Anda di halaman 1dari 47

MODUL PEMBINAAN

CALON AHLI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA UMUM


[Type the document subtitle]
(AK3U)
Pengawasan Norma Pesawat Uap dan Bejana Tekanan

Pengawasan
Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3)
Penanggulangan
Kebakaran

DIREKTORAT PENGAWASAN NORMA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


DIREKTORAT JENDERAL PEMBINAAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DAN K3
Trainers Management Indonesia | 1
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebakaran dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Tidak ada tempat kerja
yang dapat dijamin bebas resiko ( imun ) dari bahaya kebakaran. Kebakaran
ditempat kerja dapat membawa konsekuensi yang berdampak merugikan
banyak pihak baik bagi pengusaha, tenaga kerja maupun masyarakat luas.
Akibat yang ditimbulkan dari peristiwa kebakaran ditempat kerja dapat
mengakibatkan korban jiwa, kerugian material, hilangnya lapangan kerja dan
kerugian lain yang tidak langsung, apalagi kalau terjadi kebakaran pada proyek
vital maka dapt berdampak lebih luas lagi.
Berdasarkan data kasus kebakaran yang dikutip dari pusat Laboratorium Fisika
Forensik Mabes Polri dari tahun 1990-2001 adalah sebagai berikut:
Th.1990-1996
Jumlah Kejadian : 2033 Kasus
80 % Kasus ditempat kerja
20 % Kasus bukan tempat kerja
Th.1997-2001 : 1121 Kasus
76,1 % terjadi ditempat kerja
23,9 % bukan tempat kerja
Dari data tersebut ternyata ditempat kerja lebih besar peluangnya untuk terjadi
kebakaran, karena semua unsur yang dapat memicu kebakaran terdapat
ditempat kerja. Dan ternyata teridentifikasi pula, bahwa 20 % dari kejadian
kebakaran berakibat habis total. Gambaran ini menunjukan bahwa, ditempat
kejadian tersebut tidak tersedian sumber daya yang memadai utuk menghadapi
kejadian kebakaran.
Informasi penting lainnya yang perlu diperhatikan adalah data faktor penyebab
kebakaran adalah seperti digambar sbb:
 Api terbuka : 415 ( 37,19 % )
 Listrik : 297 ( 26,6 % )
 Pembakaran : 80 ( 7, 17 % )
 Peralatan Panas : 35 ( 3, 14 % )

Trainers Management Indonesia | 2


 Mekanik : 24 ( 2, 15 % )
 Kimia : 15 ( 1, 34 % )
 Proses Biologi :5 ( 0, 45 % )
 Alarm :2 ( 0, 18 % )
 Tidak dapat ditentukan : 218 ( 19, 53 % )
 Lain lain : 25 ( 0, 24 % )

Data penyebab kebakaran diatas, adalah fakta lapangan yang dapat dijadikan
sebagai referensi bahwa ada dua faktor penyebab yang menonjol, yaitu api
terbuka dan listrik

Gambaran diatas adalah sebagai peajaran yang sangat berharga bagi jajaran
pengawasan K3 khususnya dibidang penanggulangan kebakaran. Faktor faktor
penyebsb kegagalan perlu dikaji secara baik untuk diambil langkah yang tepat.

Faktor-faktor kegagalan dan kendala dapat karena faktor peralatan proteksi


kebakaran yang kurang memadai, sumber daya manusia yang tidak
dipersiapkan, atau hambatan dari manajemen. Disisi lain dapat pula
disebabkan karena lemahnya sistem pembinaan dan pengawasan dari instansi
yang berwenang termasuk pengawasan terhadap peraturan perundangan K3.

Peraturan peraturan K3 dibidang penanggulangan kebakaran walaupun masih


terbatas, namun hal yang mendasar sudah cukup memadai apabila ditunjang
dengan kemampuan teknis para pegawai pengawas.

Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan peraturan perundangan dan standar


teknis keselamatan dan kesehatan, termasuk usaha penanggulangan
kebakaran, adalah menjadi tugas dan tanggung jawabpara pegawai pengawas,
dan karena itu pula para pegawai pengawas dituntut yang memiliki
kemampuan teknis yang cukup meadai.

Dari fakta lapangan yang ada maka pegawai pengawas dalam kegiatan
inspeksi dapat diarahkan pada masalah yang menonjol. Dari sisi penyebab
kebakaran ada dua hal yaitu api terbuka dan lisrik harus selalu menjadi
perhatian, disamping faktor khusus yang ada disetiap tempat kerja.

Trainers Management Indonesia | 3


Hal kedua yang harus menjadi titik perhatian dalam pengawasan K3
penanggulangan kebakaran adalah masalah listrik. Banyak titik kelemahan
pada instansi listrik yang dapat mendorong terjadinya kebakaran, yang secara
awam disebut hubungan singkat, namun hubungan singkat sendiri adalah
merupakan akibat dari banyak faktor yang mempengaruhi.

Pengawasan norma K3 penanggulangan kebakaran ditunjukan unuk


mencegah atau mengurangi tingkat resiko seminimal mungkin. Karena itu
seorang pegawai pengawas harus memiliki pengetahuan teknis K3
penanggulangan kebakaran, sehingga mampu menilai kesesuaian sistem
proteksi kebakaran pasif, aktif dan manajemen penanggulangan kebakaran.

B. Tujuan Pembelajaran

1. Tujuan Pembelajaran Umum

Melalui program pembelajaran ini diharapkan anda dapat memahami


ketentuan peraturan perundangan tentang pengawasan K3 penanggulangan
kebakaran, sehingga diharapkan mampu menjalankan tugas pembinaan dan
pengawasan sebagaimana diamanatkan oleh pasal 5 Undang Undang No. 1
tahun 1970 tenteng Keselamatan Kerja.

2. Tujuan Pembelajaran Khusus

Melalui program pembelajaran ini anda diharapkan dapat :


 Menjelaskan dasar hukum pengawasan K3 penanggulangan
kebakaran
 Menjelaskan pengertian yang berkaitan dengan pengawasan
penanggulangan kebakaran
 Menjelaskan ruang ligkup pengawasan penanggulangan kebakaran
 Menjelaskan fenomena kebakaran
 Menjelaskan sistem proteksi kebakaran
 Menjelaskan manajemen penanggulangan kebakaran
 Menjelaskan tanggap darurat penanggulangan kebakaran
 Menjelaskan teknik pemeriksaan dan pengujian sistem proteksi
kebakaran.
Trainers Management Indonesia | 4
C. Ruang Lingkup

Dalam kegiatan pembelajaaran modul ini adalah memberikan pembekalan


pengetahuan K3 dibidang penanggulangan kebakaran, agar mampu
menjalankan tugas dan fungsi sebagai pegawai pengawas.

Pembahasan dala modul ini mencakup aspek normatif, administratif dan aspek
teknik K3 penanggulangan kebakaran. Aspek normatif adalah yang berkaitan
dengan ketentuan perundangan.Aspek administratif adalah yang berkaitan
dengan prosedur dan kelengkapan. Sedangkan aspek teknis adalah berkaitan
dengan konsep desain sistem proteksi kebakaran.

Trainers Management Indonesia | 5


BAB II

POKOK BAHASAN

A. DASAR HUKUM PENGAWASAN PENANGGULAGAN KEBAKARAN


Tugas pokok pegawai pengawas adalah menjalankan pengawasan peraturan
perundangan dibidang ketenagakerjaan, termasuk ketentuan K3 dibidang
penanggulangan kebakaran. Kebakaran ditempat kerja adalah termasuk
kategori kecelakaan kerja, dimana kejadian kebakaran dapat membawa
konsekuensi mengancam keselamatan jiwa tenaga kerja dan berdampak dapat
merugikan banyak pihak baik pengusaha, tenaga kerja maupun masyarakat
luas.
Pertimbangan hukum, tujuan dan sasaran K3 adalah dalam rangka melindungi
pekerja dan orang lain, menjamin kelancaran proses produksi, menjaga
keamanan aset usaha serta perlindungan terhadap lingkungan.
Ketentuan pokok yang berkaitan dengan K3 penanggulangan kebakaran
adalah sebagaimana diamanatkan oleh Undang Undang No 1 tahun 1970,-
pahami jiwanya mulai dari konsideran, dan penjelasanya serta tinjauan
akademiknya.
Beberapa hal yang mendasar khususnya yang berkaitan langsung dengan
penanggulangan kebakaran adalah sbb :
 Tujuan K3 pada umumnya termasuk masalah penanggulangan
kebakaran ( Fire Safety Objective ) adalah tersirat dalam konsideran UU
1/70, yaitu berujuan melindungi tenaga kerja dan orang lain, aset dan
lingkungan masyarakat.
 Syarat-syarat K3 penanggulangan kebakaran sesuai ketentuan pasal 3
ayat (1) huruf b, d, q dalam undang undang No. 1 th 1970, adalah
merupakan sasaran yang ingin diwujudkan disetiap tempat kerja, yang
berbunyi :
Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan
kerja untuk :
b. “Mencegah”, mengurangi “, dan memadamkan kebakaran “

Trainers Management Indonesia | 6


d. ”Memberikan ksempatan jalan untuk menyelamatkan diri pada waktu
kebakaran”
q. “mengendalikn penyebaran panas “ asap “ dan gas “
 Pasal 9 ayat (3), mengatur kewajiban pengurus menyelenggarakan
latihan penanggulangan kebakaran

Ketentuan-ketentuan tersebut diatas, dijabarkan lebih lanjut dengan perturan


dan standar yang lebih teknis meliputi aspek teknis dan administratif.

Fire Hazard Fire Control

Gambar 1
Ilustrasi Fire Safety Management

K3 penanggulangan kebakaran, dilandasi dengan ilmu pengetahuan


menemukenali potensi bahaya kebakaran, membobot resiko dan metoda
pegendalianya serta menyiapkan sumber daya untuk mengantisipasi bila terjadi
kebakaran seperti ilustrasi gambar 1.

B. PENGERTIAN PENGAWASAN K3 PENANGGULAGAN KEBAKARAN.


Pengertian “ pengawasan “ dapat diartikan sebagai suatu aktifitas untuk menilai
kesesuaian persyaratan yang telah ditentukan, yang dalam hal ini adalah
persyaratan K3 penanggulangan kebakaran yang bertujuan untuk mencegah
atau menekan resiko sampai pada level memadai.
Asas pengawasan K3 pada dasarnya adalah pembinaan, sebagai mana yang
digambarkan pada pasal 4 Undang undang No. 1 tahun 1970. Pengertian

Trainers Management Indonesia | 7


pembinaan menurut penjelasan pasal 10 Undang-undang No. 14 th 1969
adalah mencakup : pembentukan, penerapan, pembinaan.
Norma yang belum ada di persiapkan, norma yang sudah ada terus
disosialisasikan dengan diberikan batas waktu, dan apabila dalam batas waktu
yang telah disepakati belum juga dailaksanakan, maka diberikan peringatan
petama dan kedua. Apabila peringatan pertama dan keduan dilanggar maka
dapat diberikan BAP Projustisia.
Beberapa pengertian dan istilah yang berkaitan dengan ruang lingkup tugas
pengawasan K3 dibidang penanggulangan kebakaran berikut ini harus anda
fahami
1) Kebakaran adalah api yang tidak dikehendaki. Boleh jadi api itu kecil, tetapi
apabila tidak dikehendaki adalah termasuk kebakaran. Hampir
terbakarpun artinya adalah kebakaran.
2) Mencegah kebakaran adalah segala upaya untuk menghindarkan terjadinya
kebakaran. Seorang pengawas harus mampu menetapkan rekomendasi
syarat apa yang sesuai dengan bagian yang ditemukan dilapangan.
3) Resiko kebakaran adalah perkiraan tingkat keparahan apabila terjadi
kebakaran. Besaran yang mempenguhi tingkat resiko adalah ada 3 faktor
yaitu :
a. Tingkat kemudahan terbakarnya ( Flamblelity ) dari bahan yang
diolah atau disimpan.
b. Jumlah dan kondisi penyyimpanan baan tersebut, sehingga dapat
digambarkan kira-kira kecepatan laju pertumbuhan atau
menjalarya api.
c. Tingkat paparan sseberapa besar nilai material yang terancam dan
atau seberapa banyak orang yang terancam. Tingkat resiko
kebakaran seperti digambarkan pada grafik gambar 2.

Fl
a
m Probability
m
ab
iel
Gambar.2.
ity Fire risik matrix

Trainers Management Indonesia | 8


4) Mengurangi resiko kebakaran adalah pertimbang syarat K3 untuk dapat
menekan resiko ketingkat level yang lebih rendah. Seorang pengawas
harus mampu menetapkan rekomendasi syaratdan strategi apa yang
diperlukan untuk meminimalkan tingkat ancaman ke level yang lebih
rendah.
5) Pemadam kebakaran adalah suatu teknik menghentikan reaksi
pembakaran/nyala api adalah suatu proses perubahan zat menjadi zat
yang baru memalui reaksi kimia oksidasi eksoermal. Nyala yang tampak
adalah gejala zat yang sedang berlangsung, ada 4 elemen yang
berinteraksi, yaitu : Unsur 1 – Bahan bakar ( Fuel ) – padat, cair, atau gas
– Umumnya mengandung karbon (C) dan atau hidrogen (H), Unsur 2 –
bahan pengoksidan yaitu oksigen bisa berasal dari udara atau terikat
pada bahan tertentu ( bahan oksidator ), Unsur 3 – sumber panas yang
dapat berasal dari dalam sistem maupun dari luar sistem, Unsur 4 – rantai
reaksi kimia.
6) Memadamkan kebakaran dapat dilakukan dengan prinsip menghilangkan
salah satu atau beberapa unsur dalam proses nyala api yaitu :
Pendinginan ( Cooling ), Penyelimutan ( Smothering ), mengurangi bahan
( Stavation ), memutuskan rantai reaksi api ( Mencekik ) dan melemahkan
( Dilution ). Teknik pemadaman dilakukan dengan media yang sesuai
dengan prinsip-prinsip pemadaman
7) Jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau disebut “ Means of
escape “ adalah saran berbentuk kontruksi permanen pada bangunan
gedung dan tempat kerja yang dirancang aman untuk waktu tertentu
sebagai jalan atau rute penyelamatan penghuni bila terjadi keadaan
darurat kebakaran.
8) Uap dan gas adalah produk kebakaran yang pada hakekatnya jenis bahaya
yang akan mengancam keselamatan baik material maupun jiwa, karena
itu masalah ini yang harus dikendalikan.
9) Penyebaran panas dapat melalui radiasi, konveksi dan konduksi seperti
ilustrasi gambar 3.

Trainers Management Indonesia | 9


Perpindahan panas secara radiasi adalah paparan langsung karena tegak
lurus melalui pancaran gelombang elektro magnetik. Seperti contoh panas
mataharisampai ke bumi melalui radiasi.
Perpindahan panas secara konveksi adalah perindahan panas melalui gerakan
udara seperti cerobong, melewati setiap lobang atau celah.

Perpindahan panas secara konduksi adalah perpindahan panas melalui media.


Seperti dibalk ruangan yang terbakar dapat membakar material diruangan
sbelahnya, panasnya menembus melalui tembok.
Penyebaran asap dan gas asap sisa pembakaran adalah karbon dioksida (
CO2 ) dan uap air ( H2O ) serta gas ikutan lainnya.
Dalam kebakaran asap dan gas adalah pembunuh utama. Boleh jadi korban
mati dalam kebakaran karena mengisap asap.
Penyebaran asap dan gas cenderung akan keatas melalui setiap celah ( shaft )
yang ada, karena itu pada hubungan gedung bertigkat lantai yang paling atas
akan lebih dulu penuh asap. Bila dalam bangunan yang menggunakan sistem
AC sentral maka asap dan gas akan menyebar keseluruh ruangan melalui
sirkulasi udara AC.
Apabila dalam bangunan yang terbakar menyimpan bahan-bahan yang dapat
terurai menjadi gas racun, maka resiko akan bertambah besar karena gas
racun.
Seorang pengawas harusmampu menganalisis kemungkinan adanya bahaya
gas racun, sehingga diharapkan mampu menetapkan rekomendasi syarat
untuk menghindarkan bahaya dari asap dan gas beracun. Dampak lain bileh
jadi ada resiko ledakan dari bahan atau tabung kontainer yang berisi gas yng
dapat meledak.

C. RUANG LINGKUP PENGAWASAN K3 PENANGGULANGAN KEBAKARAN

Mengutip pasal 5 Undang Utahuang No. 1 tahun 1970. “ Pegawai pengawas


dan ahli keselamatan kerja dtugaskan menjalankan pengawasan langsung
terhadap ditaatiya Undang Undang ini dan membantu pelasanaannya “

Kapan pegawai pengawas menjalankan tugas mengawasi. Perhatikan pasal 4


Undang diharapkan mampu mengidentifikasi, menganalisis, supervisi dan

Trainers Management Indonesia | 10


memberikan rekomendasi. Harus disadari bahwa rekomendasi pegawai
pengawas mengandung konsekuensi wajib dilaksanakan, karena itu harus
memiliki dasar dan landasan hukum.
 Identifikasi potensi bahaya ( Fire hazard identification ) ; Sumber-sumber
potensi bahaya yang dapat menyebabkan terjadinya kebakaran yaitu setiap
bentuk energi seperti listrik, petir, mekanik, kimia dan bentuk energi lainnya
yang dipakai dalam proses kegiatan harus teridentifikasi untuk dikendalikan
sesuai ketentuan peraaturan dan standar yang berlaku
 Analiis resiko ( Fire Risk Asessment ); berbagai potensi bahaya yang telah
teridentifikasi dilakukan pembobotan tingkat resikonya, apakah kategori
ringan, sedang berat atau sangat serius, dengan parameter kecepatan
menjalarnya api, tingkat paparan, konsekuensi kerugian dan jumlah jiwa
yang terancam.
 Sarana proteksi kebakaran aktif: yaitu berupa alat atau instalasi yang
dipersiapkan APAR, hydrant, springkler, house rell, dll yang dirancang
berdasarkan standart sesuai dengan tingkat bahaya.
 Sarana proteksi kebakaran pasif : yaitu berupa alat, sarana atau metoda
mengendalikan penyebaran asap panas dan gas berbahaya jika terjadi
kebakaran seperti sistem kompartementasi, treatment, atau clotting fire
retardant, sarana pengandalian asap ( smoke control system ), sarana
evakuasi, sistem pengendali asap dan api ( smoke dumper, fire dumper, fire
stopping ), alat bantu evkuasi dan rescue dll.

D. KEBAKARAN

Pendekatan dalam penerapan K3 penanggulangan kebakaran meliputi teknik


dan strategi pengendalian sumber energi, teknik dan strategi pemadam, serta
konsep manajemen penanggulangan kebakaran adalah didasarkan pada
analisis fenomena terjadinya api atau kebakaran.

Pada bagian ini aka mengkaji gejala gejala pada proses terjadinya api dan
kebakaraan antara lain menjelaskan fase fase penting seperti source energy,
initation, growth, flashover, full fire dan bahaya bahaya spesifik pada peristiwa
kebakaran seperti : back draft, penyebaran asap panas dan gas dll.

Trainers Management Indonesia | 11


1 Fenomena Kebakaran
Fenomena kebakaran atau gejalapada setiap kebakaran mulai awal
terjadinya penyalaan sampai kebakaran padam, dapat diamati beberapa
fase tertentu seperti dilukiskan pada gambar 4

Gambar.4
Diagram Fenomena Kebakaran

Penjelasan

1) Tidak diketahui kapan dan dimana awal terjadinya api/kebakaran, tetapi


yang pasti ada sumber awal pencetusnya ( source energy ) yaitu adanya
potensi energi yang tidak terkendali.
2) Apabila yang tidak terkendali kontak dengan zat yang dapat terbakar,
maka akan terjadi penyalaan tahap awal ( initation ) bermula dari sumber
api/nyala yang relatif kecil.
3) Apabila pada periode awal kebakaran tidak terdeteksi, maka nyala api
akan berkembang lebih besar ( growth )sehingga api akan menjalar bila
ada media disekeliling nya.
4) Intensitas nyala api meningkat dan akan menyebarkan panas kesemua
arah secara konduksi, konveksi, dan radiasi sehingga pada waktu
kuarang lebih sekitar 3 – 10 menit atau suhu temperaturmencapai 300 oC
akan terjadi penyalaan api serentak yang disebut Flashover yang
biasanya ditandai pecahnya kaca.

Trainers Management Indonesia | 12


5) Setelah flashover nyala api akan membara yang disebut periode
kebakaran mantap ( stedy/full development fire ) dapat mencapai 600 –
1000oC. Bangun dengan struktur kontruksi baja akan runtuh pada
temperatur 700oC bangunan dengan kontruksi beton bertulang setelah
terbakar lebih dari 7 jam dianggap tidak layak lagi digunakan.
6) yaidan berangsur angsur akan padam, yang disebut periode surut ( decay
).

2. Teori dan Anatomi Api

2.1. Teori Api


Nyala api adalah suatu fenomenayang dapat diamati gejalanya yaitu
adanya cahaya dan panas dari suatu bahan yang sedang terbakar.
Gejala lainnya ng dapat diamati adalah, bila suatu bahan telah
terbakar maka akan mengalami perubahan baik bentuk fisik maupun
sifat kimianya. Keadaan fisik bahan yang sudah terbakar akan
berubah menjadi arang, abu atau hilang menjadi gas dan sifat
kimianya akan berubah pula menjadi zat baru. Gejala perubahan
tersebut menurut teori perubahan zat dan energi adalah perubahan
secara kimia.
2.2. Teori Segitiga Api
Unsur pokok terjadinya api dalam teori kelasik yaitu teori segitiga
api (Trangle of Fire ) menjelaskan bahwa untuk dapat
berlangsungnya proses nyala api diperlukan adanya tiga unsur
pokok yaitu adanya unsur : bahan yangdapat terbakar ( Fuel ),
Oksigen ( O2 ) yang cukup dari udara atau oksidator dan panas
yang cukup.
Dengan teori itu maka apabila salah satu unsur dari segitiga api
tersebut tidak berada pada keseimbangan yang cukup maka api
tidak akan terjadi

Trainers Management Indonesia | 13


Gambar 5.
Segitiga Api

Bahan yang dapat terbakar jenisnya dapat berupa bahan padat, cair
aupun gas.
Sifat penyalaan dari jenis jenis bahan tadi terdapat perbedaan yaitu
gas lebih mudah terbakar dibandingkan dengan bahan cair maupun
padat, demikian pula bahan cair lebih mudah terbakar dibandingkan
dengan bahan padat, disini menggambarkan adanya tingkat suhu
yang berbeda pada setiap jenis bahan.
Mengambil dari dalam buku uraian Fire Investigation yang ditulis
Paul L, Kirk dapat lebih dijelaskan apa yang dimagsud “ Fire
Dynamic “ nyala api akan dapat berlangsung apabila ada
keseimbangan besaran angka-angka yang berhubungan dengan
segitiga api. Dengan besaran angka ffisika yang menghubungkan
sisi-sisi pada angka api tersebut antara lain “ Flash Point “ ignition
temperatur, dan flamable range, yang dapat diterangkan dalam
gambar beriku

Trainers Management Indonesia | 14


Gambar 6
Siklus segitiga api

“ Flash Point “ adalah suhu minimal yang diperlukan untuk


menghasilkan sejumlah uap minimal dari bahan bakar apabila dari
bahan ersebut diberisumber nyala maka akan terbakar sesaat,
karena jumlah uap yang terbntuk belum cukup untuk terus menyala.
“ Flamable Range “ adalah persentasi uap bahan bakar diudara
antara batas atas dan batas bawah dimana pada batas itu uap
tersebut dapat terbakar bila ada sumber pemicu nyala.
“ Ignation Tempetarure “ adalah suhu terendah dimana suatu bhan
akan terbakar atau menyala sendiri tanpa diberikan sumber nyala.
Pada gambar 6, dilukiskan hubungan segitiga api dan siklus panas
yang membuat nyala api dapat berlangsung terus menerus
sepanjang dalam masih keseimbangan yang tepat. Keseimbangan
siklus panas yang sanggup membankitkan generasi uap secara
terus menerus disebut “ Fire Point “.
Dari uraian diatas, pada intinya adalah bahwa hubungan sisi sisi
dalam segitiga api terdapat besaran angka angka yang
menghubungkan ketiga unsur api tersebut adalah Flash point,
Flamable range, fire point, ignation temperature.

Trainers Management Indonesia | 15


Besaran angka tersebut diatas dapat dijadikan indikator pada setiap
tahapan proses sehingga terjadinya kebakaran dapat dihindarkan.
Prinsip segitiga api ini juga dapat diterapkan dalam teknik teknik
pemadam kebakaran, yaitu menghilangkan salah satu unsur atu
lebih dri syarat syarat keseimbangan.

2.3. Teori Piramida Bidang Empat ( Tetrahedron of fire )


Fenomena pada suatu bahan yang terbakar adalah terjadi
perubahan bentuk dan sifat sifatnya yang semula menjadi zat baru,
maka proses ini adalah perubahan secara kimia.
Proses pembakaran ditinjau dengan teori kimia, adalah reaksi suatu
unsur atau satu senyawa dengan oksigen yang disebut oksidasi
atau pembakaran. Produk yang terbentuk disebut oksidasi.
Oksidasi dapatberjalan lambat dan dapat berlangsung cepat.
Oksidasi yang berjalan lambat panas yang ditibulkan hampir tidak
dapat terdeteksi oleh indra kita. Proses oksidasi yang berlangsung
cepat seperti pebakaran batu bara atau pembakaran dalam motor
bakar disertai degan pebentukan panas yang tinggi dan disertai
cahaya. Temperatur selama daam proses pembakaran seperti
beberapa contoh reaksi pembakaran seperti diterangkan Vollrath
Hopp; berikut ini
Persamaan reasi karbon dan oksigen adalah :
2C + O2 2CO + energi panas
24g karbon 23g oksigen 56g Karbon monoksida
Karbon Monoksida ( CO ) dapa bereaksi dengan oksigen ( O2 ) pada
temperatur 700OC akan terbakar menjadi karbon dioksida ( CO2 )
seperti dalam persamaan reaksi sebagai berikut
2CO + O2 2CO2 + Enerrgi Panas
Karbon mondok indah Oksigen Karbon dioksida
56 g 32g 88g
Reakssi antara oksigen dan hidrogen tidak akan terjadi pada suhu
kamar. Untuk dapat bereaksi molekul-molekul hidrogen dan oksigen

Trainers Management Indonesia | 16


terlebihdahulu di aktifkan pada suhu 600 oC akan terbentuk gas
letup.
2 H2 + O2 2H2O(1) + energi panas
Hidrogen oksigen Karbon dioksida
4g 32g 36g
Proses reaksi bahan bakar Hidrocarbon sama halnya dengan reaksi
karbon dengan oksigen menjadi karbon dioksida, dan hidrogn dan
oksigen akan menjadi air akan menghasilkan panas.
Diterangkan oleh P.Thiery pada reaksi pembakaran Ethane ( C2H6 )
dituliskan sebagai berikut.
C2H6 + 3,5 O2 + 3,5 x0,882/0,118 x N2
2 CO2 + 3 H2O + 3,5 x0,882/0,118 x N2 + panas 1 363oC
Dalam persamaan reaksi bahan bakar Hydrocarbon dengan oksigen
akan menghasilkan bentuk senyawa baru yaitu H2O ( Uap Air ) dan
CO2 ( gas asam arang ) proses reaksi tersebut melalui proses
tahapan yang panjang dan diperlukan waktu tertentu walaupun
proses reaksinya berlangsung cepat.
Pada saat berlangsung nyala api terjadi mata rantai reaksi yang
panjang, gambaran mata rantai reaksi pembakaran seperti
ditunjukan dalam bagan reaksi pembakaran ethane ( C 2H6 ) dimana
gugusan atom C2H6 bila diberikan panas maaka otom atomnya
akan bergetar dan terlepas bebas dari ikatanya menjadi unsur dan
senyawa seperti H*,OH*, HOO*, O*, atom atom yang terlepas bebas
dari ikatanya aakan saling bereaksi, dan pada hakekatnya adalah
reaksi dari atom atom bebas tersebut yang menjadikan
berlagsungnya nyala api.
Dalam nyla api yang sedang berlangsung terjadi proses saling bereaksi
misalnya dari 2 buah Hidroxill radicals bebas yang berlambang OH* atau
OH* dengan Carbonmonoxide CO seperti dalam persamaan reaksi
sebagai berikut.
OH*+ OH* 2H2O + O* + panas ( Exothemic )
HO*+ CO CO2 + H* + panas ( Exothemic )
H* + O2 HO* + O* + ( regenerasi )

Trainers Management Indonesia | 17


Dari teori reaksi diatas bila dilukiskan dengan chart seperti terjadi
pada gambar 8

Gambar 8
Rantai reaksi pembakaran

Mata rantai reaksi pada gambar 8 akan terus berlangsung


sepanjang proses nyala api belum padam. Dari fenomena rantai
reaksi dalam nyala api, maka diyakini ada unsur penting yang
menyempurnakan teori segitiga apiyang digambarkan dengan
piramida bidang empat sepeti pada gambar 9 yang dikenal sebagai
teori “ Tetra Hedron Of Fire “

Gambar 9
Tetrahedron of Fire

3. Prinsip Teknik Memadamkan Api

Trainers Management Indonesia | 18


Dalam uraian bagian kedua diatas dapat ditarik tiga pemahaman penting
yang terkait dengan pembahasan tenteng prinsip memadamkan api
yaitu :
Pemahaman Pertama
Berdasarkan pola triangle of fire ada 3 elemen pokok untuk dapt
terjadinya nyala api yaitu :
 Bahan Bakar
 Oksigen
 Panas / sumber penyala

Pemahaman Kedua

Dari ketiga elemen segitiga api, menuntut adanya persyaratan besaran


fisika tertentu yang menghubungkan sisi sisi segitiga api yaitu :

 Flash Point
 Flamable Range
 Fire Point
 Ignition Point
Dari besaran angka diatas maka tindakan pengendalian bahaya
kebakaran dapat dilakukan dengan penerapan sistem pengendalian
dengan peralatan deteksi besaran angka tersebut.
Pemahaman Ketiga
Unsur unsur terjadinya api seperti diterangkan dalam teori Tetrahedron
of Fire ada elemen ke empat yaitu reaksi radikal bebas yang ternyata
mempunyai peranan besar dalam proses berlangsungnya nyala api.
Berdasarkan pemahaman teori diatas maka teknik untuk memadamkan
api dapat diakukan dengan cara empat prinsip yaitu :
 Prinsip mendiginkan ( Cooling ) misalnya dengan
menyemprotkan air
 Prinsip menutup bahan yang terkabar ( Starbation ) misalnya
menutup dengan busa
 Prinsip mengurangi oksigen ( Dilition ) misalnya menyemprotkan
gas CO2

Trainers Management Indonesia | 19


 Prinsip memutus rantai reaksi api ( Mencekik ) dengan media
kimia.
4. Klasifikasi Kebakaran
Setiap jenis bahan yang terbakar memiliki karakteristik yang berbeda
karena itu harus dibuat prosedur yangtepat dalam melakukan tindakan
pemadaman dan jenis media yang diterapkan harus disesuaikan dengan
karakteristiknya mengacu pada standar.
Klasifikasi jenis kebakaran terdapat dua versi standar yang sedikit agak
berbeda. Klasifikasi jeniskebakaran menurut standar inggris yaitu LPC (
Loss Prevention Commitee ) yang sebelumnya adalah FOC ( Fire Office
Commitee ) menetapkan klasifikasi kebakaran dibagi kelas A, B, C, D,
Pengklasifikasian jenis kebakaran yang didasarkan menurut jenis
material yang terbakar seperti dalam tabel 1.

TABEL 1
KLASIFIKASI KEBAKARAN
Standar Amerik ( NFPA ) Standar Inggri ( LPC )
Kelas Jenis Kebakaran Kelas Jenis Kebakaran
A Bahan padat kecuali A Bahan padat kecuali
logam, seperti logam, seperti kayu,arang,
kayu,arang, kertas, kertas, tekstil, plastik dan
tekstil, plastik dan sejenisnya
sejenisnya
B Bahan cair dan gas B Bahan cair seperti, bensin,
seperti, bensin, solar, solar, minyak tanah, dan
minyak tanah, aspal, sejenisnya
gemuk alkohol, gas
alam, gas LPG, dan
sejenisnya
C Peralatan listrik yang C Bahan gas seperti gas
bertegangan alam, gas LPG

Trainers Management Indonesia | 20


D Bahan logam seperti : D Bahan logam, seperti:
magnesium, magnesium,
alumunium,kalium dan alumunium,kalium dan lain
lain lain lain
E E Peralatan listrik yang
bertengangan

*) Dalam standar NFPA bahan cair dan gas digolongkan dalam klas
yang sama sedangkan menurut British klasifikasinya dibedakan
Klasifikasi kebakaran di idonesia mengacu standar NFPA, yang dibuat
dalam peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi.
Sifat sifat dari masing masing klasifikasi kebakaran diatas adalah :
 Klas A, terbakar sampai bagian dalam atau terdapat bara,
 Klas B ( Cair ), terbakar pada permukaan
 Klas B ( Gas ), terbakar pada titik gas mengalir,
 Klas C atau Klas E menurut standar British adalah ditinjau dari
aspek bahaya terkena aliran listrik bagi petugas
 Klas D, pada kebakaran logam akan bertemperatur tinggi,
sehingga bila dipadamkan dapat terjadi peledakan karena
perubahan fase media pemadam menjadi gas.
5. Jenis jenis media pemadam kebakaran
Pertimbangan pertama dalm merencanakan sistem proteksi kebakaran
adalah klasifikasi potensi resiko bahaya ( hazard ) dari jenis hunian yang
akan dilindungi yang ditinjau dari beberapa aspek antara lain klasifikasi
potensi bahaya, tingkat vitalitas, jenisbahan dan peralatan, jumlah dan
sifat penghuni, pertimbangan klasifikasi ini sebagai dasar menentukan
sistem instalasi yang sesuai.
Media pemadam kebakaran yang umum digunakan adalah air, karena
mempunyai efek pendinginan yang baik, mudah diperoleh, mudah dan
dapat dirancang dengan teknik teknik tertentu, sistem instalasi dapat
dirancang permanen dan dirancang otomatik dan desain bentuk
pancaranya dapat bervariasi antara lain pancaran jet, spray, fog,
( embun).

Trainers Management Indonesia | 21


Media pemadam air tidak dapat digunakan secara efektif dan aman untuk
semua jenis kebakaran. Jenis jenis media pemadam kebakaran selain air
antara lain berbentuk busa ( foam ) serbuk kimia kering ( dry cemical
powder ), carbon dioksida, inergent, halocarbon, dan lain lain. Masing
masing dari jenis media pemadam tersebut memiliki keunggulan dan
kekurangan tertentu.
Sistem klasifikasi membedakan karakteristik setiap jenis bahan yang
terbakar dikaitkan pemilihan jenis media pemadam yangefektif daya
pemadamnya dankeselamatan bagi petugas yang melakukan pemadam,
dan menghindarkan kerusakan peralatan dan material akibat penerapan
media pemadam yang digunakan.
Dengan memahami kasifikasi kebakaran dan karakteristik tiap jenis media
pemadam kebakaran, maka dapat ditentukan jenis media pemadam yang
sesuai. Jenis jenis media pemadam kebakaran dan aplikasinya seperti
contoh dalam tabel 2
Sistem peralatan kebakaran dapat dirancang dalam bentuk peralatan
tabung bertekanan ( portable ) atau dalam bentuk sistem instalasi
pemadam fixed sistem antara lain : sistem hidran ( water hydrant ) sistem
springkler ( water springkler ), dan instalasi khusus lainnya dengan media
busa, serbuk kimia, CO2, halon dan sebagainya yang dapat dirancang
secara manual, semi otomatik, full otomatik ntegrated system.
Tipe rancangan instalasi pemadam kebakaran sistem permanen dapat
dirancang otomatik sistem perlindungan lokal atau sistem perlidungan
total dengan pancaran serentak ( total flooding )
TABEL 2
JENIS MEDIA PEMADAM KEBAKARAN DAN APIKASINYA

Trainers Management Indonesia | 22


Dari data analisis media pemadam kebakaran untuk ruangan khusus
yang menyipan bahan dan material berharga yang paling sesuai adalah
jenis clean agent.
6. Media pemadam api jenis halokarbon ( halon ),
Adalah bekerja secara kimia memotong rantai reaksi pembakaran yaitu
mengikut unsur unsur carbon dan hydrogen yang berdiri bebas,dan sifat
ikatanya sangat kuat sehingga akan menghentikan akan menghentikan
rantai reaksi pembakaran secara kimia sifat lain yang dimiliki pada bahan
halogen adalah bersifat radikal sehingga akan bereaksi secara berantai.
Halon 1211 ( CF2 CI Br )meengandung unsur halogen F, CI, Br , dapat
diterangkan proses reaksinya bahwa F, CI, Br memiliki sifat radikal.
Contoh reaksi Br* dengan unsur hydrogen bebas ( H* ) dalam nyala api
akan menjadi hidrogen Bromide ( HBr* ) pada fase reaksi berikutnya akan
muncul kembali Br yang bebas seperti dalam reaksi sebagai berikut.
H* + Br* HBr
HO* + HBr* H2O + Br*
Br* + RH* HBr* + R* ( Regeneration )
Rantai reaksi F* dengan unsur hydrogen ( H* ) dari bahan bakar adalah
akan menjadi hydrogen florida ( HF* )
R-H + F* R* + HF*
HF* + OH* H2O + F*

Trainers Management Indonesia | 23


Rantai reaksi Br* dengan unsur carbon ( C ) dari bahan bakar adalah
akan menjadi hydrogen Bromide ( CH2Br* )
R-CH* + Br* + HOO R* + CHBr* + CHBr*
CHBr* + HOO H2O + Br*
Rantai reaksi CI* dengan unsur carbon ( C* ) dari bahan bakar akan
membentuk Carbontetraclorida ( CCI4 ) atau gas Posgene yang sangat
beracun.
Dari gambaran reaksi media halocarbon diatas, bahwa bahan halogen
bereaksi secara berantai dimana selalu muncul sifat inilah yang membuat
daya pemadaman menjadi sangat efektif.
7. Media pemadam kebakaran jenis Cleant Agent.
Media pemadaman jenis cleant agent sesuai persyaratan standar harus
memenuhi beberapa kriteria antara lain :
 Bersih tidak meninggalkan berkas noda
 Tidak konduktif
 Tidak korosif

Media pemadam kebakaran jenis cleant agent sebagai alternatif


pengganti halon adalah seperti dalam tabel 3 yang di publikasikan
dalam NFPA 2001.

TABEL 3

Media Pemadam Clean Agent

( Dikutip dari NFPA 2001 )

Trainers Management Indonesia | 24


Jenis jenis media pemadam kebakaran cleant agent seperti dalam daftar
kabel 3 yang telah direkomendasikan sebagai alternatif pengganti halon
1211 dan halon 1301 bila dilihat dari unsur kimia yang terkandung pada
semua jenis bahan diatas masih menunjukkan adanya unsur halogen
yang patut dicurigai adanya efek racun ( Toxic ) yang dapat
membahayakan. Karena itu pertimbangan pertama adalah faktor toxic
dan lebih lanjut adalah kinerjanya.

8. Analisis penerapan cleant agent sebagi alternatif pengganti halon


1301

8.1. Faktor bahaya keracunan

Dalam standar NFPA 2001 diinformasikan adanya efek bahaya


dalam tingkat konsentrasi tertentu pada setiap jenis media cleant
agent tersebut sebagai dalam daftar tabel 4 terdapat 2 jenis media
pemadam yang menunjukkan doses konsetrasi ( LC 50 ) yang dinilai
paling aman dibandingkan dengan yang lainya yaitu :

FC-3-1-10 dan HFC-227 ea

Trainers Management Indonesia | 25


Bila membandingkan angka level effect HFC-227ea dengan
konsentrasi 9% telah teramati adanya pengaruh secara psikologis,
lebih rendah bila dibandingkan FC-3-1-10 dimana pegaruh
psikologis mulai teramati setelah lebih dari 40% maka FC-3-1-10
adalah yang dipilih.

8.2. Tingkat Kinerja

Prinsip penerapan media cleant agent dalah berdasarkan prinsip


persamaan keseimbangan reaksi kimia. Suatu proses reaksi kimia
akan sempurna apabila terpenuhi proes keseimbangan reaksinya

Data percobaan tingkat kinerja media cleant agent seperti yang


dipublikasikan dalam NFPA 2001 seperti dalam daftar tabel 5 dan
tabel 6

Trainers Management Indonesia | 26


Tigkat konsentrasi total flooding quantity ( W/N ) seprti dalam tbel 5
jenis media halon 1301 dan HBFC 22B1 menunjukan diantaranya
yang paing efektif tetapi jenis ini telah dieleminir karena halon1301
mengandung zat perusak ozon ( ODP = 10 ) dan HBFC tingkat
kadar racunnyalebih berbahaya.

Trainers Management Indonesia | 27


Dengan membandingkan antara HFC 227ea FC-3-1-10 ternyata
yang lebih efektif dan tingkat bahayany lebih rendah FC-3-1-10

Berdasarkan tinjauan daari berat molekulseperti pada daftar tabel 7,


FC-3-1-10 lebih berat dibandingkan dengan jenis lainnya dan secara
teori persamaan reksi kimia bahwa berat sebelum dan sesudah
bereaksi akan tetapikonstan maka bera molekul yang lebih besar
akan mereakskan jumlah yanglebih banyak.

Berdasarkan data sifat bahaya yang ada tingkat efektifitas knerjanya


baik berdasarkan konsentrasi inerting ( V/V ) konsentrasi total
flooding seperti pada daftar tabel 4, tabel 5 dan 6, maka dapat
dsimpulkan jenis media alternatif pegganti halon 1301 yang ideal
adalah FC-3-1-10

9. Klasifikasi Hunian
Faktor faktor yang mempengaruhi sifat dan gejala kebakaran dan tingkat
resiko bahaya antara lain di pengaruhi oleh faktor faktor antara lain :
1. Peruntukan bangunan / jenis kegiatan
2. Jenis kontruksi bangunan
3. Bahan bahan yang disimpan diolah atau dikerjakan
4. Karakteristik penghuni
5. Lingkungan
Atas dasar pertimbangan faktor faktor tersebut diatas tingkat resiko
bahaya kebakaran dapat dikelompokkan atau di Klasifikasikan
berdasarkan jenis hunian.
Pertimbangan dalam perencanaan sistem proteksi kebakaran didasarkan
atas klasifikasiresiko bahaya kebakaran jenis hunian yang akan
dilindungngi.
Klasifikasi hunian ataujenis usaha ditinjau dari resiko bahaya kebakaran
dibagi dalam tingkatan kategori sebagai berikut :
 Hunian bahaya kebakaran ringan
 Hunian bahaya kebakaran sedang ( kategori I, II,dan III )
 Hunian bahaya kebakaran berat

Trainers Management Indonesia | 28


Jenis jenis hunian menurut klasifikasi tersebut diatas lihat dalam lampiran
keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep 186/Men/1999.

E. SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN

1. Konsep sistem proteksi kebakaran


Penerapan sistem proteksi kebakaran atau sumber daya yang di
rencanakan untuk mengantisipasi bahaya kebakaran, yang harus
direncanakan sesuai dengan tingkat resiko bahaya pada hunian yang
bersangkutan. Pada bagian diatas tela dipahami bagian klasifikasi tingkat
resiko bahaya kebakaran.
Perencanaan sistem proteksi kebakaran yang direncanakan ada 3 sistem
strategi yaitu :
 Sarana proteksi kebakaran aktif yaitu berupa alat atau instalasi
yang dipersiapkan untuk mendeteksi dan memadamkan kebakaran seperti
sistem deteksi dan alarm, APAR, hydrant, springkler, house rell, dll.
 Sarana proteksi pasif yaitu berupa alat sarana atau metoda
mengendalikan penyebaran asap panas dan gas berbahaya bila terjadi
kebakaran seperti sistem kompermentasi, treatment, atau clotting fire
retardant sarana pengendali asap sarana evakuasi sistem pengendali asap
dan api alat bantu evakuasi dan resceu.
 Fire safety manajement

2. Sistem Deteksi Dan Alarm Kebakaran

Strategi yang pertama dalam menghadapi bahaya kebakaran adalah


berpacu dengan waktu api yang masih awal lebih mudah dipadamkan
dibandingkan yang telah lama terbakar karena itu perlu adanya ssistem
pendeteksian dini dan sistem tanda bahaya serta sistem komunikasi
darurat

Kentuan yang diwajibkan adanya sistem deteksi dan alarm antara lain
disebutkan dalam peraturan khusus EE, peraturan khusus K dan
Kepmenaker No. 186/Men/1999 secara umum menyebutkan sbb:

Trainers Management Indonesia | 29


Harus diadakan penjagaan terus menerus
selama 24 jam termasuk hari libur sehingga
apabila terjadi kebakaran dapat segera diatasi.

Dengan perkembangan teknologi, peran penjagaan tempat kerja dapat


digantikan dengan memasang sistem instalasi deteksi dan alarm
kebakaran otomatik. Apabila instalasi alarm kebakaran otomatik mengabil
alih peran tersebut, maka untuk menjamin kehandalan sistem tersebut
diharuskan mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri
Tenaga Kerja No 02/Men/1983.

Kualifikasi sistem alarm:

 Manual
 Otomatik (Semi Addressable atau fully addressable)
 Otomatik integrated system (deteksi, alarm, dan pemadam)

Komponen sistem alarm kebakaran otomatik terdiri dari:

 Detektor dan tombol manual (input signal)


 Panel indikator kebakaran (sistem control)
 Alarm audible atau vidible ( Signal output)

Trainers Management Indonesia | 30


Gambar 10

Diagram sistem instalasi alarm kebakaran otomatik

Penjelasan : Dektor, adalah alat untuk mendeteksi kebakaran secara


otomatik, yang dapat dipilih tipe yang sesuai dengan karakteristik
ruangan, diharapkan dapat mendeteksi secara cepat akurat dan tidak
memberikan informasi palsu.

Jenis-jenis dektor berdasarkan cara kerjanua antara lain:

 Dektor panas (tipe suhu tetap dan tipe kenaikan suhu)


 Dektor asap (tipe foto elektrik dan ionisasi)
 Dektor nyata (tipe ultra violet dan infrared)

Dektor dipasang ditempat yang tepat sehingga memiliki jarak pengindraan


yang efektif sesuai spesifikasinya.

 Tomol manual, adalah alat yang dapat dioperasikan secara


manual yang dilindungi dengan kaca yang dapat diaktifkan secara
manual dengan memecahkan kaca terlrbih dahulu, apabila ada
uang melihat kebakaran tetapi dektor otomatik belum bekerja.

Trainers Management Indonesia | 31


 Panel kendali, adalah pusat pengendali sistem deteksi dan alarm,
yang dapat mengindikasi status stanby normal, dan mengaktifkan
alarm tanda kebakaran. Pada panel kendali dapat diketahui alamat
atau lokasi datangnya panggilan dekektor yang aktif atau tombol
manual yang diaktifkan.
 Signal alarm, adlah indikasi adanya bahaya kebakaran yang
dapat didengar berupa bell bordering, sirine, atau yang dapat dilihat
(visible alarm) berupa lampu.
 Sistem instalasi alarm kebakaran otomatik, dapat
diintegrasikan dengan peralatan yang ada didalam bangunan yang
bersangkutan antara lain dengan lift, AC, pressurixed fan, indikator
aliran sistem springkler, dll.

Peryaratan sesuai Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 02/Men/1983

 Sistem alarm kebakaran otomatik pengendalian administrative


harus ada gambar yang disahkan dan memiliki akte pengawasan
 Harus dilakukan pemeriksaan dan pengujian secara teratur
 Setiap kejadian harus dicatat dalam log book
 Sistem deteksi, alarm dan pemadam integrated harus memiliki ijin.

3. Alat Pemadam Api Ringan

Referensi Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per


04/Men/1980

Alat pemadam api ringan, direncanakan untuk memadamkan api


pada awal kebakaran. Desain konstruksinya dapat dijinjing dan mudah
dioperasikan oleh satu orang.

Syarat pemasangan-pemasangan alat pemadam api ringan:

 Ditempat yang mudah dilihat dan mudah dijangkau, mudah diambil


(tidak diikat mati atau digembok)
 Jarak jangkauan maksimum 15m
 Tinggi pememasangan 125 cm

Trainers Management Indonesia | 32


 Jenis media dan ukurannya harus sesuai dengan klasifikasi
kebakaran dan beban api
 Secara berkala harus diperiksa
 Media pemadam harus diisi ulang sesuai batas waktu yang
ditentukan
 Kekuatan konstruksi tabung harus diuji padat dengan air sesuai
ketentuan.

Jenis-jenis media pemadam telah dibahas pada bagian sebelumnya,


setiap jenis alat pemadam api ringan memiliki daya kemampuan untuk
memadamkan api jenis dan ukuran tertentu. Untuk menilai kemampuan
pemadam dilakukan pengujian secara laboratoris dengan mengacu
standar pengujian klasifikasi dan rating.

Pengujian rating A, digunakan standar uji kayu dengan klasifikasi tertentu.


Hasil pengujian kelas A dinyatakan dengan notasi:
1A,2A,3A,4A,6A,10A,20A dan 40A. Nilai 1A setara dengan 5 liter air, 2A
setara dengan 10 liter dan seterusnya.

Penguji rating B, digunakan standar uji cairan dengan ukuran luas


tertentu. Hasil pengujian kelas A dinyatakan dengan notasi:
1B,2B,3B,6B,10B,20B dan 40B, nilai 1B dengan ukuran luas bujur
sangkar 475 mm x 475 mm, nilai 2B, 3B seterusnya adalah perkalian dari
luas 1A.

Pengijian rating C, adalah pengujian konduktivitas listrik dengan standar


uji disemprotkan pada sasaran yang bertegangan 10.000 Volt dengan
jaram 10 mm tidak terindikasi adanya arus listrik. Pada pengujian kelas C
tidak diberikan angka rating.

Tidak semua tabung alat pemadam api ringan, dilengkapi dengan label
klasifikasi ratingnya karena itu dapat menggunakan petunjuk daftar
perkiraan kemampuannya seperti pada tabel.

Seseorang pegawai dituntut memiliki kemampuan untuk menentukan


jenis dan ukuran APAR setelah mempertimbangkan keadaan setempat.
Trainers Management Indonesia | 33
Catatan khusu, Hal yang harus anda perhatikan adalah jenis dan tipe
konstruksinya, yaitu: tipe stired pressure atau tipe gas cartridge. Dalam
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per/04/Men/1980
terdapat petunjuk pemeriksaan dan penguji yang dapat menyesatkan,
yaitu tidak semua jenis APAR dapat diperiksa dengan membuka tutup
kepalanya. Yang dapat dilakukan dengan cara ini adalah jenis tabung tipe
gas catridge.

4. Hydrant

Hydrant adalah instalasi pemadam kebakaran yang dipasang permanen


berupa jaringan perpipaan berisi air bertekanan terus menerus yang siap
untuk memadamkan kebakaran.

Komponen utama sistem hydrant terdiri dari:

 Persedian air yang cukup


 Sistem pompa yang handal, pada umumnya terdiri dari 3 macam
pompa yaitu: pompakockey, pompa utama dan pompa cadangan
 Siamase connection atau sambungan untuk mensuplai air dari mobil
kebakaran
 Jaringan pipa yang cukup
 Slang dan nozzle yang cukup melindungi seluruh bangunan.

Gambar II

Skematik instalasi hydrant

Perencanaan instalasi hydrant harus memenuhi ketentuan standar yang


berlaku dan perhitungan harus memenuhi ketentuan standar yang berlaku
dan perhitungan hydrolik kebutuhan debit air dan tekanan ideal sesuai
klasifikasi bahahya pada bangunan atau obyek yang dilindungi.

Beberapa kriterian dasar untuk perencanaan hydrant antara lain sbb:

Trainers Management Indonesia | 34


Kriteria Klasifikasi Sistem Hydrant
Klas I Klas II Klass III
Debit air 500 US GPM 500 US GPM 500 US GPM
minimal
Tekanan pada 4,5 – 7 4,5 – 7 4,5 – 7 kg/Cm2
nosel terjauh kg/Cm2 kg/Cm2
Ukuran selang 1 ½ inc 2 ½ inc 1 ½ inc dan 2 ½
inc
Waktu 45 menit 60 menit 90 menit

Standar persyaratan titik hydrant adalah didasarkan klasifikasi resiko


bahaya jenis hunian:
Resiko ringan : Luas 1000-2000 m2, 2 titik hydrant dan tambah 1 titik
setiap 100 m2.
Resiko sedang : Luas 800-1600 m2, 2 titik hydrant dan ditambah 1 titik
setiap 800 m2
Resiko Berat : Luas 600-1200 m2, 2 titik hydrant dan ditambah 1 titik
setiap 600 m2
Untuk menjamin kesesuaian terhadap ketentuan dan persyaratan teknis,
setiap perencaan dan pemasangan instalasi hydrant dikendalikan secara
administrative melalui pemeriksaan, pengujian dan pengesahan.

5. Springkler
Pengertian springkler, adalah instalasi pemadam kebakaran yang
dipasang secara permanen untuk melindungi bangunan dari bahaya
kebakaran yang akan bekerja secara otomatis memancarkan air, apabila
tekena panas pada temperature tertentu. Dasar perencanaan sistem
springkler mampu menyerap kalor yang dihasilakn dari bahan yang
terbakar dengan mengacu pada standar klasifikasi hunian.
Klasifikasi hunian : ringan, sedang (I,II,III), berat, khusus.
Variabel : peraturan banunan, jumlah dan sifat penghuni, konstruksi
bangunan, flammability dan quantity material (fire loads)
Standar desain : ukuran kepala springkler dan kepadatan pancaran.

Trainers Management Indonesia | 35


Komponen utama sistem springler terditi dari: persedian air, pompa,
Siamese connection, jaringan pipa, kepala springkler

Gambar 12

Diagram sistem springkler

Klasifikasi kepala springkler


Standar ukuran kepala springkler sesuai klasifikasi hunian
 Ringan : 10 mm – 3/8 in
 Sedang : 15 mm – ½ in
 Berat : 20 mm – 17/32 in

Standar kode warna dan suhu kerja kepala springkler


Jingga 53oC Merah 68oC
Kuning 79oC Hijau 93oC
Biru 141oC Ungu 182oC
Hitam 201 – 260 oC

Trainers Management Indonesia | 36


Gambar 13

Kepala Springkler

Syarat teknis perencanaan instalasi springkler berpedoman pada


perhitungsn hydrolik kebutuhan tekanan dan debit air (kepadatan
pancaran) sesuai klasifikasi bahaya pada bangunan atau obyek yang
dilindungi.

Tekanan kerja maka pada kepala springkler 10 kg/cm 2 dan minmal 0,9 –
2,2 kg/cm2

Kapasitas aliran maka pada kepa springkler seperti pada tabel


Tekanan Kapasitas Aliran (Q : gpm)

(Psi) 3/8’’ ½’’ 17/32’’

10 9 13 25

15 11 22 32

20 13 25,5 36

25 14,5 28,5 40

30 17 34 47

50 20 40 56,5

75 25 49,5 69

Trainers Management Indonesia | 37


100 28,5 57 60

 Perhitungan hydrolik kepadatan pancaran

Gambaran 14
Desainer pancaran springler

6. Sarana Evakuasi
 Evakuasi, adalah usaha menyelamatkan diri sendiri dari tempat
bahaya menuju ketempat yang aman.
 Sarana evakuasi, adalah sarana dalam bentuk konstruksi dari
bagian bangunan yang dirancang aman sementara (minimal 1 jam)
untuk jalan menyelamatkaPn diri bila terjaadi kebakaran bagi
seluruh penghuni didalamnya tanpa dibantu orang lain.
 Ketentuan hukum (Peraturan Khusu EE)
Setiap tempat kerja harus tersedia jalan selain pintu keluar-masuk
utama untuk menyelamatkan diri bila terjadi kebakaran. Pintu
tersebut harus membuka keluar dan tidak boleh dikunci.

Petunjuk arah evakuasi harus terlihat jelas pada wakty keadaan


gelap.
 Perhitungan teknis
- Percocbaan rate of flow 40 orang/menit

Trainers Management Indonesia | 38


- Standar waktu evakuasi 2 , 2 ½, 3 menit sesuai klasifikasi bahaya
ringan,
sedang, berat.
- Lebar lift Exit 21 inchi
 Berapa unit exit yang dibutuhkan untuk mengevaluasi orang
sebanyaj 350 orang dalam waktu 2 ½ menit

Jumlah orang dibagi 40 kali 2 ½ menit


350/40 x 2 ½ = 3 ½ Unit Exit
Bila hasilnya pecah harus dibulatkan keatas, seperti pada contoh
diatas harus menjadi 4 unit exit
 Untuk menjamin keamanan minimal 1 jam makan konstruksinya
harus dirancang tahan api dan dilengkapi sarana pengendalian
asap dengan tekanan udara positif (pressurized fan )
7. Kompartementasi
Metode oengaturan tata ruang untuk menghambat perjalan kebakaran ke
bagian lain. Metode dapat menerapkan jarak tertentu atau dengan dinding
pembatas dan mengatur posisi bukaan tidak saling berhadapan
Ref peraturan khusu EE dan K
Tempat kerja harus dibagi menurut jenis dan sifat pekerjaanya.
Daerah untuk menyimpat atau mengolah bahan yang dapat
meledak atau terbakar harus terpisah dengan ruangan yang
menggunakan alat yang dapat menimbulkan panas.
Jarak aman harus diperhitungkan agar apabila terjadi kebakaran
tidak mudah merambat ketempat lain.
Bukaan antara bangunan agar tidak saling berhadapkan.
Sistem kompartementasi juga dapat dengan cara dibatasi dengan
tembok yang tahan api.

8. Sistem Pengendalian Asap Dan Panas


Asap dan gas pada waktu kejadian kebakaran adalah salah satu dampak
kebakaran yang sangat membahayakan bagi manusia. Kecendrungan
asap dan gas akan menyebar keatas, karena itu terutama pada gedung

Trainers Management Indonesia | 39


bertingkat harus direncanakan sedemikian rupa. Jalur atau bukaan vertical
merupakan cerobong asap, karena itu harus ada sistem mekanik yang
dapat mengendalikan asap dan gas.
Pada bangunan gedung dengan sistem AC sentral, apabila terjadi
kebakaran akan menyebarkan asap keseluruh ruangan. Karena itu harus
ada sistem deteksi asap yang dapat mengkontrol mekanik penutup asap
(smoke damper) dana tau mematikan AC sentra.

9. Pressurized Fan
Pada ruangan atau pada bagian proses yang terdapat emisi gas atau uap
dapat terbakar, perlu adanya sistem mekanik pressurized fan untuk
memecah konsentrasi uap berada dibawah flammable range, sehingga
terhindar dari resiko penyalaan.

Gambar 15
Sistem Pressurized Fan
10.Tempat Penimbunan Bahan Cair Atau Gas Mudah Terbakar
Tempat ( tangki) penimbunan bahan cair yang mudah terbakar harus
ditempatkan diluar bangunan dengan jarak tertentu dari bangunan di
sekitarnya. Tangka penimbunan diatas tanah harus dilindungi dengan
tanggul di sekelilingnya untuk membatasi meluasnya cairan bahan mudah
terbakar tersebut apabila terjadi kebocoran.

Trainers Management Indonesia | 40


Persyasaratan kapsitas pelindung untuk melindungi 1 tangki minimal
mampu menampung 80% dari kapasitas tangki, apabila 2 tangki minial
60% dan bila lebih dari 3 tangki minimal 40%. Seperti gambar.

Gambar 16

Sistem pelindung tangki

Persediaan bahan bakar cadangan didalam ruangan harus dibatasi


maksimal 20 liter dengan tempat yang tidak mudah terbakar dan ditutup.
Tempat ( tangki ) penimbunan bahan gas yang mudah menyala harus
ditempatkan diluar bangunan dengan jarak tertentu dari bangunan
disekitarnya. Tangki penimbun diatas tanah harus dilindungi dengan water
spray sistem yang dapat kerja otomatik untuk membatasi meningkatnya
suhu yang dapat menyebabkan tangki meledak.
Water spray sistem bukan ditujukan untuk memadamkan api, tetapi untuk
mendiginkan tangki agar tidak meledak karena peningkatan tekanan akibat
paparan panas dari luar.
Kasus ledakan tangki gas cair yang mendidih mengalami dua kejadian
ledakan. Ledakan pertama adalah secara fisika karena dinding tabung
tidak mampu menahan tekanan. Ledakan yang kedua adalah secara kimia
oksidasi eksotermal. Kasusini dikenal dengan istilah BLEVE yaitu Bolling
Liquid Expanding Vapor Explosion seperti ilustrasi pada gabar dibawah.

Trainers Management Indonesia | 41


Gambar 17
Ilustrasi Ledakan Tangki Gas

Gambar 18
Proteksi Tangki Gas

F. MANAJEMEN PENANGGULANGAN KEBAKARAN


1. Konsep manajemen penanggulangan kebakaran
Konsep pmanajemen penanggulangan kebakaran berdasarkan pendekaan
teknik dengan mencermati fenomena kebakaran, adalah mencakup semua
aktifitas dari pra kondisi sampai dengan pasca keadian seperti ilustrasi
pada gambar
PRE FIRE CONTROL
 Identifikasi potensi bahaya kebakaran
 Identifikasi tingkat ancaman bahaya kebakaran
 Identifikasi skenario
 Perencanaan tanggap darurat
 Perencanaan sistem proteksi kebakaran

Trainers Management Indonesia | 42


 Pelatihan
IN CASE FIRE CONTROL
 Deteksi alam
 Padamkan
 Lokalisir
 Evakuasi
 Rescue
 Amankan
POST FIRE CONTROL
Setiap terjadi kebakaran baik besar maupun kecil termasuk hampir
terbakar harus dilakukan langkah :
INVESTIGASI ANALISIS REKOMENDASI
REHABILITASI
Penerapan manajemen K3 pendekatan :
 Pendekatan hukum : K3 merupakan ketentuan
perundangan yang bersifat wajib
 Pendekatan ekonomi : K3 mencegah kerugian
dan meningkatkan produktivitas
 Pendekatan kemanusiaan : kecelakaan
menimbulkan penderitan bagi korbn dan K3 melindungi pekerja dan
masyarakat.
2. Rujukan
 undang-undang No 1 tahun 1970 tentang
keselamatan kerja
 peraturan Menteri Tenaga Kerja No.Per
04/Men/1987 tentang P2K3
 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per
05/Men/1996 tentang SMK3
 Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep
186/Men/1999 Tentang Unit penanggulangan kebakaran ditempat kerja
3. Untuk menangani masalah K3 peanggulangan
kebakaran diperlukan adanya petugas, atau unit organisasi yang
bertanggung jawab terhadap usaha pencegahan kebakaran, pemeliharaan

Trainers Management Indonesia | 43


sistem proteksi kebakaran dan melakukan usaha pemadaman pertolongan
korban dan penyelamatan harta benda apabila terjadi kebakaran.
4. Tempat kerja yangberpotensi bahaya
kebakaran tinggi mutlak diperlukan adanya unit khusus yang mengelola
masalah kebakaran secara manajerial ( Fire Safety Manajemen ).
F. SISTEM TANGGAP DARURAT
Keadaan darurat adalah situasi/kondisi/kejadian yang tidak normal
beberapa cirinya adalah :
 Terjadi tiba-tiba
 Mengganggu kegiatan /organisasi/komunikasi
 Perlu segera ditanggulangi karena keadaan darurat dapat berubah
menjadi bencana ( Disaster ) yang mengakibatkan banyak korban atau
kerusakan.
Jenis- jenis keadaan darurat
Naural Hazard ( Bencana alamiah )
 Banjir
 Kekeringan
 Angin topan
 Gempa
 Petir
Technologycal Hazard ( Kegagalan Teknis )
 Pemadaman listrik
 Bendungan bobol
 Kebocoran nuklir
 Peristiwa kebakaran/ledakan
 Kecelakan kerja/lalu lintas
 Huru hara
 Perang
 Kerusuhan
Keadaan darurat kebakaran
Situasi dalam kejadian kebakaran pada suatu bangunan akan melibatkan
semua orang yang ada dalam bangunan yang terbakar, semua orang
merasa terancam dalam bahaya dan ingin menyelamatkan diri masing-
Trainers Management Indonesia | 44
masing. Ada kalanya yang sudah keluar ditempat yang aman ada
kemungkinan masuk kembali. Apabila ada orang yang asing (
tamu/pengunjung) mereka yang tidak familier dengan lingkungan setempat.
Mengatasi situasi panik dapat dilakukan dengan cara latihan harus ada
skenario yang baku dan diulang ulang.
Sistem tanggap darurat penanggulangan kebakaran tertuang dalam buku
panduan yang berisikan siapa berbuat apa.
Penyussunan FEP harus dikerjakan oleh tim yang melibatkan semua unsur
manajemen tetapi tidak terlalu banyak orang dan muatan FEP harus
memuat uraian lengkap terintegrasi dalam manajemen secara menyeluruh.
Tahapan perencanaan keadaan darurat, sbb :
1. Identisikasi bahaya dan penaksran resiko
2. Penakaran sumber daya yang dimiliki
3. Tinjau ulang rencana yang telah ada
4. Tentukan tinjau dan lingkup
5. Pilih tipe perencanaan yang akan dibuat
6. Tentukan tugas tugas dan tanggung jawab
7. Tentukan konsep operasi
8. Tulis dan perbaiki

Kerangka FEP
1. Rencana dasar
 Pendahuluan
 Tujuan, kebijakan dan dasar hukum
 Ruang lingkup
 Konsep operasi darurat
 Organisasi dan uraian tugas
 Distribusi
2. Pencegahan
 Kebijakan K3 Umu
 Kebijakan pencegahan kebakaran
 Tujuan K3 Umum
 Inspeksi/kontrol
 P2K3
Trainers Management Indonesia | 45
3. Persiapan darurat
 Program pelatihan
 Pelaksanaan pelatihan
 Fasilitas, pasokan dan peralatan
 Ke Sistem informasi
4. Tanggap darurat
 Komunikasi darurat untuk tim inti
 Komunikasi darurat untuk umum
 Evakuasi
 Koordinasi dengan instansi terkait
5. Pemulihan
 Penjelasan umum
 Tim pemulihan
 Investigasi
 Analisis
 Perhitungan kerugian
 Rehabilitasi

G. PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN


( Ref. Instruksi Kepmenaker No. Inst 11/M/BW/1997 )
Instruksi Kepmenaker No.Inst 11/M/BW/1997, memuat perintah kepada
jajaran pengawasan K3 penanggulangan kebakaran dengan dilengkapi
petunjuk teknis dan formulir contoh bentuk surat laporan pemeriksaan
pengujian serta bentuk pengesahan nya.
Kegiatan secara teknis hanya dapat dilakukan oleh pegawai pengawas
spesialis, namun semua pegawai pengawas minimal mengetahui prosedur
secara adminitrasinya.

Trainers Management Indonesia | 46


DAFTAR PUSTAKA

1 HIMPUNAN PERATURAN PERUNDANGAN K3


2 PER. MENTERI TENAGA KERJA NO PER 04/MEN/1980
3 PER. MENTERI TENAGA KERJA NO PER 02/MEN/1983
4 KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA NO KEP. 186/MEN/1999
5 INSTRUKSI MENAKER NO INST.11/M/BW/1997
6 PERATUAN KHUSUS EE
7 PERATURAN KHUSUS K
8 HIMPUNAN PEDOMAN K3 KONSTRUKSI BANGUNAN DAN
PENANGGULANGAN KEBAKARAN
9 Paul L. Kirk, Ph.D Fire Investigation, Paul L. Kirk, Ph.D & Associates
Berkeley, Californa 1969
10 Vollrath Hopp, Prof, Dr. Ing, Dasar – dasar teknologi kimia edisi Indonesia,
Cetakan Kedua, PT Intermasa Jakarta 1989
11 P. THIERY, FIREPROFING chemistry, technology, and applications,
APLAIED SCIENCE PUBLISHERS LTD, LONDON, 1970.

Trainers Management Indonesia | 47

Anda mungkin juga menyukai