PEMBINAAN
CALON AHLI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA UMUM
(AK3U)
Penanggulangan Kebakaran
A. LATAR BELAKANG
Seiring dengan perkembangan zaman dan era globalisasi sehingga
berdampak terhadap kemajuan perkembangan di sektor industri yang
berlangsung dengan cepat dan membawa perubahan-perubahan dalam
skala besar terhadap tata kehidupan negara dan masyarakat. Namun
kemajuan di sektor industri selain membawa dampak positif terhadap
perkembangan perekonomian dan kemakmuran bangsa juga memiliki
potensi bahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau
ledakan dan pencemaran lingkungan. Potensi bahaya tersebut dikarenakan
penggunaan bahan kimia, proses dengan suhu, tekanan tinggi,
penggunaan alat-alat modern (mesin mekanik atau mesin listrik) tanpa
diimbangi kesiapan dan sistem untuk mengendalikannya.
Dari keadaan diatas dapat menimbulkan suatu situasi yang tidak
normal atau keadaan darurat, yang menuntut adanya kesiapsiagaan dalam
menghadapi kondisi tersebut, untuk mengurangi/meminimalisasi adanya
kerugian. Kebakaran dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Tidak ada
tempat kerja yang dapat dijamin bebas resiko dari bahaya kebakaran.
Kebakaran ditempat kerja dapat membawa konsekwensi yang berdampak
merugikan banyak pihak baik bagi pengusaha, tenaga kerja maupun
masyarakat luas, maka perlu tindakan pencegahan dan perlu diikuti juga
dengan usaha-usaha pengamanan bagi industri itu sendiri maupun
karyawan-karyawannya. Salah satunya usaha pengamanan dari bahaya
kebakaran.
Akibat yang ditimbulkan dari peristiwa kebakaran ditempat kerja
dapat mengakibatkan korban jiwa, kerugian material, hilangnya lapangan
kerja dan kerugian lain yang langsung dan tidak langsung, apalagi kalau
terjadi kebakaran pada obyek vital maka dapat berdampak lebih luas lagi.
Informasi penting lainnya yang perlu diperhatikan adalah data faktor
penyebab kebakaran adalah seperti digambarkan sbb :
1. Api terbuka : 415 (37,19 %)
2. Listrik : 297 (26,6 %)
1
3. Pembakaran : 80 (7,17 %)
4. Peralatan panas : 35 (3,14 %)
5. Mekanik : 24 (2,15 %)
6. Kimia : 15 (1,34 %)
7. Proses biologi : 5 (0,45 % )
8. Alam : 2 (0,18%)
9. Tidak dpt ditentukan : 218 (19.53 %)
10. Lain lain : 25 (0,24 %)
2
Penggunaan api terbuka pada umumnya dalam pelaksanaan
pekerjaan yang bersifat sementara, misalnya pekerjaan perbaikan dengan
mesin las. Dalam K3 setiap pekerjaan panas harus dikendalikan secara
administratif dengan ijin kerja panas (Hot Work Permit). Ijin ini diterbitkan
oleh penanggung jawab K3 di setiap tempat kerja.
Hal kedua yang harus menjadi titik perhatian dalam pengawasan K3
penanggulangan kebakaran adalah masalah Iistrik. Banyak titik kelemahan
pada instalasi listrik yang dapat mendorong terjadinya kebakaran, yang
secara awam disebut hubung singkat, namun hubung singkat sendiri
adalah merupakan akibat dari banyak faktor yang mempengaruhi.
Pengawasan Norma K3 penanggulangan kebakaran ditujukan untuk
mencegah atau mengurangi tingkat resiko seminimal mungkin. Karena itu
seorang Pegawai Pengawas harus memiliki pengetahuan teknis K3
penanggulangan kebakaran, sehingga mampu menilai kesesuaian sistem
proteksi kebakaran pasif, aktif dan manajemen penanggulangan kebakaran.
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan Pembelajaran Umum
Melalui program pembelajaran ini diharapkan anda dapat memahami
ketentuan peraturan perundangan tentang pengawasan K3
penanggulangan kebakaran, sehingga diharapkan mampu menjalankan
tugas pembinaan dan pengawasan sebagaimana diamanatkan oleh
Pasal 5 Undang-Undang No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
2. Tujuan Pembelajaran Khusus
Melalui program pembelajaran ini anda diharapkan dapat :
a. Menjelaskan dasar hukum pengawasan K3 penanggulangan
kebakaran
b. Menjelaskan pengertian yang berkaitan dengan pengawasan
penanggulangan kebakaran
c. Menjelaskan ruang lingkup pengawasan penanggulangan
kebakaran
d. Menjelaskan fenomena kebakaran
e. Menjelaskan sistem proteksi kebakaran
f. Menjelaskan manajemen penanggulangan kebakaran
g. Menjelaskan sistem tanggap darurat penanggulangan kebakaran
3
h. Menjelaskan teknik pemeriksaan dan pengujian sistem proteksi
kebakaran
C. Ruang Lingkup
Dalam kegiatan pembelajaran modul ini adalah memberikan
pembekalan pengetahuan K3 di bidang penanggulangan kebakaran, agar
mampu menjalankan tugas dan fungsi sebagai Pegawai Pengawas.
Pembahasan dalam modul ini mencakup aspek normatif, administratif dan
aspek dasar teknik K3 Penanggulangan kebakaran. Aspek normatif adalah
yang berkaitan dengan ketentuan peraturan perundangan. Aspek
administratif adalah yang berkaitan dengan prosedur dan kelengkapan
dokumen. Sedangkan aspek teknis adalah berkaitan dengan konsep desain
sistem proteksi kebakaran
4
BAB II
POKOK BAHASAN
5
Undang-Undang Nomor 1 tahun1970, yaitu bertujuan melindungi tenaga
kerja dan orang lain, asset dan lingkungan masyarakat;
2. Syarat-syarat K3 penanggulangan kebakaran sesuai ketentuan Pasal 3
ayat (1) huruf b, d, q dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun1970, adalah
merupakan sasaran yang ingin diwujudkan di setiap tempat kerja, yang
berbunyi :
Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat syarat
keselamatan kerja untuk :
b. mencegah 1) , mengurangi 2) dan memadamkan kebakaran 3)
d. memberikan kesempatan jalan untuk menyelamalkan diri pada waktu
kebakaran 4)
q. mengendalikan penyebaran panas 5) asap 6) dan gas 7)
3. Pasal 9 ayat (3), mengatur kewajiban pengurus menyelenggarakan
latihan penanggulangan kebakaran.
Gambar 1
Ilustration Are Safety Management
6
B. Pengertian Pengawasan Norma K3 Penanggulangan Kebakaran
Pengertian "pengawasan" dapat diartikan sebagai suatu aktifitas
untuk menilai kesesuaian persyaratan yang telah ditentukan, yang dalam
hal ini adalah persyaratan K3 penanggulangan kebakaran yang bertujuan
untuk mencegah atau menekan resiko sampai pada level yang memadai.
Asas pengawasan K3 pada dasarnya adalah pembinaan,
sebagaimana yang digambarkan pada Pasal 4 Undang-Undang No 1
Tahun 1970. Pengertian pembinaan menurut penjelasan Pasal 10 Undang-
Undang No 14 Tahun 1969 adalah mencakup : pembentukan, penerapan,
pengawasan.
Norma yang belum ada dipersiapkan, norma yang telah ada terus
disosialisasikan dengan diberikan batas waktu, dan apabila dalam batas
waktu yang disepakati belum juga dilaksanakan, maka diberikan peringatan
pertama dan kedua. Apabila peringatan pertama dan kedua dilanggar maka
dapat dibuatkan BAP projustisia.
Beberapa pengertian dan istilah yang berkaitan dengan ruang
lingkup tugas pengawasan K3 dibidang penanggulangan kebakaran berikut
ini harus anda pahami secara baik yaitu antara lain :
1) Kebakaran, - adalah api yang tidak dikehendaki. Boleh jadi api itu kecil,
tetapi apabila tidak dikehendaki adalah termasuk kebakaran. Hampir
terbakarpun artinya adalah kebakaran.
1)
Mencegah kebakaran , adalah segala upaya untuk menghindarkan
terjadinya kebakaran. Seorang pengawas harus mampu menetapkan
rekomendasi syarat apa yang sesuai dengan keadaan yang ditemukan
dilapangan sewaktu inspeksi.
7
c. tingkat paparan seberapa besar nilai material yang terancam dan
atau seberapa banyak orang yang terancam. Tingkat resiko
kebakaran seperti digambarkan pada grafik Gambar 2.
Flammablelity
Probability
Gambar 2
Fire Risk Matrix
8
yaitu : pendinginan (Cooling), penyelimutan (Smoothering), mengurangi
bahan (Starvation), memutuskan rantai reaksi api (Breaking Chain of
Reaction) dan melemahkan (Dilution). Teknik pemadaman dilakukan
dengan media yang sesuai dengan prinsip-prinsip pemadaman tersebut .
4)
4) Jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau disebut
"Means of escape" adalah sarana berbentuk konstruksi permanen pada
bangunan gedung dan tempat kerja yang dirancang aman untuk waktu
tertentu sebagai jalan atau rute penyelamatan penghuni apa bila terjadi
keadaan darurat kebakaran.
5) Panas, asap dan gas adalah produk kebakaran yang pada hakekatnya
jenis bahaya yang akan mengancam keselamatan baik material maupun
jiwa, karena itu masalah ini yang harus dikendalikan.
penyebaran panas5) dapat melalui radiasi, konveksi dan konduksi
seperti ilustrasi Gambar 3.
Perpindahan panas secara radiasi adalah paparan langsung
kearah tegak lurus melalui pancaran gelombang elektro magnetik.
Seperti contoh panas matahari sampai ke bumi melalui radiasi.
Perpindahan panas secara konveksi adaiah perpindahan panas melalui
gerakan udara seperti cerobong, melewati setiap lubang atau celah.
KONDUKSI
RADIASI KONVEKSI
KONDUKSI
KONDUKSI
Gambar 3
Perpindahan Panas
9
Perpindahan panas secara konduksi adalah perpindahan panas
melalui media. Seperti dibalik ruangan yang terbakar dapat membakar
material diruangan sebelahnya, panasnya menembus melalui tembok.
6) 7)
Penyebaran asap dan gas ; Asap sisa pembakaran adalah karbon
dioksida (C02) dan uap air (H20) serta gas ikutan lainnya. Dalam
kebakaran asap dan gas adalah pembunuh utama. Boleh jadi korban
mati dalam kebakaran karena mengisap asap.
Penyebaran asap dan gas cenderung akan keatas melalui setiap
celah (shaft) yang ada, karena itu pada bangunan gedung bertingkat
lantai yang paling atas akan lebih dulu penuh asap. Bila dalam bangunan
yang menggunakan sistem AC sentral maka asap dan gas akan
menyebar ke seluruh ruangan melalui sirkulasi udara AC.
Apabila dalam bangunan yang terbakar menyimpan bahan-bahan yang
dapat terurai menjadi gas racun, maka resiko akan bertambah besar
karena gas racun.
Seorang pengawas harus mampu menganalisis kemungkinan
adanya bahaya gas racun, sehingga diharapkan mampu menetapkan
rekomendasi syarat untuk menghindarkan bahaya dari asap dan gas
beracun. Dampak lain boleh jadi ada resiko ledakan dari bahan kimia
atau tabung kontainer yang berisi gas yang dapat meledak.
10
Identifikasi potensi bahaya (fire hazard identification): sumber-sumber
potensi bahaya yang dapat menyebabkan terjadinya kebakaran yaitu
setiap bentuk energi seperti listrik, petir, mekanik, kimia dan bentuk
energi lainnya yang dipakai dalam proses kegiatan harus teridentifikasi
untuk dikendalikan sesuai ketentuan peraturan dan standar yang
berlaku.
Analisa resiko (fire risk assessment): berbagai potensi bahaya yang telah
teridentifikasi dilakukan pembobotan tingkat resikonya: apakah kategori
ringan, sedang, berat atau sangat serius, dengan parameter kecepatan
menjalarnya api, tingkat paparan, konsekuensi kerugian dan jumlah jiwa
yang terancam.
Sarana proteksi kebakaran aktif: yaitu berupa alat atau instalasi yang
dipersiapkan untuk mendeteksi dan memadamkan kebakaran seperti
sistem deteksi dan alarm, APAR, hydrant, sprinkler, house rell, dll yang
dirancang berdasarkan standar sesuai dengan tingkat bahayanya.
Sarana proteksi kebakaran pasif: yaitu berupa alat, sarana atau metoda
mengendalikan penyebaran asap panas dan gas berbahaya bila terjadi
kebakaran seperti sistem kompartementasi, treatment atau clotting fire
retardant, sarana pengendalian asap (smoke control system), sarana
evakuasi, sistem pengendali asap dan api (smoke damper, fire damper,
fire stopping), alat bantu evakuasi dan rescue dll.
D. FENOMENA KEBAKARAN
Pendekatan dalam penerapan K3 penanggulangan kebakaran
meliputi teknik dan strategi pengendalian sumber energi, teknik dan strategi
pemadaman, serta konsep manajemen penanggulangan kebakaran adalah
didasarkan pada analisis fenomena terjadinya api atau kebakaran.
Pada bagian ini akan mengkaji gejala gejala pada proses terjadinya
api dan kebakaran antara lain menjelaskan fase-fase penting seperti source
energy, initiation, growth flashover, full fire dan bahaya-bahaya spesifik
pada peristiwa kebakaran seperti back draft, penyebaran asap panas dan
gas dll.
11
1. Fenomena kebakaran
Fenomena kebakaran atau gejala pada setiap tahapan mulai awal
terjadinya penyalaan sampai kebakaran padam dapat diamati beberapa
fase tertentu seperti dilukiskan pada Gambar 4.
Temperature
Full fire 5)
3 -10 menit
Growth 3)
Decay 6)
Initiation 2)
Time
Source energy 1)
Gambar 4
Diagram Fenomena Kebakaran
Penjelasan :
1) Tidak diketahui kapan dan dimana awal terjadinya api kebakaran,
tetapi yang pasti ada sumber awal pencetusnya (source energy),
yaitu adanya potensi energi yang tidak terkendali
2) Apabila energi yang tidak terkendali kontak dengan zat yang dapat
terbakar, maka akan terjadi penyalaan tahap awal (initiation)
bermula dari sumber api nyala yang relatif kecil
3) Apabila pada periode awal kebakaran tidak terdeteksi, maka nyala
api akan berkembang lebih besar (growth) sehingga api akan
menjalar bila ada media disekelilingnya
4) Intensitas nyala api meningkat dan akan menyebarkan panas ke
semua arah secara konduksi, konveksi dan radiasi, hingga pada
suatu saat kurang lebih sekitar setelah 3 - 10 menit atau setelah
temperatur mencapai 300 °C akan terjadi penyalaan api serentak
yang disebut Flash Over, yang biasanya ditandai pecahnya kaca
5) Setelah flash over, nyala api akan membara yang disebut periode
kebakaran mantap (Stedy I full development fire). Temperatur pada
saat kebakaran penuh (full fire) dapat mencapai 600 -1000 °C.
Bangunan dengan struktur konstruksi baja akan runtuh pada
12
temperatur 700 °C. Bangunan dengan konstruksi beton bertulang
setelah terbakar lebih dari 7 jam dianggap tidak layak lagi untuk
digunakan
6) Setelah melampaui puncak pembakaran, intensitas nyala akan
berkurang/surut dan berangsur angsur akan padam), yang disebut
periode surut (decay).
13
SUMBER
O2
NYALA
Gambar 5
Segitiga Api
FUEL
Source energy
Gambar 6
Siklus Segitiga Api
14
"Flash point", adalah suhu minimal yang diperlukan untuk
menghasilkan sejumlah uap minimal dari bahan bakar dan apabila
uap tersebut diberi sumber nyala akan terbakar sesaat, karena
jumlah uap yang terbentuk belum cukup untuk terus menyala.
15
Proses pembakaran ditinjau dengan teori kimia, adalah reaksi satu
unsur atau satu senyawa dengan oksigen yang disebut oksidasi atau
pembakaran. Produk yang terbentuk disebut oksida.
Oksidasi dapat berjalan lambat dan dapat berlangsung cepat.
Oksidasi yang berjalan lambat, panas yang timbul hampir tidak dapat
terdeteksi oleh indera kita. Proses oksidasi yang berlangsung cepat
seperti pembakaran batubara, atau pembakaran dalam motor bakar,
disertai dengan pembentukan panas yang tinggi dan disertai cahaya.
Temperatur selama dalam proses pembakaran berlangsung disebut
panas pembakaran, seperti beberapa contoh reaksi pembakaran
seperti diterangkan Vollrath Hopp 2) , berikut ini.
Dalam reaksi 1 mol karbon yaitu 12 gram karbon dengan 1 mol
oksigen yaitu 32 gram oksigen, akan terbentuk 1 mol carbondioksida
yaitu 44 gram carbonmonoksida (CO) dan dibebaskan sejumlah
panas sebesar 393,5 kJ energi panas.
Persamaan reaksi karbon dan oksigen adalah :
2C + O2 2 CO + energi panas
24 g karbon 32 g oksigen 56 g karbonmonoksida
Reaksi antara hidrogen dengan oksigen tidak akan terjadi pada suhu
kamar, Untuk dapat bereaksi molekul-molekul hidrogen dan oksigen
terlebih dulu diaktifkan pada suhu sekitar 600 ˚C akan terbentuk
reaksi gas letup.
2 H2 + O2 2 H20 (1) + energi panas
hidrogen oksigen karbondioksida
49 g 32 g 36 g
16
Proses reaksi bahan bakar hidrocarbon sarna halnya dengan reaksi
karbon dengan oksigen menjadi karbondioksida, dan hidrogen
dengan oksigen akan menjadi air akan menghasilkan energi panas
3)
Diterangkan oleh P.Thiery , Pada reaksi pembakaran Ethana (C2
H6) dituliskan sebagai berikut :
C2H6 + 3,5 O2 + 3,5 x 0,882/0,118 x N2
2 CO2 + 3 H2O + 3,5 X 0,882/0,118 x N2 + panas 1363 ˚C
17
Dari teori persamaan reaksi diatas, bila dilukiskan dengan chart
seperti pada Gambar 7 :
Gambar 7
Rantai Reaksi Pembakaran
Gambar 8
Tetrahedron of Fire
18
3. Prinsip teknik memadamkan api
Dalam uraian bagian kedua diatas dapat ditarik tiga pemahaman
penting yang terkait dengan pembahasan tentang prinsip memadamkan
api yaitu :
Pemahaman pertama
Berdasarkan teori Triangle of Fire ada 3 elemen pokok untuk
dapat terjadinya nyala api yaitu :
a. bahan bakar
b. oksigen dan
c. panas / sumber penyala
Pemahaman kedua
Dari ketiga elemen dalam segi tiga api, menuntut adanya
persyaratan besaran fisika tertentu yang menghubungkan sisi-sisi
segitiga api itu, yaitu :
a. Flash point
b. Flammable range
c. Fire point
d. Ignition point
Dari besaran angka diatas maka tindakan pengendalian bahaya
kebakaran dapat dilakukan dengan penerapan sistem pengendalian
dengan peralatan deteksi besaran angka angka tersebut.
Pemahaman ketiga
Unsur-unsur terjadinya api seperti diterangkan dalam teori
Tetrahedron of Fire ada elemen keempat yaitu reaksi radikal bebas
yang ternyata mempunyai peranan besar dalam proses
berlangsungnya nyala api.
Berdasarkan pemahaman teori diatas, maka teknik untuk
memadamkan api dapat dilakukan dengan cara empat prinsip yaitu:
a. Prinsip mendinginkan (Cooling), misalnya dengan menyemprotkan
air
b. Prinsip menutup bahan yang terbakar (Starvation), misalnya
menutup dengan busa
19
c. Prinsip mengurangi oksigen (Dilution), misalnya menyemprotkan
gas CO2
d. Prinsip memutus rantai reaksi api (Breaking Chain of Reaction),
dengan media kimia
Penerapan prinsip-prinsip pemadaman kebakaran diatas, tidak
dapat disamaratakan, akan tetapi harus diperhatikan jenis bahan apa
yang terbakar, kemudian baru dapat diterntukan metoda apa yang
cocok untuk diterapkan dan media jenis apa yang sesuai.
4. Klasifikasi kebakaran
Setiap jenis bahan yang terbakar memiliki karakteristik yang
berbeda, karena itu harus dibuat prosedur yang tepat dalam me!akukan
tindakan pemadaman dan jenis media yang diterapkan harus disesuai
dengan karakteristiknya, mengacu pada standar.
Klasifikasi jenis kebakaran terdapat dua versi standar yang sedikit
agak berbeda. Klasifikasi jenis kebakaran menurut Standar Inggris yaitu
LPC (Loss Prevention Comittee) yang sebelumnya adalah FOC (Fire
Office Comittee) menetapkan klasifikasi kebakaran dibagi Kelas A, B.
C. D. E sedangkan Standar Amerika yaitu NFPA (National Fire
Prevention Assosiation) menetapkan klasifikasi kebakaran menjadi
kelas A. B. C. D. Pengklasifikasian jenis kebakaran yang didasarkan
menurut jenis material yang terbakar seperti dalam daftar Tabel 1.
20
Tabel 1
21
peralatan, jumlah dan sifat penghuni. Pertimbangan klasifikasi ini
sebagai dasar menentukan sistem instalasi yang sesuai dan media
pemadam yang tepat.
Media pemadam kebakaran yang umum digunakan adalah air,
karena mempunyai efek pendinginan yang baik, mudah diperoleh, murah
dan dapat dirancang dengan teknik teknik tertentu. Sistem instalasinya
dapat dipasang permanen dan dirancang otomatik dan desain bentuk
pancarannya dapat bervariasi antara lain pancaran jet, spray, fog
(embun).
Media pemadam air tidak dapat digunakan secara efektif dan
aman untuk semua jenis kebakaran. Jenis-jenis media pemadam
kebakaran selain air antara lain berbentuk busa (foam), serbuk kimia
kering (dry chemical powder), Carbondioksida, Inergent, Halocarbon
(Halon) dan lain lain. Masing-masing dari jenis media pemadam tersebut
memiliki keunggulan dan kekurangan tertentu.
Sistem klasifikasi kebakaran membedakan karakteristik setiap
jenis bahan yang terbakar, dikaitkan pemilihan jenis media pemadam
yang efektif daya pemadamannya dan keselamatan bagi petugas yang
melakukan pemadaman, dan menghindarkan kerusakan peralatan dan
material akibat penerapan media pemadam yang digunakan.
Dengan memahami klasifikasi kebakaran dan karakteristik tiap
jenis media pemadam kebakaran, maka dapat ditentukan jenis media
pemadam yang sesuai. Jenis-jenis media pemadam kebakaran dan
aplikasinya seperti contoh dalam Tabel 2 .
Sistem peralatan pemadam kebakaran dapat dirancang dalam
bentuk peralatan tabung bertekanan (portable) atau dalam bentuk sistem
instalasi yang dipasang permanen (fixed sytem). Jenis jenis instalasi
pemadam fixed system anatara lain sistem hidran (water hydrant),
sistem sprinkler (water spinkler) dan instalasi khusus lainnya dengan
media busa, serbuk kimia, C02. Halon dan sebagainya yang dapat
dirancang secara manual, semi otomatik, fully automatic integrated
system.
Tipe rancangan instalasi pemadam kebakaran sistem permanen
dapat dirancang otomatik sistem perlindungan lokal (local aplication)
atau sistem perlindungan total dengan pancaran serentak (total flooding).
22
Tabel 2
Jenis Media Pemadam Kebakaran dan Aplikasinya
23
radikal. Contoh reaksi Br* dengan unsur hydrogen bebas (H*) dalam
nyala api akan menjadi Hydrogen Bromide (HBr*). Pada fase reaksi
berikutnya akan muncul kembali Br yang bebas, seperti dalam reaksi
sebagai berikut :
H* + Br* HBR
HO* + HBr H2O + Br*
Br* + RH HBr + R* (regeneration)
24
Media pemadam kebakaran jenis clean agent sebagai alternatif
pengganti Halon adalah seperti dalam Tabel 3 yang dipublikasikan
dalam NFPA 2001.
Tabel 3
Media Pemadam Clean Agent
(Dikutip dari NFPA 2001)
FC-3-1-10 Perfluorobutane C4F10
HBFC-22B-1 Bromodifluoromethane CHF2Br
HCFC BlendA Dichlorotrifluoroethane HCFC-123 (4.75 %) CHCI2CF2
Chlorodifluoromethane HCFC-22 (82%) CHCIF2
Chlorotetrafluoroethane HCFC-124 (9.5%) CHCIFCF3
Isopropenyl-1-methylcyclohexene 3. 75 %)
HCFC-124 Chlorotetrafluoroethane CHCIFCF3
HFC-125 Pentafluoroethane CHF2CF3
HFC-227 ea Heptafluoropropane CF3CHFCF3
HFC-23 T riflouromethane CHF3
IG-541 Nitrogen (52%) N2
Argon (40%) Ar
Carbondioxide (8%) CO2
25
yang dinilai paling aman dibandingkan dengan yang lainnya yaitu:
FC-3-1-10 dan HFC-227 ea.
Tabel 4
Toxicity Information
(Dikutip dari NFPA 2001)
Keterangan
LC 50 : Concentration lethal 50 % tikus percobaan mati dalam 4 jam
NOAEL : No Observable Adverse Effect Level
26
Tabel 5
Data Hasil Uji Coba Terhadap Heptane Flame
Total Flooding Quantity (WN: Ib/cu ft)
(Dikutip dari NFPA 2001)
MEDIA INVESTIGATOR
NRL 3M NMERI FERVAL GLCC ANSUL
FC-3-1-10 5.2 5.9 5.0 5.5 - -
HFC 124 - - - 6.4 - -
HFC 227ea 6.6 - 6.3 5.8 5.9 -
H8FC 2281 4.1 - 4.4 3.9 3.9 -
HFC 23 12 - 12.6 12 12.7 -
HFC-125 9 - 9.4 8.1 - -
IG541 - - - - - 29.1
HALON 3.1 3.9 2.9 3 3.5 -
1301
KETERANGAN
NRL : NAVAL RESEARCH LABORA TORY
NMERI : NEW MEXICO ENGINEERING RESEARCH
INSTITUTE
GLCC : GREA T LAKES CHEMICAL COMPANY
Tabel 6
Data Hasil Uji Coba Inerting Concentration (VN: %)
(DikutIp dari NFPA 2001)
27
Tingkat konsentrasi total flooding quantity (WN) seperti dalam
tabel 5 jenis media Halon 1301 dan H8FC 2281 menunjukkan
diantaranya yang paling efektif, tetapi jenis ini telah dieliminir
karena Halon 1301 mengandung zat perusak ozon (ODP = 10) dan
H8FC 2281 tingkat kadar racunnya lebih berbahaya.
Dengan membandingkan antara HFC 227 ea FC-3-1-10
ternyata yang lebih efektif dan tingkat bahayanya rendah adalah
FC-3-1-10.
Berdasarkan tinjauan dari berat molekul seperti pada daftar
tabel 7, FC-3-1-10 lebih berat dibandingkan dengan jenis lainnya
dan secara teori persamaan reaksi kimia, bahwa berat sebelum dan
sesudah bereaksi akan tetap konstan, maka berat molecul yang
lebih besar akan mereaksikan jumlah yang lebih banyak.
Berdasarkan data sifat bahaya yang ada, tingkat efektifitas
kinerjanya baik berdasarkan konsentrasi inerting (VN) , konsentrasi
total flooding seperti pada daftar Tabel 4, Tabel 5 dan Tabel 6,
maka dapat disimpulkan jenis media alternatif pengganti halon
1301 yang ideal adalah FC-3-1-1 0.
Tabel 7
Physical, properties of Clean Halocarbon Agent
(Dikutip dari NFPA 2001)
28
Volume
Critical lbm/ft3 39.30 35.68 38.76 32.78
Density
Specific BTUllb ˚F 0.25 0.301 0.2831 0.370
heat, liquid.
@.77 ˚F
Specific BTU/h ft ˚F 0.192 0.191 0.1932 0.176
heat, vapor
@Constant
pressure 1
atm 77° F
Heat of BTU/lb 41.4 70.8 57.0 103.0
Vaporization
At Boiling
point
Thermal BTU/h ft °F 0.0310 0.0376 0.040 0.0450
conductivity
Of liquid @
77 °F
Velocity Lb/ft hr 0.783 0.351 0.547 0.201
liquid @ 77
˚F
Vapor Psi 42.0 199 66.4 686.0
pressure
(70uF)
(psiQ)
9. Klasifikasi hunian
Faktor faktor yang mempengaruhi sifat dan gejala kebakaran dan
tingkat resiko bahaya antara lain dipengaruhi oleh faktor faktor antara
lain:
a. Peruntukan bangunan / Jenis kegiatan
b. Jenis konstruksi bangunan
c. Bahan bahan yang disimpan, diolah atau dikerjakan
d. Karakteristik penghuni
e. Lingkungan
Atas dasar pertimbangan faktor-faktor tersebut diatas tingkat
resiko bahaya kebakaran dapat dikelompokkan atau diklasifikasikan
berdasarkan jenis hunian.
29
Pertimbangan dalam perencanaan penerapan sistem proteksi
kebakaran didasarkan atas klasifikasi resiko bahaya kebakaran jenis
hunian yang akan dilindungi.
Klasifikasi hunian atau jenis usaha ditinjau dari resiko bahaya
kebakaran dibagi dalam tingkatan kategori sebagai berikut :
a. Hunian bahaya kebakaran ringan
b. Hunian bahaya kebakaran sedang, (Kategori I, /II dan /III)
c. Hunian bahaya kebakaran berat
Jenis-jenis hunian menururut klasifikasi tersebut diatas Iihat dalam
lampiran Keputusan Menteri T enaga Kerja No. Kep. 186/Men/1999.
30
dipadamkan dibandingkan yang telah lama terbakar karena itu perlu
adanya sistem pendeteksian dini dan sistem tanda bahaya serta sistem
komunikasi darurat.
Ketentuan yang mewajibkan adanya sistem deteksi dan alarm
antara lain disebutkan dalam peraturan khusus EE, peraturan khusus K
dan Kepmenaker No. 186/men/199, secara umum menyebutkan sebagai
berikut : Harus diadakan penjagaan terus menerus selama 24 jam
termasuk hari libur, sehingga apabila terjadi kebakaran dapaf segera
diatasi.
Dengan perkembangan teknologi, peran penjagaan tempat kerja
dapat digantikan dengan memasang sistem instalasi deteksi dan alarm
kebakaran otomatik. Apabila instalasi alarm kebakaran otomatik
mengambil alih peran tersebut, maka untuk menjamin kehandalan sistem
tersebut diharuskan mengikuti ketentuan yang diatur dalan Peraturan
Menteri Tenaga Kerja No. 02/Men/1983.
Gambar 9
Diagram sistem instalasi alaram kebakaran automatik
31
Penjelasan :
a. Detektor, adalah alat untuk memdeteksi kebakaran secara otomatik,
yang dapat dipilih tipe yang sesuai dengan karakteristik ruangan,
diharapkan dapat mendeteksi secara cepat akurat dan tidak
memberikan informasi palsu.
Jenis jenis detektor berdasarkan cara kerjanya antara lain:
1) Detektor panas, (tipe suhu tetap dan tipe kenaikan suhu)
2) Detektor asap, (tipe foto elektrik dan ionisasi)
3) Detektor nyala, ( tipe ultra violet dan infra merah)
Detektor dipasang ditempat yang tepat sehingga memiliki jarak
jangkauan penginderaan yang efektif sesuai spesifikasinya.
b. Tombol manual, adalah alat yang dapat dioperasikan secara
manual yang dilindungi dengan kaca, yang dapat dinktifkan secara
manual dengan memecahkan kaca terlebih dahulu, apabila ada yang
melihat kebakaran tetapi detektor otomatik belum bekerja.
c. Panel kendali, adalah pusat pengendali sistem deteksi dan alarm,
yang dapat mengindikasi status standby normal, mengindikasi signal
input dari detektor maupun tombol manual dan mengaktifkan alarm
tanda kebakaran. Pada panel kendali dapat diketahui alamat atau
lokasi datangnya panggilan detektor yang aktif atau tombol manual
yang diaktitkan.
d. Signal alarm, adalah indikasi adanya bahaya kebakaran yang dapat
didengar (audible alarm) berupa bel berdering, sirene, atau yang
dapat dilihat (visible alarm) berupa lampu.
e. Sistem instalasi alarm kebakaran otomatik, dapat diintegrasikan
dengan peralatan yang ada di dalam bangunan yang bersangkutan
antara lain dengan Lift, AC, pressurized fan, indikator aliran sistem
sprinkler dll.
Persyaratan sesuai Peraturan Menteri Tenaga Kerja No
02/Men/1983.
1) Sistem alarm kebakaran otomatik pengendalian administratif
harus ada gambar yang disyahkan dan memiliki akte pengawasan
2) Harus dilakukan pemeriksaan dan pengujian secara teratur
3) Setiap kejadian harus dicatat dalam log book
32
4) Sistem deteksi, alarm dan pemadam integrated, harus memiliki
ijin.
33
Pengujian rating C, adalah pengujian konduktivitas Iistrik dengan standar
uji disemprotkan pada sasaran yang bertegangan 10.000 Volt dengan
jarak 10 mm tidak terindikasi adanya arus listrik. Pada pengujian kelas C
tidak diberikan angka rating.
Tidak semua tabung Alat pemadam api ringan, dilengkapi dengan label
klasifikasi ratingnya. Karena itu dapat menggunakan petunjuk daftar
perkiraan kemampuannya.
Seorang Pegawai Pengawas dituntut memiliki kemampuan untuk
menentukan jenis dan ukuran APAR setelah mempertimbangkan
keadaan setempat.
Catatan khusus. Hal yang harus anda perhatikan adalah jenis, dan tipe
konstruksinya, yaitu: tipe stored pressure atau tipe gas cartridge. Dalam
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per 04/Men/1980
terdapat petunjuk pemeriksaan dan pengujian yang dapat menyesatkan,
yaitu tidak semua jenis APAR dapat diperiksa dengan membuka tutup
kepalanya. Yang dapat dilakukan dengan cara ini adalah jenis tabung
tipe gas cartridge.
4. Hydrant
Hydrant adalah instalasi pemadam kebakaran yang dipasang permanen
berupa jaringan perpipaan berisi air bertekanan terus menerus yang siap
untuk memadamkan kebakaran.
Kornponen utama sistem hydrant terdiri dari :
a. Persediaan air yang cukup
b. Sistem pompa yang handal, pada umumnya terdiri 3 macam pompa
yaitu : Pompa jockey, Pompa utama dan Pompa cadangan
c. Siamese connection atau sambungan untuk mensuplai air dari mobil
kebakaran
d. Jaringan pipa yang cukup
e. Slang dan nozle yang cukup melindungi seluruh bangunan
34
Jaringan pipa
Siamese
Connection
Gambar 10
Skematik instalasi Hydrant
35
Standar persyaratan penempatan titik hydrant adalah didasarkan
klasifikasi resiko bahaya jenis hunian.
5. Sprinkler
Pengertian Sprinkler adalah instalasi pemadam kebakaran yang
dipasang secara permanen untuk melindungi bangunan dari bahaya
kebakaran yang akan bekerja secara otomatik memancarkan air, apabila
(nosel pemancar/kepala sprinkler) terkena panas pada temperatur
tertentu. Dasar perencanaan sistem sprinkler berbasis pada jumlah air
yang dipancarkan oleh kepala sprinkler mampu menyerap kalor yang
dihasilkan dari bahan yang terbakar, dengan mengacu pada standar
klasifikasi hunian.
Klasifikasi hunian : Ringan
Sedang I, II, III
Berat
Khusus
Variabel : Peruntukan bangunan
Jumlah dan sifat penghuni
Konstruksi bangunan
Flammability dan Quantity Material (Flie
loads)
Standard desain : Ukuran kepala sprinkler dan Kepadatan
pancaran
36
Komponen utama sistem sprinkler seperti pada gambar terdiri dari :
a. Persediaan air
b. Pompa
c. Siamese connection
d. Jaringan pipa
e. Kepala sprinkler
Z Z Z
Gambar 11
Diagram sistem sprinkler
37
Syarat teknis perencanaan instalasi sprinkler berpedoman pada
perhitungan hydrolik kebutuhan tekanan dan debit air (kepadatan
pancaran) sesuai klasifikasi bahaya pada bangunan atau obyek yang
dilindungi. Tekanan kerja maka pada kepala sprinkler 10 kg/cm2 dan
minimal 0,9 - 2,2 kg/cm2.
Gambar 12
Desain pancaran sprinkler
6. Sarana evakuasi
Evakuasi adalah usaha menyelamatkan diri sendiri dari tempat
berbahaya menuju ketempat yang aman
38
Sarana evakuasi - adalah sarana dalam bentuk konstruksi dari
bagian bangunan yang dirancang aman sementara ( minimal 1 jam)
untuk jalan menyelamatkan diri bila terjadi kebakaran bagi seluruh
penghuni di dalamnya tanpa dibantu orang lain
Ketentuan hukum (Peraturan khusus EE)
Setiap tempat kerja harus tersedia jalan selain pintu keluar-masuk
utama untuk menyelamatkan diri bila terjadi kebakaran. Pintu
tersebut harus membuka keluar dan tidak boleh dikunci.
Petunjuk arah evakuasi harus terlihat jelas pada waktu keadaan
gelap.
Perhitungan teknis
Percobaan rate of flow 40 orang/menit
Standar waktu evakuasi 2, 2 ½ , 3 menit sesuai klasifikasi bahaya
ringan, sedang, berat
Lebar Unit Exit 21 inchi
Berapa unit exit yang dibutuhkan untuk mengevakuasi orang
sebanyak 350 orang dalam waktu 2 ½ menit
Jumlah orang dibagi 40 kali 2 ½ menit
350/40 x 2 ½ = 3 ½ unit exit
Bila hasilnya pecahan harus dibulatkan keatas, seperti pada contoh
diatas harus dibulatkan menjadi 4 unit exit.
Untuk menjamin keamanan minimal 1 jam maka konstruksinya harus
dirancang tahan api dan dilengkapi sarana pengendalian asap
dengan tekanan udara positif (pressurized fan).
7. Kompartementasi
Metoda pengaturan tata ruang untuk menghambat penjalaran
kebakaran ke bagian lain. Metoda dapat menerapkan jarak tertentu
atau dengan dinding pembatas dan mengatur posisi bukaan tidak
saling berhadapan.
Ref. Peraturan khusus EE dan K
Tempat kerja harus dibagi menurut jenis dan sifat pekerjaannya.
Daerah untuk menyimpan atau mengolah bahan yang dapat meledak
atau terbakar harus terpisah dengan ruangan yang menggunakan
alat yang dapat menimbulkan sumber panas.
39
Jarak aman harus diperhitungkan agar apabila terjadi kebakaran
tidak mudah merambat ketempat lain. Bukaan antara bangunan agar
tidak saling berhadapan. Sistem kompartemenisasi juga dapat
dengan cara dibatasi dengan tembok yang tahan api.
9. Pressurized fan
Pada ruangan atau pada bagian proses yang terdapat emisi gas
atau uap dapat terbakar, perlu adanya sistem mekanik pressurized fan
untuk memecah konsentrasi uap berada dibawah flammable range,
sehingga terhindar dari resiko penyalaan.
Gambar 13
Sistem pressurized fan
40
10. Tempat penimbunan bahan cair atau gas mudah terbakar
Tempat (tangki) penimbunan bahan cair yang mudah terbakar harus
ditempatkan diluar bangunan dengan jarak tertentu dari bangunan di
sekitarnya. Tangki penimbunan di atas tanah harus dilindungi dengan
tanggul di sekelilingnya untuk membatasi meluasnya cairan bahan
mudah terbakar tersebut apabila terjadi kebocoran.
Persyaratan kapasitas pelindung untuk melindungi 1 tangki min. mampu
menampung 80% dari kapasitas tangki, apabila 2 tangki min. 60 % dan
bila lebih dari 3 tangki min. 40 % (seperti gambar).
Min
Min
Min
Gambar 14
Sistem pelindung tangki
Kasus ledakan tangki gas cair yang mendidih mengalami dua kejadian
ledakan. Ledakan pertama adalah secara fisika karena dinding tabung
tidak mampu menahan tekanan. Ledakan yang kedua adalah secara
41
kimia oksidasi eksotermal. Kasus ini dikenal dengan istilah BLEVE yaitu
Boiling Liquid Expanding Vapor Explosion seperti ilustrasi pada gambar
dibawah :
Gambar 15
Ilustrasi ledakan tangki gas
Gambar 16
Proteksi tangki gas
42
F. MANAJEMEN PENANGGULANGAN KEBAKARAN
1. Konsep manajemen penanggulangan kebakaran
Konsep manajemen penanggulangan kebakaran berdasarkan
pendekatan teknik dengan mencermati fenomena kebakaran, adalah
mencakup semua aktifitas dari prakondisi sampai dengan pasca kejadian
seperti ilustrasi pada Gambar 17.
FIRE PREVENTION
Gambar 17
Konsep manajemen penanggulangan kebakaran
43
POST FIRE CONTROL
Setiap terjadi kebakaran baik besar maupun kecil, termasuk hampir
terbakar harus dilakukan langkah.
Penerapan manajemen K3
a. Pendekatan Hukum : K3 merupakan ketentuan
perundangan yang bersifat wajib
b. Pendekatan Ekonomi : K3 mencegah kerugian dan
meningkatkan produktivitas
c. Pendekatan Kemanusiaan : Kecelakaan menimbulkan
penderitaan bagi korban dan K3
melindungi pekerja dan masyarakat
44
Jenis - jenis keadaan darurat
1. Banjir
2. Kekeringan
3. Angin topan
4. Gempa
5. Petir
45
3. Tinjau ulang rencana yang telah ada
4. Tentukan tujuan dan lingkup
5. Pilih tipe perencanaan yang akan dibuat
6. Tentukan tugas-tugas dan tanggung jawab
7. Tentukan konsep operasi
8. Tulis dan perbaiki
Kerangka FEP
1. Rencana dasar
Pendahuluan
Tujuan, kebijakan dan dasar hukum
Ruang lingkup
Konsep operasi darurat
Organisasi dan uraian tugas
Distribusi
2. Pencegahan
Kebijakan K3 umum
Kebijakan pencegahan kebakaran
Tinjauan K3 umurn
Inspeksi / kontrol
P2K3
3. Persiapan darurat
Program pelatihan
Pelaksanaan pelatihan
Fasilitas, pasokan dan peralatan
Kerja sama
Sistem informasi
4. Tanggap darurat
Komunikasi darurat untuk tim inti
Kornunikasi darurat untuk umum
Evakuasi
Koordinasi dengan instansi terkait
5. Pemulihan
Penjelasan umum
Tim pernulihan
46
Investigasi
Analisis
Perhitungan Kerugian
Rehabilitasi
47
BAB III
SOAL LATIHAN
48
BAB IV
PENUTUP
49