Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sudah sejak zaman dahulu hewan-hewan banyak diburu oleh manusia untuk
dijadikan berbagai kebutuhan hidup seperti : makanan, pakaian, hiasan, obat-obatan dll.
Dalam kurun waktu yang lama hewan-hewan tertentu yang sangat diminati seperti
harimau, singa, badak, beruang, ikan paus, ikan duyung, burung elang serta masih banyak
lagi, semakin lama semakin sedikit bahkan beberapa hewan telah dinyatakan punah. Sudah
diakui oleh manusia bahwa banyak dari spesies -spesies tersebut memiliki nilai yang sangat
mahal dari berbagai segi.
Sementara itu berbagai perjanjian internasional yang mengatur masalah hewan
khususnya ikan paus sudah dikenal sejak tahun 1597 namun terbatas pada perjanjian
bilateral.1 Perjanjian multilateral baru ditandatangani di tahun 1885 yaitu Convention
Concerning the Regulation of Salmon Fishing in the Rhine River Basin di kota Berlin
tanggal 30 Juni 1885. Namun pokok persoalan terletak bukan pada sudah dikenalnya
perjanjian internasional yang mengatur mengenai masalah hewan, tetapi pada konsep
filosofi dasar dari perjanjian tersebut.

Walaupun tidak seluruhnya, namun pandangan

ketika dibuat perjanjian-perjanjian pada masa pertama adalah didasarkan pada orientasi
pemanfaatan sumber-sumberdaya yang ada. Selain itu faktor kepentingan ekonomi, status
sosial, hak kepemilikan, pengaturan perburuan, komersialisasi, kekuasaan dan tindakantindakan lain yang menganggap persediaan hewan-hewan berlimpah ternyata masih
mendominasi pemikiran diatas. Selain itu banyak ditemukan perjanjian internasional yang
masih bersifat sektoral, bilateral dan regional.
Sejak lahirnya Deklarasi Stockhlom 1972 dan diperkenalkannya konsep pembangunan
berkelanjutan (sustainable development) orientasi tersebut mulai berubah. Penggunaan
berkelanjutan demi masa depan generasi sekarang maupun mendatang mulai dipakai dalam
berbagai perjanjian internasional. Konsep ini juga mendasari filosofi berbagai perjanjian
internasional mengenai perlindungan hewan yang kini sudah mengarah pada perjanjian
yang bersifat global dan multilateral.
BAB II
PEMBAHASAN
1

A. Awal Perlindungan Terhadap Hewan


Perlindungan terhadap hewan pada mulanya sangat dipengaruhi oleh beberapa publikasi
yang memunculkan tumbuhnya gerakan lingkungan hidup. Pada waktu itu studi-studi
mengenai kehidupan alam mulai tumbuh kembali oleh para penulis naturalis. Berbagai
organisasi ilmiah dan profesi mulai muncul kembali. Di Inggris tahun 1824 didirikan
Society for the Protection of Animals yang kemudian diikuti berbagai organisasi lainnya
seperti Commons, Open Spaces and Footpaths Preservation Sociaty tahun 1865, The
East Riding Association for the Protection of Sea Birds tahun 1867, yang kemudian
mendorong melahirkan berbagai peraturan di Inggris seperti Peraturan mengenai burung
laut (1869), peraturan mengenai burung liar (1872) dll. Karena Inggris memiliki jajahan
yang luas, pengaruh gerakan lingkungan hidup ini mulai berkembang di negara-negara
seperti Australia, Afrika Selatan, India hingga Amerika Serikat. Gerakan ini kemudian juga
mempengaruhi terbentuknya berbagai Taman Nasional seperti tercantum dalam tabel di
bawah ini :
Tabel 1.
NO

TAMAN NASIONAL

NEGARA

TAHUN PEMBENTUKAN

1.
2.
3.
4.
5.

Royal National Park


Banff National Park
Tongarrio National Park
Yosemite National Park
Yellowstone
National

Australia
Canada
New Zealand
USA
USA

1879
1885
1894
1890
1872

Park
Sumber : McCormick (1989)
Tumbuhnya berbagai gerakan lingkungan yang mempengaruhi lahirnya berbagai Taman
Nasional ini kelak akan juga mempengaruhi lahirnya organisasi internasional untuk
perlindungan dan pelestarian alam.
Hugo Grotius berpendapat bahwa wilayah di perairan bebas tidak dimiliki oleh siapapun
dan hak untuk menangkap ikan merupakan hak yang bersifat terbuka. Pendapat ini
2

nampaknya dikemudian hari akan dikenal sebagai common property. Segala jenis hewan di
laut baik itu jenis ikan, mamalia laut, maupun spesies lainnya yang berada di lautan bebas
sebagai suatu common property seperti yang ditegaskan dalam Behring Sea Fur Seals
Arbitration 1895 (USA v. Great Britain) yang diputuskan oleh pengadilan arbitrasi dan
Icelandic Fisheries Cases (UK v. Iceland v. Germany) 1974 yang diputuskan oleh
Mahkamah Internasional. Keputusan dalam sengketa perikanan Islandia ini diantaranya
adalah mengenai karakteristik perikanan di periaran bebas sebagai common property.
Adanya hal-hal diatas akan mempengaruhi beberapa perjanjian internasional mengenai
masalah hewan. Di bidang perikanan khususnya jenis ikan Salmon, negara-negara tepi
sungai Rhine memulai suatu perjanjian multilateral yaitu Convention Concerning the
Regulation of Salmon Fishing in the Rhine River Basin di tahun 1885 yang bertujuan
untuk pengaturan pengelolaan ikan salmon yang berada di sungai Rhine.
Perburuan terhadap berbagai jenis hewan masih berlangsung khususnya di belahan Afrika.
Maka atas inisiatif PM Inggris Lord Salisbury serta usulan pemerintah Jerman untuk
mengontrol ekspor gading di Afrika maka pada tahun 1900 di kota London ditandatangani
oleh Inggris, Jerman, Perancis, Italy, Portugal dan Belgia (Kongo) yang dikenal sebagai
Convention for the Preservation of Animals, Birds and Fish in Africa.
Dua tahun kemudian yaitu pada tanggal 19 Maret 1902, 14 negara Eropa menandatangani
Treaty for the Protection of Birds Useful to Agriculture yang bertujuan melindungi jenisjenis burung yang berguna bagi pertanian. Dalam appendix konvensi ini terdapat daftar
jenis burung yang berguna dan yang mengganggu bagi pertanian. Namun konvensi ini
masih memperbolehkan jenis-jenis burung tersebut untuk diburu dalam bulan-bulan
tertentu.
Setelah berakhirnya sengketa mengenai masalah jurisdiksi perairan dan perburuan anjing
laut di perarian Behring yang dikenal dengan Behring Sea Fur Seals Arbitration 1898
(USA v. Britain (Canada) v. Russia),

Amerika Serikat dan Inggris menandatangani

perjanjian bilateral tahun 1911 di kota Washington yang dikenal dengan nama Treaty
Between Great Britain and the USA for the Preservation and Protection of Fur Seals.
Lima bulan kemudian Jepang dan Rusia bergabung untuk memperkuat perjanjian tersebut
yang telah direkomendasi oleh keputusan pengadilan arbitrasi dalam Behring Sea Fur
Seals. Perjanjian ini dikenal dengan nama Convention for the Preservation and Protection
of Fur Seals in the North Pasific yang ditandatangani pada tanggal 7 Juli 1911.
3

Selanjutnya perlindungan terhadap hewan berpindah khususnya terhadap burung-burung di


Amerika Serikat dan Kanada telah ditandatangani kedua negara ini dengan nama
Convention Between the USA and Great Britain (Canada) for the Protection of
Migratory Birds di kota Washington tanggal 16 Agustus 1916. Kedua negara ini juga
menandatangani Convention Between the USA and Canada Concerning Sockeye Salmon
Fisheries pada tanggal 26 Mei 1930 yang kemudian diamandemen melalui protokol
Ottawa pada tanggal 28 Desember 1956. Protokol Ottawa ini menambahkan jenis ikan
Salmon berwarna merah jambu.
Ikan Paus menjadi komoditi perekonomian yang sangat menguntungkan sejak zaman
dahulu. Orang-orang Basque telah memperdagangkan ikan paus di Teluk Biscay (Bay of
Biscay) sejak abad ke 11 yang terhenti di abad 16 karena persaingannya dengan orang
Inggris dan Belanda. Populasi ikan paus semakin hari semakin menipis. Penangkapan
besar-besaran mulai terjadi sejak modernisasi di bidang industri perikanan. Mulai dari
kapal penangkap kemudian diolah hingga sampai pada produksinya dilakukan dengan
teknologi yang efektif dan cepat. Hal ini sangat menguntungkan karena daging, kulit
hingga tulang ikan paus sangat laku diperjual-belikan. Upaya hukum internasional untuk
membatasi penangkapan ikan paus sudah dilakukan sejak tahun 1931 ketika 46 negara
menandatangani Convention for the Regulation of Whaling yang berlaku penuh pada
tanggal 14 Januari 1936. Namun penangkapan dan pembunuhan terhadap hewan ini tidak
terhenti bahkan sampai tahun 1938 sekitar 55.000 ikan paus dari berbagai jenis di
Antartika telah dibunuh. Bahkan konvensi ini mengalami kegagalan karena tidak memiliki
suatu badan yang mampu mencegah penangkapan secara besar-besaran. Setelah
berakhirnya perang dunia ke II atas inisiatif Amerika Serikat ditandatangani International
Convention for the Regulation of Whaling di kota Washington pada tanggal 2 Desember
1946. Berdasarkan Pasal 3 Konvensi ini dibentuk International Whaling Commission yang
dalam pasal 4 menugaskan komisi ini untuk mendorong penelitian dan penyelidikan,
mengumpulkan dan menganalisis informasi statistik dan mempublikasikan informasi
mengenai masalah ikan paus dan stok jenis ikan paus.
Hingga berakhirnya Perang Dunia ke II sampai menjelang diadakan Konperensi
Lingkungan Hidup Manusia di Stockhlom telah banyak disetujui berbagai perjanjian
internasional yang bertujuan melindungi hewan yang berada di laut, daratan maupun udara.

Dibawah ini akan disebutkan data beberapa perjanjian yang ditandatangani antara tahun
1946 - 1972.
Tabel 2

NO

NAMA PERJANJIAN

TEMPAT

WAKTU

PENANDA-

PENANDA-

TANGANAN

TANGANAN

1.
2.

International Convention for the Regulation of Whaling


International Convention for the Northwest Atlantic

Washington
Washington

2 - 12 - 1946
8 - 2 - 1949

3.
4.

Fisheries
International Convention for the Protection of Birds
Agreement Concerning Measures for the Protection of the

Paris
Oslo

18- 10- 1950


7- 3 - 1952

Stocks of Deep-Sea Prawns, European Lobsters, Norway


5.

Lobsters and Crabs


Interim Convention on Conservation of North Pasific Fur

Washington

9 - 2 - 1957

6.

seals
Agreement Between Hungary and Yugoslavia Concerning

Beograd

25 - 5 - 1957

7.

Fishing in Frontier Waters


Agreement Between Norway and the USSR on Measures

Oslo

22-11-1957

for Regulating the Chatch and Conserving Stocks of seals


8.

in the North Eastern Part of the Atlantic Ocean


Convention Concerning Fishing in the Waters of the

Bucharest

29- 1 - 1958

9.

Danube
Convention on Fishing and Conservation of the Living

Geneva

29- 4 - 1958

10.

Resources of the High Seas


Convention Between Cuba and the USA for the

Havana

1 - 12 - 1959

11.

Conservation of Shrimp
Agreement Between Norway and Finland Regarding New

Oslo

15- 11- 1960

12.

Fishing Regulations of the Fishing Area of the Tana River


Agreement on the Protection of the Salmon in the Baltic

Stockhlom

20-12 - 1962

13.

Sea
Agreement Between Japan and the USA on King Crab

Washington

25-11 - 1964

14.

Fishing off Alaska


European Convention for the Protection of Animals

Paris

13 -12- 1968

15.

During International Transport


Benelux Convention on the Hunting and Protection of

Brusels

10- 6 - 1970

16.

Birds
Convention on Wetlands of International Importance,

Ramsar

2 - 2 - 1971

17.

Especially as Waterfowl Habitats


Agreement Between Canada and Norway on Sealing and

Ottawa

15-7 - 1971

the Conservation of the Seal Stock in the North-West


5

18.
19.

Atlantic
Convention for the Conservation of Antartic Seals
Convention Between Japan and the USA for the Protection

London
Tokyo

2 - 6 - 1972
4- 3 - 1972

of Migratory Birds in Danger of Extinction and Their


Environment

Data : Kiss (1976) & Bernie (1994)

B. KONFERENSI STOCKHLOM 1972 DAN UPAYA PERLINDUNGAN SATWA


Pada tanggal 5-16 Juni 1972 diselenggarakan untuk pertama kalinya suatu konperensi
Perserikatan Bangsa-bangsa di bidang lingkungan hidup. Konperensi ini dikenal dengan
nama Konperensi PBB mengenai Lingkungan Hidup Manusia (United Nations Conference
on Human Envrionment). Konperensi ini telah dipersiapkan oleh Panitia Persiapan (Prep
Com) yang dipimpin oleh Maurice Strong yang sidangnya di kota Founex, Swiss.
Selanjutnya setelah persiapan-persiapan telah matang diadakanlah UNCHE yang
berlangsung di kota Stockhlom dan dihadiri oleh 113 negara kecuali Uni Sovyet dan
negara-negara sekutunya. Hasil dari konperensi ini adalah :
1. Deklarasi Stockhlom 1972 yang berisi 26 Prinsip.
2. Action Plan dan 109 Rekomendasi yang ditujukan pada Badan-badan internasional.
3. Menentukan tanggal 5 Juni sebagai Hari Lingkungan Sedunia
4. Persiapan pembentukan United Nations Environmental Programme (UNEP)
Konperensi Stockhlom ini telah mengangkat masalah lingkungan hidup yang pada mulanya
hanya dibicarakan di kalangan akademis kini menjadi persoalan politik dimana konsep
lingkungan hidup akan menjadi bagian dari pembangunan nasional. Selain itu dari hasil
Stockhlom ini, ada beberapa hal yang mengatur upaya perlindungan hewan. Deklarasi
Stockhlom yang merupakan bentuk soft law dalam beberapa prinsipnya mengatur upaya
perlindungan hewan. Prinsip 2 menyatakan :
Sumber-sumber alam dari bumi kita, termasuk udara, air ,tanah, flora dan fauna dan
contoh-contoh representatif dari ekosistem alamiah, harus diselamatkan untuk
kepentingan generasi masa kini dan masa mendatang melalui perencanaan dan
pengelolaan yang cermat.

Dari prinsip ini, pentingnya konservasi alam termasuk perlindungan terhadap hewan,
menjadi bagian penting dari kebijakan pembangunan nasional suatu negara. Nilai-nilai
ekonomis yang ada pada alam dalam pengelolaannya tidak hanya untuk kepentingan pada
saat sekarang ini saja tapi juga harus memperhatikan kepentingan generasi mendatang.
Karena itu prinsip ini secara tidak langsung telah memperkenalkan konsep penggunaan
secara berkelanjutan (use sustainable).
Prinsip 4 menyatakan :
Manusia bertanggungjawab untuk menyelamatkan dan mengelola secara bijaksana
warisan margasatwa dan habitatnya yang kini terancam oleh kombinasi faktor-faktor
yang bertentangan.
Prinsip ini menuntut adanya tanggungjawab setiap orang untuk menyelamatkan hewan
dan habitatnya. Prinsip ini juga menjadi pedoman bagi pengelolaan dan pemanfaatan
hewan yang berhubungan dengan adanya perkembangan bioteknologi. Bioteknologi dapat
memberi berbagai keuntungan ekonomi, kesehatan dan kesejahtaraan manusia. Tapi
bioteknologi dapat juga membahayakan khususnya jika dihubungkan dengan Genetically
Modified Organisme (GMO yaitu mahluk hasil rekayasa genetika hasil ujicoba
laboratorium yang dilepaskan ke alam bebas. Pelepasan GMO akan membahayakan dan
mencemarkan jenis spesies hewan yang asli. Contoh yang nyata adalah jenis ikan salmon
yang telah direkayasa dengan esjumlah gen manusia, sapi dan tikus guna meningkatkan
reproduksi ikan tersebut. 2 Jika ikan salmon tersebut dilepas ke alam bebas maka ikan
tersebut dapat kawin dengan jenis ikan salmon alami sehingga menimbulkan pencemaran.
Karena itu prinsip ini menegaskan pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana.
Sementara itu berbagai Rekomendasi telah diberikan kepada badan-badan dunia untuk
melaksanakan hasil konperensi ini. Berkaitan dengan upaya perlindungan hewan ada
sekitar 20 lebih rekomendasi mengenai masalah ini. Mulai dari Rekomendasi 29 hingga
rekomendasi 50 harus dilaksanakan oleh negara-negara penandatangan sebagai upaya
keterlibatannya dalam perlindungan berbagai spesies hewan. Sedangkan badan-badan
internasional yang harus melaksanakan rekomendasi ini antara lain Sekretariat Jenderal
bekerjasama dengan Badan-badan PBB seperti Food Agricultural Organization (FAO) ,
2

UNESCO. Kemudian keterlibatan badan-badan lain menjadi penting dalam mendukung


pelaksanaan rekomendasi. Badan-badan ini adalah Komisi Ikan Paus Internasional
(International Whaling Commission), Man and Biosfire, Program Biologi Internasional,
pusat-pusat dan laboratorium seperti Pusat Pembibitan Tumbuhan Hutan Denmark dll.

C. BEBERAPA PERUBAHAN PENTING SETELAH STOCKHLOM


Dengan lahirnya berbagai produk hasil konperensi Stockhlom 1972, nampaknya mulai
terjadi perubahan filosofi dalam memandang masalah lingkungan hidup. Berbagai konsep
perjanjian internasional mulai berpedoman pada arahan yang jelas berdasarkan Deklarasi
Stockhlom. Di kota Washington, pada tanggal 3 Maret 1973 ditandatangani suatu
perjanjian internasional yang penting dalam mengendalikan perdagangan tanaman dan
satwa langka yaitu Convention on International Trade in Endangered Species of Wild
Fauna and Flora (CITES) oleh 27 negara. Konvensi ini bertujuan untuk melindungi
spesies langka dari eksploitasi yang berlebihan melalui sistem izin ekspor dan impor.
Konvensi ini terdiri dari 25 pasal dan memiliki 4 appendix penting yaitu Appendix I berisi
daftar spesies langka yang digolongkan dalam pengaturan dan pengawasan ketat dalam
sistem perdagangan, Appendix II berisi daftar spesies yang masih dimungkinkan untuk
diperdagangkan dengan pengaturan tertentu, Appendix III berisi speies-spesies dimana
para pihak diminta untuk mengatur secara bijaksana dan perlunya kerjasama internasional
untuk mengawasi perdagangannya. Sedangkan Appendix IV berisi model dari perizinan.
Sedangkan pasal-pasalnya terdiri dari :
Pasal 1 : Definisi-definisi
Pasal 2 : Prinsip-prinsip dasar
Pasal 3 : Pengaturan Perdagangan Jenis Spesies yang masuk Appendix I
Pasal 4 : Pengaturan Perdagangan Jenis Spesies yang masuk Appendix II
Pasal 5 : Pengaturan Perdagangan Jenis Spesies yang masuk Appendix III
Pasal 6 : Perizinan dan Sertifikasi
Pasal 7

: Pembebasan dan Ketentuan Khusus Lainnya yang berhubungan dengan

perdagangan
Pasal 8 : Tindakan-tindakan yang diambil oleh Para Pihak
Pasal 9 : Pengelolaan dan Kewenangan Ilmiah
8

Pasal 10 : Perdagangan Dengan Negara-negara yang Bukan Peserta Konvensi


Pasal 11 : Konperensi Para Pihak
Pasal 12 : Sekretariat
Pasal 13 : Tindakan-tindakan Internasional
Pasal 14 : Pengaruh Hukum Nasional dan Konvensi Internasional
Pasal 15 : Amandemen untuk Appendix I dan II
Pasal 16 : Appendix III dan Amandemennya
Pasal 17 : Amandemen Konvensi
Pasal 18 : Resolusi Sengketa
Pasal 19 : Penandatangan
Pasal 20 : Ratifikasi, Penerimaan dan Persetujuan
Pasal 21 : Aksesi
Pasal 22 : Mulai Berlakunya Konvensi
Pasal 23 : Reservasi
Pasal 24 : Pencabutan
Pasal 25 : Pendepositan
Dalam perkembangan selanjutnya konvensi ini ternyata sering dilanggar oleh negaranegara yang menandatangani. Terlepas dari kelemahannya konvensi ini ternyata mampu
menjadi sarana untuk mengawasi dan melawan pedagang gelap dan penyelundup hewan
langka.
Pada bulan September tahun yang sama di kota Gdanks beberapa negara Eropa yang
berdekatan dengan Laut Baltik menandatangani Convention on Fishing and Conservation
of the Living Resources in the Baltic Sea and the Bealts. Sementara itu Jepang dan Uni
Sovyet berhasil mencapai kesepakatan mengenai burung-burung berpindah yang sering
melewati kedua negara tersebut. Convention Between Japan and the USSR for the
Protection of Migratory Birds and Birds in Danger Extinction di tandatangani kedua
negara pada tanggal 10 Oktober 1973. Satu bulan kemudian tepatnya pada tanggal 15
November 1973 di kota Oslo beberapa negara seperti Kanada, Denmark, Norwegia,
Amerika Serikat dan Uni Sovyet menandatangani Agreement on Conservation of Polar
Bears. Persetujuan ini terdiri atas 10 pasal dan berupaya untuk melindungi beruang kutub
sebagai sumber penting di wilayah Artik melalui tindakan konservasi dan pengelolaan.
9

Penegasan beruang kutub di Artik membutuhkan perlindungan lebih lanjut dapat dilihat
dalam alinea 3 pembukaan Agreement ini dinyatakan :
Recognizing that the Polar Bear is a significant resource of the Artic Region which
requires additional protection.
Sedangkan perburuan, pembunuhan dan penangkapan terhadap beruang kutub di
kawasana Artik dilarang, yang hal ini dinyatakan dalam pasal 1 (1) yang berbunyi :
The Taking of Polar Bears shall be prohibited except as provided in article III
Namun pelarangan ini dapat dikecualikan bila untuk itikad baik ilmiah, tujuan konservasi,
serta mencegah gangguan-gangguan serius dalam pengelolaan sumberdaya alam lainnya.
seperti yang tercantum dalam pasal III (1). Hal yang penting dicatat dalam pasal ini adalah
juga menghargai hak-hak tradisionil masyarakat lokal dan tujuan-tujuan tradisional lainnya.
Tahun berikutnya tercapai perjanjian antara Jepang dan Australia di Tokyo. Bagi Jepang
perjanjian bilateral ini mirip dengan Russia mengenai masalah perlindungan burung
berpindah. Perjanjian bilateral ini dikenal dengan nama Agreement Between Australia and
Japan for the Protection of Migratory Birds and Birds in Danger of Extenction and their
Environmnet tertanggal 6 Februari 1974. Sesudah itu beberapa perjanjian telah
ditandatangani antara lain :
Tabel 3

NO

NAMA PERJANJIAN

TEMPAT

TAHUN

PENANDATA

PENDANDATA

NGANAN

NGANAN

1.

European Convention for the Protection

Strasbourg

1976

2.

of Animals Kept for Farming Purposes


Convention on the Conservation of

Bonn

1979

Migratory Species of Wild Animals


10

3.

Convention on the Conservation of

Berne

1979

4.

European Wildlife and Natural Habitats


European Convention for the Protection

Strasbourg

1979

5.

of Animals Used for Slaughter


Convention for the Conservation of

Reykjavik

1982

6.

Salmon in the North Atlantic Ocean


European Convention for the Protection

Strasbourg

1987

7.

of Pet Animals
Convention for the Prohibition of Fishing

Wellington

1989

with Long Driftnets in the South Pasific


Sumber : Kiss (1976)
Dari perjanjian-perjanjian yang telah ditandatangani diatas, beberapa perjanjian bersifat
bilateral maupun regional. Dalam beberapa hal Eropa lebih maju dalam menerapkan
pengaturan mengenai perlindungan hewan baik dalam bentuk hard law seperti perjanjian
internasional yang mengikat, maupun bentuk soft law yang bersifat non-legal binding.

D. PERJANJIAN INTERNASIONAL LAIN YANG TERKAIT


Berbagai perjanjian yang telah disebutkan diatas, semuanya memiliki keterkaitan langsung
terhadap perlindungan hewan. Di lain pihak ada beberapa perjanjian internasional lainnya
yang tidak memiliki keterikatan langsung namun memiliki ketentuan yang melindungi
hewan. Perjanjian tersebut antara lain :
1. Convention Relative to the Preservation of Fauna and Flora in Their Natural State
Konvensi ini ditandatangani di London, pada tanggal 8 November 1933. Terdiri dari 19
Pasal dan sebuah Annex yang berisi daftar spesies yang dilindungi. Konvensi ini bertujuan
untuk melindungi habitat alamiah hewan dan tumbuhan yang merupakan bagian dari dunia,
khususnya Afrika. Konvensi ini juga mengatur mengenai masalah perlindungan taman
nasional dan melalui pengaturan perburuan dan koleksi spesies tumbuhan dan hewan. Pasal
7 Konvensi ini menegaskan perlindungan terhadap hutan-hutan dan melindungi wilayahwilayah yang secara ekonomis berguna bagi hewan-hewan. Dalam pasal 8 konvensi ini
11

menyebutkan perlindungan terhadap spesies sangat mendesak dan penting yang secara
khusus disebutkan dalam daftar perlindungan pada bagian annex konvensi. Konvensi ini
juga mengatur mengenai perburuan yang menggunakan metode-metode tertentu seperti
penggunaan racun, bahan peledak dll sangat dilarang.
2. Convention on Nature Protection and Wildlife Preservation in the Western Hemisphere.
Konvensi ini ditandatangani pada tanggal 12 Oktober 1940 di kota Washington. Terdiri
dari Pebukaan dan 12 Pasal. Konvensi ini bertujuan untuk melindungi semua spesies
hewan dan tumbuhan serta turunannya yang asli berasal dari wilayah Benua Amerika.
3. International Convention for the High Seas Fisheries of the North Pasific Ocean
Konvensi ini ditandatangani di kota Tokyo pada tanggal 9 Mei 1952. Ditandatangani oleh
Canada, Jepang dan Amrika Serikat. Terdiri atas 11 Pasal dan sebuah Annex yang berisi
daftar speises yang dilindungi.

4. The Antartic Treaty


Perjanjian Antartika ditandatangani oleh 21 negara pada tanggal 1 Desember 1959 di kota
Washington. Perjanjian ini bertujuan untuk penggunaan secara damai benua Antartika
untuk kerjasama

riset ilmiah. Terdiri atas 14 pasal. Pasal 9 perjanjian ini para

peandatangan mengambil tindakan-tindakan yang berkenaan dengan penggunaan Antartika


secara damai, penyediaan riset ilmiah, memberi fasilitas untuk kerjasama internasional,
memberi fasilitas untuk hak-hak pengawasan seperti pada pasal 7, masalah-masalah
perluasan jurisdiksi dan perlindungan dan konservasi sumber-sumberdaya alam di
Antartika. Pasal 1 perjanjian ini menegaskan larangan pembuatan pangkalan militer,
manuver-manuver militer dan berbagai tes senjata.
5. African Convention on The Conservation of Nature and Natural Resources.
Konvensi ini ditandatangani 27 negara Afrika pada tanggal 15 September 1959 di kota
Algier (Aljazair). Konvensi ini terdiri dari Pembukaan, 25 Pasal dan sebuah daftar spesies
yang dilindungi. Konvensi ini bertujuan untuk mengambil tindakan untuk melindungi air,
12

tanah serta flora dan fauna seperti tercantum dalam pasal 11. Pasal 7 meminta kepada para
pihak untuk menggunakan sumber daya alam secara bijaksana termasuk pengelolaan
populasi habitat. Pasal 8 mengatur mengenai spesies yang dilindungi.
6. Convention of the Conservation of the Living Resources of the SouthEast Atlantic
Ditandatangani di kota Roma pada tanggal 23 Oktober 1969. Bertujuan untuk mencapai
kerjasama dibidang konservasi dan penggunaan rasional atas sumberdaya hayati di Lautan
Atlantik bagian Tenggara. Konvensi ini juga membentuk Komisi Perikanan Internasional
untuk Atlantik Tenggara (Pasal 4). Komisi ini juga diharuskan mengambil tindakantindakan mengenai pengaturan perikanan, penentuan wilayah tertutup dan terbuka,
pengaturan jumlah tangkapan, seperti tercantum dalam pasal 8.
7. Convention on the Conervation of Nature in the South Pasific
Konvensi ini ditandatangani pada tanggal 12 Juni 1976 di kota Apia. Bertujuan untuk
mengambil tindakan dalam upaya konservasi, penggunaan dan pengembangan sumbersumber alam di Pasifik Selatan. Konvensi ini terdiri atas 15 pasal. Pasal 5 menyebutkan
para pihak harus memelihara dan menjaga tumbuhan dan hewan asli serta hewan-hewan
berpindah yang sedang terancam.
8. Treaty for Amazonian Cooperation
Perjanjian ini bertujuan untuk mendukung pengembangan harmonisasi di wilayah Amazon
serta perlindungan terhadap lingkungan hidup. Ditandatangani di kota Brasilia pada
tanggal 3 Juli 1978 oleh 8 negara. Pasal

7 menyatakan perlunya riset ilmiah dan

pertukaran informasi dan perlindungan spesies hewan dan tumbuhan.


Masih banyak perjanjian-perjanjian lain yang berhubungan secara tidak langsung dengan
perlindungan hewan.

BEBERAPA BENTUK SOFT LAW DI BIDANG PERLINDUNGAN HEWAN


Seperti yang telah disebutkan diatas mengenai beberapa prinsip perlindungan hewan yang
telah diatur dalam Deklarasi Stockhlom 1972, yang prinsip-prinsip tersebut bukan
merupakan produk hukum yang mengikat. Oleh para ahli Deklarasi Stockhlom 1972
13

digolongkan dalam bentuk soft law, yang merupakan kebalikan dari hard law. Konsep soft
dan hard adalah merupakan model pendekatan hukum yang digunakan oleh United
Nations Environment Programme dalam pengembangan hukum lingkungan internasional.
Hard Law menunjuk pada peraturan yang bersifat mengikat seperti convention,
agreement, treaty, dan bentuk-bentuk perjanjian mengikat lainnya. Sedangkan soft law
menunjuk pada peraturan yang tidak bersifat mengikat namun dalam prakteknya sering
dipatuhi. Bentuk-bentuk ini antara lain guidelines, declarations, action plan,
recomendations, codes, rules, startegy, principles dan berbagai bentuk hukum lainnya
yang tidak mengikat.
Dalam praktek internasional, ada beberapa bentuk soft law yang berhubungan dengan
pengaturan perlindungan hewan diantaranya :
1. Stockhlom Declarations 1972
Deklarasi ini telah disinggung diatas, dan ada 2 prinsip yang berhubungan langsung dengan
perlindungan hewan yaitu Prinsip 2 dan Prinsip 4. Demikian juga dengan action plan yang
terdiri dari 109 rekomendasi dimana rekomendasi 29 hingga 50 mengatur mengenai
tindakan yang harus diambil oleh badan internasional dalam masalah perlindungan hewan.
2. Universal Declarations of the Rights of Animal
Deklarasi ini diproklamasikan oleh International Legue of Animal Rights pada tanggal 15
Oktober 1978. Pembukaan deklarasi ini menyatakan bahwa setiap hewan mempunyai hakhak tertentu. Kemudian pasal 1 menyatakan :
All Animals are born with an equal claim on life and the same rights to excistence.
(Semua hewan dilahirkan dengan suatu persamaan tuntutan hidup dan persamaan hak
keberadaannya)
Pasal ini menegaskan bahwa hewan merupakan bagian alam yang juga memiliki hak untuk
diperlakukan yang sama dengan keberadaan mahluk hidup lainnya. Pasal 2 menegaskan
peran manusia yang diharapkan tidak mengeksploitasi hewan secara sewenang-wenang.
Pasal 3 menyatakan :
14

All animals have the right to the attention, care and protection of man.
(Semua hewan mempunyai hak untuk diperhatikan, dipelihara dan dilindungi oleh
manusia).
Deklarasi ini dibentuk dan sedang dikembangkan oleh berbagai NGO yang walaupun
tidak mengikat karena belum memiliki status hukum yang jelas. Deklarasi ini menjadi
penting karena menjadi bahan pertimbangan dalam pembentukan beberapa konvensi Eropa
diantaranya European Convention for the Protection of Veterbrate Animals Used for
Experimental and other scientific Purposes tahun 1986 dan European Convention for the
Protection of Pet Animals tahun 1987.
3. UNEP Principles of Conduct in the Field of the Environment for the Guidance of
States in the Conservations and Harmonious Utilization of Natural Resources Shared by
Two or More States.
UNEP Principles ini merupakan bentuk soft law yang sedang dikembangkan oleh UNEP
sebagai petunjuk di bidang lingkungan hidup khususnya konservasi dan penggunaan yang
terharmonisasi sumber-sumber alam yang terbagi di dua negara atau lebih. Dalam prinsip 1
disebutkan perlindungan spesies berpindah yang meminta kerjasama dalam konservasi dan
penggunaannya.
4. World Conservation Startegy 1980
Strategi Konservasi Dunia dipersiapkan oleh International Union for Conservation of
Nature and Natural Resources (IUCN) dengan kerjasama dan bantuan dana dari UNEPWorld Wildlife Fund (WWF), FAO dan UNESCO. Tujuan dari strategi ini adalah untuk
mengidentifikasi dan memprioritaskan tindakan-tindakan pada level nasional, regional dan
internasional untuk mencapai proses penting ekologis dan keseimbangan sistem
pendukung kehidupan serta melindungi keanekaragaman genetik dan penggunaan secara
berkelanjutan berbagai spesies serta ekosistem. Program yang nyata dikenal dengan nama
Caring for the Earth yang telah mendefinisikan strategi untuk kehidupan berkelanjutan.
Dalam strategi ini juga dikembangkan hukum lingkungan dengan memperkuat berbagai
perjanjian internasional yang berhubungan dengan konservasi dan sistem pendukung
15

kehidupan serta keanekaragaman hayati. Sementara itu pengaturan perdagangan


internasional hewan dan tumbuhan, pengaturan stok produksi hewan dan tumbuhan,
penggunaan secara berkelanjutan, keadaan habitat, koordinasi secara nasional dan
internasional mengenai program perlindungan wilayah tertentu dan masih banyak lagi,
telah menjadi perhatian bagi strategi ini.
5. World Charter for Nature 1982
Piagam Dunia untuk Alam sebenarnya merupakan inisiatif dari pemerintah Zaire, ketika itu
sedang menjadi tuan rumah pertemuan IUCN. Piagam ini kemudian dipersiapkan dan atas
dukungan pemerintah Zaire dibawa ke Sidang Majelis Umum PBB yang kemudian
disetujui dengan 111 suara, 18 suara abstain dan 1 menentang.
HASIL YANG TELAH DICAPAI
Beberapa jenis satwa tertentu telah berhasil dilindungi. Dibawah ini akan diperinci sbb :

NO

JENIS HEWAN

KETENTUAN YANG MENGATUR

1.

Ikan Salmon

Treaty Concerning the Regulation of Salmon Fishery in the


Rhine River Basin, 1885
Convention Between the USA and Canada Concerning
Sockeye and Pink Salmon Fisheries, 1930
Agreement on the Protection of the Salmon in the Baltic
Sea, 1962

NO

JENIS HEWAN

PERJANJIAN YANG MENGATUR

16

2.

Anjing Laut

Treaty Between Great Britain and the USA for the


Preservation and Protection of Fur Seals, 1911
Convention eor the Preservation and Protection of Fur
Seals in the North Pasific, 1911
Interim Convention on Conservation of North Pasific Fur
seals, 1957
Convention for the Conservation of Antartic Seals, 1972

NO

JENIS HEWAN

PERJANJIAN YANG MENGATUR

3.

Beruang Kutub

Agreement on the Conservation of Polar Bears , 1973

NO

JENIS HEWAN

PERJANJIAN YANG MENGATUR

4.

Ikan Paus

Convention for the Regulation of Whaling, 1931


International Convention for the Regulation of Whaling,
1946
Agreement on the Conservation of Small Cetaceans of the
Baltic and North Seas, 1992

NO

JENIS HEWAN

PERJANJIAN YANG MENGATUR

5.

Kerang-kerangan

Agreement Concerning Measures for the Protection of the


17

Stocks of Deep-Sea Prawns, European Lobsters, Norway


Lobsters and Crabs, 1952
Convention for the Conservation of Shrimp, 1958
Agreement on King Crab Fishing of Alaska, 1964

NO

JENIS HEWAN

PERJANJIAN YANG MENGATUR

6.

Ikan Tuna

Convention for the Establishement of an Inter-American


Tropical Tuna Commission, 1949
International Convention for the Conservation of Atlantic
Tunas, 1966

NO

JENIS HEWAN

7.

Serangga Locus

PERJANJIAN YANG MENGATUR


Convention the African Migratory Locust Organization,
1962
Agreement for Estabilishement of a Commission for
Controling the Desert Locust in the Eastern Region of its
Distribution Area in South-West Asia, 1963
Agreement for the Estabilishement of a Commission for
Controling the Desert Locust in Near East, 1965
Agreement for the Estabilishement of a Commission for
18

Controlling the Desert Locust in Northwest Africa, 1970

NO

JENIS HEWAN

8.

Burung

PERJANJIAN YANG MENGATUR


Treaty for the Protection of Birds Useful to Agriculture,
1902
Convention Between the USA and Great Britain for the
Protection of Migratory Birds, 1916
Convention Between USA and Mexico for the Protection
of Migratory Birds and Game Mammals, 1936
Convention Between USA and Japan for the Protection of
Migratory Birds in Danger of Extencion and Their
Environment, 1972
Convention Between Japan and the USSR for the
Protection of Migratory Birds and Birds in Danger of
Extencion and Their Habitat, 1973
Agreement Between Japan and Australia for the
Protection of Migratory Birds and Birds in Danger
Extencion and Their Environment, 1974
International Convention for the Protection of Birds, 1950
Benelux Convention Concerning Hunting and the
Protection of Birds, 1970
Convention on Wetlands of International Importance
Especially as Waterfowl Habitat, 1971

19

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kini sudah banyak perjanjian internasional yang telah diisepakati. Namun persoalan
nampaknya bukan terletak pada ada atau tidaknya suatu perjanjian internasional yang
mengatur. Persoalan pokok adalah sejauhmana negara-negara mematuhi perjanjian yang
telah disepakati tersebut. Dan apabila suatu negara melanggar perjanjian, bersediakah
negara tesebut menerima sanksi sesuai ketentuan hukum internasional yang berlaku ?
Dalam prakteknya persoalan ini semakin rumit mengingat kasus yang terjadi harus dilihat
sebagai case by case, sehingga penerapan sering negara lain merasa tidak melanggar,
namin negara lain mengganggap hal tersebut telah melanggar perjanjian. Berbagai
persoalan terkadang sering diberi muatan politis untuk kepentingan-kepentingan tertentu.

20

DAFTAR BACAAN

Bernie, Patricia W & Alan E Boyle. 1992. International Law and the Environment, Oxford
University Press, London.
Kiss, Alexander C. 1976. Survey of Current Developments in International Environmental
Law, FUST-IUCN, Gland.
McCormick, John. 1989. The Global Environment Movement, Belhaven Press, London.
Sands, Phillipe. 1993. Greening International Law, Earthscan Publication Ltd, london

21

Anda mungkin juga menyukai