Anda di halaman 1dari 17

Oseana, Volume XLIII, Nomor 4 Tahun 2018 : 1 - 17 ISSN 0216-1877

MENGENAL JENIS HIU APENDIKS II CITES

Oleh
Fahmi1)

ABSTRACT
KNOWING SHARKS LISTED IN APPENDIX II CITES. Sharks have become
one of major concerns in fisheries management and marine conservation worldwide.
Many members of this group are threatened to extinction due to extensive exploitation
since few decades ago. Several species of sharks are now listed in the CITES appendices,
which controls the international trade for endangered species. Most of them are relatively
easy to identify in the field, especially if their fins are still attached. However, few species
may difficult to identify correctly due to the similar appearance to other non-CITES
species and when the body is not complete anymore. This article aims to give better
understanding on how to identify some shark CITES species in detail.

PENDAHULUAN yang dihasilkan oleh satu betina dalam


satu siklus reproduksi cenderung sedikit.
Hiu merupakan anggota kelompok
Umumnya, hiu hanya melahirkan kurang
ikan bertulang rawan (chondrichthyes),
dari 10 anakan (Cortés, 2000; Compagno
bersama dengan ikan pari dan hiu hantu
et al., 2005; Myers & Worm, 2005; White
(holocephalan) (Compagno, 1998;
et al., 2006). Dengan demikian, kelompok
Compagno et al., 2005). Kelompok ikan
ikan hiu relatif rentan terhadap eksploitasi
ini tidak banyak mengalami perubahan
berlebih (overeskploitasi), karena apabila
secara morfologis dibandingkan dengan
populasinya di alam terganggu, maka
nenek moyangnya yang hidup jutaan
akan membutuhkan waktu yang lama
tahun yang lalu, sehingga ikan hiu
untuk kembali pulih (recovery) (Bonfil,
dikelompokkan sebagai kelompok ikan
1994; Stevens et al., 2000).
fosil hidup (Janvier, 2007).
Pemanfaatan hiu sebagai salah satu
Berdasarkan karakteristik
komoditas perikanan sudah berlangsung
biologinya, ikan hiu cenderung memiliki
sejak berabad-abad yang lalu, namun
laju pertumbuhan yang lambat, berumur
pemanfaatannya semakin meningkat
panjang, lambat dalam mencapai
secara global sejak tahun 1960an, karena
kematangan seksual dan juga dalam
tingginya permintaan terhadap produk
siklus reproduksinya (Bonfil, 1994;
siripnya dengan harga yang menjanjikan
Camhi et al., 1998; Stevens et al., 2000;
(Bonfil, 1994; Dulvy et al., 2014).
Cavanagh et al., 2003). Selain itu, hiu
Clarke (2007) mengestimasi tingginya
umumnya bereproduksi secara vivipar
tingkat perdagangan sirip di dunia yang
(melahirkan anak), sehingga jumlah anak
1)
Pusat Penelitian Oseanografi - LIPI

1
mencapai US$ 400-500 juta per tahun, dan tumbuhan yang terancam punah,
namun telah mengorbankan lebih dari CITES telah membuat daftar apendiks
70 juta ekor hiu yang ditangkap setiap jenis-jenis satwa dan tumbuhan yang
tahunnya. Tingginya permintaan sirip diatur perdagangannya berdasarkan
hiu menyebabkan populasi hiu menurun aturan yang disepakati oleh negara-negara
secara global sejak tahun 1990an dan anggotanya (www.cites.org/eng/disc/text.
populasi beberapa jenis hiu yang bernilai php). Beberapa jenis hiu yang bernilai
ekonomis tinggi telah mengalami ekonomis dan banyak diperdagangkan
overeksploitasi (Bonfil, 1994; Stevens et di pasar internasional, namun sudah
al., 2000; Dulvy et al., 2014). dikategorikan ke dalam daftar jenis
yang terancam punah dan hiu mulai
Upaya pengelolaan perikanan hiu
dimasukkan ke dalam daftar Apendiks II
untuk memulihkan populasinya di alam
CITES sejak tahun 2003 (Tabel 1). Jenis-
telah dilakukan sejak tahun 2000an, baik
jenis hiu yang masuk ke dalam daftar
melalui upaya FAO dengan mencanangkan
apendiks tersebut merupakan jenis-jenis
IPOA-Sharks (International Plan
komoditi yang telah disepakati bersama
of Action for the Conservation and
oleh negara-negara anggota CITES
Management of Sharks), penerapan
dalam sidang Conference of the Parties
NPOA (National Plan of Action) untuk
(CoP) yang dilaksanakan setiap tiga tahun
pengelolaan perikanan hiu di setiap
sekali (www.cites.org/eng/cop/index.
negara pemanfaat komoditas hiu, hingga
php). Artikel ini membahas jenis-jenis
penerapan aturan perdagangan hiu dalam
hiu CITES dan cara mengidentifikasinya,
CITES (the Convention on International
yang diharapkan dapat mempermudah
Trade of Endangered Species) (Fowler
tenaga pencatat ataupun pihak lain yang
& Cavanagh, 2005; Lack & Sant, 2011).
ingin meminimalisir kesalahan dalam
Sebagai sebuah konvensi internasional
mengidentifikasi jenis hiu apendiks II
yang menangani perdagangan jenis satwa
CITES.

2
Tabel 1. Jenis-jenis hiu yang masuk ke dalam daftar apendiks CITES (www.cites.org/
eng/prog/shark/history.php)

Tanggal
Spesies Apendik
pemberlakuan
II
Cetorhinus maximus (Hiu penjemur) (Apendiks III sejak 13 Februari 2003
13 September 2000)
Rhincodon typus (Hiu paus) II 13 Februari 2003
II
Carcharodon carcharias (Hiu putih) (Apendiks III sejak 12 Januari 2005
13 September 2000)
II
Lamna nasus (Hiu porbeagle) (Apendiks III sejak 14 September 2014
13 September 2000)
Carcharinus longimanus (Hiu koboy) II 14 September 2014
II
Sphyrna lewini (Hiu martil) (Apendiks III sejak 14 September 2014
13 September 2000)
Sphyrna mokarran (Hiu martil besar) II 14 September 2014
Sphyrna zygaena (Hiu martil halus) II 14 September 2014
Alopias spp. (Hiu tikus/monyet) II 04 Oktober 2017
Carcharhinus falciformis (Hiu
II 04 Oktober 2017
lanjaman)

IDENTIFIKASI JENIS HIU DAN negara anggota CITES (Mundy-Taylor


PERMASALAHANNYA & Crook, 2013). Identifikasi jenis hiu
dapat dengan mudah dilakukan apabila
Umumnya, jenis-jenis hiu yang
dalam kondisi ideal, yaitu jenis yang
masuk ke dalam apendiks CITES
diidentifikasi tidak tercampur dengan
merupakan jenis yang relatif mudah
jenis hiu yang lain atau dalam keadaaan
atau dapat diidentifikasi, minimal oleh
yang masih segar dan utuh. Namun,
orang yang telah dapat membedakan
hal tersebut umumnya jarang terjadi
kelompok hiu dengan kelompok ikan
terutama dalam perikanan artisanal di
yang lain. Hal tersebut menjadi salah
Indonesia yang memiliki karakteristik
satu pertimbangan dalam setiap sidang
multi-spesies. Tingginya keragaman jenis
CoP agar hasil konvensi tersebut dapat
hiu dan keterbatasan dalam kemampuan
dijalankan dan diterapkan oleh setiap

3
identifikasi merupakan kendala yang dihadapi adalah ikan yang akan
sering dihadapi, terutama oleh tenaga diidentifikasi dalam proses pengolahan
pencatat data perikanan di Indonesia dan transportasi, sehingga waktu yang
(Fahmi & Dharmadi, 2013a). tersedia untuk mengidentifikasi dan
mencatat sangatlah singkat. Kendala
Kendala yang sering dialami
lain yang dihadapi, terutama dalam
oleh tenaga pencatat pendataan hiu di
mengidentifikasi hiu apendiks CITES,
Indonesia, baik di tempat pendaratan
adalah sulitnya membedakan produk
ikan, di pasar ataupun lokasi pengolahan
turunan hiu yang hanya berupa sirip,
dan pengumpul ikan, umumnya adalah
kulit, tulang atau dagingnya saja. Dalam
ikan tercampur dengan jenis yang
hal ini, tes DNA perlu dilakukan untuk
lain, tertumpuk-tumpuk, atau sudah
memastikan bahwa komoditi produk hiu
tidak dalam kondisi utuh (Gambar
yang diperiksa bukan merupakan bagian
1). Permasalahan lain yang sering
tubuh dari jenis hiu apendiks CITES.

(a) (b)
Gambar 1. Ilustrasi kondisi hiu yang tertumpuk di lokasi pendaratan ikan (a) atau
tidak utuh (b), sehingga menyulitkan dalam identifikasi jenis (Foto: koleksi
pribadi).

Di lain pihak, seiring dengan yang masuk ke dalam daftar apendik


berjalannya waktu, makin banyak CITES yang pada prakteknya akan lebih
jenis hiu yang masuk ke dalam daftar sulit untuk diidentifikasi.
apendiks II CITES. Beberapa jenis hiu
Beberapa upaya yang dilakukan
apendiks II CITES diketahui memiliki
untuk meminimalisir kesalahan
tingkat kemiripan yang tinggi dengan
identifikasi jenis hiu apendiks CITES
jenis hiu nonapendiks II CITES, seperti
antara lain adalah dengan melakukan
Carcharodon carcharias, Lamna nasus
berbagai pelatihan pengenalan jenis hiu
dan Carcharhinus falciformis. Dalam
yang telah dilakukan dalam beberapa
beberapa tahun ke depan, bukan tidak
tahun terakhir oleh Kementerian Kelautan
mungkin akan semakin banyak jenis hiu
dan Perikanan, pengadaan buku-buku

4
panduan identifikasi hiu (White et Talisayan, Kalimantan Timur (Himawan
al., 2006; Last et al., 2010; Fahmi & et al., 2015; Yusma et al., 2016).
Dharmadi, 2013a), serta penerbitan
Ikan hiu paus sangat mudah
poster dan spanduk terkait pengenalan
dikenali. Selain karena ukurannya yang
jenis hiu apendiks CITES oleh berbagai
besar, ikan ini juga memiliki bentuk
pihak baik dari kalangan pemerintah,
kepala yang pipih melebar dan mulut yang
akademisi ataupun lembaga swadaya
cukup besar di bagian depan. Tubuhnya
masyarakat.
tertutup oleh kulit yang tebal dengan
gurat-gurat menonjol di sepanjang sisi
PENGENALAN JENIS HIU tubuhnya, dan memiliki corak warna abu-
APENDIK II CITES abu dengan totol-totol berwarna putih
Pada bagian ini, penulis hanya atau kekuningan (White et al., 2006;
menyampaikan poin-poin penting terkait Fahmi & Dharmadi, 2013a). Corak totol-
dengan pengenalan jenis hiu apendiks totol tersebut terkadang menjadi kendala
CITES yang ada dan ditemukan di ketika harus mengidentifikasi potongan
Indonesia. Beberapa hal yang perlu tubuhnya seperti bagian sirip. Sirip hiu
diketahui antara lain terkait dengan ciri paus sekilas mirip dengan sirip pari kupu-
utama (karakter khusus) pada tubuh hiu kupu (Rhina ancylostoma), karena sama-
apendiks CITES yang dapat digunakan sama memiliki warna kelabu dan totol-
untuk membedakan dengan jenis hiu totol putih. Namun, sebenarnya sirip
lain, warna tubuh, bentuk sirip dan juga kedua jenis ini sangat mudah dibedakan,
bentuk giginya. terutama dari ukurannya. Tinggi sirip pari
kupu-kupu umumnya berukuran kurang
a. Hiu Paus (Rhincodon typus)
dari 30 cm, sedangkan sirip hiu paus
Hiu paus merupakan jenis hiu umumnya jauh lebih besar yaitu lebih
dan ikan terbesar di dunia. Umumnya dari 30 cm. Selain itu, totol-totol pada
panjang tubuh ikan ini dapat mencapai hiu paus umumnya lebih rapi membentuk
hingga 12 meter, namun kemungkinan garis dan agak memiliki jarak, sedangkan
juga bisa hingga 18 meter (Compagno, totol-totol pada pari kupu-kupu relatif
1984; 1998; White et al., 2006). Ukuran tidak beraturan dan lebih rapat. Jumlah
hiu paus yang biasa ditemukan di sirip pari kuku-kupu yang diperjual-
perairan Indonesia berkisar antara dua belikan juga umumnya hanya terdiri dari
hingga tujuh meter, berdasarkan hasil tiga buah sirip dalam satu setnya, yaitu
pengamatan terhadap keberadaan hiu dua buah sirip punggung dan satu sirip
paus di Teluk Cenderawasih, Papua dan ekor utuh (Gambar 2).

5
Gambar 2. Sirip dada dan ekor pari kupu-kupu, Rhina ancylostoma. (Foto : koleksi pribadi)

b. Hiu Penjemur (Cetorhinus maximus) Sama halnya dengan hiu paus,


jenis hiu ini juga merupakan pemakan
Basking shark atau hiu penjemur
plankton (filter feeder) yang dicirikan
sebenarnya sangat jarang ditemukan di
dengan bentuk mulutnya yang besar
perairan Indonesia. Jenis hiu ini pertama
tapi bergigi kecil-kecil. Namun kulit hiu
kali ditemukan terdampar di pantai
penjemur terlihat tidak setebal kulit hiu
Gilimanuk Bali pada bulan Juli 2013
paus dan tidak memiliki gurat-gurat serta
(Fahmi & White, 2015). Temuan kedua
berwarna kelabu polos. Selain itu, jenis
dari jenis ini tercatat pada bulan Oktober
hiu ini juga memiliki celah insang yang
2016, ketika tertangkap di Lamakera,
relatif sangat besar dibandingkan jenis
Alor. Cetorhinus maximus merupakan
hiu lainnya (Gambar 3). Ukuran siripnya
jenis hiu kedua terbesar setelah hiu paus.
besar dengan bentuk sirip dada berupa
Panjang tubuh maksimumnya mencapai
segitiga yang tegak dan tinggi, sedangkan
9,8 meter namun kemungkinan dapat
sirip dada berbentuk memanjang dengan
mencapai hingga 15 meter (Compagno,
ujung yang meruncing.
2001).

6
Gambar 3. Hiu penjemur (Cetorhinus maximus) yang ditemukan di Lamakera (Foto
kiriman dari W. White).

c. Hiu Putih (Carcharodon carcharias) jenis hiu ini lebih menyukai hidup di
perairan yang dingin dan hanya sesekali
Hiu putih lebih dikenal dengan
terlihat di perairan tropis (Taylor, 1985;
sebutan great white shark, yang
Cliff et al., 2000; Compagno, 2001). Hiu
merupakan ikon ikan hiu sebagai
putih pertama kali tercatat didaratkan
pembunuh manusia, karena adanya film-
di tempat pendaratan ikan Tanjungluar
film Hollywood yang menyesatkan,
Lombok pada Bulan Juli 2013 dengan
seperti Jaws, Shark Night, Shark Attack,
ukuran tubuh diperkirakan mencapai
Red Water, Deep Blue Sea dan lain
enam meter (Fahmi & Dharmadi,
sebagainya. Namun dengan adanya film-
2014). Karena besarnya, tubuhnya
film tersebut, jenis ikan hiu ini menjadi
dipotong hingga lima bagian agar dapat
mudah dikenali dan diidentifikasi. Hiu
mudah diangkat dan dibawa ke tempat
putih termasuk ke dalam kelompok hiu
pelelangan ikan. Jenis hiu ini juga pernah
Lamniformes yang memiliki lunas pada
terlihat di perairan Sabah, Malaysia pada
pangkal ekornya, yang merupakan ciri
tahun 1981 (Duffy, 2016).
utama dari tipe ikan perenang cepat. Ikan
hiu tersebut juga merupakan ikan hiu Bagian tubuh hiu putih dapat
terbesar yang bukan pemakan plankton diidentifikasi terutama dari ukurannya
atau dalam artian merupakan predator yang relatif lebih besar dari jenis hiu
sejati. Ukuran tubuhnya dapat mencapai lainnya. Bentuk sirip punggungnya
7,2 meter, namun umumnya ditemukan segitiga tegak dengan ujung meruncing,
dengan ukuran maksimum antara lima sama halnya dengan bagian sirip dadanya
hingga enam meter (Compagno, 1998; (Gambar 4c,d). Sedangkan giginya
Compagno et al., 2005). juga sering dijadikan aksesoris karena
bentuknya yang segitiga hampir simetris
Hiu putih sangat jarang ditemukan
dan relatif besar (Gambar 4d).
di perairan Indonesia, karena sebenarnya

7
Gambar 4. Hiu putih yang didaratkan di Tanjungluar Lombok tahun 2013 (Fahmi &
Dharmadi, 2014).

d. Hiu Koboy (Carcharinus longimanus) terutama pada bagian sirip punggung,


dada dan ujung ekornya (White et al.,
Hiu koboy merupakan jenis hiu
2006). Namun, untuk anakan (juvenile)
oseanik yang umumnya ditemukan di
hiu koboy, warna putih pada ujung
perairan lepas pantai (Compagno, 1998;
siripnya kadang belum nampak dan
White et al., 2006). Hiu ini mudah
terkadang juga terdapat warna hitam pada
dikenali karena bentuk ujung siripnya
ujung siripnya (Gambar 5).
yang membulat dan berwarna putih,

8
Gambar 5. Anakan hiu koboy (Carcharinus longimanus) (Foto: koleksi pribadi).

e. Hiu martil (Sphyrna spp.) adanya lekukan di bagian tengahnya, dan


sisi samping di belakang mata berbentuk
Hiu martil merupakan jenis hiu
cekung (Gambar 6a). Sedangkan hiu
yang paling mudah dikenali apabila
martil besar (S. mokarran) memiliki
masih dalam kondisi utuh, karena bentuk
ujung kepala yang relatif rata dengan
kepalanya yang sangat khas, yaitu pipih
sedikit lekukan di tengahnya, dan bagian
dan berbentuk seperti kepala martil. Tiga
sisi samping di belakang mata terlihat
jenis hiu martil yang masuk ke dalam
relatif lurus (Gambar 6b). Di lain pihak,
daftar Apendiks II CITES dapat dibedakan
hiu martil halus (S. zygaena) memiliki
dari bentuk ujung kepalanya. Hiu martil
bentuk ujung kepala yang melengkung
jenis Sphyrna lewini, yang merupakan
tanpa ada lekukan di bagian tengahnya,
jenis yang paling umum ditemukan di
sedangkan bagian sisi samping di
Indonesia, dikenali dengan bentuk ujung
belakang mata terlihat melengkung ke
kepala yang sedikit melengkung dengan
belakang (Gambar 6c).

Gambar 6. Bentuk kepala hiu martil Sphyrna lewini (a), S. mokarran (b) dan S. zygaena
(c) (White et al., 2006).

9
Permasalahan yang sering terjadi al., 2013). Sirip punggung hiu martil
adalah ketika jenis hiu martil ditemukan dapat dibedakan dengan sirip hiu lainnya
dalam kondisi yang tidak utuh. Prosedur dengan mengukur tinggi sirip dari sisi
yang paling baku dalam mengidentifikasi depannya hingga ke ujung atas sirip (O-
sirip hiu martil adalah dengan A), kemudian mengukur lebar sirip pada
mengidentifikasi sirip punggungnya. posisi setengah tinggi sirip punggung
Sirip punggung dapat dibedakan dengan (W). Hasil pengukuran kemudian
sirip dada dengan melihat kedua bagian dikalkulasi dengan rumus: (O-A)/W,
sisinya. Warna sirip punggung pada apabila hasilnya lebih dari 2,5, maka
kedua sisi siripnya sama, sedangkan sirip dapat disimpulkan bahwa sirip tersebut
dada memiliki warna yang berlainan. kemungkinan besar adalah sirip hiu martil
Bagian atas sirip dada berwarna serupa (Gambar 7). Untuk lebih meyakinkan
dengan warna kulit tubuhnya yang bahwa sirip yang diidentifikasi tersebut
lain, namun bagian bawahnya relatif adalah sirip hiu martil, selain melakukan
berwarna putih (cerah). Sedangkan perhitungan di atas, perlu dilihat warna
untuk membedakan sirip dada dengan siripnya dan bentuk susunan tulang
sirip ekor dengan melihat potongan di pada dasar siripnya (Abercrombie et al.,
bagian dasar siripnya. Bagian dasar 2013). Warna sirip hiu martil cenderung
sirip punggung memiliki potongan yang kecoklatan dibandingkan dengan sirip
tidak mencapai ujung, karena ada bagian hiu pada umumnya yang relatif berwarna
belakang siripnya yang tidak menempel kelabu. Sedangkan susunan tulang sirip
pada tubuh, sedangkan potongan dasar punggung hiu martil terlihat rapat dengan
sirip ekor terlihat terpotong dari depan lapisan otot yang tipis (Gambar 7b).
hingga ke belakang (Abercrombie et

(a) (b)
Gambar 7. Sirip punggung hiu martil (a) dan penampang bagian dasar siripnya (b)
(Foto: koleksi pribadi).

10
f. Hiu tikus (Alopias spp.) 2006; Fahmi & Dharmadi, 2013a).
Hiu tikus atau hiu monyet (Alopias Sirip Alopias pelagicus secara
spp.) merupakan kelompok hiu berekor umum dapat dibedakan dengan sirip
panjang yang hidup di perairan paparan hiu lainnya terutama dari bentuk sirip
benua hingga oseanik (White et al., 2006). dadanya yang memanjang dengan ujung
Dari tiga jenis hiu Marga Alopias yang yang membulat tajam; sirip punggung
ada di dunia, dua antaranya ditemukan di tegak; sirip ekor bagian bawah terlihat
Indonesia, yaitu Alopias pelagicus dan A. tegak dan cukup simetris; serta memiliki
superciliosus (White et al., 2006; Fahmi sirip perut yang besar, hampir menyamai
& Dharmadi, 2013b). Kedua jenis ini sirip punggungya (Gambar 8). Sirip A.
mudah dikenali apabila dalam keadaan superciliosus dapat dibedakan dengan
utuh karena memiliki ekor yang hampir A. pelagicus pada bentuk sirip dada
sama panjang dengan panjang tubuhnya. dan punggungnya yang sedikit lebih
Alopias superciliosus dibedakan dengan melengkung ke belakang. Warna sirip
A. pelagicus dari bentuk matanya yang hiu Alopias cenderung lebih gelap
lebih besar, terdapat gurat atau lekukan dibandingkan dengan hiu dari Marga
yang dalam di bagian tengkuknya Carcharhinus, dalam bentuk keringnya
(belakang mata), serta memiliki warna biasanya ditemukan berwarna kelabu
tubuh yang lebih gelap (White et al., gelap atau kehitaman.

Gambar 8. Sirip Alopias pelagicus: a) sirip dada bagian atas; b) sirip dada bagian
bawah; c) sirip punggung; d) sirip ekor bagian bawah; e) sirip perut bagian
atas; dan f) sirip perut bagian bawah (Foto: koleksi pribadi).

11
g. Hiu lanjaman (Carcharhinus falciformis) sirip punggung; ujung sirip punggungnya
tidak lancip; posisi awal sirip punggung
Carcharhinus falciformis
berada di belakang bagian belakang sirip
merupakan salah jenis hiu yang paling
dada; bagian belakang sirip punggung
umum tertangkap di perairan Indonesia,
keduanya memanjang; serta memiliki
baik sebagai hasil tangkapan sampingan
moncong berbentuk parabolik dengan
maupun sebagai target tangkapan (Fahmi
panjang yang moderat (White et al.,
& Dharmadi, 2013b). Di Indonesia,
2006; Fahmi & Dharmadi, 2013a).
penyebutan hiu lanjaman sebenarnya
Permasalahannya, yang sering terjadi
tidak hanya ditujukan pada jenis C.
di lapangan adalah adanya jenis hiu
falciformis semata. Karena tingkat
lain yang memiliki karakteristik hampir
kemiripannya yang tinggi, setidaknya
serupa dengan C. falciformis, yaitu pada
ada sembilan jenis hiu dari Marga
jenis C. obscurus (Gambar 9). Jenis ini
Carcharhinus yang disebut sebagai
juga memiliki ciri-ciri yang serupa seperti
hiu lanjaman (Fahmi & Dharmadi,
memiliki gurat punggung; awal sirip
2013a). Hal ini dapat menyebabkan
punggung tepat di belakang sirip dada;
permasalahan yang cukup serius terkait
serta bagian belakang sirip punggung
pendataan perikanannya, terlebih karena
kedua yang memanjang (White et al.,
C. falciformis sudah masuk ke dalam
2006; Fahmi & Dharmadi, 2013a).
daftar apendiks II CITES. Sebagai salah
Perbedaaan di antara kedua jenis ini
satu persyaratan pengelolaan hiu apendik
antara lain adalah C. obscurus memiliki
CITES, pendataan dalam perikanan dan
ukuran tubuh yang lebih besar (dapat
perdagangannya harus tercatat hingga
mencapai panjang hingga empat meter);
tingkat spesies.
memiliki moncong yang relatif lebih
Secara umum, Carcharhinus pendek dengan ujung yang membulat;
falciformis dapat diidentifikasi dan sirip dada lebih melengkung dengan
dibedakan dengan jenis hiu Carcharhinus ujung yang lebih lancip, serta memiliki
lainnya dengan melihat karakteristik bentuk gigi bagian atas yang lebih lebar
utamanya seperti adanya gurat di antara (Gambar 10).

Gambar 9. Morfologi Carcharhinus falciformis (a) dan Carcharhinus obscurus (b)


(Fahmi & Dharmadi, 2013a).

12
(a) (b)
Gambar 10. Perbedaan bentuk moncong dan gigi antara Carcharhinus falciformis (a)
dan Carcharhinus obscurus (b) (Foto: koleksi pribadi).

Dengan demikian, identifikasi jenis jantan mencapai matang kelamin pada


hiu Carcharhinus falciformis memerlukan ukuran panjang total antara 2,8 hingga 3
tingkat ketelitian yang tinggi, terutama m (White et al., 2006).
apabila melakukan pendataan ketika
Bentuk sirip hiu Carcharhinus
kedua jenis hiu tersebut ditemukan secara
falciformis relatif mudah diidentifikasi
bersamaan, seperti di daerah perairan
berdasarkan bentuk sirip punggungnya
Samudera Hindia. Patokan lain yang
(Gambar 11). Bentuk sirip punggung
dapat dilihat adalah pada perkembangan
agak membulat di bagian ujungnya serta
klasper untuk individu jantannya. Pada
sedikit condong ke belakang, dengan
ukuran panjang tubuh sekitar dua meter,
bagian belakang yang tidak menempel
klasper C. falciformis sudah terlihat
pada tubuh (free rear tip) terlihat
panjang dan matang, sedangkan pada
memanjang. Warna sirip bervariasi mulai
jenis C. obscurus masih pendek dan
dari abu-abu hingga abu kecoklatan
belum matang. Carcharhinus obscurus
(Abercrombie et al., 2013).

13
Gambar 11. Bentuk sirip Carcharhinus falciformis: a) punggung; b) ekor; c) dada bagian
bawah; d) dada bagian atas (Foto: koleksi pribadi).

PENUTUP Bonfil, R. 1994. Overview of world


elasmobranch fisheries. FAO,
Ketersediaan buku dan panduan Rome: 119 pp.
pengenalan jenis hiu apendiks CITES
merupakan salah satu upaya pemerintah Camhi, M. S., S. Fowler, J. Musick, A.
Indonesia sebagai negara anggota CITES Brautigam and S. Fordham.
1998. Sharks and Their
untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan
Relatives - Ecology and
yang sudah ditetapkan dalam sidang CoP
Conservation. IUCN SSC
CITES. Dengan tersedianya panduan- Shark Specialist Group, Gland,
panduan tersebut, diharapkan dapat Switzerland and Cambridge,
mempermudah identifikasi produk dan UK: iv + 39 pp.
proses pendataan komoditas hiu CITES
Cavanagh, R. D., P. M. Kyne, S. L. Fowler,
di pasaran.
J. A. Musick and M. B. Bennett.
2003. The conservation status of
DAFTAR PUSTAKA Australasian chondrichthyans:
Report of the IUCN Shark
Abercrombie, D. L., D. D. Chapman, S. J. Specialist Group Australia
B. Gulak and J. K. Carlson. 2013. and Oceania regional Red
Visual identification on fins List workshop, Queensland,
from common elasmobranchs in Australia In: Cavanagh, R.
the Northwest Atlantic Ocean. D., P. M. Kyne, S. L. Fowler,
National Marine Fisheries J. A. Musick and M. B.
Service NOAA, Panama City: Bennett (Eds.). The University
51 pp. of Queensland, School of
Biomedical Sciences, 170 pp.

14
Clarke, S. C., E. J. Milner-Gulland and Orectolobiformes) (Vol. 2).
T. Bjørndal. 2007. Perspective: FAO, Rome: 269 pp.
social, economic and regulatory
Compagno, L. J. V., M. Dando and S.
drivers ofthe shark fin trade.
L. Fowler. 2005. Sharks of the
Marine Resource Economics
world. Princeton University
22: 305-327.
Press, New Jersey: 368 pp.
Cliff, G., L. J. V. Compagno, M. J. Smale,
Cortés, E. 2000. Life History Patterns and
R. P. Van Der Elst and S. P.
Correlations in Sharks. Reviews
Wintner. 2000. First records
in Fisheries Science, 8 (4): 299-
of white sharks Carcharodon
344.
carcharias, from Mauritius,
Zanzibar, Madagascar and Duffy, C. A. J. 2016. First record of
Kenya. South African Journal the white shark Carcharodon
of Science 96: 365-367. carcharias (Lamniformes:
Lamnidae) from Sabah,
Compagno, L. J. V. 1984. FAO species
Malaysian Borneo. Marine
catalogue. Sharks of the
Biodiversity Records, 9 (1).
world. An annotated and
illustrated catalogue of sharks Dulvy, N. K., S. L. Fowler, J. A. Musick,
species known to date. Part R. D. Cavanagh, P. M. Kyne, L.
1: Hexancathiformes to R. Harrison, J. K. Carlson, L.
Lamniformes (Vol. 4). FAO, N. Davidson, S. V. Fordham,
Rome: 1-249 pp. M. P. Francis, C. M. Pollock,
C. A. Simpfendorfer, G. H.
Compagno, L. J. V. 1998. Sharks. In: K.
Burgess, K. E. Carpenter, L.
E. Carpenter and V. H. Niem
J. Compagno, D. A. Ebert, C.
(Eds), Species identification
Gibson, M. R. Heupel, S. R.
guide for fishery purposes.
Livingstone, J. C. Sanciangco,
The living marine resources
J. D. Stevens, S. Valenti and
of the western central Pacific.
W. T. White. 2014. Extinction
Cephalopods, crustaceans,
risk and conservation of the
holothurians and sharks (Vol.
world’s sharks and rays. eLife,
2). FAO, Rome, pp. 1193-1366.
3, e00590.
Compagno, L. J. V. 2001. Species
Fahmi dan Dharmadi. 2013a. Pengenalan
catalogue for fishery purpose.
jenis-jenis hiu Indonesia.
Sharks of the world an annotated
Direktorat Konservasi Kawasan
and illustrated catalogue of
dan Jenis Ikan, Kementerian
sharks species known to date.
Kelautan dan Perikanan,
Bullhead, mackerel and carpet
Jakarta: 63 pp.
sharks (Heterodontiformes,
Lamniformes and

15
Fahmi dan Dharmadi. 2013b. Tinjauan Janvier, P. 2007. Living primitive fishes
status perikanan hiu dan upaya and fishes from deep time. In:
konservasinya di Indonesia. D. J. Mckenzie, A. P. Farrell and
Direktorat Konservasi Kawasan C. J. Brauner (Eds), Primitive
dan Jenis Ikan, Kementrian fishes. Elsevier Academi Press,
Kelautan dan Perikanan, California, USA, pp. 2-53.
Jakarta: 179 pp.
Lack, M. and G. Sant. 2011. The
Fahmi and Dharmadi. 2014. First future of sharks: a review
confirmed record of the white of action and inaction.
shark Carcharodon carcharias TRAFFIC International & The
(Lamniformes: Lamnidae) from PEW Environment Group,
Indonesia. Marine Biodiversity Cambridge, UK
Records, 7.
Last, P. R., W. T. White, J. N. Caira,
Fahmi and W. T. White. 2015. First record Dharmadi, Fahmi, K. Jensen,
of the basking shark Cetorhinus A. P. K. Lim, B. M. Manjaji,
maximus (Lamniformes: G. J. Naylor, J. J. Pogonoski, J.
Cetorhinidae) in Indonesia. D. Stevens and G. K. Yearsley.
Marine Biodiversity Records, 8 2010. Sharks and Rays of
(e18): 1-3. Borneo. CSIRO, Collingwood,
Australia: 298 pp.
Fowler, S. L. and R. D. Cavanagh. 2005.
International conservation and Mundy-Taylor, V. and V. Crook. 2013. Into
management initiatives for the deep: Implementing CITES
chondrichthyan fish. In Sharks, measures for commercially-
rays and chimaeras: The status valuable sharks and manta
of the chondrichthyan fishes. rays. Traffic: 106 pp.
IUCN / SSC Shark Specialist
Myers, R. A. and B. Worm. 2005.
Group, Gland, Switzerland and
Extinction, survival or recovery
Cambridge, UK, pp. 58-69.
of large predatory fishes.
Himawan, M. R., C. Tania, B. A. Noor, Philosophical Transactions
A. Wijonarno, B. Subhan and of the Royal Society B, 360
H. Madduppa. 2015. Sex and (1453): 13-20.
size range composition of
Stevens, J. D., R. Bonfil, N. K. Dulvy and
whale shark (Rhincodon typus)
P. A. Walker. 2000. The effects
and their sighting behaviour
of fishing on sharks, rays, and
in relation with fishermen
chimaeras (chondrichthyans),
lift-net within Cenderawasih
and the implications for marine
Bay National Park, Indonesia.
ecosystems. ICES Journal of
AACL Bioflux, 8 (2): 123-133.
Marine Science, 57 (3): 476-494.

16
Taylor, L. 1985. White sharks in Hawaii: Yusma, A. M. I., C. Tania, R. S. J.
Historical and contemporary Junaidi, Adnan dan L. Otolua.
records. Memoirs of the 2016. Identifikasi Kemunculan
Southern California Academy Hiu Paus (Rhincodon typus) di
of Sciences, 9: 41-48. Perairan Talisayan, Kabupaten
Berau, Provinsi Kalimantan
White, W. T., P. R. Last, J. D. Stevens,
Timur. Dalam: Dharmadi and
G. K. Yearsley, Fahmi and
Fahmi (Eds), Simposium hiu
Dharmadi. 2006. Economically
dan pari di Indonesia. WWF,
important sharks and rays of
Bogor, pp. 107-113.
Indonesia. ACIAR, Canberra:
329 pp.

17

Anda mungkin juga menyukai