KATA PENGANTAR
Alhamdullilah hadir di hadapan anda merupakan buku bacaan wajib calon professional
di Industri Pasar Modal khususnya Profesi Analis. Namun buku ini juga dapat digunakan
bagi anda yang berminat untuk menjadi praktisi, professional maupun investor. Jujur
saja penyelesaian buku ini relative lama karena terkatung – katung akibat kesibukan
para penulis. Alhamdullilah akhirnya buku ini bisa hadir dihadapan para pembaca.
Penyusun dari buku ini adalah para Praktisi, Profesional Analis yang sudah berpen-
galaman sebagai praktisi seperrti Analis Fundamental, Analis Teknikal, Ekonom, Analis
Derivative. Namun guna melengkapi buku ini juga kami libatkan Akademisi yang juga
praktisi di Jasa Keuangan yakni Pasar Modal. Sehingga buku ini akan mempermudah
bagi siapapun yang akan mempersiapkan diri mengikuti Uji Kompetensi dibidang Anal-
isa Efek. Pada akhirnya harapan kami akan melahirkan calon Analis yang Kompeten
baik yang akan berprofesi di Industri Pasar Modal, maupun industri lainnya, bahkan
mempersiapkan diri untuk menjadi entrepreneur.
“Analysis Pendapatan Tetap” yang ada di hadapan pembaca adalah merupakan ba-
gian dari Buku beberapa buku yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk men-
jadi Analis yang Profesional. Buku ini memberikan pemahaman lebih lanjut. Analisa
Pendapatan Tetap saat ini menjadi hal yang sangat dibutuhkan. Maraknya kebutuhan
investasi baik dari sisi swasta dan pemerintah yang melibatkan banyak perusahaan
dalam pembiayaan maka Analisa Pendapatan Tetap dibutuhkan bagi para analis dan
dimasukkan dalam materi RSA maupun CSA. Bagaimana perkembangan surat hutang,
bagaimana penangangan atas kebutuhan dana perusahaan, menerbitkan surat hutang
yang mana serta melakukan perhitungan analisis analisis surat hutang menjadi materi
semakin lengkap.
Buku ini merupakan serangkaian dari beberapa Modul yang menjadi bahan ajar di
kelas RSA dan CSA, juga sebagai preparation dalam mempersiapkan Uji Kompetensi
Analis Efek di LSP Pasar Modal. Selain Analis, tentunya professional di Pasar Modal
juga membutuhkan knowledge dari buku ini yang menjadi pijakan maupun referensi
atas kompetensi yang lebih seperti di Investment Banking, Fund Manajer, Penasehat
Investasi maupun profesi lainnya. Hal ini mengingat buku untuk Profesi di Pasar Modal
masih sangat terbatas, maka buku ini juga dapat digunakan untuk Profesi Profesi lain-
nya. Tentu tak lain adalah banyaknya irisan dalam profesi di Industri Pasar Modal, me-
iv Analis a Pendapat an Tet ap
mungkinkan buku ini dapat digunakan oleh siapapun termasuk calon investor sebagai
persiapan investasinya.
Keterbatasan dalam setiap pelatihan profesi adalah dari sisi trainingnya biasanya sangat
singkat dan padat. Tentu membutuhkan pembelajaran berkesinambungan yang dapat
dilakukan dengan kembali membaca secara berulang, guna pemahaman dan penda-
laman atas tuntutan sebagai professional. Nah buku ini salah satunya di persiapkan
sebagai proses pembelajaran seumur hidup.
Buku ini merupakan gabungan dari 4 Modul yang diajarkan pada Pelatihan dan Uji
Kompetensi untuk Profesi bidang CSA (Certified Securities Analyst) dan 2 Modul untuk
RSA (Registered Securities Analyst). Materi yang masuk dalam Pelatihan dan Uji Kom-
petensi tersebut diantaranya meliputi:
1. Pengenalan Investasi di Pasar Modal (Introduction to Investment in Capital
Market)
2. Kode Etik Analis Efek (Ethics of Conduct)
3. Analisa Ekonomi Makro (Macro Economics)
4. Analisa Laporan Keuangan (Financial Report Analysis)
5. Analisa Ekuitas dan Valuasi (Equity Analysis and Valuasi)
6. Analisa Pendapatan Tetap (Fixed Income Analysis)
7. Analisa Teknikal (Technical Analysisi)
8. Analisa Derivatif (Derivatives Analysis)
9. Behavioral Finance (Perilaku Keuangan)
10. Modelling Keuangan (Financial Modelling)
Dalam pelatihan yang dilakukan oleh Lembaga Training Provider materi materi terse-
but disampaikan sekaligus dengan kondisi praktis yang ada dilapangan. Hal ini penting
untuk dapat melaksanakan pelatihan berbasis kompetensi sehingga diharapkan calon
analis sudah siap meniti karir di dunia kerja.
Dalam Preparation Uji Kompetensi di LSP Pasar Modal, umumnya pelatihan berbasis
Kompetensi dengan menggunakan Standar Kompetensi Kerja (SKK) yang sudah dicatat-
kan di Nakertran dengan NOMOR KEP.317/LATTAS/XII/2014 TAHUN 2014. SKK untuk
Bidang Analis Efek memiliki 12 Unit Kompetensi yang meliputi:
A n a lis a P e n d a p a t a n T e tap v
Terima kasih kepada banyak Pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, namun
kami sangat menghargai teman teman yang telah membantu sejak proses penyusunan
hingga penertitan buku ini. Namun paling tidak penghargaan tinggi kami sampaikan
kepada Tim Penyusun atas Modul RSA (Registered Securities Analyst) dan Modul CSA
(Certified Securities Analyst) sehingga buku ini ada dihadapan para pembaca. Tanpa
upaya dari penulis maupun editor dan designer buku ini niscaya buku ini ada dihadapan
Bapak Ibu sekalian. Penyusun terdiri dari orang – orang yang berdedikasi tinggi bagi
untuk membangun SDM di Industri Pasar Modal yang lebih baik. Mereka adalah:
Tim Penyusun
a. Dr. Budi Frensidi Ak. CSA®, CRP®,
b. Haryajid Ramelan, SE, MM, CSA®, CRP®, CIB®, CFP®, RFC®
c. Budi Hikmat
d. Teddy Ferdiansyah MM, CSA®, ERMCP®, CRP®
e. Edwin Sebayang MBA, CSA®, CIB®
f. Achmad Nurcahyadi CSA®
g. Aria Santoso CTA®, CFTE®, CSA®
Design :
• Muhamad Alfiandi
Kami sangat mengharapkan Kritik dan saran membangun dari pembaca buku ini. Tentu
harapkannya adalah demi menjaga kualitas isi dari buku ini dan akhirnya dapat mening-
katkan mutu SDM yang lebih unggul bagi Industri Pasar Modal.
Sekali lagi semoga buku ini bisa bermanfaat bagi para pembaca buku dan harapan
kami bagi pembangunan Kompetensi Insan Pasar Modal di Indonesia.
Daftar Isi
Tabel
Gambar..
• Pictures Convexity............................................... 24
A na lis a P e n d a p a t a n T e tap 1
Untuk surat utang dengan jangka waktu lebih dari satu tahun dan dijual melalui
penawaran umum disebut obligasi, sedangkan yang tidak dijual melalui penawaran
umum disebut MTN (medium term notes).
Adapun perjanjian tertulis yang memuat seluruh hak dan kewajiban dari emiten
dan pemegang obligasi disebut perjanjian penerbitan obligasi (bond indenture).
Perjanjian dimaksud menjelaskan kewajiban dan batasan bagi peminjam dan
merupakan dasar untuk seluruh transaksi di masa datang antara pemegang surat
utang dan emiten.
Klausul – klausul dalam perjanjian tertulis (covenants) terdiri dari klausul negatif
dan klausul positif (affirmative). Klausul negatif merupakan larangan bagi emiten,
antara lain: larangan menjual aset yang dijadikan jaminan, larangan menggunakan
aset yang sama untuk menjamin beberapa utang secara bersamaan (negative
pledge), dan batasan untuk menambah pinjaman dimana emiten tidak dapat
menambah pinjaman kecuali memenuhi kondisi keuangan tertentu. Klausul positif
merupakan tindakan-tindakan yang dijanjikan emiten untuk dilakukan antara lain:
membayar kupon dan pokok tepat waktu, dan memelihara rasio- rasio keuangan
tertentu.
Perdagangan Obligasi
Di Indonesia obligasi diperdagangkan tanpa warkat (scripless) dimana kepemilikan
investor atas obligasi dicatat oleh Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), sehingga
investor harus menunjuk lembaga kustodian yang merupakan pemegang langsung
rekening di KSEI. Lembaga kustodian yang dimaksud dapat berupa bank atau
perusahaan sekuritas.
Investor dapat memiliki obligasi dengan membeli melalui salah satu dari
mekanisme pasar berikut ini :
1. Pasar perdana: obligasi untuk pertama kali dijual kepada investor melalui
perantaraan penjamin emisi (underwriter), dimana dana dari investor akan
masuk ke rekening penjamin emisi dan selanjutnya dibayarkan ke emiten.
Kemudian, obligasi jumbo diterbitkan oleh emiten dan dipegang oleh KSEI.
Selanjutnya, KSEI akan mendistribusikan ke para investor melalui rekening
kustodian yang ditunjuk oleh investor.
2. Pasar sekunder: obligasi diperdagangkan antara pemegang obligasi dan
pembeli obligasi, dimana dana berpindah dari pembeli obligasi ke pemegang
obligasi sebelumnya, sedangkan pemindahan kepemilikan akan dilakukan
oleh KSEI dari rekening kustodian penjual ke rekening kustodian pembeli.
3. Pasar lelang: khusus untuk penerbitan baru dari obligasi pemerintah
Indonesia (Surat Utang Negara/SUN), dimana pemerintah menjual obligasi
baru kepada investor melalui peserta lelang.
Sebagai illustrasi perhitungan bunga terhutang, SUN FR68 akan jatuh tempo 15
Maret 2034 dan membayarkan kupon tetap 8,375% setiap setengah tahun. Pada
tanggal 25 Mei, seorang investor membeli FR68 Rp10 miliar dengan penyelesaian
dua hari berikutnya (27 Mei). Maka bunga terhutangnya dihitung sebagai berikut:
• Aturan hari untuk FR adalah aktual/aktual dan bunga dihitung per Rp1 juta
nominal dengan pembulatan terdekat ke rupiah penuh,
• Jumlah hari terhutang dari tanggal pembayaran kupon terakhir 15 Maret ke
tanggal penyelesaian 27 Mei adalah 73 hari,
• Jumlah hari antara pembayaran bunga terakhir 15 Maret ke tangggal
pembayaran bunga berikutnya pada 15 September adalah 184 hari,
• Bunga terhutang per Rp1 juta nominal: 8,375% : 2 x 73/184 x Rp 1 juta = Rp
16.613,45, dibulatkan menjadi Rp 16.613,
• Bunga terhutang per Rp10 miliar nominal: 10.000 x Rp 16.613 = Rp
166.130.000.
Jenis perdagangan obligasi lain yang sering terjadi adalah transaksi repo
(repurchase agreement) di mana satu investor menjual obligasi kepada investor
lainnya dengan janji akan membeli kembali obligasi tersebut pada tanggal tertentu
dan harga tertentu. Repo dilakukan oleh investor ketika memerlukan pendanaan
dalam jangka pendek dan tidak ingin menjual obligasi yang dimilikinya. Selisih harga
(jika bunga terutang masih dimiliki oleh penjual) merupakan bunga repo, yang juga
merupakan bunga pinjaman yang dibebankan kepada peminjam.
Peringkat Kredit
Sesuai peraturan penerbitan obligasi di Indonesia, setiap obligasi korporasi wajib
memiliki peringkat kredit. Peringkat kredit obligasi maupun emiten diberikan oleh
perusahaan pemeringkat kredit. Saat ini ada tiga perusahaan pemeringkat kredit
yang diakui di Indonesia: PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), PT Fitch Ratings
Indonesia, dan PT ICRA Indonesia.
1. Kategori layak investasi (investment grade): AAA, AA+, AA, AA-, A+, A, A-,
BBB+, BBB, dan BBB-,
6 Analis a Pendapat an Tet ap
2. Kategori tidak layak investasi (speculative): BB+, BB, BB-, B+, B, B-, CCC+,
CCC, CCC-, CC, dan C,
3. Kategori gagal bayar (default): D.
Opsi dapat dimiliki oleh pemegang obligasi dan karenanya obligasi dimaksud
dijual dengan harga yang lebih mahal (atau memberikan kupon lebih rendah)
dibandingkan obligasi yang sama persis namun tanpa Opsi. Opsi dimaksud dapat
berupa :
1. Opsi beli (call): memberikan emiten hak untuk membeli kembali obligasi
yang diterbitkannya sebelum jatuh tempo.
A na lis a P e n d a p a t a n T e tap 7
perjanjian pinjaman, seperti KPR. Jika tingkat bunga turun, prepayment akan
meningkat sehingga investor harus menginvestasikan dana prepayment
pada tingkat bunga baru yang lebih rendah.
5. Risiko investasi kembali: ketika tingkat bunga turun, arus kas (bunga dan
pokok) dari obligasi harus diinvestasikan kembali pada tingkat bunga yang
lebih rendah, mengurangi hasil yang investor akan terima. Risiko ini terkait
dengan risiko call dan risiko prepayment. Perlu dicatat bahwa investor
dihadapkan pada pilihan antara risiko investasi kembali dan risiko harga.
Obligasi tanpa bunga tidak memiliki risiko investasi kembali karena tidak ada
arus kas yang harus diinvestasikan, namun obligasi tersebut memiliki risiko
tingkat bunga yang lebih tinggi dari pada obligasi berbunga dengan jatuh
tempo yang sama. Karenanya, obligasi berbunga memiliki risiko investasi
kembali yang lebih tinggi dan risiko harga yang lebih rendah.
6. Risiko kredit: risiko menurunnya kemampuan kredit emiten sehingga
meningkatkan imbal hasil yang diinginkan investor dan karenanya
menurunkan nilai obligasi.
7. Risiko likuiditas: risiko dimana obligasi harus dijual pada harga yang lebih
rendah dari nilai pasar wajarnya karena kelangkaan likuiditas atas obligasi
tersebut di pasar sekunder. Obligasi negara umumnya memiliki likuiditas
yang baik sehingga dapat dengan mudah dan cepat dijual pada harga
pasarnya dibandingkan dengan obligasi korporasi. Karena investor lebih
menyukai obligasi yang likuid, penurunan likuiditas akan menurunkn harga
obligasi, karena imbal hasil yang diinginkan meningkat.
8. Risiko nilai tukar: timbul dari ketidakpastian nilai tukar atas arus kas dalam
mata uang asing ke dalam mata uang lokal. Investor asing yang membeli
SUN akan mengalami kerugian jika nilai mata uang rupiah terhadap mata
uang negaranya mengalami penurunan.
9. Risiko inflasi: ketidakpastian atas jumlah barang dan jasa yang dapat dibeli
dari arus kas di masa datang (risiko penurunan daya beli dari mata uang).
Ekspektasi akan adanya peningkatan inflasi di masa datang menyebabkan
naiknya imbal hasil yang diminta investor obligasi dan dampaknya
menurunkan harga obligasi di pasar.
10. Risiko volatilitas: hanya ada untuk obligasi yang memiliki Opsi seperti
berikut; Opsi call, Opsi prepayment atau Opsi put. Perubahan dari volatilitas
tingkat bunga memengaruhi nilai dari Opsi-Opsi di atas dan karenanya
memengaruhi nilai obligasi yang memiliki Opsi tersebut. Naiknya volatilitas
tingkat bunga akan meningkatkan nilai dari Opsi-Opsi yang ada.
A na lis a P e n d a p a t a n T e tap 9
11. Risiko peristiwa (event): risiko diluar risiko pasar keuangan, seperti risiko
yang disebabkan bencana alam dan pengambilalihan perusahaan oleh pihak
diluar pemegang saham pengendali. Peristiwa-peristiwa dimaksud dapat
berdampak buruk terhadap kemampuan perusahaan untuk membayar
kewajibannya dan karenanya dapat menekan harga obligasinya di pasar.
12. Risiko kedaulatan (sovereign): merupakan risiko kredit dari obligasi
suatu negara yang diterbitkan oleh negara selain negara dimana investor
bertempat tinggal. Pemerintah suatu negara dapat mengalami kesulitan
dalam pengelolaan uang negaranya sehingga peringkat surat utangnya dapat
diturunkan atau lebih parah lagi dapat mengalami kegagalan pembayaran
bunga/pokok yang akan menurunkan harga obligasi di pasar.
Menurut Hukum Ceteris paribus, risiko investasi kembali dari kupon suatu
obligasi akan meningkat manakala :
1. Kupon semakin tinggi: karena semakin banyak arus kas yang harus
direinvestasi kembali,
2. Jatuh tempo semakin panjang: karena semakin tinggi jumlah nilai investasi
dari kupon obligasi dan bunga reinvestasinya.
Sebagai illustrasi pentingnya tingkat investasi kembali, SUN FR67 akan jatuh
tempo pada 15 Februari 2044 dan membayarkan kupon tetap 8,75% setiap
setengah tahun dijual pada nilai par. Asumsinya, seorang investor membeli obligasi
tersebut Rp1 miliar pada 15 Februari 2014 dan bermaksud memegang obligasi
tersebut sampai jatuh temponya selama 30 tahun. Dengan asumsi kupon dan pokok
dibayarkan penuh, imbal hasil yang akan didapat investor tersebut akan tergantung
dari tingkat investasi kembali atas kupon. Berikut imbal hasil yang diperoleh investor
dengan tiga asumsi tingkat reinvestasi yang berbeda :
1. Tingkat reinvestasi nihil (misal kupon disimpan di bawah bantal)
Total kupon selama 30 tahun: 30 x 8,75% x Rp1 miliar = Rp2.625 juta
Total investasi termasuk pokok Rp 1 miliar = Rp3.625 juta
Imbal hasil investasi tahunan = (3.625/1.000)(1/30) – 1 = 4,39%.
2. Tingkat reinvestasi 7% (misal kupon didepositokan)
Total nilai kupon selama 30 tahun pada saat jatuh tempo dengan tingkat
reinvestasi 7%: future value annuity dengan N=60, PMT=43750000,
I/Y=3,5%, FV= Rp 8.598 juta
Total investasi termasuk pokok Rp1 miliar = Rp9.598 juta
Imbal hasil investasi tahunan = (9.598/1.000)(1/30) – 1 = 7,83%.
3. Tingkat reinvestasi 12% (misal kupon dibelikan reksa dana saham)
Total nilai kupon selama 30 tahun pada saat jatuh tempo dengan tingkat
reinvestasi 12%: future value annuity dengan N=60, PMT=43750000,
I Y=6%, FV= Rp 23.324 juta
Total investasi termasuk pokok Rp1 miliar = Rp 24.324 juta
Imbal hasil investasi tahunan = (24.324/1.000)(1/30) – 1 = 11,22%.
Penilaian Obligasi
Seperti penilaian aset secara fundamental, maka penilaian obligasi juga melalui
tiga tahapan sebagai berikut:
1. Perkiraan arus kas yang akan diterima sampai obligasi jatuh tempo,
2. Penentuan tingkat diskonto yang sesuai dengan risiko obligasi,
3. Penghitungan nilai sekarang dari perkiraan arus kas dengan menjumlahkan
seluruh arus kas yang telah didiskontokan.
Tentunya satu masalah dalam memperkirakan arus kas di masa datang dari
suatu obligasi adalah prediksi atas gagal bayar dan masalah kredit yang mungkin
timbul yang menyebabkan ketidakpastian atas penerimaan arus kas mendatang.
A na lis a P e n d a p a t a n T e tap 11
Namun demikian disamping risiko kredit tersebut, setidaknya ada tiga situasi yang
menambah kesulitan dalam memprediksi arus kas mendatang :
1. Arus pembayaran pokok tidak diketahui secara pasti, untuk obligasi dengan
Opsi (call, put, dan prepayment). Arus pembayaran pokok tidak pasti dan
bergantung pada bagaimana tingkat bunga berubah di masa mendatang.
Jika tingkat bunga turun, maka prepayment cenderung meningkat.
2. Pembayaran kupon tidak diketahui secara pasti, untuk obligasi dengan kupon
mengambang. Besarnya kupon tidak pasti dan bergantung pada bagaimana
tingkat bunga berubah di masa mendatang.
3. Obligasi dapat dikonversi atau ditukar dengan surat berharga lain (umumnya
saham), untuk obligasi konversi/tukar. Tanpa informasi mengenai pergerakan
saham dan tingkat bunga di masa mendatang, maka kapan arus kas datang
dan berapa besarnya tidak dapat diketahui.
Rumus yang digunakan untuk menilai obligasi dengan kupon dibayarkan setiap
semester adalah sebagai berikut:
Sebagai illustrasi, seorang investor ingin menilai obligasi bernominal Rp 100 juta
berjangka waktu 10 tahun dengan kupon 10% dimana menurut investor tersebut
tingkat diskonto yang layak adalah 8%. Dengan asumsi kupon dan pokok akan
dibayarkan, maka nilai obligasi adalah :
Nilai obligasi di atas pokoknya dinamakan obligasi premium. Jika obligasi tersebut
dijual di pasar dengan harga di bawah atau sama dengan Rp113.588.695, maka
investor tersebut akan membeli obligasi tersebut.
Cara yang lebih mudah untuk menghitung nilai obligasi adalah dengan
menggunakan kalkulator finansial. Dengan kemajuan teknologi saat ini, investor
12 Analis a Pendapat an Tet ap
tidak perlu secara khusus membeli kalkulator finansial. Smartphone dapat berfungsi
sebagai kalkulator finansial dengan terlebih dahulu mengunduh aplikasi kalkulator
tersebut. Selanjutnya, investor tinggal menginput data sebagai berikut: N= 20; FV=
100.000.000; PMT= 5.000.000; I/Y= 4; CPT -> PV= -133.590.326*
Dimana N= periode; FV= nilai pokok; PMT= arus kas periode (kupon); I/Y= tingkat
diskonto per periode; PV= nilai sekarang dari obligasi; CPT= perintah menghitung
* catatan: angka berbeda dari perhitungan sebelumnya karena pembulatan
Dari pergerakan nilai obligasi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dengan
asumsi tingkat diskonto yang stabil sebuah obligasi premium secara perlahan namun
pasti akan turun nilainya menuju nilai nominal/pokok. Demikian pula halnya akan
terjadi untuk obligasi yang nilainya di bawah pokok (diskon), maka nilai obligasi akan
bergerak naik menuju nilai nominal/pokok.
A na lis a P e n d a p a t a n T e tap 13
Dalam berinvestasi pada obligasi dikenal berbagai ukuran imbal hasil, antara lain :
1. Current yield (CY): merupakan ukuran imbal hasil yang paling sederhana,
namun hanya memberikan informasi yang terbatas. Ukuran ini hanya
melihat 1 sumber dari hasil pengembalian: bunga yang dibayarkan, tidak
memperhitungkan keuntungan/kerugian modal (capital gains/losses) atau
pendapatan investasi kembali. Rumus yang digunakan:
Current yield = pembayaran kupon tunai tahunan : harga obligasi
Contoh perhitungan CY
SUN berjatuh tempo 20 tahun dengan kupon 6% dibayar semesteran saat
ini dijual pada level 80.207. Hitunglah current yield dari SUN tersebut.
Jawaban:
Pembayaran total kupon tunai tahunan = nilai par x kupon = 100 x 6% = 6
Karena obligasi dijual pada harga 80.207, current yield= 6 : 80.207= 7.48%.
Untuk menghitung YTM dari harga obligasi tidaklah mudah, karena harus
menggunakan metode trial and error dengan mencoba berbagai angka YTM
sampai didapatkan nilai sekarang dari arus kas yang sama dengan harga
obligasi. Dengan menggunakan kalkulator finansial YTM dapat dihitung
dengan lebih cepat.
14 Analis a Pendapat an Tet ap
SUN yang jatuh tempo 20 tahun dengan kupon 6% dibayar semesteran, saat
ini dijual pada level 80.207. Hitung YTM obligasi tersebut.
Jawaban :
Dengan menggunakan kalkulator financial, YTM obligasi adalah:
PV= -80.207; N= 20 x 2= 40; FV= 100; PMT= 6/2= 3; CPT -> I/Y= 4.00
Karena 4% merupakan tingkat diskonto semesteran, maka YTM obligasi= 2 x
4%= 8%.
Dengan demikian ada hubungan antara CY, YTM, dan harga obligasi, sebagai
berikut:
a. Jika kupon = YTM, maka harga obligasi dijual pada par, dan kupon =
CY = YTM.
b. Jika kupon < YTM, maka harga obligasi di bawah par (diskon), dan kupon <
CY < YTM.
c. Jika kupon> YTM, maka harga obligasi di atas par (premium), dan kupon >
CY > YTM.
3. Yield to call (YTC): dihitung untuk obligasi yang memiliki Opsi call. Cara
perhitungannya sama dengan menghitung YTM, kecuali harga call
menggantikan nilai par dalam FV dan jumlah periode semesteran sampai
tanggal call menggantikan jumlah periode semesteran sampai jatuh tempo
(N). Ketika obligasi memiliki periode dimana Opsi call tidak berlaku (call
protection), maka investor dapat menghitung yield to first call (YTFC). Cara
menghitung YTFC sama seperti menghitung YTC. Jika obligasi memiliki Opsi
call pada par, maka investor dapat menghitung yield to first par call (YTFPC).
Cara menghitungnyapun sama seperti menghitung YTC.
Jawaban :
YTM dapat dihitung sebagai berikut: N= 40; PV= -112; PMT= 5; FV= 100; CPT
-> I/Y= 4,36% x 2= 8,72%= YTM.
4. Yield to worst (YTW): adalah imbal hasil terburuk dari berbagai kemungkinan
akibat adanya Opsi call dari sebuah obligasi. Dalam contoh perhitungan di
atas, YTFC lebih rendah dari YTM dan lebih rendah dari YTFPC. Karenanya,
YTW dari obligasi tersebut adalah 7,42%.
5. Yield to put (YTP): dihitung manakala obligasi memiliki Opsi put dan dijual
dibawah par (diskon). YTP kemungkinan besar lebih tinggi dari YTM. Cara
menghitung YTP sama seperti YTM, namun N diisi dengan banyaknya
periode semesteran sampai dengan tanggal Opsi put, dan FV diisi dengan
harga put.
Jawaban:
YTM dihitung sebagai berikut: N= 6; PV= -92,54; PMT= 3; FV= 100; CPT -> I/
Y=4,44 % x 2= 8,88%= YTM.
YTP dihitung sebagai berikut: N= 4; PV= -92,54; PMT= 3; FV= 100; CPT -> I/
Y=5,11 % x 2= 10,22%= YTP.
Dalam contoh ini, YTP lebih tinggi dari YTM sehingga angka YTP merupakan
yield yang sesuai untuk obligasi tersebut.
16 Analis a Pendapat an Tet ap
6. Cash flow yield (CFY): digunakan untuk Efek Beragun aset (EBA) dan obligasi
sejenis lainnya yang memiliki arus kas bulanan. CFY mengasumsikan arus
kas bulanan termasuk pre payment. Rumus untuk mengkonfersi CFY ke
dalam yield setara obligasi:
Yield setara obligasi= [(1 + CFY)6 – 1] x 2
Ukuran yield lainnya seperti YTC dan YTP, mengalami keterbatasan yang sama
dihitung dengan cara yang sama seperti YTM dan tidak memperhitungkan tingkat
pengembalian dari investasi kembali.
1. Normal atau upward sloping: semakin jauh jatuh tempo obligasi, semakin
tinggi yield.
2. Inverted atau downward sloping: semakin jauh jatuh tempo obligasi,
semakin rendah yield.
3. Mendatar (flat): yield sama untuk semua jatuh tempo obligasi.
4. Humped: yield meningkat sejalan dengan meningkatnya jatuh tempo
obligasi namun kemudian menurun (seperti bukit/gunung).
A na lis a P e n d a p a t a n T e tap 17
maka teknik bootstrapping dapat digunakan untuk mencari spot dengan catatan
obligasi dengan jatuh tempo yang dibutuhkan tersedia secara lengkap.
sedangkan forward 6 bulan yang dimulai 1 tahun dari saat ini adalah :
Cara lain dalam penilaian obligasi adalah menggunakan tingkat diskonto yang
spesifik untuk setiap arus kas obligasi sesuai dengan tingkat bunga spot yang ada di
pasar atau dikenal dengan pendekatan arbitrage-free karena meniadakan peluang
untuk investor mendapatkan arbitrage profit.
Sebagai illustrasi, jika obligasi D berjangka waktu 1,5 tahun dengan kupon 7%
dijual pada harga 99. Nilai obligasi D dihitung dengan menggunakan pendekatan
arbitrage¬¬¬-free adalah sebagai berikut :
Cara paling singkat dan paling tepat untuk mengetahui dampak perubahan
tingkat bunga terhadap nilai obligasi adalah dengan menghitung kembali nilai
obligasi dimaksud dengan menggunakan tingkat diskonto yang baru, atau disebut
pendekatan valuasi penuh (full valuation approach). Sebagai contoh, obligasi
20 Analis a Pendapat an Tet ap
berjangka waktu 5 tahun dengan kupon 7% dibayar semesteran dijual pada harga
par. Jika tingkat bunga naik sehingga investor menginginkan YTM 7,5%, maka harga
obligasi akan turun menjadi 97,95 (turun 2,05%) :
N= 10; FV= 100; PMT= 3,5; I/Y= 3,75; CPT -> PV= -97,95
N= 10; FV= 100; PMT= 3,5; I/Y= 3,25; CPT -> PV= -102,11
Namun demikian pendekatan ini hanya berlaku untuk satu perubahan tingkat
bunga yakni 50 bps, dan tidak dapat dengan cepat menjawab mengenai apa yang
terjadi dengan harga obligasi jika suku bunga berubah misalnya 25 bps atau 100
bps. Pendekatan ini juga menyulitkan untuk mengetahui pengaruh perubahan suku
bunga terhadap portofolio obligasi yang umumnya terdiri dari bermacam-macam
obligasi yang berbeda-beda.
Durasi: =duration(settlement,maturity,coupon,yield,frequency,[basis])
Durasi juga dapat dihitung dengan menggunakan informasi yang didapat melalui
penerapan full valuation approach, yang disebut Durasi efektif, dengan rumus
sebagai berikut:
Durasi efektif = (V- - V+) / (2V0 x DYTM)
Namun sayangnya, program excel® sampai modul ini dibuat belum menyediakan
formula untuk menghitung convexity sehingga harus digunakan tabel perhitungan
seperti contoh di atas.
A na lis a P e n d a p a t a n T e tap 23
Dalam contoh obligasi dengan Opsi call di atas, maka effective convexity-nya
menjadi: (101+97,95-200)/(100x0,0052)= -420. Angka yang didapat menjadi negatif
dan fenomena ini disebut negative convexity, yang terjadi manakala suatu obligasi
memiliki Opsi call sehingga kenaikan harga obligasi dibatasi maksimal hanya pada
harga call-nya, sebagaimana digambarkan oleh grafik berikut.
Sebagai illustrasi, andaikan sebuah portofolio reksa dana berisi lima obligasi
Ukuran risiko tingkat bunga lainnya yang umum dipakai adalah price value of
a basis point (PVBP). PVBP menunjukkan perubahan nilai obligasi dalam rupiah
manakala terjadi perubahan YTM sebesar 1 bps atau 0,01%. Secara praktisnya, kita
dapat menggunakan modified duration untuk menghitung PVBP sebagai berikut:
Obligasi dengan risiko kredit diperdagangkan pada YTM yang lebih tinggi
dibandingkan dengan obligasi tanpa risiko kredit. Perbedaan YTM antara kedua jenis
obligasi dimaksud dengan jangka waktu yang sama disebut yield spread. Sebagai
contoh, jika obligasi korporasi berjangka waktu 5 tahun diperdagangkan pada spread
250 bps di atas SUN, dan YTM dari SUN berjangka waktu yang sama adalah 7%, maka
YTM dari obligasi korporasi tersebut adalah 7% + 2,5% = 9,5%.
rendah dan untuk obligasi dari emiten kecil dengan relative sedikitnya
jumlah utang emiten yang dapat diperdagangkan secara umum.
Setiap kategori utang dari emiten yang sama diurutkan menurut prioritas klaim
jika terjadi gagal bayar. Obligasi yang memiliki prioritas klaim terhadap aset dan arus
kas dari emiten disebut obligasi senior. Utang sendiri dapat berupa utang tanpa
jaminan (unsecured) dan utang dengan jaminan (secured). Utang dengan jaminan
memiliki prioritas klaim lebih awal dibandingkan utang tanpa jaminan. Kedua jenis
utang tersebut masing-masing dapat dibedakan lagi prioritasnya melalui pengaturan
senior dan junior atau subordinasi.
Utang dalam kategori yang sama disebut pari passu, yakni memiliki prioritas
klaim yang sama. Dalam hal terjadi gagal bayar, utang dengan prioritas klaim tertinggi
akan memberikan recovery rate tertinggi, dan demikian seterusnya berdasarkan
urutan senioritas dari utang yang ada. Semakin rendah kedudukan obligasi, semakin
tinggi risiko kreditnya sehingga investor meminta imbal hasil yang lebih tinggi untuk
obligasi dengan senioritas yang rendah.
Manakala emiten gagal bayar atas satu atau beberapa obligasi yang diterbitkannya,
ketentuan dalam perjanjian penerbitan obligasi mungkin dapat menyeret status
obligasi lainnya menjadi gagal bayar. Ketentuan tersebut dinamakan cross default
provision.
Praktek pemberian peringkat kredit yang berbeda atas obligasi yang diterbitkan
oleh emiten yang sama disebut notching, yang didasarkan pada beberapa faktor,
diantaranya senioritas dan pengaruh pada potensi kerugian saat terjadi gagal bayar.
Capacity
Capacity merupakan kemampuan emiten untuk membayar kembali utangnya
secara tepat waktu. Analisa ini mirip dengan proses dalam analisa saham, dimana
mencakup tiga level berikut:
1. Struktur industri: analisa dapat menggunakan teori five forces dari Michael
Porter yang meliputi persaingan, ancaman pemain baru, ancaman produk
pengganti, kekuatan tawar dari pembeli, dan kekuatan tawar dari pemasok.
2. Fundamental industri: analisa atas pengaruh faktor makro ekonomi terhadap
prospek pertumbuhan dan profitabilitas dari industry.
28 Analis a Pendapat an Tet ap
Collateral
Analisa atas jaminan lebih penting untuk perusahaan dengan kemampuan kredit
rendah. Nilai pasar dari aset perusahaan dapat sulit untuk diketahui secara langsung.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan saat menaksir nilai jaminan termasuk:
1. Aset tidak berwujud: paten dianggap sebagai aset tidak berwujud berkualitas
tinggi karena lebih mudah dijual untuk menghasilkan arus kas dibandingkan
aset tidak berwujud lainnya. Goodwill tidak dianggap berkualitas tinggi dan
umumnya diturunkan nilainya manakala kinerja perusahaan buruk.
2. Penyusutan: tingginya beban penyusutan terhadap belanja modal mungkin
member sinyal kurangnya investasi di perusahaan. Kualitas aset mungkin buruk,
sehingga dapat menurunkan arus kas operasional dan berpotensi meningkatan
kerugian saat gagal bayar.
3. Kapitalisasi pasar dari saham: saham yang diperdagangkan di bawah nilai
bukunya mungkin mengindikasikan bahwa aset perusahaan berkualitas rendah.
4. Sumber daya manusia dan modal intelektual: ini sulit dinilai tetapi perusahaan
yang memiliki aset intelektual mungkin dapat menjaminkannya.
Covenants
Covenants adalah syarat dan ketentuan yang disepakati oleh emiten dan
pemegang obligasi sebagai bagian dari penerbitan obligasi. Covenants melindungi
pemberi pinjaman namun memberikan fleksibilitas bagi emiten untuk menjalakan
usahanya. Ada dua jenis covenants:
Character
Karakter adalah integritas dan komitmen manajemen untuk membayar kembali
utang perusahaan. Faktor seperti kemampuan usaha manajemen dan catatan
kinerja manajemen merupakan hal penting dalam evaluasi karakter. Analisa karakter
mencakup penilaian terhadap :
1. Kewajaran strategi: kemampuan manajemen untuk mengembangkan
strategi yang wajar/masuk akal.
2. Catatan kinerja: kinerja masa lalu dari manjemen dalam melaksanakan
strategi dan menjalankan perusahaan tanpa bangkrut, restrukturisasi atau
situasi kesulitan keuangan yang mengakibatkan penambahan pinjaman.
3. Kebijakan akuntansi dan strategi perpajakan: ada tidaknya kebijakan
akuntansi dan stragegi perpajakan yang mungkin menyembunyikan masalah
seperti seringnya menyatakan kembali laporan keuangan, mengganti auditor
eksternal.
4. Catatan penipuan dan kecurangan: ada tidaknya catatan kecurangan atau
masalah hukum dan pelanggaran peraturan.
5. Perlakuan terhadap pemegang obligasi dimasa lalu: ada tidaknya tindakan
di masa lalu yang menguntungkan pemegang saham namun merugikan
pemegang obligasi seperti pembagian dividen khusus dan akuisisi
menggunakan utang, terutama yang berakibat pada penurunan peringkat
kredit.
2. Funds from operations (FFO): laba bersih dari operasi berkelanjutan ditambah
penyusutan, amortisasi, pajak ditangguhkan, dan item non-kas. FFO serupa
dengan cash flow from operations (CFO) kecuali FFO tidak mencakup perubahan
modal kerja.
3. Free cash flow before dividends: laba bersih ditambah penyusutan dan
amortisasi dikurangi belanja modal dikurangi peningkatan modal kerja bersih.
Cash flow ini tidak mencakup item yang tidak berulang.
4. Free cash flow after dividends: free cash flow before dividends dikurangi
dividen. Jika cash flow ini positif, maka dapat digunakan untuk membayar utang
atau mengakumulasikan kas, dan merupakan indikasi peningkatan kemampuan
kredit.
Leverage Ratios
Tiga ukuran paling sering digunakan oleh analis kredit adalah:
1. Debt/capital: capital adalah jumlah total utang dan ekuitas. Rasio yang rendah
mengindikasi risiko kredit yang rendah. Aset tak berwujud yang tidak berkualitas
namun bernilai tinggi, sebaiknya dihapuskan dan nilai ekuitas diturunkan.
2. Debt/EBITDA: rasio yang tinggi mengindikasikan tingginya leverage dan risiko
kredit. Rasio ini lebih bergejolak untuk perusahaan dalam industri yang bersiklus
atau perusahaan dengan operating leverage yang tinggi.
3. FFO/debt: rasio yang tinggi mengindikasikan rendahnya risiko kredit.
Coverage Ratios
Rasio ini mengukur kemampuan emiten dalam menghasilkan arus kas yang
cukup untuk membayar beban bunga. Dua ukuran yang sering digunakan:
1. EBITDA/interest expense: rasio yang tinggi mengindikasikan risiko kredit yang
rendah.
2. EBIT/interest expense: rasio yang tinggi mengindikasikan risiko kredit
yang rendah. Rasio ini lebih konservatif karena penyusutan dan amortisasi
dikurangkan dari laba.
Analisa Surat Utang Negara
Surat Utang Negara (SUN) diterbitkan oleh pemerintah. Analisa kredit harus
mencakup kemampuan pemerintah dalam membayar utangnya dan kemauan
pemerintah untuk membayarnya. Penilaian terhadap kemauan membayar adalah
penting karena pemegang obligasi biasanya tidak dapat melakuan upaya hukum jika
pemerintah menolak untuk membayar utangnya.
A na lis a P e n d a p a t a n T e tap 31
Kerangka dasar untuk melakukan evaluasi dan menentukan peringkat kredit dari
utang negara mencakup lima area, yakni;
1. Efektivitas kelembagaan: mencakup kesuksesan pembuatan keputusan,
ketiadaan korupsi, dan komitmen untuk menghargai utang.
2. Prospek ekonomi: mencakup tren pertumbuhan, demografi, pendapatan
per kapita, dan ukuran kegiatan ekonomi pemerintah dibandingkan dengan
kegiatan swasta.
3. Posisi investasi internasional: mencakup cadangan devisa negara, utang luar
negeri, dan status mata uang di pasar internasional.
4. Fleksibilitas fiskal: mencakup kemauan pemerintah dan kemampuannya untuk
meningkatkan pendapatan atau menurunkan pengeluaran untuk menjamin
pembayaran utang, dan juga tren rasio utang terhadap produk domestik bruto
(PDB).
5. Fleksibilitas moneter: mencakup kemampuan menggunakan kebijakan moneter
untuk tujuan ekonomi domestic dan kredibilitas serta efektivitas dari kebijakan
moneter.