Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN

“TAILOR MADE TRAINING CONTROL MECHANISMS AND PERSONAL EFFECTIVENESS


IN COMPLAINT HANDING”

A. Dasar Hukum Pengelolaan Pengaduan di Belanda


Kebijakan pengelolaan pengaduan terhadap kinerja pemerintah di Belanda diatur dalam :
 National Ombudsman Act tanggal 4 Februari 1981;
 Konstitusi Kerajaan Belanda Tanggal 25 Februari Tahun 1999; dan
 General Administrative Law Act tahun 2007 dan 2011.

Pada intinya bahwa setiap orang di Belanda dapat menyampaikan keluhan tentang kinerja
Pemerintah kepada Ombudsman Nasional (Nationale Ombudsman) dan Unit Pengelola
Pengaduan Internal di setiap instansi Pemerintah.

B. Pengelola Pengaduan di Belanda


1. De Nationale Ombudsman (DNO-Ombudsman Nasional Belanda)

Ombudsman Nasional Belanda (DNO) berada di Den Haaq, yang terdiri dari satu
orang Ombudsman dan dua Deputi dengan 170 staf. Sejak april 2015, DNO diketuai
oleh Reinier van Zutphen, dan dibantu oleh para deputi: Joyce Sylvester, Substitute
Ombudsman, dan Margrite Kalverboer sebagai Child Ombudsman.

a. Pendekatan
1) Pada awalnya pengelolaan pengaduan di Ombudsman Nasional dilakukan
dengan pendekatan secara formal sebagaimana diatur dalam sebagaimana
tercantum di dalam UU National Ombudsman Act, yakni atas pengaduan
masyarakat. Melalui pendekatan formal, Ssetelah menerima laporan
pengaduan dari masyarakat, Ombudsman mengirimkan surat formal kepada
pengadu, kemudian dilakukan pertemuan formal untuk mendengarkan kedua
belah pihak, bila diperlukan dilanjutkan dengan investigasi. Selanjutnya dibuat
Laporan.
Hal ini mengakibatkan penyelesaian pengaduan memakan waktu yang lama,
tidak memenuhi harapan masyarakat yang ingin memperoleh penyelesaian
secara cepat.
2) Sejak tahun 2015, DNO mulai menerapkan metode pengelolaan yang baru
yakni dengan menerapkan metode formal dan informal. Pendekatan informal
digunakan karena pimpinan DNO lebih mengutamakan penyelesaian masalah
daripada pendekatan formal.
Pendekatan informal dilakukan dengan cara mengedepankan komunikasi
dengan Pelapor dan Terlapor (komunikasi lebih banyak menggunakan telepon
dan email) dengan menanyakan apa harapan pelapor dan bagaimana terlapor
dapat menyelesaikan laporan tersebut. Bila dalam tahap ini telah terjadi
kesepakatan, maka laporan dianggap selesai dan Ombudsman mengirim surat
kepada pelapor kesepakatan yang telah dicapai.
Pada Tahun 2016 menerima pengaduan sebanyak 35.000 dan 25.000
diantaranya disampaikan melalui telepon.
b. Metode Penyelesaian laporan
Sebagai langkah awal pengelolaan, pengaduan diterima oleh tim penerima
pengaduan yang berada di Ombudsman Plats (Ombudsman Square), baik
pengaduan melalui telepon atau datang langsung, sedangkan yang melalui surat
diterima oleh tim fasilitasi registrasi. Pengaduan melalui surat seluruhnya dipindai
dan dikirimkan kepada tim penerima pengduan melalui email. seluruh pengaduan
memperoleh nomor registrasi tunggal (single registration number). Jika
pengaduan bukan permasalahan terkait pemerintahan maka tidak akan
dilanjutkan untuk ditangani, namun tetap diregistrasi dan diarahkan untuk
mengadu ke tempat lain, kemudian ditutup. Untuk pengaduan online terdapat
formulir pengaduan online.
Selain daripada itu dDalam menyelesaikan pengaduan Ombudsman Nasional
menggunakan 2 (dua) metode/pendekatan, yaitu menggunakan metode intervensi
(intervention) dan metode investigasi.
1) Metode intervensi
mMerupakan bentuk penyelesaian pengaduan informal yang digunakan
Ombudsman Nasional pada hampir seluruh laporan pengaduan yang diterima.
Metode ini digunakan atas laporan pengaduan yang tidak kompleks dan
pengaduan sudah dapat dipastikan dapat diselesaikan secara cepat oleh
instansi yang dikeluhkan. Metode intervensi dilakukan dengan cara
menghubungi nara hubung (contact person) di instansi melalui telepon atau
surat elektronik sehingga mempercepat waktu penyelesaian laporan. Metode
ini mereka anggap lebih informal, efektif dan lerbih cepat menyelesaikan
masalah karena fockus pada solusi, apa yang dapat dilakukan berdasarkan
pembicaraan dengan nara hubung di instansi Terlapor.
Hasil dari pendekatan intervensi yaitu, penyelesaian masalah banyak
diselesaikan secara informal melalui telepon kepada nara hubung, membantu
pemerintah dalam upaya memperbaiki diri dengan menyampaikan secara
langsung permasalahan layanan yang selama ini tidak mereka lihat dan
mendekatkan Ombudsman Nasional dengan masyarakat.
Ombudsman mempunya sekitar 1000 nara hubung yang tersebar di seluruh
instansi di Belanda dan 2 kali dalam setahun mereka dikumpulkan oleh
Ombudsman dalam suatu rapat koordinasi untuk membicarakan permasalahan
dalam melakukan intervensi, atau terkait isu strategis dan terkini lainnya.
2) Metode investigasi
adalah Investigasi dilakukan atas laporan yang diterima. Penyelesaian laporan
setelah dilakukan investigasi, adalah metode dengan cara bersurat dalam
penyelesaian laporan yang pada akhirnya menghasilkan laporan tertulis
dan/atau rekomendasi.
Sebelum melakukan investigasi biasanya dilakukan gelar kasus terlebih
dahulu, yang mana setiap investigator yang mengusulkan investigasi harus
menjabarkan rencana investigasinya di depan Ombudsman, manajer, senior
investigasi dan tim komunikasi. Kemudian seringkali rencana investigasi itu
kemudian disampaikan kepada publik melalui media/rilis.
Metode ini lebih formal dan lebih melihat latar belakang permasalahannya.
Metode ini dipilih pada saat cara informal/intervensi tidak berhasil atau sejak
awal memang dipilih untuk menyelesaikan pengaduan.
selama tahun 2016 sd 2017 Ombudsman Nasional dari 35.000 pengaduan
yang diterima hanya 200 pengaduan yang diselesaikan dengan cara
investigasi. Metode ini dipilih pada saat cara informal/intervensi tidak berhasil
atau sejak awal memang dipilih untuk menyelesaikan pengaduan.
Sebelum melakukan investigasi biasanya dilakukan gelar kasus terlebih
dahulu, yang mana setiap investigator yang mengusulkan investigasi harus
menjabarkan rencana investigasinya di depan Ombudsman, manajer, senior
investigasi dan tim komunikasi. Kemudian seringkali rencana investigasi itu
kemudian disampaikan kepada publik melalui media/rilisDalam melakukan
investigasi, DNO juga melakukan hal berikut:.
a) Metode Investigasi Inisiatif adalah metode formal untuk kasus-kasus
berulang dan/atau berdampak luas.
b) Ombudsman Nasional juga mengenal metode In Take atau mengelola
harapan Pelapor (manage complainant expectation), yaitu memanggil
Pelapor ke kantor Ombudsman, khususnya bagi Pelapor yang memiliki
harapan terlalu besar kepada Ombudsman atau Pelapor yang
menyampaikan pengaduannya secara berbelit-belit. Hal ini dilakukan untuk
memperjelas harapan/keinginan Pelapor dan menyampaikan batas-batas
kewenangan Ombudsman, sehingga dapat ditemukan prakiraan solusi yang
akan diberikan oleh Ombudsman.
c. Jumlah laporan pengaduan
Pada Tahun 2016 menerima pengaduan sebanyak 35.000 dan 25.000
diantaranya disampaikan melalui telepon. Dari jumlah pengaduan yang diterima
tersebut, hanya 200 pengaduan yang diselesaikan dengan cara investigasi.
d. Nara hubung
DNO (Ombudsman)Ombudsman mempunyailiki sekitar 1000 nara hubung yang
tersebar di seluruh instansi di Belanda.
Nara hubung tersebut merupakan penghubung Ombudsman pada masing-masing
instansi. Bila ada laporan terkait instansi tersebut yang disampaikan kepada DNO,
investigator DNO akan menghubungi nara hubung di instansi tersebut untuk
menanyakan laporan tersebut dan tindak lanjut yang dilakukan.
dan 2 kali dalam setahun mereka dikumpulkan oleh OmbudsmanDNO
mengumpulkan para nara hubung 2 kali setahun dalam suatu rapat koordinasi
untuk membicarakan permasalahan dalam melakukan intervensi, atau terkait isu
strategis dan terkini lainnya.
 Sebagai langkah awal pengelolaan, pengaduan diterima oleh tim penerima pengaduan
yang berada di Ombudsman Plats (Ombudsman Square), baik pengaduan melalui
telepon atau datang langsung, sedangkan yang melalui surat diterima oleh tim
fasilitasi registrasi. Pengaduan melalui surat seluruhnya dipindai dan dikirimkan
kepada tim penerima pengduan melalui email. seluruh pengaduan memperoleh nomor
registrasi tunggal (single registration number). Jika pengaduan bukan permasalahan
terkait pemerintahan maka tidak akan dilanjutkan untuk ditangani, namun tetap
diregistrasi dan diarahkan untuk mengadu ke tempat lain, kemudian ditutup. Untuk
pengaduan online terdapat formulir pengaduan online.

2. Pengelolaan Pengaduan di Internal Pemerintah


a. Kantor Imigrasi dan Naturalisasi Belanda (Immigration and Naturalization Service
IND)
Kantor Imigrasi dan Naturalisasi mendefinisikan pengaduan (complaints) sebagai
berikut: “Setiap ekspresi ketidakpuasan terhadap aksi yang dilakukan oleh Kantor
Imigrasi dan Natualisasi Belanda baik terkait perlakuan atau business
management yang berada dibawah tanggungjawab IND dianggap sebagai
pengaduan“.
a.

Terkait pengelolaan pengaduan, IND melakukan hal berikut:


1) Penerimaan pengaduan: Kantor Imigrasi dan Naturalisasi Belanda menerima
pengaduan melalui telepon, fax, surat elektronik, social media, surat,
maupun website.
Pengelolaan pengaduan dilakukan secara digital, kecuali untuk complaint
yang disampaikan oleh pencari suaka
2) Penyelesaian laporan, lebih banyak menggunakan metode informal dan
mengedepankan komunikasi dengan Pelapor. Setiap ekspresi
ketidakpuasan terhadap aksi yang dilakukan oleh Kantor Imigrasi dan
Natualisasi Belanda baik terkait perlakuan atau business management
dianggap sebagai pengaduan, dengan harapan akan lebih banyak yang dapat
dipelajari melalui pengaduan oleh Kantor Imigrasi dan Naturalisasi Belanda.
 Sesuai dengan SOP yang dimiliki, pengaduan harus diselesaikan maksimal
dalam waktu 6 (enam) minggu oleh pegawai dalam unit atau bagian yang
diadukan oleh Pelapor, kecuali jika pengaduan berkenaan dengan perilaku
pegawai yang bersangkutan, maka pengaduan diteruskan kepada manajer
untuk diselesaikan. Sedangkan terhadap pengaduan yang bukan menjadi
kewenangan Kantor Imigrasi dan Naturalisasi Belanda, maka wajib untuk
diteruskan kepada instansi yang berwenang dan Kantor Imigrasi dan
Naturalisasi Belanda wajib memberitahukan kepada Pelapor mengenai hal
tersebut.
 Pada aAwalnya, Ombudsman Nasional sering menggunakan metode
intervensi kepada Kantor Imigrasi dan Naturalisasi Belanda dan metode
tersebut disambut baik oleh Kantor Imigrasi dan Naturalisasi Belanda.
 Seiring berjalannya waktu semakin sedikit laporan mengenai Kantor
Imigrasi dan Naturalisasi Belanda yang disampaikan masyarakat ke
Ombudsman Nasional. Kantor Imigrasi dan Naturalisasi Belanda
berpendapat hal tersebut dikarenakan mereka telah melakukan pelayanan
publik berdasarkan guidelines on proper conduct yang dibuat Ombudsman
Nasional, yang dibuat pasca Kantor Imigrasi memperoleh peringatan dari
Ombudsman Nasional. Salah satu hasil intervensi dari Ombudsman
Nasional yang saat ini diterapkan di Kantor Imigrasi dan Naturalisasi
Belanda adalah keharusan untuk merekam setiap wawancara yang
dilakukan dengan para pencari suaka.

b. Ministry of Interior and Kingdom Relations (Kementerian Dalam Negeri)


Dalam rangkaUntuk meningkatkan prosedur pengaduan dan keberatan
masyarakat terhadap pemerintah kota (municipalities), Kementerian Dalam
Negeri Belanda membuat Project of Complaint Handling and Decision
Making yang bertujuan untuk melakukan evaluasi terhadap General
Administrative Law Tahun 2007 dan 2011 serta membuat ketentuan
pelaksanaan pengaduan masyarakat di tingkat pemerintah kota.

Hasil evaluasi yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri:diperoleh: adalah :

1) Masyarakat Belanda menganggap bahwa prosedur di instansi pemerintah di


Belanda terlalu formal. , sehingga setiap tahunnya dilakukan 2,6 juta
permohonan administrative review dari masyarakat Belanda.
2) Pemerintah juga cenderung untuk mengedepankan kualitas dari peraturan
daripada memperhatikan bagaimana peraturan tersebut berdampak pada
masyarakat.
3) Masyarakat menganggap bahwa penanganan pengaduan secara formal
membutuhan prosedur yang lama, formal dan terlalu legalistik.
4) Masyarakat lebih memilih Ombudsman untuk menyelesaikan permasalahan
dengan Pemerintah, daripada melalui jalur hukum/pengacara yang
membutuhkan biaya besar.

Atas hal tersebut, Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri kemudian


mencoba menerapkan pendekatan baru yang disebut Informal Pro Active
Approach Model (IPAM) yaitu pendekatan keadilan prosedur yang
mengedepankan kualitas komunikasi dengan masyarakat yakni menggunakan
telepon (dilakukan dalam 2 – 10 hari) kepada Pelapor. Hal tersebut ditujukan untuk
membuka ruang diskusi dan pencarian solusi secara bersama antara instansi
terlapor dengan Pelapor. Sehingga Pemerintah dapat lebih terbuka, partisipatif
dan transparan.

Kementerian Dalam Negeri memberikan pelatihan kepada instansi-instansi


pemerintah untuk menerapkan IPAM tersebut agar pegawai memiliki keterampilan
dan kepercayaan diri untuk bersama-sama mencari solusi dengan Pelapor. Hal
yang dilatihkan diantaramya :

1) Tata cara menelpon Pelapor/Terlapor


2) Menghadapi Pelapor
3) Menghadapi Pelapor dengan perilaku sulit/emosional

Tantangan yang dihadapi oleh Kementerian Dalam Negeri dalam melaksanakan


proyek IPAM adalah banyak menerima penolakan dari pemerintah kota, karena
untuk mengikuti proyek ini pemerintah kota harus mengubah prosedur pengelolaan
pengaduan, memberikan keterampilanmelatih kepada pegawai dan memberikan
pendampingan.

Sehingga Menjawab tantangan tersebut, program dimulai dari instansi dan


pemerintah kota yang tertarik melaksanakan program tersebut. Projek IPAM ini
telah menerima penghargaan United Nation Public Service Award tahun 2016.

c. Employee and Insurance Agency


Employee and Insurance Agency berada di bawah Kementerian Sosial dan
Ketenagakerjaan, yang bertugas melaksanakan jaminan kesejahteraan
masyarakat dan pekerjaan.

Sejak tahun 2014 pengelolaan pengaduan dilakukan oleh Solution Service dengan
motto “we will solve it”. Penyampaian pengaduan sebagian besar dilakukan melalui
internet dan telepon. Perubahan ini atas dasar hasil survei terhadap pelanggan
yang berpendapat bahwa meskipun tanggapan melalui surat sudah dikeluarkan
oleh kantor Employee and Insurance Agency, namun uang tetap belum dapat
dicairkan, selain itu pada tahun 2012 telah menerima teguran dari Ombudsman
Nasional.

1) Jenis Ppengaduan yang sering disampaikan:


a) yaitu tentang Eempati (bagaimana petugas berinteraksi dengan
Pelapor,
b) pemberian informasi yang salah/kontradiktif,
c) masalah pembayaran, masalah lamanya pelayanan dan tidak adanya
panggilan telepon balik (progress jawaban kepada pelapor.
2) Metode informal yang dilakukan dalam menangani pengaduan adalah :
a) Menghubungi Pelapor melalui telepon
b) Mendengarkan keinginan Pelapor
c) Mencari solusi bersama
d) Jika permasalahan pada Undang-Uundang/regulasi, maka memberikan
penjelasan kepada Pelapor
e) Mengelola ekspektasi Pelapor dan teguh pada komitmen
f) Mengirimkan surat kepada Pelapor (dengan surat yang hangat “warm
letter”)
g) Meminta maaf apabila diperlukan (untuk situasi yang sulit)
h) Aftercare (setelah 2 bulan menghubungi pelapor untu menanyakan kondisi
pasca penyelesaian pengaduan) sekaligus untuk survei kepuasan pelapor
terhadap penanganan pengaduan.
 Untuk meningkatkan pelayanan pengelolaan pengaduan pada kantor ini
diterapkan survey kepuasan masyarakat terhadap pelayanan pengelolaan
pengaduan dan melakukan pendampingan berdasarkan studi kasus.

b. National Police
 Lembaga Kepolisian di Belanda terdiri atas satu kepolisan nasional dan
sepuluh kepolisian daerah, dengan kebijakan prosedur pengelolaan
pengaduan yang sama di setiap kantor. Semua hal terkait tugas kepolisian
bisa dikeluhkan kepada kantor kepolisian, kecuali terkait Code of Conduct
(kode etik) kepolisian. Pengaduan juga dapat disampaikan dengan cara
apapun, misalnya telepon, email, surat, datang langsung.
 Keluhan yang sering disampaikan kepada kantor kepolisian adalah: perilaku
polisi, intimidasi oleh oknum polisi, perbuatan tidak benar (tidak sesuai
prosedur), pemberian informasi yang tidak benar dan lalu lintas.
 Ombudsman Nasional selama tahun 2016 – 2017 menerima pengaduan
terkait Kepolisian sebanyak 1400 pengaduan, yang mana diselesaikan
dengan cara intervensi 75 pengaduan, investigasi 14 pengaduan dan 1311
diteruskan kepada kepolisian untuk diselesaikan.
 Dalam menyelesaikan pengaduan Kepolisian Nasional menggunakan 2
tahapan, yaitu Tahapan pertama :
1. menghubungi Pelapor melalui telepon paling lama 5 hari setelah
pengaduan disampaikan
2. Penyelesaian secara informal, melalui telepon
3. Mediasi (berdasarkan kesepakan kedua belah pihak)
4. Memperoleh pertimbangan kepala tim pengelolaan pengaduan (point
of view head of tim)
5. Pengarsipan

Jika Pelapor tidak setuju dengan pertimbangan kepala tim pengeloa


pengaduan maka akan lanjut ke tahap kedua, yaitu Hearing (mendengar
para pihak) untuk memperoleh masukan/saran dari Komite Pengaduan
(complaints committee). Hearing dilakukan di lokasi terbatas dan netral.

 Terdapat digitalisasi data pengelolaan pengaduan untuk menyimpan


informasi tentang pengaduan dan proses pengelolaan pengaduan sehingga
proses pengelolaan pengaduan dapat terkontrol dengan baik.

C. Mekanisme Kontrol pada Pengelolaan Pengaduan


1. Membangun SOP
SOP sangat dibutuhkan sebuah organisasi agar terdapat mekanisme kontrol yang baik
dan terukur. Membangun SOP diawali dengan membangun struktur organisasi
sehingga dapat diketahui SOP apa saja yang dibutuhkan. Seluruh SOP di dalam
organisasi harus saling berhubungan sehingga tidak terdapat missing link. SOP juga
harus dibuat untuk memastikan akan lebih banyak aktivitas yang dibuat khusus yang
dapat dilakukan, bukannya mengurangi peluang pengembangan organisasi.
SOP sebaiknya dibuat tidak terlalu detail dan melibatkan tidak lebih dari 10 (sepuluh)
orang, walaupun evaluasi SOP tetap harus melibatkan pihak-pihak yang terkena
dampak SOP tersebut. SOP yang terlalu detail akan menyulitkan untuk dipahami dan
menyulitkan untuk memasukan semua proses. Selain itu, semakin sedikit SOP maka
akan lebih mudah untuk mengontrolnya.

2. Digitalisasi Database Pengelolaan Pengaduan


Salah satu unsur penting dalam melakukan kontrol terhadap pengelolaan pengaduan
adalah melakukan digitalisasi atau secara umum disebut “Changing Organization”.
Digitalisasi dilakukan terhadap pengelolaan pengaduan yaitu dengan mengubah
proses yang awalnya “Paper Based” menjadi digital dan paper less. Digitalisasi yang
dimaksud tidak hanya menciptakan sistem database digital, namun juga
mendigitalisasi dokumen-dokumen menjadi bentuk digital. Digitalisasi meningkatkan
jumlah pengaduan yang diterima, namun mengurangi jumlah kertas yang digunakan
dan meningkatkan jumlah penyelesaian kasus karena dapat diselesaikan lebih cepat.

Pembangunan Sistem Digital


Terdapat 4 (empat) tahap yang harus dilalui dalam mengubah organisasi dari manual
ke digital, yaitu:
a. Komitmen Manajemen; hal ini diperlukan karena pemimpin menjadi contoh
bagi pegawainya, apabila pemimpin tidak menggunakan digitalisasi maka tidak
ada alasan bagi pegawai untuk menggunakan digitalisasi.
b. Keterlibatan; melibatkan semua pihak sehingga seluruh pegawai merasa
menjadi bagian dari perubahan.
c. Komunikasi; hal ini berkaitan dengan keterlibatan pihak, dimana ketika
perubahan dilakukan perlu dilakukan komunikasi ke semua pihak sehingga
dapat diketahui dan merasa terlibat.
d. Pendidikan; yaitu bagaimana memberikan pembelajaran atau pemahaman
atas sistem baru tersebut kepada seluruh pegawai tanpa terkecuali.
Pembelajaran dapat dilakukan dalam bentuk kelas, one on one dan lain-lain.

Ketika berhadapan dengan komitmen dari pemimpin, maka perlu ada pendorong untuk
memulai, hal tersebut dapat dilakukan dengan cara:

a. Mulai dengan 1 (satu) atau 2 (dua) orang pemimpin yang tertarik dengan
digitalisasi;
b. Tunjukan kepada mereka kelebihan dan keuntungan menggunakan digitalisasi,
yaitu cepat dan dapat menemukan apapun dalam sistem dengan mudah.
c. Jadikan mereka menikmati menggunakan sistem tersebut, dan
d. Jadikan mereka pengguna kunci untuk menyebarkan kelebihan dan keuntungan
digitalisasi kepada pemimpin yang lain.

Seluruh proses memerlukan waktu yang tidak sebentar dan selalu belajar dari
kesalahan yang dibuat untuk perbaikan. Pastikan seluruh pekerjaan harus dilakukan
menggunakan sistem yang sudah dibangun, sehingga seluruh pegawai harus
menggunakan sistem tersebut tanpa terkecuali. Sistem database yang tidak terintegrasi
dengan pekerjaan sehari-hari (misalnya menyusun konsep surat) tidak akan mendorong
pegawai untuk menggunakan database tersebut.

Akan selalu ada penolakan dan resistensi dari pegawai, namun hal tersebut dapat
diatasi dengan cara memberikan atensi lebih kepada orang-orang tersebut mengenai
bagaimana cara menggunakan sistem, apa keuntungan menggunakan sistem dan
pendekatan lainnya.

Berikut adalah tahapan membangun sistem digitalisasi untuk mengubah organisasi:

a. Tanyakan kepada pegawai apa yang mereka inginkan dan butuhkan


b. Lihat proses yang dilakukan para pegawai
c. Pengadaan
d. Penentuan budget
e. Penyesuaian sistem hasil pengadaan dengan kondisi yang dibutuhkan
f. Pilot project atau testing
g. Perbaikan tahap demi tahap

Pelatihan pada saat awal sistem selesai dibangun akan dibutuhkan, dilanjutkan dengan
pemberian “Tips of The Week” untuk membantu pegawai memahami sistem atau
pendampingan bagi mereka yang mengalami kesulitan melakukan penyesuaian.

Mekanisme Pengelolaan Pengaduan Secara Digital

a. Seluruh dokumen yang masuk ke Nationale Ombudsman harus melalui proses


pemindaian, untuk kemudian disimpan di dalam server.
b. Sistem registrasi / database pengaduan dapat menunjukan seluruh laporan yang
disampaikan seorang pelapor.
c. Website digunakan secara maksimal untuk menyaring informasi sebelum
Pelapor menyampaikan laporannya ke Ombudsman, yaitu dengan cara
menanyakan:
1) Instansi apa yang akan dilaporkan
2) Apakah sudah melapor kinstansi tersebut
3) Apakah sudah ditangani instansi dalam 1 (satu) tahun terakhir
4) Apakah laporan bisa diselesaikan di pengadilan
5) Apakah substansi yang dilaporkan berkenaan dengan hukum (konsultasi
hukum)
6) Apakah substansi laporan sudah pernah ada keputusan hakim sebelumnya.
melalui filter tersebut maka sudah dapat dipastikan laporan yang masuk adalah
menjadi kewenangan Ombudsman dan dapat segera ditindaklanjuti.
d. Seluruh dokumen digital dapat diakses oleh seluruh pegawai sehingga apabila
terdapat pegawai yang sakit atau cuti, dokumen dapat diakses oleh seluruh
pegawai atau bahkan dapat diakses pegawai dari rumah atau dimanapun.
e. Digitalisasi memudahkan Pelapor dapat menyampaikan laporan dan seluruh
laporan diperlakukan sama tanpa memperhatikan sumbernya.

Business Intelegence

Business intelegence adalah sistem yang membantu organisasi untuk memperoleh data
statistik berkenaan dengan proses bisnis secara cepat dan akurat. Data statistik tersebut
akan sangat membantu organisasi untuk mengawasi kinerja pegawai, melihat jumlah
laporan pengaduan yang masuk dan diselesaikan, serta membantu organisasi untuk
memahami kekurangan untuk kemudian dilakukan perbaikan secara terus menerus.
Nationale Ombudsman menggunakan Oracle untuk business intelegence mereka
dengan alasan sistem tersebut mudah digunakan dan terdapat sangat banyak ahli yang
dapat menggunakannya dan memberikan jasa pembangunan dan perbaikan sistem.

D. Strategi Komunikasi Ombudsman Nasional


1. Komunikasi Eksternal dengan masyarakat dan pemangku kepentingan

 komunikasi Ombudsman Nasional dengan pihak eksternal dilakukan dengan


masyarakat dan pemangku kepentingan, namun demikian tidak dengan
seluruh masyarakat, namun dengan masyarakat yang membutuhkan perhatian
ekstra, contohnya anak-anak, orang yang tidak bisa berbahasa Belanda, terkait
kesehatan dan masyarakat yang terdampak dari penerapan kebijakan pajak.
 Strategi komunikasi dilakukan melalui media cetak dan televise untuk
menyampaikan rilis tentang hasil-hasil investigasi. Ombudsman Nasional
setiap minggu diberi kolom gratis di harian terbesar di Belanda De Telegraaf
untuk menyampaikan kasus-kasus yang sedang ditangani.
2. Komunikasi Internal
Untuk menyediaakan informasi yang berkaitan dan diperlukan untuk bekerja,
Ombudsman Nasional membuat bank of knowledge (pusat pengetahuan) yang
terhubung dengan intranet. Semua orang di Ombudsman diharapkan memliki
informasi yang sama.
Informasi yang terdapat di bank of knowledge adalah
- Pemberitahuan
- Lowongan pekerjaan (internal)
- Informasi tentang Ombudsman (ketua Ombudsman)
- Undangan
- Informasi mengenai rencana investigasi dan laporan investigasi
- Contact Person (nara hubung) dari seluruh instansi
- Prosedur Internal (SOP)
- Strategi penyelesaian pengaduan
- Jumlah pengaduan diterima, ditangani, belum ditangani, sudah selesai dan yang
menunggu publikasi.
- menu untuk membuat janji pertemuan dengan Ombudsman
- Diskusi internal perseorangan
- Informasi data pribadi pegawai
- Menu di kantin per hari.
E. Membangun mekanisme Pengelolaan Pengaduan Internal Ombudsman
1. Penanganan Pengaduan Internal Ombudsman
2. SOP Penanganan Pengaduan Internal Ombudsman
F. Menangani Pelapor dan Situasi Sulit
1. Menangani Pelapor sulit di Belanda
Saat ini, masyarakat Belanda cenderung lebih kritis dan lebih menuntut. Tidak jarang,
kritikan dan tuntutan mereka disampaikan melalui sosial media. Bagi Nationale
Ombudsman, tidak semua kritik dan tuntutan masyarakat harus ditanggapi secara
serius, tergantung konteksnya, terlebih apabila kritikan dan tuntutan yang
disampaikan tidak berkaitan dengan Laporan, namun hanya berupa permohonan
informasi. Biasanya, untuk hal semacam itu, bentuk penyelesaian dilakukan secara
informal melalui sosial media karena hanya berupa permohonan informasi. Namun
apabila masalah yang dihadapi serius, maka masyarakat akan disarankan untuk
menyampaikan Laporannya secara resmi melalui website, email atau telepon dengan
mencantumkan nama, nomor telepon serta alamat yang jelas.

2. Menangani Pelapor sulit untuk Ombudsman


Pelapor sulit adalah Pelapor dengan beberapa kriteria tingkah laku sebagai berikut:
a. Tidak kooperatif dan tidak terbuka terhadap solusi penyelesaian masalah
b. Memaksakan kehendak agar Ombudsman melakukan tindak lanjut atas
Laporannya meskipun Ombudsman tidak dapat melakukan tindak lanjut lain atas
Laporannya atau sudah tidak ditemukan solusi lain karena bertentangan dengan
kewenangan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku
c. Melakukan teror (selalu mengirim surat, email dan selalu menelepon
Ombudsman)
d. Tingkah lakunya tidak dapat diubah dan dihentikan

Pelapor cenderung berperilaku sulit ditangani biasanya disebabkan karena:


a. Ketidakpercayaan kepada orang lain dan pemerintah
b. Tidak ada struktur dalam hidupnya
c. Terlalu banyak masalah dalam hidupnya
d. Tidak suka dengan adanya peraturan yang harus ditaati

Untuk menangani Pelapor sulit, Nationale Ombudsman telah memiliki 3 expert yang
telah terlatih dan berpengalaman yang memiliki kemampuan untuk mengupas inti dari
keluhan Pelapor. Perlu digarisbawahi bahwa yang dimaksud dengan Pelapor sulit
adalah berkaitan dengan tingkah lakunya, dan bukan orangnya. Ketika tim substansi
merasa kesulitan untuk menghadapi Pelapor karena tingkah lakunya yang sulit,
misalnya tujuan dari Laporan Pelapor adalah Melapor, dan bukan untuk mendapatkan
solusi, dengan kata lain Pelapor tersebut sama sekali tidak membuka Peluang untuk
bersama-sama mencari solusi atas permasalahannya, sehingga Pelapor cenderung
menyetir dan memaksakan kehendak agar Ombudsman bekerja sesuai dengan
keinginannya. Apabila hal tersebut terjadi, tim substansi akan mengatur jadwal
bertemu antara Pelapor dengan expert untuk ditangani perilakuknya, namun expert
sama sekali tidak dibebankan atau diberikan gambaran singkat terkait kasus atau
Laporan Pelapor. Penyelesaian Laporan Pelapor sepenuhnya merupakan tanggung
jawab dari tim substansi yang menangani.

Kunci utama dalam menghadapi Pelapor sulit pada dasarnya adalah terlebih dahulu
mengenali diri sendiri. Kita harus mengenali hal-hal yang dapat memicu emosi atau
ketidaknyamanan kita. Dengan demikian, kita dapat berhadapan dengan orang lain
secara profesional dan bertindak selayaknya manusia.

Biasakan untuk selalu jelas dan tegas kepada Pelapor. Konsisten dengan tindakan
kita. Lakukan apa yang kita katakan, dan katakana apa yang kita lakukan. Misalnya,
apabila kita menyampaikan pada Pelapor akan menghubungi esok hari pukul 10,
maka lakukan lah hal tersebut sebagaimana yang kita katakan. Apabila di hari dan
jam yang sama ada agenda lain sehingga kita harus menelepon sebelum atau
setelah waktu yang dijanjikan, sampaikan maaf dan jelaskan kepada Pelapor. Begitu
pula jika pada saat jam pulang kantor, ada Pelapor baru yang datang dan ingin
menyampaikan pengaduan. Sampaikan kepada Pelapor bahwa jam kantor telah
berakhir dan Pelapor dapat datang lagi keesokan harinya. Apabila Pelapor berdalih
bahwa Pelapor berasal dari tempat yang jauh, terima Pelapor dan beri batasan waktu
agar Pelapor dapat menyelesaikan pembicaraannya di waktu yang telah kita
tentukan.

Apabila Pelapor sulit diatasi dan cenderung tidak kooperatif, akhiri pembicaraan
dengan Pelapor secara tegas.Termasuk apabila Pelapor secara terus menerus
menunjukkan tingkah laku yang offensive dan apabila setiap penyelesaian tidak
membuahkan hasil apapun, berikan peringatan kepada Pelapor baik secara langsung
maupun secara tertulis.
Untuk menangani Pelapor sulit, Nationale Ombudsman telah melakukan beberapa
training terhadap para pegawainya terutama para pegawai yang berada di tahap
pertama (first line). Pelatihan tersebut meliputi pelatihan komunikasi khusus tidak
hanya dengan Pelapor, tetapi juga dengan instansi baik komunikasi melalui telepon,
tatap muka, mediasi dan lain sebagainya. Selain itu, untuk komunikasi dengan media
baik media massa maupun sosial media, para pegawai mengikuti training tersendiri.
Pelatihan-pelatihan tersebut dimaksudkan agar para pegawai memiliki kemampuan
untuk mengupas setiap cerita Pelapor menjadi inti masalah yang menjadi pokok
permasalahan dan solusi yang mungkin dapat dilakukan sesuai dengan kewenangan
institusi. Perlu dipahami bahwa kemampuan untuk menemukan fakta dan menggali
kepentingan Pelapor dilakukan dengan 2 (dua) pendekatan yang berbeda.
Untuk membuat laporan, Pegawai juga diberikan pelatihan khusus untuk menulis
agar para pegawai dapat menuangkan informasi yang didapat dari Pelapor dalam
bentuk tulisan menjadi laporan yang informative dan tidak bias atau menimbulkan
salah persepsi. Pelatihan menulis tersebut disesuaikan dengan keinginan dan
kebutuhan Ombudsman karena bisa jadi kebutuhan setiap institusi berbeda, apakah
laporan harus disusun dengan sangat formal yang memuat beberapa konten atau
cukup dituangkan secara singkat saja.
Untuk menghadapi Pelapor sulit, ada beberapa keterampilan yang harus dimiliki oleh
para insan Ombudsman, yakni:
a. Kesabaran yang ekstra
b. Kemampuan untuk mendengarkan secara penuh tanpa adanya prasangka
buruk kepada Pelapor
c. Kendalikan pembicaraan. Fokuskan pembicaraan pada kewenangan dan
alasan Pelapor datang ke Ombudsman. Jangan biarkan Pelapor untuk
mengendalikan pembicaraan
d. Selalu catat poin penting dari laporan Pelapor dan tegaskan kembali kepada
Pelapor untuk menghindari Pelapor berkelit di kemudian hari
e. Kendalikan harapan Pelapor
f. Selalu berhati-hati dalam pengadministrasian Laporan Pelapor dan berhati-
hati dalam membuat janji
g. Fokus pada solusi dan tujuan penyelesaian laporan
h. Bertindak tegas, jelas dan konsisten
i. Batasi kontak dengan Pelapor. Usahakan berkomunikasi dengan Pelapor
hanya melalui satu nomor kontak saja.
j.

3. Keterampilan menghadapi Pelapor sulit


Beberapa teknik menghadapi pelapor sulit menurut Prof. Adriaan Bedner dari Institute
Van Volenhoven, Leiden Universteit adalah sebagai berikut :
a. Optimistic Perseverence
Bersikap optimis terhadap pelapor sulit, ada keyakinan dalam diri penerima
laporan bahwa semua pelapor bisa dihadapi
b. Pendekatan Informal
Menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh pelapor untuk menciptakan
suasana keakraban.
c. Share Pengalaman sendiri
Berbagi cerita terkait pengalaman sejenis yang diadukan oleh pelapor.

Ada beberapa situasi dan kondisi ketika seorang menangani pelapor berperilaku
sulit sebagai berikut:
 Kesulitan dalam menjelaskan permasalahan yang sesungguhnya karena
pelapor berperilaku sulit cenderung menginginkan permasalahannya
diselesaikan dengan jalan yang dia inginkan
 Acting out : pelapor berperilaku sulit cenderung hanya berkutat pada
pengalaman subjektifnya dalam menghadapi permasalahan yang dilaporkan
 Reaksi yang seringkali timbul adalah emosi dari petugas penerima laporan atau
menghindar dari pelapor dimana hal ini adalah reaksi yang wajar.

Beberapa petunjuk untuk menghadapi pelapor berperilaku sulit adalah:


 Meniru cara psikolog dengan menjadi “container”, yang diartikan menampung
setiap keluhan yang diutarakan oleh pelapor tersebut.
 Jangan menanggapi secara pribadi setiap hal atau tindakan yang dilakukan
oleh pelapor berperilaku sulit tersebut.
 Bersikap mawas dan sadar diri bahwa yang dihadapi adalah seseorang yang
berperilaku sulit.
 Membaca situasi resistensi dari pelapor berperilaku sulit
 Jangan kehilangan rasa humor, penting untuk selalu menyelipkan sisi humoris
untuk menghadapi pelapor berperilaku sulit ini
 Memperjelas mengenai aturan yang ada dan peran masing-masing pihak
(pelapor dan petugas penerima pengaduan)
 Ketika situasi pelapor berperilaku sulit tersebut menyerang petugas penerima
pengaduan secara verbal, jangan menyerang kembali perilaku tersebut.
 Fleksibilitas dalam situasi tertentu dibutuhkan
 Mempersiapkan segala kemungkinan termasuk mencari bantuan jika hal yang
tidak diinginkan terjadi
 Harus mempunyai batasan hal mana yang bisa diterima dari pelapor
berperilaku sulit tersebut dan mana yang sudah tidak bisa ditolerir lagi, missal :
menyerang secara fisik, menyerang secara verbal terhadap hal-hal personal.
 Jangan pernah kehilangan empati

Pendekatan umum terhadap pelapor berperilaku sulit:


1. Membuat koneksi
menyediakan rasa serta suasana aman bagi pelapor, menghindari reaksi
emosional dari pelapor, fokus pada kelebihan berkomunikasi penerima petugas,
menunjukan sikap penerimaan terhadap pelapor berperilaku sulit
2. Menyediakan bangunan
Memahami sikap emosional pelapor, fokus pada kewenangan penerima laporan,
mengelola ekspektasi setiap pihak yang terlibat
3. Periksa Keadaan
Mengenali kesalahan dalam berfikir, memahami pelapor berperilaku sulit
tersebut secara akal sehat, fokus pada pengumpulan informasi dan kejadian
yang sebenarnya.
4. Mendiskusikan Konsekuensi
Konsekuensi dari keberhasilan dan kegagalan, konsekuensi jika para pihak
setuju ataupun tidak setuju, konsekuensi yang menganggu proses penyelesaian
masalah, konsekuensi jika tidak mencapai titik temu, solusi atau kesepakatan
bersama
Sikap dan prilaku menghadapi pelapor sulit
1. Selalu kroscek kebenaran informasi yang diberikan oleh pelapor dan tidak
boleh berasumsi terlebih dahulu terhadap permasalahan pelapor (ACNA:
Always Check Never Assume)
2. Bersikap terbuka terhadap perkataan dan permasalahan pelapor. Bersikap jujur
dalam penyelesaian permasalahan pelapor serta mencari tahu apa yang ingin
pelapor sampaikan. (OHC ; Open, Honest and Curious)
3. Selalu mendengarkan dan meringkas setiap pembicaraan dan informasi yang
disampaikan pelapor agar kita bisa mengetahui apa sebenarnya yang
diinginkan pelapor. (active listening and summarize what they saying and what
they need)

4. Teori menghadapi Pelapor Sulit


Menurut Prof. Adriaan Bedner beberapa klasifikasi pelapor berperilaku sulit adalah:
 Pelapor yang tidak mau mengerti situasi dan kondisi permasalahan yang
dilaporkannya.
 Pelapor yang tidak mengetahui keinginan terhadap permasalahan yang
dilaporkannya
 Pelapor yang tidak suka mendengarkan dan cenderung menolak bantuan, hanya
fokus pada apa yang diutarakannya.
Psikologi pelapor berperilaku sulit mempunyai kecenderungan sebagai berikut:
 Mengambil jarak dengan petugas yang menerima laporannya
 Takut akan penolakan terhadap permasalahan yang dilaporkannya
 Bersikap antagonis, sangat menuntut untuk ditolong atau diberikan perhatian.
 Jika tidak mendapatkan hal yang diinginkannya, akan bersikap sebagai orang
yang paling menderita.
Beberapa teori mengenai perilaku sulit dalam kacamata psikologi sosial adalah :
 Seseorang yang menunjukan/ memperlihatkan perilaku sulit seringkali berada
dalam keadaan ketakutan yang berupa:
- Takut akan penolakan : setiap kali dirinya berhubungan dengan orang lain/
Instansi Pemerintah selalu mengalami penolakan.
- Takut tidak ditanggapi serius : seringkali ketika berhubungan dengan
Instansi tertentu selalu tidak dianggap.
- Takut akan pengabaian
- Takut akan kehilangan kontrol diri atau mendominasi

5. Keterampilan Komunikasi dan teknik menghadapi emosi

Metode CEI (Content, Emotion, Intention)

 Content
Mekonstruksikan kembali pernyataan dari pelapor
 Emotion
Memahami kondisi emosional pelaporkan dan menyatakan rasa empati
 Intention
Menyatakan kembali niat, tujuan atau keinginan pelapor untuk mencapai solusi

Active Listening (Mendengar Aktif)

Mendengar aktif adalah teknik komunikasi yang memerlukan pendengar untuk


memahami, menafsirkan, dan mengevaluasi apa yang ia dengar. Kemampuan untuk
mendengarkan secara aktif dapat meningkatkan hubungan pribadi melalui
pengurangan konflik, memperkuat kerjasama, dan mendorong pemahaman.

Ketika berinteraksi, orang sering tidak mendengarkan penuh perhatian. Mereka


mungkin memikirkan hal hal lain . Mendengarkan aktif adalah cara terstruktur
mendengarkan dan menanggapi orang lain, memfokuskan perhatian pada
pembicaraan.

Beberapa teknik mendengar aktif adalah sebagai berikut:

1. Paraphrase
Teknik menyajikan kembali informasi yang sama yang telah dikatakan oleh pelapor
dengan kata-kata yang berbeda. Parafrase memungkinkan pelapor untuk fokus
pada isi dari apa yang dia katakan dan menyesuaikannya.

2. Summarize (Ringkaskan)
Mediator dengan tepat mengulangi beberapa sorotan utama dari diskusi klien.
Dengan menggabungkan elemen yang berbeda dari sesi klien, ringkasan dapat
membantu konselor meninjau keseluruhan kemajuan. Meringkas juga dapat
memungkinkan konselor dan klien mengenali tema dalam apa yang dikatakan
klien.

3. Clarify (Memperjelas)
Ketika seorang konselor meminta klarifikasi, mereka meminta klien untuk
menjelaskan elemen diskusi yang tidak jelas. Contoh pertanyaan yang
menjelaskan termasuk: Saya tidak yakin saya cukup mengerti; atau maksudmu
itu? Pertanyaan-pertanyaan ini memberi klien kesempatan untuk menguraikan dan
memungkinkan konselor kesempatan untuk memeriksa keakuratan pernyataan
klien.

4. Reflection (Renungan)
Merefleksikan mungkin adalah teknik mendengarkan yang paling penting. Ini
adalah teknik yang memberi ruang untuk interpretasi. Untuk merenungkan apa
yang klien katakan adalah untuk mengulang kembali pengaruh, atau perasaan, di
dalam pesan klien. Merefleksikan memberi klien kesempatan untuk mendengar
pemikirannya sendiri dengan cara yang berbeda dan membantu klien untuk
menyadari dan mengenali perasaannya. Mencerminkan juga membantu klien
merasa bahwa dia dipahami dan Anda telah memperhatikan apa yang dia katakan.
Mendengarkan secara aktif melibatkan benar-benar terlibat dalam pesan klien dan
mendengarkan lebih dari sekedar berbicara. Ini membantu seorang konselor untuk
memahami klien dan secara halus menantang klien untuk memperhatikan kata-
katanya sendiri dan mudah-mudahan mulai melakukan beberapa perubahan.

Kepentingan Mendasar

Menemukan kepentinan mendasar dari pokok yang diadukan dapat menggunakan


pendekatan teori “mengupas bawang”, kita harus mengupasnya satu demi satu untuk
mendapatkan apa yang sebenarnya yang diinginkan oleh pelapor.

Meta Komunikasi

Meta komunikasi adalah komunikasi yang menunjukkan bagaimana informasi verbal


harus ditafsirkan; rangsangan seputar komunikasi verbal yang juga memiliki makna,
yang mungkin atau mungkin tidak kongruen dengan atau mendukung pembicaraan
lisan, ini mungkin mendukung atau bertentangan komunikasi verbal; Komunikasi yang
implisit dan tidak dinyatakan dalam kata-kata.

Dalam prakteknya meta komunikasi bertujuan untuk melihat kondisi secara


keseluruhan lawan bicara sehingga dapat menghindari kesalahan pesan yang
disampaikan.

6. Isu-isu sensitif di Indonesia


Menurut rangkuman dari diskusi bersama Prof. Dr. Adriaan Bedner, ada beberapa
faktor yang menyebabkan isu sensitif yang berpotensi menjadikan laporan
masyarakat yang masuk di Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menjadi sulit dan
membutuhkan perlakuan khusus dalam penanganannya, antara lain:
a) Masalah ekonomi / kepentingan politik’
Definisi laporan masyarakat dilihat dari faktor masalah ekonomi dan kepentingan
politik adalah laporan masyarakat yang dalam proses penanganannya
melibatkan kepentingan ekonomi dan politik pejabat sebagai individu dan/atau
institusinya (contoh: laporan masyarakat di Kota A yang izinnya tidak selesai
padahal menurut aturan izinnya sudah lengkap dalam segi administrasi, dan
ternyata terdapat indikasi penundaan berlarut dari Walikota yang tidak
menandatangani izin pelapor, disinyalir Walikota dan pelapor tidak memiliki
hubungan personal yang baik dengan si pelapor sehingga menunda terbitnya izin
pelapor).
b) Kompleksitas laporan
Definisi laporan masyarakat dilihak dari faktor kompleksitas dibagi kembali dalam
beberapa faktor, antara lain:
(i) Adanya potensi konflik besar yang melibatkan kelompok masyarakat yang
besar (contoh: isu SARA dalam penundaan penerbitan izin mendirikan rumah
ibadah)
(ii) Melibatkan banyak stakeholder/sektor/instansi (contoh: terdapat laporan
masyarakat di instansi A mengenai kasus tumpang tindih sertifikat tanah,
seiring berjalannya proses tindak lanjut laporan di instansi A ternyata juga
melibatkan instansi B dalam proses penyelesaiannya, dikarenakan sebagian
tanah secara legal administratif juga dimilik oleh instansi B)
(iii) Kontradiksi peraturan (contoh: Pelapor adalah seorang pedagang eceran
minyak tanah yang mempunyai izin menjual minyak tanah melaporkan
Kepolisian yang menyita barang dagangannya dikarenakan telah melanggar
UU Migas, namun Pelapor bersikeras izinnya telah sesuai dengan Peraturan
Walikota (Perwali) setempat, ternyata aturan Perwali tersebut masih mengacu
pada UU Migas yang lama)

Di Belanda, dalam hal ini De Nationale Ombudsman menanggapi laporan dengan isu
sensitif adalah laporan yang selalu berulang seperti menyangkut jaminan sosial dan
pajak, jadi tidak serumit dengan laporan di ORI. Laporan di De Nationale Ombudsman
dengan isu sensitif biasanya juga melibatkan keluarga kerajaan dan perdana menteri
yang sebagian kasusnya hanya diketahui oleh beberapa orang yaitu tim khusus yang
dibentuk oleh De Nationale Ombudsman.

Menurut Prof. Dr. Adriaan Bedner, ada beberapa cara untuk menghadapi laporan
dengan isu sensitif yang berpotensi menjadi laporan sulit, yaitu:
a) Media Strategi, adalah perencanaan strategi dengan membangun komunikasi
dengan media lokal maupun nasional, karena media bisa jadi mempublikasikan
laporan yang menekan pemerintah bahkan meredam isu sensitif yang dapat
menimbulkan konflik yang lebih besar.
b) Membuat Nota Kesepahaman (MOU), yaitu membangun komitmen perbaikan
pelayanan pengaduan publik kepada pemerintah daerah sehingga menguatkan
hubungan pekerjaan yang sehat antara Ombudsman dan pemerintah daerah,
sehingga meminimalisir konflik kepentingan.

G. Rekomendasi Implementasi di Ombudsman Republik Indonesia


H. Rencana Aksi Implementasi di Ombudsman Republik Indonesia
I. Rencana Aksi Implementasi Perseorangan (peserta pelatihan)
J. Menangani Pelapor dan Situasi Sulit
1. Kriteria kasus berpotensi sulit:
a. Konflik kepentingan ekonomi/politik
Yang dimaksud dengan kepentingan adalah kepentingan pejabat sebagai individu dan/atau
institusinya.
b. Kompleks
Yang dimaksud dengan kompleks antara lain memuat:
1) Ada potensi konflik besar yang melibatkan kelompok masyarakat yang besar (contoh
isu SARA)
2) melibatkan banyak stakeholder/sektor/instansi
c. Terdapat ketidakharmonisan peraturan perundang-undangan

2. Rekomendasi Implementasi di Ombudsman Republik Indonesia


a. Menangani Kasus Sulit
1) Membuat Ombudsprudensi
2) Membuat Pedoman Penanganan Kasus Sulit sebagai suplemen/bagian dari Pedoman
Pemeriksaan Laporan- dalam tahap Pemeriksaan.
K. Rencana Aksi Implementasi di Ombudsman Republik Indonesia
1. Menangani Kasus Sulit
a. Ombudsprudensi
1) Inventarisasi kasus-kasus sulit yang sudah pernah ditangani dan cara penanganannya
2) Sharing informasi atas kasus sulit (Pusat dan Perwakilan) dalam Raker
3) Lesson learned
b. Pedoman Penanganan Kasus Sulit
1) Mendiskusikan rancangan Pedoman Penanganan Kasus Sulit
2) Bentuk Tim Penyusun Pedoman dan inventarisasi kasus-kasus sulit (Pusat dan
Perwakilan)
3) Sosialisasi penanganan kasus sulit
4) Penerapan Pedoman
5) Evaluasi atas penerapan Pedoman
6) Pengembangan Pedoman dan Pelatihan

Anda mungkin juga menyukai