TUMBUHAN
penting di dunia internasional. Sejumlah besar spesies spesies langka secara rutin
telah ditangkap dari alam dan dikirim ke seluruh penjuru dunia. Para ahli
perdagangan spesies tertentu dari flora dan fauna liar, yakni spesies yang
10
Tonny Soehartono dan Ani Mardiastuti, Pelaksanaan Konvensi CITES di Indonesia (Jakarta:
Japan International Cooperation Agency, 2003), h. 9
Konvensi ini didasari adanya kenyataan banyak terjadi perburuan terhadap spesies
CITES merupakan sebuah jawaban atas dua buah usaha yang dilakukan
dirancang untuk memastikan konservasi dari seluruh spesies dan hewan liar di
Afrika yang kegunaannya ditujukan untuk manusia, yang kedua adalah Konvensi
London tahun 1933 berkenaan dengan preservasi flora dan fauna di masing-
masing negaranya. 12
yang mengatur masalah eksploitasi kehidupan satwa liar yang dilakukan tanpa
perburuan atas spesies terancam yang terdapat di dalam anneks, pembatasan atas
untuk koleksi yang bersifat ilmiah, dan atas spesimen yang diperlukan sebelum
perjanjian tersebut berlaku dan mengikat. Dalam Konvensi London tahun 1933,
setiap impor atas spesies otoritas dalam teritori darimana spesies itu berasal.
11
Konvensi London tahun 1900 tidak pernah berlaku karena konvensi ini dianggap tidak
mencukupi batasan Minimal Negara yang mengidentifikasi oleh Negara yang menandatanganinya.
Sehingga konvensi ini tidak bertahan lama, hanya sampai Perang Dunia I.
12
Peter H. Sand, Whither CITES? The Evolution of a Treaty Regime in the Border land of
Trade and Environment, diakses dari world wide web: http://www.etil.org/journal/vol18/No1/art2-
03.html pada tanggal 9 September 2011
13
Ibid.
ekspor dan impor atas spesies terancam kemudian dicontoh dalam dua konvensi
regional, yaitu The Washington Convention on Nature Protection and Wild Life
penangkapan paus, yang terbentuk tahun 1946. Semua perjanjian ini lahir dari
adanya kesadaran bahwa populasi satwa liar secara drastis menurun akibat adanya
14
Ibid.
diperdagangkan.
Seruan IUCN ini secara tidak langsung mengarah kepada adanya permintaan
dilakukan di dalam/di sektor dari negara asal suatu spesies merupakan suatu
transit, dan impor dari spesies-spesies dan bagian tubuhnya yang langka dan
terancam akan kepunahan dalam sidang majelisnya tahun 1963 di Nairobi, Kenya.
Komite Legislasi dan Administrasi IUCN yang terdiri dari 125 negara mulai
bersama dengan PBB dan GATT. Di tahun yang sama IUCN yang berupaya
yaitu:
mengendalikan impor;
internasional melalui koalisi yang juga terbagi ke dalam dua blok utama, yaitu
Law Center di Bonn, Jerman Barat. Revisi rancangan tersebut dilakukan pada
para NGO dalam pembentukan CITES lebih besar dibanding negara. Rancangan
nasional yang diambil oleh setiap negara untuk mengurangi perdagangan dan
pada Agustus 1969 dan Maret 1971. Akan tetapi banyak negara yang tidak puas
dengan rancangan Maret 1971 termasuk yang sudah banyak terlibat dalam proses
pembentukan CITES.
bahwa perdagangan satwa harus dikontrol atau dilarang berdasarkan daftar spesies
terancam yang bersifat global, IUCN meresponnya dalam General Assembly ke-
1973.
Jika diuraikan, maka didapati ada empat hal pokok yang menjadi dasar
a. Perlunya perlindungan jangka panjang terhadap tumbuhan dan satwa liar bagi
manusia;
15
CITES, Artikel III, Washington DC, 3 Maret 1973
16
Walaupun CITES telah membuat mekanisme perlindungan namun implementasi dan
pembuatan hukum perlindungan tersebut diserahkan ke masing-masing negara anggota.
17
CITES, KONVENSI INTERNASIONAL PERDAGANGAN TSL, diakses dari world wide
web: http://www.ksda-bali.go.id/?p=314 pada tanggal 9 September 2011
c. Peran dari masyarakat dan negara dalam usaha perlindungan tumbuhan dan
perdagangan internasional.
setiap dua setengah tahun dalam acara yang disebut Conference of the Parties
(COP).
Resolution masih berlaku dan beberapa lainnya ada yang tidak relevan lagi untuk
Sampai COP ke-8 pada tahun 1992 telah dikeluarkan sebanyak 173
dengan peraturan apa yang dapat diberlakukan untuk suatu kasus tertentu. Pada
COP ke-10, sidang telah mereduksi jumlah resolusi menjadi 82 melalui proses
demikian, jumlah Decision CITES pada COP ke-11 masih sebanyak 144.
tersebut adalah Argentina, Belgia, Brazil, Kosta Rika, Cyprus, Denmark, Perancis,
Konvensi. Pada tanggal 21 Januari 2009, 175 negara telah bergabung menjadi
anggota Konvensi dimana Bosnia dan Herzegovina sebagai negara terakhir yang
yaitu: Andorra, Angola, Bahrain, East Timor, Haiti, Irak, Kiribati, Lebanon,
Pulau Faroe. 19
yang digunakan oleh CITES adalah mekanisme regulasi appendiks. Satwa dan
18
Tonny Soehartono dan Ani Mardiastuti, loc. cit.
19
CITES, diakses dari World Wide Web: http://en.wikipedia.org/cites pada tanggal 20 Juli 2011
jenis appendiks:
1. Apendiks I CITES
Appendix I yang memuat daftar dan melindungi seluruh spesies tumbuhan dan
satwa liar yang terancam dari segala bentuk perdagangan internasional secara
termasuk Appendix I yang ditangkap di alam bebas adalah ilegal dan hanya
diizinkan hanya dalam keadaan luar biasa, misalnya untuk penelitian, dan
bahwa ekspor spesimen dari spesies tersebut tidak merugikan populasi di alam
Indonesia, mamalia 37 jenis, Aves 15 jenis, Reptil 9 jenis, Pisces 2 jenis, total
63 jenis satwa dan 23 jenis tumbuhan. Jenis itu misalnya semua jenis penyu
Ada beberapa spesies yang masuk dalam Appendix I namun jika spesies
tersebut berasal dari negara tertentu akan menjadi Appendix II, Appendix III
masuk dalam Appendix I kecuali populasi dari Indonesia, Australia dan papua
2. Apendiks II CITES
Appendix II yang memuat daftar dari spesies yang tidak terancam kepunahan,
Apendiks II juga berisi spesies yang terlihat mirip dan mudah keliru dengan
jenis, Aves 239 jenis, Reptil 27 jenis, Insekta 26 jenis, Bivalvia 7 jenis,
Anthozoa 152 jenis, total 546 jenis satwa dan 1002 jenis tumbuhan (dan
beberapa jenis yang masuk dalam CoP 13). satwa yang masuk dalam
Dalam daftar kuota ekspor TSL alam tahun 2009 yang dikeluarkan oleh Dirjen
PHKA, jenis satwa yang masuk dalam Appendix II Cites dan tidak dilindungi
Beberapa jenis, walaupun tidak dilindungi namun tidak ada kuota tangkap dari
alam untuk ekspor karena sedang diusulkan untuk dilindungi maupun karena
populasinya sudah semakin menurun. Dari 104 spesies tersebut, yang paling
Appendix III yang memuat daftar spesies tumbuhan dan satwa liar yang telah
spesies. Spesies yang dimasukkan ke dalam Apendiks III adalah spesies yang
Spesies tidak terancam punah dan semua negara anggota CITES hanya boleh
melakukan perdagangan dengan izin ekspor yang sesuai dan Surat Keterangan
Asal (SKA) atau Certificate of Origin (COO). Di Indonesia saat ini tidak ada
melindungi satwa dan tumbuhan yang terancam punah, ada beberapa pengaturan
(negara penampung).
3. Sekretariat CITES:
perdagangan internasional
b. Pertemuan COP terjadi setiap 2-3 tahun sekali, dilaksanakan oleh salah
satu host country (any parties to CITES) dan berlangsung selama 2 minggu
delegasi dari seluruh negara anggota CITES hadir dalam pertemuan COP
dan setiap negara mempunyai satu suara dan hak voting yang sama.
observer.
b. Animal and Plant committee: terdiri dari 9 pakar yang dipilih dari
merupakan kelompok pakar yang direkrut dari anggota secara sukarela dan
usaha perlindungan spesies langka yang dilakukan oleh CITES lebih terarah.
175 Anggota
Nomenclature
Committee
Sekretariat
CITES
UNEP IUCN
GATT
WCMC
2003)
Ketentuan Umum peredaran specimen CITES untuk kegiatan komersial & non
semua pergerakan TSL lintas batas negara wajib disertai dengan dokumen
yang sah. Aturan ini berlaku untuk semua spesimen hidup atau mati, dan
dalam teritori suatu pihak selama spesimen tersebut masih dalam kontrol
pabean,
c. Spesimen milik pribadi atau barang rumah tangga (kekecualian ini tidak
diimpor kedalam negara tempat dia tinggal dan peraturan dinegara asal
Pengelola di negaranya.
Setiap perdagangan baik impor, ekspor atau re-ekspor spesies yang termasuk
re-ekspor dilakukan oleh negara yang bukan anggota, maka dokumen harus
diterbitkan oleh otorita yang setara dan berkompeten dalam negara tersebut
dokumen CITES, maka negara anggota harus mengambil tindakan yang sesuai
hal spesimen hidup disita, spesimen tersebut harus diserahkan kepada otorita
pengelola dari negara yang disita dan otorita pengelola setelah berkonsultasi
dengan biaya dari negara tersebut atau diserahkan ke rescue center atau tempat
8. Mekanisme Sanksi
Dalam Konvensi CITES tidak ada pasal yang khusus mengatur mengenai
sanksi, namun sebagai sanksi kepada para pihak dapat dikaitkan dengan
peringatan kepada pihak terkait atau dapat juga berupa pencabutan dana yang
kesepakatan.