
diakui sebagai keuntungan atau kerugian .
22. Pengakuan penghasilan usaha mudharabah dalam praktik dapat diketahui berdasarkan
laporan bagi hasil atas realisasi penghasilan usaha dari pengelola dana. Tidak
diperkenankan mengakui pendapatan dari proyeksi hasil usaha.
23. Kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pengelola dana dibebankan pada pengelola dana dan tidak
mengurangi investasi mudharabah.
24. Bagian hasil usaha yang belum dibayar oleh pengelola dana diakui sebagai piutang.
Jika pembiayaan Mudharabah terus berlanjut, lebih daripada jangka waktu ditetapkan (tahun buku),
maka pembagian keuntungan diambil dari masing-masing jangka waktu yang telah ditetapkan, namun
kerugian yang akan diakui setelah lewat dari jangka waktu/tahun buku yang telah ditetapkan dan setelah
dikurangi modal. Hal ini konsisten dengan pendapat atau kebijakan yang mungkin ada mengenai Fuqaha
sehubungan dengan stabilitas atau ketetapan kepemilikan terhadap jangka waktu yang memperoleh alokasi
keuntungan bagi masing-masing pemilik dana tersebut dan Mudharib setelah penghitungan sepenuhnya
dibuat. Hal ini merupakan dasar dengan mana pembagian bank dengan keuntungan dibuat di dalam
laporan pendapatan karena keuntungan ini dianggap sebagai keuntungan yang berwujud dari bank tersebut
dan kepemilikannya telah ditentukan.
Sesuai dengan dasar-dasar hukum Syari’ah, maka kerugian ini akan ditanggung oleh pemilik dana
tersebut, terutama bila Mudharib tidak melaksanakan suatu pelanggaran apapun atau pun suatu kelalaian.
Hal ini merupakan dasar dari pengukuhan bank mengenai kerugian netto Mudharabah pada akhir jangka
waktu tersebut, di mana pernyataan dan pengurangan jumlah modal Mudharabah tersebut dibuat.

BAB VII. Akuntansi mudharabah | 351


Juga, kerugian secara berkala yang disajikan dalam jangka waktu Mudharabah akan diganti rugi oleh
keuntungan yang belum dibagikan. Dalam hal secara keseluruhan atau bagian dana Mudharabah hilang
sebelum penempatan, maka hal ini akan dianggap sesuai dengan ketentuan hukum Shari’a sebagai kerugian
dari modal. Hal ini akan merupakan suatu dasar bagi pengukuhan bank sebagai pemilik dana atau
mengenai kerugian yang terjadi dalam jangka waktu yang sama sebagai kerugian modal dan pengurangan
jumlah modal Mudharabah. Karena kerugian ini telah ditempatkan di luar kerangka kerja Mudharabah,
maka hal ini dianggap sebagai kerugian dari dana tersebut yang telah dipercayakan secara umum.
Pengakuan mengenai hal ini tak dapat ditangguhkan, karena hal ini sebagaimana halnya dengan kerugian
yang biasa. Karena kerugian dari bagian modal Mudharabah tidak akan mempengaruhi jumlah modal
Mudharabah meskipun hal ini dianggap sebagai suatu kerugian yang harus ditanggung oleh pemilik dari
dana tersebut (bank), karena kenyataan bahwa kerugian ini terjadi di dalam jangka waktu Mudharabah
setelah batas modal ini ditentukan dan hal ini secara khusus akan tetap terbatas sampai ke jangka waktu
Mudharabah. Jika Mudharib melakukan suatu kesalahan dan tidak mampu mengembalikan modal kepada
Bank pada akhir dari jangka waktunya, maka ia akan menjadi penjamin terhadap dana tersebut, hal ini
merupakan dasar untuk mengubah dana dengan rekening pembiayaan Mudharabah, yang tidak dibayarkan
kembali kepada Bank pada akhir jangka waktu menjadi piutang Bank (receivable account).
A. Penerimaan dan Pengakuan Bagi Hasil Mudharabah
Penerimaan bagi hasil mudharabah oleh pemilik dana atas dasar penerimaan hasil usaha yang nyata-
nyata diterima (cash basis) oleh pengelola, yang dibagi sesuai dengan nisbah yang telah disepakati pada awal
akad. Bagi pemilik dana pengakuan pendapatan bagi hasil mudharabah dilakukan pada periode terjadinya
hak bagi hasil. Untuk penerimaan bagi hasil secara tunai dapat dilakukan pada saat penyerahan dilakukan
oleh pengelola. Sedangkan pengakukan bagi hasil atas haknya (pengakuan akrual) bagi hasil mudharabah
hanya dilakukan setelah diterima laporan dari pengalola dana. Pengakuan pendapatan akrual harus
didasarkan pada laporan pengelola dana karena dalam prinsip mudharabah yang mengetahui hasil dari
usaha mudharabah itu adalah hanya pengelola (mudharib). Pengakuan pendapatan bagi hasil mudharabah
diatur dalam PSAK 105 tentang akuntansi mudharabah sebagai berikut:
20. Jika investasi mudharabah melebihi satu periode pelaporan, penghasilan usaha diakui dalam periode
terjadinya hak bagi hasil sesuai nisbah yang disepakati.
22. Pengakuan penghasilan usaha mudharabah dalam praktik dapat diketahui berdasarkan
laporan bagi hasil atas realisasi penghasilan usaha dari pengelola dana. Tidak
diperkenankan mengakui pendapatan dari proyeksi hasil usaha.
24. Bagian hasil usaha yang belum dibayar oleh pengelola dana diakui sebagai piutang.
Bagi hasil mudharabah tergantung hasil yang diperoleh oleh pengelola dana (mudharib) atas usaha
yang dilakukan. Pemilik dana (shahibul maal) tidak diperkenankan untuk menetapkan nominal bagi hasil
yang harus dibayar oleh pengelola sebelum usaha dilakukan atau meminta kepada pengelola untuk
memberikan bagi hasil sesuai harapan atau proyeksi pendapatan pemilik dana. Hal ini berlaku dalam
transaksi mudharabah tidak hanya LKS sebagai pemilik dana tetapi juga berlaku dalam transaksi
mudharabah dan LKS sebagai pengelola dana. Kedudukan pengelola dana (debitur) dimata LKS (sebagai
pemilik dana) sama dengan kedudukan LKS (pengelola dana) dimana pemodal (deposan sbg pemilik dana).
Contoh: 7-14
Tanggal 20 Februari 2008 LKS “Amal Sejahtera” menerima bagi hasil dari Zainudin yang menjadi
hak LKS sebesar Rp3.500.000,00 (70% x Rp5.000.000) yang dibayar dengan tunai.
Atas penerimaan bagi hasil tersebut LKS “Amal Sejahtera” sebagai pemilik dana melakukan jurnal
sebagai berikut:
Dr. Kas/Rekening Zainudin Rp3.500.000,00
Cr. Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah Rp3.500.000,00
Oleh karena bagi hasil tersebut diterima dengan tunai, maka bagi hasil tersebut merupakan unsur
pendapatan yang akan dipergunakan dalam perhitungan pembagian hasil usaha (profit distribution). Jika
sampai akhir periode laporan keuangan, Lembaga Keuangan Syariah sebagai pemilik dana tidak menerima
bagi hasil secara tunai tetapi hanya menerima laporan pembagian hasil usaha saja, maka Lembaga
Keuangan Syariah dapat melakukan pendapatan (akrual).

352 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Contoh: 7- 15
Tanggal 30 Maret 2008 LKS “Amal Sejahtera” memperoleh laporan secara tertulis dari Zainudin
atas bagi hasil periode bulan Maret 2008 sebesar Rp3.500. 000,00 yang belum dapat dibayarkan
kepada LKS
Atas penerimaan laporan dari Zainudin tersebut, LKS “Amal Sejahtera” sebagai pemilik dana
melakukan pengakuan pendapatan (pendapatan akrual) sebagai berikut:
Dr. Piutang Mudharib (Piutang Bagi Hasil Mudharabah) Rp3.500.000,00
Cr. Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah Rp3.500.000,00
Oleh karena pendapatan ini hanya dapat pengakuan saja (pendapatan akrual) maka pendapatan
yang diterima oleh LKS “Amal Sejahtera” sebesar Rp3.500.000,00 tersebut oleh LKS “Amal Sejahtera”
tidak diperkenankan untuk dibagikan kepada pemilik dana (investor) mudharabah. Jika mudharib
melakukan pembayaran bagi hasil, walaupun tidak ada pengakuan pendapatan (karena sudah diakui pada
saat menerima laporan dengan pendapatan akrual), maka nominal seporsi bagi hasil harus diperhitungkan
dalam pembagian hasil usaha atau profit distribusi.
Contoh: 7-16
Tanggal 5 April 2008 LKS “Amal Sejahtera” menerima pembayaran bagi hasil sebesar
Rp3.500.000,00 yang telah dilaporkan oleh Zainudin pada tanggal 30 Maret 2008
Atas penerimaan pembayaran bagi hasil tersebut LKS “Amal Sejahtera” pada tanggal 5 April 2008
melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas Rp3.500.000,00
Cr. Piutang Mudharib (Piutang Bagi Hasil) Rp3.500.000,00
Jika diperhatikan dalam jurnal tersebut LKS “Amal Sejahtera” tidak melakukan jurnal yang terkait
dengan pengakuan pendapatan bagi hasil lagi, sehingga tidak mempengaruhi posisi Laporan Laba Rugi
LKS “Amal Sejahtera”. Tetapi atas penerimaan pembayaran bagi hasil tersebut berarti terdapat aliran kas
masuk atas pendapatan bagi hasil, sehingga atas penerimaan bagi hasil tersebut harus diperhitungan
sebagai unsur pendapatan yang akan dibagi hasilkan. Jadi dari transaksi tersebut LKS “Amal Sejahtera”
tidak melakukan pendapatan tetapi harus memperhitungan dalam pembagian hasil usaha (profit
distribution)
B. Kerugian Mudharabah
Dalam prinsip mudharabah terdapat ketentuan bahwa jika terjadi kerugian dalam pengelolaan
modal mudharabah, bukan kesalahan pengelola maka kerugian financial menjadi beban pemilik dana .
Kesalahan pengelola dimaksud dalam PSAK 105 (prgf 18) menjelaskan sebagai berikut:
18. Kelalaian atas kesalahan pengelola dana, antara lain, ditunjukkan oleh:
(a) persyaratan yang ditentukan di dalam akad tidak dipenuhi;
(b) tidak terdapat kondisi di luar kemampuan (force majeur) yang lazim dan/atau yang telah
ditentukan dalam akad; atau
(c) hasil keputusan dari institusi yang berwenang.
Dalam PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah, dijelaskan perlakukan akuntansi untuk kerugian
mudharabah sebagai berikut:
21. Kerugian yang terjadi dalam suatu periode sebelum akad mudharabah berakhir diakui sebagai kerugian dan
dibentuk penyisihan kerugian investasi. Pada saat akad mudharabah berakhir, selisih antara:
(a) investasi mudharabah setelah dikurangi penyisihan kerugian investasi; dan
(b) pengembalian investasi mudharabah;
diakui sebagai keuntungan atau kerugian .
23. Kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pengelola dana dibebankan pada pengelola dana dan tidak
mengurangi investasi mudharabah.
Cara pengakuan kerugian dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
(1) langsung, dalam arti pengakuan kerugian berpengaruh langsung pada modal investasi mudharabah
(langsung mengurangi investasi Mudharabah)

BAB VII. Akuntansi mudharabah | 353


(2) tidak langsung yaitu dilakukan pembentukan penyisihan kerugian sesuai dengan kualitas investasi
mudharabah. Pengurangan investasi mudharabah atas kerugian dilakukan dari akumulasi
penyisihan kerugian yang telah dibentuk
Contoh : 7-17
Zainudin menyampaikan laporan pengelolaan dana mudharabah untuk periode bulan April 2008
menunjukkan kerugian sebesar Rp500.000,00 dan dari investigasi yang dilakukan kerugian tersebut
merupakan kerugian bisnis normal (bukan kelalaian Zainudin).
Atas transaksi tersebut LKS “Amal Sejahtera” sebagai pemilik dana dapat melakukan jurnal dengan
cara metode langsung atau dengan metode tidak langsung.
1. Jika mempergunakan cara pengakuan kerugian secara langsung, maka atas kerugian tersebut LKS
“Amal Sejahtera” melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kerugian Investasi Mudharabah Rp500.000,00
Cr. Investasi Mudharabah Rp500.000,00
2. Jika menggunakan cara pengakuan kerugian tidak langsung, maka sebelum dilakukan pengakuan
kerugian terlebih dahulu dilakukan pembentukan penyisihan kerugian, sehingga jurnal yang dilakuan
oleh LKS “Amal Sejahtera” adalah sebagai berikut:
a. Pada saat pembentukan penyisihan kerugian investasi mudharabah (misalnya sebesar
Rp750.000,00) jurnal yang dilakukan adalah:
Dr. Beban kerugian investasi Mudharabah Rp750.000,00
Cr. Cadangan kerugian Investasi Mudharabah Rp750.000,00
b. Pada saat kerugian timbul dan harus mengurani investasi mudharabah sebesar Rp50.000,00
maka jurnal yang dilakukan adalah sebagai berikut:
Dr. Cadangan kerugian Investasi Mudharabah Rp500.000,00
Cr. Investasi Mudharabah Rp500.000,00
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa dapat diperhitungkan sebagai pengurang pendapatan
hasil mudharabah adalah penurunan nilai setelah usaha dimulai dari akibat hilang, penyusutan dan akibat
lainya, sehingga hasil bersih investasi dapat diperhitungkan sebagai berikut:
Pendapatan bagi hasil dari pengelola Rp3.500.000,00
Pengurang :
Penurunan nilai modal mudharabah (hilang) Rp300.000
Penurunan modal mudharabah (penyusutan) Rp800.000
Penurunan modal mudharabah (lainnya) Rp200.000
Kerugian investasi mudharabah Rp500.000
----------------
Total pengurang pendapatan bagi hasil (Rp1.800.000,00)
--------------------
Hasil bersih bagi hasil mudharabah Rp1.700.000,00

7.3.5 Penerimaan Kembali Modal Mudharabah


Dalam PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah tidak diatur pengukuran dan pengakuan
penerimaan kembali modal mudharabah (pengembalian modal mudharabah) dari pengelola dana
(shahibul maal) kepada pemilik dana (mudharib) sebelum akad berakhir (pengembalian modal
mudharabah selama periode akad) karena pada prinsipnya pengembalian modal mudharabah oleh
pengelola dana kepada pemilik dana dilakukan setelah akad mudharabah berakhir. Jika mudharib
mengembalikan modal sebelum akad berakhir maka dalam periode akad telah terjadi kepemilikan modal
bersama, dimana hal ini merupakan karakter dari musyarakah. PSAK 105 hanya mengatur pengembalian
modal mudharabah akad mudharabah berakhir dan pengelola dana (mudharib) belum mengembalikan

354 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


modal mudharabah maka oleh pemilik dana diakui sebagai piutang kepada mudharib sebagaimana diatur
dalam paragraf 19 PSAK 105 yaitu
19. Jika akad mudharabah berakhir sebelum atau saat akad jatuh tempo dan belum dibayar oleh
pengelola dana, maka investasi mudharabah diakui sebagai piutang.
Dari ketentuan ini dapat dilihat bahwa pengembalian modal mudharabah dari pengelola dana
(shahibul maal) kepada pemilik dana (mudharib) hanya dilakukan sekaligus, tidak dapat dilakukan
sebagian-sebagian (secara bertahap) selama jangka waktu akad, karena jika pengelola dana (mudharib)
mengembalikan modal mudharabah sebagian-sebagian atau berhatap selama jangka waktu akad
mudharabah, maka modal dalam usaha tersebut merupakan modal bersama antara oleh pengelola dana
(mudharib) dan pemilik dana (shahibul maal), dimana hal ini merupakan karakter dari musyarakah (bukan
mudharabah lagi). Seperti telah dibahas di depan bahwa penyerahan modal mudharabah kepada pengelola
dana (mudharib) dapat dalam bentuk kas (uang tunai) atau modal non kas (barang). Oleh karena itu perlu
dibahas pengembalian modal dalam bentuk kas dan pengembalian modal dalam bentuk non kas.
A. Penerimaan Kembali Modal Kas
Penerimaan kembali modal mudharabah kas dari pengelola dana oleh pemilik dana diakui sebagai
pengurang investasi mudharabah sebesar kas yang diterima.
Contoh : 7-18
Tanggal 15 Januari 2010 Zainudin sesuai kesepakatan dalam akad, LKS Amal Sejahtera menerima
pengembalian modal mudharabah kas sebesar Rp30.000.000,00.
Atas penerimaan kembali modal mudharabah tersebut, LKS Amal Sejahtera melakukan jurnal sbb:
Dr. Rekening mudharib Rp30.000.000,00
Cr. Investasi Mudharabah Rp30.000.000,00
Atas jurnal diats mengakibatkan perubahan posisi akun dan Laporan Posisi Keuangan (Neraca)
LKS “Amal Sejahtera” adalah sebagai berikut:
INVESTASI MUDHARABAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/01 Modal kas 30.000.000 15/01 Pengembalian 30.000.000
27/01 Modal non kas 20.000.000
Saldo 20.000.000
50.000.000 50.000.000

NERACA
Per 15 Januari 2010
Aktiva Pasiva

Persedaiaan/Aset Mudharabah 00
Investasi Mudharabah (kas) 00
Investasi Mudharabah (non kas) 20.000.000
Keuntungan Mdh Tangguhan (00)
Akumulasi penurunan nilai (19.200.000)

B. Penerimaan Kembali Modal Non Kas (barang)


Jika ditelaah ketentuan dalam PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah belum mengatur secara
khusus tentang pengembalian modal mudharabah non kas (barang) oleh pengelola dana kepada pemilik
dana. Disisi lain dalam paragraf 17 yang mengatur penurunan nilai investasi mudharabah dalam bentuk kas
sebagai berikut:
17. Dalam investasi mudharabah yang diberikan dalam bentuk barang (nonkas) dan barang tersebut
mengalami penurunan nilai pada saat atau setelah barang dipergunakan secara efektif dalam

BAB VII. Akuntansi mudharabah | 355


kegiatan usaha mudharabah, maka kerugian tersebut tidak langsung mengurangi jumlah investasi,
namun diperhitungan pada saat pembagian bagi hasil.
Ketentuan ini memperlihatkan bahwa modal mudharabah non kas (barang) dapat mengalami
penurunan nilai sebagai akibat penyusutan barang tersebut (hal ini telah dibahas dalam butir sebelumnya),
sehingga modal mudharabah non kas (barang) tersebut memilik nilai tercatat, yaitu nilai wajar saat
penyerahan dikurangi dengan akumulasi penurunan nilai (penyusutan) modal non kas tersebut. Jika
penerimaan kembali modal mudharabah non kas (barang) oleh pemilik dana diakui sebesar nilai wajar saat
penyerahan, maka maka dapat terjadi :
a. nilai wajar lebih besar dari nilai tercatat modal mudharabah non kas
b. nilai wajar lebih kecil dari nilai tercatat modal mudharabah non kas
1) nilai wajar lebih besar dari nilai tercatat modal mudharabah non kas
Jika nilai wajar modal mudharabah non kas (barang) saat penyerahan lebih besar dari nilai tercatat
modal mudharabah non kas (nilai bersih investasi mudharabah non kas), maka timbul keuntungan dan
diakui sebesar selisih antara nilai wajar dengan nilai tercatatnya.
Contoh : 7-19
Dalam catatan LKS sebagai pemilik dana diketahui bahwa modal non kas (barang) saat penyerahan
sebesar Rp20.000.000,00 dan dengan berjalannya waktu LKS telah melakukan penilaian penurunan
(penyusutan) modal mudharabah non kas (barang) sampai akir akad (24 bulan) sebesar
Rp19.200.000,00. Nilai wajar saat penyerahan sebesar Rp2.500.000,00
Atas pengembalian modal mudharabah non kas (barang) tersebut LKS sebagai pemilik dana
melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Persediaan/Aset Mudharabah Rp 2.500.000,00
Dr. Akumulasi penurunan nilai (penyusutan) Rp19.200.000,00
Cr. Investasi Mudharabah Rp20.000.000,00
Cr. Keuntungan Pengembalian Aset Mudharabah Rp 1.700.000,00
2) nilai wajar lebih kecil dari nilai tercatat modal mudharabah non kas
Jika nilai wajar modal mudharabah non kas (barang) saat penyerahan lebih kecil dari nilai tercatat
(nilai bersih investasi mudharabah non kas) maka timbul kerugian dan diakui sebesar selisih antara nilai
wajar modal mudharabah non kas (barang) dengan nilai tercatat (nilai bersih investasi mudharabah non
kas)
Contoh : 7 - 20
Dalam catatan LKS sebagai pemilik dana diketahui bahwa modal non kas (barang) saat penyerahan
sebesar Rp20.000.000,00 dan dengan berjalannya waktu LKS telah melakukan penilaian penurunan
modal mudharabah non kas (barang) sampai akir akad (24 bulan) sebesar Rp19.200.000,00. Nilai
wajar saat penyerahan sebesar Rp150.000,00
Atas pengembalian modal mudharabah non kas (barang) tersebut LKS sebagai pemilik dana
melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Persediaan/Aset Mudharabah Rp 150.000,00
Dr. Akumulasi penurunan nilai (penyusutan) Rp19.200.000,00
Dr. Kerugian Pengembalian Aset Mdh Rp 50.000,00
Cr. Investasi Mudharabah Rp20.000.000,00
Dengan adanya jurnal transaksi tersebut mengakibatkan perubahan akun dan posisi neraca dalam
LKS Amal Sejahtera sebagai berikut:

356 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


INVESTASI MUDHARABAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/01 Modal kas 30.000.000 15/01 Pengembalian 30.000.000
27/01 Modal non kas 20.000.000 15/01 Pengembalian 20.000.000
Saldo 00
50.000.000 50.000.000

AKUMULASI PENURUNAN NILAI ASET MUDHARABAH


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Pengembalian 19.200.000 Penurunan nilai sd 24 19.200.000
Saldo 00
19.200.000 19.200.000

NERACA
Per 15 Januari 2010
Aktiva Pasiva

Persedaiaan/Aset Mudharabah 00

Investasi Mudharabah (kas) 00

Investasi Mudharabah (non kas) 00


Keuntungan Mdh Tangguhan (00)
Akumulasi penurunan nilai (00)

C. Investasi Mudharabah jatuh tempo


Pengembalian modal investasi mudharabah oleh pengelola dana dipengaruhi oleh cash flow yang
dimiliki oleh pengelola dana, sehingga tidak menutup kemungkinan pada saat jatuh tempo pengembalian
modal mudharabah pengelola dana belum mengembalikan modal mudharabah. Jika hal ini terjadi maka
perlu dilakukan reklasifikasi dari Investasi Mudharabah ke Piutang kepada Mudharib. Hal tersebut sejalan
dengan PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah, paragraf 19 yang menjelaskan sebagai berikut:
19. Jika akad mudharabah berakhir sebelum atau saat akad jatuh tempo dan belum dibayar oleh
pengelola dana, maka investasi mudharabah diakui sebagai piutang.
Jika diawal telah disepakati pengembalian modal mudharabah dan saat jatuh tempo pengembalian
modal pengelola dana (mudharib) tidak melakukan pembayaran pengembalian modal, maka investasi
mudharabah dipindahkan kepada akun “Piutang kepada Mudharib”
Contoh : 7-21
Tanggal 15 Januari 2010 sesuai kesepakatan dalam akad, modal mudharabah jatuh tempo untuk
dikembalikan oleh Zainudin. Sampai tanggal tersebut Zainudin tidak mengembalikan modal kas
sebesar Rp30.000.000,00
Atas pengembalian modal yang telah jatuh tempo pengembaliannya tersebut, LKS Amal Sejahtera
(biasanya dilakukan pada tutup buku akhir bulan) melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Piutang Mudharib Rp30.000.000,00
Cr. Investasi Mudharabah Rp30.000.000,00
Atas jurnal di atas akan mengakibatkan perubahan posisi akun dan Neraca LKS “Amal Sejahtera”
tanggal 30 Mei 2008 adalah sebagai berikut:

BAB VII. Akuntansi mudharabah | 357


INVESTASI MUDHARABAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/01 Modal kas 30.000.000 30/06 Jatuh tempo 30.000.000
27/01 Modal non kas 20.000.000
Saldo 20.000.000
50.000. 000 50.000.000

PIUTANG MUDHARIB
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Saldo 30.000.000
30.000. 000 30.000.000

NERACA
Per 15 Januari 2010
Aktiva Pasiva

Piutang Mudharib 30.000.0000


Investasi Mudharabah (kas) 00
Investasi Mudharabah (non kas) 20.000.000
Keuntungan Mdh Tangguhan (00)
Akumulasi penurunan nilai (19.200.000)

Pada saat dilakukan pembayaran pengembalian modal modal yang telah jatuh tempo oleh Zainudin
sebagai pengelola sebesar Rp30.000.000 maka LKS Amal Sejahtera melakukan sebagai berikut:
Dr. Kas/Rekening mudharib Rp30.000.000,00
Cr. Piutang Mudharib Rp30.000.000,00
Atas jurnal di atas akan mengakibatkan perubahan posisi akun dan Neraca LKS “Amal Sejahtera”
sebagai berikut:
PIUTANG MUDHARIB
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/01 Modal kas Jatuh Tempo 30.000.000 Pembayaran 30.000.000

Saldo 00
30.000. 000 30.000.000

NERACA
Per 15 Januari 2010
Aktiva Pasiva

Piutang Mudharib 00
Investasi Mudharabah (kas) 00
Investasi Mudharabah (non kas) 20.000.000
Keuntungan Mdh Tangguhan (00)
Akumulasi penurunan nilai (19.200.000)

D. Pelunasan investasi mudharabah


Modal mudharabah berakhir sesuai dengan berakhirnya akad mudharabah, oleh karena itu
pengelola dana segera mengembalikan modal mudharabah setelah dikurangi kerugian yang menjadi
tangung jawab pemilik dana (kerugian pengelolaan dana akibat bukan kesalahan pengelola dana).

358 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Contoh: 7-22
Tanggal 15 Januari 2010, LKS “Amal Sejahtera” menerima pengembalian modal mudharabah kas
sebesar Rp30.000.000,00 dan modal non kas sebesar Rp20.000.000,00 Selama usaha berjalan tidak
ada kerugian yang harus ditanggung oleh LKS Amal Sejahtera sebagai pemilik dana
Atas pengembalian seluruh modal mudharabah tersebut, LKS Amal Sejahtera melakukan jurnal
sebagai berikut:
Dr. Rekening mudharib Rp50.000.000,00
Cr. Investasi Mudharabah Rp50.000.000,00
Atas jurnal di atas mengakibatkan perubahan tersebut posisi akun dan Neraca LKS “Amal
Sejahtera” sebagai berikut:
INVESTASI MUDHARABAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/01 Modal kas 30.000.000 Pengembalian modal 50.000.000
27/01 Modal non kas 20.000.000
Saldo 00
50.000. 000 50.000.000

NERACA
Per 15 Januari 2010
Aktiva Pasiva

Piutang Mudharib 00
Investasi Mudharabah (kas) 00
Investasi Mudharabah (non kas) 00
Keuntungan Mdh Tangguhan (00)
Akumulasi penurunan nilai (00)

7.4. Akuntansi Pengelola Dana (mudharib)


Sebagaimana telah dijelaskan dalam gambar di atas prinsip mudharabah dapat diterapkan dalam
penghimpunan dana LKS dan dalam penyaluran dana LKS. Dalam hal penghimpunan dana kedudukan
LKS sebagai pengelola dana (mudharib), oleh karenanya dalam penghimpunan dana LKS harus
memperhatikan ketentuan-ketentuan akuntansi sebagai pengelola dana (mudharib), sedangkan investornya
(yang lazim disebut dengan deposan) sebagai pemilik dana harus menerapkan ketentuan akuntansi sebagai
pemilik dana. Dilain pihak dalam hal LKS melakukan penyaluran dana, kedudukan LKS sebagai pemilik
dana oleh karenanya harus menerapkan ketentuan akuntansi pemilik dana sedangkan nasabah sebagai
pengelola dana ( yang lazim disebut dengan debitur) harus menerapkan ketantuan akuntansi sebagai
pengelola dana (mudharib).

7.4.1 Akun-akun dalam Akuntansi Pengelola Dana (mudharib)


Akun-akun yang dipergunakan dalam akuntansi pengelola dana dalam transaksi mudharabah, baik
untuk kepentingan penyusunan Laporan Posisi Keuangan (neraca) maupun untuk kepentingan
penyusunan Laporan Laba Rugi berbeda akun-akun yang dipergunakan alam akuntansi pemilik dana.

A. Akun-akun untuk Laporan Posisi Keuangan (Neraca)


Akun-akun berikut dipergunakan untuk mencatat transaksi mudharabah dalam akuntansi pengelola
dana (mudharib) untuk kepentingan penyusunan laporan posisi keuangan (neraca)

BAB VII. Akuntansi mudharabah | 359


1. Dana Syirkah Temporer
Akun ini dipergunakan untuk membukukan penghimpunan dana atau sumber dana yang
mempergunakan prinsip mudharabah. Akun ini disajikan terpisah dari kewajiban dan modal. Akun
ini dikredit pada saat penerimaan modal dari investor dan didebet pada saat pembayaran kembali
modal kepada investor.
2. Bagi Hasil Diumumkan Belum Dibagi (Kewajiban Bagi Hasil )
Hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diumumkan dan belum
dibagikan kepada pemilik dana
3. Aset Mudharabah/Persediaan
Akun ini dipergunakan untuk mencatat penerimaan modal non kas yang diberikan oleh pemilik
dana yang akan dipergunakan dalam usaha mudharabah. Akun ini didebet saat penyerahan sebesar
nilai modal mudharabah dan dikredit pada saat penyerahan kembali kepada pemilik dana atau
dilakukan penjualan.
4. Hutang kepada LKS
Akun ini dipergunakan untuk mencatat modal mudharabah yang telah jatuh tempo dan belum
diserahkan kembali kepada pemilik dana. Akun ini dikredit saat jatuh tempo pengembalian modal
mudharabah sebesar modal yang akan dikembalikan dan didebet saat dilakukan pembayaran
pengembalian modal sebasar pembayarannya.

B. Akun-akun untuk Laporan Laba Rugi


Akun-akun berikut dipergunakan untuk mencatat transaksi mudharabah dalam akuntansi pengelola
dana untuk kepentingan penyusunan laporan laba rugi
1. Hak pihak ketiga atas Bagi Hasil
Akun ini dipergunakan untuk membukukan bagian hasil usaha yang menjadi milik investor (pemilik
modal yang mempergunakan prinsip mudharabah). Akun ini tidak diketegorikan sebagai
pendapatan dan tidak dikategorikan sebagai beban.
2. Kerugian Mudharabah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat kerugian yang harus ditanggung oleh pengelola akibat
kelalaian atau kesalahan dari pengelola. Akun ini dikredit asat terjadi kerugian sebesar kerugian yang
harus ditanggung dan didebet pada akhir tahun saat dipindahkan ke laba rugi tahun berjalan.
Akuntani pengelola dana ini diterapkan oleh Lembaga Keuangan Syariah terkait dengan
penghimpunan dana yang dilakukan untuk mencatat sumber dananya, karena sebagai pemilik dana adalah
pemodal dan sebagai pengelola dana adalah Lembaga keuangan Syariah. Akuntansi pengelola dana ini juga
dapat diterapkan oleh nasabah (yang sering disebut dengan debitur) atas pembiayaan mudharabah yang
dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah, karena sebagai pemilik dana adalah Lembaga Keuangan
Syariah oleh karenanya menerapkan akuntansi pemilik dana dan nasabah sebagai pengelola dana oleh
karenanya menerapkan akuntansi pengelola dana Untuk memberikan gambaran akuntansi pengelola dana
dapat diberikan ilustrasi contoh umum seperti dalam akuntansi pengelolaan dana seperti dibawah ini :
Contoh : 7-1 (ilustrasi umum)
Pada tanggal 15 Januari 2008 LKS “Amal Sejahtera” menyetujui untuk memberikan modal
mudharabah kepada Zainudin, seorang pengusaha textil di Medan, sebesar Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta). Pembagian hasil usaha (nisbah) disepakati 70 untuk LKS “Amal Sejahtera” dan 30
untuk Zainudin. Investasi Mudharabah dengan jangka waktu 2 tahun, yaitu sampai dengan 15
Januari 2010
Penyerahan modal mudharabah oleh LKS Amal Sejahtera sebagai pemilik dana (shahibul maal)
kepada Zainudin sebagai pengelola dana (mudharib) dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

360 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


1. Tanggal 25 Januari 2008 diserahkan uang tunai sebesar Rp30.000.000,00
2. Tanggal 27 Januari 2008 diserahkan 4 buah mesin textil dengan nilai wajar saat penyerahan
sebesar Rp20.000.000,00 . Mesin textil tersebut dibeli pada tangal 05 Januari 2008 dengan
harga perolehan Rp18.800.000,00
Jika dalam akuntansi pemilik dana dimuka telah dibahas akuntansi yang dilakukan oleh Lembaga
Keuangan Syariah sebagai pemilik dana, sedangkan dalam akuntansi pengelola dana ini akan dibahas
akuntansi yang dilakukan oleh nasbah (Zainudin) sebagai pengelola dana.

7.4.2. Modal mudharabah


Salah satu karakter mudharabah adala modal mudharabah seluruhnya dari pemilik dana (shahibul
maal). Dalam PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah, paragraf 25 mengatur tentang modal mengatur
sebagai berikut:
25. Dana yang diterima dari pemilik dana dalam akad mudharabah diakui sebagai dana syirkah temporer
sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset nonkas yang diterima. Pada akhir periode akuntansi, dana
syirkah temporer diukur sebesar nilai tercatatnya.
Dari ketentuan tersebut dapat dilihat bahwa modal mudharabah dapat berupa uang tunai (modal
kas) dan dalam bentuk barang (modal non kas).
A. Penerimaan modal mudharabah kas
Jika modal mudharabah diserahkan dalam bentuk kas, maka dalam PSAK 105 tentang Akuntansi
Mudharabah, paragraf 25 mengatur sebagai berikut:
25. Dana yang diterima dari pemilik dana dalam akad mudharabah diakui sebagai dana syirkah temporer
sebesar jumlah kas
Sesuai PSAK 105 paragraf 25 tersebut di atas penerimaan modal mudharabah dalam bentuk kas
diakui sebagai Dana Syirkah Temporer sebesar jumlah kas yang diterima.
Contoh : 7-23
Tanggal 25 Januari 2008 Zainudin modal mudharabah berupa uang tunai sebesar Rp30.000.000,00
dari LKS “Amal Sejahtera”
Atas penerimaan modal mudharabah dalam bentuk uang tunai tersebut, maka Zainudin melakukan
jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas/rekening Bank Rp30.000.000,00
Cr. Dana Syirkah Temporer Rp30.000.000,00
Dengan adanya transaksi tersebut maka akun-akun dalam pembukuan Zainudin adalah sebagai berikut:

DANA SYIRKAH TEMPORER


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/01 Modal mdh pertama 30.000.000
Saldo 30.000.000
30.000.000 30.000.000

NERACA
Per 25 Januari 2008
Aktiva Pasiva
Kewajiban
Dana Syirkah Temporer
Pemb Diterima Mdh kas 30.000.000

BAB VII. Akuntansi mudharabah | 361


B. Penerimaan modal mudharabah non kas (barang)
Jika modal mudharabah diserahkan dalam bentuk non kas (barang), maka dalam PSAK 105 tentang
Akuntansi Mudharabah, paragraf 25 mengatur sebagai berikut:
25. Dana yang diterima dari pemilik dana dalam akad mudharabah diakui sebagai dana syirkah
temporer sebesar nilai wajar aset nonkas yang diterima.
Dalam penerimaan modal mudharabah non kas (barang) diukur nilai wajar saat penyerahan barang
maka diakui sebesar nilai wajar saat penyerahan barang tanpa memperhatikan nilai sebelumnya.
Contoh : 7-24
Tanggal 27 Januari 2008 Zainudin sebagai pengelola dana menerima 5 buah mesin textil dari LKS
“Amal Sejahtera” sebagai pemilik dana dengan nilai wajar saat penyerahan sebesar Rp20.000.000,00
Atas penyerahan modal mudharabah non kas (barang) tersebut, diukur sebesar nilai wajar saat
penyerahan. Oleh karena itu jurnal yang dilakukan adalah sebagai berikut:
Dr. Aktiva Tetap/Persediaan Rp20.000.000,00
Cr. Dana Syirkah Temporer Rp20.000.000,00
Dengan adanya transaksi tersebut maka saldo akun Dana Syirkah Temporer dan penyajian dalam laporan
keuangannya adalah sebagai berikut:
DANA SYIRKAH TEMPORER
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/01 Modal mdh pertama 30.000.000
27/01 Modal non kas 20.000.000
Saldo 50.000.000
50.000.000 50.000.000

NERACA
Per 27 Januari 2008
Aktiva Pasiva
Kewajiban
Dana Syirkah Temporer
Pemb Diterima Mdh kas 30.000.000
Pemb Diterima Mdh non kas 20.000.000

7.4.3 Pembagian hasil Usaha


Salah satu keunikan Lembaga Keuangan Syariah adalah adanya pembagian hasil usaha dan yang
melakukan perhitungan pembagian hasil usaha adalah pengelola dana (mudharib).
Dalam PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah dijelaskan ketentuan tentang bagi hasil sebagai berikut:
27. Pengelola dana mengakui pendapatan atas penyaluran dana syirkah temporer secara bruto
sebelum dikurangi dengan bagian hak pemilik dana
28. Bagi hasil mudharabah dapat dilakukan dengan menggunakan dua prinsip, yaitu bagi laba atau
bagi hasil.
29. Hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diumumkan dan belum dibagikan
kepada pemilik dana diakui sebagai kewajiban sebesar bagi hasil yang menjadi porsi hak pemilik dana.
30. Kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan atau kelalaian pengelola dana diakui sebagai beban pengelola
dana.
Hak pemodal (shahibul maal) dari hasil perhitungan pembagian hasil usaha yang dilakukan oleh
pengelola dana dan belum dibayar diakui sebagai kewajiban sebesar hak pemodal tersebut.

362 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Contoh : 7-25
Dari hasil perhitungan yang dilakukan oleh Zainudin sebagai pengelola dana, hak bagi hasil LKS
“Amal Sejahtera” sebesar Rp3.500.000,00. Karena sesuatu hal sampai tutup buku belum dibayar.
Atas perhitungan pembagian hasil usaha tersebut, Zainudin sebagai pengelola dana melakukan jurnal
sebagai berikut:
Dr. Hak Pihak Ketiga Atas Bagi hasil Rp 3.500.000,00
Cr. Bagi Hasil Diumumkan Belum Dibagi Rp3.500.000,00
Atas jurnal transaksi di atas mengakibatkan perubahan akun dan neraca Zainudin sebagai pengelola
dana sebagai berikut:
BAGI HASIL DIUMUMKAN BELUM DIBAGI
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Bagi Hasil Nasabah 3.500.000
Saldo 3.500.000
3.500.000 3.500.000

NERACA
Per 30 Januari 2008
Aktiva Pasiva
Kewajiban
Baghas Diumumkan Blm Dibagi 3.500.000
Dana Syirkah Temporer
Pemb Diterima Mdh kas 30.000.000
Pemb Diterima Mdh non kas 20.000.000

Akun “Bagi Hasil Diumumkan Belum Dibagi” disajikan dalam kelompok kewajiban neraca Zainudin
sebagai pengelola dana. Pada saat dilakukan pembayaran bagi hasil kepada LKS Amal Sejahtera, maka
jurnal yang dilakukan adalah sebagai berikut
Dr. Bagi Hasil diumumkan belum dibagi Rp3.500.000,00
Cr. Kas/Rekening Bank Rp3.500.000,00
Atas jurnal transaksi di atas mengakibatkan perubahan akun dan neraca Zainudin sebagai pengelola
dana sebagai berikut:
BAGI HASIL DIUMUMKAN BELUM DIBAGI
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Pembayaran bagi hasil 3.500.000 Bagi Hasil Nasabah 3.500.000
Saldo 00
3.500.000 3.500.000

NERACA
Per 30 Januari 2008
Aktiva Pasiva
Kewajiban
Baghas Diumumkan Blm Dibagi 00
Dana Syirkah Temporer
Pemb Diterima Mdh kas 30.000.000
Pemb Diterima Mdh non kas 20.000.000

BAB VII. Akuntansi mudharabah | 363


7.4.4 Pengembalian modal mudharabah
Sebagaimana telah dibahas dalam akuntansi pemilik dana, bahwa pada prinsipnya pengembalian
modal mudharabah hanya dilakukan oleh pengelola dana (mudharib) jika akad mudharabah berakhir,
karena jika dalam mudharabah terjadi pengembalian modal mudharabah sebagian-sebagian (secara
bertahap) selama jangka waktu akad, maka dalam modal usaha mudharabah tersebut menjadi modal
bersama dimana hal ini merupakan karakteristik dari musyarakah (bukan mudharabah lagi). Pengukuran
dan pengakuan pengembalian modal mudharabah oleh pengelola dana (mudharib) juga belum dibahas
dalam PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah dalam bab Akuntansi Pengelola Dana. Masalah lain
adalah bagi mudharib, pada saat menerima modal mudharabah dapat berbentuk kas dan non kas (barang),
oleh karenanya pengembalian modal mudharabah oleh pengelola dana (mudharib) kepada pemilik dana
(shahibul maal) juga dapat bentuk modal kas dan modal non kas (barang)
A. Pengembalian Modal Mudharabah Kas
Pengembalian modal mudharabah kas (yang diterima pada awal akad dalam bentuk uang tunai)
kepada pemilik dana (LKS Amal Sejahtera), diakui oleh pengelola dana sebagi pengurang “ Dana Syirkah
Temporer” sebesar kas yang dibayar.
Contoh : 7-26
Tanggal 15 Januari 2010 (jatuh tempo/berakhi akad mudharabah) sesuai kesepakatan dalam akad
mudharabah Zainudin sebagai pengelola dana menyerahkan kembali modal mudharabah kas
kepada LKS “Amal Sejahtera” sebesar Rp30.000.000,00
Dari transaksi pengembalian modal mudharabah kepada pemilik dana tersebut, Zainudin melakukan
jurnal sebagai berikut:
Dr. Dana Syirkah Temporer Rp30.000.000,00
Cr. Kas/Rekening Bank Rp30.000.000,00
Dengan adanya jurnal transaksi di atas mengakibatkan perubahan posisi akun dan laporan keuangan
Zainudin sebagai berikut:
DANA SYIRKAH TEMPORER
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/01 Pembayaran mdl 30.00.000 25/01 Modal mdh pertama 30.000.000
27/01 Modal non kas 20.000.000
Saldo 20.000.000
50.000.000 50.000.000

NERACA
Per 15 Januari 2010
Aktiva Pasiva
Kewajiban
Dana Syirkah Temporer
Pemb Diterima Mdh kas 00
Pemb Diterima Mdh non kas 20.000.000

B. Pengembalian modal mudharabah non kas


Bagi pengelola dana (mudharib) pengembalian modal non kas (barang) tidak dipengaruhi nilai wajar
atau nilai tercatatnya. Bagi Pengelola dana (mudharib) pengembalian modal non kas (barang) kepada
pemilik dana sesuai nilai yang dipergunakan pada saat diterima modal mudharabah non kas pada awal akad.

364 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Contoh : 7-27
Tanggal 15 Januari 2010 jatuh tempo atau berakhirnya akad mudharabah dengan LKS Amal
Sejahtera, dilakukan penyerahan modal mudharabah non kas (barang) sebesar Rp20.000.000,00
(nilai wajar saat penyerahan awal akad).
Atas penyerahan kembali modal mudharabah non kas tersebut, Zainudin melakukan jurnal sebagai
berikut:
Dr. Dana Syirkah Temporer Rp20.000.000,00
Cr. Aset Mudharabah/Aktiva Tetap Rp20.000.000,00
Dengan adanya jurnal transaksi di atas mengakibatkan perubahan posisi akun dan laporan keuangan
Zainudin sebagai berikut:
DANA SYIRKAH TEMPORER
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/01 Pembayaran modal 30.00.000 25/01 Modal mudharabah pertama 30.000.000
15/01 Penyerahan kembali 20.000.000 27/01 Modal non kas 20.000.000
Saldo 00
50.000.000 50.000.000

NERACA
Per 15 Januari 2010
Aktiva Pasiva
Kewajiban

Dana Syirkah Temporer


Pemb Diterima Mudharabah kas 00
Pemb Diterima Mudharabah non kas 00

C. Jatuh Tempo Modal Mudharabah


Jika pada saat jatuh tempo investasi Mudharabah atau berakhirnya akad mudharabah pengelola dana tidak
dapat mengembalikan modal mudharabah, baik dalam bentuk kas dan atau modal non kas (barang), maka
oleh pengelola diakui sebagai Hutang kepada Pemilik Dana (Hutang kepada LKS)
Contoh : 7 - 28
Paad tanggal 15 januari 2010 dengan berakhirnya akad mudharabah Zainudin tidak dapat
mengembalikan modal mudharabah kas kepada LKS Amal Sejahtera sebesar Rp30.000.000,00
Atas modal mudharabah yang telah jatuh tempo akibat berakhirnya akad mudharabah dan belum
dapat melakukan pengembalian tersebut, maka Zainudin melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Dana Syirkah Temporer Rp30.000.000,00
Cr. Hutang LKS Rp30.000.000,00
Dengan adanya jurnal transaksi di atas pengakibatkan perubahan posisi akun-akun dan laporan
keuangan Zainudin sebagai berikut:
DANA SYIRKAH TEMPORER
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Modal Mdh Jatuh tempo 30.000.000 25/01 Modal mdh pertama 30.000.000
27/01 Modal non kas 20.000.000
Saldo 20.000.000
50.000.000 50.000.000

BAB VII. Akuntansi mudharabah | 365


HUTANG LKS
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Modal Mudharabah jatuh Tempo 30.000.000
Saldo 30.000.000
30.000.000 30.000.000

NERACA
Per 15 Januari 2010
Aktiva Pasiva
Kewajiban
Hutang LKS 30.000.000
Dana Syirkah Temporer
Pemb Diterima Mudharabah kas 00
Pemb Diterima Mudharabah non kas 20.000.000

Jika Zainudin melakukan pembayaran atas modal mudharabah yang telah jatuh tempo, maka oleh
LKS sebagai pemilik dana diakui sebagai pengurang piutang mudharib (hutang zainudin)
Contoh : 7-29
Zainudin melakukan pembayaran modal mudharabah kas yang telah jatuh tempo kepada LKS Amal
Sejahtera sebesar Rp30.000.000,00.
Atas pembayaran modal mudharabah kas yang telah jatuh tempo tersebut, Zainudin melakukan
jurnal sebagai berikut:
Dr. Hutang LKS Rp30.000.000,00
Cr. Kas/Rekening bank Rp30.000.000,00
Dengan adanya jurnal transaksi di atas pengakibatkan perubahan posisi akun-akun dan laporan
keuangan Zainudin sebagai berikut:
HUTANG LKS
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Modal Mdh jatuh Tempo 30.000.000 Pembayaran 30.000.000
Saldo 00
30.000.000 30.000.000

NERACA
Per 15 Januari 2010
Aktiva Pasiva
Kewajiban 00
Hutang LKS 00

Dana Syirkah Temporer


Pemb Diterima Mdh kas 00
Pemb Diterima Mdh non kas 20.000.000

7.4.5 Akuntansi pengelolaan dana bagi Lembaga Keuangan Syariah


Untuk memberikan gambaran akuntansi pengelola dana yang lebih lengkap, berikut diberikan
contoh akuntansi pengelola dana yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah, khususnya Bank
Syariah yang sering disebut dengan penghimpunan dana.

366 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


A. Penerimaan Modal mudharabah
Contoh : 7-30
Pada tanggal 1 Agustus 2008 LKS “Amal Sejahtera” menerima uang tunai dari Siti Aminah sebesar
Rp25.000.000,00 sebagai investasi mudharabah untuk jangka waktu satu bulan dengan nisabah 65
untuk nasabah dan 35 untuk bank syariah.
Atas transaksi tersebut LKS “Amal Sejahtera” melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas/Rekening Siti Aminah Rp25.000.000,00
Cr. Dana Syirkah Temporer (Aminah) Rp25.000.000,00
Dari transaksi tersebut akan mempengaruhi perubahan Buku Besar dan posisi Neraca sebagai berikut:

DANA SYIRKAH TEMPORER (invest mdh)


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
01/08 Siti Aminah 25.000.000
Saldo 25.000.000
25.000.000 25.000.000

NERACA
Per 01 Agustus 2008
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Kewajiban
Titipan Wadiah 00
Dana Syirkah Temporer
Investasi Mudharabah 25.000.000

Contoh : 7-31
Pada tanggal 02 Agustus 2008 LKS “Amal Sejahtera” menerima setoran tunai Simpanan
Mudharabah dari Hidayatullah sebesar Rp5.000.000 dng nisbah 65: 35
Atas transaksi tersebut LKS “Amal Sejahtera” melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas/Rekening Hidayatullah Rp5.000.000,00
Cr. Dana Syirkah Temporer (Hidayatullah) Rp5.000.000,00
Dari transaksi tersebut akan mempengaruhi perubahan Buku Besar dan posisi Neraca sebagai berikut:

DANA SYIRKAH TEMPORER (Invest Mdh)


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
01/08 Aminah 25.000.000
Saldo 25.000.000
25.000.000 25.000.000

DANA SYIRKAH TEMPORER (Simpanan mudharabah)


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/08 Hidayatullah 5.000.000
Saldo 5.000.000
5.000.000 5.000.000

BAB VII. Akuntansi mudharabah | 367


NERACA
Per 02 Agustus 2008
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Kewajiban
Giro Wadiah 00
Dana Syirkah Temporer
Investasi Mudharabah 25.000.000
Simpanan Mudharabah 5.000.000

Contoh : 6-32
Pada tanggal 04 Agustus 2008 LKS “Amal Sejahtera” menerima setoran uang tunai investasi
mudharabah atas nama Masdul Hanafi sebesar Rp15.000.000,00 dengan nisbah 70:30
Atas transaksi tersebut LKS “Amal Sejahtera” melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas/Rekening Masdul Hanafi Rp15.000.0000,00
Cr. Investasi Mudharabah (Masdul Hanafi) Rp15.000.000,00
Dari transaksi tersebut akan mempengaruhi perubahan Buku Besar dan posisi Neraca sebagai berikut:

DANA SYIRKAH TEMPORER (Investasi Mudharabah)


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
01/08 Aminah 25.000.000
04/08 Masdul Hanafi 15.000.000
Saldo 40.000.000
40.000.000 40.000.000

DANA SYIRKAH TEMPORER (Simpanan mudharabah)


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/08 Hidayatullah 5.000.000
Saldo 5.000.000
5.000.000 5.000.000

NERACA
Per 04 Agustus 2008
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Kewajiban
Giro Wadiah 00
Dana Syirkah Temporer
Investasi Mudharabah 40.000.000
Simpanan Mudharabah 5.000.000

B. Pembayaran kembali modal mudharabah


Modal mudharabah dikembalikan kepada pemilik dana (shahibul maal) sesuai jangka waktu yang
telah disepakati. Selama akad mudharabah berlangsung penguasaan modal mudharabah ada pada pengelola
(mudharib) sehingga pengembalian modal tergantung pada mudharib. Hal ini juga dimaksudkan untuk
kelangsungan investasi yang dilakukan oleh pengelola untuk memperoleh hasil usaha. Jika dana
mudharabah dapat ditarik setiap saat berarti penguasaan modal mudharabah selama akad berlangsung
masih dalam penguasaan pemilik dana. Dengan adanya modal dalam penguasaan pemilik dana berarti

368 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


pemilik dana tidak memberikan kekuasaan atau keleluasaan pengelola dalam pengelola modal mudharabah
untuk memperoleh hasil, sehingga tidak sejalan dengan prinsip mudharabah yang ada.
Contoh : 6-33
Tanggal 20 Agustus 2008 LKS “Amal Sejahtera” melakukan pembayaran investasi mudharabah dari
Siti Aminah sebesar Rp25.000.000,00 yang telah jatuh tempo. Bersamaa dengan dibayar juga bagi
hasil atas pembagian hasil usaha sebesar Rp200.000,00 . Atas bagi hasil tersebut LKS “Amal
Sejahtera” memotong pajak sebesar Rp40.000,00.
Atas transaksi tersebut bank syariah melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Dana Syirkah Temporer (Siti Aminah) Rp25.000.000,00
Dr. Hak pihak ketiga atas bagi hasil Rp 200.000,00
Cr. Titipan pajak Rp 40.000,00
Cr. Kas/Rekening Siti Aminah Rp25.160.000,00
Dari transaksi tersebut akan mempengaruhi perubahan Buku Besar dan posisi Neraca sebagai berikut:

DANA SYIRKAH TEMPORER (Investasi Mudharabah)


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
20/08 Penarikan modal 25.000.000 01/08 Aminah 25.000.000
04/08 Masdul Hanafi 15.000.000
Saldo 15.000.000
40.000.000 40.000.000

NERACA
Per 20 Agustus 2008
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Kewajiban
Giro Wadiah 00
Dana Syirkah Temporer
Investasi Mudharabah 15.000.000
Simpanan Mudharabah 5.000.000

C. Pembagian Hasil Usaha


Dalam penjelasan pertimbangan Fatwa DSN nomor: 15/DSN-MUI/IX/2000 tentang Prinsip
Distribusi Hasil Usaha Dalam Lembaga Keuangan Syariah, dijelaskan pengertian Prinsip Bagi Untung dan
Prinsip Bagi Hasil sebagai berikut:
a. Prinsip Bagi Untung (profit sharing), yakni bagi hasil yang dihitung dari pendapatan setelah
dikurangi modal (ra’sul al-mal) dan biaya-biaya
b. Prinsip Bagi Hasil (Net Revenue Sharing), yakni bagi hasil yang dihitung dari pendapatan
setelah dikurangi modal (ra’sul al-mal)
Sedangkan dalam ketentuan Fatwa tersebut dijelaskan sebagai berikut
Pertema : Ketentuan Umum
1. Pada dasarnya, LKS boleh menggunakan prinsip Bagi Hasil (Revenue Sharing) maupun
Bagi Untung (Profit Sharing) dalam pembagian hasil usaha dengan mitra (nasabah)-
nya.
2. Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah), saat ini, pembagian hasil usaha sebaiknya
digunakan prinsip Bagi Hasil (Revenue Sharing).
3. Penetapan prinsip pembagian hasil usaha yang dipilih harus disepakati dalam akad.
Dalam PSAK 105 dijelaskan ketentuan tentang bagi hasil mudharabah dalam akuntansi pengelola
dana (prgf 28) sebagai berikut:

BAB VII. Akuntansi mudharabah | 369


28. Bagi hasil mudharabah dapat dilakukan dengan menggunakan dua prinsip, yaitu bagi laba atau
bagi hasil seperti yang dijelaskan pada paragraf 11.
Sedangkan paragraf 11 PSAK 105 yang dimaksud adalah sebagai berikut:
11. Pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakukan berdasarkan prinsip bagi hasil atau bagi
laba. Dalam prinsip bagi hasil usaha berdasarkan bagi hasil, dasar pembagian hasil usaha
adalah laba bruto (gross profit) bukan total pendapatan usaha (omset). Sedangkan dalam prinsip
bagi laba, dasar pembagian adalah laba bersih (net profit) yaitu laba bruto dikurangi beban yang
berkaitan dengan pengelolaan dana mudharabah.
Contoh:
Uraian Jumlah Metode bagi hasil
Penjualan (sales) 100
Harga Pokok Penjualan (cost of good sold) (65)
Laba Kotor (gross profit) 35 Net Revenue Sharing
Beban (expense) (25)
Laba rugi bersih (net profit) 10 Profit Sharing

Seluruh Lembaga Keuangan Syariah, khususnya Bank Syariah saat ini seluruhnya mempergunakan
Revenue Sharing, belum ada yang melaksanakan Profit Sharing. Banyak yang mengatakan bahwa Lembaga
Keuangan Syariah tidak dapat secara akurat menentukan Laba Kotor transaksinya sebagaimana yang
dimaksud dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional dan Ketentuan dalam PSAK 105 tersebut. Untuk
mengetahui laba kotor yang mana yang dimaksud dalam PSAk 105 dapat dilihat dalam gambar dibawah
ini;

Gambar 7-5 : Laba kotor transaksi (gross profit)


Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa yang dimaksud dengan ”Pendapatan Operasi Utama”
seperti keuntungan salam, keuntungan/pendapatan bersih istishna, pendapatan neto ijarah, pendapatan
bagi hasil mudharabah, pendapatan bagi hasil musyarakah yang tercapat dalam Laporan Laba Rugi (catatan
pengelola dana) merupakan laba kotor dari suatu transaksi. Dalam PSAK 105 tentang Akuntansi
Mudharabah, dijelaskan pengakuan dan pengukuran Bagi Hasil Mudharabah yang dilakukan oleh pengelola
sebagai berikut:

370 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


29. Hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diumumkan dan
belum dibagikan kepada pemilik dana diakui sebagai kewajiban sebesar bagi hasil yang
menjadi porsi hak pemilik dana.
30. Kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan atau kelalaian pengelola dana diakui sebagai
beban pengelola dana.
Contoh : 6-34
Pada tanggal 30 Agustus 2008, berdasarkan Perhitungan Pembagian Hasil Usaha yang dilakukan
LKS “Amal Sejahtera”, porsi hasil usaha yang menjadi hak seluruh pemilik dana mudharabah
sebesar Rp3.500.000,00.
Atas pencadangan Bagi hasil tersebut dilakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Hak pihak ketiga atas Bagi Hasil Rp3.500.000,00
Cr. Keuntungan Diumumkan Belum Dibagi Rp3.500.000,00
Contoh: 6-35
Pada tanggal 1 September 2008 LKS “Amal Sejahtera” membayar bagi hasil Mudharabah untuk
Hidayatullah sebesar Rp10.000,00 dan atas pembayaran bagi hasil tersebut dipotong pajak sebesar
15%
Atas pembayaran bagi hasil deposito kepada Hidayatullah tersebut, bank syariah melakukan jurnal
sebagai beerikut:
Dr. Keuntungan Diumumkan Belum Dibagi Rp10.000,00
Cr. Kas/Rekening Hidayatullah Rp8.500,00
Cr. Titipan Kas Negara (pajak) Rp1.500,00

7.5. Akuntansi Mudharabah Musytarakah


Salah satu bentuk mudharabah adalah mudharabah musytarakah, yaitu perpaduan akad mudharabah
dengan akad musyarakah. Dalam PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah telah diatur ketentuan
tentang mudharabah musytarakah sebagai berikut:
31. Jika entitas juga menyertakan modal dalam mudharabah musytarakah maka penyaluran modal
milik entitas diakui sebagai investasi mudharabah.
32. Akad mudharabah musytarakah merupakan perpaduan antara akad mudharabah dan akad
musyarakah.
33. Dalam mudharabah musytarakah, pengelola dana (berdasarkan akad mudharabah)
menyertakan juga modalnya dalam investasi bersama (berdasarkan akad musyarakah). Pemilik
modal musyarakah (musytarik) memperoleh bagian hasil usaha sesuai porsi modal yang
disetorkan. Pembagian hasil usaha antara pengelola dana dan pemilik dana dalam
mudharabah adalah sebesar hasil usaha musyarakah setelah dikurangi porsi pemilik dana
sebagai pemilik modal musyarakah.
Oleh karena akad mudharabah musytarakah merupakan perpaduan akad mudharabah dan akad
musyarakah, maka dalam akuntansinya hendaknya memperhatikan akuntansi mudharabah dan akuntansi
musyarakah. Dalam akuntansi mudharabah tidak ada ketentuan bahwa dalam melaksanakan transaksi
mudharabah dibuat catatan terpisah dari catatan pengelola, karena dalam mudharabah seluruh dana berasal
dari pemilik dana dan pengelola hanya menyumbangkan tenaga kerjanya saja. Lain hal dengan akuntansi
musyarakah dijelaskan bahwa dalam melaksanakan transaksi musyarakah harus dibuat catatan
terpisah/tersendiri dari akuntansi mitra aktif, karena dalam musyarakah usaha tersebut merupakan usaha
bersama oleh mitra. Sehubungan dengan hal tersebut maka dalam akuntansi mudharabah musyatarakah,
hendaknya dibuat catatan terpisah dari catatan usaha lainnya, karena usaha tersebut dari segi permodalan
merupakan usaha milik bersama antara pemilik dana dan pengelola dana (karena memberikan kontribusi
modal selain tenaga)

BAB VII. Akuntansi mudharabah | 371


A. Penyertaan Modal Mudharabah Musytarakah
Jika diperhatikan karakteristik mudharabah musytarakah merupakan perpaduan akad mudharabah dan
akad musyarakah, oleh karena itu dalam penerapan akuntansinya hendaknya memperhatikan akuntansi
mudharabah dan akuntansi musyarakah. Modal usaha dalam prinsip mudharabah musytarakah merupakan
milik bersama, karena pengelola dana menyertakan dana atau memiliki kontribusi modal sama dengan
karakteristik musyarakah. Jika dilihat dari segi ini maka usaha dengan prinsip mudharabah musytarakah
merupakan usaha bersama. Oleh karena itu akuntansinya hendaknya mengikuti ketentuan dalam PSAK
106 tentang Akuntansi Musyarakah.
B. Pembagian Hasil Usaha Mudharabah Musytarakah
Pembagian hasil usaha mudharabah musytarakah dilakukan dengan dua cara bersamaan yaitu dengan cara
mudharabah dan cara musyarakah. PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah mengatur pembagian hasil
usaha mudharabah musytarakah sebagai berikut:
34 Pembagian hasil investasi mudharabah musytarakah dapat dilakukan sebagai berikut:
(a) hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai mudharib) dan pemilik dana sesuai nisbah yang
disepakati, selanjutnya bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana (sebagai
mudharib) tersebut dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik) dengan pemilik dana sesuai
porsi modal masing-masing; atau
(b) hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik) dan pemiik dana sesuai dengan porsi
modal masing-masing, selanjutnya bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana
(sebagai musytarik) tersebut dibagi antara pengelola dana (sebagai mudharib) dengan pemilik dana
sesuai nisbah yang disepakati
35. Jika terjadi kerugian atas investasi, maka kerugian dibagi sesuai dengan porsi modal para musytarik
Dari ketentuan di atas dapat dilakukan dengan mempergunakan salah satu skema tersebut dibawah ini
A. Alternatif pertama, dengan skema sebagai berikut:

Gambar 7-6 : Pembagian Hasil Mdh Musyatarak 1


Dari cara pembagian hasil pertama ini, terlebih dahulu dibagi secara mudharabah yaitu dibagi antara
pemilik dana ( ”Y” ) dengan pengelola dana ( “Z” ). Kemudian atas sisa hasil usaha setelah dikurangi
dengan bagian dari pengelola dana ( ”X-Z” ) dibagi antara mitra pasif ( ”Q” ) dengan mitra aktif/nasabah
( ”V” ), sehingga nasabah sebagai pengelola dana mendapat dua bagian yaitu sebagai pengelola dana
(dalam mudharabah) dan sebagai penyetor modal (dalam musyarakah)

372 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


B. Alternatif kedua, dengan skema sebagai berikut:

Gambar 7-7 : Pembagian Hasil Mdh Musyatarak 2


Dari skema di atas pembagian hasil dilakukan secara musyarakah, yaitu antara mitra pasif (“Q”)
dengan mitra aktif ( “V” ). Hasil usaha setelah dikurangani dengan hak mitra aktif (“X-V”) dibagi antara
pemilik dana (“Y”) dengan pengelola dana “Z”). Jadi nasabah sebagai pengelola usaha mendapat dua
bagian yang berasal dari pengelolaan dana (”Z”) dan sebagai penyetor modal ”V”).

7.6. Akuntansi Mudharabah Muqayyadah


Untuk memberikan penjelasan mengenai mudharib mengulang mudharabahnya dan mudharabah
muqayyadah, berikut dikutipkan hal tersebut secara lengkap dari buku Fiqih Muamalah Perbankan Syariah,
Bank Muamalat Indonesia yang merupakan terjemahan dari Al Fiqf Islam wa Adillatuhu oleh Dr. Wahbah
Zuhaili
Beberapa hal yang perlu diketahui jikka Mudharib mengulang Mudharabahnya adalah:
Pertama, madzhab Hanafi berpendapat tidak boleh bagi mudharib mengulang Mudharabah harta itu
dengan orang lain, kecuali diizinkan oleh pemilik harta (rabbu al maal). Jika mudharib memberikan harta
pada yang lain sebagai Mudharabah dan ada izin dari pemilik harta, harta itu, menurut Abu Hanifah
dijamin oleh mudharib yang pertama walaupun sudah menyerahkan harta pada yang kedua, dan tidak ada
penjelasan mudharib yang kedua sampai beruntung. Jika beruntung, maka mudharib pertama menjamin
untuk pemilik harta. Adapun sebelum beruntung, maka tidak ada jaminan. Kalau harta rusak di tangan
orang kedua sebelum beruntung, rusaknya seperti rusaknya amanat.
 Bentuk pertama (sebelum diusahakan) penyerahan harta dari mudharib adalah amanah darinya. Ia
memiliki amanat (titipan) harta Mudharabah, maka tidaklah dijamin penyerahannya.
 Bentuk kedua (setelah diusahakan) penyerahan dari mudharib pertama pada yang kedua diangggap
perdagangan dan ia memiliki perniagaan. Maka jika yang kedua beruntung, tetaplah bagi yang pertama
syarikat dalam harta, maka yang pertama menjamin terhadap pemilik harta, seperti jika dicampurkan
harta dengan yang lainnya.
Hal seperti itulah dikatakan Mudharabah yang shahih (benar). Akan tetapi jika rusak, maka
mudharib pertama tidak menjamin setelah untung, karena mudharib kedua adalah pengupah dalam harta
saat itu, baginya upah yang semisal, maka tidak sah syarikah yang mewajibkan dhaman. Zufar berkata
mudharib pertama menjamin harta ketika penyerahannya pada yang kedua, apakah yang kedua
mengelolanya atau tidak, karena mudharib memiliki penyerahan pengelolaan dalam bentuk titipan

BAB VII. Akuntansi mudharabah | 373


(amanah) dan penyerahannya dalam bentuk Mudharabah. Jika diserahkan, jadilah pelimpahan itu sebagai
pembeda, maka jadilah ia sebagai penjamin (dhamin), seperti pemegang amanah jika mengamanahkannya
pada orang lain.
Dua sahabat Abu Hanifah berkata jika mudharib kedua mengelola, maka yang pertama menjamin,
baik beruntung maupun tidak, karena mudharib kedua terhadap apa yang ia kelola termasuk dalam
pengelolaan mudharib pertama yang tidak ada izin pemilik harta, maka jelaslah dhaman atasnya, beruntung
atau tidak. Saat itu, bila mudharib kedua telah mengelola, maka pemilik harta: jika ingin, yang pertama
menjamin hartanya atau yang kedua yang menjaminnya. Menurut pendapat Hanafiyah yang terkuat
mudharib pertama tidak menjamin dalam Mudharabah yang benar, kalau hanya dengan pelimpahan harta
pada mudharib yang kedua. Tetapi ia menjamin bila mudharib yang kedua telah mengelolanya, beruntung
ataupun tidak.
Adapun keuntungan yang dihasilkan dari Mudharabah, dibagi menurut syarat-syarat. Keuntungan
pemilik harta diberikan berdasarkan syarat-syaratnya ketika akan Mudharabah yang pertama, sisa
keuntungan setelah itu dibagi antara mudharib yang pertama dengan kedua sesuai syarat-syarat mereka
dalam akad Mudharabah kedua. Ini pendapat Hanafiyah dan Abu Ya`la dari madzhab Hanbali. Ibnu
Qudamah berkata ini tidak sesuai dengan Ushul Madzhab dan nash Ahmad, ia berkata, tidak baik
keuntungan bagi mudharib.
Kedua, madzhab selain Hanafiyah. Malikiyah berkata: pengelola (amil) adalah dhamin jika ia
pinjamkan harta tanpa zin pemiliknya, artinya, pelimpahannya pada yang lain untuk dikelola dan untung
saat itu adalah milik pengelola kedua dan pemilik harta, tidak ada laba bagi pengelola pertama, karena
keuntungan pinjaman adalah bonus, tidaklah ia berhak kecuali dengan pengelolaan yang sempurna. Karena
pengelola pertama tidak melakukan, maka ia tidak mendapat keuntungan dari hutang pengelola pertama
untuk yang kedua apa-apa yang ia syaratkan baginya dari tambahan pada keuntungan yang baginya hak
dari pemilik harta.
Syafi`iyah berkata tidak boleh bagi pengelola meminjamkan pada yang lain agar ia berserikat dalam
pengelolaan dan keuntungan, walaupun ada izin dari pemilik.
Ketika itu, pinjaman selalu benar besama pengelola yang pertama, dan pengelola kedua berhak atas
imbalan jika tidak mengelola. Karena qiradh (pinjaman) berbeda dengan qiyas, sasarannya adalah salah satu
yang berakad. Sebagai pemilik, tidak ada amal baginya, dan yang lain sebagia pekerja, walaupun banyak,
maka tidak adil apa yang telah disebutkan untuk berakadnya 2 orang pengelola bersama mereka sendiri,
maka jadilah qiradh antara 2 orang pengelola, ini tidak sah.
Kesimpulan madzhab yang empat sepakat atas berlakunya dhaman bagi pengelola pertama jika ia
Mudharabahkan lagi pada yang lain.
Adapun kesimpulan hukum-hukum pengelolan mudharib dalam Mudharabah yang mutlak menurut
Hanafiyah ada 3 macam:
1. Yang dimiliki mudharib berdasarkan `urf (kebiasaan), yaitu semua jenis perdagangan yang
sudah biasa, seperti jual beli dan perwakilan dalam jual beli. Jka tidak ada izin baginya secara
nyata teetapi ia terkenal baik, maka itu tidak melewati batas yang sudah menjadi kebiasaan
umum, karena ia adalah wakil, dan wakil sah menurut kebiasaan. Adapun penjualannya, ada
perbedaan di kalangan Hanafiyah, adapun yang kuat adalah bahwa ia terikat dengan kebiasaan.
2. Yang tidak dimilikinya kecuali jika diizinkan bertindak dengannya dalam Mudharabah sesuai
pendapatnya. Dikatakan, kerjakanlah hal itu sesuai pendapatnya, atau seperti apa yang kau
lihat. Yaitu semua yang berhubungan dengan perniagaan, seperti memberikan harta sebagai
Mudharabah bagi orang lain yang memudharabakannya atau menjadikannya sebagai modal
untuk syarikat (`annan). Meskipun tidak diizinkan, boleh saja.
3. Yang tidak dimiliki oleh mudharib kecuali dengan nash yang jelas, seperti tabarru`, misalnya
hibah, muhabah dengan jualbeli, iqradh (peminjaman/pengutangan), atau menjual untuk
waktu tertentu, ini menurut Syafi`iyah, Malikiyah dan Hanabilah. Serta pembelian dengan
lebih dari modal dan untung menurut kebanyakan fuqaha.

374 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Adapun Mudharabah muqayyadahah (yang terkait) hukumnya sama dengan hukum Mudharabah
Mutlaqah yang sudah dijelaskan, hanya saja dibedakan kadar keterkatannya. Jika pemilik harta
mengkhususkan pengelolaan mudharib di daerah tertentu atau barang-barang tertentu, maka tidak boleh
baginya melanggar batasan itu, karena ia adalah wakil dan dalam hal itu ada faedahnya, maka harus
dikhususkan.
a) Penentuan Tempat
Jika berhubungan dengan tempat, seperti menyerahkan harta pada orang lain sebagai
Mudharabah agar dikelolanya di negeri tertentu misalnya Damaskus, maka tidak boleh baginya
mengelolanya selain di tempat itu. Karena ada kata “wajib atas” diantara lafaz-lafazh syarat, dan
syarat tersebut bermanfaat, karena tempat-tempat itu berbeda dalam segi murah atau mahalnya dan
kondisinya dalam perjalanan. Demikian juga tidak diberikan barang dagangan pada orang yang
keluar dari kota itu, karena ia, bila tidak memiliki hak pengeluaran dengan dirinya, maka tidak punya
izin lebih lagi. Jika ia keluar dari Damaskus. Jika ia membeli dan menjualnya dengannya, maka ia
sebagai penjamin, karena pengelolaan tidak sesuai dengan izin, jadilah ia menyimpang maka wajib
diberlakukan dhaman (jaminanan). Ia mendapat untung atau rugi dari apa yang ia beli untuk dirinya,
tapi tidak baik baginya keuntungan itu menurut Abu Hanifah dan Muhammad, sedangkan menurut
Abu Yusuf tidak mengapa (keuntungannya baik). Jika ia tidak membeli dengan harta Mudharabah
sampai kembali ke negeri yang sudah ditentukan, terbebaslah dari dhaman dan harta itu kembali
sebagai Mudharabah sebagaimana adanya, seperti amanah (titipan), jika menyalahi penitip, kemudian
kembal ke asal. Artinya ia berikan pada orang lain untuk diperdagangkan sebagai tabarru` (tolong
menolong) dengan tanpa ganti. Kalau harta itu diserahkan pada seseorang untuk dikelola di pasar
Damaskus, lalu orang itu mengelolanya di Damaskus selain pasar yang sudah ditentukan, maka
boleh diberlakukan atas dasar Mudharabah, sebagai istihsan menurut Hanafiyah. Tidak boleh qiyas,
bentuk qiyasnya ia mengisyaratkan atasnya tempat tertentu, jadi tidak boleh di tempat lain, seperti
kalau ia syaratkan di negeri tertentu.Sedangkan bentuk istihsannya, pengkhususan di pasar
Damaskus tidak bermanfaat, karena suatu negeri adalah satu tempat tertentu, maka syarat ini tidak
memberi manfaat jadi dihapuskan saja. Ini termasuk ketetapan bahwa syarat dianggap ada jika ada
manfaatnya. Kalau dikatakan padanya “janganlah engkau kelola kecuali di pasar Damaskus” dan ia
mengelolanya di luas pasar (Damaskus), menjual dan membeli, maka ia menjadi dhamin, karena
perkataan itu adalah batasan baginya, hingga ia tidak boleh mengelolanya di luar batasan itu. Pada
contoh pertama, tidak ada batasan, hanya saja harus di kelola di pasar, syarat ini tidak bermanfaat,
maka terhapus. Demikian juga bila dikatakan padanya “ambillah harta ini, kelolalah di Damaskus”.
Ia tidak boleh mengelola di luar Damaskus karena kata “di” adalah penunjuk tempat, maka jadilah
Damaskus itu tempat pengelolaan yang diizinkan baginya. Kalau boleh di selain Damaskus, tentu
tidak disebutkan Damaskus. Demikian juga pada kata “ambillah separo untuk Damaskus”,
mengandung ma’na pengikat, maka ia wajib mengelola harta itu di Damaskus. Adapun jika
dikatakan “bawalah harta ini dan kelolalah di Damaskus”, maka ia boleh mengelola harta itu di
Damaskus atau tempat lainnya. Karena ada kata “dan” yang merupakan kata penghubung. Boleh
dilakukan musyawarah, seperti jika dikatakan, “jika engkau kelola seperti ini, lebih bermanfaat”.
b) Penentuan Orang (Pelaku)
Jika dikatakan “engkau wajib berjual beli dengan si fulan”, sah penetuan ini menurut
Hanafiyah dan Hanabilah karena syarat itu bermanfaat untuk menambah kepercayaan baginya
dalam muamalah. Berbeda dengan Malikiyah dan Syafi`iyah seperti kita ketahui, karena penentuan
ini menghambat tujuan Mudharabah, yaitu berinteraksi di pasar dan mencari untung.
c) Penentuan waktu
Jika Mudharabah dibatasi dengan waktu, lalu waktu telah lewat, maka akad itu batal. Tetapi sah
menurut Hanafiyah dan Hanabilah, karena itu adalah tawkil (perwkailan), maka terikat dengan
waktu. Lagi pula penentuan waktu bermanfaat. Hal itu seperti pengaitannya dengaan waktu, sama
saja dengan penentuan macam dan tempat. Menurut Syafi`iyah dan Malikiyah akad itu tidak sah
sebagaimana yang kita ketahui, karena pembatasan waktu dengan tujuan qiradh adalah batal.

BAB VII. Akuntansi mudharabah | 375


Terkadang dalam satu waktu hal itu tidak memberikan keuntungan, adakalanya memberi
keuntungan dalam barang dagangan dan penjualan setelah waktu tertentu. Sedangkan aturan dalam
pembatasan Mudharabah menurut Hanafiyah adalah bahwa Mudharabah boleh dibatasi oleh hal-hal
yang berfedah meskipun dilakukan setelah akad sebelum harta itu jadi perniagaan.karena jika sudah
jadi barang perniagaan, maka pemilik harta tidak boleh menghambatMudharabah, maka pemiliki
tidak memiliki pengkhususan. Adapun pembatasan yang tidak bermanfaat, tidak diangggap asalnya,
seperti larangan membeli harta sekarang. Syafi`iyah dan Malikiyah berpendapt bahwa mudharib
harus memperdagangkan harta untuk mendapatkan untung, yaitu dengan jual beli apa-apa yang
sudah biasa diperdagangkan. Jika baginya berlaku semua syarat yang berubah tanpa pengelolaannya
yang sudah biasa dikenal, ini merusak bagi qiradh, menurut mereka.
Dari karakteristik mudharabah dapat dilihat bahwa unsur-unsur dalam mudharabah adalah (a)
modal dari pemilik dana (shahibul maal) (b) pengelola usaha (mudharib) dan (c) pembagian hasil sesuai porsi
yang disepakati awal, dimana unsur tersebut juga berlaku pada mudharabah muqayyadah hanya saja dalam
pengelolaan usaha, pengelola dana dibatasi dengan syarat-syarat atau aturan yang telah dtetapkan oleh
pemilik dana. Begitu juga jika terjadi kerugian dalam pengelolaan dana bukan kesalahan pengelola, maka
seluruh kerugian finansial ditanggung oleh pemilik dana, sedangkan pengelola dana menanggung kerugian
non finansial seperti tenaga, pikiran dan sebagainya. Sebagaimana dalam mudharabah mutlaqah, Lembaga
Keuangan Syariah juga dapat bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) dana mudharabah muqayyadah
dan dapat juga bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal) dana mudharabah muqayyadah.
7.6.1 LKS sebagai pemilik dana Mudharabah Muqayyadah
Dalam transaksi mudharabah muqayyadah dimana Lembaga Keuangan Syariah sebagai pemlik dana
(shahibul maal) dilakukan dalam produk penyaluran dana misalnya kepada Koperasi yang dipergunakan
untuk para anggotanya dengan akad murabahah atau prinsip syariah lainnya, atau kepada BPR-Syariah
yang dipergunakan untuk nasabah tertentu karena BPR-Syariah tidak memiliki cukup dana untuk
membiayai usaha nasabahnya. Untuk memberikan gambaran alur transaksi mudharabah muqayyadah
dimana Lembaga Keuangan Syariah sebagai pemilik dana (shahibul maal) dapat dilihat dalam gambar
dibawah ini:

Gambar 7-8 : Mudharabah Muqayyadah, LKS sebagai pemilik dana


Dari gambar ini dapat dijelaskan bahwa LKS Mitra Mandiri memberikan seluruh modal
mudharabah kepada Koperasi Usaha Mandiri untuk disalurkan kepada para anggotanya dengan akad
murabahah. Koperasi Usaha Mandiri hanya diperkenankan untuk menyalurkan dana tersebut kepada
anggota koperasi dengan akad murabahah. Pembagian hasil usaha dilakukan antara LKS Mitra Mandiri
dengan Koperasi Usaha Mandiri sesuai dengan nisbah yang telah disepakati pada awal akad. Bagi Hasil
yang diperoleh oleh LKS Mitra Mandiri sesuai dengan hasil usaha yang nyata-nyata diterima oleh Koperasi
Usaha Mandiri. Oleh karena itu transaksi mudharabah muqayyadah dimana Lembaga Keuangan Syariah
sebagai pemilik dana (shahibul maal) dikategorikan sebagai penyaluran dana biasa dalam Lembaga
Keuangan Syariah, sehingga akuntansi yang dipergunakan oleh Lembaga Keungan Syariah sebagai pemilik
dana adalah Akuntansi Pemilik Dana sebagaimana diatur dalam PSAK 105 tentang Akuntansi
Mudharabah.

376 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


7.6.2 LKS sebagai pengelola dana Mudharabah Muqayyadah (InvestasI
Terikat)
Mudharabah muqayyadah dimana Lembaga Keuangan Syariah bertindak sebagai pengelola dana ini
banyak dilaksanakan untuk pelaksanaan dana program pemerintah, seperti dana dari Departemen Koperasi
yang dipergunakan untuk memberikan modal kepada Baitul Mal wat Tamwil (BMT) yang berbadan hukum
koperasi, dana dari Departemen Keuangan untuk modal pengusaha mikro dan sebagainya. Untuk
memberikan gambaran mudharabah muqayyadah dimana LKS sebagai pengelola dana (mudharib) dapat
dilihat dalam gambar dibawah ini.

Gambar 7-9 : Skema transaksi mudharabah muqayyadah


Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa sebagai pemilik dana (shahibul maal) adalah Departemen
Perdagangan yang memiliki seluruh (100%) modal dan LKS Mitra Mandiri sebagai pengelola dana.
Departemen Perdagangan menyasatkan penyaluran dana hanya boleh dilakukan kepada pedagang mikro di
komplek Pasar Tanah Abang dengan kreteria yang telah ditetapkan oleh Departemen Perdagangan.
Pekerjaan penyaluran dana hingga menghasilkan dilakukan oleh LKS Mitra Mandiri sebagai pengelola dana
(mudharib). Pembagian hasil dilakukan antara Departemen Perdagangan sebagai pemilik dana (shahibul
maal) dengan LKS Mitra Mandiri sebagai pengelola dana (mudharib) sesuai nisbah yang telah disepakati
pada awal akad.
PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah tidak pengatur pengukuran, pengakuan dan penyajian
transaksi mudharabah muqayyadah. Namun pada PSAK 101 tentang Laporan Keuangan Bank Syariah,
dalam lampiran ilustrasi Laporan Keuangan Bank Syariah dijelaskan (prgf 8 sd 11) sebagai berikut:
8. Investasi terikat adalah investasi yang bersumber dari pemilik dana investasi terikat dan
sejenisnya yang dikelola oleh bank syariah sebagai agen investasi. Investasi terikat bukan
merupakan aset maupun kewajiban karena bank syariah tidak mempunyai hak untuk
menggunakan atau mengeluarkan investasi tersebut, serta bank syariah tidak memiliki kewajiban
mengembalikan atau menanggung risiko investasi.
9. Dana yang diserahkan oleh pemilik investasi terikat dan sejenisnya adalah dana yang diterima
bank syariah sebagai agen investasi. Dana yang ditarik oleh pemilik dana investasi terikat adalah
dana yang diambil atau dipindahkan sesuai dengan permintaan pemilik dana.
10 Keuntungan atau kerugian investasi terikat adalah jumlah kenikan atau penurunan bersih nilai
investasi terikat, selain kenaikan yang berasal dari penyetoran atau penurunan yang berasal dari
penarikan
11. Dalam hal bank syariah bertindak sebagai agen investasi, imbalan yang diterima adalah sebesar
jumlah yang disepakati tanpa memperhatikan hasil investasi.
Sesuai ketentuan di atas bahwa Lembaga Keuangan Syariah hanya bertindak sebagai agen investasi saja,
oleh karena itu dana tersebut tidak dikategorikan sebagai aset atau kewajiban entitas syariah, sehingga tidak
disajikan dalam Laporan Posisi Keuangan atau neraca. Untuk pertanggung jawaban dalam pengelolaan
dana tersebut entitas syariah harus membuat “Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat”.

BAB VII. Akuntansi mudharabah | 377


Sebelum PSAK 59 tentang perbankan syariah disempurnakan menjadi PSAK Syariah, sering
didengan pencatatan Investasi Terikat atau Mudharabah Muqayyadah off balance shee dan on balance
sheet. Timbulnya pencatatan on balance sheet dan off balance sheet bermula dari pemahaman tentang
dana kelolaan, umumnya dana dari pemerintah, yang selama ini dilakukan oleh bank konvensional, yaitu
dana yang diterima oleh perbankan dari pemerintah untuk disalurkan dengan syarat-syarat yang telah
ditetapkan oleh pemerintah, guna menunjang program-program pemerintah misalnya kredit usaha tani
(KUT), Kredit Tebu Intensifikasi Raykat, Kredit TIR, Bimas, Kredit kepada Koperasi dan Anggotanya
(KKPA). Dalam dana kelolaan itu terdapat dua jenis yaitu :
A Chanelling, dimana bank hanya sebagai agen saja dan seluruh risiko ditanggung oleh pemerintah
sebagai pemilik modal dan pemilik program. Dana kelolaan jenis ini yang kemudian dianggap
sebagai mudharabah muqayyadah, karena penyalurannya dilakukan dengan syarat-syarat yang
ditetapkan oleh pemilik dana (sama dengan persyaratan dalam mudharabah muqayyadah) dan bank
tidak memiliki risiko apapun sehingga pencatatannnya dilakukan off balance sheet
B. Executing dimana bank juga memiliki kontribusi modal dan bertanggung jawab untuk memperoleh
kembali modal yang telah disalurkan, pemerintah menarik dananya sesuai jadwal yang disepakati,
tanpa memperhatikan nasabah yang bersangkutan membayar atau tidak. Ini yang kemudian
dianggap sebagai mudharabah muqayyadah yang pencatatannya dilakukan on balance sheet
Jika hanya memperhatikan karakter dana kelolaan, dimana bank sebagai penerima dana tidak leluasa
untuk mengelola dana tsb, bank dalam menyalurkan dana kelolaan harus memenuhi ketentuan-ketentuan
atau syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai pemilik dana, maka dana yang demikian dapat
dikategorikan sebagai mudharabah muqayyadah (investasi terikat). Dalam prinsip mudharabah akad hanya
dilakukan oleh dua pihak yaitu pihak pemilik dana (shahibul maal) dan pihak pengelola dana (mudharib)
dan jika terjadi kerugian bukan kelalaian mudharib maka seluruh kerugian finansial ditanggung pemilik
dana kecuali jika kerugian tersebut sebagai akibat kesalahan atau kelalaian mudharib kerugain ditanggung
mudharib.
Dalam dana kelolaan chanelling seperti dijelaskan di atas kedudukan bank hanya sebagai agen atau wakil
pemerintah sebagai pemilik dana, oleh karena itu transaksi dana kelolaan chanelling ini lebih tetap sebagai
pelaksanaan prinsip wakalah bukan mudharabah muqayyadah (investasi terikat) karena bank tidak memiliki
risiko apapun terkait dengan penyaluran dana tersebut, baik risiko pengembalian modal atau hasilnya. Oleh
karena itu transaksi ini tidak perlu dilaporkan dalam “Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat”
sebagaimana dimaksud dalam PSAK 101 tentang Laporan Keuangan. Diterimanya dana dari pemilik dana
tersebut merupakan titipan atau amanah yang harus dilaksanakan, sehingga dicatat dalam akun ”Titipan
Dana Wakalah/Kelolaan” sebesar dana yang diterima disajikan dalam kelompok kewajiban dan pada saat
disalurkan kepada pihak yang telah disyaratkan akan mengurangi ”Titipan Dana Wakalah/Kelolaan ”
tersebut.
Sesuai konsep mudharabah, Lembaga Keuangan Syariah sebagai mudharib tetap akan menanggung
risiko finansial jika dalam pengelolaan dana tersebut terjadi kerugian sebagai akibat dari kelalaian yang
dilakukan, sehingga transaksi mudharabah muaqayyadah dicatat dalam neraca pada akun khusus sehingga
dapat menggambarkan dana yang diterima dan pengelolaan yang dilakukan. Dengan adanya pencatatan
investari terikat dalam neraca, maka untuk mengetahui berapa besar aset Lembaga Keuangan Syariah
sebenarnya adalah total aset dalam neraca dikurangi dengan saldo investasi terikat yang tercantum dalam
Laporan Perubahan Investasi Terikat
A. Pencatatan sebagai agen (wakalah)
Untuk memberikan gambaran akuntansi dana kelolaan dapat diberikan ilustrasi contoh sebagai berikut:
Contoh : 7 - 36
Departemen Perdagangan memiliki dana sebesar Rp100.000.000,00 yang diharapkan dapat
membantu pengusaha mikro di pasar Tanah Abang. Untuk itu Departemen Perdagangan meminta
LKS ”Mitra Mandiri” untuk dapat menyalurkan dananya hanya untuk pengusaha mikro di pasar
Tanah Abang. Sesuai persyaratan kategori pengusaha mikro yang telah ditetapkan oleh Departemen
Perdagangan, seluruh risiko yang timbul dari penyaluran dana tersebut ditanggung oleh Departemen
Perdagangan.
Dari transaksi ini transaksi yang terjadi pada LKS ”Mitra Mandiri” adalah sebagai berikut:
1. Tanggal 1 Juni 2008 diterima dana dari Departemen Perdagangan sebesar Rp100.000.000,00

378 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


2. Tanggal 15 Juni 2008 disalurkan kepada para pedagang mikro di pasar Tanah Abang dengan
pola jual beli murabahah sebesar Rp50.000.000,00 dengan margin yang disepakati
Rp3.000.000,00 (setara dengan 6%)
3. Tanggal 20 Juni 2008 diserahkan kepada para pedagang mikro di pasar Tanah Abang yang
perlu dibantu dengan pola pinjaman qardh sebesar Rp25.000.000,00
4. Tanggal 30 Juni 2008 disalurkan sisa dana dengan pola mudharabah sebesar Rp25.000.000,00
Atas contoh tersebut di atas, LKS Mitra Mandiri melakuan pencatatan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Tanggal 1 Juni 2008 LKS Mitra Mandiri menerima dana dari Departemen Perdagangan sebesar
Rp100.000.000,00 untuk disalurkan kepada pedagang mikro Pasar Tanah Abang sesuai kreteria yang
telah ditetapkan oleh Departemen Perdagangan.
Atas penerimaan dana Investasi Terikat dari Departemen Perdagangan ini LKS Mitra Mandiri
melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Rekening Nasabah/BI dsb Rp100.000.000,00
Cr. Titipan Wakalah/Kelolaan Rp100.000.0000,00
Atas jurnal dari transaksi tersebut mengakibatkan perubahan posisi akun dan Laporan Posisi Keuangan
(neraca) LKS Mitra Mandiri sebagai berikut:

TITIPAN DANA WAKALAH/KELOLAAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Penerimaan dana 100.000.000
Saldo 100.000.000
100.000.000 100.000.000

NERACA
Per 1 Juni 2008
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Kewajiban
Giro Wadiah 00
Titipan Dana Wakalah/Kelolaan 100.000.000

2. Tanggal 15 Juni 2008 LKS Mitra Mandiri menyalurkan kepada para pedagang mikro di pasar Tanah
Abang sesuai kreteria Departemen Perdagangan dengan pola jual beli murabahah sebesar
Rp50.000.000,00 dengan margin yang disepakati Rp3.000.000,00 (setara dengan 6%)
Atas penyaluran dana dengan prinsip jual beli murabahah ini, LKS Mitra Mandiri melakukan jurnal
sebagai berikut:
Dr. Titipan Dana Wakalah/Kelolaan Rp50.000.000,00
Cr. Rek Pemasok/Kas Rp50.000.000,00
Atas jurnal dari transaksi tersebut mengakibatkan perubahan posisi akun dan Laporan Posisi Keuangan
(neraca) LKS Mitra Mandiri sebagai berikut:

TITIPAN DANA WAKALAH/KELOLAAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/06 Penyaluran murabahah 50.000.000 Penerimaan dana 100.000.000
Saldo 50.000.000
100.000.000 100.000.000

BAB VII. Akuntansi mudharabah | 379


NERACA
Per 15 Juni 2008
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Kewajiban
Giro Wadiah 00
Titipan Dana Wakalah/Kelolaan 50.000.000

3. Tanggal 20 Juni 2008 LKS Mitra Mandiri menyalurkan kepada para pedagang mikro di pasar Tanah
Abang dengan pola pinjaman qardh sebesar Rp25.000.000,00
Atas penyaluran dana dengan pola pinjaman qardh LKS Mitra Mandiri melakukan jurnal sebagai
berikut:
Dr. Titipan Dana Wakalah/Kelolaan Rp25.000.000,00
Cr. Kas/Rekening Pedagang Rp25.000.000,00
Atas jurnal dari transaksi tersebut mengakibatkan perubahan posisi akun dan Laporan Posisi Keuangan
(neraca) LKS Mitra Mandiri sebagai berikut:

TITIPAN DANA WAKALAH/KELOLAAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/06 Penyaluran murabahah 50.000.000 Penerimaan dana 100.000.000
20/06 Penyaluran pinj qardh 25.000.000
Saldo 25.000.000
100.000.000 100.000.000

NERACA
Per 20 Juni 2008
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Kewajiban
Giro Wadiah 00
Titipan Dana Wakalah/Kelolaan 25.000.000

4. Tanggal 30 Juni 2008 LKS Mitra Mandiri menyalurkan sisa dana dengan pola mudharabah sebesar
Rp25.000.000,00.
Atas penyaluran dana Wakalah/kelolaan dengan pola mudharabah ini LKS Mitra Mandiri melakukan
jurnal sebagai berikut:
Dr. Titipan Dana Wakalah/Kelolaan Rp25.000.000,00
Cr. Kas/Rekening Pedagang Rp25.000.000,00
Atas jurnal dari transaksi tersebut mengakibatkan perubahan posisi akun dan Laporan Posisi Keuangan
(neraca) LKS Mitra Mandiri sebagai berikut:

TITIPAN DANA WAKALAH/KELOLAAN


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/06 Penyaluran murabahah 50.000.000 Penerimaan dana 100.000.000
20/06 Penyaluran pinj qardh 25.000.000
30/06 Penyaluran mudharabah 25.000.000
Saldo 00
100.000.000 100.000.000

380 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


NERACA
Per 30 Juni 2008
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Kewajiban
Giro Wadiah 00
Titipan Dana Wakalah/Kelolaan 00

B. Pecatatan investasi terikat


Sebagaimana dijelaskan dalam gambar 7-9 di atas, kedudukan LKS sebagai penerima dana
mudharabah muqayyadah (investasi terikat) kalau LKS sebagai pengelola dana (mudharib) dibatasi dengan
syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh pemilik dana. Sesuai konsep mudharabah sebagai pengelola dana
tetap menanggung risiko finansial jika terjadi kerugian dalam pengelolaan dana mudharabah muqayyadah
karena kelalaian LKS sebagai pengelola dana. Akad mudharabah muqayyadah hanya dilakukan oleh dua
pihak yaitu antara pemilik dana (shahibul maal) dan LKS sebagai pengelola dana (mudharib). Sedangkan
pengelolaan dana yang dilakukan LKS kepada nasabah, dilakukan akad terpisah antara bank sebagai
pemilik dana terbatas (bukan sebagai wakil) dan nasabah sebagai prinsip penyaluran yang dipergunakan
(bisa mudharabah, murabahah, ijarah dsb). Oleh karena itu pada saat LKS menerima dana dari pemilik
dana dicatat sebagai “Dana Syirkah Terikat” dalam kelompok “Dana Syirkah Temporer” dan pada saat
penyaluran menggunakan akun-akun penyaluran dana dengan ditambah kata “Terikat” (misalnya Piutang
Murabahah Terikat, Investasi Mudharabah Terikat dsb). Bagi hasil yang diperoleh dari pemilik dana
investasi terikat ini hanya diperoleh dari penyaluran dana terikat yang bersumber dari dana investasi
terikatnya saja, sehingga tidak diperkenankan diambil dari hasil pengelolaan dana mudharabah “pooling
fund”. Seluruh akun-akun yang memiliki tambahan “terikat” juga tidak diperkenankan disertakan dalam
perhitungan pembagian hasil usaha dana mudharabah “pooling fund”. Perhitungan bagi hasil dana syirkah
terikat (mudharabah muqayyadah) juga dilakukan terpisah antara masing-masing dana syirkah terikat
(mudharabah muqayyadah).
Untuk memberikan gambaran diberikan ilustrasi jurnal mudharabah muqayyadah dengan contoh sebagai
berikut:
Contoh : 7 - 37
Departemen Koperasi memiliki dana sebesar Rp100.000.000,00 yang diharapkan dapat membantu
pengusaha mikro anggota koperasi di Komplek Industri Kecil Bekasi. Untuk itu Departemen
Koperasi meminta LKS ”Mitra Mandiri” untuk dapat menyalurkan dananya hanya untuk pengusaha
mikro di Komplek Industri Kecil. sesuai persyaratan kategori pengusaha mikro yang telah
ditetapkan oleh Departemen Koperasi. Disepakati bahwa jangka waktu penyaluran selama satu
tahun dan jatuh tempo tanggal 30 Juni 2009 dan saat jatuh tempo seluruh dana harus dikembalikan
kepada Departemen Koperasi termasuk hasil yang diperoleh. Transaksi yang terjadi pada
LKS ”Mitra Mandiri” adalah sebagai berikut:
1. Tanggal 1 Juni 2008 diterima dana dari Departemen Koperasi sebesar Rp100.000.000,00
2. Tanggal 15 Juni 2008 disalurkan kepada para pedagang mikro di Komplek Industri Kecil
dengan pola jual beli murabahah sebesar Rp50.000.000,00 dengan margin yang disepakati
Rp3.000.000,00 (setara dengan 6%)
3. Tanggal 20 Juni 2008 diserahkan kepada para pedagang mikro di Komplek Industri Kecil
dengan pola pinjaman qardh sebesar Rp25.000.000,00
4. Tanggal 30 Juni 2008 disalurkan sisa dana dengan pola mudharabah sebesar Rp25.000.000,00
Dari contoh di atas LKS Mitra Mandiri bertanggung jawab untuk membayar atau mengembalikan
seluruh dana dan hasilnya pada saat jatuh tempo (tanggal 30 juni 2009). Dari contoh tersebut di atas, LKS
Mitra Mandiri melakukan pencatatan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Tanggal 1 Juni 2008 LKS Mitra Mandiri menerima dana dari Departemen Koperasi sebesar
Rp100.000.000,00 untuk disalurkan kepada pengusaha mikro anggota koperasi di Komplek Industri
Kecil Bekasi dengan syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Departemen Koperasi.

BAB VII. Akuntansi mudharabah | 381


Atas penerimaan dana terikat dari Departemen Koperasi tersebut LKS Mitra Mandiri melakukan
jurnal sebagai berikut:
Dr. Rekening Nasabah/BI dsb Rp100.000.000,00
Cr. Dana Syirkah Terikat ”A” Rp100.000.000,00
Atas jurnal dari transaksi tersebut mengakibatkan perubahan posisi akun dan Laporan Posisi Keuangan
(neraca) Lembaga Keuangan Syariah sebagai berikut:

DANA SYIRKAH TERIKAT ”A”


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Penerimaan dana 100.000.000
Saldo 100.000.000
100.000.000 100.000.000

NERACA
Per 1 Juni 2008
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Kewajiban
Giro Wadiah 00
Dana Syirkah temporer
Dana Syirkah Terikat “A” 100.000.000

2. Tanggal 15 Juni 2008 LKS Mitra Mandiri menyalurkan kepada para pedagang mikro di Komplek
Industri Kecil Bekasi dengan pola jual beli murabahah sebesar Rp50.000.000,00 dengan margin yang
disepakati Rp3.000.000,00 (setara dengan 6%)
Atas penyaluran dana kepada pedagang mikro dengan prinsip jual beli murabahah tersebut, LKS
Mitra Mandiri melakukan jurnal sebagai berikut:
a. Pada saat pembelian barang dagangan yang akan diperjual belikan dengan prinsip murabahah
Dr. Persediaan/Aset Mbh Terikat ”A” Rp50.000.000,00
Cr. Kas Rp50.000.000,00
b. Pada saat dilakukan penyaluran dana dengan akad murabahah (jurnalnya sama dengan jurnal
murabahah dalam penyaluran dana pada umumnya):
Dr. Piutang Murabahah Terikat ”A” Rp53.000.000,00
Cr. Margin Mbh Tangguhan Terikat ”A” Rp 3.000.000,00
Cr. Persediaan/Aset Murabahah Terikat”A” Rp50.000.000,00
Atas jurnal dari transaksi tersebut mengakibatkan perubahan posisi akun dan Laporan Posisi Keuangan
(neraca) LKS Mitra Mandiri sebagai berikut:

PIUTANG MURABAHAH TERIKAT ”A”


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/06 Penyaluran 53.000.000
Saldo 53.000.000
53.000.000 53.000.000

MARGIN MURABAHAH TERIKAT TANGGUHAN ”A”


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/06 Penyaluran 3.000.000
Saldo 3.000.000
3.000.000 3.000.000

382 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


NERACA
Per 15 Juni 2008
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Kewajiban
Piutang Murabahah 00 Giro Wadiah 00
Investasi Mudharabah 00
Penyaluran Dana Invest Terikat ”A” Dana Syiekah Temporer
Piutang Murabahah Terikat”A” 53.000.000 Dana Syirkah Terbatas “A” 100.000.000
Mrgin Mbh Terikat Tghan “A” (3.000.000)

3. Tanggal 20 Juni 2008, LKS Mitra Mandiri menyalurkan kepada para pedagang mikro di Komplek
Industri Kecil Bekasi dengan pola pinjaman qardh sebesar Rp25.000.000,00
Atas penyaluran dana kepada pedagang mikro dengan prinsip pinjaman qardh tersebut, LKS Mitra
Mandiri melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Pinjaman Qardh Terikat ”A” Rp25.000.000,00
Cr. Kas/rekening pedagang Rp25.000.000,00
Atas jurnal dari transaksi tersebut mengakibatkan perubahan posisi akun dan Laporan Posisi Keuangan
(neraca) LKS Mitra Mandiri sebagai berikut:

PINJAMAN QARDH TERIKAT ”A”


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
20/06 penyaluran 25.000.000
Saldo 25.000.000
25.000.000 25.000.000

NERACA
Per 20 Juni 2008
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Kewajiban
Piutang Murabahah 00 Giro Wadiah 00
Investasi Mudharabah 00
Penyaluran Dana Terikat ”A” Dana Syirkah Temporer
Piutang Murabahah Terikat ”A” 53.000.000 Dana Syirkah Terbatas “A” 100.000.000
Mrgin Mbh Terikat Tghan “A” (3.000.000)

Pinjaman Qardh Terikat”A” 25.000.000

4. Tanggal 30 Juni 2008 LKS Mitra Mandiri menyalurkan sisa dana kepada pengusaha mikro di
Komplek Industri Kecil Bekasi dengan pola mudharabah sebesar Rp25.000.000,00
Atas penyaluran dana kepada pedagang mikro dengan prinsip mudharabah tersebut, LKS Mitra
Mandiri melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Investasi Mudharabah Terikat ”A” Rp25.000.000,00
Cr. Kas/rek pedagang Rp25.000.000,00
Atas jurnal dari transaksi tersebut mengakibatkan perubahan posisi akun dan Laporan Posisi Keuangan
(neraca) Lembaga Keuangan Syariah sebagai berikut:

BAB VII. Akuntansi mudharabah | 383


INVESTASI MUDHAABAH TERIKAT ”A”
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
30/06 Penyaluran 25.000.000
Saldo 25.000.000
25.000.000 25.000.000

NERACA
Per 30 Juni 2008
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Kewajiban
Piutang Murabahah 00 Giro Wadiah 00
Investasi Mudharabah 00
Penyaluran Dana Terikat ”A”
Piutang Murabahah Terikat ”A” 53.000.000 Dana Syirkah Temporer
Mrgin Mbh Terikat Tghan “A” (3.000.000) Dana Syirkah Terbatas “A” 100.000.000
Pinjaman Qardh Terikat “A” 25.000.000
Invest Mdh Terikat”A” 25.000.000

5. Untuk pembayaran angsuran atau pengembalian modal dari pedagang, jurnal yang dilakukan oleh
Lembaga Keuangan Syariah tidak berbeda dengan jurnal yang dilakukan pembayaran angsuran dan
pengembalian modal dalam penyaluran dana pada umumnya (lihat jurnal pada masing-masing
prinsip yang dipergunakan)
6. Jika Lembaga keuangan Syariah memperoleh dana mudharabah muqayyadah (investasi terikat) yang
lain, hendaknya dibuat akun-akun yang terpisah dengan akun terikat yang sudah ada, misalnya yang
kedua ditambahkan kata-kata “terikat B” dan sebagainya

7.7. Penyajian dan Pengungkapan

Beberapa hal yang perlu disajikan dan diungkapkan dalam laporan keuangan dalam transaksi
mudhrabah, diatur dalam paragraf 36 s.d. 39 PSAK 105 tentang Akuntansi mudharabah. Hal-hal yang
perlu disajikan dalam Laporan Keuangan untuk transaksi mudharabah adalah sebagai berikut:
36. Pemilik dana menyajikan investasi mudharabah dalam laporan keuangan sebesar nilai tercatat.
37. Pengelola dana menyajikan transaksi mudharabah dalam laporan keuangan
(a) dana syirkah temporer dari pemilik dana disajikan sebesar nilai tercatatnya untuk setiap
jenis mudharabah;
(b) bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan dan telah jatuh tempo
tetapi belum diserahkan kepada pemilik dana disajikan sebagai kewajiban; dan
(c) bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan tetapi belum jatuh tempo
disajikan dalam pos bagi hasil yang belum dibagikan.
Sedangkan hal-hal yang perlu diungkapkan dalam Laporan Keuangan atas transaksi Mudharabah
adalah sebagai berikut:
38. Pemilik dana mengungkapkan hal-hal terkait transaksi mudharabah, tetapi tidak terbatas,
pada:
(a) rincian jumlah investasi mudharabah berdasarkan jenisnya;
(b) penyisihan kerugian investasi mudharabah selama periode berjalan; dan
(c) pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan
Syariah.

384 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


39. Pengelola dana mengungkapkan hal-hal terkait transaksi mudharabah, tetapi tidak terbatas,
pada:
(a) rincian dana syirkah temporer yang diterima berdasarkan jenisnya;
(b) penyaluran dana yang berasal dari mudharabah muqayadah; dan
(c) pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah.

7.8. Pertanyaan dan Soal

7.8.1 Pertanyaan-pertanyaan
1. Mudharabah merupakan salah satu prinsip bagi hasil yang dilaksanakan oleh Lembaga Keuangan
Syariah, baik dalam penghimpunan dana (sumber dana) maupun dalam pengelolaan atau penyaluran
dana.
a. Jelaskan dengan rinci dan lengkap pengertian dan jenis mudharabah?
b. Jelaskan dengan rinci dan lengkap karakteristik mudharabah sesuai ketentuan Fatwa DSN dan
PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah?.
2. PSAK 105 membahas tentang Akuntansi Mudharabah, baik untuk kepentingan pemilik dana
maupun untuk kepentingan pengelola dana.
a. Jelaskan dengan rinci dan lengkap cakupan Akuntansi Mudharabah sebagaimana dimaksud
dalam PSAK 105 ?
b. Jelaskan dengan rinci dan lengkap penggunaan akuntansi pengelola dana dan akuntansi
pemilik dana?
3. Jika Lembaga Keuangan Syariah menyalurkan dana, akan menerapkan akuntansi pemiliki dana.
a. Jelaskan dengan rinci dan lengkap akun-akun yang dipergunakan oleh pemilik dana dalam
penyusunan Laporan Posisi Keuangan (neraca) ?
b. Jelaskan dengan rinci dan lengkap akun-akun yang dipergunakan oleh pemilik dana dalam
penyusunan Laporan Laba Rugi?
4. Dalam transaksi mudharabah, penyerahan modal mudharabah dapat dilakukan dalam bentuk kas
dan non kas.
a. Jelaskan pengakuan dan pengukuran modal kas dan non kas dalam mudharabah?
b. Jelaskan dan berikan contoh kapan usaha mudharabah dianggap mulai berjalan?
5. Lembaga Keuangan Syariah juga melaksanakan transaksi mudharabah musytarakah.
a. Jelaskan dengan rinci dan lengkap pengertian dan karakteristik mudharabah musytarakah?
b. Jelaskan perbedaan mudharabah dengan mudharabah musytarakah dengan musyarakah?
6. Tujuan akhir dalam mudharabah adalah pembagian usaha sesuai yang disepakati pada awal akad.
a. Jelaskan dengan rinci dan lengkap prinsip distribusi hasil usaha dan sistem distribusi hasil
usaha?
b. Jelaskan dengan rinci dan lengkap mengapa pemilik dana tidak diperkenankan mengakui
pendapatan mudharabah berdasarkan proyeksi pendapatan dibuat?
7. Lembaga Keuangan Syariah juga dapat melaksanakan transaki mudharabah muqayyadah (investasi
terikat)
a. Jelaskan dengan rinci dan lengkap pengertian dan karakteristik mudharabah muqayyadah
(investasi terikat)?
b. Jelaskan Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat?

BAB VII. Akuntansi mudharabah | 385


7.8.2 Soal-soal
Soal pertama
Bank Syariah membiayai perusahaan tahu tempe ”Gurih” untuk keperluan modal kerjanya
sebesar Rp100.000.000,00. Penyerahan modal dilakukan sekaligus sedangkan pengembalian modal
dilakukan secara bertahap 5 kali masing sebesar Rp20.000.000,00 selama 2 tahun
Berdasarkan informasi yang diperoleh, penjualan selama setahun sebesar Rp275.000.000,00,
sedangkan untuk pembelian bahan baku sebesar Rp150.000.000,00, pembayaran biaya tenaga kerja
dan biaya lainnya sebesar Rp75.000.000,00. Bank Syariah mengharapkan keuntungan setara dengan
20%/pa
Berdasarkan laporan yang diterima realisasi hasil usaha perusahaan tahu tempe ”Gurih
selama tiga bulan adalah sebagai berikut:
Bulan1 Bulan 2 Bulan 3 dst
Penjualan 120 juta 80 juta 140 juta
Harga pokok penj 70 juta 70 juta 80 juta
Gross profit 50 juta 10 juta 60 juta
Pertanyaan
1. Prinsip apa yang dipergunakan dalam transaksi tersebut
2. Perhitungan dan jurnal yang berhubungan dengan transaksi tersebut

Soal kedua
Bank Syariah Amanah Ummat sepakat dengan Koperasi ”Sejahtera” untuk menjalankan akad
kerja sama untuk jangka waktu 2 tahun, dimana Bank Syariah Amanah Ummat memberikan modal
sebesar Rp2 Milyard untuk penjualan sepeda motor koperasi kepada anggotanya sebanyak 2.000
unit masing-masing on the road seharga Rp10 juta. Kepada anggotanya koperasi memperoleh
keuntungan sebesar 20% dan pembayaran dilakukan secara angsuran sebanyak sepuluh kali dalam
setahun. Koperasi Sejahtera sepakat dengan Bank Syariah Amanah Ummat untuk memberikan
keuntungan sebesar 10 % dari hasil usaha yang diperoleh. Dan pengembalikan modal akan
dilakukan secara sekaligus setelah akad berakhir.
Koperasi dapat menyaluran sepeda motor seluruhnya kepada anggotanya dan angsuran
pertama sampai dengan bulan ke enam berjalan lanncar (semua anggotanya membayar tepat waktu)
tetapi pada bulan tujuh, karena bersamaan dengan Idul Fitri dan Natal 30% dari anggotanya tidak
melakukan pembayaran.
Diminta:
1. Prinsip syariah yang dipergunakan
2. Perhitungan dan jurnal sehubungan dengan transaksi tersebut al:
a. Penyerahan modal Bank Syariah Amanah Ummat kepada Koperasi Sejahtera
b. Penerimaan imbalan oleh Bank Syariah Amanah Ummat
c. Pengembalian modal oleh Koperasi Sejahtera

Soal ketiga
Pada tanggal 10 Juni 2007 Bank syariah menyetujui pemberian fasilitas modal kerja kepada
perusahaan angkutan PT Dewi Sri di Tegal dengan data-data sebagai berikut:
Plafond : Rp24.000.000.000,00
Kegunaan : Modal usaha transportasi
Nisbah bagi hasil : 80 untuk Bank Syariah dan 20 untuk Nasabah
Jangka waktu : 24 bulan
Biaya administrasi : Rp240.000.000,00

386 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Pengembalian modal : dilakukan secara bertahap setiap tahun sebesar Rp12.000.000.000,00
Keterangan lain : Pemberian modal kepada PT Dewi Sri yaitu:
- Tahap kesatu (10 Juni 2007) : dalam bentuk 10 bus nilai wajar
Rp1.500.000.000,00
- Tahap kedua (25 Juni 2007): dalam bentuk uang langsung dikredit ke
rekening sebesar sisa modal
Penjelasan lain:
1. Harga perolehan 10 buah bus adalah sebesar Rp16.500.000.000,00
2. Dari hasil laporan yang diperoleh diketahui bahwa Pendapatan bulan Juli sebesar
Rp500.000.000,00 dan atas bagian bank didebet dari rekening nasabah
Diminta: Buatlah perhitungan dan jurnal atas :
a. Pembiayaan PT Dewi Sri disetujui oleh Bank syariah
b. Pembayaran modal non kas oleh Bank Syariah kepada PT Dewi Sri
c. Pembayaran bagi hasil PT Dewi Sri kepada Bank Syariah
d. Pembayar kembali modal dari PT Dewi Sri kepada Bank Syariah
Soal keempat
Nasabah mendapat fasilitas untuk modal kerja perfilman islamai dari bank syariah dengan
data-data sebagai berikut:
Jumlah modal : Rp1.300.000.000,00
Kegunaan : Modal kerja produksi sinetron “Sebuah Kidung di Pesantren”
Obyek bagi hasil : Pendapatan yang diperoleh dari penjualan Sinetron
Nisbah bagi hasil : Bank Syariah 15 dan 85 untuk Mudharib
Jangka waktu : 12 bulan
Biaya administrasi : Rp13.000.000,00
Pelunasan : Dilakukan sekaligus pada akhir kontrak
Pengikatan : Intern
Dari hasil penjualan sinetron dengan sebuah Tv swasta memperoleh hasil usaha sebesar
Rp200.000.000,00
Diminta :
Buatlah perhitungan dan jurnal sehubungan dengan transaksi tersebut.
Soal kelima
Pada tanggal 10 Juni 2002 Bank syariah menyetujui pemberian fasilitas modal kerja kepada
perusahaan angkutan yang berada di Purwokerto dengan data-data sebagai berikut:
Plafond : Rp24. 000.000.000,00
Kegunaan : Modal usaha transportasi
Obyek bagi hasil : Pendapatan
Nisbah bagi hasil : 80 untuk Bank Syariah dan 20 untuk Nasabah
Jangka waktu : 60 bulan
Biaya administrasi : Rp240.000.000,00
Pelunasan : Pengembalian modal bank dilakukan secara bertahap setiap tahun
sebesar Rp4.800.000.000,00
Pengikatan : Notariil
Keterangan lain : Pemberian modal yaitu:
- Tahap kesatu (10 Juni 2002) : dalam bentuk 10 bus nilai wajar

BAB VII. Akuntansi mudharabah | 387


Rp15.000.000.000,00 dan berupa uang sebesar Rp4.000.000.000,00
- Tahap kedua (25 Juni 2002): dalam bentuk uang langsung dikredit ke
rekening sebesar sisa modal
Penjelasan lain:
1. Harga perolehan 10 buah bus adalah sebesar Rp14.000.000.000,00
2. Dari hasil laporan yang diperoleh diketahui bahwa:
(a) Pendapatan bulan Juli (ke-1) sebesar Rp1.000.000.000,00 dan atas bagian bank didebet
dari rekening nasabah
(b) dst
(c) Dalam bulan April 2003 (ke 10) diperoleh laporan, pendapatan bulan tsb sebesar
Rp800.000.000,00 dan saldo rekening nasabah tidak cukup untuk membayar bagian
bank.
3. Pengembalian modal tahun ke-1 s.d. tahun ke-3 berjalan sesuai jadual
4. Pada bulan September 2003 (ke 15) perusahaan tersebut mengalami kerugian sebesar
Rp300.000.000,00 dan atas penyelidikan yang dilakukan hal tersebut bukan kesalahan
nasabah
5. Pada tahun ke-5, akibat terjadi perselisihan keluarga, mudharib tidak dapat mengembalikan
modal
Diminta :
Buatlah perhitungan dan jurnal sehubungan dengan transaksi tersebut
Soal keenam
Tgl Keterangan transaksi pada Bank Syariah
01/08 Diterima setoran tunai pembukaan tabungan mudharabah atas nama Qohar sebesar
Rp20.000.000,00
02/08 Diterima setoran tunai pembukaan Deposito Mudharabah atas nama Qoimun sebesar
Rp5.000.000,00 dengan nisbah 65: 35
03/08 Diterima setoran kliring BG Bank BRI, untuk setoran pembukaan rekening tabungan
mudharabah atas nama Zaenab sebesar Rp10.000.000,00
04/08 Diterima setoran tunai deposito mudharabah atas nama Masdul sebesar
Rp15.000.000,00 dengan nisbah 70:30
05/08 Qohar melakukan penarikan tabungannya melalui ATM sebesar Rp2.000.000,00
06/08 Zaenab datang ke bank untuk melakukan penarikan tabungan atas namanya melalui
counter teller sebesar Rp1.000.000,00
07/08 Qohar menyerahkan Aplikasi transfer untuk dilakukan pemindahbukuan dari rekening
tabungannya sebesar Rp5.000.000,00untuk dibuatkan Deposito Mudharabah dengan
nisbah 65:35
08/08 Diterima setoran kliring BG Bank Mandiri sebesar Rp50.000.000,00 untuk dibuatkan
Deposito Mudharabah atas nama Abdul Sukro
09/08 Qohar melakukan transfer ke rekening atas nama Adinda di BCA cabang Irian Jaya
sebesar Rp10.000.000,00
10/08 Dibayarkan bagi hasil deposito mudharabah atas nama Siti Maemun sebesar
Rp85.000,00. setelah dikurangi pajak PPh 21 sebesar Rp15.000,00
15/08 Qohar melakukan penarikan tunai dari tabungannya sebesar Rp5.000.000,00
20/08 Dilakukan pembayaran melalui kliring deposito Mudharabah yang telah jatuh tempo atas
nama Maskaryo sebesar Rp25.000.000,00 ditambah dengan bagi hasil sebesar
Rp170.000,00 setelah dikurangi PPH 21 sebesar Rp30.000,00
25/08 Dilakukan penyetoran PPh 21 ke Kas Negara
30/08 Berdasarkan perhitungan Distribusi Pendapatan beban Bagi Hasil yang akan dibayar
untuk Deposito sebesar Rp35.000.000,00

388 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Pertanyaan
1. Buatlah jurnal

Soal ketujuh
Tuan Achmad seorang muslim memiliki dana sebesar Rp10 Milyard. Bank Islam sesuai
dengan fungsinya menghubungi konglomerat untuk dapat menghimpun dana tersebut. Tuan
Achmad sepakat untuk memberikan dananya tetapi hanya dibolehkan untuk disalurkan kepada
petani muslim pada wilayah Banten.
Setelah dilakukan penelitian hal tersebut disepakati dan penyerahan dana tersebut dilakukan
secara bertahap yaitu :
Tgl 1/9 diserahkan dana sebesar Rp2,5 milyard untuk diserahkan ke petani satu minggu
kemudian.
Tgl 15/9 diserahkan dana sebesar Rp6,5 milyard untuk langsung diserahkan ke petani.
Tgl 31/9 diserahkan dana sebesar sisanya untuk diserahkan kepada petani 3 hari kemudian.
Tgl 5/10 Diterima pendapatan bagi hasil dari petani sejumlah Rp100.000.000,00
Pertanyaan
Buatlah jurnal apabila :
a. Pengembalian dana dan bagi hasil tergantung dari perolehan dari petani
b. Tuan Achmad, mensyaratkan bahwa pengembalian dana supaya langsung di kredit ke
rekeningnya tanpa harus menunggu penerimaan dari petani

Soal kedelapan
Pada tanggal 10 Juni 2002 Bank syariah menyetujui pemberian fasilitas modal kerja kepada
perusahaan angkutan yang berada di Purwokerto dengan data-data sebagai berikut:
Plafond : Rp12.000.000.000,00
Kegunaan : Modal usaha transportasi
Nisbah bagi hasil : 80 untuk Bank Syariah dan 20 untuk Nasabah
Jangka waktu : 60 bulan
Biaya administrasi : Rp120.000.000,00
Pengembalian modal : dilakukan secara bertahap setiap tahun sebesar Rp2.400.000.000,00
Keterangan lain : Pemberian modal yaitu:
- Tahap kesatu (10 Juni 2002) : dalam bentuk 10 bus nilai wajar
Rp7.500.000.000,00 dan berupa uang sebesar Rp2.000.000.000,00
- Tahap kedua (25 Juni 2002): dalam bentuk uang langsung dikredit
ke rekening sebesar sisa modal
Penjelasan lain:
1. Harga perolehan 10 buah bus adalah sebesar Rp7.000.000.000,00
2. Dari hasil laporan yang diperoleh diketahui bahwa Pendapatan bulan Juli (ke-1) sebesar
Rp500.000.000,00 dan atas bagian bank didebet dari rekening nasabah
Buatlah perhitungan dan jurnal atas transaksi tersebut

Soal kesembilan
Bank Syariah Biatul Amanah menyetujui pembiayaan mudharabah yang diajukan oleh Tn
Zainudin pengusaha pengangkutan dengan data-data sebagai berikut:
1. Tgl 10 Nopember 2005 disetujui Modal mudharabah sebesar Rp2,5 milyard, dengan jangka
waktu 1 tahun. Pembagian hasil usaha dilakukan antara bank syariah 60 % dan Tn Zainudin
40%. Estimasi pendapatan yang akan diterima sebesar Rp 50 juta perbulan
2. Modal mudharabah yang disetujui tersebut diserahkan secara bertahap sbb:

BAB VII. Akuntansi mudharabah | 389


a. Tanggal 15 Nopember 2006 diserahkan tahap pertama modal mudharabah berupa 2
buah bus dengan nilai pasar saat penyerahan sebesar Rp2 milyard. Bus tersebut dibeli
dengan harga sebesar Rp1,9 milyard.
b. Tanggal 25 Nopember 2005 diserahkan tahap kedua modal mudharabah berupa uang
tunai sebesar Rp500 juta.
3. Tanggal 10 Desember 2005 diterima laporan dari Tn Zainudin, hasil usaha yang dapat
diserahkan sebagai porsi bank syariah sebesar Rp10 juta.
4. Tanggal 15 Desember 2005 Tn Zainudin melakukan pembayaran kembali modal mudharabah
sebesar Rp300 juta
Diminta :
a. Buat perhitungan dan jurnal sehubungan dengan transaksi tersebut di atas
b. Lakukan perhitungan koletibitas pembiayaan mudharabah dan PPAP yang harus dibentuk.

Soal kesepuluh
Pada tanggal 17 Mei 2008 Bank Syariah Baitul Ridho melakukan investasi mudharabah
kepada KSU ”Rahayu” selaku “Mudharib” sebesar Rp3 milyard untuk jangka waktu 36 bulan,
dengan nisbah pembagian hasil usaha yang disepakati sebesar 60 untuk bank dan 40 untuk Koperasi.
Penyerahan modal mudharabah dilakukan oleh Bank Syariah Baitul Ridho sebagai berikut:
1. Tanggal 12 Juni 2008 diserahkan kepada KSU Rahayu peralatan berat sebagai modal
mudharabah dengan harga wajar/pasar sebesar Rp700.000.000,00 dan menurut catatan
bank peralatan berat tersebut dibeli dengan harga Rp650.000.000,00 .
2. Tanggal 20 Juni 2008 diserahkan kepada KSU Rahayu alat transpotasi dengan harga
wajar/pasar sebesar Rp800.000.000,00 dan menurut catatan bank peralatan berat tersebut
dibeli dengan harga Rp850.000.000,00
3. Tanggal 10 Juli 2008 dilakukan pencairan dana Mudharabah tahap ke 3 sebesar
Rp1.000.000.000,00
4. Tanggal 25 Juli 2008 dilakukan pembayaran kepada KSU Rahayu sisa modal kerja yang
belum diserahkan
Disepakati pengembalian modal mudharabah dilakukan oleh KSU ”Rahayu” secara bertahap
sebagai berikut :
1. Tahap pertama pada bulan Mei 2009 sebesar Rp1 milyard
2. Tahap kedua pada bulan Mei 2010 sebesar Rp1 milyard
3. Tahap ketiga pada bulan Mei 2011 sebesar Rp1 milyard
Data-data lain yang terkait dengan investasi mudharabah yang dilakukan oleh Bank Syariah
Baitul Ridho dengan KSU Rahayu adalah sebagai berikut:
1. Tanggal 5 Desember 2008 diperoleh laporan dari Koperasi bahwa kerugian yang dialami
sebesar Rp30.000.000,00 dan kerugian tersebut diidentifikasi bukan kesalahan KSU Rahayu
2. Pada tanggal 5 Juli 2009 diperoleh laporan dari KSU Rahayu bahwa hasil usaha periode
tersebut sebesar Rp70.000.000,00 dan atas hasil tersebut Koperasi belum dapat
membayarnya (pada rekeningnya tidak ada saldonya)
3. KSU Rahayu melakukan pengembalian modal mudharabah tahap satu dan kedua sesuai
jadwal, namun sampai dengan bulan Juni 2011 Koperasi tidak melakukan pengembalian
modal mudharabah tahap akhir, dan setelah dilakukan penelusuran dan penyelidikan dana
tersebut dipergunakan oleh Koperasi untuk membayar hutang ke Bank lain
Diminta : Buatlah jurnal dan perhitungan seperlunya atas
1. Persetujuan investasi mudharabah yang dilakukan oleh Bank Syariah Baitul Ridho kepada
KSU Rahayu.
2. Penyerahan modal dari Bank Syariah Baitul Ridho kepada KSU Rahayiu sesuai tahapannya.
3. Pengakuan keuntungan atau kerugian yang dilakukan oleh Bank Syariah Baitul Ridho
4. Pengembalian modal mudharabah oleh KSU Rahayu kepada Bank Syariah
5. Modal mudharabah yang telah jatuh tempo dan belum dikembalikan oleh KSU Rahayu?

390 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Soal kesebelas
Pada tanggal 20 Januari 2008 Bank Syariah “Al Qiradh” menyetujui membiayai proyek
perusahaan textil PT “RAHMAT ILAHI” sebesar Rp30 milyard dari total nilai proyek sebesar Rp50
milyard. Disepakati hasil usaha dibagi antara kedua belah pihak yaitu sebesar 70 % untuk bank
syariah dan 30% untuk PT “RAHMAT ILAHI”. Dengan pembagian hasil usaha tersebut bank
syariah meproyeksikan hasil usaha atas proyek tersebut sebesar Rp200 juta per bulan.
Penyerahan modal dilakukan oleh Bank Syariah AL QIRADH secara bertahap yaitu:
a. Tanggal 25 Januari 2008 diserahkan mesin produksi textil yang dibeli dengan harga Rp12,5
milyard dan nilai pasar saat penyerahan sebesar Rp15 milyard
b. Tanggal 10 Februari 2008 diserahkan modal dalam bentuk kas yang ditransfer ke rekening PT
RAHMAT ILAHI sebesar Rp10 milyard
c. Tanggal 29 Maret 2008 diserahkan sisa modal kepada PT RAHMAT ILAHI
Pada bulan Oktober 2008 dalam masa uji coba PT RAHMAT ILAHI mengalami rugi yang
bukan kesalahan pengelola sebesar Rp100 juta rupiah
Pada bulan Nopember 2008 dalam operasi penuh PT RAHMAT ILAHI memperoleh hasil
usaha sebesar Rp300 juta. Dari hasil usaha tersebut dibagi sesuai nisbah yang telah disepakati pada
awal akad.
Pada tanggal 30 Desember 2008 diperoleh laporan dari PT RAHMAT ILAHI bahwa hasil
usaha bulan desember 2008 yang menjadi hak Bank Syariah sebesar Rp200 juta dan akan ditransfer
pada tanggal 15 januari 2009
Pertanyaan
1. Buatlah jurnal persetujuan Bank Syariah Al Qiradh tgal 20 Januari 2008
2. Buatlah perhitungan dan jurnal penyerahan modal oleh Bank Syariah Al Qiradh
(a) pada tanggal 25 Januari 2008
(b) pada tanggal 10 Februari 2008
(c) pada tanggal 29 Maret 2008
3. Buatlah perhitungan dan jurnal penerimaan hasil usaha oleh Bank Syariah Al Qiradh bulan
Oktober dan Nopember 2008
4. Buatlah perhitungan dan jurnal hasil usaha bulan Desember 2008

Soal keduabelas
Pada tanggal 20 Januari 2008 Bank Syariah “Bhakti Mulya” menyetujui membiayai proyek
perusahaan transportasi “PO Harapan Kita” atas peremajaan kendaraan dan modal kerja sebesar
Rp30.000.000.000 (tiga puluh milyard) dari total nilai proyek sebesar Rp50.000.000.000 (lima puluh
milyard). Jangka waktu proyek selama 2 (dua) tahun setelah penyerahan seluruh modal. Proyeksi
hasil usaha atas proyek tersebut sebesar Rp200.000.000 (dua ratus juta) per bulan dengan pembagian
hasil usaha sebesar 70 % untuk bank syariah dan 30 % untuk “PO Harapan Kita”. Penyerahan
modal dilakukan oleh Bank Syariah Bhakti Mulya secara bertahap yaitu:
a. Tanggal 25 Januari 2008 diserahkan 10 (sepuluh) buah bus “Mercy” yang dibeli dengan harga
Rp12.600.000.000 (dua belas milyard, enam ratus juta) dan nilai pasar saat penyerahan sebesar
Rp15.000.000.000 (lima belas milyard)
b. Tanggal 10 Februari 2008 diserahkan modal dalam bentuk kas yang ditransfer ke rekening
“PO Harapan Kita” sebesar Rp10.000.000.000 (sepuluh milyard)
c. Tanggal 29 Maret 2008 diserahkan sisa modal kepada ”PO Harapan Kita”
Pada bulan Oktober 2008 dalam masa uji coba PO Harapan Kita mengalami rugi sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
Pada bulan Nopember 2008 dalam operasi penuh PO Harapan Kita memperoleh hasil usaha
sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta). Hasil tersebut langsung dibayar oleh PO Dewi Sri pada

BAB VII. Akuntansi mudharabah | 391


tanggal 30 Nopermber 2008. Bersama iti juga PO Harapan Kita melakukan pengembalian modal
kepada Bank Syariah Bhakti Mulya sebesar Rp2.000.000.000,00 (dua milyard)
Pada tanggal 30 Desember 2008 diperoleh laporan dari PO Harapan Kita bahwa hasil usaha
bulan desember 2008 sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta) dan akan ditransfer pada tanggal 15
januari 2009
Pertanyaan
1. Buatlah jurnal persetujuan Bank Syariah Amal Sejahtera tgl 20 Januari 2008
2. Buatlah perhitungan dan jurnal penyerahan modal oleh Bank Syariah Bhakti Mulya
(a) pada tanggal 25 Januari 2008,
(b) pada tanggal 10 Februari 2008,
(c) pada tanggal 29 Maret 2008
3. Buatlah perhitungan dan jurnal penerimaan hasil usaha dan penerimaan modal oleh Bank
Syariah Bhakti Mulya bulan Oktober dan Nopember 2008
4. Buatlah perhitungan dan jurnal hasil usaha bulan Desember 2008 dan penerimaan bagi hasil
Januari 2009

392 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


BAB VIII
AKUNTANSI MUSYARAKAH

8.1 Pengertian dan Karakteristik Musyarakah

Sebelum dibahas secara rinci dan mendalam tentang Akuntansi Musyarakah, perlu dibahas terlebih
dahulu pengertian dan karakteristik musyarakah, karena hal tersebut sangat berpengaruh terhadap
pemahaman akuntansi musyarakah.

8.1.1 Pengertian Musyarakah


Secara bahasa syarikah berarti ikhtilath (percampuran), yakni bercampurnya satu harta dengan harta
yang lain, sehingga tidak bisa dibedakan antara keduanya. Selanjutnya jumhul ulama mempergunakan kata
syarikah untuk label satu transaksi tertentu, meski tidak ada percampuran dua bagian, karena terjadinya
sebuah transaksi merupakan sebab terjadinya percampuran. Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama
dalam mendefinisikan syarikah secara syar’i (terminologi) Malikiyah mengatakan syarikah adalah pemberian
wewenang kepada pihak-pihak yang bekerja sama, artinya setiap pihak memberikan wewenang kepada
partnernya atas harta yang dimiliki bersama, dengan masih absahnya wewenang atas harta masing-masing.
Hanabilah mengatakan syarikah adalah percampuran dalam kepemilikan dan wewenang. Syafi’iyah
mengatakan syarikah adalah tertetapnya hak kepemilikan bagi dua pihak atau lebih. Hanafiyah berkata,
syarikah adalah transaksi yang dilakukan dua pihak dalam hal permodalan dan keuntungan. Definisi ini
paling tepat karena mengungkapkan hakekat syarikah yang notabene sebuah transaksi.
Syirkah terbagi dalam dua bentuk:
1. Syirkah Al Amlak (perserikatan dalam kepemilikan)
Syirkah Al Amlak (holding partnership) adalah keikutsertaaan atau keinginan bersama untuk
menghasilkan sesuatu yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan menyertakan harta.
2. Syirkah Al Uqud (perserikatan berdasarkan suatu akad/perjanjian).
Syirkah Al Uqud (contract partnership) adalah suatu perjanjian yang dilakukan dua orang atau lebih yang
bersama-sama memberikan modal dan keuntungan atau kerugian di bagi bersama.
Syirkah Al Uqud terbagi dalam beberapa jenis yaitu (a) Al Mufawadhah, (b) Al ‘Inan, (c) Al A’maal
dan (d) Al Wujuh. Para ahli fiqih mempunyai perbedaan pendapat apakah mudharabah digolongkan
sebagai syirkah atau tidak. Beberapa ahli fiqih mengatakan bahwa mudharabah sebagai syirkah karena
mudharabah memiliki persyaratan umum yang sama dengan syirkah. Sebaliknya para ahli fiqih mengatakan
bahwa mudharabah tidak merupakan syirkah .
A. Syirkah Mufawadhah Adalah perjanjian kontrak antara dua pihak atau lebih. Setiap pihak berhak
memberikan dananya dan turut serta (berpartisipasi) dalam usahanya/pekerjaan. Kedua pihak akan
mendapatkan keuntungan dan kerugian yang sama. Persyaratan umum dalam syirkah ini adalah
pembagian antara dana/modal, pekerjaan, tanggung jawab hutang semuanya mendapat porsi yang
sama. Dalam mazhab Hanafi dan Maliki, bentuk syirkah ini diperbolehkan tetapi banyak pula yang
membatasinya.

BAB VIII. Akuntansi Musyarakah | 393


B. Syirkah Al-Inan adalah perjanjian kontrak antara dua atau lebih banyak lagi orang, dengan
ketentuan bahwa masing-masing dari mereka memberi kontribusi satu porsi dana dan berpartisipasi
dalam pekerjaan. Kedua belah pihak tadi bersepakat untuk membagi keuntungan atau kerugian,
namun pemerataan tidak diisyaratkan dalam hal dana atau pekrjaan atau keuntungan. Semua Fuqaha
menganggap hal ini diperbolehkan. Mazhab Hanafi dan Hambali menyatakan bahwa keuntungan
kedua belah pihak dibagi sesuai dengan proporsi dana yang diberi, keuntungan mungkin bisa dibagi
sama tapi dalam bentuk dananya berbeda; dan keuntungan mungkin tidak sama dibaginya tapi
jumlah dananya berbeda. Ibnu Qudamah berkata: "preferensi dalam keuntungan (profit) diperbolehkan
dengan adanya pekerjaan, mengingat salah satu dari mereka mungkin saja mempunyai pengetahuan yang lebih
banyak (manajemen) dalam perdagangan/berusaha bila dibandingkan dengan yang lainnya atau orang tersebut
lebih kuat bekerja, sehingga dengan demikian ia bisa mendapatkan keuntungan yang lebih karena pekerjaannya”.
Mazhab Maliki dan Syafi`i menyetujui adanya pembagian keuntungan atau kerugian yang sesuai
dengan kondisi proporsi dana yang diberikan, karena keuntungan dalam jenis syrikah ini akan
kembali menjadi modal.
C. Syirkah A'mal Adalah kontrak antara dua orang yang menerima pekerjaan dan keuntungan dari
pekerjaan tersebut harus dibagi antara mereka sebagaimana telah disetujui. Sebagai contoh, dua
orang dengan profesi atau kejuruan yang sama menyetujui untuk bersama-sama melaksanakan suatu
proyek dan membagi penghasilan yang timbul dari proyek bersangkutan sebagaimana telah disetujui.
Syirkah ini kadangkala disebut Syirkah Abdan atau Sanai`. Para mazhab Hanafi, Maliki, Hanbali
membolehkan adanya jenis syirkah ini, karena para pihak yang terlibat mempunyai profesi yang
sama atau sebaliknya. Hal ini didasarkan pada bukti-bukti yang ditemukan di zaman Nabi
Muhammad S.A.W. Dalam syirkah ini para ulama fiqih menyetujui dan tidak melarang
menggunakannya.
D. Syirkah Al Wujuh Adalah kontrak antara dua pihak atau lebih yang mempunyai reputasi baik dan
prestise serta berpengalaman dalam perdagangan/usaha. Para pihak yang terlibat dalam kontrak
untuk pembelian barang secara kredit dari suatu perusahaan, peminjaman kredit itu didasarkan atas
reputasi mereka sendiri. Kemudian mereka menjual barang tersebut secara tunai, hasil dari
keuntungan maupun kerugian dibagi sesuai garansi/jaminan mereka kepada supplier. Dalam syirkah
ini tidak diperlukan modal sebagai dasarnya melainkan kepercayaan (nama baik) mereka sendiri
sebagai jaminan/garansi. Syirkah ini disebut juga sebagai Syirkah Al Ma`dum, “receivables partnership”.
Mazhab Hanafi, Hambali mengizinkan adanya jenis transaksi ini, yang didasarkan pada fakta bahwa
perwakilan dari sesuatu (nama baik) bisa juga diterima sebagai garansi/jaminan, dan para ahli fiqh
tidak melarangnya.
Akad kerjasama bagi hasil yang digunakan dalam Lembaga Keuangan Syariah umumnya adalah (1)
syirkah mudharabah dan (2) syirkah inan (musyarakah). Dalam bab ini akan dibahas tentang akuntansi
musyarakah sedangkan untuk mudharabah akan dibahas pada bab yang lain.
Musyarakah adalah akad kerjasama di antara para pemilik modal yang mencampurkan modal mereka
untuk tujuan mencari keuntungan. Dalam musyarakah masing-masing mitra (LKS dan nasabah) sama-sama
menyediakan modal untuk membiayai suatu usaha tertentu, baik yang sudah berjalan maupun yang baru.
Dalam kamus istilah keuangan dan perbankan syariah yang dikeluarkan Bank Indonesia dijelaskan
musyarakah (musyarakah) – saling bekerja sama, berkongsi, berserikat, bermitra (cooperation, patnership) –
adalah pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu,
dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi
berdasarkan nisbah yang disepakati, sedangkan kerugian ditanggung oleh para pihak sebesar partisipasi
modal yang disertakan dalam usaha.
Dalam PSAK 106 tentang musyarakah dibahas beberapa pengertian dan istilah yang terkait dengan
pembahasan akuntansi musyarakah sebagai berikut:
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana
masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi
berdasarkan kesepakatan sedangkan risiko berdasarkan porsi kontribusi dana.

394 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Musyarakah permanen adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana setiap mitra ditentukan
sesuai akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad.
Musyarakah menurun (musyarakah mutanaqisha) adalah musyarakah dengan ketentuan bagian
dana entitas akan dialihkan secara bertahap kepada mitra sehingga bagian dana entitas akan
menurun dan pada akhir masa akad mitra akan menjadi pemilik penuh usaha tersebut.
Mitra aktif adalah mitra yang mengelola usaha musyarakah, baik mengelola sendiri atau menunjuk
pihak lain atas nama mitra tersebut.
Mitra pasif adalah mitra yang tidak ikut mengelola usaha musyarakah.
Dalam Accounting, Auditing, Gorvernance Standard for Islamic Financial Institutions, memberikan definisi
beberapa istilah yang terkait dengan musyarakah sebagai berikut:
Musyarakah adalah suatu bentuk kemitraan di antara bank Islam dan para nasabahnya, di mana
masing-masing bagian akan memberikan sumbangsihnya kepada modal tersebut dengan tingkat
yang setara atau berbeda-beda untuk mendirikan suatu proyek baru atau bagian dalam proyek yang
telah ada, di mana masing-masing mereka akan menjadi pemegang saham modal atas dasar tetap
atau menurun dan akan memperoleh bagian keuntungan sebagaimana mestinya. Akan tetapi,
kerugian akan dibagi bersama secara sebanding sesuai dengan sumbangsih modal dan apabila tidak
ditentukan lain, tidak akan ditetapkan lain.
Musyarakah tetap adalah Musyarakah di mana bagian mitra dalam modal Musyarakah tetap
sepanjang jangka waktunya yang ditetapkan dalam akad tersebut.
Musyarakah Menurun (musyarakah menurun menjadi Kepemilikan) adalah Musyarakah di
mana bank memberikan kepada pihak lainnya hak untuk membeli bagian sahamnya dalam
Musyarakah sehingga bagian bank menurun dan kepentingan saham mitra meningkat sampai
menjadi pemilik tunggal dari keseluruhan modal.

8.1.2 Karakteristik Musyarakah


Pembahasan akuntansi musyarakah tidak terlepas dari pembahasan yang lengkap tentang
karakteristisk musyarakah. Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Musyarakah tertanggal 13 April 2000 (Fatwa, 2006), menjelaskan ketentuan yang berkaitan dengan
musyarakah sebagai berikut:
1. Pernyataan ijab dan Kabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak
mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad)
b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak
c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan
cara-cara komunikasi modern
2. Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum dan memperhatikan hal-hal berikut :
a. Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan
b. Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra melaksanakan
kerja sebagai wakil
c. Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur asset musyarakah dalam proses
bisnisnormal
d. Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola asset dan
masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktifitas musyarakah
dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan
kesalahan yang disengaja.
e. Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan dana untuk
kepentingannya sendiri

BAB VIII. Akuntansi Musyarakah | 395


3. Obyek akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian)
a. Modal
1) Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang nilainya sama.
Modal dapat terdiri dari asset perdagangan, seperti barang-barang, property, dan
sebagainya. Jika modal berbentuk aset, harus lebih dulu dinilai dengan tunai dan
disepakati oleh para mitra.
b. Kerja
1) Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah;
akan tetapi kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra
boleh melaksanakan kerja lebih banyak dari yang lainnya, dan dalam hal ini ia
boleh menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya
2) Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan wakil
dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi kerja harus dijelaskan
dalam kontrak.
c. Keuntungan
1) Keuntungan harus dikuantifikasikan dengan jelas untuk menghindarkan
perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau ketika penghentian
musyarakah
2) Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh
keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan diawal yang ditetapkan bagi
seorang mitra
3) Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah
tertentu, kelebihan atau prosentase itu diberikan kepadanya
4) Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam akad
d. Kerugian
Kerugian harus dibagi antara para mitra secara proporsional menurut saham masing-
masing dalam modal
4. Biaya Operasional dan Persengketaan
a. Biaya operasional dibebankan pada modal bersama
b. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan
diantara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Dalam PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah, (paragraf 5 sd 12) dijelaskan karakteristik musyarakah
sebagai berikut:
5. Para mitra (syarik) bersama-sama menyediakan dana untuk mendanai suatu usaha tertentu
dalam musyarakah, baik usaha yang sudah berjalan maupun yang baru. Selanjutnya mitra
dapat mengembalikan dana tersebut dan bagi hasil yang telah disepakati nisbahnya secara
bertahap atau sekaligus kepada entitas (mitra lain).
6. Investasi musyarakah dapat diberikan dalam bentuk kas, setara kas, atau aset nonkas,
termasuk aset tidak berwujud, seperti lisensi dan hak paten.
7. Karena setiap mitra tidak dapat menjamin dana mitra lainnya, maka setiap mitra dapat
meminta mitra lainnya untuk menyediakan jaminan atas kelalaian atau kesalahan yang
disengaja. Beberapa hal yang menunjukkan adanya kesalahan yang disengaja ialah:
(a) pelanggaran terhadap akad antara lain penyalahgunaan dana investasi, manipulasi biaya,
dan pendapatan operasional; atau
(b) pelaksanaan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah.
8. Jika tidak terdapat kesepakatan antara pihak yang bersengketa maka kesalahan yang disengaja
harus dibuktikan berdasarkan keputusan institusi yang berwenang.
9. Pendapatan usaha musyarakah dibagi di antara para mitra secara proporsional sesuai dengan
dana yang disetorkan (baik berupa kas maupun aset nonkas lainnya) atau sesuai nisbah yang

396 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


disepakati oleh para mitra. Sedangkan rugi dibebankan secara proporsional sesuai dengan
dana yang disetorkan (baik berupa kas maupun aset nonkas lainnya).
10. Jika salah satu mitra memberikan kontribusi atau nilai lebih dari mitra lainnya dalam akad
musyarakah maka mitra tersebut dapat memperoleh keuntungan lebih besar untuk dirinya.
Bentuk keuntungan lebih tersebut dapat berupa pemberian porsi keuntungan yang lebih besar
dari porsi dananya atau bentuk tambahan keuntungan lainnnya.
11. Porsi jumlah bagi hasil untuk para mitra ditentukan berdasarkan nisbah yang disepakati dari
hasil usaha yang diperoleh selama periode akad bukan dari jumlah investasi yang disalurkan.
12. Pengelola musyarakah mengadministrasikan transaksi usaha yang terkait dengan investasi
musyarakah yang dikelola dalam pembukuan tersendiri.

8.1.3 Jenis dan Alur Transaksi Musyarakah


Musyarakah dapat dibedakan dua jenis yaitu:
1. Musyarakah permanen adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana setiap mitra
ditentukan sesuai akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad.
2. Musyarakah menurun (musyarakah mutanaqisha) adalah musyarakah dengan ketentuan bagian
dana mitra akan dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya sehingga bagian dananya akan
menurun dan pada akhir masa akad mitra lain tersebut akan menjadi pemilik penuh usaha
tersebut.
Alur transaksi Musyarakah dapat dilihat dalam ilustrasi gambar berikut:

Gambar : 8 – 1 : Alur transaksi Musyarakah


Dari gambar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Dalam suatu proyek, sesuai kesepakatan LKS Anugrah Gusti (mitra) akan menyerahkan modal
sebesar 70 % dari nilai proyeknya dan Amirullah/nasabah (mitra) memberikan kontribusi modal
sebesar 30% dari nilai proyek. Pada prinsipnya dalam usaha ini, masing-masing pemodal, baik LKS
Anugrah Gusti maupun nasabah melakukan pengelolaan usaha secara bersama-sama. Apakah
haknya dipergunakan atau tidak, hal tersebut merupakan haknya masing-masing pemodal. Jika
pemodal (misalnya LKS Anugrah Gusti) tidak mempergunakan haknya untuk ikut mengelola usaha
(hanya setor modal saja) – ini yang disebut dengan mitra pasif. Sedangkan pemodal lain (misalnya
Amirullah) selain memberikan kontribusi modal juga mengelola usaha, disebut dengan mitra pasif.
Dapat juga terjadi LKS Anugrah Gusti dan Amirullah keduanya hanya setor modal saja sedangkan
pengelolaan usaha diserahkan kepada pihak lain. Dalam hal demikian LKS Anugrah Gusti dan
Amirullah dikategorikan sebagai mitra pasif dan pihak lain yang mengelola disebut sebagai mitra
aktif. Namun demikian jika mitra yang hanya menyetor modal saja, tidak mengelola usaha tetapi
memiliki hak utama atau dapat mempengaruhi kepelaksanaan usaha dapat dikategorikan sebagai
mitra aktif.

BAB VIII. Akuntansi Musyarakah | 397


2. Pembagian hasil usaha dilakukan sesuai nisbah yang disepakati diawal akad. Besarnya nisbah tidak
harus sama dengan besarnya kontribusi modal yang diberikan dalam usaha tersebut, karena
dimungkinkan pemodal/mitra yang satu memiliki keahlian lebih dibandingkan yang lain. Sedangkan
kerugian yang dialami dalam usaha tersebut dibagi kepada masing-masing mitra/pemodal sesuai
besarnya kontribusi modal yang diserahkan dalam usaha tersebut. Dalam contoh di atas kerugian
ditanggung oleh LKS Anugrah Gusti sebesar 70% dan ditanggung oleh Amirullah/nasabah sebesar
30%.
3. Pengembalian modal musyarakah dilakukan sesuai kesepakatan. Jika salah satu mitra/pemodal
melakukan sebagian modal musyarakah kepada mitra/pemodal yang lain secara bertahap sehingga
pada akhir akad seluruh kepemilikan modal musyarakah menjadi milik salah satu mitra, disebut
dengan musyarakah menurun. Jika porsi modal tetap sampai berakhirnya akad musyarakah disebut
dengan musyarakah permanen.

8.2 Cakupan Akuntansi Musyarakah

Pengukuran, pengakuan, penyajian dan pengungkapan transaksi musyarakah yang sebelumnya


tercantum dalam PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah, diganti dengan PSAK 106 tentang
Akuntansi Musyarakah. Dalam PSAK 106 tentang musyarakah (paragraf 2 s.d. 3) menjelaskan ruang
lingkup akuntansi musyarakah yang diatur dalam PSAK tersebut adalah:
2. Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang melakukan transaksi musyarakah.
3. Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi syariah (sukuk) yang
menggunakan akad musyarakah.
Dalam musyarakah masing-masing mitra memiliki bagian modal dalam musyarakah. Pada
prinsipnya masing-masing pemodal (mitra) memiliki hak atas pengelolaan usaha bersama, namun demikian
mitra juga dapat memberikan kuasa kepada mitra lain untuk mengelola usaha. Jika mitra hanya melakukan
penyertaan modal saja disebut dengan mitra pasif sedangkan mitra yang selain memberikan kontribusi
modal juga melakukan pengelolaan usaha musyarakah disebut dengan mitra aktif. Sebagai pengelola
musyarakah mitra aktif harus memiliki catatan akuntansi yang terpisah dari catatan usaha yang lain, karena
usaha musyarakah merupakan usaha bersama antar mitra, baik mitra pasif maupun mitra pasif. Oleh
karena dalam musyarakah ini merupakan usaha bersama maka untuk musyarakah ini harus dibuat catatan
terpisah dari catatan usaha mitra lainnya. PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah (paragraf 13) yang
mengatur sebagai berikut:
13. Untuk pertanggungjawaban pengelolaan usaha musyarakah dan sebagai dasar penentuan bagi hasil, maka
mitra aktif atau pihak yang mengelola usaha musyarakah harus membuat catatan akuntansi yang terpisah
untuk usaha musyarakah tersebut.
Dalam PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah hanya dibahas ketentuan pengkuran,
pengakuan dan penyajian transaksi musyarakah yang dilakukan oleh Bank Syariah. Sedangkan dalam
PSAK 106 tentang dibahas pengakuan dan pengukuran yang dilakukan oleh mitra pasif yaitu mitra yang
hanya melakukan penyetoran modal musyarakah saja, maupun mitra aktif yaitu mitra yang selain
memberikan kontribusi modal juga sekaligus mengelola usaha syirkah. Penggunaan akuntansi mitra aktif
atau akuntansi mitra pasif dalam akuntansi musyarakah dapat dilihat dalam gambar berikut:

398 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Gambar : 8 – 2 : Penggunaan akuntansi musyarakah
Masing-masing pihak dalam transaksi musyarakah ini mempunyai kontribusi modal/dana dan
bersama-sama mengelola usaha, sehingga penggunaan akuntansi musyarakah dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1 Jika Lembaga Keuangan Syariah (LKS Anugrah Gusti) hanya memberikan kontribusi modal saja
dan tidak ikut serta dalam mengelola usaha atau yang disebut dengan mitra pasif, maka LKS harus
menerapkan Akuntansi Mitra Pasif.
2. Mitra lain (Amirullah) selain memberikan kontribusi modal juga mengelola usaha musyarakah
disebut dengan mitra aktif. Oleh karena itu mitra aktif memiliki dua peran yaitu (1) sebagai
menyetor modal dan (2) sebagai pengelola usaha. Mitra aktif sebagai penyetor modal menerapkan
Akuntansi Mitra Aktif untuk paragraf-paragraf yang mengatur tentang penyetoran modal, sedangkan
sebagai mitra yang mengelola usaha musyarakah menerapkan Akuntansi Mitra Aktif untuk paragraf-
paragraf yang berkaitan dengan pengelola usaha. Dalam PSAK 106 hanya mengatur ketentuan mitra
aktif, tidak membedakan ketentuan tentang mitra aktif sebagai penyetor modal atau mitra aktif
sebagai pengelola usaha. Oleh karena itu harus dipahami betul paragraf-paragraf yang berkaitan
dengan penyetor modal dan paragraf-paragraf yang berkaitan dengan pengelola usaha.
3. Sesuai ketentuan dalam PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah, mitra aktif pengelola usaha harus
membuat catatan yang terpisah dari catatan usahanya, karena usaha musyarakah ini merupakan
usaha milik bersama para mitra usaha.
Untuk memberikan gambaran akuntansi musyarkah secara utuh (lengkap) baik yang dilakukan oleh
mitra pasif dan mitra aktif diberikan ilutrasi contoh transaksi musyarakah secara lengkap sebagai berikut:
Contoh : 8-1 (ilustrasi umum)
Pada tanggal 01 Agustus 2008 LKS Anugrah Gusti sepakat untuk melakukan usaha bersama dengan
Amirullah dalam bidang pabrik textil.
Dalam usaha bersama tersebut telah disepakati hal-hal sebagai berikut:

BAB VIII. Akuntansi Musyarakah | 399


1. Modal usaha (syirkah) keseluruhan sebesar Rp150.000.000,00 dimana LKS Anugrah Gusti
mendapatkan porsi modal sebesar Rp90.000.000,00 dan porsi modal untuk Amirullah sebesar
Rp60.000.000,00.
2. Jangka waktu kontrak akad musyarakah selama 2 tahun dan disepakati LKS Anugrah Gusti
hanya menyetor modal dan sebagai pengelola usaha adalah Amirullah.
3. Pembagian hasil usaha (nisbah ), untuk LKS Anugrah Gusti sebesar 70% dan untuk
Amirullah sebesar 30% dari pendapatan yang diperoleh (revenue sharing).
4. Modal usaha yang menjadi porsi LKS Anugrah Gusti sebagai mitra pasif sebesar
Rp90.000.000,00 dibayar dengan tahapan sebagai berikut:
a. Tanggal 15 Agustus 2008 dibayarkan dalam bentuk kas sebesar Rp36.000.000,00.
b. Tanggal 20 Agustus 2008 diserahkan modal non kas, berupa sebuah mesin pemintal
“Yamato” sebesar Rp30.000.000,00 (nilai wajar saat penyerahan) dan mesin tersebut
tercatat dalam pembukuan LKS Anugrah Gusti sebesar Rp32.500.000,00 dan,
c Tanggal 25 Agustus 2008 diserahkan modal non kas berupa sebuah mesin tenun
“Yanmar” sebesar Rp24.000.000,00 (nilai wajar saat penyerahan) dan mesin tersebut
tercatat dalam pembukuan LKS Anugrah Gusti sebesar Rp18.000.000,00.
5. Sedangkan modal musyarakah yang menjadi porsi Amirullah sebagai mitra aktif sebesar
Rp60.000.000,00 dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a. Tanggal 2 Agustus 2008 diserahkan dalam bentuk kas/uang tunai sebesar
Rp15.000.000,00.
b. Tanggal 5 Agustus 2008 diserahkan “mesin rajut” merk Daitzu seharga Rp30.000.000,00.
(harga wajar saat penyarahan). Nilai tercatat (nilai buku) aset tersebut sebesar
Rp27.600.000,00.
c. Tanggal 10 Agustus 2008 diserahkan “mesin pewarna” merk Fujitzu seharga
Rp15.000.000,00 (harga wajar / pasar saat penyerahan). Nilai tercatat (nilai buku) aset
tersebut sebesar Rp16.200.000,00.
Dalam contoh ilustrasi tersebut di atas, LKS Amanah Gusti disebut sebagai mitra pasif, yaitu mitra
yang hanya memberikan modal dan Amirullah sebagai mitra aktif, yaitu mitra yang mengelola usaha dan
juga memberikan kontribusi modal. Atas transaksi musyarakah tersebut di atas dapat diberikan ilustrasi
dalam bentuk gambar sebagai berikut:

Gambar 8 – 3 : Skema ilustrasi transaksi musyarakah

400 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Sesuai ketentuan dalam PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah (paragraf 13), Amirullah sebagai
mitra aktif pengelola harus membuat catatan akuntansi yang terpisah dari usaha Amirullah sendiri. Hal ini
disebabkan usaha musyarakah yang dikelola oleh Amirullah merupakan usaha bersama antara LKS
Anugrah Gusti dengan Amirullah. Oleh karena itu dalam ilustrasi di atas akan dibahas akuntansi
musyarakah sebagai berikut:
1. Akuntansi pada mitra pasif (LKS Amanah Gusti) terkait dengan penyerahan modal
musyarakah sebesar Rp90 juta kepada mitra aktif (Amirullah), penerimaan bagi hasil
musyarakah dan penerimaan kembali modal musyarakah dari mitra aktif – secara lengkap
dibahas dalam butir 8.3 (Akuntansi Mitra Pasif).
2. Akuntansi pada mitra aktif (Amirullah) terkait dengan penyerahan modal sebesar Rp60 juta,
pengakuan pendapatan bagi hasil musyarakah dan saat penerimaan kembali modal musyarakah
– secara lengkap dibahas dalam butir 8.4 (Akuntansi Mitra Aktif penyetor modal).
3. Akuntansi pada mitra aktif (Amirullah) sebagai pengelola musyarakah dengan modal
musyarakah sebesar Rp150 juta, yaitu sebesar Rp90 juta berasal dari mitra pasif (LKS Amanah
Gusti) dan Rp60 juta dari mitra aktif sendiri (Amirullah) – secara lengkap dibahas dalam butir
8.5 (akuntansi mitra aktif pengelola usaha).

8.3 Akuntansi Mitra Pasif


Yang dimaksud dengan mitra pasif adalah mitra dalam musyarakah yang hanya memberikan
kontribusi modal saja, mitra ini tidak ikut mengelola usaha (memberi kuasa pada mitra lain untuk
mengelola usaha musyarakah) karena itu pengelolaan usaha dikuasakan kepada mitra aktif. Pada umumnya
transaksi musyarakah yang banyak dilaksanakan Lembaga Keuangan Syariah saat ini kedudukan Lembaga
Keuangan Syariah hanya sebagai mitra pasif yaitu mitra yang hanya menyertakan modalnya saja dan tidak
ikut mengelola usaha, pengelolaan usaha diserahkan kepada mitra lain (nasabah). Pada umumnya Lembaga
Keuangan Syariah terlibat dalam usaha musyarakah dalam rangka penyelamatan pembiayaan bermasalah,
misalah murabahah yang bermasalah dikonversi ke musyarakah. Dalam ilustrasi di atas (contoh: 8-1) akan
dibahas akuntansi Lembaga Keuangan Syariah Anugrah Gusti sebagai mitra pasif, sedangkan akuntansi
yang dilakukan oleh Amirullah sebagai mitra aktif akan dibahas pada butir berikutnya.

8.3.1 Akun-akun pada Mitra Pasif


Mitra pasif hanya melakukan penyetor modal musyarakah baik dalam bentuk modal kas (uang tunai)
dan/atau dalam bentuk modal non kas (barang yang bermanfaat dalam usaha musyarakah tersebut). Hal
ini membawa dampak akun-akun yang dipergunakan dalam akuntansi mitra pasif baik untuk kepentingan
pembuatan Laporan Posisi Keuangan (neraca) maupun Laporan Laba Rugi tidak sama dengan akun yang
dipergunakan dalam akuntansi mitra aktif.
A. Akun-akun untuk Laporan Posisi Keuangan (neraca)
Akun-akun berikut dipergunakan untuk memcatat transaksi musyarakah dalam akuntansi mitra pasif
untuk kepentingan penyusunan laporan posisi keuangan (neraca).
1. Investasi Musyarakah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat modal musyarakah yang diserahkan kepada mitra pasif, baik
modal kas maupun modal non kas kepada mitra aktif untuk usaha musyarakah. Akun ini didebet
pada saat penyerahan modal musyarakah dan dikredit pada saat penerimaan kembali modal
musyarakah.
2. Keuntungan Musyarakah Tangguhan
Akun ini dipergunakan untuk mencatat keuntungan yang ditimbul akibat penyerahan modal non kas
musyarakah dimana nilai wajar saat penyerahan lebih besar dari nilai tercatat modal non kas
musyarakah tersebut. Akun ini dikredit pada saat penyetor modal non kas terjadi keuntungan dan
didebet pada saat dilakukan amortisasi untuk dipindahkan sebagai keuntungan penyerahan aset
musyarakah.

BAB VIII. Akuntansi Musyarakah | 401


3. Cadangan penyisihan kerugian investasi
Akun ini dipergunakan untuk dipergunakan untuk membukukan pembentukan penyisihan kerugian
yang dibentuk atas investasi musyarakah. Akun ini dikredit pada saat pembentukan penyisihan
kerugian dan didebet pada saat digunakan untuk penghapusan investasi musyarakah.
4. Piutang Jatuh Tempo Pengelola Dana (Piutang Mitra Aktif)
Akun ini dipergunakan untuk membukukan pengembalian modal musyarakah yang telah jatuh
tempo dan belum dikembalikan oleh mitra aktif sebagai pengelola. Akun ini didebet pada saat
timbul Piutang Mitra Aktif dan dikredit pada saat piutang dibayar oleh mitra aktif sebagai pengelola.
5. Piutang Pendapatan Bagi Hasil
Akun ini dipergunakan untuk membukukan bagi hasil yang telah dihitung oleh mitra aktif pengelola
tetapi belum diserahkan kepada LKS sebagai mitra pasif, sebesar porsi LKS sebagai mitra pasif
(berdasarkan laporan dari mitra aktif pengelola, bukan atas dasar proyeksi pendapatan yang
dilakukan oleh LKS sebagai mitra pasif). Akun ini dikredit pada saat dilakukan pengakuan
pendapatan dan didebet pada saat penerimaan atau pembayaran bagi hasil diterima dari mitra aktif
pengelola.
6. Akumulasi Penurunan Nilai (Penyusutan) Aset Musyarakah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat akumulasi penyusutan atau penurunan nilai modal
musyarakah non kas atau aset yang dipergunakan sebagai modal musyarakah yang telah disepakati
pada awal akad untuk dikembalikan oleh mitra aktif pengelola kepada mitra pasif. Akun ini dikredit
saat dibentuk penyusutan yang dilakukan dan didebet pada saat diterima kembali modal musyarakah
non kas.

B. Akun-akun untuk Laporan Laba Rugi


Akun-akun berikut dipergunakan untuk mencatat transaksi musyarakah dalam akuntansi mitra pasif
untuk kepentingan penyusunan laporan laba rugi.
1. Kerugian penyerahan aset musyarakah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat kerugian yang ditimbul akibat penyerahan modal non kas
musyarakah dimana nilai wajar saat penyerahan lebih kecil dari nilai tercatat modal non kas
musyarakah tersebut. Akun ini didebet pada saat penyetor modal non kas terjadi terjadi kerugian
dan dikredit pada saat dipindahkan ke Laba Rugi pada saat tutup buku pada akhir tahun.
2. Keuntungan penyerahan aset musyarakah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat pendapatan atas amortisasi keuntungan penyerahan modal
non kas musyarakah. Akun ini dikredit pada saat pengakuan amortisasi keuntungan musyarakah
tangguhan atas penyerahan modal non kas musyarakah dan didebet pada saat dipindahkan sebagai
pendapatan usaha utama.
3. Pendapatan Bagi Hasil Investasi Musyarakah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat pendapatan bagi hasil musyarakah yang menjadi hak mitra
pasif. Pengakuan pendapatan akrual hanya dilakukan jika telah ada laporan bagi hasil dari mitra aktif
pengelola usaha Akun ini dikredit pada saat pengakuan pendapatan bagi hasil musyarakah dan
didebet pada saat dipindahkan ke Pendapatan usaha Utama.
4. Beban akad musyarakah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan akad
musyarakah yang disepakati tidak masuk pada bagian investasi musyarakah. Akun ini didebet pada
saat pengakuan biaya akad musyarakah dan dikredit pada saat dipindahkan ke Laba Rugi pada saat
tutup buku akhir tahun.

402 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


5. Kerugian Musyarakah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat kerugian pengelolan musyarakah yang menjadi bagian
kerugian dari mitra pasif yang bukan kesalahan mitra aktif pengelola usaha sebesar porsi penyertaan
modal musyarakah. Akun ini didebet saat terjadinya sebesar kerugian yang menjadi beban mitra
pasif dan di kredit saat tutup buku dipindahkan Pendapatan Usaha Utama.
6. Beban Penyusutan (penurunan) Aset Musyarakah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat kerugian yang timbul akibat penurunan aset musyarakah
setelah dimulai usaha sebagai akibat kehilangan atau penurunan nilai aset musyarakah termasuk
penyusutan yang dilakukan. Akun ini disajikan sebagai pengurangan pendapatan bagi hasil
musyarakah. Jika modal non kas (barang) musyarakah diperjanjian diawal akan dikembalikan kepada
pemilik dana, maka penyusutan akan menjadi beban pemilik dana, sehingga nisbah untuk pemilik
dana lebih besar. Jika modal non kas (barang) musyarakah diperjanjikan diawal untuk tidak
dikembalikan kepada pemilik dana, maka penyusutan dihitung oleh pengelola usaha dan
diperhitungkan dalam pembagian hasil usaha.
7. Keuntungan Pengembalian Aset Musyarakah (modal non kas)
Akun ini dipergunakan untuk mencatat selisih antara nilai bersih investasi musyarakah dengan
modal non kas/barang (harga perolehan dikurangi dengan akumulasi penurunan nilai akibat
penyusutan) lebih besar dari nilai wajar saat diterima kembali modal musyarakah non kas (barang).
Akun ini disajikan sebagai penambah Pendapatan Bagi Hasil Musyarakah.
8. Kerugian Pengembalian Aset Musyarakah (modal non kas)
Akun ini dipergunakan untuk mencatat selisih antara nilai bersih investasi musyarakah dengan
modal non kas/barang (harga perolehan dikurangi dengan akumulasi penurunan nilai akibat
penyusutan) lebih kecil dari nilai wajar saat diterima kembali modal mudharabah non kas (barang).
Akun ini disajikan sebagai pengurang Pendapatan Bagi Hasil Musyarakah.
Untuk memberikan gambaran yang lengkap dari jurnal yang dilakukan dalam transaksi musyarakah
pada mitra pasif dapat diberikan ilustrasi contoh umum seperti telah disebut di atas dimana LKS Anugrah
Gusti hanya sebagai penyetor modal saja.

Contoh : 8-1 (ilustrasi umum)


Pada tanggal 01 Agustus 2008 LKS Anugrah Gusti sepakat untuk melakukan usaha bersama dengan
Amirullah dalam bidang pabrik textil.
Dalam usaha bersama tersebut telah disepakati hal-hal sebagai berikut:
1. Modal Usaha (syirkah) keseluruhan sebesar Rp150.000.000,00 dimana LKS Anugrah Gusti
mendapatkan porsi modal sebesar Rp90.000.000,00 dan porsi modal untuk Amirullah sebesar
Rp60.000.000,00.
2. Jangka waktu kontrak akad musyarakah selama 2 tahun dan disepakati LKS Anugrah Gusti
hanya menyetor modal dan sebagai pengelola usaha adalah Amirullah.
3. Pembagian hasil usaha (nisbah), untuk LKS Anugrah Gusti sebesar 70% dan untuk
Amirullah sebesar 30% dari pendapatan yang diperoleh (revenue sharing).
4. Modal usaha yang menjadi porsi LKS Anugrah Gusti sebagai mitra pasif sebesar
Rp90.000.000,00 dibayar dengan tahapan sebagai berikut:
a. Tanggal 15 Agustus 2008 dibayarkan dalam bentuk kas sebesar Rp36.000.000,00.
b. Tanggal 20 Agustus 2008 diserahkan modal non kas, berupa sebuah mesin pemintal
“Yamato” sebesar Rp30.000.000,00 (nilai wajar saat penyerahan) dan mesin tersebut
tercatat dalam pembukuan LKS Anugrah Gusti sebesar Rp32.500.000,00 dan,

BAB VIII. Akuntansi Musyarakah | 403


c Tanggal 25 Agustus 2008 diserahkan modal non kas berupa sebuah mesin tenun
“Yanmar” sebesar Rp24.000.000,00 (nilai wajar saat penyerahan) dan mesin tersebut
tercatat dalam pembukuan LKS Anugrah Gusti sebesar Rp18.000.000,00.
5. Modal mitra aktif (akan dibahas dalam butir 8.4 berikutnya).
Dari contoh di atas akan dibahas terlebih dahulu akuntansi yang akan dilakukan oleh mitra pasif
(LKS Anugrah Gusti sebagai penyetor modal) yaitu (1) saat akad musyarakah, yaitu pada saat penyetor
modal musyarakah baik dalam bentuk modal kas maupun non kas (2) selama akad musyarakah, yaitu
selama usaha musyarakah berlangsung (3) penerimaan bagi hasil dan (4) pada akhir akad musyarakah yaitu
pada saat pengembalian modal musyarakah.

8.3.2 Pada Saat Akad


Lembaga Keuangan Syariah sebagai mitra pasif pada saat awal akad atau dimulainya musyarakah
adalah melakukan penyetor modal dalam bentuk uang tunai (modal kas) dan/atau modal non kas/aset
yang bermanfaat dan berkaitan dengan usaha musyarakah kepada mitra aktif sebagai pengelola usaha serta
membayar biaya-biaya yang terkait dengan musyarakah seperti misalnya kelayakan usaha dan sebagainya.
A. Biaya musyarakah
Sebelum akad musyarakah dimulai perlu dilakukan kajian kelayakan usaha yang akan dilaksanakan
dan untuk itu perlu dibayar biaya antara lain biaya study kelayakan dan sebagainya. Biaya-biaya yang
dikeluarkan sebelum akad dapat diakui sebagai bagian dari investasi musyarakah atau menjadi beban mitra.
Hal ini diatur dalam PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah sebagai berikut:
30. Biaya yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya, biaya studi kelayakan) tidak dapat diakui sebagai
bagian investasi musyarakah kecuali ada persetujuan dari seluruh mitra.
Jadi pada dasarnya biaya pra akad tidak dapat diakui sebagai bagian dari modal musyarakah kecuali
semua mitra sepakat, dengan kata lain biaya akad akan menjadi bagian dari investasi musyarakah atau tidak,
tergantung kesepakatan para mitra.
Contoh: 8-2
Tanggal 05 Agustus 2008 dibayar beban pra akad, seperti pembuatan studi kelayakan proyek,
penelitian kelayakan proyek sebesar Rp1.000.000,00.
1. Pada saat dilakukan pembayaran beban pra akad dilakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Uang muka pra-akad musyarakah Rp1.000.000,00
Cr. Kas Rp1.000.000,00
2. Pengakuan biaya akad musyarakah,
A. Jika tidak disepakati sebagai bagian dari investasi musyarakah, maka diakui sebagai beban
mitra , dilakukan jurnal :
Dr. Biaya akad Rp1.000.000,00
Cr. Uang muka pra-akad musyarakah Rp1.000.000,00
B. Jika disepakati sebagai bagian dari investasi musyarakah maka diakui sebagai pembiayaan,
dilakukan jurnal:
Dr. Investasi Musyarakah Rp1.000.000,00
Cr. Uang muka pra-akad musyarakah Rp1.000.000,00
B. Penyerahan Modal Musyarakah
Modal musyarakah dapat berbentuk tunai dan/atau berupa emas atau perak yang setara. Menurut
para Fuqaha tidak ada perbedaan mengenai hal ini. Modal bisa saja berbentuk trading asets seperti barang,
properti, dan peralatan lainnya. Modal mungkin saja juga berbentuk hak tak berujud, seperti hak paten, hak
gadai, paten dan lain-lain. Kalangan Fuqaha menyetujui pemberian modal berbentuk tipe-tipe aset di atas,
asalkan nilai aset itu sebanding dengan nilai uang tunai dan disepakati bersama. Mazhab Syafi`i dan Maliki

404 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


mengatakan bahwa dana yang diperoleh dari mitra harus dicampur agar tidak ada hak istimewa di antara
mereka. Meskipun demikian mazhab Hanafi tidak menentukan pembagian dana dalam bentuk tunai, dan
mazhab Hanbali tidak mensyaratkan adanya percampuran modal. Partisipasi dari para mitra dalam
pekerjaan Musyarakah merupakan dasar hukum dan dilarang salah satu pihak untuk menghindari atau
tidak mau terlibat. Meskipun demikian, persamaan pekerjaan bukan merupakan hal yang pokok. Salah-satu
mitra diperbolehkan untuk melakukan lebih banyak usaha dibandingkan dengan mitra lainnya dan
diperbolehkan untuk mengisyaratkan bagi dirinya sendiri bagian ekstra keuntungan.
Modal Musyarakah diatur oleh sekelompok asas, di mana yang terpenting adalah modal mitra
haruslah diketahui, yang ditetapkan dan disepakati pada waktu pengadaan akad, dan harus ada dalam
bentuk tunai/semacamnya, namun tidak dalam bentuk hutang, untuk menghindarkan penipuan,
ketidaktahuan dan ketidakmampuan dalam menggunakan modal. Sesuai dengan hukum perundang-
undangan Syariah, apabila modal berada dalam bentuk aset terwujud maupun tidak terwujud, maka dalam
hal ini asas Syariah akan mensyaratkan nilai aset tak berwujud berdasarkan perjanjian dengan para mitra,
dan jumlah modal lembaga keuangan syariah dalam Musyarakah akan diukur dengan nilai pasar yang
sebenarnya, yakni jumlah yang telah dibayarkan atau di mana jumlah ini telah dinilai pada saat mengadakan
akad. Penilaian tersebut harus dilakukan oleh orang yang ahli dan atas persetujuan kedua belah pihak. Ada
dua alasan untuk tidak menggunakan nilai historis dalam mengukur aset non moneter yang mewakili
modal lembaga keuangan syariah dalam Musyarakah, yaitu:
1. Penerapan nilai aset yang sudah disepakati kedua belah pihak harus menerima hasil dari
penilaian akuntansi keuangan yang objektif.
2. Penerapan nilai sesungguhnya untuk mengukur aset secara ini akan menjurus ke penerapan
konsep kejujuran penyajian.
Dalam PSAK 106 tentang akuntansi musyarakah (paragraf 27 sd 29) menjelaskan investasi
musyarakah yang diserahkan oleh mitra pasif sebagai berikut:
27 Investasi musyarakah diakui pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset nonkas kepada mitra aktif
musyarakah.
28. Pengukuran investasi musyarakah:
(a) dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang dibayarkan; dan
(b) dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan jika terdapat selisih antara nilai wajar dan
nilai tercatat aset nonkas, maka selisih tersebut diakui sebagai:
(i) keuntungan tangguhan dan diamortisasi selama masa akad; atau
(ii) kerugian pada saat terjadinya.
29. Investasi musyarakah nonkas yang diukur dengan nilai wajar aset yang diserahkan akan berkurang
nilainya sebesar beban penyusutan atas aset yang diserahkan dikurangi dengan amortisasi keuntungan
tangguhan.
Dalam ketentuan tersebut jelas bahwa Investasi Musyarakah atau modal syirkah yang diserahkan
oleh lembaga keuangan syariah tidak hanya dalam bentuk uang tunai saja tetapi dapat juga dalam bentuk
non kas atau aset yang sejalan dengan usaha yang akan dilaksanakan. Begitu juga penyerahan modal
musyarakah dalam dilakukan secara bertahap atau secara sekaligus. Jika penyerahan modal dilakukan
secara bertahap dari besarnya modal dalam akad yang disepakati, maka timbul kewajiban komitmen
Investasi musyarakah dengan tujuan bahwa Lembaga Keuangan Syariah memiliki komitmen yang tidak
dapat dibatalkan oleh salah satu pihak atas penyerahan modal yang akan dipergunakan sebagai usaha
bersama (syirkah).
Contoh : 8-3
Tanggal 01 Agustus 2008 pada saat pembiayaan musyarakah disetujui dan disepakati oleh
Amirullah, LKS Anugrah Gusti mempunyai kewajiban yang berupa komitmen atas Investasi
Musyarakah sebesar Rp90.000.000,00.

BAB VIII. Akuntansi Musyarakah | 405


Dengan disepakati musyarakah ini, maka Lembaga Keuangan Syariah sebagai penyediaan modal
memiliki kewajiban komitmen, sehingga perlu dilakukan jurnal komitmen (rekening administratif):
Dr. Kontra komitmen Investasi Musyarakah Rp90.000.000,00
Cr. Kewajiban Komitmen Investasi Musyarakah Rp90.000.000,00
Dengan adanya persetujuan pembiayaan musyarakah dan jurnal transaksi tersebut, akun komitmen
(rekening administratif) LKS Anugrah Gusti menunjukkan sebagai berikut:

KEWAJIBAN KOMITMEN INVESTASI MUSYARAKAH


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
01/08 Amirullah 90.000.000
Saldo 90.000.000
90.000.000 90.000.000
Pertimbangan lain dilakukannya pencatatan dalam kewajiban komitmen adalah modal musyarakah
dapat dilakukan penyerahan modal bertahap sesuai kebutuhannya dan usaha musyarakah dikatakan mulai
berjalan jika seluruh modal telah diserahkan kepada mitra aktif sebagai pengelola untuk melaksanakan
kegiatannya.
Sesuai karakteristiknya, modal musyarakah dapat diserahkan dalam bentuk uang tunai (modal kas)
dan aset (modal non kas) yang dapat menunjang kebutuhan usaha musyarakah (modal non kas).
1) Penyerahan modal musyarakah dalam bentuk kas
Jika modal musyarakah diserahkan dalam bentuk uang tunai (kas) atau setara kas lainnya dalam
PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah, mengatur tentang pengakuan dan pengukuran investasi
musyarakah (paragraf 27,28.a) sebagai berikut:
27. Investasi musyarakah diakui pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset nonkas kepada mitra aktif
musyarakah.
28. Pengukuran investasi musyarakah:
(a) dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang dibayarkan; dan
Jadi penyerahan modal musyarakah dalam bentuk modal kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan
atau diserahkan oleh mitra pasif kepada mitra aktif.
Contoh : 8-4
Tanggal 15 Agustus 2008 LKS Anugrah Gusti sebagai mitra pasif menyerahkan modal dalam
bentuk uang tunai kepada Amirullah sebagai pengelola usaha sebesar Rp36.000.000,00.
Atas penyerahan modal kas kepada mitra aktif pengelola, maka LKS Anugrah Gusti sebagai mitra
pasif melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Investasi Musyarakah Rp36.000.000,00
Cr. Kas/Rekening syirkah Rp36.000.000,00
Dr. Kewajiban Komitmen Invest Musy. Rp36.000.000,00
Cr. Kontra komitmen Investasi Musyarakah Rp36.000.000,00
Dengan jurnal transaksi di atas akan mengakibatkan perubahan posisi akun dan neraca pada LKS
Anugrah Gusti sebagai berikut:
KEWAJIBAN KOMITMEN INVESTASI MUSYARAKAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/08 Penyerahan modal 36.000.000 01/08 Amirullah 90.000.000
Saldo 54.000.000
90.000.000 90.000.000

406 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


INVESTASI MUSYARAKAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/08 Amirullah 36.000.000
Saldo 36.000.000
36.000.000 36.000.000

NERACA
Per 15 Agustus 2008
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Investasi Musyarakah 36.000.000

2) Penyerahan modal musyarakah dalam bentuk non kas


Penyerahan modal non kas adalah penyerahan modal musyarakah dalam bentuk barang/aset (non
kas) yang berkaitan dan bermanfaat dalam menjalankan kegiatan usaha musyarakah tersebut. Jika
penyerahan modal musyarakah dilakukan dalam bentuk non kas/aset yang bermanfaat dan berkaitan
dengan usaha musyarakah tersebut, maka harus diukur dengan nilai wajar saat penyerahan, sebagaimana
diatur dalam PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah (paragraf 27, 28.b) sebagai berikut:
27. Investasi musyarakah diakui pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset nonkas kepada mitra aktif
musyarakah.
28. Pengukuran investasi musyarakah:
(b) dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan jika terdapat selisih antara nilai wajar dan
nilai tercatat aset nonkas, maka selisih tersebut diakui sebagai:
(i) keuntungan tangguhan dan diamortisasi selama masa akad; atau
(ii) kerugian pada saat terjadinya.
Oleh karena penyarahan modal non kas (barang) diukur dengan nilai wajar saat penyerahan,
sedangkan modal non kas (barang/aset) memiliki nilai tercatat atau harga perolehan, maka kemungkinan
yang terjadi adalah:
a) Nilai wajar saat penyerahan sama dengan nilai tercatat modal non kas (barang)
b) Nilai wajar saat penyerahan lebih rendah dari nilai tercatat modal non kas (barang)
c) Nilai wajar saat penyerahan lebih tinggi dari nilai tercatat modal non kas (barang)
a) Nilai wajar saat penyerahan sama dengan nilai tercatat modal musyarakah non kas
Dari ketentuan di atas dijelaskan bahwa penyerahan modal non kas/aset diakui sebesar nilai wajar
saat penyerahan, sehingga dapat terjadi ada perbedaan atau sama antara nilai wajar saat penyerahan dengan
nilai tercatatnya. Jika nilai wajar sama dengan nilai tercatat maka tidak terjadi kerugian atau keuntungan
atas penyerahan modal non kas tersebut.
Contoh: 8 - 5
Tanggal 20 Agustus 2008 LKS Anugrah Gusti menyerahkan modal non kas/aset berupa mesin
pemintal “Yamato” dengan nilai sebesar Rp30.000.000,00 (nilai wajar saat penyerahan) dan mesin
tersebut tercatat dalam pembukuan LKS Anugrah Gusti sebesar Rp30.000.000,00.
Atas penyerahan modal non kas/aset kepada mitra aktif pengelola, maka LKS Anugrah Gusti
melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Investasi Musyarakah Rp30.000.000,00
Cr. Persediaan / Aset Musyarakah Rp30.000.000,00

BAB VIII. Akuntansi Musyarakah | 407


b). Nilai wajar saat penyerahan lebih rendah dari nilai tercatat modal musyarakah non kas
Kemungkinan lain yang terjadi dalam penyerahan modal non kas adalah nilai wajar lebih rendah dari
nilai tercatatnya. Jika penyerahan modal non kas/aset oleh mitra pasif kepada mitra aktif penggelola, nilai
wajar saat penyerahan lebih kecil dari nilai tercatatnya, maka selisihnya diakui sebagai “Kerugian
Penyerahan Aset Musyarakah” saat terjadinya. Hal ini sesuai dengan PSAK 106 tentang Akuntansi
Musyarakah yang mengatur (paragraf 28.b) sebagai berikut:
28. Pengukuran investasi musyarakah:
(b) dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan jika terdapat selisih antara nilai wajar dan
nilai tercatat aset nonkas, maka selisih tersebut diakui sebagai:
(i) keuntungan tangguhan dan diamortisasi selama masa akad; atau
(ii) kerugian pada saat terjadinya.
Jadi kerugian yang timbul atas penyerahan modal non kas diakui sebagai kerugian yang terjadinya.
Contoh: 8-6
Tanggal 20 Agustus 2008 LKS Anugrah Gusti menyerahkan modal non kas/aset berupa mesin
pemintal “Yamato” dengan nilai sebesar Rp30.000.000,00 (nilai wajar saat penyerahan) dan mesin
tersebut tercatat dalam pembukuan LKS Anugrah Gusti sebesar Rp32.500.000,00.
Atas penyerahan modal non kas / aset dengan nilai wajar lebih rendah dari nilai tercatatnya kepada
mitra aktif pengelola, maka LKS Anugrah Gusti melakukan jurnal sebagai berikut:
(1) Dr. Investasi Musyarakah Rp30.000.000,00
Dr. Kerugian penyerahan Aset Musyarakah Rp 2.500.000,00
Cr. Persediaan / Aset Musyarakah Rp32.500.000,00
(2) Dr. Kewajiban Komitmen Investasi Musyarakah Rp30.000.000,00
Cr. Kontra komitmen investasi Musyarakah Rp30.000.000,00
Dengan jurnal transaksi di atas mengakibatkan perubahan posisi akun-akun dan neraca LKS
Anugrah Gusti sebagai berikut:
KEWAJIBAN KOMITMEN INVESTASI MUSYARAKAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/08 Penyerahan modal kas 36.000.000 01/08 Amirullah 90.000.000
20/08 Penyerahan mesin 30.000.000
Saldo 24.000.000
90.000.000 90.000.000

INVESTASI MUSYARAKAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/08 Amirullah 36.000.000
20/08 Amirullah 30.000.000
Saldo 66.000.000
66.000.000 66.000.000

KERUGIAN PENYERAHAN ASET MUSYARAKAH


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
20/08 Penyerahan mesin 2.500.000

408 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


NERACA
Per 20 Agustus 2008
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Investasi Musyarakah (kas) 36.000.000


Investasi Musyarakah (non kas) 30.000.000

c) Nilai wajar saat penyerahan lebih tinggi dari nilai tercatat modal musyarakah non kas
Kemungkinan lain yang terjadi dalam penyerahan modal non kas / aset adalah nilai wajar lebih
tinggi dari nilai tercatatnya, sehingga terjadi keuntungan. Jika penyerahan modal musyarakah non kas /
aset oleh LKS sebagai mitra pasif kepada mitra aktif pengelola nilai wajar saat penyerahan lebih tinggi dari
nilai tercatatnya, maka selisihnya diakuai sebagai “Keuntungan Musyarakah Tangguhan” dan amortisasi
selama jangka waktu akad. Hal tersebut sesuai dengan PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah yang
mengatur (paragraf 28.b) sebagai berikut:
28. Pengukuran investasi musyarakah:
(b) dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan jika terdapat selisih antara nilai wajar dan
nilai tercatat aset nonkas, maka selisih tersebut diakui sebagai:
(i) keuntungan tangguhan dan diamortisasi selama masa akad; atau
(ii) kerugian pada saat terjadinya.
Akibat dari nilai wajar lebih besar dari nilai tercatatnya, maka keuntungan yang timbul atas
penyerahan modal musyarakah non kas diakui sebagai keuntungan tangguhan dan diamortisasi selama
jangka waktu akad.
Contoh : 8 -7
Tanggal 25 Agustus 2008 LKS Anugrah Gusti menyerahkan modal non kas/aset berupa mesin
tenun “Yanmar” dengan nilai sebesar Rp24.000.000,00 (nilai wajar saat penyerahan) dan mesin
tersebut tercatat dalam pembukuan LKS Anugrah Gusti sebesar Rp18.000.000,00.
Atas penyerahan modal musyarakah non kas tersebut, LKS Anugrah Gusti sebagai mitra pasif
melakukan jurnal sebagai berikut:
(1) Dr. Investasi Musyarakah Rp24.000.000,00
Cr. Persediaan / Aset Musyarakah Rp18.000.000,00
Cr. Keuntungan Musyarakah Tangguhan Rp 6.000.000,00
(2) Dr. Kewajiban Komitmen Investasi Musy Rp24.000.000,00
Cr. Kontra Komitmen Investasi Musyarakah Rp24.000.000,00
Dengan jurnal transaksi di atas mengakibatkan perubahan posisi akun-akun dan neraca LKS
Anugrah Gusti sebagai berikut:
KEWAJIBAN KOMITMEN INVESTASI MUSYARAKAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/08 Penyerahan modal kas 36.000.000 01/08 Amirullah 90.000.000
20/08 Penyerahan mesin 30.000.000
25/08 Penyerahan mesin 24.000.000
Saldo 00
90.000.000 90.000.000

BAB VIII. Akuntansi Musyarakah | 409


INVESTASI MUSYARAKAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/08 Amirullah 36.000.000
20/08 Amirullah 30.000.000
25/08 Amirullah 24.000.000
Saldo 90.000.000
90.000.000 90.000.000

KEUNTUNGAN MUSYARAKAH TANGGUHAN


Debet
Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/08 Penyerahan mesin 6.000.000
Saldo 6.000.000
6.000.000 6.000.000

NERACA
Per 25 Agustus 2008
Aktiva pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Investasi Musyarakah (kas) 36.000.000

Investasi Musyarakah (non kas) 54.000.000


Keuntungan Musyarakah Tangguhan (6.000.000)
Keuntungan Musyarakah Tangguhan atas penyerahan modal musyarakah non kas/aset sebesar
Rp6.000.000,00 tersebut, oleh LKS Anugrah Gusti dilakukan amortisasi selama jangka waktu akad
( misalnya 24 bulan). Oleh karena itu amortisasi Keuntungan Musyarakah Tangguhan adalah :
Rp6.000.000: 24 = Rp250.000,00.
Atas amortisasi Keutungan Musyarakah Tangguhan tersebut LKS Anugrah Gusti melakukan jurnal
sebagai berikut:
Dr. Keuntungan Musyarakah Tangguhan Rp250.000,00
Cr. Keuntungan Penyerahan Aset Musyarakah Rp250.000,00
Dengan jurnal transaksi tersebut akan mengakibatkan perubahan posisi akun-akun dan neraca LKS
Anugrah Gusti sebagai berikut:
KEUNTUNGAN MUSYARAKAH TANGGUHAN
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
30/08 Amortisasi 1 250.000 25/08 Penyerahan mesin 6.000.000
Saldo 5.750.000
6.000.000 6.000.000

KEUNTUNGAN PENYERAHAN ASET MUSYARAKAH


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
30/08 Amortisasi 1 250.000
Saldo 250.000
250.000 250.000

410 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


NERACA
Per 30 Agustus 2008
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Investasi Musyarakah (kas) 36.000.000
Investasi Musyarakah (non kas) 54.000.000
Keuntungan Msy Tangguhan (5.750.000)

d). Penyusutan Modal Musyarakah non kas / Aset Musyarakah


Salah satu penyebab penurunan nilai investasi musyarakah, khususnya investasi musyarakah atas
penyerahan modal non kas/aset musyarakah, adalah penurunan nilai atas penyusutan (pengurangan nilai)
dari aset yang bersangkutan. Pada prinsipnya yang harus menanggung beban penyusutan adalah mitra pasif
sebagai pemilik modal non kas dan merupakan pengurang dari investasi musyarakah. Hal ini sesuai dengan
PSAK 106 paragraf 29 yang menjelaskan sebagai berikut:
29. Investasi musyarakah nonkas yang diukur dengan nilai wajar aset yang diserahkan akan berkurang
nilainya sebesar beban penyusutan atas aset yang diserahkan dikurangi dengan amortisasi keuntungan
tangguhan.
Namun demikian untuk modal musyarakah non kas yang tidak mungkin dikembalikan kepada mitra pasif
sebagai pemilik modal musyarakah non kas misalnya modal musyarakah non kas berupa barang dagangan
(atau barang persediaan), maka mitra pasif sebagai pemilik modal musyarakah tidak memperhitungkan
beban penyusutan. Disisi lain dalam PSAK 106 paragraf 19 (akuntansi mitra aktif) mempertegas sbb:
19. Penerimaan dana musyarakah dari mitra pasif (misalnya, bank syariah) diakui sebagai investasi
musyarakah dan di sisi lain sebagai dana syirkah temporer sebesar:
(a) dana dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang diterima; dan
(b) dana dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan disusutkan selama masa akad atau
selama umur ekonomis apabila aset tersebut tidak akan dikembalikan kepada mitra pasif.
Dari ketentuan di atas dapat diketahui siapa yang menanggung biaya penurunan nilai (penyusutan)
aset musyarakah, sebagaimana disepakati pada awal akad. Jika modal musyarakah non kas sepakat untuk
tidak dikembalikan maka biaya penurunan nilai akan diperhitungkan dalam perhitungan bagi hasil oleh
mitra aktif pengelola, tetapi jika modal musyarakah non kas sepakat untuk dikembalikan kepada
pemiliknya (mitra pasif) maka biaya penurunan nilai (penyusutan) aset musyarakah tersebut menjadi beban
dari mitra pasif, sehingga hal ini dapat mengakibatkan nisbah untuk mitra pasif minta lebih besar
1). Jika modal musyarakah non kas / aset musyarakah sepakat untuk dikembalikan oleh mitra
aktif pengelola kepada mitra pasif.
Umumnya modal non kas / aset yang dikembalikan oleh mitra aktif pengelola kepada mitra pasif
sebagai pemilik modal adalah modal non kas / aset berwujud (fixed asset) yang dapat dipergunakan selama
periode usaha musyarakah (dimungkinkan untuk dikembalikan), misalnya mobil, pabrik dan sebagainya.
Jika modal non kas/aset dikembalikan maka yang menanggung penurunan nilai investasi musyarakah
akibat penyusutan adalah pemilik modal non kas dan beban penurunan nilai tersebut mengurangi nilai
investasi. Oleh karena itu dengan kesepakatan modal non kas/aset dikembalikan, oleh pemilik modal non
kas/aset diperhitungkan dalam menentukan besarnya nisbah bagi hasil untuknya (nisbahnya lebih besar
dibandingkan jika aset tidak dikembalikan).
Contoh : 8 - 8
(a). Dari contoh di atas penyerahan modal dilakukan dalam bentuk non kas berupa :
Mesin pemintal “Yamato“ (lihat contoh : 8-5) Rp30.000.000,00
Mesin tenun “Yanmar” (lihat contoh : 8-7) Rp24.000.000,00
-------------------
Jumlah modal musyarakah non kas Rp54.000.000,00

BAB VIII. Akuntansi Musyarakah | 411


(b).. Jangka waktu akad musyarakah selama 24 bulan, maka penurunan nilai akibat penyusutan
modal non kas /aset dengan mempergunakan garis lurus yaitu:
Mesin pemintal “Yamato” : ( 30.000.000 – 0 ) / 24 = Rp1.250.000,00
Mesin tenun “Yanmar” : ( 24.000.000 – 0 ) / 24 = Rp1.000.000,00
-----------------------
Jumlah penurunan nilai (penyusutan) Rp2.250.000,00
Atas penyusutan modal mudyarakah non kas (barang) tersebut, LKS sebagai mitra pasif melakukan
jurnal sebagai berikut :
(1). Penyusutan mesin pemintal “Yamato” dilakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Biaya penurunan nilai (penyusutan)
aset musyarakah (modal non kas) Rp1.250.000,00
Cr. Akumulasi penurunan nilai (peyusutan)
aset musyarakah (modal non kas) Rp1.250.000,00
(2). Penyusutan mesin tenun “yanmar” dilakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Biaya penurunan nilai (penyusutan)
aset musyarakah (modal non kas) Rp1.000.000,00
Cr. Akumulasi penurunan nilai (peyusutan)
aset musyarakah (modal non kas) Rp1.000.000,00
“Beban penurunan nilai investasi musyarakah” atau “beban penyusutan modal non kas” yang
merupakan cerminan dari beban penyusutan modal musyarakah non kas (aset musyarakah yang diserahkan
untuk modal usaha musyarakah) disajikan sebagai pngurang dari “pendapatan bagi hasil musyarakah”.
Sedangkan “akumulasi penurunan nilai investasi musyarakah” atau “akumulasi penyusutan” yang
merupakan cerminan penjumlah / akumulasi penyusutan aset yang dipergunakan sebagai modal
musyarakah disajikan sebagi pengurang (offsetting account) dari Investasi Musyarakah (non kas). Penyajian ini
dimaksudkan untuk mengetahui berapa nilai awal investasi musyarakah, berapa penurunanan nilai yang
terjadi dan berapa nilai bersih dari investasi musyarakah (non kas).
Dengan adanya jurnal transaksi di atas mengakibatkan perubahan posisi akun-akun dan neraca LKS
Anugrah Gusti sebagai berikut:

AKUMULASI PENURUNAN NILAI (PENYUSUTAN) ASET MUSYARAKAH


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
30/08 Mesin pemintal 1.250.000
30/08 Mesin tenun 1.000.000
Saldo 2.250.000
2.250.000 2.250.000

NERACA
Per 30 Agustus 2008
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Investasi Musyarakah (kas) 36.000.000
Investasi Musyarakah (non kas) 54.000.000
Akumulasi penurunan nilai (2.250.000)
Keuntungan Musyarakah Tangguhan
(5.750.000)

412 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


2). Jika modal musyarakah non kas/aset musyarakah sepakat untuk tidak dikembalikan oleh
mitra aktif pengelola kepada mitra pasif
Umumnya modal non kas/aset yang tidak kembalikan oleh mitra aktif pengelola kepada
pemodal/mitra adalah modal non kas/aset yang habis dipergunakan selama dalam proses usaha, misalnya
barang baku (inventory). Jika modal non kas/aset sepakat tidak dikembalikan oleh mitra aktif pengelola
kepada pemilik modal, maka penurunan nilai akibat penyusutan (jika ada) perhitungkan dalam pembagian
hasil usaha yang dilakukan oleh mitra aktif sebagai pengelola sebelum dibagi kepada pihak yang berhak.
Bagi mitra pasif sebagai pemilik modal non kas yang sepakat modal non kas/aset miliknya tidak
dikembalikan oleh mitra aktif pengelola, maka porsi pembagian hasil usaha lebih kecil dibandingkan jika
modal non kas/aset sepakat untuk dikembalikan. Oleh karena modal non kas / aset musyarakah tidak
dikembalikan maka bagi mitra pasif sebagai pemilik aset musyarakah tidak melakukan jurnal atau atau
pembukuan atas penurunan nilai akibat penyusutan tersebut.
C. Pengukuran Modal Musyarakah Non Kas
Dari investasi yang dilakukan perlu diketahui nilai bersih investasinya, yaitu dengan
memperhitungan bagi hasil yang diterima, keuntungan penyerahan aset musyarakah, kerugian musyarakah
yang terjadi dan juga akibat penurunan nilai modal non kas/aset musyarakah yang dipergunakan dalam
usaha tersebut. Dalam PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah menjelaskan pengukuran investasi
musyarakah sebagai berikut:
29. Investasi musyarakah nonkas yang diukur dengan nilai wajar aset yang diserahkan akan berkurang
nilainya sebesar beban penyusutan atas aset yang diserahkan dikurangi dengan amortisasi keuntungan
tangguhan.
Dari ketentuan ini dapat dilihat bahwa investasi musyarakah nilainya akan berkurang dengan biaya
penyusutan setelah dikurangi dengan amortisasi keuntungan tangguhan. Jadi biaya penyusutan modal
musyarakah non kas (barang) menjadi beban pemilik modal musyarakah non kas. Berdasarkan transaksi-
transaksi yang telah dibahas di atas, investasi musyarakah yang dilakukan oleh LKS Anugrah Gusti dapat
diketahui pengukuran investasi musyarakah sebagai berikut:
Modal musyarakah non kas awal akad :
Mesin pemintal “Yamato” Rp30.000.000,00
Mesin tenun “Yanmar” Rp24.000.000,00
----------------------
Jumlah modal musyarakah non kas Rp54.000.000,00
Penurunan nilai (penyusutan modal non kas):
Mesin pemintal “Yamato” Rp1.250.000,00
Mesin tenun “Yanmar” Rp1.000.000,00
--------------------
Jumlah beban penyusutan Rp2.250.000,00
Amortisasi keuntungan tangguhan (Rp 250.000,00)
---------------------
Jumlah pengurang nilai investasi Rp 2.000.000,00
-----------------------
Rp52.000.000,00
Kerugian investasi musyarakah (jika ada) (Rp ----- )
-----------------------
Nilai bersih investasi musyarakah non kas (akhir) Rp52.000.000,00
===========

BAB VIII. Akuntansi Musyarakah | 413


8.3.3 Selama Akad
Selama akad musyarakah berlangsung mitra yang satu dapat mengembalikan atau mengalihkan
modal musyarakah kepada mitra yang lain. Dalam praktek nasabah sebagai mitra aktif pengelola secara
bertahap mengembalikan modal musyarakah milik Lembaga Keuangan Syariah sebagai mitra pasif, sesuai
kesepakatan diawal akad. Oleh karena itu dalam pembiayaan musyarakah Lembaga Keuangan Syariah
memberikan jadwal pengembalian modal musyarakah (khususnya musyarakah menurun) kepada nasabah
sebagai mitra aktif. Dalam pembiayaan musyarakah tidak pernah ada jadwal pembayaran besarnnya bagi
hasil (nominal) kepada mitra aktif pengelola, karena secara prinsip bagi hasil hanya dapat diketahui jika
usaha musyarakah tersebut sudah berjalan. Dari segi akuntansi cara pengembalian atau pengalihan modal
musyarakah, apakah dilakukan secara bertahap (musyarakah menurun) atau dilakukan pada akhir akad
(musyarakah permanen), memiliki aturan atau ketentuan masing-masing, khususnya yang berkaitan dengan
pengembalian modal musyarakah non kas atau aset musyarakah. Dalam PSAK 106 telah dibahas
ketentuan pengalihan modal musyarakah baik yang dilakukan secara bertahap (musyrakah menurun)
maupun yang dilakukan pada akhir akad (musyarakah permanen).
A. Musyarakah Permanen
Dalam musyarakah permanen kontribusi modal masing-masing mitra sama sampai akhir akad
(dalam contoh di atas kontribusi modal musyarakah oleh LKS Anugrah Gusti sebesar 70% dan Amirullah
sebesar 30% tetap sampai akhir akad), oleh karena itu pengembalian modal musyarakah dari mitra aktif
pengelola kepada masing-masing mitra dilakukan pada akhir akad. Dalam PSAK 106 tentang Akuntansi
Musyarakah diatur, mengatur akuntansi musyarakah permanen selama akad berlangsung (paragraf 31)
sebagai berikut:
31. Bagian mitra pasif atas investasi musyarakah dengan pengembalian dana mitra di akhir akad dinilai
sebesar:
(a) jumlah kas yang dibayarkan untuk usaha musyarakah pada awal akad dikurangi dengan
kerugian (apabila ada); atau
(b) nilai wajar aset musyarakah nonkas pada saat penyerahan untuk usaha musyarakah
setelah dikurangi penyusutan dan kerugian (apabila ada).
Pengembalian modal musyarakah dari mitra aktif kepada mitra pasif dalam musyarakah permanen
dilakukan dalam bentuk kas dan dalam bentuk non kas sesuai penyerahan modal awal yaitu dalam bentuk
modal kas dan non kas.
1) Pengalihan dalam bentuk uang tunai
Jika pengembalian modal musyarakah kas dilakukan oleh mitra aktif pengelola kepada mitra pasif
pada akhir akad musyarakah, maka dalam PSAK 106 tentang akuntansi musyarakah menjelaskan sebagai
berikut:
31. Bagian mitra pasif atas investasi musyarakah dengan pengembalian dana mitra di akhir akad dinilai
sebesar:
(a) jumlah kas yang dibayarkan untuk usaha musyarakah pada awal akad dikurangi dengan
kerugian (apabila ada); atau
Jadi sesuai ketentuan tersebut di atas pengembalian kepada mitra pasif untuk musyarakah permanen
dinilai sebesar kas yang dibayar diawal dikurangi dengan kerugian yang menjadi beban mitra pasif (bila ada),
yaitu kerugian yang diakibatkan bukan kesalahan mitra aktif pengelola.
Contoh : 8 - 9
Tanggal 25 Agustus 2010 diterima oleh LKS Anugrah Gusti pengembalian modal musyarakah
sebesar Rp36.000.000,00 dari Amirullah sebagai mitra aktif pengelola.
Atas penurunan modal musyarakah milik LKS Anugrah Gusti dengan cara mengalihkan kepada
mitra musyarakah lainnya (Amirullah) tersebut, oleh LKS Anugrah Gusti sebagai mitra pasif melakukan
jurnal

414 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Dr. Kas/Rekening syirkah Rp36.000.000
Cr. Investasi Musyarakah Rp36.000.000
Atas transaksi tersebut mengakibat perubahan posisi akun dan laporan keuangan sebagai berikut:

INVESTASI MUSYARAKAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/08 Amirullah 36.000.000 25/08 Pengalihan modal 36.000.000
20/08 Amirullah 30.000.000
25/08 Amirullah 24.000.000 Saldo 54.000.000
90.000.000 90.000.000

NERACA
Per 25 Agustus 2010
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Investasi Musyarakah (kas) 00
Investasi Musyarakah (non kas) 54.000.000
Akumulasi penyusutan (non kas) (51.750.000)
Keuntungan Musyarakah Tangguhan (00)

2) Pengembalian modal musyarakah non kas (disepakati dikembalikan)


Pengalihan atau pengembalian modal non kas (barang) merupakan pengembalian modal non kas
(barang) yang pada awal diserahkan sebagai modal musyarakah. Dalam PSAK 106 tentang Akuntansi
Musyarakah diatur pengalihan modal non kas dari mitra aktif ke mitra pasif sebagai berikut:
31. Bagian mitra pasif atas investasi musyarakah dengan pengembalian dana mitra di akhir akad dinilai
sebesar:
(b) nilai wajar aset musyarakah nonkas pada saat penyerahan untuk usaha musyarakah
setelah dikurangi penyusutan dan kerugian (apabila ada).
Berdasarkan ketentuan tersebut maka pengalihan modal musyarakah non kas dari mitra pasif ke
mitra aktif diakui sebesar nilai wajar saat penyerahan.dikurangi penyusutan dan kerugian yang menjadi
beban mitra pasif. dari ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa beban penyusutan ditanggung oleh
mitra pasif, oleh karena itu modal musyarakah non kas memiliki nilai buku atau nilai tercatat yaitu harga
perolehan dikurangi dengan akumulasi penyusutannya. Jika dalam penerimaan kembali modal non
kas/aset musyarakah mempergunakan nilai wajar atau nilai pasar saat diterima kembali oleh mitra pasif
(karena nantinya dapat dijual lagi) maka dapat terjadi perbedaan dengan nilai tercatatnya.
a. Jika nilai wajar pengalihan/pengembalian modal non kas lebih kecil dari nilai tercatat
Jika disepakati aset musyarakah (modal musyarakah non kas) dikembalikan oleh mitra aktif
pengelola dan saat penyerahan kembali tersebut nilai wajar aset musyarakah lebih kecil dari nilai
tercatatnya, sehingga terjadi kerugian. Jika terjadi demikian maka selisih nilai wajar saat penyerahan dengan
nilai tercatatnya diakui sebagai Kerugian Pengembalian Aset Musyarakah saat terjadinya.
Contoh 8 – 10
Menjelang berakhirnya akad musyarakah, LKS Anugrah Gusti sebagai mitra pasif menerima
kembali dari Amirullah sebagai mitra aktif pengelola, modal musyarakah non kas berupa mesin
pemintal “Yamato” nilai wajar saat penyerahan Rp500.000,00 dengan nilai buku/tercatat sebagai
berikut:
Nilai perolehan mesin pemintal “Yamato” Rp30.000.000,00
Akumulasi penyusutan (s.d. bulan ke 23) Rp28.750.000,00
-----------------------
Nilai buku (tercatat) modal non kas / aset musyarakah Rp 1.250.000,00

BAB VIII. Akuntansi Musyarakah | 415


Pengembalian modal musyarakah non kas dengan nilai wajar lebih rendah dari nilai historis akan
mengakibatkan timbul kerugian (penurunan nilai investasi). Oleh karena itu LKS akan melakukan jurnal
sebagai berikut:
Dr. Persediaan / Aset Musyarakah Rp 500.000
Dr. Akumulasi penyusutan Rp28.750.000
Dr. Kerugian Pengembalian Aset Musyarakah Rp 750.000
Cr. Investasi Musyarakah (non kas) Rp30.000.000
a. Jika nilai wajar pengalihan/pengembalian modal non kas lebih besar dari nilai tercatat
Jika aset musyarakah (modal musyarakah non kas) sepakat dikembalikan oleh mitra aktif pengelola
dan nilai wajar saat penyerahan lebih besar dari nilai tercatatnya, maka selisih nilai wajar saat penyerahan
aset musyarakah (modal musyarakah non kas) dengan nilai tercatatnya diakui sebagai “Keuntungan
Pengembalian Aset Musyarakah”.
Contoh 8 – 11
Menjelang berakhirnya akad musyarakah, LKS Anugrah Gusti sebagai mitra pasif menerima
kembali dari Amirullah sebagai mitra aktif pengelola, modal musyarakah non kas berupa mesin
tenun “Yanmar” dengan nilai wajar saat penerimaan sebesar Rp2.500.000. Sedangkan nilai tercatat
mesin tenun “Yanmar” sebagai berikut:
Nilai perolehan mesin tenun “Yanmar” Rp24.000.000,00
Akumulasi penyusutan (s.d. bulan ke 23) Rp23.000.000,00
-----------------------
Nilai buku (tercatat) modal non kas/aset musyarakah Rp 1.000.000,00
Penerimaan kembali modal musyarakah non kas dengan nilai wajar lebih tinggi dari nilai historis
mengakibatkan keuntungan. Oleh karena itu LKS melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Aset Rp 2.500.000,00
Dr. Akumulasi penyusutan Rp23.000.000,00
Cr. Keuntungan Penngembalian Aset Msy Rp 1.500.000,00
Cr. Investasi Musyarakah Rp24.000.000,00
Dari jurnal transaksi pengembalian modal musyarakah kas dan non kas (mesin pemintal ”Yamto”
dan mesin tenun ”Yanmar”) akan mengakibatkan perubahan akun-akun dan laporan posisi keuangan
(neraca) sebagai berikut:
INVESTASI MUSYARAKAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/08 Amirullah 36.000.000 25/08 Pengembalian kas 36.000.000
20/08 Amirullah 30.000.000 25/08 Pengembalian non kas 30.000.000
25/08 Amirullah 24.000.000 25/08 Pengembalian non kas 24.000.000
Saldo 00
90.000.000 90.000.000

NERACA
Per 25 Agustus 2010
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Investasi Musyarakah (kas) 00
Investasi Musyarakah (non kas) 00
Akumulasi penyusutan (non kas) (00)
Keuntungan Musyarakah Tangguhan (00)

416 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Dari ilustrasi transaksi-transaksi sebelumnya, maka pada akhir akad investasi musyarakah yang
dilakukan oleh LKS Anugrah Gusti, khususnya modal non kas / aset musyarakah menunjukkan data
sebagai berikut:
Modal musyarakah non kas (Mesin pemintal “Yamato”)
Nilai wajar saat penyerahan” Rp30.000.000,00
Penurunan nilai (penyusutan modal non kas):
Akumulasi Penyusutan (s.d. bulan 23) Rp28.750.000,00
Amortisasi keuntungan tangguhan (Rp 00,00 )
-----------------------
Jumlah pengurang nilai investasi Rp 28.750.000,00
----------------------
Rp 1.250.000,00
Kerugian pengembalian aset musyarakah Rp 750.000,00
----------------------
Nilai bersih investasi musyarakah Rp 500.000,00
==========
Modal musyarakah non kas (mesin tenun “Yanmar”) :
Nilai wajar saat penyerahan Rp24.000.000,00
Penurunan nilai (penyusutan modal non kas):
Akumulasi penyusutan (sd bulan 23) Rp23.000.000,00
Amortisasi keuntungan tangguhan (Rp 6.000.000,00)
-----------------------
Jumlah pengurang nilai investasi (Rp17.00.000,00)
----------------------
Rp 7.000.000,00
Keuntungan pengembalian aset musyarakah Rp 1.500.000,00
----------------------
Nilai bersih investasi musyarakah Rp 8.500.000,00
==========
B. Musyarakah Menurun
Salah satu jenis musyarakah adalah musyarakah menurun yaitu jika mitra aktif secara bertahap
mengembalikan modal milik mitra pasif sehingga pada akhir akad seluruh modal musyarakah menjadi
milik mitra aktif. Pengalihan modal musyarakah dari mitra pasif kepada mitra aktif atau pengembalian
modal musyarakah milik LKS Anugrah Gusti sebagai mitra pasif oleh Amirullah sebagai mitra aktif
dilakukan sesuai kesepakatan awal (jadwal pengembalian modal pada awal akad), sehingga diharapkan pada
akhir akad seluruh modal musyarakah sudah menjadi miliki Amirullah sebagai mitra aktif. Dalam PSAK
106 tentang Akuntansi Musyarakah diatur, mengatur akuntansi musyarakah menurun selama akad
berlangsung (paragraf 31) sebagai berikut:
32. Bagian mitra pasif atas investasi musyarakah menurun (dengan pengembalian dana mitra secara
bertahap) dinilai sebesar jumlah kas yang dibayarkan untuk usaha musyarakah pada awal akad
dikurangi jumlah pengembalian dari mitra aktif dan kerugian (apabila ada).
Dalam pengembalian modal musyarakah menurun hanya diatur pengembalian modal musyarakah
dalam bentuk uang tunai (kas). Pengembalian modal musyarakah non kas (barang) tidak diatur karena
pengembalian modal non kas baru dilakukan setelah akad berakhir karena masih dipergunakan dalam
usaha musyarakah.

BAB VIII. Akuntansi Musyarakah | 417


Contoh : 8 - 12
Tanggal 1 Nopember 2008, LKS Anugrah Gusti menerima kembali modal musyarakah sebesar
Rp25.000.000,00 dari Amirullah sebagai mitra aktif pengelola, dalam rangka pengalihan modal LKS
Anugrah Gusti ke Amirullah.
Atas pengalihan modal musyarakah kepada Amirullah sebagai mitra aktif, LKS Anugrah Gusti
sebagai mitra pasif melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas/Rekening syirkah Rp25.000.000
Cr. Investasi Musyarakah Rp25.000.000
Dengan adanya jurnal transaksi di atas mengakibatkan perubahan posisi akun-akun dan neraca LKS
Anugrah Gusti sebagai berikut:
INVESTASI MUSYARAKAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/08 Amirullah 36.000.000 01/11 Pengembalian kas 25.000.000
20/08 Amirullah 30.000.000
25/08 Amirullah 24.000.000
Saldo 65.000.000
90.000.000 90.000.000

NERACA
Per 1 Nopember 2008
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Investasi Musyarakah (kas) 11.000.000


Investasi Musyarakah (non kas) 54.000.000
Akumulasi penyusutan (non kas) (2.250.000)
Keuntungan Msy Tangguhan (5.750.000)

Untuk musyarakah menurun pengembalian modal non kas (barang) baru dilakukan pada akhir akad
karena modal non kas yang berupa barang yang bermanfaat tersebut masih diperlukan selama dalam
proses produksi.

8.3.4 Pengakuan Hasil Usaha


Dalam PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah, mengatur keuntungan atau kerugian musyarakah
pada mitra pasif sebagai berikut:
34 Pendapatan usaha investasi musyarakah diakui sebagai pendapatan sebesar bagian mitra pasif sesuai
kesepakatan. Sedangkan kerugian investasi musyarakah diakui sesuai dengan porsi dana.
Standar pengukuran yang diungkapkan berbeda antara transaksi Investasi Musyarakah (tetap atau
menurun sampai kepemilikan) yang berakhir selama tahun buku, dengan yang berlanjut untuk lebih dari
suatu tahun buku. Dalam hal pertama, keuntungan dan kerugian diakui setelah likuidasi dan hal ini
merupakan penerapan asas Syariah tidak ada keuntungan yang dianggap berlaku terkecuali setelah
melindungi modal, yakni likuidasi yang menunjukkan suatu kelebihan dari modal (keuntungan) atau jika
kekurangan dari modal (kerugian). Kedua, jika transaksi Investasi Musyarakah berlanjut untuk lebih dari
satu tahun buku, maka pengakuan akan dibuat pada bagian masing-masing tahun buku dari keuntungan
atau kerugian dan sebanding dengan bagian terlikuidasi dari tahun buku tersebut, berdasarkan atas konsep
berjangka untuk tujuan membuat laporan keuangan dengan cara untuk mencapai tujuan (menentukan hak
dan kewajiban dari semua pihak bersangkutan).

418 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


A. Perlakuan hasil usaha musyarakah
Hasil usaha musyarakah dibagi sesuai nisbah yang telah disepakati pada awal akad, dan bagi hasil
yang diterima diakui sebagai pendapatan bagi hasil musyarakah. Sesuai karakternya hasil musyarakah baru
diketahui setelah usaha berjalan dan sesuai realisasinya. Oleh kerana itu jika pemilik modal (mitra pasif)
sudah memastikan bagi hasilnya (dengan memberikan jadwal pembayaran nominal bagi hasil kepada
pengelola) maka risiko sudah berada sepenuhnya pada mitra aktif pengelola, sehingga hal ini
menghilangkan karakter aau makna musyarakah.
Contoh : 8 - 13
Berdasarkan laporan yang diterima atas pengelolaan modal musyarakah, diperoleh bagi hasil sebesar
Rp5.000.000,00 dimana pembagian bagi hasil 30 untuk Amirullah dan 70 untuk Bank Syariah.
Jadi porsi bagi hasil milik bank syariah adalah : 70/100 x Rp5.000.000,00 = Rp3.500.000,00
(a) Apabila penerimaan pendapatan bagi hasil musyarakah - kas
Dr. Kas/Rekening syirkah Rp3.500.000,00
Cr. Pendapatan Bagi Hasil musyarakah Rp3.500.000,00
Karena pendapatan tersebut diterima kas, maka pendapatan tersebut merupakan unsur
pendapatan dalam pembagian hasil usaha.
(b) Apabila penerimaan pendapatan bagi hasil musyarakah - akrual
Dr. Pendapatan yadit Musyarakah Rp3.500.000,00
Cr. Pendapatan Bagi Hasil musyarakah Rp3.500.000,00
Oleh karena pendapatan tersebut belum diterima secara kas, hanya dalam pengakuan
saja maka pendapatan tersebut bukan sebagai unsur pendapatan dalam pembagian hasil usaha
(profit distribution) bank, dan akan menjadi unsur pendapatan dalam pembagian hasil usaha
setelah pendapatan tersebut diterima secara kas.
Pada saat diterima kas jurnal yang dilakukan adalah :
Dr. Rekening mitra/ kas/ kliring dsb Rp3.500.000,00
Cr Pendapatan yadit Musyarakah Rp3.500.000,00
Walaupun tidak ada pencatatan dalam pendapatan bank syariah karena, ada aliran kas
masuk atas pembayaran pendapatan musyarakah, maka jumlah atau aliran kas masuk tersebut
harus diperhitungan sebagai unsur pendapatan dalam pembagian hasil usaha.
B. Perlakuan Rugi Investasi Musyarakah
Musyarakah merupakan usaha yang dikelola bersama oleh pemilik modal dan sesuai ketentuan
Fatwa DSN jika terjadi kerugian dibagi kepada masing-masing pemodal sesuai dengan besarnya kontribusi
modal musyarakah yang diberikan.
Jika misalnya dalam periode Nopember terjadi kerugian sebesar Rp1.000.000,00 Maka kerugian
yang ditanggung oleh LKS hanya sebesar porsi modal musyarakah yaitu sebesar 60% x Rp1.000.000
= Rp600.000,00.
1) Rugi Investasi Musyarakah dalam satu periode pelaporan
Pengakuan kerugian musyarakah
Dr. Kerugian musyarakah Rp600.000,00
Cr. Investasi Musyarakah Rp600.000,00
2) Kerugian Investasi Musyarakah sebagai akibat kelalaian mitra
Pengakuan kerugian yang lebih tinggi dari modal mitra akibat kelalaian atau penyimpangan
mitra musyarakah.
Dr. Piutang mitra Rp1.000.000,00
Cr. Investasi Musyarakah Rp1.000.000,00

BAB VIII. Akuntansi Musyarakah | 419


8.3.5 Akhir Akad
Ketentuan yang diatur dalam “Akhir Akad” hanya sebatas ketentuan tentang modal musyrakah yang
telah jatuh tempo sampai dengan akhir akad belum dibayar atau belum dikembalikan seluruhnya oleh mitra
aktif sebagai pengelola. Dalam PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah mengatur akhir akad
musyarakah sebagai berikut:
33. Pada saat akad diakhiri, investasi musyarakah yang belum dikembalikan oleh mitra aktif diakui
sebagai piutang.
Pada saat akad berakhir, keuntungan yang belum diterima bank dari mitra musyarakah diakui
sebagai piutang musyarakah.
Apabila terjadi kerugian dalam musyarakah akibat kelalaian atau penyimpangan mitra musyarakah,
mitra yang melakukan kelalaian tersebut menanggung beban kerugian itu. Kerugian bank yang diakibatkan
kelalaian atau penyimpangan mitra tersebut diakui sebagai piutang musyarakah. Pada saat akad berakhir,
saldo Investasi Musyarakah yang belum diterima diakui sebagai piutang musyarakah.
Contoh : 8 - 14
Sesuai kesepakatan pada tanggal 25 Agustus 2010 (jatuh tempo akad musyarakah) sisa modal
musyarakah sebesar Rp11.000.000, harus dikembalikan oleh Amirullah sebagai mitra aktif namun
hingga tanggal jatuh tempo pembayaran Amirullah sebagai mitra aktif belum mengembalikan modal
tersebut.
Oleh karena hingga tanggal jatuh tempo mitra aktif belum membayar sisa kewajiban untuk
mengembalian modal musyarakah, maka LKS sebagai mitra pasif melakukan jurnal :
Dr. Piutang Mitra Rp11.000.000,00
Cr. Investasi Musyarakah Rp11.000.000,00
Atas jurnal tersebut akan mengakibatkan perubahan akun dan laporan posisi keuangan sebagai berikut:

INVESTASI MUSYARAKAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/08 Amirullah 36.000.000 01/11 Pengalihan modal kas 25.000.000
20/08 Amirullah 30.000.000 25/08 Pengalihan modal non kas 54.000.000
25/08 Amirullah 24.000.000 25/08 Angsuran jatuh tempo 11.000.000
Saldo 00
90.000.000 90.000.000

PIUTANG MITRA
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/08 Angsuran jatuh tempo 11.000.000
Saldo 11.000.000
11.000.000 11.000.000

NERACA
Per 25 Agustus 2010
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Investasi Musyarakah 00
Piutang Mitra 11.000.000

Jika pada tanggal 30 Agustus 2010 Amirullah melakukan pembayaran sisa kewajibannya atas
pengembalian modal musyarakah sebesar Rp11.000.000,00, maka LKS melakukan jurnal:
Dr. Kas / Rek Nasabah Rp11.000.000,00

420 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Cr. Piutang Mitra Rp11.000.000,00
Sehingga atas pembayaran kewajiban tersebut akan mengakibatkan perubahan posisi akun piutang
mitra dan laporan posisi keuangan sebagai berikut:

PIUTANG MITRA
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/08 Angsuran jatuh tempo 11.000.000 30/08 Pembayaran 11.000.000
Saldo 00
11.000.000 11.000.000

NERACA
Per 30 Agustus 2010
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Investasi Musyarakah 00
Piutang Mitra 00

8.4 Akuntansi Mitra Aktif (pemilik modal musyarakah)

Sesuai karakter musyarakah, bahwa masing-masing mitra memiliki kontribusi modal dalam usaha
musyarakah dan masing-masing mitra juga terlibat dalam melaksanakan usaha. Dalam prakteknya ada
mitra yang hanya menyerahkan modal saja dan tidak terlibat usaha, hal demikian disebut dengan mitra
pasif. Disamping itu mitra lain selain memiliki kontribusi modal juga mengelola usaha, hal demikian
disebut dengan mitra aktif. Jadi mitra aktif dapat memiliki dua peran (1) sebagai pemilik modal
musyarakah (2) sebagai pengelola.
Oleh karena harus dibuat catatan terpisah, maka dalam melakukan pencatatan akuntansi yang terkait
dengan penyerahan modal sendiri kepada usaha syirkah, harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang
berkaitan dengan akuntansi mitra pasif (pemodal saja), karena kedudukannya sama dengan penyetor modal
lain.
Dalam PSAK 59 tentang akuntansi Perbankan Syariah hanya mengatur akuntansi musyarakah dari
bank syariah sebagai mitra pasif, tidak mengatur tentang akuntansi dari segi nasabah sebagai mitra aktif.
Namun dalam PSAK 106 tentang akuntansi musyarakah selain mengatur akuntansi dari mitra pasif (yang
umumnya dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah) juga dibahas akuntansi dari mitra aktif (nasabah)
sebagai pengelola usaha musyarakah dan sebagai pemilik modal. Dalam PSAK 106, khusus ketentuan yang
berkaitan dengan aktuntansi mitra aktif tidak dipisahkan sebagai pemilik dana atau pengelola dana. Jika
diperhatikan ketentuan dalam PSAK tersebut, dalam mitra aktif diatur sebagai pemilik modal musyarakah
juga mitra aktif sebagai pengelola musyarakah. Dalam akuntansi mitra aktif ini akan dibahas terlebih
dahulu akuntansi mitra aktif sebagai pemilik dana (penyetor modal) sedangkan akuntansi mitra aktif
sebagei pengelola akan dibahas dalam butir 8.5 berikutnya. Beberapa hal yang dibahas dalam akuntansi
mitra aktif sebagai penyetor modal adalah (1) Akuntansi yang terkait pada saat akad musyarakah (2)
Akuntansi yang terkait selama akad musyarakah berlangsung, (3) Akuntansi yang terkait dengan pembagian
hasil usaha dan (4) akuntansi yang terkait pada akhir akad musyarakah.

BAB VIII. Akuntansi Musyarakah | 421


8.4.1. Akun-akun Mitra Aktif (sebagai pemilik modal musyarakah)
Oleh karena dalam musyarakah harus dibuat catatan terpisah dari catatan usaha pengelola usaha
(mitra aktif), maka mitra aktif sebagai salah satu penyetor modal juga harus mencatat atas penyertaan
modal dalam usaha musyarakah tersebut. Akun-akun yang dipergunakan tidak berbeda dengan akun-akun
yang dipergunakan dalam akuntansi mitra pasif.

A. Akun-akun untuk Laporan Posisi Keuangan (Neraca)


Akun-akun berikut dipergunakan untuk mencatat transaksi musyarakah dalam akuntansi mitra aktif
(sebagai pemilik modal) untuk kepentingan penyusutan laporan posisi keuangan (neraca).
1. Investasi Musyarakah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat modal musyarakah yang disisihkan oleh mitra aktif untuk
kerja sama (proyek musyarakah), baik modal kas dan modal non kas. Akun ini di debet pada saat
penyerahan modal musyarakah dalam kerja sama musyarakah, baik modal kas sebesar penyerahan
maupun non kas sebesar nilai wajar saat penyerahan. Akun ini dikredit pada saat pengembalian
modal musyarakah kepada mitra aktif.
2. Selisih Penilaian Aset Musyarakah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat selisih lebih antara nilai wajar (nilai pasar) saat penyerahan
dengan nilai tercatat (nilai buku) untuk penyerahan modal non kas musyarakah yang dilakukan oleh
mitra aktif. Akun ini dikredit saat penyerahan modal non kas musyarakah dan didebet pada saat
dilakukan amortisasi atas selisih penilaian modal non kas musyarakah tersebut.
3. Akumulasi Penurunan Nilai (Penyusutan) Aset Musyarakah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat akumulasi penyusutan atau penurunan nilai modal
musyarakah non kas atau aset milik mit2ra aktif pemilik modal yang dipergunakan sebagai modal
musyarakah yang telah disepakati pada awal akad untuk dikembalikan oleh mitra aktif pengelola
kepada mitra aktif pemilik dana. Akun ini dikredit saat dibentuk penyusutan yang dilakukan dan
didebet pada saat diterima kembali modal musyarakah non kas.

B. Akun-akun untuk Laporan Laba Rugi


Akun-akun berikut dipergunakan untuk mencatat transaksi musyarakah dalam akuntansi mitra aktif
sebagai penyetor (pemilik) modal untuk kepentingan penyusunan laporan laba rugi.
1. Keuntungan Penyisihan Aset Musyarakah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat pengakuan keuntungan selisih penilaian modal non kas
musyarakah, yaitu nilai wajar saat penyerahan lebih tinggi dari nilai tercatat (nilai buku) modal non
kas musyarakah yang diserahkan. Akun ini di kredit saat pengakuan keuntungan yang dilakukan dan
diperhitungkan sebagai penambah hasil investasi musyarakah.
2. Kerugian Penyisihan Aset Musyarakah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat pengakuan kerugian yang terjadi atas selisih penilaian modal
non kas musyarakah, yaitu jika nilai wajar lebih rendah dari nilai tercatat (nilai buku) modal non kas
musyarakah yang diserahkan. Akun ini di debet saat pengakuan keuntungan yang dilakukan dan
diperhitungkan sebagai pengurang hasil investasi musyarakah.
3. Kerugian Investasi Musyarakah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat kerugian yang ditimbul akibat kelalaian mitra pasif dalam
pengelolaan musyarakah. Akun ini didebet pada saat timbul kerugian dan dikredit pada saat
dipindahkan ke Pendapatan Usaha Utama

422 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


4. Pendapatan Bagi Hasil Musyarakah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat pendapatan bagi hasil musyarakah yang menjadi hak mitra
aktif. Akun ini dikredit pada saat pengakuan pendapatan bagi hasil musyarakah dan didebet pada
saat dipindahkan ke Pendapatan Usaha Utama.
5. Beban akad musyarakah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat biaya yang dikeluarkan sehubungan akad musyarakah. Akun
ini didebet pada saat pengakuan beban akad musyarakah dan dikredit pada saat dipindahkan ke
Laba Rugi pada saat tutup buku akhir tahun.
6. Beban Penyusutan (penurunan) Aset Musyarakah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat kerugian yang timbul akibat penurunan aset musyarakah
setelah dimulai usaha sebagai akibat penyusutan yang dilakukan.. Akun ini disajikan sebagai
pengurangan pendapatan bagi hasil musyarakah. Jika modal non kas (barang) musyarakah
diperjanjian diawal akan dikembalikan kepada pemilik dana, maka penyusutan akan menjadi beban
mitra aktif pemilik modal, sehingga nisbah untuk pemilik dana lebih besar. Jika modal non kas
(barang) musyarakah diperjanjikan diawal untuk tidak dikembalikan kepada pemilik dana, maka
penyusutan dihitung oleh pengelola usaha dan diperhitungkan dalam pembagian hasil usaha pada
mitra aktif pengelola usaha.
Untuk memberikan gambaran yang lengkap dari jurnal yang dilakukan dalam transaksi musyarakah
dapat pada mitra aktif sebagai penyetor (pemilik) modal. Ilustrasi di bawah merupakan lanjutan atau bagian
dari ilustrasi umum dimuka, dimana transaksi musyarakah pada mitra pasif telah dibahas dalam butir 8.3
dimuka. Dalam ilustrasi ini akan dibahas akuntansi mitra aktif sebagai penyetor(pemilik modal) sedangkan
akuntansi mitra aktif sebagai pengelola akan dibahas dalam butor 8.5.
Contoh: 8-1 (ilustrasi umum)
1. Modal Usaha (syirkah) keseluruhan sebesar Rp150.000.000,00 dimana LKS Anugrah Gusti
mendapatkan porsi modal sebesar Rp90.000.000,00 dan porsi modal untuk Amirullah sebesar
Rp60.000.000,00.
2. Jangka waktu kontrak akad musyarakah selama 2 tahun dan disepakati LKS Anugrah Gusti
hanya menyetor modal dan sebagai pengelola usaha adalah Amirullah.
3. Pembagian hasil usaha (nisbah), untuk LKS Anugrah Gusti sebesar 70% dan untuk
Amirullah sebesar 30% dari pendapatan yang diperoleh (revenue sharing).
4. Modal mitra pasif (telah dibahas pada butir 8.3. di atas)
5. Sedangkan modal musyarakah yang menjadi porsi Amirullah sebagai mitra aktif sebesar
Rp60.000.000,00 dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a. Tgl 2 Agustus 2008 diserahkan dalam bentuk kas / uang tunai sebesar
Rp15.000.000,00.
b. Tgl 5 Agustus 2008 diserahkan “mesin rajut” merk Daitzu seharga Rp30.000.000,00
(harga wajar saat penyarahan). Nilai tercatat (nilai buku) aset tersebut sebesar
Rp27.600.000,00.
c. Tanggal 10 Agustus 2008 diserahkan “mesin pewarna” merk Fujitzu seharga
Rp15.000.000,00 (harga wajar / pasar saat penyerahan). Nilai tercatat (nilai buku) aset
tersebut sebesar Rp16.200.000,00.
Dari contoh di atas akan dibahas akuntansi yang akan dilakukan oleh mitra aktif (Amirullah) sebagai
penyetor modal yaitu (1) sat akad musyarakah, yaitu pada saat penyetor modal musyarakah baik dalam
bentuk modal kas maupun non kas (2) selama akad musyarakah, yaitu selama usaha musyarakah
berlangsung (3) penerimaan bagi hasil dan (4) pada akhir akad musyarakah yaitu pada saat pengembalian
modal musyarakah. Jika diperhatikan kedudukan Amirullah ini sama dengan kedudukan Lembaga

BAB VIII. Akuntansi Musyarakah | 423


Keuangan Syariah yang hanya sebagai penyetor modal saja (mitra pasif), oleh karena itu dalam
melaksanakan akuntansinya juga harus diperhatikan ketentuan-ketentuan dalam akuntansi mitra pasif.

8.4.2 Pada Saat Akad Musyarakah


Ketentuan akuntansi musyarakah pada saat akad musyarakah ini dibahas tentang biaya akad
musyarakah, modal musyarakah yang disisihkan oleh mitra aktif, baik modal kas maupun modal non kas
musyarakah.
A. Biaya Akad Musyarakah
Untuk memperoleh keyakinan keberhasilan pelaksanaan musyarakah, maka sebelum musyarakah
dilaksanakan dapat dilakukan studi kelayakan atas proyek yang akan dilaksanakan dan untuk itu
dikeluarkan biaya. Atas biaya-biaya yang dikeluarkan akibat akad musyarakah, PSAK 106 tentang
Akuntansi Musyarakah (paragraf 18) mengatur pengakuan dan pengukuran sebagai berikut:
18. Biaya yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya, biaya studi kelayakan) tidak dapat diakui
sebagai bagian investasi musyarakah kecuali ada persetujuan dari seluruh mitra musyarakah.
Jadi biaya pra akad musyarakah pada prinsipnya tidak dapat diakui sebagai investasi musyarakah
kecuali atas persetujuan dari seluruh mitra musyarakah, baik mitra pasif maupun mitra aktif.
Contoh: 8-15
Untuk keperluan studi kelayakan proyek yang akan dilaksanakan dengan akad musyarakah,
Amirullah membayar biaya untuk studi kelayakan proyek sebesar Rp500.000,00.
Atas transaksi tersebut Amirullah melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas/Bank Rp500.000
Cr. Uang Muka Pra Akad Musyarakah Rp500.000,00
Jika akad dilaksanakan maka biaya tersebut diakui sebagai bagian dari investasi musyarakah,
sehingga Amirullah melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Uang Muka Pra Akad Musyarakah Rp500.000,00
Cr. Investasi Musyarakah Rp500.000,00
Jika akad musyarakah batal dilaksanakan, maka biaya tersebut merupakan kerugian yang harus
ditanggung oleh Amirullah, sehingga jurnal yang dilakukan adalah sebagai berikut:
Dr. Uang Muka Pra Akad Musyarakah Rp500.000
Cr. Beban Akad Musyarakah Rp500.000,00
B. Penyisihan modal musyarakah oleh mitra aktif
Dalam musyarakah masing-masing mitra memiliki kontribusi modal, baik mitra pasif yang hanya
setor modal saja tanpa ikuti pengelola usaha maupun mitra aktif yang selain mengelola usaha juga
menyetor modal. Penyisihan modal musyarakah oleh mitra aktif dapat dilakukan dalam bentuk kas
maupun dalam non kas/aset yang bermanfaat untuk melaksanakan usaha musyarakah seperti yang
dilakukan oleh mitra pasif.
1) Penyisihan modal kas musyarakah
Istilah lain dipergunakan oleh mitra aktif penyetor modal. Kalau oleh Lembaga Keuangan Syariah
sebagai mitra pasif menyerahkan modal musyarakah sedangkan dalam mitra aktif karena yang
bersangkutan juga mengelola usaha maka dipergunakan istilah penyisihan modal musyarakah. Seperti yag
dilakukan oleh mitra yang lain penyisihan modal musyarakah oleh mitra aktif dapat dilakukan dalam
bentuk kas maupun dalam bentuk non kas/aset yang bermanfaat dan terkait dengan usaha musyarakah
tersebut. Jika penyerahan modal musyarakh dalam bentuk kas (tunai) maka PSAK 106 tentang Akuntansi
Musyarakah (paragraf 14 s/d 15) menjelaskan pengakuan dan pengukuran modal musyarakah dari mitra
aktif sendiri sebagai berikut:

424 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


14. Investasi musyarakah diakui pada saat penyerahan kas atau aset nonkas untuk usaha musyarakah.
15 Pengukuran investasi musyarakah:
(a) dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang diserahkan; dan
Akun yang dipergunakan untuk mencatat modal musyarakah baik modal kas maupun modal non
kas (barang) adalah “investasi musyarakah”.
Contoh: 8-16
Pada tanggal 1 Agustus 2008, Amirullah telah sepakat untuk melakukan usaha bersama
(syirkah/musyarakah) atas perusahaan texil dengan LKS Anugrah Gusti. Modal musyarakah yang
menjadi porsi Amirullah adalah sebesar Rp60.000.000,00 dan pembayaran dilakukan secara
bertahap sesuai kesepakatan.
Atas kesepakatan musyarakah di atas Amirullah sebagai mitra aktif penyetor modal melakukan
jurnal sebagai berikut:
Dr. Kontra Kewajiban Komitmen Invest Musy Rp60.000.000,00
Cr. Kewajiban Komitmen Investasi Musyarakah Rp60.000.000,00
Dengan jurnal transaksi di atas akan mengakibatkan perubahan posisi buku besar dan neraca sebagai
berikut:
KEWAJIBAN KOMITMEN INVESTASI MUSYARAKAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
01/08 Syirkah dg LKS 60.000.000

Dicatat dalam “Kewajiban Komitmen Investasi Musyarakah” karena kesepatan usaha bersama
(syirkah) tersebut tidak dapat dibatalkan sepihak, sehingga masing-masing pihak mengakui memiliki
kewajiban komitmen. Penyerahan modal musyarakah diperkenankan dilakukan bertahap sesuai kebutuhan
modal untuk pelaksanaan usaha musyarakah tersebut:
Contoh : 8-17
Tanggal 2 Agustus 2008 Amirullah sebagai mitra aktif pemilik modal usaha bersama (musyarakah),
menyisihkan modal musyarakah dalam bentuk kas sebesar Rp15.000.000,00.
Atas transaksi tersebut Amirullah sebagai mitra aktif spemilik modal melakukan jurnal adalah sebagai
berikut:
(1) Dr. Kewajiban Komitmen Invest Musyarakah Rp15.000.000,00
Cr. Kontra Kewajiban Komitmen Invest Musyarakah Rp15.000.000,00
(2) Dr. Investasi Musyarakah Rp15.000.000,00
Cr. Kas/Bank Rp15.000.000,00
Dengan jurnal transaksi di atas akan mengakibatkan perubahan posisi akun-akun dan neraca
Amirulllah sebagai mitra aktif pemilik modal sebagai berikut:

KEWAJIBAN KOMITMEN INVESTASI MUSYARAKAH


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/08 Penyerahan modal 15.000.000 01/08 Syirkah dengan LKS 60.000.000
Saldo 45.000.000
60.000.000 60.000.000

BAB VIII. Akuntansi Musyarakah | 425


INVESTASI MUSYARAKAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/08 Syirkah LKS 15.000.000
Saldo 15.000.000
15.000.000 15.000.000

NERACA
Per 02 Agustus 2008
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Investasi Musyarakah 15.000.000

2) Penyisihan modal non kas musyarakah


Karakteristik Lembaga Keuangan Syariah yang tidak membedakan melakukan kegiatan usaha pada
sektor keuangan (moneter) atau sektor riil. Oleh karena itu dalam penyerahan modal dalam musyarakah
kepada mitra aktif tidak harus dalam bentuk modal kas (uang tunai) seperti yang selama ini dilaksanakan
oleh Lembaga Keuangan Bank. Dalam penyerahan modal musyarakah dimungkinkan untuk menyerahkan
modal dalam bentuk non kas (aset) yang terkait dengan musyarakah tersebut. Dalam PSAK 106 tentang
Akuntansi Musyarakah (paragraf 14 dan 15) telah mengatur pengakuan dan pengukuran penyerahan modal
non kas musyarakah sebagai berikut:
14. Investasi musyarakah diakui pada saat penyerahan kas atau aset nonkas untuk usaha musyarakah.
15 Pengukuran investasi musyarakah:
(b) dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan jika terdapat selisih antara nilai
wajar dan nilai buku aset nonkas, maka selisih tersebut diakui sebagai selisih penilaian aset
musyarakah dalam ekuitas. Selisih penilaian aset musyarakah tersebut diamortisasi selama
masa akad musyarakah.
Jika penyerahan modal non kas musyarakah maka harus dilakukan penilaian nilai wajar atau nilai
pasar saat penyerahan, maka kemungkinan yang terjadi adalah (1) nilai wajar saat penyerahan lebih tinggi
dari nilai buku sehingga timbul keuntungan dan (2) nilai wajar saat penyerahan lebih rendah dari nilai buku
sehingga timbul kerugian.
a). Penyerahan modal non kas musyarakah (nilai wajar lebih tinggi nilai buku)
Dalam penyerahan modal non kas, kemungkinan pertama adalah nilai wajar saat penyerahan lebih
tinggi dari nilai tercatatnya sehingga timbul keuntungan. Jika nilai wajar saat penyerahan modal non
kas/aset musyarakah lebih tinggi dari nilai tercatatnya maka selisihnya diakui sebagai “Selisih Penilaian
Aset Musyarakah” dan diamortisasi selama jangka waktu akad.
Contoh : 8-18
Tgl 5 Agustus 2008 Amirullah sebagai mitra aktif pemilik modal, menyisihkan modal musyarakah
non kas berupa sebuah mesin rajut merk “Daitzu” seharga Rp30.000.000,00 (harga wajar saat
penyarahan). Nilai tercatat (nilai buku) aset tersebut sebesar Rp27.600.000,00.
Dengan adanya penyisihan modal musyarakah non kas/aset musyarakah tersebut jurnal yang
dilakukan oleh Amirullah sebagai mitra aktif pemilik modal adalah sebagai berikut:
(1) Dr. Kewajiban Komitmen Invest Musyarakah Rp30.000.000,00
Cr. Kontra Kewajiban Komitmen Invest Musyarakah Rp30.000.000,00
(2) Dr. Investasi Musyarakah Rp30.000.000,00
Cr. Persediaan/Aset Musyarakah Rp27.600.000,00
Cr. Selisih Penilaian Aset Musyarakah Rp 2.400.000,00

426 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Dengan jurnal transaksi di atas akan mengakibatkan perubahan posisi buku besar dan neraca
Amirullah sebagai pemilik modal sebagai berikut:

KEWAJIBAN KOMITMEN INVESTASI MUSYARAKAH


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/08 Penyerahan modal 15.000.000 01/08 Syirkah dg LKS 60.000.000
05/08 Mesin rajut 30.000.000
Saldo 15.000.000
60.000.000 60.000.000

INVESTASI MUSYARAKAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/08 Syirkah LKS 15.000.000
05/08 Mesin Rajut 30.000.000 Saldo 45.000.000
45.000.000 45.000.000

SELISIH PENILAIAN ASET MUSYARAKAH


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
05/08 Mesin Rajut 2.400.000
Saldo 2.400.000 Saldo
2.400.000 2.400.000

NERACA
Per 05 Agustus 2008
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Investasi Musyarakah (kas) 15.000.000 Selisih penilaian aset musyarakah 2.400.000
Investasi Musyarakah (non kas) 30.000.000
Akumulasi penyusutan (non kas) (00)

Sesuai PSAK 106 paragraf 15 huruf b, maka atas “Selisih Penilaian Aset Musyarakah” tersebut
dilakukn amortisasi selama jangka waktu akad (yaitu selama 2 tahun), sehingga besarnya amortisasi yang
dilakukan setiap bulan adalah sebesar Rp2.400.000 : 24 = Rp100.000,00 per bulan sehingga jurnal yang
dilakukan oleh Amirullah sehubungan pengakuan keuntungan penyerahan aset musyarakah adalah sebagai
berikut:
Dr. Selisih Penilaian Aset Musyarakah Rp100.000,00
Cr. Keuntungan Penyisihan Aset Musyarakah Rp100.000,00
Dengan jurnal transaksi di atas akan mengakibatkan perubahan posisi buku besar dan neraca
Amirullah sebagai pemilik modal sebagai berikut:

SELISIH PENILAIAN ASET MUSYARAKAH


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
30/08 Amortisasi agustus 100.000 05/08 Mesin Rajut 2.400.000
Saldo 2.300.000
2.400.000 2.400.000

BAB VIII. Akuntansi Musyarakah | 427


KEUNTUNGAN PENYISIHAN ASET MUSYARAKAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
30/08 Amortisasi agustus 100.000
Saldo 100.000
100.000 100.000

NERACA
Per 30 Agustus 2008
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Investasi Musyarakah (kas) 20.000.000
Investasi Musyarakah (non kas) 30.000.000 Selisih penilaian aset musyarakah 2.300.000
Akumulasi penyusutan (non kas) (00)

b) Modal non kas musyarakah (nilai wajar lebih rendah nilai buku)
Kemungkinan lain yang terjadi apabila penyerahan modal musyarakah dalam bentuk non kas (aset)
adalah nilai wajar saat penyerahan lebih rendah dari nilai buku aset tersebut sehingga menimbulkan
kerugian dan diakui seluruhnya saat terjadinya.
Contoh : 8-19
Tanggal 10 Agustus 2008, Amirullah sebagai mitra aktif pemilik modal menyerahkan modal
musyarakah non kas berupa sebuah mesin pewarna merk “Fujitzu” seharga Rp15.000.000,00 (harga
wajar / pasar saat penyerahan). Nilai tercatat (nilai buku) aset tersebut sebesar Rp16.200.000,00.
Atas transaksi tersebut jurnal yang dilakukan oleh Amirullah sebagai mitra aktif pemilik modal
adalah sebagai berikut:
Dr. Kewajiban Komitmen Invest Musy Rp15.000.000,00
Cr. Kontra Kewajiban Komitmen Invest Musy Rp15.000.000,00
Dr. Investasi Musyarakah Rp15.000.000,00
Cr. Kerugian Penyisihan Aset Musyarakah Rp 1.200.000,00
Cr. Aset Musyarakah / Persediaan Rp16.200.000,00
Dengan jurnal transaksi tersebut akan mengakibatkan perubahan posisi buku besar dan neraca
Amirullah sebagai pemilik modal sebagai berikut:

KEWAJIBAN KOMITMEN INVESTASI MUSYRAKAH


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/08 Penyerahan modal 15.000.000 01/08 Syirkah dg LKS 60.000.000
05/08 Mesin rajut 30.000.000
10/08 Mesin pewarna 15.000.000
Saldo 0
60.000.000 60.000.000

INVESTASI MUSYARAKAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/08 Syirkah LKS 15.000.000
05/08 Mesin Rajut 30.000.000
10/08 Mesin pewarna 15.000.000
Saldo 60.000.000
60.000.000 60.000.000

428 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


KERUGIAN PENYISIHAN ASET MUSYARAKAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
10/08 Mesin pewarna 1.200.000
Saldo 1.200.000
1.200.000 1.200.000

NERACA
Per 10 Agustus 2008
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Investasi Musyarakah (kas) 15.000.000
Investasi Musyarakah (non kas) 45.000.000 Selisih penilaian aset musyarakah 2.400.000
Akumulasi penyusutan (non kas) (00)

c) Penyusutan modal musyarakah non kas/aset musyarakah


Hal yang berkaitan erat dengan modal musyarakah non kas/aset musyarakah yang dipergunakan
sebagai modal musyarakah adalah penyusutan atas aset tersebut. Dalam PSAK 106 paragraf 19 dijelaskan
sebagai berikut:
19. Penerimaan dana musyarakah dari mitra pasif (misalnya, bank syariah) diakui sebagai investasi
musyarakah dan di sisi lain sebagai dana syirkah temporer sebesar:
(a) dana dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang diterima; dan
(b) dana dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan disusutkan selama masa akad atau
selama umur ekonomis apabila aset tersebut tidak akan dikembalikan kepada mitra pasif.
Dari ketentuan di atas harus disepakati modal musyarakah non kembalikan kepada pemilik modal atau
tidak.
(1) Modal musyarakah non kas sepakat untuk dikembalikan kepada pemilik modal
Oleh dari kedudukan mitra aktif disini sama dengan mitra pasif sebagai pemilik modal, maka atas
ketentuan di atas, jika pada awal akad sepakat modal musyarakah non kas akan dikembalikan oleh mitra
aktif pengelola kepada mitra aktif pemilik modal, maka yang menanggung penyusutan adalah mitra aktif
pemilik dana.
Contoh : 8-23
Tanggal 5 Agustus 2008 Amirullah menyerahkan “mesin rajut” merk Daitzu seharga
Rp30.000.000,00 (harga wajar saat penyarahan). (contoh: 8-18)
Tanggal 10 Agustus 2008 Amirullah mnyerahkan “mesin pewarna” merk Fujitzu seharga
Rp10.000.000,00 (harga wajar/pasar saat penyerahan). (contoh : 8 – 20)
Perhitungan penyusutan dengan mempergunakan metode garis lurus adalah sbb:
No Nama mesin Perhitungan penyusutan Beban per bulan
1. Mesin Rajut 30.000.000 – 0 / 24 1.250.000
2. Mesin Pewarna 15.000.000 – 0 / 24 625.000
Jumlah beban penyusutan per bulan 1.875.000
Dengan adanya penyusutan modal non kas (barang) tersebut setiap bulan Amirullah sebagai pemilik
modal melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Beban penyusutan (penurunan nilai) Rp1.875.000
Cr. Akumulasi penyusutan (penurunan nilai) Rp1.875.000
Dengan jurnal transaksi tersebut akan mengakibatkan perubahan posisi buku besar dan neraca
Amirullah sebagai pemilik modal sebagai berikut:

BAB VIII. Akuntansi Musyarakah | 429


AKUMULASI PENURUNAN NILAI (PENYUSUTAN) ASET MUSYRAKAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
30/08 Penurunan nilai 1.875.000
Saldo 1.875.000
1.875.000 1.875.000

NERACA
Per 30 Agustus 2008
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Investasi Musyarakah (kas) 15.000.000


Investasi Musyarakah (non kas) 45.000.000 Selisih penilaian aset musyarakah 2.300.000
Akumulasi penyusutan (non kas) (1.875.000)

(2) Modal musyarakah non kas sepakat untuk tidak dikembalikan


Jika modal musyarakah non kas atau aset musyarakah yang dipergunakan sebagai modal musyarakah
tersebut sepakat untuk dikembalikan oleh mitra aktif pengelola kepada mitra aktif pemilik dana, maka
beban penyusutan dilakukan oleh mitra aktif pengelola usaha dan diperhitungkan dengan pembagian hasil
usaha.

8.4.3 Selama akad musyarakah


Dalam PSAK 106 tentang akuntansi musyarakah hanya dibahas kegiatan yang dilakukan oleh mitra
aktif tanpa membedakan kegiatan sebagai pemilik modal atau sebagai pengelola usaha. Dalam bahasan ini
akan disampaikan kegiatan yang dilakukan oleh mitra aktif sebagai pemilik dana, yaitu menerima hasil
usaha musyarakah dan pengalihan modal musyarakah (pengembalian modal pada mitra pasif) yang
dilakukan pada akhir akad (musyarakah permanen) dan dapat juga pengembalian modal musyarakah
dilakukan secara bertahap (musyarakah menurun).
A. Penerimaan hasil usaha musyarakah
Tujuan dari musyarakah adalah hasil usaha, yang akan dibagi kepada semua mitra sesuai nisbah yang
disepakati awal akad termasuk untuk mitra aktif. Dalam PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah,
(paragraf 23 sd 26) mengatur pengakuan dan pengukuran tentang hasil usaha musyarakah sebagai berikut:
23. Pendapatan usaha musyarakah yang menjadi hak mitra aktif diakui sebesar haknya sesuai dengan
kesepakatan atas pendapatan usaha musyarakah. Sedangkan pendapatan usaha untuk mitra pasif diakui
sebagai hak pihak mitra pasif atas bagi hasil dan kewajiban.
24 Kerugian investasi musyarakah diakui sesuai dengan porsi dana masing-masing mitra dan mengurangi nilai
aset musyarakah.
25. Jika kerugian akibat kelalaian atau kesalahan mitra aktif atau pengelola usaha, maka kerugian tersebut
ditanggung oleh mitra aktif atau pengelola usaha musyarakah.
26. Pengakuan pendapatan usaha musyarakah dalam praktik dapat diketahui berdasarkan laporan
bagi hasil atas realisasi pendapatan usaha dari catatan akuntansi mitra aktif atau pengelola
usaha yang dilakukan secara terpisah.
Dari ketentuan tersebut diatur tentang pembagian hasil usaha dari pendapatan yang diperoleh
maupun pembagian kerugian investasi musyarakah.
1) Bagi hasil Investasi Musyarakah
Jika dalam usaha musyrakah memperoleh hasil maka dibagi sesuai nisbah yang disepakati awal
akad dan oleh pemilik modal diakui sebagai “Pendapatan Bagi Hasil Musyarakah”.

430 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Contoh : 8-21
Berdasarkan laporan yang diterima atas pengelolaan modal musyarakah, diperoleh bagi hasil sebesar
Rp5.000.000,00 dimana pembagian bagi hasil 30% untuk Amirullah dan 70% untuk LKS Anugrah
Gusti.
Atas hasil usaha musyarakah tersebut yang menjadi porsi bagi hasil milik Amirullah mitra aktif
pemilik modal adalah : 30/100 x Rp5.000.000,00= Rp1.500.000,00.
(a) Apabila penerimaan pendapatan bagi hasil musyarakah diterima secara tunai maka jurnal yang
dilakukan :
Dr. Kas/Rekening syirkah Rp1.500.000,00
Cr. Pendapatan Bagi Hasil Musyarakah Rp1.500.000,00
(b) Apabila bagi hasil musyarakah tersebut baru dilaporkan saja dan belum dibayar secara kas,
maka pengakuan pendapatan akrual dilakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Pendapatan yang diterima Musyarakah Rp1.500.000,00
Cr. Pendapatan Bagi Hasil Musyarakah Rp1.500.000,00
Pada saat diterima kas jurnal yang dilakukan adalah :
Dr. Rekening mitra/kas/kliring dsb Rp1.500.000,00
Cr Pendapatan yang diterima Musyarakah Rp1.500.000,00
2). Kerugian Investasi Musyarakah
Jika misalnya dalam periode Nopember terjadi kerugian sebesar Rp1.000.000,00 maka kerugian yang
ditanggung oleh Amirullah hanya sebesar porsi modal musyarakah yaitu sebesar 40% x Rp1.000.000 =
Rp400.000,00.
(a) Rugi Investasi Musyarakah dalam satu periode pelaporan
Dr. Kerugian musyarakah Rp400.000
Cr. Investasi Musyarakah Rp400.000
(b). Kerugian Investasi Musyarakah sebagai akibat kelalaian mitra
Pengakuan kerugian yang lebih tinggi dari modal mitra akibat kelalaian atau
penyimpangan mitra musyarakah.
Dr. Piutang mitra Rp1.000.000
Cr. Investasi Musyarakah Rp1.000.000

B. Pengembalian modal
Berbeda dengan mudharabah dimana dalam prinsipnya modal mudharabah dikembalikan setelah
akad mudharabah berakhir, tapi dalam musyarakah selama periode usaha berjalan dipekenankan modal
mitra yang satu dialihkan kepada mitra yang lain (musyrakah menurun) sesuai kesepakatan diawal akad.
Baik mudharabah maupun musyarakah selama akad berlangsung jumlah modalnya sama sampai akhir akad,
hanya saja dalam mudharabah dikembalikan setelah akad berakhir, sedangkan dalam musyarakah beralih
dari satu mitra ke mitra yang lain (musyarakah menurun) sehingga tidak ada pengurangan modal
musyarakah. Jadi pengembalian modal musyarakah permanen dikembalikan pada akhir akad musyrakah
dan musyarakah menurun dialihkan dari mitra satu kemitra lain sesuai kesepakatan.
1) Pengembalian Musyarakah permanen
Dalam PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah (paragraf 20) dijelaskan pengakuan dan
pengukuran yang dilakukan oleh mitra aktif berkaitan dengan pengalihan modal dari mitra pasif ke mitra
aktif sebagai berikut:

BAB VIII. Akuntansi Musyarakah | 431


20 Bagian mitra aktif atas investasi musyarakah dengan pengembalian dana mitra pasif di akhir akad dinilai
sebesar:
(a) jumlah kas yang diserahkan untuk usaha musyarakah pada awal akad dikurangi dengan
kerugian (apabila ada); atau
(b) nilai wajar aset musyarakah nonkas pada saat penyerahan untuk usaha musyarakah setelah
dikurangi penyusutan dan kerugian (apabila ada).
Ketentuan di atas dilakukan oleh mitra aktif pada saar pengalihan modal musyrakah dari mitra pasif
ke mitra aktif. Pengembalian modal musyarakah permanen dalam dilakukan dalam bentuk kas dan dalam
bentuk non kas.
A. Pengembalian modal kas
Jika pengembalian modal kas (tunai) dinilai jumlah kas yang diserahkan untuk usaha musyarakah
pada awal akad dikurangi dengan kerugian (jika ada). Oleh karena musyarakah permanen maka
pengembalian dilakukan seluruh modal musyarakah non kas pada akhir akad.
Contoh : 8-22
Tanggal 2 Agustus 2010 pada saat berakhirnya akad musyarakah, Amirullah sebagai mitra aktif
pemilik modal menerima kembali modal musyarakah dalam bentuk kas sebesar Rp15.000.000,00.
Dengan adanya penerimaan modal kas tersebut Amirullah melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas / Rek Syirkah Rp15.000.000
Cr. Investasi Musyarakah Rp15.000.000
Dengan adanya pengembalian modal kas tersebut maka posisi akun dan laporan keuangan
Amirullah adalah sebagai berikut:
INVESTASI MUSYARAKAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/08 Syirkah LKS 15.000.000 02/08 Pengembalian modal 15.000.000
05/08 Mesin Rajut 30.000.000
10/08 Mesin pewarna 15.000.000 Saldo 45.000.000
60.000.000 60.000.000

NERACA
Per 02 Agustus 2010
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Investasi Musyarakah (kas) 00
Investasi Musyarakah (non kas) 45.000.000 Selisih penilaian aset musyarakah 00
Akumulasi penyusutan (non kas) (45.000.000)

Dengan adanya pengembalian modal kas tersebut, sesuai ketentuan paragraf 20 PSAk 106 tentang
akuntansi musyarakah, maka investasi musyarakah dinilai sebagai berikut:
Penerimaan kembali invest musyarakah Rp15.000.000,00
Kerugian (jika ada) Rp 0,00
--------------------
Nilai bersih investasi musyarakah Rp15.000.000,00
B. Pengembalian modal non kas
Dalam musyarakah permanen, pengembalian modal baik modal kas (tunai) maupun modal non kas
(barang) dilakukan pada akhir akad. Untuk pengembalian modal non kas (barang) maka nilai investas
musyarakah nilai wajar aset musyarakah nonkas pada saat penyerahan untuk usaha musyarakah setelah
dikurangi penyusutan dan kerugian (apabila ada).

432 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Contoh : 8 - 24
Pada tanggal 10 Agustus 2010 dengan berakhir akhir akad musyarakah seluruh modal non kas
(barang) milik Amirullah diterima kembali dengan data sbb:
Nama mesin Harga perolehan Akumulasi penyusutan Nilai tercatat
1 Mesin Rajut 30.000.000 30.000.000 Nol (1)
2. Mesin pewarna 15.000.000 15.000.000 Nol (1)
Atas pengembalian modal non kas (barang) maka jurnal yang dilakukan oleh Amirullah adalah sbb:
a. Pengembalian modal musyarakah non kas berupa sebuah mesin rajut
Dr. Persediaan / Aset musyarakah Rp0,00 (1,00)
Dr. Akumulasi penyusutan (penurunan nilai) Rp30.000.000,00
Cr. Investasi Musyarakah Rp30.000.000,00
b. Pengembalian modal musyarakah non kas berupa sebuah mesin pewarna
Dr. Persediaan / Aset musyarakah Rp0,00 (1,00)
Dr. Akumulasi penyusutan (penurunan nilai) Rp15.000.000,00
Cr. Investasi Musyarakah Rp15.000.000,00
Jurnal tersebut akan mengakibatkan perubahan akun dan neraca Amirullah sebagai berikut:
INVESTASI MUSYARAKAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/08 Syirkah LKS 15.000.000 02/08 Pengembalian modal 15.000.000
05/08 Mesin Rajut 30.000.000 10/08 Pengembalian modal 30.000.000
10/08 Mesin pewarna 15.000.000 10/08 Pengembalian modal 15.000.000
Saldo 00
60.000.000 60.000.000

NERACA
Per 02 Agustus 2010
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Investasi Musyarakah (kas) 00
Investasi Musyarakah (non kas) 00 Selisih penilaian aset musyarakah 00
Akumulasi penyusutan (non kas) (00)
Persediaan / Aset Musyarakah 00 (1)
Dengan adanya pengembalian seluruh modal non kas (barang) pada akhir akad, maka sesuai
ketentuan paragraf 20 butir b PSAK 106 tentang akuntansi musyarakah, nilai investasi musyarakah sbb:
Penyerahan modal non kas (barang) :
a. Mesin Rajut Rp30.000.000,00
b. Mesin pewarna Rp15.000.000,00
--------------------
Total modal non kas (barang) Rp45.000.000,00
Penurunan nilai (penyusutan) modal non kas:
a. Mesin Rajut Rp30.000.000,00
b. Mesin pewarna Rp15.000.000,00
--------------------
Jumlah penurunan nilai Rp45.000.000,00
Kerugian investasi musyarakah Rp 00,00
--------------------
Jumlah penurunan nilai Rp45.000.000,00
--------------------
Nilai investasi Rp 00,00

BAB VIII. Akuntansi Musyarakah | 433


2) Musyarakah menurun
Dalam PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah dijelaskan pengakuan dan pengukuran investasi
musyarakah selama akad musyarakah berjalan untuk musyarakah permanen sebagai berikut:
21. Bagian mitra aktif atas investasi musyarakah menurun (dengan pengembalian dana mitra pasif secara
bertahap) dinilai sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset nonkas yang diserahkan untuk usaha
musyarakah pada awal akad dikurangi dengan jumlah dana syirkah temporer yang telah dikembalikan
dan kerugian (apabila ada).
Dalam musyarakah menurun pengembalian modal dilakukan secara bertahap sesuai dengan jumlah
yang telah disepakati pada awal akad. Secara umum hanya modal musyarakah kas (tunai) yang dapat
dikembalikan secara bertahap sedangkan modal musyarakah non kas (barang) dalam musyarakah menurun
ini baru dapat dikembalikan pada akhir akad karena modal tersebut masih dipergunakan untuk melaksakan
usaha, kecuali disepakati modal non kas (barang) secara bertahap dialihkan ke mitra yang lain
A. Pengembalian modal kas
Jika modal musyarakah kas dikembalikan maka investasi musyarakah dinilai sebesar jumlah kas yang
diserahkan pada awal akad dikurangi dengan pengembalian modal musyarakah non kas.
Contoh : 8 - 25
Tanggal 20 Desember 2008 Amirullah menerima kembali modal musyarakah dalam bentuk kas
sebesar Rp5.000.000,00.
Dengan adanya penerimaan modal kas tersebut Amirullah melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas/Rek. Syirkah Rp5.000.000
Cr. Investasi Musyarakah Rp5.000.000
Dengan adanya pengembalian modal kas tersebut maka posisi akun dan laporan keuangan
Amirullah adalah sebagai berikut:
INVESTASI MUSYARAKAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/08 Syirkah LKS 15.000.000 20/12 Pengembalian modal 5.000.000
05/08 Mesin Rajut 30.000.000
10/08 Mesin pewarna 15.000.000 Saldo 55.000.000
60.000.000 60.000.000

NERACA
Per 20 Desember 2008
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Investasi Musyarakah 55.000.000

Dengan adanya pengembalian modal kas tersebut, sesuai ketentuan paragraf 20 PSAk 106 tentang
akuntansi musyarakah, maka investasi musyarakah dinilai sebagai berikut:
Penyerahan modal musyarakah awal akad Rp15.000.000,00
Pengurang :
Pengembalian modal kas Rp5.000.000,00
Kerugian (jika ada) Rp 00,00
-------------------
Jumlah penurunan investasi musyarakah Rp 5.000.000,00
-------------------
Nilai investasi musyarakah Rp 10.000.000,00

434 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


B. Pengembalian modal non kas (barang)
Jika diperjanjikan diawal pengembalian modal non kas (barang) juga dapat dikembalikan oleh salah
satu mitra.Jika pengembalian modal musyarakah dalam bentuk non kas (barang) maka dinilai sebesar nilai
wajar aset nonkas yang diserahkan untuk usaha musyarakah pada awal akad dikurangi dengan jumlah dana
syirkah temporer yang telah dikembalikan dan kerugian (apabila ada).
Contoh : 8 - 26
Tanggal 30 Desember 2008 Amirullah menerima kembali modal musyarakah non kas (barang)
sebaesar sebesar Rp10.000.000,00.
Dengan adanya penerimaan modal kas tersebut Amirullah melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas/Rek Syirkah Rp10.000.000,00
Cr. Investasi Musyarakah Rp10.000.000,00
Dengan adanya pengembalian modal kas tersebut maka posisi akun dan laporan keuangan
Amirullah adalah sebagai berikut:
INVESTASI MUSYARAKAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/08 Syirkah LKS 15.000.000 20/12 Pengembalian modal 5.000.000
05/08 Mesin Rajut 30.000.000 30/12 Pengembalian modal 10.000.00
10/08 Mesin pewarna 15.000.000
Saldo 45.000.000
60.000.000 60.000.000

NERACA
Per 30 Desember 2008
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Investasi Musyarakah 45.000.000

Dengan adanya pengembalian modal kas tersebut, sesuai ketentuan paragraf 20 PSAk 106 tentang
akuntansi musyarakah, maka investasi musyarakah dinilai sebagai berikut:
Penyerahan modal musyarakah awal akad Rp60.000.000,00
Pengurang :
Pengembalian modal kas Rp 5.000.000,00
Pengembalian modal non kas Rp10.000.000,00
Kerugian (jika ada) Rp 00,00
-------------------
Jumlah penurunan investasi musyarakah Rp15.000.000,00
-------------------
Nilai investasi musyarakah Rp45.000.000,00

8.4.4 Pada akhir akad musyarakah


Dalam PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah dijelaskan pengakuan dan pengukuran investasi
musyarakah pada akhir akad musyarakah sebagai berikut:
22. Pada saat akad diakhiri, investasi musyarakah yang belum dikembalikan kepada mitra pasif diakui
sebagai kewajiban.
Jika diperhatikan hal tersebut maka ketentuan ini akan diterapkan pada “akuntansi mitra aktif
sebagai pengelola usaha”, sehingga Amirullah sebagai mitra aktif pemilik dana tidak melakukan jurnal
apapun..

BAB VIII. Akuntansi Musyarakah | 435


8.5 Akuntansi Mitra Aktif (pengelola usaha musyarakah)
Dalam melaksanakan musyarakah, mitra aktif harus membuat catatan yang terpisah dari catatan
usaha lainnya. Tentang hal tersebut dijelaskan dalam PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah sebagai
berikut:
13. Untuk pertanggungjawaban pengelolaan usaha musyarakah dan sebagai dasar penentuan bagi hasil, maka
mitra aktif atau pihak yang mengelola usaha musyarakah harus membuat catatan akuntansi yang terpisah
untuk usaha musyarakah tersebut.
Dari ketentuan tersebut di atas dapat dilihat bahwa mitra aktif memiliki dua fungsi sekaligus yaitu
sebagai pemilik modal musyarakah dan sebagai pengelola usaha musyarakah.

8.5.1 Akun-akun pada mitra aktif (sebagai pengelola musyarakah)


Salah satu tugas dalam mitra aktif adalah mengelola usaha musyarakah yang harus membuat catatan
akuntansi tersendiri, sehingga perlu disiapkan akun-akun yang berkaitan dengan Laporan Keuangan. Oleh
karena itu akun-akun yang dipergunakan untuk kepentingan penyusunan laporan keuangan berbeda
dengan yang dipergunakan pada mitra sebagai pemilik modal.

A. Akun-akun untuk Laporan Posisi Keuangan (Neraca)


Akun-akun berikut dipergunakan untuk mencatat transaksi musyarakah dalam akuntansi mitra aktif
sebagai pengelola usaha musyarakah untuk kepentingan penyusunan laporan posisi keuangan (neraca).
1. Aset Musyarakah (Tetap)
Akun ini dipergunakan untuk mencatat modal non kas musyarakah yang disisihkan oleh mitra aktif
dan modal non kas musyarakah yang diterima dari mitra pasif. Akun ini didebet pada saat disisihkan
atau diterima dari mitra pasif dan dikredit pada saat dijual.
2. Akumulasi penyusutan aset musyarakah
Akun ini dipergunakan untuk mancatat akumulasi penyusutan aset musyarakah yang berasal dari
para mitra yang sesuai sepakat awal untuk tidak dikembalikan kepada para mitra pemilik modal.
Akun ini dikredit pada saat pembentukan penyusutan dan didebet pada saat aktiva musyarakah
dialihkan pada pihak lain.
3. Dana Syirkah temporer
Akun ini dipergunakan untuk mencatat modal musyarakah yang diterima, baik dari mitra aktif
maupun mitra pasif, baik dari modal kas maupun modal non kas. Akun ini di kredit pada saat
diterima modal musyarakah dan didebet pada modal musyarakah diserahkan kembali kepada mitra.
4. Kewajiban hak mitra atas bagi hasil
Akun ini dipergunakan untuk mencatat bagi hasil yang menjadi hak mitra yang belum dibayar. Akun
ini dikredit pada saat perhitungan bagi hasil dilakukan dan didebet pada saat dibayar kepada mitra
pasif

B. Akun-akun untuk Laporan Laba Rugi


Akun-akun berikut dipergunakan untuk mencatat transaksi musyarakah dalam akuntansi mitra aktif
sebagai pengelola usaha musyarakah, untuk kepentingan penyusunan laporan laba rugi.
1. Beban Penyusutan (penurunan) Aset Musyarakah)
Akun ini dipergunakan untuk mencatat beban penyusuatan aktiva tetap musyarakah yang berasal
dari penyerahan modal non kas musyarakah baik dari mitra aktif maupun mitra pasif, yang sesuai
kesepatan awal tidak dikembalikan kepada mitra pemilik modal. Akun ini didebet pada saat
pembentukan penyisihan penyusuatan dan dikredit pada saat dipindahkan ke Laba Rugi pada akhir
tahun.

436 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


2. Hak Mitra atas Bagi Hasil
Akun ini dipergunakan untuk mencatat bagi hasil yang menjadi hak mitra pasif dari hasil usaha yang
dilakukan. Akun ini didebet pada saat dilakukan pembagian atas hasil usaha yang menjadi hak mitra
pasif dan dikredit pada saat bagi hasil dibayar kepada mitra pasif.
Untuk memberikan gambaran yang lengkap dan rinci akuntansi mitra aktif sebagai pengelola,
berikut diberikan ilustrasi contoh transaksi musyarakah. Ilustrasi tersebut merupakan lanjutan atau
pelengkap dari ilustrasi umum yang diberikan sebelumnya.
Contoh: 8-1 (ilustrasi umum)
1. Modal Usaha (syirkah) keseluruhan sebesar Rp150.000.000,00 dimana LKS Anugrah Gusti
mendapatkan porsi modal sebesar Rp90.000.000,00 dan porsi modal untuk Amirullah sebesar
Rp60.000.000,00.
2. Jangka waktu kontrak akad musyarakah selama 2 tahun dan disepakati LKS Anugrah Gusti
hanya menyetor modal dan sebagai pengelola usaha adalah Amirullah.
3. Pembagian hasil usaha (nisbah ), untuk LKS Anugrah Gusti sebesar 70% dan untuk
Amirullah sebesar 30% dari pendapatan yang diperoleh (revenue sharing).
4. Modal usaha yang menjadi porsi LKS Anugrah Gusti sebagai mitra pasif sebesar
Rp90.000.000,00 dibayar dengan tahapan sebagai berikut:
a. Tanggal 15 Agustus 2008 dibayarkan dalam bentuk kas sebesar Rp36.000.000,00.
b. Tanggal 20 Agustus 2008 diserahkan modal non kas, berupa sebuah mesin pemintal
“Yamato” sebesar Rp30.000.000,00 (nilai wajar saat penyerahan) dan mesin tersebut
tercatat dalam pembukuan LKS Anugrah Gusti sebesar Rp32.500.000,00, dan
c Tanggal 25 Agustus 2008 diserahkan modal non kas berupa sebuah mesin tenun
“Yanmar” sebesar Rp24.000.000,00 (nilai wajar saat penyerahan) dan mesin tersebut
tercatat dalam pembukuan LKS Anugrah Gusti sebesar Rp18.000.000,00.
3. Sedangkan modal musyarakah yang menjadi porsi Amirullah sebagai mitra aktif sebesar
Rp60.000.000,00 dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a. Tanggal 2 Agustus 2008 diserahkan dalam bentuk kas / uang tunai sebesar
Rp15.000.000,00.
b. Tanggal 5 Agustus 2008 diserahkan “mesin rajut” merk Daitzu seharga
Rp30.000.000,00 (harga wajar saat penyarahan). Nilai tercatat (nilai buku) aset
tersebut sebesar Rp27.600.000,00.
c. Tanggal 10 Agustus 2008 diserahkan “mesin pewarna” merk Fujitzu seharga
Rp15.000.000,00 (harga wajar / pasar saat penyerahan). Nilai tercatat (nilai buku) aset
tersebut sebesar Rp16.200.000,00.
Dalam ilustrasi tersebut di atas akan dibahas akuntansi pada Amirullah sebagai mitra aktif pengelola
usaha atas penerimaan modal dari LKS Anugrah Gusti sebagai mitra pasif dan modal yang disisihkan
sendiri oleh Amirullah sebagai mitra aktif penyerta modal. Pengembalian modal kepada mitra pasif dan
pembayaran bagi hasil musyarakah.

8.5.2 Penerimaan penyertaan modal (pada saat awal akad)


Musyarakah merupakan usaha milik bersama para mitra dimana masing-masing memiliki kontribusi
modal. Oleh karena itu penerimaan modal musyarakah yang diterima oleh mitra aktif sebagai pengelola
berasal dari penyertaan modal dari mitra pasif dan penyertaan dari mitra aktif sendiri, dimana masing-
masing membawa konsekwensi pencatatan masing-masing.
A. Penyertaan modal musyarakah oleh mitra aktif ( Amirullah)
Dalam ilustrasi di atas akan dibahas akuntansi atas penerimaan modal musyarakah yang disisihkan
oleh Amirullah sebagai penyetor modal musyarakah, baik dalam bentuk modal kas (uang tunai) atau modal
non kas (aset) yang bermanfaat atas usaha musyarakah tersebut.

BAB VIII. Akuntansi Musyarakah | 437


1) Penyertaan modal kas musyarakah mitra aktif
Penyerahan modal musyarakah antara lain dilakukan dalam bentuk penyerahan uang tunai (kas).
Dalam PSAk 106 tentang Akuntansi Musyarakah dijelaskan pengukuran investasi musyarakah untuk mitra
aktif dalam bentuk kas, sebagai berikut:
15. Pengukuran investasi musyarakah:
(a) dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang diserahkan; dan
Sesuai ketentuan tersebut investasi musyarakah yang diterima diakui sebesar jumlah yang diterima.
Contoh : 8 - 27
Tanggal 2 Agustus 2008 diserahkan oleh Amirullah sebagai mitra aktif pemodal modal musyarakah
dalam bentuk kas sebesar Rp15.000.000,00.
Atas penyerahan modal musyarakah dalam bentuk kas tersebut Amirullah sebagai mitra aktif
pengelola usaha melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas Rp15.000.000,00
Cr. Dana Syirkah Temporer (musyarakah) Rp15.000.000,00
Dengan adanya jurnal transaksi tersebut maka akun dan neraca pada Mitra Aktif sebagai pengelola
usaha adalah sebagai berikut:
DANA SYIRKAH TEMPORER
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/08 Modal mitra aktif 15.000.000
Saldo 15.000.000
15.000.000 15.000.000

NERACA
Per 02 Agustus 2008
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Kas 15.000.000 Dana Syirkah Temp
DST – Musyarakah 15.000.000

2) Penyertaan modal musyarakah non kas (barang) mitra aktif


Dalam modal musyarakah non kas (barang) diukur sebesar nilai wajar saat penyerahan modal
musyarakah non kas, oleh karena itu bagi mitra aktif pengelola perbedaan nilai wajar saat penyerahan
dengan nilai tercatatnya pemilik aset tidak akan mempengaruhi pengakuan akuntansi yang dilakukan.
Dalam PSAK 106 tentang akuntansi musyarakah dijelaskan pengukuran investasi musyarakah untuk mitra
aktif dalam bentuk non kas atau aset, sebagai berikut:
15. Pengukuran investasi musyarakah:
(b) dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan jika terdapat selisih antara nilai
wajar dan nilai buku aset nonkas, maka selisih tersebut diakui sebagai selisih penilaian aset
musyarakah dalam ekuitas. Selisih penilaian aset musyarakah tersebut diamortisasi selama
masa akad musyarakah.
Ketentuan tersebut di atas merupakan ketentuan akuntansi musyarakah bagi mitra aktif sebagai
pemilik dana (pemilik modal musyarakah) bukan untuk mitra aktif sebagai pengelola. Bagi mitra aktif
sebagai pengelola, modal yang diterima baik dari mitra pasif maupun dari dirinya sendiri sebagai mitra aktif
pemilik dana, diakui sebagai dana syirkah temporer sebesar nilai wajar saat penyerahan, tanpa
memperhatikan nilai wajar lebih besar atau lebih kecil dari nilai tercatatnya.
a) Nilai wajar lebih besar dari nilai tercatatnya
Jika penyisihan modal musyarakah non kas (barang) dilakukan oleh Amirullah sebagai pemilik
modal, maka dapat terjadi nilai wajar saat penyerahan lebih besar dari nilai tercatatnya. Bagi mitra aktif
sebagai pengelola tidak terpengaruh dengan hal tersebut karena bagi pengelola, dana syirkah temporer

438 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


mengakui sebesar nilai wajar saat penyerahan, sehingga keuntungan atau kerugian akibat selisih nilai wajar
dan nilai tercatat diakui oleh masing-masing mitra sebagai pemilik modal dan akan diperhitungkan dengan
hasil usaha musyarakah.
Contoh : 8 - 28
Tgl 5 Agustus 2008 diserahkan oleh Amirullah sebagai mitra aktif pemodal, modal musyarakah non
kas berupa “mesin rajut” merk Daitzu seharga Rp30.000.000,00 (harga wajar saat penyerahan). Nilai
tercatat (nilai buku) aset tersebut sebesar Rp27.600.000,00.
Atas transaksi tersebut jurnal yang dilakukan oleh mitra aktif pengelola adalah sebagai berikut:
Dr. Aset Musyarakah / Persediaan Rp30.000.000,00
Cr. Dana Syirkah Temporer (musyarakah) Rp30.000.000,00
b) Nilai wajar lebih kecil dari nilai tercatatnya
Begitu juga jika penyerahan modal musyarakah non kas dengan nilai wajar lebih kecil dari nilai
tercatatnya, tidak mempengaruhi mitra aktif sebagai pengelola dalam melakukan pencatatan akuntansi yang
dilakukan, karena bagi mitra pengelola modal musyarakah non kas diakui sebagai dana syirkah temporer
sebesar nilai wajar saat penyerahan.
Contoh: 8 - 29
Tanggal 10 Agustus 2008 diserahkan oleh Amirullah sebagai mitra aktif pemodal, modal
musyarakah non kas berupa “mesin pewarna” merk Fujitzu seharga Rp15.000.000,00 (harga wajar /
pasar saat penyerahan). Nilai tercatat (nilai buku) aset tersebut sebesar Rp16.200.000,00.
Atas transaksi tersebut jurnal yang dilakukan oleh mitra aktif pengelola adalah sebagai berikut:
Dr. Aset Musyarakah / Persediaan Rp15.000.000,00
Cr. Dana Syirkah Temporer (musyarakah) Rp15.000.000,00
Dengan adanya jurnal transaksi tersebut maka akun dan neraca pada Mitra Aktif sebagai pengelola
usaha adalah sebagai berikut:
DANA SYIRKAH TEMPORER
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/08 Modal mitra aktif 15.000.000
05/08 Modal mitra aktif 30.000.000
10/08 Modal mitra aktif 15.000.000
Saldo 60.000.000
60.000.000 60.000.000

NERACA
Per 10 Agustus 2008
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Kas 15.000.000 Dana Syirkah Temp
Aset Musy / Persediaan 45.000.000 DST – Musyarakah 60.000.000

B. Penerimaan modal musyarakah dari mitra pasif (LKS Anugrah Gusti)


Dalam ilustrasi di atas akan dibahas akuntansi penerimaan modal musyarakah dari Lembaga
Keungan Syariah sebagai mitra pasif. Dalam PSAK 106 tentang akuntansi musyarakah, paragraf 19
menjelaskan pengakuan dan pengukuran penerimaan dana musyarakah yang diterima dari mitra pasif
sebagai berikut:
19. Penerimaan dana musyarakah dari mitra pasif (misalnya, bank syariah) diakui sebagai investasi
musyarakah dan di sisi lain sebagai dana syirkah temporer sebesar:
(a) dana dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang diterima; dan

BAB VIII. Akuntansi Musyarakah | 439


(b) dana dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan disusutkan selama masa akad atau
selama umur ekonomis apabila aset tersebut tidak akan dikembalikan kepada mitra pasif.
Penerimaan modal musyarakah dari mitra pasif dapat berupa kas (uang tunai) maupun dalam
bentuk non kas (barang).
1) Penerimaan modal kas musyarakah dari mitra pasif
Penyerahan modal musyarakah oleh mitra dalam dilakukan dalam bentuk kas dan atau dalam
bentuk non kas. Jika modal musyarakah diserahkan dalam bentuk kas maka oleh mitra diakui sebagai
investasi musyarakah dan disisi lain sebagai dana syirkah temporer sebesar jumlah yang diterima. Hal
tersebut sesuai dengan PSAK 106 paragraf 19 sebagai berikut:
19. Penerimaan dana musyarakah dari mitra pasif (misalnya, bank syariah) diakui sebagai investasi
musyarakah dan di sisi lain sebagai dana syirkah temporer sebesar:
(a) dana dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang diterima; dan

Contoh : 8 - 30
Tanggal 15 Agustus 2008 , diserahkan oleh LKS Anugrah Gusti sebagai mitra pasif, modal
musyarakah dalam bentuk kas sebesar Rp36.000.000,00.
Atas penyerahan modal musyarakah non kas oleh LKS Anugrah Gusti tersebut, Amirullah sebagai
mitra aktif pengelola melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas/Bank Rp36.000.000,00
Cr Dana Syirkah Temporer (musyarakah) Rp36.000.000,00

2). Penerimaan modal non kas (aset) musyarakah dari mitra pasif
Selain dalam bentuk kas, modal musyarakah dapat diberikan dalam bentuk modal non kas atau
barang yang bermanfaat dalam usaha musyarakah. Bagi pemilik aset (mitra aktif) atas penyerahan modal
musyarakah dalam bentuk non kas mengakibatkan (a) nilai wajar lebih besar dari nilai tercatat, (b) nilai
wajar lebih kecil dari nilai tercatat yang dapat mengakibatkan keuntungan atau kerugian. Tetapi bagi mitra
pasif modal musyarakah non kas diatur dalam PSAK 106 tentang akuntansi mmusyarakah (paragraf 19.b)
sebagai berikut:
19. Penerimaan dana musyarakah dari mitra pasif (misalnya, bank syariah) diakui sebagai investasi
musyarakah dan di sisi lain sebagai dana syirkah temporer sebesar:
(b) dana dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan disusutkan selama masa akad atau
selama umur ekonomis apabila aset tersebut tidak akan dikembalikan kepada mitra pasif.
Jadi bagi mitra pasif tidak dipengaruhi oleh nilai tercatat (buku) atau nilai wajar dari aset yang
bersangkuta. Bagi mitra pasif modal musyarakah non kas diakui sebesar nilai wajarnya.
a) Nilai wajar lebih besar dari nilai tercatatnya
Jika modal musyarakah non kas memiliki nilai wajar lebih besar dari nilai tercatat, bagi mitra pasif
modal musyarakah non kas tersebut diakui sebesar wajar saat penyerahan dan mitra pasif tidak mengakui
keuntungan (pengakuan keuntungan dilakukan oleh mitra aktif yang menyerahkan modal musyarakah non
kas).

Contoh : 8 - 31
Tanggal 20 Agustus 2008 diserahkan oleh LKS Anugrah Gusti sebagai mitra pasif modal non kas,
berupa mesin pemintal sebesar Rp30.000.000,00 (nilai wajar saat penyerahan) dan mesin tersebut
tercatat dalam pembukuan LKS Anugrah Gusti sebesar Rp32.500.000,00.

440 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Atas penyerahan modal non kas berupa mesin pemintal tersebut dari LKS Anugrah Gusti, maka
oleh Amirullah melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Aset Musyarakah/Persediaan Rp30.000.000,00
Cr. Dana Syirkah Temporer (musyarakah) Rp30.000.000,00
b) Nilai wajar lebih rendah dari nilai tercatatnya
Begitu sebaliknya jika modal musyarakah non kas memiliki nilai wajar lebih rendah dari nilai
tercatatnya, maka bagi mitra pasif modal musyarakah non kas tetapi diakui sebesar nilai wajar saat
penyerahan dan tidak mengakui kerugian (yang mengakui kerugian mitra aktif yang menyerahkan modal
non kas)
Contoh: 8 -32
Tanggal 25 Agustus 2008 diserahkan oleh LKS Anugrah Gusti modal musyarakah non kas, berupa
mesin tenun sebesar Rp24.000.000,00 (nilai wajar saat penyerahan) dan mesin tersebut tercatat
dalam pembukuan LKS Anugrah Gusti sebesar Rp15.200.000,00.
Atas penyerahan modal non kas berupa mesin tenun tersebut dari LKS Anugrah Gusti, maka oleh
Amirullah melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Aset Musyarakah /Persediaan Rp24.000.000,00
Cr. Dana Syirkah Temporer (musyarakah) Rp24.000.000,00
Dengan adanya jurnal transaksi tersebut maka akun dan neraca pada Mitra Aktif sebagai pengelola usaha
adalah sebagai berikut:
DANA SYIRKAH TEMPORER
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/08 Modal mitra aktif tunai 15.000.000
05/08 Mitra aktif “mesin rajut” 30.000.000
10/08 Mitra aktif “pewarna” 15.000.000
15/08 Modal mitra pasif tunai 36.000.000
20/08 Mitra pasif “pemintal” 30.000.000
Saldo 150.000.000 25/08 Mitra pasif “tenun” 24.000.000
150.000.000 150.000.000

NERACA
Per 20 Agustus 2008
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Kas 51.000.000 Dana Syirkah Temp
Aset Musyarakah/Persediaan 99.000.000 DST – Musyarakah 150.000.000

c) Penyusutan modal musyarakah non kas


Modal musyarakah non kas atau aset musyarakah yang diserahkan untuk usaha musyarakah akan
mengalami penurunan sehingga perlu dibentuk cadangan penyusutan yang membawa dampak beban
penyusutan. Sehubungan dengan hal tersebut dalam PSAK 106, paragraf 19 butir b dijelaskan sebaai
berikut.
19. Penerimaan dana musyarakah dari mitra pasif (misalnya, bank syariah) diakui sebagai investasi
musyarakah dan di sisi lain sebagai dana syirkah temporer sebesar:
(a) dana dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang diterima; dan
(b) dana dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan disusutkan selama masa akad atau
selama umur ekonomis apabila aset tersebut tidak akan dikembalikan kepada mitra pasif.

BAB VIII. Akuntansi Musyarakah | 441


Dari ketentuan di atas dapat dilihat bahwa beban penyusutan akan ditanggung oleh mitra aktif
pengelola usaha jika modal non kas atau aset musyarakah tersebut tidak akan dikembalikan kepada mitra
pasif. Sebaliknya jika modal non kas tersebut dikembalikan kepada mitra pasif maka beban penyusutan
ditanggung oleh mitra pasif.
Contoh: 8 - 33
Dari modal non kas berupa mesin pemintal “Yamato” dengan nilai wajar sebesar Rp30.000.000,00
yang diterima dari LKS Anugrah Gusti sebagai mitra pasif, sepakata untuk dikembalikan kepadanya.
Sesuai ketentuan pada paragraf 19 huruf b di atas maka penyusutan akan ditanggung oleh Amirullah
sebagai mitra aktif pengelola setiap bulan sebesar : ( Rp30.000.000 – 0 ) / 24 = Rp1.250.000. Sehingga
atas penyusutan tersebut Amirullah sebagai mitra aktif pengelola melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Beban penurunan nilai (penyusutan) Rp1.250.000,00
Cr. Akumulasi Penyusutan Aset Musyarakah Rp1.250.000
Beban penyusutan diperhitungan sebagai biaya produksi, sehingga akan mengurangi pendapatan
usaha yang akan dipergunakan sebagai dasar perhitungan pembagian hasil usaha.

AKUMULASI PENYUSUTAN ASET MUSYARAKAH


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Penyusutan Aset Musy 1.250.000
Saldo 1.250.000
1.250.000 1.250.000

NERACA
Per 30 Agustus 2008
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Kas 56.000.000 Dana Syirkah Temp
Aset Musy / Persediaan 94.000.000 DST – Musyarakah 150.000.000
Akumulasi penyusutan ( 1.250.000)

8.5.3 Selama Akad Musyarakah


Akuntansi yang terkait selama akad musyarakah berlangsung adalah dalam hal pengembalian modal
musyarakah, baik untuk msurayakah permanen yang pengembalian modalnya dilakukan pada akhir akad,
atau musyarakah menurun dimana pengembalian modal musyarakah oleh mitra aktif dilakukan secara
bertahap sehingga pada akhir akad seluruh modal musyarakah menjadi milik mitra aktif.
A. Hasil Usaha Musyarakah
Tujuan dari musyarakah adalah hasil usaha yang akan dibagi kepada semua mitra sesuai nisbah yang
disepakati pada awal akad. Dalam PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah, paragraf 23 sampai dengan
26 mengatur pengakuan dan pengukuran tentang hasil usaha musyarakah sebagai berikut:
23. Pendapatan usaha musyarakah yang menjadi hak mitra aktif diakui sebesar haknya sesuai dengan
kesepakatan atas pendapatan usaha musyarakah. Sedangkan pendapatan usaha untuk mitra pasif diakui
sebagai hak pihak mitra pasif atas bagi hasil dan kewajiban.
24. Kerugian investasi musyarakah diakui sesuai dengan porsi dana masing-masing mitra dan mengurangi
nilai aset musyarakah.
25. Jika kerugian akibat kelalaian atau kesalahan mitra aktif atau pengelola usaha, maka kerugian tersebut
ditanggung oleh mitra aktif atau pengelola usaha musyarakah.
26. Pengakuan pendapatan usaha musyarakah dalam praktik dapat diketahui berdasarkan laporan bagi
hasil atas realisasi pendapatan usaha dari catatan akuntansi mitra aktif atau pengelola usaha yang
dilakukan secara terpisah.

442 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


Jadi sesuai ketentuan tersebut di atas pendapatan usaha musyarakah yang menjadi hak mitra aktif
diakui sebesar haknya sesuai dengan kesepakatan atas pendapatan usaha musyarakah. Sedangkan
pendapatan usaha untuk mitra pasif diakui sebagai hak pihak mitra pasif atas bagi hasil dan kewajiban.
Kerugian investasi musyarakah diakui sesuai dengan porsi dana masing-masing mitra dan mengurangi nilai
aset musyarakah. Kerugian akibat kelalaian atau kesalahan mitra aktif atau pengelola usaha, maka kerugian
tersebut ditanggung oleh mitra aktif atau pengelola usaha musyarakah.
Contoh : 8 - 34
Berdasarkan laporan yang diterima atas pengelolaan modal musyarakah, diperoleh bagi hasil sebesar
Rp5.000.000,00 dimana pembagian bagi hasil 30 untuk Amirullah dan 70 untuk Bank Syariah.
Berdasarkan perhitungan pembagian hasil usaha yang dilakukan oleh mitra aktif sebagai pengelola
diketahui bahwa :
Hak Mitra pasif (LKS) : 70% x Rp5.000.000,00 Rp3.500.000,00
Hak Mitra pasif (sbg pemodal) : 30% x Rp5.000.000,00 Rp1.500.000,00
1. Pada saat dilakukan perhitungan dan belum diserahkan sampai akhir bulan (tutup buku) dilakukan
jurnal
Dr. Hak Mitra Atas Bagi Hasil Rp5.000.000,00
Cr. Bagi Hasil sudah diumumkan belum dibagi Rp5.000.000,00
2. Pada saat pembayaran bagi hasil kepada mitra
Dr. Bagi Hasil sdh diumumkan belum dibagi Rp5.000.000,00
Cr. Kas / Rek Mitra Pasif Rp3.500.000,00
Cr. Kas / Rek Mitra aktif (penyerta modal) Rp1.500.000,00
B. Pengalihan Modal Musyarakah dari Mitra aktif ke mitra pasif
Musyarakah merupakan kerja sama dimana masing-masing mempunyai kontribusi modal.
Pengalihan modal dari mitra pasif ke mitra aktif dapat dilakukan pada akhir akad (jika musyarkah
permanen) atau dilakukan secara bertahap sesuai kesepakatan (jika musyarakah menurun).
1). Musyarakah permanen
Sesuai penerimaan modal musyarakah yang diterima pada awal akad yang berupa modal kas dan
atau modal non kas, maka pengembalian modal musyarakah pun dapat dialihkan kepada mitra lain dapat
berupa uang tunai atau modal non kas berupa barang atau aset musyarakah.
a) Pengalihan modal musyarakah kas mitra pasif ke mitra aktif
Jika pengalihan modal dari mitra pasif kepada mitra aktif berupa uang tunai, maka dalam PSAK 106
tentang Akuntansi Musyarakah telah menjelaskan pengakuan dan pengukuran investasi musyarakah selama
akad musyarakah berlangsung untuk musyarakah permanen, sebagai berikut:
20 Bagian mitra aktif atas investasi musyarakah dengan pengembalian dana mitra pasif di akhir akad
dinilai sebesar:
(a) jumlah kas yang diserahkan untuk usaha musyarakah pada awal akad dikurangi dengan
kerugian (apabila ada); atau
Contoh: 8 - 35
Pada tanggal jatuh tempo akad musyarakah, modal musyarakah dari LKS Anugrah Gusti berupa
uang tunai sebesar Rp36.000.000,00 kembalikan kepada LKS Anugrah Gusti
Atas pengalihan atau pengembalian modal musyaraha berupa uang tunai tersebut, Amirullah sebagai
mitra aktif pengelola melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Dana Syirkah Temporer (musyarakah) Rp36.000.000,00
Cr. Kas / Rek LKS Anugrah Gusti Rp36.000.000,00
Dengan adanya jurnal transaksi tersebut maka akun dan neraca pada Mitra Aktif sebagai pengelola
usaha adalah sebagai berikut:

BAB VIII. Akuntansi Musyarakah | 443


DANA SYIRKAH TEMPORER
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Pengalihan mdl mitra pasif 36.000.000 02/08 Modal mitra aktif tunai 15.000.000
05/08 Mitra aktif “mesin rajut” 30.000.000
10/08 Mitra aktif “pewarna” 15.000.000
15/08 Modal mitra pasif tunai 36.000.000
20/08 Mitra pasif “pemintal” 30.000.000
Saldo 114.000.000 25/08 Mitra pasif “tenun” 24.000.000
150.000.000 150.000.000

NERACA
Per 01 Agustus 2010
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Dana Syirkah Temp
Aset Musy / Persediaan 94.000.000 DST – Musyarakah 114.000.000
Akumulasi penyusutan ( 1.250.000)

b) Pengalihan modal musyarakah non kas dari mitra pasif ke mitra aktif
Jika pengalihan modal musyarakah dari mitra pasif ke mitra aktif berupa modal non kas atau aset
musyarakah, maka dalam PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah telah menjelaskan pengakuan dan
pengukuran investasi musyarakah selama akad musyarakah berlangsung untuk musyarakah permanen,
sebagai berikut:
20 Bagian mitra aktif atas investasi musyarakah dengan pengembalian dana mitra pasif di akhir akad
dinilai sebesar:
(b) nilai wajar aset musyarakah nonkas pada saat penyerahan untuk usaha musyarakah setelah
dikurangi penyusutan dan kerugian (apabila ada).
Contoh : 8 -36
Pada saat jatuh tempo akad musyarakah, sesuai kesepakatan dalam akad dikembalikan modal
musyarakah non kas berupa sebuah mesih tenun kepada LKS Anugrah Gusti dengan nilai wajar saat
penyerahan sebesar Rp24.000.000,00.
Atas pengembalian modal musyarakah non kas tersebut, Amirullah sebagai mitra aktif pengelola
melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Dana Syirkah Temporer (musyarakah) Rp24.000.000,00
Cr. Kas / Rek LKS Anugrah Gusti Rp24.000.000,00
Dengan adanya jurnal transaksi tersebut maka akun dan neraca pada Mitra Aktif sebagai pengelola
usaha adalah sebagai berikut:
DANA SYIRKAH TEMPORER
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Pengalihan mdl mitra pasif 36.000.000 02/08 Modal mitra aktif tunai 15.000.000
Pengembalian mdl non kas 24.000.000 05/08 Mitra aktif “mesin rajut” 30.000.000
10/08 Mitra aktif “pewarna” 15.000.000
15/08 Modal mitra pasif tunai 36.000.000
20/08 Mitra pasif “pemintal” 30.000.000
25/08 Mitra pasif “tenun” 24.000.000
Saldo 90.000.000
150.000.000 150.000.000

444 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


NERACA
Per 10 Agustus 2010
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Dana Syirkah Temp
Aset Musy / Persediaan 70.000.000 DST – Musyarakah 90.000.000
Akumulasi penyusutan ( 1.250.000)

Jika diperhatikan ketentuan ini diperuntukkan pada mitra aktif sebagai pemilik modal bukan pada
mitra aktif sebagai pengelola. Dari ketentuan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
1 Modal kas
Modal kas musyarakah awal 50
Kerugian musyarakah (jika ada) (10)
Nilai bersih modal kas musyarakah 40

2 Modal non kas musyarakah


Nilai wajar saat penyerahan 50
Akumulasi penyusutan (49)
Kerugian (jika ada) (5)
Nilai bersih modal non kas musyarakah (4)

Total Nilai bersih modal musyarakah 36

2). Musyarakah menurun


Dalam PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah telah menjelaskan pengakuan dan pengukuran
investasi musyarakah selama akad musyarakah berlangsung untuk musyarakah menurun, sebagai berikut:
21. Bagian mitra aktif atas investasi musyarakah menurun (dengan pengembalian dana mitra pasif secara
bertahap) dinilai sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset nonkas yang diserahkan untuk usaha
musyarakah pada awal akad dikurangi dengan jumlah dana syirkah temporer yang telah
dikembalikan dan kerugian (apabila ada).
Jika ketentuan ini diterapkan pada mitra aktif sebagai pengelola, maka pengembalian modal
musyarakah diakui sebagai pengurang dana syirkah temporer.
Contoh : 8 - 37
Tanggal 20 Desember 2008 Amirullah menerima kembali modal musyarakah dalam bentuk kas
sebesar Rp5.000.000,00.
Atas pengembalian modal musyarakah tersebut dilakukan jurnal oleh mitra aktif pengelola sebagai berikut:
Dr. Dana Syirkah Temporer Rp5.000.000
Cr. Kas Rp5.000.000

8.5.4 Akhir Akad


Ketentuan akhir akad ini mengatur ketentuan jika dengan berakhirnya akad musyarakah, modal
mitra pasif belum dialihkan kepada mitra aktif, maka Investasi Musyarakah berubah menjadi Kewajiban.
Hal ini sesuai ketentuan dalam PSAK 106 tentang musyarakh yang mengatur sebagai berikut:
22. Pada saat akad diakhiri, investasi musyarakah yang belum dikembalikan kepada mitra pasif diakui
sebagai kewajiban.
Bagi mitra aktif sebagai pengelola usaha, modal musyarakah yang sudah disepakati awal untuk
pengembaliannya dan belum dikembalikan diakui sebagai kewajiban.

BAB VIII. Akuntansi Musyarakah | 445


Contoh : 8 - 38
Berdasarkan data yang dimiliki oleh mitra aktif sebagai pengelola terdapat modal mitra pasif sebesar
Rp5.000.000 hingga akhir akad musyarakah belum dialihkan (dikembalikan)
Dr. Investasi Musyarakah Rp5.000.000
Cr. Hutang Mitra Pasif (kewajiban) Rp5.000.000
Jika dilakukan pembayaran atas modal musyarakah yang telah jatuh tempo, maka Amirullah sebagai
mitra aktif pengelola melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Hutang Mitra Pasif Rp5.000.000
Cr. Kas Rp5.000.000

8.6 Penyajian dan Pengungkapan


Dalam PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah menjelaskan penyajian transaksi musyrakah dalam
Laporan Keuangan Syariah sebagai berikut:
35. Mitra aktif menyajikan hal-hal yang terkait dengan usaha musyarakah dalam laporan keuangan
sebagai berikut:
(a) Aset musyarakah untuk kas atau aset nonkas yang disisihkan dan yang diterima dari
mitra pasif;
(b) Dana musyarakah yang disajikan sebagai unsur dana syirkah temporer untuk aset
musyarakah yang diterima dari mitra pasif; dan
(c) Selisih penilaian aset musyarakah, bila ada, disajikan sebagai unsur ekuitas.
36. Mitra pasif menyajikan hal-hal yang terkait dengan usaha musyarakah dalam laporan
keuangan sebagai berikut:
(a) Investasi musyarakah untuk kas atau aset nonkas yang diserahkan kepada mitra aktif;
(b) Keuntungan tangguhan dari selisih penilaian aset nonkas yang diserahkan pada nilai
wajar disajikan sebagai pos lawan (contra account) dari investasi musyarakah.
Dalam PSAk 106 tentang Akuntansi Musyarakah menjelaskan hal-hal yang harus diungkapkan
dalam Laporan Keuangan Syariah adalah sebagai berikut:
37. Mitra mengungkapkan hal-hal yang terkait transaksi musyarakah, tetapi tidak terbatas, pada:
(a) isi kesepakatan utama usaha musyarakah, seperti porsi penyertaan, pembagian hasil
usaha, aktivitas usaha musyarakah, dan lain-lain;
(b) pengelola usaha, jika tidak ada mitra aktif; dan
(c) pengungkapan yang diperlukan sesuai Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor
101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.

8.7 Pertanyaan dan soal

8.7.1 Pertanyaan-pertanyaan
1. Salah satu penyaluran dana yang dilakukan oleh LKS dengan prinsip bagi hasil adalah musyarakah.
a. Jelaskan dengan rinci dan lengkap pengertian musyarakah?
b. Jelaskan jenis syirkah dan jenis musyarakah?
2. Mudharabah dan musyarakah merupakan penyaluran dana LKS dengan prinsip bagi hasil.
a. Jelaskan dengan rinci dan lengkap karakteristik musyarakah sesuai Fatwa DSN dan PSAK 106
tentang Akuntansi Musyarakah?
b. Jelaskan persamaan dan perbedaan mudharabah dan musyrakah?

446 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


3. PSAK 106 mengatur tentang Akuntansi Musyarakah
a. Jelaskan cakupan PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah dan perbedaan akuntansi
musyarakah dalam PSAK 59
b. Jelaskan beberapa akun yang dipergunakan dalam transaksi musyarakah?
4. Dalam musyarakah masing-masing mitra memiliki kontribusi modal
a. Jelaskan pengakuan dan pengukuran penyerahan modal musyarakah, baik modal kas maupun
modal non kas
b. Jelaskan pengakuan dan pengukuran modal musyarakah pada akhir akad musyarakah
5. Tujuan musyarakah adalah memperoleh bagi hasil
a. Jelaskan pengakuan dan pengukuran bagi hasil dalam musyarakah
b. Jelaskan mengapa tidak diperkenankan mengakui pendapatan bagi hasil atas dasar proyeksi
yang dibuat?

8.7.2 Soal-soal
Soal pertama
LKS Ramat Ilahi sepakat dengan Syaiful untuk membiayai proyek pembangunan sebuah tower
raksasa senilai Rp1.000.000.000 (satu milyard rupiah). Atas kesepatan tersebut Syaiful memberikan
kontribusi modal sebesar Rp200.000.000 (dua ratus juta) sedangkan LKS Ramat Ilahi sebesar
Rp800.000.000 (delapan ratus juta rupiah) yang terdiri atas uang tunai sebesar Rp300.000.000 (tiga
ratus juta rupiah) dan bahan material dengan harga pasar sebesar Rp500.000.000 (lima ratus juta
rupiah) yang sebelumnya dibeli dengan harga sebesar Rp450.000.000 (empat ratus lima puluh juta).
Pembagain hasil disepakati 20% untuk Syaiful dan 80% untuk LKS Rahmat Ilahi. Estimasi
keuntungan yang akan diperoleh atas proyek tersebut sebesar Rp100 juta Pada akhir proyek
diperhitungan hasil usaha sebesar Rp50 juta.
Diminta :
1. Perhitungan dan jurnal sehubungan dengan transaksi tersebut
2. Perhitungan kolektibilitas dan PPAP yang harus dibentuk

Soal kedua
PT Sinar Bahagia telah memenangkan tender pembangunan 5 gedung sekolah dasar di kecamatan
Jatisrono sebesar Rp5.000.000.000 (lima milyard). Untuk memenuhi kebutuhan modal kerja PT
Sinar Bahagia menyetujui kerja sama dengan LKS Sarana Mukti dengan data-data sebagai berikut:
Porsi Modal kerja : PT Sinar Bahagia 60% dan LKS Sarana Mukti 40% yang
dibayar sekaligus dalam bentuk uang tunai ke rekening usaha
bersama
Nisbah : PT Sinar Bagahian 50% dan LKS Sarana Mukti 50%
Prinsip bagi hasil : Revenue Sharing
Jangka waktu akad : 12 (dua belas) bulan
Pada akhir akad diketahui bahwa biaya yang dikeluarkan untuk membangun gedung tersebut
berjumlah Rp4.200.000.000 (empat milyard dua ratus juta rupiah).
Diminta:
Buat perhitungan dan jurnal sehubungan dengan transaksi tersebut.baik yang dilakukan oleh LKS
Saran Mukti sebagai mitra pasif maupun PT Sinar Bahagia sebagai mitra aktif.

BAB VIII. Akuntansi Musyarakah | 447


Soal ketiga
“Bank Syariah Al-Amin” bekerja sama dengan “BPR Syariah Sidomukti” atas sumber dana
pembiayaan yang dilakukan oleh BPR Syariah. Kedua belah pihak telah sepakat hal-hal sebagai
berikut:
Bank Syariah BPR Syariah
1. Kontribusi modal 80% 20%
2. Nisbah bagi hasil 75% 25%
3. Kemitraan Mitra pasif Mitra aktif
4. Prinsip Bagi Hasil Revenue Sharing
5 Jangka waktu 12 (dua belas) bulan.
Berdasarkan data-data yang diperoleh dari BPR Syariah Sidomukti diketahui bahwa pembiayaan
yang dilakukan pada tahun tersebut sebagai berikut:
Jenis barang yang dijual : Sepeda motor Honda Supra
Harga jual : Rp12.000.000 (dua belas juta rupiah)
Keuntungan : setara dengan 20% per tahun
Jumlah penjualan : 100 (seribu) unit setiap bulan
Pembayaran : dilakukan dengan cara angsuran secara merata selama 12
bulan
Denda : Rp100.000 setiap keterlambatan
Dimita:
Buat perhitungan dan jurnal transaksi atas kerja sama tersebut baik yang dilakukan oleh Bank
Syariah maupun oleh BPR Syariah

Soal keempat
Pada tanggal 20 Januari 2008 Bank Syariah “Al Qiradh” menyetujui membiayai proyek perusahaan
textil PT “RAHMAT ILAHI” sebesar Rp30 milyard dari total nilai proyek sebesar Rp50 milyard.
Proyeksi hasil usaha atas proyek tersebut sebesar Rp200 juta per bulan dengan pembagian hasil
usaha sebesar 70 % untuk bank syariah dan 30 % untuk PT “RAHMAT ILAHI”
Penyerahan modal dilakukan oleh Bank Syariah AL QIRADH secara bertahap yaitu:
a. Tanggal 25 Januari 2008 diserahkan mesin produksi textil yang dibeli dengan harga Rp12,5
milyard dan nilai pasar saat penyerahan sebesar Rp15 milyard
b. Tanggal 10 Februari 2008 diserahkan modal dalam bentuk kas yang ditransfer ke rekening PT
RAHMAT ILAHI sebesar Rp10 milyard
c. Tanggal 29 Maret 2008 diserahkan sisa modal kepada PT RAHMAT ILAHI
Pada bulan Oktober 2008 dalam masa uji coba PT RAHMAT ILAHI mengalami rugi sebesar
Rp100 juta rupiah
Pada bulan Nopember 2008 dalam operasi penuh PT RAHMAT ILAHI memperoleh hasil usaha
sebesar Rp300 juta
Pada tanggal 30 Desember 2008 diperoleh laporan dari PT RAHMAT ILAHI bahwa hasil usaha
bulan desember 2008 sebesar Rp200 juta dan akan ditransfer pada tanggal 15 januari 2009
Diminta:
Buatlah perhitungan dan jurnal sehubungan dengan transaksi tersebut

Soal kelima
LKS Sejati bekerja sama dengan PT Pantai Indah, dalam melaksanakan proyek wisata pantai dengan
biaya seluruhnya sebesar Rp100 milyard.Kedua belah pihak sepakat atas hal-hal berikut:

448 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


LKS Sejati PT Pantai Indah
1 Kontribusi modal 70 milyard 30 milyard
2. Nisbah bagi hasil 80 20
3. Status kemitraan Mitra pasif Mitra aktif
4 Prinsip bagi hasil Revenue Sharing
5 Jangka waktu proyek 5 tahun terhitung mulai seluruh modal diserahkan.
Modal LSK Sejati diserahkan dengan tahapan sebagai berikut:
a. Tanggal 1 Juni 2008 diserahkan uang tunai sebesar Rp20.000.000.0000 (dua puluh milyard)
b. Tanggal 5 Juni 2008 diserahkan 20 buah truk pengangkut tanah dengan nilai wajar/pasar
sebesar Rp15.000.000.000,00 (lima belas milyard) dimana truk tersebut dibeli beberapa waktu
sebelumnya sebesar Rp660.000.000,00 (enam ratus enam puluh juta) per buah.
c. Tanggal 10 Juni 2008 diserahkan 10 traktor dengan harga pasar / wajar sebesar
Rp10.000.000.000 (sepuluh miyard) yang sebelum dibeli dengan harga Rp1.100.000.000 per
buah
d. Tanggal 15 Juni 2008 diserahkan uang tunai sisa modal kas (uang tunai) sebesar
Rp25.000.000.000 (dua puluh lima milyard)
Sedangkan modal PT Pantai Indah diserahkan dengan tahapan sebagai berikut:
a. Tanggal 1 Juni 2008 diserahkan uang tunai sebesar Rp10.000.000.000 (sepuluh milyard)
b. Tanggal 3 Juni 2008 diserahkan 10 buah truk pengangkut tanah dengan harga pasar / wajar
sebesar Rp7.500.000.000 (tujuh milyard lima ratus juta rupiah) yang diberli dengan harga
sebesar Rp800.000.000 (delapan ratus juta) per buah.
c. Tanggal 7 Juni 2008 diserhkan 5 buah traktor dengan harga pasar/ wajar sebesar
Rp5.000.000.000 (lima milyard) yang sebelumnya dibeli dengan harga sebesar Rp940.000.000
(sembilan ratus empat puluh juta rupiah)
d. Tanggal 15 Juni 2008 dibayar sisa modal dengan uang tunai sebesar Rp7.500.000.000 (tujuh
milyard lima ratus juta rupiah)
Selama dalam pelaksanaan akad perlu diketahui hal-hal sebagai berikut:
1 Penyelesaian proyek hingga beroperasi dilaksanakan selama 3 bulan (sampai dengan akhir
September 2008) dan selama tiga bulan tidak memperoleh hasil
2. Bulan oktober sebagai bulan uji coba diperoleh hasil usaha sebesar Rp10.000.000 (sepuluh
juta)
3. 1 Nopember sd 31 Desember 2008 diperoleh hasil atas pelaksanaan proyek wisata pantai
tersebut sebesar Rp50.000.000 (lima puluh juta)
4. Juni 2010 disepakati pengembalian modal LKS sejati oleh PT Pantai Indah sebesar
Rp5.000.000.000 (lima milyard)
Diminta :
Buat perhitungan dan jurnal sehubungan dengan transaksi tersebut.

Soal keenam
Tgl Keterangan Transaksi
01/06 Disetujui kerja sama kemitraan (musyarakah) antara bank dan mitra sebesar Rp10
milyard dimana bank memberikan modal sebagai sebesar Rp5 milyard baik berupa
uang tunai maupun dalam bentuk aktiva tetap.
4/06 Dilakukan pembayaran penyertaan musyarakah uang tunai sebesar Rp3 milyard
04/06 Dilakukan penyerahan aktiva tetap sebagai penyertaan musyarakah dengan nilai wajar
seharga Rp2 milyard. Harga beli aktiva tetap tersebut sebesar Rp3 milyard dan

BAB VIII. Akuntansi Musyarakah | 449


Akumulasi penyusutan sebesar Rp750 juta
06/06 Dibayar biaya akad sebesar Rp20.000.000,00 dan sesuai kesepakatan dengan mitra
biaya tersebut setengah menjadi beban ban dan setengah menjadi beban mitra
30/06 Diterima tunai pembagian keuntungan Musyarakah yang menjadi porsi bank sebesar
Rp50 juta
31/07 Karena lesunya pasar dan berdasarkan data yang ada, usaha tersebut mengalami
kerugian yang cukup besar yaitu sebesar Rp250 juta
31/08 Dalam Agustus dengan usaha yang gigih usaha tersebut mendapat keuntungan
sebesar Rp200 juta dan atas keuntungan tersebut dipergunakan untuk melakukan
pemulihan modal musyarakah
10/09 Dialihkan kepada mitra modal musyarakah sebesar Rp1 milyard, yang diterima secara
tunai
20/09 Dalam pemeriksaan diketahui terdapat kerugian sebesar Rp100 juta yang merupakan
kelalaian dari mitra
30/09 Dilakukan pembentukan penyisihan kerugian musyarakah sebesar Rp75.000.000
15/10 Dilakukan penyelesaian seluruh modal musyarakahdan ternyata terdapat modal yang
tidak dapat dikembalikan oleh mitra sebesar Rp1 milyard

Soal ketujuh
Bank Syariah Mitra Umat setuju memberikan pembiayaan musyarakah untuk modal kerja pengusaha
tempe “Emang Enak” dengan data-data sebagai berikut:
1. keutuhan modal kerja seluruhnya sebesar Rp1.000.000.000 (satu milyard). Dibiayai oleh Bank
Syariah sebesar 70% dan sisanya dibiayai sendiri oleh pengusaha tersebut.
2. Porsi pembagian keuntungan (nisbah) yang disepakati 80 % untuk bank syariah dan 20%
untuk pengusaha tempe Emang Enak dari laba kotor yang diperoleh dari usaha tempe
tersebut.
3. Jangka waktu pembiayaan 12 (dua belas) bulan, dimulai tanggal 1 Maret 2008 sampai dengan
28 Februasi 2009
4. Disepakati pengusaha tempe akan mengembalikan modal musyarakah secara bertahap sebagai
beirkut:
Tanggal Jumlah modal
2 Juni 2008 150.000.000
10 Agustus 250.000.000
10 Oktober 250.000.000
10 Desember 350.000.000
Selama pelaksanaan kegiatan tersebut diperoleh data-data sebagai berikut
1 20 Februari 2008 Bank Syariah Mitra Umat telah mengeluarkan biaya untuk study
kelayakan sebesar Rp5.000.000 dan ditanggung sendiri oleh bank
syariah
2. 2 Maret 2008 Bank Syariah Mitra Umat menyerahkan uang tunai kepada
pengusaha tempe sebesar Rp200.000.000 sebagai modal kerja dalam
bentuk uang tunai
3. 10 Maret 2008 Bank Syariah Mitra Umat menyerahkan kedelai sebanyak 5 ton
seharga Rp800.000.000 (delapan ratus juta) yang sebelumnya dibeli
dengan harga Rp740.000.000 (tujuh ratus empat puluh juta)

450 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


4. 5 April 2008 Diterima laporan dari mitra akif bahwa dalam bulan maret 2008
telah diperoleh hasil sebesar Rp1.000.000,00 sebagai hasil uji coba
pasar namun belum dapat dibayarkan
5. 2 Juni 2008 Diterima pengembalian modal musyarakah sebesar
Rp150.000.000,00 (seratus juta rupiah) sebagai pengembalian
sebagian modal musyarakah
6. 10 Agusus 2008 Diterima secara tunai bagian hasil usaha dari pengusaha tempe
sebesar Rp25.000.000,00
7. 10 Agustus 2008 Sampai akhir 10 Agustus 2008 pengusaha tempe belum dapat
mengembalikan modal musyarakah yang telah disepakati sebesar
Rp250.000.000
8. 25 Agustus 2008 Diterima pembayaran pengembalian modal musyarakah dari
pengusaha tempe sebesar Rp250.000.000
9. 10 Oktober 2008 Diterima pembayaran secara tunai pengembalian modal musyarakah
dari pengusaha tempe sebesar Rp250.000.000,00
10. 10 Desember 2008 Pengembalian modal musyarakah sebesar Rp350.000.000,00 telah
jatuh tempo namun pengusaha tempe belum dapat membayar.
Diminta:
Buat jurnal sehubungan transaksi tersebut yang dilakukan oleh Bank Syariah sebagai mitra pasif

Soal kedelapan
Bank Syariah membiayai sebagian modal kerja perusahaan tahu tempe ”Gurih” milik Gaston yang
baru berdiri sebesar Rp100.000.000,00 dari total modal usaha sebesar Rp150.000.000,00. Sisanya
dibiayai sendiri oleh Gaston . Penyerahan modal Bank Syariah ke Gaston dilakukan sekaligus
sedangkan pengembalian modal dilakukan secara bertahap 5 kali masing sebesar Rp20.000.000,00
selama 2 tahun. Berdasarkan informasi yang diperoleh perusahaan tersebut dapat melakukan
penjualan selama setahun sebesar Rp275.000.000,00, sedangkan untuk pembelian bahan baku
sebesar Rp150.000.000,00, pembayaran biaya tenaga kerja dan biaya lainnya sebesar
Rp75.000.000,00.Bank Syariah mengharapkan keuntungan setara dengan 20% / pa
Setelah usaha tersebut berjalan, dari laporan yang peroleh menyebutkan realisasi hasil usaha
perusahaan tahu tempe ”Gurih selama tiga bulan adalah sebagai berikut:
Bulan1 Bulan 2 Bulan 3 dst
Penjualan 120 juta 80 juta 140 juta
Harga pokok penj 70 juta 70 juta 80 juta
Gross profit 50 juta 10 juta 60 juta

Pertanyaan
1. Prinsip apa yang dipergunakan dalam transaksi tersebut
2. Perhitungan dan jurnal yang berhubungan dengan transaksi tersebut

Soal kesembilan
Pada tanggal 20 Januari 2008 Bank Syariah “Amal Sejahtera” menyetujui membiayai proyek
perusahaan transportasi “PO Dewi Sri” atas peremajaan kendaraan dan modal kerja sebesar
Rp30.000.000.000 (tiga puluh milyard) dari total nilai proyek sebesar Rp50.000.000.000 (lima puluh
milyard). Jangka waktu proyek selama 2 (dua) tahun setelah penyerahan seluruh modal. Proyeksi

BAB VIII. Akuntansi Musyarakah | 451


hasil usaha atas proyek tersebut sebesar Rp200.000.000 (dua ratus juta) per bulan dengan
pembagian hasil usaha sebesar 70 % untuk bank syariah dan 30 % untuk “PO Dewi Sri”
Penyerahan modal dilakukan oleh Bank Syariah Amal Sejahtera secara bertahap yaitu:
a. Tanggal 25 Januari 2008 diserahkan 10 (sepuluh) buah bus “Mercy” yang dibeli dengan harga
Rp12.600.000.000 (dua belas milyard, enam ratus juta) dan nilai pasar saat penyerahan sebesar
Rp15.000.000.000 (lima belas milyard)
b. Tanggal 10 Februari 2008 diserahkan modal dalam bentuk kas yang ditransfer ke rekening
“PO Dewi Sri” sebesar Rp10.000.000.000 (sepuluh milyard)
c. Tanggal 29 Maret 2008 diserahkan sisa modal kepada ”PO Dewi Sri”
Pada bulan Oktober 2008 dalam masa uji coba PO Dewi Sri mengalami rugi sebesar
Rp100.000.000, (seratus juta rupiah)
Pada bulan Nopember 2008 dalam operasi penuh PO Dewi Sri memperoleh hasil usaha sebesar
Rp300.000.000 (tiga ratus juta). Hasil tersebut langsung dibayar oleh PO Dewi Sri pada tanggal 30
Nopermber 2008. Bersama iti juga PO Dewi Sri melakukan pengembalian modal kepada Bank
Syarian Amal Sejahtera sebesar Rp2.000.000.000 (dua milyard)
Pada tanggal 30 Desember 2008 diperoleh laporan dari PT RAHMAT ILAHI bahwa hasil usaha
bulan desember 2008 sebesar Rp200.000.000 (dua ratus juta) dan akan ditransfer pada tanggal 15
januari 2009
Pertanyaan
1. Buatlah jurnal persetujuan Bank Syariah Amal Sejahtera tgl 20 Januari 2008
2. Buatlah perhitungan dan jurnal penyerahan modal oleh Bank Syariah Amal Sejahtera
(a) pada tanggal 25 Januari 2008,
(b) pada tanggal 10 Februari 2008,
(c) pada tanggal 29 Maret 2008
3. Buatlah perhitungan dan jurnal penerimaan hasil usaha dan penerimaan modal oleh Bank
Syariah Amal Sejahtera bulan Oktober dan Nopember 2008
4. Buatlah perhitungan dan jurnal hasil usaha bulan Desember 2008 dan penerimaan bagi hasil
Januari 209

Soal kesepuluh
Pada tanggal 17 Mei 2008 Bank Syariah Baitul Rdho melakukan investasi musyarakah kepada
KSU ”Rahayu” sebagai mitra aktif pengelola usaha sebesar Rp3.000.000.000 (tiga milyard rupiah)
untuk jangka waktu 36 bulan dari kebutuhan modal sebesar Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
Sisa modal dibiayai sendiri oleh KSU “Rahayu”. Disepakati nisbah pembagian hasil usaha yang
disepakati sebesar 60 untuk bank syariah dan 40 untuk Koperasi.
Penyerahan modal musyarakah yang menjadi porsi Bank Syariah Baitul Ridho dilakukan dengan
tahapan sebagai berikut:
1. Tanggal 12 Juni 2008 diserahkan kepada KSU Rahayu peralatan berat sebagai modal
mudharabah dengan harga wajar / pasar sebesar Rp700.000.000,00 dan menurut catatan
bank peralatan berat tersebut dibeli dengan harga Rp650.000.000,00 .
2. Tanggal 20 Juni 2008 diserahkan kepada KSU Rahayu alat transpotasi dengan harga wajar /
pasar sebesar Rp800.000.000,00 dan menurut catatan bank peralatan berat tersebut dibeli
dengan harga Rp850.000.000,00
3. Tanggal 10 Juli 2008 dilakukan pencairan dana Mudharabah tahap ke 3 sebesar
Rp1.000.000.000,00

452 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


4. Tanggal 25 Juli 2008 dilakukan pembayaran kepada KSU Rahayu sisa modal kerja yang
belum diserahkan
Disepakati pengembalian modal musyarakah milik Bank Syariah Baitul Ridho dilakukan oleh
KSU ”Rahayu” secara bertahap sebagai berikut :
1. Tahap pertama pada bulan Mei 2009 sebesar Rp1 milyard
2. Tahap kedua pada bulan Mei 2010 sebesar Rp1 milyard
3. Tahap ketiga pada bulan Mei 2011 sebesar Rp1 milyard
Data-data lain yang terkait dengan investasi musyarakah yang dilakukan oleh Bank Syariah Baitul
Ridho dengan KSU Rahayu adalah sebagai berikut:
1. Tanggal 5 Desember 2008 diperoleh laporan dari Koperasi bahwa kerugian yang dialami
sebesar Rp30.000.000,00 dan kerugian tersebut diidentifikasi bukan kesalahan KSU Rahayu
2. Pada tanggal 5 Juli 2009 diperoleh laporan dari KSU Rahayu bahwa hasil usaha periode
tersebut sebesar Rp70.000.000,00 dan atas hasil tersebut Koperasi belum dapat
membayarnya (pada rekeningnya tidak ada saldonya)
3. KSU Rahayu melakukan pengembalian modal musyarakah tahap satu dan kedua sesuai
jadwal, namun sampai dengan bulan Juni 2011 Koperasi tidak melakukan pengembalian
modal musyarakah tahap akhir, dan setelah dilakukan penelusuran dan penyelidikan dana
tersebut dipergunakan oleh Koperasi untuk membayar hutang ke Bank lain
Diminta : Buatlah jurnal dan perhitungan seperlunya atas
1. Persetujuan investasi musyarakah yang dilakukan oleh Bank Syariah Baitul Ridho
kepada KSU Rahayu.
2. Penyerahan modal dari Bank Syariah Baitul Ridho kepada KSU Rahayiu sesuai
tahapannya.
3. Pengakuan keuntungan atau kerugian yang dilakukan oleh Bank Syariah Baitul Ridho
4. Pengembalian modal mudharabah oleh KSU Rahayu kepada Bank Syariah
5. Modal musyarakah yang telah jatuh tempo dan belum dikembalikan oleh KSU Rahayu?

Soal kesebelas
Pada tanggal 1 Mei 2008 Bank Syariah Mitra Umat menyetujui modal kerja KSU “Serba Ada” yang
menjual barang-barang kebutuhan sebari-hari, sebanyak 70% dari kebutuhan modal kerjanya dan
sisanya dari modal sendiri.Jumlah modal kerja yang disetujui oleh bank syariah sebesar Rp3 milyard
yang akan diberikan dalam bentuk uang tunai dan atau barang dagangan yang berasal dari
pengusaha mikro binaan bank syariah.
Dari tambahan modal kerja yang diberikan oleh bank syariah diharapkan dapat menaikan penjualan
sebesar Rp200 juta perbulan dari harga pokok penjualan sebesar Rp150 juta per bulan
Penyerahan modal kerja yang disetujui oleh Bank Syariah kepada KSU Serba Ada dilakukan dengan
tahapan sebagai berikut:
1. Tanggal 10 Mei diserahkan modal kerja dalam bentuk uang tunai sebesar Rp1 milyard
2. Tanggal 15 Mei 2008 diserahkan barang dagangan berupa kerajinan tangan senilai Rp700
juta yang dibeli 6 bulan yang lalu dari pengusaha mikro binaan bank syariah sebesar Rp664
juta
2. Tanggal 20 Mei 2008 diserahkan barang dagangan berupa baju, celana panjang , kemeja dan
sejenisnya senilai Rp800.000.000,00 yang dibeli dari kelompok konveksi yang menjadi
binaan bank syariah 3 bulan lalu dengan harga Rp840.000.000,00
4. Tanggal 25 Mei 2008 diserahkan modal sisa modal kerja berupa uang tunai

BAB VIII. Akuntansi Musyarakah | 453


Disepakati KSU Serba Ada pengembalian modal kerja Bank Syariah Mitra Umat dilakukan dalam
jangka waktu 3 tahun dengan tahapan sebagai berikut :
1. Tahap pertama pada bulan Mei 2008 sebesar Rp1 milyard
2. Tahap kedua pada bulan Mei 2009 sebesar Rp1 milyard
3. Tahap ketiga pada bulan Mei 2010 sebesar Rp1 milyard
Selama dalam pelaksanaan usaha, Bank syariah memperoleh data-data sebagai berikut:
1. Dari laporan usaha yang diberikan oleh KSU Serba Ada diketahui data penjualan sbb:
Kwartal  Pertama kedua ketiga Keempat
Total penjualan 200.000.000 100.000.000 250.000.000 250.000.000
HPP 150.000.000 80.000.000 180.000.000 200.000.000
2. Tanggal 2 Juni 2008 diperoleh laporan dari “KSU Serba Ada” kerugian koperasi bulan Mei
2008 yang harus menjadi beban Bank Syariah Mitra Umat sebesar Rp30.000.000,00
3. Pengembalian modal ke Bank Syariah Mitra Umat berjalan dengan jadwal kecuali pembayaran
tahun akhir (Mei 2010) yang baru dapat dilakukan pembayaran bulan Juli 2010
Diminta :
Buatlah: perhitungan dan jurnal dari tahapan-tahapan transaksi dari awal hingga pelunasan

454 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


BAB IX
AKUNTANSI IJARAH

9.1. Pengertian dan Karakteristik Ijarah

Untuk memahami akuntansi Ijarah, hendaknya perlu diketahui dan dipahami tentang pengertian dan
karakteristik Ijarah tersebut. Oleh karena ini dalam bagian ini akan dibahas tentang hal tersebut.

9.1.1 Pengertian dan rukun


Ijarah adalah akad sewa-menyewa antara pemilik ma’jur (obyek sewa) dan musta’jir (penyewa) untuk
mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang disewakannya. Ijarah muntahiyah bittamlik adalah akad sewa-
menyewa antara pemilik obyek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang
disewakannya dengan “opsi perpindahan hak milik” obyek sewa pada saat tertentu sesuai dengan akad
sewa.
Dalam Kamus Istilah Keuangan dan Perbankan Indonesia (Bank Indonesia) menjelaskan
pengertian yang berkaitan dengan Ijarah sebagai berikut:
Ijarah – sewa menyewa – Akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam
waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan
barang itu sendiri.
Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) – sewa yang diakhiri dengan pemindahan kepemilikan
barang. Sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang
diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan di penyewa.
Dalam PSAK 107 tentang Akuntansi Iajarah dijelaskan beberapa pengertian yang dipergunakan
dalam transaksi Ijarah sebagai berikut:
Aset Ijarah adalah aset baik berwujud maupun tidak berwujud, yang atas manfaatnya disewakah.
Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan
pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri.Sewa yang
dimaksud adalah sewa operasi (operating lease).
Ijarah muntahiyah bittamlik adalah ijarah dengan wa’ad perpindahan kepemilikan aset yang di-
ijarah-kan pada saat tertentu.
Nilai wajar adalah jumlah yang dipakai untuk mempertukarkan suatu aset antara pihak-pihak yang
berkeinginan dan memiliki pengetahuan memadai dalam suatu transaksi dengan wajar (arms length
transaction).
Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan aset berwujud atau tidak berwujud.
Sewa operasi adalah sewa yang tidak mengalihkan secara subtansial seluruh risiko dan manfaat
yang terkait dengan kepemilikan aset.
Umur manfaat adalah suatu periode dimana aset diharapkan akan digunakan atau jumlah
produksi/unit serupa yang diharapkan akan diperoleh dari aset.
Wa’ad adalah janji dari satu pihak kepada pihak lain untuk melaksanakan sesuatu.

BAB IX. Akuntansi Ijarah | 455


Rukun Ijarah adalah:
1. Musta’jir / penyewa
2. Mu’ajjir / pemilik barang
3. Ma’jur / barang atau obyek sewaan
4. Ajran atau Ujrah / Harga sewa atau manfaat sewa
5. Ijab Qabul
Syarat-syarat Ijarah adalah:
1. Pihak yang terlibat harus saling ridha
2. Ma’jur (barang/obyek sewa) ada manfaatnya :
a. Manfaat tersebut dibenarkan agama/halal
b. Manfaat tersebut dapat dinilai dan diukur/diperhitungkan
c. Manfaatnya dapat diberikan kepada pihak yang menyewa
d. Ma’jur wajib dibeli Musta’jir

9.1.2 Karakteristik Ijarah


Dewan Syariah Nasional menetapkan aturan tentang Ijarah sebagaimana tercantum dalam fatwa
Dewan Syariah Nasional nomor 09/DSN-MUI/IV/2000 tertanggal 13 April 2000 (Fatwa, 2006) sebagai
berikut:
Pertama: Rukun dan syarat ijarah:
1. Pernyataan ijab dan qabul.
2. Pihak-pihak yang berakad (berkontrak); terdiri atas pemberi sewa (lessor, pemilik asset,
LKS) dan penyewa (lessee, pihak yang mengambil manfaat dari pengguna asset
nasabah).
3. Objek kontrak; pembayaran (sewa) dan manfaat dari penggunaan asset.
4. Manfaat dari penggunaan asset dalam ijarah adalah obyek kontrak yang harus dijamin,
karena ia rukun yang harus dipenuhi sebagai ganti dari sewa dan bukan asset itu
sendiri.
5. Sighat ijarah adalah berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak, baik
secara verbal atau dalam bentuk lain yang equivalent, dengan cara penawaran dari
pemilik asset (LKS) dan penerimaan yang dinyatakan oleh penyewa (nasabah).
Kedua: Ketentuan Obyek Ijarah
1. Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa.
2. Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak.
3. Pemenuhan manfaat harus yang bersifat dibolehkan.
4. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah.
5. Manfaat arus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jahalah
(ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa.
6. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa
juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.
7. Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS sebagai
pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula
dijadikan sewa dalam ijarah.
8. Pembayaran sewa boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan
obyek kontrak.
9. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa dapat diiwujudkan dalam ukuran
waktu, tempat dan jarak.

456 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011)


Ketiga: Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ijarah:
1. Kewajiban LKS sebagai pemberi sewa:
a. Menyediakan aset yang disewakan.
b. Menanggung biaya pemeliharaan aset.
c. Menjaminan bila terdapat cacat pada aset yang disewakan.
2. Kewajiban nasabah sebagai penyewa:
a. Membayar sewa dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan aset yang
disewa serta menggunakannya sesuai kontrak.
b. Menanggung biaya pemeliharaan aset yang sifatnya ringan (tidak materiil).
c. Jika aset yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang
dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penyewa dalam menjaganya, ia
tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.
Sedangkan Fatwa yang berkaitan dengan al-Ijarah Muntahiyah al-Bittamlik sebagaimana tercantum
dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional no 27/DSN-MUI/III/2002 tanggal 28 Maret 2002 (Fatwa, 2006)
sebagai berikut:
Pertama : Ketentuan Umum
Akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik boleh dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
1. Semua rukun dan syarat yang berlaku dalam akad Ijarah (Fatwa DSN nomor :
09/DSN-MUI/IV/2000) berlaku pula dalam akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-
Tamlik.
2. Perjanjian untuk melakukan akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik harus disepakati
ketika akad Ijarah ditandatangani.
3. Hak dan kewajiban setiap pihak harus dijelaskan dalam akad
Kedua : Ketentuan tentang al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik
1. Pihak yang melakukan al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik harus melaksanakan akad
Ijarah terlebih dahulu. Akad pemindahan kepemilikan, baik dengan jual beli atau
pemberian, hanya dapat dilakukan setelah masa Ijarah selesai
2. Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati di awal akad Ijarah adalah wa’ad yang
hukumnya tidak mengikat. Apabila janjian itu ingin dilaksanakan, maka harus ada akad
pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa Ijarah selesai.
Dalam PSAK 107 tentang akuntansi Ijarah dijelaskan beberapa karakteristik dari Ijarah dan Ijarah
Muntahia Bittamlik sebagai berikut:
5. Ijarah merupakan sewa-menyewa obyek ijarah tanpa perpindahan risiko dan manfaat yang
terkait kepemilikan aset terkait, dengan atau tanpa wa’ad untuk memindahkan kepemilikan
dari pemilik (mu’jir) kepada penyewa (musta’jir) pada saat tertentu.
6. Perpindahan kepemilikan suatu aset yang diijarahkan dari pemilik kepada penyewa, dalam
ijarah muntahiyah bittamlik, dilakukan akad ijarah telah berakhir atau diakhiri dan aset ijarah
telah diserahkan kepada penyewa dengan membuat akad terpisah secara:
(a) hibah;
(b) penjualan sebelum akhir masa akad;
(c) penjualan pada akhir masa akad;
(d) penjualan secara bertahap.
7. Pemilik dapat meminta penyewa untuk menyerahkan jaminan atas ijarah untuk menghindari
risiko kerugian.
8. Spesifikasi obyek ijarah, misalnya jumlah, ukuran, dan jenis harus jelas diketahui dan
tercantum dalam akad.

BAB IX. Akuntansi Ijarah | 457


9.2. Cakupan Akuntansi Ijarah

Pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan transaksi Ijarah dan Ijarah Muntahia
Bittamlik yang sebelumnya diatur dalam PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah diganti dengan
PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah. Dalam PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah dijelaskan tujuan dari
Akuntansi Ijarah ini adalah untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan
transaksi ijarah. Sedangkan Ruang Lingkup dalam akuntansi Ijarah adalah sebagai berikut:
2. Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang melakukan transaksi ijarah.
3. Pernyataan ini mencakup pengaturan untuk pembiayaan multijasa yang menggunakan akad ijarah,
namun tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi untuk obligasi syariah (sukuk) yang
menggunakan akad ijarah.
Jika diperhatikan ketentuan tersebut di atas, Akuntansi Ijarah yang dibahas dalam PSAK 107
tersebut lebih luas dibandingkan dengan Akuntansi Ijarah yang tercantum dalam PSAK 59 diantaranya
dalam PSAK 107 dipergunakan untuk Akuntansi Multijasa yang mempergunakan prinsip Ijarah. Untuk
memberikan gambaran perbedaan segi akuntansi Ijarah Muntahia Bittamlik dengan Sewa Beli (finance lease),
berikut diberikan beberapa ketentunan dapal PSAK 30 tentang Sewa (revisi 2007), antara lain sewa
pembiayaan (finance lease) dalam laporan keuangan lessee dan laporan keuangan lessor.
A. Sewa pembiayaan (dalam laporan keuangan lessee)
1) Pada saat awal masa sewa, lessee mengakui sewa pembiayaan sebagai aset dan kewajiban dalam neraca
sebesar nilai wajar aset sewaan atau sebesar nilai kini dari pembiayaan sewa minimum, jika nilai kini lebih
rendah dari nilai wajar. Penilaian ditentukan pada awal kontrak. Tingkat diskonto yang digunakan dalam
perhitungan nilai kini dari pembayaran sewa minimum adalah tingkat suku bunga implisit dalam sewa,
jika dapat ditentukan secara praktis; jika tidak, digunakan tingkat suku bunga pinjaman inkremental
lessee. Biaya langsung awal yang dikeluarkan lessee ditambahkan ke dalam jumlah yang diakui sebagai aset
(paragraf 16).
2) Transaksi dan kejadian lainnya dicatat dan disajikan sesuai dengan subtansi dan realitas
keuangannya, dan tidak selalu mengikuti bentuk legalnya. Meskipun bentuk legal perjanjian
sewa menyatakan bahwa lessee tidak memperoleh hal legal atas asset sewaan, dalam hal sewa
pembiayaan, secara subtansi dan realitas keuangan pihak lessee memperoleh manfaat
ekonomis dari pemakaian aset sewaan tersebut selama sebagian besar umur ekonomisnya.
Sebagai konsekuensinya lessee menanggung kewajiban untuk membayar hak tersebut sebesar
suatu jumlah, pada awal sewa, yang mendekati nilai wajar dari aset dan beban keuangan
(finance charge) terkait (paragraf 17).
3) Jika transaksi sewa tersebut tidak tercermin dalam neraca lessee, sumber daya ekonomi dan
tingkat kewajiban dari entitas menjadi rendah (understated), sehingga mendistorsi rasio-rasio
keuangan. Oleh karena itu, sewa pembiayaan diakui dalam neraca lessee sebagai aset dan
kewajiban untuk pembayaran sewa dimasa depan. Pada awal masa sewa, aset dan kewajiban
untuk pembayaran sewa di masa depan diakui dineraca pada jumlah yang sama, kecuali untuk
biaya langsung awal dari lessee yang ditambahkan ke jumlah yang diakui sebagai aset (paragraf
18).
4) Kewajiban sewa tidak dapat disajikan sebagai pengurang aset sewaan dalam laporan keuangan.
Jika penyajian kewajiban dalam neraca berbeda antara kewajiban jangka pendek dan
kewajiban jangka panjang, hal yang sama berlakuk untuk kewajiban sewa (paragraf 19).
5) Biaya langsung awal umumnya terjadi sehubungan dengan aktivitas sewa tertentu, seperti
aktivitas negosiasi dan pemastian pelaksanaan sewa. Biaya-biaya yang dapat diatribusikan
secara langsung kepada aktivitas lessee untuk suatu sewa pembiayaan ditambahkan ke jumlah
yg diakui sebagai aset (paragraf 20).

458 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011)


B. Sewa pembiayaan (dalam laporan keuangan lessor)
1) Dalam sewa pembiayaan, lessor mengakui aset berupa piutang sewa pembiayaan di neraca sebesar jumlah
yang sama dengan investasi sewa neto tersebut (paragraf 32).
2) Pada hakikatnya dalam sewa pembiayaan semua risiko dan manfaat yang terkait dengan
kepemilikan legal dialihkan oleh lessor kepada lessee, dan dengan demikian penerimaan piutang
sewa diperlakukan oleh lessor sebagai pembayaran pokok dan penghasilan pembiayaan (finance
income) yang diterima lessor sebagai penggantian dan imbalan atas investasi dan jasanya
(paragraf 33).
3) Lessor sering kali mengeluarkan biaya langsung awal yang meliputi antara lain komisi, biaya
legal, dan biaya internal yang inkremental dan dapat diatribusikan langsung dengan proses
negosiasi dan pengaturan suatu sewa. Biaya langsung awal tidak termasuk biaya umum seperti
yang lazimnya dikeluarkan oleh tim penjualan dan pemasaran. Untuk sewa pembiayaan, selain
yang melibatkan lessor pabrikan atau dealer, biaya langsung awal diperhitungkan sebagai bagian
dari pengukuran awal piutang sewa pembiayaan dan mengurangi penghasilan yang diakui
selama masa sewa. Tingkat bunga implisit dalam sewa ditentukan sedemikian rupa sehingga
biaya langsung awal secara otomatis sudah termasuk di dalam piutang sewa pembiayaan;
sehingga tidak diperlukan pengungkapan yang terpisah. Biaya yang dikeluarkan oleh lessor
pabrikan atau dealer yang terkait dengan negosiasi dan pengaturan suatu sewa tidak termasuki
biaya langsung awal. Dengan demikian biaya tersebut tidak termasuk investasi sewa neto dan
diakui sebagai beban ketika laba penjualan diakui, yang mana untuk sewa pembiayaan
umumnya diakui pada masa awal sewa (paragraf 34).
Transaksi Ijarah dan Ijarah Muntahia Bittamlik dianggap sebagai salah satu instrumen keuangan
yang digunakan oleh bank syariah, dimana bank syariah berbeda di dalam memperlakukan pengukuran dan
pengungkapan assets yang disewakan, dan di dalam akuntansi bagi bagian bank syariah pada biaya
langsung awal dan perbaikan assets yang disewakan. Mereka juga berbeda mengenai pengakuan
pendapatan Ijarah (hampir separuh bank-bank syariah yang berpartisipasi mengakui pendapatan Ijarah
ketika cicilan sewa jatuh tempo, separuh yang lain mengakui pendapatan sewa pada berbagai waktu).
Disamping itu, menunjukkan bahwa bank syariah juga berbeda di dalam pengungkapan kebijakan
akuntansi mengenai Ijarah dan Ijarah Muntahia Bittamlik. Perbedaan tersebut di dalam perlakuan
akuntansi dan pengungkapan cendrung mempunyai berbagai effek. Adalah sulit untuk membandingkan
keuntungan yang diperoleh oleh sebuah bank syariah dengan yang diperoleh oleh bank syariah lain. Ini
akan mengurangi kegunaan informasi kepada para pemakai laporan keuangan bank syariah. Juga,
perbedaan tersebut bisa mempengaruhi alokasi hasil-hasil transaksi investasi bersama baik keuntungan atau
kerugian antara para pemilik rekening investasi tidak terbatas dan para pemilik equity di satu sisi dan alokasi
hasil-hasil transaksi baik keuntungan maupun kerugian diantara para pemilik rekening (tidak terbatas dan
terbatas) di sisi lain.Tetapi, standarisasi perlakuan akuntansi pengakuan keuntungan transaksi Ijarah dan
Ijarah Muntahia Bittamlik dan pengungkapannya, sesuai dengan ketentuan-ketentuan kerangka dasar
seperti “Penentuan hak-hak dan kewajiban semua pihak terkait, termasuk hak-hak yang berasal dari
transaksi yang tidak selesai dan kejadian kejadian lain sesuai dengan prinsip-prinsip Syari’ah Islam dan
konsep keadilannya, charity dan kepatuhan terhadap etika bisnis Islam, dan memberikan informasi yang
berguna bagi para pemakai laporan keuangan bank syariah untuk memungkinkan mereka mengambil
keputusan yang sah di dalam mu’amalah mereka dengan bank syariah”.

9.3. Akuntansi Pemilik Obyek Ijarah (Mu’jir)

Salah satu perbedaan akuntansi Ijarah dengan akuntansi sewa beli (leasing) adalah pencatatan obyek
ijarah yang dilakukan oleh Lessor. Disamping itu ada beberapa akun yang dipergunakan dalam akuntansi
Ijarah pada pemilik obyek Ijarah. Selain itu akan dibahas pengadaan obyek ijarah, perhitungan harga sewa,
pemeliharaan dan perbaikan obyek ijarah, pengalihan kepemilikan khusus untuk Ijarah Muntahia Bittamlik.

BAB IX. Akuntansi Ijarah | 459


9.3.1 Akun-akun dalan transaksi Ijarah
Akun-akun berikut dan penjelasannya yang dipergunakan untuk mencatat transaksi Ijarah, baik yang
berhubungan dengan pembuatan Laporan Posisi Keuangan (neraca) dan Laporan Laba Rugi pada
Akuntansi Pemilik Obyek Ijarah.
A. Akun-akun Laporan Posisi Keuangan (Neraca)
Beberapa akun yang dipergunakan dalam pencatatan transaksi Ijarah yang diperlukan dalam
Laporan Posisi Keuangan (neraca) antara lain:
1. Aset Ijarah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat obyek Ijarah, baik atas aset berwujud maupun aset tidak
berwujud. Akun ini didebet pada saat dilakukan transaksi Ijarah sebesar harga perolehan obyek
Ijarah dan dikredit pada saat dilakukan penyusutan atas aset berwujud atau amortisasi atas aset tidak
berwujud.
2. Akumulasi Penyusutan Aset Ijarah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat penyusutan Obyek Ijarah Aset berwujud dengan
mempergunakan metode penyusutan sesuai ketentuan PSAK yang terkait. Akun ini dikredit pada
saat dibentuk penyusutan Obyek Ijarah sebesar beban penyusutan yang dilakukan dan didebet pada
saat aset tersebut dipindahkan kepemilikannya kepada pihak lain. Akun ini disajikan sebagai
pengurang (offsetting account) dari Aset Ijarah.
3. Sewa Multijasa Tangguhan/Sewa Lanjut Tangguhan
Akun ini dipergunakan untuk mencatat biaya perolehan obyek ijarah aset tidak berwujud (misalnya
untuk produk multijasa yang mempergunakan akad Ijarah). Akun ini didebet pada saat dilakukan
pembayaran biaya perolehan obyek ijarah aset tidak berwujud sebesar biaya perolehan yang
dikeluarkan dan dikredit pada saat dilakukan amortisasi obyek ijarah aset tidak berwujud sebesar
beban amortisasi yang dilakukan.
4. Cadangan biaya pemeliharaan/perbaikan
Akun ini dipergunakan dalam hal pembentukan cadangan biaya pemeliharaan obyek ijarah. Akun ini
dikredit saat pembentukan cadangan sebesar cadangan yang dibentuk dan didebet pada saat timbul
biaya pemeliharaan sebesar pengeluaran beban pemeliharaan yang dibayar.
B. Akun-akun Laporan Laba Rugi
Beberapa akun yang dipergunakan dalam pencatatan transaksi Ijarah untuk kepentingan pembuatan
Laporan Posisi Keuangan antara lain:
1. Biaya Penyusutan Aset Ijarah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat biaya penyusutan yang dilakukan atas obyek ijarah atas aset
berwujud, baik iajrah maupun IMBT. Akun ini disajkan sebagai pengurang (offsetting account) dari
Akun Pendapatan Ijarah (tidak diperkenankan disajikan sebagai beban operasional) Akun ini
didebet pada saat pembentukan penyusutan obyek ijarah aset berwujud sebesar beban penyusutan
yang dibentuk sesuai metode penyusutan yang diperkenankan. Akun ini dikredit pada saat akhir
tahun bersama sama dengan pendapatan ijarah dipindahkan ke Pendapatan Operasi Utama.
2. Biaya Pemeliharaan Aset Ijarah
Akun ini dipergunakanuntuk mencatat biaya pemeliharaan obyek ijarah yang menjadi tanggung
jawab pemilik obyek ijarah (lessor) atas aset berwujud. Akun ini disajkan sebagai pengurang (offsetting
account) dari Akun Pendapatan Ijarah (tidak diperkenankan disajikan sebagai beban operasional).
Akun ini didebet pada saat dilakukan pemeliharaan obyek ijarah sebesar beban yang dikeluarkan dan
dikredit pada saat akhir tahun bersama sama dengan pendapatan ijarah dipindahkan ke Pendapatan
Operasi Utama.

460 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011)


3. Biaya Amortisasi Aset Ijarah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat beban amortisasi yang telah dilakukan atas obyek ijarah aset
tidak berwujud. Akun ini disajkan sebagai pengurang (offsetting account) dari Akun Pendapatan Ijarah
(tidak diperkenankan disajikan sebagai beban operasional). Akun ini didebet pada saat dilakukan
pembentukan amortisasi sebesar beban amortisasi sesuai metode penyusutan yang diperkenankan
dan dikredit pada saat akhir tahun bersama sama dengan pendapatan ijarah dipindahkan ke
Pendapatan Operasi Utama.
4. Keuntungan Pelepasan Aset Ijarah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat keuntungan pelepasan Aset Ijarah, baik Asaet Ijarah
maupun IMBT atas aset berwujud dimana nilai tercatat lebih rendah dari nilai jualnya. Akun ini
disajikan sebagai penambahan pendapatan Ijarah (tidak disajikan sebagai pendapatan operasional).
Akun ini di kredit pada saat pelepasan Aset Ijarah sebesar selisih nilai tercatat dengan nilai jual aset
ijarah. Akun ini akan didebet bersama sama dengan pendapatan Ijarah sebagai pendapatan operasi
utama.
5. Kerugian Pelepasan Aset Ijarah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat kerugian pelepasan Aset Ijarah, baik Asaet Ijarah maupun
IMBT atas aset berwujud dimana nilai tercatat lebih tinggi dari nilai jualnya. Akun ini disajikan
sebagai pengurang pendapatan Ijarah (tidak disajikan sebagai beban operasional). Akun ini di debet
pada saat pelepasan Aset Ijarah sebesar selisih nilai tercatat dengan nilai jual aset ijarah. Akun ini
akan dikredit bersama sama dengan pendapatan Ijarah sebagai pendapatan operasi utama.
6. Pendapatan Sewa
Akun ini dipergunakan untuk mencatat harga sewa yang harus dibayar oleh penyewa (lessee). Akun
ini dikredit pada saat diterima harga sewa sebesar harga sewa yang disepakati dan didebet pada akhir
tahun dipindahkan atau diperhitungan sebagai Pendapatan Usaha Utama.
Untuk memberikan gambaran yang lengkap dan rinci akuntansi Ijarah dan Ijarah Muntahia
Bittamlik dapat diberikan ilustrasi contoh sebagai berikut:
Contoh: 9 – 1 (Ilustrasi Umum)
LKS Mitra Mandiri memiliki dua buah Kijang Inova dengan harga perolehan masing-masing
sebesar Rp120.000.000,00 LKS Mitra Mandiri menetapkan kebijakan masa penyusutan Kijang
Inova selama 5 tahun.
Atas permintaan nasabah, LKS Mitra Mandiri mensepakati penyewaan mobil Kijang Inova dengan
data sebagai berikut :
A. Kijang Inova pertama disewakan tanpa opsi pemindahan kepemilikan (akad ijarah) selama
setahun dengan return setara dengan 25%/pa kepada Hasan.
B. Kijang Inova kedua disewakan dengan opsi pemindahan kepemilikan (akad Ijarah Muntahia
Bittamlik) selama 2 tahun dengan return setara dengan 20%/pa, kepada Amir.
Pembayaran harga sewa oleh penyewa dilakukan setiap tanggal 15.
Atas ilustrasi di atas akan dibahas akuntansi yang berkaitan dengan transaksi Ijarah dan Ijarah
Muntahia Bittamlik dimana obyek ijarahnya merupakan penggunaan manfaat aset berwujud, yang
dilakukan oleh LKS Mitra Mandiri sebagai pemilik obyek ijarah yaitu:
a. Obyek Ijarah, yang akan dibahas mulai dari pengadaan obyek ijarah yaitu pembelian aset sampai aset
tersebut dapat disewakan.
b. Harga sewa, yang akan dibahas penentuan perhitungan harga sewa Ijarah yang harus dibayar oleh
penyewa, pembayaran harga sewa.
c. Pengalihan kepemilikan yang akan dibahas khusus yang berkaitan dengan Ijarah dengan opsi
pemindahan kepemilikan (Ijarah Muntahia Bittamlik).

BAB IX. Akuntansi Ijarah | 461


9.3.2 Obyek Ijarah
Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan aset berwujud atau tidak berwujud. Obyek Ijarah atas
penggunaan aset berwujud ini yang diterapkan untuk Ijarah atau Ijarah Muntahia Bittamlik, khususnya
IMBT karena ada opsi pemindahan kepemilikan. Oleh karena itu pemilik obyek Ijarah (lesssor) harus
memilik aset yang akan disewakan.
Dalam pengukuran Aset Ijarah berdasarkan biaya historis untuk pengukuran asset yang diperoleh
untuk Ijarah yang mengacu kepada nilai wajarnya pada tanggal perolehan, termasuk jumlah yang
dikeluarkan agar asset tersebut bisa digunakan yaitu Ijarah. Nilai wajar pada tanggal perolehan ditafsirkan
sebagai harga yang dibayar bank untuk membeli asset tersebut dalam suatu transaksi yang bersahabat.
Dasar ini dianggap lebih relevan dan reliable dari pada dasar-dasar pengungkapan alternatif.
Dalam PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah mengatur Biaya Perolehan Obyek Ijarah sebagai berikut:
9. Obyek ijarah diakui pada saat obyek ijarah diperoleh sebesar biaya perolehan.
10. Biaya perolehan obyek ijarah yang berupa aset tetap mengacu ke PSAK 16: Aset Tetap dan
aset tidak berwujud mengacu ke PSAK 19: Aset Tidak Berwujud.
Dalam Accounting Auditing Standard for Islamic Financial Institution (AASIFI) yang dikeluarkan oleh
Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions. (AAOIFI), pengukuran nilai aset yang
diperoleh untuk Ijarah dijelaskan bahwa berdasarkan biaya historis untuk pengukuran asset yang diperoleh
untuk Ijarah yang mengacu kepada nilai wajarnya pada tanggal perolehan, termasuk jumlah yang
dikeluarkan agar asset tersebut bisa digunakan yaitu Ijarah. Nilai wajar pada tanggal perolehan ditafsirkan
sebagai harga yang dibayar bank untuk membeli asset tersebut dalam suatu transaksi yang bersahabat.
Dasar ini sesuai dengan Statement of Objectives, dan dianggap lebih relevan dan reliable dari pada dasar-dasar
pengungkapan alternatif. Sedangkan dua alternatif perlakuan diusulkan terhadap biaya langsung awal (bank
sebagai lessor atau lessee):
1. membebankan biaya-biaya ini sebagai biaya periode fiskal kepada periode kapan terjadinya; atau
2. mencatat biaya-biaya ini sebagai biaya yang ditangguhkan untuk dialokasikan (secara sama) pada
jangka waktu penyewaan.
Alternatif dua telah dipilih karena sesuai dengan konsep matching (mencocokkan) pendapatan dan
biaya-biaya yang dinyatakan di dalam Statement of Concepts. Tetapi, jika biaya langsung awal tidak material
maka keseluruhan jumlah dibebankan kepada periode dimana terjadinya. Ini sesuai dengan konsep
materialitas.
A. Pengadaan Aset Ijarah
Pengadaan Obyek Ijarah merupakan tanggung jawab lessor atau pemilik obyek Ijarah (dalam hal ini
tanggung jawab LKS Mitra Mandiri). Salah satu cara untuk memperoleh obyek Ijarah adalah dengan
melakukan pembelian Aset Ijarah (obyek ijarah).
Contoh: 9 - 2 (pembelian Obyek Sewa)
Pada tanggal 1 Maret 2008, LKS Mitra Mandiri membeli dua buah mobil Kijang Inova, dengan
harga masing-masing mobil sebesar Rp118.000.000,00.
Atas pembelian mobil Inova tersebut oleh LKS Mitra Mandiri dilakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Persediaan Rp236.000.000,00
Cr. Kas/Rekening pemilik Asset Rp236.000.000,00

Atas jurnal transaksi diatas akan mengakibatkan perubahan akun-akun dan Laporan Posisi
Keuangan/neraca LKS Mitra Mandiri sebagai berikut:

462 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011)


PERSEDIAAN
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
01/03 Kijang Inova 118.000.000
01/03 Kijang Inova 118.000.000
Saldo
236.000.000 236.000.000

NERACA
Per 1 Maret 2008
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Persediaan 236.000.000

B. Pengeluaran biaya lain aset Ijarah


Yang dimaksud dengan harga perolehan adalah seluruh kas dan setara kas yang dikeluarkan untuk
memperoleh aset sampai aset tersebut dalam kondisi siap untuk dipergunakan atau dijual. Dari pengertian
ini dapat dilihat bahwa yang dimaksud dengan harga perolehan barang adalah harga barang dikurangi
diskon dari pemasok sebelum akad dilaksanakan ditambah dengan biaya-biaya yang terkait dengan
pengadaan barang yang menjadi tanggung jawab pembeli, misalnya biaya angkut, biaya surat-surat barang
dsb (sesuai syarat penyerahan barang) sampai aset tersebut dapat dipergunakan atau dijual.
Contoh: 9 – 3 (biaya-biaya lainnya)
Tanggal 5 Maret LKS Mitra Mandiri membayar biaya balik nama, BPKB dan surat-surat lainya
masing-masing mobil sebesar Rp2.000.000,00.
Atas pengeluaran biaya-biaya tersebut. LKS Mitra Mandiri sebagai pemilik obyek Ijarah melakukan
jurnal sebagai berikut:
Dr. Persediaan (biaya surat) Rp4.0000.000
Cr. Kas Rp4.0000.000
Atas jurnal transaksi diatas akan mengakibatkan perubahan akun-akun dan Laporan Posisi
Keuangan (neraca) LKS Mitra Mandiri sebagai pada pemilik obyek ijarah sebagai berikut:

PERSEDIAAN
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
01/03 Kijang Inova 118.000.000
01/03 Kijang Inova 118.000.000
05/03 Biaya surat-surat 4.000.000
Saldo
240.000.000 240.000.000

NERACA
Per 1 Maret 2008
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Persediaan 240.000.000

BAB IX. Akuntansi Ijarah | 463


9.3.3 Harga Sewa
Banyak para praktisi Lembaga Keuangan Syariah yang salah dalam memahami harga sewa dalam
Ijarah khususnya dalam Ijarah Muntahiya Bittamlik. Banyak harga sewa ini ditentukan berdasarkan jenis
obyek sewa yang dimiliki tanpa memperhatikan akad yang dipergunakan dan jangka waktu sewa yang
dilakukan. Juga banyak yang beranggapan bahwa harga sewa ini merupakan pendapatan yang harus
dibagikan dalam pembagian hasil usaha (profit distribusi).
Dalam Fatwa DSN nomor 09/DSN-MUI/IV/2000 ketentuan kedua, butir 7 dijelaskan bahwa :
“ ..... Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa dalam ijarah.”. Dari
ketentuan ini dapat dilihat bahwa dalam jual beli terkandung harga pokok atau harga perolehan dan harga
jual dimana selisih harga jual dan harga perolehan merupakan keuntungan yang diperoleh dalam transaksi
jual beli. Oleh karena itu dalam transaksi ijarah juga terkandung harga perolehan sewa dan harga sewa yang
merupakan harga jual yaitu harga yang harus dibayar oleh penyewa. Penjelasan ini dapat diilustrasikan
dalam gambar berikut ini:

JUAL BELI SEWA


Harga pokok jual beli xxxxx Harga pokok sewa
Keuntungan jual beli xxxxx Keuntungan
Harga Jual xxxxx Harga sewa

Gambar 9-1: Penentuan harga sewa

Dari gambar ini dapat dijelaskan bahwa dalam jual beli terdapat harga jual yaitu harga yang harus
dibayar oleh pembeli saat membeli barang, begitu juga dalam ijarah juga terdapat harga sewa yang
merupakan harga jual ijarah yaitu harga yang harus dibayar oleh penyewa atas penggunaan manfaat obyek
ijarah. Dalam jual beli terdapat harga perolehan yaitu seluruh kas atau setara kas yang dikeluarkan untuk
memperoleh aset sampai aset tersebut dalam kondisi yang siap untuk dijual atau dipergunakan, begitu juga
dalam ijarah juga terdapat harga perolehan yaitu biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh obyek ijarah
sampai obyek tersebut dapat dipergunakan manfaatnya. Harga perolehan Ijarah adalah merupakan biaya
penyusutan dan biaya pemeliharaan atas obyek ijarah tersebut dan biaya penyusutan obyek ijarah sangat
dipengaruhi oleh masa penyusutan atau umur ekonomis dari obyek ijarah tersebut.

464 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011)


A. Perhitungan Harga Sewa
Berdasarkan penjelasan diatas dan memperhatikan ketentuan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional
diatas, maka harga sewa Ijarah dipengaruhi oleh biaya penyusutan dan biaya pemeliharaan obyek ijarah,
sehingga LKS Mitra Mandiri melakukan perhitungan harga sewa Ijarah dan IMBT dalam contoh di atas
sebagai berikut:
1. Perhitungan harga sewa untuk Ijarah:
Harga perolehan obyek Ijarah Rp120.000.000,00
Umur ekonomis 5 th (sesuai kebijakan LKS)
Keuntungan yang diharapkan 20%
Biaya penyusutan obyek ijarah: 120.000.000/5 = Rp24.000.000,00 per tahun

Perhitungan harga sewa Ijarah adalah sebagai berikut:


Harga Perolehan Obyek Ijarah per tahun Rp24.000.000,00
Keuntungan: 20% x Rp24.000.000,00 Rp 4.800.000,00
--------------------
Harga sewa per tahun Rp28.800.000,00
Atau pembayaran harga sewa per bulan sebesar Rp2.400.000,00
2. Perhitungan harga sewa untuk Ijarah Muntahia Bittamlik (IMBT)
Harga perolehan obyek Ijarah Rp120.000.000,00
Umur ekonomis 2 th (sesuai masa sewa)
Keuntungan yang diharapkan 20%
Biaya penyusutan obyek ijarah : 120.000.000/2 = Rp60.000.000,00 per tahun
Perhitungan harga sewa IMBT adalah sebagai berikut:
Harga perolehan obyek IMBT Rp60.000.000,00
Keuntungan: 20% x Rp.60.000.000,00 Rp12.000.000,00
--------------------
Harga sewa per tahun Rp72.000.000,00
Atau pembayaran harga sewa per bulan sebesar Rp6.000.000,00.
Jadi dari perhitungan tersebut di atas, dapat dilihat bahwa harga sewa sangat ditentukan oleh akad yang
dilakukan (ijarah atau IMBT), masa sewa yang dilakukan khususnya IMBT. Sehingga obyek ijarah yang
sama (misalnya mobil Kijang Inova) memiliki harga sewa yang berbeda jika akad dilakukan berbeda dan
jangka waktu sewanya juga berbeda.
B. Pelaksanaan Akad Ijarah
Dalam pelaksanaan akad ijarah, tidak ada perbedaan jurnal dalam akuntansi Ijarah dan Ijarah
Muntahia Bittamlik. Yang membedakan pemindahan kepemilikan dalam Ijarah Muntahia Bittamlik,
dimana hal ini tidak ada dalam transaksi ijarah. Selain itu juga jumlah transaksinya saja, karena hal ini
dipengaruhi oleh perhitungan harga perolehan, dimana didalamnya terkandung beban penyusutan yang
dipengaruhi oleh masa penyusutan obyek ijarah tersebut. Oleh karena transaksi Ijarah ini pencatatan aset
ada pada Lembaga Keuangan Syariah sebagai lessor, maka baik obyek tersebut disewakan atau tidak
disewakan tetap dilakukan penyusutan. Untuk memberikan gambaran jurnal yang dilakukan dalam
pelaksanaan akad ijarah dan Ijarah Muntahia Bittamlik dapat diberikan contoh berikut. Dalam contoh
tersebut obyek ijarah atas penggunaan manfaat aset berwujud, sedangkan obyek ijarah atas penggunaan
aset tidak berwujud (Ijarah Lanjut dan Multijasa) dapat dilihat dalam pembahasan Ijarah Lanjut butir
berikutnya.
Contoh : 9 – 4 (ilustrasi umum)
Pada tanggal 10 Maret 2008, LKS Mitra Mandiri melakukan transaksi Ijarah dengan data-data
sebagai berikut:

BAB IX. Akuntansi Ijarah | 465


A Jenis Akad (pertama) : Ijarah
Nama Penyewa : Hasan
Jenis barang yang disewa : Kijang Inova
Harga barang perolehan : Rp120.000.000
Nilai sisa / residual value : Rp1
Total pembayaran sewa per thn : Rp28.800.000 (Rp2.400.000 / bln)
Uang muka sewa dari penyewa : Rp14.400.000 ( 6 bulan sewa)
Jangka waktu sewa : 1 (satu) tahun
Biaya administrasi : Rp300.000,00
Pengikatan : Dibawah tangan
B Jenis Akad (kedua) : Ijarah Muntahia Bittamlik (IMBT)
Nama Penyewa : Amir
Jenis barang yang disewa : Kijang Inova
Harga barang perolehan : Rp120.000.000,00
Nilai sisa / residual value : Rp1
Total pembayaran sewa per thn : Rp72.000.000 (Rp6.000.000 / bln)
Uang muka sewa dari penyewa : Rp36.000.000 ( 6 bulan sewa)
Jangka waktu sewa : 2 (satu) tahun
Opsi pengalihan pemilikan : Akhir masa sewa
Biaya administrasi : Rp300.000,00
Pengikatan : Dibawah tangan
Atas transaksi Ijarah diatas, LKS Mitra Mandiri sebagai pemilik obyek Ijarah pada tanggal 10 Maret
2008 melakukan jurnal sebagai berikut:
Jurnal Ijarah IMBT
Dr. Aset Ijarah 120.000.000 120.000.000
Cr. Persediaan 120.000.000 120.000.000

Atas juranal transaksi diatas akan mengakibatkan perubahan posisi akun-akun dan laporan posisi
keuangan (neraca) LKS Mitra Mandiri sebagai berikut:

PERSEDIAAN
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
01/03 Kijang Inova 120.000.000 10/03 Akt Ijarah 120.000.000
01/03 Kijang Inova 120.000.000 10/03 Akt Ijarah 120.000.000
Saldo 0
240.000.000 240.000.000

ASET IJARAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
10/03 Kijang Inova 120.000.000
Saldo 120.000.000
120.000.000 120.000.000

466 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011)


ASET IJARAH MUNTAHIA BITTAMLIK
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
10/03 Kijang Inova 120.000.000
Saldo 120.000.000
120.000.000 120.000.000

NERACA
Per 10 Maret 2008
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah

Persediaan 00
Aset Ijarah
Aset Ijarah 120.000.000
Aset IMBT 120.000.000

Pembayaran harga sewa Ijarah dapat dilakukan terlebih dahulu sebelum penggunaan manfaat obyek
ijarah dilakukan. Harga sewa yang diterima lebih dahulu oleh LKS Mitra Mandiri sebagai pemilik obyek
ijarah diakui sebagai “Sewa Diterima Dimuka” sebesar jumlah yang diterima. Perlakukan akuntansi harga
sewa terlebih dahulu ini tidak berbeda dengan sewa dibayar dimuka pada umumnya, sehingga tidak dapat
diperlakukan seperti uang muka dalam transaksi murabahah.
Contoh : 9 – 5 (uang muka sewa dari nasabah)
Atas transaksi sewa kijang inova tersebut, pada tanggal 10 Maret 2008 LKS Mitra Mandiri menerima
uang muka sewa dari penyewa sebesar Rp14.400.000,00 (selama 6 bulan harga sewa) untuk transaksi
Ijarah dan sebesar Rp36.000.000,00 (selama 6 bulan harga sewa) untuk transaksi IMBT.
Atas penerimaan uang sewa tersebut, pada tanggal 10 Maret 2008 LKS Mitra Mandiri melakukan
jurnal sebagai berikut:
Jurnal Ijarah IMBT
Dr. Kas / Rek Penyewa 14.400.000 36.000.000
Cr. Sewa Diterima Dimuka 14.400.000 36.000.000

Uang muka sewa tidak dapat mengurangi harga perolehan Aset Ijarah sebagaimana dalam transaksi
murabahah yang dipergunakan sebagai penguran harga perolehan dalam memperhitungkan keuntungan
jika akad murabahah dilaksanakan, karena Aset Ijarah tersebut milik LKS Mitra Mandiri sedangkan uang
muka tersebut milik penyewa yang diserahkan lebih dahulu. Atas pembayaran uang muka dari nasabah,
akan mengakibatkan perubahan posisi akun-akun dan neraca LKS Mitra Mandiri sebagai berikut:

SEWA DITERIMA DIMUKA (TITIPAN UANG MUKA IJARAH)


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
10/03 Uang muka Ijarah 14.400.000
Saldo 14.400.000
14.400.000 14.400.000

SEWA DITERIMA DIMUKA (TITIPAN UANG MUKA IMBT)


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
10/03 Uang muka Ijarah 36.000.000
Saldo 36.000.000
36.000.000 36.000.000

NERACA

BAB IX. Akuntansi Ijarah | 467


Per 10 Maret 2008
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Persediaan 00 Titipan Uang Muka Ijarah
Aset Ijarah Titipan UM Ijarah 14.400.000
Aset Ijarah 120.000.000 Titipan UM IMBT 36.000.000
Aset IMBT 120.000.000

Biaya administrasi merupakan beban yang dikeluarkan oleh Lembaga Keuangan Syariah sebagai
pemilik obyek sewa sehubungan dengan pelaksanaan akad ijarah dan harus ditanggung oleh penyewa, oleh
karena beban administrasi ini merupakan pendapatan fee bagi Lembaga Keuangan Syariah.
Contoh: 9 – 6 (biaya administrasi)
Pada tanggal 10 Maret 2008, LKS Mitra Mandiri menerima penggantian biaya administrasi atas
transaksi Ijarah sebesar Rp300.000,00.
Atas penerimaan biaya administrasi, LKS Mitra Mandiri melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas/Rekening penyewa Rp300.000,00
Cr. Pendapatan fee Ijarah Rp300.000,00
C. Penyusutan Obyek Ijarah
Banyak yang mengatakan bahwa Ijarah Muntahia Bittamlik sama dengan Sewa Beli/Sewa
Pembiyaan (finance lease). Dari segi akuntansi keduanya sangat berbeda, jika sewa beli pencatatan aset
dilakukan oleh lessee sehingga lessee yang harus melakukan penyusutan dan pemeliharaan aset tersebut,
sedangkan dalam Ijarah Munthia Bittamlik pencatatan aset atau obyek ijarah tetap dilakukan oleh lessor,
oleh karena itu lessor yang harus melakukan penyusutan dan pemeliharaan aset atau obyek Ijarah Muntahia
Bittamlik tersebut. Jadi obyek Ijarah Muntahia Bittamlik tetap menjadi aset lessor selama belum dilakukan
pemindahan kepemilikan, oleh karena itu baik aset atau obyek ijarah ini disewakan atau tidak tetap
dilakukan penyusutan sebagai pengurangan nilai yang dilakukan oleh aset berwujud. Berikut akan dibahas
lebih rinci penyusutan dan pemelihraan obyek ijarah yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah
sebagai pihak yang menyewakan.
Untuk penyusutan dan amortisasi obyek ijarah, dalamPSAK 107 tentang akuntansi Ijarah dijelaskan
sebagai berikut:
11. Obyek ijarah disusutkan atau diamortisasi, jika berupa aset yang dapat disusutkan atau diamortisasi,
sesuai dengan kebijakan penyusutan atau amortisasi untuk aset sejenis selama umur manfaatnya (umur
ekonomis).
12. Kebijakan penyusutan atau amortisasi yang dipilih harus mencerminkan pola konsumsi yang
diharapkan dari manfaat ekonomi di masa depan dari obyek ijarah. Umur ekomonis dapat
berbeda dengan umur teknis. Misalnya, mobil yang dapat dipakai selama 10 tahun diijarahkan
dengan akad ijarah muntahiyah bittamlik selama 5 tahun. Dengan demikian umur ekonomisnya
adalah 5 tahun.
13. Pengaturan penyusutan obyek ijarah yang berupa aset tetap sesuai dengan PSAK 16: Aset
Tetap dan amortisasi aset tidak berwujud sesuai dengan PSAK 19: Aset Tidak Berwujud
Untuk memberikan gambaran yang lengkap tentang penyusutan aktiva tetap, berikut diberikan
beberapa ketentuan dalam PSAK 16 tentang Aktiva Tetap (revisi 2007) antara lain mengenai pengertian,
penyusutan, jumlah yang dapat disusutkan dan periode penyusutan, metode penyusutan dan sebagainya.

468 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011)


1. Pengertian (paragraf 6)
a) Biaya perolehan (cost) adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar dari
imbalan lain yang diserahkan untuk memperoleh suatu aset pada saat perolehan atau
kontruksi atau, jika dapat diterapkan, jumlah yang diastribusikan ke aset pada saat pertama
kali diakui sesuai dengan persyaratan tertentu dalam PSAK lain.
b) Jumlah tercatat (carrying amount) adalah nilai yang disajikan dalam neraca dkurangi akumulasi
penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai.
c) Jumlah yang dapat disusutkan (depreciable amount) adalah biaya perolehan suatu aset, atau
jumlah lain yang menjadi pengganti biaya perolehan, dikurangi nilai residunya.
d) Nilai residu aset adalah jumlah yang diperkirakan akan diperoleh entitas saat ini dari
pelepasan aset, setelah dikurangi taksiran biaya pelepasan, jika aset tersebut telah mencapai
umur dan kondisi yang diharapkan pada akhir umur manfaatnya.
e) Rugi penurunan nilai (impairment loss) adalah selisih dari jumlah tercatat suatu aset dengan
jumlah yang dapat diperoleh kembali dari aset tersebut.
2. Penyusutan
a) setiap bagian adari aset tetap yang memiliki biaya perolehan cukup signifikan terhadap total biaya
perolehan seluruh aset harus disusutkan secara terpisah (paragraf 46).
b) entitas mengalokasikan jumlah pengakuan awal aset pada bagian aset tetp yang signifikan dan
menyusutkan secara terpisah setiap bagian tersebut. Misalnya, adalah tepat untuk
menyusutkan secara terpisah antara badan pesawat dan mesin pada pesawat terbang, baik
yang dimiliki sendiri maupun yang berasal dari sewa pembiayaan (paragraf 47).
c) Suatu bagian yang signifikan dari aset tetap mungkin memiliki umur manfaat dan metode
penyusutan yang sama dengan umur manfaat dan metode penyusutan bagian signifikan
lainnya dari aset tersebut. Bagian-bagian tsb dapat dikelompokkan menjadi satu dalam
menentukan beban penyusutan (paragraf 48).
d) sepanjang entitas menyusutkan secara terpisah beberapa bagian dari bagian aktiva tetap, maka
entitas juga menyusutkan secara terpisah bagian yang tersisa. Bagian yang tersisa terdiri atas
bagian yang tidak signifikan secara individual. Jika entitas memiliki ekspektasi yang
bermacam-macam untuk bagian tersebut, tehnik penaksiran tertentu diperlukan untuk
menentukan penyusutan bagian yang tersisa sehingga mampu mencerminkan pola
penggunaan dan atau umur manfaat dari bagian tersebut (paragraf 49).
e) Entitas dapat juga memilih untuk menyusutkan secara terpisah bagian aset yang biaya
perolehannya tidak signifikan terhadap total biaya perolehan aset tersebut (paragraf 50).
f) Beban penyusutan untuk setiap periode harus diakui dalam laporan laba rugi kecuali jika beban tersebut
dimasukkan dalam jumlah tercatat aset lainnya (paragraf 51).
g) Beban penyusutan untuk setiap periode biasanya diakui dalam laporan laba rugi. Namun,
kadang kala manfaat ekonomis dimasa depan dari suatu aset adalah untuk menghasilkan aset
lainnya. Dalam hal ini, beban penyusutan merupakan bagian dari biaya perolehan aset lain
dan dimasukkan dalam jumlah tercatatnya. Misalnya, penyusutan pabrik dan peralatan
dimasukkan dalam biaya konversi dari persediaan (lihat PSAK 14). Sama halnya, penyusutan
aset tetap untuk aktivitas pengembangan mungkin dimasukkan dalam biaya perolehan aset
tidak berwujud yang diakui sesuai dengan PSAK 19: Aset Tidak Berwujud (paragraf 52).
3. Jumlah yang dapat disusutkan dan periode penyusutan
a) Jumlah yang dapat disusutkan dari suatu aset dialokasikan secara sistematis sepanjang umur manfaatnya
(paragraf 53).
b) Nilai residu dan umur manfaat setiap aset tetap harus direview minimum setiap akhir tahun buku dan
apabila ternyata hasil review berbeda dengan entimasi sebelumnya maka perbedaan tersebut harus

BAB IX. Akuntansi Ijarah | 469


diperlakukan sebagai perubahan estimasi akuntansi sesuai dengan PSAK 25: Laba Rugi Bersih untuk
Periode Berjalan, Koreksi Kesalahan Mendasar; dan Perubahan Kebijakan Akuntansi
( paragraf 54).
c) Penyusutan diakui walaupun nilai wajar aset melebihi jumlah tercatatnya, sepanjang nilai
residu aset tidak melebihi jumlah tercatatnya. Perbaikan dan pemeliharaan aset tidak dapat
meniadakan keharusan untuk menyusutkan aset (paragraf 55).
d) Jumlah yang dapat disusutkan dari suatu aset adalah jumlah tercatatnya (baik mengikuti
model biaya maupun model revaluasi) dikurangi dengan nilai residu aset yang bersangkutan.
Dalam praktiknya, nilai residu dari aset sering kali tidak signifikan oleh karenanya tidak
material dalam perhitungan jumlah yang dapat disusutkan (paragraf 56).
e) Nilai residu dari suatu aset mungkin saja sama atau bahkan lebih besar dari jumlah tercatatnya.
Jika hal ini terjadi maka beban penyusutan aset tersebut adalah nol, sampai dengan saat
dimana nilai residu aset tersebut menurun hingga lebih kecil dari jumlah tercatatnya (prf 57).
f) Penyusutan aset dimulai pada saat aset tersebut siap untuk digunakan, yaitu pada saat aset
tersebut berada pada lokasi dan kondisi yang diinginkan agar aset siap digunakan sesuai
dengan keinginan dan maksud manajemen. Penyusutan dari suatu aset dihentikan awal ketika:
1) aset tersebut diklasifikasikan sebagai aset dimiliki untuk dijual atau aset tersebut masuk
dalam kelompok aset yang tidak dipergunakan lagi dan diklasifikasikan sebagai aset
dimiliki untuk dijual; atau
2) aset tersebut dihentikan pengakuannya seperti diatur dalam paragraf 69.
Oleh karena itu, penyusutan tidak dihentikan pada saat aset tersebut tidak dipergunakan atau
dihentikan penggunaannya kecuali apabila telah habis disusutkan. Namun, apabila metode
penyusutan yang digunakan adalah usage method (seperti unit of production method) maka beban
penyusutan menjadi nol bila tidak ada produksinya (paragraf 58).
g) Manfaat ekonomis masa depan melekat pada aset yang dikonsumsikan oleh entitas
terutama melalui penggunaan aset itu sendiri. Namun, beberapa faktor lain seperti
keusangan teknis, keusangan komersial dan keausan selama aset tersebut tidak terpakai,
sering mengakbatkan menurunnya manfaat ekonomis yang dapat diperoleh dari aset
tersebut. Berkaitan dengan hal-hal tersebut diatas, seluruh faktor berikut ini
diperhitungkan dalam menentukan umur manfaat dari setiap aset:
1) perkiraan daya pakai dari aset yang bersangkutan. Daya pakai atau daya guna
tersebut dinilai dengan merujuk pada prakiraan kapasitas atau kemampuan fisik
aset tersebut untuk menghasilkan sesuatu;
2) perkiraan tingkat keasusan fisik, yang tergantung pada faktor pengoperasian aset
tersebut seperti jumlah penggiliran (shift) penggunaan aset dan program
pemeliharaan aset dan perawatannya, serta perawatan dan pemeliharaan aset pada
saat aset tersebut tidak digunakan (mengganggur).
3) keusangan teknis dan keusangan komersial yang diakibatkan oleh perubahan atau
peningkatan produksi, atau karena perubahan permintaan pasar atas produk atau
jasa yang dihasilkan oleh aset tersebut; dan
4) pembatasan penggunaan aset karena aspek hukum atau peraturan tertentu, seperti
berakhirnya waktu penggunaan sehubungan dengan sewa (paragraf 59).
h) Umur manfaat aset ditentukan berdasarkan kegunaan yang diharapkan oleh entitas.
Kebijakan manajemen aset suatu entitas dapat meliputi pelepasan aset yang bersangkutan
setelah suatu waktu tertentu aset tersebut digunakan atau setelah bagian tertentu dari
manfaat suatu aset dikonsumsi. Oleh karena itu, umur manfaat dari suatu aset dapat lebih
pendek dari umum ekonomi dari aset tersebut. Estimasi umur manfaat suatu aset
merupakan hal yang membutuhkan pertimbangan berdasarkan pengalaman entitas thd
aset yang serupa. (paragraf 60).

470 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011)


i) Tanah dan bangunan merupakan aset yang berbeda dan harus diperlakukan sebagai aset
yang terpisah, meskipun diperoleh sekaligus. Bangunan memiliki umur manfaat yang
terbatas, oleh karenanya harus disusutkan. Peningkatan nilai tanah dimana diatasnya
didirikan bangunan tidak memengaruhi penentuan jumlah yang dapat disusutkan dari
bangunan tersebut. Tanah yang diperoleh dengan Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan
atau lainnya diperlakukan sesuai dengan PSAK 47: Akuntansi Tanah (paragraf 61).
j) Jika biaya perolhan tanah yang didalamnya termasuk biaya untuk membongkar,
memindahkan dan memugar, dan manfaat yang diperoleh dari pembongkaran,
pemindahan dan pemugaran tersebut terbatas, maka biaya tersebut harus disusutkan
selama periode manfaat yang diperolehnya (paragraf 62).
4. Metode penyusutan
a) Metode penyusutan yang digunakan harus mencerminkan ekspektasi pola kosumsi manfaat ekonomis
masa depan dari aset oleh entitas (paragraf 63).
b) Metode penyusutan yang digunakan untuk aset harus di-review minimum setiap akhir tahun buku dan,
apabila terjadi perubahan yang signifikan dalam ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomi masa
depan dari aset tersebut, maka metode penyusutan harus diubah untuk mencerminkan perubahan pola
tersebut. Perubahan metode penyusutan harus diperlakukan sebagai perubahan akuntansi sesuai dengan
PSAK 25 (paragraf 64).
c) Berbagai metode penyusutan dapat digunakan untuk mengalokasikan jumlah yang
disusutkan secara sistematis dari suatu aset selama umur manfaatnya. Metode tersebut
antara lain metode garis lurus (straight line method), metode saldo menurun (diminishing
balance method) dan metode jumlah unit (sum of the unit method). Metode garis lurus
menghasilan pembebanan yang tetap selama umur manfaat aset jika nilai residunya tidak
berubah. Metode saldo menurun menghasilkan pembebanan yang menurun selama umur
manfaat aset. Metode jumlah unit mengahasilkan pembebanan berdasarkan pada
penggunaan atau output yang diharapkan dari suatu aset. Metode penyusutan aset dipilih
berdasarkan ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomis masa depan dari aset dan
diterapkan secara konsisten dari periode ke periode kecuali ada perubahan dalam
ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomis masa depan dari aset tersebut (paragraf 65)
5. Penghentian pengakuan:
a) Jumlah tercatat aset tetap dihentikan pengakuannya pada saat:
1) dilepaskan; atau
2) tidak ada manfaat ekonomis masa depan yang diharapkan dari penggunaan atau pelepasannya
(paragraf 69)
b) Pelepasan aset tetap dapat dilakukan dengan berbagai cara (misalnya: dijual, disewakan
berdasarkan sewa pembiayaan, atau disumbangkan). Dalam menentukan tanggal pelepasa
aset, entitas menerapkan kriteria dalam PSAK 23: pendapatan untuk mengakui pendapatan dari
penjualan, PSAK 30 diterapkan untuk pelepasan melalui jual dan sewa-balik (paragraf 71)
Berikut diberikan beberapa ketentukan dalam PSAK 19 tentang Aktiva Tidak Berwujud yang
berkaitan dengan amortisasi, antara lain periode amortisasi, metode amortisasi, nilai sisa, penelaahan
periode amortisasi dan metode amortisasi.
1. Pengertian (paragraf 8)
a) Aset tidak berwujud adalah aset non moneter yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai
wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan atau menyerahkan barang dan
jasa, disewakan kepada pihak lainnya, atau untuk tujuan administratif
b) Aset adalah sumber daya yang : (a) dikendalikan oleh perusahaan sebagai akibat peristiwa
masa lampau; dan (b) bagi perusahaan diharapkan akan menghasilkan manfaat ekonomi
dimasa depan.

BAB IX. Akuntansi Ijarah | 471


c) Amortisasi adalah alokasi sistematis dari nilai aset tidak berwujud yang dapat didepresiasi
selama masa manfaat aset tersebut.
d) Nilai yang dapat didepresiasi adalah biaya perolehan suatu aset, atau nilai lain yang fungsinya
menggantikan biaya perolehan dalam laporan keuangan dikurangi nilai sisa
e) Masa manfaat adalah (a) periode waktu aset diperkirakan akan dimanfaatkan oleh
perusahaan; atau (b) jumlah unit produksi atau sejenisnya yang diperkirakan akan diperoleh
perusahaan dari aset tersebut.
f) Biaya perolehan adalah jumlah uang kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar
sumber daya yang dikeluarkan untuk mendapatkan aset pada saat perolehan atau saat
diproduksi
g) Nilai sisa adalah jumlah bersih yang diperkirakan akan diperoleh perusahaan dari pelepasan
aset pada akhir masa manfaatnya, setelah dikurangi perkiraan biaya pelepasan.
2. Periode Amortisasi
a) Jumlah yang dapat diamortisasi dari aset tidak berwujud harus dialokasikan secara sistematis berdasarkan
perkiraan terbaik dari masa manfaatnya. Pada umumnya masa manfaat suatu aset tidak berwujud tidak
akan melebihi 20 tahun sejak tanggal aset siap digunakan. Amortisasi harus dimulai dihutung saat aset
siap untuk digunakan (paragraf 58).
b) Manfaat ekonomis masa depan yang terkandung dalam suatu aset tidak berwujud dikonsumsi
dengan berjalannya waktu. Untuk mencerminkan konsumsi tersebut, nilai tercatat aset
tersebut diturunkan. Hal tersebut, dilakukan melalui alokasi yang sistematis atas biaya
perolehan, dikurangni nilai sisa. Alokasi yang sistematis tersebut diperhitungkan sebagai
beban amortisasi sepanjang masa manfaat aset tersebut. Amortisasi perlu diakui tanpa
memandang apaka telah terjadi kenaikan, misalnya pada nilai wajar atau nilai yang dapat
diperoleh kembali dari aset tersebut. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam
menentukan masa manfaat suatu aset tidak berwujud, termasuk:
1) perkiraan pemakaian aset oleh perusahaan dan efisiensi pengelolaannya oleh tim
manajemen yang lain.
2) siklus hidup produk (product life cycles) yang lazim bagi aset tersebut dan infomasi yang
beredar mengenai estimasi masa manfaat aset sejenis yang digunakan dengan cara yang
sama;
3) keusangan teknis, teknologi, atau jenis-jenis keusangan lainnya;
4) stabilitas industri tempat aset tersebut beroperasi dan perubahan-perubahan dalam
permintaan pasar atas produk dan jasa yang dihasilkan oleh aset tersebut.
5) perkiraan tindakan oleh pesaing atau calon pesaing
6) tingkat / jumlah pengeluaran untuk pemeliharaan yang dibutuhkan untuk
mendapatkan manfaat ekonomis masa depan dari aset dan kemampuan serta maksud
perusahaan untuk mencapai tingkat tersebut;
7) periode pengendalian aset dan pembatasan hukum atau pembatasan lainnya yang
dikenakan atas penggunaan aset tersebut, seperti tanggal berakhirnya sewa yang terkait;
dan,
8) ketergantungan masa manfaat aset tersebut atas masa manfaat aset lainnya dari
perusahaan. (paragraf 59).
c) Menilik sejarah pesatnya perkembangan teknologi, peranti lunak komputer, dan banyka aset
tidak berwujud lainnya rentan terhadap keusangan teknologi. Oleh karena itu. Masa manfaat
aset tidak berwujud cenderung pendek (paragraf 60).
d) Estimasi masa manfaat suatu aset tidak berwujud pada umumnya menjadi kurang andal
dengan semakin penjangnya masa manfaat aset tersebut. Pernyataan ini menganut pandangan
bahwa masa manfaat suatu aset tidak berwujud pada umumnya tidak akan melebihi 20 tahun
(paragraf 61).

472 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011)


e) Dalam kasus yang jarang terjadi, timbul bukti yang menyakinkan bahwa masa manfaat aset
tidak berwujud akan melebihi 20 tahun. Dalam hal ini, asumsi bahwa masa manfaat pada
umumnya tidak melebihi 20 tahun tidak berlakuk lagi, dan perusahaan:
1) mengamortisasi aset tidak berwujud sepanjang estimasi terbaik atas masa manfaatnya;
2) mengestimasi nilai yang dapat diperoleh kembali dari aset tidak berwujud, paling tidak
setahun sekali, dalam rangka mengidentifikasi rugi penurunan nilai (lihat paragraf 76);
dan
3) mengungkapkan alasan asumsi 20 tahun tidak berlaku lagi dan faktor-faktor utama
dalam menentukan masa manfaat aset (lihat paragraf 88 (a)) – paragraf 62.
Contoh :
1. Suatu perusahaan membeli hak ekslusif untuk membangkitkan tenaga
hidroelektrik selama 60 tahun. Biaya untuk membangkitkan tenaga hidroelektrik
jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan biaya untuk menadapatkan tenaga
dari sumber lainnya. Menurut perkiraan, wilayah geografis sekitar stasiun
pembangkit tenaga akan membutuhkan jumlah tenaga yang cukup besar dari
stasiun tersebut selama paling tidak 60 tahun.
Perusahaan mengamortisasi hak untuk membangkitkan tenaga selama 60 tahun, kecuali
ada bukti yang menunjukkan masa manfaatnya lebih pendek.
2. Perusahaan membeli hak ekslusif untuk mengoperasikan jalan tol selama 30
tahun. Tidak ada rencana untuk membangun jalan alternatif di wilayah yang
dilayani jalan tol (diwilayah jalan tol beroperasi). Diperkirakan jalan tol ini akan
dipergunakan selama paling lama tidak 30 tahun.
Perusahaan mengamortisasi hak untuk mengoperasikan jalan tol selama 30 tahun, kecuali ada
bukti yang menunjukkan masa manfaatnya lebih pendek.
f) Masa manfaat suatu aset tidak berwujud mungkin saja sangat panjang, tetapi selalu ada
batasnya. Mengingat ada unsur ketidakpastian, masa manfaat suatu aset tidak berwujud perlu
ditentukan oleh perusahaan secara hati-hati. Namun, perusahaan yang harus menghindarkan
penetapan masa manfaat yang secara realitis terlalu pendek. (paragraf 63)
g) Jika pengendalian atas manfaat ekonomis masa depan dari suatu aset tidak berwujud diperoleh melalui hak
hukum yang diberikan selama suatu periode tertentu, maka masa manfaat aset tidak berwujud tidak boleh
melebihi periode hak hukum tersebut kecuali:
1). hak hukum tersebut dapat diperbaharui; dan
2). pembaruan tersebut pada dasarnya pasti diperoleh (paragraf 64)
h) Ada berbagai faktor ekonomis dan hukum yang dapat memengaruhi masa manfaat suatu aset
tidak berwujud: faktor ekonomis menentukan periode perusahaan menikmati periode
perusahaan mengendalikan akses terhadap manfaat tersebut. Masa manfaat adalah periode
yang lebih pendek di antara periode-periode yang dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut.
(paragraf 65).
i) Berikut adalah beberapa di antara faktor yang dapat memberikan indikasi bahwa pembaruan
hak hukum pada dasarnya sudah pasti:
1) nilai wajar aset tidak berwujud tidak mengalami penurunan dengan semakin dekatnya
waktu yang semula ditetapkan sebagai waktu berakhirnya aset tersebut atau nilai wajar
aset tersebut tidak mengalami penurunan yang nilainya lebih besar jika dibandingkan
dengan biaya memperbarui hak yang terkandung dalam aset tersebut;
2) terdapa bukti (misalnya, berdasarkan pengalaman masa lampau) bahwa hak hukum
tersebut akan diperbarui; dan
3) terdapat bukti bahwa persyaratan untuk memperoleh pembaruan hak hukum, jika ada,
akan dipenuhi (paragraf 66).

BAB IX. Akuntansi Ijarah | 473


3. Metode Amortisasi
a) Metode amortisasi harus mencerminkan pola konsumsi manfaat ekonomis oleh perusahaan. Jika pola
tersebut tidak dapat ditentukan secara andal, maka harus digunakan metode garis lurus. Biaya amortisasi
setiap periode harus diakui sebagai beban kecuali PSAK lain mengizinkan atau mengharuskannya untuk
dimasukkan ke dalam nilai tercatat aset lain (paragraf 67).
b) Terdapat berbagai metode amortisasi untuk mengalokasi jumlah yang dapat diamortisasi dari
suatu aset atas dasar yang sistematis sepanjang masa manfaatnya. Metode-metode itu meliputi
metode garis lurus, metode saldo menurun dan metode jumlah unit produksi. Metode yang
digunakan pada suatu aset ditentukan berdasarkan perkiraan pola konsumsi manfaat
ekonomis dan diterapkan secara konsiten dari satu periode ke periode lainnya, kecuali bila
terdapat perubahan dalam perkiraan pola konsumsi tersebut. Pada umumnya akan sangat
sulit ditemukan bukti yang mendukung diterapkannya metode amortisasi aset tidak berwujud
yang akan menghasilkan jumlah akumulasi amortisasi yang lebih rendah jika dibandingkan
dengan akumulasi amortisasi berdasarkan metode garis lurus (paragraf 68).
c) Amortisasi biasanya diakui sebagai beban. Namun, kadang-kadang, manfaat ekonomis yang
terkandung dalam suatu aset diserap oleh perusahaan untuk menghasilkan aset lain dan tidak
menimbulkan beban. Dalam hal demikian, beban amortisasi merupakan bagian dari harga
pokok aset lain tersebut dan dimasukkan ke dalam nilai tercatatnya. Misalnya, amortisasi aset
tidak berwujud yang digunakan dalam proses produksi dimasukkan ke dalam nilai tercatat
persediaan (paragraf 69).
4. Nilai Sisa
a) Nilai sisa suatu aset tidak berwujud seharusnya diamsumsikan sama dengan nol, kecuali:
1) ada komitmen dari pihak ketiga untuk membeli aset tersebut pada akhir masa manfaatnya; atau
2) ada pasar aktif bagi aset tersebut dan:
(i) nilai sisa aset dapat ditentukan dengan mengacu pada harga yang berlaku di pasar tersebut;
dan
(ii) terdapat kemungkinan yang cukup besar bahwa pasar yang aktif tersebut akan tetap ada
pada akhir masa manfaat aset (paragraf 70).
b) Nilai yang dapat diamortisasi dari aset tidak berwujud ditentukan dengan mengurangkan
nilai sisanya. Nilai sisa yang tidak sama dengan nol memberikan implikasi bahwa
perusahaan berharap untuk menjual aset tidak berwujud tersebut sebelum masa
ekonimisnya berakhir (paragraf 71).
5. Penelaahan Periode Amortisasi dan Metode Amortisasi
a) Periode amortisasi dan metode amortisasi ditelaah (ditinjau ulang) setidak-tidaknya setiap akhir tahun
buku. Jika perkiraan masa manfaat aset berbeda secara signifikan dengan estimasi-estimasi sebelumnya,
periode amortisasi harus disesuaikan. Jika terjadi perubahan yang signifikan dalam perkiraan pola
konsumsi manfaat ekonomis dari aset, metode amortisasi harus diubah untuk mencerminkan pola yang
berubah tersebut. Perubahan tersebut harus diperhitungak sebagai perubahan estimasi akuntansi sesuai
dengan PSAK No 25 tentang Laba atau Rugi Bersih untuk Periode Berjalan, Kesalahan Mendasar, dan
Perubahan Kebijakan Akuntansi, yaitu dengan menyesuaikan biaya amortisasi untuk periode kini dan
periode masa depan (paragraf 72).
b) Pada saat tertentu, di sepanjang umur suatu aset tidak berwujud, mungkin timbul indikasi
bahwa estimasi masa manfaat aset tersebut kurang tepat. Misalnya, masa manfaat dapat
diperpanjang dengan melakukan pengeluaran yang memperbaiki kondisi aset sehingga
kinerjanya melebihi standar yang diperkirakan semula. Di lain pihak, diakuinya rugi karena
penurunan nilai dapat berarti periode amortisasi juga harus diubah (paragraf 73).
c) Dengan berjalannya waktu, pola manfaat ekonomis masa depan yang diharapkan akan
dinikmati perusahaan dari suatu aset tidak berwujud dapat berubah. Misalnya, dapat timbul
indikasi bahwa metode amortisasi saldo menurun ternyata lebih tepat jika dibandingkan
dengan metode garis lurus. Contoh lain ialah apabila penggunaan hak yang diperoleh melalui

474 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011)


suatu lesensi ditangguhkan menunggu tindakan/putusan pada komponen lainnya dari suatu
rencana usaha, manfaat ekonomis yang timbul dari aset tersebut mungkin tidak diterima
hingga periode berikutnya (paragraf 74).
Jadi metode penyusutan atau amortisasi yang diperkenan sesuai PSAK 16 dan PSAK 19 adalah:
1. Metode Garis lurus (straight Line method)
a. Ciri-ciri:
(1) Sederhana (simple)
(2) Penyusutan per periode tetap
(3) Tidak memperhatikan pola penggunaan aktiva tetap.
b. Rumus:
Harga perolehan – Nilai sisa
Penyusutan : ------------------------------------------
Umur ekonomis
Dapat pula dihitung dengan persentase
Tarif penyusutan = 100%/Umur ekonomis
Penyusutan: Tarif x Harga perolehan
c. Contoh:
Data aktiva tetap Tahun 2001 harga perolehan perlengkapan sebesar Rp10.500.000,00. Nilai
residu Rp500.000,00. Umur ekonomis 5 tahun.
Perhitungan Beban penyusutan
10.500.000 – 500.000
----------------------------- = 2.000.000
5
Tabel beban penyusutan
Akhir Harga perolehan Beban penyusutan Akumulasi Nilai buku (nilai
th penyusutan tercatat)
2001 10.500.000 2.000.000 2.000.000 8.500.000
2002 10.500.000 2.000.000 4.000.000 6.500.000
2003 10.500.000 2.000.000 6.000.000 4.500.000
2004 10.500.000 2.000.000 8.000.000 2.500.000
2005 10.500.000 2.000.000 10.000.000 500.000

Jurnal beban penyusutan masing-masing tahun:


Dr. Beban Penyusutan xxxxx
Cr. Akumulasi Penyusutan xxxxx
2. Metode saldo penurun (declining balance method)
a. Ciri-ciri metode saldo menurun:
(1) Tarif penyusutan per periode semakin menurun
(2) Perhitungan penyusutan tanpa memperhitungkan estimasi nilai sisa
(3) Metode ini selalu menghasilkan angka yang harus dibulatkan pada akhir usia ekonomis
b. Rumus besaran tarif penyusutan
Tarif penyusutan = Tarif persentase garis lurus x 2
Besaran persentase dihitung dengan cara menggandakan besarnya persentase garis lurus

BAB IX. Akuntansi Ijarah | 475


c. Contoh:
Data aktiva tetap Awal th 2001 harga perolehan peralatan Rp13.000.000 estimasi nilai sisa
Rp1.000.000. Umur ekonomis 5 tahun.
Perhitungan beban penyusutan:
Tarif penyusutan = tarif garis lurus x 2
= 100% / 5 x 2 = 40%
Tabel beban penyusutan:
Akhir Harga Tarif DDB Beban Akumulasi Nilai buku
Tahun Perolehan penyusutan penyusutan
2001 13.000.000 40% 5.200.000 5.200.000 7.800.000
2002 13.000.000 40% 3.120.000 8.320.000 4.680.000
2003 13.000.000 40% 1.872.000 10.192.000 2.808.000
2004 13.000.000 40% 1.123.000 11.315.000 1.685.000
2005 13.000.000 40% 685.000 12.000.000 1.000.000
Jurnal beban penyusutan masing-masing tahun:
Dr. Beban Penyusutan xxxxx
Cr. Akumulasi Penyusutan xxxxx
3 Metode Unit Aktivitas (Units of Activity Method)
a. Ciri-ciri:
(1) Beban penyusutan per periode berfluktuasi
(2) Tarif penyusutan tetap
(3) Diperhatkan pola penggunaan
(4) Digunakan apabila umur manfaat aktiva tetap tergantung kepada tingkat pemakaiannya
b. Rumus:
Harga perolehan – Nilai Sisa
Tarif penyusutan = ---------------------------------------
Estimasi aktivitas
C. Contoh:
Data-data Awal tahun 2001 harga perolehan peralatan Rp10.100.000,00, estimasi nilai residu
Rp100.000,00.
Penggunaan peralatan th 2001 : 20.000 jam, 2002 : 30.000 jam, 2003 : 10.000 jam, 2004 :
40.000 jam.
Beban penyusutan:
Tarif per jam = (10.000.000 – 100.000)/100 jam
= Rp100 / jam
Tabel beban penyusutan:
Akhir Harga Tarif per Jam kerja Beban Akumulasi Nilai buku
Tahun perolehan jam aktual penyusutan penyusutan
2001 10.100.000 100 20.000 2.000.000 2.000.000 8.100.000
2002 10.100.000 100 30.000 3.000.000 5.000.000 5.100.000
2003 10.100.000 100 10.000 1.000.000 6.000.000 4.100.000
2004 10.100.000 100 40.000 4.000.000 10.000.000 100.000

476 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011)


Jurnal beban penyusutan masing-maisng tahun:
Dr. Beban Penyusutan xxxxx
Cr. Akumulasi Penyusutan xxxxx
Jika dibandingkan dengan pengakuan keuntungan dalam transaksi murabahah yang dilakukan secara
proporsional, maka penyusutan yang tepat untuk ijarah dan ijarah muntahia bittamlik serta amortisasi
untuk obyek ijarah atas penggunaan aset tidak berwujud lebih tepat secara umum mempergunakan metode
garis lurus (straight line method).
Penyusutan adalah alokasi sistematis jumlah yang dapat disusutkan dari suatu aset selama umur
manfaatnya. Dalam PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah menjelaskan Penyusutan Obyek Ijarah sebagai
berikut:
11. Obyek ijarah, jika berupa aset yang dapat disusutkan atau diamortisasi, sesuai dengan kebijakan
penyusutan atau amortisasi untuk aset sejenis selama umur manfaatnya (umur ekonomis).
12. Kebijakan penyusutan atau amortisasi yang dipilih harus mencerminkan pola konsumsi
yang diharapkan dari manfaat ekonomi di masa depan dari obyek ijarah. Umur ekomonis
dapat berbeda dengan umur teknis. Misalnya, mobil yang dapat dipakai selama 10 tahun
diijarahkan dengan akad ijarah muntahiyah bittamlik selama 5 tahun. Dengan demikian umur
ekonomisnya adalah 5 tahun.
Pada prinsipnya masa penyusutan IMBT sama dengan masa sewa, supaya pada akhir sewa tidak ada
kerugian yang dialami LKS sebagai lessor pada saat pemindahan kepemilikan (khususnya yang dilakukan
secara hibah). Obyek sewa (Aset Ijarah) merupakan aset Bank Syariah, sehingga perlu dilakukan
penyusutan sesuai dengan metode yang berlaku. Besarnya penyusutan akan mempengaruhi pendapatan
sewa dan pendapatan neto ijarah, sehingga harus dipergunakan metode penyusutan tepat dan tidak
merugikan satu dengan yang lain, seperti mempergunakan metode garis lurus.
a) Rumus perhitungan penyusutan yang digunakan misalnya dengan metode garis lurus (straight line
method), dengan rumus:
(Harga perolehan – nilai residu )
--------------------------------------------
Masa penyusutan (umur ekonomis)
b) Perhitungan Penyusutan Obyek Ijarah
Biaya penyusutan merupakan harga pokok ijarah oleh karena itu berikut diberikan gambaran
perhitungan penyusutan yang dilakukan pada obyek ijarah dan ijarah muntahia bittamlik dengan
mempergunakan metode garis lurus.
(1) Perhitungan penyusutan untuk Ijarah
Dalam perhitungan penyusutan obyek ijarah sangat terkait dengan umur ekonomis atau masa
penyusutan. Dalam psak 107 tentang Ijarah, penyusutan dilakukan sesuai kebijakan pemilik
obyek ijarah untuk transaksi ijarah tanpa opsi pemindahan kepemilikan.
Contoh: 9 - 7
Atas mobil Inova yang dimiliki oleh LKS Mitra Mandiri dengan harga perolehan sebesar
Rp120.000.000, yang disewakan kepada Hasan dengan prinsip Ijarah, LKS Mitra Mandiri
memiliki kebijakan bahwa untuk mobil Inova ditetapkan umur ekonomisnya selama 5 tahun.
Atas contoh tersebut diatas, perhitungan penyusutan yang dilakukan oleh LKS Mitra Mandiri
sebagai pemilik obyek ijarah adalah sebagai berikut:
Harga perolehan obyek ijarah : Rp120.000.000,00
Umur ekonomis (masa penyusutan) : 5 tahun (sesuai kebijakan)
Metode penyusutan : garis lurus (straight line method)

BAB IX. Akuntansi Ijarah | 477


Rumus :
Harga perolehan – nilai residu
-------------------------------------------
Masa penyusutan (umur ekonomis)
Oleh karena itu perhitungan penyusutan obyek ijarah tersebut adalah :
120.000.000 – 1
Penyusutan = -------------------- = 24.000.000 per tahun
5
atau Rp2.000.000 per bulan
Sehingga jurnal beban penyusutan yang dilakukan oleh pemilik obyek ijarah adalah sebagai
berikut:
Dr. Biaya penyusutan Aset Ijarah Rp2.0000.000,00
Cr. Akumulasi penyusutan Aset Ijarah Rp2.000.000,00
(2) Perhitungan penyusutan untuk Ijarah Muntahia Bittamlik
Umur ekonomis Ijarah Muntahia Bittamlik berbeda dengan Ijarah. Hal ini seperti
penjelasan yang diberikan dalam PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah sebagai berikut:
12. Kebijakan penyusutan atau amortisasi yang dipilih harus mencerminkan pola
konsumsi yang diharapkan dari manfaat ekonomi di masa depan dari obyek ijarah.
Umur ekomonis dapat berbeda dengan umur teknis. Misalnya, mobil yang dapat
dipakai selama 10 tahun diijarahkan dengan akad ijarah muntahiyah bittamlik selama 5
tahun. Dengan demikian umur ekonomisnya adalah 5 tahun.
Jadi dapat disimpulkan bahwa umur ekonomis obyek ijarah sama dengan masa sewa
dari Obyek Ijarah Muntahia Bittamlik, sehingga jika pada akhir masa sewa dilakukan
pemindahah kepemilikan (khususnya dengan hibah) tidak terdapat kerugian yang dialami oleh
pemilik obyek ijarah.
Contoh : 9 - 8
Atas mobil Inova yang dimiliki oleh LKS Mitra Mandiri dengan harga perolehan sebesar
Rp120.000.000, yang disewakan kepada Hasan dengan prinsip Ijarah dengan opsi
pemindahan kepemilikan (Ijarah Muntahia Bittamlik) dengan masa sewa selama 2 tahun.
LKS Mitra Mandiri memiliki kebijakan bahwa untuk mobil Inova ditetapkan umur
ekonomisnya selama 5 tahun.
Atas contoh tersebut diatas, perhitungan penyusutan yang dilakukan oleh pemilik
obyek ijarah adalah sebagai berikut:
Harga perolehan obyek ijarah : Rp120.000.000,00
Umur ekonomis (masa penyusutan) : 2 tahun (sesuai masa sewa)
Metode penyusutan: garis lurus (straight line method)
Rumus :
Harga perolehan – nilai residu
--------------------------------------------
Masa penyusutan (umur ekonomis)
Oleh karena itu perhitungan penyusutan obyek ijarah tersebut adalah:
120.000.000 – 1
Penyusutan = -------------------- = 60.000.000 per tahun
2
atau Rp5.000.000,00 per bulan
Sehingga jurnal beban penyusutan yang dilakukan oleh pemilik obyek ijarah adalah
sebagai berikut:

478 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011)


Dr. Biaya penyusutan Aset Ijarah Rp5.0000.000,00
Cr. Akumulasi penyusutan Aset Ijarah Rp5.000.000,00
Atas penyusutan Aset Ijarah yang disewakan dengan akad Ijarah dan Ijarah Muntahiya Bitamllik,
maka pengakibatkan perubahan akun-akun dan laporan posisi keuangan (neraca) LKS Mitra Mandiri
adalah sebagai berikut:
AKUMULASI PENYUSUTAN ASET IJARAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
30/03 Penyusutan 2.000.000
Saldo 2.000.000
2.000.000 2.000.000

AKUMULASI PENYUSUTAN ASET IMBT


Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
30/03 Penyusutan 5.000.000
Saldo 5.000.000
5.000.000 5.000.000

NERACA
Per 30 Maret 2008
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Persediaan 00 Titipan Uang Muka Ijarah
Aset Ijarah Titipan UM Ijarah 14.400.000
Aset Ijarah 120.000.000 Titipan UM IMBT 36.000.000
Akumulasi penyusutan ( 2.000.000)
Aset IMBT 120.000.000
Akumulasi penyusutan ( 5.000.000)

D. Pemeliharaan dan perbaikan Obyek Ijarah


Dalam transaksi Ijarah atau Ijarah Muntahiyyah Bittamlik yang dijalankan oleh Bank Syariah, secara
prinsip Aset Ijarah adalah milik Lembaga Keuangan Syariah, sehingga biaya pemeliharaan dan perbaikan
atas Aset Ijarah tersebut menjadi tanggung jawab Lembaga Keuangan Syariah. Perbaikan dan
pemeliharaan Aset Ijarah penting, selain dari pada perawatan berkala dan operasional oleh lessee,
merupakan tanggung jawab dari lessor kecuali kalau itu terjadi karena kesalahan atau kelalaian lessee,
sehubungan dengan hal tersebut, biaya-biaya perbaikan dibebankan pada periode terjadinya jika tidak
material. Tetapi, jika biaya perbaikan diperkirakan material dan berbeda jumlahnya dari tahun ke tahun,
maka sistem pencadangan untuk perbaikan harus ditetapkan dan digunakan yaitu pencadangan biaya
perbaikan ditetapkan dan dengan demikian biaya perbaikan dibebankan secara merata selama jangka waktu
persewaan dengan membebankan biaya berkala terhadap pencadangan.
Dalam PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah dijelaskan mengakuan dan mengukuran pendapatan dan
beban Ijarah sebagai berikut:
14. Pendapatan sewa selama masa akad diakui pada saat manfaat atas aset telah diserahkan kepada penyewa.
15. Piutang pendapatan sewa diukur sebesar nilai yang dapat direalisasikan pada akhir periode pelaporan.
16. Pengakuan biaya perbaikan obyek ijarah adalah sebagai berikut:
(a) biaya perbaikan tidak rutin obyek ijarah diakui pada saat terjadinya;dan
(b) jika penyewa melakukan perbaikan rutin obyek ijarah dengan persetujuan pemilik, maka biaya
tersebut dibebankan kepada pemilik dan diakui sebagai beban pada saat terjadinya; dan

BAB IX. Akuntansi Ijarah | 479


17. Dalam ijarah muntahiyah bittamlik melalui penjualan secara bertahap, biaya perbaikan obyek
ijarah yang dimaksud dalam paragraf 16 huruf (a) dan (b) ditanggung pemilik maupun
penyewa sebanding dengan bagian kepemilikan masing-masing atas obyek ijarah.
18. Biaya perbaikan obyek ijarah merupakan tanggungan pemilik. Perbaikan tersebut dapat
dilakukan oleh pemilik secara langsung atau dilakukan oleh penyewa atas persetujuan pemilik.
Untuk memberikan gambaran yang jelas beban pemeliharaan dan perbaikan Aset Ijarah ini dapat
diberikan contoh sebagai berikut:
a) Berdasarkan penelitian dan pengalaman dari LKS Mitra Mandiri biaya perbaikan rutin dan
pemeliharaan Aset Ijarah tersebut di atas diperkirakan sebesar Rp2.000.000,00 yang harus
dicadangkan.
Jurnal pencadangan :
Dr. Biaya perbaikan Aset Ijarah Rp2.000.000,00
Cr. Cadangan perbaikan Aset Ijarah Rp2.000.000,00
b) Apabila pada bulan yang bersangkutan LKS Mitra Mandiri melakukan perbaikan Aset Ijarah sebesar
Rp500.000,00.
(1) dengan sistem pencadangan :
Dr. Cadangan perbaikan Aset Ijarah Rp500.000,00
Cr. Kas/rekening Rp500.000,00
(2) dengan sistem langsung (tanpa pencadangan)
Dr. Biaya perbaikan Aset Ijarah Rp500.000,00
Cr. Kas/rekening Rp500.000,00
E. Pendapatan Ijarah
Harga sewa adalah suatu jumlah yang harus dibayar oleh penyewa kepada pemilik obyek ijarah.
Oleh pemilik obyek ijarah harga sewa ini diakui sebagai pendapatan. Dalam PSAK 23 tentang Pendapatan
dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang
timbul dari aktivitas normal perusahaan selama suatu periode bila arus masuk tersebut mengakibatkan
kenaikan ekiutas, yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal (paragraf 06). Pendapatan hanya
terdiri atas arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang diterima dan dapat diterima oleh perusahaan
untuk dirinya sendiri. Jumlah yang ditagih atas nama pihak ketiga, seperti pajak pertambahan nilai, bukan
merupakan manfaat ekonomi yang mengalir ke perusahaan dan tidak mengakibatkan kenaikan ekuitas, dan
karena itu harus dikeluarkan dari pendapatan Demikian dalam hubungan keagenan, arus masuk bruto
manfaat ekonomi termasuk jumlah yang ditagih atas nama prinsipal, tidak mengakibatkan kenaikan ekuitas,
dan karena itu bukan merupakan pendapatan. Yang merupakan pendapatan hanyalah komisi yang diterima
dari prinsipal (paragraf 07). Dalam Kerangka Dasar Penyusunan Penyajian Laporan Keuangan Syariah
(KDPPLKS) dijelaskan yang dimaksud dengan penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi
selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan kewajiban
yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal (paragraf 97.a)
Definisi penghasilan (income) meliputi baik pendapatan (revenue) maupun keuntungan (gains). Pendapatan
timbul dalam pelaksanaan aktivitas entitas syariah yang biasa dan dikenal dengan sebutan yang berbeda
seperti penjualan, penghasilan jasa (fee), bagi hasil, deviden, royalti dan sewa (paragraf 101). Keuntungan
mencerminkan pos lainnya yang memenuhi definisi penghasilan yang mungkin timbul atau mungkin tidak
timbul dalam pelaksanaan aktivitas entitas syariah yang biasa. Keuntungan mencerminkan kenaikan
manfaat ekonomi dan dengan demikian pada hakikatnya tidak berbeda dengan pendapatan (paragraf 102).
Jika diperhatikan dalam ilustrasi laporan laba rugi dalam PSAK 101 tercantum “pendapatan neto
ijarah” bukan hanya “pendapatan ijarah”. Kedua akun tersebut merupakan dua hal yang berbeda,
“pendapatan ijarah” merupakan pendapatan sewa yang diterima dari nasabah (penyewa) sedangkan
“pendapatan neto ijarah” merupakan keuntungan dari transaksi ijarah karena pendapatan neto ijarah
tersebut adalah pendapatan ijarah setelah dikurangi dengan harga pokok ijarah (antara lain biaya
penyusutan dan biaya pemeliharaan) – lihat penyajian dalam laporan keuangan – sehingga pendapatan neto
ijarah merupakan pendapatan yang akan dibagikan dengan pemodal (merupakan unsur dalam profit

480 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011)


distribusi). Dalam Accounting Auditing Standard for Islamic Financial Institution (AASIFI) yang dikeluarkan
oleh Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions. (AAOIFI), pengakuan pendapatan
(biaya) Ijarah dijelaskan bahwa sesuai dengan kriteria pengakuan pendapatan (biaya) yang dinyatakan di
dalam Statement of Concepts, pendapatan Ijarah (apabila bank syariah adalah lessor) dan biaya (apabila Bank
Islam adalah lessee) diakui apabila cicilan Ijarah jatuh tempo. Sedangkan perbaikan assets yang disewakan,
perbaikan penting, selain dari pada perawatan berkala dan operasional oleh lessee, merupakan tanggung
jawab dari lessor kecuali kalau itu terjadi karena kesalahan atau kelalaian lessee. Tiga alternatif diusulkan bagi
perlakukan perbaikan oleh bank syariah (sebagai lessor):
1. biaya perbaikan dibebankan pada periode terjadinya.
2. provisi bagi perbaikan ditetapkan dan dengan demikian biaya perbaikan dibebankan secara merata
selama jangka waktu persewaan dengan membebankan biaya berkala terhadap provisi; atau
3. biaya-biaya perbaikan dibebankan pada periode terjadinya jika tidak material. Tetapi, jika biaya
perbaikan diperkirakan material dan berbeda jumlahnya dari tahun ke tahun, maka provisi untk
perbaikan harus ditetapkan dan digunakan sebagaimana pada poin 2 di atas.
Alternatif ke tiga dipilih karena memberikan matching yang lebih baik. Disamping itu, alternatif ini
sesuai dengan konsep materialitas dan biaya informasi.
Perlakuan akuntansi terhadap biaya langsung awal dicatat sebagai biaya yang ditangguhkan untuk
dialokasikan (secara sama) pada jangka waktu penyewaan, karena sesuai dengan konsep matching
(mencocokkan) pendapatan dan biaya-biaya. Tetapi, jika biaya langsung awal tidak material maka
keseluruhan jumlah dibebankan kepada periode dimana terjadinya. Ini sesuai dengan konsep materialitas.
Contoh: 9 - 9
Tanggal 15 Maret 2008, sesuai akad LKS Mitra Mandiri menerima pembayaran harga sewa Obyek
Ijarah dari Hasan sebesar Rp2.400.000,00 dan atas Obyek IMBT dari Amir sebesar Rp6.000.000,00.
Dari contoh tersebut diatas LKS Mitra Mandiri melakukan jurnal atas pendapatan ijarah dan IMBT
adalah sebagai berikut:
1) Jika pengakuan pendapatan ijarah tersebut berasal dari sewa yang dibayar lebih dahulu (sewa
diterima dimuka) maka jurnal yang dilakukan adalah:
Jurnal Ijarah IMBT
Dr. Sewa Diterima Dimuka 2.400.000 6.000.000
Cr. Pendapatan Sewa 2.400.000 6.000.000

2) Jika pengakuan pendapatan ijarah tersebut tidak berasal dari sewa diterima dimuka (dibayar
langsung pada periode tersebut) maka jurnal yang dilakukan adalah:
Jurnal Ijarah IMBT
Dr. Kas / Rek Penyewa 2.400.000 6.000.000
Cr. Pendapatan Sewa 2.400.000 6.000.000

Pendapatan sewa ini merupakan harga jual sewa (harga sewa) oleh karena itu tidak semua
pendapatan sewa Ijarah tersebut merupakan unsur pendapatan pada profit distribusi (setelah dikurangi
dengan beban-beban yang dikeluarkan oleh atas Aset Ijarah tersebut). Untuk tujuan penghitungan dasar
distribusi bagi hasil, pendapatan ijarah yang dibagikan adalah hasil sewa setelah dikurangi biaya depresiasi
dan perbaikan. Oleh karena itu maka penyajian dalam Laporan Keuangan sebagai berikut:
a) Penyajian transaksi Ijarah dalam Laporan Laba Rugi LKS Mitra Mandiri adalah sebagai berikut :

BAB IX. Akuntansi Ijarah | 481


LAPORAN LABA RUGI
Periode dd-mm-yyyy s/d dd-mm-yyyy
Pendapatan sewa 2.400.000
Pengeluaran biaya LKS
Biaya penyusutan 2.000.000
Biaya pemeliharaan 500.000
Biaya lain 0
Total biaya bank 2.500.000
Pendapatan neto sewa (ijarah) (100.000)
b) Penyajian transaksi Ijarah Muntahia Bittamlik dalam Laporan Laba Rugi LKS Mitra mandiri adalah
sebagai berikut:
LAPORAN LABA RUGI
Periode dd-mm-yyyy s/d dd-mm-yyyy

Pendapatan sewa 6.000.000


Pengeluaran biaya LKS
Biaya penyusutan 5.000.000
Biaya pemeliharaan 500.000
Biaya lain 0
Total biaya bank 5.500.000

Pendapatan neto Sewa (Ijarah) 500.000


Jika penyewa telah memanfaatkan obyek ijarah dan belum memenuhi kewajibannya untuk
melakukan pembayaran harga sewa, maka LKS Mitra Mandiri melakukan jurnal sebagai berikut:
Jurnal Ijarah IMBT
Dr. Piutang Pendapatan Sewa 2.400.000 6.000.000
Cr. Pendapatan Sewa 2.400.000 6.000.000

Jika penyewa melakukan pembayaran atas harga sewa yang tertunggak, maka LKS Mitra Mandiri
melakukan jurnal sebagai berikut:
Jurnal Ijarah IMBT
Dr. Kas / Rek penyewa 2.400.000 6.000.000
Cr. Piutang Pendapatan Sewa 2.400.000 6.000.000

9.3.4 Perpindahan Kepemilikan


Perpindahan kepemilikan obyek ijarah hanya terjadi pada prinsip Ijarah Muntahia Bittamlik (IMBT),
dalam transaksi ijarah biasa tidak terjadi perpindahan kepemilikan. Jika terjadi pemindahan kepemilikan,
maka akad diijarah diselesaikan dan diikuti dengan akad perpindahan kepemilikannya yaitu dengan hibah
atau jual beli. Sehubungan dengan perpindahan kepemilikan tersebut dalam PSAK 107 tentang Akuntansi
Ijarah dijelaskasn mengakuan dan mengukuran atas permindahan kepemilikan dalam Ijarah Muntahiyah
Bittamlik sebagai berikut:
19. Pada saat perpindahan kepemilikan objek ijarah dari pemilik kepada penyewa dalam ijarah muntahiyah
bittamlik dengan cara:
(a) hibah, maka jumlah tercatat objek ijarah diakui sebagai beban;
(b) penjualan sebelum berakhirnya masa akad, maka selisih antara harga jual dan jumlah tercatat
objek ijarah diakui sebagai keuntungan atau kerugian;

482 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011)


(c) penjualan setelah selesai masa akad, maka selisih antara harga jual dan jumlah tercatat objek
ijarah diakui sebagai keuntungan atau kerugian;
(d) penjualan objek ijarah secara bertahap, maka:
(i) selisih antara harga jual dan jumlah tercatat sebagian objek ijarah yang telah dijual diakui
sebagai keuntungan atau kerugian; dan
(ii) bagian objek ijarah yang tidak dibeli penyewa diakui sebagai aset tidak lancar atau aset
lancar sesuai dengan tujuan penggunaan aset tersebut.
Dalam Fatwa DSN nomor 27/DSN-MUI/III/2002 dijelaskan ketentuan tentang al-Ijarah al-
Muntahiyah bi al-Tamlik bahwa pihak yang melakukan al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik harus
melaksanakan akad Ijarah terlebih dahulu. Akad pemindahan kepemilikan, baik dengan jual beli atau
pemberian, hanya dapat dilakukan setelah masa Ijarah selesai dan janji pemindahan kepemilikan yang
disepakati di awal akad Ijarah adalah wa’ad yang hukumnya tidak mengikat. Apabila janjian itu ingin
dilaksanakan, maka harus ada akad pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa Ijarah selesai.
Perpindahan hak milik obyek sewa kepada penyewa dalam ijarah muntahiyah bittamlik dapat dilakukan
dengan:
(a) hibah;
(b) penjualan sebelum masa akad berakhir;
(c) penjualan pada akhir masa akad; dan
(d) penjualan secara bertahap.
Untuk memberikan ilustrasi yang lengkap dan rinci dapat diberikan contoh sebagai berikut:
Contoh : 9 -10
Dalam contoh 9 – 1 (ilustrasi umum) diperoleh data data IMBT sbb:
Nama Nasabah : Amir
Jenis Akad (kedua) : Ijarah Muntahia Bittamlik (IMBT)
Jenis barang yang disewa : Kijang Inova
Harga barang perolehan : Rp120.000.000
Total pembayaran sewa : Rp72.000.000 (Rp6.000.000/bulan)
Jangka waktu sewa : 2 (satu) tahun
Beban penyusutan : Rp60.000.000 (Rp5.000.000/bulan)
Dari contoh diatas terdapat beberapa cara pemindahan kepemilikan atas obyek IMBT tersebut yaitu:
(a) Pemindahan kepemilikan dengan cara ”hibah”
(b) Perpindahan Kepemilikan dengan cara penjualan :
1) Penjualan sebelum akad berakhir
2) Penjualan pada akhir masa sewa
3) Penjualan secara bertahap
A. Pemindahan kepemilikan dengan cara ”hibah”
Pada umumnya cara hibah ini dilakukan pada akhir masa sewa, sehingga diharapkan tidak terdapat
kerugian yang ditanggung oleh pemilik obyek IMBT saat dilakukan perpindahan kepemilikan tersebut.
Dalam PSAK 107 tentang akuntansi Ijarah dijelaskan pengukuran pemindahan kepemilihan dengan cara
hibah sebagai berikut:
19. Pada saat perpindahan kepemilikan objek ijarah dari pemilik kepada penyewa dalam ijarah muntahiyah
bittamlik dengan cara:
(a) hibah, maka jumlah tercatat objek ijarah diakui sebagai beban;

BAB IX. Akuntansi Ijarah | 483


Jadi jika aset ijarah tersebut masih terdapat nilai atau ada nilai tercatatnya maka, nilai tersebut diakui
sebagai beban.
Berdasarkan contoh tersebut, dapat diketahui bahwa nilai buku obyek IMBT (mobil Inova) tersebut
pada akhir masa sewa, yang tercantum dalam neraca LKS Mitra Mandiri sebagai pemilik Obyek IMBT
adalah sebagai berikut :
NERACA
Per 30 Maret 2010
Aktiva Pasiva
Uraian Jumlah Uraian Jumlah
Persediaan 00 Titipan Uang Muka Ijarah
Titipan UM Ijarah 14.400.000
Aset Ijarah Titipan UM IMBT 36.000.000
Aset IMBT 120.000.000
Akumulasi penyusutan ( 120.000.000)

Oleh karena itu saat dilakukan perpindahan kepemilikan di akhir masa sewa IMBT dengan cara
hibah jurnal yang dilakukan adalah:
Dr. Akumulasi Penyusutan Aset IMBT Rp120.000.000,00
Cr. Aset Ijarah Rp120.000.000,00
Namun sangat berbeda jika pada saat terjadi pepindahan kepemilikan tersebut, aset obyek IMBT
masih memiliki nilai buku (misalnya Rp10.000.000,00), maka saat dilakukan perpindahan kepemilikan nilai
buku aset obyek IMBT diakui sebagai beban. Oleh karena itu jurnal yang dilakukan adalah sebagai berikut:
Dr. Akumulasi Penyusutan Aset IMBT Rp110.000.000,00
Dr. Biaya pelepasan aset IMBT (hibah) Rp 10.000.000,00
Cr. Aset Ijarah Rp120.000.000,00
B. Perpindahan Kepemilikan dengan cara penjualan
Selain pemindahan hak kepemilikan dilakukan dengan cara hibah, terdapat cara lain perpindahan
kepemilikan dalam IMBT yaitu dengan cara penjualan. Baik permindahan kepemilihan dengan hibah atau
dengan penjualan, maka pada saat pemindahan kepemilikan dilakukan akad sesuai dengan cara
pemindahan kepemilikan yang dilakukan (hibah atau penjualan). Untuk itu pada saat pemindahan
kepemilikan akad Ijarah Muntahia Bitamllik (IMBT) diputus terlebih dahulu dan diganti dengan akad
pemindahan kepemilikan.
Pemindahan kepemilikan dengan cara penjualan dapat dibagi sebagai berikut:
a. penjualan sebelum berakhirnya masa akad,
b. penjualan setelah selesai masa akad,
c. penjualan objek ijarah secara bertahap,
1) Penjualan sebelum akad berakhir
Salah satu cara perpindahan kepemilikan adalah IMBT adalah dilakukan sebelum akad IMBT
berakhir sebesar sisa cicilan sewa (misalnya dipindahkan pada akhir bulan 12/setelah satu tahun). Sesuai
ketentuan dalam PSAK 107 tentan akuntansi Ijarah dijelaskan sebagai berikut:
19. Pada saat perpindahan kepemilikan objek ijarah dari pemilik kepada penyewa dalam ijarah muntahiyah
bittamlik dengan cara:
(b) penjualan sebelum berakhirnya masa akad, maka selisih antara harga jual dan jumlah tercatat
objek ijarah diakui sebagai keuntungan atau kerugian;
Dari ketentuan ini jelas diatur bahwa selisih harga jual atau harga sewa yang belum dibayar dan nilai
tercatat obyek ijarah diakui sebagai keuntungan atau kerugian. Jika yang dibayar adalah sisa harga sewa
yang belum dibayar berarti lebih besar dari nilai tercatatnya maka diakui sebagai keuntungan pelepasan aset
Ijarah.

484 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011)


Contoh: 9 - 11
Atas mobil Kijang Inova yang disewa oleh Amir dengan prinsip IMBT, dalam catatan LKS Mitra
Mandiri sebagai pemilik obyel IMBT pada bulan ke 13 menunjukkan data sebagai berikut:
Harga perolehan Aset obyek IMBT : Rp120.000.000,00
Akumulasi Penyusutan : Rp 60.000.000,00
Sisa harga sewa yang belum dibayar : Rp 72.000.000,00
Dari contoh ini akan terjadi beberapa alternatif sebagai berikut:
a) Jika Amir sebagai penyewa membayar seluruh sisa harga sewa yang belum dibayar maka atas
perpindahan kepemilikan tersebut oleh LKS Mitra Mandiri sebagai pemilik aset obyek IMBT
dilakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas/Rekening penyewa Rp72.000.000,00
Dr. Akumulasi Penyusutan Aset IMBT Rp60.000.000,00
Cr. Aset Ijarah Rp120.000.000,00
Cr. Keuntungan pelepasan Aset IMBT Rp 12.000.000,00
b) Jika Amir sebagai penyewa tidak membayar seluruh sisa harga sewa yang belum dibayar, tetapi
sesuai kesepakatan yang membayar misalnya sebesar Rp65.000.000,00 saja maka atas perpindahan
kepemilikan tersebut oleh LKS Mitra Mandiri sebagai pemilik aset obyek IMBT dilakukan jurnal
sebagai berikut:
Dr. Kas / Rekening penyewa Rp65.000.000,00
Dr. Akumulasi Penyusutan Aset IMBT Rp60.000.000,00
Cr. Aset Ijarah Rp120.000.000,00
Cr. Keuntungan pelepasan Aset IMBT Rp 5.000.000,00
c) Jika Amir sebagai penyewa tidak membayar seluruh sisa harga sewa yang belum dibayar, tetapi
sesuai kesepakatan yang membayar misalnya sebesar Rp50.000.000,00 saja maka atas perpindahan
kepemilikan tersebut oleh LKS Mitra Mandiri sebagai pemilik aset obyek IMBT dilakukan jurnal
sebagai berikut:
Dr. Kas/Rekening penyewa Rp50.000.000,00
Dr. Akumulasi Penyusutan Aset IMBT Rp60.000.000,00
Dr. Biaya kerugian pelepasan aset IMBT Rp10.000.000,00
Cr. Aset Ijarah Rp120.000.000,00
2) Penjualan pada akhir masa sewa
Cara lain perpindahan kepemilikan Aset IMBT dilakukan pada akhir masa sewa IMBT (dalam
contoh di atas dilakukan pada akhir tahun kedua), sesuai harga yang disepakati. Hal ini diatur dalam PSAK
107-ED tentang akuntansi Ijarah sebagai berikut:
19. Pada saat perpindahan kepemilikan objek ijarah dari pemilik kepada penyewa dalam ijarah muntahiyah
bittamlik dengan cara:
(c) penjualan setelah selesai masa akad, maka selisih antara harga jual dan jumlah tercatat objek
ijarah diakui sebagai keuntungan atau kerugian;
Jadi jelas dalam ketentuan tersebut mengatur bahwa selisih harga jual (harga yang disepakati) dengan
nilai tercatat diakui sebagai keuntungan atau kerugian.
Contoh: 9 - 12
Atas mobil Kijang Inova yang disewa oleh Amir sebagai penyewa dengan prinsip IMBT, dalam
catatan LKS Mitra Mandiri sebagai pemilik obyek IMBT pada akhir tahun kedua menunjukkan data
sebagai berikut:
Harga perolehan Aset IMBT : Rp120.000.000,00
Akumulasi Penyusutan : Rp120.000.000,00

BAB IX. Akuntansi Ijarah | 485


Dari contoh ini dapat dilihat bahwa Aset IMBT pada akhir masa sewa (akhir tahun kedua) sudah
tidak memiliki nilai buku lagi, karena penyusutan diperhitungan untuk selama masa sewa IMBT, sehingga
berapapun nilai yang disepakati dan dibayar oleh Amir sebagai penyewa diakui sebagai keuntungan.
Misalnya Amir sebagai penyewa menyepakati untuk membayar sebesar Rp15.000.000,00 maka atas
perpindahan pemilikan Aset IMBT tersebut oleh LKS Mitra Mandiri sebagai pemilik obyek IMBT
melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas/Rekening penyewa Rp15.000.000,00
Dr. Akumulasi Penyusutan Aset IMBT Rp120.000.000,00
Cr. Aset Ijarah Rp120.000.000,00
Cr. Keuntungan pelepasan Aset IMBT Rp 15.000.000,00
Sangat berbeda jika penyustan aset IMBT dilakukan untuk masa penyusutan yang tidak sama
dengan masa sewa IMBT, misalnya pemilik obyek IMBT melakukan penyusutan aset IMBT sesuai
kebijakan penyusutan aktiva tetap ( masa penyusutan 5 tahun) sedangkan masa sewa hanya dilakukan
untuk 2 tahun. Jika masa penyusutan dilakukan untuk masa penyusutan 5 tahun, maka pada akhir tahun
kedua data-data aset IMBT menunjukan sebagai berikut:
Harga perolehan : Rp120.000.000,00
Akumulasi penyusutan (selama 2th) : Rp 48.000.000,00
Dari data tersebut jika perpindahan kepemilikan dilakukan pada akhir masa sewa IMBT (akhir
tahun kedua) akan terjadi beberapa alternatif:
a) Jika Amir sebagai penyewa sepakat untuk membayar dengan jumlah yang lebih rendah dari nilai
bukunya (misalnya Rp60.000.000,00), sehingga nilai tercatat lebih besar dari harga jual (harga yang
dibayar penyewa), maka selisihnya diakui sebagai kerugian pelepasan aset IMBT, oleh karena itu
LKS Mitra Madiri melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas/Rekening penyewa Rp60.000.000,00
Dr. Akumulasi Penyusutan Aset IMBT Rp 48.000.000,00
Dr. Biaya kerugian pelepasan aset IMBT Rp 12.000.000,00
Cr. Aset Ijarah Rp120.000.000,00
b) Jika Amir sebagai penyewa sepakat untuk membayar dengan jumlah yang lebih tinggi dari nilai
bukunya (misalnya Rp80.000.000,00), sehingga nilai tercatat lebih kecil dari harga jual (harga yang
dibayar penyewa), maka selisihnya diakui sebagai keuntungan pelepasan aset IMBT, oleh karena itu
LKS Mitra Mandiri melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas/Rekening penyewa Rp80.000.000,00
Dr. Akumulasi Penyusutan Aset IMBT Rp48.000.000,00
Cr. Aset Ijarah Rp120.000.000,00
Cr. Keuntungan pelepasan Aset IMBT Rp 8.000.000,00

3) Penjualan secara bertahap


Cara pemindahan kepemilikan Obyek IMBT adalah dilakukan dengan secara bertahap. Pelaksanaan
pemindahan secara bertahap ini tidak mudah dilaksanakan jika Obyek IMBT adalah satu, misalnya sebuah
gedung jika dipindahkan sebagian maka bagian mana yang menjadi haknya penyewa dan mana yang
menjadi hak pemilik obyek IMBT. Perpindahan kepemilikan ini dapat dilaksanakan dengan baik jika aset
obyek IMBT tersebut merupakan satu kesatu yang terdiri dari beberapa bagian, misalnya satu kesatuan
perumahan, sebagian dari rumah-rumah tersebut dipindahkan kepada penyewa. Dalam PSAK 107 tentang
akuntansi Ijarah diatur permindahakn kepemilikan secara bertahap diatur sebagai berikut:
19. Pada saat perpindahan kepemilikan objek ijarah dari pemilik kepada penyewa dalam ijarah muntahiyah
bittamlik dengan cara:

486 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011)


(d) penjualan objek ijarah secara bertahap, maka:
(i) selisih antara harga jual dan jumlah tercatat sebagian objek ijarah yang telah dijual diakui
sebagai keuntungan atau kerugian; dan
(ii) bagian objek ijarah yang tidak dibeli penyewa diakui sebagai aset tidak lancar atau aset
lancar sesuai dengan tujuan penggunaan aset tersebut.
Dari ketentuan ini penjualan obyek ijarah secara bertahap terdapat dua bagian, yaitu atas obyek yang
dipindahkan dan atas obyek yang tidak dipindahkan. Atas obyek Ijarah yang dipindahkan selisih harga jual
dan nilai tercatat diakui sebagai keuntungan atau kerugian. Oleh karana itu akuntansinya seperti yang
dilakukan pada perpindahan kepemilikan sebelum akhir akad. Sedangkan untuk bagian obyek yang tidak
dibeli oleh penyewa diakui sebagai aset tidak lancar atau aset lancar sesuai tujuannnya.
Beberapa jurnal yang berkaitan dengan transaksi ijarah lainnya antara lain:
a. Pada saat pengalihan obyek sewa dalam ijarah muntahiyah bittamlik melalui penjualan obyek sewa
dengan harga sekadarnya setelah seluruh penerimaan sewa diterima dan obyek sewa tidak memiliki
nilai sisa.
Dr. Kas/Rekening penyewa xxxxx
Dr. Akumulasi Penyusutan Aset Ijarah xxxxx
Cr. Keuntungan penjualan Aset Ijarah xxxxx
Cr. Aset Ijarah xxxxx
b. Jika penyewa berjanji untuk membeli tetapi kemudian membatalkan, dan nilai wajar obyek sewa
lebih rendah dari nilai buku dan dibebankan kepada penyewa/lessor :
Dr. Piutang kepada penyewa xxxxx
Cr. Akumulasi penyusutan Aset Ijarah xxxxx
(catatan: jumlah yang dicatat sebesar porsi penurunan nilai Aset Ijarah)
c. Jika penyewa tidak berjanji untuk membeli dan kemudian memutuskan untuk tidak membeli, dan
nilai wajar obyek sewa lebih rendah dari nilai buku maka penurunan nilai buku tersebut diakui
sebagai kerugian:
Dr. Biaya penyusutan Aset Ijarah xxxxx
Cr. Akumulasi penyusutan Aset Ijarah xxxxx

9.3.5 Penurunan kualitas obyek sewa


Apabila dalam masa sewa diketahui terjadi penurunan kualitas objek sewa yang bukan disebabkan
tindakan/kelalaian penyewa yang mengakibatkan jumlah cicilan yang telah diterima lebih besar dari nilai
sewa yang wajar.
Dr. Biaya pengembalian kelebihan penerimaan sewa xxx
Cr. Kas/Hutang kepada penyewa/Rekening penyewa xxx
(catatan: beban pengembalian ini merupakan offsetting account dari pendapatan sewa)

9.4. Akuntansi Penyewa (Musta’jir)

Salah satu perbedaan PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah dan PSAK 59 tentang Akuntansi
Perbankan pada paragraf Ijarah adalah dalam PSAK 59 hanya dibahas akuntansi Ijarah dari segi Bank
Syariah saja baik sebagai pemilik obyek Ijarah maupun Bank Syariah sebagai pihak penyewa, sedangkan
dalam PSAK 107 telah dibahas Akuntansi Penyewa tanpa membedakan apakah hal tersebut dilakukan oleh
Lembaga Keuangan Syariah maupun nasabah sebagai penyewa.

BAB IX. Akuntansi Ijarah | 487


9.4.1 Akun dalam Akuntansi Penyewa
Akun yang dipergunakan oleh penyewa sangat berbeda dengan akun yang dipergunakan oleh
pemilik obyek sewa. Berikut diberikan beberapa akun yang dipergunakan oleh penyewa obyek ijarah, baik
untuk kepentingan penyusunan laporan posisi keuangan (neraca) maupun untuk menyusun laporan laba
rugi.

A. Akun dalam Laporan Posisi Keuangan


Akun-akun berikut dipergunakan untuk mencatat transaksi ijarah atau Ijarah Muntahiya Bittamlik
pada akuntansi penyewa (lessee) untuk kepentingan penyusunan laporan posisi keuangan (neraca).
1. Aktiva Tetap
Akun ini dipergunakan untuk mencatat aset yang telah diperoleh atas dasar pemindahan
kepemilikan dalam transaksi Ijarah Muntahia Bittamlik. Akun ini di debet pada saat diperoleh Aset
Ijarah sebesar nilai aset tersebut. Perlakuan akuntansi berikutnya sesuai ketentuan aktiva tetap.
2. Akumulasi Aktiva Tetap
Akun ini dipergunakan untuk mencatat akumulasi penyusutan atas aktiva tetap yang diperoleh dari
transaksi Ijarah Munthia Bittamlik. Perlakukan akuntansinya tersebut sesuai ketentuan penyusutan
aktiva tetap.
3. Uang Muka Sewa (Sewa Dibayar Dimuka)
Akun ini dipergunakan untuk mencatat bagian dari harga sewa yang telah dibayar sebelum
pemanfaat obyek Ijarah. Akun ini di debet pada saat dilakukan pembayaran bagian harga sewa
sebesar harga sewa yang dibayar. Akun ini dikredit pada saat pengakuan beban harga sewa untuk
periode yang bersangkutan.
B. Akun dalam Laporan Laba Rugi
Akun-akun berikut dipergunakan untuk mencatat transaksi ijarah atau ijarah muntahia bittamlik
dalam akuntansi penyewa untuk kepentingan penyusunan laporan laba rugi.
1. Beban sewa Ijarah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat harga sewa yang dibayar baik untuk transaksi Ijarah atau
Ijarah Muntahia Bittamlik. Akun ini didebet pada saat pembayaran harga sewa sebesar harga sewa
yang dibayar atau yang menjadi beban. Akun ini dikredit pada akhir tahun untuk dipindahkan ke
Laba Rugi Tahun berjalan.
2. Beban Pemeliharaan Rutin Aset Ijarah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat beban pemeliharaan rutin yang menjadi beban penyewa.
Akun ini didebet saat terjadi pemeiharaan rutin yan dilakukan sebesar beban yang dikeluarkan dan
di kredit pada akhir tahun untuk dipindahkan ke Laba Rugi Tahun Berjalan.
Untuk memberikan gambaran yang lengkap dan rinci akuntansi Ijarah dan Ijarah Muntahia
Bittamlik yang dilakukan pada akuntansi penyewa dapat diberikan ilustrasi contoh seperti pada contoh 9.4
di atas.
Contoh : 9 – 4 (ilustrasi umum)
Pada tanggal 10 Maret 2008, Bank Syariah melakukan transaksi Ijarah dengan data-data sbb:
A Jenis Akad (pertama) : Ijarah
Nama Penyewa : Hasan
Jenis barang yang disewa : Kijang Inova
Harga barang perolehan : Rp120.000.000
Nilai sisa / residual value : Rp1
Total pembayaran sewa per thn : Rp28.800.000 (Rp2.400.000/bln)
Uang muka sewa dari penyewa : Rp14.400.000 (6 bulan sewa)

488 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011)


Jangka waktu sewa : 1 (satu) tahun
Biaya administrasi : Rp300.000
Pengikatan : Dibawah tangan
B Jenis Akad (kedua) : Ijarah Muntahia Bittamlik (IMBT)
Nama Penyewa : Amir
Jenis barang yang disewa : Kijang Inova
Harga barang perolehan : Rp120.000.000
Nilai sisa / residual value : Rp1
Total pembayaran sewa per thn : Rp72.000.000 (Rp6.000.000 / bln)
Uang muka sewa dari penyewa : Rp36.000.000 ( 6 bulan sewa)
Jangka waktu sewa : 2 (satu) tahun
Opsi pengalihan pemilikan : Akhir masa sewa
Biaya administrasi : Rp300.000
Pengikatan : Dibawah tangan
Dari ilustrasi contoh di atas dapat dijelaskan lebih lanjut jurnal yang dilakukan oleh penyewa Ijarah
dan penyewa Ijarah Muntahia Bittamlik dan hal-hal yang berkaitan dengan beban sewa yang dilakukan.

9.4.2 Beban sewa


Beban sewa adalah harga sewa yang harus dibayar oleh penyewa obyek Ijarah. Dalam PSAK 107)
tentang Akuntansi Ijarah menjelaskan pengakuan dan pengukuran Beban Ijarah yang dilakukan oleh
penyewa sebagai berikut:
20. Beban sewa diakui selama masa akad pada saat manfaat atas aset telah diterima.
21. Utang sewa diukur sebesar jumlah yang harus dibayar atas manfaat yang telah diterima.
Seperti telah dijelaskan diatas bahwa harga sewa atau beban sewa yang harus dibayar oleh penyewa
obyek ijarah sangat dipengaruhi oleh akad yang dipergunakan dan khusus untuk Ijarah Muntahian
Bittamlik dipengaruhi juga oleh jangka waktu sewa yang dilakukan. Oleh karena itu berikut diberikan
jurnal yang dipisahkan sesuai dengan akadnya.
A. Akuntansi Penyewa Ijarah
Untuk memberikan gambaran yang lengkap tentang akuntansi ijarah yang dilakukan oleh penyewa
obyek ijarah, diberikan contoh berikut:
Contoh : 9 - 4
Pada tanggal 10 Maret 2008, LKS Mitra Mandiri melakukan transaksi Ijarah dengan data-data
sebagai berikut:
A Jenis Akad (pertama) : Ijarah
Nama Penyewa : Hasan
Jenis barang yang disewa : Kijang Inova
Harga barang perolehan : Rp120.000.000,00
Nilai sisa / residual value : Rp1
Total pembayaran sewa per thn : Rp28.800.000 (Rp2.400.000 / bln)
Uang muka sewa dari penyewa : Rp14.400.000 ( 6 bulan sewa)
Jangka waktu sewa : 1 (satu) tahun
Biaya administrasi : Rp300.000,00
Pengikatan : Dibawah tangan

BAB IX. Akuntansi Ijarah | 489


Atas ilustrasi contoh diatas oleh penyewa dilakukan akuntansi dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Pada saat pembayaran sewa sebesar Rp2.400.000,00 per bulan dilakukan oleh penyewa.
Dr. Beban Sewa Ijarah Rp2.400.000,00
Cr. Kas/Rek bank (muajjir/lessor) Rp2.400.000,00
2. Jika pembayaran harga sewa dilakukan terlebih dahulu, maka pembayaran tersebut dicatat sebagai
sewa dibayar dimuka.
(a) Atas transaksi ijarah dilakukan pembayaran harga sewa kepada pemilik obyek sewa sebesar
Rp10.000.000,00.
Dr. Sewa Dibayar Dimuka Ijarah Rp10.000.000,00
Cr. Kas/Rek bank (muajjir/lessor) Rp10.000.000,00
(b) Pada saat jatuh tempo atau pengakuan beban sewa pada bulan yang bersangkutan sebesar
Rp2.400.000,00.
Dr. Beban Sewa Ijarah Rp2.400.000,00
Cr. Sewa Dibayar Dimuka Ijarah Rp2.400.000,00
3. Jika sewa telah jatuh tempo tetapi penyewa (lessee) belum melakukan pembayaran:
a. Pada saat pengakuan beban ijarah (akrual)
Dr. Beban Sewa Ijarah Rp2.400.000,00
Cr. Hutang sewa Ijarah Rp2.400.000,00
b. Pada saat melakukan pembayaran beban ijarah yang tertunggak
Dr. Hutang Sewa Ijarah Rp2.400.000,00
Cr. Kas/Rek bank Rp2.400.000,00
B. Akuntansi Penyewa Ijarah Muntahia Bitamllik (IMBT)
Dalam akuntansi Ijarah Muntahia Bittamlik memiliki sedikit perbedaan karena dalam akuntansi
Ijarah Muntahia Bittamlik ada opsi pemindahan kepemilikan sehingga terjadi akuntansi pemindahan
kepemilikan dari pemilik obyek IMBT ke penyewa. Untuk memberikan gambaran yang lengkap atas
akuntansi Ijarah Muntahia Bittamlik berikut diberikan ilustrasi contoh sebagai berikut:
Contoh: 9 - 4
Pada tanggal 10 Maret 2008, Amir sebagai penyewa dan LKS Mitra Mandiri melakukan transaksi
Ijarah dengan data-data sebagai berikut:
B Jenis Akad (kedua) : Ijarah Muntahia Bittamlik (IMBT)
Nama Penyewa : Amir
Jenis barang yang disewa : Kijang Inova
Harga barang perolehan : Rp120.000.000
Nilai sisa / residual value : Rp1
Total pembayaran sewa per thn : Rp72.000.000 (Rp6.000.000 / bln)
Uang muka sewa dari penyewa : Rp36.000.000 ( 6 bulan sewa)
Jangka waktu sewa : 2 (satu) tahun
Opsi pengalihan pemilikan : Akhir masa sewa
Biaya administrasi : Rp300.000
Pengikatan : Dibawah tangan
Dari contoh tersebut di atas, dibedakan akuntansi yang terkait dengan pembayaran harga sewa yang
dilakukan oleh penyewa dan akuntansi pemindahan kepemilikan dari pemilik obyek IMBT kepada
penyewa IMBT

490 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011)


1) Pada saat pembayaran sewa sebesar Rp6.000.000,00 per bulan dilakukan oleh penyewa.
Dr. Beban Sewa IMBT Rp6.000.000,00
Cr. Kas/Rek bank (muajjir/lessor) Rp6.000.000,00
2) Jika pembayaran harga sewa dilakukan terlebih dahulu, maka pembayaran tersebut dicatat sebagai
sewa dibayar dimuka.
a) Atas transaksi ijarah dilakukan pembayaran harga sewa kepada pemilik obyek sewa sebesar
Rp10.000.000,00.
Dr. Sewa Dibayar Dimuka IMBT Rp10.000.000,00
Cr. Kas/Rek bank (muajjir/lessor) Rp10.000.000,00
b) Pada saat jatuh tempo atau pengakuan beban sewa pada bulan yang bersangkutan sebesar
Rp6.000.000,00.
Dr. Beban Sewa IMBT Rp6.000.000,00
Cr. Sewa Dibayar Dimuka IMBT Rp6.000.000,00
3. Jika sewa telah jatuh tempo tetapi penyewa (lessee) belum melakukan pembayaran
a. Pada saat pengakuan beban ijarah (akrual)
Dr. Beban Sewa IMBT Rp6.000.000,00
Cr. Hutang sewa IMBT Rp6.000.000,00
b. Pada saat melakukan pembayaran beban ijarah yang tertunggak
Dr. Hutang Sewa IMBT Rp6.000.000,00
Cr. Kas / Rek bank Rp6.000.000,00

9.4.3. Beban pemeliharaan dan perbaikan rutin


Dalam transaksi Ijarah atau Ijarah Muntahia Bittamlik, obyek ijarah atau obyek IMBT tetap dicatat
pada pemilik obyek sewa (lessor) sehingga secara prinsip beban pemeliharaan dan perbaikan menjadi
tanggung jawab pemilik obyek sewa (lessor). Namun demikian beban pemeliharaan rutin dan beban
perbaikan yang tidak besar dapat dibebankan kepada penyewa atau menjadi tanggung jawab penyewa.
Terkait dengan hal tersebut dalam PSAK 107 tentang akuntansi ijarah diatur sebagai berikut:
22. Biaya pemeliharaan obyek ijarah yang disepakati dalam akad menjadi tanggungan penyewa diakui sebagai
beban pada saat terjadinya.
23. Biaya pemeliharaan obyek ijarah, dalam ijarah muntahiyah bittamlik melalui penjualan obyek
ijarah secara bertahap, akan meningkat sejalan dengan peningkatan kepemilikan obyek ijarah.
Contoh : 9 - 13
Amir sebagai penyewa mengeluarkan biaya perbaikan obyek ijarah sebesar Rp200.000,00.
Atas pengeluaran biaya perbaikan tersebut Amir sebagai penyewa melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Beban pemeliharaan rutin Ijarah Rp200.000,00
Cr. Kas Rp200.000,00

9.4.4 Pemindahan kepemilikan (khusus IMBT)


Pemindahan kepemilikan hanya terjadi dalam Ijarah Muntahia Bittamlik (IMBT). Pemindahan
kepemilikan sesuai opsi yang diambil oleh penyewa. Dalam PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah dijelaskan
pengakuan dan pengukuran perpindahan kepemilikan yang dilakukan oleh penyewa sebagai berikut:
24. Pada saat perpindahan kepemilikan objek ijarah dari pemilik kepada penyewa dalam ijarah muntahiyah
bittamlik dengan cara:

BAB IX. Akuntansi Ijarah | 491


(a) hibah, maka penyewa mengakui aset dan keuntungan sebesar nilai wajar objek ijarah yang
diterima;
(b) pembelian sebelum masa akad berakhir, maka penyewa mengakui aset sebesar pembayaran nilai
wajar atau pembayaran tunai yang disepakati;
(c) pembelian setelah masa akad berakhir, maka penyewa mengakui aset sebesar nilai wajar atau
pembayaran tunai yang disepakati;
(d) pembelian objek ijarah secara bertahap, maka penyewa mengakui aset sebesar wajar.
Jadi sesuai ketentuan tersebut, pemindahan kepemilkan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
1) Pemindahan kepemilkan dilakukan dengan cara hibah atau hadiah
Pemindahan kepemilkan dengan cara hibah ini diatur dalam PSAK 107 tentang akuntansi Ijarah
(paragraf 24.a) sebagai berikut:
24. Pada saat perpindahan kepemilikan objek ijarah dari pemilik kepada penyewa dalam ijarah muntahiyah
bittamlik dengan cara:
(a) hibah, maka penyewa mengakui aset dan keuntungan sebesar nilai wajar objek ijarah yang
diterima;
Jadi bagi penyewa pengukuran nilai obyek ijarah yang dipindahkan sebesar nilai wajar dari obyek
IMBT tersebut, dan atas nilai wajar dari obyek ijarah yang pemindahannya dilakukan dengan hibah diakui
sebagai keuntungan oleh penyewa. Oleh karena itu bagi penyewa pemindahan kepemilikan tidak
memperhatikan nilai yang ada (pencatatan) pada pemilik obyek IMBT, tidak memperhatikan apakah nilai
tercatat lebih rendah atau lebih tinggi dari nilai wajarnya, bagi penyewa yang diperhatikan adalah nilai wajar
saat penyerahan.
Contoh: 9 - 14
Dalam catatan pemilik obyek IMBT diketahui obyek IMBT harga perolehan sebesar
Rp120.000.000,00 dan akumulasi penyusutan obyek IMBT sebesar Rp120.000.000,00. Obyek IMBT
tersebut memiliki nilai wajar sebesar Rp10.000.000,00 saat pengalihan kepemilkan dilakukan.
Bagi penyewa atas pemindahan kepemilikan yang dilakukan oleh pemilik obyek IMBT kepada
penyewa dilakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Aktiva Rp10.000.000,00
Cr. Keuntungan/pendapatan operasi lainnya Rp10.000.000,00
2) Dengan cara pembelian sebelum akad berakhir
Pemindahan kepemilikan dari pemilik obyek IMBT kepada penyewa dilakukan dengan cara
pembelian yang dilakukan oleh penyewa sebelum akad berakhir diatur dalam PSAK 107 tentang akuntansi
Ijarah (paragraf 24.b) sebagai berikut:
24. Pada saat perpindahan kepemilikan objek ijarah dari pemilik kepada penyewa dalam ijarah muntahiyah
bittamlik dengan cara:
(b) pembelian sebelum masa akad berakhir, maka penyewa mengakui aset sebesar pembayaran nilai
wajar atau pembayaran tunai yang disepakati;
Contoh: 9 -15
Atas mobil Kijang Inova yang disewa oleh Amir dengan prinsip IMBT, dalam catatan pemilik obyel
IMBT pada bulan ke 13 menunjukkan data sbb:
Harga perolehan Aset obyek IMBT : Rp120.000.000,00
Akumulasi Penyusutan : Rp 60.000.000,00
Sisa harga sewa yang belum dibayar : Rp 72.000.000,00
Dari contoh ini akan terjadi beberapa alternatif sebagai berikut:

492 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011)


a) Jika penyewa membayar seluruh sisa harga sewa yang belum dibayar maka atas perpindahan
kepemilikan tersebut oleh penyewa obyek IMBT dilakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Aktiva Rp72.000.000,00
Cr. Kas/Rek Bank Rp72.000.000,00
b) Jika penyewa tidak membayar seluruh sisa harga sewa yang belum dibayar, tetapi sesuai
kesepakatan yang membayar misalnya sebesar Rp65.000.000,00 saja maka atas perpindahan
kepemilikan tersebut oleh penyewa obyek IMBT dilakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Aktiva Rp65.000.000,00
Cr. Kas/Rek Bank Rp65.000.000,00
3) Dengan cara pembelian setelah akad berakhir
Cara pemindahan kepemilikan yang lain dilakukan pada akhir masa sewa atau akad berakhir.
Sehubungan dengan hal tersebut PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah dijelaskan sebagai berikut:
24. Pada saat perpindahan kepemilikan objek ijarah dari pemilik kepada penyewa dalam ijarah muntahiyah
bittamlik dengan cara:
(c) pembelian setelah masa akad berakhir, maka penyewa mengakui aset sebesar nilai wajar atau
pembayaran tunai yang disepakati;
Jadi bagi penyewa, tidak memperhatikan nilai buku dari aset tersebut yang ada, tetapi penyewa
pengakui aset tersebut sebesar pembayaran yang disepakati
Contoh: 9 - 16
Atas mobil Kijang Inova yang disewa oleh Amir dengan prinsip IMBT, dalam catatan pemilik obyek
IMBT pada akhir tahun kedua menunjukkan data sbb:
Harga perolehan Aset obyek IMBT : Rp120.000.000,00
Akumulasi Penyusutan : Rp120.000.000,00
Atas perpindahan kepemlikan tersebut penyewa melakukan pembayaran sebesar Rp15.000.000,00
Atas perpindahan kepemilikan obyek IMBT tersebut penyewa melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Aktiva Rp15.000.000,00
Cr. Kas / Rek Bank Rp15.000.000,00
4) Dengan cara pembelian secara bertahap
Salah satu pemindahan kepemilikan dilakukan secara bertahap. Perpindahan kepemilikan bertahap
ini hanya dilakukan atas aset terpisah (obyek ijarah terdiri dari beberapa aset). Sangat sulit untuk
memindahkan secara bertahap atas obyek ijarah yang merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisah-
pisahk. Sehubungan dengan hal itu PSAK 107-ED tentang akuntansi ijarah mengatur sebagai berikut:
24. Pada saat perpindahan kepemilikan objek ijarah dari pemilik kepada penyewa dalam ijarah muntahiyah
bittamlik dengan cara:
(d) pembelian objek ijarah secara bertahap, maka penyewa mengakui aset sebesar wajar.
Jadi sesesuai ketentuan tersebut diatas nilai obyek IMBT yang dipindahkan bagi penyewa sebesar
biaya perolehan yang dikeluarkan oleh penyewa.
Contoh : 9-17
Mobil Kijang Inova disewa oleh Amir dengan prinsip IMBT, dalam catatan pemilik obyek IMBT
pada akhir tahun kedua menunjukkan data sbb:
Harga perolehan Aset obyek IMBT : Rp120.000.000,00
Akumulasi Penyusutan : Rp120.000.000,00
Atas perpindahan kepemlikan tersebut penyewa melakukan pembayaran kepada pemilik obyek
IMBT sebesar Rp15.000.000,00 dan biaya lain yang menjadi tanggungan penyewa sebesar Rp5.000.000,00.

BAB IX. Akuntansi Ijarah | 493


Atas pemindahan kepemilikan tersebut penyewa mengakui harga perolehan obyek IMBT sebesar
Rp20.000.000,00, dan jurnal yang dilakukan oleh penyewa adalah sebagai berikut:
Dr. Aset (aktiva tetap) Rp20.000.000,00
Cr. Kas/rek Bank Rp20.000.000,00
Kesimpulan yang dapat ditarik dari pemindahan kepemilikan tersebut adalah penyewa pengakui
obyek IMBT yang dipindahkan tersebut sebagai aset sebesar harga yang dibayar atau biaya perolehan yang
dikeluarkan, tanpa memperhatikan nilai tercatat dari obyek IMBT tersebut.

9.5. Akuntansi Jual dan Ijarah


Dalam PSAK 107-ED tentang Akuntansi Ijarah dibahas tentang akuntansi jual dan ijarah. Maksud
dari transaksi ini adalah nasabah menjual barang kepada Lembaga Keuangan Syariah secara penuh atau
lepas, dalam arti hak kepemilikannya sepenuhnya menjadi milik Lembaga Keuangan Syariah sebagai
pembeli. Disisi lain atas barang yang dibeli tersebut Lembaga Keuangan Syariah sebagai pemilik barang
menyewakan kepada pihak yang membutuhkan sebagai penyewa. Fatwa DSN yang mengatur tentang hal
ini tercantum dalam :
1. Fatwa DSN nomor 31/DSN-MUI/VI/2002 Tentang Pengalihan Hutang alternatif ketiga adalah
sebagai berikut:
1. Dalam pengurusan untuk memperoleh kepemilikan penuh atas aset, nasabah dapat
melakukan akad Ijarah dengan LKS, sesuai dengan Fatwa DSN-MUI nomor 09/DSN-
MUI/IV/2002.
2. Apabila diperlukan, LKS dapat membantu menalangi kewajiban nasabah dengan
menggunakan prinsip al-Qardh sesuai Fatwa DSN-MUI nomor 19/DSN-MUI/IV/2001.
3. Akad Ijarah sebagaimana dimaksudkan angka 1 tidak boleh dipersyaratkan dengan (harus
terpisah dari) pemberian talangan sebagaimana dimaksudkan angka 2.
4. Besar imbalan jasa Ijarah sebagaimana dimaksudkan angka 1 tidak boleh didasarkan pada
jumlah talangan yang diberikan LKS kepada nasabah sebagaimana dimaksudkan angka 2.
Dalam Fatwa ini harta milik nasabah dijual ke Lembaga Keuangan Syariah, kemudian
disewakan kembali kepada nasabah dengan prinsip Ijarah Muntahia Bittamlik, hanya dilaksanakan
dalam rangka pengalihan hutang dari konvensional ke Lembaga Keuangan Syariah.
2. Fatwa DSN 71/DSN-MUI/VI/2008 tentang Sale and Lease Back diatur ketentuan sebagai
berikut:
Pertama: Ketentuan Umum
Sale and Lease Back adalah jual beli suatu aset yang kemudian pembeli menyewakan aset
tersebut kepada penjual.
Kedua : Ketentuan Hukum
Sale and Lease Back hukumnya boleh.
Ketiga : Ketentuan Khusus
1. Akad yang digunakan adalah Bai' dan Ijarah yang dilaksanakan secara terpisah.
2. Dalam akad Bai', pembeli boleh berjanji kepada penjual untuk menjual kembali
kepadanya aset yang dibelinya sesuai dengan kesepakatan.
3. Akad Ijarah baru dapat dilakukan setelah terjadi jual beli atas aset yang akan dijadikan
sebagai obyek Ijarah.
4. Obyek Ijarah adalah barang yang memiliki manfaat dan nilai ekonomis.
5. Rukun dan syarat Ijarah dalam fatwa Sale and Lease Back ini harus memperhatikan
substansi ketentuan terkait dalam fatwa DSN-MUI Nomor: 09/DSN-MUI/IV/2000
tentang Pembiayaan Ijarah.
6. Hak dan kewajiban setiap pihak harus dijelaskan dalam akad.
7. Biaya-biaya yang timbul dalam pemeliharaan Obyek Sale and Lease Back diatur dalam
akad.

494 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011)


Dalam PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah dijelaskan pengungkapan dan pengakuan jual dan Ijarah
sebagai berikut:
25. Transaksi jual-dan-ijarah harus merupakan transaksi yang terpisah dan tidak saling bergantung
(ta’alluq) sehingga harga jual harus dilakukan pada nilai wajar.
26. Jika suatu entitas menjual obyek ijarah kepada entitas lain dan kemudian menyewanya, maka entitas
tersebut mengakui keuntungan atau kerugian pada periode terjadinya penjualan dalam laporan laba rugi
dan menerapkan perlakuan akuntansi penyewa.
27. Keuntungan atau kerugian yang timbul dari transaksi jual-dan-ijarah tidak dapat diakui sebagai
pengurang atau penambah beban ijarah.
Jual dan Ijarah ini tidak dilakukan secara langsung antara pemilik aset dengan Lembaga Keuangan
Syariah, namun harus melalui pihak ketiga. Pemilik aset menjual kepada Lembaga Keuangan Syariah dan
kemudian Lembaga Keuangan Syariah menyewakan kembali kepada pemilik aset secara langsung hanya
ditemui dalam rangka pengalihan hutang dari konvensional ke entitas syariah sebagaimana diatur dalam
Fatwa DSN nomor 31/DSN-MUI/VI/2002 Tentang Pengalihan Hutang

9.6. Akuntansi Ijarah Lanjut

Ijarah Lanjut ini dalam PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah disebut dengan Sewa
Disewakan Kembali, artinya pemilik obyek ijarah menyewa obyek ijarah baik atas aset berwujud atau aset
tidak berwujud dari pemilik aset atau pihak lain, kemudian atas obyek ijarah yang disewa tersebut
disewakan kembali kepada penyewa yang membutuhkan.
Dalam PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah dijelaskan pengakuan dan pengukuran Ijarah Lanjut
sebagai berikut:
28. Jika suatu entitas menyewakan lebih lanjut kepada pihak lain atas aset yang sebelumnya disewa dari
pemilik, maka entitas tersebut menerapkan perlakuan akuntansi pemilik dan akuntansi penyewa dalam
Pernyataan ini.
29. Jika suatu entitas menyewa obyek ijarah (sewa) untuk disewa-lanjutkan, maka entitas
mengakui sebagai beban ijarah (sewa) tangguhan untuk pembayaran ijarah jangka panjang dan
sebagai beban ijarah (sewa) untuk sewa jangka pendek.
30. Perlakuan akuntansi penyewa diterapkan untuk transaksi antara entitas (sebagai penyewa)
dengan pemilik, dan perlakuan akuntansi pemilik diterapkan untuk transaksi antara entitas
(sebagai pemilik) dengan pihak penyewa-lanjut.
Secara umum ketentuan ini diterapkan untuk sewa lanjut, tetapi juga dapat diterapkan untuk
multijasa yang mempergunakan akad ijarah seperti antara lain untuk pendidikan, travelling dan
penyelenggaraan pernikahan.
A. Sewa Lanjut
Sewa lanjut ini dapat diterapkan untuk sewa obyek ijarah dimana pihak yang menyewakan tidak
memiliki fisik obyek yang disewakan, pemilik obyek ijarah hanya memiliki fasilitas atas obyek ijarah,
misalnya ada seseorang membutuhkan kios/toko tapi tidak memiliki dana untuk menyewa, dalam hal ini
LKS dapat menyewa fisik obyek sewa kemudian menyewakan kembali kepada nasabah. Untuk
memberikan gambaran yang lengkap dan jelas atas transaksi Ijarah lanjut ini diberikan contoh transaksi
sebagai berikut:

BAB IX. Akuntansi Ijarah | 495


Contoh : 9 - 18
Zaenab nasabah LKS Mitra Mandiri membutuhkan kios milik Taufik untuk pengembangan
usahanya dan ia tidak memiliki cukup dana untuk membayar sewa kios. Harga sewa kios milik
Taufik sebesar Rp12.000.000,00 per tahun dan pembayarannya harus dilakukan sekaligus dimuka
untuk jangka waktu 3 tahun.
Untuk merealisasi keinginan tersebut Zaenab mendatangi LKS Mitra Mandiri untuk membantu
menyewakan kios yang diperlukan, yang Zaenab bersedia dan sepakat untuk membayar setiap bulan
dengan harga sewa yang diperhitungakan oleh LKS Mitra Mandiri. Keuntungan yang diharapkan
oleh LKS Mitra Mandiri setara dengan 25%
Dari contoh di atas terdapat dua transaksi yaitu (1) transaksi atas penyewaan kios dari Taufik
sebagai pemilik kios dan (2) transaksi penyewakan kembali kios kepada Zaenab sebagai pihak yang
membutuhkan. Dari segi akuntansi yang harus dicatat adalah transaksi yang dilakukan kepada Taufik atas
pembayaran sewa kios sedangkan transaksi kedua, menyewakan kios kepada Zaenab belum dilakukan
pencatatan karena dari segi finansial belum terjadi hak atau kewajiban kedua pihak. Jika antara Zaenab
sebagai penyewa dan LKS Mitra Mandiri sebagai pihak yang menyewakan telah dilakukan akad, maka hal
ini belum terjadi kewajiban atau hak masing-masing dalam segi keuangan. Bagi LKS Mitra Mandiri sebagai
pihak yang menyewakan baru mengakui piutang sewa jika Zaenab telah mempergunakan kios tersbeut
dan belum melakukan pembayaran.
Beberapa jurnal yang berhubungan dengan transaksi ijarah berlanjut tersebut adalah
1. Saat pembayaran sewa ke Taufik sebagai pemilik Aset (kios)
Dr. Sewa Dibayar Dimuk/Sewa Lanjut Tangguhan Rp36.000.000,00
Cr. Kas/Rek Taufik Rp36.000.000,00
Berdasarkan sewa yang dibayar kepada Taufik tersebut, LKS Mitra Mandiri melakukan
perhitungan harga sewa kepada Zaenab sebagai berikut:
Harga pokok (sewa dari Taufik) Rp36.000.000,00
Keuntungan : 25% (25% x Rp36.000.000,00) Rp 9.000.000,00
-------------------
Harga sewa (yang hrs dibayar Zaenab) Rp45.000.000,00

Masa sewa : 36 bulan


Harga sewa per bulan : 45.000.000/36 : Rp1.250.000,00
Disisi lain sewa yang telah dibayar kepada pemilik Obyek Ijarah (Taufik), harus dilakukan
amortisasi selama jangka waktu sewa yang dilakukan, sehingga perhitungan amortisasinya adalah
sebagai berikut:
Harga sewa obyek Ijarah (dari Taufik) Rp36.000.000,00
Masa sewa obyek Ijarah 36 bulan
Amortisasi per bulan (36.000.000/36) Rp 1.000.000,00
2. Pengakuan pendapatan Ijarah berlanjut
Dari perhitungan tersebut diatas, maka atas pembayaran harga sewa yang dilakukan oleh
Zaenab maka LKS Mitra Mandiri meilakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas Rp1.250.000,00
Cr. Pendapatan Ijarah Lanjut Rp1.250.000,00
3. Amortisasi beban sewa kios milik Taufik yang dilakukan oleh LKS Mitra Mandiri adalah sebagai
berikut:
Amortisasi Sewa Dibayar Dimuka, dilakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Biaya Sewa Rp1.000.000,00
Cr. Sewa Dibayar Dimuka/Sewa Lanjutan Tangguhan Rp1.000.000,00

496 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011)


4. Penyajian transaksi ijarah lanjut dalam Laporan Laba Rugi LKS Mintra Mandiri adalah sebagai
berikut:
LAPORAN LABA RUGI
Periode dd-mm-yyyy s/d dd-mm-yyyy
Pendapatan sewa 1.250.000
Pengeluaran biaya LKS
Biaya sewa (amortisasi) 1.000.000
Biaya pemeliharaan 0
Biaya lain 0
Total biaya bank (1.000.000)
Pendapatan neto sewa (ijarah) 250.000

B. Multijasa
Ijarah lanjut juga dapat diterapkan untuk multijasa yang mempergunakan akad Ijarah. Multijasa
dengan akad ijarah ini diterapkan untuk pendidikan, traveling dan penyelenggaraan pernikahan. Banyak
yang berpendapat bahwa untuk biaya rumah sakit hendaknya tidak mempergunakan ijarah tetapi dengan
prinsip qardh, karena orang sakit tidak layak untuk diambil manfaat atau diminta imbalan dan sebaliknya
harus dibantu
Dalam Fatwa dewan Syariah Nasional nomor 44/DSN-MUI/VII/2004 Tentang Pembiayaan
Multijasa dijelaskan dalam ketentuan umumnya sebagai berikut:
1. Pembiayaan Multijasa hukumnya boleh (jaiz) dengan menggunakan akad Ijarah atau Kafalah.
2. Dalam hal LKS menggunakan akad ijarah, maka harus mengikuti semua ketentuan yang ada
dalam Fatwa Ijarah.
3. Dalam hal LKS menggunakan akad Kafalah, maka harus mengikuti semua ketentuan yang ada
dalam Fatwa Kafalah.
4. Dalam kedua pembiayaan multijasa tersebut, LKS dapat memperoleh imbalan jasa (ujrah) atau
fee.
5. Besar ujrah atau fee harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal bukan
dalam bentuk prosentase.
Untuk memberikan gambaran yang jelas dan rinci dari produk multijasa (misalnya pendidikan)
tersebut dapat diberikan ilustrasi contoh berikut:
Contoh : 9 - 19
Hasanudin ingin menlanjutkan pendidikan doktoral (S3) syariah di Universitas Trisakti Jakarta, biaya
yang diperlukan hingga selesai sebesar Rp120 juta. Untuk mewujudkan keinginannya tersebut
Hasanudin menghubungi LKS Mitra Mandiri, dan setelah dilakukan negosasi maka kedua pihak
sepakat untuk melaksanakan transaksi tersebut dan membayar angsuran sebesar Rp6.000.000,00
selama 2 tahun. Atas transaksi ini LKS Mitra Mandiri membayar seluruh biaya pendidikan
Hasanudin ke Universitas Trisakti Jakarta sebesar Rp120 juta. Dengan dibayar biaya pendidikan
Hasanudin tersebut maka LKS Mitra Mandiri memiliki hak atas fasilitas pendidikan pada
Universitas Trisakti Jakarta (merupakan aset tidak berwujud dan ini merupakan obyek ijarah).
Fasilitas atau obyek tersebut disewakan kembali ke Hasanudin sebesar harga sewa yang disepakati.
Atas pembayaran biaya pendidikan ke Universitas Trisakti, LKS Mitra Mandiri mengakui
sebagai ”Sewa Tanguhan Multi” dan disajikan dalam Aset Ijarah pada neraca. Dari transaksi tersebut dapat
dijelaskan tahapan-tahapan pekerjaan yang dilakukan oleh LKS Mitra Mandirisebagai berikut:
1. LKS Mitra Mandiri membayar biaya pendidikan doktoral Hasanudin kepada Universitas Transaksi
sebesar Rp120.000.000,00.
Atas pembayaran biaya pendidikan tersebut LKS Mitra Mandiri melakukan jurnal sebagai berikut:

BAB IX. Akuntansi Ijarah | 497


Dr. Sewa Multiguna Tangguhan Rp120.000.000,00
Cr. Kas / Rekening Trisakti Rp120.000.000,00
2. Penerimaan pembayaran angsuran oleh Hasanudin setiap bulan sebesar Rp6.000.000,00 dan atas
penerimaan pembayaran angsuran LKS Mitra Mandiri melakukan jurnal
Dr. Kas Rp6.000.000,00
Cr. Pendapatan Ijarah Multijasa Rp6.000.000,00
3. LKS Mitra Mandiri melakukan amortisasi atas pembayaran biaya pendidikan yang talah dilakukan
sebesar : Rp120.000.000 : 24 = Rp5.000.000,00. Sehubungan dengan amortisasi tersebut LKS Mitra
Mandiri melakukan jurnal :
Dr. Biaya Sewa Multiguna Rp5.000.000,00
Cr. Sewa Multiguna Tangguhan Rp5.000.000,00
4. Penyajian dalam laporan laba rugi yang dilakukan oleh LKS Mitra Mandiri adalah:
Pendapatan Ijarah Multijasa Rp6.000.000,00
Biaya Sewa Multijasa Rp5.000.000,00
------------------
Pendapatan neto Ijarah Multijasa Rp1.000.000,00

9.7. Penyajian dan Pengungkapan

Dalam PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah dijelaskan penyajian Ijarah sebagai berikut:
31. Pendapatan ijarah disajikan secara neto setelah dikurangi beban-beban yang terkait,
misalnya beban penyusutan, beban pemeliharaan dan perbaikan, dan sebagainya.
Dalam PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah dijelaskan beberapa hal yang perlu diungkapkan
sehubungan dengan transaksi ijarah sebagai berikut:
32. Pemilik mengungkapkan dalam laporan keuangan terkait transaksi ijarah dan ijarah muntahiyah
bittamlik, tetapi tidak terbatas, pada:
(a) penjelasan umum isi akad yang signifikan yang meliputi tetapi tidak terbatas pada:
(i) keberadaan wa’ad pengalihan kepemilikan dan mekanisme yang digunakan (jika ada
wa’ad pengalihan kepemilikan);
(ii) pembatasan-pembatasan, misalnya ijarahlanjut;
(iii) agunan yang digunakan (jika ada);
(b) nilai perolehan dan akumulasi penyusutan atau amortisasi untuk setiap kelompok aset ijarah;
(c) keberadaan transaksi jual-dan-ijarah (jika ada).
33. Penyewa mengungkapkan dalam laporan keuangan terkait transaksi ijarah dan ijarah muntahiyah
bittamlik, tetapi tidak terbatas, pada:
(a) penjelasan umum isi akad yang signifikan yang meliputi tetapi tidak terbatas pada:
(i) total pembayaran;
(ii) keberadaan wa’ad pemilik untuk pengalihan kepemilikan dan mekanisme yang digunakan
(jika ada wa’ad pemilik untuk pengalihan kepemilikan);
(iii) pembatasan-pembatasan, misalnya ijarahlanjut;
(iv) agunan yang digunakan (jika ada); dan
(b) keberadaan transaksi jual-dan-ijarah dan keuntungan atau kerugian yang diakui (jika ada
transaksi jualdan-ijarah).

498 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011)


9.8. Pertanyaan dan Soal

9.8.1 Pertanyaan
1. Salah satu kegiatan usaha Bank Syariah adalah Ijarah.
(a). Jelaskan yang dimaksud dengan Ijarah dan Ijarah Muthahia Bittamlik (IMBT)
(b) Jelaskan karakteristik Ijarah dan Ijarah Munthia Bittamlik sesuai ketentuan pada Fatwa
Dewan Syariah Nasional dan PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah.
2. Sebutkan dan jelaskan cara pemindahan kepemilikan obyek sewa dalam IBMT sesuai ketentuan
dalam PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah?
3. Salah satu kegiatan usaha penyaluran dana LKS mempergunakan prinsip ijarah.
(a) Jelaskan masa penyusutan dalam Ijarah.
(b) Dalam fatwa DSN no 9/DSN-MUI/IV/200 disebutkan bahwa : “.... Sesuatu yang dapat
dijadikan harga dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa dalam ijarah.” Jelaskan secara tegas
dan rinci makna ketentuan tersebut.
4. Dalam transaksi Ijarah, ban dapat bertindak sebagai pemilik obyek sewa, sehingga bank harus
melakukan penyusutan obyek sewa tersebut. Jelaskan masa sewa dalam transaksi ijarah dan jelaskan
cara pemindahan hak dalam IBMT.
5. a. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Ijarah dan Ijaran Muntahia Bittamllik.
b. Dalam transaksi Ijarah, obyek sewa merupakan asset Bank Syariah. Jelaskan masa metode
dan masa penyusutan obyek Ijarah.
c. Jelaskan masa sewa dalam transaksi ijarah dan jelaskan cara pemindahan hak dalam IBMT.
6. Obyek Ijarah adalah penggunaan manfaat Aset berwujud dan tidak berwujud
a. Jelaskan aplikasi Ijarah atas penggunaan manfaat aset tidak berwujud?
b. Jelaskan karakteristik dan ketentuan tentang Jual Ijarah sesuai ketentuan Fatwa Dewan
Syariah Nasional dan PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah.

9.8.2 Soal-soal
Soal pertama
LKS Hidayatullah memiliki dua buah mobil Kijang Inova dengan harga perolehan masing-masing
sebesar Rp120 juta. LKS Hidayatullah menetapkan kebijakan masa penyusutan mobil Kijang Inova selama
5 tahun. Atas permintaan nasabah, LKS Hidayatullah menyewakan mobil kijang inova pertama dengan
harga sewa sebesar Rp2,5 juta per bulan. Sedangkan untuk mobil kijang inova kedua disewakan dengan
prinsip Ijarah Muntahiya Bittamlik selama 2 tahun dengan harga sewa sebesar Rp6 juta per bulan.
Diminta :
Perhitungan dan jurnal serta penyajian transaksi tersebut antara lain:
a. Pengadaan Aset Ijarah
b. Perhitungan penyusutan dan keuntungan sewa ijarah
c. Penerimaan pendapatan sewa
d. Penyajian dalam Laporan Keuangan
Soal kedua
Bank Syariah Mitra Berkah Sejahtera melakukan pembelian sebuah mobil Inova dengan harga
perolehan sebesar Rp115 juta. Atas pembelian Inova tersebut dikeluarkan beban surat kendaraan sebesar
Rp5 juta. Bank Syariah Mitra Berkah Sejahtera menetapkan kebijakan masa penyusutan Inova selama 5
tahun. Atas permintaan Hasanudin, bank syariah menyewakan Inova kepada Ismail dengan prinsip Ijarah
Muntahiya Bittamlik selama 2 tahun dengan harga sewa sebesar Rp6 juta per bulan.

BAB IX. Akuntansi Ijarah | 499


Diminta:
Buatlah jurnal dan perhitungan yang terkait dengan:
1. Pembelian Inova yang dilakukan oleh Bank Syariah ?
2. Penyewaan obyek sewa yang dilakukan oleh Bank Syariah ?
3. Penerimaan harga sewa dari Hasunudin dan Ismail
4. Perhitungan penyusutan Aset Ijarah dan IMBT
5. Penyajian transaksi Ijarah dan IMBT
Soal ketiga
Bank Syariah melakukan transaksi Ijarah dengan data sebagai berikut:
Jenis barang yang disewa : Toyota Kijang LGX, Th 2002, BPKB No.012345, atas
nama Karyo
Harga barang perolehan : Rp120.000.000
Total pembayaran sewa : Rp135.000.000
Nilai sisa / residual value : Rp 12.000.000
Harga sewa per bulan : Rp 3.750.000/bulan
Jangka waktu sewa : 36 bulan (3 tahun)
Waktu pembelian barang : Bulan ke 36
Biaya administrasi : Rp300.000
Pengikatan : Notariil
Diminta:
Buat perhitungan dan jurnal apabila:
a. masa penyusutan sama dengan masa sewa (masa penyusutan 5 tahun sewa dilakukan 3 tahun)
b. masa penyusutan tidak sama dengan masa sewa (masa penyusutan dan sewa dilakukan 3 tahun)
Soal keempat
Bank Syariah Amanah Ummat memiliki dua buah truk dengan harga perolehan masing-masing sebesar
Rp120 juta. Bank Syariah Amanah Ummat menetapkan kebijakan masa penyusutan truk selama 5 tahun.
Atas permintaan nasabah, bank syariah mensepakati hal-hal sbb:
A. truk pertama disewakan tanpa opsi pemindahan kepemilikan selama setahun dengan
harga sewa sebesar Rp2.500.000,00 per bulan.
B. truk kedua disewakan dengan opsi pemindahan kepemilikan selama 2 tahun dengan
harga sewa sebesar Rp24.000.000,00 per bulan.
Pembayaran harga sewa dilakukan setiap tanggal 15 dan keterlambatan pembayaran sewa dikenakan
denda sebesar Rp100.000,00 per hari.
Pertanyaan:
Perhitungan dan jurnal yang dilakukan sehubungan dengan transaksi tersebut yaitu al:
1 Pembelian truk
2 Penyewaan truk
3 Penyusutan truk
4 Penerimaan pembayaran sewa
5 Penerimaan denda atas salah satu pembayaran sewa yang dilakukan pada tanggal 20
6 Penyajian dalam Laporan Keuangan
Soal kelima
LKS Anugrah Illahi menyetujui transaksi penyewaan Tower Telkomsel untuk daerah Jakarta dan
sekitarnya sebanyak 10 unit dengan opsi pengalihan kepemilikan dilakukan setelah masa sewa berakhir
untuk jangka waktu sewa 5 tahun.. Harga sewa masing-masing unit sebesar Rp125 juta setiap bulan dan
pembayaran dilakukan secara bulanan. Untuk keperluan tesebut LKS Anugrah Illahi melakukan kontrak

500 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011)


pembangunan Tower kepada PT Serba Usaha sesuai spesikasi yang disepakati, dengan harag kontrak
sebesar Rp600 juta per unit, dengan pembayaran dilakukan sekaligus pada saat akad ditanda tangani.
Jangka waktu pembangunan Tower selama sebulan setelah akad ditanda tangani. Untuk pemeliharaan
tower tersebut LKS Anugrah Illahi mengeluarkan biaya pemeliharaan setiap bulan sebesar Rp5 juta setiap
unit.
Pertanyaan:
1. Gambarkan alur transaksi tersebut diatas
2. Buatlah perhitungan dan jurnal:
a. penerimaan harga sewa
b. pembayaran kontrak pembangunan tower kepada PT Serba Usaha
c. penerimaan tower dari PT Serba Usaha
d. beban pemeliharaan dan penyusutan tower
3. Buatlah penyajian atas transaksi tersebut
Soal keenam
Bank Syariah Berkah Madani atas permintaan nasabahnya menyewakan dua buah mobil Mercedez.
Harga mobil per unit sebesar Rp590.000.000,00 (lima ratus sembilan puluh juta rupiah) dan biaya yang
dikeluarkan untuk pengurusan bea balik nama dan surat-surat lainnya sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh
juta) per unit. Dalam kebijakan Bank Syariah Berkah Madani, mobil Mercedez memiliki masa ekonomi
(masa penyusutan) selama 5 tahun.
Sesuai kesepakatan dengan nasabahnya Mobil Mercedez dilakukan dengan dua cara:
A. Mobil Mercedez pertama disewakan tanpa opsi pemindahan kepemilikan selama setahun
dengan harga sewa sebesar Rp12.500.000,00 per bulan (keuntungan setara dengan 25%).
B. Mobil Mercedez kedua disewakan dengan opsi pemindahan kepemilikan selama 3 tahun
dengan harga sewa sebesar Rp20.000.000,00 per bulan (keuntungan setara dengan 20%).
Pembayaran harga sewa dilakukan setiap tanggal 15 dan keterlambatan pembayaran sewa dikenakan
denda sebesar Rp100.000,00 per hari.
Pertanyaan
1. Perhitungan dan jurnal yang dilakukan sehubungan dengan transaksi tersebut yaitu al:
(a) Pembelian mobil Mercedez,
(b) Penyewaan mobil Mercedez,
(c) Penyusutan mobilMercedez,
(d) Penerimaan pembayaran sewa
2. Penerimaan denda atas salah satu pembayaran sewa yang dilakukan pada tanggal 20
3. Penyajian dalam Laporan Keuangan
Soal ketujuh
Untuk mengembangkan usahanya, Ahmad pemilik perusahaan penggilingan padi “Subur Makmur”
memerlukan tambahan sebuah gudang penampungan gabah dengan luas 200 M2 dan mesin giling Kubota
350 PK. Untuk memenuhi kebutuhannya Ahmad menghubungi Bank Syariah Berkah Sejahtera dan
disepakati hal-hal sebagai berikut:
1. Pembangunan gudang dilakukan oleh Bank Syariah Berkah Sejahtera dengan biaya seluruh
pembangunan sebesar Rp360 juta
2. Pembelian Mesin Giling Kubota 350 PK dilakukan oleh Bank Syariah Berkah Sejahtera
dengan harga 250 juta ditambah dengan biaya-biaya ujicoba, pemasangan dsb sebesar Rp50
juta. Sesuai pengalaman Bank Syariah Berkah Sejahtera, mesin giling Kubota tersebut
memiliki umur ekonomis selama 5 tahun
3. Disepakati kedua belah pihak Bank Syariah mengenakan keuntungan setara dengan 20%
selama akad.
4. Gudang yang dibangun Bank Syariah Berkah Sejahtera pada akhir akad akan dihibahkan
kepada Ahmad tanpa harus membayar imbalan.

BAB IX. Akuntansi Ijarah | 501


5. Jangka waktu akad disepakati oleh Bank Syariah Berkah Sejahtera dan Ahmad selama 3 tahun.
Diminta:
a. Tentukan prinsip syariah yang dipergunakan dan perhitungan yang dipergunakan.
b. Buat jurnal atas transaksi tersebut diatas sesuai tahapan transaksinya.
Soal kedelapan
Siti Nurlela seorang pengusaha salon muslimah ingin mengembangkan usahanya dengan mendirikan
salon muslimah ”Citra Muslimah” di komplek Perumahan Muslim Citra Mandiri. Untuk itu Siti Nurlela
membutuhkan sebuah kios yang berada di area bisnis milik Sulaiman dan hanya diperkenankan untuk
disewa selama 5 tahun dibayar sekaligus dengan harga sewa per tahun sebesar Rp60.000.000,00.
Untuk merealisasikan keinginannya itu Siti Nurlela menghubungi BPR Syariah Artha Karimah dan
disepakati hal-hal sebagai berikut:
a. BPR Syariah Artha Karimah melakukan penyewaan kios kebutuhan Siti Nurlela kepada
Sulaiman.
b. Pembayaran sewa kios dilakukan oleh Siti Nurlela secara bulanan selama 5 tahun dan
disepakati keuntungan yang diberikan kepada BPR Syariah Artha Karimah setara dengan
20% per tahun
c. Jika Siti Nurlela tidak mempergunakan kios tersebut harus mengembalikan sisa sewa yang
dibayarkan ke Sulaiman
d. Bulan keeman Siti Nurlela tidak membayar sewa kios dan dibayar sekaligus pada bulan
berikutnya.
Diminta:
Buatlah jurnal dan perhitungan sesuai tahapan transaksinya.
Soal kesembilan
Siti Zaenab nasabah Bank Syariah Amanah Ummat membutuhkan kios milik Taufik untuk
pengembangan usahanya dan ia tidak memiliki cukup dana untuk membayar sewa kios. Harga sewa kios
milik Taufik sebesar Rp12.000.000,00 per tahun dan pembayarannya harus dilakukan sekaligus dimuka
untuk jangka waktu 3 tahun
Untuk merealisasi keinginan tersebut Siti Zaenab mendatangi Bank Syariah Amanah Ummat untuk
membantu menyewakan kios yang diperlukan, yang Siti Zaenab bersedia dan sepakat untuk membayar
setiap bulan dengan harga sewa yang diperhitungakan oleh Bank Syariah Amanah Ummat. Keputusan
ALCO Bank Syariah Amanah Ummat menetapkan keuntungan transaksi ini setara dengan 25%
Pertanyaan:
Tentukan prinsip syariah yang digunakan dan perhitungan dalam transaksi tersebut
Soal kesepuluh
Hasanudin ingin melanjutkan pendidikan S3 di salah satu perguruan tinggi terkemuka di negeri ini
yaitu Universitas Ngangsu Ilmu (UNI). Biaya diperlukan untuk menyelesaikan pendidikan tersebut sebesar
Rp120.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). Untuk memenuhi kebutuhan tersebut Hasanudin
menghubungi Bank Syariah Amanah (BSA) untuk dapat merealisasikan keinginannya. Bank Syariah
Amanah sepakat untuk membayar biaya pendidikan Hasanudin ke Universitas Ngangsu Ilmu dan
Hasanudin sepakatan untuk mengangsung selama 36 bulan sebesar Rp5.000.000 (lima juta) per bulan
Diminta:
Buatlah perhitungan dan jurnal sesuai tahapan transaksinya.

502 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011)


DAFTAR AKUN
(CHART OF ACCOUNT)
AKTIVA

SANDI
NO AKUN NAMA PERKIRAAN
NERACA RINCI
101 00 00 KAS
101 01 00 Kas – Khazanah Utama
101 01 01 Kas Utama 100
101 02 00 Kas Teller
101 02 01 Kas Teller satu 100
101 02 02 Kas Teller dua 100
101 05 00 Kas ATM
101 05 01 Kas ATM satu 100
101 05 02 Kas ATM dua 100
101 09 00 Kas Kecil
101 09 01 Kas Kecil 100

103 00 00 GIRO PADA BANK LAIN


103 01 00 Giro Pada Bank Lain 120 10
103 01 01 Giro Pada BRI Syariah
103 01 02 Giro Pada BMI
103 90 00 Penyisihan Kerugian Giro Pada Bank Lain
103 90 01 Pk - Umum Giro Pada Bank Lain 205
103 90 11 Pk - Khusus Giro Pada Bank Lain 207

105 00 00 PENEMPATAN PADA BANK ( PPB )


105 01 00 PPB – Investasi
105 01 01 PPB - Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank 130 51
105 01 02 PPB - Deposito Mudharabah 130 25
105 03 00 PPB Obligasi
105 03 01 PPB - Obligasi Syariah 130 59
105 03 02 PPB - Obligasi Syariah Sub Ordinasi 130 58
105 05 00 PPB – Pembiayaan
105 05 01 PPB – Pembiayaan Mudharabah 130 64
105 05 02 PPB - Pembiayaan Musyarakah 130 65
105 05 03 PPB - Piutang Al Qardh 130 67
105 09 00 PPB – Lainnya
105 09 01 PPB – Lainnya 130 99

Lampiran 1 – Daftar Akun (Chart of Account) | 503


SANDI
NO AKUN NAMA PERKIRAAN
NERACA RINCI
106 90 00 Penyisihan Kerugian (Pensihrugi) PPB
106 90 01 Penyisihan kerugian PPB - Umum 205
106 90 11 Penyisihan kerugian PPB - Khusus 207
110 00 00 PIUTANG MURABAHAH
110 01 00 Piutang Murabahah
110 01 01 Piutang Murabahah - Modal Kerja 150 10
110 01 06 Piutang Murabahah - Investasi 150 40
110 01 99 Piutang Murabahah – Lainnya 150 89
110 10 00 Margin Murabahah (Marmura) Tangguhan
110 10 01 Margin Murabahah Tangguhan - Modal Kerja 150 10
110 10 06 Margin Murabahah Tangguhan - Investasi 150 40
110 10 99 Margin Murabahah Tangguhan – Lainnya 150 89
110 50 00 Piutang Murabahah (Piutmura) Jatuh Tempo
110 50 01 Piutang Murabahah Jatuh Tempo - Modal Kerja 150 10
110 50 06 Piutang Murabahah Jatuh Tempo - Investasi 150 40
110 50 99 Piutang Murabahah Jatuh Tempo – Lainnya 150 89
110 60 00 Margin Murabahah (Marmura) Jatuh Tempo
110 60 01 Margin Murabahah Jatuh Tempo - Modal Kerja 150 10
110 60 06 Margin Murabahah Jatuh Tempo - Investasi 150 40
110 60 99 Margin Murabahah Jatuh Tempo – Lainnya 150 89
110 90 00 Penyisihan Kerugian (Pensihrugi) Murabahah
110 90 01 Penyisihan Kerugian Murabahah - Umum 205
110 90 11 Penyisihan Kerugian Murabahah - Khusus 207

113 00 00 PIUTANG SALAM


113 01 00 Piutang Salam (Piutsal)
113 01 01 Piutang Murabahah – Pertanian 152
113 01 06 Piutang Murabahah – Perkebunan 152
113 01 99 Piutang Murabahah – Lainnya 152
113 90 00 Penyisihan Kerugian (Pensihrugi) Salam
113 90 01 Penyisihan Kerugian Salam - Umum 205
113 90 11 Penyisihan Kerugian Salam - Khusus 207

115 00 00 PIUTANG ISTISHNA'


115 01 00 Piutang Istishna (Piutish)
115 01 01 Piutang Istishna – Perumahan 153 10
115 01 06 Piutang Istishna – Gedung / Kantor 153 40
115 01 99 Piutang Istishna – Lainnya 153 89

504 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


SANDI
NO AKUN NAMA PERKIRAAN
NERACA RINCI
115 10 00 Margin Istishna (Martish) Tangguhan
115 10 01 Margin Istishna Tangguhan – Perumahan 154 10
115 10 06 Margin Istishna Tangguhan - Gedung / Kantor 154 40
115 10 99 Margin Istishna Tangguhan – Lainnya 154 89
115 50 00 Piutang Istishna (Piutish) Jatuh Tempo
115 50 01 Piutang Istishna Jatuh Tempo – Perumahan 153 10
115 50 06 Piutang Istishna Jatuh Tempo - Gedung / Kantor 153 40
115 50 99 Piutang Istishna Jatuh Tempo – Lainnya 153 89
115 60 00 Margin IstishnaTangguhan Jatuh Tempo
115 60 01 Margin Istishna Jatuh Tempo – Perumahan 154 10
115 60 06 Margin Istishna Jatuh Tempo - Gedung / Kantor 154 40
115 60 99 Margin Istishna Jatuh Tempo – Lainnya 154 89
115 90 00 Penyisihan Kerugian (Pensihrugi) Istishna
115 90 01 Penyisihan Kerugian Istishna - Umum 205
115 90 11 Penyisihan Kerugian Istishna - Khusus 207

120 00 00 INVESTASI MUDHARABAH


120 01 00 Investasi Mudharabah
120 01 01 Investasi Mudharabah – Perdagangan 160 10
120 01 06 Investasi Mudharabah – Transpotasi 160 40
120 01 99 Investasi Mudharabah – Lainnya 160 89

120 10 00 Akum Penurunan Nilai Investasi Mdh (Cr.)


120 10 01 APNI Mudharabah – Perdagangan (Cr.) 160 10
120 10 06 APNI Mudharabah – Transpotasi (Cr.) 160 40
120 10 99 APNI Mudharabah – Lainnya (Cr. 160 89
120 15 Keuntungan Mudharabah Tangguhan (Cr.)
120 15 01 Keuntungan Mudharabah Tangguhan – Perdagangan (Cr.) 160 10
120 15 06 Keuntungan Mudharabah Tangguhan – Transpotasi (Cr.) 160 40
120 15 99 Keuntungan Mudharabah Tangguhan – Lainnya (Cr.) 160 89
120 50 00 Investasi Mudharabah Jatuh Tempo
120 50 01 Investasi Mudharabah Jatuh Tempo – Perdagangan 160 10
120 50 06 Investasi Mudharabah Jatuh Tempo – Transpotasi 160 40
120 50 99 Investasi Mudharabah Jatuh Tempo – Lainnya 160 89
120 90 00 Penyisihan Kerugian (Pensihrugi) Mudharabah
120 90 01 Penyisihan Kerugian Mudharabah – Umum 205
120 90 11 Penyisihan Kerugian Mudharabah - Khusus 207

Lampiran 1 – Daftar Akun (Chart of Account) | 505


SANDI
NO AKUN NAMA PERKIRAAN
NERACA RINCI
122 00 00 INVESTASI MUSYARAKAH
122 01 00 Investasi Musyarakah
122 01 01 Investasi Musyarakah – Perdagangan 161 10
122 01 06 Investasi Musyarakah – Transpotasi 161 40
122 01 99 Investasi Musyarakah – Lainnya 161 89
122 10 00 Akum Penurunan Nilai Investasi Musy (Cr.)
122 10 01 APNI Musyarakah – Perdagangan (Cr.) 161 10
122 10 06 APNI Musyarakah – Transpotasi (Cr.) 161 40
122 19 99 APNI Musyarakah – Lainnya (Cr.) 161 89
122 15 00 Keuntungan Musyarakah Tangguhan (Cr.)
122 15 01 Keuntungan Musyarakah Tangguhan – Perdagangan (Cr.) 161 10
122 15 06 Keuntungan Musyarakah Tangguhan – Transpotasi (Cr.) 161 40
122 15 99 Keuntungan Musyarakah Tangguhan – Lainnya (Cr.) 161 89
122 50 00 Investasi Musyarakah Jatuh Tempo
122 50 01 Investasi Musyarakah Jatuh Tempo – Perdagangan 161 10
122 50 06 Investasi Musyarakah Jatuh Tempo – Tranpotasi 161 40
122 50 99 Investasi Musyarakah Jatuh Tempo – Lainnya 161 89

122 90 00 Penyisihan Kerugian (Pensihrugi) Musyrakah


122 90 01 Penyisihan Kerugian Musyarakah - Umum 205
122 90 11 Penyisihan Kerugian Musyarakah - Khusus 207

125 00 00 PINJAMAN QARDH


125 10 00 Pinjaman Qardh Produk Khusus
125 10 01 Pinjaman Qardh – Talangan Haji 159 10
125 10 06 Pinjaman Qardh – Cerukan 159 40
125 10 10 Pinjaman Qardh – Gadai 159 89
125 10 99 Pinjaman Qardh – Lainnya 159 89
125 90 00 Penyisihan Kerugian (Pensihrugi) Pinj Qardh
125 90 01 Penyisihan Kerugian Pinjaman Qardh - Umum 205
125 90 11 Penyisihan Kerugian Pinjaman Qardh - Khusus 207
130 00 00 ASET IJARAH
130 01 00 Aset Ijarah
130 01 01 Aset Ijarah - Gedung/Rukan 180 10
130 01 04 Aset Ijarah – Rumah 180 25
130 01 07 Aset Ijarah - Kendaraan Bermotor 180 40
130 01 99 Aset Ijarah – Lainnya 180 99

506 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


SANDI
NO AKUN NAMA PERKIRAAN
NERACA RINCI
130 05 00 Akumulasi Penyusutan Aktiva Ijarah (Cr.)
130 05 01 Akumulasi Penyusutan Aset Ijarah - Gedung/Rukan 185 10
130 05 04 Akumulasi Penyusutan Aset Ijarah – Rumah 185 25
130 05 07 Akumulasi Penyusutan Aset Ijarah - Kendaraan Bermotor 185 40
130 05 99 Akumulasi Penyusutan Aset Ijarah – Lainnya 185 99

133 00 00 ASET IJARAH MUNTAHIA BITTAMLIK


133 01 00 Aset Ijarah Muntahia Bittamlik (IMBT)
133 01 01 Aset IMBT - Gedung / Rukan 180 10
133 01 04 Aset IMBT – Rumah 180 25
133 01 07 Aset IMBT - Kendaraan Bermotor 180 40
133 01 99 Aset IMBT – Lainnya 180 99

133 05 00 Akumulasi Penyusutan Aset IMBT (Cr.)


133 05 01 Akumulasi Penyusutan Aset IMBT – Gedung/Rukan 185 10
133 05 04 Akumulasi Penyusutan Aset IMBT – Rumah 185 25
133 05 07 Akumulasi Penyusutan Aset IMBT - Kendaraan Bermotor 185 40
133 05 99 Akumulasi Penyusutan Aset IMBT – Lainnya 185 99

135 00 00 IJARAH LANJUT


135 01 00 Sewa Dibayar Dimuka Ijarah Lanjut
135 01 04 Sewa Dibayar Dimuka Ijarah Lanjut – Rumah 180 25
135 01 07 Sewa Dibayar Dimuka Ijarah Lanjut - Kendaraan Bermotor 180 40
135 01 99 Sewa Dibayar Dimuka Ijarah Lanjut – Lainnya 180 99
135 05 00 Sewa Multijasa Tangguhan
135 05 01 Sewa Multijasa Tangguhan – Pendidikan 180 10
135 05 04 Sewa Multijasa Tangguhan – Traveling 180 25
135 05 07 Sewa Multijasa Tangguhan – Pernikahan 180 40
135 05 99 Sewa Multijasa Tangguhan – Lainnya 180 99
140 00 00 PENYALURAN INVEST. TERIKAT – JUAL BELI
140 01 00 Piutang Murabahah Investasi Terikat (Vestikat)
140 01 01 Piutang Murabahah Vestikat. - Modal Kerja 230 10
140 01 06 Piutang Murabahah Vestikat - Investasi 230 40
140 01 99 Piutang Murabahah Vestikat. – Lainnya 230 89
140 10 00 Margin Murabahah Tangguhan Investasi Terikat
140 10 01 Margin Murabahah Tangguhan Vestikat - Modal Kerja 230 10
140 10 06 Margin Murabahah Tangguhan Vestikat - Investasi 230 40
140 10 99 Margin Murabahah Tangguhan Vestikat – Lainnya 230 89

Lampiran 1 – Daftar Akun (Chart of Account) | 507


SANDI
NO AKUN NAMA PERKIRAAN
NERACA RINCI
140 20 00 Piutang Murabahah Investasi Terikat Jatuh Tempo
140 20 01 Piutang Murabahah Vestikat Jatuh Tempo - Modal Kerja 230 10
140 30 06 Piutang Murabahah Vestikat Jatuh Tempo- Investasi 230 40
140 30 99 Piutang Murabahah Vestikat Jatuh Tempo – Lainnya 230 89
140 30 00 Margin Mbh Tangguhan Invest. Terikat Jth Tmp
140 30 01 Marmuratang Vestikat Jatuh Temp- Modal Kerja 230 10
140 30 06 Marmuratang Vestikat Jatuh Tempo - Investasi 230 40
140 30 99 Marmuratang Vestikat Jatuh Tempo - Lainnya 230 89

143 00 00 PENYALURAN INV TERIKAT–BAGI HASIL


143 01 00 Investasi Mudharabah Investasi Terikat
143 01 01 Investasi Mudharabah Vestikat – Perdagangan 230 10
143 01 06 Investasi Mudharabah Vestikat – Transpotasi 230 40
143 01 99 Investasi Mudharabah Vestikat – Lainnya 230 89
143 05 00 Investasi Mudharabah Investasi Terikat Jatuh Tempo
143 05 01 Investasi Mudharabah Vestikat Jatemp – Perdagangan 230 10
143 05 06 Investasi Mudharabah Vestikat Jatemp – Transpotasi 230 40
143 05 99 Investasi Mudharabah Vestikat Jatemp – Lainnya 230 89
143 20 00 Investasi Musyarakah Investasi Terikat
143 20 01 Investasi Musyarakah Vestikat – Perdagangan 230 10
143 20 06 Investasi Musyarakah Vestikat – Transpotasi 230 40
143 20 99 Investasi Musyarakah Vestikat – Lainnya 230 89
143 25 00 Investasi Musyarakah Investasi Terikat Jatuh Tempo
143 25 01 Investasi Musyarakah Vestikat Jatemp – Perdagangan 230 10
143 25 06 Investasi Musyarakah Vestikat Jatemp – Transpotasi 230 40
143 25 99 Investasi Musyarakah Vestikat Jatemp – Lainnya 230 89
145 00 00 PERSEDIAAN
145 01 00 Persediaan
145 01 01 Persediaan – Murabahah 170
145 01 02 Persediaan – Salam 170
145 01 03 Persediaan – Istishna 170
145 01 04 Persediaan – Mudharabah 170
145 01 05 Persediaan – Musyarakah 170

148 00 00 TAGIHAN
148 01 00 Tagihan Lainnya
148 01 02 Tagihan Akseptasi 190 20
148 01 03 Piutang Kepada Pembeli 190 30

508 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


SANDI
NO AKUN NAMA PERKIRAAN
NERACA RINCI
148 01 04 Piutang Kepada Penjual 190 40
148 01 05 Piutang Kepada Mudharib 190 50
148 01 06 Tagihan Lainnya 190 90
148 90 00 Penyisihan Kerugian Tagihan Lainnya (Cr.)
148 90 01 Penyisihan Kerugian - Umum Tagihan Lainnya (Cr.) 205
148 90 11 Penyisihan Kerugian - Khusus Tagihan Lainnya (Cr.) 207

150 00 00 AKTIVA ISTISHNA DLM PENYELESAIAN 210


150 01 00 Aktiva Istishna Dalam Penyelesian (AIDP)
150 01 01 AIDP – Perumahan
150 01 02 AIDP – Gedung / Kantor
150 01 03 AIDP – Lainnya

152 00 00 TERMIN ISTISHNA (Cr.) 211


152 01 00 Termin Istishna (Cr.)
152 01 01 Termin Istishna – Perumahan (Cr.)
152 01 02 Termin Istishna – Gedung / kantor (Cr.)
152 01 09 Termin Istishna – Lainnya (Cr.)

155 00 00 PENYERTAAN 200


155 01 00 Penyertaan
155 01 01 Penyertaan – Lembaga Keuangan Bukan Bank
155 01 02 Penyertaan – Restrukturisasi
155 90 00 Penyisihan Kerugian Penyertaan (Cr.)
155 90 01 PK - Umum Penyertaan – LK Bukan Bank (Cr.) 205 40
155 90 02 PK - Umum Penyertaan – Restrukturisasi (Cr.) 205 40
155 90 11 PK - Khusus Penyertaan – LK Bukan Bank (Cr.) 207 40
155 90 12 PK - Khusus Penyertaan – Restrukturisasi (Cr.) 207 40

160 00 00 AKTIVA TETAP – TANAH


160 01 00 Aktiva Tetap Tanah
160 01 01 Aktiva Tetap – Tanah 213
160 05 00 Aktiva Tetap Gedung
160 05 01 Aktiva Tetap – Gedung 213
160 10 00 Aktiva Tetap Kendaraan
160 10 01 Aktiva Tetap – Kendaraan 213
160 15 00 Aktiva Tetap Peralatan Kantor
160 15 01 Aktiva Tetap – Kendaraan 213

Lampiran 1 – Daftar Akun (Chart of Account) | 509


SANDI
NO AKUN NAMA PERKIRAAN
NERACA RINCI
160 20 00 Aktiva Tetap Mesin
160 20 01 Aktiva Tetap – Mesin 213
160 25 00 Aktiva Tetap Komputer
160 25 01 Aktiva Tetap – Hardware 213
160 25 11 Aktiva Tetap – Software 213
160 90 00 Akumulasi Penyusutan Aktiva Tetap (Cr.)
160 90 01 Akumulasi Penyusutan - Gedung (Cr.) 214
160 90 11 Akumulasi Penyusutan - Kendaraan (Cr.) 214
160 90 12 Akumulasi Penyusutan - Peralatan Kantor (Cr.) 214
160 90 13 Akumulasi Penyusutan - Mesin (Cr.) 214
160 90 31 Akumulasi Penyusutan - Hardware (Cr.) 214
160 90 32 Akumulasi Penyusutan - Software (Cr.) 214

165 00 00 PIUTANG IJARAH


165 01 00 Piutang Pendapatan Ijarah
165 01 01 Piutang Pendapatan Ijarah - Gedung / Rukan 230
165 01 04 Piutang Pendapatan Ijarah – Rumah 230
165 01 07 Piutang Pendapatan Ijarah – Kendaraan Bermotor 230
165 01 99 Piutang Pendapatan Ijarah – Lainnya 230
165 05 00 Piutang Pendapatan IMBT
165 05 01 Piutang Pendapatan IMBT - Gedung / Rukan 230
165 05 04 Piutang Pendapatan IMBT – Rumah 230
165 05 07 Piutang Pendapatan IMBT – Kendaraan Bermotor 230
165 05 99 Piutang Pendapatan IMBT – Lainnya 230
165 10 00 Piutang Pendapatan SDK
165 10 01 Piutang Pendapatan Sdk - Gedung / Rukan 230
165 10 04 Piutang Pendapatan Sdk – Rumah 230
165 10 07 Piutang Pendapatan Sdk - Kendaraan Bermotor 230
165 10 99 Piutang Pendapatan Sdk – Lainnya 230
165 90 00 Penyisihan Kerugian Piutang Ijarah (Cr.)
165 90 01 PK - Umum Piutang Pendapatan (Cr.) 205
165 90 11 PK - Khusus Piutang Pendapatan (Cr.) 207

170 00 00 BEBAN DIBAYAR DIMUKA ( BDD )


170 01 01 BDD – Personalia 230
170 01 BDD - Premi Kesehatan Karyawan
170 01 BDD – Keanggotaan

510 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


SANDI
NO AKUN NAMA PERKIRAAN
NERACA RINCI
170 05 00 BDD – Umum 230
170 05 01 BDD – Persediaan Buku Chek & Giro
170 05 02 BDD – Persediaan Materai & Perangko
170 05 03 BDD – Persediaan Barang Cetakan
170 05 04 BDD – Persediaan Atk

170 10 00 BDD Sewa


170 10 01 BDD - Sewa Gedung
170 10 02 BDD - Sewa Kendaraan Kantor
170 10 03 BDD - Sewa Inventaris Kantor
170 15 00 BDD Premi
170 15 01 BDD - Premi Asuransi Dana Pihak Ke Tiga
170 15 02 BDD - Premi Asuransi Kas
170 15 03 BDD - Premi Asuransi Kendaraan
170 15 04 BDD - Premi Asuransi Inv.Kantor
170 90 00 BDD Lainnya
170 90 01 BDD – Pajak
170 90 02 BDD - Iklan & Promosi
175 00 00 UANG MUKA (UM)
175 01 00 UM – Personalia 230
175 01 01 UM – Gaji
175 01 02 UM – Kesehatan
175 01 03 UM - Perjalanan Dinas
175 01 04 UM - Pendidikan Dan Latihan
175 05 00 UM – Umum 230
175 05 01 UM - Perbaikan Gedung
175 05 02 UM – Pemeliharaan Inventaris
175 05 04 UM - Pembayaran Pajak
175 05 05 UM – Lainnya

180 00 00 AGUNAN YANG DIAMBIL ALIH


180 01 00 Agunan Yang Diambil Alih (AYDA)
180 01 01 AYDA – Kendaraan 230
180 01 02 AYDA – Rumah 230
180 01 03 AYDA - Gedung / Ruko 230
180 01 04 AYDA – Mesin 230
180 01 05 AYDA – Tanah 230
180 01 06 AYDA – Lainnya 230

Lampiran 1 – Daftar Akun (Chart of Account) | 511


SANDI
NO AKUN NAMA PERKIRAAN
NERACA RINCI

185 00 00 AKTIVA PAJAK TANGGUHAN


185 01 00 Aktiva Pajak Tangguhan
185 01 01 Aktiva Pajak Tangguhan 230

190 00 00 RUPA - RUPA AKTIVA LAINNYA


190 01 00 Rupa-rupa Aktiva Lainnya
190 01 01 Rekening Selisih Sistem 230
190 01 02 Rekening Selisih Kas 230
190 01 03 Rekening Selisih Teller 230
190 01 08 Rekening Selisih Pembulatan 230
190 01 10 Rekening Selisih Proofing 230
190 90 00 Penyisihan Kerugian Aktiva Lainnya (Cr.)
190 90 01 Pk - Umum Aktiva Lainnya (Cr.) 205
190 90 11 Pk - Khusus Aktiva Lainnya (Cr.) 207

512 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


DAFTAR AKUN
(CHART OF ACCOUNT)
KEWAJIBAN

SANDI
NO AKUN NAMA PERKIRAAN
NERACA RINCI
201 00 00 KEWAJIBAN SEGERA 365
201 01 00 KS - Pembukaan Rekening
201 01 01 KS - Pembukaan Rekening Giro
201 01 02 KS - Pembukaan Rekening Tabungan
201 05 00 KS – Transfer 365
201 05 01 KS - Transfer Nasabah
201 05 02 KS - Transfer Bank Lain
201 05 05 KS – Setoran Kliring
201 15 00 KS – Pajak 365
201 15 01 KS - Pajak Bonus Giro
201 15 02 KS - Pajak Bonus Tabungan
201 15 03 KS - Pajak Bagi Hasil Deposito & Tabungan
201 15 04 KS - Pph 21
201 15 90 KS - Pajak Lainnya
201 20 00 KS – Deposito 365
201 20 01 KS - Deposito Jatuh Tempo
201 25 00 KS - Rekening Tutup 365
201 25 01 KS - Rekening Tutup Giro
201 25 02 KS - Rekening Tutup Tabungan
201 30 00 KS - Umum / Sarlog 365
201 30 01 KS - Umum / Sarlog

203 00 00 BAGI HASIL YANG BELUM DIBAGIKAN


203 01 00 Bagi Hasil Yang Belum Dibagikan
203 01 11 Baghas Yadib - Tabungan Mudharabah 365
203 01 21 Baghas Yadib - Deposito Mudharabah 365
203 01 49 Baghas Yadib – Lainnya 365

205 00 00 GIRO WADIAH


205 01 00 Giro Wadiah
205 01 01 Giro Wadiah Perorangan 301
205 01 03 Giro Wadiah Badan Usaha 301
205 01 04 Giro Wadiah Pemerintah 301
207 00 00 TABUNGAN WADIAH
207 01 00 Tabungan Wadiah
207 01 01 Tabungan Utama 302

209 00 00 SIMPANAN DARI BANK LAIN


209 01 00 Simpanan dari Bank Lain
209 01 01 SBL - Giro Wadiah Bank Lain 350

Lampiran 1 – Daftar Akun (Chart of Account) | 513


SANDI
NO AKUN NAMA PERKIRAAN
NERACA RINCI
210 00 00 HUTANG JUAL BELI
211 01 00 Hutang Salam
211 01 01 Hutang Salam 365
213 05 00 Hutang Istishna
213 05 01 Hutang Istishna 365

215 00 00 DANA INVESTASI TERIKAT


215 01 00 Dana Investasi Terikat - Giro
215 01 01 Dana Investasi Terikat (DIT) - Giro 365
215 05 00 Dana Investasi Terikat Tabungan
215 05 01 Dana Investasi Terikat (DIT) - Tabungan 365

220 00 00 KEWAJIBAN KEPADA BANK INDONESIA


220 01 00 Kewajiban Kepada Bank Indonesia
221 01 01 KKBI - Fas Pembiayaan Jk Pendek 340
221 01 02 KKBI - Pinjaman Subonasi 340
221 01 04 KKBI – Lainnya 340

223 00 00 KEWAJIBAN KEPADA BANK LAIN


223 01 00 Kewajiban Kepada Bank Lain
223 01 01 KKBL - Setoran Jaminan 350
223 01 02 KKBL – Pembiayaan Diterima Subordinasi 350
223 01 03 KKBL – Pembiayaan Diterima Mudharabah 350
223 01 04 KKBL – Pembiayaan Diterima Musyarakah 350
223 01 05 KKBL – Pembiayaan Diterima Pinjaman Qardh 350
223 01 09 KKBL – Lainnya 350
225 00 00 PINJAMAN YANG DITERIMA
225. 01 00 Pembiayaan bagi hasil
225 01 01 Pembiayaan Mudharabah 360
225 01 02 Pembiayaan Musyarakah

227 00 00 KEWAJIBAN AKSEPTASI 365


227 01 00 Kewajiban Akseptasi
227 01 01 Kewajiban Akseptasi

229 00 00 EFEK YANG DITERBITKAN


229 01 00 Surat Berharga Pasar Uang Syariah 355
229 01 01 Obligasi Syariah 355
229 01 02 Obligasi Syariah Sub Ordinasi 355

230 00 00 ESTIMASI KERUGIAN KOMIT & KONT


230 01 00 Estimasi Kerugian Komitmen & kontijen
230 01 01 Estimasi Kerugian - Bank Garansi 365
230 01 02 Estimasi Kerugian – Skbdn 365

514 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


SANDI
NO AKUN NAMA PERKIRAAN
NERACA RINCI
235 00 00 SETORAN JAMINAN
235 01 00 Setoran Jaminan
235 01 01 Setoran Jaminan Bank Garansi 370
235 01 09 Setoran Jaminan Lainnya 370

237 00 00 KEWAJIBAN LAIN – LAIN


237 01 00 Hutang Lainnya
237 01 01 Hutang Taksiran Pajak 365
237 01 03 Hutang Belum Ditagih 365
237 01 05 Kewajiban Pajak Tangguhan 365

239 00 00 PASIVA DALAM PENYELESAIAN 365


239 01 00 Pasiva DalamPenyelesaian
239 01 01 Pasiva Dalam Penyelesaian

241 00 00 PINJAMAN SUBORDINASI 368


241 01 00 Pinjaman Subordinasi
241 01 01 Pinjaman Subordinasi

Lampiran 1 – Daftar Akun (Chart of Account) | 515


DAFTAR AKUN
(CHART OF ACCOUNT)
DANA SYIRKAH TEMPORER (DST)

SANDI
NO AKUN NAMA PERKIRAAN
NERACA RINCI
310 00 00 DST - NON BANK – TABUNGAN 321
310 01 00 DST Non Bank Tabungan
310 01 01 DST Tabungan Utama
310 01 02 DST Tabungan Umat

320 00 00 DST - NON BANK – DEPOSITO


320 01 00 Deposito Musharabah
320 01 01 Deposito Mudharabah 1 bulan 322
320 01 03 Deposito Mudharabah 3 bulan 322
320 01 04 Deposito Mudharabah 6 bulan 322
320 01 05 Deposito Mudharabah 12 bulan

330 00 00 DANA SYIRKAH TEMPORER BANK LAIN


330 01 00 Dana Syirkah Temporer non Bank 321
330 01 01 Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank 322
330 01 02 Deposito Bank Lain – Mudharabah 322

516 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


DAFTAR AKUN
(CHART OF ACCOUNT)
EQUITY

SANDI
NO AKUN NAMA PERKIRAAN
NERACA RINCI
360 00 00 MODAL PINJAMAN 410
360 01 00 Modal Pinjaman
360 01 01 Modal pinjaman

365 00 00 MODAL DISETOR


365 01 00 Modal Disetor
365 01 01 Modal Dasar 421
365 01 02 Modal Belum Disetor ( -/- ) 422

370 00 00 TAMBAHAN MODAL DISETOR


370 01 00 Tambahan Modal Disetor
370 01 01 Agio 431
370 01 02 Disagio ( -/- ) 432
370 01 10 Modal Sumbangan 433
370 01 11 Dana Setoran Modal 434

375 00 00 SELISIH PENILAIAN AKTIVA TETAP 445


375 01 00 Selisih Penilaian Aktiva Tetap
375 01 01 Selisih Penilaian Aktiva Tetap

380 00 00 CADANGAN
380 01 00 Cadangan
380 01 01 Cadangan Umum 451
380 01 11 Cadangan Khusus 452

390 00 00 LABA/RUGI
390 01 00 Laba Rugi
390 01 01 Laba/Rugi Tahun Lalu 461/462
390 01 11 Laba/Rugi Tahun Berjalan 465/466

Lampiran 1 – Daftar Akun (Chart of Account) | 517


DAFTAR AKUN
(CHART OF ACCOUNT)
PENDAPATAN USAHA UTAMA
SANDI
NO AKUN NAMA PERKIRAAN
NERACA RINCI
425 00 00 PENDAPATAN MARGIN MURABAHAH
425 01 00 Pendapatan Margin Murabahah
425 01 01 Pendapatan Margin Murabahah - Modal Kerja 102
425 01 06 Pendapatan Margin Murabahah - Investasi 102
425 01 19 Pendapatan Margin Murabahah – Lainnya 102
425 05 00 Diskon Murabahah (setelah akad)
425 05 01 Diskon Murabahah - Modal Kerja 102
425 05 06 Diskon Murabahah - Investasi 102
425 05 19 Diskon Murabahah – Lainnya 102
425 10 00 Potongan Pelunasan (Potlun) Piutang Mbh (Dr.)
425 10 01 Potlun Piutang Mbh - Modal Kerja (Dr ) 102
425 10 06 Potlun Piutang Mbh – Investasi (Dr ) 102
425 10 19 Potlun Piutang Mbh - Lainnya ( Dr) 102
425 15 00 Potongan Angsuran (Potangs) Piutang Murabahah
425 15 01 Potangs Piutang Mbh – Modal Kerja ( Dr) 102
425 15 06 Potangs Piutang Mbh – Invstasi (Dr.) 102
425 15 19 Potangs Piutang Mbh – Lainnya (Dr.) 102

430 00 00 PENDAPATAN SALAM


430 01 00 Pendapatan Keutungan salam
430 01 01 Pendapatan Keuntungan Salam – Pertanian 103
430 01 06 Pendapatan Keuntungan Salam – Perkebunan 103
430 01 19 Pendapatan keuntungan Salam – Lainnya
430 01 00 Keuntungan Penyerahan Aset Salam
430 01 01 Keuntungan Penyerahan Aset Salam – Pertanian 103
430 01 06 Keuntungan Penyerahan Aset Salam – Perkebunan 103
430 01 19 Keuntungan Penyerahan Aset Salam – Lainnya
430 01 00 Kerugian Penyerahan Aset Salam (Dr.)
430 01 01 Kerugian Penyerahan Aset Salam – Pertanian (Dr.) 103
430 01 06 Kerugian Penyerahan Aset Salam – Perkebunan (Dr.) 103
430 01 19 Kerugian Penyerahan Aset Salam – Lainnya (Dr.)
430 01 00 Kerugian Salam (Dr.)
430 01 01 Kerugian Salam – Pertanian (Dr.) 103
430 01 06 Kerugian Salam – Perkebunan (Dr.) 103
430 01 19 Kerugian Salam – Lainnya (Dr.)

435 00 00 PENDAPATAN MARGIN ISTISHNA'


435 01 00 Pendapatan Margin Istishna
435 01 01 Pendapatan Margin Istishna' – Perumahan 104
435 01 06 Pendapatan. Margin Istishna' – Gedung / Kantor 104
435 01 19 Pendapatan Margin Istishna' – Lainnya 104

518 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


SANDI
NO AKUN NAMA PERKIRAAN
NERACA RINCI
435 05 00 Potongan Pelunasan (Potlun) Piut Istishna
435 05 01 Potlun Piut. Istishna' – Perumahan (Dr.) 104
435 05 06 Potlun Piut. Istishna' – Gedung / Kantor (Dr.) 104
435 05 19 Potlun Piut. Istishna' - Lainnya (Dr.) 104
435 10 00 Potongan Angsuran (Potangs) Piut Istishna
435 10 01 Potangs Piut. Istishna' – Perumahan (Dr.) 104
435 10 06 Potangs Piut. Istishna' – Gedung / kantor ( Dr) 104
435 10 19 Potangs Piut. Istishna' - Lainnya (Dr.) 104
435 50 00 Pendapatan Istishna (Istishna Revenue)
435 50 01 Pendapatan Istishna – Perumahan
435 50 06 Pendapatan Istishna - Gedung / Kantor
435 50 19 Pendapatan Istishna – Lainnya
435 55 00 Harga pokok Istishna (Cost of Istishna) Dr
435 55 01 Harga pokok Istishna – Perumahan (Dr.)
435 55 06 Harga pokok Istishna – Gedung / Kantor (Dr.)
435 55 19 Harga pokok Istishna – Lainnya (Dr.)

440 00 00 PENDAPATAN IJARAH


440 01 00 Pendapatan Sewa Ijarah
440 01 01 Pendapatan Sewa Ijarah - Gedung / Rukan 106
440 01 04 Pendapatan Sewa Ijarah – Rumah 106
440 01 07 Pendapatan Sewa Ijarah – Kendaraan Bermotor 106
440 01 19 Pendapatan Sewa Ijarah – Lainnya 106
440 05 00 Pendapatan Keuntungan Pelepasan
440 05 01 Pendapatan Keuntungan Pelepasan - Gedung/Rukan 106
440 05 04 Pendapatan Keuntungan Pelepasan - Rumah 106
440 05 07 Pdt. Keuntungan Pelepasan - Kendaraan Bermotor 106
440 05 19 Pendapatan Keuntungan Pelepasan - Lainnya 106
440 10 00 Biaya Penyusutan. Aktiva Ijarah
440 10 01 Binyu Aset Ijarah – Gedung/Rukan (Dr.) 106
440 10 04 Binyu Aset Ijarah - Rumah (Dr.) 106
440 10 07 Binyu Aset Ijarah – Kend Bermotor (Dr.) 106
440 10 19 Binyu Aset Ijarah - Lainnya (Dr.) 106
440 15 00 Biaya Pemeliharaan (Bemel) Aktiva Ijarah
440 15 01 Bimel Aset Ijarah - Gedung / Rukan (Dr.) 106
440 15 04 Bimel Aset Ijarah - Rumah (Dr.) 106
440 15 07 Bimel Aset Ijarah – Kendaraan Bermotor (Dr.) 106
440 15 19 Bimel Aset Ijarah - Lainnya (Dr.) 106
440 20 00 Kerugian Pelepasan Aktiva Ijarah
440 20 01 Rugilepas Aset Ijarah - Gedung/Rukan (Dr.) 106
440 20 04 Rugilepas Aset Ijarah – Rumah (Dr.) 106
440 20 07 Rugilepas Aset Ijarah - Kend Bermotor (Dr.) 106
440 20 19 Rugilepas Aset Ijarah – Lainnya (Dr.) 106

Lampiran 1 – Daftar Akun (Chart of Account) | 519


SANDI
NO AKUN NAMA PERKIRAAN
NERACA RINCI
445 00 00 PENDAPATAN IMBT
445 01 00 Pendapatan Sewa IMBT
445 01 01 Pendapatan Sewa IMBT - Gedung / Rukan 106
445 01 04 Pendapatan Sewa IMBT – Rumah 106
445 01 07 Pendapatan Sewa IMBT - Kendaraan Bermotor 106
445 01 19 Pendapatan Sewa IMBT – Lainnya 106
445 05 00 Biaya Penyusutan (Benyu) Aktiva IMBT
445 05 01 Binyu Aset IMBT - Gedung/Rukan (Dr.) 106
445 05 04 Binyu Aset IMBT - Rumah (Dr.) 106
445 05 07 Binyu Aset IMBT - Kend Bermotor (Dr.) 106
445 05 19 Binyu Aset IMBT - Lainnya (Dr.) 106
445 10 00 Biaya Pemeliharaan (Bemel) Aktiva IMBT
445 10 01 Bimel Aset IMBT - Gedung/Rukan (Dr.) 106
445 10 04 Bimel Aset IMBT - Rumah (Dr.) 106
445 10 07 Bimel Aset IMBT - Kendaraan Bermotor (Dr.) 106
445 10 19 Bimel Aset IMBT - Lainnya (Dr.) 106
450 00 00 PENDAPATAN IJARAH LANJUT
450 01 00 Pendapatan Sewa Lanjut
450 01 01 Pendapatan Sewa Lanjut - Gedung / Rukan 106
450 01 04 Pendapatan Sewa Lanjut – Rumah 106
450 01 07 Pendapatan Sewa Lanjut - Kendaraan Bermotor 106
450 01 19 Pendapatan Sewa Lanjut – Lainnya 106
450 05 00 Biaya Amortisasi Sewa Lanjut
450 05 01 Biaya Amortisasi Sewa Lanjut - Gedung / Rukan (Dr.) 106
450 05 04 Biaya Amortisasi Sewa Lanjut – Rumah (Dr.) 106
450 05 07 Biaya Amortisasi Sewa Lanjut - Kend Bermotor (Dr.) 106
450 05 19 Biaya Amortisasi Sewa Lanjut – Lainnya (Dr.) 106
450 10 00 Pendapatan Multijasa
450 10 01 Pendapatan Multijasa – Pendidikan 106
450 10 04 Pendapatan Multijasa – Traveling 106
450 10 07 Pendapatan Multijasas – Pernikahan 106
450 10 19 Pendapatan Multijasa – Lainnya 106
450 15 00 Biaya Amortisasi Multijasa
450 15 01 Biaya Amortisasi Multijasa – Pendidikan (Dr.) 106
450 15 04 Biaya Amortisasi Multijasa – Traveling (Dr.) 106
450 15 07 Biaya Amortisasi Multijasas – Pernikahan (Dr.) 106
450 15 19 Biaya Amortisasi Multijasa – Lainnya (Dr.) 106

455 00 00 PENDAPATAN BAGI HASIL MUDHARABAH


455 01 00 Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah
455 01 01 Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah – Perdagangan 107
455 01 21 Pendapatan. Bagi Hasil Mudharabah - Transpotasi 107
455 01 23 Pedapatan Bagi Hasil Mudharabah – Lainnya 107
455 10 00 Keuntungan Penyerahan Aset Mudharabah
455 10 01 Keuntungan Penyerahan Aset Mdh – Perdagangan 107
455 10 21 Keuntungan Penyerahan Aset Mdh - Transpotasi 107
455 10 23 Keuntungan Penyerahan Aset Mdh – Lainnya 107

520 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


SANDI
NO AKUN NAMA PERKIRAAN
NERACA RINCI
455 15 00 Keuntungan Pengembalian Aset Mudharabah
455 15 01 Keuntungan Pengemb Aset Mdh – Perdagangan 107
455 15 21 Keuntungan Pengemb Aset Mdh - Transpotasi 107
455 15 23 Keuntungan Pengemb Aset Mdh – Lainnya 107
455 20 00 Pendapatan Amort Keuntungan mdh Tangguhan
455 20 01 Pendpt Amort Keunt Mdh Tagguhan – Perdagangan 107
455 20 21 Pendpt Amort Keunt Mdh Tagguhan - Transpotasi 107
455 20 23 Pendpt Amort Keunt Mdh Tagguhan – Lainnya 107
455 50 00 Kerugian Penyerahan Aset Mudharabah (Dr.)
455 50 01 Kerugian Penyerehan Aset Mdh – Perdagangan (Dr.) 107
455 50 21 Kerugian Penyerehan Aset Mdh – Transpotasi (Dr.) 107
455 50 23 Kerugian Penyerehan Aset Mdh – Lainnya (Dr.) 107
455 55 00 Kerugian Pengembalian Aset Mudharabah (Dr.
455 55 01 Kerugian Pengemb Aset Mdh – Perdagangan (Dr.) 107
455 55 21 Kerugian Pengembalian Aset Mdh - Transpotasi 107
455 55 23 Kerugian Pengembalian Aset Mdh – Lainnya 107
455 60 00 Biaya Penurunan Nilai Investasi Mdh (Dr.)
455 60 01 Biaya Penurunan Nilai Invst Mdh – Perdagangan (Dr.) 107
455 60 21 Biaya Penurunan Nilai Invst Mdh – Transpotasi (Dr.) 107
455 60 23 Biaya Penurunan Nilai Invst Mdh – Lainnya (Dr.) 107
455 75 00 Kerugian Investasi Mudharabah (Dr.)
455 75 01 Kerugian Investasi Mudharabah – Perdagangan (Dr.) 107
455 75 21 Kerugian Investasi Mudharabah – Transpotasi (Dr.) 107
455 75 23 Kerugian Investasi Mudharabah – Lainnya (Dr.) 107

360 00 00 PENDAPATAN BAGI HASIL MUSYARAKAH


360 01 00 Pendapatan Bagi Hasil Musyarakah
360 01 01 Pendapatan Bagi Hasil Musyarakah – Perdagangan 108
360 01 21 Pendapatan Bagi Hasil Musyarakah – Transpotasi 108
360 01 23 Pendapatan Bagi Hasil Musyarakah – Lainnya 108
360 10 00 Keuntungan Penyerahan Aset Musyarakah
360 10 01 Keuntungan Penyerahan Aset Msy – Perdagangan 108
360 10 21 Keuntungan Penyerahan Aset Msy – Transpotasi 108
360 10 23 Keuntungan Penyerahan Aset Msy – Lainnya 108
360 15 00 Keuntungan Pengembalian Aset Musyarakah
360 15 01 Keuntungan Pengembalian Aset Msy – Perdagangan 108
360 15 21 Keuntungan Pengembalian Aset Msy – Transpotasi 108
360 15 23 Keuntungan Pengembalian Aset Msy – Lainnya 108
360 20 00 Pendapatan Amortisasi Keuntungan Msy Tangguhan
360 20 01 Pendpt Amrt Keun Msy Tangguhan – Perdagangan 108
360 20 21 Pendpt Amrt Keun Msy Tangguhan – Transpotasi 108
360 20 23 Pendpt Amrt Keun Msy Tangguhan – Lainnya 108
360 50 00 Kerugian Penyerahan Aset Musyarakah (Dr.)
360 50 01 Kerugian Penyerahan Aset Msy – Perdagangan (Dr.) 108
360 50 21 Kerugian Penyerahan Aset Msy – Transpotasi (Dr.) 108
460 50 23 Kerugian Penyerahan Aset Msy – Lainnya (Dr.) 108

Lampiran 1 – Daftar Akun (Chart of Account) | 521


SANDI
NO AKUN NAMA PERKIRAAN
NERACA RINCI
460 55 00 Kerugian Pengembalian Aset Musyarakah (Dr.)
460 55 01 Kerugian Pengemb Aset Msy – Perdagangan (Dr.) 108
460 55 21 Kerugian Pengemb Aset Msy – Transpotasi (Dr.) 108
460 55 23 Kerugian Pengemb Aset Msy – Lainnya (Dr.) 108
460 60 00 Biaya Penurunan Nilai Investasi Musyarakah (Dr.)
460 60 01 Biaya Penurunan Nilai Invst Msy – Perdagangan (Dr.) 108
460 60 21 Biaya Penurunan Nilai Invst Msy – Transpotasi (Dr.) 108
460 60 23 Biaya Penurunan Nilai Invst Msy – Lainnya (Dr.) 108
460 75 00 Kerugian Investasi Musyarakah(Dr.)
460 75 01 Kerugian Investasi Musyarakah – Perdagangan (Dr.) 108
460 75 21 Kerugian Investasi Musyarakah – Transpotasi (Dr.) 108
460 75 23 Kerugian Investasi Musyarakah – Lainnya (Dr.) 108

465 00 00 PENDAPATAN PENEMP PD BANK IND


465 01 00 Pendapatan Penempatan Pada Bank Indonesia
465 01 01 Pendapatan Bonus Giro Wadiah Pada Bank Indonesia 112
465 01 02 Pendapatan Bonus Giro Jaminan Pada Bank Indonesia 113
465 01 12 Pendapatan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia 113

467 00 00 PENDPTAN PENEMPATAN PD BANK LAIN


467 01 00 Pendapatan Penempatan Pada Bank Lain
467 01 01 PPBL - Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank 117
467 01 02 PPBL - Deposito Mudharabah 116
467 01 03 PPBL - Obligasi Syariah 118
467 01 04 PPBL - Obligasi Syariah Sub Ordinasi 118
467 01 05 PPBL – Pembiayaan Mudharabah 118
467 01 06 PPBL – Pembiayaan Musyarakah 118
467 01 09 PPBL – Lainnya 118

470 00 00 PENDAPATAN INVESTASI PADA EFEK


470 01 00 Pendapatan Investasi Pada Efek
470 01 01 Efek Diperdagangkan ( Ed ) 111
470 01 02 Efek Tersedia Untuk Dijual ( Etd ) 111
470 01 03 Efek Dimiliki Hingga Jatuh Tempo ( Edhjt ) 111

522 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


DAFTAR AKUN
(CHART OF ACCOUNT)
HAK PIHAK KETIGA ATAS BAGI HASIL

SANDI
NO AKUN NAMA PERKIRAAN NERAC
RINCI
A
475 00 00 BAGI HASIL DST NON BANK
475 01 00 Bagi Hasil DST Non Bank Tabungan Mudharabah
475 01 01 Bagi Hasil DST Non Bank - Tabungan 151
475 05 00 Bagi Hasil DST Non Bank Deposito Mudharabah
475 05 01 B.Hasil Deposito Mudharabah 1 bulan 152
475 05 03 B.Hasil Deposito Mudharabah 3 bulan 152
475 05 04 B.Hasil Deposito Mudharabah 6 bulan 152
475 05 05 B.Hasil Deposito Mudharabah 12 bulan 152

480 00 00 BAGI HASIL DANA SYIRKAH TEMP BANK


480 01 00 Bagi Hasil Dana Syirkah Temp Bank
480 01 Bagi Hasil DST Bank Lain – Tabungan Mudharabah 153
480 02 Bagi Hasil DST Bank Lain - SIMA 153
480 03 Bagi Hasil DST Bank Lain – Deposito Mudharabah 153

Lampiran 1 – Daftar Akun (Chart of Account) | 523


DAFTAR AKUN
(CHART OF ACCOUNT)
PENDAPATAN OPERASI LAINNYA

SANDI
NO AKUN NAMA PERKIRAAN
NERACA RINCI
485 00 00 PENDAPATAN INVESTASI TERIKAT
485 01 00 Pendapatan Margin Invest Terikat Murabahah
485 01 01 Pendapatan Margin Vestikat Murabahah. - Modal Kerja 137
485 01 06 Pendapatan Margin Vestikat Murabahah. - Investasi 137
485 01 99 Pendapatan Margin Vestikat Murabahah. - Lainnya 137
485 50 00 Pendapatan Bagi Hasil Invest Terikat Mudharabah
485 50 01 Pendapatan Bagi Hasil Vestikat Mdh. – Perdagangan 137
485 50 21 Pendapatan Bagi Hasil Vestikat Mdh. – Transpotasi 137
485 50 23 Pendapatan Bagi Hasil Vestikat Mdh. – Lainnya 137
485 55 00 Pendapatan Invest Terikat Musyarakah
485 55 01 Pendapatan Bagi Hasil Vestikat Msy – Perdagangan 137
485 55 21 Pendapatan Bagi Hasil Vestikat Msy – Transpotasi 137
485 55 23 Pendapatan Bagi Hasil Vestikat Msy – Lainnya 137

490 00 00 PENDAPATAN ADM INVESRASI TERIKAT


490 01 00 Pendapatan Adm Invest Terikat Murabahah
490 01 01 Pendapatan Adm Vestikat Murabahah. – Modal Kerja 137
490 01 06 Pendapatan Adm Vestikat Murabahah. – Investasi 137
490 01 99 Pendapatan Adm Vestikat Murabahah. – Lainnya 137
490 50 00 Pendapatan Adm Invest Terikat Mudharabah
490 50 01 Pendapatan Adm Vestikat Mudharabah. – Perdagangan 137
490 50 21 Pendapatan Adm Vestikat Mudharabah. – Transpotasi 137
490 50 23 Pendapatan Adm Vestikat Mudharabah. – Lainnya 137
490 55 00 Pendapatan Adm Invest Terikat Musyarakah
490 55 01 Pendapatan Adm Vestikat Musyarakah. – Perdagangan 137
490 55 21 Pendapatan Adm Vestikat Musyarakah. – Transpotasi 137
490 55 23 Pendapatan Adm Vestikat Musyarakah. – Lainnya 137

493 00 00 PENDAPATAN PENYERTAAN 111


493 01 00 Pendapatan Penyertaan
493 01 01 Pendapatan Penyertaan

495 00 00 PENDAPATAN OPERASIONAL LAINNYA


495 01 00 Pendapatan fee
495 01 01 Pendapatan Bank Garansi 139
495 01 02 Pendapatan Referensi Bank 139
495 01 09 Pendapatan Gadai 143
495 05 00 Pendapatan Jasa Operasi
495 05 03 Pendapatan Jasa Ops Transfer Reguler 138
495 05 04 Pendapatan Jasa Ops Transfer Bi – Rtgs 138
495 05 06 Pendapatan Jasa Ops Kliring 138
495 05 13 Pendapatan Jasa Ops Lainnya 143

524 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


SANDI
NO AKUN NAMA PERKIRAAN
NERACA RINCI
495 10 00 Pendapatan Imbalan Jasa
495 10 01 Pendapatan Imbalan-Jasa Telepon 143
495 10 02 Pendapatan Imbalan-Jasa Pln 143
495 10 03 Pendapatan Imbalan-Jasa Pam / Pdam 143
495 10 13 Pendapatan Imbalan-Jasa Payroll 143
495 10 14 Pendapatan Imbalan-Jasa Pelayanan Pajak 143
495 50 00 Pendapatan Administrasi Pengelolaan dana
495 50 01 Pendapatan Adm. Muarabahah 149
495 50 02 Pendapatan Adm. Salam 149
495 50 03 Pendapatan Adm. Istishna 149
495 50 04 Pendapatan Adm Mudharabah 149
495 50 05 Pendapatan Adm. Musyarakah 149
495 50 06 Pendapatan Adm. Ijarah 149
495 50 07 Pendapatan Adm. Imbt 149
495 50 08 Pendapatan Adm. Sewa Lanjut 149
495 75 00 Pendapatan administrasi produk
495 75 16 Pendapatan Adm Giro 149
495 75 17 Pendapatan Adm Tabungan 149
495 75 18 Pendapatan Adm Saldo Minimum 149
495 75 19 Pendapatan Adm Pencairan Deposito 149
495 90 00 Pendapatan operasi lainnya
495 90 20 Pendapatan Pelayanan Nasabah 149
495 90 21 Pendapatan Jasa Pengiriman Dokumen 149
495 90 23 Pendapatan Rekening Ditutup 149

497 00 00 PENDAPATAN NON OPERASIONAL


497 01 00 Pendapatan non Operasi
497 01 01 Pno – Keuntungan Penj. Aktiva Tetap 149
497 01 02 Pno – Keuntungan Penj. Ayda 149
497 01 05 Pno - Selisih Teller 149
497 01 08 Pno - Sewa Aktiva Tetap Bank 149
497 01 09 Pno - Kelebihan Beban Pajak 149

Lampiran 1 – Daftar Akun (Chart of Account) | 525


DAFTAR AKUN
(CHART OF ACCOUNT)
BEBAN OPERASI

SANDI
NO AKUN NAMA PERKIRAAN NERAC RINC
A I
515 00 00 BEBAN BONUS WADIAH
515 01 00 Beban Bonus Giro Wadiah
515 01 01 Beban Bonus Giro Wadiah Perorangan 189
515 01 03 Beban Bonus Giro Wadiah Badan Usaha 189
515 01 04 Beban Bonus Giro Wadiah Pemerintah 189
515 01 06 Beban Bonus Giro Wadiah Pasif 189
515 05 00 Beban Bonus Tabungan Wadiah
515 05 01 Beban Bonus Tabungan Wadiah Utama 189
515 05 02 Beban Bonus Tabungan Ummat 189
515 90 00 Beban Bonus Wadiah lainnya
515 90 01 Beban Bonus Giro Wadiah Bank Lain 186

520 00 00 BEBAN KEWAJIBAN KEPADA BANK IND


520 01 00 Beban Kewajiban Kepada Bank Indonesia
520 01 01 Beban Bank Ind - Fasilitas Pemby.Jgk Pendek 185
520 01 02 Beban Bank Ind - Pinjaman Subornasi 185
520 01 04 Beban Bank Ind– Lainnya 185

525 00 00 BEBAN KEWAJIBAN KEPADA BANK LAIN


525 01 00 Beban Kewajiban Kepada Bank Lain
525 01 01 Beban Bank Lain – Pembiayaan Diterima Subordinasi 186
525 01 02 Beban Bank Lain – Pembiayaan Diterima Mudhrabah 186
525 01 03 Beban Bank Lain – Pembiayaan Diterima Musyrakah 186
525 01 04 Beban Bank Lain – Pembiayaan Diterima Pinj Qardh 186
525 01 05 Beban Bank Lain – Lainnya

530 00 00 BEBAN PINJAMAN YANG DITERIMA


530 01 00 Beban Pinjaman Yang Diterima
530 01 01 Beban Pihak lain – Pinjaman Diterima 189

535 00 00 BEBAN EFEK YANG DITERBITKAN


555 01 00 Beban Efek Yang Diterbitkan
535 01 01 Beban Surat Berharga Pasar Uang Syariah 189
535 01 02 Beban Obligasi Syariah 189
535 01 03 Beban Obligasi Syariah Sub Ordinasi 189
540 00 00 BEBAN PENURUNAN NILAI EFEK
540 01 00 Beban Penurunan Nilai Efek
540 01 01 BPN - Efek Diperdagangkan 189
540 01 02 BPN - Efek Tersedia Untuk Dijual 189
540 01 03 BPN - Efek Dimiliki Hingga Jatuh Tempo 189

526 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


SANDI
NO AKUN NAMA PERKIRAAN NERAC RINC
A I

545 00 00 BEBAN PINJ SUBORDINASI


545 01 00 Beban Pinjaman Subordinasi
545 01 01 Beban Pinjaman Subordinasi 189

550 00 00 BEBAN PENYISIHAN KERUGIAN


550 01 00 Benyurugi – Giro Pada Bank Lain
550 01 01 Benyirugi - Umum Giro Pada Bank Lain 389
550 01 11 Benyirugi - Khusus Giro Pada Bank Lain 389
550 05 00 Benyurugi – Penempatan Pada Bank Lain
550 05 01 Benyirugi - Umum Pbl 375
550 05 11 Benyirugi - Khusus Pbl 375
550 10 00 Benyurugi – Investasi Pada Efek
550 10 01 Benyirugi - Umum Investasi Pada Efek 374
550 10 11 Benyirugi - Khusus Investasi Pada Efek 374
550 15 00 Benyurugi – Jual Beli
550 15 01 Benyirugi - Umum Murabahah 376
550 15 02 Benyirugi - Umum Salam 377
550 15 03 Benyirugi - Umum Istishna 377
550 15 11 Benyirugi - Khusus Murabahah 376
550 15 12 Benyirugi - Khusus Salam 377
550 15 13 Benyirugi - Khusus Istishna 377
550 20 00 Benyurugi - Investasi
550 20 01 Benyirugi - Umum Mudharabah 382
550 20 02 Benyirugi - Umum Musyarakah 383
550 20 11 Benyirugi - Khusus Mudharabah 382
550 20 12 Benyirugi - Khusus Musyarakah 383
550 25 00 Benyurugi – Pinjaman
550 25 01 Benyirugi - Umum Pinjaman Qardh 380
550 25 11 Benyirugi - Khusus Pinjaman Qardh 380
550 35 00 Benyurugi – Tagihan Lainnya
550 35 01 Benyirugi - Umum Tagihan 381
550 35 11 Benyirugi - Khusus Tagihan 381
550 40 00 Benyurugi - Penyertaan
550 40 01 Benyirugi - Umum Penyertaan – LKB Bank 386
550 40 02 Benyirugi - Umum Penyertaan - Restrukturisasi 386
550 40 11 Benyirugi - Khusus Penyertaan – LKB Bank 386
550 40 12 Benyirugi - Khusus Penyertaan - Restrukturisasi 386
550 45 00 Benyurugi – Piutang Pendapatan
550 45 01 Benyirugi - Umum Piutang Pendapatan 381
550 45 11 Benyirugi - Khusus Piutang Pendapatan 381
550 50 00 Benyurugi – Aktiva Lainnya
550 50 01 Benyirugi - Umum Aktiva Lainnya 389
550 50 11 Benyirugi - Khusus Aktiva Lainnya 389

Lampiran 1 – Daftar Akun (Chart of Account) | 527


SANDI
NO AKUN NAMA PERKIRAAN NERAC RINC
A I
550 55 00 Benyurugi – Komitmen dan Kontijen
550 55 01 Benyirugi - Umum Est. Komitmen & Kontinjensi 387
550 55 11 Benyirugi - Khusus Est. Komitmen & Kontinjensi 387

555 00 00 BEBAN JASA OPERASIONAL


555 01 00 Beban jasa Operasional
555 01 01 Beban Jasa - Pembelian Obligasi 399
555 01 02 Beban Jasa - Pembelian Reksadana 399

560 00 00 BEBAN TENAGA KERJA


560 01 00 Beban Tenaga Kerja Langsung
560 01 01 Benaker – Gaji 301
560 01 03 Benaker - Lembur 301
560 01 04 Benaker - Pajak Penghasilan Karyawan 309
560 01 05 Benaker - Kesehatan Karyawan 309
560 10 00 Beban Tenaga Kerja Tunjangan
560 10 31 Benaker - Tunjangan Hari Raya 309
560 10 38 Benaker - Tunjangan Makan & transpotasi 309
560 10 39 Benaker - Tunjangan Cuti 309
560 10 40 Benaker - Pesangon 309
565 00 00 BEBAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
565 01 00 Beban Pendidikan dan Latihan
565 01 01 BPL - Pendidikan Dan Pelatihan 310
565 01 02 BPL - Pendidikan Dan Pelatihan 310
565 01 11 BPL - Pustaka Majalah Dan Koran 310
565 01 12 BPL - Pustaka Majalah Dan Koran 310

567 00 00 BEBAN PENELITIAN & PENGEMBANGAN


567 01 00 Beban Penelitian Dan Pengembangan 320
567 01 01 BebanPenelitian Dan Pengembangan 320

569 00 00 BEBAN IKLAN DAN PROMOSI (BEIKPRO)


569 01 00 Beban Iklan dan Promosi Produk
569 01 01 Beikpro – Giro 340
569 01 02 Beikpro – Tabungan 340
569 01 03 Beikpro – Deposito 340

570 00 00 BEBAN PENYUSUTAN (BENYU)


570 01 00 Beban Penyusutan Gedung
570 01 01 Benyu.Gedung 371
570 01 02 Benyu.Gedung 371
570 05 00 Beban Penyusutan Inventaris Kantor
570 05 01 Benyu. Kendaraan Kantor 371
570 05 03 Benyu. Peralatan Kantor 371
570 05 05 Benyu. Mesin – Mesin 371

528 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


SANDI
NO AKUN NAMA PERKIRAAN NERAC RINC
A I
570 10 00 Beban Penyusutan Komputer
570 10 01 Benyu. Komputer – Hardware 371
570 10 02 Benyu. Komputer – Hardware 371
570 10 03 Benyu. Komputer – Software 371
570 10 04 Benyu. Komputer – Software 371
573 00 00 BEBAN SEWA
573 01 00 Beban Sewa
573 01 01 Beban Sewa Gedung Kantor 330
573 01 03 Beban Sewa Kendaraan Kantor 330
573 01 04 Beban Sewa Peralatan Kantor 330

575 00 00 BEBAN PEMELIHARAAN DAN PERBAIKAN


575 01 00 Beban pemeliharaan dan Perbaikan Aktiva Tetap
575 01 01 Beban Pemeliharaan Dan Perbaikan Gedung 360
575 01 03 Beban Pemeliharaan Dan Perbaikan Kend Kantor 360
575 01 04 Beban Pemeliharaan Dan Perbaikan Peralatan 360
575 01 05 Beban Pemeliharaan Dan Perbaikan Mesin 360
575 01 06 Beban Pemeliharaan Dan Perbaikan Komputer 360

577 00 00 BEBAN PREMI ASURANSI


577 01 00 Beban Premi Asuransi
577 01 01 Beban Premi Cash In Save 279
577 01 02 Beban Premi Cash In Transit 279
577 01 03 Beban Premi Asuransi Gedung 279
577 01 04 Beban Premi Asuransi Kendaraan 279
577 01 05 Beban Premi Asuransi Peralatan Kantor 279

580 00 00 BEBAN PAJAK


580 01 00 Beban Pajak
580 01 01 Beban Pajak Bumi Dan Bangunan 350
580 01 02 Beban Pajak Kendaraan 350
580 01 03 Beban Pajak Reklame 350
580 01 04 Beban Pajak Lainnya 350

585 00 00 BEBAN OPERASI LAINNYA


585 01 00 Beban Operasi lainnya
585 01 01 Beban Perjalanan Dinas 399
585 01 02 Beban Rekruitment Karyawan 399
585 01 04 Beban Telepon 399
585 01 06 Beban Listrik 399
585 01 07 Beban Air Minum 399
585 01 08 Beban Bahan Bakar Dan Transportasi 399
585 01 12 Beban Makan Dan Minum 399
585 01 13 Beban Jasa Ekspedisi 399
585 01 14 Beban Materai Dan Perangko 399
585 01 15 Beban Photo Copy 399

Lampiran 1 – Daftar Akun (Chart of Account) | 529


SANDI
NO AKUN NAMA PERKIRAAN NERAC RINC
A I
585 01 16 Beban Barang Cetakan 399
585 01 17 Beban Alat Tulis Kantor 399
585 01 18 Beban Inventaris Kecil 399
585 01 19 Beban Jasa Pihak Ketiga 399
585 01 23 Beban Keamanan Dan Kebersihan Lingkungan 399

590 00 00 BEBAN KERUGIAN OPERASIONAL


590 01 00 Beban Kerugian operasional
590 01 01 BKO - Selisih Vault 399
590 01 02 BKO - Selisih Teller 399
590 01 03 BKO - Atm 399
590 01 04 BKO - Uang Diragukan 399
590 01 05 BKO - Pembukuan 399

595 00 00 BEBAN NON OPERASIONAL


595 01 00 Beban Non Operasional
595 01 01 BNO - Kerugian Penjualan Aktiva Tetap 421
595 01 02 BNO - Kerugian Penilaian Kembali Aktiva Tetap 421
595 01 03 BNO - Penghapusan Aktiva Tetap 422
595 01 04 BNO - Kerugian Penjualan Ayda 429
595 01 06 BNO - Aktivitas Karyawan 429
595 01 08 BNO - Sumbangan 429
595 01 10 BNO - Penurunan Nilai Ayda 429
595 01 11 BNO - Pemeliharaan Dan Perbaikan Ayda 429

530 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


DAFTAR AKUN
(CHART OF ACCOUNT)
KOMITMEN DAN KONTIJEN

SANDI
NO AKUN NAMA PERKIRAAN
NERACA RINCI
TAGIHAN KONTIJEN
601 00 00 FAS PEMBIAYAAN YG BELUM DITARIK
601 01 00 Fasilitas Pembiayaan Yang Belum Ditarik
601 01 01 FPBT - Bank Indonesia 500
601 01 02 FPBT - Bank Dalam Negeri 505
601 01 03 FBPT - Bank Di Luar Negeri 510
01 01 09 FBPT – Lainnya 514

605 00 00 POSISI PEMB VALAS YG MASIH BERJALAN


605 01 00 Posisi Pembelian Spot Yang Masih Berjalan
605 01 01 PBSB - Terkait Dengan Bank 515
605 01 11 PBSB - Tidak Terkait Dengan Bank 520
605 10 00 Posisi Pembelian Forward Yang Masih Berjalan
605 10 01 PPFB - Terkait Dengan Bank 521
605 10 11 PPFB - Tidak Terkait Dengan Bank 524
605 15 00 Posisi Pembelian Valas Lainnya
605 15 01 PPFB - Terkait Dengan Bank 525
605 15 11 PPFB - Tidak Terkait Dengan Bank 529

TAGIHAN KONTIJEN

650 00 00 GARANSI (KAFALAH) YANG DITERIMA 591


650 01 00 Garansi Yang Diterima
650 01 01 Garansi Yang Diterima

625 00 00 PENDPATAN YADIT (NON LANCAR)


625 01 00 Pdt Yadit - Terkait Dengan Bank
625 01 01 Pendapatan Sewa Ijarah 592
625 01 09 Lainnya 594
625 05 00 Pdt Yadit - Tidak Terkait Dengan Bank
625 05 01 Pendapatan Sewa Ijarah 595
625 05 09 Lainnya 597
625 90 00 Lainnya 598
625 90 01 Lainya

Lampiran 1 – Daftar Akun (Chart of Account) | 531


SANDI
NO AKUN NAMA PERKIRAAN
NERACA RINCI
KEWAJIBAN KOMITMENT
710 00 00 FASILITAS PIUTANG YG BELUM DITARIK
710 01 00 Fasilitas Piutang Yang Belum Ditarik
710 01 01 Dalam Rangka Talangan Haji (Onh) 531
710 01 02 Dalam Rangka Transaksi Perdagangan > 15 Hri 532
710 01 09 Lainnya 535

715 00 00 FAS PEMB KPD NSBH YG BELUM DITARIK


715 01 00 Fasilitas Pembiayaan Nasabah Belum Ditarik
715 01 01 Pembiayaan Mudharabah 536
715 01 02 Pembiayaan Musyarakah 537
715 01 09 Pembiayaan Lainnya 539

720 00 00 FAS PEMB KPD BS LAIN YG BELUM DITARIK 540


720 01 00 Fasilitas Pembiayaan Bank Belum Ditarik
720 01 01 Pembiayaan Mudharabah
720 01 02 Pembiayaan Musyarakah

725 00 00 IRREVOCABLE LC YG MASIH BERJALAN


725 01 00 LC Yang Masih Berjalan
725 01 01 LC luar negeri 561
725 01 11 LC dalam negeri 562

730 00 00 POSISI PENJ VALAS YG MASIH BERJALAN


730 01 00 Posisi Penjualan Spot Yang Masih Berjalan
730 01 01 Posisi Spot - Terkait Dengan Bank 571
730 01 11 Posisi Spot - Tidak Terkait Dengan Bank 575
730 10 00 Posisi Penjualan Forward Yang masih Berjalan
730 10 01 Posisi Forward - Terkait Dengan Bank 576
730 10 11 Posisi Forward - Tidak Terkait Dengan Bank 579
730 25 00 Posisi Penjualan valas Lainnya
730 25 01 Lainnya - Terkait Dengan Bank 580
730 25 11 Lainnya - Tidak Terkait Dengan Bank 585

KEWAJIBAN KONTIJEN

755 00 00 GARANSI (KAFALAH) YANG DIBERIKAN


755 01 00 Garansi Yang Diberikan
755 01 01 Garansi Yang Diberikan 599

760 00 00 KEWAJIBAN KONTIJEN LAINNYA


760 01 00 Kewajiban Kontijen Lainnya
760 01 01 Kewajiban Kontijen Lainnya 609

532 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


KOMPARASI AKUNTANSI PENJUAL DAN PEMBELI
DALAM AKUNTANSI MURABAHAH (PSAK 102)

No AKUNTANSI PENJUAL AKUNTANSI PEMBELI


1 ASET MURABAHAH
18. Pada saat perolehan, aset murabahah diakui sebagai 32 Aset yang diperoleh melalui transaksi
persediaan sebesar biaya perolehan. murabahah diakui sebesar biaya perolehan
19. Pengukuran aset murabahah setelah perolehan murabahah tunai. Selisih antara harga beli
adalah sebagai berikut: yang disepakati dengan biaya perolehan tunai
(a) jika murabahah pesanan mengikat: diakui sebagai beban murabahah tangguhan.
(i) dinilai sebesar biaya perolehan; dan
(ii) jika terjadi penurunan nilai aset karena usang,
rusak atau kondisi lainnya sebelum diserahkan
ke nasabah, penurunan nilai tersebut diakui
sebagai beban dan mengurangi nilai aset:
(b) jika murabahah tanpa pesanan atau murabahah
pesanan tidak mengikat:
(i) dinilai berdasarkan biaya perolehan atau nilai
bersih yang dapat direalisasi, mana yang lebih
rendah; dan
(ii) jika nilai bersih yang dapat direalisasi lebih
rendah dari biaya perolehan, maka selisihnya
diakui sebagai kerugian.

2 DISKON
20 Diskon pembelian aset murabahah diakui sebagai: 34. Diskon pembelian yang diterima setelah akad
(a) pengurang biaya perolehan aset murabahah, murabahah dst
jika terjadi sebelum akad murabahah
(b) kewajiban kepada pembeli, jika terjadi setelah
akad murabahah dan sesuai akad yang
disepakati maka bagian yang menjadi hak
pembeli
(c) tambahan keuntungan murabahah, jika terjadi
setelah akad murabahah dan sesuai akad yang
menjadi bagian hak penjual
(d) pendapatan operasi lain jika terjadi setelah akad
murabahah dan tidak diperjanjikan dalam
akad

21 Kewajiban penjual kepada pembeli atas


pengembalian diskon pembelian akan
tereliminasi pada saat:
(a) dilakukan pembayaran kepada pembeli
sebesar jumlah potongan setelah dikurangi
dengan biaya pengembalian; atau
(b) dipindahkan sebagai dana kebajikan jika
pembeli sudah tidak dapat dijangkau oleh
penjual.

Lampiran 2 – Komparasi PSAK Syariah | 533


No AKUNTANSI PENJUAL AKUNTANSI PEMBELI
3 UANG MUKA
30. Pengakuan dan pengukuran uang muka adalah 36 Potongan uang muka akibat pembeli akhir
sebagai berikut: batal membeli barang diakui sebagai kerugian.
(a) uang muka diakui sebagai uang muka
pembelian sebesar jumlah yang diterima;
(b) pada saat barang jadi dibeli oleh pembeli maka
uang muka diakui sebagai pembayaran piutang
(merupakan bagian pokok); dan
(c) jika barang batal dibeli oleh pembeli maka uang
muka dikembalikan kepada pembeli setelah
diperhitungkan dengan biaya-biaya yang telah
dikeluarkan oleh penjual .

4 HARGA JUAL DAN PENGAKUAN


KEUNTUNGAN
22 Pada saat akad murabahah, piutang murabahah 31 Hutang yang timbul dari transaksi murabahah
diakui sebesar biaya perolehan aset murabahah tangguh diakui sebagai hutang murabahah
ditambah keuntungan yang disepakati. Pada akhir sebesar harga beli yang disepakati (jumlah yang
periode laporan keuangan, piutang murabahah wajib dibayarkan).
dinilai sebesar nilai bersih yang dapat direalisasi, 32 Aset yang diperoleh melalui transaksi
yaitu saldo piutang dikurangi penyisihan kerugian murabahah diakui sebesar biaya perolehan
piutang. murabahah tunai. Selisih antara harga beli
yang disepakati dengan biaya perolehan tunai
diakui sbg beban murabahah tangguhan.

23 Keuntungan murabahah diakui: 33. Beban murabahah tangguhan diamortisasi


(a) pada saat terjadinya penyerahan barang jika secara proporsional dengan porsi hutang
dilakukan secara tunai atau secara tangguh yang murabahah.
tidak melebihi satu tahun; atau
(b) selama periode akad sesuai dengan tingkat risiko
dan upaya untuk merealisasikan keuntungan
tersebut untuk transaksi tangguh lebih dari satu
tahun.
Metode-metode berikut ini digunakan, dan dipilih
yang paling sesuai dengan karakteristik risiko dan
upaya transaksi murabahah-nya:
(i) Keuntungan diakui saat penyerahan aset
murabahah. Metode ini terapan untuk
murabahah tangguh dimana risiko penagihan
kas dari piutang murabahah dan beban
pengelolaan piutang serta penagihannya relatif
kecil.
(ii) Keuntungan diakui proporsional dengan
besaran kas yang berhasil ditagih dari piutang
murabahah. Metode ini terapan untuk
transaksi murabahah tangguh dimana risiko
piutang tidak tertagih relatif besar dan/atau
beban untuk mengelola dan menagih piutang
tersebut relatif besar juga.

534 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


No AKUNTANSI PENJUAL AKUNTANSI PEMBELI
(iii) Keuntungan diakui saat seluruh piutang
murabahah berhasil ditagih. Metode ini
terapan untuk transaksi murabahah tangguh
dimana risiko piutang tidak tertagih dan
beban pengelolaan piutang serta penagihannya
cukup besar. Dalam praktek, metode ini
jarang dipakai, karena transaksi murabahah
tangguh mungkin tidak terjadi bila tidak ada
kepastian yang memadai akan penagihan
kasnya.

24 Pengakuan keuntungan, dalam paragraf 23


(b) (ii), dilakukan secara proporsional atas
jumlah piutang yang jatuh tempo dalam
setiap periode dengan mengalikan persentase
keuntungan terhadap jumlah piutang yang
jatuh tempo pada periode yang
bersangkutan. Persentase keuntungan
dihitung dengan perbandingan antara margin
dan biaya perolehan aset murabahah.

25 Berikut ini contoh perhitungan


keuntungan secara proporsional untuk suatu
transaksi murabahah dengan biaya perolehan
aset (pokok) Rp800,00 dan keuntungan
Rp200,00; serta pembayaran dilakukan secara
angsuran
selama 3 tahun; dimana jumlah angsuran,
pokok dan keuntungan yang diakui setiap
tahun adalah sebagai berikut:
Thn Angs Pokok Keuntungan
1 500 400 100
2 300 240 60
3 200 160 40
5 POTONGAN KEWAJIBAN NASABAH
26. Potongan pelunasan piutang murabahah yang 34 .................... potongan pelunasan dan
diberikan kepada pembeli yang melunasi tepat waktu potongan hutang murabahah diakui sebagai
atau lebih cepat dari waktu yang disepakati diakui pengurang beban murabahah tangguhan.
sebagai pengurang keuntungan murabahah.
27. Pemberian potongan pelunasan piutang
murabahah dapat dilakukan dengan
menggunakan salah satu metode berikut:
(a) diberikan pada saat pelunasan, yaitu
penjual mengurangi piutang murabahah dan
keuntungan murabahah; atau
(b) diberikan setelah pelunasan, yaitu penjual
menerima pelunasan piutang dari pembeli
dan kemudian membayarkan potongan
pelunasan nya kepada pembeli.

Lampiran 2 – Komparasi PSAK Syariah | 535


No AKUNTANSI PENJUAL AKUNTANSI PEMBELI
28. Potongan angsuran murabahah diakui sebagai
berikut:
(a) jika disebabkan oleh pembeli yang membayar
secara tepat waktu diakui sebagai pengurang
keuntungan murabahah;
(b) jika disebabkan oleh penurunan kemampuan
pembayaran pembeli diakui sebagai beban.

DENDA
29. Denda dikenakan jika pembeli lalai dalam melaku- 35 Denda yang dikenakan akibat kelalaian dalam
kan kewajibannya sesuai dengan akad, dan denda melakukan kewajiban sesuai dengan akad
yang diterima diakui sebagai bagian dana kebajikan. diakui sebagai kerugian.

536 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


KOMPARASI AKUNTANSI PEMBELI DAN PENJUAL
DALAM AKUNTANSI SALAM (PSAK 103)

No AKUNTANSI PEMBELI AKUNTANSI PENJUAL


1 MODAL SALAM
11. Piutang salam diakui pada saat modal usaha salam 17. Kewajiban salam diakui pada saat penjual
dibayarkan atau dialihkan kepada penjual. menerima modal usaha salam sebesar modal
12. Modal usaha salam dapat berupa kas dan aset usaha salam yang diterima.
nonkas. Modal usaha salam dalam bentuk kas 18. Modal usaha salam yang diterima dapat
diukur sebesar jumlah yang dibayarkan, sedangkan berupa kas dan aset nonkas. Modal usaha
modal usaha salam dalam bentuk aset nonkas salam dalam bentuk kas diukur sebesar
diukur sebesar nilai wajar. Selisih antara nilai wajar jumlah yang diterima, sedangkan modal
dan nilai tercatat modal usaha nonkas yang usaha salam dalam bentuk aset nonkas
diserahkan diakui sebagai keuntungan atau kerugian diukur sebesar nilai wajar.
pada saat penyerahan modal usaha tersebut. 19. Kewajiban salam dihentikan-pengakuannya
(derecognation) pada saat penyerahan
barang kepada pembeli. Jika penjual
melakukan transaksi salam paralel, selisih
antara jumlah yang dibayar oleh pembeli
akhir dan biaya perolehan barang pesanan
diakui sebagai keuntungan atau kerugian
pada saat penyerahan barang pesanan oleh
penjual ke pembeli akhir.

2 PENYERAHAN BARANG SALAM


13. Penerimaan barang pesanan diakui dan diukur
sebagai berikut:
(a) jika barang pesanan sesuai dengan akad dinilai
sesuai nilai yang disepakati;
(b) jika barang pesanan berbeda kualitasnya, maka:
(i) barang pesanan yang diterima diukur sesuai
dengan nilai akad, jika nilai wajar dari barang
pesanan yang diterima nilainya sama atau lebih
tinggi dari nilai barang pesanan yang tercantum
dalam akad;
(ii) barang pesanan yang diterima diukur sesuai
nilai wajar pada saat diterima dan selisihnya
diakui sebagai kerugian, jika nilai wajar dari
barang pesanan yang diterima lebih rendah dari
nilai barang pesanan yang tercantum dalam
akad;

(c) jika pembeli tidak menerima sebagian atau seluruh


barang pesanan pada tanggal jatuh tempo pengiriman,
maka:
(i) jika tanggal pengiriman diperpanjang, nilai
tercatat piutang salam sebesar bagian yang
belum dipenuhi sesuai dengan nilai yang
tercantum dalam akad;

Lampiran 2 – Komparasi PSAK Syariah | 537


No AKUNTANSI PEMBELI AKUNTANSI PENJUAL
(ii) jika akad salam dibatalkan sebagian atau
seluruhnya, maka piutang salam berubah
menjadi piutang yang harus dilunasi oleh
penjual sebesar bagian yang tidak dapat
dipenuhi; dan
(iii) jika akad salam dibatalkan sebagian atau
seluruhnya dan pembeli mempunyai jaminan
atas barang pesanan serta hasil penjualan
jaminan tersebut lebih kecil dari nilai piutang
salam, maka selisih antara nilai tercatat
piutang salam dan hasil penjualan jaminan
tersebut diakui sebagai piutang kepada penjual
yang telah jatuh tempo. Sebaliknya, jika hasil
penjualan jaminan tersebut lebih besar dari nilai
tercatat piutang salam maka selisihnya menjadi
hak penjual.
16. Barang pesanan yang telah diterima diakui sebagai
persediaan. Pada akhir periode pelaporan keuangan,
persediaan yang diperoleh melalui transaksi salam
diukur sebesar nilai terendah biaya perolehan atau
nilai bersih yang dapat direalisasi. Apabila nilai
bersih yang dapat direalisasi lebih rendah dari biaya
perolehan, maka selisihnya diakui sebagai kerugian.
3 DENDA
14. Denda yang diterima oleh pembeli diakui sebagai
bagian dana kebajikan
15 Pembeli dapat mengenakan denda kepada
penjual, denda hanya boleh dikenakan
kepada penjual yang mampu menyelesaikan
kewajibannya, tetapi sengaja tidak
melakukannya. Hal ini tidak berlaku bagi
penjual yang tidak mampu menunaikan
kewajibannya karena force majeur.

Denda dikenakan jika penjual lalai dalam


melakukan kewajibannya sesuai dengan
akad, dan denda yang diterima diakui
sebagai bagian dana kebajikan.

538 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


KOMPARASI AKUNTANSI PENJUAL DAN PEMBELI
DALAM AKUNTANSI ISTISHNA (PSAK 104)

No AKUNTANSI UNTUK PENJUAL AKUNTANSI UNTUK PEMBELI


Penyatuan dan Segmentasi Akad
14 Bila suatu akad istishna' mencakup sejumlah aset,
pengakuan dari setiap aset diperlakukan sebagai
suatu akad yang terpisah jika:
a. proposal terpisah telah diajukan untuk setiap
aset;
b. setiap aset telah dinegosiasikan secara terpisah
dimana penjual dan pembeli dapat menerima
atau menolak bagian akad yang berhubungan
dengan masing-masing aset tersebut; dan
c. biaya dan pendapatan masing-masing aset
dapat diidentifikasikan.

15 Suatu kelompok akad istishna', dengan satu atau


beberapa pembeli, harus diperlakukan sebagai satu
akad istishna' jika:
a. kelompok akad tersebut dinegosiasikan
sebagai satu paket;
b. akad tersebut berhubungan erat sekali,
sebetulnya akad tersebut merupakan bagian
dari akad tunggal dengan suatu margin
keuntungan; dan
c. akad tersebut dilakukan secara serentak atau
secara berkesinam-bungan.

16. Jika ada pemesanan aset tambahan dengan akad


istishna' terpisah, tambahan aset tersebut
diperlakukan sebagai akad yang terpisah jika:
a. aset tambahan berbeda secara signifikan
dengan aset dalam akad istishna' awal
dalam desain, teknologi atau fungsi; atau
b. harga aset tambahan dinegosiasikan tanpa
terkait harga akad istishna' awal.

Pendapatan Istishna' dan Istishna' Paralel


17. Pendapatan istishna' diakui dengan menggunakan
metode persentase penyelesaian atau metode akad
selesai. Akad dikatakan selesai jika proses
pembuatan barang pesanan selesai dan diserahkan
kepada pembeli.

18. Jika metode persentase penyelesaian digunakan,


maka:
a. bagian nilai akad yang sebanding dengan
pekerjaan yang telah diselesaikan dalam
periode tersebut diakui sebagai pendapatan
istishna' pada periode yang bersangkutan;

Lampiran 2 – Komparasi PSAK Syariah | 539


No AKUNTANSI UNTUK PENJUAL AKUNTANSI UNTUK PEMBELI
b. bagian margin keuntungan istishna' yang
diakui selama periode pelaporan
ditambahkan kepada aset istishna' dalam
penyelesaian; dan
c. pada akhir periode harga pokok istishna'
diakui sebesar biaya istishna' yang telah
dikeluarkan sampai dengan periode tersebut.

19. Jika estimasi persentase penyelesaian akad dan biaya


untuk penyelesaiannya tidak dapat ditentukan secara
rasional pada akhir periode laporan keuangan,
maka digunakan metode akad selesai dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. tidak ada pendapatan istishna' yang diakui
sampai dengan pekerjaan tersebut selesai;
b. tidak ada harga pokok istishna' yang diakui
sampai dengan pekerjaan tersebut selesai;
c. tidak ada bagian keuntungan yang diakui
dalam istishna' dalam penyelesaian sampai
dengan pekerjaan tersebut selesai; dan
d. pengakuan pendapatan istishna', harga pokok
istishna', dan keuntungan dilakukan hanya
pada akhir penyelesaian pekerjaan.
36. Pembeli mengakui aset istishna' dalam
penyelesaian sebesar jumlah termin yang
ditagih oleh penjual dan sekaligus mengakui
hutang istishna' kepada penjual.

Istishna' dengan Pembayaran Tangguh


20. Jika menggunakan metode persentase penyelesaian 37. Aset istishna' yang diperoleh melalui
dan proses pelunasan dilakukan dalam periode lebih transaksi istishna' dengan pembayaran
dari satu tahun dari penyerahan barang pesanan, tangguh lebih dari satu tahun diakui sebesar
maka pengakuan pendapatan dibagi menjadi dua biaya perolehan tunai. Selisih antara harga
bagian, yaitu: beli yang disepakati dalam akad istishna'
a. margin keuntungan pembuatan barang tangguh dan biaya perolehan tunai diakui
pesanan yang dihitung apabila istishna' sebagai beban istishna' tangguhan.
dilakukan secara tunai diakui sesuai 38. Beban istishna' tangguhan diamortisasi
persentase penyelesaian; dan secara proporsional sesuai dengan porsi
b. selisih antara nilai akad dan nilai tunai pada pelunasan hutang istishna'.
saat penyerahan diakui selama periode
pelunasan secara proporsional sesuai dengan
jumlah pembayaran. Proporsional yang
dimaksud sesuai dengan paragraf 24-25
PSAK 102: Akuntansi Murabahah.

21. Meskipun istishna' dilakukan dengan


pembayaran tangguh, penjual harus
menentukan nilai tunai istishna' pada saat
penyerahan barang pesanan sebagai dasar
untuk mengakui margin keuntungan terkait

540 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


No AKUNTANSI UNTUK PENJUAL AKUNTANSI UNTUK PEMBELI
dengan proses pembuatan barang pesanan.
Margin ini menunjukkan nilai tambah yang
dihasilkan dari proses pembuatan barang
pesanan. Sedangkan yang dimaksud dengan
nilai akad dalam istishna' dengan pembayaran
langsung adalah harga yang disepakati antara
penjual dan pembeli akhir. Hubungan antara
biaya perolehan, nilai tunai, dan nilai akad
diuraikan dalam contoh sebagai berikut:
Biaya Perolehan (biaya produksi) Rp1.000,00
Margin keuntungan pembuatan barang pesanan Rp200,00
Nilai tunai pada saat penyerahan barang pesanan Rp1.200,00
Nilai akad untuk pembayaran secara angsuran selama tiga
tahun Rp1.600,00
Selisih nilai akad dan nilai tunai yang diakui selama tiga tahun
Rp400,00

22. Jika menggunakan metode akad selesai dan proses


pelunasan dilakukan dalam periode lebih dari satu
tahun dari penyerahan barang pesanan maka
pengakuan pendapatan dibagi menjadi dua bagian,
yaitu:
a. margin keuntungan pembuatan barang
pesanan yang dihitung apabila istishna'
dilakukan secara tunai, diakui pada saat
penyerahan barang pesanan; dan
b. selisih antara nilai akad dan nilai tunai pada
saat penyerahan diakui selama periode
pelunasan secara proporsional sesuai dengan
jumlah pembayaran

23. Tagihan setiap termin kepada pembeli diakui sebagai


piutang istishna' dan termin istishna' (istishna'
billing) pada pos lawannya.

24. Penagihan termin yang dilakukan oleh penjual


dalam transaksi istishna' dilakukan sesuai
dengan kesepakatan dalam akad dan tidak
selalu sesuai dengan persentase penyelesaian
pembuatan barang pesanan.

Biaya Perolehan Istishna'


25. Biaya perolehan istishna' terdiri dari:
a. biaya langsung yaitu bahan baku dan tenaga
kerja langsung untuk membuat barang
pesanan; dan
b. biaya tidak langsung adalah biaya
overhead, termasuk biaya akad dan
praakad.

Lampiran 2 – Komparasi PSAK Syariah | 541


No AKUNTANSI UNTUK PENJUAL AKUNTANSI UNTUK PEMBELI
26. Biaya praakad diakui sebagai beban tangguhan
dan diperhitungkan sebagai biaya istishna' jika
akad disepakati. Namun jika akad tidak
disepakati, maka biaya tersebut di bebankan
pada periode berjalan.

27. Biaya perolehan istishna' yang terjadi selama periode


laporan keuangan, diakui sebagai aset istishna'
dalam penyelesaian pada saat terjadinya.

28. Beban umum dan administrasi, beban


penjualan, serta biaya riset dan
pengembangan tidak termasuk dalam biaya
istishna'.

Biaya Perolehan Istishna' Paralel


29. Biaya istishna' paralel terdiri dari: 42. Dalam istishna' paralel, jika pembeli
a. biaya perolehan barang pesanan sebesar menolak menerima barang pesanan karena
tagihan produsen atau kontraktor kepada tidak sesuai dengan spesifikasi yang
entitas; disepakati, maka barang pesanan diukur
b. biaya tidak langsung adalah biaya dengan nilai yang lebih rendah antara nilai
overhead, termasuk biaya akad dan wajar dan harga pokok istishna'. Selisih
praakad; dan yang terjadi diakui sebagai kerugian pada
c. semua biaya akibat produsen atau kontraktor periode berjalan.
tidak dapat memenuhi kewajibannya, jika
ada.

30. Biaya perolehan istishna' paralel diakui sebagai aset


istishna' dalam penyelesaian pada saat diterimanya
tagihan dari produsen atau kontraktor sebesar
jumlah tagihan.

Penyelesaian Awal
31. Jika pembeli melakukan pembayaran sebelum
tanggal jatuh tempo dan penjual memberikan
potongan, maka potongan tersebut sebagai pengurang
pendapatan istishna'.

32. Pengurangan pendapatan istishna' akibat


penyelesaian awal piutang istishna' dapat
diperlakukan sebagai:
a. potongan secara langsung dan dikurangkan
dari piutang istishna' pada saat pembayaran;
atau
b. penggantian (reimbursed) kepada pembeli
sebesar jumlah keuntungan yang dihapuskan
tersebut setelah menerima pembayaran
piutang istishna' secara keseluruhan.

542 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


No AKUNTANSI UNTUK PENJUAL AKUNTANSI UNTUK PEMBELI
Perubahan Pesanan dan Tagihan Tambahan
33. Pengaturan pengakuan dan pengukuran atas
pendapatan dan biaya istishna' akibat perubahan
pesanan dan tagihan tambahan adalah sebagai
berikut:
a. nilai dan biaya akibat perubahan pesanan
yang disepakati oleh penjual dan pembeli
ditambahkan kepada pendapatan istishna'
dan biaya istishna';
b. jika kondisi pengenaan setiap tagihan
tambahan yang dipersyaratkan dipenuhi,
maka jumlah biaya setiap tagihan tambahan
yang diakibatkan oleh setiap tagihan akan
menambah biaya istishna'; sehingga
pendapatan istishna' akan berkurang
sebesar jumlah penambahan biaya akibat
klaim tambahan
c. perlakuan akuntansi (a) dan (b) juga berlaku
pada istishna' paralel, akan tetapi biaya
perubahan pesanan dan tagihan tambahan
ditentukan oleh produsen atau kontraktor
dan disetujui penjual berdasarkan akad
istishna' paralel.

Pengakuan Taksiran Rugi


34. Jika besar kemungkinan terjadi bahwa total
biaya perolehan istishna' akan melebihi
pendapatan istishna', taksiran kerugian harus
segera diakui.
35. Jumlah kerugian semacam itu ditentukan
tanpa memperhatikan:
a. apakah pekerjaan istishna' telah
dilakukan atau belum;
b. tahap penyelesaian pembuatan barang
pesanan; atau
c. jumlah laba yang diharapkan dari akad
lain yang tidak diperlakukan sebagai
suatu akad tunggal sesuai paragraf 14.

39. Jika barang pesanan terlambat diserahkan


karena kelalaian atau kesalahan penjual dan
mengakibatkan kerugian pembeli, maka
kerugian itu dikurangkan dari garansi
penyelesaian proyek yang telah diserahkan
penjual. Jika kerugian tersebut melebihi
garansi penyelesaian proyek, maka selisihnya
akan diakui sebagai piutang jatuh tempo
kepada penjual dan jika diperlukan dibentuk
penyisihan kerugian piutang.

Lampiran 2 – Komparasi PSAK Syariah | 543


No AKUNTANSI UNTUK PENJUAL AKUNTANSI UNTUK PEMBELI
40. Jika pembeli menolak menerima barang
pesanan karena tidak sesuai dengan
spesifikasi dan tidak memperoleh kembali
seluruh jumlah uang yang telah dibayarkan
kepada penjual, maka jumlah yang belum
diperoleh kembali diakui sebagai piutang
jatuh tempo kepada penjual dan jika
diperlukan dibentuk penyisihan kerugian
piutang.
41. Jika pembeli menerima barang pesanan yang
tidak sesuai dengan spesifikasi, maka barang
pesanan tersebut diukur dengan nilai yang
lebih rendah antara nilai wajar dan biaya
perolehan. Selisih yang terjadi diakui sebagai
kerugian pada periode berjalan.

544 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


KOMPARASI AKUNTANSI PEMILIK DAN PENGELOLA DANA
DALAM AKUNTANSI MUDHARABAH (PSAK 105)

No. AKUNTANSI PEMILIK DANA AKUNTANSI PENGELOLA DANA


MODAL MUDHARABAH
12. Dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik 25. Dana yang diterima dari pemilik dana
dana diakui sebagai investasi mudharabah pada dalam akad mudharabah diakui sebagai
saat pembayaran kas atau penyerahan aset nonkas dana syirkah temporer sebesar jumlah kas
kepada pengelola dana. atau nilai wajar aset nonkas yang diterima.
Pada akhir periode akuntansi, dana syirkah
temporer diukur sebesar nilai tercatatnya.
26. Jika pengelola dana menyalurkan dana
syirkah temporer yang diterima maka
pengelola dana mengakui sebagai aset sesuai
ketentuan pada paragraf 12 - 13.

16. Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan


sejak dana atau modal usaha mudharabah
diterima oleh pengelola dana.

13. Pengukuran investasi mudharabah adalah sebagai


berikut:
(a) investasi mudharabah dalam bentuk kas
diukur sebesar jumlah yang dibayarkan;
(b) investasi mudharabah dalam bentuk aset
nonkas diukur sebesar nilai wajar aset nonkas
pada saat penyerahan:
(i) jika nilai wajar lebih tinggi daripada nilai
tercatatnya diakui, maka selisihnya diakui
sebagai keuntungan tangguhan dan
diamortisasi sesuai jangka waktu akad
mudharabah.
(ii) jika nilai wajar lebih rendah daripada nilai
tercatatnya, maka selisihnya diakui sebagai
kerugian;
14. Jika nilai investasi mudharabah turun sebelum
usaha dimulai disebabkan rusak, hilang atau faktor
lain yang bukan kelalaian atau kesalahan pihak
pengelola dana, maka penurunan nilai tersebut diakui
sebagai kerugian dan mengurangi saldo investasi
mudharabah.

15. Jika sebagian investasi mudharabah hilang


setelah dimulainya usaha tanpa adanya kelalaian
atau kesalahan pengelola dana, maka kerugian
tersebut diperhitungkan pada saat bagi hasil.

Lampiran 2 – Komparasi PSAK Syariah | 545


No. AKUNTANSI PEMILIK DANA AKUNTANSI PENGELOLA DANA
17. Dalam investasi mudharabah yang diberikan
dalam bentuk barang (nonkas) dan barang
tersebut mengalami penurunan nilai pada
saat atau setelah barang dipergunakan secara
efektif dalam kegiatan usaha mudharabah,
maka kerugian tersebut tidak langsung
mengurangi jumlah investasi, namun
diperhitungan pada saat pembagian bagi
hasil.

18. Kelalaian atas kesalahan pengelola dana,


antara lain, ditunjukkan oleh:
(a) persyaratan yang ditentukan di dalam
akad tidak dipenuhi;
(b) tidak terdapat kondisi di luar
kemampuan (force majeur) yang lazim
dan/atau yang telah ditentukan dalam
akad; atau
(c) hasil keputusan dari institusi yang
berwenang.

19. Jika akad mudharabah berakhir sebelum atau


saat akad jatuh tempo dan belum dibayar oleh
pengelola dana, maka investasi mudharabah
diakui sebagai piutang.

PEMBAGIAN HASIL USAHA


20. Jika investasi mudharabah melebihi satu periode 27. Pengelola dana mengakui pendapatan
pelaporan, penghasilan usaha diakui dalam periode atas penyaluran dana syirkah temporer
terjadinya hak bagi hasil sesuai nisbah yang secara bruto sebelum dikurangi dengan
disepakati. bagian hak pemilik dana
28. Bagi hasil mudharabah dapat dilakukan
dengan menggunakan dua prinsip,
yaitu bagi laba atau bagi hasil seperti
yang dijelaskan pada paragraf 11.
29. Hak pihak ketiga atas bagi hasil dana
syirkah temporer yang sudah diumumkan
dan belum dibagikan kepada pemilik dana
diakui sebagai kewajiban sebesar bagi hasil
yang menjadi porsi hak pemilik dana.
22. Pengakuan penghasilan usaha mudharabah
dalam praktik dapat diketahui berdasarkan
laporan bagi hasil atas realisasi penghasilan
usaha dari pengelola dana. Tidak
diperkenankan mengakui pendapatan dari
proyeksi hasil usaha.

24. Bagian hasil usaha yang belum dibayar oleh


pengelola dana diakui sebagai piutang.

546 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


No. AKUNTANSI PEMILIK DANA AKUNTANSI PENGELOLA DANA
21. Kerugian yang terjadi dalam suatu periode sebelum 30. Kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan
akad mudharabah berakhir diakui sebagai atau kelalaian pengelola dana diakui sebagai
kerugian dan dibentuk penyisihan kerugian beban pengelola dana.
investasi. Pada saat akad mudharabah berakhir,
selisih antara:
(a) investasi mudharabah setelah dikurangi
penyisihan kerugian investasi; dan
(b) pengembalian investasi mudharabah;
diakui sebagai keuntungan atau kerugian .
23. Kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pengelola
dana dibebankan pada pengelola dana dan tidak
mengurangi investasi mudharabah.

Mudharabah Musytarakah
31. Jika pengelola dana juga menyertakan dana dalam mudharabah musytarakah, maka penyaluran dana milik
pengelola dana diakui sebagai investasi mudharabah.
32. Akad mudharabah musytarakah merupakan perpaduan antara akad mudharabah dan akad musyarakah.
33. Dalam mudharabah musytarakah, pengelola dana (berdasarkan akad mudharabah) menyertakan juga
dananya dalam investasi bersama (berdasarkan akad musyarakah). Pemilik dana musyarakah (musytarik)
memperoleh bagian hasil usaha sesuai porsi dana yang disetorkan. Pembagian hasil usaha antara
pengelola dana dan pemilik dana dalam mudharabah adalah sebesar hasil usaha musyarakah setelah
dikurangi porsi pemilik dana sebagai pemilik dana musyarakah.
34 Pembagian hasil investasi mudharabah musytarakah dapat dilakukan sebagai berikut:
(a) hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai mudharib) dan pemilik dana sesuai nisbah yang
disepakati, selanjutnya bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana (sebagai mudharib)
tersebut dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik) dengan pemilik dana sesuai porsi modal masing-
masing; atau
(b) hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik) dan pemiik dana sesuai dengan porsi modal
masing-masing, selanjutnya bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana (sebagai
musytarik) tersebut dibagi antara pengelola dana (sebagai mudharib) dengan pemilik dana sesuai nisbah
yang disepakati
35. Jika terjadi kerugian atas investasi, maka kerugian dibagi sesuai dengan porsi modal para musytarik

Lampiran 2 – Komparasi PSAK Syariah | 547


KOMPARASI AKUNTANSI PEMILIK DAN PENGELOLA DANA
DALAM AKUNTANSI MUSYARAKAH (PSAK 106)

No. AKUNTANSI MITRA AKTIF AKUNTANSI MITRA PASIF


1 Pada Saat Akad
(14) Investasi musyarakah diakui pada saat penyerahan (27). Investasi musyarakah diakui pada saat
kas atau aset nonkas untuk usaha musyarakah. pembayaran kas atau penyerahan aset nonkas kepada
mitra aktif musyarakah
(15). Pengukuran investasi musyarakah: (28). Pengukuran investasi musyarakah:
(a). dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang (a). dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang
diserahkan; dan dibayarkan; dan
(b).dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar (b). dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai
dan jika terdapat selisih antara nilai wajar dan nilai buku wajar dan jika terdapat selisih antara nilai wajar dan
aset nonkas, maka selisih tersebut diakui sebagai selisih nilai tercatat aset nonkas, maka selisih tersebut
penilaian aset musyarakah dalam ekuitas. Selisih diakui sebagai:
penilaian aset musyarakah tersebut diamortisasi selama (i). keuntungan tangguhan dan diamortisasi selama
masa akad musyarakah masa akad; atau
(ii). kerugian pada saat terjadinya.
16. Aset nonkas musyarakah yang telah dinilai 29. Investasi musyarakah nonkas yang diukur
sebesar nilai wajar disusutkan dengan jumlah dengan nilai wajar aset yang diserahkan akan
penyusutan yang mencerminkan: berkurang nilainya sebesar beban penyusutan
a. penyusutan yang dihitung dengan model biaya atas aset yang diserahkan dikurangi dengan
historis ; ditambah dengan amortisasi keuntungan tangguhan.
b. penyusutan atas kenaikan nilai aset karena
penilaian kembali saat penyerahan aset nonkas
untuk usaha musyarakah

17. Apabila proses penilaian pada nilai wajar


menghasilkan penurunan nilai aset, maka
penurunan nilai ini langsung diakui sebagai
kerugian. Aset nonkas musyarakah yang telah
dinilai sebesar nilai wajar disusutkan berdasarkan
nilai wajar yang baru.

18. Biaya yang terjadi akibat akad musyarakah 30. Biaya yang terjadi akibat akad musyarakah
(misalnya, biaya studi kelayakan) tidak dapat (misalnya, biaya studi kelayakan) tidak dapat
diakui sebagai bagian investasi musyarakah diakui sebagai bagian investasi musyarakah
kecuali ada persetujuan dari seluruh mitra kecuali ada persetujuan dari seluruh mitra.
musyarakah.

19. Penerimaan dana musyarakah dari mitra pasif


(misalnya, bank syariah) diakui sebagai investasi
musyarakah dan di sisi lain sebagai dana syirkah
temporer sebesar:
a. dana dalam bentuk kas dinilai sebesar
jumlah yang diterima; dan

548 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


No. AKUNTANSI MITRA AKTIF AKUNTANSI MITRA PASIF
b. dana dalam bentuk aset nonkas dinilai
sebesar nilai wajar dan disusutkan selama
masa akad atau selama umur ekonomis
apabila aset tersebut tidak akan
dikembalikan kepada mitra pasif.
2 Selama akad
20. Bagian mitra aktif atas investasi musyarakah 31 Bagian mitra pasif atas investasi
dengan pengembalian dana mitra pasif di akhir musyarakah dengan pengembalian dana
akad dinilai sebesar: mitra di akhir akad dinilai sebesar:
a. jumlah kas yang diserahkan untuk usaha a. jumlah kas yang dibayarkan untuk usaha
musyarakah pada awal akad dikurangi musyarakah pada awal akad dikurangi
dengan kerugian (apabila ada); atau dengan kerugian (apabila ada); atau
b. nilai wajar aset musyarakah nonkas pada b. nilai wajar aset musyarakah nonkas
saat penyerahan untuk usaha musyarakah pada saat penyerahan untuk usaha
setelah dikurangi penyusutan dan kerugian musyarakah setelah dikurangi
(apabila ada). penyusutan dan kerugian (apabila ada).

21 Bagian mitra aktif atas investasi musyarakah 32. Bagian mitra pasif atas investasi
menurun (dengan pengembalian dana mitra pasif musyarakah menurun (dengan pengembalian
secara bertahap) dinilai sebesar jumlah kas atau dana mitra secara bertahap) dinilai sebesar
nilai wajar aset nonkas yang diserahkan untuk jumlah kas yang dibayarkan untuk usaha
usaha musyarakah pada awal akad dikurangi musyarakah pada awal akad dikurangi
dengan jumlah dana syirkah temporer yang telah jumlah pengembalian dari mitra aktif dan
dikembalikan dan kerugian (apabila ada). kerugian (apabila ada).
3 Akhir akad
22. Pada saat akad diakhiri, investasi musyarakah 33. Pada saat akad diakhiri, investasi
yang belum dikembalikan kepada mitra pasif musyarakah yang belum dikembalikan oleh
diakui sebagai kewajiban. mitra aktif diakui sebagai piutang.
4. Bagi Hasil
23 Pendapatan usaha musyarakah yang menjadi hak 34. Pendapatan usaha investasi musyarakah
mitra aktif diakui sebesar haknya sesuai dengan diakui sebagai pendapatan sebesar bagian
kesepakatan atas pendapatan usaha musyarakah. mitra pasif sesuai kesepakatan. Sedangkan
Sedangkan pendapatan usaha untuk mitra pasif kerugian investasi musyarakah diakui sesuai
diakui sebagai hak pihak mitra pasif atas bagi hasil dengan porsi dana.
dan kewajiban.
26. Pengakuan pendapatan usaha musyarakah
dalam praktik dapat diketahui berdasarkan
laporan bagi hasil atas realisasi pendapatan
usaha dari catatan akuntansi mitra aktif atau
pengelola usaha yang dilakukan secara
terpisah.
24 Kerugian investasi musyarakah diakui sesuai dengan
porsi dana masing-masing mitra dan mengurangi nilai
aset musyarakah
25. Jika kerugian akibat kelalaian atau kesalahan mitra
aktif atau pengelola usaha, maka kerugian tersebut
ditanggung oleh mitra aktif atau pengelola usaha
musyarakah

Lampiran 2 – Komparasi PSAK Syariah | 549


KOMPARASI AKUNTANSI PEMILIK DAN PENGELOLA DANA
DALAM AKUNTANSI IJARAH (PSAK 107)

No Akuntansi Pemilik (Mu'jir) Akuntansi Penyewa (Musta'jir)


1 Biaya Perolehan
9. Obyek ijarah diakui pada saat obyek ijarah
diperoleh sebesar biaya perolehan.

10. Biaya perolehan obyek ijarah yang berupa


aset tetap mengacu ke PSAK 16: Aset Tetap
dan aset tidak berwujud mengacu ke PSAK
19: Aset Tidak Berwujud.

2 Penyusutan
11. Obyek ijarah disusutkan atau diamortisasi, jika
berupa aset yang dapat disusutkan atau
diamortisasi, sesuai dengan kebijakan penyusutan
atau amortisasi untuk aset sejenis selama umur
manfaatnya (umur ekonomis).

12. Kebijakan penyusutan atau amortisasi yang


dipilih harus mencerminkan pola konsumsi
yang diharapkan dari manfaat ekonomi di
masa depan dari obyek ijarah. Umur
ekomonis dapat berbeda dengan umur
teknis. Misalnya, mobil yang dapat dipakai
selama 10 tahun diijarahkan dengan akad
ijarah muntahiyah bittamlik selama 5 tahun.
Dengan demikian umur ekonomisnya adalah
5 tahun.

13. Pengaturan penyusutan obyek ijarah yang


berupa aset tetap sesuai dengan PSAK 16:
Aset Tetap dan amortisasi aset tidak berwujud
sesuai dengan PSAK 19: Aset Tidak Berwujud
3 Pendapatan dan Beban
14. Pendapatan sewa selama masa akad diakui pada 20. Beban sewa diakui selama masa akad pada
saat manfaat atas aset telah diserahkan kepada saat manfaat atas aset telah diterima.
penyewa.
15. Piutang pendapatan sewa diukur sebesar nilai yang 21. Utang sewa diukur sebesar jumlah yang
dapat direalisasikan pada akhir periode pelaporan. harus dibayar atas manfaat yang telah
diterima.

16. Pengakuan biaya perbaikan obyek ijarah adalah 22. Biaya pemeliharaan obyek ijarah yang
sebagai berikut: disepakati dalam akad menjadi tanggungan
(a) biaya perbaikan tidak rutin obyek ijarah penyewa diakui sebagai beban pada saat
diakui pada saat terjadinya;dan terjadinya.
(b) jika penyewa melakukan perbaikan rutin 23. Biaya pemeliharaan obyek ijarah, dalam
obyek ijarah dengan persetujuan pemilik, ijarah muntahiyah bittamlik melalui
maka biaya tersebut dibebankan kepada penjualan obyek ijarah secara bertahap,
pemilik dan diakui sebagai beban pada saat akan meningkat sejalan dengan
terjadinya. peningkatan kepemilikan obyek ijarah.

550 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


No Akuntansi Pemilik (Mu'jir) Akuntansi Penyewa (Musta'jir)
17. Dalam ijarah muntahiyah bittamlik melalui
penjualan secara bertahap, biaya perbaikan
obyek ijarah yang dimaksud dalam paragraf
16 huruf (a) dan (b) ditanggung pemilik
maupun penyewa sebanding dengan bagian
kepemilikan masing-masing atas obyek
ijarah.
18. Biaya perbaikan obyek ijarah merupakan
tanggungan pemilik. Perbaikan tersebut
dapat dilakukan oleh pemilik secara langsung
atau dilakukan oleh penyewa atas
persetujuan pemilik.

4 Perpindahan Kepemilikan
19. Pada saat perpindahan kepemilikan objek ijarah 24. Pada saat perpindahan kepemilikan objek
dari pemilik kepada penyewa dalam ijarah ijarah dari pemilik kepada penyewa dalam
muntahiyah bittamlik dengan cara: ijarah muntahiyah bittamlik dengan cara:
(a) hibah, maka jumlah tercatat objek ijarah (a) hibah, maka penyewa mengakui aset
diakui sebagai beban; dan keuntungan sebesar nilai wajar
(b) penjualan sebelum berakhirnya masa akad, objek ijarah yang diterima;
maka selisih antara harga jual dan jumlah (b) pembelian sebelum masa akad
tercatat objek ijarah diakui sebagai berakhir, maka penyewa mengakui
keuntungan atau kerugian; aset sebesar pembayaran nilai wajar
(c) penjualan setelah selesai masa akad, maka atau pembayaran tunai yang
selisih antara harga jual dan jumlah tercatat disepakati;
objek ijarah diakui sebagai keuntungan (c) pembelian setelah masa akad
atau kerugian; berakhir, maka penyewa mengakui
(d) penjualan objek ijarah secara bertahap, aset sebesar nilai wajar atau
maka: pembayaran tunai yang disepakati;
(i) selisih antara harga jual dan jumlah (d) pembelian objek ijarah secara
tercatat sebagian objek ijarah yang bertahap, maka penyewa mengakui
telah dijual diakui sebagai aset sebesar wajar.
keuntungan atau kerugian; dan
(ii) bagian objek ijarah yang tidak dibeli
penyewa diakui sebagai aset tidak
lancar atau aset lancar sesuai dengan
tujuan penggunaan aset tersebut.

Jual-dan-Ijarah
25. Transaksi jual-dan-ijarah harus merupakan transaksi yang terpisah dan tidak saling bergantung
(ta’alluq) sehingga harga jual harus dilakukan pada nilai wajar.
26. Jika suatu entitas menjual obyek ijarah kepada entitas lain dan kemudian menyewanya, maka entitas tersebut
mengakui keuntungan atau kerugian pada periode terjadinya penjualan dalam laporan laba rugi dan menerapkan
perlakuan akuntansi penyewa.
27. Keuntungan atau kerugian yang timbul dari transaksi jual-dan-ijarah tidak dapat diakui sebagai pengurang atau
penambah beban ijarah.

Lampiran 2 – Komparasi PSAK Syariah | 551


Ijarah-Lanjut
28. Jika suatu entitas menyewakan lebih lanjut kepada pihak lain atas aset yang sebelumnya disewa dari pemilik,
maka entitas tersebut menerapkan perlakuan akuntansi pemilik dan akuntansi penyewa dalam Pernyataan ini.
29. Jika suatu entitas menyewa obyek ijarah (sewa) untuk disewa-lanjutkan, maka entitas mengakui
sebagai beban ijarah (sewa) tangguhan untuk pembayaran ijarah jangka panjang dan sebagai beban
ijarah (sewa) untuk sewa jangka pendek.
30. Perlakuan akuntansi penyewa diterapkan untuk transaksi antara entitas (sebagai penyewa) dengan
pemilik, dan perlakuan akuntansi pemilik diterapkan untuk transaksi antara entitas (sebagai pemilik)
dengan pihak penyewa-lanjut.

Penyajian
31. Pendapatan ijarah disajikan secara neto setelah dikurangi beban-beban yang terkait, misalnya beban penyusutan,
beban pemeliharaan dan perbaikan, dan sebagainya.

552 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )


DAFTAR PUSTAKA
Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution, “Accounting, Auditing and
Governance Standard for Islamic Financial Institutions” Bahrain, 2008
Akram Khan, Muhammad “Economic Teaching of Prophet Muhammad A Select Anthology of Hadith
Literature on Economics” (Ajaran Nabi Muhammad saw tentang Ekonomi – Kumpulan Hadits-
Hadits Pilihan tentang Ekonomi), PT Bank Muamalat Indonesia dan Institute of Policy Studies
Islamabad - Jakarta , 1997
Ahmad bin Abdurrazzaq ad Duwaisy “Fatwa Jual Beli oleh Ulama-ulama Besar Terkemuka” (terjemahan),
Pustaka / Imam Asy Syafi’i Bogor, 2004
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Rajawali Pers Jakarta, 2007
Ayub, Muhammad ”Undertanding Islamic Finance” (A-Z Keuangan Syariah), PT Gramedia Pustaka Utama
Jakarta, 2009
Bank Indonesia ”Kamus Istilah Keuangan dan Perbankan Syariah”, Bank Indonesia, 2006
Bank Muamalat Indonesia, “Fiqh Muamalah Perbankan Syariah (terjemahan dari Al Fiqh Al Islam wa
Adillatuhu karya Dr Wahbah Zuhaili). Jakarta : PT Bank Muamalat Indononesia, Tbk, 1999
Donald E. Kieso, Jerry J Weygandt, Terry D. Waffield, ” Intermediate Accounting” twelfth edition
Dimyauddin Djuwaini ”Pengantar Fiqh Muamalah”, Pustaka Pelajar, Jakarta, April 2008
Husein Syahatah ”Pokok-pokok Pikiran Akuntansi Islam” (Khusul Fatarib), Akbar Jakarta, 2001
_______ Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Edisi ketiga, 2006, Kerjasama Dewan Syariah
Nasional, Majelis Ulama Indonesia, Bank Indonesia.
Ikatan Akuntan Indonesia, “PSAK No 59 – Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan – Akuntansi Perbankan
Syariah” ,1 Mei 2002
Ikatan Akuntan Indonesia, ”Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah”
(KDPPLKS), 2007
Ikatan Akuntan Indonesia, PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah, PSAK 102: Akuntansi
Murabahah, PSAK 103: Akuntansi Salam; PSAk 104: Akuntansi Istisha; PSAK 105: Akuntansi
Mudharabah; PSAK 106: Akuntansi Musyarakah” 2007
Ikatan Akuntan Indonesia, ”PSAK 107 : Akuntansi Ijarah”, 2009
Ikatan Akuntan Indonesia ”Standar Akuntansi Keuangan” Salemba Empat Jakarta, Juli 2009 (khususnya
PSAK syariah)
Indra Bastian, Suhardjono, ”Akuntansi Perbankan” Salemba Empat Jakarta, 2006
M Umer Chapra, Habil Ahmad ”Corporate Governance Lembaga Keuangan Syariah” (terjemahan Ikhwan
Abidin), Bumi Aksara Jakarta, 2008
Muamalat Institute, “Perbankan Syariah Prospektif Praktisi”. Jakarta Muamalat Institute, 1999
_______ Peraturan Bank Indonesia nomor 10/17/PBI/2008 tanggal 25 September 2008, tentang Produk
Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah

1
_______ Surat Edaran Bank Indonesia No. 10/ 31 /DPbS tanggal 7 Oktober 2008 tentang Produk Bank
Syariah dan Unit Usaha Syariah
______ Undang-undang Perbankan, UU no 10/1998 tentang perubahan Undang-undang nomor 7/1992
tentang perbankan, 1998, Sinar Grafika
______ Undang-undang Perbankan, UU no 21 / 2008 tentang Undang-undang Perbankan Syariah
______ Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia, (PAPSI 2003), Tim Penyusun Pedoman
Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia, 2003
Omar Abdullah Zaid, Prof, Dr. ”Akuntansi Syariah – Kerangka Dasar & Sejarah Keuangan Dalam
Masyarakat Islam” (terjemahan M. Syafi’i Antonio, Sofyan S. Harahap), LPFE Usakti Jakarta,
2004
Rifqi, Muhammad ” Akuntansi Keuangan Syariah, Konsep dan Implementasi PSAK Syariah” P3EI Press
Yogyakarta, 2008
Sri Nurhayati, Wasilah, ”Akuntansi Syariah di Indonesia” Salemba Empat Jakarta, 2008
Syafi’i Antonio, Muhammmad “Bank Syariah bagi Bankir & Praktisi Keuangan”. Jakarta : Bank Indonesia
kerja sama Tazkia Institute,1999.
Sofyan Safri Harahap “Teori Akuntansi” edisi revisi, PT Raja Grafindo Persada Jakarta, 2007
Sofyan S. Harahap “Kerangka Teori & Tujuan Akuntansi Syariah”, Pustaka Quantum Jakarta, 2008
Sofyan S. Harahap, Wiroso, Muhammad Yusuf “Akuntansi Perbankan Syariah”, LPFE Usakti, 2006 (revisi)
Sofyan Safri Harahap, ” Menuju Perumusan Teori Akuntansi Islam” Pustaka Quantum Jakarta, 2005
Tariqullah Khan, Habil Ahmad, “Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah” (terjemahan Ikhwan
Abidin), Bumi Aksara, 2008
Wahbah Al-Zuhayli “Al-Fiqh Al-Islami wa-Adillatuh” (Islamic Jurisprudence and its Proofs) Volume 1 & 2,
Dar al Fikr in Damascus, 2003
Wiroso “Jual Beli Murabahah, UII Pers, Yogyakarta, 2005
Wiroso, “Produk Perbankan Syariah”, LPFE Usakti dan IBFI, Jakarta, 2009
Zainul Arifin,Drs, MBA “Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah” Jakarta: AlvaBET, 2003

2
Sekilas tentang Penulis
Pengalaman bidang perbankan:
(1) satu tahun (1982) di Bank Pembangunan
Daerah Jawa Tengah , (2) lima tahun (1982-1986)
di Citibank Jakarta, (3) tujuh tahun (1987 – 1993)
di Bank Universal (Bank Permata), (4) sebelas
tahun (1993 – 2004) di Bank Muamalat Indonesia,
(5) Tim Penyusun PSAK 59 dan PAPSI –
Akuntansi Perbankan Syariah (1999 sd 2006), (6)
Anggota Komite Akuntansi Syariah – IAI ( tim
penyusun PSAK syariah) (2006 sd 2010)
Kegiatan saat ini :
(1) Dosen FE dan Magister Akuntansi FE Universitas Trisakti Jakarta (2006 sd sekarang), (2) Anggota
Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) ( 2010 sd sekarang), (3) Anggota Dewan Penguji Sertifikasi
Akuntansi Syariah – IAI (2008 sd sekarang) (4) Partner dan instruktur pada konsultan – ICDIF-LPPI,
Batasa Tazkia, Service Quality Partner, Pantarhai dan instruktur pelatihan internal beberapa Bank
Syariah.
Karya tulis :
(1) Jual beli Murabahah - 2005, (2) Akuntansi Perbankan Syariah – 2004 bersama Prof Sofian S.
Harahap, (3) Penghimpunan Dana dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah -2005, (4) Business Syariah
- 2007 bersama Muhamad Yusuf (5) Produk Perbankan Syariah -2009

3
1

GARIS BESAR PROGRAM PERKULIAHAN (GBPP)

MATA KULIAH: AKUNTANSI KEUANGAN SYARIAH I (SATU) – UMUM ( 3 SKS)


HASIL PEMBELAJARAN (LEARNING OUT COMES) Mengacu pada Deskripsi Kualifikasi Level 6 KKNI (lihat hal 4)
1. Mampu menguasai konsep dan menjelskan prinsip dasar transaksi syariah
2. Mampu menguasai konsep pengukuran, pencatatan dan penyajian dan pengungkapan transaksi Syariah
3. Mampu menyusun laporan keuangan Transaksi syariah

MGG KEMAMPUAN AKHIR BAHAN KAJIAN BENTUK KRITERIA PENILAIAN BOBOT


KE YANG DI HARAPKAN (Materi Ajar) PEMBELAJARAN NILAI
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Mampu menguasai konsep 1. Overview atas perkembangan Lembaga Ceramah, diskusi Mampu menjelaskan 5%
dan menjelaskan prinsip Keuangan syariah perkembangan terkini dan
dasar dan sistem 2. Prinsip Dasar Lembaga Keuangan Syariah: prinsip dasar Lembaga
operasional Lembaga a. Definisi Lembaga Keuangan Syariah Keuangan syariah serta jenis
Keuangan syariah b. Kegiatan usaha Lembaga Keuangan transaksi yang digunakan
Mampu Menjelaskan Syariah dalam Lembaga Keuangan
Laporan Keuangan c. Paradigma, azas, karakteristik syariah
Lembaga Keuangan transaksi syariah Mampu menjelaskan peranan
Syariah 3. Karakteristik Lembaga Keuangan Syariah LKS dan alur operasional
a. Imbalan pemodal LKS LKS
b. Titik Pandang Uang Mampu menjelaskan tujuan
c. Alur Operasional LKS dan usnsur laporan keuangan
4. Overview KDPPLKS di LKS
a. Tujuan Laporan Keuangan Entitas
Syariah
b. Unsur Laporan Keuangan LKS

2 Mampu mencatat, 1. Overview pengertian dan karakteristik Ceramah, Diskusi dan Menjelaskan karakteristik 7.5%
mengukur dan menyajikan Murabahan Latihan Murabahah
Transaksi Murabahah 2. Cakupan Akuntansi Murabahah (psak 102) Melakukan pemcatatan,
3. Akuntansi Penjual (LKS sebagai penjual) pengukuran dan menyajikan
2

a. Akun yang dipergunakan transaksi Murabahah dari sisi


b. Uang Muka Murabahah LKS sebagai penjual
c. Harga perolehan barang
d. Diskon barang
e. Keuntungan Murabahah
f. Kewajiban pembeli
g. denda
3 Mampu mencatat, 1. Akuntansi Pembeli (nasabah sebagai Ceramah, Diskusi dan Melakukan pemcatatan, 7.5%
mengukur dan menyajikan pembeli) Latihan pengukuran dan menyajikan
Transaksi Murabahah a. Akun yang dipergunakan transaksi Murabahah dari sisi
(lanjutan) b. Kewajiban pembeli pembeli
c. Pembayaran denda

4 Mampu mencatat, 1. Overview pengertian dan karakteristik Ceramah, Diskusi dan Menjelaskan karakteristik 10%
mengukur dan menyajikan Salam dan Salam Paralel Latihan Salam
Transaksi Salam 2. Cakupan Akuntansi Salam (psak 103) Melakukan pemcatatan,
3. Akuntansi Pembeli pengukuran dan menyajikan
a. Akun yang dipergunakan transaksi Salam dari sisi
b. Modal salam pembeli
c. Barang salam
d. Denda

5 Mampu mencatat, 1. Akuntansi Penjual Ceramah, Diskusi dan Melakukan pemcatatan,


mengukur dan menyajikan a. Akun yang dipergunakan Latihan pengukuran dan menyajikan
Transaksi Salam (lanjutan) b. Penerimaan modal salam transaksi Salam dari sisi
c. Penyerahan barang salam penjual
d. Denda

6 Mampu mencatat, 1. Overview pengertian dan karakteristik Ceramah, Diskusi dan Menjelaskan karakteristik 7.5%
mengukur dan menyajikan Istishna dan Istishna Paralel Latihan Ishtishna
Transaksi Istishna 2. Cakupan Akuntansi Istishna (psak 104) Melakukan pemcatatan,
3. Akuntansi Penjual pengukuran dan menyajikan
a. Akun yang dipergunakan transaksi Istishna dari sisi
3

b. Metode pengakuan pendapatan pembeli


c. Istishna dengan Pembayaran tangguh
d. Istishna Paralel

7 Mampu mencatat, 1. Akuntansi Pembeli Ceramah, Diskusi dan Melakukan pemcatatan, 7.5%
mengukur dan menyajikan a. Akun yang dipergunakan Latihan pengukuran dan menyajikan
Transaksi Istishna b. Pembayaran yang dilakukan transaksi Istishna dari sisi
c. Penerimaan barang pembeli

8 Ujian Tengah Semester


9 Mampu mencatat, 1. Overview pengertian dan karakteristik Ceramah, Diskusi dan Melakukan pemcatatan, 7.5%
mengukur dan menyajikan Mudharabah Latihan pengukuran dan menyajikan
Transaksi Mudharabah 2. Cakupan Akuntansi Mudharabah (psak transaksi Mudharabah dari sisi
105) Pemilik Dana
3. Akuntansi Pemilik Dana
a. Akun yang dipergunakan
b. Modal mudharabah
c. Bagi Hasil Mudharabah
d. Mudharabah Muqayyadah (Investasi
Terikat)
e. Mudharabah Musytarakah

10 Mampu mencatat, 1. Akuntansi Pengelola Dana Ceramah, Diskusi dan Melakukan pemcatatan, 7.5%
mengukur dan menyajikan a. Akun yang dipergunakan Latihan pengukuran dan menyajikan
Transaksi Mudharabah b. Modal mudharabah transaksi Mudharabah dari sisi
c. Pembagian hasil usaha LKS ke investor Pengelola dana

11 Mampu memahami dan 1. Overview pengertian dan karakteristik Ceramah, Diskusi dan Melakukan pemcatatan, 7.5%
menguasai konsep dan Musyarakah Latihan pengukuran dan menyajikan
prinsip dasar transaksi 2. Cakupan Akuntansi Musyarakah (psak transaksi Musyarakah dari sisi
musyarakah 106) Mitra Pasif
3. Akuntansi Mitra Pasif
4

Mampu mencatat, a. Akun yang dipergunakan


mengukur dan menyajikan b. Awal Akad (Modal mudharabah)
Transaksi Musyarakah c. Selama akad berlangsung
d. Pembagian Hasil Usaha
e. Akhir Akad (pengembalian modal)

12 Mampu mencatat, 1. Akuntansi Mitra Aktif Ceramah, Diskusi dan Melakukan pemcatatan, 7.5%
mengukur dan menyajikan a. Akun yang dipergunakan Latihan pengukuran dan menyajikan
Transaksi Musyarakah b. Awal Akad transaksi Musyarakah dari sisi
c. Selama akad Mitra Aktif
d. Akhir akad

Mampu mencatat, 1. Overview pengertian dan karakteristik Ceramah, Diskusi dan Melakukan pemcatatan, 7.5%
13 mengukur dan menyajikan Ijarah Latihan pengukuran dan menyajikan
Transaksi Ijarah 2. Cakupan Akuntansi Ijarah (psak 107) transaksi Ijarah
3. Akuntansi Penyewa dan Pemberi Sewa
a. Perolehan obyek ijarah
b. Penyusutan, pemeliharaan, perbaikan
obyek ijarah
c. Pengalihan obyek Ijarah (IMBT)
d. Ijarah Lanjut
e. Multiguna

14 Mampu mencatat, 1. Overview Transaksi atas dana pihak ketiga Ceramah, Diskusi dan Melakukan pemcatatan, 7.5%
mengukur dan menyajikan 2. Akuntansi penghimpunan dana Latihan pengukuran dan menyajikan
transaksi Sumber Daya mudharabah (lihat psak 105) untuk transaksi penerimaan dana
(DPK) dan Jasa tabungan, dan deposito pihak ketiga
3. Akuntansi Penghimpunan dana wadiah
(psak 59) untuk giro dan tabungan
4. Akuntansi Jasa

15 Perhitungan Pembagian 1. Metode perhitungan bagi hasil Ceramah, Diskusi dan Melakukan perhitugnan bagi 5%
Hasil Usaha Bank Syariah 2. Unsur-unsur pembagian hasil usaha Latihan hasil dengan pihak ketiga
5

3. Tahapan perhitungan pembagian hasil Mengerjakan kasus


usaha
4. Perhitungan bagi hasil untuk rekening
individu (tabungan dan deposito)
mudharabah

16 Ujian Akhir Semester

Daftar Referensi:
1. Buku Utama :
(1) PSAK Syariah (PSAK 101 sd PSAK 107), Ikatan Akuntan Indonesia, 2009
(2) Wiroso, Akuntansi Transaksi Syariah, Ikatan Akuntan Indonesia, Jakarta, Mei 2011

2. Buku Tambahan:
(1) Yaya, Rizal, Aji Erlangga M dan Ahim Abdurahim, Akuntansi Perbankan Syariah: Teori dan Praktik Perbankan, Salemba Empat, 2009,
(2) Sri Nurhayati, Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, Salemba Empat,
(3) Rifqi, Muhammad ” Akuntansi Keuangan Syariah, Konsep dan Implementasi PSAK Syariah” P3EI Press Yogyakarta, 2008
(4) Sofyan S. Harahap, Wiroso, Muhammad Yusuf “Akuntansi Perbankan Syariah”, LPFE Usakti, 2006 (revisi)

3. Materi tambahan lain:


(1) Accounting, Auditing and Governance Standard for Islamic Financial Istitution, 2010
(2) Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, MUI, 2010

Catatan:
1. Sebagai pra syarat untuk dalam mengikuti matakuliah ini adalah mahasiswa hendaknya telah lulus (atau memahami dengan betul) tentang Prinsip Dasar
Lembaga Keuangan Syariah (baik bank syariah dan non bank syariah)
2. Untuk akuntansi syariah selain yang diatur dalam psak 101 sd psak 107, hendaknya dibuat matakulaih sendiri yaitu ”Akuntansi Lembaga Keuangan
Syariah Dua – Non Perbankan Syariah” (ini untuk akuntansi Asuransi Syariah – psak 108, akuntansi Zakat dan Sadaqah – psak 109, Akuntansi Sukuk –
psak 110, Akuntansi Koperasi Syariah / KJKS dsb)
6

CARA MENGISI GBPP


NOMOR JUDUL KOLOM PENJELASAN PENGISIAN
KOLOM
1 MINGGU KE Menunjukan kapan suatu kegiatan dilakasanakan , yakni mulaimingguke 1 sampaike 16 (satu semester)
2 KEMAMPUAN AKHIR YANG DI Rumusan kemampuan di bidang kognitif, psikomotorik, danafektif diusahakan lengkap dan utuh (hard
HARAPAKAN skill dan soft skill). Merupakantahapankemampuan yang diharapakan dapat mecapai kompetensi
matakuliah ini diakhir semester
3 BAHAN KAJIAN Bisa birisi pokok bahasan /sub pokok bahasan, atau topik bahasan
(materi pembelajaran)
4 BENTUK PEMBELAJARAN Bisa berupa :ceramah, diskusi, presentasi tugas, seminar,simulasi,response, praktikum, latihan,
kuliahlapangan, prkatek bengkel, survai lapangan, bermain peran, ataugabunganberbagaibentuk.
Penetapan bentuk pembelajaran didasarkan pada keniscayaan bahwa kemampuan yang diharapkan
diatas akan tercapai dengan bentuk/model pembelajaran tersebut.
5 KRITERIA PENILAIAN Berisi : indicator yang dapat menunjukan pencapaian kemampuan yang dicanangkan , atau unsur
(indicator) kemampuan yang di nilai (bisa kualitatif missal ketepatan analisis, kerapaian sajian, kreatifitas ide,
kamampuan komunakasi, juga bisa yang kuantitatif : banyaknya kutipan acuan/unsur yang di bahas,
kebenaran hitungan)
6 BOBOT NILAI Disesuaikandenganwaktu yang di gunakan untuk membahas atau mengerjakan tugas, atau besarnya
sumbangan suatu kemampuan terhadap pencapaian kompetensi matakuliah ini.

DESKRIPSI KUALIFIKASI LEVEL 6 KKNI

• Mampu mengaplikasikan bidang keahliannya dan memanfaatkan IPTEKS pada bidangnya dalam penyelesaian masalah serta mampu beradaptasi
terhadap situasi yang dihadapi.

• Menguasai konsep teoritis bidang pengetahuan tertentu secara umum dan konsep teoritis bagian khusus dalam bidang pengetahuan tersebut secara
mendalam, serta mampu memformulasikan penyelesaian masalah prosedural.
7

• Mampu mengambil keputusan yang tepat berdasarkan analisis informasi dan data, dan mampu memberikan petunjuk dalam memilih berbagai alternative
solusi secara mandiri dan kelompok.

• Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggung jawab atas pencapaian hasil kerja organisasi
1

GARIS BESAR PROGRAM PERKULIAHAN (GBPP)

MATA KULIAH: AKUNTANSI KEUANGAN SYARIAH 2 (DUA) ( 3 SKS)


HASIL PEMBELAJARAN (LEARNING OUT COMES) Mengacu pada Deskripsi Kualifikasi Level 6 KKNI (lihat hal 4)
1. Mampu menguasai konsep dan menjelaskan prinsip dasar Transaksi Syariah khusus antara lain asuransi syariah, sukuk, koperasi syariah (KJKS), zakat
infaq dan sadaqah
2. Mampu menguasai konsep pengukuran, pencatatan dan penyajian dan pengungkapan transaksi syariah khusus
3. Mampu menyusun laporan keuangan transaksi Syariah khusus.

MGG KEMAMPUAN AKHIR BAHAN KAJIAN BENTUK KRITERIA PENILAIAN BOBOT


KE YANG DI HARAPKAN (Materi Ajar) PEMBELAJARAN NILAI
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Mampu memahami 1. Overview Transaksi Syariah khusus Ceramah, Diskusi Mengevalusi pemahaman 5%
konsep Transaksi syariah a. Asuransi syariah konsep dasar akuntansi
khusus secara umum b. Sukuk syariah (sebagaimana dibahas
c. Koperasi syariah dalam Pengantar Akuntansi
d. ZIS Syariah)
e. Multi finance syariah dan Lainnya
2 Mampu menguasai konsep 1. Overview Asuransi Syariah Ceramah, Diskusi Mampu menjelaskan 5%
dan menjelaskan prinsip 2. Prinsip Dasar Asuransi Syariah: perkembangan, karakteristik
dasar dari asuransi syariah a. Definisi Asuransi Syariah kegiatan usaha, dan sistem
b. Perbedaan dan Persamaan Asuransi operasional Asuransi Syariah
Syariah dan Asuransi Konvensional
c. Penjelasan tentang Reasuransi Syariah
d. Jenis Transaksi yang digunakan dalam
Asuransi Syariah
3. Sistem Operasional Asuransi Syariah

3 Mampu mencatat, 1. Cakupan Akuntansi Asuransi Syariah Ceramah, Diskusi dan Mampu melakukan 10%
mengukur dan menyajikan 2. Akuntansi untuk konstribusi peserta, alokasi Latihan pemcatatan dengan
Transaksi Asuransi surplus dan defisit underwriter penggunaan akun yang tepat,
2

Syariah 3. Akuntansi untuk penyisihan teknid pengukuran dan menyajikan


4. Akuntansi untuk cadangan dana tabarru transaksi Asursnsi Syariah

4 Laporan Keuangan 1. Laporan Keuangan Asuransi Syariah Ceramah, Diskusi dan Mampu membaca dan 7,5%
Asuransi Syariah a. Laporan posisi Keuangan Latihan memahami laporan keuangan
b. Laporan surplus defist underwriting dana asuransi syariah
tabaru
c. Laporan Perubahaan dana tabaru
d. Lporan laba rugi
e. Laporan perubahan ekuitas
f. Laporan arus kas
g. Laporan sumber penggunaan dana zakat
h. Laporan sumber penggunaan dana
kebajikan

5 Mampu menguasai konsep 1. Overview Pasar Uang Syariah Ceramah, Diskusi Mampu menjelaskan pasar 7,5%
dan prinsip dasar pasar 2. Prinsip Dasar Obligasi Syariah (sukuk) uang syariah, istrumen pasar
uang syariah, khususnya a. Pengertian sukuk uang syariah di Indonesia
obligasi syariah (sukuk) b. Jenis sukuk yang ada di Indonesia Mampu menjelaskan konsep
c. Karakteristik sukuk dasar obligasi syariah, karakter
3. Cakupan akuntansi sukuk dan prinsip dasar obligasi
syariah serta perbedaannya
dengan obligasi konvensional

6 Mampu mencatat, Akuntansi Penerbit Ceramah, Diskusi dan Mampu memcatat dengan 7.5%
mengukur dan menyajikan 1. Akun yang dipergunakan pada akuntansi Latihan akun yang benar dengan
transaksi Sukuk (obligasi penerbit pengukuran yang tepat, dan
syariah) pada sisi penerbit 2. Akuntansi Sukuk Ijarah menjajikan transaksi sukuk,
3. Akuntansi Sukuk Mudharabah dari sisi penerbit sukuk
4. Penyajian dan pengungkapan

7 Mampu mencatat, Akuntansi investor Ceramah, Diskusi dan Mampu memcatat dengan 7.5%
mengukur dan menyajikan 1. Akun yang dipergunakan pada akuntansi Latihan akun yang benar dengan
3

transaksi Sukuk (obligasi investor pengukuran yang tepat, dan


syariah) pada sisi investor 2. Akuntansi sukuk atas pengakuan awal menjajikan transaksi sukuk,
3. klasifikasi dan reklasifikasi dari sisi investor
4. akuntansi setelah pengakuan awal
5. penyajian dan pengungkapan

8 Ujian Tengah Semester


9 Mampu memahami dan 1. Overview Koperasi Syariah Ceramah, Diskusi Mampu menjelaskan 10%
menguasai konsep dan a. Perkembangan koperasi syariah di perkembangan koperasi
prinsip dasar transaksi Indonesia syariah di Indonesia (KJKS)
Koperasi Syariah b. Perkembangan Lembaga Keuangan Mampu menjelaskan
Mikro Syariah (BMT) di Indonesia karakteristik dan prinsip dasar
2. Prinsip Dasar Koperasi Syariah kegiatan usaha, serta sistem
a. Pengertian dan landasan hukum operasional koperasi syariah
koperasi syariah Mampu membedakan
b. Kegiatan Usaha Koperasi Syariah koperasi syariah daan koperasi
c. Sistem operasional koperasi syariah umum (konvensional)

10 Mampu mencatat, Akuntansi Koperasi Syariah Ceramah, Diskusi dan Mampu mencatat pada akun 7.5%
mengukur dan menyajikan 1. Cakupan Akuntansi koperasi syariah Latihan tan tepat, pengkuruan yang
transaksi koperasi syariah 2. akun dalam akuntansi koperasi syariah benar, dan menyajikan
3. Akuntansi sumber dana transaksi koperasi syariah
4. akuntansi pengelolaan dana (KJKS)
5. Perhitungan pembagian hasil usaha
koperasi syariah

11 Mampu membuat dan Laporan Keuangan Koperasi Syariah Ceramah, Diskusi dan Mampu membaca dan 7.5%
memahami laporan 1. Laporan Posisi Keuangan Latihan memahami laporan keuangan
keuangan koperasi syariah 2. Laporan sisa hasil usaha koperasi syariah
3. laporan perubahan ekuitas
4. laporan arus kas
5. laporan sumber dan penggunaan zakat
6. laporan sumber dan penggunaan dana
4

kebajikan
12 Mampu dan menguasai 1. Overview fungsi sosial Lembaga Keuangan Ceramah, Diskusi dan Mampu menjelaskan Lembaga 7.5%
konsep dan prinsip dasar Syariah Latihan Pengelola Dana Zakat sesuai
transaksi Zakat & Sadaqah 2. Prinsip dasar Zakat, Infaq an Shadaqah perundang-undangan yang
Mampu mencatat, a. Pengertian Zakat, Infaq dan Shadaqah berlaku
mengukur dan penyajikan b. Karakteristik ZIS Mampu mencatat pada akun
transaksi ZIS 3. Akuntansi Zakat bagi LAS yang tepat, dengan
a. Akuntansi Penerimaan Zakat pengukuran yang benar,
b. Akuntansi Penyaluran Zakat transaksi Zakat, Infaq dan
c. Akuntansi Penerimaan Infaq/sadaqah Shadaqah
d. Akuntansi penyaluran infaq/sadaqah

13 Mampu membuat dan 1. Laporan Keuangan Amil (Pengelola Zakat) Ceramah, Diskusi dan Mampu membaca dan 7.5%
menyajian laporan a. Laporan posisi keuangan Latihan memahami laporan keuangan
keuangan badan pengelola b. Laporan perubahan dana Amil (Lembaga Pengelola
ZIS (LAS) c. Laporan perubahan aset kelolaan dana Zakat) dan Laporan yang
d. laporan arus kas harus dibuat oleh Lembaga
e. catatan atas laporan keuangan Keuangan Syariah (non LAS)
2. Laporan funsgi sosial atas LKS
a. Laporan sumber dan penggunaan zakat
b. laporan sumber dan penggunaan dana
kebajikan

14 Mampu dan menguasai 1. Pengertian QARDH Ceramah, Diskusi Mampu menjelaskan, 5%


konsep dan prinsip dasar 2. Penggunaan dalam produknya (transaksi Mengacatat pada akun yang
Akuntansi QARDH gadai, pengalihan hutang dari perbankan tepat, pengukuran serta
konvensional ke syariah, dana talangan haji penyajian yang benar dan
3. Pengukuran, pengakuan, penyajian tepat Transaksi QARDH
QARDH

15 Mampu menguasai prinsip 1. Pengertian FEE based income Ceramah, Diskusi Mampu menjelaskan, 5%
dasar FEE based income 2. Penggunaan dalam produknya adalah Mengacatat pada akun yang
wakalah, hawalah, kafalah, sharf dan Lain- tepat, pengukuran serta
5

lain penyajian yang benar dan


3. Pengukuran, pengakuan, penyajiannya tepat Transaksi FEE based
FEE based income income

16 Ujian Akhir Semester

Daftar Referensi:
1. Buku Utama :
Dewan Standar Akuntansi Syariah, Pernyataan Standar Akuntansi Syariah, Ikatan Akuntan Indonesia, 2011

2. Buku Tambahan:
(1) Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia: Salemba Empat, 2010,
(2) Sofyan S.Harahap, Kerangka Teori & Tujuan Akuntansi Syariah, Pustaka Quantum, 2008,
(3) Sofyan Safri Harahap, Teori Akuntansi, Rajawali, 2011
(4) Peraturan Menteri Negara Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah Republik Indonesia Nomor : 35.2/PER/M.KUKM/X/2007, Tentang
Pedoman Standar Operasional Manajemen Koperasi Jasa Keuangan Syariah Dan Unit Jasa Keuangan Syariah Koperasi
(5) Keputusan Menteri Negara Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah Republik Indonesia Nomor : 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 Tentang
Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah

3. Materi tambahan lain:


1) Accounting, Auditing and Governance Standard for Islamic Financial Istitution, 2010
(2) Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, MUI, 2010
6

CARA MENGISI GBPP


NOMOR JUDUL KOLOM PENJELASAN PENGISIAN
KOLOM
1 MINGGU KE Menunjukan kapan suatu kegiatan dilakasanakan , yakni mulaimingguke 1 sampaike 16 (satu semester)
2 KEMAMPUAN AKHIR YANG DI Rumusan kemampuan di bidang kognitif, psikomotorik, danafektif diusahakan lengkap dan utuh (hard
HARAPAKAN skill dan soft skill). Merupakantahapankemampuan yang diharapakan dapat mecapai kompetensi
matakuliah ini diakhir semester
3 BAHAN KAJIAN Bisa birisi pokok bahasan /sub pokok bahasan, atau topik bahasan
(materi pembelajaran)
4 BENTUK PEMBELAJARAN Bisa berupa :ceramah, diskusi, presentasi tugas, seminar,simulasi,response, praktikum, latihan,
kuliahlapangan, prkatek bengkel, survai lapangan, bermain peran, ataugabunganberbagaibentuk.
Penetapan bentuk pembelajaran didasarkan pada keniscayaan bahwa kemampuan yang diharapkan
diatas akan tercapai dengan bentuk/model pembelajaran tersebut.
5 KRITERIA PENILAIAN Berisi : indicator yang dapat menunjukan pencapaian kemampuan yang dicanangkan , atau unsur
(indicator) kemampuan yang di nilai (bisa kualitatif missal ketepatan analisis, kerapaian sajian, kreatifitas ide,
kamampuan komunakasi, juga bisa yang kuantitatif : banyaknya kutipan acuan/unsur yang di bahas,
kebenaran hitungan)
6 BOBOT NILAI Disesuaikandenganwaktu yang di gunakan untuk membahas atau mengerjakan tugas, atau besarnya
sumbangan suatu kemampuan terhadap pencapaian kompetensi matakuliah ini.
7

DESKRIPSI KUALIFIKASI LEVEL 6 KKNI

• Mampu mengaplikasikan bidang keahliannya dan memanfaatkan IPTEKS pada bidangnya dalam penyelesaian masalah serta mampu beradaptasi
terhadap situasi yang dihadapi.

• Menguasai konsep teoritis bidang pengetahuan tertentu secara umum dan konsep teoritis bagian khusus dalam bidang pengetahuan tersebut secara
mendalam, serta mampu memformulasikan penyelesaian masalah prosedural.

• Mampu mengambil keputusan yang tepat berdasarkan analisis informasi dan data, dan mampu memberikan petunjuk dalam memilih berbagai alternative
solusi secara mandiri dan kelompok.

• Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggung jawab atas pencapaian hasil kerja organisasi
1

GARIS BESAR PROGRAM PERKULIAHAN (GBPP)

MATA KULIAH: TEORI AKUNTANSI SYARIAH ( 3 SKS)


HASIL PEMBELAJARAN (LEARNING OUT COMES) Mengacu pada Deskripsi Kualifikasi Level 6 KKNI (lihat hal 4)
1. Mampu memahami landasan filosofis dan nilai akuntansi syari’ah
2. Mampu membedakan konsep akuntansi syari’ah dengan akuntansi konvensional
3. Mampu mengemukakan perkembangan akuntansi syari’ah

MGG KEMAMPUAN AKHIR BAHAN KAJIAN BENTUK KRITERIA PENILAIAN BOBOT


KE YANG DI HARAPKAN (Materi Ajar) PEMBELAJARAN NILAI
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Mampu memahami Kontribusi peradaban Islam terhadap akuntansi Ceramah dan diskusi Mampu menjelaskan 5%
kontribusi peradaban modern kontribusi peradaban Islam
Islam terhadap akuntansi 1. Double Entry Bookkeping System Terhadap akuntansi modern
modern (DBS)
2. Angka Arab-Hindu
3. Al-Jabar (Matematika)
2 Mampu menjelaskan latar Latar belakang dibutuhkannya akuntansi Ceramah dan diskusi Menjelaskan dasar hukum 7.5%
belakang dibutuhkannya syari’ah akuntansi syari’ah berdasar
akuntansi syari’ah 1. Beberapa dimensi akuntansi menurut al_Qur’an
al_Qur’an dan sejarah Islam Menjelaskan perkembangan
2. Perkembangan akuntansi syari’ah saat akuntansi syari’ah di Indonesia
ini maupun internasional

3 Mampu menjelaskan Dasar-dasar gagasan pemikiran akuntansi Ceramah dan diskusi Menjelaskan pengertian, 7.5%
gagasan, karakter dan 1. Pengertian akuntansi syari’ah sejarah gagasan, dan tujuan
tujuan akuntansi syari’ah 2. Sejarah gagasan akuntansi syari’ah akuntansi syari’ah
3. Tujuan akuntansi syari’ah

4 Mampu menjelaskan 1. Perspektif Khalifatullah fil ardh akuntansi Ceramah dan diskusi Menjelaskan perbedaan antara 10%
2

perspektif yang digunakan syari’ah perspektif khalifatullah fil ardh


dalam akuntansi syari’ah 2. Perspektif homo-economicus akuntansi modern dengan homo-economicus

5 Mampu menjelaskan Kelemahan-kelemahan akuntansi modern Ceramah dan diskusi Menjelaskan dengan baik
kelemahan-kelemahan 1. Materialistik kelemahan-kelemahan yang
akuntansi modern 2. Individualistik ada di akuntansi modern
3. Sekuler
6 Mampu menjelaskan Metodologi konstruksi akuntansi syari’ah Ceramah dan diskusi Menjelaskan metodologi 7.5%
metodologi konstruksi 1. Paradigma untuk mengkonstruksi
akuntansi syari’ah 2. Dasar nilai etika syari’ah akuntansi syari’ah
3. Metafora amanah dan metafora zakat

7 Mampu menjelaskan Konsep dasar tauhid, filosofis, dan teoritis Ceramah dan diskusi Menjelaskan konsep dasar 7.5%
konsep dasar tauhid, 1. Tauhid tauhid, filosofis, dan teoritis
filosofis, dan teoritis 2. Filosofis (iman, ilmu, dan amal) akuntansi syari’ah
akuntansi syari’ah 3. Teoritis

8 Ujian Tengah Semester


9 Mampu menjelaskan 1. Konsep kepemilikan Ceramah dan diskusi Menjelaskan konsep 7.5%
konsep kepemilikan 1. Syari’ah kepemilikan dan implikasinya
berdasar syari’ah 2. Kapitalis pada bentuk akuntansi
3. Sosialis
2. Implikasi konsep kepemilikan terhadap
bentuk akuntansi

10 Mampu menjelaskan Shari’ah Enterprise Theory (SET) Ceramah dan diskusi Menjelaskan perbedaan antara 7.5%
konsep shari’ah enterprise 3. Proprietary theory shari’ah enterprise theory,
theory 4. Entity theory proprietary theory, entity
5. Enterprise theory theory, dan enterprise theory

11 Mampu memahami Shari’ah value-added Ceramah dan diskusi Menjelaskan konsep shari’ah 7.5%
3

konsep shari’ah value- 1. Conventional value-added value-added dan


added 2. Conventional concept of profit membedakannya dengan
conventional value-added dan
conventional concept of
profit
12 Mampu menjelaskan Laporan Akuntansi Syari’ah Ceramah dan diskusi Menjelaskan laporan 7.5%
konsep laporan akuntansi Laporan Keuangan Syari’ah akuntansi syari’ah dan
syari’ah Laporan Keuangan konvensional perbedaannya dengan
Laporan Keuangan Syari’ah
dan Laporan Keuangan
konvensional
Mampu menjelaskan Laporan keuangan syari’ah versi PSAK Ceramah dan diskusi Menjelaskan laporan 7.5%
13 laporan keuangan versi keuangan versi PSAK
PSAK
14 Mampu menjelaskan Laporan keuangan syari’ah versi Mulawarman Ceramah dan diskusi Menjelaskan laporan 7.5%
laporan keuangan versi (2006; 2010) keuangan syari’ah versi
Mulawarman (2006; Mulawarman (2006; 2010)
20010)

15 Mampu menjelaskan Laporan keuangan syari’ah versi Triyuwono Ceramah, Diskusi dan Menjelaskan laporan 5%
laporan keuangan versi (2012) Latihan keuangan versi Triyuwono
Triyuwono (2012) (2012)

16 Ujian Akhir Semester

Daftar Referensi:
1. Buku Utama :
(1) Harahap, Sofyan Syafri. 1997. Akuntansi Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
(2) Mulawarman, Aji Dedi. 2006. Menyibak Akuntansi Syari’ah. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
4

(3) Mulawarman, Aji Dedi. 2010. Perspektif, Teori, dan Praktik Akuntansi Syari’ah.
(4) PSAK Syariah (PSAK 101 sd PSAK 107), Ikatan Akuntan Indonesia, 2009
(5) Triyuwono, Iwan. 2012. Perspektif, Metodologi, dan Teori Akuntansi Syari’ah. Jakarta: Radjawali Press.
(6) Wiroso, Akuntansi Transaksi Syariah, Ikatan Akuntan Indonesia, Jakarta, Mei 2011

2. Buku Tambahan:
(1) Yaya, Rizal, Aji Erlangga M dan Ahim Abdurahim, Akuntansi Perbankan Syariah: Teori dan Praktik Perbankan, Salemba Empat, 2009,
(2) Sri Nurhayati, Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, Salemba Empat,
(3) Rifqi, Muhammad ” Akuntansi Keuangan Syariah, Konsep dan Implementasi PSAK Syariah” P3EI Press Yogyakarta, 2008
(4) Sofyan S. Harahap, Wiroso, Muhammad Yusuf “Akuntansi Perbankan Syariah”, LPFE Usakti, 2006 (revisi)

3. Materi tambahan lain:


(1) Accounting, Auditing and Governance Standard for Islamic Financial Istitution, 2010
(2) Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, MUI, 2010

Catatan:
1. Sebagai pra syarat untuk dalam mengikuti matakuliah ini adalah mahasiswa hendaknya telah lulus (atau memahami dengan betul) tentang Prinsip Dasar
Lembaga Keuangan Syariah (baik bank syariah dan non bank syariah)
2. Untuk akuntansi syariah selain yang diatur dalam psak 101 sd psak 107, hendaknya dibuat matakulaih sendiri yaitu ”Akuntansi Lembaga Keuangan
Syariah Dua – Non Perbankan Syariah” (ini untuk akuntansi Asuransi Syariah – psak 108, akuntansi Zakat dan Sadaqah – psak 109, Akuntansi Sukuk –
psak 110, Akuntansi Koperasi Syariah / KJKS dsb)
5

CARA MENGISI GBPP


NOMOR JUDUL KOLOM PENJELASAN PENGISIAN
KOLOM
1 MINGGU KE Menunjukan kapan suatu kegiatan dilakasanakan , yakni mulaimingguke 1 sampaike 16 (satu semester)
2 KEMAMPUAN AKHIR YANG DI Rumusan kemampuan di bidang kognitif, psikomotorik, danafektif diusahakan lengkap dan utuh (hard
HARAPAKAN skill dan soft skill). Merupakantahapankemampuan yang diharapakan dapat mecapai kompetensi
matakuliah ini diakhir semester
3 BAHAN KAJIAN Bisa birisi pokok bahasan /sub pokok bahasan, atau topik bahasan
(materi pembelajaran)
4 BENTUK PEMBELAJARAN Bisa berupa :ceramah, diskusi, presentasi tugas, seminar,simulasi,response, praktikum, latihan,
kuliahlapangan, prkatek bengkel, survai lapangan, bermain peran, ataugabunganberbagaibentuk.
Penetapan bentuk pembelajaran didasarkan pada keniscayaan bahwa kemampuan yang diharapkan
diatas akan tercapai dengan bentuk/model pembelajaran tersebut.
5 KRITERIA PENILAIAN Berisi : indicator yang dapat menunjukan pencapaian kemampuan yang dicanangkan , atau unsur
(indicator) kemampuan yang di nilai (bisa kualitatif missal ketepatan analisis, kerapaian sajian, kreatifitas ide,
kamampuan komunakasi, juga bisa yang kuantitatif : banyaknya kutipan acuan/unsur yang di bahas,
kebenaran hitungan)
6 BOBOT NILAI Disesuaikandenganwaktu yang di gunakan untuk membahas atau mengerjakan tugas, atau besarnya
sumbangan suatu kemampuan terhadap pencapaian kompetensi matakuliah ini.

DESKRIPSI KUALIFIKASI LEVEL 6 KKNI

• Mampu mengaplikasikan bidang keahliannya dan memanfaatkan IPTEKS pada bidangnya dalam penyelesaian masalah serta mampu beradaptasi
terhadap situasi yang dihadapi.

• Menguasai konsep teoritis bidang pengetahuan tertentu secara umum dan konsep teoritis bagian khusus dalam bidang pengetahuan tersebut secara
mendalam, serta mampu memformulasikan penyelesaian masalah prosedural.
6

• Mampu mengambil keputusan yang tepat berdasarkan analisis informasi dan data, dan mampu memberikan petunjuk dalam memilih berbagai alternative
solusi secara mandiri dan kelompok.

• Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggung jawab atas pencapaian hasil kerja organisasi

Anda mungkin juga menyukai