• PP 7/1999 (Perlindungan) : menyebutkan LIPI sebagai otoritas keilmuan yang memberikan rekomendasi jenis
jenis masuk ke daftar dilindungi.
• PP 8/1999 (Pemanfaatan) : Pasal 65 (b) menyebutkan LIPI sebagai otoritas keilmuan
• PP 60/2007 (Konservasi Sumber daya Ikan): Pasal 53 (b) menyebutkan LIPI sebagai otoritas keilmuan
• Kepres 103/2001 tentang LPND mengukuhkan dengan menyebutkan (pada pasal 57) salah satu fungsi LIPI
adalah pemegang kewenangan ilmiah dalam keanekaragaman hayati
• Dasar kewenangan otoritas keilmuan terkait kuota ada di pasal 1, 6, dan 66 (2) PP 8/99 serta SK 447/2003
pasal 6 (2), 7 (5), 10 dan 11
• Pada CITES Res.Conf. 10.3 Designation and Role of the Scientific Authorities dibawah “Recommend” disebutkan
bahwa para pihak (negara anggota CITES) menunjuk otoritas keilmuan yang independen dari otoritas
pengelola → kelembagaan LIPI berada di luar Kementrian LHK
▪ SK KEPALA LIPI NO. 1973/2002: Pusat Penelitian Biologi LIPI sebagai Pelaksana Harian Otoritas Keilmuan (Scientific
Authority) dalam rangka konservasi TSL dan pelaksanaan CITES di Indonesia
▪ Peraturan LIPI Nomor 26 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Kewenangan Ilmiah dalam Keanekaragaman Hayati
(SKIKH)
▪ Keputusan Kepala LIPI Nomor 18/A/2020 tentang Sekretariat Kewenangan Ilmiah Keanekaragaman Hayati (SKIKH)
TUGAS OTORITAS KEILMUAN :
▪ Institusi pemegang otoritas keilmuan dalam berbagai aspek, seperti pemberian data dan
timbangan ilmiah dalam rangka konservasi keanekaragaman hayati, termasuk juga dalam
pelaksanaan konvensi internasional, seperti Convention on International Trade in Endangered
Species of Wild Fauna (CITES) dan Flora dan Convention on Biological Diversity (CBD).
▪ Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan
Satwa, PP No. 8/1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, serta PP No.
60/2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan, LIPI ditetapkan sebagai otoritas keilmuan
dengan wewenang:
1. Memberikan rekomendasi kepada otoritas pengelola tentang penetapan daftar klasifikasi, kuota
penangkapan dan perdagangan, termasuk ekspor, re-ekspor, impor, introduksi dari laut semua
spesimen tumbuhan dan satwa.
2. Memonitor ijin perdagangan, dan realisasi perdagangan serta memberikan rekomendasi
kepada otoritas pengelola tentang pembatasan pemberian ijin perdagangan tumbuhan dan satwa
liar karena berdasarkan evaluasi secara biologis pembatasan seperti itu perlu dilakukan.
3. Bertindak sebagai pihak yang independen memberikan rekomendasi terhadap konvensi
internasional di bidang konservasi tumbuhan dan satwa liar.
4. Memberikan rekomendasi pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar untuk keperluan penelitian
yang akan dibawa ke luar negeri.
Apa itu CITES?
▪ (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and
Fauna)
merupakan suatu bentuk kesepakatan negera-negara anggota untuk mengontrol
perdagangan hidupan liar secara internasional.
▪ Tujuan: Mencegah terjadinya kepunahan jenis-jenis tumbuhan dan satwa liar yang
dapat atau mungkin disebabkan oleh adanya kegiatan perdagangan internasional.
▪ Legality, traceability, sustainability
▪ Diselenggarakan dengan pengontrolan peredaran spesimen jenis-jenis
hidupan liar yang terdaftar dalam apendiks CITES oleh semua negara pihak
– common procedural mechanism.
▪ Pengontrolan dilakukan dengan penerbitan izin oleh otoritas pengelola
(manajement authority atau MA) setelah melalui pertimbangan dari
otoritas keilmuan (scientific authority atau SA).
Sejarah CITES
▪ CITES mula-mula didirikan pada tahun 1960 an karena adanya kekhawatiran beberapa
negara terhadap peningkatan volume perdagangan internasional dari jenis-jenis satwa
dan tumbuhan liar.
▪ Spesimen yang diperdagangan kian beragam dari spesimen hidup hingga berbagai
produk turunannya.
▪ CITES secara efektif mulai bekerja pada tanggal 1 Juli 1975
▪ Indonesia merupakan anggota ke 48 dimana mulai tanggal 28 Desember 1978
(Accession) dan 28 Maret 1979 (Entry in to force).
Prinsip Implementasi
▪ APPENDIX I
Daftar Satwa dan Tumbuhan yang berdasarkan CITES
termasuk ke dalam golongan mendekati kepunahan
sehingga pemanfaatan spesies tersebut perlu perlakuan
internasional yang sangat ketat.
51 Perusahaan
APPENDIX II
Daftar Satwa dan Tumbuhan yang berdasarkan CITES termasuk ke dalam golongan
langka sehingga pemanfaatan spesies tersebut perlu perlakuan internasional.
Dalam Pasal IV CITES: Ijin ekspor untuk tumbuhan dan satwa liar yang tercantum dalam Appendiks II
dikeluarkan jika:
1. SA telah memberikan rekomendasi bahwa ekspor tsb tidak akan menyebabkan ancaman terhadap
populasinya di alam (non-detriment).
2. MA telah menyatakan bahwa spesimen yg akan diekspor diambil dari alam secara sah.
3. MA telah menyatakan bahwa pengapalan (pengiriman) tumbuhan dan satwa liar tsb minim dari kerusakan,
luka serta ancaman kesehatan lain yg diperlakukan terhadap spesimen.
Prinsip Implementasi
APPENDIX III
▪ Daftar Satwa dan Tumbuhan yang
berdasarkan negara pemiliknya
termasuk ke dalam kategori jarang
sehingga pemanfaatan spesies
tersebut perlu dipantau secara
internasional
▪ Negara pihak meminta agar spesimen
yang berasal dari negaranya
diperlakukan seperti halnya jenis-jenis
di apendiks II (art. 2 par.3 & art.5).
Legislasi nasional untuk implementasi CITES
▪ CITES compliance (kepatuhan) meliputi kewajiban-kewajiban:
▪ Penunjukkan MA dan SA (artikel IX)
▪ Memastikan bahwa suatu peredaran (trade) hanya dapat berlangsung dengan memenuhi ketentuan-ketentuan konvensi (artikel III-
VII)
▪ Menerapkan langkah-langkah hukum yang memastikan bahwa semua ketentuan konvensi terpenuhi dan mencegah peredaran yang
menyalahi ketentuan (artikel VIII)
▪ Merekam peredaran dan melaporkan implementasi konvensi (artikel VIII)
▪ Berkomunikasi aktif dengan sekretariat terkait implementasi konvensi (artikel XIII)
▪ Kategori legislasi nasional negara pihak diurutkan berdasarkan kesesuaian dengan kebutuhan (meet all the requirements) implementasi
CITES: 1, 2, 3 dan CONCERN
▪ Legislasi nasional di Indonesia yang merupakan bagian pemenuhan kewajiban implementasi CITES:
▪ UU 5/1990 (Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem)
▪ UU 31/2004 (Perikanan)
▪ PP 7/1999 (Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa)
▪ PP 8/1999 (Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa)
▪ PP 60/2007 (Konservasi Sumber Daya Ikan)
▪ SK (Menhut) 447/2003 (Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar)
▪ Permenhut No19/2005 (Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar)
▪ Permen KP No 61/2018 (Tata Cara Pemanfaatan Jenis Ikan)
▪ Secara keseluruhan menjadikan penilaian terhadap legislasi nasional Indonesia termasuk ke dalam kategori 1
Tugas-tugas Otoritas Keilmuan sesuai Ketentuan CITES
▪ Termaktub dalam teks konvensi dan diuraikan lebih lanjut dalam resolusi (Conf.10.3)
▪ Menentukan bahwa ekspor suatu spesimen spesies apendiks I dan II, dan impor spesimen spesies
apendiks I tidak membahayakan (non detrimental) atau tidak akan menyebabkan kepunahan
▪ Menentukan bahwa pengambilan suatu spesimen dari laut lepas (introduction from the sea) tidak
membahayakan atau tidak akan menyebabkan kepunahan
▪ Memantau izin ekspor yang diberikan berikut ekspor spesimen aktual untuk memastikan bahwa
suatu spesies dipertahankan pada level yang sesuai dengan peranannya di alam dan untuk
menghindarkan pemasukan jenis tersebut ke dalam apendiks I
Management USULAN
Authority RESMI (MA)
Tata Kelola TSL CITES
3000
Dilindungi
0 App IICITES
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Populasi ular
Listed in 1990
Cuora amboinensis & Siebenrockiella crassicolis
DILARANG
Jakarta Metropolitan 2015-2019
Naja sputatrix and Python reticulatus
Survei
Populasi
▪ Jabar : BKSDA & ITB & Univ Sultang Ageng Tirtayasa & Univ Siliwangi
Dilindungi dan Tidak Dilindungi (UU No 5 th. 1990 & UU No. 31 th. 2004)