Anda di halaman 1dari 26

BAB II

2 TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Penelitian Sebelumnya


Reddy et al (2017) telah melakukan penelitian tentang “Pengaruh Sifat Mekanik pada
Rami, serat daun Nanas dan serat Kaca yang Diperkuat dengan Matriks Resin Polyester
dan Epoksi”. Penelitian tersebut menjelaskan Kesadaran lingkungan dan meningkatnya
kepedulian terhadap efek rumah kaca yang telah merangsang industri konstruksi, otomotif,
dan pengemasan untuk mencari bahan yang berkelanjutan yang dapat menggantikan serat
polimer sintetis konvensional. Serat alami tampaknya menjadi alternatif yang baik karena
sudah tersedia dalam bentuk berserat dan dapat diekstraksi dari daun tanaman dengan
biaya yang sangat rendah. Dalam karya ini kami telah mempelajari sifat mekanik dari
komposit yang dibuat dengan memperkuat Rami, serat daun Nanas dan serat Kaca sebagai
rasio 1: 1: 1 menjadi poliester dan resin epoksi. Kandungan serat dalam komposit
bervariasi 0,18-0,42 dengan fraksi volume dan variasi sifat mekanik seperti sifat tarik,
lentur dan dampak dalam setiap kasus dipelajari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
komposit epoksi yang diperkuat serat Rami, Nanas dan serat Kaca menunjukkan sifat
mekanik yang lebih baik daripada komposit rami, serat daun Nanas dan serat gelas.
Cai et al (2016) telah melakukan penelitian tentang “Pengaruh alkalisasi pada
ikatan antar permukaan komposit berpenguat serat abaka”. Penelitian tersebut
menjelaskan perlakuan perendaman NaOH 5% - 15% selama 2 jam mensolubilisasi
hemiselulosa dan lignin dari serat abaka, serta mengubah struktur internal dan
morfologi permukaan serat. Perendaman NaOH 5% menunjukkan kristalisasi selulosa
yang tinggi dan menimbulkan sifat adhesi antar permukaan yang baik dengan resin
epoxy.
Betan et al (2014), meneliti “Pengaruh persentase alkali pada serat pangkal pelepah
daun pinang (Areca Catechu) terhadap sifat mekanis komposit polimer”. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan, didapatkan suatu kesimpulan bahwa: perlakuan
perendaman alkali NaOH (4%, 5%, dan 6%) selama 60 menit pada serat berpengaruh
terhadap sifat mekanik komposit yang dihasilkan. Hasil pengujian tarik menunjukkan
bahwa kekuatan tarik rata-rata tertinggi diperoleh pada perlakuan alkali NaOH 5%

3
4

sebesar 195 MPa, sedangkan terendah terjadi pada serat tanpa perlakuan (murni)
sebesar 84 MPa.
Rochmawati et al (2017), telah meneliti “Karakterisasi sifat mekanik bahan komposit
ramah lingkungan hasil sintesis dari serat lidah mertua (Sanseviera Trifasciata) dan
selulosa bakteri”. Berdasarkan hasil penelitian, kekuatan tarik dan modulus elastisitas
maksimum diperoleh pada bahan komposit hasil sintesis dengan arah penguat longitudinal
yakni 7,91 ± 1,46 N/mm2 dan 4,00 ± 1,32 N/mm2 sedangakan kekuatan tarik dan modulus
elastisitas bahan komposit dengan arah penguat acak yakni 2,64 ±0,26 N/mm 2 dan 1,19 ±
0,24 N/mm2.
Conesa et al (2016) telah melakukan penelitian yang berjudul “Gelombang mikro
sebagai pretreatment untuk peningkatanhidrolisis enzimatik dari limbah industri nanas
untuk produksi bioetanol “Pretreatment gelombang mikro (MW) dilakukan di oven
microwave dilengkapi dengan piring turntable (LGMH63340F / MH6340FS) dengan
frekuensi 2,45 GHz. Sampeldiperkenalkan dalam wadah plastik yang dimaksudkan
microwave. Sampel diperlakukan pada kekuatan nominal berikut:170, 340, 510, 680 dan
850W, yang menghasilkan penerapan kekuatan nominal: 2.125, 4.25, 6.375, 8.5 dan
10.625W / g; dan waktu paparan dari 1 hingga 6, 8, 10, 14 dan 20 menit, masing-masing.
Batas paparan waktu ditentukan oleh penampilan kalsinasi atau hangus. Kekuatan diserap
oleh sampel pada level daya nominal ini diperkirakan oleh panaskan 1 kg air suling dari 10
◦C hingga 20 atC di 170, 340, 510, 680 dan 850W, menurut internasional standar IEC
60705 (1999). Termokopel (HIBOK-14, sensor tipe K, sensitivitas 39V ◦C − 1, akurasi ±
0,1 ◦C) digunakan untuk pengukuran suhu. Eksperimen dilakukan rangkap tiga dan hasil
menunjukkan rata-rata (dan standar deviasi) dari 129 (3) W untuk 170W, 247,4 (1.2) W
untuk 340W, 336 (2) W untuk 510W, 485.5 (1.3) W untuk 680W dan 602.0 (0.9) W untuk
850W. Sesuai daya yang diserap di W / g kemudian diperkirakan 1,61 (0,04), 3,09 (0,02),
4,2 (0,03), 6,07 (0,02) dan 7,53 (0,01). Akhirnya, pH sampel adalah disesuaikan dengan 5
dengan menambahkan NaOH 1 N (Panreac Química, S.L.U.). Kehilangan air karena
pemrosesan gelombang mikro telah ditentukan berdasarkan perbedaan berat dan
dipulihkan sebelum melanjutkan sakarifikasi. Eksperimen ini dilakukan dalam 3 kali
percobaan.

2.1 Daya
Daya adalah ukuran dari jumlah usaha yang dapat dilakukan dalam jumlah waktu
tertentu. Daya dapat diwakili oleh persamaan:
5

w
P= ........................................................................................................................(2-1)
t
Dimana:
P = Daya (W)
w = Usaha (J)
t = waktu (s)

Dalam persamaan ini, usaha diukur dalam joule (J) dan waktu diukur dalam detik (s),
sehingga daya dinyatakan dalam joule per detik (J/s). Ini adalah satuan SI untuk daya, juga
dikenal sebagai watt (W). Satu watt sama dengan 1 joule usaha per detik. Atau bias juga
disebut dengan watt. Bola lampu dan peralatan kecil seperti oven microwave diberi label
dengan watt.
Daya Pemanasan adalah besarnya energi listrik yang mengalir atau diserap dalam
sebuah rangkaian atau sirkuit listrik setiap detik. Daya juga dapat didefinisikan sebagai laju
aliran energi. Sumber energi seperti tegangan listrik dapat menghasilkan daya listrik
sedangkan beban yang tersambung dengannya akan menyerap daya listrik tersebut. Atau
dengan kata lain, daya listrik yaitu tingkat konsumsi energi dalam sebuah rangkaian/
sirkuit listrik. Kita ambil saja sebagai contoh lampu pijar dengan heater (pemanas). Lampu
pijar akan menyerap daya listrik yang diterima dan merubahnya menjadi cahaya dan heater
merubah serapan dari daya listrik tersebut menjadi panas. Jika nilai Waatnya semakin
tinggi maka daya listrik yang dikonsumsi juga akan semakin tinggi.

2.2 Microwave Oven


Oven microwave adalah sebuah peralatan yang menggunakan radiasi gelombang
mikro untuk memasak atau memanaskan makanan. Hal ini dilakukan dengan
menggunakan radiasi gelombang mikro untuk memanaskan molekulter polarisasi dalam
makanan (Mahmudan dkk 2014). Oven microwave dapat mempercepat laju penguapan,
sehingga dapat mengurangi waktu pengeringan secara signifikan. Ketika produk terkena
gelombang mikro, maka akan terjadi proses kehilangan kelembaban dan dapat
meningkatkan tekanan aliran. Proses ini menyebabkan terjadi tingkat penguapan yang
lebih tinggi dalam pengolahan menggunakan Oven microwave. Hal ini menunjukkan
bahwa menggoreng menggunakan microwave, kehilangan kelembaban akan lebih tinggi
6

dan mengakibatkan penyerapan minyak akan lebih tinggi dibandingkan cara konvensional
(Choirrun Nisa Dkk 2014)
Heat Treatment menggunakan microwave merupakan salah satu teknologi yang
berguna bagi beberapa aplikasi salah satunya pemanasan serat alam sebagai penguat
komposit. Energi dari microwave dapat ditransformasikan menjadi panas ketika proses
dielektrik menginduksi dipol melalui proses radiasi pada frekuensi tertentu. Pada literatur
tertentu pemanasan menggunakan microwave terdapat dua mekanisme yaitu dipolar
polarization dan ionic conduction.
Dipolar polarization menghasilkan panas dari molekul polar seperti air. Dipol
mengubah arahnya dengan sendirinya diakibatkan karena adanya medan listrik pada
gelombangnya. Perbedaan fase antara rotasi dipol dan orientasinya pada medan
menyebabkan gesekan antar molekul, sehingga meningkatkan panas dielektrik.
Pada ionic conduction, charged particles (ions) mengalami osilasi bolak-balik yang
dipengaruhi oleh microwave sehingga menciptakan arus listrik. Arus ini mengalami
resistensi internal karena bentruran antara molekul bermuatan. Hal ini akan menghasilkan
panas pada material. Pemanasan menggunakan microwave memiliki karakteristik tertentu
yaitu:
 Radiasi penetrasi.
 Persebaran medan listrik yang mampu dikontrol.
 Pemanasan secara cepat.
 Pemanasan yang selektif pada material melalui perbedaan absopsi.
Pemurnian dasar serat sisal dilakukan dengan dewaxing. Perlakuan gelombang mikro
dari serat tersebut dilakukan dalam oven microwave (elektronik LG) yang memiliki daya
yang dapat diatur (160-640) W dengan frekuensi gelombang mikro 2450 MHz. Frekuensi
ini berada di bawah pita ISM (industri, ilmiah, penggunaan medis) yang menunjukkan
bagaimana industri gelombang mikro tenggelam sebagai pasar potensial untuk area yang
disebutkan di atas. Serat dewaxed diobati dengan iradiasi gelombang mikro pada berbagai
pengaturan daya (160, 320, 640 W) untuk periode perlakuan yang berbeda (2, 4, 8 menit).
Serat dikeluarkan dari oven dan didinginkan dalam kondisi vakum selama 24 jam.
Sekarang serat MT ditetapkan sebagai 160W2, 160W4, 160W8, 320W2, 320W4, 320W8,
640W2, 640W4, 640W8. Prefiks "W" menunjukkan pengaturan daya sedangkan sufiks dari
"W" mewakili waktu radiasi microwave yang asli pada menit inovasi. Serat yang tidak
dirawat ditunjuk sebagai UT. (Patra, dkk 2012)
7

Iradiasi menggunakan gelombang mikro dapat meningkatkan degradasi dari lignin dan
lebih mengekspos selulosa (Singh et al. 2014). Hasil dari iradiasi gelombang mikro mampu
menyebabkan vibrasi antara molekul polar dan menciptakan titik panas yang dapat
merusak dari lignin dan menyebabkan hemiselulosa hilang. Sehingga perlakuan panas
menggunakan gelombang mikro (microwave) merupakan salah satu perlakuan pada serat
untuk memperoleh karakteristik yang mampu meningkatkan kualitas dari penggunaan serat
alam.

2.3 Serat
Serat adalah salah satu jenis komponen penguat (reinforcement) yang akan berikatan
pada komponen pengikat (matrix). Komponen ini berfungsi sebagai penentu kekuatan dan
kekakuan dari suatu material komposit. Hal ini dikarenakan fungsi utama dari komponen
penguat adalah sebagai penahan beban dari suatu material. Pada material komposit, serat
menahan beban sekitar 70%-90% dari total beban yang diterima oleh komposit
(Mazumdar, 2002). Ada dua hal yang membuat serat dapat menahan gaya yaitu:
1. Perekatan (bonding) antara serat dan matriks (interfacial bonding) yang baik dan
kuat sehingga tidak mudah terjadi pelepasan antara matrik dan serat (debonding).
2. Kelangsingan (aspec ratio) yaitu perbandingan antara panjang serat dengan diameter
serat cukup besar.
Berdasarkan asalnya, serat dibedakan menjadi dua macam, yaitu serat alam (natural
fiber) dan serat buatan (syntetic fiber). Serat alam yang tergolong dalam kayu atau non
kayu jenis memiliki komposisi utama selulosa dan lignin. Jumlah selulosa dalam sistem
lignoselulosa dapat bervariasi, hal tersebut tergantung pada spesies dan umur tanaman.
Selulosa adalah hydrophilic glucan polymer yang terdiri dari rantai linear unit 1,4-β
anhydroglucose, yang mengandung gugus alcoholic hydroxyl. Kelompok hidroksil akan
membentuk ikatan hidrogen antar molekul dan intramolekul dengan makromolekul atau
dengan makromolekul selulosa atau molekul polar. Secara kimia, maka stuktur dari
selulosa dapat dijelaskan pada Gambar 2.1.
8

Gambar 2.1 Struktur selulosa


Sumber: Amar K. M, Natural fibers, Biopolymers, and Biocomposites (2005)

Komposisi lignin atau zat kayu pada setiap jenis tumbuhan memiliki jumlah yang
berbeda-beda tergantung pada jenis tumbuhannya. Lignin memiliki fungsi sebagai
pengikat komponen lainnya dalam tumbuhan terutama pada bagian batang, sehingga
menyebabkan batang sebuah pohon dapat berdiri tegak. Struktur kimia pada lignin
memiliki pola yang tidak sama dan sangat kompleks. Lignin termasuk kedalam gugus
aromatik, hal ini yang saling menghubungkan dengan rantai alifatik dan terdiri dari 2-3
karbon. Hasil dari proses prirolisis pada lignin menghasilkan senyawa berupa fenol dan
kresol yang termasuk kedalam senyawa kimia aromatis.

Gambar 2.2 Struktur lignin


Sumber: Amar K. M, Natural fibers, Biopolymers, and Biocomposites (2005)

2.4.1 Alkalisasi Serat


Alkalisasi pada serat merupakan metode yang digunakan untuk menghasilkan serat
berkualitas tinggi dengan cara merendamkan serat ke dalam larutan basa alkali. Tujuan
alkalisasi pada serat untuk memperoleh ikatan yang baik antara permukaan serat dengan
matriks. Alkali memiliki tiga jenis larutan, yaitu KOH, NaOH, dan LiOH. NaOH
merupakan larutan yang sering digunakan untuk memodifikasi serat alam. Reaksi alkalisasi
NaOH pada serat yaitu: Serat−OH + NaOH → Serat−O-Na+ + H2O.
Proses alkalisasi akan menghilangkan komponen penyusun serat yang tidak
mendukung ikatan yang kuat antara serat dan matriks, yaitu hemiselulosa, lignin, atau
pektin. Dengan berkurangnya komponen serat tersebut, maka kekuatan serat akan semakin
baik. Dikarenakan kekasaran permukaan serat akan semakin meningkat, sehingga
menghasilkan ikatan mekanik yang baik antara serat dan matriks.
9

2.4 Daun Nanas


Serat nanas terdiri atas selulosa dan non selulosa yang diperoleh melalui penghilangan
lapisan luar daun secara mekanik. Lapisan luar daun berupa pelepah yang terdiri atas sel
kambium, zat pewarna yaitu klorofil, xanthophyl dan carotene yang merupakan komponen
kompleks dari jenis tanin, serta lignin yang terdapat di bagian tengah daun. Selain itu
lignin juga terdapat pada lamela dari serat dan dinding sel serat. Serat yang diperoleh dari
daun nanas muda kekuatannya relatif rendah dan seratnya lebih pendek dibanding serat
dari daun yang sudah tua. (Teguh Sulistyo Hadi, 2016)
Pada penelitian Musa Bondaris (2017) yang berjudul “Pengaruh Perlakuan
Pengasapan Serat Daun Nanas Raja (Agave Cantala Roxb) Terhadap Kompatibilitas
Serat-Matrik Epoksi” Menjelaskan bahwa tumbuhan nanas raja (Agave Cantala Roxb)
merupakan tanaman yang bisa tumbuh di dataran rendah maupun perbukitan dengan tinggi
batang antara 150 – 200 cm dan pada daunnya mengandung banyak serat dengan panjang
90 – 100 cm. Tanaman ini banyak ditemukan di Kabupaten Tana Toraja dan Toraja Utara
Provinsi Sulawesi Selatan.
Daun nanas mempunyai lapisan luar yang terdiri dari lapisan atas dan bawah.
Diantara lapisan tersebut terdapat banyak ikatan atau helai-helai serat (bundles of fibre)
yang terikat satu dengan yang lain oleh sejenis zat perekat (gummy substances) yang
terdapat dalam daun. Karena daun nanas tidak mempunyai tulang daun, adanya serat-serat
dalam daun nanas tersebut akan memperkuat daun nanas saat pertumbuhannya. Dari berat
daun nanas hijau yang masih segar akan dihasilkan kurang lebih sebanyak 2,5 sampai 3,5%
serat serat daun nanas. (Hidayat Pratikno, 2008)
Tanaman nanas raja tumbuh secara alami dan tahan terhadap hama, mudah
dibudidayakan dan secara tradisional serat daun nanas raja telah digunakan sejak lama oleh
masyarakat di Tana Toraja dan Toraja Utara sebagai bahan baku tali pengikat dan sandang
yang turun temurun sampai sekarang. Berdasarkan adat dan budaya di Tana Toraja, serat
daun nanas raja, sebelum digunakan sebagai bahan baku tali pengikat dan sandang
terutama untuk pembungkus jenasah, harus diberi perlakuan pengasapan supaya kuat dan
tahan lama hingga ratusan tahun. Hal tersebut sangat menarik untuk dikaji secara ilmiah
untuk mengungkap karakterisasi serat daun nanas raja sebelum dan setelah perlakuan
pengasapan sehingga dapat diaplikasikan sebagai penguat pada material komposit.
Mengingat potensi ekonomis yang besar dari tanaman nanas raja maka diupayakan untuk
meningkatkan perannya tidak hanya sebagai bahan tradisional tetapi ditingkatkan
fungsinya menjadi bahan baku sebagai penguat komposit serat alam.
10

Gambar 2.3 Daun Nanas (Agave Cantala)

2.5 Komposit
2.6.1 Pengertian Komposit
Kata komposit dalam istilah material komposit menandakan dua atau lebih material
yang digabungkan dalam skala makroskopik untuk membentuk material baru yang lebih
baik. Yang perlu digaris bawahi adalah pemeriksaan makroskopik pada bahan dimana
komponen dapat dilihat dengan mata telanjang. Material-material lainnya dapat
digabungkan dalam skala mikroskopik, seperti paduan logam. Tetapi material yang
dihasilkan, tidak dapat dibedakan dengan mata telanjang (Gibson, 1994). Pengertian lain
dari komposit adalah dua atau lebih material baru yang memiliki sifat dan properti yang
berbeda, dikombinasi secara makroskopik dengan batasan yang terlihat jelas (ASM
Handbook, 2001).
Komposit mempunyai keuntungan yaitu sifat dari komposit diinginkan dapat diatur
tergantung dari material penyusunnya. Material penyusun komposit terdiri dari dua jenis
material yang berbeda, yaitu reinforcement (penguat) yang memiliki kekakuan yang tinggi
tetapi kurang ductile, dan matrik yang umumnya lebih ductile akan tetapi memiliki
kekakuan dan kekuatan yang kurang.

2.6.2 Klasifikasi Komposit


Komposit secara sederhana diklasifikasikan menurut material komposit dapat dibagi
menjadi tiga, yaitu:
11

Gambar 2.4 Klasifikasi Komposit


Sumber: Kakani (2004)

1. Particle-reinforced
Particle-reinforced adalah jenis komposit yang memanfaatkan partikel sebagai
pengisi (filler). Filler dapat menggunakan partikel berupa logam maupun non-logam.
Particle-reinforced dapat dibedakan menjadi dua, yaitu partikel besar (large-particle)
dan penyebaran partikel kecil (dispersion-strengthened).
2. Fiber-reinforced
Fiber-reinforced merupakan komposit yang tersusun dari matrik dan berpenguat
serat. Komposit berpenguat serat dibagi menurut panjang serat, yaitu serat panjang
(continuous fiber) dan serat pendek (discontinuous fiber). Untuk serat pendek dapat
dibedakan lagi berdasarkan arah orientasinya, searah (aligned) ataupun acak
(randomly oriented).
12

Gambar 2.5 Skema serat (a) Serat panjang (b) Serat pendek (orientasi searah) (c) Serat
pendek (orientasi acak)
Sumber: Callister (2007)

3. Structural
Structural merupakan salah satu komposit yang terdiri dari dua atau lebih material
berbeda, lalu direkatkan bersama-sama dengan menggabungkan aspek terbaik dari
masing-masing lapisan untuk mendapatkan material yang memiliki sifat yang lebih
baik. Komposit laminer dan sandwich panels merupakan dua dari komposit struktural
yang paling umum.

Gambar 2.6 Komposit laminer dan sandwich panels


Sumber: Callister (2007)

2.6 Matrik
Jones (1999:5) dalam bukunya yang berjudul Mechanic of Composite Materials
menjelaskan fungsi utama dari matrik pada komposit adalah:
1. Mempengaruhi karakteristik material komposit secara keseluruhan, seperti keuletan,
ketangguhan, dan kekuatan tariknya.
2. Mencegah atau memperlambat terjadinya crack dengan cara mengisolasi serat–serat,
sehingga masing–masing serat dapat bekerja secara terpisah dalam menahan gaya.
3. Merekatkan serat–serat pada komponen komposit dan menyampaikan gaya yang
diterima oleh material menuju serat, sehingga matrik merupakan salah satu komponen
pendukung dalam penentuan bentuk dan kekakuan material komposit.
13

4. Melindungi serat terhadap gangguan kimiawi dan mekanis (wear resistance).


Matrik biasanya memiliki karakteristik densitas, kekakuan, dan kekuatan yang lebih
rendah dari serat penguat. Dengan adanya penggabungan antara serat dan matriks akan di
dapatkan ke kakuan dan kekuatan yang lebih tinggi, namun masih mempunyai densitas
yang rendah. Matriks yang dapat digunakan dalam pembuatan komposit dapat berupa
polimer (Polymer Matrix Composite), logam (Metal Matrix Composite), dan keramik
(Ceramic Matrix Composite).

Gambar 2.7 Klasifikasi komposit berdasarkan matrik


Sumber: Nurun Nayiroh, Teknologi Material Komposit (2015)

2.7.1 Komposit Matrik Polimer


Matrik polimer banyak digunakan dalam dunia manufaktur karena fleksibilitas dan
mudahnya pengolahan. Matrik polimer menurut sifatnya dibedakan menjadi dua, yaitu
Thermoset Resin dan Thermoplastic Resin.

1. Thermoset Resin

Gambar 2.8 Tampak penampang samping ikatan molekul thermoset resin saat pengawetan
Sumber: Mazumdar (2002)

Resin thermoset memiliki karakteristik apabila telah diawetkan maka matrix tidak
dapat dicairkan ataupun dibentuk kembali. Ketika proses pengawetan thermoset resin
14

akan membentuk ikatan molekul seperti pada gambar diatas. Ikatan molekul inilah yang
menyebabkan material komposit menjadi tidak elastis, tidak dapat dicairkan ataupun
dilakukan pembentukan kembali. Semakin banyak ikatan molekul yang terbentuk, maka
material komposit yang dihasilkan akan memiliki sifat kestabilan thermal dan kekakuan
yang semakin baik. Walaupun memiliki sifat yang tidak fleksibel, namun dalam
penggunaannya thermoset resin dapat dibentuk dengan cara dilakuan pemanasan terlebih
dahulu. Pemanasan thermoset resin ini biasanya digunakan pada strutur yang berbentuk
melengkung.
Thermoset resin juga memiliki beberapa keunggulan, diantaranya sifatnya yang baik
untuk proses impregnasi pada serat. Hal ini disebabkan oleh thermoset resin dapat bersifat
cair pada temperatur ruangan. Keunggulan lain yang dimiliki thermoset resin diantaranya
adalah kestabilan bentuk dan thermal yang baik, kekakuan yang baik, ketahanan terhadap
lingkungan sekitar yang lebih baik.
Thermoset resin yang paling umum digunakan adalah epoxy, polyester, vinylester,
phenolics, cyanate esters, bismaleimids, dan polymides.

Tabel 2.1
Typical Unfilled Thermosetting Resin Properties
Resin Density Tensile Modulus Tensile Strength
Material (g/cm3) GPa (106 psi) MPa (103 psi)
Epoxy 1.2-1.4 2.3-5.0 (0.36-0.72) 50-110 (7.2-16)
Phenolic 1.2-1.4 2.7-4.1 (0.4-0.6) 35-60 (5-9)
Polyester 1.1-1.4 1.6-4.1 (0.23-0.6) 35-95 (5.0-13.8)
Sumber: Mazumdar (2002)

2. Thermoplastic Resin
Secara umum resin thermoplastic bersifat ulet dan memiliki ketangguhan yang
lebih tinggi jika dibandingkan dengan resin thermostat. Resin thermoplastic biasanya
digunakan pada pembuatan material tanpa menggunakan filler dan penguat. Resin
thermoplastic dapat dicairkan pada suhu tinggi dan kembali membeku ketika
didinginkan.
Pada proses pengawetan, resin thermoplastic tidak membentuk ikatan molekuler
seperti yang terjadi pada resin thermostat. Resin thermoplastic dapat berbentuk
amorphous maupun semi-crystalline seperti pada Gambar 2.9.
15

Gambar 2.9 Bentuk molekular (a) amorphous dan (b) semi-crystalline polimer
Sumber: Mazumdar (2002)

Jika dibandingkan dengan resin thermostat, resin thermoplastic memiliki sifat


mekanik lebih mudah terjadinya mulur pada suhu tinggi. Pada proses pembuatannya, resin
thermoplastic membutuhkan suhu yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan resin
thermostat. Berikut adalah beberapa jenis resin thermoplastic beserta sifatnya.

Tabel 2.2
Typical Unfilled Thermoplastic Resin Properties
Resin Density Tensile Modulus Tensile Strength
Material (g/cm3) GPa (106 psi) MPa (103 psi)
Nylon 1.1 1.3-3.5 (0.2-0.5) 55-90 (8-13)
PEEK 1.3-1.35 3.5-4.4 (0.5-0.6) 100 (14.5)
PPS 1-3-1.4 3.4 (0.49) 80 (11.6)
Polyester 1.3-1.4 2.1-2.8 (0.3-0.4) 55-60 (8-8.7)
Polycarbonat 1.2 55-70 (8-10)
2.1-3.5 (0.3-0.5)
e
Acetal 1.4 3.5 (0.5) 70 (10)
Polyethylene 0.9-1.0 0.7-1.4 (0.1-0.2) 20-35 (2.9-5)
Teflon 2.1-2.3 - 10-35 (1.5-5.0)
Sumber: Mazumdar (2002)
2.7.2 Epoxy
Resin Epoksi terdiri dari 2 bagian penyusun, diantaranya: Epoksi A resin dan Epoksi B
hardener. Resin epoksi ini memiliki bentuk berupa cairan yang sangat kental serta padat.
Penggunaan dari resin ini dengan cara menggabungkan atau mencampurkan antara resin
dan hardener yang akan menghasilkan reaksi antara resin dan hardener yang bertujuan
untuk membentuk polimer crosslink, sehingga akan terjadi pengerasan resin epoksi.
Curring time yang terjadi pada resin ini tergantung dari penggunaan hardener. Struktur
kimia serta spesifikasi dari resin epoksi A dan B dapat dilihat pada Gambar 2.10 dan Tabel
2.3 - 2.4
16

Gambar 2.10 Struktur kimia resin epoksi A dan B


Sumber: Clayton, Epoxy Resins: Chemistry and Technology (1987)

Tabel 2.3
Spesifikasi Resin Epoksi (Eposchon)
Sifat Mekanik Besaran Satuan
Viskositas ( at 250C) 16000 - 20000 mPa.s
Epolsi equivalent 184 - 204 g/equiv
Hydrolyzable chlorine content < 0,05 %
Colour according to the Gardner scale 12-15
Sumber: PT. Justus Kimia Raya, Data sheet (2003)

Tabel 2.4
Spesifikasi Hardener Epoksi (Eposchon)
Sifat Mekanik Besaran Satuan
Kekuatan tarik 410 kgf/cm2
Kekuatan fleksural 810 kgf/cm2
Kekuatan tekan 740 kgf/cm2
Kekuatan geser adesif 160 kgf/cm2
Sumber: PT. Justus Kimia Raya, Data sheet Epoksi (Eposchon) (2003)

2.7 Teori Ikatan Matrik dan Serat Penguat


Ketika matriks melapisi dan melekat pada serat penguat.terjadi ikatan antar serat
dengan matriks. ada beberapa macam ikatan yang terbentuk antara lain:
1. Ikatan mekanik (Mechanical bonding)
Matriks cair akan menyabar ke seluruh permukaan serat penguat dan mengisi
setiap lekuk dan permukaan serat serat penguat yang kasar akan saling mengunci dan
semakin kasar permukaan serat maka ikatan yang terjadi akan semakin kuat.
17

Gambar 2.11 Ikatan mekanik


Sumber: Matthew and Rawling (1994)

2. Ikatan elektrostatik (elektostatic bonding)


Ikatan elektrostatik seperti yang di tunjukkan terjadi antara matriks dan serat
penguat ketika salah satu permukaan yang mempunyai muatan positif dan permukaan
lain mempunyai muatan negatif, sehingga terjadi tarik menarik antara dua permukaan
tersebut.

Gambar 2.12 Ikatan elektrostatik


Sumber: Matthew and Rawling (1994)

3. Ikatan reaksi (Reaction bonding)


Atom atau molekul dari dua komponen dalam komposit dapat bereaksi pada
permukaan sehingga terjadi ikatan reaksi. Ikatan ini membentuk lapisan permukaan
yang mempuntyai sifat yang berbeda dari kedua komponen tersebut. Ikatan ini dapat
terjadi karena adanya difusi atom-atom permukaan dari komponen komposit
18

Gambar 2.13 Ikatan reaksi


Sumber: Matthew and Rawling (1994)

2.8 Kekuatan Tarik


Kekuatan tarik merupakan kemampuan suatu bahan untuk menerima beban tarik tanpa
mengalami kerusakan dan dinyatakan sebagai tegangan maksimum sebelum bahan tersebut
patah. Kekuatan tarik bisa didapatkan dengan melakukan uji tarik dan mencatat perubahan
tegangan serta regangan.

2.9.1 Uji Tarik


Uji tarik digunakan untuk memperoleh informasi dari kekuatan bahan dan sebagai uji
spesifikasi bahan. Pada uji tarik spesimen dibebani gaya tarik searah sumbu secara
kontinyu.

2.9.2 Tegangan dan Regangan


Hubungan tegangan regangan dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Tegangan tarik merupakan distribusi gaya tarik persatuan luas bahan, dirumuskan:

F
σT= .......................................................................................................................(2-2)
A
Dimana:
σ 𝑇 = Tegangan tarik (MPa)
F = Gaya tarik (N)
A = Luas penampang (mm2)
2. Regangan adalah perbandingan antara pertambahan panjang dengan panjang awal,
dirumuskan:

Δl
E= .........................................................................................................................(2-3)
l0
Dimana:
19

E = Regangan (%)
l0 = Panjang awal (mm)
Δl = Pertambahan panjang (mm)
Untuk hampir semua bahan material tahap uji tarik hubungan antara beban atau gaya
yang diberikan pada bahan percobaan berbanding lurus terhadap perubahan panjang bahan
tersebut, ini disebut daerah linier. Didaerah ini kurva pertambahan panjang terhadap beban
sebagai berikut.
“Rasio tegangan dan regangan adalah konstan”. Sehingga hubungan antara tegangan dan
regangan di rumuskan:
σ
E = ..........................................................................................................................(2-4)
E
Dimana:
𝐸 = Modulus elastisitas (GPa)
σ = Tegangan (MPa)
E = Regangan (%)

Hubungan antara regangan dan tegangan juga dapat diketahui dengan jelas dari grafik
tegangan–regangan yang berdasarkan hasil uji tarik sebagai berikut.

Gambar 2.14 Hubungan tegangan dengan regangan


Sumber: Avner S.H., Introduction to Physical Metallurgy (1974)

Istilah mengenai sifat-sifat mekanik bahan denga melihat hasil uji tarik diatas.
Asumsikan bahwa kita melakukan uji tarik mulai titik 0 sampai B sesuai dengan arah
panah dalam Gambar 2.14.
20

1. Daerah Elastis (Elastic Range)


Dalam gambar diatas dinyatakan dengan daerah pada titik 0 sampai dengan R.
Daerah terjadinya deformasi elastis, yang dimana kenaika tegangan dan regangan
berbanding lurus sehingga membentuk kurva yang linier atau nilai perubahan tegangan
dan regangan sama.
2. Batas proporsional (𝑃)
Titik sampai dimana penerapan hukum Hooke masih bisa ditolerir. Tidak ada
standarisasi tentang nilai ini. Dalam praktek biasanya, batas proporsional sama dengan
batas elastis, yang mana merupakan batas dari keseimbangan antara pertambahan
tegangan dan regangan.
3. Tegangan luluh (Yield Stress)
Tegangan maksimum sebelum bahan memasuki fase daerah landing, peralihan
deformasi elastis ke plastis.
4. Daerah plastis
Daerah dimana terjadinya deformasi plastis yang terjadi setelah yield strength
sampai fracture. Kenaikan tegangan regangan merupakan fungsi polynomial sampai
titik ultimate strength, kemudian putus sampai fracture.

5. Ultimate Tensile Strength (M)


Titik terjadinya tegangan regangan tertinggi yang dapat dicapai material atau
spesimen. Pada saat titik Ultimate (M), spesimen mengalami necking (pengecilan
penampang) dengan diikuti penurunan tegangan, tapi panjangnya tetap bertambah
sampai akhirnya putus.
6. Fracture (B)
Titik dimana terjadinya patahan pada spesimen.
Dalam buku Material Science, Kakani (2004) menuliskan tentang kurva tegangan
regangan yang dimiliki oleh komposit. Pada dasarnya komposit merupakan gabungan dari
dua material yang bersifat brittle (fiber) dan bersifat ductile (matrix). Pada grafik tersebut
terlihat bahwa kurva tegangan regangan komposit berada ditengan tengah antara kurva
tegangan regangan fiber dan matrix. ini terjadi dikarenakan komposit merupakan gabungan
dari fiber dan matrix yang saling melengkapi sehingga membentuk suatu material baru
yang lebih tepat guna.
21

Gambar 2.15 Grafik tegangan-regangan polimer


Sumber: Kakani (2004)

2.9 Metode Manufaktur Komposit


Pada zaman yang semakin maju dan modern ini, kemajuan teknologi juga
mempengaruhi berkembangnya metode manufaktur komposit. Pada dasarnya metode
manufaktur komposit terbagi menjadi dua proses, cetakan terbuka (open-mold process)
dan cetakan tertutup (close-mold process).
1. Cetakan Terbuka (Open-Mold Process)
a. Hand Lay Up / Contact Molding

Hand lay-up adalah metode yang paling sederhana dan merupakan salah satu
proses dengan metode cetakan terbuka dari proses fabrikasi komposit. Adapun
proses dari pembuatan dengan metode ini adalah dengan cara menuangkan resin
dengan tangan kedalam serat berbentuk anyaman, rajuan atau kain, kemudian
memberi takanan sekaligus meratakannya menggunakan rol atau kuas. Proses
tersebut dilakukan berulang-ulang hingga ketebalan yang diinginkan tercapai.
Pada proses ini resin langsung berkontak dengan udara dan biasanya proses
pencetakan dilakukan pada T kamar.
22

Gambar 2.16 Hand lay up


Sumber: Mazumdar (2002)

b. Vacuum bag

Proses vacuum bag merupakan penyempurnaan dari hand lay-up,


penggunaan dari proses vakum ini adalah untuk menghilangkan udara yang
terperangkap dan kelebihan resin. Pada proses ini digunakan pompa vakum untuk
menghisap udara yang ada dalam wadah/tempat dimana komposit akan dilakukan
proses pencetakan. Dengan divakumkan udara dalam wadah maka udara yang
ada diluar penutup plastik akan menekan kearah dalam. Hal ini akan
menyebabkan udara yang terperangkap dalam spesimen komposit akan dapat
diminimalkan. Metode vakum memberikan penguatan konsentrasi yang lebih
tinggi, adhesi yang lebih baik, dan kontrol yang lebih antara lapisan dan resin.

Gambar 2.17 Vacuum bag


Sumber: Mazumdar (2002)

c. Pressure bag

Pressure bag memiliki kesamaan dengan metode vacuum bag, perbedaannya


adalah metode ini tidak memakai pompa vakum tetapi menggunakan udara atau
23

uap bertekanan yang dimasukkan malalui suatu wadah elastis. Wadah elastis ini
yang akan berkontak pada komposit yang akan dilakukan proses. Besar tekanan
yang di berikan pada proses ini adalah sebesar 30 sampai 50 psi.

Gambar 2.18 Pressure bag


Sumber: R. Hari Setyanto, Review (2012)

d. Spray-up

Spray-up merupakan metode cetakan terbuka yang dapat menghasilkan


bagian- bagian yang lebih kompleks dan lebih ekonomis dari hand lay-up. Proses
spray-up dilakukan dengan cara penyemprotan serat (fibre) yang telah melewati
tempat pemotongan (chopper). Sementara resin yang telah dicampur dengan
katalis juga disemprotkan secara bersamaan Wadah tempat pencetakan spray-up
telah disiapkan sebelumnya. Setelah itu proses selanjutnya adalah dengan
membiarkannya mengeras pada kondisi atsmosfer standar. Teknologi ini
menghasilkan struktur kekuatan yang rendah, yang biasanya tidak termasuk pada
produk akhir. Spray-up ini juga digunakan secara terbatas untuk mendapatkan
fiberglass splash dari alat transfer.
24

Gambar 2.19 Spray up


Sumber: Mazumdar (2002)
e. Filament Winding

Fiber tipe roving atau single strand dilewatkan melalui wadah yang berisi
resin, kemudian fiber tersebut akan diputar sekeliling mandrel yang sedang
bergerak dua arah, arah radial dan arah tangensial. Proses ini dilakukan berulang,
sehingga cara ini didapatkan lapisan serat dan sesuai dengan yang diinginkan.

Gambar 2.20 Filament winding


Sumber: Mazumdar (2002)

2. Cetakan Tertutup (Close-Mold Process)


a. Proses Cetakan Tekan (Compression Molding)

Proses cetakan ini menggunakan hydraulic sebagai penekannya. Serat yang


telah dicampur dengan resin dimasukkan ke dalam rongga cetakan, kemudian
dilakukan penekanan serta pemanasan pada cetakan hydraulic pada rongga
cetakan.
25

Gambar 2.21 Compression molding


Sumber: Mazumdar (2002)
b. Injection Molding

Metode injection molding juga dikenal sebagai reaksi pencetakan cairan atau
pelapisan tekanan tinggi. Fiber dan resin dimasukkan ke dalam rongga cetakan
bagian atas, kondisi temperatur dijaga supaya tetap dapat mencairkan resin. Resin
cair beserta fiber akan mengalir ke bagian bawah, kemudian injeksi dilakukan
oleh mandrel ke arah nozzle menuju cetakan.

Gambar 2.22 Injection Molding


Sumber: Mazumdar (2002)

c. Continuous Pultrusion

Fiber jenis roving dilewatkan melalui wadah berisi resin, kemudian secara
kontinu dituangkan ke cetakan pra cetak dan diawetkan (cure), kemudian
dilakukan pengerolan sesuai dengan dimensi yang diinginkan. Atau juga bisa
disebut sebagai penarikan serat dari suatu jaring atau creel melalui bak resin,
kemudian dilewatkan pada cetakan yang telah dipanaskan. Fungsi dari cetakan
tersebut ialah mengontrol kandungan resin, melengkapi pengisian serat, dan
mengeraskan bahan menjadi bentuk akhir setelah melewati cetakan.
26

Gambar 2.23 Continuous pultrusion


Sumber: Mazumdar (2002)

d. Resin Transfer Molding (RTM)

Resin Tansfer Molding (RTM) attau biasa disebut resin infusion adalah
metode pembuatan komposit dengan menggunaan aplikasi tekanan rendah untuk
mengatur jalannya resin menjadi lamina. Setelah lembaran-lembaran antara resin
dan matrik sudah terbentuk, vacuum akan menghisap sisa sisa resin yang
tertinggal sehingga lembaran komposit yang terbentuk memiliki ketebalan yang
sama.

Gambar 2.24 Resin transfer molding


Sumber: Mazumdar (2002)

2.10 Cacat pada Komposit


Dalam proses pembuatannya, sangat memungkinkan apabila terjadi cacat pada produk
hasil manufaktur komposit. Berikut ini merupakan macam-macam cacat yang sering
terjadi pada komposit sehingga menurunkan kualitas produk dan juga sifat mekaniknya.
27

1. Cacat material merupakan cacat yang terjadi sebelum material penyusun


komposit mengalami proses manufaktur dan merupakan cacat material penyusun
komposit.
a. Cacat serat: terjadi akibat kualitas serat yang kurang baik, serat yang tersobek,
terlipat, dan berlubang tentunya akan mempengaruhi kualitas dari produk
komposit yang dihasilkan
b. Cacat matrik: terjadi pada matrik sebelum dicampurkan dengan serat, cacat ini
terjadi akibat dari komposisi campuran matrik yang tidak sesuai sehingga matrik
memasuki gelling time sebelum tersebar secara merata.
2. Cacat produk merupakan cacat yang terjadi pada produk komposit setelah
mengalami proses pembuatan dan manufaktur komposit.
a. Porosity/Void: terbentuk karena adanya gelembung udara yang terperangkap
pada produk komposit pada saat proses curing akibat kurang meratanya resin
yang dicampurkan pada permukaan fiber.
b. Resin Rich: terjadi akibat terlalu berlebihannya resin yang diberikan sehingga
melewati batas idealnya.
c. Resin Starved: terjadi akibat kurangnya resin yang diberikan pada serat sehingga
terjadi kekuarangan resin pada komposit.
d. Delaminasi: terjadi karena terpisahnya lamina satu dengan lainnya sehingga
menurunkan sifat mekanisnya.
e. Fiber ringkle: dimana serat pada produk komposit mengalami pengerutan di
dalam komposit.
f. Exess resin: dimana terdapat penumpukan matrik pada salah satu bagian
komposit.
g. Improper pressure: dikarenakan tekanan yang diberikan pada komposit pada saat
proses curing tidak sesuai dengan yang dibutuhkan.
h. Debonding: terjadi akibat kurang kuatnya ikatan antara matrik dan serat sehingga
kekuatan komposit akan menurun.
i. Srinkage: terjadi akibat penyusutan dimensi komposit sehingga tidak sesuai
dengan dimensi awal.

2.11 Hipotesis
Berdasarkan penjelasan diatas, didapatkan hipotesis bahwa semakin tinggi daya
pemanasan pada microwave oven menyebabkan kekuatan tarik semakin tinggi dikarenakan
28

semakin tinggi daya yang diberikan maka kelembaban dari serat tersebut semakin hilang
dan semakin menyerap NaOH yang sudah di rendam selama 1 jam sampai pada kadar
tertentu dikarenakan semakin terkikisnya lignin, wax, dan hemiselulosa, pada penambahan
daya akan membuat permukaan serat semakin kasar dan berpori-pori sehingga matriks
lebih mengikat serat.

Halaman ini sengaja dikosongkan

Anda mungkin juga menyukai