Anda di halaman 1dari 11

PENANGKARAN TUMBUHAN DAN SATWA LIAR

Oleh :

Dr. Ir. Novianto B.W, M.Si

(Widyaswara Ahli Utama)

PUSAT DIKLAT SDM LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Bogor, Juli 2020


I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada umumnya konservasi merupakan instrumen untuk mengendalikan populasi


satwa dan tumbuhan liar di alam. Prinsip dasar konservasi meliputi antara lain :

- Sustainable yaitu pengelolaan kawasan berserta potensinya baik flora dan fauna
dilakukan secara lestari, hati-hati dan berkelanjutan,
- Biological yaitu pengelolaan kawasan yang memperhatikan keberlangsungan hidup
keanekaragaman hayati yang didukung melalui upaya yang salah satunya adalah
pembinaan habitat,
- Benefit and Sharing yaitu pengelolaan kawasan yang dapat memberikan manfaat
bagi masyarakat sekitar kawasan maupun untuk pengelola itu sendiri

Adapun manfaat konservasi bagi kehidupan manusia khususnya yang telah


diimplementasikan di kawasan konservasi dan hutan pada umumnya, antara lain dapat
menciptakan stabilitas iklim, adanya pelestarian alam terutama air dan tanah, adanya
pembaharuan sumber daya alam hayati dan ekonomi, adanya perlindungan plasma nutfah
dan bisa menghasilkan devisa dari kegiatan tourism dan rekreasi
(https://jujubandung.wordpress.com/2012/10/18/usaha-konservasi-lingkungan-hidup/).

Pemanfaatan sumber daya alam hayati khususnya satwa dan tumbuhan liar terus,
meningkat untuk keperluan berbagai macam mulai dari sekedar hobi, kebutuhan medis,
untuk prestise bagi yang memelihara, untuk peragaan, untuk bahan baku kosmetik dan
untuk upacara adat dan berbagai kepentingan lainnya termasuk penelitian. Mengingat
sebagian besar sumber daya alam hayati tersebut berasal dari alam (ketergantungan
hidupnya masih mengandalkan sumber makanan dari alam, dengan istilah lain habitatnya
berada di alam), alam yang masih menjadi harapan untuk tumbuh dan berkembangnya
satwa liar dan tumbuhan liar hampir sebagian besar dari hutan konservasi, hutan lindung
dan hutan produksi bahkan sering kita jumpai berada di luar kawasan hutan seperti di
perkebunan dan lahan masyarakat lainnya. Mengingat bahwa alam itu sendiri telah
terjadi pross perubahan yang sangat signifikan seiring dengan pertumbuhan penduduk
dan pembangunan, sehingga dampak yang akan terjadi adalah menyempitnya ruang
gerak atau ruang hidup satwa-satwa liar di samping nilai ekonomi yang dihasilkan dari
pemanfaatan satwa liar cukup tinggi terutama permintaan dari luar negeri akibatnya
terjadi eksploitasi yang cukup besar, yang berpengaruh kepada kelestarian populasi di
alam.
Keterancaman akan meningkatnya permintaan jenis komoditas satwa dan tumbuhan
liar yang cukup tinggi sehingga mendorong dilakukannya penangkaran (captive
breeding) yang merupakan salah satu solusi guna mendorong keterlibatan masyarakat
dalam usaha penangkaran yang mempunyai nilai ekonomi tinggi baik secara langsung
sebagai penangkar, pengedar, pengumpul dan pengekspor komoditas satwa dan
tumbuhan liar. Oleh karena itu, pemerintah sebagai regulator wajib memberikan ruang
dan kemudahan bagi investor di bidang penangkaran ini di samping pengaturan yang
selektif untuk terciptanya pemanfaatan yang lestari. Artinya bahwa komoditas satwa dan
tumbuhan liar dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat dan negara
mendapatkan benefit dengan adanya pendapatan negara bukan pajak.

B. Maksud dan Tujuan

Penangkaran tumbuhan dan satwa liar dimaksudkan untuk mempertahankan dan


mengontrol populasi baik berupa tumbuhan dan satwa liar, yang tujuannya mencegah
kepunahan adanya suatu species tertentu dan adanya nilai tambah apabila penangkaran
itu berhasil, sehingga dapat meningkatan kesejahteraan masyarakat dengan menjual
produk baik dalam negeri baik luar negeri.

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup bahan ajar ini meliputi kajian tentang pengertian penangkaran,
pemanfaatan dan penangkaran tumbuhan dan satwa liar termasuk peredarannya serta
bagaimana menjelaskan peran masyarakat (pengusaha) dalam mendukung upaya
pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar menjadi komoditas yang mempunyai prospek yang
tinggi untuk masa mendatang.
II. PEMANFAATAN DAN PENANGKARAN TUMBUHAN DAN SATWA LIAR

Pemanfaatan dan penangkaran tumbuhan dan satwa liar dapat merupakan kegiatan bisnis
konservasi yang komoditasnya berupa tumbuhan dan satwa liar yang tergolong dalam F2
(ketentuan CITES), dimana pada prinsipnya semua tumbuhan dan satwa liar yang
dilindungi dalam kategori appendix II pada prinsipnya dapat dilakukan penangkaran. Dari
hasil penangkaran inilah komoditas satwa liar dapat di ekspor ke luar negeri. Untuk
membahas lebih lanjut kegiatan bisnis konservasi dapat dijelaskan sebagai berikut :

A. Landasan Hukum

Dasar hukum pelaksanaan penangkaran mengacu kepada ketentuan-ketentuan sebagai


berikut :
1. UU No. 5 Tahun 1990 tentang KSDAH & E
2. PP No. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan TSL
3. Permenhut No. P.19/2005 tentang Penangkaran TSL
4. Kepmenhut 447/2003 tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan
Peredaran TSL
Ke-empat dasar hukum tersebut merupakan landasan pokok dalam upaya penangkaran
yang merupakan regulasi yang selama ini dilakukan terutama untuk peredaran tumbuhan
dan satwa liar.

B. Pemanfaatan dan Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar Sebagai Bisnis


Konservasi

Bisnis Konservasi yaitu segala jenis kegiatan bisnis yang berhubungan dengan
perlindungan dan pemanfaatan sumber daya aalam (termasuk flora dan fauna) dan
lingkungan hidup, keunggulan bisnis ini antara lain :

1. Sumber bahan bakunya bervariasi, baik jumlah dan jenisnya


2. Sustainbility dapat dirancang
3. Peluangnya Sangat besar
4. Produknya Spesifik
5. Laju Demand meningkat

Kelima unggulan tersebut merupakan anugerah bagi bangsa Indonesia yang tidak
dimiliki oleh negara lain, sehingga sudah sepantasnya pemerintah dan masyarakat
memanfaatkan peluang ini. Strategi pemerintah dalam rangka meningkatakan komoditas
tumbuhan dan satwa liar (TSL) ini semestinya ditujukan terutama untuk kepentingan
negara dan masyarakat. Oleh karena itu, regulasi yang dapat diikuti oleh masyarakat
tentunya lebih fleksibel, mengikat dan transparan. Bisnis konservasi dalam bentuk
penangkaran yang dapat dilaksanakan oleh masyarakat maupun pengusaha diarahkan
sesuai dengan kebijakan sebagai berikut :
1. Pemanfaatan yang lestari, artinya bahwa produk yang dihasilkan dari suatu
penangkaran dapat secara terus – menerus dengan tidak mengambil dari alam.
2. Pemanfaatan TSL hanya pada F2, hal ini dimaksudkan agar tidak tidak
terganggu populasi induknya (F0/F1), sehingga yang dikomersialkan adalah
turunan yang kedua (F2).
3. Fokus pada spesies kunci, artinya bahwa spesies yang ditangkarkan merupakan
komoditas unggulan yang mempunyai nilai komersial tinggi
4. Menghindari ekstraksi dari alam, dimaksudkan agar kelangsungan hidup
populasi di alam tidak terganggu. Oleh karena itu, perlu ada pengawasan yang
ketat dalam hal pemanfaatan. Beberapa potensi satwa liar yang dapat
dikembangbiakkan dan mempunyai prospek ekonomi yang tinggi antara lain :
a. Buaya muara (kulit dimanfaatkan untuk komoditas tas, ikat pinggang,
sepatu, dll)
b. Burung jalak bali, cendrawasih, kakatua jambul kuning
c. Ular phyton (kulit)
d. Tokek
e. Beberapa tumbuhan liar antara lain, gaharu, anggrek dan pakis, dsb

Sedangkan potensi keanekaragaman hayati yang dapat dikembangkan pula


masih cukup luas dan beragam, sehingga hal ini merupakan modal utama bagi
bangsa Indonesia untuk lebih mengembangkan sumber daya hayati untuk
menjadikan negara lebih maju dan masyarakat diharapkan dapat menikmatinya.
Beberapa potensi sumber daya alam hayati (Kementerian Kehutanan 2007)
antara lain:

a. 704 Jenis Mamalia (terbanyak di dunia)


b. 1600 Jenis Kupu-kupu (terbanyak di dunia)
c. 600 Jenis Reptil (ke-3 terbanyak di dunia)
d. 1598 Jenis Burung (17% dari seluruh jenis burung di dunia)
e. 270 Jenis Amphibia (ke-5 terbanyak di dunia)
f. 20.000 Jenis Tumbuhan Berbunga (ke-7 terbanyak di dunia)

Untuk memperjelas kegiatan Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan


Ekosistemnya berupa Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya, khususnya terkait dengan Tumbuhan dan Satwa Liar, pemerintah
mengeluarkan kebijakan berupa Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 1999 tentang
Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa
liar bertujuan agar jenis tumbuhan dan satwa liar dapat didayagunakan secara lestari
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang dilakukan dengan mengendalikan
pendayagunaan jenis tumbuhan dan satwa liar atau bagian-bagiannya serta hasil dari
padanya dengan tetap menjaga keanekaragaman jenis dan keseimbangan ekosistem.
Dalam Peraturan Pemerintah tersebut dijelaskan bahwa terdapat banyak bentuk kegiatan
pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa Liar yang salah satunya adalah melalui kegiatan
penangkaran tumbuhan dan satwa liar.
Kegiatan penangkaran dapat dilakukan terhadap tumbuhan dan satwa liar baik yang
dilindungi undang-undang maupun yang tidak dilindungi undang-undang. Pedoman
tentang tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi undang-undang diatur dalam Peraturan
Pemerintah No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Manfaat langsung kegiatan penangkaran adalah terjaminnya kelestarian suatu jenis
tumbuhan dan satwa liar. Penangkaran dapat memenuhi kebutuhan jangka panjang
cadangan plasma nutfah, sebagai bahan analisis, bahan penelitian, bahan
perkembangbiakan atau persilangan, bahan pemuliaan, sebagai back up satwa liar
terhadap jenis satwa liar yang di alam, sumber bahan reintroduksi, pengganti populasi
liar untuk riset biologi populasi dan sosio biologinya, untuk pendidikan masyarakat serta
untuk obyek rekreasi. Disamping itu, dengan kegiatan penangkaran maka akan
terciptanya peluang bagi masyarakat baik secara perorangan maupun badan usaha untuk
memanfaatkan kekayaan sumber daya alam hayati berupa tumbuhan dan satwa liar untuk
keperluan komersial dengan ketentuan-ketentuan yang ada dalam kegiatan penangkaran.
Manfaat tidak langsung kegiatan penangkaran adalah berkurangnya tindak pidana
kehutanan berupa perburuan secara illegal, perdagangan tumbuhan dan satwa liar secara
illegal, dan kepemilikan tumbuhan dan satwa liar secara illegal.
Dalam rangka mengatur ketentuan-ketentuan terkait kegiatan penangkaran,
Kementerian Kehutanan mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor :
447/Kpts-II/2003, tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran
Tumbuhan dan Satwa Liar. Kebijakan ini kemudian disempurnakan dengan
dikeluarkannya Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.19/Menhut-II/2005 tentang
Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar. Peraturan ini menjelaskan perihal kegiatan
penangkaran sccara terperinci dan lebih komprehensif yang meliputi ketentuan umum,
bentuk penangkaran, pengembang biakan satwa, pembesaran satwa, perbanyakan
tumbuhan secara buatan, penandaan dan sertifikasi, standar kualifikasi penangkaran,
status dan kode hasil penangkaran, restocking dan status purna penangkaran, izin
penangkaran, Sampai dengan sanksi-sanksi terkait kegiatan penangkaran.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.19/Menhut-II/2005 tentang
Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar, yang dimaksud dengan penangkaran adalah
upaya perbanyakan melalui pengembangbiakan dan pembesaran tumbuhan dan satwa
liar dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya. Penangkaran tumbuhan dan
satwa liar dilaksanakan dalam bentuk:
a) Pengembangbiakan satwa
b) Pembesaran satwa, yang merupakan pembesaran anakan dari telur yang diambil
dari habitat alam yang ditetaskan di dalam lingkungan terkontrol dan atau dari
anakan yang diambil dari alam (ranching/rearing)
c) Perbanyakan tumbuhan secara buatan dalam kondisi terkontrol (artificial
propagation)

Pengembangbiakan satwa liar adalah kegiatan penangkaran terdiri dari perbanyakan


individu melalui cara kawin (sexual) maupun tidak kawin (asexsual) di dalam
lingkungan buatan dan atau semi alami serta terkontrol dengan tetap mempertahankan
kemurnian jenisnya. Pembesaran satwa adalah kegiatan penangkaran yang dilakukan
dengan pemeliharaan dan pembesaran anakan atau penetasan telur satwa liar dari alam
dengan mempertahankan kemurnian jenisnya. Perbanyakan tumbuhan (artificial
propagation) adalah kegiatan penangkaran yang dilakukan dengan cara memperbanyak
dan menumbuhkan tanaman di dalam yang terkontrol dari bahan seperti biji, potongan
(stek), pemencaran rumput, kultur jaringan, dan spora dengan tetap mempertahankan
kemurnian jenisnya.
III. PROSEDUR PENANGKARAN

Penangkaran seperti disebut di atas adalah upaya perbanyakan melalui pengembangbiakan


dan pembesaran TSL dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya.

Filosofi penangkaran adalah mendapatkan spesimen TSL dalam jumlah, mutu, kemurnian
jenis, dan menjaga keanekaragaman genetik, mendapatkan kepastian secara administratif
maupun fisik hasil penangkaran dan untuk kepentingan pemanfaatan sehingga mengurangi
tekanan populasi di alam

Sesuai Peraturan pemerintah No. 8 Tahun 1999 tentang pemanfaatan jenis tumbuhan dan
satwa liar, antara lain meliputi :

(a) Pengkajian, penelitian dan pengembangan


(b) Penangkaran
(c) Perburuan
(d) Perdagangan
(e) Peragaan
(f) Pertukaran
(g) Budidaya tanaman obat-obatan
(h) Pemeliharaan untuk kesenangan

Khusus untuk penangkaran telah diatur pengusahaannya melalui SK. Permenhut No.
P.19/2005 tentang Penangkaran TSL, dengan tujuan antara lain :

(a) Mendapatkan sepesimen TSL dalam jumlah, mutu, kemurnian jenis dan
keanekaragaman genetik yang terjamin, untuk kepentingan pemanfaatan sehingga
mengurangi tekanan langsung terhadap populasi di alam.
(b) Mendapatkan kepastian secara administratatif maupun secara fisik bahwa
pemanfaatan spesimen TSL yang dinyatakan berasal dari penangkatan adalah
benar-benar berasal dari kegiatan penangkaran.

Adapun bentuk penangkaran diwujudkan antara lain :

(a) Pengembangbiakan satwa :


- Pengembangbiakan dalam lingkungan terkontrol (captive breeding)
- Pengembangan populasi berbasis alam (wild based population management)
(b) Pembesaran satwa (ranching/rearing)
(c) Perbanyak tumbuhan secara buatan dalam kondisi terkontrol (artificial
propagation)

Sebagai contoh penangkaran rusa sebagai satwa harapan, hal ini dicirikan antara lain :

(a) Memiliki breeding behavior yang relatif mudah


(b) Non-endemik spesies, terutama untuk wilayah Indonesia timur
(c) manfaat : daging rusa (venison) relatif lebih disukai oleh masyarakat karena
dagingnya yang lembut, hasil penelitian daging ini lebih menyehatkan
dibandingkan kelompok hewan ternak yang telah di domestikasi lebih awal

Sedangkan rusa di Indonesia terdiri atas jenis :

(a) Rusa sambar (cervus unicolor), Asiatic spesies


(b) Rusa timor (russa timorensis), jawa baki nustra, di introduce ke sulawesi, maluku,
papua dan kalimantan
(c) Rusa bawean (axis kuhli), endemik Pulau Bawean
(d) Muncak/kijang (muntiacus muntjak), endemik Pulau Jawa
(e) Rusa chital/totol (axis), berasal dari india, srilanka

Adapun Izin Penangkaran TSL berdasarkan status legalitas antara lain :

STATUS DIRJEN UPT KSDA PEMDA


(Dinas Prov.)
Dilindungi * - -
Tidak Dilindungi - * -
dan App Cites
Tidak Dilindungi - - *
dan non App Cites
Note:
Izin penangkaran rusa dan kijang oleh Kepala UPT KSDA (Peraturan Dirjen PHKA No.
SK.142/IV-Set/HO/2006, 15 agustus 2006)

Sedangkan untuk pengadaan dan legalitas asal induk penagkaran dapat dijelaskan sebagai
berikut :

(a) Asal-usul induk/bibit harus jelas


(b) Ada dokumen legalitas (SATS-DN/SATS-LN,Sertifikat, dan dokumen legal lainnya)
(c) Jenis appendiks I CITES dari LN harus hasil penangkaran yang sudah diregistrasi di
CITES, harus dengan dokumen SATS-LN impor dan SATS-LN ekspor
(d) Hasil rampasan, penyerahan dari masyarakat atau temuan dengan izin menteri
(dilindungi), Dirjen (tidak dilindungi, app i) Kepala UPT KSDA (tidak dilindungi app
II & III)

Adapun ketentuan lain mengenai penandaan dan sertifikasi bagi setiap penangkaran antara
lain meliputi :

(a) Penangkar wajib memberi penandaan dan atau sertifikasi atas hasil tumbuhan dan
satwa iiar yang ditangkarkan (pasal 14 PP8/1998)
(b) Penandaan : pemberian tanda jenis tumbuhan atau satwa liar atau bagian-bagiannya
serta dari padanya yang bersifat fisik pada bagian tertentu baik dari hasil penangkaran
atau pembesaran
(c) Tujuan : membedakan induk dengan induk lainnya, induk dengan anakan, anakan
dengan anakan lainnya, spesimen hasil penangkaran dengan dari alam dan
mengetahui slisilah (pedigree), umur, dan tanda pengenal bagi individu, serta
memudahkan pengaturan perkawinan dan pengawasan

Khusus untuk perizinan penangkaran & pengedar DN/LN dilakukan pengaturan sebagai
berikut :

(a) Izin penangkaran jenis dilindungi F2 dst : Tmt 1 sept 2009 : dari Dirjen ke Kepala
UPT KSDA (Se Dirjen PHKA No. SE.2/IV-Set/2009,23 Juli 2009)
(b) Perpanjangan Izin Penangkaran & Pengedar DN/LN : perpanjangan izin harus
disampaikan penerbit izin paling lambat 3 bulan sebelum izin berakhir, dan bila
terlambat mengajukan, tidak dapat diproses lebih lanjut bila masih ingin
menlanjutkan, harus mengajukan permohonan baru sesuai peraturan.
IV. PENUTUP

Beberapa catatan dan harapan dari masyarakat kiranya perlu dipertimbangkan oleh
pemerintah terutama dalam hal :
(a) Penyederhanaan perijinan, baik untuk pemanfaatan rusa sebagai indukan
penangkaran, hasil penangkaran untuk perdagangan maupun penyederhaanaan
administrasi
(b) Untuk tahap awal memutihkan indukan yang berasal dari alam yang sudah
terlanjur dipelihara.
(c) Mengakomodir penangkar individual yang bermodal kecil
(d) Sosialisasi terkait izin, dan pelaksanaan teknis penangkaran
(e) Integrasi sistem pelayanan online, dengan pemda setempat
(f) Kemudahan pasar local maupun untuk ekspor.

DAFTAR PUSTAKA

1. Undang – Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Aalam Hayati
dan Ekosistem.
2. Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa
Liar.
3. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.19/2005 tentang Penangkaran Tumbuhan dan
Satwa Liar.
4. Keputusan Menteri Kehutanan 447/2003 tentang Tata Usaha Pengambilan atau
Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar
5. Kementerian Kehutanan 2007. Kebijakan dan Arahan Strategis Konservasi Spesies
Nasional 2008 – 2018
Peraturan Dirjen PHKA No. SK.142/IV-Set/HO/2006, 15 agustus 2006
6. https://jujubandung.wordpress.com/2012/10/18/usaha-konservasi-lingkungan-hidup/

Anda mungkin juga menyukai