Oleh :
A. Latar Belakang
- Sustainable yaitu pengelolaan kawasan berserta potensinya baik flora dan fauna
dilakukan secara lestari, hati-hati dan berkelanjutan,
- Biological yaitu pengelolaan kawasan yang memperhatikan keberlangsungan hidup
keanekaragaman hayati yang didukung melalui upaya yang salah satunya adalah
pembinaan habitat,
- Benefit and Sharing yaitu pengelolaan kawasan yang dapat memberikan manfaat
bagi masyarakat sekitar kawasan maupun untuk pengelola itu sendiri
Pemanfaatan sumber daya alam hayati khususnya satwa dan tumbuhan liar terus,
meningkat untuk keperluan berbagai macam mulai dari sekedar hobi, kebutuhan medis,
untuk prestise bagi yang memelihara, untuk peragaan, untuk bahan baku kosmetik dan
untuk upacara adat dan berbagai kepentingan lainnya termasuk penelitian. Mengingat
sebagian besar sumber daya alam hayati tersebut berasal dari alam (ketergantungan
hidupnya masih mengandalkan sumber makanan dari alam, dengan istilah lain habitatnya
berada di alam), alam yang masih menjadi harapan untuk tumbuh dan berkembangnya
satwa liar dan tumbuhan liar hampir sebagian besar dari hutan konservasi, hutan lindung
dan hutan produksi bahkan sering kita jumpai berada di luar kawasan hutan seperti di
perkebunan dan lahan masyarakat lainnya. Mengingat bahwa alam itu sendiri telah
terjadi pross perubahan yang sangat signifikan seiring dengan pertumbuhan penduduk
dan pembangunan, sehingga dampak yang akan terjadi adalah menyempitnya ruang
gerak atau ruang hidup satwa-satwa liar di samping nilai ekonomi yang dihasilkan dari
pemanfaatan satwa liar cukup tinggi terutama permintaan dari luar negeri akibatnya
terjadi eksploitasi yang cukup besar, yang berpengaruh kepada kelestarian populasi di
alam.
Keterancaman akan meningkatnya permintaan jenis komoditas satwa dan tumbuhan
liar yang cukup tinggi sehingga mendorong dilakukannya penangkaran (captive
breeding) yang merupakan salah satu solusi guna mendorong keterlibatan masyarakat
dalam usaha penangkaran yang mempunyai nilai ekonomi tinggi baik secara langsung
sebagai penangkar, pengedar, pengumpul dan pengekspor komoditas satwa dan
tumbuhan liar. Oleh karena itu, pemerintah sebagai regulator wajib memberikan ruang
dan kemudahan bagi investor di bidang penangkaran ini di samping pengaturan yang
selektif untuk terciptanya pemanfaatan yang lestari. Artinya bahwa komoditas satwa dan
tumbuhan liar dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat dan negara
mendapatkan benefit dengan adanya pendapatan negara bukan pajak.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup bahan ajar ini meliputi kajian tentang pengertian penangkaran,
pemanfaatan dan penangkaran tumbuhan dan satwa liar termasuk peredarannya serta
bagaimana menjelaskan peran masyarakat (pengusaha) dalam mendukung upaya
pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar menjadi komoditas yang mempunyai prospek yang
tinggi untuk masa mendatang.
II. PEMANFAATAN DAN PENANGKARAN TUMBUHAN DAN SATWA LIAR
Pemanfaatan dan penangkaran tumbuhan dan satwa liar dapat merupakan kegiatan bisnis
konservasi yang komoditasnya berupa tumbuhan dan satwa liar yang tergolong dalam F2
(ketentuan CITES), dimana pada prinsipnya semua tumbuhan dan satwa liar yang
dilindungi dalam kategori appendix II pada prinsipnya dapat dilakukan penangkaran. Dari
hasil penangkaran inilah komoditas satwa liar dapat di ekspor ke luar negeri. Untuk
membahas lebih lanjut kegiatan bisnis konservasi dapat dijelaskan sebagai berikut :
A. Landasan Hukum
Bisnis Konservasi yaitu segala jenis kegiatan bisnis yang berhubungan dengan
perlindungan dan pemanfaatan sumber daya aalam (termasuk flora dan fauna) dan
lingkungan hidup, keunggulan bisnis ini antara lain :
Kelima unggulan tersebut merupakan anugerah bagi bangsa Indonesia yang tidak
dimiliki oleh negara lain, sehingga sudah sepantasnya pemerintah dan masyarakat
memanfaatkan peluang ini. Strategi pemerintah dalam rangka meningkatakan komoditas
tumbuhan dan satwa liar (TSL) ini semestinya ditujukan terutama untuk kepentingan
negara dan masyarakat. Oleh karena itu, regulasi yang dapat diikuti oleh masyarakat
tentunya lebih fleksibel, mengikat dan transparan. Bisnis konservasi dalam bentuk
penangkaran yang dapat dilaksanakan oleh masyarakat maupun pengusaha diarahkan
sesuai dengan kebijakan sebagai berikut :
1. Pemanfaatan yang lestari, artinya bahwa produk yang dihasilkan dari suatu
penangkaran dapat secara terus – menerus dengan tidak mengambil dari alam.
2. Pemanfaatan TSL hanya pada F2, hal ini dimaksudkan agar tidak tidak
terganggu populasi induknya (F0/F1), sehingga yang dikomersialkan adalah
turunan yang kedua (F2).
3. Fokus pada spesies kunci, artinya bahwa spesies yang ditangkarkan merupakan
komoditas unggulan yang mempunyai nilai komersial tinggi
4. Menghindari ekstraksi dari alam, dimaksudkan agar kelangsungan hidup
populasi di alam tidak terganggu. Oleh karena itu, perlu ada pengawasan yang
ketat dalam hal pemanfaatan. Beberapa potensi satwa liar yang dapat
dikembangbiakkan dan mempunyai prospek ekonomi yang tinggi antara lain :
a. Buaya muara (kulit dimanfaatkan untuk komoditas tas, ikat pinggang,
sepatu, dll)
b. Burung jalak bali, cendrawasih, kakatua jambul kuning
c. Ular phyton (kulit)
d. Tokek
e. Beberapa tumbuhan liar antara lain, gaharu, anggrek dan pakis, dsb
Filosofi penangkaran adalah mendapatkan spesimen TSL dalam jumlah, mutu, kemurnian
jenis, dan menjaga keanekaragaman genetik, mendapatkan kepastian secara administratif
maupun fisik hasil penangkaran dan untuk kepentingan pemanfaatan sehingga mengurangi
tekanan populasi di alam
Sesuai Peraturan pemerintah No. 8 Tahun 1999 tentang pemanfaatan jenis tumbuhan dan
satwa liar, antara lain meliputi :
Khusus untuk penangkaran telah diatur pengusahaannya melalui SK. Permenhut No.
P.19/2005 tentang Penangkaran TSL, dengan tujuan antara lain :
(a) Mendapatkan sepesimen TSL dalam jumlah, mutu, kemurnian jenis dan
keanekaragaman genetik yang terjamin, untuk kepentingan pemanfaatan sehingga
mengurangi tekanan langsung terhadap populasi di alam.
(b) Mendapatkan kepastian secara administratatif maupun secara fisik bahwa
pemanfaatan spesimen TSL yang dinyatakan berasal dari penangkatan adalah
benar-benar berasal dari kegiatan penangkaran.
Sebagai contoh penangkaran rusa sebagai satwa harapan, hal ini dicirikan antara lain :
Sedangkan untuk pengadaan dan legalitas asal induk penagkaran dapat dijelaskan sebagai
berikut :
Adapun ketentuan lain mengenai penandaan dan sertifikasi bagi setiap penangkaran antara
lain meliputi :
(a) Penangkar wajib memberi penandaan dan atau sertifikasi atas hasil tumbuhan dan
satwa iiar yang ditangkarkan (pasal 14 PP8/1998)
(b) Penandaan : pemberian tanda jenis tumbuhan atau satwa liar atau bagian-bagiannya
serta dari padanya yang bersifat fisik pada bagian tertentu baik dari hasil penangkaran
atau pembesaran
(c) Tujuan : membedakan induk dengan induk lainnya, induk dengan anakan, anakan
dengan anakan lainnya, spesimen hasil penangkaran dengan dari alam dan
mengetahui slisilah (pedigree), umur, dan tanda pengenal bagi individu, serta
memudahkan pengaturan perkawinan dan pengawasan
Khusus untuk perizinan penangkaran & pengedar DN/LN dilakukan pengaturan sebagai
berikut :
(a) Izin penangkaran jenis dilindungi F2 dst : Tmt 1 sept 2009 : dari Dirjen ke Kepala
UPT KSDA (Se Dirjen PHKA No. SE.2/IV-Set/2009,23 Juli 2009)
(b) Perpanjangan Izin Penangkaran & Pengedar DN/LN : perpanjangan izin harus
disampaikan penerbit izin paling lambat 3 bulan sebelum izin berakhir, dan bila
terlambat mengajukan, tidak dapat diproses lebih lanjut bila masih ingin
menlanjutkan, harus mengajukan permohonan baru sesuai peraturan.
IV. PENUTUP
Beberapa catatan dan harapan dari masyarakat kiranya perlu dipertimbangkan oleh
pemerintah terutama dalam hal :
(a) Penyederhanaan perijinan, baik untuk pemanfaatan rusa sebagai indukan
penangkaran, hasil penangkaran untuk perdagangan maupun penyederhaanaan
administrasi
(b) Untuk tahap awal memutihkan indukan yang berasal dari alam yang sudah
terlanjur dipelihara.
(c) Mengakomodir penangkar individual yang bermodal kecil
(d) Sosialisasi terkait izin, dan pelaksanaan teknis penangkaran
(e) Integrasi sistem pelayanan online, dengan pemda setempat
(f) Kemudahan pasar local maupun untuk ekspor.
DAFTAR PUSTAKA
1. Undang – Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Aalam Hayati
dan Ekosistem.
2. Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa
Liar.
3. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.19/2005 tentang Penangkaran Tumbuhan dan
Satwa Liar.
4. Keputusan Menteri Kehutanan 447/2003 tentang Tata Usaha Pengambilan atau
Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar
5. Kementerian Kehutanan 2007. Kebijakan dan Arahan Strategis Konservasi Spesies
Nasional 2008 – 2018
Peraturan Dirjen PHKA No. SK.142/IV-Set/HO/2006, 15 agustus 2006
6. https://jujubandung.wordpress.com/2012/10/18/usaha-konservasi-lingkungan-hidup/