Anda di halaman 1dari 7

KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK:

DITINJAU KEMBALI

Wayan R. Susila

PT Riset Perkebunan Nusantara, Jalan Salak No. 1A, Bogor 16151


Telp. (0251) 8333382, 8333089, Faks. (0251) 8315985, E-mail: wr_susila@yahoo.com

Diajukan: 05 Juni 2009; Diterima: 22 Maret 2010

ABSTRAK
Subsidi pupuk yang terus meningkat merupakan salah satu tulang punggung kebijakan pertanian sejak tahun 1969.
Berbagai prestasi di bidang pertanian seperti peningkatan produksi dan produktivitas serta swasembada beras,
sampai batas tertentu merupakan dampak dari kebijakan subsidi pupuk. Namun, berbagai masalah dan dampak
negatif dari kebijakan tersebut, seperti sistem distribusi yang tidak efisien, tidak tepat sasaran, dualisme pasar,
penggunaan pupuk yang berlebihan, serta pengembangan industri pupuk yang terhambat, tidak dapat diabaikan.
Tulisan ini mencoba meninjau ulang dampak positif dan negatif kebijakan subsidi pupuk. Berdasarkan hasil tinjauan,
diusulkan dua pilihan kebijakan. Pilihan pertama adalah melanjutkan kebijakan subsidi pupuk dengan memperbaiki
perencanaan, pemantauan, sistem distribusi, dan pemberdayaan penyuluh lapangan. Pilihan kedua adalah mengganti
kebijakan subsidi pupuk dengan kebijakan lain yang lebih efektif, seperti subsidi benih unggul, subsidi kredit,
perbaikan dan pemeliharaan saluran irigasi, subsidi alat mesin pertanian, perbaikan pemasaran, dan pemberdayaan
penyuluh lapangan.
Kata kunci: Pupuk, subsidi, analisis kebijakan

ABSTRACT
Fertilizer subsidy policy: Revisited

Being increased significantly, fertilizer subsidy policy has become one of the backbones of the Indonesia agricultural
policies since 1969. Various achievements on agricultural sector such as production and productivity increase, and
rice self-sufficiency, to certain extent, have been attributed to the policy. However, various problems and negative
impacts of the policy, such as ineffective distribution system, biased target, market dualism, over-use of fertilizer,
and discouraging the development of fertilizer industry cannot be ignored. With this background, this paper tries
to review the positive and negative impacts of the fertilizer subsidy. Based on the impacts, two policy options were
proposed. The first option is continuing the fertilizer subsidy with improvements or revisions on planning and
monitoring, distribution system, and revitalization of field extension officers. The second policy option is by
replacing fertilizer subsidy policy with more effective policies including subsidy on high yielding planting materials/
seeds, increasing credit subsidy, improving and maintaining irrigation system, on farm and off farm machinery
equipment subsidy, improvement in marketing, and empowerment of field extension officers.
Keywords: Fertilizers, subsidies, policy analyses

pakan faktor kunci dalam meningkatkan


K ebijakan subsidi pupuk merupakan
salah satu kebijakan yang secara
historis menjadi tulang punggung kebi-
tajam. Pada tahun 2003, nilai subsidi
pupuk masih Rp900 miliar, kemudian
meningkat pesat menjadi lebih dari Rp15
produktivitas, dan subsidi dengan harga
pupuk yang lebih murah akan mendorong
jakan subsidi bidang pertanian di Indo- triliun pada tahun 2008 (Antara 2008). Hal peningkatan penggunaan input tersebut
nesia. Sejak program Bimas dan Inmas ini menunjukkan bahwa subsidi pupuk (PSE-KP 2009). Selain itu, subsidi pupuk
dilaksanakan pada tahun 1969, subsidi masih menjadi instrumen penting dalam juga dimaksudkan untuk merespons
pupuk sudah menjadi komponen utama kebijakan pertanian. kecenderungan kenaikan harga pupuk di
kebijakan subsidi bidang pertanian. Dalam Kebijakan pemerintah yang cen- pasar internasional dan penurunan tingkat
program tersebut, penggunaan pupuk derung terus meningkatkan subsidi pupuk keuntungan usaha tani (PSE- KP 2006).
merupakan salah satu komponen Panca (Tabel 1) bertujuan untuk meningkatkan Selanjutnya, kebijakan subsidi pupuk juga
Usaha Pertanian yang merupakan batang kinerja sektor pertanian, khususnya bertujuan untuk memenuhi prinsip enam
tubuh dari program Bimas. Walau ber- subsektor tanaman pangan. Kebijakan ini tepat dalam penyaluran pupuk, yaitu tepat
fluktuasi, nilai subsidi terus meningkat dilandasi pemikiran bahwa pupuk meru- jenis, jumlah, harga, tempat, waktu, dan

Jurnal Litbang Pertanian, 29(2), 2010 43


Tabel 1. Alokasi anggaran subsidi vitas dan produksi pangan nasional serta dari produsen sampai petani melalui
pupuk, 20032008. meningkatkan kesejahteraan petani. Sejak tingkatan lini I, II, III, dan IV (Gambar 1).
itu, subsidi pupuk terus diberikan dalam Lini I adalah lokasi gudang di wilayah
Subsidi Pertumbuhan bentuk harga eceran tertinggi atau HET pabrik (untuk produk dalam negeri) atau
Tahun
(Rp miliar) (%) (Syafa’at et al. 2006). Ketika Indonesia di wilayah pelabuhan tujuan (untuk pupuk
2003 900 mencapai swasembada beras pada impor). Lini II adalah lokasi gudang di
2004 1.592 76,90 tahun 1984, kebijakan subsidi pupuk wilayah ibukota provinsi dan Unit
2005 2.593 62,90 turut memberikan kontribusi terhadap Pengantongan Pupuk (UPP) atau di luar
2006 3.004 15,90 pencapaian tersebut. wilayah pelabuhan. Lini III adalah lokasi
2007 8.000 166,30
Pada tahun 1998, krisis multidimensi gudang distributor dan atau produsen di
2008 15.001 87,50
dan tekanan IMF memaksa pemerintah wilayah kabupaten/kota yang ditunjuk/
Sumber: Antara (2008); PSE-KP (2009). mencabut subsidi pupuk mulai tahun ditetapkan oleh produsen. Lini IV adalah
19992000. Pada tanggal 1 Desember 1998, lokasi gudang pengecer (kios) yang
pemerintah menetapkan penghapusan ditunjuk/ditetapkan oleh distributor.
subsidi pupuk untuk tahun 1999 dan Karena pupuk yang ada di gudang lini I
mutu (Herman et al. 2005). Resultannya melepaskan distribusi pupuk mengikuti sampai dengan lini III masih milik
adalah subsidi pupuk diharapkan dapat mekanisme pasar. Sebagai kompensasi- produsen, pelaku yang ada dalam rantai
meningkatkan produktivitas pertanian dan nya, pemerintah menaikkan harga gabah distribusi hanya terdiri atas produsen,
kesejahteraan petani. kering giling (GKG) dari Rp1.000 menjadi distributor, dan pengecer.
Meskipun memiliki tujuan yang mulia, Rp1.4001.500/kg, menurunkan suku Pengaturan distribusi nasional pupuk
kebijakan subsidi pupuk ternyata masih bunga kredit usaha tani (KUT) dari 14% sering berubah namun tidak terlalu men-
mengundang perdebatan. Di satu sisi, menjadi 10,50%, dan menaikkan plafon dasar. Pada awalnya, distribusi pupuk
kebijakan subsidi pupuk dinilai ber- kreditnya dari Rp1,496 juta menjadi Rp 2 Indonesia dimonopoli oleh PT Pusri yang
dampak positif terhadap peningkatan juta (Ilham 2001). tergabung dalam satu holding company
produktivitas sektor pertanian dan pen- Pada tahun 20002002, pemerintah di mana KUD terlibat pada distribusi
dapatan petani, khususnya tanaman kembali memberikan subsidi pupuk lini IV. Berdasarkan Surat Keputusan
pangan. Hal ini antara lain disebutkan melalui mekanisme insentif subsidi Menperindag No. 378/1998 tanggal 6
dalam hasil kajian Syafa’at et al. (2006), harga gas untuk produsen pupuk. Gas Agustus 1998, PT Pusri bertindak sebagai
Hutagaol et al. (2009), PSE-KP (2009), dan merupakan komponen terbesar dalam penanggung jawab pengadaan dan distri-
World Bank (2009b). Di sisi lain, kebijakan struktur biaya produksi pupuk urea, yakni busi pupuk bersubsidi (Ilham 2001).
subsidi pupuk dinilai tidak efektif dalam 5060%. Industri pupuk urea saat ini Penyaluran pupuk bersubsidi dari lini
hal biaya, pencapaian petani target, mengonsumsi sekitar 8% dari total pro- III ke lini IV dilaksanakan oleh koperasi/
kurang tepat waktu dan harga, bahkan duksi gas bumi nasional. Dengan mene- KUD penyalur yang ditunjuk oleh PT
cenderung mendorong penggunaan tapkan harga gas bumi untuk produsen Pusri. Selanjutnya, penyaluran dari lini IV
pupuk yang berlebihan. Argumen tersebut di bawah harga pasar, diharapkan pupuk ke petani dilaksanakan oleh pengecer
antara lain disebutkan oleh Herman et urea dapat dijual kepada petani sesuai yang ditunjuk oleh koperasi/KUD
al. (2005), Syafa’at et al. (2006), Sjari dengan HET yang ditentukan pemerintah penyalur setelah mendapat persetujuan
(2007), PSE-KP (2009), dan World Bank (Herman et al. 2005). Untuk pupuk PT Pusri. Jika penyaluran pupuk oleh
(2009a). nonurea, harganya mengikuti mekanisme koperasi/KUD penyalur dan pengecer
Dengan mempertimbangkan isu pasar (PSE-KP 2007). tidak lancar, PT Pusri akan menyalurkan
subsidi pupuk yang masih diperdebatkan Pada tahun 20032006, kebijakan pupuk sampai ke lini IV. Rincian sistem
dan nilai subsidi sudah mencapai belasan subsidi pupuk masih tetap mengacu distribusi pupuk sebelum kebijakan pasar
triliun rupiah per tahun, tulisan ini pada kebijakan subsidi harga gas untuk bebas disajikan pada Gambar 1.
mencoba mengkaji ulang kebijakan perusahaan pupuk dan HET untuk harga Sejak tahun 2001, distribusi pupuk
tersebut. Hasil kajian diharapkan dapat gabah di tingkat petani. Nilai subsidi tidak lagi dimonopoli PT Pusri. Kebijakan
menjadi masukan dalam memperbaiki kepada produsen pupuk adalah sebesar ini menyebabkan rantai pasokan pupuk
kebijakan subsidi pupuk serta pilihan selisih antara harga gas berdasarkan yang tadinya hanya satu dan bersifat
kebijakan yang relevan jika subsidi pupuk kontrak dengan harga gas yang ditetap- nasional pecah menjadi lima sesuai
akan dihentikan. kan pemerintah (US$ l,0/MMBTU). Untuk dengan jumlah produsen pupuk. Masing-
pupuk nonurea, subsidi diberikan melalui masing produsen pupuk beroperasi di
subsidi harga jual produk. HET pupuk wilayah yang berbeda (Herman et al.
ditetapkan sebagai berikut: urea Rp1.050/ 2005). Setiap pelaku pasar boleh terlibat
DINAMIKA KEBIJAKAN kg, SP36 Rp1.400/kg, ZA Rp950/kg, dan langsung dalam kegiatan impor dan
SUBSIDI PUPUK NPK Rp1.600/kg. Pada tahun 2006, harga penyaluran pupuk. Dalam sistem distribusi
gas yang ditetapkan pemerintah dinaikkan baru, pihak swasta dapat membeli pupuk
Secara historis, kebijakan subsidi pupuk menjadi US$ 1,30/MMBTU karena harga langsung ke lini II dan lini III. Bahkan
bersifat dinamis sesuai dengan kondisi gas terus meningkat (PSE- KP 2007). pihak swasta dapat langsung membeli
lingkungan strategis. Namun, esensi dari Dalam mengimplementasikan kebi- pupuk ke pabrikan non-Pusri (lini I) atau
kebijakan subsidi pupuk sejak tahun 1969 jakan subsidi pupuk, dibangun suatu mengimpor pupuk langsung dari eksportir
tetap sama, yaitu mendorong produkti- sistem distribusi pupuk secara nasional, atau produsen di luar negeri (Gambar 1).

44 Jurnal Litbang Pertanian, 29(2), 2010


Unit Gudang Petani


Bersubsidi 65% Gudang Pengecer
Pengan- Gudang lini III



distri-


tongan lini II (produ- (lini  
(produsen) butor IV)
Pupuk sen)
(produsen)
R1 R2



Produsen

Gas: urea: Pusri,


PT Pertamina PKG, PIM,
PKC, PKT 28%

Perkebunan besar


Industri


7%
Nonsubsidi 35%


Ekspor

PT Pusri : PT Pupuk Sriwidjaja (Persero)


PKG : PT Petrokimia Gresik R1 : Pengecer tidak resmi
P IM : PT Pupuk Iskandar Muda R2 : Subpengecer tidak resmi
PKC : PT Pupuk Kujang Cikampek
PKT : PT Pupuk Kalimantan Timur

Gambar 1. Mekanisme distribusi pupuk bersubsidi dan nonsubsidi di Indonesia.

PRO-KONTRA KEBIJAKAN ke tanaman perkebunan, tetapi juga ke menjual pupuk bersubsidi ke pihak lain di
SUBSIDI PUPUK industri termasuk industri kayu lapis, lem, luar subsektor tanaman pangan.
peternakan, dan batik (Lakitan 2008). Masalah kedua dalam program subsidi
Banyak modus operandi yang di- pupuk, yaitu kesenjangan antara keter-
Masalah dan Inefektivitas lakukan berbagai kalangan untuk mem- sediaan dan kebutuhan, muncul karena
Subsidi Pupuk peroleh keuntungan yang besar dengan kesulitan dalam membuat data yang akurat
melakukan penyelewengan. Hasil obser- mengenai kebutuhan pupuk bersubsidi.
Sebagai suatu program subsidi dengan vasi pihak kepolisian menyebutkan Prakiraan kebutuhan pupuk sering dibuat
target yang sangat luas, subsidi pupuk paling tidak ada tujuh modus operandi secara agregat dengan memperhitungkan
menghadapi berbagai masalah dan kendala penyelewengan pupuk bersubsidi, yaitu: luas tanam dan takaran pupuk secara
sehingga menurunkan efektivitasnya 1) melakukan penimbunan, 2) mengganti umum. Kenyataannya, takaran pengguna-
dalam mencapai tujuan. Paling tidak ada kemasan pupuk bersubsidi dengan non- an pupuk bervariasi, baik karena perbe-
tiga masalah penting dalam program subsidi, 3) melakukan perdagangan daan luas lahan maupun tingkat kesadaran
subsidi pupuk, yaitu: 1) penyelewengan antarpulau, 4) menyebarkan isu kelang- petani terhadap manfaat pupuk. Akibat-
distribusi pupuk bersubsidi, 2) kesen- kaan pupuk, 5) penyelundupan fisik dan nya, kebutuhan riil dengan ketersediaan
jangan antara ketersediaan dan kebu- administrasi, 6) memalsukan kuota kebu- pupuk sering berbeda nyata sehingga ada
tuhan, dan 3) bias sasaran/target. tuhan, dan 7) menggeser stok dari satu daerah yang kelebihan dan banyak yang
Masalah pertama yang paling men- daerah yang harganya lebih murah ke kekurangan (PSE-KP 2006).
dasar adalah sistem distribusi pupuk ber- daerah yang harganya lebih tinggi Masalah ketiga berkaitan dengan azas
subsidi memberi peluang adanya penyele- (Herman et al. 2005). keadilan. Petani kaya atau yang lahannya
wengan distribusi. Akibatnya, petani Ada beberapa faktor penyebab ter- luas memperoleh pupuk bersubsidi jauh
yang seyogianya memperoleh pupuk jadinya penyelewengan distribusi pupuk lebih banyak dibanding petani miskin atau
bersubsidi sering mengalami kesulitan dari bersubsidi. Disparitas harga yang tinggi berlahan sempit. Hal ini disebabkan petani
segi volume maupun harga. Sebagai antara pupuk bersubsidi dan tanpa yang memiliki lahan luas atau lebih kaya
contoh, walaupun pemerintah telah men- subsidi terjadi karena adanya dualisme cenderung menggunakan pupuk lebih
cairkan dana Rp11,53 triliun dari total pasar. Untuk kasus tahun 2008, harga banyak. Pada tahun 2007, untuk subsidi
alokasi anggaran Rp15,10 triliun pada pupuk bersubsidi adalah Rp1.200/kg pupuk urea, 20% petani yang termasuk
tahun 2008, petani tanaman pangan yang sedangkan harga pupuk nonsubsidi kategori kaya menikmati 45% dari total
seharusnya menerima pupuk bersubsidi Rp5.500/kg. Pengecer sebagian besar juga subsidi. Untuk TSP, mereka menerima 38%
masih mengalami kesulitan untuk men- bersifat pasif dalam mendistribusikan dari total subsidi. Di sisi lain, 20% dari
dapat pupuk pada jumlah dan harga pupuk bersubsidi, yaitu hanya melayani penerima subsidi dengan lahan tersempit
yang sesuai. Hal ini terjadi karena ada- pembeli yang datang ke kiosnya tanpa hanya menerima 7% dari total subsidi
nya kebocoran atau penyelewengan membedakan pembeli yang berhak atau (World Bank 2009a).
penyaluran pupuk bersubsidi. Pupuk tidak berhak mendapat pupuk bersubsidi. Sekitar 20% petani dengan luas lahan
bersubsidi tidak hanya diselewengkan Dengan demikian, pengecer berpeluang tersempit hanya menerima bantuan pupuk

Jurnal Litbang Pertanian, 29(2), 2010 45


8% dari total bantuan, sementara 20% mendorong terjadinya penyelundupan butkan bahwa kebijakan yang berkaitan
petani yang berlahan lebih luas menerima atau ekspor secara ilegal. Pada tahun 2008, dengan harga output lebih efektif
13% dari total bantuan. Sementara itu, disparitas harga antara harga domestik dibanding kebijakan subsidi input
20% petani yang memiliki lahan terluas dan pasar internasional bahkan di atas (pupuk) dalam mendorong peningkatan
menerima 37% dari total bantuan. Hal 300%, sehingga mendorong terjadinya produksi dan produktivitas.
yang sama juga berlaku untuk penerima kelangkaan pupuk di dalam negeri (PSE-
bantuan TSP. Petani berlahan sempit KP 2006; Garsoni 2009).
hanya menerima 7% dari total bantuan, Sisi negatif yang kedua dari kebijakan Dampak Positif Subsidi Pupuk
sementara 20% petani yang memiliki lahan subsidi pupuk adalah penggunaan pupuk
luas mendapat 38% dari total bantuan. yang berlebihan. Untuk urea, sebagian Di samping menimbulkan dampak negatif,
Hasil studi di beberapa negara seperti petani menggunakan pupuk dengan kebijakan subsidi pupuk juga berdampak
Zambia juga menggambarkan fenomena takaran 400600 kg/ha, padahal takaran positif terhadap pembangunan pertanian
yang sama (World Bank 2009a). anjuran berkisar antara 200250 kg/ha. Hal dan kesejahteraan petani. Menggabung-
Petani harus membayar biaya trans- ini menyebabkan munculnya gejala pelan- kan argumen yang dikemukakan oleh
portasi dari pengecer sampai ke lahan daian produktivitas, di samping menurun- Hutagaol et al. (2009), PSE-KP (2009), dan
mereka, sehingga hanya petani yang kan kualitas fisik, kimia, dan biologi tanah World Bank (2009b), secara umum subsidi
lokasinya dekat dengan kios pengecer (Herman et al. 2005; PSE-KP 2009). pupuk berdampak positif terhadap: 1)
resmi atau yang membeli pupuk dalam Dampak negatif ketiga dari subsidi peningkatan modal petani, 2) pengem-
jumlah besar yang menikmati pupuk pupuk adalah subsidi yang diterapkan bangan pasar pupuk yang sebelumnya
dengan HET. Dengan mempertimbangkan kurang kondusif untuk pengembangan belum berfungsi sehingga menekan
kepraktisan dan ongkos angkut, banyak industri pupuk nasional. Karena harga biaya distribusi, 3) adopsi teknologi
petani yang lebih memilih membeli pupuk yang dipatok lebih rendah, beberapa dengan mengurangi risiko dalam pem-
di kios tidak resmi walaupun harganya di produsen pupuk kesulitan memperoleh belajaran teknologi baru, meningkatkan
atas HET (Herman et al. 2005). kontrak pasokan gas, baik untuk perpan- efektivitas penyuluhan, dan organisasi
jangan kontrak maupun kontrak baru. petani, 4) peningkatan produktivitas
Produsen gas bumi lebih mengutamakan petani, dan 5) perbaikan pendapatan
Dampak Negatif Subsidi Pupuk konsumen yang mampu membeli gas usaha tani.
dengan harga yang lebih tinggi. Akibat- Dampak positif pertama yang bersifat
Setelah berjalan lebih dari empat dasa nya, kapasitas terpakai pabrik pupuk langsung dari subsidi pupuk adalah
warsa, subsidi pupuk ternyata menimbul- nasional menjadi tidak optimal, yaitu meningkatnya ketersediaan modal bagi
kan dampak negatif baik yang bersifat hanya 7183% dari kapasitas terpasang. petani (World Bank 2009b). Dengan harga
langsung maupun tidak langsung. Dam- HET menyebabkan opportunity loss pupuk yang disubsidi, sebagian modal
pak negatif yang cukup menonjol adalah bagi produsen pupuk, yang diprakirakan petani yang seharusnya digunakan untuk
1) dualisme pasar, 2) penggunaan pupuk mencapai Rp4 triliun selama 5 tahun. Pasar membeli pupuk dapat dialokasikan untuk
berlebihan, 3) industri pupuk tidak ber- pupuk dalam negeri yang terdistorsi membeli input yang lain. Kontribusi biaya
kembang secara optimal, dan 4) biaya lebih menyebabkan industri pupuk kurang untuk pupuk berkisar antara 922% dari
besar dari manfaat. menarik bagi investor. Sebagai contoh, total biaya, bergantung pada takaran dan
Dampak negatif yang pertama adalah produsen harus menjual pupuk Rp2.200/ teknologi yang ditetapkan. Jika pada
subsidi pupuk menimbulkan dua jenis kg, padahal harga pupuk nonsubsidi awalnya petani menggunakan pupuk
dualisme pasar, yaitu 1) dualisme antara mencapai Rp5.500/kg sehingga perusa- dengan takaran lebih rendah, subsidi
pasar pupuk bersubsidi dengan HET dan haan pupuk kehilangan penerimaan pupuk mendorong mereka meningkatkan
pasar pupuk nonsubsidi yang mengikuti Rp3.300/kg (PSE-KP 2007). Opportunity takaran pupuk menjadi optimal.
mekanisme pasar, dan 2) dualisme antara loss menyebabkan pabrik pupuk memiliki Dampak positif kedua adalah subsidi
pasar domestik dan pasar internasional. kemampuan yang rendah dalam menghim- pupuk dapat mengatasi pasar pupuk
Dualisme pasar antara pupuk bersubsidi pun dana bagi peremajaan maupun yang belum bekerja secara efisien atau
dan nonsubsidi menimbulkan disparitas pengembangan pabrik. Pemberian subsidi terjadi kegagalan pasar (market failure).
harga yang cukup besar antara HET dan melalui harga gas kurang merangsang Struktur pasar yang kurang kompetitif,
harga pasar. Pada tahun 2006, harga HET pabrik pupuk urea untuk meningkatkan asimetri kekuatan informasi antara penjual
pupuk urea adalah Rp1.200/kg, padahal efisiensi produksi melalui penghematan dan pembeli sehingga margin keuntungan
harga pupuk nonsubsidi mencapai pemakaian gas. serta biaya distribusi yang tinggi, dapat
Rp5.500/kg. Hal ini mendorong terjadinya Hasil analisis manfaat dan biaya ditekan dengan kebijakan subsidi pupuk.
penyimpangan, yaitu pupuk bersubsidi di menunjukkan bahwa biaya yang dikeluar- Argumen ini valid jika subsidi pupuk dapat
jual ke pasar nonsubsidi yang meliputi kan pemerintah lebih besar daripada menyediakan pupuk sesuai dengan azas
perusahaan perkebunan atau petani manfaat yang diterima petani (Syafa’at et enam tepat, yaitu tepat jumlah, kualitas,
nonpangan (Herman et al. 2005). al. 2006; Sjari 2007). Biaya subsidi umum- waktu, harga, jenis, dan tempat.
Kebijakan subsidi pupuk juga me- nya tidak setimpal dengan manfaat yang Dampak positif ketiga dari subsidi
nimbulkan dualisme pasar antara pasar diperoleh, bahkan sering menjadi tekanan pupuk adalah mendorong adopsi tekno-
domestik dan pasar internasional. Dis- politik sehingga subsidi menjadi per- logi. Hal ini valid untuk petani yang belum
paritas harga yang tinggi antara harga di manen (World Bank 2009a). Hasil analisis mengenal secara baik manfaat pupuk,
pasar domestik dan di pasar internasional Susila dan Sinaga (2005) juga menye- termasuk takaran pupuk yang berimbang/

46 Jurnal Litbang Pertanian, 29(2), 2010


optimal. Dengan adanya subsidi pupuk, Opsi 1: Subsidi Pupuk subsidi) dan kebutuhan serta sasaran
petani tidak khawatir menggunakan Dilanjutkan yang bias ke petani kaya/besar, secara
teknologi baru (jenis dan takaran pupuk) umum dapat diperbaiki melalui mekanisme
karena harga pupuk disubsidi (World Jika kebijakan subsidi pupuk dilanjutkan perencanaan yang lebih baik (Tabel 3).
Bank 2009b). Hal ini didukung oleh maka perbaikan seyogianya dilakukan Dalam memperbaiki mekanisme perenca-
Hutagaol et al. (2009) yang menyebutkan untuk mengatasi masalah atau memi- naan, ada tiga hal yang perlu digaris-
bahwa subsidi pupuk meningkatkan nimalkan dampak negatifnya. Tidak semua bawahi, yaitu: 1) ketersediaan sumber daya
efektivitas kegiatan penyuluhan dan masalah atau dampak negatif dapat dihi- yang memadai untuk menyusun perenca-
organisasi petani. langkan atau dikurangi sehingga upaya naan, 2) pemberdayaan PPL, dan 3)
Ketiga dampak positif yang diuraikan perbaikan perlu dilakukan secara selektif. ketersediaan waktu yang memadai untuk
sebelumnya menciptakan dampak positif Terkait dengan hal itu, perbaikan perlu menyusun perencanaan.
keempat, yaitu meningkatkan produkti- difokuskan pada upaya mengatasi masalah Ketersediaan sumber daya yang me-
vitas ( Syafa’at et al. 2006; Hutagaol et al. kesenjangan antara ketersediaan dan madai dalam perencanaan merupakan
2009; PSE-KP 2009; World Bank 2009b). kebutuhan, sasaran yang bias, penyele- sesuatu yang mutlak. Melihat komplek-
Dengan menggunakan konsep elastisitas wengan distribusi, dan takaran pupuk sitas permasalahan serta volume subsidi
produktivitas terhadap harga pupuk, yang berlebihan (Tabel 3). Masalah yang besar, pemerintah perlu menyediakan
Syafa’at et al. (2006) menganalisis dampak dualisme pasar dan inefisiensi industri sumber daya yang cukup sehingga dapat
subsidi pupuk terhadap produktivitas pupuk nasional tidak akan dibahas dalam disusun perencanaan yang matang dan
beberapa tanaman pangan (Tabel 2). tulisan ini. Dualisme pasar merupakan komprehensif yang mencakup enam tepat,
Secara umum, elastisitas bertanda negatif, masalah yang tidak bisa dihindarkan jika yaitu tepat jumlah, jenis, mutu, waktu,
yang berarti penurunan harga pupuk subsidi pupuk masih dilanjutkan, sedang- harga, dan tempat. Untuk itu, anggaran
(subsidi harga pupuk) akan meningkatkan kan inefisiensi industri pupuk nasional untuk perencanaan harus memadai.
produktivitas. Sebagai contoh, elastisitas sangat kompleks dan perlu dibahas Jumlah petugas yang membuat perenca-
produktivitas padi terhadap harga pupuk tersendiri. naan harus memadai dan tersedia insentif
urea, SP36, dan ZA masing-masing adalah Dua masalah pertama yaitu ketidak- yang sesuai agar kualitas perencanaan
-0,0681, 0,0799, dan - 0,0086. Jika harga sesuaian antara ketersediaan (volume lebih baik. Melibatkan PPL secara intensif
pupuk urea turun 1% maka produktivitas
padi akan meningkat 0,0681%. Disebutkan
pula bahwa secara nasional, penghapusan
subsidi pupuk menurunkan produktivitas
Tabel 2. Elastisitas produktivitas komoditas pertanian terhadap harga
hingga 9,50%.
pupuk dan dampak penghapusan subsidi pupuk.
Resultan dari dampak positif subsidi
pupuk adalah meningkatnya pendapatan Dampak penghapusan
Elastisitas terhadap
atau keuntungan usaha tani. Pada usaha Komoditas subsidi pupuk terhadap
harga pupuk
tani padi tahun 2006, kontribusi biaya produktivitas (%)
pupuk mencapai 22,10% dari total biaya Padi sawah -0,03 -2,10
produksi yang mencapai Rp3,834 juta/ha. Padi ladang -0,07 -4,90
Dengan subsidi pupuk, kontribusi biaya Jagung -0,01 -0,70
pupuk menurun menjadi 17,40% dari total Kedelai -0,03 -2,10
biaya yang mencapai Rp3,615 juta/ha. Ubi kayu -0,05 -3,50
Kacang tanah -0,01 -0,70
Dengan asumsi produktivitas sama (5,50 t
GKP/ha), pengurangan subsidi pupuk Sumber: Syafa’at et al. (2006).
akan menurunkan keuntungan petani
sekitar 12% (PSE-KP 2006).
Tabel 3. Masalah dan usulan upaya untuk mengatasi masalah.

Masalah Upaya kebijakan untuk mengatasi


OPSI KEBIJAKAN SUBSIDI
Kesenjangan antara ketersediaan dan Perbaikan mekanisme perencanaan
PUPUK kebutuhan - Sumber daya yang memadai
Bias sasaran - Pemberdayaan PPL
Dampak positif dan negatif kebijakan
- Waktu yang cukup
subsidi pupuk tidak semuanya bersifat
Penyelewengan distribusi pupuk Perbaikan mekanisme distribusi dengan
moneter yang bisa dijumlahkan. Oleh
bersubsidi kupon atau kartu pintar
karena itu, pengkajian ini tidak bermaksud - Pangkalan data yang akurat
untuk merumuskan apakah subsidi pupuk - Investasi untuk membangun pangkalan data
perlu dilanjutkan atau tidak. Tulisan ini - Pemberdayaan PPL dan pencacah
dibuat dengan solusi yang terbuka, yaitu Dosis berlebih - Demplot swadaya
subsidi pupuk dilanjutkan dengan per- - Subsidi satu paket dengan dosis
baikan, atau alternatif kebijakan lain jika - Pemberdayaan PPL untuk pengawasan
subsidi pupuk dihentikan.

Jurnal Litbang Pertanian, 29(2), 2010 47


dengan insentif yang memadai akan subsidi yang berlebihan. Pendekatan produktivitas petani. Untuk kelompok
sangat membantu meningkatkan kualitas pertama bersifat persuasif dengan terus pertama, kebijakan kompensasi yang bisa
perencanaan. PPL berperan strategis meningkatkan penyuluhan takaran pupuk menggantikan subsidi pupuk antara lain
dalam perencanaan karena mereka umum- yang tepat. Penyuluhan sebaiknya diikuti adalah mengalihkan subsidi pupuk ke
nya mengenal dengan baik wilayah dan demplot swadaya yang dilakukan di lahan subsidi benih karena penggunaan benih
petani binaannya sehingga akurasi data petani. Lahan petani yang bisa dijadikan unggul dinilai masih rendah. Selain itu,
untuk memenuhi enam tepat bisa diting- demplot dipilih lahan milik kontak tani pemberian subsidi benih lebih mudah
katkan. andalan, ketua kelompok tani, atau petani pelaksanaannya, peluang penyelewengan
Hal lain yang perlu diperbaiki adalah yang progresif menerapkan teknologi distribusi lebih kecil, dan tidak menim-
ketersediaan waktu yang cukup untuk tepat guna. Pendekatan kedua adalah bulkan dampak negatif seperti takaran
menyusun perencanaan. Para petugas di mewajibkan petani penerima pupuk berlebihan (PSE- KP 2009). Alternatif lain
lapangan sering mengeluhkan waktu bersubsidi untuk menggunakan pupuk adalah subsidi diarahkan pada kredit lunak
perencanaan yang tidak memadai se- dengan takaran tidak menyimpang terlalu atau bantuan teknologi. Sebagai contoh,
hingga perencanaan dibuat dalam situasi jauh dari takaran anjuran. Dalam hal ini, dana subsidi pupuk tahun 2008 yang
yang mendesak. Oleh karena itu, waktu sebelum petani menerima pupuk ber- mencapai lebih dari Rp15 triliun, dapat
perencanaan harus mencukupi. Misalnya, subsidi, mereka diminta membuat kese- dialihkan dalam bentuk program kredit
6 bulan sebelum subsidi disalurkan, pakatan dengan pelaksana di lapangan, bersubsidi. Jumlah tersebut tentu akan
perencanaan mulai disiapkan sehingga misalnya penyuluh atau kepala dinas berdampak signifikan terhadap kemu-
cukup waktu untuk memperoleh data yang tingkat kecamatan untuk menggunakan dahan petani dalam memperoleh kredit
akurat. pupuk dengan takaran tidak terlalu jauh yang murah.
Masalah ketiga yaitu penyelewengan menyimpang dari anjuran. Selanjutnya, Kebijakan kompensasi yang bersifat
pupuk bersubsidi merupakan akibat PPL diberi wewenang untuk melakukan fasilitasi (PSE-KP 2009) antara lain adalah:
adanya dualisme pasar yang menciptakan pengawasan terhadap kesepakatan 1) Pemeliharaan/perbaikan saluran irigasi
insentif untuk melakukan penyelewengan tersebut. utama. Pada saat ini, banyak saluran
distribusi. Penyelewengan berupa merem- irigasi yang tidak berfungsi secara
besnya pupuk bersubsidi ke tanaman optimal karena keterbatasan anggaran
nonpangan atau penyelundupan pupuk Opsi 2: Subsidi Pupuk Dicabut, pemeliharaan. Oleh karena itu, anggar-
ke luar negeri akibat selisih harga yang Diganti dengan Program an subsidi pupuk dapat dialihkan
besar. Penyelundupan merupakan ma- Kompensasi untuk perbaikan dan pemeliharaan
salah yang sangat kompleks, sehingga saluran irigasi.
upaya perlu difokuskan untuk mengatasi Ada sebagian pendapat yang mengusul- 2) Bantuan teknologi tepat guna untuk
kebocoran pupuk bersubsidi ke tanaman kan untuk menghentikan subsidi pupuk pengolahan tanah (traktor, mesin budi
nonpangan. dengan memberi kompensasi kepada daya lainnya) maupun untuk pasca-
Salah satu alternatif untuk mengatasi petani karena dampak negatifnya melebihi panen (unit pengering, alat proses,
kebocoran tersebut adalah melakukan dampak positifnya (Herman et al. 2005; pergudangan, unit penyimpanan,
subsidi langsung ke petani dengan meng- Garsoni 2009; PSE-KP 2009). Pemikiran ini ruang pendingin). Teknologi tepat
gunakan kupon (voucher) atau kartu pintar tetap berpijak pada penguatan sektor guna untuk proses produksi, pasca-
(smart card), seperti yang diusulkan PSE- pertanian sehingga jika subsidi pupuk panen, dan pemasaran sangat diper-
KP (2007). Dengan cara ini, pengecer dicabut, anggaran subsidi tetap dialokasi- lukan untuk meningkatkan produk-
hanya boleh menjual pupuk bersubsidi kan ke petani dalam bentuk kebijakan tivitas, meminimalkan kehilangan
kepada petani yang berhak, yang dibuk- kompensasi untuk mendukung kinerja selama panen, dan memperbaiki
tikan dengan kupon atau kartu pintar sektor pertanian. kualitas produk. Di sisi lain, teknologi
yang dimiliki. Namun, cara ini masih ber- Bagi petani, kepastian mendapatkan tepat guna memerlukan biaya investasi
peluang untuk disalahgunakan sehingga pupuk lebih penting dibanding harga yang cukup besar dibandingkan de-
memungkinkan terjadinya kebocoran. pupuk itu sendiri (PSE-KP 2006). Dalam ngan kemampuan petani. Keber-
Kupon atau kartu pintar dapat diperjual- usaha tani padi, biaya untuk urea men- hasilan pengembangan sektor perta-
belikan atau petani palsu dibina untuk capai 5,50% dan untuk pupuk secara kese- nian di Malaysia tidak terlepas dari
menjadi “joki”. Untuk meminimalkan luruhan berkisar antara 822% dari total kebijakan tersebut (Nur 2008).
peluang penyelewengan tersebut, diper- biaya. Survei terkini menunjukkan bahwa 3) Bantuan pendampingan (PPL) dalam
lukan suatu pangkalan data yang akurat biaya pupuk mencapai 8,70% dari total membuat perencanaan usaha, mening-
tentang individu petani yang berhak biaya usaha tani atau Rp925 ribu dari total katkan penerapan praktek pertanian
mendapatkan subsidi, luas lahan, inten- biaya usaha tani yang mencapai Rp10,59 yang baik (good agriculture prac-
sitas tanam, serta jenis komoditas yang juta (Soemaryanto 2008). tices), dan memecahkan masalah dalam
diusahakan. Pemberdayaan PPL akan Secara garis besar, ada dua kelompok berproduksi, panen, pemasaran (men-
sangat membantu membangun pangkalan kebijakan kompensasi yang diusulkan, carikan akses pasar) maupun finansial
data yang akurat karena PPL memiliki yaitu: 1) subsidi langsung dalam bentuk (akses ke modal). Jika sebagian dana
pemahaman yang cukup baik tentang input yang lebih mudah penyalurannya subsidi dialihkan untuk program
petani binaannya. dan lebih efektif mencapai sasaran dan pendampingan oleh PPL untuk aspek
Ada dua pendekatan yang dapat 2) subsidi tidak langsung dalam bentuk tersebut, produktivitas dan kesejah-
mengurangi penggunaan pupuk ber- fasilitasi untuk mendukung peningkatan teraan petani akan meningkat.

48 Jurnal Litbang Pertanian, 29(2), 2010


4) Bantuan pemasaran melalui pem- dalam menjalankan fungsi tersebut Terkait dengan dualisme tersebut, dua
bentukan sistem pemasaran yang lebih (Nur 2008). pilihan kebijakan diusulkan. Pilihan
menguntungkan petani. Pemasaran pertama adalah melanjutkan kebijakan
produk pertanian dinilai tidak efisien subsidi pupuk dengan memperbaiki peren-
sehingga harga di tingkat petani relatif canaan, pemantauan, sistem distribusi,
rendah. Di samping itu, harga produk KESIMPULAN DAN dan pemberdayaan penyuluh lapangan.
pertanian sangat berfluktuasi sehing- IMPLIKASI KEBIJAKAN Pilihan kedua adalah menggantikan
ga menurunkan efisiensi dan mening- kebijakan tersebut dengan kebijakan lain
katkan risiko (Sadoulet dan de Janvry Kebijakan subsidi pupuk yang selama ini yang lebih efektif. Kebijakan pengganti
1995; Timmer 2003). Oleh karena itu, diterapkan telah menimbulkan beberapa dapat berupa subsidi benih unggul, sub-
pengembangan kelembagaan pema- masalah seperti distribusi yang tidak adil sidi kredit, perbaikan dan pemeliharaan
saran yang dapat menekan masalah dan tidak tepat sasaran, dualisme pasar, saluran irigasi, subsidi alat mesin perta-
tersebut penting untuk diwujudkan. penggunaan pupuk yang berlebihan, nian, perbaikan pemasaran, dan pember-
Model kelembagaan seperti pasar biaya subsidi lebih besar dari manfaat, dayaan penyuluh lapangan. Dalam pelak-
lelang dan sistem resi gudang (ware- serta menghambat pengembangan in- sanaannya, pemerintah dapat memilih
house receipt system) perlu dikem- dustri pupuk nasional. Di sisi lain, subsidi salah satu kelompok kebijakan atau
bangkan oleh pemerintah karena me- pupuk memberi dampak positif dalam mengombinasikan kedua kelompok
merlukan sumber daya yang cukup meningkatkan modal petani, mendorong kebijakan tersebut sesuai dengan keter-
besar untuk mengembangkannya. adopsi teknologi, serta meningkatkan sediaan anggaran dan tingkat efektivitas
FAMA di Malaysia cukup berhasil produktivitas dan pendapatan petani. pencapaian sasaran yang diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA
Antara. 2008. Pemerintah Siapkan Tambahan Nur, Y.H. 2008. How Agricultural Products Can Soemaryanto. 2008. Biaya Usaha Tani Padi,
Subsidi Pupuk Rp7,375 T. Antara News, http:/ Penetrate Modern Market: Lessons Learnt Laporan disampaikan ke Badan Penelitian
/www.antara.co.id/ [25 Agustus 2008]. from Malaysia. Laporan Studi Banding, dan Pengembangan Perdagangan, Jakarta.
Badan Penelitian dan Pengembangan Per-
Garsoni, S. 2009. Subsidi pupuk sebaiknya di cabut. Susila, W.R. dan B. Sinaga. 2005. Analisis kebi-
dagangan, Jakarta.
Harian Seputar Indonesia, Jumat 27 Februari jakan industri gula Indonesia. Jurnal Agro
2009. PSE-KP (Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Ekonomi 23(1): 3053.
Kebijakan Pertanian). 2006. Konstruksi
Herman, A.S., Djumarman, dan H. Sukesi. 2005. Syafa’at, N., A. Purwoto, M. Maulana, dan C.
Kebijakan Pupuk 2006. PSE-KP, Bogor.
Kajian Sistem Distribusi Pupuk Bersubsidi. Muslim. 2006. Analisis Besaran Subsidi
Laporan Penelitian. Badan Penelitian dan PSE-KP (Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Pupuk dan Pola Distribusinya. Laporan Akhir
Pengembangan Perdagangan, Jakarta. Kebijakan Pertanian). 2007. Kebijakan PSO/ Penelitian, Pusat Analisis Sosial Ekonomi
Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi. PSE- dan Kebijakan Pertanian, Bogor.
Hutagaol, P., W.R. Susila, dan S. Hartoyo. 2009. KP, Bogor.
Evaluasi Dampak Bantuan Langsung Benih Timmer, P.C. 2003. Agriculture and Economic
Unggul dan Pupuk terhadap Usaha Tani dan PSE-KP (Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Development, Published Paper no. 62 Indo-
Pengembangan Pedesaan. Laporan Pene- Kebijakan Pertanian). 2009. Pengalihan nesian Food Policy Program, The World
litian, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Subsidi Pupuk ke Subsidi Benih, Analisis Bank, Jakarta.
Institut Pertanian Bogor. Kebijakan. PSE-KP, Bogor.
World Bank. 2009a. Fertilizer Subsidies in Indo-
Ilham, N. 2001. Dampak Kebijakan Tata Niaga Sadoulet, E. and A. de Janvry. 1995. Quantitative nesia, Policy Note. Indonesia Agriculture
Pupuk terhadap Peran Koperasi Unit Desa Development Policy Analysis. Johns Hop- Public Expenditure Review, the World Bank,
sebagai Distributor Pupuk. Laporan Pene- kins Univ. Press, Baltimore and London. Jakarta.
litian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi
Sjari, D.R. 2007. Pengaruh Subsidi Harga Pupuk World Bank. 2009b. Indonesia Agricultural Public
Pertanian, Bogor.
terhadap Pendapatan Petani: Analisis Sis- Spending and Growth, Policy Note. Indonesia
Lakitan, B. 2008. Antara subsidi pupuk dan tem Neraca Sosial Ekonomi. Bank Indo- Agriculture Public Expenditure Review, the
kelangkaan pupuk. Artikel Iptek, Kemen- nesia, Jakarta. http://www.bi.go.id [4 Maret World Bank, Jakarta.
terian Negara Riset dan Teknologi, Jakarta. 2007].
http://www.ristek.go.id/ [29 April 2009]

Jurnal Litbang Pertanian, 29(2), 2010 49

Anda mungkin juga menyukai