DITINJAU KEMBALI
Wayan R. Susila
ABSTRAK
Subsidi pupuk yang terus meningkat merupakan salah satu tulang punggung kebijakan pertanian sejak tahun 1969.
Berbagai prestasi di bidang pertanian seperti peningkatan produksi dan produktivitas serta swasembada beras,
sampai batas tertentu merupakan dampak dari kebijakan subsidi pupuk. Namun, berbagai masalah dan dampak
negatif dari kebijakan tersebut, seperti sistem distribusi yang tidak efisien, tidak tepat sasaran, dualisme pasar,
penggunaan pupuk yang berlebihan, serta pengembangan industri pupuk yang terhambat, tidak dapat diabaikan.
Tulisan ini mencoba meninjau ulang dampak positif dan negatif kebijakan subsidi pupuk. Berdasarkan hasil tinjauan,
diusulkan dua pilihan kebijakan. Pilihan pertama adalah melanjutkan kebijakan subsidi pupuk dengan memperbaiki
perencanaan, pemantauan, sistem distribusi, dan pemberdayaan penyuluh lapangan. Pilihan kedua adalah mengganti
kebijakan subsidi pupuk dengan kebijakan lain yang lebih efektif, seperti subsidi benih unggul, subsidi kredit,
perbaikan dan pemeliharaan saluran irigasi, subsidi alat mesin pertanian, perbaikan pemasaran, dan pemberdayaan
penyuluh lapangan.
Kata kunci: Pupuk, subsidi, analisis kebijakan
ABSTRACT
Fertilizer subsidy policy: Revisited
Being increased significantly, fertilizer subsidy policy has become one of the backbones of the Indonesia agricultural
policies since 1969. Various achievements on agricultural sector such as production and productivity increase, and
rice self-sufficiency, to certain extent, have been attributed to the policy. However, various problems and negative
impacts of the policy, such as ineffective distribution system, biased target, market dualism, over-use of fertilizer,
and discouraging the development of fertilizer industry cannot be ignored. With this background, this paper tries
to review the positive and negative impacts of the fertilizer subsidy. Based on the impacts, two policy options were
proposed. The first option is continuing the fertilizer subsidy with improvements or revisions on planning and
monitoring, distribution system, and revitalization of field extension officers. The second policy option is by
replacing fertilizer subsidy policy with more effective policies including subsidy on high yielding planting materials/
seeds, increasing credit subsidy, improving and maintaining irrigation system, on farm and off farm machinery
equipment subsidy, improvement in marketing, and empowerment of field extension officers.
Keywords: Fertilizers, subsidies, policy analyses
Bersubsidi 65% Gudang Pengecer
Pengan- Gudang lini III
distri-
tongan lini II (produ- (lini
(produsen) butor IV)
Pupuk sen)
(produsen)
R1 R2
Produsen
Perkebunan besar
Industri
7%
Nonsubsidi 35%
Ekspor
PRO-KONTRA KEBIJAKAN ke tanaman perkebunan, tetapi juga ke menjual pupuk bersubsidi ke pihak lain di
SUBSIDI PUPUK industri termasuk industri kayu lapis, lem, luar subsektor tanaman pangan.
peternakan, dan batik (Lakitan 2008). Masalah kedua dalam program subsidi
Banyak modus operandi yang di- pupuk, yaitu kesenjangan antara keter-
Masalah dan Inefektivitas lakukan berbagai kalangan untuk mem- sediaan dan kebutuhan, muncul karena
Subsidi Pupuk peroleh keuntungan yang besar dengan kesulitan dalam membuat data yang akurat
melakukan penyelewengan. Hasil obser- mengenai kebutuhan pupuk bersubsidi.
Sebagai suatu program subsidi dengan vasi pihak kepolisian menyebutkan Prakiraan kebutuhan pupuk sering dibuat
target yang sangat luas, subsidi pupuk paling tidak ada tujuh modus operandi secara agregat dengan memperhitungkan
menghadapi berbagai masalah dan kendala penyelewengan pupuk bersubsidi, yaitu: luas tanam dan takaran pupuk secara
sehingga menurunkan efektivitasnya 1) melakukan penimbunan, 2) mengganti umum. Kenyataannya, takaran pengguna-
dalam mencapai tujuan. Paling tidak ada kemasan pupuk bersubsidi dengan non- an pupuk bervariasi, baik karena perbe-
tiga masalah penting dalam program subsidi, 3) melakukan perdagangan daan luas lahan maupun tingkat kesadaran
subsidi pupuk, yaitu: 1) penyelewengan antarpulau, 4) menyebarkan isu kelang- petani terhadap manfaat pupuk. Akibat-
distribusi pupuk bersubsidi, 2) kesen- kaan pupuk, 5) penyelundupan fisik dan nya, kebutuhan riil dengan ketersediaan
jangan antara ketersediaan dan kebu- administrasi, 6) memalsukan kuota kebu- pupuk sering berbeda nyata sehingga ada
tuhan, dan 3) bias sasaran/target. tuhan, dan 7) menggeser stok dari satu daerah yang kelebihan dan banyak yang
Masalah pertama yang paling men- daerah yang harganya lebih murah ke kekurangan (PSE-KP 2006).
dasar adalah sistem distribusi pupuk ber- daerah yang harganya lebih tinggi Masalah ketiga berkaitan dengan azas
subsidi memberi peluang adanya penyele- (Herman et al. 2005). keadilan. Petani kaya atau yang lahannya
wengan distribusi. Akibatnya, petani Ada beberapa faktor penyebab ter- luas memperoleh pupuk bersubsidi jauh
yang seyogianya memperoleh pupuk jadinya penyelewengan distribusi pupuk lebih banyak dibanding petani miskin atau
bersubsidi sering mengalami kesulitan dari bersubsidi. Disparitas harga yang tinggi berlahan sempit. Hal ini disebabkan petani
segi volume maupun harga. Sebagai antara pupuk bersubsidi dan tanpa yang memiliki lahan luas atau lebih kaya
contoh, walaupun pemerintah telah men- subsidi terjadi karena adanya dualisme cenderung menggunakan pupuk lebih
cairkan dana Rp11,53 triliun dari total pasar. Untuk kasus tahun 2008, harga banyak. Pada tahun 2007, untuk subsidi
alokasi anggaran Rp15,10 triliun pada pupuk bersubsidi adalah Rp1.200/kg pupuk urea, 20% petani yang termasuk
tahun 2008, petani tanaman pangan yang sedangkan harga pupuk nonsubsidi kategori kaya menikmati 45% dari total
seharusnya menerima pupuk bersubsidi Rp5.500/kg. Pengecer sebagian besar juga subsidi. Untuk TSP, mereka menerima 38%
masih mengalami kesulitan untuk men- bersifat pasif dalam mendistribusikan dari total subsidi. Di sisi lain, 20% dari
dapat pupuk pada jumlah dan harga pupuk bersubsidi, yaitu hanya melayani penerima subsidi dengan lahan tersempit
yang sesuai. Hal ini terjadi karena ada- pembeli yang datang ke kiosnya tanpa hanya menerima 7% dari total subsidi
nya kebocoran atau penyelewengan membedakan pembeli yang berhak atau (World Bank 2009a).
penyaluran pupuk bersubsidi. Pupuk tidak berhak mendapat pupuk bersubsidi. Sekitar 20% petani dengan luas lahan
bersubsidi tidak hanya diselewengkan Dengan demikian, pengecer berpeluang tersempit hanya menerima bantuan pupuk
DAFTAR PUSTAKA
Antara. 2008. Pemerintah Siapkan Tambahan Nur, Y.H. 2008. How Agricultural Products Can Soemaryanto. 2008. Biaya Usaha Tani Padi,
Subsidi Pupuk Rp7,375 T. Antara News, http:/ Penetrate Modern Market: Lessons Learnt Laporan disampaikan ke Badan Penelitian
/www.antara.co.id/ [25 Agustus 2008]. from Malaysia. Laporan Studi Banding, dan Pengembangan Perdagangan, Jakarta.
Badan Penelitian dan Pengembangan Per-
Garsoni, S. 2009. Subsidi pupuk sebaiknya di cabut. Susila, W.R. dan B. Sinaga. 2005. Analisis kebi-
dagangan, Jakarta.
Harian Seputar Indonesia, Jumat 27 Februari jakan industri gula Indonesia. Jurnal Agro
2009. PSE-KP (Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Ekonomi 23(1): 3053.
Kebijakan Pertanian). 2006. Konstruksi
Herman, A.S., Djumarman, dan H. Sukesi. 2005. Syafa’at, N., A. Purwoto, M. Maulana, dan C.
Kebijakan Pupuk 2006. PSE-KP, Bogor.
Kajian Sistem Distribusi Pupuk Bersubsidi. Muslim. 2006. Analisis Besaran Subsidi
Laporan Penelitian. Badan Penelitian dan PSE-KP (Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Pupuk dan Pola Distribusinya. Laporan Akhir
Pengembangan Perdagangan, Jakarta. Kebijakan Pertanian). 2007. Kebijakan PSO/ Penelitian, Pusat Analisis Sosial Ekonomi
Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi. PSE- dan Kebijakan Pertanian, Bogor.
Hutagaol, P., W.R. Susila, dan S. Hartoyo. 2009. KP, Bogor.
Evaluasi Dampak Bantuan Langsung Benih Timmer, P.C. 2003. Agriculture and Economic
Unggul dan Pupuk terhadap Usaha Tani dan PSE-KP (Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Development, Published Paper no. 62 Indo-
Pengembangan Pedesaan. Laporan Pene- Kebijakan Pertanian). 2009. Pengalihan nesian Food Policy Program, The World
litian, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Subsidi Pupuk ke Subsidi Benih, Analisis Bank, Jakarta.
Institut Pertanian Bogor. Kebijakan. PSE-KP, Bogor.
World Bank. 2009a. Fertilizer Subsidies in Indo-
Ilham, N. 2001. Dampak Kebijakan Tata Niaga Sadoulet, E. and A. de Janvry. 1995. Quantitative nesia, Policy Note. Indonesia Agriculture
Pupuk terhadap Peran Koperasi Unit Desa Development Policy Analysis. Johns Hop- Public Expenditure Review, the World Bank,
sebagai Distributor Pupuk. Laporan Pene- kins Univ. Press, Baltimore and London. Jakarta.
litian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi
Sjari, D.R. 2007. Pengaruh Subsidi Harga Pupuk World Bank. 2009b. Indonesia Agricultural Public
Pertanian, Bogor.
terhadap Pendapatan Petani: Analisis Sis- Spending and Growth, Policy Note. Indonesia
Lakitan, B. 2008. Antara subsidi pupuk dan tem Neraca Sosial Ekonomi. Bank Indo- Agriculture Public Expenditure Review, the
kelangkaan pupuk. Artikel Iptek, Kemen- nesia, Jakarta. http://www.bi.go.id [4 Maret World Bank, Jakarta.
terian Negara Riset dan Teknologi, Jakarta. 2007].
http://www.ristek.go.id/ [29 April 2009]