Anda di halaman 1dari 7

Definisi

Ginekomastia merupakan istilah yang berasal dari bahasa Yunani yaitu gyvec yang berarti
perempuan dan mastos yang berarti payudara, yang dapat diartikan sebagai payudara seperti
perempuan. Ginekomastia berhubungan dengan beberapa kondisi yang menyebabkan
pembesaran abnormal dari jaringan payudara pada pria. Ginekomastia biasanya ditemukan
secara kebetulan saat pemeriksaan kesehatan rutin atau dapat dalam bentuk benjolan yang
terletak dibawah regio areola baik unilateral maupun bilateral yang nyeri saat ditekan, atau
pembesaran payudara yang progresif yang tidak menimbulkan rasa sakit.
Etiologi
 Kondisi patologik diakibatkan oleh defisiensi testosteron, peningkatan produksi estrogen
atau peningkatan konversi androgen ke estrogen.
 Penggunaan obat-obatan juga dapat menyebabkan ginekomastia. Obat-obat penyebab
ginekomastia dapat dikategorikan berdasarkan mekanisme kerjanya. Tipe pertama adalah
yang bekerja seperti estrogen, seperti diethylstilbestrol, digitalis, dan juga kosmetik yang
mengandung estrogen. Tipe kedua adalah obat-obat yang meningkatkan pembentukan
estrogen endogen, seperti gonadotropin.Tipe ketiga adalah obat yang menghambat
sintesis dan kerja testosteron, seperti ketokonazole,metronidazole, dan cimetidine.
Tipe terakhir adalah obat yang tidak diketahui mekanismenya seperti captopril, antidepresan
trisiklik, diazepam dan heroin.
Patogenesis
Jaringan payudara pada kedua jenis kelamin pria dan wanita secra histologi sama saat
lahir dan cenderung untuk pasif selama masa anak-anak sampai pada saat puberitas. Pada
kebanyakan pria, proliferasi sementara duktus dan jaringan mesenkim sekitar terjadi saat masa
pematangan seksual, yang kemudian diikuti involusi dan atrofi duktus. Sebaliknya, duktus
payudara dan jaringan periduktal pada wanita terus membesar dan membentuk terminal acini,
yang memerlukan estrogen dan progesteron. Karena stimulasi estrogen terhadap jaringan
payudara dilawan dengan efek androgen, ginekomastia dipertimbangkan sejak dulu akibat
ketidakseimbangan antar hormone tersebut.
Estradiol adalah hormon pertumbuhan pada payudara, yang dapat meningkatkan
proliferasi jaringan payudara. Sebagian estradiol pada pria didapat dari konversi testosteron dan
adrenal estrone. Mekanisme dasar ginekomastia adalah penurunan produksi androgen,
peningkatan produksi estrogen dan peningkatan availabilitas prekursor estrogen untuk konversi
estradiol.
Klasifikasi
Klasifikasi yang digunakan untuk membedakan tingkat keparahan dari ginekomastia
adalah sebagai berikut:
Grade I : Membesar dalam diameter dan sedikit menonjol, terbatas pada daerah areola
Grade II : Moderate Hypertrophy pada seluruh struktur komponen payudara, dengan
Nipple Area Complex (NAC) berada diatas lekukan inframammary
Grade III : Hipertrofi payudara yang lebih besar, glandular ptosis dan NAC berada sama
tinggi atau hingga 1 cm dibawah inframammary
Grade IV : Hipertrofi payudara yang lebih besar, dengan kelebihan jaringan kulit, ptosis
berat dan NAC berada lebih dari 1 cm dibawah lipatan inframammary

Diagnosis
Dari anamnesis didapatkan rasa sakit pada payudara. Riwayat penggunaan obat-obatan
dan juga riwayat kelainan hati dan ginjal menjadi hal penting dalam menetapkan etiologi.
Riwayat penurunan berat badan, takikardi, gemetar, diaporesis, dan hiperdefekasi dapat
membantu ke arah hipertirod. Pada pemeriksaan fisis dilakukan palpasi pada payudara untuk
membedakan dengan pembesaran akibat jaringan lemak. Pemeriksaan palpasi pada testis juga
perlu dilakukan untuk menilai apakah ada rasa sakit atau tidak. Gejala-gejala dan hipogonadisme
juga perlu di periksa, seperti penurunan libido, impotensi, penurunan kekuatan, dan juga atrofi
testis. Pemeriksaan yang teliti terutama untuk massa di abdomen, dapat membantu dalam
menemulcan kanker adrenocortical.
Mammografi atau FNA sangat membantu dalam membedakan kanker atau ginekomastia,
meskipun biopsy bedah harus dilakukan jika kedua prosedur sebelumnya tidak menunjukkan
adanya proses keganasan.
Tata Laksana
Penanganan ginekomastia dilakukan berdasarkan penyebabnya.4 Secara umum tidak ada
pengobatan bagi ginekomastia fisiologis. Tujuan utama pengobatan adalah untuk mengurangi
kesakitan dan menghindari komplikasi. Penanganan ginekomastia meliputi tiga hal yaitu
observasi, medikamentosa dan operasi.
1. Observasi
Observasi dilakukan pada pasien-pasien yang mendapatkan terapi obat-obatan yang bias
menyebabkan ginekomastia. Penggunaan obat-obatan tersebut dihentikan dan pasien dievaluasi
setelah 1 bulan. Jika ginekomastia terjadi akibat obat-obatan, maka penghentian konsumsi obat-
obatan tersebut akan menyebabkan berkurangnya rasa sakit pada payudara. Penggantian obat
yang menyebabkan ginekomastia dengan obat lainnya dapat dilakukan.
2. Medikamentosa
Obat-obat yang dapat digunakan sebagai berikut:
 clomiphene (anti estrogen) dapat diberikan dengan dosis 50-100 mg setiap hari
 selama 6 bulan. Efek samping obat ini dapat mengakibatkan gangguan penglihatan, muntah
dan bintik merah.
 Tamoxifen (antagonis estrogen) dapat diberikan dengan dosis 10-20 mg dua kali sehari
selama 3 bulan. Efek samping obat ini dapat mengganggu epigastrium dan mual.
 Danazol, obat testosteron sintetik, yang menghambat sekresi LH dan FSH dan menurunkan
sintesis estrogen di testis. Dierikan dengan dosis 200 mg dua kali sehari. Efek samping obat
ini adalah akne, penambahan berat badan, retensi cairan, mual, dan hasil fungsi hati yang
abnoprmal.
 Testolactone (inhitor aromatisasai), diberikan 450 mg sehari selama 6 bulan. Efek samping
obat ini adalah mual, muntah, udem.
3. Operatif
Pengobatan dengan bedah bertujuan mengembalikan bentuk normal payudara dan memperbaiki
kalainan payudara, puting dan areola. Pengobatan operatif dilakukan jika respon obat-obatan
tidak mencukupi.2 Pembedahan yang bersifat kuratif dapat dilakukan pada tumor yang
menyerang penghasil estrogen atau hCG.4 Ada 2 jenis operasi yang dapat dilakaukan yaitu
a. Surgical Resection (Subkutaneus Mastektomi)
Ada beberapa jenis irisan pada eksisi payudara laki-laki. Jenis irisan yang sering dilakukan
adalah dengan insisi intra-areolar atau Webster incision. Insisi Webster dibuat sepanjang
lingkaran areola bagian bawah dan dengan panjang irisan yang bervariasi tergantung dari areola
pasien. Insisi lain yang digunakan adalah insisi tranversal yang melewati papilla mamae. Insisi
ini memiliki bukaan yang terbatas. Triple-V incision memiliki bukaan yang paling besar namun
jarang digunakan saat sekarang. Sebelum operasi, dokter bedah harus menetukan garis insisi
dan memperkirakan kedalaman jaringan lemak dan jaringan payudara yang akan dikeluarkan.
Selain itu ada teknik Letterman dan juga teknik yang digunakan jika ginekomastia bersifat
masif.

a b c

d e

Gambar 6. (a) Webster incision, (b) Webster incision yang diperlebar kearah
medial dan lateral, (c) Transverse incision, (d) Triple-V incision, (e) Teknik yang
paling sering digunakan untuk reseksi kulit dan transposisi putting susu (Letterman
Technique), (f) Teknik yang digunakan pada ginekomastia massif
b. Liposuctio-assisted mastectomy
Liposuctio-assisted mastectomy merupakan salah satu jenis operasi untuk
pseudognikomastia. Insisi dibuat sekitar 1 cm diatas areola., lalu jaringan kelenjar dan
parenkim disedot keluar. Diperkenalkan pertama kali pada tahun 1980an. Sekarang digunakan
ultrasonic liposuction yang meningkatkan hasil koreksi payudara. Komplikasi pascaoperasi ini
lebih kecil dibandingkan dengan operasi open mastektomi.
Jenis Anestesi
Anestesi Umum
Keadaan anestesi, biasanya disebut anestesi umum, ditandai oleh tahap tidak sadar
diinduksi, yang selama itu rangsang operasi hanya menimbulkan respon reflek autonom. Jadi,
pasien tidak memberikan gerak volunter, tetapi perubahan kecepatan pernapasan dan
kardiovaskular dapat dilihat.
Anestesi umum dapat diperoleh baik dengan pemberian agen anestesi intravena atau
dengan anestesi inhalasi (gas), yang diserap ke sirkulasi paru dari alveoli. Untuk mendapat
kondisi operasi yang optimal, pasien harus dibawa ke kedalaman atau tingkat anestesi yang
cukup. Karena respon individual terhadap anestesi umum sangat bervariasi dan. Tidak ada
hubungan dosis-respon yang tepat, maka dosis agen anestesi yang digunakan harus tepat.
Sebagai pedoman, ahli anestesi menggunakan tanda klinik anestesi (ukuran pupil, gerak mata,
dan kecepatan serta volume pernapasan) yang memiliki empat stadium.
Selama stadium pertama, pasien masih sadar, tetapi dalam keadaan analgesia dan
amnesia . Pada stadium kedua, pasien tidak sadar, tetapi dapat bereaksi tidak tentu dan biasanya
menunjukkan pola pernapasan tidak teratur. Stadium ketiga biasanya menghasilkan keadaan
operasi optimal dengan pernapasan yang cukup baik dan hemodinamis yang stabil. Tetapi pada
bagian lebih dalam, baik pernapasan maupun sirkulasi menunjukkan tanda-tanda menurun
sampai stadium keempat, saat terjadi kolap kardiovaskular dan kegagalan pernapasan.
Tanda-tanda klinik ini sudah digunakan sejak era anestesi eter dan dewasa ini sulit
digunakan, karena agen anestesi modern mempengaruhi ukuran pupil secara berbeda dan jauh
lebih dapat menekan pernapasan. Oleh karena itu, untuk menggunakan dosis anestesi yang
cukup, dewasa ini lebih ditekankan pada pemantauan kontinu kecepatan denyut jantung,
elektrokardiogram (EKG), kecepatan pernapasan dan pengukuran tekanan darah yang
berulangkali.
Anestesi Regional
Anestesi blok regional mencakup semua teknik anestesi yang menggunakan blok saraf
untuk mendapatkan penghilangan nyeri menyeluruh. Dengan sedikit gangguan impuls saraf
aferen (deaferensiasi), anestesi regional sangat mendekati konsep anestesi ideal atau bebas stres;
tetapi, digunakan lebih jarang dari yang diperkirakan karena beberapa keterbatasan:
1. Blok saraf membutuhkan waktu lebih lama untuk induksi dan waktu pemulihan antara
kasus-kasus operasi tidak perlu diperpanjang.
2. Ada risiko bahwa blok saraf tidak benar-benar efektif, pada keadaan ini, pasien mungkin
butuh suntikan ulang (bila masih dalam batas dosis keamanan untuk anestesi lokal tertentu)
atau anestesi umum.
3. Selalu ada kemungkinan bahwa blok saraf dapat menimbulkan komplikasi neurologi atau
bila mengenai bagian lapangan vaskular tertentu, dapat menimbulkan ketidak stabilan
hemodinamik, yang berbahaya pada pasien tua, aterosklerosis, penderita trauma atau
hipovolemik.
4. Penerimaan pasien yang buruk selalu menimbulkan kesulitan karena banyak pasien yang
takut tetap terjaga dan tidak ingin mendengar berbagai bunyi dalam ruang operasi.

Agen anestesi dapat menyebar dari simpatis ke somatosensorik dan akhirnya blok saraf
motorik dengan hanya menaikkan konsentrasi anestesi lokal yang digunakan. Lama blok saraf
berhubungan langsung dengan jenis agen anestesi lokal yang digunakan, tetapi untuk agen
tertentu, makin tinggi konsentrasi, makin lama efeknya. Selain itu, lama blok saraf dapat
diperpanjang dengan menambah vasokonstriktor misalnya, epinefrin atau neosinefrin di dalam
larutan anestesi lokal sehingga memperlambat penyerapan ulang dan memperpanjang efeknya.
Kekurangan anestesi regional yang penting dapat dilihat dengan blok simpatis yang
diperoleh selama anestesi epidural atau spinal. Selama tindakan ini, daerah lapangan vaskular
tepi yang besar akan terdilatasi dan timbul hipotensi, sekunder dari penimbunan darah, terutama
pada pembuluh vena atau kapasitans sirkulasi. Karena itu, perlu untuk memantau tekanan darah
pasien dengan cermat selama anestesi regional. Idealnya, sebelum pemberian blok saraf yang
menimbulkan blok simpatis pada bagian lapangan vaskular tertentu, kita harus
mempertimbangkan pemberian cairan intravena pada pasien untuk mencegah respon hipotensi
yang tiba-tiba. Respon ini dapat dipercepat pada pasien yang memang sudah kekurangan volume
darah seperti peritonitis, dan perdarahan atau syok septik.

Anda mungkin juga menyukai