Oleh:
Syarifah Arsya Maghfira
170810160043
DRAFT SKRIPSI
Oleh:
Syarifah Arsya Maghfira
170810160043
DRAFT SKRIPSI
Pembimbing Utama,
i
PERNYATAAN
ii
ABSTRAK
Kata kunci: Civil Society, Civil Society Oganization, Gerakan Pemuda Ansor,
Radikalisme.
iii
ABSTRACT
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT serta junjungan
kami baginda Rasulullah SAW, karena atas rahmat, berkat, pertolongan dan
karunia-Nya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai tugas akhir dalam
menempuh pendidikan pada program studi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan
atas segala proses yang telah dilewati, mulai dari pencarian topik dan judul yang
sempat berganti-ganti, proses bimbingan, dan begitu banyak hal yang terjadi
kekurangan serta keterbatasan, baik dalam penulisan maupun kajian. Oleh karena
itu, dengan segala kerendahan hati peneliti memohon maaf yang sebesar-besarnya
atas kekurangan yang dimiliki. Maka dari itu peneliti akan sangat terbuka untuk
kritik maupun saran yang membangun dari berbagai pihak untuk kebaikan peneliti
kedepannya.
menjadi pengalaman berharga bagi peneliti. Untuk itu, peneliti ingin berterima
kasih kepada seluruh pihak yang tiada hentinya memberikan doa dan dukungan
untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Dalam kesempatan ini,
v
1. Ayah, Mama, dan Abang dari peneliti, Bapak Sayid M. Iqbal , Ibu
Padjadjaran.
vi
selama penyusunan skripsi sehingga dapat terselesaikan dengan
baik.
S.IP., M.A yang memberikan begitu banyak kesan dan ilmu selama
7. Bapak Soleh dan Ibu Yuyun selaku Staff Program Studi Ilmu
Alfahira dan Fatimah Anandati dan teman teman yang lain yang
vii
2016 yang memberikan begitu banyak kenangan indah dan
Yasmin, Sarah, Cut, Nabila, Nana yang sejak kecil selalu support
12. Sahabat saya sejak SMP Fauziah Azzahra, Shafina Ghazani, Windi
13. Sahabat sahabat serta teman teman SMA saya yang memberikan
disini
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................2
ABSTRAK..............................................................................................................3
DAFTAR ISI...........................................................................................................i
DAFTAR TABEL.................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................16
1.3 Tujuan Penelitian....................................................................................16
1.4 Manfaat Penelitian..................................................................................16
1.4.1 Teoretis.........................................................................................16
1.4.2 Praktis...........................................................................................16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................18
2.1 Civil society............................................................................................18
2.2 Civil society organization.......................................................................29
2.3 Radikalisme Islam..................................................................................37
2.4 Kerangka Pemikiran...............................................................................46
BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................51
3.1. Metode Penelitian..................................................................................51
3.2. Sumber Data..........................................................................................52
3.3. Teknik Pengumpulan Data....................................................................53
3.4. Penentuan Informan...............................................................................54
3.5. Prosedur Analisis Data..........................................................................55
3.6 Validasi Data..........................................................................................57
3.7 Lokasi dan Waktu Penelitian..................................................................58
BAB IV HASIL DAN ANALISIS.......................................................................59
4.1 Gambaran Umum Gerakan Pemuda Ansor............................................60
4.2 Peran Gerakan Pemuda Ansor Sebagai Civil society Organization.......66
4.2.1 Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan...............................68
ix
4.2.2 Katalisator Perubahan Sosial........................................................73
4.2.3 Fasilitator Rekonsiliasi Masyarakat dan Lembaga Peradilan.......78
4.2.4 Pendukung Implementasi Program Pemerintah...........................81
4.3 Radikalisme Di Kecamatan Jatinangor...................................................84
4.4 Peran Gerakan Pemuda Ansor dalam Menangkal Radikalisme.............97
4.4.1 Pendekatan Persuasif..................................................................102
4.4.2 Pendekatan Dialog......................................................................110
4.4.3 Pendekatan Diskusi....................................................................113
4.5 GP Ansor Jatinangor di Antara Kontra Radikalisme dan Politik.........117
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................125
5.1 Kesimpulan...........................................................................................125
5.2 Saran.....................................................................................................127
5.2.1 Teoretis.......................................................................................127
5.2.2 Praktis.........................................................................................127
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................129
x
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
BAB I
PENDAHULUAN
Laskar Jundulloh, FPI, MMI, HTI, dan lain-lain—merupakan dampak ikutan dari
garis keras tersebut tidak akan berani muncul ke permukaan akibat represi politik
yang dilakukan oleh rezim berkuasa. Keterbukaan politik yang diintroduksi oleh
antaranya adalah FPI yang dipimpin oleh Habib Rizieq Syihab. Ormas ini tidak
menghalangi penegakan syariat Islam. Pada kasus RUU Pornografi dan Porno
aksi, misalnya, kelompok ini terlibat bentrok secara fisik dengan para penentang
RUU tersebut di Jakarta beberapa tahun lalu. Di Solo, kelompok radikal yang
1
melakukan kekerasan didominasi oleh kelompok lokal seperti FPIS. Fenomena
and Sham (ISIS/NIIS) yang terlihat secara sporadis di beberapa daerah seperti
Pertama, kelompok revivalis yang tampil dengan ciri legal-formal yang menuntut
perubahan sistem hukum yang sesuai tata aturan dan tuntunan hukum agama.
Kedua, kelompok revivalis yang tampil dengan ciri doktriner dengan cara
memahami dan mempraktikkan agama serba mutlak dan kaku. Ketiga, kelompok
revivalis yang tampil dengan ciri militan dan ditunjukkan melalui sikap
keagamaan bersemangat tinggi hingga berhaluan keras. Bahkan, kelompok ini tak
2007:62).
beberapa persepsi dan alasan, seperti ketidakadilan yang dialami rakyat, korupsi
anggapan mereka, ini terjadi karena sistem negara Indonesia yang terlalu berkiblat
kepada demokrasi dan "memberhalakan" Pancasila. Oleh karena itu, kelompok ini
kelompok revivalis melalui momentum Pilkada DKI 2017, menjadi bukti betapa
dilabelisasi dengan 411, 212, 313, dan semacamnya menjadi sebuah rejuvenasi
populisme. Praktik radikalisme yang intensif memasuki ranah politik ini tidak
identitas atas nama agama secara laten, serta lebih parah lagi dengan lebih
kelompok radikal tidak mau terlibat dalam hingar-bingar sistem politik praktis.
Tetapi hal demikian bukan berarti mereka enggan memegang tampuk kekuasaan
tertinggi di sebuah negara. Pada kenyataannya, mereka tetap berhasrat merebut
kekuasaan melalui cara-cara mereka sendiri. Jika tidak dengan cara damai, maka
dengan cara kekerasan. Kampanye damai yang dilakukan oleh mereka, pada saat-
saat tertentu akan menyentuh titik jenuh yang dapat memaksa mereka untuk
2015:415-416).
Jawa Barat adalah salah satu daerah di Indonesia yang disukai (kaum
radikal) untuk melakukan radikalisasi. Daerah ini dihuni oleh 48 juta penduduk
(sekira 18% dari total penduduk Indonesia), menjadi wilayah kedua terpadat
penduduknya setelah Jakarta dengan 97% penganut Islam. Secara historis tercatat
bahwa, Jawa Barat ialah tempat terjadinya pemberontakan Islamis. Darul Islam
(DI) merupakan gerakan yang ingin mendirikan Negara Islam dideklarasikan oleh
Kartosuwiryo pada Agustus 1949 di Jawa Barat. Pada 1957, Tentara Islam
Indonesia mengontrol sepertiga dari wilayah Provinsi ini (Lanti, Ebih, &
area di Jawa Barat (Prabowo, 2019 dalam Dermawan, Affandi dan Nur Alam,
2019:460).
dari adanya radikalisme di Jatinangor. Hal ini karena, radikalisme adalah akar dari
mahasiswa itu punya beragam pemikirannya. Dari yang radikal kiri hingga radikal
kanan ada. Juga dari mereka yang memiliki pemikiran moderat hingga ekstrem
mahasiswa bernama Harmoni Amal dan Titian Ilmu (HATI) karena diyakini
Hizbut Tahrir Indonesia. Di Unpad sendiri, Wakil Rektor Bidang Akademik dan
radikalisasi, kekerasan dan bahkan terorisme. Hal ini yang diresahkan oleh para
yang kritis, open minded, serta potensi-potensi lain pada mahasiswa, dianggap
berdampak positif atau negatif terhadap generasi muda ataupun masyarakat
terorisme banyak mengalami resistensi dari sebagian umat Islam, khususnya dari
Para pengkritik berargumen bahwa kebijakan seperti ini tidak akan mungkin bisa
menjadikan Densus 88 Antiteror secara khusus, dan polisi secara umum, sebagai
target kemarahan dan balas dendam kaum radikal yang sudah banyak menembak
daerah seperti Solo, Jakarta dan lainnya merupakan manifestasi dari bentuk
menerima kritikan. Salah satu kritik terhadap eksistensi BNPT adalah tidak
bersifat sporadis, tidak terarah, dan berlangsung di sejumlah domain yang justru
Kritik sejumlah kalangan terhadap lembaga ini memang layak dijadikan sebagai
oleh BNPT. Jika tidak, maka eksistensi lembaga ini tidak akan menyelesaikan
ini hanya dianggap sebagai pemborosan anggaran negara yang tidak memiliki
agenda dan program yang jelas. Sebaliknya, lembaga-lembaga ini justru dianggap
melakukan pembelahan dan pelemahan umat Islam dari dalam (Hilmy, 2015:419).
merupakan ancaman nyata bagi negara, tetapi kelompok tersebut juga menjadi
tidak semata menjadi tugas pemerintah, tetapi juga merupakan tugas semua pihak
termasuk aktor civil society (masyarakat madani), baik sebagai individu maupun
mengakui, emansipasi, dan hak asasi, namun yang paling dominan adalah
masyarakat yang demokratis (Tilaar, 2002:5). Dalam hal ini civil society dan
radikalisme adalah dua hal yang sangat bertentangan. Civil society bertujuan
Nahdlatul Ulama adalah salah satu civil society yang ada di Indonesia
memiliki peran yang cukup besar khususnya di bidang sosial keagamaan (Hikam,
bawah Nahdlatul Ulama. Dengan demikian GP Ansor merupakan bagian dari civil
society.
Nahdlatul Ulama (NU) saat ini telah menunjukkan sebuah pergerakan yang cukup
oleh Banser Ansor, Adanya sikap keberatan GP Ansor terhadap deklarasi FPI di
Jombang, GP Ansor Jombang turut mengawal 3 pasangan calon Bupati dan Wakil
kasus praktik sosial keagamaan yang telah ditampilkan GP Ansor tersebut telah
menunjukkan sebuah image baru Ansor sebagai ormas Islam yang moderat,
terbuka dan menunjukkan sikap toleransi (Ramadhani, 2014:t.h.). Hal ini berbeda
dengan kasus yang terjadi pada masa lampau pada saat tragedi G 30 S/PKI, bahwa
pada saat itu pergerakan GP Ansor dengan Bansernya (Barisan Ansor Serba
tempat di Indonesia kerap kali terjadi saat itu. Pembantaian yang dilakukan
Banser Ansor terhadap PKI terjadi diberbagai tempat khususnya di Jawa Timur,
keterlibatan Ansor dalam pembersihan PKI tak lepas dari dukungan dan kerja
kantornya, Jalan Kramat Raya, Senen, Jakarta Pusat. Berdasarkan pernyataan ini,
ada orang atau kelompok-kelompok yang ingin mengubah menjadi bentuk Iain,
baik menjadi negara agama, daulah islamiyah atau khilafah, maupun sekuler,
maka sudah menjadi kewajiban GP Ansor berada di garis terdepan melawan dan
independensinya dan memiliki potensi untuk menjadi civil society yang kuat di
2016:244).
(Ekawati, 2016:244) :
masyarakat lokal.
khilafah.
d. Mendirikan lembaga-lembaga intelektual dan pro demokrasi, seperti
menjadi pengimbang dari kekuatan negara dengan melakukan check and balance,
dengan negara, tetapi masih dalam jalurnya atau tidak melanggar norma dan nilai
yang dapat merugikan rakyat Indonesia. oleh karena itu, NU adalah salah satu
civil society yang berperan aktif dalam pembangunan dalam negeri (Ekawati,
2016:247).
karena pergerakan yang ditampilkan terkesan lebih terbuka dan keluar dari
koridor NU. Pada masa lampau, kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh GP Ansor
seringkali hanya berupa kegiatan yang berafiliasi dengan nilai-nilai NU. Seperti
pada kasus Penjagaan Geraja oleh Banser Ansor pada saat Natal, praktik sosial
keagamaan ini telah menunjukkan sebuah pergerakan baru yang dilakukan Ansor
yang dinilai sangat berani, karena praktik yang dilakukan tidak hanya dalam
konteks keislaman semata akan tetapi sudah masuk dalam ranah lintas agama.
(Ramadhani, 2014:t.h.).
beberapa penelitian yang dilakukan terhadap NU, seperti penelitian Alaena (2000)
dianggap sebagai Ormas Islam yang tradisionalis, konservatif dan tertutup, pada
saat ini telah mengalami keterbukaan dalam pergerakannya. Jika dilihat sejarah
pada masa akhir Orde Baru sekitar tahun 1980-an, terlebih saat beliau menjabat
politik dan sosial keagamaan, nampaknya tak dapat dipisahkan dari eksistensi NU
dalam hal ini GP Ansor sebagai badan otonom NU. Karena meski kini NU tidak
mereka dari perlakuan sewenang-wenang dari pihak mana pun. Etika berpolitik
harus selalu ditanamkan NU kepada kader dan warganya pada khususnya, dan
masyarakat serta bangsa pada umumnya, agar berlangsung kehidupan politik yang
Hidayatullah. 2020)
Kepedulian politik ini tak lepas dari tiga pilar utama kekuatan politik
yang dimiliki GP Ansor termasuk dalam hal ini NU, sebagaimana analisis
Mahrus Irysam (Banuaji, Widayati dan Astuti, 2013:102) yaitu pertama, basis
massa (struktur sosial) yang bertumpu pada massa pondok pesantren yang
struktur formal yang diatur secara organisatoris dan struktur non formal yang
tumbuh dari interaksi antara ulama dan politisi dan ketiga, tradisi yang
Pemuda Ansor atau disingkat GP Ansor adalah badan otonom di bawah Nahdlatul
maslahat bagi masyarakat dan bangsa. Sejalan dengan hal itu, diperkuat dengan
dan mengurangi dominasi sektor pertama (negara) dan sektor kedua (pasar). Civil
pendekatan soft power misalnya melalui persuasi, dialog, seminar, dan diskusi.
Civil society dalam hal ini dapat berperan dalam mengusahakan pendekatan
penggabungan antara hard power dan soft power (Nye, 2004:32). Kolaborasi
antara aktor negara dan non negara dalam upaya deradikalisasi akan membuat
(strong state) akan membuat negara dapat menjaga keamanan dan pertahanan
membangun negara yang kuat, kolaborasi antara aktor negara dan non negara
dalam hal ini civil society menjadi hal yang penting. (Paskalis Alfonso,2016)
aktivitas dialog dengan TNI dan POLRI, yang memiliki tujuan untuk mendukung
anggota masuarakat. Hal ini merupakan bagian dari kolaborasi GP Ansor dengna
lembaga-lembaga negara, sehingga GP Ansor sebagai sebuah gerakan
adanya bahaya. Hal ini dilakukan dengna melibatkan banyak pihak dengan
radikalisme. Isu yang akhir-akhir ini menjadi booming pasca aksi teror di kota
Surabaya yang melibatkan anak usia pelajar. Masifnya Arus radikalisme ini
FM, Koperasi Mitra Sahaja, Rijalul Ansor dan ngaji kebangsaan, pengkaderan,
memasang baliho tolak Islam radikal. Kelancaran peran organisasi tersebut dalam
dominasi NU, dan pengurus GP Ansor yang memiliki jabatan strategis di dalam
pencegahan radikalisme terhambat oleh kondisi target sasaran program dari aspek
sikap yang cenderung acuh pada pendekatan keagamaan sebagai dampak majunya
perspektif dalam melakukan perlawanan dan deteksi dini terhadap paham radikal
di Kota Kediri. Moderasi Islam dimaknai sesuai dengan ideologi Ahlussunah wal
dan ke-Indonesia-an. Cara pandang ini pun dilakukan oleh seluruh anggota
Pengurus Cabang Gerakan Pemuda Ansor (PC GP Ansor) Kota Kediri sehingga
Nahdhiyah.
Jatinangor.
dianggap sebagai bagian dari daerah Bandung. Jatinagor menjadi salah satu
daerah yang menjadi fokus dalam penelitian ini, karena merupakan tempat dimana
dari selurh Indonesia. Hal ini dapat memunculkan kecenderungan dimana ada
lahan yang subur. Hal ini menjadi fokus dari GP Ansor setempat. Ketua
yang ada di Jatinangor tidak hanya mengajarkan ilmu akademik saja, melainkan
muda.
jatinangor, yaitu DT Alias O dan DG, yang akhirnya diketahui sebagai terduga
Kecamatan Jatinangor.
Kecamatan Jatinangor?
1.4.1 Teoretis
society.
1.4.2 Praktis
TINJAUAN PUSTAKA
pada akhir tahun 1990-an, istilah civil society mengandung beberapa arti, seperti
masyarakat madani masih dalam perdebatan, namun beberapa kalangan ada yang
berpendapat bahwa masyarakat madani adalah persamaan dari kata civil society
(Culla, 1999:3).
Civil society merupakan wacana yang berasal dari Barat dan lebih
menerjemahkan dengan istilah lain atau tetap berpedoman dengan kosep de'
dengan norma-norma atau nilai-nilai hukum yang diikuti oleh warganya. Sebagai
sebuah ruang politik, civil society adalah suatu wilayah yang menjamin
Sejarah pemikiran tentang civil society terbagi dalam lima fase, diawali
dari filsuf Yunani yaitu Aristoteles yang memandang civil society (masyarakat
sipil) sebagai sistem kenegaraan atau identik dengan negara itu sendiri. Pandangan
ini merupakan fase pertama sejarah wacana civil society. Pada masa Aristoteles,
koinonia politikke, yakni sebuah komunitas politik tempat warga dapat terlibat
Istilah ini digunakan untuk menggambarkan sebuah masyarakat politis dan etis di
mana warga negara di dalamnya berkedudukan sama di depan hukum (Tim ICCE
civil society dengan konteks sosial dan politik di Skotlandia. Berbeda dengan
pendahulunya, Ferguson lebih menekankan visi etis pada civil society dalam
kehidupan sosial. Pemahamannya ini lahir tidak lepas dari pengaruh revolusi
Fase ketiga, pada tahun 1792 Thomas Paine memaknai wacana civil
dianggap sebagai antitesis negara. Bersandar pada paradigma ini, peran negara
sudah saatnya dibatasi. Menurut pandangan ini, negara tidak lain hanyalah
Dengan demikian menurutnya, civil society adalah ruang di mana warga dapat
kepentingannya secara bebas tanpa paksaan (Tim ICCE UIN Jakarta, 2005:243-
244).
F. Hegel, Karl Marx, dan Antonio Gramsci. Dalam pandangan ketiganya, civil
society merupakan elemen ideologis kelas dominan. Pemahaman ini adalah reaksi
atas pandangan Paine yang memisahkan civil society dari negara. Hegel
bagi upaya pembebasan manusia dari penindasan kelas pemilik modal (Tim ICCE
UIN Jakarta, 2005:244). Demi terciptanya proses pembebasan itu, civil society
Gramsci tidak memandang masyarakat sipil dalam konteks relasi produksi, tetapi
lebih pada sisi ideologis. Bila Marx menempatkan masyarakat madani pada basis
sebagai aktor utama dalam proses perubahan sosial dan politik (Tim ICCE UIN
Jakarta, 2005:246).
lebih menempatkan masyarakat sipil sebagai sesuatu yang tidak apriori maupun
tersubordinatif dari lembaga negara. Sebaliknya, civil society bersifat otonom dan
disimpulkan bahwa pandangan ini merupakan model masyarakat sipil yang tidak
para pelopornya memiliki tiga ciri utama adanya kemandirian yang cukup tinggi
ketika berhadapan dengan negara, adanya ruang publik bebas ( the free publich
sphere ) sebagai wahana dari keterlibatan politik secara aktif warga negara
melalui wacana dan praksis yang berkaitan dengan kepentingan publik. Adanya
2001:113).
dalam masyarakat
2. Adanya ruang publik bebas sebagai wahana bagi keterlibatan politik
dan otoriter.
negara, maka kini dipahami sebagai kemandirian aktivitas warga masyarakat yang
berhadapan dengan negara, civil society lanjut Cicero adalah suatu komunitas
politik yang beradab seperti yang dicontohkan oleh masyarakat kota yang
memiliki kode hukum sendiri. Konsep kewargaan (civility) dan budaya kota
membahas tentang civil society, menemukan definisi yang sangat beragam seperti
Argenti, 2018:64).
menghasilkan diri, sebagian besar otonom atau mandiri dari entitas negara serta
terikat tatanan hukum atau seperangkat aturan bersama. Pengertian ini tentunya
sangat berbeda dari “masyarakat” pada umumnya, karena civil society melibatkan
warga untuk bertindak secara kolektif dalam ruang-ruang publik untuk
Pengertian dari Larry Diamond tidak berbeda dengan pengertian dari para
ilmuwan politik Barat lain, seperti misalnya Ernest Gellner yang menekankan
adanya otonomi atau kemandirian yang harus ada sebagai prasyarat mutlak suatu
merupakan suatu entitas perantara yang berdiri di antara pribadi (personal) dengan
negara, dari pemilahan ini Diamond hendak membuat garis pemisah yang tegas
tatanan hukum yang dilembagakan untuk menjaga otonomi mereka dan kebebasan
kesamaan tujuan.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa civil society merupakan
suatu space atau ruang yang terletak antara negara di satu pihak, dan masyarakat
tersebut terdapat asosiasi warga masyarakat yang bersifat sukarela dan terbangun
gereja, koperasi, kalangan bisnis, rukun tetangga dan rukun warga, ikatan profesi,
LSM, dan lain sebagainya, hubungan dikembangkan atas dasar toleransi dan
secara kelompok, dalam negara yang mampu berinteraksi dengan negara secara
civil society. Unsur-unsur tersebut merupakan satu kesatuan yang saling mengikat
dan menjadi karakter khas masyarakat madani. Beberapa unsur pokok yang harus
dimiliki dalam pembentukan civil society antara lain meliputi (Tim ICCE UIN
Jakarta, 2005:279-290):
1. Free Public Sphere
Pada unsur pertama yaitu wilayah publik yang bebas, ruang public ini
dapat memiliki posisi dan hak serta kebebasan yang sama dalam
tanpa rasa takut dan terancam oleh kekuatan di luar civil society.
maka free public sphere menjadi salah satu bagian yang harus
2. Demokratis
civil society yang murni. Tanpa demokrasi, civil society tidak mungkin
3. Toleran
4. Kemajemukan
5. Keadilan Sosial
Pada bagian akhir dari unsur pokok civil society adalah adanya suatu
berbagai kepentingan.
organisasi atau asosiasi-asosiasi warga negara yang mandiri, karena hanya melalui
negara yang aktif dan kuat juga diperlukan, tapi bukan berarti demokrasi harus
dibina oleh negara. Demokrasi hanya dapat tumbuh dan berkembang dengan
tumbuhnya kesadaran civil society, melalui kontrol dari masyarakat inilah maka
Salah satu perwujudan dari civil society adalah adanya kelembagaan atau
semua organisasi atau asosiasi yang berada di luar sektor Negara, mereka
asosiasi yang ada di luar negara bersifat bebas dan independen, Civil society
organization mencakup organisasi baik yang formal maupun informal yang dapat
publik.
area –area yang lebih luas dari aktivitas kultural dan intelektual yang
3. Tidak berupaya untuk govern the polity as a whole apa yang ingin
masyarakat
bidang ekonomi, sosial maupun politik. Demokrasi dan civil society seperti dua
sisi dari satu mata uang yang sama, keduanya eksis secara bersama civil society
yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Suatu negara dikatakan
demokratis bila ada suatu kekuatan aktif dari civil society yang mampu membatasi
negara tergantung pada kualitas dari civil society-nya, demikian juga sebaliknya
terorganisir yang bersifat sukarela, otonom atau mandiri dari entitas negara serta
terikat dengan tatanan hukum atau seperangkat aturan bersama. Pengertian ini
sipil melibatkan warga untuk bertindak secara kolektif dalam ruang-ruang publik
dan membuat segala tuntutan pada negara. Sedangkan ilmuwan politik barat
seperti Ernest Gellner, menekankan bahwa civil society itu merupakan entitas
yang otonom atau mandiri, konsep otonomi atau kemandirian ini menjadi titik
merupakan elemen-elemen pembentuk dari civil society. LSM atau organisasi non
diri kepada pemerintah, terutama dalam dukungan finansial dan sarana prasarana.
baik dalam bidang ekonomi, sosial maupun politik. Misalnya kalangan aktivis
kenyataan yang tidak dapat dinafikan, hal itu terjadi karena bagaimanapun juga
negara, bahkan bila perlu melakukan aksi protes, hal ini terjadi karena
Katalisasi perubahan sosial, hal ini dilakukan dengan jalan mengangkat sejumlah
rekonsiliasi warga negara dengan lembaga peradilan. Hal ini dilakukan karena
aktif melakukan pembelaan bagi mereka yang menjadi korban ketidakadilan. (4)
Dalam konteks politik lokal tentu saja kehadiran civil society sangatlah
dinamika politik lokal mengambil posisi berada di tengah, diantara sektor negara,
pasar dan masyarakat. Ornop harus tetap menempati posisi di tengah, sebagai
pihak yang netral dalam mendorong proses perubahan. Peran-peran ornop tersebut
masyarakat terhadap berbagai masalah public actual. Oleh karena itu, kegiatan
Sipil yaitu : Sebagai wilayah interaksi sosial mencakup semua kelompok sosial
kegiatan. Warga masyarakat sipil yang sama membina ikatan-ikatan sosial di luar
people’s movement. Tidak ada istilah tunggal yang mampu mencakup semua
istilah tersebut dan untuk membuka beberapa batasan dan pemisahan (Eldridge,
1989:3).
Pancasila.
perubahan sosial dalam penguatan ranah sipil (Assa'di et al. 2009 dalam
organisasi
organisasi
d. Pemberdayaan masyarakat
Dalam penelitian ini, teori mengenai Civil Society dan Civil Society Organization
2.3.1 Radikalisme
Dalam pengertian yang umum digunakan, radikal sering diartikan keras,
dan ingin selalu menang walaupun harus menggunakan segala cara (Nata,
seseorang atau kelompok yang secara ekstrem tidak puas dengan kondisi
masyarakat yang ada. Mereka tidak sabar untuk menanti perubahan yang
fundamental.
orang-orang yang memiliki tingkat penolakan yang berbeda. Mulai dari skala
ekstrem hingga skala kecewa dan frustrasi, yang mana masing-masing tingkatan
memiliki cara dan aksi yang berbeda-beda mulai dari cara yang soft hingga cara-
akan berbeda jika ditambahkan “isme” dalam kata radikalisme, yang berarti
merujuk pada suatu paham atau ideologi yang radikal. Sehingga makna radikal
perubahan atas kondisi yang ada baik ekonomi, sosial ataupun politik (Zuhri,
2017:54-55).
keyakinan ideologi tinggi dan fanatik serta selalu berjuang untuk menggantikan
tatanan nilai atau status quo yang sudah mapan dan atau sistem yang sedang
berlangsung. Mereka berusaha untuk mengganti tatanan nilai tersebut dengan
tatanan nilai baru sesuai dengan apa yang diyakininya sebagai tatanan nilai yang
paling benar. Radikalisme merupakan suatu kompleksitas nilai yang tidak berdiri
sebagai bentuk dan cara perebutan kekuasaan (Nordholt dan Klinken, 2002:81)
gerakan radikalisme dalam konteks politik. Ia mengemukakan tiga ciri khas dari
situasi dan kondisi yang terjadi. Kedua, radikalisme tidak berhenti pada sekadar
upaya penolakan, akan tetapi terus berupaya mengganti tatanan yang sudah ada
dengan bentuk tatanan nilai lain. Kelompok radikalis berusaha keras untuk
20178:112).
4. Politik yang menjauh dari masyarakat, hal ini dapat dilihat pada cara
Tindak kekerasan yang terjadi selama tahun 2011-2012 dilihat dari faktor
1. Faktor Politik
Berkaitan dengan tuntutan masyarakat Papua, Nanggroe Aceh
2. Agama
Ahmadiah, dll.
3. Sosial Ekonomi
Islam merupakan tantangan baru bagi umat Islam untuk menjawabnya. Isu
akibat kekuatan media yang memiliki potensi besar dalam menciptakan persepsi
masyarakat dunia. Banyak label-label yang diberikan oleh kalangan Eropa Barat
dan Amerika Serikat untuk menyebut gerakan Islam radikal ini, mulai dari
perilaku kekerasan itu dapat ditemukan dalam tradisi dan sejarah umat Islam.
ciptaan abad ke-20 di dunia Islam, terutama di Timur Tengah, sebagai hasil dari
krisis identitas yang berujung pada reaksi dan resistensi terhadap Barat yang
merasakan terkikisnya ikatan agama dan moral yang selama ini mereka pegang
dalam Islam yang menyerukan kembali ke ajaran Islam yang murni sebagai
situ, gerakan ini melakukan perlawanan terhadap rezim yang dianggap sekuler dan
radikalisme di Indonesia itu nyata, meskipun saat ini hanya minoritas Muslim
yang radikal, dan lebih sedikit lagi yang suka menggunakan kekerasan. Menjadi
Muslim yang liberal, progresif, fundamentalis, radikal, atau inklusif tentu sah-sah
saja, dan itu bagian dari hak asasi setiap warga negara Indonesia. Yang menjadi
persoalan adalah ketika pola keberagamaan yang kita yakini dan jalani
mengancam eksistensi orang lain. Yang lebih parah lagi, ketika suatu kelompok
mengaku dirinya yang paling benar dan memiliki kebenaran tunggal, seraya
baik verbal maupun non-verbal, tentu saja sangat bertentangan dengan konstitusi
(Hassan, 2010:45).
terutama ketika semangat untuk kembali pada dasar agama terhalang kekuatan
politik lain. Dalam situasi ini, radikalisme tak jarang akan diiringi kekerasan atau
(Sabirin, 2004:6).
Sebutan untuk memberikan label bagi gerakan radikalisme bagi kelompok
Islam garis keras juga bermacam-macam. Shaban menyebut aliran garis keras
Harun Nasution menyebutnya dengan sebutan Khawarij abad kedua puluh satu
(abad ke-21) karena memang jalan yang ditempuh untuk mencapai tujuan adalah
Istilah radikalisme Islam berasal dari pers Barat untuk menunjuk gerakan
kode yang terkadang tidak disadari dan terkadang eksplisit bagi Islam (Ahmed,
1993:30).
radikalisme dengan istilah al-Tatarruf ad-Din, atau bahasa lugasnya adalah untuk
ajaran agama dengan mengambil posisi tarf atau pinggir. Jadi jauh dari substansi
pinggir ini adalah sisi yang berat atau memberatkan dan berlebihan, yang tidak
mengandung tiga kelemahan, yaitu: pertama, tidak disukai oleh tabiat kewajaran
manusia; kedua, tidak bisa berumur panjang, dan yang ketiga, ialah sangat rentan
masalah, maka harus diganti dengan sistem pemerintahan Islam misalnya, maka
pendapat radikal seperti ini sah-sah saja. Namun, berpikir radikal seperti ini akan
yang sudah menjadi ideologi dan mazhab pemikiran, yang biasanya menjadi
bahwa: Radical Islam refers to those Islamic movements that seek dramatic
change in society and the state. The comprehensive implementation of Islamic law
and the upholding of ‘Islamic norms’, however defined, are central elements in
the thinking of most radical groups. Radical Muslims tend to have a literal
religious behavior and the punishment of crimes, and they also seek to adhere
closely to the perceived normative model based on the example of the Prophet
Muhammad.
visi Islam sebagai doktrin agama dan sebagai praktik sosial sekaligus,
“negara Islam”.
2013:134).
Dalam pendekatan ini, dunia hanya berisi dua hal, yaitu baik-buruk,
Civil society dan radikalisme adalah dua hal yang sangat bertentangan.
kelompok revivalis melalui momentum Pilkada DKI 2017, menjadi bukti betapa
dilabelisasi dengan Aksi 411 (Aksi Bela Al-Qur’an), Aksi 212 (Aksi Bela Islam
III), Aksi 313, dan semacamnya menjadi sebuah rejuvenasi radikalisme yang
Praktik radikalisme yang intensif memasuki ranah politik ini tidak menutup
1
Fathorrahman Ghufron, 2017, Radikalisme dan Politik Identitas, diakses dari
https://nasional.kompas.com/read/2017/05/05/19170871/radikalisme.dan.poli%20tik.identitas pada 16
Oktober 2020.
nama agama secara laten, serta lebih parah lagi dengan lebih hegemonis dan
frontal.
sosial yang dibalut dalam bingkai demokrasi akan mengancam tatanan dan
konstitusi negara kesatuan Republik Indonesia. Dan disisi lain, terdapat ancaman
ketiga yang mengimbangi dan mengurangi dominasi sektor pertama (negara) dan
sektor kedua (pasar). Civil society penting karena aktor masyarakat madani
dalam menghadapi berbagai isu dan permasalahan yang ada dimasyarakat, seperti
2
Fathorrahman Ghufron, 2017, Radikalisme dan Politik Identitas, diakses dari
https://nasional.kompas.com/read/2017/05/05/19170871/radikalisme.dan.poli%20tik.identitas pada 16
Oktober 2020.
3
Paskalis Alfinos Toda, 2016, Penguatan Peran Civil Society Sebagai Usaha Deradikalisasi, diakses dari
https://kupang.tribunnews.com/2016/07/02/penguatan-peran-civil-society-sebagai-usaha-deradikalisasi pada
19 Oktober 2020
masyarakat, memobilisasi untuk mendapat dukungan publik, mengawasi
perpecahan dalam berbangsa dan bernegara. Civil society juga berperan dalam
tersebut dapat memacu kemunculan gerakan radikal. Civil society juga memiliki
membendung ide radikal. Karena civil society dianggap mampu berbaur dengan
berkaitan dengan radikalisme. Selain itu civil society juga dapat terlibat langsung
melibatkan segala aktor yang ada di masyarakat seperti pemerintah daerah, tokoh
diadaptasi dari teori Castels dan Nye. Konsep civil society dengan berbagai
persuasi, dialog, seminar, dan diskusi. Civil society dalam hal ini dapat berperan
dalam mengusahakan pendekatan deradikalisasi yang lebih mengedepankan soft
power.
penggabungan antara hard power dan soft power (Nye, 2004:32). Kolaborasi
antara aktor negara dan non negara dalam upaya deradikalisasi akan membuat
(strong state) akan membuat negara dapat menjaga keamanan dan pertahanan
membangun negara yang kuat, kolaborasi antara aktor negara dan non negara
penguatan akidah ukuwah wathoniyah, yang menjadi salah satu haluan organisasi.
Ansor Jatinangor.
4
Paskalis Alfinos Toda, 2016, Penguatan Peran Civil Society Sebagai Usaha Deradikalisasi, diakses dari
https://kupang.tribunnews.com/2016/07/02/penguatan-peran-civil-society-sebagai-usaha-deradikalisasi pada
19 Oktober 2020
PenangananRadikalis
me
Civil society
METODE PENELITIAN
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2013:4). Adapun pendekatan pada
studi kasus, yang dimana di dalamnya peneliti menyelidiki secara cermat suatu
dibatasi oleh waktu dan aktivitas dan peneliti mengumpulkan informasi secara
datanya tekstual. Di samping itu mengumpulkan data dari para partisipan, meneliti
menjelaskan bagaimana organisasi institusi itu, apa tanggung jawab dari setiap
Jatinangor.
1) Data Primer
Data primer adalah yang langsung diperoleh dari sumber data pertama
menangkal radikalisme.
2) Data Sekunder
pustaka dan studi dokumentasi atas data yang relevan dengan topik
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini melalui tiga metode, yaitu
(Sugiyono, 2013:199-120):
1) Observasi
Kecamatan Jatinangor.
2) Wawancara
terstruktur.
3) Dokumentasi
seseorang.
Patton (Denzin dan Lincoln, 2009:25), alasan logis di balik teknik purposive
Ansor Jatinangor, serta pihak-pihak lain yang terkait dengan topik penelitian yang
dianggap perlu. Adapun kriteria dan informan yang direncanakan akan menjadi
pencegahan radikalisme
2. Informan dalam struktur organisasi GP Ansor Jatinangor yang
terus-menerus sampai tuntas adapun tiga sub proses yang saling berkaitan setelah
data yang diperoleh sudah terkumpul, untuk kemudian masuk pada tahap analisis
yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan, sebagai berikut
1. Pengumpulan Data
2. Reduksi Data
3. Penyajian Data
dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai
sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu, dengan demikian terdapat
kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda
dalam metode kualitatif. Hal itu dapat dilakukan dengan cara (Moleong, 2013:17):
berkaitan.
kekuatan untuk memberantas gerakan radikal, namun kita melihat unjuk kekuatan
saja ternyata belum begitu efektif. Untuk itu diperlukan pula pendekatan secara
society dengan cara bekerja sama dengan institusi dan seluruh komponen
2016:5). Dalam tingkatan nasional maupun global, civil society memiliki peran
dalam menghadapi berbagai isu dan permasalahan yang ada dimasyarakat, seperti
kepada masyarakat untuk membendung ide radikal. Karena civil society dianggap
isu kontroversi yang berkaitan dengan radikalisme. Selain itu civil society juga
ketua umum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas dalam Harlah ke-83 Ansor, di
Semarang 2017.5
5
Bowo Pribadi, 2017, GP Ansor Tegaskan Lawan Radikalisme dan Anti-Pancasila, diakses dari
https://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/17/04/27/op2e22377-gp-ansor-kritik-ketum-pp-pemuda-
muhammadiyah-soal-kelompok-antipancasila pada 20 Oktober 2020
Ulama lebih dulu Nahdlotul Subban pimpinan Thohir Bahri dan Subbanul
Wathon pimpinan Abdullah Ubaid, yang nyatanya pada tahun pada tahun
menyatu dalam satu wadah yaitu barisan pemuda NU, himbauan itu
disambut hangat oleh Nahdlotul Subhana dan beberapa organisasi lokal yang
wadah dimana pada tahun itu pula lahirlah Persatuan Pemuda Nahdlotul
Wahid Hasyim PPNU berubah nama menjadi Ansor Nahdlotul Ulama sehingga
yang sejak bangsa jepang berkuasa baik politik, masyarakat maupun organisasi
Ulama‘ yang menjunjung tinggi dan membela Negara Indonesia yang sah
Islam tersebut menjadi dasar organisasi dari pusat, cabang, hingga ranting-
sebagai dasar tujuan organisasi. Maka dari sejak itulah Pancasila menjadi dasar
GP Ansor sebagai salah satu bukti bahwa Ansor adalah organisasi pro Pemerintah
(Anam, 2010:28).
(1) Menegakkan ajaran Islam yang berakidah Ahlul Sunnah Wal Jamaah
sekolah.
kedisiplinan dan dedikasi tinggi, ketahanan fisik dan mental yang tangguh, penuh
daya juang dan religius serta mampu berperan sebagai benteng ulama yang dapat
Ansor.
pihak terkait.
Ansor.
Ulama.
Dzikir dan Sholawat Rijalul Ansor sebagai lembaga semi otonom yang dibentuk
oleh Gerakan Pemuda Ansor sebagai implementasi Visi Revitalisasi Nilai dan
Tradisi dan Misi Internalisasi nilai Aswaja dan Sifatur rasul dalam Gerakan
Pemuda Ansor. Majelis Dzikir dan Sholawat Rijalul Ansor dibentuk mulai dari
Nahdlatul Ulama.
Islam.
Sebagai bagian dari NU, GP Ansor tidak lepas dari acuan nilai-nilai yang
Maka terdapat 4 peran yang dilakukan gerakan pemuda ansor antara lain :
politik, termasuk GP Ansor yang berlandaskan asas Pancasila dan ahlus sunah
pengaruh di dalam suatu kebijakan atau keputusan yang bersifat perencanaan dan
kebijakan pemerintah setempat tersebut telah sejalan dengan kebutuhan dan kehendak
penyelenggaraan pemerintahan setempat baik atas inisiatif sendiri maupun diminta oleh
masyarakat. Acuan peran ini, telah digariskan dalam UU nomor 17 tahun 2013 tentang
masyarakat.
Gambar 4.1 Audiensi GP Ansor dengan Pemerintah Kecamatan Jatinangor
pada bagian yang seringkali kurang diperhatikan oleh pemerintah. Ormas dapat
juga berperan sebagai wahana penyalur aspirasi hak dan kewajiban warga negara
menyatakan :
setempat dan ormas idealnya dapat bersinergi dalam mewujudkan tata kelola
pemerintahan yang baik. Namun demikian, kerja sama antara Ormas dan LSM
Ormas/LSM sehingga antara pemerintah dan Ormas dan LSM dapat saling
2016:55).
demokrasi, karena ormas menjadi kekuatan, check and balance sebab sebagian
besar ormas kepemudaan dan keagamaan memiliki kapasitas dan sumber daya
yang cukup pada ranah tersebut. Terkait hal tersebut, GP Ansor Jatinangor sendiri
mengawal proses tatanan pemerintahan yang lebih baik maka dari itu civil society
organization dalam hal ini ormas juga harus mampu untuk mengkonsolidasikan
diri sehingga terbebas dari kepentingan politik tertentu. Sehingga ormas memiliki
eksistensi atau pandangan baik dimata masyarakat. Keberadaan ormas yang ada
masyarakat. Hal tersebut sejalan dengan apa yang dikemukakan Suharko dalam
demokrasi.
Perubahan pada berbagai aspek pada dasarnya merupakan hal yang akan
terjadi. Adanya suatu perubahan diketahui bila mencermati suatu kondisi masyarakat
Perubahan yang terjadi di dalam masyarakat, merupakan suatu proses yang terus
menerus, hal ini dapat dikatakan bahwa masyarakat secara individual maupun
terjadi di masyarakat satu dengan yang lainnya tidak selalu sama, baik dari kondisi
maupun situasi. Perubahan dapat terjadi secara cepat ataupun lambat. Perubahan
tersebut dapat berupa perubahan yang tidak menonjol atau tidak menampakkan
adanya suatu perubahan yang terjadi di masyarakat. Juga terdapat adanya perubahan
sosial dan perubahan kebudayaan memiliki satu aspek yang sama yaitu keduanya
bersangkut paut dengan suatu penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan
perubahan yang terjadi dalam masyarakat atau dalam hubungan interaksi, yang
masyarakat, dan yang telah didukung oleh sebagian besar anggota masyarakat,
Peran ormas di dalam suatu lingkungan sosial, dalam hal ini di lingkungan
masyarakat, dapat berperan sebagai katalisator perubahan sosial. Hal ini sebagaimana
perubahan sosial bagi masyarakat itu sendiri, dimana aspek kesejahteraan tersebut
perubahan sosial:
Civil society umumnya pola bottom up, ketika pola itu dilakukan pasti ada
timbal balik dari pemerintahan setempat sehingga timbal baliknya top-
down, terwujudnya good government. Barangkali peran Ansor dalam
mengkatalisatori perubahan sosial ini salah satunya bertujuan ke arah
itu.
harus dilihat bahwa ada faktor lain yang ikut berperan dalam mengubah kondisi
karena dipaksakan pada suatu masyarakat dari luar dan tidak bisa ditolak karena
kuatnya pelopor perubahan. Akan tetapi, masyarakat tidak siap atau tidak
pelosok daerah, kemudian banyaknya pendatang, tentu saja secara langsung atau
tidak langsung mau tidak mau menghadirkan perubahan sosial. Dengan adanya
situasi tersebut, masyarakat asli Kecamatan Jatinangor bukan tidak mungkin suatu
mau tak mau terjadi di Kecamatan Jatinangor lebih banyak dampak positifnya
bahwa:
heterogen, dimana Jatinangor diserbu oleh pendatang yang kualitas sumber daya
Di sinilah persoalan kesenjangan akan muncul yang harus diatasi dengan suatu
gerakan perubahan sosial, dan GP Ansor harus dapat berperan di sisi ini.
Pada situasi seperti ini, ormas dalam hal ini GP Ansor telah sejalan dengan
tujuan-tujuan publik dari pada tujuan-tujuan privat. Tujuan publik tersebut, yaitu
termasuk perubahan sosial. Sejalan pula dengan pendapat Gaffar dimana ormas
masyarakat merupakan kenyataan yang tidak dapat dinafikan, hal itu terjadi
dunia ketiga, seperti Indonesia (Gaffar, 2006 : 200-202). Dengan demikian, di era
demokrasi baru ini, Ormas dan LSM mempunyai fungsi strategis sebagai pelopor
yang melayani perubahan sosial dalam penguatan ranah sipil (Assa'di et al dalam
Herdiansyah, 2016:51).
strugglediharapkan tidak dimaknai atau tidak mewujud sebagai salah satu upaya
menggalang kekuatan untuk mewujudkan kepentingan tertentu dalam ranah
mengalami perubahan social yang diinisiasi oleh suatu kelompok dengan kekuatan
Adanya potensi konflik dan kesenjangan antara masyarakat lokal asli dan
pendatang merupakan hal yang tak dapat dihindarkan, yang sewaktu-waktu dapat
perbedaan kondisi antara masyarakat pribumi dengan pendatang, antara kaum tani
kaum buruh dengan mahasiswa, bukan tidak mungkin akan pecah sewaktu-waktu.
Hal inilah yang mesti dibaca oleh pemerintah setempat sebagai ancaman-ancaman
Kecamatan Jatinangor.
alokasi waktu, biaya dan strategi-strategi tertentu yang nampaknya tidak banyak
standar. Eskalasi konflik yang timbul, yang dibawa ke ranah Lembaga peradilan
formal dianggap tidak menguntungkan bagi masyarakat lokal dengan kondisi dan
situasi tidak mencukupi. Di sinilah peran ormas sebagai bagian dari masyarakat
peradilan.
menghadapi persoalan hukum. Maka peran ormas sendiri tidak dapat dinafikan
turut menggulirkan tujuan keadilan dalam perspektif hukum, agar setiap warga
masyarakat sipil yang hadir untuk turut menciptakan penegakan hukum yang
kepentingan masyarakat sehingga tidak adanya peluang salah satu pihak untuk
mengungkapkan :
Sejauh ini masuk ranah hukum (ligitasi) atau advokasi, Ansor Jatinangor
kapasitas SDM dan kuantitasnya belum masuk ranah tersebut. Untuk
memfasilitas ranah peradilan, rekonsiliasi di masyarakat kita belum
masuk. SDM-nya masih belum cukup. Perlu reformasi kebudayaan,
menguatkan kapasitas kader secara intelektual nalar, dll. Saat ini
mungkin baru sebatas memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai
hukum.
rekonsiliasi warga negara dengan lembaga peradilan, peneliti melihat di sisi ini
dengan lembaga peradilan sangat berkaitan dengan ranah hukum yang bukan
merupakan konsen atau isu pergerakan utama dari GP Ansor Jatinangor sendiri,
keagamaan. Lain halnya dengan posisi LSM yang secara spesifik memainkan
peran khusus terkonsentrasi pada ranah tertentu, dalam hal ini hukum, misalnya.
Akan tetapi sebagai CSO, GP Ansor Jatinangor dinilai bisa lebih berperan lagi,
minimal membentuk kemitraan atau bersinergi dengan ormas atau LSM yang
Bila dilihat dari sejarah berdirinya Barisan Ansor Serbaguna (Banser), pada
awalnya ditujukan sebagai sarana untuk melakukan berbagai kegiatan dalam rangka
semangat perjuangan.
Ansor) dibentuk sebagai salah satu upaya untuk merevitalisasi dan mentransformasi
masih sering terjadi. Densus 99 GP Ansor yang dibentuk pada 24 April 2011
bertujuan untuk memberikan pencegahan dan edukasi kepada umat Islam khususnya
agar tidak terprovokasi atas kelompok yang ingin membubarkan NKRI, merusak
Pancasila dan UUD 1945. Densus 99 GP Ansor memiliki 204 personel dan
mempunyai kemampuan bela diri serta mempu menjinakkan bom. Tak hanya itu,
tepat sasaran kepada masyarakat. Namun, bukan berarti bahwa ormas merupakan
pembangunan.
Dalam hal ini relevansi civil society dalam ranah implementasi program
yang menjadi bagian dari civil society, berfungi sebagai mitra yang mendorong
dengan hal ini, peneliti juga berpendapat akan hal yang sama, dimana ormas
Sejalan dengan hal itu, peran ormas dalam hal ini GP Ansor dalam
sebagai berikut :
dan program-program pemerintah lainnya. Sudah banyak ormas dan LSM yang
itu, pendekatan kemitraan ormas dan LSM dan pemerintah menjadi penting untuk
Dari segi SDM, kita mempunyai yang tingkat pemahaman yang baik, yang
mumpuni dari sisi pemahaman radikalisme. Karena sebagian pengurus
pernah mengikuti diklat semacam penangkalan radikalisme. Sebagian
pengurus ansor dibekali semacam diklat mengenai manhajul fikar dan
manhajul harokah, itu merupakan bekal pemahaman terkait penangkalan
radikalisme.
anggota Banser tidak hanya melawan radikalisme di dunia nyata, tetapi juga berperan
aktif di dunia maya. Menurutnya, perkembangan radikalisme yang memanfaatkan
teknologi informasi belakangan ini cukup kuat. Sehingga sebagai upaya dalam
seluruh Indonesia yang berjumlah 1,7 juta orang juga telah disiagakan untuk
Selain peran dalam menjaga keamanan bersama aparat pemerintah dan peran
Komandan Satuan Koordinasi Wilayah GP Ansor Jawa Timur, Abid Umar pada
Kamis, 19 Januari 2017, menyatakan bahwa GP Ansor tidak bisa berdiri sendiri
dalam menjaga persatuan dan keutuhan NKRI sehingga GP Ansor menjalin kerja
sama dengan semua elemen masyarakat dan para stakeholder dalam setiap
kegiatannya termasuk dengan TNI dan Polri. Kerja sama dengan TNI dan Polri
terjalin dalam pelatihan-pelatihan berjenjang yang wajib diikuti oleh seluruh anggota
GP Ansor. TNI dan Polri dilibatkan dalam pendidikan dan pelatihan kader GP Ansor
hanya wawasan dan pengetahuan, TNI-Polri juga diminta melatih fisik kader GP
dan pedang.6
6
Elly, 2011, FPI Ancam Serang Upacara Nikah Jemaat Pantekosta Jatinangor, diakses dari
http://www.indonesiamedia.com/fpi-ancam-serang-upacara-nikah-jemaat-pantekosta-jatinangor/ pada 22
Desember 2020
yang mengisi seminar yaitu Firman Ekoputra (Rumah Kiri) dan M.
Unpad, Jatinangor.7
2012.8
dianggap radikal yaitu FPI dan HTI yang menjadi sorotan peneliti atas fenomena
kegiatan yang dikembangkan adalah pada tindakan konkrit berupa aksi nyata
dalam menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar. Kata PEMBELA dengan harapan
FPI harus berjalan di atas ajaran Islam yang benar dan mulia (Rahmat, 2005:xiv).
(LPI). LPI merupakan sayap organisasi FPI yang kontraversial karena sering
dianggap maksiat atau bertentangan dengan syariat Islam terutama pada masa
Ramadhan dan seringkali berujung pada kekerasan. Organisasi ini terkenal dan
10
Ibad Durohman & Gresnia Arela F., 2017, Melucuti Jejaring HTI, diakses dari
https://news.detik.com/x/detail/investigasi/20170726/Melucuti-Jejaring-HTI/ pada 23 Desember 2020
Walaupun mengaku berulangkali menerima Pancasila, FPI dalam
kebaikan dan melarang keburukan), dan pengamalan jihad (Pasal 6). Kemudian,
di dalam Anggaran Rumah Tangga yang disahkan dalam Munas FPI ke-3
ekonomi, politik, pertahanan, sosial, pendidikan, dan hukum di dunia Islam (Pasal
6-Bab II Pengertian Visi dan Misi). Tak ada satu pun kata 'Pancasila' tertuang di
Front Pembela Islam (FPI) sebagai bagian dari gerakan politik Islam
dengan dasar pertimbangan, Pada tabligh akbar FPI tahun 2002, disepakati oleh
seluruh elit bahwa FPI memiliki sikap untuk menuntut Syariat Islam dimasukkan
keikutsertaan ideologis FPI dalam bongkar pasang tata kenegaraan, terlebih lagi
pengarusutamaan Islam sebagai sendi negara dan ada nyata secara legal formal,
penulis mengkategorikan FPI sebagai salah satu representasi gerakan Islam Politik
11
BBC Indonesia, 2019, Era reformasi: Benarkah FPI berambisi mendirikan negara Islam? Diakses dari
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-49341812 pada 22 Desember 2020
Salafi, Ikhwanul Muslimin, dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Dalam
tentang Organisasi Kemasyarakatan. Organisasi ini dinilai memiliki asas, ciri dan
pada ide intenasionalisasi Islam dalam satu wadah yaitu negara Islam. Sehingga
gerakan radikalisme agama (Islam) juga sering di istilahkan dengan gerakan Islam
transnasional, yaitu gerakan yang ide awal banyak di adopsi bahkan berjejaring
Timur Tengah. Hal ini dapat di lacak dari keterkaitan jaringan ideologi maupun
cabang dari Hizbut Tahrir yang di dirikan oleh Taqiyuddin An-Nabhani di Hayfa
Saudi Arabia dan Kuwait. Majelis Mujahiddin Indonesia (MMI) oleh Sidney
12
BBC Indonesia, 2019, Era reformasi: Benarkah FPI berambisi mendirikan negara Islam? Diakses dari
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-49341812 pada 22 Desember 2020
kebangkitan Islam mulai dari Afrika Barat hingga ujung timur Asia (Adiliwaga,
2017:5). HTI merupakan organisasi radikal jika dilihat dari ide politiknya, namun
negara bangsa yang sudah berdiri sampai saat ini. Setelah dihancurkan, negara
(Abdullah, 2016:10).
HTI dalam melakukan suatu gerakan tidak dengan cara frontal seperti
HTI melakukan gerakan secara bertahap, oleh karena itu sampai sekarang belum
ada bukti yang cukup kuat yang dilakukan HTI dalam melakukan tindakan
kekerasan ataupun terorisme. Adapun tahap-tahap yang dilakukan oleh HTI untuk
tujuan politik yang sama, tahapan ini adalah modal awal untuk
(Abdullah, 2016:11).
menggalang basis massa, melakukan doktrin, dan ketika sudah pada waktu yang
tepat, HTI melakukan revolusi seperti yang pernah dilakukan di Hizbut Tahrir di
Dalam portal resmi HTI pada tahun 2014 pun ketua DPP HTI pernah
ambil kekuasaan itu, dan serahkan kepada Hizbut Tahrir untuk mendirikan
khilafah” 13
Kecamatan Jatinangor.
13
YS/Islam Indonesia, 2017, Portal HTI Seru Militer Rebut Kekuasaan Kembali Jadi Sorotan, diakses dari
https://islamindonesia.id/berita/portal-hti-seru-militer-rebut-kekuasaan-kembali-jadi-sorotan.htm pada 21
Desember 2020
Perguruan tinggi menjadi kawah candradimuka bagi lahirnya kaum
radikalisasi, kekerasan dan bahkan terorisme. Hal ini yang diresahkan oleh para
yang kritis, open minded, serta potensi-potensi lain pada mahasiswa, dianggap
oleh pengamat sosial politik yang berkorelasi dengan stabilitas politik dan
Mahasiswa. Riki Nasrullah menyatakan kader HTI pernah tiga kali ikut pemilihan
Presiden BEM, tapi kalah terus. "Yang penting, pesan HTI sudah tersampaikan
merambah ke kampus besar di Surabaya, Bandung, dan Makassar 15. HTI piawai
dalam menarik simpati kaum intelektual. Itu terlihat dari basis simpatisan HTI
yang cukup besar di kalangan mahasiswa dan akademisi kampus. "Mereka ini
banyak bergerak di kampus sehingga para pengurus dakwah dan dainya banyak
dari kalangan intelektual. Jadi, bahasanya dikemas dengan sangat baik. Jadi,
HTI. Dari mereka, Kurnia tahu Universitas Padjadjaran (Unpad) menjadi salah
satu basis massa HTI di Bandung. "Di (kampus Unpad) di Jatinangor itu banyak
orang HTI. Lalu, ITB dan Kampus Telkom dan beberapa masjid di Bandung,"
14
Syailendra Persada dkk, 2017, Berkembang Dari Kampus Ke Kampus : Hizbut Tahrir Indonesia menargetkan
mahasiswa dalam kaderisasi. Masuk sejak sekolah menengah, diakses dari
https://majalah.tempo.co/read/nasional/153144/berkembang-dari-kampus-ke-kampus pada 23 Desember
2020
15
Syailendra Persada dkk, 2017, Berkembang Dari Kampus Ke Kampus : Hizbut Tahrir Indonesia menargetkan
mahasiswa dalam kaderisasi. Masuk sejak sekolah menengah, diakses dari
https://majalah.tempo.co/read/nasional/153144/berkembang-dari-kampus-ke-kampus pada 23 Desember
2020
16
Kudus Purnomo Wahidin, 2020, HTI menolak mati: Bermutasi, menyebar, dan bergerak di bawah tanah,
diakses pada https://www.alinea.id/nasional/hti-menolak-mati-bermutasi-menyebar-ke-nu-dan-
muhammadiyah-b1ZIb9r3E pada 23 Desember 2020
17
Kudus Purnomo Wahidin, 2020, HTI menolak mati: Bermutasi, menyebar, dan bergerak di bawah tanah,
diakses pada https://www.alinea.id/nasional/hti-menolak-mati-bermutasi-menyebar-ke-nu-dan-
muhammadiyah-b1ZIb9r3E pada 23 Desember 2020
Potensi radikalisme, secara statistik dan keilmiahan kita belum pernah
meneliti secara aktual bagaimana kondisi potensinya di Kecamatan
Jatinangor. Kalau secara asumsi, jelas sangat berpotensi. Karena
masyarakat Jatinangor yang heterogen, yang mobilitas tinggi
perpindahan orang masuk sana sini, pasti setiap orang memiliki
pemikiran berbeda, agama berbeda, dari situ akan menimbulkan interaksi
sosial yang kemudian berakibat, saya bukan bagian dari Anda, Anda
bukan bagian dari saya, bagaimana agar kita bisa menyamakan atau
memahami satu sama lain yang berbeda, itu akan terjadi potensi
berbahaya ketika kita biarkan mereka menuntut ego masing-masing. Dari
situ Jatinangor rawan dan berpotensi radikal. Melihat dari kampus-
kampus sendiri banyak mahasiswa yang tercekoki paham radikal, dengan
adanya organisasi tertentu, yang marak mendoktrinasi ke arah
radikalisme, itu berpotensi menyebar ke ranah-ranah lainnya. Bahaya
potensi itu apabila menjadi aksi. Potensi itu akan menjadi modal awal
untuk realisasi aksi kan. Jadi Ansor sendiri mengimbangi dengan
mengkonter opini itu agar tidak terjadi, dengan adanya diskusi dan
persuasi melalui kegiatan yang bersifat kebangsaan dan nasionalisme.
HTI dicabut badan hukumnya oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Kemasyarakatan atau Perppu Ormas. Akibat keputusan itu, HTI kini tak mungkin
Mustaqim, HTI aktif berdakwah via Facebook, Instagram, Youtube, dan grup-
grup WhatsApp. "Forum HTI bisa ada di mana saja. Sekarang eranya mobile
dunia maya ternyata efektif. Setelah dilarang, Mustaqin mengklaim pengikut dan
18
Kudus Purnomo Wahidin, 2020, HTI menolak mati: Bermutasi, menyebar, dan bergerak di bawah tanah,
diakses pada https://www.alinea.id/nasional/hti-menolak-mati-bermutasi-menyebar-ke-nu-dan-
muhammadiyah-b1ZIb9r3E pada 23 Desember 2020
Muslim Crisis Center Robi Sugara. Menurut Robi, HTI kini justru kian andal
beroperasi di YouTube dan sosial media. Beberapa dari mereka ada yang
membuat entitas baru meskipun tidak ada embel-embel khilafahnya," kata Robi.19
perkembangan wilayah yang pesat disertai mobilitas masuk keluar penduduk yang
Beliau mengungkapkan :
langsung dan tidak langsung menuntut peran civil society yang di dalamnya ada
merupakan hal yang merupakan menjadi fenomena yang mekhawatirkan. Hal ini
dapat dilihat dari terjadinya berbagai situasi dimana penangkapan terjadi di dalam
bahwa upaya menangkal radikalisme menjadi tugas sangat berat apabila tidak
didukung oleh seluruh lapisan masyarakat. Maka dari itu, penguatan peran
hingga aksi fisik dan simbolik. Oleh karena itu, upaya menangani radikalisme di
bahwa penanganan radikalisme hanya merupakan tugas dan tanggung jawab dari
masif oleh masyarakat sipil sebagai kesatuan sistem resistensi sosial budaya
dalam menangkal penyebaran paham radikal dalam kehidupan masyarakat. Hal ini
secara kuantitas maupun kualitas, dalam arti penyebaran radikalisme di masa kini
tidak hanya berdimensi fisik dalam bentuk aksi kekerasan, namun secara laten dan
pemahaman ajaran agama yang keliru. Untuk itu, potensi radikalisme agama,
terkhusus radikalisme Islam, membutuhkan strategi penangkalan radikalisme yang
Hal ini senada (Bakti, 2014 : 116) bahwa terdapat dua strategi pemerintah
cara mengubah paradigma berpikir kelompok inti dan militan radikal terorisme
agar tidak kembali melakukan aksi radikal terorisme. Sedangkan strategi kedua :
masyarakat agar tidak mudah terpengaruh oleh paham dan aksi radikal terorisme.
peran dan fungsi yang sangat strategis dalam sistem masyarakat dan politik
demokratis. Masyarakat sipil Indonesia dapat menjadi rekan yang sangat penting
bagi pemerintah dan dapat melakukan berbagai kegiatan yang tidak mungkin
kemasyarakatan (Ormas), tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama dan tokoh
sinergi, kerja sama dan kemitraan dengan berbagai pihak dan elemen masyarakat
keterangan berikut :
menyatakan:
kegiatan yang dilakukan rijalul ansor. Nilai-nilai aswaja adalah nilai ajaran
Islam yang santun dan rahmatan lil ‘alamin sangat bertentangan dengan paham
radikal, ini coba diinternalisasikan oleh GP Ansor melalui kegiatan- kegiatan
memiliki status sebagai lembaga semi otonom yang dibentuk oleh gerakan
pemuda ansor sebagai implementasi visi revitalisasi nilai dan tradisi dan misi
internalisasi nilai aswaja dan sifatur rasul dalam gerakan pemuda ansor.
agama Islam yang rahmatan lil alamin dan menolak cara-cara kekerasan atas
nama Islam. Adapaun tugas lembaga ini antara lain untuk menghidupkan
radikalisme
20
Ade Nurwahyudi, ―Rijalul Ansor, Semi Otonom GP Ansor yang Hidupkan Tradisi
NU‖, dalam http://www.nu.or.id/post/read/65619/rijalul-ansor-semi-otonom-
gp-ansor-yang-hidupkan-tradisi- nu 26 Mei 2018
radikalisme. Hal ini sebagaimana disampaikan pengurus GP Ansor yang
menyatakan bahwa: ―hal yang sering kami lakukan adalah getol melakukan
dengan kami
merupakan strategi yang cukup baik, dan diharapkan secara efektif dapat tepat
dan pemerintah belum terbangun dengan baik karena lemahnya berbagai aspek
seperti : aspek politik, aspek regulasi dan aspek peran masyarakat. Akhirnya
ormas, mahasiswa dan media massa. Dengan cara pendekatan ini GP Ansor
dakwah dari hal terkecil diharapkan akan berdampak besar bagi masyarakat.
budaya dalam suatu masyarakat nasional yang bersifat plural secara kultur
melalui budaya hukum dan kearifan lokal (local wisdom) merupakan solusi
dengan lainnya. Kearifan lokal yang merupakan sub dari budaya hukum adalah
dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara agar lebih baik dan harmoni
Secara tersirat yang dikemukakan Azra, serta Sartini yang dikutip (Hidayat
menyatakan :
menyatakan :
Saya kira masyarakat sekarang sudah kritis dan pandai menilai siapa
yang pantas diikuti dan diteladani. Jadi, saya kira respons masyarakat
cukup baik menerima dan banyak yang mendukung kegiatan-kegiatan
persuasif dari GP Ansor, dalam kegiatan dakwah, dan mungkin juga
dalam kegiatan yang ada kaitannya dengan pencegahan radikalisme.
Terkait hal tersebut, relevan kemudian diungkapkan Pengurus MUI
lingkungan internal organisasi GP Ansor sendiri. Hal ini agar jangan sampai
lingkungan sendiri.
HTI di Semarang, Feri Junia. Menurutnya, sebagian besar anggota HTI masih
besar semisal Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU). Itu dilakukan untuk
21
Kudus Purnomo Wahidin, 2020, HTI menolak mati: Bermutasi, menyebar, dan bergerak di bawah tanah,
diakses pada https://www.alinea.id/nasional/hti-menolak-mati-bermutasi-menyebar-ke-nu-dan-
muhammadiyah-b1ZIb9r3E pada 23 Desember 2020
penyebaran ke berbagai ormas sejalan dengan prinsip berdakwah tanpa kekerasan
ala HTI. "Itu disebabkan karena HTI berdakwah dengan pemikiran. HTI tidak
paham radikal seperti yang dilakukan HTI, maka tergambar bahwa pola dan
"Kami di lingkungan itu harus menjadi tokoh atau pentolan atau rujukan
masyarakat. Tujuannya, agar wacana soal khilafah itu hidup, baik di kampus
22
Kudus Purnomo Wahidin, 2020, HTI menolak mati: Bermutasi, menyebar, dan bergerak di bawah tanah,
diakses pada https://www.alinea.id/nasional/hti-menolak-mati-bermutasi-menyebar-ke-nu-dan-
muhammadiyah-b1ZIb9r3E pada 23 Desember 2020
23
Kudus Purnomo Wahidin, 2020, HTI menolak mati: Bermutasi, menyebar, dan bergerak di bawah tanah,
diakses pada https://www.alinea.id/nasional/hti-menolak-mati-bermutasi-menyebar-ke-nu-dan-
muhammadiyah-b1ZIb9r3E pada 23 Desember 2020
Berdasarkan keterangan narasumber dan pengamatan peneliti, maka dapat
yang sesuai dengan kultur masyarakat, situasi dan kondisi kewilayahan, serta
tidak bertentangan dengan nilai, norma maupun peraturan negara. Inti dari
teladan, sebagaimana nilai-nilai ahlus sunah wal jamaah dan teladan Nabi
Muhammad SAW.
kalangan Islamis radikal melalui cara-cara yang dialogis dan demokratis; kedua,
melawan mereka dengan sikap yang sama-sama ekstrem dan radikal. Artinya,
kalangan radikal ekstrem dan kalangan sekuler ekstrem harus ditarik ke posisi
akan terwujud dialog yang sehat dan saling mengkritik yang konstruktif dan
empatik antar aliran-aliran; kelima, menjauhi sikap saling mengkafirkan dan tidak
benar sesuai dengan metode-metode yang sudah ditentukan oleh para ulama Islam
dan mendalami esensi agama agar menjadi Muslim yang bijaksana; ketujuh, tidak
menyatakan:
Kalau dialog dua arah secara spesifik dengan kelompok radikal tertentu,
kita belum ke arah sana. Paling kegiatan yang secara tidak langsung
mengarah ke bentuk dialog, itu ada dalam kegiatan Darmaji. Di sana
selain kegiatan pengajian dan diskusi, terbuka juga kesempatan untuk
adanya dialog.
sebagai berikut:
Di dalam islam itu yang harus dikedepankan bila ada isu-isu yang
sifatnya sensitif dan dapat menimbulkan kemudharatan adalah dengan
tabayun. Nah dialog-dialog yang dilakukan ansor ataupun banser ini
merupakan budaya yang sangat dianjurkan dalam Islam. Memang
harusnya dalam kegiatan penanganan radikalisme harus lebih sering
antara ormas-ormas keagamaan dan komunitas pemeluk agama di
masyarakat sering melakukan dialog untuk menyatukan visi dan
pemahaman. Jika kegiatan dialog ini sering dilakukan dalam tujuannya
ikut andil menangani radikalisme, maka ini sangat baik untuk mencegah
penyebaran radikalisme di Jatinangor.
secara signifikan dan rutin dilakukan Ansor Jatinangor, namun di dalam kegiatan-
Identity” adalah karena orang menjadi ekstrem dan memilih menjadi radikal
karena itu merupakan identitas yang dipilih. Identitas itu melekat pada seseorang
karena rangkaian proses sosial, pengalaman, dan struktur sosial yang dia hadapi.
Dan tidak seorang pun mau dan bisa dipaksa untuk dinihilkan identitasnya
atas, maka peran GP Ansor Jatinangor dalam hal ini dapat menjadi penjembatan
diskusi.
pelibatan dua atau lebih individu yang berinteraksi secara verbal dan saling
berhadapan muka mengenai tujuan atau sasaran yang sudah tertentu melalui cara
merambah ke sekolah menengah atas. Kini anggota HTI bukan hanya mahasiswa,
melainkan juga siswa SMA. "Saya bergabung sejak kelas III SMA," ujar Annisa
Saat itu, ada sebuah artikel yang menulis larangan jilbab di Prancis. Annisa, yang
berjilbab, marah dan memutuskan bergabung dengan HTI. Ia aktif ikut pelbagai
radikalisme dan perekrutan kader kelompok radikal melalui pola diskusi yang
lapisan yang berpotensi terpapar radikalisme diarahkan agar dapat mencapai titik
24
Syailendra Persada dkk, 2017, Berkembang Dari Kampus Ke Kampus : Hizbut Tahrir Indonesia menargetkan
mahasiswa dalam kaderisasi. Masuk sejak sekolah menengah, diakses dari
https://majalah.tempo.co/read/nasional/153144/berkembang-dari-kampus-ke-kampus pada 23 Desember
2020
Gambar 4.5 Kegiatan Darmaji
menyatakan :
Banser sendiri tidak ada kegiatan rutin berbentuk diskusi. Kalau kegiatan
diskusi, mungkin kebanyakan sifatnya internal kita mendiskusikan maslah-
masalah kebangsaan di sekitar anggota Banser saja. Namun, Banser juga
ikut hadir dalam kegiatan Darmaji dan Ngabaso.Tapi Banser sendiri
terbuka dan akan berpartisipasi apabila ada kegiatan diskusi baik
diselenggarakan oleh Ansor, ataupun kita diundang kegiatan diskusi oleh
pihak mana pun. Untuk penanganan radikalisme sendiri, kita bersifat
terbuka siap ikut diskusi dengan siapa pun.
wilayah Jatinangor sendiri sedikit berbeda dengan wilayah lain. Ini karena
promosi Khilafah Islamiyah oleh HTI sangat terukur. "Senior akan memantau
bagaimana kami melakukan itu," kata perempuan yang minta namanya tidak
disebutkan ini. Ia, misalnya, punya kewajiban menyebarkan 20-25 lembar Al-
Islam per pekan. Para kader muda itu juga diminta senior mereka memastikan
tekanan ini juga membuat mahasiswi itu keluar dari BKIM sekaligus HTI 25
kegiatan yang cukup menonjol dan rutin dilaksanakan oleh GP Ansor. Tujuan
pergerakannya yang lebih dinamis. Salah satunya adalah Gerakan Pemuda Ansor
(GP Ansor), yang merupakan badan otonom dari Nahdlatul Ulama (NU), saat ini
yang lebih luas. Adanya pergeseran pergerakan ini seringkali dibaca oleh publik
sebagai suatu upaya progresif di suatu sisi, di sisi lain dibaca pula sebagai upaya
GP Ansor yang menjadi sorotan akhir-akhir ini, terutama Ansor pusat, cukup
ormas Islam yang lain. Strategi eksistensi organisasi ini dilakukan dengan upaya
membangun berbagai modal baik modal sosial, ekonomi, budaya dan simbolik
radikalisme, dapat dibaca dua arah. Pertama, adanya politik identitas dalam
politik (pilkada misalnya). Di sisi ini pergerakan GP Ansor dapat dibaca sebagai
tidak sebesar Ansor Pusat, dapat dibaca sebagai sarana mengibarkan bendera agar
2017: t.h) yang menggambarkan politik identitas sebagai benteng radikalisme dengan
menjadikan agama sebagai bayang-bayang pergerakan sosial.Ancaman
pemerintahan. Di satu sisi, gerakan sosial merupakan ekspresi dari gagasan demokrasi
Republik Indonesia. Dan di sisi lain, terdapat ancaman dari konsepsi demokrasi
melalui kebebasan berserikat dan berkumpul dalam bentuk gerakan sosial yang
berpaham radikalisme.
nyata, meskipun saat ini hanya minoritas Muslim yang radikal, dan lebih sedikit
lagi yang suka menggunakan kekerasan. Menjadi Muslim yang liberal, progresif,
fundamentalis, radikal, atau inklusif tentu sah-sah saja, dan itu bagian dari hak
asasi setiap warga negara Indonesia. Yang menjadi persoalan adalah ketika pola
keberagamaan yang kita yakini dan jalani mengancam eksistensi orang lain. Yang
lebih parah lagi, ketika suatu kelompok mengaku dirinya yang paling benar dan
menggunakan cara kekerasan, baik verbal maupun non-verbal, tentu saja sangat
dikenal dengan civil society, termasuk di dalamnya civil society organization atau
ormas. Pada konsepsi struggle for power yang termanifestasi dalam suatu
perseteruan atau pertentangan (contention), maka dapat dibaca bahwa terkait
civil society yang kontra terhadap radikalisme. Sehingga terkait upaya menangkal
saja FPI dan HTI meskipun Di Kecamatan Jatinangor sendiri tidak secara
menyatakan :
Sejauh ini belum ada gesekan ansor dengan kelompok lain, kelompok
yang dianggap radikal. Justru kita menghindari adanya gesekan, mau
tidak mau kita sangat menegakkan prinsip menciptakan kedamaian dan
keadilan menjadi manfaat untuk orang lain. Contohnya Ketika ada
kelompok lain yang mengejek ulama kita, kita tidak melakukan Tindakan
sendiri, kita menempuh secara hukum, tidak dengan kekerasan atau
anarkis.
26
Yudha Satriawan, 2012, GP Ansor Deklarasikan Gerakan Anti Islam Radikal, diakses dari
https://www.voaindonesia.com/a/gp-ansor-deklarasikan-gerakan-anti-islam-radikal/1416778.html pada 24
Desember 2020
setiap kelompok radikal dan anti-Pancasila yang berpotensi mengganggu
kebinekaan, seperti bahaya nyata dari faham khilafah. 27 Kemudian yang terbaru,
klaim yang berdampak pada kepentingan orang lain, dalam mana pemerintah
menjadi target, inisiator klaim atau pihak ketiga) (Goodin dan Tilly 2006).
Definisi ini sejalan dengan cara Sydney Tarrow menjelaskan konsepsi ini.
Menurut Tarrow (1998: 2), “contentious politics occurs when ordinary people,
often in league with more influential citizens, join forces in confrontations with
27
Bowo Priadi, 2017, GP Ansor Tegaskan Lawan Radikalisme dan Anti-Pancasila, diakses dari
https://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/17/04/27/op2e22377-gp-ansor-tegaskan-lawan-radikalisme-
dan-antipancasila pada 23 Desember 2020
28
Larasyati Dyah Utami, 2019, GP Ansor Menyatakan Sikap Melawan Radikalisme, diakses ari
https://www.tribunnews.com/nasional/2019/11/08/gp-ansor-menyatakan-sikap-melawan-radikalisme pada 24
Desember 2020
Kemudian dalam manifestasi struggle of power selain contention, terkait
yang menyatakan :
Saya melihat dalam konteks politik ini, kita patut memberikan kecurigaan
atau melihat dari sisi lain, bahwa ketika ada beberapa ormas Islam yang
turut serta bermain peran dalam menangkal radikalisme, radikalisme
yang mungkin dianggap bertentangan dengan pemerintah, dan justru
mereka lebih cenderung menyudutkan salah satu kelompok. Misalnya
kelompok kadrun, atau kelompok Islam garis keras, nah di sisi lain hal ini
menjadi alat untuk organisasi mereka agar semakin dekat dengan
pemerintah. Jadi, diskursus tentang penangkalan radikalisme ini, atau
peran keikutsertaan ormas Islam tertentu dalam menangkal radikalsme itu
merupakan bagian dari mereka untuk mendekati pemerintah atau
penguasa saat ini. Di sisi lain beda konteksnya jika hal ini dilihat dari
kacamata normatif, bila yang dilihatnya pemahaman yang salah tentang
jihad, atau ada seminar atau diskusi publik tentang pemahaman jihad
yang sesuai ahlus sunah wal jamaah itu seperti apa, ini baru secara
normatif memang berperan penting untuk meluruskan pemahaman yang
salah bagi mereka yang cenderung bersifat radikalis-teroris. Beda halnya
jika radikalisme ini dikaitkan dengan salah satu kelompok yang
dikategorikan sebagai Islam garis keras atau bersikap oposisi terhadap
pemerintah. Jika ada ormas Islam yang “menyudutkan” meraka dalam
kerangka menangkal atau ikut serta dalam mengurangi potensi
radikalisme maka menurut saya disini merupakan upaya untuk mendekati
penguasa.
keterangan informan di atas sejalan pula dengan temuan, bahwa aktor-aktor yang
gencar melemparkan isu radikalisme tidak terhindarkan dari adanya indikasi memiliki
Reshufle Kabinet Indonesia Maju menunjuk Yaqut Cholil Qoumas atau yang akrab
disapa Gus Yaqut sebagai Menteri Agama menggantikan Fachrul Razi. 29 Gus Yaqut
29
Dian Erika Nugrahaeni, 2020, Jokowi Umumkan Reshuffle, Ini 6 Menteri Baru Kabinet Indonesia Maju,
diakses dari https://nasional.kompas.com/read/2020/12/22/16165961/jokowi-umumkan-reshuffle-ini-6-
yang gencar menyerukan melawan radikalisme 30 memiliki riwayat berseteru dengan
FPI.31
Berdasarkan hal tersebut, maka menjadi wajar apabila ada prasangka bahwa
dalam berpolitik. Seperti yang dapat dilihat dari fenomena rangkap jabatan kombinasi
ormas dan partai politik, profil Ketua PP GP Ansor yang kini menjadi Menteri
Agama, sebelumnya adalah Ketua Bidang Pertahanan dan Keamanan DPP PKB 32,
Ketua PP GP Ansor merangkap juga sebagai Anggota DPR RI sekaligus Wakil Ketua
menyatakan:
dapat dikatakan lebih lunak dan persuasif. Jika PP GP Ansor secara tersirat berani
pergerakan GP Ansor Jatinangor terkait isu radikalisme dan perannya dalam ambil
bagian menangkal radikalisme tak terhindarkan dari pandangan akan adanya motif
atau orientasi yang melekat di dalamnya simbol-simbol social-politik. Ini adalah
irisan sekaligus tantangan yang harus dijawab sendiri oleh GP Ansor Jatinangor.
.
BAB V
5.1 Kesimpulan
Program Pemerintah.
ahlussunnah wal jama‘ah (Aswaja) dan melalui Kerjasama dengan berbagai pihak
termasuk Pemkot Surabaya, pihak keamanan dan pihak lain yang sepaham untuk
5.2 Saran
dalam mengkaji lebih lanjut masalah yang berkaitan dengan peran organisasi
Buku
Islam di Indonesia. Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya UII, Mei
2016.
Baradat, L.P. (1994). Political Ideologies: Their Origins and Impact. New Jersey:
Prentice Hall.
University.
Press.
Kebudayaan.
Prasetyo, H., dan Munhanif, A. (2002). Islam dan Civil society: Pandangan
Publishing.
Tim ICCE UIN Jakarta. (2005). Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat
Jurnal
Argenti, G. (2018). Civil Society, Shadow State dan Local Strongmen Dalam
Kajian Politik Lokal. CosmoGov: Jurnal Ilmu Pemerintahan, Vol.4,
No.1, (April 2018):58-70.
Arham, L. dan Pranadipa, H. (t.t). Menciptakan Deradikalisasi Berbasis
Kepercayaan (Trust) & Kemanusiaan (Humanity) Untuk Transformasi
Sosial Pelaku Terorisme. CSAVE.
Banuaji, S., Widayati, W., dan Astuti, P. (2013). Peran Gerakan Pemuda Ansor
dalam Penguatan Civil society di Kabupaten Jepara. Journal of Politic
and Government Studies, Vol. 2, No. 4 (Oktober 2013): 246-255.
Dermawan, W., Affandi, N.RMT., dan Alam, G.N. (2019). Deradikalisasi dan
Pembangunan Inklusif di Jawa Barat. Jurnal Pengabdian Pada
Masyarakat, LP3M of Universitas Mathla’ul Anwar Banten, Volume 4,
No. 4 (2019): 459-474
Ekawati, E. (2016). Nahdlatul Ulama (NU) sebagai Civil Society di Indonesia.
Nuansa, Vol. 13, No.2 (Juli-Desember, 2016): 233-249
Halili. (2006). Masa Depan Civil Society Di Indonesia: Prospek dan Tantangan.
CIVICS (Jurnal Kajian Kewarganegaraan), Vol.3, No.2 (Desember,
2006): 1-18.
Hartana, I.M.R. (2017). Peran Masyarakat Sipil Indonesia Membendung
Radikalisme. Jurnal Ilmu Kepolisian, Edisi 088 (Januari-April,
2017):107:110.
Herdiansyah, A.G., dan Randi. (2016) Peran Organisasi Masyarakat (Ormas) dan
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Dalam Menopang Pembangunan
di Indonesia. SOSIOGLOBAL Jurnal Pemikiran dan Penelitian
Sosiologi, Vol. 1, No. 1 (Desember 2016):49-67.
Hidayat, A. dan Sugiarto, L. (2020). Strategi Penangkalan & Penanggulangan
Radikalisme Melalui Cultural Reinforcement Masyarakat Jawa Tengah.
Jurnal USM Law Review, Vol.3, No.1 (2020): 135-154.
Hilmy, M. (2013). The Politics of Retaliation: the Backlash of Radical Islamists to
Deradicalization Project in Indonesia. Al-Jami‘ah: Journal of Islamic
Studies, Vol. 51, No. 1 (2013): 129-159.
Hilmy, M. (2014) Genealogi dan Pengaruh Ideologi Jihadisme Negara Islam Iraq
dan Suriah (NIIS) di Indonesia. Teosofi, Vol. 4, No. 2 (Desember 2014).
Hilmy, M. (2015). Radikalisme Agama dan Politik Demokrasi di Indonesia Pasca-
Internet
Anwar Siswadi, 2019, Cara Unpad dan ITB Hadapi Radikalisme di Kampus,
diakses dari
https://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/17/04/27/op2e22377-
gp-ansor-kritik-ketum-pp-pemuda-muhammadiyah-soal-kelompok-
14.21 WIB
dari https://regional.kontan.co.id/news/densus-88-tangkap-terduga-
https://nasional.kompas.com/read/2017/05/05/19170871/radikalisme.dan.
poli%20tik.identitas pada
Hasan Basri, 2020, Ansor dan Banser Siap Satu Komando Lawan Radikalisme
dari https://www.antaranews.com/berita/786182/gp-ansor-dukung-
dari https://ansorpurworejo.org/9-pandangan-dan-penegasan-politik-nu/
Paskalis Alfinos Toda, 2016, Penguatan Peran Civil society Sebagai Usaha
https://kupang.tribunnews.com/2016/07/02/penguatan-peran-civil-
PEDOMAN WAWANCARA
I. Informan Kunci
1. Bagaimana peran GP Ansor dalam mencegah radikalisme?
2. Apakah landasan GP Ansor dalam mencegah radikalisme?
3. Apa saja program kegiatan GP Ansor dalam mencegah radikalisme?
Bagaimana teknisnya?
4. Apa tujuan GP Ansor dalam pencegahan radikalisme?
5. Siapa saja mitra GP Ansor dalam pencegahan radikalisme?
6. Siapa saja target dan sasaran dari pencegahan radikalisme?
7. Bagaimana tanggapan masyarakat sekitar terhadap peran GP Ansor dalam
upaya pencegahan radikalisme?
8. Apa dampak yang dirasakan masyarakat dari partisipasi GP Ansor dalam
upaya pencegahan radikalisme?
9. Apa dampak yang dihadapi GP Ansor dari ambil bagian dalam upaya
pencegahan radikalisme?
10. Apa kendala dan hambatan yang dihadapi GP Ansor dalam pencegahan
radikalisme?
Transkrip Wawancara 1
Keterangan:
P: Peneliti
N: Narasumber
P : Sekarang kita lebih dalam lagi masuk ke topik peran GP Ansor Jatinangor
dalam partisipasinya ikut menangkal radikalisme. Sebelumnya, bagaimana Kang
Ustad melihat potensi radikalisme di Kecamatan Jatinangor?
N : Sebelum melihat potensi di lingkungan masyarakat jatinangor umumnya, kita
melihat dulu potensi di lingkungan internal.
P : Maaf saya potong Kang Ustad, maksudnya lingkungan internal Ansor atau NU
juga ada potensi terapapar radikalisme?
N : Ya itu bukan tak mungkin. Pengurus-pengurus NU banyak yang jadi ustad-
ustad kampung, ada juga ustad-ustad kampung yang terpengaruhi pemahaman
radikal, itu juga sasaran kita. Ketika kita memberikan fasiltias pada pengurus, kita
kan agak segan menasihati ustad kampung itu, maka kita meminta bantuan kepada
NU, kita mengadakan yaumul ijtima sebulan sekali, pengajian di samping
pengajian kitab, ada juga pengajian untuk menyamakan manhajul fikar dan
manhajul harokah. Menyamakan pandangan pemikiran dan pandangan
pergerakan. Masih banyak orang NU yang mengamalkan amaliah NU, yang
terpengaruh paham radikalisme. Bahkan ada juga yang dari NU yang menjadi
pengurus atau ikut jadi anggota kelompok yang dianggap radikal, itu mereka tidak
memahami manhajul fikar dan manhajul harokah NU yang sebenarnya.
P : secara garis besar, adakah konsep atau grand desain bagaimana strategi atau
pendekatan GP Ansor untuk membantu menangkal radikalisme di Jatinangor?
N : Jika langsung straight melawan radikalisme, Bahasa seperti itu masih banyak
orang yang ga faham seperti itu, malahan masyarakat banyak yang pro
radikalisme. Di sana kita dakwahkan kebaikan-kebaikan saja. Intinya kita dalam
menghadapi radikalisme itu, kita tidak pakai unjuk kekuatan, kita melalui
kegiatan-kegiatan kita. Jadi tidak langsung, misalnya tidak langsung menyerang.
Kita membesarkan kegiatan-kegiatan kita saja, jadi masyarakat bisa lebih menilai.
Kita berbaur dengan masyarakat, bekerja sama dengan pemerintah dalam segi isu-
isu yang terjadi di masyarakat, isu sosial politik budaya keagamaan, dan lain-
lainnya.
P : Jadi secara lebih detail lagi, pendekatan seperti apa yang dilakukan ke
lingkungan internal atau eksternal di masyarakat? Adakah pendekatan khusus,
misalnya pendekatan persuasif dalam membantu menangkal radikalisme di
Jatinangor?
N : Pendekatan melalui pengajian-pengajian. Kita sering keliling, tiap tahun itu
kita keliling melalui program tarling (tarawih keliling). Itu pendekatan ke
masyarakat. Sekarang diprogramkan untuk Darmaji, kemarin itu difokuskan di
Sabusu, kita akan keliling desa-desa tiap bulan, melalui para Kyai NU, kita
datangi pengajiannya kita sosialisasikan, kita dakwahkan tentang islam rahmatan
lilalamin. Melawan radikalisme, kita membesarkan kegiatan kita, masif dalam
pengkaderan. Nanti juga faham-faham, radikalisme terkikis. Pemahaman radikal
tersebut karena masyarakat tidak faham, tidak tahu, masyarakat banyak yang
masih awam dalam memahami agama, jadi gampang dimasuki faham radikal, jadi
kita imbangi dengan dakwah ke masyarakat, degan kegiatan-kegiatan persuasif
semacam itu.
P : Kalau kegiatan-kegiatan dengan pendekatan dialog apakah ada Kang? Itu apa
saja kegiatan GP Ansor dalam rangka me menangkal radikalisme di Kecamatan
Jatinangor?
N : Paling juga, dialog lintas agama. Dari anggota ormas-ormas yang diundang,
untuk berdialog, termasuk mahasiswa. Kalau dengan kelompok yang dianggap
radikal, belum pernah sih. Tapi kalau kegiatan menjaga keamanan bersama, kita
pernah bersama. Kalau debat masalah keagamaan, pemahaman keagamaan, kita
belum pernah. Kita prinsipnya, kita lebih sibuk , kita lawan dengan pergerakan.
Kita membesarkan nama Ansor, membesarkan kegiatan kita di masyarakat, nanti
juga masyarakat tahu.
P : Kang, ada dampak yang dirasakan organisasi atau anggota Ansor yang muncul
dari keikutsertaan menangkal radikalisme?
N : Dampak baik atau dampak buruk?
P : Kedua-duanya kang.
N : mungkin, ada dampaknya. Ketika ada instruksi (melawan radikalisme),
otomatis kita harus mengikuti instruksi dari pusat, walaupun tidak secara
langsung, dan tidak semua anggota juga yang menanggapi instruksi tersebut. 50%
yang siap mengikuti.
P : Ada saran, kritik, visi misi, atau rencana strategis ke depannya terkait kegiatan
Ansor yang berkaitan dengan upaya menangkal radikalisme?
N : Ke depannya, strategi yang berhubungan dengan radikalisme. Kita akan lebih
memasifkan kegiatan pengajian, kajian keagamaan sosial politik dan budaya, itu
merupakan program untuk menangkal radikalisme. Kita lebih sibuk membesarkan
diri kita, daripada mengecilkan orang lain. Program yang kita jalankan lebih untuk
membesarkan diri kita, biar masyarakat menilai.
P : Kalau benturan atau gesekan dengan kelompok yang dianggap radikal ada
tidak kang? Pernah gesekan atau berkonflik dengan mereka?
N : Gesekan secara langsung dengan kelompok radikal tidak pernah. Kita
berusaha untuk menghindari gesekan langsung dengan kelompok radikal. Kita
mendingan sibuk mengamankan diri daripada mengurusi orang lain. Kita
menganggap kelompok radikal itu sama seperti kita, hanya pandangan atau
pemahamannya saja yang perlu diluruskan.
P : Oh ya Kang Ustad, saya pernah membaca sekilas di facebook ada tudingan
bahwa Banser juga radikal? Seperti suka menggeruduk itu. Bagaimana menangkis
tudingan itu?
N : Ketika di medsos Ansor, Banser sendiri dituding radikal, ya kita perlihatkan
saja bahwa Banser tidak seperti itu.
Keterangan:
P: Peneliti
N: Narasumber
P : Adakah peran GP Ansor Jatinangor itu sebagai cvil sociey organization dalam
memonitoring penyelenggaraan pemerintah?
N : Organisasi GP Ansor menjadi middle clas-nya NU, menjadi garda
pemudanya, sejauh ini yang namanya pemuda adalah bagaikan besi, iron stock,
yang namanya besi mudah berkarat, setiap orang pasti mudah berkarat, yang
dulunya dia aktivis ketika masa tua dia akan terlibat dalam kepentingan pribadi,
nah selagi memiliki masa muda yang penuh perjuangan, dari situ, keterlibatan kita
di masyarakat tidak lepas dari langgam tawasul, taadul, tawajun, tasamuk, dan hal
itu yang dilaksanakan oleh para kader Ansor untuk menentramkan dan
mendamaikan masyarakat.
P : GP Ansor Jatinangor bermitra atau bekerja sama dengan siap saja terkait
perannya membantu menangkal radikalisme?
N : Contohnya kita bekerja sama dengan komunitas Gusdurian. Kita bekerja sama
untuk meredam situasi masyarakat yang berpotensi konflik atas dasar radikalisme.
Ansor ikut hadir dalam kegiatan Gusdurian, membahas soal pemikiran Gusdur,
dalam upaya agar masyarakat memahami soal anti radikalisme. Gusdurian
merupakan komunitas nonformal, komunitas bukan di bawah NU atau ada embel-
embel NU. Gusdurian breada di bawah naungan jaringan Gusdurian yang bukan
bagian dari Badan Otonom seperti kita (Ansor). Kita baru beberapa. Potensi masih
bayak yang perlu kita jemput bola secara kemitraan untuk berkegiatan dalam
rangka menangkal radikalisme. Selain kerja sama yang terjalin dengan Gusdurian,
yang pernah mengadakan kegiatan bersama yaitu Pemuda Pancasila, XTC, kita
yang mengundang atau kita yang diundang
P : Apakah ada dampak yang dirasakan organisasi atau anggota Ansor dari
keikutsertaan menangkal radikalisme?
N : Secara kesemangatan kader dilihat dari kuantitas kehadiran itu terlihat. Adnya
komitmen kesepakatan anti radikalisme, dari anggota tersendiri semangat. Sejauh
ini tidak ada anggota Ansor yang masuk atau ikut terlibat kelompok yang
dianggap radikal, itu membuktikan bahwa kegiatan-kegiatan ansor dalam
kaitannya dengan penangkalan radikalisme berdampak baik. terhadap anggota,
dilihat dari kesemangatan dan kehadiran.
.
P : Ada saran, kritik, atau rencana ke depannya terkait kegiatan Ansor yang
berkaitan dengan upaya menangkal radikalisme?
N : Mungkin ini semacam autokritik buat kita. Kita perlu melakukan pembenahan
mulai dari penguatan data, aktivitas-aktivitas administrasi, dari upaya penelitian
apakah masyarakat di Jatinangor radikal, berapa persentasenya, kita memerlukan
hal tersebut. Banyak pemuda ansor yang kompeten dalam hal bidang penelitian,
atau secara intelektual banyak yang kompeten. Sarannya kita berbenah diri secara
organisasi, dari saya secara pribadi kita membutuhkan pembenahan bank data,
kolektivitas administrasi, penguatan agar action di lapangan berjalan dengan baik.
.
P : Bagaimana pandangan Akang terhadap kelompok-kelompok yang diangap
radikal?
N : Tanggapan kita terhadap kelompok-kelompok yang dianggap radikal,
prinsipnya kita tahu bahwa kelompok yang dianggap radikal itu di satu sisi
merupakan organisasi yang bertujuan menegakkan syariat islam dengan amar
maruf nahyi munkar, menegakkan khilafah Islam yang itu bertentangan dengan
yang digagas para founding father negara ini, intinya bertentangan dengan
konstitusi, sehingga itu sangat berbahaya bagi masyarakat lain. Meskipun
mengusung amar maruf nahyi munkar, namun kita tidak bisa mengambil Langkah
atau melangkahi aparat penegak hukum yang ada. Sehingga yang harus kita
lakukan hanya berkoordinasi dan merekomendasikan saja, tidak bergerak secara
pemaksaan dan secara pribadi. Yang mereka lakukan itu akan mengundang reaksi
masyarakat yang tercetus potensi konflik. Prinsipnya mereka yang dianggap
kelompok radikal itu, sebagian konsepnya bagus, pada tataran implementasinya
mungkin yang kurang pas, dan ada oknum yang menunggangi dengan
kepentingan tertentu, sehingga jadi melenceng dari konsep yang baik-baiknya.
P : Pernahkah bergesekan atau berhadapan langsung dengan kelompok yang
dianggap radikal?
N : Sejauh ini belum ada gesekan ansor dengan kelompok lain, kelompok yang
dianggap radikal. Justru kita menghindari adanya gesekan, mau tidak mau kita
sangat menegakkan prinsip menciptakan kedamaian dan keadilan menjadi
manfaat untuk orang lain. Contohnya Ketika ada kelompok lain yang mengejek
ulama kita, kita tidak melakukan Tindakan sendiri, kita menempuh secara hukum,
tidak dengan kekerasan atau anarkis.
Transkrip Wawancara 3
Keterangan:
P: Peneliti
N: Narasumber
P : Terakhir kang, apa rencana ke depan khususnya Rijalul Ansor terkait kontra
radikalisme di Jatinangor?
N : Ke depannya sih Rijalul Ansor sendiri belum ada gambaran mengenai
kegiatan anti radikalisme mah. Yang pasti mah kita selalu berusaha meningkatkan
aksi dan pergerakan kita sebaik mungkin. Kita maksimal dalam fastabikul khoirat
melalui aktivitas di GP Ansor ini, mudah-mudahan berkah.
P : Aaamin. Termakasih kang.
N : sama-sama.
Transkrip Wawancara 4
Keterangan:
P: Peneliti
N: Narasumber
P : Terakhir kang, apa saran kritik atau rencana ke depan bagai Banser Rijalul
Ansor terkait kontra radikalisme di Jatinangor?
N : Ke depannya mungkin kita memaksimalkan saja setiap kegiatan-kegiatan yang
kita jalankan. Secara spesifik untuk tema kegiatan kontra radikalisme mungkin
nanti dirumuskan organisasi.