Anda di halaman 1dari 6

MATA KULIAH PERMODALAN

KEBIJAKAN PERMODALAN PERTANIAN DI INDONESIA


“Optimalisasi Pengawasan Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi
Dihubungkan Dengan Peraturan Menteri Nomor 4 Tahun 2023”

Disusun oleh :
Julita Zahrotul Wardah
03.05.20.0121
7AH-1

KEMENTERIAN PERTANIAN
BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN
POLITEKNIK PEMBANGUNGAN PERTANIAN YOGYAKARTA -
MAGELANG
JURUSAN PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS HORTIKULTURA
TAHUN 2023
A. Permasalahan
Salah satu kebijakan permodalan pertanian Indonesia adalah adanya
pupuk bersubsidi. Pemerintah melalui Kementerian Pertanian, pada tahun
2022 ini telah mengalokasikan anggaran subsidi pupuk sebesar lebih dari
Rp25 triliun untuk memenuhi kebutuhan sekitar 16 juta petani, yang terdaftar
dalam Sistem Elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK),
dalam rangka mendukung ketahanan pangan nasional. Kebijakan subsidi
pupuk ini merupakan bentuk kehadiran Pemerintah dalam membantu petani
dengan menyediakan pupuk dengan harga yang lebih terjangkau. Pemerintah
mensubsidi harga pupuk untuk memastikan akses yang lebih mudah bagi para
petani.
Hal ini bertujuan untuk mendukung produktivitas pertanian dengan
memastikan ketersediaan dan akses terhadap pupuk yang diperlukan untuk
meningkatkan hasil panen. Program ini membantu petani dalam
mengendalikan biaya produksi, memungkinkan mereka untuk memperoleh
pupuk dengan harga lebih rendah daripada harga pasar yang sebenarnya.
Pupuk pada dasarnya merupakan kebutuhan primer dalam bidang
pertanian karena pemanfaatannya masih dapat diperkirakan. Untuk menyuplai
pupuk kepada petani, perlu dilakukan kerja sama dengan usaha-usaha
penghasil pupuk. Permasalahan dalam jurnal penelitian ini adalah bagaimana
pengaturan tentang pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi untuk sektor
pertanian dan bagaimana optimalisasi pengawasan dalam pengadaan dan
penyaluran pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian terkait dengan Permen 4
Tahun 2023 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk
Sektor Pertanian.
Untuk menyuplai pupuk kepada petani, perlu dilakukan kerja sama
dengan usaha-usaha penghasil pupuk. Dibagi menjadi dua kelompok
berdasarkan cara distribusi dan pembelian pupuk bersubsidi dan pupuk tidak
bersubsidi. Pupuk non subsidi adalah pupuk yang pengadaan dan
penyalurannya di luar program pemerintah tetapi tidak mendapat subsidi,
sedangkan pupuk bersubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan
penyerahannya mendapat subsidi dari pemerintah untuk kebutuhan petani dan
dilakukan atas dasar pemerintah tentang pengadaan dan penyaluran pupuk
bersubsidi untuk sektor pertanian.
Masalah yang sering dihadapi petani adalah ketidakmampuan membeli
pupuk karena dianggap mahal. Selain itu, masih banyak masalah dalam
penentuan harga beli dan masalah tenaga penjual. Petani menganggapnya
kurang terjangkau. Tanda-tanda penjualan pupuk di atas HET, penjual pupuk
kepada petani yang tidak terdaftar dalam RDKK (Rancangan Pasti Kebutuhan
Kelompok), tidak memasang spanduk pengumuman harga, distribusi pupuk
tidak merata, keterlambatan distribusi, kelangkaan, dan penjualan di luar batas
area distribusi.
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 47/Permentan/SR.310/12/2017
tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi dan Peraturan
Menteri Perdagangan Nomor 15/M-DAG/PER/4/2013 tentang Pengadaan dan
Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian secara nasional dari Lini
I sampai dengan Lini IV mengatur penyaluran pupuk bersubsidi

B. Strategi Pemecahan Masalah


Komoditas penting untuk input pertanian adalah pupuk bersubsidi.
Pupuk bersubsidi tidak hanya memiliki keunggulan dalam membantu
pertumbuhan dan perkembangan tanaman untuk mencapai produktivitas yang
tinggi, tetapi juga memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi. karena pupuk
memegang peranan penting dan strategis dalam meningkatkan hasil dan
efisiensi pertanian. Akibatnya, pemerintah terus menggunakan subsidi untuk
memperbaiki harga, pasokan dan distribusi, serta aspek teknis kebijakan.
Kebijakan penyaluran dan subsidi pupuk yang ditetapkan pada tahap
perencanaan kebutuhan, penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET).
Pemerintah telah berupaya untuk memberikan kepastian hukum dalam
pengadaan dan penyerahan pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian nasional
melalui regulasi. Pemerintah wajib menjamin ketersediaan stok pupuk
bersubsidi untuk sektor pertanian nasional berdasarkan alokasi yang telah
ditetapkan. Namun berdasarkan fakta yang ada, petani masih kesulitan
mendapatkan pupuk bersubsidi, padahal aturannya mewajibkan jaminan
ketersediaan pupuk berdasarkan pengadaan dan pengadaan sesuai peraturan
perundang-undangan. berlaku.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 4 Tahun 2023,
PT. Pupuk Indonesia (Persero) bertanggung jawab atas penugasan pengadaan
dan pengadaan pupuk bersubsidi. Tentang pengadaan dan sosialisasi pupuk
bersubsidi untuk sektor pertanian, lihat 15/M-DAG/PER/4/2013. Agar tidak
mengganggu program peningkatan ketahanan pangan, sistem distribusi pupuk
harus dapat menjamin ketersediaan pupuk di tingkat petani melalui penerapan
tujuh hak (jenis, jumlah, lokasi, mutu, waktu, sasaran, dan harga) yang
terjangkau oleh petani. Upaya pengamanan, termasuk
pengawalan/pengawasan yang terkoordinasi dan menyeluruh oleh instansi
terkait di pusat dan daerah, diperlukan untuk penyediaan dan penyaluran
pupuk bersubsidi kepada petani.
Dengan berlakunya peraturan baru yaitu Peraturan Menteri Nomor 4
Tahun 2023 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Bidang
Pertanian, di mana Menteri memberikan pembinaan kepada BUMN Pupuk,
Distributor, dan Pengecer Pupuk Bersubsidi, memberikan kesempatan kepada
Menteri untuk berkoordinasi dengan Menteri atau Pimpinan Instansi terkait.
Sebagaimana dimuat dalam Pasal 26 Peraturan Menteri Nomor 4 Tahun 2023
tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Bidang Pertanian.
Aspek pengawasan pengadaan pupuk bersubsidi meliputi:
1. Pelaksanaan Holding pupuk BUMN untuk pembelian dan pembelian
pupuk bersubsidi;
2. Distributor menggunakan pupuk dengan potongan harga;
3. Pelaksanaan penyelesaian pupuk bersubsidi;
4. Laporan Holding BUMN pupuk, distributor, dan penyelesaian pembelian
pupuk bersubsidi;
5. Memasok stok ke distributor, produsen, dan konsumen;
6. Menjaga kualitas pupuk yang dibayar

C. Tindak Lanjut
Penyaluran pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian terkait dengan
optimalisasi pengawasan pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi untuk
sektor pertanian skala nasional. Agar tidak mengganggu program peningkatan
ketahanan pangan, sistem distribusi pupuk harus dapat menjamin ketersediaan
pupuk di tingkat petani melalui penerapan tujuh hak (jenis, jumlah, lokasi,
mutu, waktu, sasaran, dan harga) yang terjangkau oleh petani. Tingkat pusat
dan daerah, diperlukan pengawalan/pengawasan yang terkoordinasi dan
menyeluruh oleh instansi terkait untuk penyediaan dan penyaluran pupuk
bersubsidi kepada petani. Pembentukan lembaga pengawasan internal dalam
hal pengawasan pengadaan dan pengadaan pupuk bersubsidi untuk sektor
pertanian secara nasional harus bersifat penegakan hukum, pembentukan
hukum dalam hal pemberian sanksi hukum sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengadaan dan Penyaluran
Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian

D. Sumber
Herlambang, E., Guntara, D., & Abas, M. (2023). Optimalisasi Pengawasan
Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Dihubungkan Dengan
Peraturan Menteri Nomor 4 Tahun 2023. Binamulia Hukum, 12(1), 47-
56.

Anda mungkin juga menyukai