Anda di halaman 1dari 46

ISU TERKINI TERKAIT PEREDARAN

TUMBUHAN DAN SATWA LIAR

Dr Amir Hamidy, M.Sc,


Sekretariat Kewenangan Ilmiah Keanekaragaman Hayati (SKIKH)
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
Disampaikan Jumming Session 9, Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi, OR HL – BRIN

Bogor, 6 Juli 2023


OTORITAS KEILMUAN

• PP 7/1999 (Perlindungan) : menyebutkan LIPI sebagai otoritas keilmuan yang memberikan rekomendasi jenis
jenis masuk ke daftar dilindungi.
• PP 8/1999 (Pemanfaatan) : Pasal 65 (b) menyebutkan LIPI sebagai otoritas keilmuan
• PP 60/2007 (Konservasi Sumber daya Ikan): Pasal 53 (b) menyebutkan LIPI sebagai otoritas keilmuan
• Kepres 103/2001 tentang LPND mengukuhkan dengan menyebutkan (pada pasal 57) salah satu fungsi LIPI
adalah pemegang kewenangan ilmiah dalam keanekaragaman hayati
• Dasar kewenangan otoritas keilmuan terkait kuota ada di pasal 1, 6, dan 66 (2) PP 8/99 serta SK 447/2003
pasal 6 (2), 7 (5), 10 dan 11
• Pada CITES Res.Conf. 10.3 Designation and Role of the Scientific Authorities dibawah “Recommend” disebutkan
bahwa para pihak (negara anggota CITES) menunjuk otoritas keilmuan yang independen dari otoritas
pengelola → kelembagaan LIPI berada di luar Kementrian LHK
▪ SK KEPALA LIPI NO. 1973/2002: Pusat Penelitian Biologi LIPI sebagai Pelaksana Harian Otoritas Keilmuan (Scientific
Authority) dalam rangka konservasi TSL dan pelaksanaan CITES di Indonesia
▪ Peraturan LIPI Nomor 26 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Kewenangan Ilmiah dalam Keanekaragaman Hayati
(SKIKH)
▪ Keputusan Kepala LIPI Nomor 18/A/2020 tentang Sekretariat Kewenangan Ilmiah Keanekaragaman Hayati (SKIKH)
TUGAS OTORITAS KEILMUAN :

▪ Institusi pemegang otoritas keilmuan dalam berbagai aspek, seperti pemberian data dan
timbangan ilmiah dalam rangka konservasi keanekaragaman hayati, termasuk juga dalam
pelaksanaan konvensi internasional, seperti Convention on International Trade in Endangered
Species of Wild Fauna (CITES) dan Flora dan Convention on Biological Diversity (CBD).

▪ Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan
Satwa, PP No. 8/1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, serta PP No.
60/2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan, LIPI ditetapkan sebagai otoritas keilmuan
dengan wewenang:
1. Memberikan rekomendasi kepada otoritas pengelola tentang penetapan daftar klasifikasi, kuota
penangkapan dan perdagangan, termasuk ekspor, re-ekspor, impor, introduksi dari laut semua
spesimen tumbuhan dan satwa.
2. Memonitor ijin perdagangan, dan realisasi perdagangan serta memberikan rekomendasi
kepada otoritas pengelola tentang pembatasan pemberian ijin perdagangan tumbuhan dan satwa
liar karena berdasarkan evaluasi secara biologis pembatasan seperti itu perlu dilakukan.
3. Bertindak sebagai pihak yang independen memberikan rekomendasi terhadap konvensi
internasional di bidang konservasi tumbuhan dan satwa liar.
4. Memberikan rekomendasi pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar untuk keperluan penelitian
yang akan dibawa ke luar negeri.
Apa itu CITES?
▪ (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and
Fauna)
merupakan suatu bentuk kesepakatan negera-negara anggota untuk mengontrol
perdagangan hidupan liar secara internasional.
▪ Tujuan: Mencegah terjadinya kepunahan jenis-jenis tumbuhan dan satwa liar yang
dapat atau mungkin disebabkan oleh adanya kegiatan perdagangan internasional.
▪ Legality, traceability, sustainability
▪ Diselenggarakan dengan pengontrolan peredaran spesimen jenis-jenis
hidupan liar yang terdaftar dalam apendiks CITES oleh semua negara pihak
– common procedural mechanism.
▪ Pengontrolan dilakukan dengan penerbitan izin oleh otoritas pengelola
(manajement authority atau MA) setelah melalui pertimbangan dari
otoritas keilmuan (scientific authority atau SA).
Sejarah CITES
▪ CITES mula-mula didirikan pada tahun 1960 an karena adanya kekhawatiran beberapa
negara terhadap peningkatan volume perdagangan internasional dari jenis-jenis satwa
dan tumbuhan liar.
▪ Spesimen yang diperdagangan kian beragam dari spesimen hidup hingga berbagai
produk turunannya.
▪ CITES secara efektif mulai bekerja pada tanggal 1 Juli 1975
▪ Indonesia merupakan anggota ke 48 dimana mulai tanggal 28 Desember 1978
(Accession) dan 28 Maret 1979 (Entry in to force).
Prinsip Implementasi

▪ APPENDIX I
Daftar Satwa dan Tumbuhan yang berdasarkan CITES
termasuk ke dalam golongan mendekati kepunahan
sehingga pemanfaatan spesies tersebut perlu perlakuan
internasional yang sangat ketat.
51 Perusahaan
APPENDIX II
Daftar Satwa dan Tumbuhan yang berdasarkan CITES termasuk ke dalam golongan
langka sehingga pemanfaatan spesies tersebut perlu perlakuan internasional.

Dalam Pasal IV CITES: Ijin ekspor untuk tumbuhan dan satwa liar yang tercantum dalam Appendiks II
dikeluarkan jika:

1. SA telah memberikan rekomendasi bahwa ekspor tsb tidak akan menyebabkan ancaman terhadap
populasinya di alam (non-detriment).

2. MA telah menyatakan bahwa spesimen yg akan diekspor diambil dari alam secara sah.

3. MA telah menyatakan bahwa pengapalan (pengiriman) tumbuhan dan satwa liar tsb minim dari kerusakan,
luka serta ancaman kesehatan lain yg diperlakukan terhadap spesimen.
Prinsip Implementasi
APPENDIX III
▪ Daftar Satwa dan Tumbuhan yang
berdasarkan negara pemiliknya
termasuk ke dalam kategori jarang
sehingga pemanfaatan spesies
tersebut perlu dipantau secara
internasional
▪ Negara pihak meminta agar spesimen
yang berasal dari negaranya
diperlakukan seperti halnya jenis-jenis
di apendiks II (art. 2 par.3 & art.5).
Legislasi nasional untuk implementasi CITES
▪ CITES compliance (kepatuhan) meliputi kewajiban-kewajiban:
▪ Penunjukkan MA dan SA (artikel IX)
▪ Memastikan bahwa suatu peredaran (trade) hanya dapat berlangsung dengan memenuhi ketentuan-ketentuan konvensi (artikel III-
VII)
▪ Menerapkan langkah-langkah hukum yang memastikan bahwa semua ketentuan konvensi terpenuhi dan mencegah peredaran yang
menyalahi ketentuan (artikel VIII)
▪ Merekam peredaran dan melaporkan implementasi konvensi (artikel VIII)
▪ Berkomunikasi aktif dengan sekretariat terkait implementasi konvensi (artikel XIII)

▪ Kategori legislasi nasional negara pihak diurutkan berdasarkan kesesuaian dengan kebutuhan (meet all the requirements) implementasi
CITES: 1, 2, 3 dan CONCERN

▪ Legislasi nasional di Indonesia yang merupakan bagian pemenuhan kewajiban implementasi CITES:
▪ UU 5/1990 (Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem)
▪ UU 31/2004 (Perikanan)
▪ PP 7/1999 (Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa)
▪ PP 8/1999 (Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa)
▪ PP 60/2007 (Konservasi Sumber Daya Ikan)
▪ SK (Menhut) 447/2003 (Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar)
▪ Permenhut No19/2005 (Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar)
▪ Permen KP No 61/2018 (Tata Cara Pemanfaatan Jenis Ikan)

▪ Secara keseluruhan menjadikan penilaian terhadap legislasi nasional Indonesia termasuk ke dalam kategori 1
Tugas-tugas Otoritas Keilmuan sesuai Ketentuan CITES

▪ Termaktub dalam teks konvensi dan diuraikan lebih lanjut dalam resolusi (Conf.10.3)
▪ Menentukan bahwa ekspor suatu spesimen spesies apendiks I dan II, dan impor spesimen spesies
apendiks I tidak membahayakan (non detrimental) atau tidak akan menyebabkan kepunahan
▪ Menentukan bahwa pengambilan suatu spesimen dari laut lepas (introduction from the sea) tidak
membahayakan atau tidak akan menyebabkan kepunahan
▪ Memantau izin ekspor yang diberikan berikut ekspor spesimen aktual untuk memastikan bahwa
suatu spesies dipertahankan pada level yang sesuai dengan peranannya di alam dan untuk
menghindarkan pemasukan jenis tersebut ke dalam apendiks I

▪ Termuat dalam resolusi


▪ Memberikan saran dalam hal pendaftaran fasilitas penangkaran
▪ Memberikan saran dalam pemusnahan barang sitaan
▪ Membantu menyiapkan proposal perubahan apendiks dalam hal status biologi jenis-jenis yang
terpengaruh oleh perdagangan (peredaran)
▪ Mereview proposal perubahan apendiks yang diajukan negara pihak yang lain
MEKANISME PENYUSUNAN REKOMENDASI
KUOTA PENGAMBILAN JENIS IKAN DI BRIN

Pelaku Pelaku REKOMENDASI


Pelaku
Usaha Usaha KUOTA TANGKAP
Usaha

RAPAT Para pihak


Asosiasi Akademisi
PEMBAHASAN
NGO
K/L terkait dll
UPT Daerah BRIN (SA)

Management USULAN
Authority RESMI (MA)
Tata Kelola TSL CITES

Review of Significant Trade


REKOMENDASI KUOTA
SA MA (RST)
TANGKAP ALAM TSL
CITES
Global Market
PANEN ALAM
90% US, EU,
KUOTA TANGKAP ALAM
SK MENTERI/DIRJEND TAHUAN EKSPOR Japan,
China,
REKOMENDASI/REVIEW DARI SA Singapore
SPECIMEN HASIL RENCANA PRODUKSI EKSPOR Timur Tengah
PENANGKARAN/ TAHUNAN
PERKEMBANGBIKAN dll
SK DIRJEND TAHUAN
Review of Significant Trade
Wild harvest Captive Beeding
Ongoing :
Ongoing :
▪ Cuora amboinensis =>> submit SC 77
▪ Cacatua alba =>> submit dokumen SC 77
▪ Notochelys platynota =>> submit SC 77
▪ Varanus timorensis (Removed, harus submit
▪ Malayemys subtrijuga =>> submit SC 77 dokumen assessment indukan ke Sekretariat)

AC 32 CITES : stage 2 ▪ Ornithoptera croesus (source code R) (Removed


harus submit dokumen assessment indukan ke
▪ Sphyrna lewini Sekretariat)

▪ Siebenrockiella crassicollis AC 32 CITES :

PC 26 CITES : ▪ Macaca fascicularis

▪ Aquilaria malaccensis ▪ Gekko gecko

▪ Grynops spp. ▪ Chelinus undulatus


ISU AMENDMENT TERKAIT
Amendment Appendix CITES
INDONESIA
Spesies Indonesia:
1. Aves:
- Kittacincla malabarica (include in appendix II, proponent: malaysia,
Singapore)
- Pycnonotus zeylanicus (transfer from Appendix II to App I, proponent:
Malaysia, Singapore, USA)
2. Reptilia
- Crocodylus porosus (Transfer the population of the Palawan Islands
(Philippines) from Appendix I to Appendix II with a zero export quota for wild
specimens, proponent: Philippines)
- Crocodylus siamensis/ buaya siam (Transfer the population of Thailand from
Appendix I to Appendix II with a zero quota for wild specimens, proponent:
Thailand)
ISU AMENDMENT TERKAIT
Amendment Appendix CITES
INDONESIA
Spesies Indonesia:
3. Marine
- Carcharhinidae spp. (shark): Include in Appendix II, proponents:
Bangladesh, Colombia, Dominican Republic, Ecuador, El Salvador, European
Union, Gabon, Israel, Maldives, Panama, Senegal, Seychelles, Sri Lanka,
Syrian Arab Republic, United Kingdom of Great Britain and Northern Ireland
- Rhinobatidae spp.: Include in Appendix II, Proponents: Israel, Kenya,
Panama, Senegal
- Sphyrnidae spp.: Include in Appendix II, Proponents: Brazil, Colombia,
Ecuador, European Union, Panama
- Thelenota spp.: Include in Appendix II, Proponents: European Union,
Seychelles, United States of America
4. Flora
- Dalbergia sissoo : Delete from Appendix II, proponent: India, Nepal
I S U S P E S I E S L A I N N YA ( J E N I S N O N I N D O N E S I A )
1. . Physignathus cocincinus (Chinese water dragon)
• Include in Appendix II
• Proponent: European Union, Viet Nam
• Official import data of P. cocincinus into the EU have been available since the inclusion of the species in
Annex D of the Council Regulation (EC) No. 338/97 in 2010; these identify Indonesia (tahun 2012: 450
individu, tahun 2013: 12 individu)
2. Tiliqua adelaidensis (pygmy bluetongue)
• Include in Appendix I
• Proponent: Australia
• Indonesia adanya jenis Tiliqua gigas (antisipasi isu looklike spesies)
3. Hypancistrus zebra
• Proponent : Brazil
• Included Apendix I
5. Potamotrygon albimaculata, P. henlei, P. jabuti, P. leopoldi, P. marquesi, P. signata and P. wallacei (Rays)
• Include in Appendix II
• Proponent: Brazil
• The registration of Indonesia as an exporting country of P. wallacei in the CITES records can indicate an
error in the identification. Otherwise, it could be the species imported by Indonesia from other countries
such as the United States and Germany prior to registration in CITES (CITES,2020).
TUMBUHAN (NON INDONESIA)
5. Handroanthus spp., Roseodendron spp. and Tabebuia spp.
• Include in Appendix II with annotation #17 (Logs, sawn wood, veneer sheets, plywood and transformed wood.)
• Proponent: Colombia, European Union, Panama
• Tabebuia: tahun 2019, negara Brasil, Columbia, Peru, Indonesia ekspor 197 m3 ke Mexico
6. Afzelia spp. (family Fabaceae)
• Include all African populations in Appendix II with annotation #17 (Logs, sawn wood, veneer sheets, plywood
and transformed wood.)
• Proponent: Benin, Côte d'Ivoire, European Union, Liberia, Senegal
• Information on similar species:
Four Afzelia species occur naturally in both mixed deciduous and evergreen forests of Southeast Asia: A.
javanica, A. palembanica, A. rhomboidea and A. xylocarpa (Donkpegan et al., 2020). A. javanica is endemic to
Indonesia (Barker, 2021), A. rhomboidea occurs in Indonesia, and A. palembanica, often considered a
synonym of Intsia palembanica, is widely distributed in Indonesia
7. Khaya spp. (family Meliaceae)
• Include all African populations in Appendix II with annotation #17 (Logs, sawn wood, veneer sheets, plywood
and transformed wood.)
• Proponet: Benin, Côte d'Ivoire, European Union, Liberia, Senegal
• Captive breeding and artificial propagation
Trial plantations of K. grandifoliola have additionally been established in Indonesia (Opuni-Frimpong, 2008)
K. ivorensis is grown in plantations in Fiji, Indonesia and Malaysia (Orwa et al., 2009)
Realisasi Ekspor Kupu-Kupu (Ranched) CITES (Dilindungi)
18000
Ornithoptera
chimaera
15000 Ornithoptera
goliath
Ornithoptera
12000 paradisea
Ornithoptera
priamus
9000
Ornithoptera
rothschildi
6000 Ornithoptera
tithonus

3000
Dilindungi
0 App IICITES
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Populasi ular

Listed in 1990
Cuora amboinensis & Siebenrockiella crassicolis
DILARANG
Jakarta Metropolitan 2015-2019
Naja sputatrix and Python reticulatus
Survei
Populasi

▪ Metode Standar : Buku


Panduan Metode Survei
Tokek
▪ Bimtek Metode Survei :
KLHK, BKSDA, Universitas
▪ Pelaksanaan Survei : 2021
▪ Monitoring : iNaturalis
Survei Populasi Tahap I (2021- Juni 2022):
- Sumatra : Lampung-Bengkulu, Sumbar, Jambi, Riau. 1.800 data
- Jawa : DKI, Jabar, Jateng, DIY, Jatim
- Bali : Bali
- Kalimantan : Kalteng, Kaltim, Kaltara, Kalsel
- NTB : Lombok, Sumbawa (10 Kabupaten)
- NTT : Timor (Kupang, Malaka, Belu, Timor Tengah Selatan)
7.174 data
- Maluku : Ambon dan Seram
Akademisi (Herpetolog) & BKSDA
▪ Riau : BKSDA & UNRI

▪ Jambi : BKSDA & Univ Jambi

▪ Sumbar : BKSDA & UNP

▪ Lampung : BKSDA & ITERA

▪ Bengkulu : BKSDA & Univ Bengkulu

▪ DKI : BKSDA & BRIN

▪ Jabar : BKSDA & ITB & Univ Sultang Ageng Tirtayasa & Univ Siliwangi

▪ Jateng : BKSDA & Unnes & Brin & UB & ITB

▪ Jatim : BKSDA & UB

▪ Bali : BKSDA & Univ Udayana

▪ NTB : BKSDA & Univ Mataram

▪ NTT : BKSDA & Univ Nusa Cendana

▪ Maluku : BKSDA & Univ Pattimura

▪ Kalteng : BKSDA & Univ Palangkaraya

▪ Kaltim : BKSDA & Univ Palangkaraya

▪ Kaltara : BKSDA & Univ Palangkaraya


Survei Populasi Tahap II ▪ Aceh :
(2022) : Juli-Oktober ▪ Sumut :
▪ Kepri :
▪ Sumsel : Belitung
▪ Kalbar
2023 : Penyelesian NDF
▪ Sulawesi Selatan & Sulawesi Barat
▪ Sulawesi Tenggara
2023 & 2024 : ▪ Sulawesi Utara & Gorontalo
Perkiraan RST Gekko gecko ▪ NTT : Flores, Alor, Pantar dst
AC CITES >> NDF ▪ Maluku : Wetar, Tanimbar, Kei
Buku Panduan Metode
Survei dan Pemantauan
TSL : Arawana, Keong,
Kupu-kupu, Buaya,
Biawak, Burung,
Kepiting Kenari, Kura-
kura, Tokek, Katak,
TERIMA KASIH
Eretmochelys imbricata
▪ Status Konservasi Jenis:
➢ Regulasi Nasional :

Dilindungi dan Tidak Dilindungi (UU No 5 th. 1990 & UU No. 31 th. 2004)

>> PP 7 th. 1999, PP 8 th. 1998, PP 60 th. 2007

➢ Status menurut CITES :

Apendik I, Apendik II, Apendik III

➢ Status Keterancaman Jenis dalam daftar Merah IUCN :

Extinct (Punah) : Extinct in the wild, Extinct regionally

Critically endangered : Kritis


Endangered : Genting
Vulnerable : Rentan
Near Threatened : Hampir Terancam

Less Concern : Resiko rendah


Jenis jenis Dilindungi

▪ UU No. 5 Tahun 1990


▪ UU No. 31 Tahun 2004
▪ PP No. 7 Tahun 1999
▪ PP No. 60 Tahun 2007
▪ Daftar Jenisnya ada di Lampiran PP7 th 1999
▪ Direvisi menjadi P20 th 2018 (Juni 2018) dan direvisi (<3 bulan) menjadi P92 th 2018
(Agustus 2018): 920
▪ P92 (Lampiran jenis jenis yang dilindungi): 914 jenis
▪ P106 (Lampiran jenis jenis yang dilindungi): 904 jenis
▪ Kepmen KP No 18 th 2013 : Perlindungan penuh Hiu paus (Rycodon typus)
▪ Kepmen KP No 4 th 2014 : Perlindungan penuh Pari manta (Mobula birostris & M. alfreadi)
▪ Kepmen KP No 1 th 2021 : 19 jenis ikan dilindungi penuh & 1 jenis dilindungi terbatas
PP 7/1999 pasal 2 Pengawetan jenis Permen KP No 35/2013 pasal 2
tumbuhan dan satwa bertujuan untuk Penetapan status perlindungan
: jenis ikan bertujuan :

a. menghindarkan jenis tumbuhan dan satwa untuk menjaga dan


dari bahaya kepunahan;
menjamin keberadaan,
ketersediaan, dan
b. menjaga kemurnian genetik dan kesinambungan jenis ikan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa; dengan tetap memelihara
dan meningkatkan kualitas
nilai dan keanekaragaman
c. memelihara keseimbangan dan sumber daya ikan dan
kemantapan ekosistem yang ada;
lingkungannya secara
berkelanjutan.
agar dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan
manusia secara berkelanjutan
PP 7/1999 pasal 5 Suatu Permen KP No
jenis tumbuhan dan satwa 35/2013 pasal 2
wajib ditetapkan dalam Penetapan status
golongan yang
perlindungan jenis
dilindungi apabila telah
memenuhi kriteria: ikan dilakukan
berdasarkan kriteria:

a.mempunyai populasi a. terancam punah;


yang kecil; b. langka;
c. daerah penyebaran
b. adanya penurunan terbatas (endemik);
yang tajam pada jumlah d. terjadinya penurunan
individu di alam; jumlah individu dalam
populasi ikan di alam secara
c. daerah penyebaran drastis; dan/atau
yang terbatas (endemik). e. tingkat kemampuan
reproduksi yang rendah.
Direktorat Jenderal
Pengelolaan
Ruang Laut
Direktorat Jenderal
Pengelolaan Ruang Laut
20 Species Prioritas
Sumber : Jumadi Parhulutan, BPSPL Pontianak
25 Satwa
Prioritas
SK DIRJED KSDAE
No 180/IV-KKH/2015
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai