Anda di halaman 1dari 50

MODUL 

PEMBINAAN                                               
CALON AHLI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA UMUM 
(AK3U) 

Pengawasan Norma K3 [Type the document subtitle]


Pengawasan Norma Kelembagaan k3 dan Keahlian

Penanggulangan Kebakaran

DIREKTORAT PENGAWASAN NORMA K3


DIREKTORAT JENDERAL PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
KETENAGAKERJAAN DAN K3
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN R.I

DIREKTORAT PENGAWASAN NORMA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


DIREKTORAT JENDERAL PEMBINAAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DAN K3
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Seiring dengan perkembangan zaman dan era globalisasi sehingga
berdampak terhadap kemajuan perkembangan di sektor industri yang
berlangsung dengan cepat dan membawa perubahan-perubahan dalam
skala besar terhadap tata kehidupan negara dan masyarakat. Namun
kemajuan di sektor industri selain membawa dampak positif terhadap
perkembangan perekonomian dan kemakmuran bangsa juga memiliki
potensi bahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau
ledakan dan pencemaran lingkungan. Potensi bahaya tersebut dikarenakan
penggunaan bahan kimia, proses dengan suhu, tekanan tinggi,
penggunaan alat-alat modern (mesin mekanik atau mesin listrik) tanpa
diimbangi kesiapan dan sistem untuk mengendalikannya.
Dari keadaan diatas dapat menimbulkan suatu situasi yang tidak
normal atau keadaan darurat, yang menuntut adanya kesiapsiagaan dalam
menghadapi kondisi tersebut, untuk mengurangi/meminimalisasi adanya
kerugian. Kebakaran dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Tidak ada
tempat kerja yang dapat dijamin bebas resiko dari bahaya kebakaran.
Kebakaran ditempat kerja dapat membawa konsekwensi yang berdampak
merugikan banyak pihak baik bagi pengusaha, tenaga kerja maupun
masyarakat luas, maka perlu tindakan pencegahan dan perlu diikuti juga
dengan usaha-usaha pengamanan bagi industri itu sendiri maupun
karyawan-karyawannya. Salah satunya usaha pengamanan dari bahaya
kebakaran.
Akibat yang ditimbulkan dari peristiwa kebakaran ditempat kerja
dapat mengakibatkan korban jiwa, kerugian material, hilangnya lapangan
kerja dan kerugian lain yang langsung dan tidak langsung, apalagi kalau
terjadi kebakaran pada obyek vital maka dapat berdampak lebih luas lagi.
Informasi penting lainnya yang perlu diperhatikan adalah data faktor
penyebab kebakaran adalah seperti digambarkan sbb :
1. Api terbuka : 415 (37,19 %)
2. Listrik : 297 (26,6 %)

1
3. Pembakaran : 80 (7,17 %)
4. Peralatan panas : 35 (3,14 %)
5. Mekanik : 24 (2,15 %)
6. Kimia : 15 (1,34 %)
7. Proses biologi : 5 (0,45 % )
8. Alam : 2 (0,18%)
9. Tidak dpt ditentukan : 218 (19.53 %)
10. Lain lain : 25 (0,24 %)

Data penyebab kebakaran diatas, adalah fakta lapangan yang dapat


dijadikan sebagai referensi bahwa ada dua faktor penyebab yang menonjol,
yaitu api terbuka dan Iistrik.
Gambaran data diatas adalah sebagai pelajaran yang sangat
berharga bagi jajaran pengawasan K3 khususnya dibidang
penanggulangan kebakaran. Faktor-faktor penyebab kegagalan perlu dikaji
secara baik untuk diambillangkah yang tepat.
Faktor-faktor kegagalan dan kendala dapat karena faktor peralatan
proteksi kebakaran yang kurang memadai, sumber daya manusia yang
tidak dipersiapkan, atau hambatan dari manajemen. Disisi lain dapat pula
disebabkan karena lemahnya sistem pembinaan dan pengawasan dari
instansi yang berwenang termasuk pengawasan terhadap peraturan
perundangan K3.
Peraturan perundangan K3 dibidang penanggulangan kebakarann
walaupun masih terbatas, namun hal yang mendasar sudah cukup
memadai apabila ditunjang dengan kemampuan teknis para Pegawai
Pengawas.
Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan peraturan perundangan
dan standar teknis keselamatan dan kesehatan, termasuk masalah
penanggulangan kebakaran, adalah menjadi tugas dan tanggung jawab
para Pegawai Pengawas, dan karena itu pula para Pegawai Pengawas
dituntut memiliki kemampuan teknis yang cukup memadai.
Dari fakta lapangan yang ada, maka Pegawai Pengawas dalam
kegiatan inspeksi dapat diarahkan pada masalah yang menonjol. Dari sisi
penyebab kebakaran ada dua hal yaitu api terbuka dan listrik harus selalu
menjadi perhatian, disamping faktor khusus yang ada disetiap tempat kerja.

2
Penggunaan api terbuka pada umumnya dalam pelaksanaan
pekerjaan yang bersifat sementara, misalnya pekerjaan perbaikan dengan
mesin las. Dalam K3 setiap pekerjaan panas harus dikendalikan secara
administratif dengan ijin kerja panas (Hot Work Permit). Ijin ini diterbitkan
oleh penanggung jawab K3 di setiap tempat kerja.
Hal kedua yang harus menjadi titik perhatian dalam pengawasan K3
penanggulangan kebakaran adalah masalah Iistrik. Banyak titik kelemahan
pada instalasi listrik yang dapat mendorong terjadinya kebakaran, yang
secara awam disebut hubung singkat, namun hubung singkat sendiri
adalah merupakan akibat dari banyak faktor yang mempengaruhi.
Pengawasan Norma K3 penanggulangan kebakaran ditujukan untuk
mencegah atau mengurangi tingkat resiko seminimal mungkin. Karena itu
seorang Pegawai Pengawas harus memiliki pengetahuan teknis K3
penanggulangan kebakaran, sehingga mampu menilai kesesuaian sistem
proteksi kebakaran pasif, aktif dan manajemen penanggulangan kebakaran.

B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan Pembelajaran Umum
Melalui program pembelajaran ini diharapkan anda dapat memahami
ketentuan peraturan perundangan tentang pengawasan K3
penanggulangan kebakaran, sehingga diharapkan mampu menjalankan
tugas pembinaan dan pengawasan sebagaimana diamanatkan oleh
Pasal 5 Undang-Undang No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
2. Tujuan Pembelajaran Khusus
Melalui program pembelajaran ini anda diharapkan dapat :
a. Menjelaskan dasar hukum pengawasan K3 penanggulangan
kebakaran
b. Menjelaskan pengertian yang berkaitan dengan pengawasan
penanggulangan kebakaran
c. Menjelaskan ruang lingkup pengawasan penanggulangan
kebakaran
d. Menjelaskan fenomena kebakaran
e. Menjelaskan sistem proteksi kebakaran
f. Menjelaskan manajemen penanggulangan kebakaran
g. Menjelaskan sistem tanggap darurat penanggulangan kebakaran

3
h. Menjelaskan teknik pemeriksaan dan pengujian sistem proteksi
kebakaran

C. Ruang Lingkup
Dalam kegiatan pembelajaran modul ini adalah memberikan
pembekalan pengetahuan K3 di bidang penanggulangan kebakaran, agar
mampu menjalankan tugas dan fungsi sebagai Pegawai Pengawas.
Pembahasan dalam modul ini mencakup aspek normatif, administratif dan
aspek dasar teknik K3 Penanggulangan kebakaran. Aspek normatif adalah
yang berkaitan dengan ketentuan peraturan perundangan. Aspek
administratif adalah yang berkaitan dengan prosedur dan kelengkapan
dokumen. Sedangkan aspek teknis adalah berkaitan dengan konsep desain
sistem proteksi kebakaran

4
BAB II
POKOK BAHASAN

A. DASAR HUKUM PENGAWASAN NORMA K3 PENANGGULANGAN


KEBAKARAN
Tugas pokok Pegawai Pengawas adalah menjalankan pengawasan
peraturan perundangan dibidang ketenagakerjaan, termasuk ketentuan K3
dibidang penanggulangan kebakaran. Kebakaran ditempat kerja adalah
termasuk kategori kecelakaan kerja, dimana kejadian kebakaran dapat
membawa konsekuensi mengancam keselamatan jiwa tenaga kerja dan
berdampak dapat merugikan banyak pihak baik pengusaha, tenaga kerja
maupun masyarakat luas.
Pertimbangan hukum, tujuan dan sasaran K3 adalah dalam rangka
melindungi pekerja dan orang lain, menjamin kelancaran proses produksi,
menjaga keamanan asset usaha serta perlindungan terhadap lingkungan.

Dasar hukum yang berkaitan dengan K3 Penanggulangan


Kebakaran adalah sebagai berikut :
1. Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 04/Men/1980
tentang Syarat-Syarat Pemasangan dan Pemeliharaan APAR
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 02/Men/1983
tentang Instalasi Kebakaran Alarm Automatik
4. Keputusan Menteri Tenaga Nomor 186/Men/1999 tentang Unit
Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja
5. Instruksi Menaker No. 11/M/BW/1997 tentang Pengawasan Khusus
Pengawasan Khusus K3 Penanggulangan Kebakaran
6. Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan RI No. 13/MEN/XI/2015 tentang
Peningkatan Pembinaan dan Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Bidang Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja.

Beberapa hal yang mendasar khususnya yang berkaitan langsung


dengan penanggulangan kebakaran adalah sebagai berikut :
1. Tujuan K3 pada umumnya termasuk masalah penanggulangan
kebakaran (Fire safety objective) adalah tersirat dalam konsideran

5
Undang-Undang Nomor 1 tahun1970, yaitu bertujuan melindungi tenaga
kerja dan orang lain, asset dan lingkungan masyarakat;
2. Syarat-syarat K3 penanggulangan kebakaran sesuai ketentuan Pasal 3
ayat (1) huruf b, d, q dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun1970, adalah
merupakan sasaran yang ingin diwujudkan di setiap tempat kerja, yang
berbunyi :
Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat syarat
keselamatan kerja untuk :
b. mencegah 1) , mengurangi 2) dan memadamkan kebakaran 3)
d. memberikan kesempatan jalan untuk menyelamalkan diri pada waktu
kebakaran 4)
q. mengendalikan penyebaran panas 5) asap 6) dan gas 7)
3. Pasal 9 ayat (3), mengatur kewajiban pengurus menyelenggarakan
latihan penanggulangan kebakaran.

Ketentuan-ketentuan tersebut diatas, dijabarkan lebih lanjut dengan


peraturan dan standar yang lebih teknis yang meliputi aspek teknis dan
administratif.

Gambar 1
Ilustration Are Safety Management

K3 Penanggulangan kebakaran dilandasi dengan ilmu pengetahuan


menemukenali potensi bahaya kebakaran, membobot resiko dan metoda
pengendaliannya serta menpersiapkan sumber daya untuk mengantisipasi
bila terjadi kebakaran seperti ilustrasi pada Gambar 1.

6
B. Pengertian Pengawasan Norma K3 Penanggulangan Kebakaran
Pengertian "pengawasan" dapat diartikan sebagai suatu aktifitas
untuk menilai kesesuaian persyaratan yang telah ditentukan, yang dalam
hal ini adalah persyaratan K3 penanggulangan kebakaran yang bertujuan
untuk mencegah atau menekan resiko sampai pada level yang memadai.
Asas pengawasan K3 pada dasarnya adalah pembinaan,
sebagaimana yang digambarkan pada Pasal 4 Undang-Undang No 1
Tahun 1970. Pengertian pembinaan menurut penjelasan Pasal 10 Undang-
Undang No 14 Tahun 1969 adalah mencakup : pembentukan, penerapan,
pengawasan.
Norma yang belum ada dipersiapkan, norma yang telah ada terus
disosialisasikan dengan diberikan batas waktu, dan apabila dalam batas
waktu yang disepakati belum juga dilaksanakan, maka diberikan peringatan
pertama dan kedua. Apabila peringatan pertama dan kedua dilanggar maka
dapat dibuatkan BAP projustisia.
Beberapa pengertian dan istilah yang berkaitan dengan ruang
lingkup tugas pengawasan K3 dibidang penanggulangan kebakaran berikut
ini harus anda pahami secara baik yaitu antara lain :
1) Kebakaran, - adalah api yang tidak dikehendaki. Boleh jadi api itu kecil,
tetapi apabila tidak dikehendaki adalah termasuk kebakaran. Hampir
terbakarpun artinya adalah kebakaran.
1)
Mencegah kebakaran , adalah segala upaya untuk menghindarkan
terjadinya kebakaran. Seorang pengawas harus mampu menetapkan
rekomendasi syarat apa yang sesuai dengan keadaan yang ditemukan
dilapangan sewaktu inspeksi.

2) Resiko kebakaran, adalah perkiraan tingkat keparahan apabila terjadi


kebakaran. Besaran yang mempengaruhi tingkat resiko adalah ada 3
faktor yaitu :
a. tingkat kemudahan terbakarnya (flammablelity) dari bahan yang
diolah atau disimpan,
b. jumlah dan kondisi penyimpanan bahan tersebut sehingga dapat
digambarkan kira-kira kecepatan laju pertumbuhan atau menjalarnya
api.

7
c. tingkat paparan seberapa besar nilai material yang terancam dan
atau seberapa banyak orang yang terancam. Tingkat resiko
kebakaran seperti digambarkan pada grafik Gambar 2.

Fire risk = Flammablelity x Quantity x Probability

Flammablelity
Probability

Gambar 2
Fire Risk Matrix

Mengurangi resiko kebakaran 2), adalah pertimbangan syarat K3 untuk


dapat menekan resiko ke tingkat level yang lebih rendah. Seorang
pengawas harus mampu menetapkan rekomendasi syarat dan strategi
apa yang diperlukan untuk meminimalkan tingkat ancaman ke level yang
lebih rendah.

3) Memadamkan kebakaran, adalah suatu teknik menghentikan reaksi


pembakaran/nyala api. Nyala api adalah suatu proses perubahan zat
menjadi zat yang baru melalui reaksi kimia oksidasi eksotermal. Nyala
yang tampak adalah gejala zat yang sedang memijar. Pada nyala api
yang sedang berlangsung, ada 4 elemen yang berinteraksi, yaitu : unsur
1 adalah bahan bakar (Fuel) padat, cair atau gas umumnya mengandung
karbon (C) dan atau hidrogen (H), unsur 2 adalah bahan pengoksidan
yaitu Oksigen bisa berasal dari udara atau terikat pada bahan tertentu
(bahan oksidator), unsur 3 adalah sumber panas yang dapat berasal dari
dalam sistem maupun dari luar sistem, unsur 4 adalah rantai reaksi
kimia.
3)
memadamkan kebakaran ; dapat dilakukan dengan prinsip
menghilangkan salah satu atau beberapa unsur dalam proses nyala api

8
yaitu : pendinginan (Cooling), penyelimutan (Smoothering), mengurangi
bahan (Starvation), memutuskan rantai reaksi api (Breaking Chain of
Reaction) dan melemahkan (Dilution). Teknik pemadaman dilakukan
dengan media yang sesuai dengan prinsip-prinsip pemadaman tersebut .

4)
4) Jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau disebut
"Means of escape" adalah sarana berbentuk konstruksi permanen pada
bangunan gedung dan tempat kerja yang dirancang aman untuk waktu
tertentu sebagai jalan atau rute penyelamatan penghuni apa bila terjadi
keadaan darurat kebakaran.

5) Panas, asap dan gas adalah produk kebakaran yang pada hakekatnya
jenis bahaya yang akan mengancam keselamatan baik material maupun
jiwa, karena itu masalah ini yang harus dikendalikan.
penyebaran panas5) dapat melalui radiasi, konveksi dan konduksi
seperti ilustrasi Gambar 3.
Perpindahan panas secara radiasi adalah paparan langsung
kearah tegak lurus melalui pancaran gelombang elektro magnetik.
Seperti contoh panas matahari sampai ke bumi melalui radiasi.
Perpindahan panas secara konveksi adaiah perpindahan panas melalui
gerakan udara seperti cerobong, melewati setiap lubang atau celah.

KONDUKSI 

RADIASI  KONVEKSI 

KONDUKSI 

KONDUKSI 

Gambar 3
Perpindahan Panas

9
Perpindahan panas secara konduksi adalah perpindahan panas
melalui media. Seperti dibalik ruangan yang terbakar dapat membakar
material diruangan sebelahnya, panasnya menembus melalui tembok.
6) 7)
Penyebaran asap dan gas ; Asap sisa pembakaran adalah karbon
dioksida (C02) dan uap air (H20) serta gas ikutan lainnya. Dalam
kebakaran asap dan gas adalah pembunuh utama. Boleh jadi korban
mati dalam kebakaran karena mengisap asap.
Penyebaran asap dan gas cenderung akan keatas melalui setiap
celah (shaft) yang ada, karena itu pada bangunan gedung bertingkat
lantai yang paling atas akan lebih dulu penuh asap. Bila dalam bangunan
yang menggunakan sistem AC sentral maka asap dan gas akan
menyebar ke seluruh ruangan melalui sirkulasi udara AC.
Apabila dalam bangunan yang terbakar menyimpan bahan-bahan yang
dapat terurai menjadi gas racun, maka resiko akan bertambah besar
karena gas racun.
Seorang pengawas harus mampu menganalisis kemungkinan
adanya bahaya gas racun, sehingga diharapkan mampu menetapkan
rekomendasi syarat untuk menghindarkan bahaya dari asap dan gas
beracun. Dampak lain boleh jadi ada resiko ledakan dari bahan kimia
atau tabung kontainer yang berisi gas yang dapat meledak.

C. RUANG LlNGKUP PENGAWASAN K3 PENANGGULANGAN


KEBAKARAN
Mengutip Pasal 5 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1970, "Pegawai
Pengawas dan Ahli keselamatan kerja ditugaskan menjalankan
pengawasan langsung terhadap ditaatinya Undang-Undang ini dan
membantu pelaksanaannya".

Pegawai Pengawas dalam menjalankan tugasnya mengawasi,


memperhatikan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1970, yaitu
dimulai dari pra kondisi sampai operasionalisasi yang diharapkan mampu
mengidentifikasi, menganalisis, supervisi dan memberikan rekomendasi.
Harus disadari bahwa rekomendasi Pegawai Pengawas mengandung
konsekuensi wajib dilaksanakan, karena itu harus memiliki dasar dan
landasan hukum.

10
 Identifikasi potensi bahaya (fire hazard identification): sumber-sumber
potensi bahaya yang dapat menyebabkan terjadinya kebakaran yaitu
setiap bentuk energi seperti listrik, petir, mekanik, kimia dan bentuk
energi lainnya yang dipakai dalam proses kegiatan harus teridentifikasi
untuk dikendalikan sesuai ketentuan peraturan dan standar yang
berlaku.
 Analisa resiko (fire risk assessment): berbagai potensi bahaya yang telah
teridentifikasi dilakukan pembobotan tingkat resikonya: apakah kategori
ringan, sedang, berat atau sangat serius, dengan parameter kecepatan
menjalarnya api, tingkat paparan, konsekuensi kerugian dan jumlah jiwa
yang terancam.
 Sarana proteksi kebakaran aktif: yaitu berupa alat atau instalasi yang
dipersiapkan untuk mendeteksi dan memadamkan kebakaran seperti
sistem deteksi dan alarm, APAR, hydrant, sprinkler, house rell, dll yang
dirancang berdasarkan standar sesuai dengan tingkat bahayanya.
 Sarana proteksi kebakaran pasif: yaitu berupa alat, sarana atau metoda
mengendalikan penyebaran asap panas dan gas berbahaya bila terjadi
kebakaran seperti sistem kompartementasi, treatment atau clotting fire
retardant, sarana pengendalian asap (smoke control system), sarana
evakuasi, sistem pengendali asap dan api (smoke damper, fire damper,
fire stopping), alat bantu evakuasi dan rescue dll.

D. FENOMENA KEBAKARAN
Pendekatan dalam penerapan K3 penanggulangan kebakaran
meliputi teknik dan strategi pengendalian sumber energi, teknik dan strategi
pemadaman, serta konsep manajemen penanggulangan kebakaran adalah
didasarkan pada analisis fenomena terjadinya api atau kebakaran.
Pada bagian ini akan mengkaji gejala gejala pada proses terjadinya
api dan kebakaran antara lain menjelaskan fase-fase penting seperti source
energy, initiation, growth flashover, full fire dan bahaya-bahaya spesifik
pada peristiwa kebakaran seperti back draft, penyebaran asap panas dan
gas dll.

11
1. Fenomena kebakaran
Fenomena kebakaran atau gejala pada setiap tahapan mulai awal
terjadinya penyalaan sampai kebakaran padam dapat diamati beberapa
fase tertentu seperti dilukiskan pada Gambar 4.

Temperature

Full fire 5)
3 -10 menit

Growth 3)
Decay 6)
Initiation 2)

Time
Source energy 1)
Gambar 4
Diagram Fenomena Kebakaran

Penjelasan :
1) Tidak diketahui kapan dan dimana awal terjadinya api kebakaran,
tetapi yang pasti ada sumber awal pencetusnya (source energy),
yaitu adanya potensi energi yang tidak terkendali
2) Apabila energi yang tidak terkendali kontak dengan zat yang dapat
terbakar, maka akan terjadi penyalaan tahap awal (initiation)
bermula dari sumber api nyala yang relatif kecil
3) Apabila pada periode awal kebakaran tidak terdeteksi, maka nyala
api akan berkembang lebih besar (growth) sehingga api akan
menjalar bila ada media disekelilingnya
4) Intensitas nyala api meningkat dan akan menyebarkan panas ke
semua arah secara konduksi, konveksi dan radiasi, hingga pada
suatu saat kurang lebih sekitar setelah 3 - 10 menit atau setelah
temperatur mencapai 300 °C akan terjadi penyalaan api serentak
yang disebut Flash Over, yang biasanya ditandai pecahnya kaca
5) Setelah flash over, nyala api akan membara yang disebut periode
kebakaran mantap (Stedy I full development fire). Temperatur pada
saat kebakaran penuh (full fire) dapat mencapai 600 -1000 °C.
Bangunan dengan struktur konstruksi baja akan runtuh pada

12
temperatur 700 °C. Bangunan dengan konstruksi beton bertulang
setelah terbakar lebih dari 7 jam dianggap tidak layak lagi untuk
digunakan
6) Setelah melampaui puncak pembakaran, intensitas nyala akan
berkurang/surut dan berangsur angsur akan padam), yang disebut
periode surut (decay).

2. Teori dan Anatomi Api


2.1. Teori Api
Nyala api adalah suatu fenomena yang dapat diamati gejalanya yaitu
adanya cahaya dan panas dari suatu bahan yang sedang terbakar.
Gejala lainnya yang dapat diamati adalah, bila suatu bahan telah
terbakar maka akan mengalami perubahan baik bentuk fisiknya
maupun sifat kimianya. Keadaan fisik bahan yang telah terbakar
akan berubah menjadi arang, abu atau hilang menjadi gas dan sifat
kimianya akan berubah pula menjadi zat baru. Gejala perubahan
tersebut menurut teori perubahan zat dan energi adalah perubahan
secara kimia.

2.2. Teori segitiga api (Triangle of fire)


Unsur pokok terjadinya api dalam teori kelasik yaitu teori segitiga api
(Triangle of fire) menjelaskan bahwa untuk dapat berlangsungnya
proses nyala api diperlukan adanya tiga unsur pokok yaitu adanya
unsur : bahan yang dapat terbakar (Fuel), oksigen (O2) yang cukup
dari udara atau dari bahan oksidator, dan panas yang cukup.
Dengan teori itu maka apabila salah satu unsur dari segitiga api
tersebut tidak berada pada keseimbangan yang cukup, maka api
tidak akan terjadi.
Bahan yang dapat terbakar jenisnya dapat berupa bahan padat, cair
maupun gas.

13
SUMBER
O2
NYALA

Gambar 5
Segitiga Api

Sifat penyalaan dari jenis-jenis bahan tadi terdapat perbedaan, yaitu


gas lebih mudah terbakar dibandingkan dengan bahan cair maupun
padat, demikian juga bahan cair lebih mudah terbakar dibandingkan
dengan bahan padat, disini menggambarkan adanya tingkat suhu
yang berbeda pada setiap jenis bahan.
Mengambil sari uraian dalam buku Fire Investigation yang ditulis
Paul L. Kirk dapat lebih dijelaskan yang apa yang dimaksud "fire
dynamic". Nyala api akan dapat berlangsung apabila ada
keseimbangan besaran angka-angka yang hubungan segitiga api.
Besaran-besaran angka fisika yang menghubungkan sisi-sisi pada
segitiga api tersebut antara lain "flash point, ignition temperature dan
flammable range"1) yang dapat diterangkan seperti pada gambar
berikut :
Panas
(Heat Output)

Heat Oxygen Feed Back

FUEL

Source energy

Gambar 6
Siklus Segitiga Api

14
"Flash point", adalah suhu minimal yang diperlukan untuk
menghasilkan sejumlah uap minimal dari bahan bakar dan apabila
uap tersebut diberi sumber nyala akan terbakar sesaat, karena
jumlah uap yang terbentuk belum cukup untuk terus menyala.

"Flammable range" adalah persentasi uap bahan bakar diudara


antara batas atas dan batas bawah dimana pada batas itu uap
tersebut dapat terbakar bila ada sumber pemicu nyala.

"Ignition temperature" adalah suhu terendah dimana suatu bahan


akan terbakar atau menyala sendiri tanpa diberikan sumber nyala.

Pada Gambar 6, dilukiskan hubungan segitiga api dan siklus panas


yang membuat nyala api dapat berlangsung terus menerus
sepanjang masih daiam keseimbangan yang tepat. Keseimbangan
siklus panas yang sanggup membangkitkan generasi uap secara
terus menerus disebut "fire point".

Dari uraian di atas, pada intinya adalah bahwa hubungan sisi-sisi


dalam segitiga api terdapat besaran angka-angka yang
menghubungkan ketiga unsur api tersebut, yaitu "flash point,
flammable range, fire point dan ignition temperature." Besaran angka
tersebut diatas dapat dijadikan indikator pada setiap tahapan proses
sehingga terjadinya kebakaran dapat dihindarkan. Prinsip segitiga
api ini juga dapat diterapkan dalam teknik-teknik pemadaman
kebakaran, yaitu menghilangkan salah satu unsur atau lebih dari
syarat-syarat keseimbangannya.

2.3. Teori Piramida bidang Empat (Tetrahedron of fire)


Fenomena pada suatu bahan yang terbakar adalah terjadi
perubahan bentuk dan sifat-sifatnya yang semula menjadi zat baru,
maka proses ini adalah perubahan secara kimia.

15
Proses pembakaran ditinjau dengan teori kimia, adalah reaksi satu
unsur atau satu senyawa dengan oksigen yang disebut oksidasi atau
pembakaran. Produk yang terbentuk disebut oksida.
Oksidasi dapat berjalan lambat dan dapat berlangsung cepat.
Oksidasi yang berjalan lambat, panas yang timbul hampir tidak dapat
terdeteksi oleh indera kita. Proses oksidasi yang berlangsung cepat
seperti pembakaran batubara, atau pembakaran dalam motor bakar,
disertai dengan pembentukan panas yang tinggi dan disertai cahaya.
Temperatur selama dalam proses pembakaran berlangsung disebut
panas pembakaran, seperti beberapa contoh reaksi pembakaran
seperti diterangkan Vollrath Hopp 2) , berikut ini.
Dalam reaksi 1 mol karbon yaitu 12 gram karbon dengan 1 mol
oksigen yaitu 32 gram oksigen, akan terbentuk 1 mol carbondioksida
yaitu 44 gram carbonmonoksida (CO) dan dibebaskan sejumlah
panas sebesar 393,5 kJ energi panas.
Persamaan reaksi karbon dan oksigen adalah :
2C + O2  2 CO + energi panas
24 g karbon 32 g oksigen 56 g karbonmonoksida

Karbonmonoksida (CO) dapat bereaksi dengan oksigen (O2) pada


temperatur 700 ˚C akan terbakar, menjadi karbondioksida (CO2)
seperti dalam persamaan reaksi sebagai berikut :
2 CO + O2  2CO2 + energi panas
karbonmonoksida oksigen karbondioksida
56g 32 g 88 g

Reaksi antara hidrogen dengan oksigen tidak akan terjadi pada suhu
kamar, Untuk dapat bereaksi molekul-molekul hidrogen dan oksigen
terlebih dulu diaktifkan pada suhu sekitar 600 ˚C akan terbentuk
reaksi gas letup.
2 H2 + O2  2 H20 (1) + energi panas
hidrogen oksigen karbondioksida
49 g 32 g 36 g

16
Proses reaksi bahan bakar hidrocarbon sarna halnya dengan reaksi
karbon dengan oksigen menjadi karbondioksida, dan hidrogen
dengan oksigen akan menjadi air akan menghasilkan energi panas
3)
Diterangkan oleh P.Thiery , Pada reaksi pembakaran Ethana (C2
H6) dituliskan sebagai berikut :
C2H6 + 3,5 O2 + 3,5 x 0,882/0,118 x N2
 2 CO2 + 3 H2O + 3,5 X 0,882/0,118 x N2 + panas 1363 ˚C

Dalam persamaan reaksi bahan bakar hydrocarbon dengan oksigen


akan menghasilkan bentuk senyawa baru yaitu H2O (uap air) dan
CO2 (gas asam arang). Proses reaksi tersebut melalui tahapan
proses yang panjang dan diperlukan waktu tertentu walaupun proses
reaksinya berlangsung cepat.
Pada saat berlangsung nyala api, terjadi mata rantai reaksi yang
panjang. Gambaran mata rantai reaksi pembakaran seperti
ditunjukkan dalam bagan reaksi pembakaran ethane (C2 H6). dimana
gugusan atom C2 H6 bila diberikan panas maka atom-atomnya akan
bergetar dan terlepas bebas dari ikatannya menjadi unsur dan
senyawa seperti H*, OH*, HOO*, 0*. Atom atom yang terlepas bebas
dari ikatannya akan saling bereaksi, dan pada hakekatnya adalah
reaksi dari atom-atom bebas tersebut yang menjadikan
berlangsungnya nyala api.

Dalam nyala api yang sedang berlangsung, terjadi proses saling


bereaksi secara berantai, misalnya dari 2 buah hydroxil radicals
bebas yang berlambang OH* atau OH* dengan Carbonmonoxide
(CO), seperti dalam persamaan reaksi sebagai berikut:
OH* + OH*  2H2O + O* + Panas (Exothermic)
HO* + CO  CO2 + H* + Panas (Exothermic)
H* + O2  HO* + O* (Regeneration)

17
Dari teori persamaan reaksi diatas, bila dilukiskan dengan chart
seperti pada Gambar 7 :

Gambar 7
Rantai Reaksi Pembakaran

Mata rantai reaksi pada Gambar 7, akan terus berlangsung


sepanjang proses nyala api belum padam. Dari fenomena rantai
reaksi dalam nyala api, maka diyakini ada unsur penting yang
menyempurnakan teori segitiga api, yang digambarkan dengan
piramida bidang empat seperti pada Gambar 8 yang dikenal sebagai
teori "Tetra hedron of fire".

Gambar 8
Tetrahedron of Fire

18
3. Prinsip teknik memadamkan api
Dalam uraian bagian kedua diatas dapat ditarik tiga pemahaman
penting yang terkait dengan pembahasan tentang prinsip memadamkan
api yaitu :
Pemahaman pertama
Berdasarkan teori Triangle of Fire ada 3 elemen pokok untuk
dapat terjadinya nyala api yaitu :
a. bahan bakar
b. oksigen dan
c. panas / sumber penyala

Pemahaman kedua
Dari ketiga elemen dalam segi tiga api, menuntut adanya
persyaratan besaran fisika tertentu yang menghubungkan sisi-sisi
segitiga api itu, yaitu :
a. Flash point
b. Flammable range
c. Fire point
d. Ignition point
Dari besaran angka diatas maka tindakan pengendalian bahaya
kebakaran dapat dilakukan dengan penerapan sistem pengendalian
dengan peralatan deteksi besaran angka angka tersebut.

Pemahaman ketiga
Unsur-unsur terjadinya api seperti diterangkan dalam teori
Tetrahedron of Fire ada elemen keempat yaitu reaksi radikal bebas
yang ternyata mempunyai peranan besar dalam proses
berlangsungnya nyala api.
Berdasarkan pemahaman teori diatas, maka teknik untuk
memadamkan api dapat dilakukan dengan cara empat prinsip yaitu:
a. Prinsip mendinginkan (Cooling), misalnya dengan menyemprotkan
air
b. Prinsip menutup bahan yang terbakar (Starvation), misalnya
menutup dengan busa

19
c. Prinsip mengurangi oksigen (Dilution), misalnya menyemprotkan
gas CO2
d. Prinsip memutus rantai reaksi api (Breaking Chain of Reaction),
dengan media kimia
Penerapan prinsip-prinsip pemadaman kebakaran diatas, tidak
dapat disamaratakan, akan tetapi harus diperhatikan jenis bahan apa
yang terbakar, kemudian baru dapat diterntukan metoda apa yang
cocok untuk diterapkan dan media jenis apa yang sesuai.

4. Klasifikasi kebakaran
Setiap jenis bahan yang terbakar memiliki karakteristik yang
berbeda, karena itu harus dibuat prosedur yang tepat dalam me!akukan
tindakan pemadaman dan jenis media yang diterapkan harus disesuai
dengan karakteristiknya, mengacu pada standar.
Klasifikasi jenis kebakaran terdapat dua versi standar yang sedikit
agak berbeda. Klasifikasi jenis kebakaran menurut Standar Inggris yaitu
LPC (Loss Prevention Comittee) yang sebelumnya adalah FOC (Fire
Office Comittee) menetapkan klasifikasi kebakaran dibagi Kelas A, B.
C. D. E sedangkan Standar Amerika yaitu NFPA (National Fire
Prevention Assosiation) menetapkan klasifikasi kebakaran menjadi
kelas A. B. C. D. Pengklasifikasian jenis kebakaran yang didasarkan
menurut jenis material yang terbakar seperti dalam daftar Tabel 1.

20
Tabel 1

Standar Amerika (NFPA) Standar Inggris (LPC)


Kelas Jenis Kebakaran Kelas Jenis Kebakaran
A Bahan padat kecuali logam, A Bahan padat kecuali logam,
seperti kayu, arang, kertas, seperti kayu, arang, kertas,
tekstil, plastik dan sejenisnya tekstil, plastik dan sejenisnya
B Bahan cair dan gas, B Bahan cair, seperti
seperti bensin, solar, minyak bensin, solar, minyak tanah
tanah, aspal, gemuk alkohol dan sejenisnya
gas alam, gas LPG dan
sejenisnya. *)
C Peralatan Iistrik yang C Bahan gas, seperti gas
bertegangan alam, gas LPG,
D Bahan logam, seperti D Bahan logam, seperti
Magnesium, aluminium, Magnesium, aluminium,
kalium, dan lain-lain kalium, dan lain-lain
E - E Peralatan !istrik yang
bertegangan

*) Dalam standar NFPA bahan cair dan gas digolongkan dalam


kelas yang sama sedangkan menurut British klasifikasinya
dibedakan.
Klasifikasi kebakaran di Indonesia mengacu Standar NFPA, yang
dimuat dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Sifat-sifat dari masing masing klasifikasi kebakaran diatas adalah:
a. Kelas A, terbakar sampai bagian dalam atau terdapat bara,
b. Kelas B (cair), terbakar pada permukaan,
c. Kelas B (gas), terbakar pada titik sumber gas mengalir,
d. Kelas C atau kelas E menurut Standar British, adalah ditinjau dari
aspek bahaya terkena aliran listrik bagi petugas;
e. Kelas D, pada kebakaran logam akan bertemperatur tinggi,
sehingga bila dipadamkan dapat terjadi peledakan karena
perubahan fase media pemadam menjadi gas.

5. Jenis-jenis media pemadam kebakaran


Pertimbangan pertama dalam merencanakan sistem proteksi
kebakaran adalah klasifikasi potensi resika bahaya (hazard) dari jenis
hunian yang akan dilindungi yang ditinjau dari beberapa aspek, antara
lain klasifikasi patensi bahaya, tingkat vitalitas, jenis bahan dan

21
peralatan, jumlah dan sifat penghuni. Pertimbangan klasifikasi ini
sebagai dasar menentukan sistem instalasi yang sesuai dan media
pemadam yang tepat.
Media pemadam kebakaran yang umum digunakan adalah air,
karena mempunyai efek pendinginan yang baik, mudah diperoleh, murah
dan dapat dirancang dengan teknik teknik tertentu. Sistem instalasinya
dapat dipasang permanen dan dirancang otomatik dan desain bentuk
pancarannya dapat bervariasi antara lain pancaran jet, spray, fog
(embun).
Media pemadam air tidak dapat digunakan secara efektif dan
aman untuk semua jenis kebakaran. Jenis-jenis media pemadam
kebakaran selain air antara lain berbentuk busa (foam), serbuk kimia
kering (dry chemical powder), Carbondioksida, Inergent, Halocarbon
(Halon) dan lain lain. Masing-masing dari jenis media pemadam tersebut
memiliki keunggulan dan kekurangan tertentu.
Sistem klasifikasi kebakaran membedakan karakteristik setiap
jenis bahan yang terbakar, dikaitkan pemilihan jenis media pemadam
yang efektif daya pemadamannya dan keselamatan bagi petugas yang
melakukan pemadaman, dan menghindarkan kerusakan peralatan dan
material akibat penerapan media pemadam yang digunakan.
Dengan memahami klasifikasi kebakaran dan karakteristik tiap
jenis media pemadam kebakaran, maka dapat ditentukan jenis media
pemadam yang sesuai. Jenis-jenis media pemadam kebakaran dan
aplikasinya seperti contoh dalam Tabel 2 .
Sistem peralatan pemadam kebakaran dapat dirancang dalam
bentuk peralatan tabung bertekanan (portable) atau dalam bentuk sistem
instalasi yang dipasang permanen (fixed sytem). Jenis jenis instalasi
pemadam fixed system anatara lain sistem hidran (water hydrant),
sistem sprinkler (water spinkler) dan instalasi khusus lainnya dengan
media busa, serbuk kimia, C02. Halon dan sebagainya yang dapat
dirancang secara manual, semi otomatik, fully automatic integrated
system.
Tipe rancangan instalasi pemadam kebakaran sistem permanen
dapat dirancang otomatik sistem perlindungan lokal (local aplication)
atau sistem perlindungan total dengan pancaran serentak (total flooding).

22
Tabel 2
Jenis Media Pemadam Kebakaran dan Aplikasinya

Jenis media pemadam kebakaran


Kelasifika Tipe basah Tipe kering
Jenis kebakaran
si Gas Clean
Air Busa Powder
CO2 Agent
Kelas A Bahan padat seperti kayu VVV V VV V VVV*)
Bahan berharga XX XX VV**) VV VVV
Penting
Kelas B Bahan cair XXX VVV VV V VVV
Bahan gas X X VV V VVV
Kelas C Panel listrik, XXX XXX VV VV VVV
Kelas D Kalium,Iitium,magnesium XXX XXX Khusus X XXX

Keterangan : VVV : Sangat efektif


VV : Dapat digunakan
V : Kurang tepat/ tidak
dianjurkan
X : Tidak tepat
XX : Merusak
XXX : Berbahaya
*) : Tidak efisien
**) : Kotor / korosif

Dari data analisis aplikasi media pemadam kebakaran untuk


ruangan khusus yang menyimpan bahan dan material berharga yang
paling sesuai adalah jenis Clean Agent.

6. Media pemadam jenis halocarbon (Halon)


Media pemadam api jenis halocarbon (halon), adalah bekerja
secara kimia memotong rantai reaksi pembakaran yaitu mengikat
unsur-unsur carbon dan hydrogen yang berdiri bebas, dan sifat
ikatannya sangat kuat sehingga akan menghentikan rantai reaksi
pembakaran secara kimia. Sifat lain yang dimiliki pada bahan halogen
adalah bersifat radikal sehingga akan bereaksi secara berantai.
Halon 1211 (CF2 CI Br), mengandung unsur halogen F, CI dan
Br, dapat diterangkan proses reaksinya bahwa F, CI dan Br memiliki sifat

23
radikal. Contoh reaksi Br* dengan unsur hydrogen bebas (H*) dalam
nyala api akan menjadi Hydrogen Bromide (HBr*). Pada fase reaksi
berikutnya akan muncul kembali Br yang bebas, seperti dalam reaksi
sebagai berikut :
H* + Br*  HBR
HO* + HBr  H2O + Br*
Br* + RH  HBr + R* (regeneration)

Rantai reaksi F* dengan unsur hydrogen (H*) dari bahan bakar


adalah akan menjadi Hydrogen Florida (HF*)
R-H + F*  R* + HF *
HF* + OH*  H2O + F*
Rantai reaksi Br* dengan unsur Carbon (C) dari bahan bakar
adalah akan menjadi Hydrogen Bromide (CH2Br*)
R-CH* + Br* + HOO*  R* + CHBr * + CHB
CH2Br* + HOO*  H20 + Br*
Rantai reaksi Cl* dengan unsur Radikal Hidrogen (H*) dari nyala
api akan menghasilkan sebuah Radikal dan HCI radikal dan HCl * bila
bereaksi dengan OH* akan menghasilkan air (H20) dan CI*
R-H + CI*  R* + HCl*
HCl* + OH*  H2O + Cl*
Rantai reaksi CI* dengan unsur carbon (C*) dari bahan bakar
akan membentuk Carbontetraclorida (CCI4) atau gas phosgen yang
sangat beracun.
Dari gambaran reaksi media halocarbon diatas, bahwa bahan
halogen bereaksi secara berantai, dimana selalu muncul kembali setelah
bereaksi. Sifat inilah yang membuat daya pemadaman menjadi sangat
efektif.

7. Media pemadam kebakaran jenis Clean Agent


Media pemadam kebakaran kategori jenis clean agent sesuai
persyaratan standar harus memenuhi beberapa kriteria antara lain :
a. Bersih tidak meninggalkan berkas/noda
b. Tidak konduktif
c. Tidak korosif

24
Media pemadam kebakaran jenis clean agent sebagai alternatif
pengganti Halon adalah seperti dalam Tabel 3 yang dipublikasikan
dalam NFPA 2001.

Tabel 3
Media Pemadam Clean Agent
(Dikutip dari NFPA 2001)
FC-3-1-10 Perfluorobutane C4F10
HBFC-22B-1 Bromodifluoromethane CHF2Br
HCFC BlendA Dichlorotrifluoroethane HCFC-123 (4.75 %) CHCI2CF2
Chlorodifluoromethane HCFC-22 (82%) CHCIF2
Chlorotetrafluoroethane HCFC-124 (9.5%) CHCIFCF3
Isopropenyl-1-methylcyclohexene 3. 75 %)
HCFC-124 Chlorotetrafluoroethane CHCIFCF3
HFC-125 Pentafluoroethane CHF2CF3
HFC-227 ea Heptafluoropropane CF3CHFCF3
HFC-23 T riflouromethane CHF3
IG-541 Nitrogen (52%) N2
Argon (40%) Ar
Carbondioxide (8%) CO2

Jenis-jenis media pemadam kebakaran clean agent seperti dalam


daftar Tabel 3 yang telah direkomendasikan sebagai alternatif pengganti
halon 1211 dan halon 1301. Bila dilihat dari unsur kimia yang terkandung
pada semua jenis bahan diatas masih menunjukan adanya unsur bahan
halogen, yang patut dicurigai adanya efek racun (toxic) yang dapat
mernbahayakan. Karena itu pertimbangan utama adalah faktor toxic dan
lebih lanjut adalah kinerjanya.

8. Analisis penerapan clean agent sebagai alternatif pengganti


halon 1301
8.1. Faktor bahaya keracunan
Dalam Standar NFPA 2001 diinformasikan adanya efek
bahaya dalam tingkat konsentrasi tertentu pada setiap jenis media
clear agent tersebut seperti dalam daftar Tabel 4. Memperhatikan
dan membandingkan angka-angka dalam daftar tabel 4, terdapat 2
jenis media pemadam yang menunjukan doses consentrasi (LC 50)

25
yang dinilai paling aman dibandingkan dengan yang lainnya yaitu:
FC-3-1-10 dan HFC-227 ea.

Tabel 4
Toxicity Information
(Dikutip dari NFPA 2001)

Clean agent LC 50 NOAEL LOAEL


FC-3-1-10 > 80.0 % 40.0 % >40.0 %
HBFC-22B-1 10.8% 2.0% 3.9%
HCFC Blend A 64.0 % 10.0% > 10.0 %
HCFC-124 23-29 % 1.0% 2.5%
HFC-125 >70.0 % 7.5% 10.0%
HFC-227 ea >80.0 % 9.0 % 10.5 %
HFC-23 > 65.0 % 500% >500%
IG-541 N/A 43.0% 7.5%
Halon 1301 >80.0 % 5.0% 5.0 %

Keterangan
LC 50 : Concentration lethal 50 % tikus percobaan mati dalam 4 jam
NOAEL : No Observable Adverse Effect Level

LOAEL : Lowest Observable Adverse Effect Level

Bila membandingkan angka level effect HFC-227ea dengan


konsentrasi 9% telah teramati adanya pengaruh secara psikolois,
lebih rendah dibandingkan FC-3-1-10 dimana berpengaruh
psikologis mulai teramati setelah lebih dari 40 %, maka FC-3-1-10
adalah yang dipilih.

8.2. Tingkat kinerja


Prinsip penerapan media clean agent adalah berdasarkan
prinsip persamaan keseimbangan reaksi kimia. Suatu proses reaksi
kimia akan sempurna apabila terpenuhi proses keseimbangan
reaksinya.
Data percobaan tingkat kinerja media cleant agent seperti
yang dipublikasikan dalam NFPA 2001 seperti dalam daftar Tabel 5
dan Tabel 6.

26
Tabel 5
Data Hasil Uji Coba Terhadap Heptane Flame
Total Flooding Quantity (WN: Ib/cu ft)
(Dikutip dari NFPA 2001)

MEDIA INVESTIGATOR
NRL 3M NMERI FERVAL GLCC ANSUL
FC-3-1-10 5.2 5.9 5.0 5.5 - -
HFC 124 - - - 6.4 - -
HFC 227ea 6.6 - 6.3 5.8 5.9 -
H8FC 2281 4.1 - 4.4 3.9 3.9 -
HFC 23 12 - 12.6 12 12.7 -
HFC-125 9 - 9.4 8.1 - -
IG541 - - - - - 29.1
HALON 3.1 3.9 2.9 3 3.5 -
1301

KETERANGAN
NRL : NAVAL RESEARCH LABORA TORY
NMERI : NEW MEXICO ENGINEERING RESEARCH
INSTITUTE
GLCC : GREA T LAKES CHEMICAL COMPANY

Tabel 6
Data Hasil Uji Coba Inerting Concentration (VN: %)
(DikutIp dari NFPA 2001)

MEDIA VOLUME % INERTING


I-BUTANE METHANE PROPANE
FC-3-1-10 6.7 - 10.3
HFC 124 - - -
HFC 227ea 11.3 - -
H8FC 22B1 - - 11.3
HFC 23 - 20.2 20.2
HFC-125 - 14.7 15.7
IG541 - 43.0 49.0
HALON 1301 6.7 - 7.7

27
Tingkat konsentrasi total flooding quantity (WN) seperti dalam
tabel 5 jenis media Halon 1301 dan H8FC 2281 menunjukkan
diantaranya yang paling efektif, tetapi jenis ini telah dieliminir
karena Halon 1301 mengandung zat perusak ozon (ODP = 10) dan
H8FC 2281 tingkat kadar racunnya lebih berbahaya.
Dengan membandingkan antara HFC 227 ea FC-3-1-10
ternyata yang lebih efektif dan tingkat bahayanya rendah adalah
FC-3-1-10.
Berdasarkan tinjauan dari berat molekul seperti pada daftar
tabel 7, FC-3-1-10 lebih berat dibandingkan dengan jenis lainnya
dan secara teori persamaan reaksi kimia, bahwa berat sebelum dan
sesudah bereaksi akan tetap konstan, maka berat molecul yang
lebih besar akan mereaksikan jumlah yang lebih banyak.
Berdasarkan data sifat bahaya yang ada, tingkat efektifitas
kinerjanya baik berdasarkan konsentrasi inerting (VN) , konsentrasi
total flooding seperti pada daftar Tabel 4, Tabel 5 dan Tabel 6,
maka dapat disimpulkan jenis media alternatif pengganti halon
1301 yang ideal adalah FC-3-1-1 0.

Tabel 7
Physical, properties of Clean Halocarbon Agent
(Dikutip dari NFPA 2001)

UNITS FC-3- HFC- HFC- HFC-


1-10 125 227EA 23
Molecular N/A 238.03 120.02 170.03 70.01
Weight
Boiling Point ˚F 28.4 -55.3 2.6 -115.7
(760 mm
Hg)
Freeing ˚F -198.8 -153 -204 -247.4
Point
Critical ˚F 235.8 150.8 215.0 78.6
Temperature
Critical Psia 337 521 422 701
Pressure
CriticaI Ft3/1bm 0.0250 0.0281 0.0258 0.0305

28
Volume
Critical lbm/ft3 39.30 35.68 38.76 32.78
Density
Specific BTUllb ˚F 0.25 0.301 0.2831 0.370
heat, liquid.
@.77 ˚F
Specific BTU/h ft ˚F 0.192 0.191 0.1932 0.176
heat, vapor
@Constant
pressure 1
atm 77° F
Heat of BTU/lb 41.4 70.8 57.0 103.0
Vaporization
At Boiling
point
Thermal BTU/h ft °F 0.0310 0.0376 0.040 0.0450
conductivity
Of liquid @
77 °F
Velocity Lb/ft hr 0.783 0.351 0.547 0.201
liquid @ 77
˚F
Vapor Psi 42.0 199 66.4 686.0
pressure
(70uF)
(psiQ)

9. Klasifikasi hunian
Faktor faktor yang mempengaruhi sifat dan gejala kebakaran dan
tingkat resiko bahaya antara lain dipengaruhi oleh faktor faktor antara
lain:
a. Peruntukan bangunan / Jenis kegiatan
b. Jenis konstruksi bangunan
c. Bahan bahan yang disimpan, diolah atau dikerjakan
d. Karakteristik penghuni
e. Lingkungan
Atas dasar pertimbangan faktor-faktor tersebut diatas tingkat
resiko bahaya kebakaran dapat dikelompokkan atau diklasifikasikan
berdasarkan jenis hunian.

29
Pertimbangan dalam perencanaan penerapan sistem proteksi
kebakaran didasarkan atas klasifikasi resiko bahaya kebakaran jenis
hunian yang akan dilindungi.
Klasifikasi hunian atau jenis usaha ditinjau dari resiko bahaya
kebakaran dibagi dalam tingkatan kategori sebagai berikut :
a. Hunian bahaya kebakaran ringan
b. Hunian bahaya kebakaran sedang, (Kategori I, /II dan /III)
c. Hunian bahaya kebakaran berat
Jenis-jenis hunian menururut klasifikasi tersebut diatas Iihat dalam
lampiran Keputusan Menteri T enaga Kerja No. Kep. 186/Men/1999.

E. SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN


1. Konsep sistem proteksi kebakaran
Penerapan sistem proteksi kebakaran atau sumber daya yang
direncanakan untuk mengantisipasi bahaya kebakaran, yang harus
direncanakan sesuai dengan tingkat resiko bahaya pada hunian yang
bersangkutan. Pada bagian diatas terah difahami pengertian klasifikasi
tingkat resiko bahaya kebakaran.
Perencanaan sistem proteksi kebakaran yang direncanakan ada 3
sistem strategi yaitu :
a. Sarana proteksi kebakaran aktif yaitu berupa alat atau instalasi yang
dipersiapkan untuk mendeteksi dan memadamkan kebakaran seperti
sistem deteksi dan alarm, APAR, hydrant, sprinkler, house rell, dll.
b. Sarana proteksi kebakaran pasif yaitu berupa alat, sarana atau
metoda mengendalikan penyebaran asap panas dan gas berbahaya
bila terjadi kebakaran seperti sistem kompartementasi, treatment
atau clotting fire retardant, sarana pengendalian asap (smoke control
system), sarana evakuasi, sistem pengendali asap dan api (smoke
damper, fire damper, fire stopping), alat bantu evakuasi dan rescue
dll
c. Fire safety management

2. Sistem deteksi dan alarm kebakaran


Strategi yang pertama dalam menghadapi bahaya kebakaran
adalah berpacu dengan waktu, api yang masih awal lebih mudah

30
dipadamkan dibandingkan yang telah lama terbakar karena itu perlu
adanya sistem pendeteksian dini dan sistem tanda bahaya serta sistem
komunikasi darurat.
Ketentuan yang mewajibkan adanya sistem deteksi dan alarm
antara lain disebutkan dalam peraturan khusus EE, peraturan khusus K
dan Kepmenaker No. 186/men/199, secara umum menyebutkan sebagai
berikut : Harus diadakan penjagaan terus menerus selama 24 jam
termasuk hari libur, sehingga apabila terjadi kebakaran dapaf segera
diatasi.
Dengan perkembangan teknologi, peran penjagaan tempat kerja
dapat digantikan dengan memasang sistem instalasi deteksi dan alarm
kebakaran otomatik. Apabila instalasi alarm kebakaran otomatik
mengambil alih peran tersebut, maka untuk menjamin kehandalan sistem
tersebut diharuskan mengikuti ketentuan yang diatur dalan Peraturan
Menteri Tenaga Kerja No. 02/Men/1983.

Klasifikasi Sistem Alarm :


a. Manual
b. Automatik (semi addressable atau fully addressable)
c. Automatik integrated system, (deteksi, alarm dan pemadam)
Komponen sistem alarm kebakaran otomatik terdiri dari :
a. Detektor dan tombol manual (input signal)
b. Panel indikator kebakaran (Sistem control)
c. Alarm audible atau visible (Signal output)

Gambar 9
Diagram sistem instalasi alaram kebakaran automatik

31
Penjelasan :
a. Detektor, adalah alat untuk memdeteksi kebakaran secara otomatik,
yang dapat dipilih tipe yang sesuai dengan karakteristik ruangan,
diharapkan dapat mendeteksi secara cepat akurat dan tidak
memberikan informasi palsu.
Jenis jenis detektor berdasarkan cara kerjanya antara lain:
1) Detektor panas, (tipe suhu tetap dan tipe kenaikan suhu)
2) Detektor asap, (tipe foto elektrik dan ionisasi)
3) Detektor nyala, ( tipe ultra violet dan infra merah)
Detektor dipasang ditempat yang tepat sehingga memiliki jarak
jangkauan penginderaan yang efektif sesuai spesifikasinya.
b. Tombol manual, adalah alat yang dapat dioperasikan secara
manual yang dilindungi dengan kaca, yang dapat dinktifkan secara
manual dengan memecahkan kaca terlebih dahulu, apabila ada yang
melihat kebakaran tetapi detektor otomatik belum bekerja.
c. Panel kendali, adalah pusat pengendali sistem deteksi dan alarm,
yang dapat mengindikasi status standby normal, mengindikasi signal
input dari detektor maupun tombol manual dan mengaktifkan alarm
tanda kebakaran. Pada panel kendali dapat diketahui alamat atau
lokasi datangnya panggilan detektor yang aktif atau tombol manual
yang diaktitkan.
d. Signal alarm, adalah indikasi adanya bahaya kebakaran yang dapat
didengar (audible alarm) berupa bel berdering, sirene, atau yang
dapat dilihat (visible alarm) berupa lampu.
e. Sistem instalasi alarm kebakaran otomatik, dapat diintegrasikan
dengan peralatan yang ada di dalam bangunan yang bersangkutan
antara lain dengan Lift, AC, pressurized fan, indikator aliran sistem
sprinkler dll.
Persyaratan sesuai Peraturan Menteri Tenaga Kerja No
02/Men/1983.
1) Sistem alarm kebakaran otomatik pengendalian administratif
harus ada gambar yang disyahkan dan memiliki akte pengawasan
2) Harus dilakukan pemeriksaan dan pengujian secara teratur
3) Setiap kejadian harus dicatat dalam log book

32
4) Sistem deteksi, alarm dan pemadam integrated, harus memiliki
ijin.

3. Alat pemadam api ringan


Referensi Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per
04/Men/1980.
Alat pemadam api ringan, direncanakan untuk memadamkan api pada
awal kebakaran. Desain konstruksinya dapat dijinjing dan mudah
dioperasikan oleh satu orang.
Syarat pemasangan pemasangan alat pemadam api ringan
a. Ditempat yang mudah dilihat dan mudah dijangkau, mudah diambil
(tidak diikat mati atau digembok)
b. Jarak jangkauan maksimum 15 m
c. Tinggi pemasangan maksimum 125 cm
d. Jenis media dan ukurannya harus sesuai dengan klasifikasi
kebakaran dan beban api
e. Secara berkala harus diperiksa
f. Media pemadam harus diisi ulang sesuai batas waktu yang
ditentukan
g. Kekuatan konstruksi tabung harus diuji padat dengan air sesuai
ketentuan
Jenis-jenis media pemadam telah dibahas pada bagian sebelumnya.
Setiap jenis alat pemadam api ringan memiliki daya kemampuan untuk
memadamkan api jenis dan ukuran tertentu. Untuk menilai kemampuan
pemadaman dilakukan pengujian secara laboralatoris dengan mengacu
Standar pengujian klasifikasi dan rating.
Pengujian rating A, digunakan standar uji kayu dengan kubikasi tertentu.
Hasil pengujian kelas A dinyatakan dengan notasi : 1A, 2A, 3A, 4A, BA,
10A, 20A dan 40 A. Nilai 1 A setara dengan 5 liter air, 2A setara dengan
10 liter air dan seterusnya.
Pengujian rating B, digunakan standar uji cairan dengan ukuran luasan
tertentu. Hasil pengujian kelas B dinyatakan dengan notasi : 18, 28, 38,
48, 68, 108, 208 dan 408. Nilai 18 dengan ukuran luas bujur sangkar 475
mm x 475 mm. Nialai 28, 38 seterusnya adalah perkalian dari luasan 1A.

33
Pengujian rating C, adalah pengujian konduktivitas Iistrik dengan standar
uji disemprotkan pada sasaran yang bertegangan 10.000 Volt dengan
jarak 10 mm tidak terindikasi adanya arus listrik. Pada pengujian kelas C
tidak diberikan angka rating.
Tidak semua tabung Alat pemadam api ringan, dilengkapi dengan label
klasifikasi ratingnya. Karena itu dapat menggunakan petunjuk daftar
perkiraan kemampuannya.
Seorang Pegawai Pengawas dituntut memiliki kemampuan untuk
menentukan jenis dan ukuran APAR setelah mempertimbangkan
keadaan setempat.

Catatan khusus. Hal yang harus anda perhatikan adalah jenis, dan tipe
konstruksinya, yaitu: tipe stored pressure atau tipe gas cartridge. Dalam
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per 04/Men/1980
terdapat petunjuk pemeriksaan dan pengujian yang dapat menyesatkan,
yaitu tidak semua jenis APAR dapat diperiksa dengan membuka tutup
kepalanya. Yang dapat dilakukan dengan cara ini adalah jenis tabung
tipe gas cartridge.

4. Hydrant
Hydrant adalah instalasi pemadam kebakaran yang dipasang permanen
berupa jaringan perpipaan berisi air bertekanan terus menerus yang siap
untuk memadamkan kebakaran.
Kornponen utama sistem hydrant terdiri dari :
a. Persediaan air yang cukup
b. Sistem pompa yang handal, pada umumnya terdiri 3 macam pompa
yaitu : Pompa jockey, Pompa utama dan Pompa cadangan
c. Siamese connection atau sambungan untuk mensuplai air dari mobil
kebakaran
d. Jaringan pipa yang cukup
e. Slang dan nozle yang cukup melindungi seluruh bangunan

34
Jaringan pipa

Siamese
Connection

Gambar 10
Skematik instalasi Hydrant

Perencanaan instalasi hydrant harus memenuhi ketentuan standar yang


berlaku dan perhitungan hydrolik kebutuhan debit air dan tekanan ideal
sesuai klasifikasi bahaya pada bangunan atau obyek yang dilindungi.
Beberapa kriteria dasar untuk perencanaan hydrant antara lain sebagai
berikut :
Tabel 8

Kriteria Klasifikasi sistem hydrant


Kelas I Kelas II Kelas III
Debit air minimal 500 US GPM 500 US GPM 500 US GPM
Tekanan pada nosel 4,5 - 7 kg/Cm2 4,5 - 7 kg/Cm2 4,5 - 7 kg/Cm2
terjauh
Ukuran slang 1 1/2 lnc 21/2lnc 1 1/2 dan 2 1/2 Inc
Persediaan air 45 menit 60 menit 90 menit

35
Standar persyaratan penempatan titik hydrant adalah didasarkan
klasifikasi resiko bahaya jenis hunian.

Resiko ringan Luas 1000 - 2000 m2, 2 titik hidrant, dan


tambahan 1 titik setiap 1000 m2
Resiko sedang Luas 800 - 1600 m2, 2 titik hidrant, dan tambahan
1 titik setiap 800 m2
Resiko berat Luas 600 - 1200 m2, 2 titik hidrant, dan tambahan
1 titik setiap 600 m2

Untuk menjamin kesesuaian terhadap ketentuan dan persyaratan teknis,


setiap perencanaan dan pemasangan instalasi hydrant dikendalikan
secara administratif melalui pemeriksaan, pengujian dan pengesahan.

5. Sprinkler
Pengertian Sprinkler adalah instalasi pemadam kebakaran yang
dipasang secara permanen untuk melindungi bangunan dari bahaya
kebakaran yang akan bekerja secara otomatik memancarkan air, apabila
(nosel pemancar/kepala sprinkler) terkena panas pada temperatur
tertentu. Dasar perencanaan sistem sprinkler berbasis pada jumlah air
yang dipancarkan oleh kepala sprinkler mampu menyerap kalor yang
dihasilkan dari bahan yang terbakar, dengan mengacu pada standar
klasifikasi hunian.
Klasifikasi hunian :  Ringan
 Sedang I, II, III
 Berat
 Khusus
Variabel :  Peruntukan bangunan
 Jumlah dan sifat penghuni
 Konstruksi bangunan
 Flammability dan Quantity Material (Flie
loads)
Standard desain :  Ukuran kepala sprinkler dan Kepadatan
pancaran

36
Komponen utama sistem sprinkler seperti pada gambar terdiri dari :
a. Persediaan air
b. Pompa
c. Siamese connection
d. Jaringan pipa
e. Kepala sprinkler

Z Z Z

Gambar 11
Diagram sistem sprinkler

Klasifikasi kepala sprinkler


Standar ukuran kepala sprinkler sesuai klasifikasi hunian
Ringan : 10 mm - 3/8 in
Sedang : 15 mm – 1/2 in
Berat : 20 mm - 17/32 in

Standar Kode warna dan suhu kerja kepala sprinkler


Jingga : 53°C Merah : 68°C
Kuning : 79°C Hijau : 93°C
Biru : 141°C Ungu : 182 °C
Hitam : 201 - 260 °c

37
Syarat teknis perencanaan instalasi sprinkler berpedoman pada
perhitungan hydrolik kebutuhan tekanan dan debit air (kepadatan
pancaran) sesuai klasifikasi bahaya pada bangunan atau obyek yang
dilindungi. Tekanan kerja maka pada kepala sprinkler 10 kg/cm2 dan
minimal 0,9 - 2,2 kg/cm2.

Kapasitas aliran pada kepala sprinkler seperti pada table 9.


Tekanan Kapasitas Aliran (Q :gpm)
(Psi) 3/8” ½” 17/32”
10 9 18 25
15 11 22 32
20 13 25.5 36
25 14.5 28.5 40
35 17 34 47
50 20 40 56.5
75 25 49.5 69
100 28.5 57 80

Perhitungan hydrolik kepadatan pancaran

Debit air yang dipancarkan oleh empat kepala sprinkler


dirancang mampu menyerap energi kalor Cbeban api) yang ada
dalam area yang dibatasi oleh empat kepala sprinkler

Gambar 12
Desain pancaran sprinkler

6. Sarana evakuasi
 Evakuasi adalah usaha menyelamatkan diri sendiri dari tempat
berbahaya menuju ketempat yang aman

38
 Sarana evakuasi - adalah sarana dalam bentuk konstruksi dari
bagian bangunan yang dirancang aman sementara ( minimal 1 jam)
untuk jalan menyelamatkan diri bila terjadi kebakaran bagi seluruh
penghuni di dalamnya tanpa dibantu orang lain
 Ketentuan hukum (Peraturan khusus EE)
Setiap tempat kerja harus tersedia jalan selain pintu keluar-masuk
utama untuk menyelamatkan diri bila terjadi kebakaran. Pintu
tersebut harus membuka keluar dan tidak boleh dikunci.
Petunjuk arah evakuasi harus terlihat jelas pada waktu keadaan
gelap.
 Perhitungan teknis
 Percobaan rate of flow 40 orang/menit
 Standar waktu evakuasi 2, 2 ½ , 3 menit sesuai klasifikasi bahaya
ringan, sedang, berat
 Lebar Unit Exit 21 inchi
 Berapa unit exit yang dibutuhkan untuk mengevakuasi orang
sebanyak 350 orang dalam waktu 2 ½ menit
Jumlah orang dibagi 40 kali 2 ½ menit
350/40 x 2 ½ = 3 ½ unit exit
Bila hasilnya pecahan harus dibulatkan keatas, seperti pada contoh
diatas harus dibulatkan menjadi 4 unit exit.
 Untuk menjamin keamanan minimal 1 jam maka konstruksinya harus
dirancang tahan api dan dilengkapi sarana pengendalian asap
dengan tekanan udara positif (pressurized fan).

7. Kompartementasi
 Metoda pengaturan tata ruang untuk menghambat penjalaran
kebakaran ke bagian lain. Metoda dapat menerapkan jarak tertentu
atau dengan dinding pembatas dan mengatur posisi bukaan tidak
saling berhadapan.
Ref. Peraturan khusus EE dan K
Tempat kerja harus dibagi menurut jenis dan sifat pekerjaannya.
Daerah untuk menyimpan atau mengolah bahan yang dapat meledak
atau terbakar harus terpisah dengan ruangan yang menggunakan
alat yang dapat menimbulkan sumber panas.

39
Jarak aman harus diperhitungkan agar apabila terjadi kebakaran
tidak mudah merambat ketempat lain. Bukaan antara bangunan agar
tidak saling berhadapan. Sistem kompartemenisasi juga dapat
dengan cara dibatasi dengan tembok yang tahan api.

8. Sistem pengendalian asap dan panas


Asap dan gas pada waktu kejadian kebakaran adalah salah satu produk
kebakaran yang sangat membahayakan bagi manusia. Kecenderungan
asap dan gas akan menyebar ke atas karena itu terutama pada gedung
bertingkat harus direncanakan sedemikian rupa. Jalur atau bukaan
vertikal merupakan cerobong asap, karena itu harus ada sistem mekanik
yang dapat mengendalikan asap dan gas.
Pada bangunan gedung dengan sistem AC sentral, apabila terjadi
kebakaran akan menyebarkan asap ke seluruh ruangan. Karena itu
harus ada sistem deteksi asap yang dapat mengontrol mekanik penutup
asap (smoke damper) dan atau mematikan AC sentral.

9. Pressurized fan
Pada ruangan atau pada bagian proses yang terdapat emisi gas
atau uap dapat terbakar, perlu adanya sistem mekanik pressurized fan
untuk memecah konsentrasi uap berada dibawah flammable range,
sehingga terhindar dari resiko penyalaan.

Gambar 13
Sistem pressurized fan

40
10. Tempat penimbunan bahan cair atau gas mudah terbakar
Tempat (tangki) penimbunan bahan cair yang mudah terbakar harus
ditempatkan diluar bangunan dengan jarak tertentu dari bangunan di
sekitarnya. Tangki penimbunan di atas tanah harus dilindungi dengan
tanggul di sekelilingnya untuk membatasi meluasnya cairan bahan
mudah terbakar tersebut apabila terjadi kebocoran.
Persyaratan kapasitas pelindung untuk melindungi 1 tangki min. mampu
menampung 80% dari kapasitas tangki, apabila 2 tangki min. 60 % dan
bila lebih dari 3 tangki min. 40 % (seperti gambar).

Min
Min

Min

Gambar 14
Sistem pelindung tangki

Persediaan bahan bakar cadangan di dalam ruangan harus dibatasi


maksimal 20 liter dengan tempat yang tidak mudah terbakar dan ditutup
Tempat (tangki) penimbunan bahan gas yang mudah menyala harus
ditempatkan diluar bangunan dengan jarak tertentu dari bangunan di
sekitarnya. Tangki penimbunan di atas tanah harus dilindungi dengan
water spray sistem yang dapat bekerja otomatik untuk membatasi
meningkatnya suhu yang dapat menyebabkan tangki meledak. Water
spray sistem bukan ditujukan untuk memadamkan api, tetapi untuk
mendinginkan tangki agar tidak meledak karena peningkatan tekanan
akibat paparan panas dari luar.

Kasus ledakan tangki gas cair yang mendidih mengalami dua kejadian
ledakan. Ledakan pertama adalah secara fisika karena dinding tabung
tidak mampu menahan tekanan. Ledakan yang kedua adalah secara

41
kimia oksidasi eksotermal. Kasus ini dikenal dengan istilah BLEVE yaitu
Boiling Liquid Expanding Vapor Explosion seperti ilustrasi pada gambar
dibawah :

Gambar 15
Ilustrasi ledakan tangki gas

Gambar 16
Proteksi tangki gas

42
F. MANAJEMEN PENANGGULANGAN KEBAKARAN
1. Konsep manajemen penanggulangan kebakaran
Konsep manajemen penanggulangan kebakaran berdasarkan
pendekatan teknik dengan mencermati fenomena kebakaran, adalah
mencakup semua aktifitas dari prakondisi sampai dengan pasca kejadian
seperti ilustrasi pada Gambar 17.

FIRE PREVENTION

PRE FIRE CONTROL IN CASE FIRE CONTROL POST FIRE CONTROL


PO
CO
FIRE SAFETY MANAGEMENT

Gambar 17
Konsep manajemen penanggulangan kebakaran

PRE FIRE CONTROL


a. Identifikasi potensi bahaya kebakaran
b. Identifikasi tingkat ancaman bahaya kebakaran
c. Identifikasi skenario
d. Perencanaan tanggap darurat
e. Perencanaan system proteksi kebakaran
f. Pelatihan

IN CASE FIRE CONTROL


a. Deteksi Alarm
b. Padamkan
c. Lokalisir
d. Evakuasi
e. Rescue
f. Amankan

43
POST FIRE CONTROL
Setiap terjadi kebakaran baik besar maupun kecil, termasuk hampir
terbakar harus dilakukan langkah.

 INVESTIGASI  ANALISIS  REKOMENDASI  REHABILITASI

Penerapan manajemen K3
a. Pendekatan Hukum : K3 merupakan ketentuan
perundangan yang bersifat wajib
b. Pendekatan Ekonomi : K3 mencegah kerugian dan
meningkatkan produktivitas
c. Pendekatan Kemanusiaan : Kecelakaan menimbulkan
penderitaan bagi korban dan K3
melindungi pekerja dan masyarakat

2. Untuk menangani masalah K3 penanggulangan kebakaran diper/ukan


adanya petugas, atau unit organisasi yang bertanggung jawab terhadap
usaha pencegahan kebakaran, pemeliharaan sistem proteksi kebakaran
dan melakukan usaha pemadaman pertolongan korban dan
penyelamatan harta berada apabila terjadi kebakaran
3. Tempat kerja yang berpotensi bahaya kebakaran tinggi mutlak
diperlukan adanya unit khusus yang mengelola masalah kebakaran
secara manajerial (Fire safety management).

G. SISTEM TANGGAP DARURAT


Keadaan darurat adalah situasi/kondisi/kejadian yang tidak normal
beberapa cirinya adalah :
1. Terjadi tiba-tiba
2. Mengganggu kegiatan/organisasi/komunitas
3. Perlu segera ditanggulangi karena keadaan darurat dapat berubah
menjadi bencana (disaster) yang mengakibatkan banyak korban atau
kerusakan

44
Jenis - jenis keadaan darurat
1. Banjir
2. Kekeringan
3. Angin topan
4. Gempa
5. Petir

Technological hazard (Kegagalan teknis)


1. Pemadaman listrik
2. Bendungan bobol
3. Kebocoran nuklir
4. Peristiwa Kebakaran/ledakan
5. Kecelakaan kerja/lalulintas
6. Huru-hara
7. Perang
8. Kerusuhan

Keadaan darurat kebakaran


Situasi dalam kejadian kebakaran pada suatu bangunan akan melibatkan
semua orang yang ada didalam bagunan yang terbakar, semua orang
merasa terancam dalam bahaya dan ingin menyelamatkan diri masing-
masing. Ada kalanya yang sudah keluar ditempat yang aman masih ada
kemungkinan masuk kembali. Apabila ada orang asing (tamu / pengunjung)
mereka lebih tidak familiar dengan lingkungan setempat. Mengatasi situasi
panik dapat dilakukan dengan cara latihan secara teratur. Dalam
pelaksanaan latihan harus ada skenario yang baku dan diulang ulang.
Sistem tanggap darurat penanggulangan kebakaran tertuang dalam buku
panduan yang berisikan siapa berbuat apa.
Penyusunan FEP harus dikerjakan oleh tim yang melibatkan semua unsur
manajemen, tetapi tidak terlalu banyak orang dan muatan FEP harus
memuat uraian lengkap terintegrasi dalam manajerrien secara menyeluruh

Tahapan perencanaan keadaan darurat, sebagai berikut :


1. Identifikasi bahaya dan penaksiran resiko
2. Penakaran sumber daya yang dimiliki

45
3. Tinjau ulang rencana yang telah ada
4. Tentukan tujuan dan lingkup
5. Pilih tipe perencanaan yang akan dibuat
6. Tentukan tugas-tugas dan tanggung jawab
7. Tentukan konsep operasi
8. Tulis dan perbaiki

Kerangka FEP
1. Rencana dasar
 Pendahuluan
 Tujuan, kebijakan dan dasar hukum
 Ruang lingkup
 Konsep operasi darurat
 Organisasi dan uraian tugas
 Distribusi
2. Pencegahan
 Kebijakan K3 umum
 Kebijakan pencegahan kebakaran
 Tinjauan K3 umurn
 Inspeksi / kontrol
 P2K3
3. Persiapan darurat
 Program pelatihan
 Pelaksanaan pelatihan
 Fasilitas, pasokan dan peralatan
 Kerja sama
 Sistem informasi
4. Tanggap darurat
 Komunikasi darurat untuk tim inti
 Kornunikasi darurat untuk umum
 Evakuasi
 Koordinasi dengan instansi terkait
5. Pemulihan
 Penjelasan umum
 Tim pernulihan

46
 Investigasi
 Analisis
 Perhitungan Kerugian
 Rehabilitasi

H. PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN


(Ref. Instruksi Kepmenaker No. Inst 11/M/BW/1997)
Instruksi Kepmenaker No. Inst 11/M/BW/1997, memuat perintah
kepada jajaran pengawasan K3 penanggulangan kebakaran dengan
dilengkapi petunjuk teknis dan formulir contoh bentuk surat laporan
pemeriksaan pengujian serta bentuk pengesahannya.
Kegiatan secara teknis hanya dapat dilakukan oleh Pegawai
Pengawas spesialis, namun semua Pegawai Pengawas minimal
mengetahui prosedur secara administratifnya.
• Investigasi
• Analisis
• Perhitungan Kerugian
• Rehabilitasi
Kegiatan secara teknis hanya dapat dilakukan oleh Pegawai
Pengawas spesialis, namun semua Pegawai Pengawas minimal
mengetahui prosedur secara administratifnya.

47
BAB III
SOAL LATIHAN

1. Sebutkan dasar hukum Pengawasan Norma K3 Penanggulangan


Kebakaran !
2. Sebutkan unit penanggulangan kebakaran sesuai dengan Kepmenaker
No. 186 Tahun 1999 !
3. Sebutkan 3 (tiga) unsur pembentuk api !
4. Sebutkan dan jelaskan klasifikasi kebakaran menurut standar NFPA !
5. Ada berapa macam system proteksi kebakaran, sebutkan !
6. Sebutkan dan jelaskan metoda pemadaman kebakaran !
7. Mengapa penggunaan media pemadam APAR harus disesuaikan
dengan golongan kebakarannya ?
8. Jelaskan potensi bahaya kebakaran yang ada di tempat kerja Anda !
9. Sebutkan media pemadam APAR !
10. Bagaimana prosedur tanggap darurat kebakaran di tempat kerja Anda ?

48
BAB IV
PENUTUP

Berdasarkan data kasus kebakaran yang dikutip dari Pusat


Laboratorium Fisika Forensik Mabes Polri dari tahun 1990-2001,
menyatakan bahwa tempat kerja lebih besar peluangnya untuk terjadi
kebakaran, karena semua unsur yang dapat memicu kebakaran ada di
tempat kerja. Gambaran ini menunjukan bahwa di tempat kejadian tersebut
tidak tersedia sumber daya yang memadai untuk menghadapi kebakaran
tersebut.
Maka dari itu, setiap Pengurus/Pengusaha wajib melakukan upaya
pencegahan, pengurangan dan pemadaman terhadap potensi bahaya
kebakaran seperti : pengendalian setiap bentuk energi; penyediaan sarana
deteksi dan evakuasi; pengendalian penyebaran asap, panas dan gas;
pembentukan unit penanggulangan kebakaran; penyelenggaraan gladi dan
latihan penanggulangan kebakaran serta memiliki buku rencana
penanggulangan keadaan darurat kebakaran (bagi tempat kerja yang
mempekerjakan tenaga kerja 50 orang atau memiliki potensi bahaya
kebakaran sedang dan berat). Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri
Tenaga kerja RI No. KEP. 186/MEN/1999.
Segala upaya pencegahan bahaya kebakaran tersebut harus
didukung oleh sumber daya dan sistem proteksi kebakaran yang memadai.
Potensi bahaya kebakaran juga harus dapat dideteksi lebih awal untuk
menghindari terjadinya bahaya kebakaran yang lebih besar lagi. Standar
dan prosedur yang dilakukan juga tidak boleh bertentangan dengan standar
nasional dan internasional atau ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku di Indonesia.

49

Anda mungkin juga menyukai