Anda di halaman 1dari 22

PERAN OTORITAS KEILMUAN DALAM

PEMANFAATAN JENIS IKAN DILINDUNGI


DAN/ATAU JENIS IKAN YANG TERCANTUM
DALAM APENDIKS CITES
Dr Amir Hamidy, M.Sc,
Sekretariat Kewenangan Ilmiah Keanekaragaman Hayati (SKIKH)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
Disampaikan dalam Sosialisasi Pelayanan Pemanfaatan Jenis Ikan Dilindungi dan/atau jenis Ikan
yang tercantum dalam Apendiks CITES
Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan
pada 16 Februari 2022
KEWENANGAN LIPI
 Institusi pemegang otoritas keilmuan dalam berbagai aspek, seperti pemberian data dan
timbangan ilmiah dalam rangka konservasi keanekaragaman hayati, termasuk juga dalam
pelaksanaan konvensi internasional, seperti Convention on International Trade in Endangered
Species of Wild Fauna (CITES) dan Flora dan Convention on Biological Diversity (CBD).

 Berdasarkan  Peraturan Pemerintah (PP) No. 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan
Satwa, PP No. 8/1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, serta PP No.
60/2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan, LIPI ditetapkan sebagai otoritas keilmuan
dengan wewenang:
1. Memberikan rekomendasi kepada otoritas pengelola tentang penetapan daftar klasifikasi, kuota
penangkapan dan perdagangan, termasuk ekspor, re-ekspor, impor, introduksi dari laut semua
spesimen tumbuhan dan satwa.
2. Memonitor ijin perdagangan, dan realisasi perdagangan serta memberikan rekomendasi
kepada otoritas pengelola tentang pembatasan pemberian ijin perdagangan tumbuhan dan
satwa liar karena berdasarkan evaluasi secara biologis pembatasan seperti itu perlu dilakukan.
3. Bertindak sebagai pihak yang independen memberikan rekomendasi terhadap konvensi
internasional di bidang konservasi tumbuhan dan satwa liar.
4. Memberikan rekomendasi pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar untuk keperluan penelitian
yang akan dibawa ke luar negeri.
Apa itu CITES?
 (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna)
merupakan suatu bentuk kesepakatan negera-negara anggota untuk mengontrol
perdagangan hidupan liar secara internasional.
 Tujuan: Mencegah terjadinya kepunahan jenis-jenis tumbuhan dan satwa liar yang dapat
atau mungkin disebabkan oleh adanya kegiatan perdagangan internasional.

 Legality, traceability, sustainability


 Diselenggarakan dengan pengontrolan peredaran spesimen jenis-jenis hidupan
liar yang terdaftar dalam apendiks CITES oleh semua negara pihak – common
procedural mechanism.
 Pengontrolan dilakukan dengan penerbitan izin oleh otoritas pengelola
(manajement authority atau MA) setelah melalui pertimbangan dari otoritas
keilmuan (scientific authority atau SA).
Sejarah CITES
 CITES mula-mula didirikan pada tahun 1960 an karena adanya kekhawatiran beberapa
negara terhadap peningkatan volume perdagangan internasional dari jenis-jenis satwa
dan tumbuhan liar.
 Spesimen yang diperdagangan kian beragam dari spesimen hidup hingga berbagai
produk turunannya.
 CITES secara efektif mulai bekerja pada tanggal 1 Juli 1975
 Indonesia merupakan anggota ke 48 dimana mulai tanggal 28 Desember 1978
(Accession) dan 28 Maret 1979 (Entry in to force).
Prinsip Implementasi

 APPENDIX I
Daftar Satwa dan Tumbuhan yang berdasarkan CITES
termasuk ke dalam golongan mendekati kepunahan
sehingga pemanfaatan spesies tersebut perlu perlakuan
internasional yang sangat ketat.
51 Perusahaan
APPENDIX II
Daftar Satwa dan Tumbuhan yang berdasarkan CITES termasuk ke dalam golongan
langka sehingga pemanfaatan spesies tersebut perlu perlakuan internasional.

Dalam Pasal IV CITES: Ijin ekspor untuk tumbuhan dan satwa liar yang tercantum dalam Appendiks II
dikeluarkan jika:

1. SA telah memberikan rekomendasi bahwa ekspor tsb tidak akan menyebabkan ancaman terhadap
populasinya di alam (non-detriment).

2. MA telah menyatakan bahwa spesimen yg akan diekspor diambil dari alam secara sah.

3. MA telah menyatakan bahwa pengapalan (pengiriman) tumbuhan dan satwa liar tsb minim dari kerusakan,
luka serta ancaman kesehatan lain yg diperlakukan terhadap spesimen.
Prinsip Implementasi
APPENDIX III
 Daftar Satwa dan Tumbuhan yang
berdasarkan negara pemiliknya
termasuk ke dalam kategori jarang
sehingga pemanfaatan spesies
tersebut perlu dipantau secara
internasional
 Negara pihak meminta agar spesimen
yang berasal dari negaranya
diperlakukan seperti halnya jenis-jenis
di apendiks II (art. 2 par.3 & art.5).
Legislasi nasional untuk implementasi CITES
 CITES compliance (kepatuhan) meliputi kewajiban-kewajiban:
 Penunjukkan MA dan SA (artikel IX)
 Memastikan bahwa suatu peredaran (trade) hanya dapat berlangsung dengan memenuhi ketentuan-ketentuan konvensi (artikel III-
VII)
 Menerapkan langkah-langkah hukum yang memastikan bahwa semua ketentuan konvensi terpenuhi dan mencegah peredaran yang
menyalahi ketentuan (artikel VIII)
 Merekam peredaran dan melaporkan implementasi konvensi (artikel VIII)
 Berkomunikasi aktif dengan sekretariat terkait implementasi konvensi (artikel XIII)

 Kategori legislasi nasional negara pihak diurutkan berdasarkan kesesuaian dengan kebutuhan ( meet all the requirements) implementasi
CITES: 1, 2, 3 dan CONCERN

 Legislasi nasional di Indonesia yang merupakan bagian pemenuhan kewajiban implementasi CITES:
 UU 5/1990 (Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem)
 UU 31/2004 (Perikanan)
 PP 7/1999 (Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa)
 PP 8/1999 (Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa)
 PP 60/2007 (Konservasi Sumber Daya Ikan)
 SK (Menhut) 447/2003 (Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar)
 Permenhut No19/2005 (Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar)
 Permen KP No 61/2018 (Tata Cara Pemanfaatan Jenis Ikan)

 Secara keseluruhan menjadikan penilaian terhadap legislasi nasional Indonesia termasuk ke dalam kategori 1
Tugas-tugas Otoritas Keilmuan sesuai Ketentuan CITES

 Termaktub dalam teks konvensi dan diuraikan lebih lanjut dalam resolusi
(Conf.10.3)
 Menentukan bahwa ekspor suatu spesimen spesies apendiks I dan II, dan impor spesimen spesies
apendiks I tidak membahayakan (non detrimental) atau tidak akan menyebabkan kepunahan
 Menentukan bahwa pengambilan suatu spesimen dari laut lepas ( introduction from the sea) tidak
membahayakan atau tidak akan menyebabkan kepunahan
 Memantau izin ekspor yang diberikan berikut ekspor spesimen aktual untuk memastikan bahwa
suatu spesies dipertahankan pada level yang sesuai dengan peranannya di alam dan untuk
menghindarkan pemasukan jenis tersebut ke dalam apendiks I

 Termuat dalam resolusi


 Memberikan saran dalam hal pendaftaran fasilitas penangkaran
 Memberikan saran dalam pemusnahan barang sitaan
 Membantu menyiapkan proposal perubahan apendiks dalam hal status biologi jenis-jenis yang
terpengaruh oleh perdagangan (peredaran)
 Mereview proposal perubahan apendiks yang diajukan negara pihak yang lain
Ketentuan-ketentuan di dalam negeri yang memenuhi
keperluan implementasi CITES
Permen KP No 61 Tahun 2018 mencakup seluruh bentuk pemanfaatan dari alam (Jenis Ikan yang
dilindungi dan Apendiks CITES)

• Pasal 1 angka 10 :

“Kuota Pengambilan adalah batas jumlah maksimum Jenis Ikan yang dapat diambil dari
alam selama 1 (satu) tahun mulai tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember tahun yang
sama”

• Pasal 6 mengenai kuota pengambilan: merupakan batasan jenis & jumlah; ditetapkan dengan
memperhatikan rekomendasi otoritas keilmuan; memuat nama jenis ikan, jumlah, ukuran,
satuan jenis ikan.
REKOMENDASI KUOTA PENGAMBILAN JENIS IKAN
Permen KP No 61 Tahun 2018 pasal 7
• Rekomendasi didasarkan pada data dan informasi ilmiah hasil inventarisasi dan monitoring populasi
jenis ikan
• Dalam hal data yang dimaksud tidak tersedia maka data dapat diperoleh atas dasar: kondisi habitat jenis
ikan; informasi ilmiah dan teknis lain tentang populasi dan habitat; realisasi pengambilan tahun sebelumnya;
kebijakan pemerintah daerah terkait dengan konservasi jenis ikan; dan kearifan tradisional
• Inventarisasi dan monitoring dapat dilaksanakan oleh otoritas keilmuan, Kementerian/Lembaga,
Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi, Asosiasi pemanfaatan Jenis Ikan, dan Lembaga Swadaya
Masyarakat standar yang ditetapkan atau dikembangkan oleh Otoritas Keilmuan (Scientific Authority).
• Inventarisasi dan atau monitoring populasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilaksanakan
berdasarkan metode standar yang ditetapkan atau dikembangkan oleh otoritas keilmuan
• Otoritas keilmuan mempunyai kewenangan dalam mengumpulkan data dan informasi tentang populasi
jenis Ikan sebagaimana dimaksud.
MEKANISME PENYUSUNAN REKOMENDASI
KUOTA PENGAMBILAN JENIS IKAN DI LIPI

Pelaku Pelaku REKOMENDASI


Pelaku
Usaha Usaha KUOTA TANGKAP
Usaha

RAPAT Para pihak


Asosiasi Akademisi
PEMBAHASAN
NGO
K/L terkait dll
UPT Daerah LIPI (SA)

Management USULAN
Authority RESMI (MA)
Garis besar perumusan rekomendasi kuota tangkap

 Usulan pemanfaatan komersil masuk melalui KLHK dan KKP untuk semua jenis
pemanfaatan, disertai dengan data realisasi pemanfaatan tahun sebelumnya
 Usulan pemanfaatan komersil dibahas dengan berbagai pihak: akademisi, peneliti,
para pemerhati TSL (LSM), petugas lapangan (mis. BKSDA, L/BPSPL) dan staf K/L
terkait lainnya, dll  Sharing data & informasi
 Hasil pembahasan dirumuskan dalam bentuk draft rekomendasi yang kemudian
disosialisasikan pada para pihak: pelaku usaha, pemerhati kehati, instansi
pemerintah.
 Pasca sosialisasi, rumusan difinalisasikan oleh tim LIPI dan disampaikan kepada KLHK
dan KKP dalam bentuk daftar (setebal buku) dengan surat pengantar
 Rekomendasi pemanfaatan non komersial didasarkan pada proposal kegiatan
(penelitian) yang diajukan dengan memperhatikan aspek-aspek biologi taksa,
dirumuskan dalam bentuk surat rekomendasi
KENDALA DALAM PENENTUAN KUOTA

• Jumlah usulan (taksa dan lokasi) yang sangat banyak

• Keterbatasan jumlah dan kualitas data dari para pihak

• Kurangnya partisipasi dan kontribusi para pihak (banyak aspek)  mascot species, non mascot
species

• Ketersediaan dana untuk fact finding teramat minim  Feed back concept PNBP for the species??

• Koordinasi lintas sektor untuk kontrol peredaran, akses monitoring, data informasi, dll masih harus
ditingkatkan

• Aliran data realisasi kuota, data produktiftas penangkaran, dll belum optimal (hanya menjelang
penetapan kuota)
PENDEKATAN YANG DITERAPKAN
(UNTUK MENGATASI KENDALA)

• Mengedepankan prinsip kehati-hatian (precautionary principle) namun dengan memperhatikan aspek


sosial & pemahaman pasar.

• Telaahan akurasi data yang tersedia dilakukan dengan fact finding ke lokasi jika memungkinkan atau
menghubungi para pihak atau mencari sumber lain.

• Melakukan standarisasi survey untuk digunakan para pihak yang ingin membantu kontribusi data.

• Menetapkan pembatasan/mekanisme pemanenan alternative.

• Scientific Judgement lewat pengalaman hasil kunjungan lapang atau pemahaman akan spesies yang
dimaksud secara general (namun cukup update).
Tata Kelola TSL CITES

Review of Significant Trade


REKOMENDASI KUOTA
SA MA (RST)
TANGKAP ALAM TSL
CITES
Global Market
PANEN ALAM
90% US, EU,
KUOTA TANGKAP ALAM
EKSPOR Japan,
SK DIRJEND TAHUAN
China,
REKOMENDASI/REVIEW DARI SA Singapore
SPECIMEN HASIL RENCANA PRODUKSI EKSPOR Timur Tengah
PENANGKARAN PENANGKARAN dll
SK DIRJEND TAHUAN
BEBERAPA CATATAN REKOMENDASI
KUOTA PENGAMBILAN JENIS IKAN TAHUN 2022

Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus) 


 Kuota tangkap alam NIHIL, karena hasil NDF sementara negatif. Perlu moratorium untuk
memulihkan kondisi populasi. 
 Permohonan kuota panen hasil ranching ikan Napoleon (Cheilinus undulatus) dapat diberikan
dengan syarat pelaku usaha wajib menyampaikan proposal kepada SA dan MA yang berisi
jumlah ikan yang ada di keramba, periode pembasaran (hasil pembesaran 2-3 tahun lalu) dan
teknologi pemeliharaan. Selain itu, perlu ada BAP dari MA.
 Untuk provinsi yang mendapatkan kuota panen hasil ranching perlu menyampaikan laporan
realisasi kepada SA dan MA di akhir tahun sebagai bahan pertimbangan untuk evaluasi kuota
tahun selanjutnya. Laporan tersebut berisi jumlah ikan yang mati dan teknologi pemeliharaan
dan pembesaran beserta dokumentasi pendukungnya kepada SA dan MA.
 Sementara itu, khusus untuk Provinsi Kepulauan Riau, MA diharapkan melaporkan informasi
pelaku usaha yang melaksanakan program ranching serta setiap pelaku usaha diwajibkan
menyampaikan laporan progress program tersebut. Kuota yang diberikan mengikat pada pelaku
usaha dan dibagikan sesuai pelaku usaha yang secara kooperatif melaporkan kegiatan ranching
secara legal. 
Kuda Laut (Hippocampus spp.) 
Pemberian kuota Kuda Laut (Hippocampus spp.) hasil tangkapan alam dari Kepulauan Riau
hanya untuk pemanfaatan dalam negeri. Pelaku usaha wajib menyampaikan laporan berisi
realisasi berupa spesies yang ditangkap, lokasi penangkapan dan produk/jenis pemanfaatan
terkait dengan aspek ketelusuran serta konversi produk/jenis ke individu. Laporan realisasi ini
akan menjadi evaluasi pemberian kuota tahun selanjutnya. Perlu ada BAP dari MA KKP dan
pemetaan pelaku usaha dan jenis produk. 

Hiu Tikus (Alopias pelagicus dan A. superciliosus) 


 NDF akan diselesaikan dan rekomendasi pemanfaatan akan disampaikan pada tahun berjalan
(2022). Perlu data dukung dalam pembuatan NDF : diantaranya lokasi pendaratan non
perikanan tuna di Indonesia, data biologi di lokasi pendaratan, informasi perikanan tangkap,
lalu lintas perdagangan, pengelolaan terkini dan informasi terkait lainnya. Pihak-pihak yang
memiliki data dukung tersebut dapat menyampaikan kepada SA melalui email
skikh@mail.lipi.go.id
Ikan Sidat (Anguilla spp) 

•Penangkapan benih dilakukan pada puncak musim migrasi glass eel (Ikan Sidat) jenis terkait
(November-Februari).
•Benih sidat ditangkap dari alam (0,15-0,18 gram dengan panjang sekitar 45-55 mm); Ada upaya
aklimatisasi masa kritis minimal 24 jam setelah aktifitas penangkapan. 
•Benih tersebut dibesarkan hingga ukuran 250-300 gram (ukuran panen) dan umumnya priode
pembesaran selama 1-1,5 tahun. 
•Dilarang menangkap benih sidat pada tanggal 27 dan 28 bulan Komariah (berdasarkan Permen KP
No 80 Tahun 2020). 
•Kuota panen ranching sebagai hasil ranching kuota benih ini akan diberikan pada tahun 2023. 
•Kuota diberikan kepada perusahaan yang memiliki ijin resmi program ranching pembesaran) ikan
sidat. 
•Perlu ada kewajiban restocking, antara 5-10% dari hasil pembesaran. 
•Realisasi dilengkapi dengan tujuan pemanfaatan. 
•Perlu ada alokasi untuk ekspor sidat dewasa hasil pembesaran. 
Buku Panduan Metode
Survei dan Pemantauan
TSL : Arawana, Keong,
Kupu-kupu, Buaya,
Biawak, Burung,
Kepiting Kenari, Kura-
kura, Tokek, Katak,
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai