Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Desain jalan raya merupakan salah satu syarat kelulusan yang harus ditempuh oleh
mahasiswa jurusan Teknik Sipil S1. Desain jalan raya erat kaitannya dengan mata
kuliah Rekayasa Jalan Raya I dan Rekayasa Jalan Raya II.

Jaringan jalan raya yang merupakan prasarana transportasi darat yang memegang
peranan penting dalam sektor perhubungan terutama untuk kesinambungan distribusi
barang dan jasa. Keberadaan jalan raya juga sangat diperlukan untuk menunjang laju
pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan sarana transportasi yang dapat
menjangkau daerah-daerah yang terpencil. Oleh karena itu, perencanaan jalan raya
harus bertujuan untuk terciptanya lalu lintas yang lancar, aman, nyaman, cepat,
efesien dan ekonomis.

Jalan raya harus memiliki syarat-syarat ekonomis menurut fungsi, volume serta
sifat-sifatnya. Untuk itu diperlukan perencanaan jalan raya yang memenuhi standar
perencanaan jalan raya Bina Marga.

Dalam perencanaan jalan raya, bentuk geometrik ditetapkan sedemikian rupa


sehingga jalan yang bersangkutan dapat memberikan pelayanan yang optimal pada
lalu lintas sesuai dengan fungsi yang dititik beratkan pada perencanaan bentuk fisik
jalan yang tak terpisahkan dari perkerasan jalan.

Perencanaan geometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan yang


menentukan dimensi yang dinyatakan dari suatu jalan beserta bagian-bagiannya.
Perencanaan geometrik ini meliputi :

 Alinemen Horizontal

Dititikberatkan pada bagian tikungan jalan yang memenuhi persyaratan teknis


lalu lintas.

 Alinemen Vertikal

Menggambarkan perencanaan elevasi sumbu jalan berupa profil memanjang,


tanjakan dan turunan.

Dari hasil perencanaan geometrik jalan ini, selanjutnya dilaksanaankan


perkerasan jalan. Penentuan tebal perkerasan sesuai dengan yang dibutuhkan jalan
raya, juga harus disesuaikan dengan syarat-syarat teknis agar konstruksi jalan
yang direncanakan optimal. Bagian perkerasan jalan umumnya meliputi lapisan
permukaan (surface), lapisan pondasi atas (base), lapisan pondasi bawah (subbase),
dan lapisan tanah dasar (subgrade).

Perkerasan jalan dilakukan sesuai dengan perencanaan tebal perkerasan sesuai


denga umur rencana, maupun secara bertahap. Selanjutnya volume lapisan perkerasan
dapat diperhitungkan.

1.2       Tujuan Desain Jalan Raya

Adapun desain jalan raya ini bertujuan untuk :

1. Perencanaan geometrik jalan raya


2. Perencanaan struktur perkerasan jalan
3. Memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan jenjang studi di jurusan
teknik sipil S1 Universitas Graha Nusantara (UGN) Padangsiddimpuan

 
BAB II
PERMASALAHAN
            Dalam perencanaan geometrik jalan raya yang dititik beratkan pada
perencanaan suatu jalan. Adapun masalah-masalah tersebut harus dianalisa, di desain
dan dikalkulasikan oleh seorang perencana.

Berdasarkan topografi akan ditentukan lintasan jalan yang mengubungkan titik B


ke titik N dengan data-data sebagi berikut :

1. Peta kontur dengan skala 1: 2000


2. Titik yang dihubungkan :

 Titik G = (9969.9992 ; 9600.7599)


 Titik I = (10691.1297; 9924.9966)

3. Umur Rencana (UR) : 20 tahun


4. Tingkat Pertumbuhan Lalu Lintas

 Selama Pembangunan : 2,7%


 Selama Umur Rencana : 2,6 %

5. Distribusi Lalu Lintas

 Mobil Penumpang/Kend.Ringan : 1450  kendaraan


 Bus : 173    kendaraan
 Truk 2 as : 63      kendaraan
 Truk 3 as : 56      kendaraan

6. Kelas Jalan : Arteri Kelas III a

Dari latar belakang pada bab sebelumnya, dapat dapat dikemukakan


permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana bentuk perencanaan geometrik jalan raya yang dapat memenuhi


syarat teknis dan ekonomis, sehingga dalam penggunaannya dapat :

– Nyaman : Tidak banyak tikungan, tidak terjal, tanpa gangguan


– Aman : Tidak terjadi kecelakaan
– Pendek : Jarak dan waktu tempuh relatif singkat

1. Apa yang harus dilakukan dalam perencanaan geometrik jalan raya agar
masalah-masalah sosial yang timbul seperti kebisingan, polusi udara dan
kecelakaan dapat dihindari.
2. Bagaimana caranya agar jalan raya yang direncanakan dapat meningkatan
kemajuan pada sektor ekonomi (industri), perdagangan dan pertanian serta
sektor pertahanan dan keamanan.

BAB III
3.1              TRASE JALAN

 Beberapa kriteria perencanaan trase jalan :

1. Jarak lintasan tidak terlalu panjang.


2. Pelaksanaan dan pemeliharaan operasional mudah dan efesien.
3. Ekonomis dari segi pelaksanaan, pemeliharaan dan operasionalnya.
4. Aman dalam pelaksanaan, pemeliharaan dan operasionalnya.
5. Memenuhi perencanaan desain.
6. 1.      Alternatif 1

Dipilih lintasan lurus, yang menghubungkan titik G ke titik I.

Pada lintasan ini elevasi tertinggi yang dilalui adalah elevasi 87,9 dan elevasi
yang terendah adalah elevasi 83. Lintasan ini tidak memenuhi point 2 dan 3,
tanpa memandang kondisi topografi dan tanpa memperhitungkan volume galian
dan timbunan serta tidak sesuai dengan kriteria desain.

Selain itu alternatif I ini, juga tidak memenuhi syarat penyelesaian tugas desain
jalan raya, yang diharapkan mahasiswa mampu menyelesaikan permasalahan dalam
merencanakan suatu lengkungan pada perencanaan alinemen horizontal

1. 2.      Alternatif lintasan II

Dipilih lintasan dengan elevasi muka tanahnya mendekati pada kontur. Bentuk
lintasan ini efisien karena hanya membentuk dua tikungan, memperhitungkan
banyaknya galian dan timbunan yang sama.

P2

P1
3.2              HITUNG ALTERNATIF KOORDINAT TERPILIH

Secara Grafis

Dari peta kontur skala 1: 2000, dimana 1 cm jarak di peta sama dengan 2 m
dilapangan. Koordinat titik diperoleh :

 –        Titik G       = ( 9969.9992 ; 9600.7599)

–        Titik P1     = (10244,5998; 9661,9769)

–        Titik P2     = (10550,0168; 9800,6268)

–        Titik I        = ( 10691.1297; 9924.9966)

 Perhitungan Jarak

 Secara Grafis

Perhitungan jarak antara titik didapat dengan pengukuran langsung pada gambar 
AutoCAD

  v  Perhitungan jarak antara G dengan P1             = 281,4335 m

v  Perhitungan jarak antara P1 dengan P2                        = 335,3637 m

v  Perhitungan jarak antara P2  dengan I              = 188,0614 m

  Secara Analitis

 Maka :

m mm

 3.3              KLASIFIKASI MEDAN

Menurut Bina Marga dalam Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota
(TPJAK) No. 038/T/BM/1997, medan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian
besar kemiringan medan yang diukur tegak lurus garis kontur. Klasifikasi medan
dibedakan seperti tabel 3.1 berikut :

 TABEL 3.1    Klasifikasi Medan

No Jenis Medan Notasi Kemiringan Medan (%)


1. Datar D <3
2. Perbukitan B 3 – 25
3. Pegunungan G > 25

Sumber : Bina Marga TPGJAK No. 038/ T /BM/1997

 TABEL 3.2 Klasifikasi Medan

BEDA KEMIRINGA  
TITIK STA ELEVASI JARAK TINGGI N
G 0 + 0 83 50 0 0.00%
1 0 + 50 83.26965 50 0.26965 0.54%
2 0 + 100 82.726 50 0.54365 1.09%
3 0 + 150 83.3481 50 0.6221 1.24%
4 0 + 200 82.8925 50 0.4556 0.91%
5 0 + 250 83.11631 50 0.22381 0.45%
P1 0 + 281.399 84.81 31.3985 1.69369 5.39%
6 0 + 300 84.5557 50 0.2543 0.51%
7 0 + 350 86.0026 50 1.4469 2.89%
8 0 + 400 84 50 2.0026 4.01%
9 0 + 450 84.29165 50 0.29165 0.58%
10 0 + 500 84.988 50 0.69635 1.39%
11 0 + 550 85.956 50 0.968 1.94%
12 0 + 600 84.1804 50 1.7756 3.55%
P2 0 + 616.866 83.66935 16.8663 0.51105 3.03%
13 0 + 650 84.1715 50 0.50215 1.00%
14 0 + 700 84.155 50 0.0165 0.03%
15 0 + 750 87 50 2.845 5.69%
16 0 + 800 86.1214 50 0.8786 1.76%
I 0 + 806.328 87.96 6.3278 1.8386 29.06%
Rerata= 3.25%

Keterangan:

Beda Tinggi    =

Kemiringan     =

Persentase kemiringan yang didapat adalah 3.25 % , maka menurut tabel  3.1 jenis
medan adalah perbukitan.
 3.4              LHR RENCANA

Sebelum menentukan LHR, maka terlebih dahulu menetapkan ekivalen mobil


penumpang (emp). Dari jenis medan, maka ekivalensi mobil penumpang (emp)
didapatkan berdasarkan tabel 3.3 berikut: 

Tabel 3.3    
Kondisi Medan
No Jenis KendaraanDatar /
Perbukitan Pegunungan
1 Sedan, Jeep, Station Wagon, 1 1
Pickup, Bus Kecil, Truk
2 Kecil 1.2 – 2.4 1.9 – 3.5
3 Bus dan Truk Besar 1.2 – 5.0 2.2 – 6.0
Sumber : Bina Marga TPGJAK No. 038/T/BM/1997  

Mobil penumpang

Jadi,besarnya faktor ekivalensi mobil penumpang untuk masing – masing kendaraan


adalah :

1.         Kendaraan ringan/mobil penumpang  :1

2.         Bus                                                      :2

3.         Truck 2 as                                            :3

4.         Truck 3 as                                            :4

Distribusi lalu lintas :

 Dari data-data diketahui :

Umur Rencana (UR)                                : 20 Tahun

Tingkat pertumbuhan lalu lintas               : 2,6 %

 –         LHR Data                               : 2209

Maka :

–         LHR Awal Umur Rencana     : (1 + i)n x LHR Data


: (1 + 0,027)20 x 2209

: 3769.609 SMP

–         LHR Akhir Umur Rencana     : (1 + i)n x LHR awal

: (1 + 0,026)20 x 3763.609

: 6288.568 SMP

 –         LHR rata-rata                          :

:  5026.09 SMP

3.5              KLASIFIKASI JALAN

Jalan diklasifikasikan dalam kelas-kelas, berdasarkan fungsi dan besarnya


volume serta sifat lalu lintas :

 Tabel 3.5 Klasifikasi Menurut Kelas Jalan

  Sumber :      Tata Cara Perencanaan Jalan Antar kota, Departemen Pekerjaan
Umum, Direktorat Jendral Bina Marga, Jalan No. 038/T/BM/97

  Jadi sesuai dengan Tabel 3.1 TCPGJAK (Tata Cara Perencanaan Jalan Antar
Kota), bahwa dengan jarak LHR = 5026.09 SMP, maka jalan tersebut diklasifikasikan
Jalan Kelas III a ( jalan Arteri)  1500  s.d  8000 SMP.

 3.6              KECEPATAN RENCANA

Kecepatan adalah besaran yang menunjukkan jarak yang ditempuh dalam kurun
waktu tertentu. Kecepatan menggambarkan nilai gerak dari kendaraan, biasanya
dinyatakan dalam km/jam.

Kecepatan rencana / Design Speed (Vr) adalah kecepatan maksimum yang


dipilih sebagai dasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan kendaraan –
kendaraan bergerak secara aman dan nyaman dalam kondisi suasana cerah, arus lalu
lintas kecil dan pengaruh hambatan samping jalan tidak berarti. Kecepatan rencana
ditentukan berdasarkan fungsi jalan dan jenis medan dari jalan yang direncanakan,
seperti pada tabel 3.6 berikut:

 Tabel 3.6        Kecepatan Rencana (VR) sesuai dengan Fungsi Jalan dan
Klasifikasi Medan

Diambil VR = 80 Km/jam

Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, Departemen


Pekerjaan Umum, Direktorat Bina Marga, Jalan No. 038/T/BM/97

Berdasarkan medan yang didapat yaitu perbukitan, maka kecepatan rencana


yang diambil adalah 80 Km / Jam.

3.7              PERENCANAAN ALINEMEN HORIZONTAL

3.7.1        Perhitungan Rmin

Jari – jari minimum (Rmin) merupakan nilai batas lengkung atau tikungan untuk
suatu kecepatan rencana tertentu. Jari jari minimum merupakan nilai yang sangat
penting dalam perencanaan alinemen terutama untuk kesellamatan kendaraan
bergerak di jalan.

Jari – jari minimum (Rmin) didapat dari rumus berikut:

 Dik:

 = 210

3.7.2        Penentuan Rc

 Jika tidak perlu superelevasi

Superelevasi tidak diperlukan apabila nilai R lebih besar atau sama dengan yang
ditunjukkan tabel 3.7 berikut :

Tabel 3.7 Jari-Jari yang diizin kan tanpa Superelevasi.

Vr(km/jam) 120 100 80 60


R minimum (m) 5000 2000 1250 700
Sumber : Bina Marga TPGJAK No. 038/T/BM/1997

 Jika tidak perlu lengkung peralihan

Tabel 3.8 Jari-jari tikungan yang tidak memerlukan lengkung peralihan

Vr (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20


R Minimum (m) 2500 1500 900 500 350 250 130 60

Sumber : Bina Marga TPGJAK No. 038/T/BM/1997

 Jika lebih besar dari Rmin

Tabel 3.9 Panjang jari-jari minimum (dibulatkan) untuk emaks 10%

Vr (km/jam) 120 100 90 80 60 50 40 30 20


R Min (m) 600 370 280 210 115 80 50 30 15

Apabila kecepatan rencana 80 Km/jam, jari-jari minimumnya adalah     210 m.


Sehingga jari – jari diatas Rmin diambil sebesar 350 m.

 3.7.3        Perhitungan e max dengan menggunakan Rc Diambil Rc jika tidak perlu


lengkung peralihan, Rc =900 m Perhitungan e didapat dari rumus berikut :

Perhitungan emaks.

  jika tidak perlu super elevasi, Rc =1250 m.

emax        = == -0,0997 = -9,97 %

  jika tidak perlu lengkung peralihan,Rc = 900 m.

emax        = == -0,084 = -8,4 %

 jika Rc > Rmin, dimisalkan Rc=300 m

emax        = == 0,0279 = 2,79 %

 jika Rc = Rmin, Rmin = 210 m = Rc.

emax        = = = 0,09997 = 9,9 % 

3.7.4        Perhitungan Ls (Lengkung Peralihan)


Panjang lengkung peralihan (Ls), menurut Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan
Raya Antar Kota (1997), diambil nilai terbesar dari tiga perhitungan berikut ini :

 Berdasarkan waktu tempuh maksimum(3 detik)

T = Waktu tempuh = 3 detik

 Berdasarkan antisipasi Gaya Sentrifugal:

 c = Perubahan Kecepatan, diambil 1 – 3 m/dt2

jika Rc tidak perlu lengkung peralihan, Rc =900m

 Ls= 77,10 m

jika Rc > Rmin , Rc =300m, emaks = 0,0279

 Ls= 78,65 m

jika Rc = Rmin , Rc =210m, emaks = 0,0997

 Ls= 79,7186 m

 Berdasarkan Tingkat Pencapaian Perubahan Kecepatan:

Diambil nilai terbesar, jadi untuk Ls tikungan 2 adalah 76.896 m

3.7.5        Perhitungan Sudut Tikungan

a) Perhitungan jarak antar titik

Perhitungan jarak antara titik didapat dengan pengukuran langsung pada gambar 
AutoCad :

v  Perhitungan jarak antara G dengan P1    = 281,4335 m

v  Perhitungan jarak antara P1 dengan P2            = 335,3637 m

v  Perhitungan jarak antara P2  dengan M   =  188,0614 m


Perhitungan antara titik dengan analisa :

Rumus

Maka :

m mm

 b).  Perhitungan sudut pertemuan tikungan

Perhitungan sudut pertemuan tikungan didapat dari pengukuran langsung pada


gambar AutoCad dengan memuat perpanjangan salah satu garis kemudian mengukur
sudut antara perpotongan garis dengan garis yang tidak diperpanjang.

 
Gambar           Sket Sudut Pertemuan
Tikungan  

–        ∆ 1= 120  

–        ∆2 = 170   Dari keempat titik


diatas dapat diperoleh
  azimuth. Sudut azimuth
dapat dihitung dengan
persamaan :

 α1 adalah azimuth titik G dengan titik P1

 α2 adalah azimuth titik P1 dengan titik P2


 α3 adalah azimuth titik PI 2 dengan titik I

Dari α1 dan α2 maka dapat dihitung sudut tikungan antara garis G-PI 1 dan PI 1-PI 2 :

∆2 = α2 – α3 = 65.589° – 48.7° = 16.889°

3.7.6 Perhitungan Tikungan.

Tikungan 1

Direncanakan dengan Full Circle (FC)

VR       = 80 Km/jam

∆          = 12°

RC          = 900 m  è  berdasarkan Tabel 1.5

Tabel 3.11 Jari-jari tikungan yang tidak memerlukan lengkung peralihan

Vr (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20


R Minimum (m) 2500 1500 900 500 350 250 130 60

Sumber : Bina Marga TPGJAK No. 038/T/BM/1997

 emax        = == – 0.084006 %

Panjang lengkung peralihan (Ls), menurut Tata Cara Perencanaan Geometrik


Jalan Antar Kota 1997, diambil nilai yang terbesar dari tiga persamaan dibawah ini :

 Berdasarkan waktu tempuh di lengkung peralihan



 Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal

Ls= 76.89 m

 Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian

Diambil  yang terbesar yaitu 76,89 m dan dipakai 77 m


karena nilai emaks negative maka dipakai nilai emaks minimal yaitu 2%

Dari data diatas diperoleh :

q             =  ½ ∆= ½ (11.8°) = 5.9o

Tc        = R tg ½ ∆

= 1250 x tg 5.9o

= 129,174 m

Ec        = TC tg ¼  ∆

= 129,174 x tg ¼ 11.8o

= 6.65669 m

Lc        = 0,01745 x Rc x ∆

= 0,01745 x 1250 x 11.8o

= 257.3875 m

Tikungan 2

Direncanakan dengan Spiral-Spiral (S-S)

VR       = 80 Km/jam,

∆1       =16.8890

RC          = 210 m

emax        = 10 %

Dari data diatas diperoleh :

qS           =½ ∆1 = ½ (16.889 0) = 8.4445 0

Ls        =

Ltot     = 2. Ls  = 2.(61.8737) = 123.7474 m


p          =

= 0.76160

k          =

= 31.029

Ts        = ( Rc + p ) tan ½ ∆ + k

= ( 210 + 0.7616 ) tan 8.44450 + 31.029

=  62.3185 m

Es        = (Rc + p) Sec ½ ∆1– Rc

= (210 +0.7616) Sec 8.4450-210

= 3.0694 m

●.Cek T  yang tersedia

Tc(tikungan 1) + Ts (tikungan 2) + Jarak jalan lurus minimum <  jarak antara titik
tikungan 1 dan 2

129,174 + 62.3185 + 20 < 386,8480

211.4925 m  < 380,865  m …. Ok!!!

3.7.7

DIAGRAM SUPER ELEVASI

Tikungan 1 ( FC )
 Tikungan 2 ( SS) 

3.7.8. Perncanaan Tikungan

3.7.9. Perhitungan Stasioning

BEDA KEMIRINGA
TITIK STA ELEVASI JARAK
TINGGI N
G 0 + 0 83 50 0 0.00%
1 0 + 50 83.26965 50 0.26965 0.54%
2 0 + 100 82.726 50 0.54365 1.09%
3 0 + 150 83.3481 50 0.6221 1.24%
TC1 0 + 152.464 83.37578 2.464 0.62421 25.33%
4 0 + 200 82.8925 50 0.4556 0.91%
5 0 + 250 83.11631 50 0.22381 0.45%
P1 0 + 283.8054 84.61455 33.8054 0.38545 1.14%
6 0 + 300 84.5557 50 0.05884966 0.12%
7 0 + 350 86.0026 50 1.4469 2.89%
8 0 + 400 84 50 2.0026 4.01%
CT1 0 + 411.219 81.20377 11.219 0.79623 7.10%
9 0 + 450 84.29165 50 0.29165 0.58%
10 0 + 500 84.988 50 0.69635 1.39%
11 0 + 550 85.956 50 0.968 1.94%
TS2 0 + 554.1056 85.81 4.1056 0.1905841 4.64%
12 0 + 600 84.1804 50 1.7756 3.55%
P2 0 + 616.8663 83.66935 16.8663 0.51105 3.03%
13 0 + 650 84.1715 50 0.50215 1.00%
ST2 0 + 678.208 83.78784 28.208 0.212154 0.75%
14 0 + 700 84.155 50 0.0165 0.03%
15 0 + 750 87 50 2.845 5.69%
16 0 + 800 86.1214 50 0.8786 1.76%
I 0 + 806.3278 87.96 6.3278 1.8386 29.06%

3.8              PERENCANAAN ALINEMEN VERTIKAL.


Perencanan alinemen vertikal merupakan salah satu cara agar pembangnan jalan
yang kita lakukan menjadi lebih ekonomis serta memperhitungkan factor keamanan
para pengguna jalan.

Alinemen vertical Adalah potongan bidang vertikal dengan bidang permukaan


perkerasan jalan yang melalui sumbu jalan atau center line. Dimana pada perencanan
ini kita akan melihat potongan memanjang atau permukaan tanah jalan yang akan kita
bangun. Dan dari sini kita akan melakukan cut and fill sebagai pertimbangan
ekonomis dan merencanakan lengkung vertikal sebagai pertimbangan keamanan dan
kenyamanan pengguna jalan.

Ada dua jenis lengkung vertikal yang digunakan pada perencanaan ini :

1. lengkung vertikal cekung

yaitu apabila selisih anatara kedua gradien garis yang menghubungkan bernilai
negatif (-)

1. lengkung vertikal cembung

yaitu apabila selisih anatara kedua gradien garis yang menghubungkan bernilai positif
(+)

3.8.1        Perhitungan Jarak Pandang

a.  Berdasarkan Jarak pandang henti

Jarak Pandang Henti (Jh) adalah jarak pandang yang diperlukan oleh pengemudi
untuk dapat menghentikan kendaraannya dengan aman begitu melihat adanya
halangan didepannya.

Rumus       :

Untuk jalan lurus

f = Koef. Gesek memanjang perkerasan jalan aspal, ditetapkan 0.35 – 0.55

T = Waktu tanggap, ditetapkan 2.5 detik

Jadi :
Berdasarkan tabel 3.11 Jarak Pandang Henti (Jh) minimum, didapat

 Tikungan PI, Full Circle (FC)

VR  = 80 km/jam

Jh   = 120 m           (Tabel 3.11)

 Tikungan P, Spiral-Spiral  (S-S)

VR  = 80 km/jam

Jh   = 120 m           (Tabel 3.11)

\     Dipakai Jh = 120 m

 Tabel 3.11      Jarak Pandang Henti (Jh) minimum

 Sumber    :   Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, Departemen


Pekerjaan Umum, Direktorat Bina Marga, Jalan No. 038/T/BM/97

b. Perhitungan Jarak Pandang Mendahului.

Jarak Pandang Mendahului (Jd) adalah jarak yang memungkinkan suatu kendaraan
untuk mendahului kendaraan lain didepannya dengan aman sampai kendaraan
tersebut kembali ke jalur semula.

T1 = 2,12 + 0,026 x Vr = 2,12 + 0,026 x 80 = 4,2 detik

T2      = 6,56 + 0,048 x Vr = 6,56 + 0,048 x 80 = 10,4 detik

a =2,052+0,0036 x Vr=2,052+0,0036x 80 = 2,34 Km/jam/detik

m = 12,5 Km/jam

d1

d2      = 0,278 x Vr x T2 = 0,278 x 80 x 10,4 = 231,296 m

d3      = 75 m    (Tabel Bina Marga TPGJAK)

Tabel 3.6  Besar nilai d3

Vr (km/jam) 50-65 65-80 80-95 95-110


d3 30 55 75 90

d4         =

Jd      = d1 + d2 + d3 + d4

= 84,55 + 231,296 + 75 + 154,197 = 545,043 m

Dipakai 550 m sesuai dengan tabel Bina Marga

Tabel 3.7 Jarak Pandang Mendahului (Jh) minimum

Vr (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20


Jh Minimum(m) 800 670 550 350 250 200 150 100

Sumber  : Bina Marga TPGJAK No. 038/T/BM/1997

1. Daerah Bebas Samping di Tikungan

Merupakan ruang untuk menjamin kebebasan pandang di tikungan sehingga Jh


dipenuhi.

Rumus :

Dimana :

E    = jarak penghalang ke sumbu lajur sebelah dalam (m)

R   = jari-jari sumbu lajur dalam (m)

Jh   = jarak pandang henti

–     Tikungan I, FC

R        = 900 m

Jh        = 120 m

Ltot    = 257.3875 m

Jh = 120 m           < Lc     = 257.3875 m


 E = 25.7996

 –     Tikungan II, SS

R        = 210 m

Jh        = 120 m

LTot     = 123.7474 m

Jh = 120 m           < LTot   = 123.7474 m

1. 1.      Pemeriksaan pelebaran :

Data yang diketahui :

Tikungan PI1 (Full Circle)

–     Kecepatan Rencana (VR)                                    : 80 Km/jam

–     RC                                                            : 210 m

–     Lebar jalur m, 2 arah      (Asumsi)

Dari Tabel diperoleh pelebaran di tikungan per jalur sebesar 0,6 m

Tikungan PI2 (Spiral – Spiral)

–     Kecepatan Rencana (VR)                                    : 80 Km/jam

–     Panjang Jari-jari Minimum (RMin)            : 900 m

–     Lebar jalur m, 2 arah      (Asumsi)

Dari Tabel diperoleh pelebaran di tikungan per jalur sebesar 0,1 m

 Tabel 3.8.    Pelebaran di tikungan per lajur

 Lebar jalur m, 2 arah atau 1 arah

Pelebaran = 0,6
m
Pelebaran = 0,1
m
3.8.3 Perencanaan Profil

 Perencanaan Lengkungan

Perencanaan alinemen vertikal merupakan salah satu cara agar pembangunan


jalan yang kita lakukan menjadi lebih ekonomis serta memperhitungkan faktor
keamanan para pengguna jalan.Alinyemen vertikal adalah perpotongan bidang
vertikal dengan bidang permukaan perkerasan jalan yang melalui sumbu jalan atau
center line.Dimana pada perencanaan ini kita akan melihat potongan memanjang
suatu permukaan tanah jalan yang akan kita bangun, dan dari sini kita akan
melakukan cut and fill sebagai pertimbangan ekonomis dan merencanakan lengkung
vertikal sebagai pertimbangan keamanan dan kenyamanan pengguna jalan.

Ada dua macam jenis lengkung vertikal yang digunakan pada perencanaan ini:

1. lengkung vertikal cembung


2. lengkung vertikal cekung

Tabel 3.14 Penentuan Kemiringan Jalan  


Titik STA Elevasi Kemiringan
G 0+000 83.00  
0.0465%
1 0+250 83.1163  
0.589%
2 0+400 84.00  
0.09%
3 0+600 84.1804  
1.831%
I 0+806.3276 87.96  

 Berdasarkan peraturan Bina Marga  TCPGJAK  No. 38/T/BM/1997 diperoleh :

VR        = 80Km/jam,

Jh           = 120 m

Tabel 3.15  Jarak Pandangan Henti (Jh) Minimum      


Vr(km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20
Jh  minimum 250 175 120 75 55 40 27 16
sumber : Bina Mraga TPJGAK No.
038/T/BM/1997        
Jd         = 450 m

Lv            = 80 -150 M    (Tabel 3.16)

Tabel 3.16 Panjang Minimum Lengkung Vertikal

Kecepatan Rencana Perbedaan Kelandaian Panjang Lengkung


(km/jam) Memanjang (%) (m)
< 40 1 20 – 30
40 – 60 0,6 40 – 80
> 60 0,4 80 – 150

    Sumber : Tabel 2.24, Bina Marga TPGJAK No. 038/T/BM/1997

1. Perencanaan Lengkung Cekung


1. Cekung I

A = 0,8125% ;     Jh = 120 m

–     Berdasarkan Jarak Penyinaran Lampu Kendaraan

–     Berdasarkan Kenyamanan

–     Berdasarkan Drainase

Diambil Lv = 100 m, maka

STA. PLv1 = 0+250 – (100/2) = 0+200

STA. PTv1 = 0+250 + (100/2) = 0+300

1. Cekung II

A = 1.7415%         ;     Jh = 120 m

–     Berdasarkan Jarak Penyinaran Lampu Kendaraan

–     Berdasarkan Kenyamanan

–     Berdasarkan Drainase

Diambil Lv = 87 m, maka

STA. PLv2 = 0+600 – (100/2) = 0+550


STA. PTv2 = 0+600 + (100/2) = 0+650

 Cembung  3

A = 0.499 % ; Jh = 120 m

–     Berdasarkan Jarak Pandang Henti

Berdasarkan Jarak Pandang Mendahului

–     Berdasarkan Kenyamanan

–     Berdasarkan Drainase

Diambil Lv = 100 m, maka

STA. PLv3 = 0+400 – (100/2) = 0+350

STA. PTv3 = 0+400 + (100/2) = 0+450

3.8.4  Penentuan Elevasi Kelengkungan As Jalan

3.9 PERANCANGAN PENAMPANG MELINTANG JALAN

3.9.1 Penomoran (Stationing) Jalan

  Stationing dimulai dari titik 0+000 yang berarti 0 meter dari perecanaan jalan. Pada
lengkung horizontal dan lengkung vertikal penomoran stationing dilakukan pada
titik–titik penting. Penomoran juga dilakukan pada titik tertentu sesuai dengan
kondisi yang ada. Hal ini bertujuan agar dalam menghitung galian dan timbunan
dapat diupayakan efisiensi mendekati hasil yang sebenarnya.

3.9.2 Potongan Memanjang dan Melintang Jalan  

1. Gambar
Potongan Memanjang Jalan
Potongan
  Melintang
Jalan

 
Tabel. Perencanaan Jalan

TITIK STA JARAK

G 0 + 0 50
1 0 + 50 50
2 0 + 100 50
3 0 + 150 50
TC1 0 + 152.464 2.464
PLv1 0 + 200 50
6 0 + 250 50
P1 0 + 283.8054 33.8054
PTv1 0 + 300 50
PLv3 0 + 350 50
8 0 + 400 50
CT1 0 + 411.219 11.219
PTv3 0 + 450 50
10 0 + 500 50
PLv2 0 + 550 50
TS2 0 + 554.1056 4.1056
12 0 + 600 50
P2 0 + 616.8663 16.8663
PTv2 0 + 650 50
ST2 0 + 678.208 28.208
14 0 + 700 50
15 0 + 750 50
16 0 + 800 50
I 0 + 806.3278 6.3278

  Untuk mempermudah dalam penyajian gambar penampang melintang jalan (cross


section), berikut disajikan beberapa pengetahuan perhitungan guna mendukung hal
tersebut.

1. Perhitungan kemiringan malintang jalan

a.   Untuk titik-titik yang terletak pada tangen horizontal memiliki perkerasan -2%
b. Untuk titik-titik stationing yang terletak pada lengkung horizontal, kemiringan
perkerasan dapat diperoleh dengan diagram superelevasi

1.  Kemiringan bahu jalan

a. Kemiringan bahu jalan selalu konstan

b. Selisih kemiringan perkerasan dan kemiringan bahu tidak > 4%

1. Perhitungan lebar perkerasan

a.   Untuk titik yang terletak sepanjang tangen horizontal

Bkiri = Bkanan  = 3,5 m

b.   Untuk titik yang terletak sepanjang lengkung horizontal

B sisi luar         =3,5 m

B sisi dalam      = 3,5 + w

w =  pelebaran perkerasan

1. pelebaran perkerasan

 3.8.1                    PERHITUNGAN GALIAN DAN TIMBUNAN

Volume galian dan timbunan dalam pekerjaan tanah merupakan salah satu faktor
yang penting, karena akan menentukan harga pekerjaan pembangunan jalan secara
keseluruhan. Pekerjaan galian dan timbunan yang sedikit misalnya tebalnya
diperkirakan 15 cm, volume pekerjaan ini dihitung  dalam m3 .

@ Perhitungan Elevasi

Elevasi kanan dan kiri


Untuk memperoleh elevasi kanan dan kiri row dapat dilihat pada kontur potongan
memanjang. Elevasi kanan dan kiri dilakukan pada jarak 15 m kanan, dan 15 m kiri
dari As jalan.

@ Perhitungan luas galian dan timbunan

Dari sekian banyak data hasil pengukuran luas galian dan timbunan dapat dihitung
luasan suatu area dengan menggunakan metode koordinat kartesius :

@ Perhitungan volume galian dan timbunan

Metoda perhitungan volume galian-timbunan sederhana adalah Average End Area


Methode.

–          Luas galian/timbunan pada penampang melintang berjarak (d) 25-50 meter.

–          Volume galian (g) adalah luas galian rata-rata dari dari dua penampang
berurutan dikalikan dengan jarak antar kedua penampang tersebut.

G = (0,5(G1+G2)) x d

–     Volume timbunan (T) adalah luas timbunan rata-rata dari kedua penampang
berurutan dikalikan dengan jarak antar kedua penampang             tersebut.

T = (0,5(T1+T2)) x d

Contoh perhitungan untuk bentuk cross section menurut gambar dibawah ini :

1. Timbunan

Sta 0+50

 Langkah 1: Menghitung Timbunan

Luas (m2)
      Koordinat Titik Potong Timbunan
Jarak
STA (m)   1 2 3 4 5 6 7 8    9 10  
0+050 X 35.2 54.75 56.89 61.89 66.8 76.8 81.754 81.754 76.8 35.2 18,1555
50 y 12.94 18.505 2.16 2.16 18.505 18.505 0 0 18.505 12.94

 
Luas Timbunan adalah =

L = {(X1*Y2)-(X2*Y1) + (X2*Y3)-(X3*Y2) + (X3*Y4)-(X4*Y3) + (X4*Y5)-


(X5*Y4) + (X5*Y6)-(X6*Y5) + (X6*Y7)-(X7*Y6) + (X7*Y8)-(X8*Y7) +
(X8*Y9)-(X9*Y8)}  + (X9*Y10)-(X10*Y9)}/2  = 18.1555

Luas Timbunan Pada sta 1 + 050 adalah 18,1555 m2

Volume Timbunan adalah luas timbunan x  jarak antar stasioning    = 18.155*50

= 726.606 m3

2. Galian

 Langkah : Menghitung Galian

Jarak   Koordinat Titik Potong


STA (m) 1 2 3 4 5 6 7 8
350 X 0 77.18 75.53 65.53 63 53 65.53 0
50 Y 3.98 3.785 1.76 1.76 8.18 8.18 1.76 0

Koordinat Titik Potong Luas (m2) Volume (m2)


9 10 11 12 13 14 Galian Galian
55 57.24 62.3 64.9 74.94 80
2.18 7.76 7.76 2.18 2.18 7.6    

Luas Galian adalah =

L = {(X1*Y2)-(X2*Y1) + (X2*Y3)-(X3*Y2) + (X3*Y4)-(X4*Y3) + (X4*Y5)-


(X5*Y4) + (X5*Y6)-(X6*Y5) + (X6*Y7)-(X7*Y6) + (X7*Y8)-(X8*Y7) +
(X8*Y9)-(X9*Y8) + (X9*Y10)-(X10*Y9) + (X10*Y11)-(X11*Y10) + (X11*Y12)-
(X12*Y11) + (X12*Y13)-(X13*Y12) + (X13*Y14)-(X14*Y13) + (X14*Y15)-
(X15*Y14) } / 2

=  8.60478 m2

Luas Galian 1 Pada sta 1 + 350 adalah 8,60478 m2


Volume Galian  adalah luas galian x  jarak antar stasioning = 585.895 m3
 

 BAB IV

PENUTUP

4.1          Kesimpulan

Jalan yang direncanakan pada desain ini sepanjang 806 m. Pada jalan ini terdapat dua
tikungan horizontal, dengan :
1. Lengkung  I   adalah Tipe Full-Circle (FC)
2. Lengkung  II  adalah Tipe Spiral-Spiral (S-S)

 Terdapat 3 Lengkung Vertikal dengan data :

1. Lengkung Cekung

Lv  = 100 m

Ev  = 0.101 m

1. Lengkung Cembung

Lv  = 100 m

Ev  = 0.189 m

1. Lengkung Cekung

Lv  =100 m

Ev  = 0.062 m

 Untuk Pekerjaan Galian Timbunan :

1. Galian                                : 6960,  095     m3


2. Timbunan                          : 9339,  69       m3
3. Drainase                            :    507, 798     m3

4.2          Saran

Sebagai penutup penyusun menyarankan agar pembaca memperhatikan faktor


kenyamanan dan ekonomi dalam mendesain suatu jala raya.

https://benhamcivil.wordpress.com/2011/12/06/perencanaan-geometrik-jalan-raya/

Anda mungkin juga menyukai