Anda di halaman 1dari 40

COVER

A n a lis a P e n d a p a t a n T e tap iii

KATA PENGANTAR
Alhamdullilah hadir di hadapan anda merupakan buku bacaan wajib calon professional
di Industri Pasar Modal khususnya Profesi Analis. Namun buku ini juga dapat digunakan
bagi anda yang berminat untuk menjadi praktisi, professional maupun investor. Jujur
saja penyelesaian buku ini relative lama karena terkatung – katung akibat kesibukan
para penulis. Alhamdullilah akhirnya buku ini bisa hadir dihadapan para pembaca.

Penyusun dari buku ini adalah para Praktisi, Profesional Analis yang sudah berpen-
galaman sebagai praktisi seperrti Analis Fundamental, Analis Teknikal, Ekonom, Analis
Derivative. Namun guna melengkapi buku ini juga kami libatkan Akademisi yang juga
praktisi di Jasa Keuangan yakni Pasar Modal. Sehingga buku ini akan mempermudah
bagi siapapun yang akan mempersiapkan diri mengikuti Uji Kompetensi dibidang Anal-
isa Efek. Pada akhirnya harapan kami akan melahirkan calon Analis yang Kompeten
baik yang akan berprofesi di Industri Pasar Modal, maupun industri lainnya, bahkan
mempersiapkan diri untuk menjadi entrepreneur.

“Analysis Pendapatan Tetap” yang ada di hadapan pembaca adalah merupakan ba-
gian dari Buku beberapa buku yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk men-
jadi Analis yang Profesional. Buku ini memberikan pemahaman lebih lanjut. Analisa
Pendapatan Tetap saat ini menjadi hal yang sangat dibutuhkan. Maraknya kebutuhan
investasi baik dari sisi swasta dan pemerintah yang melibatkan banyak perusahaan
dalam pembiayaan maka Analisa Pendapatan Tetap dibutuhkan bagi para analis dan
dimasukkan dalam materi RSA maupun CSA. Bagaimana perkembangan surat hutang,
bagaimana penangangan atas kebutuhan dana perusahaan, menerbitkan surat hutang
yang mana serta melakukan perhitungan analisis analisis surat hutang menjadi materi
semakin lengkap.

Buku ini merupakan serangkaian dari beberapa Modul yang menjadi bahan ajar di
kelas RSA dan CSA, juga sebagai preparation dalam mempersiapkan Uji Kompetensi
Analis Efek di LSP Pasar Modal. Selain Analis, tentunya professional di Pasar Modal
juga membutuhkan knowledge dari buku ini yang menjadi pijakan maupun referensi
atas kompetensi yang lebih seperti di Investment Banking, Fund Manajer, Penasehat
Investasi maupun profesi lainnya. Hal ini mengingat buku untuk Profesi di Pasar Modal
masih sangat terbatas, maka buku ini juga dapat digunakan untuk Profesi Profesi lain-
nya. Tentu tak lain adalah banyaknya irisan dalam profesi di Industri Pasar Modal, me-
iv Analis a Pendapat an Tet ap

mungkinkan buku ini dapat digunakan oleh siapapun termasuk calon investor sebagai
persiapan investasinya.

Keterbatasan dalam setiap pelatihan profesi adalah dari sisi trainingnya biasanya sangat
singkat dan padat. Tentu membutuhkan pembelajaran berkesinambungan yang dapat
dilakukan dengan kembali membaca secara berulang, guna pemahaman dan penda-
laman atas tuntutan sebagai professional. Nah buku ini salah satunya di persiapkan
sebagai proses pembelajaran seumur hidup.

Buku ini merupakan gabungan dari 4 Modul yang diajarkan pada Pelatihan dan Uji
Kompetensi untuk Profesi bidang CSA (Certified Securities Analyst) dan 2 Modul untuk
RSA (Registered Securities Analyst). Materi yang masuk dalam Pelatihan dan Uji Kom-
petensi tersebut diantaranya meliputi:
1. Pengenalan Investasi di Pasar Modal (Introduction to Investment in Capital
Market)
2. Kode Etik Analis Efek (Ethics of Conduct)
3. Analisa Ekonomi Makro (Macro Economics)
4. Analisa Laporan Keuangan (Financial Report Analysis)
5. Analisa Ekuitas dan Valuasi (Equity Analysis and Valuasi)
6. Analisa Pendapatan Tetap (Fixed Income Analysis)
7. Analisa Teknikal (Technical Analysisi)
8. Analisa Derivatif (Derivatives Analysis)
9. Behavioral Finance (Perilaku Keuangan)
10. Modelling Keuangan (Financial Modelling)

Dalam pelatihan yang dilakukan oleh Lembaga Training Provider materi materi terse-
but disampaikan sekaligus dengan kondisi praktis yang ada dilapangan. Hal ini penting
untuk dapat melaksanakan pelatihan berbasis kompetensi sehingga diharapkan calon
analis sudah siap meniti karir di dunia kerja.

Dalam Preparation Uji Kompetensi di LSP Pasar Modal, umumnya pelatihan berbasis
Kompetensi dengan menggunakan Standar Kompetensi Kerja (SKK) yang sudah dicatat-
kan di Nakertran dengan NOMOR KEP.317/LATTAS/XII/2014 TAHUN 2014. SKK untuk
Bidang Analis Efek memiliki 12 Unit Kompetensi yang meliputi:
A n a lis a P e n d a p a t a n T e tap v

No. Judul Unit Kompetensi


1 Mengumpulkan Data yang Diperlukan dalam Analisis Fundamental
2 Mempublikasikan Laporan Riset
3 Melakukan Analisis Makro Ekonomi
4 Melakukan Analisis Tekait Kinerja Industri
5 Melakukan Analisis Efek Terkait Kinerja Keuangan Emiten (Perusahaan)
6 Mengkonstruksi Grafik
7 Menganalisis Kecenderungan Pergerakan Harga (Trend and Reversal)
8 Menganalisis Support dan Resistance Harga Efek
9 Menganalisis Indikator Teknikal
10 Menulis Laporan Riset
11 Melakukan Presentasi Laporan Riset
12 Melakukan Wawancara dengan Media (Cetak dan Elektronik)

Terima kasih kepada banyak Pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, namun
kami sangat menghargai teman teman yang telah membantu sejak proses penyusunan
hingga penertitan buku ini. Namun paling tidak penghargaan tinggi kami sampaikan
kepada Tim Penyusun atas Modul RSA (Registered Securities Analyst) dan Modul CSA
(Certified Securities Analyst) sehingga buku ini ada dihadapan para pembaca. Tanpa
upaya dari penulis maupun editor dan designer buku ini niscaya buku ini ada dihadapan
Bapak Ibu sekalian. Penyusun terdiri dari orang – orang yang berdedikasi tinggi bagi
untuk membangun SDM di Industri Pasar Modal yang lebih baik. Mereka adalah:
Tim Penyusun
a. Dr. Budi Frensidi Ak. CSA®, CRP®,
b. Haryajid Ramelan, SE, MM, CSA®, CRP®, CIB®, CFP®, RFC®
c. Budi Hikmat
d. Teddy Ferdiansyah MM, CSA®, ERMCP®, CRP®
e. Edwin Sebayang MBA, CSA®, CIB®
f. Achmad Nurcahyadi CSA®
g. Aria Santoso CTA®, CFTE®, CSA®

Tim Editor atas buku ini adalah


1. Suli Muwardi
2. Haryajid Ramelan SE, MM, CSA®, CRP®, CIB®, CFP®, RFC®
vi Analis a Pendapat an Tet ap

Design :
• Muhamad Alfiandi

Kami sangat mengharapkan Kritik dan saran membangun dari pembaca buku ini. Tentu
harapkannya adalah demi menjaga kualitas isi dari buku ini dan akhirnya dapat mening-
katkan mutu SDM yang lebih unggul bagi Industri Pasar Modal.
Sekali lagi semoga buku ini bisa bermanfaat bagi para pembaca buku dan harapan
kami bagi pembangunan Kompetensi Insan Pasar Modal di Indonesia.
Daftar Isi

Kata Pengantar ...................................................... iii

• Karakteristik Surat Utang ...................................... 1


• Perdagangan Obligasi............................................ 3
• Sektor Obligasi di Indonesia................................... 4
• Peringkat Kredit ................................................... 5
• Berbagai Opsi yang dapat Melekat pada Obligasi....... 6
• Risiko-risiko Terkait Investasip Pada Obligasi ............ 7
• Hasil Pengembalian atas Investasi Dalam Obligasi..... 9
• Penilaian Obligasi ............................................... 10
• Berbagai Ukuran Imbal Hasil (Yield) ...................... 13
• Asumsi dan Keterbatasan Ukuran Yield .................. 16
• Kurva Imbal Hasil (Yield Curve) ............................ 16
• Term Structure dan Tingkat Bunga........................ 17
• Tingkat Bunga Spot dan Forward .......................... 18
• Penilaian Obligase dengan Pendekatan
Arbitrage-Free ................................................... 19
• Ukuran Risiko Tingkat Bunga................................ 19
• Dasar-dasar Analisa Kredit................................... 25
• Komponen Analisa Kredit Tradisional ..................... 27
• Capacity............................................................ 27
• Collateral........................................................... 28
• Covenants ......................................................... 28
• Character .......................................................... 29
• Rasio Keuangan dalam Analisa Kredit .................... 29
• Profit and Cash Flows.......................................... 29
• Leverage Ratios.................................................. 30
• Coverage Ratios ................................................. 30
• Analisa Surat Utang Negara ................................. 30
Daftar Isi

Tabel

• Tabel Nilai Obligasi............................................... 12


• Tabel YTM Obligasi............................................... 18
• Tabel Perubahan Obligasi akibat perubahan
tingkat suku bunga.............................................. 21
• Tabel Convexity................................................... 23

Gambar..

• Pictures Convexity............................................... 24
A na lis a P e n d a p a t a n T e tap 1

Karakteristik Surat Utang


Di pasar modal, kita mengenal beragam surat berharga yang bisa diperjualbelikan,
antara lain adalah surat berharga pendapatan tetap (fixed income securities). Surat
berharga pendapatan tetap ini menjanjikan pembayaran arus kas reguler selama
periode tertentu dan mengembalikan jumlah pinjaman pada tanggal jatuh tempo.
Perjanjian tertulis (indenture) antara peminjam (emiten) dan pemberi pinjaman
dapat dirancang untuk memiliki berbagai pola atau arus pembayaran yang disetujui
oleh kedua belah pihak.

Untuk surat utang dengan jangka waktu lebih dari satu tahun dan dijual melalui
penawaran umum disebut obligasi, sedangkan yang tidak dijual melalui penawaran
umum disebut MTN (medium term notes).

Adapun perjanjian tertulis yang memuat seluruh hak dan kewajiban dari emiten
dan pemegang obligasi disebut perjanjian penerbitan obligasi (bond indenture).
Perjanjian dimaksud menjelaskan kewajiban dan batasan bagi peminjam dan
merupakan dasar untuk seluruh transaksi di masa datang antara pemegang surat
utang dan emiten.

Klausul – klausul dalam perjanjian tertulis (covenants) terdiri dari klausul negatif
dan klausul positif (affirmative). Klausul negatif merupakan larangan bagi emiten,
antara lain: larangan menjual aset yang dijadikan jaminan, larangan menggunakan
aset yang sama untuk menjamin beberapa utang secara bersamaan (negative
pledge), dan batasan untuk menambah pinjaman dimana emiten tidak dapat
menambah pinjaman kecuali memenuhi kondisi keuangan tertentu. Klausul positif
merupakan tindakan-tindakan yang dijanjikan emiten untuk dilakukan antara lain:
membayar kupon dan pokok tepat waktu, dan memelihara rasio- rasio keuangan
tertentu.

Karakteristik surat utang paling tidak memuat 3 informasi berikut:


1. Jatuh tempo: periode perjanjian pinjaman,
2. Nilai par (nilai tercantum/pokok): jumlah pokok pinjaman yang emiten
janjikan akan bayarkan kepada pemegang obligasi pada saat jatuh tempo,
3. Besar kupon: persentase yang dipakai untuk menentukan jumlah bunga
berkala yang akan dibayarkan atas pokok pinjaman. Bunga dapat dibayarkan
semesteran atau kuartalan atau bulanan, tergantung dari kesepakatan.
Tingkat kupon dapat tetap atau mengambang.
2 Analis a Pendapat an Tet ap

Disamping ketiga informasi di atas, informasi-informasi lain yang mungkin ada


antara lain: dana pelunasan obligasi, status senioritas obligasi dibandingkan utang
lainnya, jaminan, ada tidaknya Opsi seperti Opsi konversi ke saham biasa, ada
tidaknya pihak lain sebagai penjamin, dan wali amanat.

Dana pelunasan obligasi seringkali disyaratkan dalam penerbitan obligasi dengan


tujuan mengurangi risiko ketidakmampuan emiten membayar kembali pokok utang
saat jatuh tempo dengan cara mewajibkan emiten untuk menyisihkan dana sejumlah
tertentu setiap tahun, menyimpannya secara terpisah dan tidak dapat digunakan
tanpa persetujuan pemegang obligasi. Dana disimpan dalam bentuk investasi yang
aman, umumnya berupa deposito berjangka.

Status senioritas obligasi dibandingkan utang lainnya merupakan informasi


penting yang perlu diketahui oleh investor karena akan menentukan pembagian
hasil likuidasi perusahaan saat terjadi kebangkrutan. Jika obligasi ditempatkan
pada posisi yang lebih rendah (subordinasi) dibandingkan utang lainnya, maka saat
likuidasi terjadi investor obligasi tersebut hanya akan menerima dananya kembali
setelah investor obligasi yang lebih senior memperoleh kembali seluruh utang
pokoknya.

Struktur tingkat kupon obligasi sangat bervariasi, antara lain:


1. Obligasi tanpa Opsi (biasa): membayar bunga berkala dan nilai par saat jatuh
tempo,
2. Obligasi nihil kupon: tidak membayar bunga berkala dan dijual dengan
diskon terhadap nilai par,
3. Obligasi kupon berjenjang: membayar bunga yang meningkat (step-up) atau
menurun (step-down) sesuai jadwal tertentu,
4. Obligasi kupon ditunda: pada awalnya tidak membayar bunga selama jangka
waktu tertentu, setelah itu bunga terhutang dibayarkan, dan selanjutnya
obligasi membayarkan bunga berkala sampai jatuh temponya,
5. Obligasi kupon mengambang: membayar bunga berkala berdasarkan
formula tertentu yang mengacu pada tingkat bunga tertentu misalnya Bank
Indonesia (BI) rate ditambah marjin tertentu. Emiten dapat membatasi
risiko kenaikan bunga yang harus dibayarkan dengan menetapkan bunga
maksimum (cap) yang akan dibayarkan. Demikian pula pemilik obligasi
dapat menetapkan batas minimum pembayaran bunga berkala (floor).
Ketika obligasi memiliki 2 batasan tersebut, kombinasinya dinamakan collar.
A na lis a P e n d a p a t a n T e tap 3

Perdagangan Obligasi
Di Indonesia obligasi diperdagangkan tanpa warkat (scripless) dimana kepemilikan
investor atas obligasi dicatat oleh Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), sehingga
investor harus menunjuk lembaga kustodian yang merupakan pemegang langsung
rekening di KSEI. Lembaga kustodian yang dimaksud dapat berupa bank atau
perusahaan sekuritas.

Investor dapat memiliki obligasi dengan membeli melalui salah satu dari
mekanisme pasar berikut ini :
1. Pasar perdana: obligasi untuk pertama kali dijual kepada investor melalui
perantaraan penjamin emisi (underwriter), dimana dana dari investor akan
masuk ke rekening penjamin emisi dan selanjutnya dibayarkan ke emiten.
Kemudian, obligasi jumbo diterbitkan oleh emiten dan dipegang oleh KSEI.
Selanjutnya, KSEI akan mendistribusikan ke para investor melalui rekening
kustodian yang ditunjuk oleh investor.
2. Pasar sekunder: obligasi diperdagangkan antara pemegang obligasi dan
pembeli obligasi, dimana dana berpindah dari pembeli obligasi ke pemegang
obligasi sebelumnya, sedangkan pemindahan kepemilikan akan dilakukan
oleh KSEI dari rekening kustodian penjual ke rekening kustodian pembeli.
3. Pasar lelang: khusus untuk penerbitan baru dari obligasi pemerintah
Indonesia (Surat Utang Negara/SUN), dimana pemerintah menjual obligasi
baru kepada investor melalui peserta lelang.

Pada saat obligasi diperdagangkan diantara tanggal pembayaran kupon, pembeli


wajib membayarkan bunga terhitung dari tanggal pembayaran kupon terakhir
sampai dengan tanggal penyelesaian perdagangannya (accrued interest). Tangga
penyelesaian (settlement) umumnya dua hari bursa (obligasi rupiah) atau tiga hari
bursa (obligasi mata uang asing) setelah tanggal pembelian.

Banyaknya hari antara kedua tanggal dimaksud dapat dihitung berdasarkan


aturan aktual/aktual atau 30/360. Aktual/aktual digunakan pada obligasi negara
berbunga tetap (FR/ORI) sedangkan 30/360 digunakan pada obligasi berbunga
mengambang (VR) dan obligasi korporasi. Dengan demikian pembeli obligasi akan
membayarkan harga obligasi (clean price) ditambah bunga berjalan yang jumlah
keseluruhannya disebut juga full price (dirty price). Jika obligasi dalam status gagal
bayar maka obligasi diperdagangkan tanpa bunga terhutang.
4 Analis a Pendapat an Tet ap

Sebagai illustrasi perhitungan bunga terhutang, SUN FR68 akan jatuh tempo 15
Maret 2034 dan membayarkan kupon tetap 8,375% setiap setengah tahun. Pada
tanggal 25 Mei, seorang investor membeli FR68 Rp10 miliar dengan penyelesaian
dua hari berikutnya (27 Mei). Maka bunga terhutangnya dihitung sebagai berikut:
• Aturan hari untuk FR adalah aktual/aktual dan bunga dihitung per Rp1 juta
nominal dengan pembulatan terdekat ke rupiah penuh,
• Jumlah hari terhutang dari tanggal pembayaran kupon terakhir 15 Maret ke
tanggal penyelesaian 27 Mei adalah 73 hari,
• Jumlah hari antara pembayaran bunga terakhir 15 Maret ke tangggal
pembayaran bunga berikutnya pada 15 September adalah 184 hari,
• Bunga terhutang per Rp1 juta nominal: 8,375% : 2 x 73/184 x Rp 1 juta = Rp
16.613,45, dibulatkan menjadi Rp 16.613,
• Bunga terhutang per Rp10 miliar nominal: 10.000 x Rp 16.613 = Rp
166.130.000.

Jenis perdagangan obligasi lain yang sering terjadi adalah transaksi repo
(repurchase agreement) di mana satu investor menjual obligasi kepada investor
lainnya dengan janji akan membeli kembali obligasi tersebut pada tanggal tertentu
dan harga tertentu. Repo dilakukan oleh investor ketika memerlukan pendanaan
dalam jangka pendek dan tidak ingin menjual obligasi yang dimilikinya. Selisih harga
(jika bunga terutang masih dimiliki oleh penjual) merupakan bunga repo, yang juga
merupakan bunga pinjaman yang dibebankan kepada peminjam.

Sebagai illustrasi perhitungan bunga repo, andaikan seorang pemegang SUN


FR68 membutuhkan pendanaan selama 1 minggu sehingga memutuskan untuk
melakukan repo dengan sebuah bank. Perjanjian repo mensyaratkan investor untuk
menjual SUN FR68 pada harga 95 kepada bank dan wajib membeli kembali obligasi
dimaksud pada harga 95,2 seminggu kemudian, sedangkan seluruh kupon akan
tetap menjadi hak investor. Maka bunga repo untuk seminggu adalah (95,2 – 95) :
95= 0,21% atau 21 bps (basis point), atau bunga efektif menjadi= (1+0,21%)365/7 –
1= 11,59% per tahun.

Sektor Obligasi di Indonesia


Investor obligasi di Indonesia memiliki berbagai pilihan untuk membeli obligasi
dalam mata uang rupiah karena beragamnya waktu jatuh tempo obligasi maupun
penerbitnya. Pasar obligasi rupiah saat ini setidaknya dapat dikategorikan ke dalam
tiga sektor sebagai berikut:
A na lis a P e n d a p a t a n T e tap 5

1. Obligasi pemerintah: surat utang jangka panjang yang diterbitkan oleh


Pemerintah Indonesia, yang umumnya dijadikan acuan sebagai instrumen
investasi tanpa risiko (risk-free asset). Pemerintah menetapkan seri obligasi
FR tertentu sebagai seri acuan (benchmark) untuk jangka waktu 5 tahun,
10 tahun, 15 tahun, dan 20 tahun. Seri obligasi acuan umumnya memiliki
likuiditas yang lebih baik dari seri lainnya.
2. Obligasi korporasi: surat utang jangka panjang yang diterbitkan oleh
perusahaan di Indonesia. Surat utang dimaksud wajib memiliki peringkat
kredit (credit rating) untuk mengindikasikan kepada investor mengenai
kemampuan pemenuhan kewajiban pembayaran kupon dan pokok di masa
mendatang.
3. KIK EBA: surat utang berupa unit penyertaan pada reksa dana berbentuk
KIK yang berinvestasi khusus pada tagihan-tagihan kredit pemilikan rumah
(mortgage) atau tagihan kredit jangka panjang lainnya seperti kredit
pemilikan mobil/motor, dan kartu kredit.

Peringkat Kredit
Sesuai peraturan penerbitan obligasi di Indonesia, setiap obligasi korporasi wajib
memiliki peringkat kredit. Peringkat kredit obligasi maupun emiten diberikan oleh
perusahaan pemeringkat kredit. Saat ini ada tiga perusahaan pemeringkat kredit
yang diakui di Indonesia: PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), PT Fitch Ratings
Indonesia, dan PT ICRA Indonesia.

Berbagai faktor dipertimbangkan dalam pemberian peringkat kredit terhadap


satu emiten, diantaranya: rekam jejak pembayaran utang, dukungan pemegang
saham, kualitas manajemen, masa depan industri, strategi perusahaan, tingkat utang
keseluruhan, arus kas operasional, kemampuan membayar utang, posisi di industri,
regulasi industri, manajemen keuangan, kemampuan menghadapi peristiwa buruk
yang tak terduga (event risk), dan risiko politik.

Dalam pemberian peringkat kredit terhadap satu obligasi tertentu, faktor-faktor


yang yang dipertimbangkan antara lain: prioritas pembayaran, kualitas jaminan,
perjanjian obligasi, dan ada tidaknya jaminan dari induk perusahaan.

Peringkat obligasi secara umum dibagi menjadi tiga kategori:

1. Kategori layak investasi (investment grade): AAA, AA+, AA, AA-, A+, A, A-,
BBB+, BBB, dan BBB-,
6 Analis a Pendapat an Tet ap

2. Kategori tidak layak investasi (speculative): BB+, BB, BB-, B+, B, B-, CCC+,
CCC, CCC-, CC, dan C,
3. Kategori gagal bayar (default): D.

Berbagai Opsi yang Dapat Melekat pada Obligasi


Kadangkala pada obligasi dapat melekat Opsi tertentu. Opsi merupakan hak
yang dimiliki Pemegang Opsi untuk melakukan sesuatu tindakan tertentu sesuai
perjanjian obligasi. Opsi mempunyai nilai tambah bagi pemilik atau emiten obligasi
dibandingkan obligasi yang sama persis namun tidak memiliki Opsi apapun (straight/
option-free bond).

Opsi dapat dimiliki oleh pemegang obligasi dan karenanya obligasi dimaksud
dijual dengan harga yang lebih mahal (atau memberikan kupon lebih rendah)
dibandingkan obligasi yang sama persis namun tanpa Opsi. Opsi dimaksud dapat
berupa :

1. Opsi konversi: memberikan hak kepada pemegang obligasi untuk mengubah


obligasi menjadi sejumlah tertentu saham biasa dari emiten. Hak ini bernilai
untuk pemegang obligasi. Opsi serupa yang disebut Opsi tukar memberikan
hak untuk mengubah obligasi menjadi saham perusahaan selain saham
emiten.
2. Opsi jual (put): memberikan hak kepada pemegang obligasi untuk menjual
obligasi tersebut kepada emiten pada harga tertentu sebelum jatuh tempo.
Harga jual dimaksud umumnya par jika obligasi awalnya diterbitkan pada
atau mendekati par. Jika tingkat bunga naik dan/atau kemampuan kredit
emiten menurun sehingga harga pasar obligasi turun dibawah par, pemegang
obligasi dapat memilih untuk melaksanakan Opsi jual dimana emiten harus
membeli kembali obligasi pada harga put.
3. Floor: batasan bunga minimum untuk obligasi berbunga mengambang
dimana bunga yang dibayarkan berubah secara berkala berdasarkan tingkat
bunga referensi tertentu, biasanya tingkat bunga jangka pendek seperti BI
rate atau Surat Perbendaharaan Negara (SPN) rate.

Sebaliknya Opsi yang dimiliki emiten menyebabkan obligasi dimaksud dijual


dengan harga yang lebih murah (atau memberikan kupon lebih tinggi) dibandingkan
dengan obligasi yang sama persis namun tanpa Opsi. Opsi dimaksud dapat berupa :

1. Opsi beli (call): memberikan emiten hak untuk membeli kembali obligasi
yang diterbitkannya sebelum jatuh tempo.
A na lis a P e n d a p a t a n T e tap 7

2. Opsi prepayment: memberikan hak kepada emiten untuk melunasi sebagian


atau seluruh saldo hutangnya sebelum jatuh tempo tanpa dikenakan denda.
Opsi ini terdapat pada instrumen surat utang seperti Kredit Pemilikan Rumah
atau Kredit Pemilikan Mobil/Motor.
3. Cap: batasan bunga maksimum untuk obligasi berbunga mengambang
dimana bunga yang dibayarkan berubah secara berkala berdasarkan tingkat
bunga referensi tertentu, biasanya tingkat bunga jangka pendek seperti BI
rate atau SPN rate.

Kesimpulannya, obligasi dengan Opsi yang menguntungkan pemegang obligasi


cenderung memiliki imbal hasil yang lebih rendah dibandingkan obligasi yang sama
persis namun tidak memiliki Opsi sama sekali. Sebaliknya obligasi dengan Opsi
yang menguntungkan emiten cenderung memiliki imbal hasil yang lebih tinggi
dibandingkan obligasi yang yang sama persis namun tidak memiliki Opsi sama sekali.

Risiko-risiko Terkait Investasi Pada Obligasi


Investasi pada obligasi memiliki berbagai risiko sebagai berikut:
1. Risiko tingkat bunga: merupakan pengaruh perubahan tingkat bunga pasar
terhadap nilai obligasi. Ketika tingkat bunga naik maka nilai obligasi turun,
demikian pula sebaliknya. Ukuran perubahan nilai obligasi akibat perubahan
tingkat bunga dinamakan durasi.
2. Risiko kurva imbal hasil: muncul dari kemungkinan perubahan bentuk dari
kurva imbal hasil (kurva yang menunjukkan hubungan antara imbal hasil
obligasi dan jatuh tempo). Jika durasi merupakan ukuran risiko tingkat
bunga untuk perubahan yang sama dari imbal hasil pada setiap jatuh tempo
(perubahan paralel dari kurva imbal hasil), perubahan dalam bentuk kurva
imbal hasil adalah perubahan imbal hasil yang berbeda untuk jatuh tempo
yang berbeda.
3. Risiko pembelian kembali (call): muncul ketika tingkat bunga turun dan
pemegang obligasi mungkin mendapat kembali pokoknya sebelum jatuh
tempo dan harus menginvestasikan uangnya pada tingkat bunga baru yang
lebih rendah. Ketika tingkat bunga lebih bergejolak, obligasi yang dapat
dibeli kembali (callable bonds) secara relatif memiliki risiko call karena
meningkatnya kemungkinan imbal hasil turun ke tingkat dimana obligasi
akan dibeli kembali oleh emiten.
4. Risiko prepayment: risiko ini serupa dengan call. Prepayment adalah
pengembalian pokok pinjaman melebihi jumlah yang disyaratkan dalam
8 Analis a Pendapat an Tet ap

perjanjian pinjaman, seperti KPR. Jika tingkat bunga turun, prepayment akan
meningkat sehingga investor harus menginvestasikan dana prepayment
pada tingkat bunga baru yang lebih rendah.
5. Risiko investasi kembali: ketika tingkat bunga turun, arus kas (bunga dan
pokok) dari obligasi harus diinvestasikan kembali pada tingkat bunga yang
lebih rendah, mengurangi hasil yang investor akan terima. Risiko ini terkait
dengan risiko call dan risiko prepayment. Perlu dicatat bahwa investor
dihadapkan pada pilihan antara risiko investasi kembali dan risiko harga.
Obligasi tanpa bunga tidak memiliki risiko investasi kembali karena tidak ada
arus kas yang harus diinvestasikan, namun obligasi tersebut memiliki risiko
tingkat bunga yang lebih tinggi dari pada obligasi berbunga dengan jatuh
tempo yang sama. Karenanya, obligasi berbunga memiliki risiko investasi
kembali yang lebih tinggi dan risiko harga yang lebih rendah.
6. Risiko kredit: risiko menurunnya kemampuan kredit emiten sehingga
meningkatkan imbal hasil yang diinginkan investor dan karenanya
menurunkan nilai obligasi.
7. Risiko likuiditas: risiko dimana obligasi harus dijual pada harga yang lebih
rendah dari nilai pasar wajarnya karena kelangkaan likuiditas atas obligasi
tersebut di pasar sekunder. Obligasi negara umumnya memiliki likuiditas
yang baik sehingga dapat dengan mudah dan cepat dijual pada harga
pasarnya dibandingkan dengan obligasi korporasi. Karena investor lebih
menyukai obligasi yang likuid, penurunan likuiditas akan menurunkn harga
obligasi, karena imbal hasil yang diinginkan meningkat.
8. Risiko nilai tukar: timbul dari ketidakpastian nilai tukar atas arus kas dalam
mata uang asing ke dalam mata uang lokal. Investor asing yang membeli
SUN akan mengalami kerugian jika nilai mata uang rupiah terhadap mata
uang negaranya mengalami penurunan.
9. Risiko inflasi: ketidakpastian atas jumlah barang dan jasa yang dapat dibeli
dari arus kas di masa datang (risiko penurunan daya beli dari mata uang).
Ekspektasi akan adanya peningkatan inflasi di masa datang menyebabkan
naiknya imbal hasil yang diminta investor obligasi dan dampaknya
menurunkan harga obligasi di pasar.
10. Risiko volatilitas: hanya ada untuk obligasi yang memiliki Opsi seperti
berikut; Opsi call, Opsi prepayment atau Opsi put. Perubahan dari volatilitas
tingkat bunga memengaruhi nilai dari Opsi-Opsi di atas dan karenanya
memengaruhi nilai obligasi yang memiliki Opsi tersebut. Naiknya volatilitas
tingkat bunga akan meningkatkan nilai dari Opsi-Opsi yang ada.
A na lis a P e n d a p a t a n T e tap 9

11. Risiko peristiwa (event): risiko diluar risiko pasar keuangan, seperti risiko
yang disebabkan bencana alam dan pengambilalihan perusahaan oleh pihak
diluar pemegang saham pengendali. Peristiwa-peristiwa dimaksud dapat
berdampak buruk terhadap kemampuan perusahaan untuk membayar
kewajibannya dan karenanya dapat menekan harga obligasinya di pasar.
12. Risiko kedaulatan (sovereign): merupakan risiko kredit dari obligasi
suatu negara yang diterbitkan oleh negara selain negara dimana investor
bertempat tinggal. Pemerintah suatu negara dapat mengalami kesulitan
dalam pengelolaan uang negaranya sehingga peringkat surat utangnya dapat
diturunkan atau lebih parah lagi dapat mengalami kegagalan pembayaran
bunga/pokok yang akan menurunkan harga obligasi di pasar.

Hasil Pengembalian Atas Investasi Dalam Obligasi


Investor obligasi dengan pembayaran bunga yang jelas, memiliki tiga sumber
dari hasil investasinya:

1. Pembayaran berkala atas kupon yang dilakukan oleh emiten,


2. Pengembalian pokok, termasuk keuntungan atau kerugian yang timbul saat
obligasi jatuh tempo, atau dibeli kembali, atau dijual,
3. Pendapatan atas investasi kembali dari penerimaan kupon secara berkala.
Bunga yang dihasilkan dari investasi kembali atas kupon yang diterima
merupakan sumber penting dari hasil pengembalian yang diperoleh investor
obligasi terutama obligasi jangka panjang.

Menurut Hukum Ceteris paribus, risiko investasi kembali dari kupon suatu
obligasi akan meningkat manakala :

1. Kupon semakin tinggi: karena semakin banyak arus kas yang harus
direinvestasi kembali,
2. Jatuh tempo semakin panjang: karena semakin tinggi jumlah nilai investasi
dari kupon obligasi dan bunga reinvestasinya.

Dalam kedua kasus di atas, jumlah pendapatan reinvestasi kembali akan


memainkan peran penting dalam menentukan hasil pengembalian total dari obligasi,
sehingga menyebabkan risiko reinvestasi kembali lebih tinggi. Obligasi tanpa bunga
tidak memiliki risiko investasi kembali sepanjang hidupnya karena tidak ada arus kas
yang harus direinvestasikan sebelum obligasi tersebut jatuh tempo.
10 Analis a Pendapat an Tet ap

Sebagai illustrasi pentingnya tingkat investasi kembali, SUN FR67 akan jatuh
tempo pada 15 Februari 2044 dan membayarkan kupon tetap 8,75% setiap
setengah tahun dijual pada nilai par. Asumsinya, seorang investor membeli obligasi
tersebut Rp1 miliar pada 15 Februari 2014 dan bermaksud memegang obligasi
tersebut sampai jatuh temponya selama 30 tahun. Dengan asumsi kupon dan pokok
dibayarkan penuh, imbal hasil yang akan didapat investor tersebut akan tergantung
dari tingkat investasi kembali atas kupon. Berikut imbal hasil yang diperoleh investor
dengan tiga asumsi tingkat reinvestasi yang berbeda :
1. Tingkat reinvestasi nihil (misal kupon disimpan di bawah bantal)
Total kupon selama 30 tahun: 30 x 8,75% x Rp1 miliar = Rp2.625 juta
Total investasi termasuk pokok Rp 1 miliar = Rp3.625 juta
Imbal hasil investasi tahunan = (3.625/1.000)(1/30) – 1 = 4,39%.
2. Tingkat reinvestasi 7% (misal kupon didepositokan)
Total nilai kupon selama 30 tahun pada saat jatuh tempo dengan tingkat
reinvestasi 7%: future value annuity dengan N=60, PMT=43750000,
I/Y=3,5%, FV= Rp 8.598 juta
Total investasi termasuk pokok Rp1 miliar = Rp9.598 juta
Imbal hasil investasi tahunan = (9.598/1.000)(1/30) – 1 = 7,83%.
3. Tingkat reinvestasi 12% (misal kupon dibelikan reksa dana saham)
Total nilai kupon selama 30 tahun pada saat jatuh tempo dengan tingkat
reinvestasi 12%: future value annuity dengan N=60, PMT=43750000,
I Y=6%, FV= Rp 23.324 juta
Total investasi termasuk pokok Rp1 miliar = Rp 24.324 juta
Imbal hasil investasi tahunan = (24.324/1.000)(1/30) – 1 = 11,22%.

Penilaian Obligasi
Seperti penilaian aset secara fundamental, maka penilaian obligasi juga melalui
tiga tahapan sebagai berikut:

1. Perkiraan arus kas yang akan diterima sampai obligasi jatuh tempo,
2. Penentuan tingkat diskonto yang sesuai dengan risiko obligasi,
3. Penghitungan nilai sekarang dari perkiraan arus kas dengan menjumlahkan
seluruh arus kas yang telah didiskontokan.

Tentunya satu masalah dalam memperkirakan arus kas di masa datang dari
suatu obligasi adalah prediksi atas gagal bayar dan masalah kredit yang mungkin
timbul yang menyebabkan ketidakpastian atas penerimaan arus kas mendatang.
A na lis a P e n d a p a t a n T e tap 11

Namun demikian disamping risiko kredit tersebut, setidaknya ada tiga situasi yang
menambah kesulitan dalam memprediksi arus kas mendatang :

1. Arus pembayaran pokok tidak diketahui secara pasti, untuk obligasi dengan
Opsi (call, put, dan prepayment). Arus pembayaran pokok tidak pasti dan
bergantung pada bagaimana tingkat bunga berubah di masa mendatang.
Jika tingkat bunga turun, maka prepayment cenderung meningkat.
2. Pembayaran kupon tidak diketahui secara pasti, untuk obligasi dengan kupon
mengambang. Besarnya kupon tidak pasti dan bergantung pada bagaimana
tingkat bunga berubah di masa mendatang.
3. Obligasi dapat dikonversi atau ditukar dengan surat berharga lain (umumnya
saham), untuk obligasi konversi/tukar. Tanpa informasi mengenai pergerakan
saham dan tingkat bunga di masa mendatang, maka kapan arus kas datang
dan berapa besarnya tidak dapat diketahui.

Rumus yang digunakan untuk menilai obligasi dengan kupon dibayarkan setiap
semester adalah sebagai berikut:

Nilai obligasi = kupon1 + kupon2 + …… + Kupon2N + Pokok


(1+ Int/2) (1+ Int/2)2 (1+ Int/2)2N

Kupon t = kupon semesteran yang diterima pada periode t


Int = tingkat diskonto obligasi sesuai dengan risikonya
N = jumlah tahun sampai jatuh tempo obligasi

Sebagai illustrasi, seorang investor ingin menilai obligasi bernominal Rp 100 juta
berjangka waktu 10 tahun dengan kupon 10% dimana menurut investor tersebut
tingkat diskonto yang layak adalah 8%. Dengan asumsi kupon dan pokok akan
dibayarkan, maka nilai obligasi adalah :

• Nilai sekarang atas kupon Rp5 juta/semester: menggunakan rumus present


value annuity, didapat PVannuity 4%,20 = 13,590 x Rp 5 juta = Rp 67.950.000
• Nilai sekarang atas pokok Rp100 juta: Rp100 juta : (1+4%)20 = Rp 45.638.695
• Nilai obligasi: Rp 67.950.000 + Rp 45.638.695 = Rp 113.588.695

Nilai obligasi di atas pokoknya dinamakan obligasi premium. Jika obligasi tersebut
dijual di pasar dengan harga di bawah atau sama dengan Rp113.588.695, maka
investor tersebut akan membeli obligasi tersebut.

Cara yang lebih mudah untuk menghitung nilai obligasi adalah dengan
menggunakan kalkulator finansial. Dengan kemajuan teknologi saat ini, investor
12 Analis a Pendapat an Tet ap

tidak perlu secara khusus membeli kalkulator finansial. Smartphone dapat berfungsi
sebagai kalkulator finansial dengan terlebih dahulu mengunduh aplikasi kalkulator
tersebut. Selanjutnya, investor tinggal menginput data sebagai berikut: N= 20; FV=
100.000.000; PMT= 5.000.000; I/Y= 4; CPT -> PV= -133.590.326*

Dimana N= periode; FV= nilai pokok; PMT= arus kas periode (kupon); I/Y= tingkat
diskonto per periode; PV= nilai sekarang dari obligasi; CPT= perintah menghitung
* catatan: angka berbeda dari perhitungan sebelumnya karena pembulatan

Namun demikian, pada umumnya investor harus melakukan penilaian obligasi


pada tanggal selain tanggal pembayaran bunga obligasi sehingga penggunaan
kalkulator finansial akan memberikan nilai obligasi yang kurang tepat. Cara
termudah adalah dengan menggunakan komputer dan program excel® dimana
tersedia formula untuk menghitung harga obligasi sebagai berikut :

= price (settlement, maturity, rate, yield, redemption, frequency, [basis])

Dengan asumsi tingkat diskonto terhadap obligasi di atas tidak mengalami


perubahan, maka kita dapat memperkirakan nilai obligasi dimaksud setiap tahun
sampai obligasi tersebut jatuh tempo, sebagai berikut :

Akhir tahun Nilai obligasi


1 112,659,297
2 111,652,296
3 110,563,123
4 109,385,074
5 108,110,896
6 106,732,745
7 105,242,137
8 103,629,895
9 101,886,095
10 100,000,000

Dari pergerakan nilai obligasi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dengan
asumsi tingkat diskonto yang stabil sebuah obligasi premium secara perlahan namun
pasti akan turun nilainya menuju nilai nominal/pokok. Demikian pula halnya akan
terjadi untuk obligasi yang nilainya di bawah pokok (diskon), maka nilai obligasi akan
bergerak naik menuju nilai nominal/pokok.
A na lis a P e n d a p a t a n T e tap 13

Berbagai Ukuran Imbal Hasil (Yield)

Dalam berinvestasi pada obligasi dikenal berbagai ukuran imbal hasil, antara lain :
1. Current yield (CY): merupakan ukuran imbal hasil yang paling sederhana,
namun hanya memberikan informasi yang terbatas. Ukuran ini hanya
melihat 1 sumber dari hasil pengembalian: bunga yang dibayarkan, tidak
memperhitungkan keuntungan/kerugian modal (capital gains/losses) atau
pendapatan investasi kembali. Rumus yang digunakan:
Current yield = pembayaran kupon tunai tahunan : harga obligasi
Contoh perhitungan CY
SUN berjatuh tempo 20 tahun dengan kupon 6% dibayar semesteran saat
ini dijual pada level 80.207. Hitunglah current yield dari SUN tersebut.

Jawaban:
Pembayaran total kupon tunai tahunan = nilai par x kupon = 100 x 6% = 6
Karena obligasi dijual pada harga 80.207, current yield= 6 : 80.207= 7.48%.

2. Yield to Maturity (YTM): merupakan tingkat pengembalian internal tahunan,


yang didasarkan pada harga obligasi dan arus kas yang dijanjikannya
dengan asumsi investor memegang obligasi sampai jatuh temponya. Untuk
obligasi dengan pembayaran kupon semesteran, YTM adalah 2 kali tingkat
pengembalian internal semesteran dari obligasi. Rumus penghitung YTM
untuk obligasi dengan kupon semesteran :

Nilai obligasi = kupon1 + kupon2 + …… + Kupon2N + Pokok


(1+ YTM/2) (1+ YTM/2)2 (1+ YTM/2)2N

Harga obligasi = Harga total termasuk bunga terhutang


Kupon t = Kupon semesteran yang diterima pada periode t
N = Jumlah tahun sampai jatuh tempo obligasi

Untuk menghitung YTM dari harga obligasi tidaklah mudah, karena harus
menggunakan metode trial and error dengan mencoba berbagai angka YTM
sampai didapatkan nilai sekarang dari arus kas yang sama dengan harga
obligasi. Dengan menggunakan kalkulator finansial YTM dapat dihitung
dengan lebih cepat.

14 Analis a Pendapat an Tet ap

Contoh perhitungan YTM

SUN yang jatuh tempo 20 tahun dengan kupon 6% dibayar semesteran, saat
ini dijual pada level 80.207. Hitung YTM obligasi tersebut.
Jawaban :
Dengan menggunakan kalkulator financial, YTM obligasi adalah:
PV= -80.207; N= 20 x 2= 40; FV= 100; PMT= 6/2= 3; CPT -> I/Y= 4.00
Karena 4% merupakan tingkat diskonto semesteran, maka YTM obligasi= 2 x
4%= 8%.

Dengan demikian ada hubungan antara CY, YTM, dan harga obligasi, sebagai
berikut:
a. Jika kupon = YTM, maka harga obligasi dijual pada par, dan kupon =
CY = YTM.
b. Jika kupon < YTM, maka harga obligasi di bawah par (diskon), dan kupon <
CY < YTM.
c. Jika kupon> YTM, maka harga obligasi di atas par (premium), dan kupon >
CY > YTM.

3. Yield to call (YTC): dihitung untuk obligasi yang memiliki Opsi call. Cara
perhitungannya sama dengan menghitung YTM, kecuali harga call
menggantikan nilai par dalam FV dan jumlah periode semesteran sampai
tanggal call menggantikan jumlah periode semesteran sampai jatuh tempo
(N). Ketika obligasi memiliki periode dimana Opsi call tidak berlaku (call
protection), maka investor dapat menghitung yield to first call (YTFC). Cara
menghitung YTFC sama seperti menghitung YTC. Jika obligasi memiliki Opsi
call pada par, maka investor dapat menghitung yield to first par call (YTFPC).
Cara menghitungnyapun sama seperti menghitung YTC.

Contoh Perhitungan YTM, YTC, dan YTFPC

SUN jatuh tempo 20 tahun dengan kupon 10% dibayarkan semesteran,


dijual pada harga 112. SUN tersebut dapat dibeli kembali dalam 5 tahun
dengan harga 102 dan dalam 7 tahun dengan harga par. Hitung YTM, YTC,
dan YTFPC.
A na lis a P e n d a p a t a n T e tap 15

Jawaban :

YTM dapat dihitung sebagai berikut: N= 40; PV= -112; PMT= 5; FV= 100; CPT
-> I/Y= 4,36% x 2= 8,72%= YTM.

Untuk menghitung YTFC, angka N diisi dengan banyaknya periode semesteran


sampai pertama kali Opsi call berlaku dan FV diisi dengan harga call : N= 10;
PV= -112; PMT= 5; FV= 102; CPT -> I/Y=3,71 % x 2= 7,42%= YTFC.

Untuk menghitung YTFPC, angka N diisi dengan banyaknya periode


semesteran sampai pertama kali Opsi call dengan harga par berlaku dan FV
diisi dengan harga call : N= 14; PV= -112; PMT= 5; FV= 100; CPT -> I/Y=3,87
% x 2= 7,74%= YTFPC.

4. Yield to worst (YTW): adalah imbal hasil terburuk dari berbagai kemungkinan
akibat adanya Opsi call dari sebuah obligasi. Dalam contoh perhitungan di
atas, YTFC lebih rendah dari YTM dan lebih rendah dari YTFPC. Karenanya,
YTW dari obligasi tersebut adalah 7,42%.

5. Yield to put (YTP): dihitung manakala obligasi memiliki Opsi put dan dijual
dibawah par (diskon). YTP kemungkinan besar lebih tinggi dari YTM. Cara
menghitung YTP sama seperti YTM, namun N diisi dengan banyaknya
periode semesteran sampai dengan tanggal Opsi put, dan FV diisi dengan
harga put.

Contoh Perhitungan YTM dan YTP


SUN berjangka waktu 3 tahun dengan kupon 6% dibayar semesteran, dijual
dengan harga 92,54. Opsi put dapat digunakan 2 tahun lagi dengan harga
par. Hitung YTM dan YTP obligasi tersebut.

Jawaban:
YTM dihitung sebagai berikut: N= 6; PV= -92,54; PMT= 3; FV= 100; CPT -> I/
Y=4,44 % x 2= 8,88%= YTM.

YTP dihitung sebagai berikut: N= 4; PV= -92,54; PMT= 3; FV= 100; CPT -> I/
Y=5,11 % x 2= 10,22%= YTP.

Dalam contoh ini, YTP lebih tinggi dari YTM sehingga angka YTP merupakan
yield yang sesuai untuk obligasi tersebut.
16 Analis a Pendapat an Tet ap

6. Cash flow yield (CFY): digunakan untuk Efek Beragun aset (EBA) dan obligasi
sejenis lainnya yang memiliki arus kas bulanan. CFY mengasumsikan arus
kas bulanan termasuk pre payment. Rumus untuk mengkonfersi CFY ke
dalam yield setara obligasi:

Yield setara obligasi= [(1 + CFY)6 – 1] x 2

Asumsi dan Keterbatasan Ukuran Yield


Keterbatasan utama dari ukuran yield di atas adalah ukuran dimaksud tidak
menginformasikan tingkat hasil pengembalian yang akan didapat oleh investor
selama umur obligasi. Ini karena investor tidak mengetahui tingkat bunga yang akan
diperoleh dari reinvestasi kembali atas pembayaran kupon (reinvestment rate).
Pendapatan investasi kembali dapat merupakan bagian utama dari keseluruhan
hasil investasi obligasi.

Yield yang direalisasikan dari sebuah obligasi adalah hasil pengembalian


majemuk aktual yang dihitung dari investasi awal. Agar sebuah obligasi memberikan
yield yang sama dengan YTM-nya, seluruh arus kas yag didapat sebelum jatuh tempo
harus dapat diinvestasikan kembali pada YTM, dan obligasi harus dimiliki sampai
jatuh temponya. Jika rerata tingkat investasi kembali lebih rendah dari YTM, maka
yield yang dihasilkan akan lebih rendah dari YTM, demikian pula sebaliknya.

Ukuran yield lainnya seperti YTC dan YTP, mengalami keterbatasan yang sama
dihitung dengan cara yang sama seperti YTM dan tidak memperhitungkan tingkat
pengembalian dari investasi kembali.

Kurva Imbal Hasil (yield curve)


Kurva yang menggambarkan hubungan antara tingkat imbal hasil dan surat utang
dari berbagai jangka waktu jatuh tempo disebut kurva imbal hasil (yield cure). Ada
empat bentuk umum dari kurva imbal hasil :

1. Normal atau upward sloping: semakin jauh jatuh tempo obligasi, semakin
tinggi yield.
2. Inverted atau downward sloping: semakin jauh jatuh tempo obligasi,
semakin rendah yield.
3. Mendatar (flat): yield sama untuk semua jatuh tempo obligasi.
4. Humped: yield meningkat sejalan dengan meningkatnya jatuh tempo
obligasi namun kemudian menurun (seperti bukit/gunung).
A na lis a P e n d a p a t a n T e tap 17

Term Structure dari Tingkat Bunga


Ada beberapa teori untuk menjelaskan berbagai bentuk kurva imbal hasil yang
terjadi di pasar obligasi, diantaranya :

1. Pure expectation theory: yield untuk jatuh tempo tertentu merupakan


rerata dari tingkat bunga jangka pendek yang diperkirakan akan terjadi di
masa depan. Jika tingkat bunga jangka pendek diperkirakan akan naik di
masa depan, yield obligasi dengan jatuh tempo yang lebih panjang akan
lebih tinggi dibandingkan dengan obligasi dengan jangka waktu yang lebih
pendek, dan kurva imbal hasil bentuknya akan normal (upward sloping). Jika
tingkat bunga jangka pendek diperkirakan akan turun, obligasi dengan jatuh
tempo lebih panjang akan dijual dengan yield yang lebih rendah, dan kurva
imbal hasil bentuknya akan inverted (downword sloping).
2. Liquidity preference theory: selain perkiraan akan tingkat bunga jangka
pendek di masa depan, investor meminta tambahan yield (risk premium)
untuk memegang obligasi dengan jangka waktu yang lebih panjang. Ini
sejalan dengan fakta bahwa risiko tingkat bunga semakin besar untuk
obligasi dengan jangka waktu yang semakin panjang.
3. Market segmentation theory: investor dan emiten memiliki preferensi untuk
berbagai kisaran jatuh tempo dari obligasi. Berdasarkan teori ini, pasokan
obligasi dan permintaan obligasi akan menentukan imbal hasil obligasi
untuk berbagai kisaran jatuh tempo. Investor kelembagaan umumnya
lebih menyukai obligasi dengan jatuh tempo yang mendekati jatuh tempo
liabilitasnya. Perusahaan asuransi jiwa dan dana pensiun umumnya lebih
menyukai obligasi jangka panjang sesuai dengan kewajiban mereka yang
umumnya berjangka panjang. Bank komersial umumnya memiliki liabilitas
jangka pendek sehingga lebih menyukai obligasi berjangka pendek.
4. Preferred habitat theory: yield tergantung dari pasokan dan permintaan
atas berbagai kisaran jatuh tempo dari obligasi, namun investor dapat
termotivasi untuk pindah dari kisaran jatuh tempo yang disukainya ketika
yield dari obligasi yang berada pada kisaran jatuh tempo lainnya lebih
menarik.

Tingkat Bunga Spot dan Forward


Tingkat bunga Spot adalah tingkat diskonto untuk mencari nilai sekarang dari
hanya satu arus kas di masa mendatang. Spot dapat diobservasi di pasar dengan
melihat YTM dari obligasi tanpa bunga. Jika di pasar tidak ada obligasi tanpa bunga,
18 Analis a Pendapat an Tet ap

Obligasi Jatuh tempo Kupon Harga


A 6 bulan 6% 100.00
B 1 tahun 7% 100.50
C 1,5 tahun 8% 101.00

maka teknik bootstrapping dapat digunakan untuk mencari spot dengan catatan
obligasi dengan jatuh tempo yang dibutuhkan tersedia secara lengkap.

Sebagai illustrasi, asumsikan di pasar tersedia obligasi berikut:


maka spot 6 bulan, 1 tahun, dan 1,5 tahun dapat dihitung sebagai berikut :
• Spot 6 bulan: karena obligasi A dijual pada par maka spot = kupon = 6%
• Spot 1 tahun: menggunakan obligasi B, arus kas 6 bulan berupa kupon 3,5
akan didiskontokan dengan spot 6 bulan (6%) dan spot 1 tahun dihitung
sebagai berikut :
100,50 = 3,5/(1+3%) + 103,5/(1+r/2)2 dan r= 6,48%
• Spot 1,5 tahun: menggunakan obligasi C, arus kas 6 bulan berupa kupon
4 akan didiskontokan dengan spot 6 bulan (6%), arus kas 1 tahun berupa
kupon 4 akan didiskontokan dengan spot 1 tahun (6,48%), dan spot 1,5
tahun dihitung sebagai berikut:
101,00 = 4/(1+3%) + 4/(1+3,24%)2 + 104/(1+r/2)3 dan r= 7,32%
Dengan memiliki informasi tingkat bunga spot di atas, maka tingkat bunga
forward dapat dihitung. Tingkat bunga forward adalah tingkat bunga yang berlaku di
masa mendatang. Sebagai contoh, menggunakan tingkat bunga spot yang tersedia
di atas, maka forward 6 bulan yang dimulai 6 bulan dari saat ini adalah :

[{(1+3,24%)2 : (1+3%)} – 1] x 2= 6,96%

sedangkan forward 6 bulan yang dimulai 1 tahun dari saat ini adalah :

[{(1+3,66%)3 : (1+3,24%)2} – 1] x 2= 9,01%


A na lis a P e n d a p a t a n T e tap 19

Penilaian obligasi dengan Pendekatan Arbitrage-free


Penilaian obligasi secara tradisional, YTM digunakan sebagai tingkat diskonto
atas seluruh arus kas obligasi. Dengan demikian penilaian dilakukan berdasarkan
asumsi yield curve berbentuk flat karena seluruh arus kas baik kupon maupun
pokok didiskontokan dengan satu tingkat diskonto yang sama. Padahal yield curve
umumnya upward sloping dan jarang sekali berbentuk flat.

Cara lain dalam penilaian obligasi adalah menggunakan tingkat diskonto yang
spesifik untuk setiap arus kas obligasi sesuai dengan tingkat bunga spot yang ada di
pasar atau dikenal dengan pendekatan arbitrage-free karena meniadakan peluang
untuk investor mendapatkan arbitrage profit.

Sebagai illustrasi, jika obligasi D berjangka waktu 1,5 tahun dengan kupon 7%
dijual pada harga 99. Nilai obligasi D dihitung dengan menggunakan pendekatan
arbitrage¬¬¬-free adalah sebagai berikut :

Obligasi D= 3,5/(1+3%) + 3,5/(1+3,24%)2 + 103,5/(1+3,66%)3 = 99,60

Artinya, karena obligasi D dijual dengan harga 99 maka harga obligasi D


undervalued, dan investor akan mendapatkan arbitrage profit sejumlah 0,60 (99,60
– 99) dengan asumsi investor dapat menjual (shortsell) surat utang tanpa bunga
sesuai tingkat bunga spot yang ada. Posisi yang diambil investor adalah: menjual
surat utang tanpa bunga berjangka 6 bulan sejumlah 3,5, berjangka 1 tahun sejumlah
3,5, dan berjangka 1,5 tahun sejumlah 103,5 sehingga total menerima uang tunai
99,60, serta membeli obligasi D seharga 99, untuk kemudian membayar surat utang
yang diterbitkannya menggunakan arus kas dari obligasi D.

Ukuran Risiko Tingkat Bunga


Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya mengenai risiko tingkat bunga,
perubahan tingkat bunga di pasar akan menyebabkan perubahan terhadap nilai
obligasi dan akibatnya harga pasar obligasi akan berubah. Kenaikan tingkat bunga
akan menurunkan nilai/harga obligasi, sedangkan penurunan tingkat bunga akan
meningkatkan nilai/harga obligasi.

Cara paling singkat dan paling tepat untuk mengetahui dampak perubahan
tingkat bunga terhadap nilai obligasi adalah dengan menghitung kembali nilai
obligasi dimaksud dengan menggunakan tingkat diskonto yang baru, atau disebut
pendekatan valuasi penuh (full valuation approach). Sebagai contoh, obligasi
20 Analis a Pendapat an Tet ap

berjangka waktu 5 tahun dengan kupon 7% dibayar semesteran dijual pada harga
par. Jika tingkat bunga naik sehingga investor menginginkan YTM 7,5%, maka harga
obligasi akan turun menjadi 97,95 (turun 2,05%) :

N= 10; FV= 100; PMT= 3,5; I/Y= 3,75; CPT -> PV= -97,95

Demikian sebaliknya jika tingkat bunga turun sehingga investor menginginkan


YTM 6,5%, maka harga obligasi akan naik menjadi 102,11 (naik 2,11%) :

N= 10; FV= 100; PMT= 3,5; I/Y= 3,25; CPT -> PV= -102,11

Namun demikian pendekatan ini hanya berlaku untuk satu perubahan tingkat
bunga yakni 50 bps, dan tidak dapat dengan cepat menjawab mengenai apa yang
terjadi dengan harga obligasi jika suku bunga berubah misalnya 25 bps atau 100
bps. Pendekatan ini juga menyulitkan untuk mengetahui pengaruh perubahan suku
bunga terhadap portofolio obligasi yang umumnya terdiri dari bermacam-macam
obligasi yang berbeda-beda.

Pendekatan kedua adalah menggunakan duration/convexity approach, yang


menyediakan perkiraan pengaruh perubahan tingkat bunga terhadap suatu obligasi
atau portofolio obligasi. Namun demikian, pendekatan ini memiliki keterbatasan
karena hanya dapat diterapkan untuk menghitung pengaruh perubahan tingkat
bunga dimana yield curve bergerak secara paralel, yakni perubahan tingkat
bunga yang sama terjadi untuk seluruh jangka waktu dan tidak dapat digunakan
untuk obligasi dengan Opsi call dan atau put. Dalam pendekatan ini investor akan
menghitung durasi, yang didefinisikan sebagai :

1. Rerata waktu pengembalian investasi obligasi, sehingga durasi obligasi tanpa


kupon = jangka waktu obligasi tersebut, sedangkan durasi obligasi dengan
kupon akan selalu lebih pendek dari jangka waktunya,
2. Secara matematis merupakan turunan pertama dari fungsi harga obligasi
terhadap tingkat diskonto,
3. Persentase perubahan harga obligasi akibat perubahan tingkat bunga.
Besaran durasi suatu obligasi sangat tergantung pada tiga faktor, yang seluruhnya
merupakan variabel dalam rumus penilaian obligasi, yakni:
1. Jangka waktu obligasi, dimana semakin lama jangka waktu obligasi, maka
semakin tinggi durasi,
2. Kupon, dimana semakin rendah kupon obligasi, maka semakin tinggi durasi,
3. YTM, dimana semakin rendah YTM, maka semakin tinggi durasi.
A na lis a P e n d a p a t a n T e tap 21

Tahun Arus kas Diskonto PVCF PVCF x t Durasi


0.5 3.5 0.9662 3.38 1.69
1 3.5 0.9335 3.27 3.27
1.5 3.5 0.9019 3.16 4.74
2 3.5 0.8714 3.05 6.10
2.5 3.5 0.8420 2.95 7.37
3 3.5 0.8135 2.85 8.54
3.5 3.5 0.7860 2.75 9.63
4 3.5 0.7594 2.66 10.63
4.5 3.5 0.7337 2.57 11.56
5 103.5 0.7089 73.37 366.87
100.00 430.38 4.30

Frederick H. Macaulay telah memperkenalkan formula perhitungan durasi


obligasi berikut ini, yang karenanya dinamakan Durasi Macaulay:

Durasi Macaulay= S (PVCF x t) : harga obligasi

Menggunakan contoh obligasi 5 tahun di atas, maka Durasi Macaulay-nya:


Durasi Macaulay memberikan hasil yang lebih tinggi sehingga perlu disesuaikan
dengan cara: Durasi Macaulay / (1+YTM), yang dinamakan Modified Duration.
Modified Duration untuk obligasi di atas adalah 4,30 / (1+3,5%) = 4,16.

Sayangnya, kalkulator finansial tidak menyediakan fasilitas untuk menghitung


durasi, sehingga menyulitkan investor yang ingin menghitung durasi obligasi. Namun
dengan menggunakan komputer dan program excel® kita dapat menghitung Durasi
maupun Modified Duration dengan formula sebagai berikut:

Durasi: =duration(settlement,maturity,coupon,yield,frequency,[basis])

Modified Duration: =mduration(settlement,maturity,coupon,yield,frequency,[bas


is])

Dengan menggunakan Modified Duration, maka perubahan harga obligasi dapat


dihitung dengan rumus :

D harga obligasi = - Modified Duration x D YTM


Dengan demikian atas kenaikan YTM dari 7% ke 7,5% akan menyebabkan
perubahan harga obligasi sebesar: - 4,16 x +0,50% = -2,08%, sedangkan penurunan
YTM dari 7% ke 6,5% akan menyebabkan perubahan harga obligasi sebesar: - 4,16 x
-0,50% = +2,08%.
22 Analis a Pendapat an Tet ap

Durasi juga dapat dihitung dengan menggunakan informasi yang didapat melalui
penerapan full valuation approach, yang disebut Durasi efektif, dengan rumus
sebagai berikut:

Durasi efektif = (V- - V+) / (2V0 x DYTM)

Untuk contoh obligasi di atas maka durasi efektifnya= (102,11 – 97,95)/


(2x100x0,5%)= 4,16.

Jika perubahan harga obligasi dari hasil perhitungan pendekatan pertama


dibandingkan dengan pendekatan durasi, maka hasil perhitungan menggunakan
durasi lebih rendah 3 bps untuk penurunan YTM dan lebih tinggi 3 bps untuk
kenaikan YTM. Ini terjadi karena durasi mengasumsikan hubungan linier antara
perubahan YTM dan perubahan harga obligasi, padahal sejatinya tidak demikian.
Ini sangat jelas terlihat dari rumus menghitung harga/nilai obligasi yang melibatkan
fungsi kuadratik.

Untuk mengoreksi ketidaktepatan penggunaan durasi akibat ketidaklinieran


fungsi harga obligasi terhadap YTM, maka diperkenalkan konsep convexity, yang
akan mengoreksi ketidaktepatan dari penghitungan dengan menggunakan durasi.
Convexity pada dasarnya adalah turunan kedua dari fungsi harga obligasi terhadap
perubahan YTM, atau turunan pertama dari fungsi durasi terhadap perubahan YTM.
Rumusnya: S(PVCF x t x t+1) : {harga obligasi x (1+YTM)2}

Convexity selalu berdampak positif terhadap perubahan harga obligasi sehingga


rumus lengkap perubahan harga obligasi terhadap perubahan YTM menjadi sebagai
berikut:
D harga obligasi = - (Modified Duration x D YTM) + (0,5 x convexity x D YTM2)
Mengacu kepada contoh obligasi sebelumnya, maka convexity obligasi tersebut
dapat dihitung sebagai berikut:

Namun sayangnya, program excel® sampai modul ini dibuat belum menyediakan
formula untuk menghitung convexity sehingga harus digunakan tabel perhitungan
seperti contoh di atas.
A na lis a P e n d a p a t a n T e tap 23

Tahun Arus kas Diskonto PVCF PVCF x t PVCF x t x t+1 Convexity


0.5 3.5 0.9662 3.38 1.69 1.69
1 3.5 0.9335 3.27 3.27 4.90
1.5 3.5 0.9019 3.16 4.74 9.47
2 3.5 0.8714 3.05 6.10 15.25
2.5 3.5 0.8420 2.95 7.37 22.10
3 3.5 0.8135 2.85 8.54 29.90
3.5 3.5 0.7860 2.75 9.63 38.51
4 3.5 0.7594 2.66 10.63 47.84
4.5 3.5 0.7337 2.57 11.56 57.78
5 103.5 0.7089 73.37 366.87 2,017.76
100.00 430.38 2,245.21 20.96

Dengan menyertakan faktor convexity dalam pendekatan durasi, maka perubahan


harga obligasi sebagaimana contoh diatas menjadi sebagai berikut :

• Kenaikan 50bps: - (4,16 x 0,50%) + (0,5 x 20,96 x 0,005 x 0,005)= -2,05%


• Penurunan 50bps: - (4,16 x -0,50%) + (0,5 x 20,96 x 0,005 x 0,005)= 2,11%

Hasil keduanya serupa dengan hasil pendekatan full valuation approach.

Convexity juga dapat dihitung dengan menggunakan pendekatan full valuation


approach, dan hasil yang didapat disebut effective convexity. Rumus menghitungnya
adalah: (V- + V+ - 2V0) / (V0 x DYTM2). Dengan demikian effective convexity untuk
contoh obligasi di atas: (102,11+97,95-200)/(100x0,0052)= 24.

Penggunaan convexity dapat memperbaiki keakuratan estimasi perubahan


harga obligasi dengan menggunakan duration/convexity approach. Namun harap
dicatat bahwa duration/convexity approach memiliki kelemahan, yakni tidak dapat
diterapkan untuk obligasi dengan Opsi call dan atau put.

Sebagai illustrasi, kita kembali menggunakan obligasi berjangka waktu 5 tahun di


atas, namun ditambahkan asumsi bahwa obligasi tersebut dapat dibeli kembali oleh
emiten pada harga 101. Dengan demikian walaupun secara perhitungan teoritis
menggunakan pendekatan durasi/convexity penurunan YTM sebesar 50bps akan
menyebabkan harga obligasi naik ke 102,11, kenyataannya harga obligasi hanya
akan naik sampai ke harga 101.
24 Analis a Pendapat an Tet ap

Dalam contoh obligasi dengan Opsi call di atas, maka effective convexity-nya
menjadi: (101+97,95-200)/(100x0,0052)= -420. Angka yang didapat menjadi negatif
dan fenomena ini disebut negative convexity, yang terjadi manakala suatu obligasi
memiliki Opsi call sehingga kenaikan harga obligasi dibatasi maksimal hanya pada
harga call-nya, sebagaimana digambarkan oleh grafik berikut.

Pendekatan durasi/convexity banyak digunakan dalam pengelolaan portofolio


obligasi untuk mengetahui perkiraan persentase perubahan nilai portofolio akibat
perubahan tingkat bunga dengan asumsi parallel yield curve shift. Durasi portofolio
dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Durasi = S Durasi bondi x bobot nilai bondi) : total nilai portofolio

Sebagai illustrasi, andaikan sebuah portofolio reksa dana berisi lima obligasi

dengan durasi berturut-turut 3, 5, 7, 10, dan 12 serta berbobot masing-masing 10%,


20%, 30%, 20%, dan 20%. Maka durasi portofolio obligasinya adalah 3x10% + 5x20%
+ 7x30% + 10x20% + 12x20% = 7,8.

Ukuran risiko tingkat bunga lainnya yang umum dipakai adalah price value of
a basis point (PVBP). PVBP menunjukkan perubahan nilai obligasi dalam rupiah
manakala terjadi perubahan YTM sebesar 1 bps atau 0,01%. Secara praktisnya, kita
dapat menggunakan modified duration untuk menghitung PVBP sebagai berikut:

PVBP= modified duration x 0,0001 x nilai obligasi

Dengan menggunakan contoh obligasi berjangka waktu 5 tahun di atas, maka


investor yang memegang obligasi senilai Rp 1 miliar akan memiliki PVBP sebesar:
4,16 x 0,0001 x Rp 1 miliar = Rp 416.000. Artinya setiap kenaikan 1 bps dari YTM
A na lis a P e n d a p a t a n T e tap 25

obligasinya, investor tersebut akan mengalami kerugian Rp 416.000, dan sebaliknya


setiap penurunan 1 bps dari YTM obligasinya, investor tersebut akan mengalami
keuntungan Rp 416.000.

Dasar-dasar Analisa Kredit


Risiko kredit berkaitan dengan kerugian yang timbul manakala emiten gagal
membayar kupon atau pokok pinjaman secara penuh dan tepat waktu. Risiko kredit
memiliki dua komponen sebagai berikut :

1. Risiko gagal bayar: persentase kemungkinan emiten gagal membayar kupon


atau pokok pinjaman sesuai jadwal yang dijanjikan,
2. Kerugian akibat gagal bayar: turunnya nilai obligasi yang dipegang investor
ketika emiten mengalami gagal bayar. Kerugian ini dapat dinyatakan dalam
rupiah atau dalam persentase dari nilai obligasi (total pokok dan bunga
terutang).

Dengan demikian kerugian yang diperkirakan terjadi (expected loss) merupakan


perkalian antara risiko dengan kerugian akibat gagal bayar. Persentase nilai obligasi
yang diterima investor saat emiten gagal bayar disebut recovery rate.

Obligasi dengan risiko kredit diperdagangkan pada YTM yang lebih tinggi
dibandingkan dengan obligasi tanpa risiko kredit. Perbedaan YTM antara kedua jenis
obligasi dimaksud dengan jangka waktu yang sama disebut yield spread. Sebagai
contoh, jika obligasi korporasi berjangka waktu 5 tahun diperdagangkan pada spread
250 bps di atas SUN, dan YTM dari SUN berjangka waktu yang sama adalah 7%, maka
YTM dari obligasi korporasi tersebut adalah 7% + 2,5% = 9,5%.

Harga obligasi berkebalikan dengan spread; melebarnya spread mengisyaratkan


lebih rendahnya harga obligasi dan menyempitnya spread mengisyaratkan lebih
tingginya harga obligasi. Besaran spread merefleksikan kemampuan kredit emiten
dan likuiditas pasar dari obligasi tersebut. Risiko spread adalah kemungkinan spread
obligasi akan melebar akibat dari salah satu atau kedua faktor berikut :

1. Risiko migrasi kredit atau downgrade: kemungkinan spread melebar karena


kemampuan kredit emiten menurun.
2. Risiko likuiditas pasar: risiko menjual obligasi dibawah harga pasarnya, dan
terefleksikan dalam selisih antara tawaran jual dan minat beli dari obligasi.
Risiko ini lebih tinggi untuk obligasi dimana kemampuan kredit emitennya
26 Analis a Pendapat an Tet ap

rendah dan untuk obligasi dari emiten kecil dengan relative sedikitnya
jumlah utang emiten yang dapat diperdagangkan secara umum.

Setiap kategori utang dari emiten yang sama diurutkan menurut prioritas klaim
jika terjadi gagal bayar. Obligasi yang memiliki prioritas klaim terhadap aset dan arus
kas dari emiten disebut obligasi senior. Utang sendiri dapat berupa utang tanpa
jaminan (unsecured) dan utang dengan jaminan (secured). Utang dengan jaminan
memiliki prioritas klaim lebih awal dibandingkan utang tanpa jaminan. Kedua jenis
utang tersebut masing-masing dapat dibedakan lagi prioritasnya melalui pengaturan
senior dan junior atau subordinasi.

Utang dalam kategori yang sama disebut pari passu, yakni memiliki prioritas
klaim yang sama. Dalam hal terjadi gagal bayar, utang dengan prioritas klaim tertinggi
akan memberikan recovery rate tertinggi, dan demikian seterusnya berdasarkan
urutan senioritas dari utang yang ada. Semakin rendah kedudukan obligasi, semakin
tinggi risiko kreditnya sehingga investor meminta imbal hasil yang lebih tinggi untuk
obligasi dengan senioritas yang rendah.

Perusahaan pemeringkat efek menerbitkan peringkat bagi kategori obligasi


dengan risiko kredit yang serupa. Pemeringkat efek menilai peringkat emiten dan
obligasinya, atau hanya emitennya. Peringkat emiten didasarkan pada kemampuan
kredit dari emiten secara keseluruhan, sedangkan obligasi yang diterbitka emitennya
diperingkat berdasarkan senioritasnya.
Peringkat obligasi secara umum dibagi menjadi tiga kategori:
1. Kategori layak investasi (investment grade): AAA, AA+, AA, AA-, A+, A, A-,
BBB+, BBB, dan BBB-,
2. Kategori tidak layak investasi (speculative): BB+, BB, BB-, B+, B, B-, CCC+,
CCC, CCC-, CC, dan C,
3. Kategori gagal bayar (default): D.

Manakala emiten gagal bayar atas satu atau beberapa obligasi yang diterbitkannya,
ketentuan dalam perjanjian penerbitan obligasi mungkin dapat menyeret status
obligasi lainnya menjadi gagal bayar. Ketentuan tersebut dinamakan cross default
provision.

Emiten kadangkala menerbitkan beberapa obligasi dengan jangka waktu dan


kupon yang berbeda, dan juga peringkat yang berbeda. Peringkat obligasi bergantung
pada senioritas obligasi dimaksud dan perjanjian yang mengikatnya (covenants).
A na lis a P e n d a p a t a n T e tap 27

Praktek pemberian peringkat kredit yang berbeda atas obligasi yang diterbitkan
oleh emiten yang sama disebut notching, yang didasarkan pada beberapa faktor,
diantaranya senioritas dan pengaruh pada potensi kerugian saat terjadi gagal bayar.

Investor yang mengandalkan peringkat kredit dari pemeringkat obligasi


menghadapi empat risiko berikut:
1. Dinamisnya peringkat kredit: pemeringkat kredit mungkin mengubah
peringkat kredit dari emiten dan atau obligasinya. Emiten berperingkat kredit
tinggi cenderung memiliki peringkat kredit yang lebih stabil dibandingkan
emiten berperingkat rendah.
2. Tidak sempurnya pemeringkat kredit: kesalahan peringkat terjadi dari
waktu ke waktu, sebagai contoh subprime mortgage di Amerika Serikat
mendapatkan peringkat yang lebih tinggi dari yang selayaknya.
3. Sulitnya memperkirakan event risk: risiko yang secara spesifik berdampak ke
emiten, sulit diprediksi. Sebagai contoh adanya tuntutan hukum terhadap
perusahaan rokok di Amerika Serikat.
4. Peringkat kredit terlambat dibandingkan penyesuaian harga di pasar: harga
pasar dan spread kredit berubah jauh lebih cepat dibandingkan dengan
peringkat kredit. Dua obligasi berperingkat sama dapat diperdagangkan
dengan YTM yang berbeda. Harga pasar merefleksikan perkiraan kerugian
akibat gagal bayar, sedangkan peringkat kredit hanya memperhitungkan
risiko gagal bayar saja.

Komponen Analisa Kredit Tradisional


Cara umum untuk menggolongkan komponen utama dari analisa kredit adalah
dengan menggunakan four Cs credit analysis, yakni capacity, collateral, covenants,
dan character.

Capacity
Capacity merupakan kemampuan emiten untuk membayar kembali utangnya
secara tepat waktu. Analisa ini mirip dengan proses dalam analisa saham, dimana
mencakup tiga level berikut:
1. Struktur industri: analisa dapat menggunakan teori five forces dari Michael
Porter yang meliputi persaingan, ancaman pemain baru, ancaman produk
pengganti, kekuatan tawar dari pembeli, dan kekuatan tawar dari pemasok.
2. Fundamental industri: analisa atas pengaruh faktor makro ekonomi terhadap
prospek pertumbuhan dan profitabilitas dari industry.
28 Analis a Pendapat an Tet ap

3. Fundamental perusahaan: yang meliputi penilaian terhadap posisi dalam


persaingan, sejarah usaha, strategi manajemen dan eksekusinya, serta analisa
rasio keuangan.

Collateral
Analisa atas jaminan lebih penting untuk perusahaan dengan kemampuan kredit
rendah. Nilai pasar dari aset perusahaan dapat sulit untuk diketahui secara langsung.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan saat menaksir nilai jaminan termasuk:
1. Aset tidak berwujud: paten dianggap sebagai aset tidak berwujud berkualitas
tinggi karena lebih mudah dijual untuk menghasilkan arus kas dibandingkan
aset tidak berwujud lainnya. Goodwill tidak dianggap berkualitas tinggi dan
umumnya diturunkan nilainya manakala kinerja perusahaan buruk.
2. Penyusutan: tingginya beban penyusutan terhadap belanja modal mungkin
member sinyal kurangnya investasi di perusahaan. Kualitas aset mungkin buruk,
sehingga dapat menurunkan arus kas operasional dan berpotensi meningkatan
kerugian saat gagal bayar.
3. Kapitalisasi pasar dari saham: saham yang diperdagangkan di bawah nilai
bukunya mungkin mengindikasikan bahwa aset perusahaan berkualitas rendah.
4. Sumber daya manusia dan modal intelektual: ini sulit dinilai tetapi perusahaan
yang memiliki aset intelektual mungkin dapat menjaminkannya.

Covenants
Covenants adalah syarat dan ketentuan yang disepakati oleh emiten dan
pemegang obligasi sebagai bagian dari penerbitan obligasi. Covenants melindungi
pemberi pinjaman namun memberikan fleksibilitas bagi emiten untuk menjalakan
usahanya. Ada dua jenis covenants:

1. Affirmative covenants: mensyaratkan peminjam untuk melakukan tindakan


tertentu seperti membayar kupon, pokok, dan pajak; mengasuransikan asetnya;
dan memelihara rasio keuangan tertentu sesuai batasan yang ditetapkan.
2. Negative covenants: melarang peminjam untuk melakukan tindakan tertentu
seperti menambah utang, membagikan arus kas ke pemegang saham dalam
bentuk dividen dan pembelian kembali saham beredar.

Covenants yang terlalu membatasi kegiatan usaha emiten mungkin menurunkan


kemampuan emiten untuk membayar kembali utangnya. Di lain pihak, adanya
covenants mengurangi ketidakpastian bagi pemegang obligasi. Analisa perlu
dilakukan untuk mengetahui apakah covenants melindungi kepentingan pemegang
obligasi tanpa secara berlebihan membatasi kegiatan usaha emiten.
A na lis a P e n d a p a t a n T e tap 29

Character
Karakter adalah integritas dan komitmen manajemen untuk membayar kembali
utang perusahaan. Faktor seperti kemampuan usaha manajemen dan catatan
kinerja manajemen merupakan hal penting dalam evaluasi karakter. Analisa karakter
mencakup penilaian terhadap :
1. Kewajaran strategi: kemampuan manajemen untuk mengembangkan
strategi yang wajar/masuk akal.
2. Catatan kinerja: kinerja masa lalu dari manjemen dalam melaksanakan
strategi dan menjalankan perusahaan tanpa bangkrut, restrukturisasi atau
situasi kesulitan keuangan yang mengakibatkan penambahan pinjaman.
3. Kebijakan akuntansi dan strategi perpajakan: ada tidaknya kebijakan
akuntansi dan stragegi perpajakan yang mungkin menyembunyikan masalah
seperti seringnya menyatakan kembali laporan keuangan, mengganti auditor
eksternal.
4. Catatan penipuan dan kecurangan: ada tidaknya catatan kecurangan atau
masalah hukum dan pelanggaran peraturan.
5. Perlakuan terhadap pemegang obligasi dimasa lalu: ada tidaknya tindakan
di masa lalu yang menguntungkan pemegang saham namun merugikan
pemegang obligasi seperti pembagian dividen khusus dan akuisisi
menggunakan utang, terutama yang berakibat pada penurunan peringkat
kredit.

Rasio Keuangan dalam Analisa Kredit


Analisa keuangan merupakan bagian dari analisa kapasitas. Dua kategori utama
dari rasio untuk analisa kredit adalah rasio leverage dan rasio coverage. Analis
kredit menghitung rasio perusahaan untuk menilai keberlangsungan perusahaan,
menemukan tren, dan membandingkan perusahaan terhadap rerata industri dan
perusahaan pembanding.

Profit and Cash Flows


Keuntungan dan arus kas dibutuhkan untuk membayar utang. Berikut ada empat
ukuran keuntungan dan arus kas yang umum digunakan dalam analisa rasio oleh
analis kredit:
1. EBITDA: ukuran ini adalah tidak ada penyesuaian terhadap belanja modal dan
perubahan modal kerja, yang merupakan pengeluaran wajib untuk kelangsungan
hidup perusahaan.
30 Analis a Pendapat an Tet ap

2. Funds from operations (FFO): laba bersih dari operasi berkelanjutan ditambah
penyusutan, amortisasi, pajak ditangguhkan, dan item non-kas. FFO serupa
dengan cash flow from operations (CFO) kecuali FFO tidak mencakup perubahan
modal kerja.
3. Free cash flow before dividends: laba bersih ditambah penyusutan dan
amortisasi dikurangi belanja modal dikurangi peningkatan modal kerja bersih.
Cash flow ini tidak mencakup item yang tidak berulang.
4. Free cash flow after dividends: free cash flow before dividends dikurangi
dividen. Jika cash flow ini positif, maka dapat digunakan untuk membayar utang
atau mengakumulasikan kas, dan merupakan indikasi peningkatan kemampuan
kredit.

Leverage Ratios
Tiga ukuran paling sering digunakan oleh analis kredit adalah:
1. Debt/capital: capital adalah jumlah total utang dan ekuitas. Rasio yang rendah
mengindikasi risiko kredit yang rendah. Aset tak berwujud yang tidak berkualitas
namun bernilai tinggi, sebaiknya dihapuskan dan nilai ekuitas diturunkan.
2. Debt/EBITDA: rasio yang tinggi mengindikasikan tingginya leverage dan risiko
kredit. Rasio ini lebih bergejolak untuk perusahaan dalam industri yang bersiklus
atau perusahaan dengan operating leverage yang tinggi.
3. FFO/debt: rasio yang tinggi mengindikasikan rendahnya risiko kredit.

Coverage Ratios
Rasio ini mengukur kemampuan emiten dalam menghasilkan arus kas yang
cukup untuk membayar beban bunga. Dua ukuran yang sering digunakan:
1. EBITDA/interest expense: rasio yang tinggi mengindikasikan risiko kredit yang
rendah.
2. EBIT/interest expense: rasio yang tinggi mengindikasikan risiko kredit
yang rendah. Rasio ini lebih konservatif karena penyusutan dan amortisasi
dikurangkan dari laba.
Analisa Surat Utang Negara
Surat Utang Negara (SUN) diterbitkan oleh pemerintah. Analisa kredit harus
mencakup kemampuan pemerintah dalam membayar utangnya dan kemauan
pemerintah untuk membayarnya. Penilaian terhadap kemauan membayar adalah
penting karena pemegang obligasi biasanya tidak dapat melakuan upaya hukum jika
pemerintah menolak untuk membayar utangnya.
A na lis a P e n d a p a t a n T e tap 31

Kerangka dasar untuk melakukan evaluasi dan menentukan peringkat kredit dari
utang negara mencakup lima area, yakni;
1. Efektivitas kelembagaan: mencakup kesuksesan pembuatan keputusan,
ketiadaan korupsi, dan komitmen untuk menghargai utang.
2. Prospek ekonomi: mencakup tren pertumbuhan, demografi, pendapatan
per kapita, dan ukuran kegiatan ekonomi pemerintah dibandingkan dengan
kegiatan swasta.
3. Posisi investasi internasional: mencakup cadangan devisa negara, utang luar
negeri, dan status mata uang di pasar internasional.
4. Fleksibilitas fiskal: mencakup kemauan pemerintah dan kemampuannya untuk
meningkatkan pendapatan atau menurunkan pengeluaran untuk menjamin
pembayaran utang, dan juga tren rasio utang terhadap produk domestik bruto
(PDB).
5. Fleksibilitas moneter: mencakup kemampuan menggunakan kebijakan moneter
untuk tujuan ekonomi domestic dan kredibilitas serta efektivitas dari kebijakan
moneter.

Pemeringkat kredit memberikan pemerintah dua peringkat yakni peringkat


kredit utang dalam mata uang lokal dan peringkat kredit utang dalam mata uang
asing. Peringkat diberikan terpisah karena dalam sejarahnya kegagalan bayar utang
dalam mata uang asing leibh tinggi dibandingkan mata uang lokal. Ini disebabkan
pemerintah harus membeli mata uang asing di pasar terbuka untuk membayar
utang dalam mata uang asing, sedangkan untuk utang dalam mata uang lokal dapat
dibayarkan dengan menaikkan pajak, dan atau mengendalikan belanja domestik.
Kegagalan bayar atas surat utang negara dapat disebabkan oleh peristiwa seperti
perang, ketidakstabilan politik, devaluasi mata uang secara signifikan, atau
penurunan tajam dalam harga komoditas ekspor suatu negara. Dalam kondisi
ekonomi yang buruk, akses pemerintah terhadap pasar utang dapat menjadi sulit.

Anda mungkin juga menyukai