Anda di halaman 1dari 3

KARYA LUKIS KARYA DJOKO PEKIK

“LUKISAN BERBURU CELENG”

Judul karya : Berburu Celeng

Nama Seniman : Djoko Pekik

Tahun Pembuatan : 1998

Sumber : http://tiarahain.blogspot.com/2015/12/kritik-seni-lukisan-berburu-celeng.html?
m=1

Deskripsi Karya

Medium lukisan Djoko Pekik adalah cat minyak yang dikerjakan diatas kanvas.
Lukisan tersebut menampilkan seekor celeng raksasa, hitam, denganbadan terbalik, diikat
pada seilah bambu yang digotong oleh dua lelaki busung lapar. Digambarkan juga
kegembiraan rakyat dengan mengangkat dan mengepalkan tangan, ada penari (bentuk
kesenian rakyat dari berbagai eleman masyarakat), dan juga raut – raut bahagia dari ekspresi
rakyat. Kerumunan rakyat menyembut tertangkapnya celeng itu dengan pesta ria dan suka
cita. Unsur warna yang terdapat pada subject matter adalah : warna hitam pada celeng, warna
coklat – hitam pada dua leleaki busung lapar, warna hitam – putih – merah – coklat – biru
pada kerumunan rakyat yang bahagia, selanjutnya dominan warna coklat pada kepala –
kepala rakyat yang di belakang. Terlihat pada lukisan latar dari kejadian penangkapan celeng
ini seperti di dalam stadion atau aula yang besar (out door) dengan memakai warna hitam,
putih dan abu-abu.

Analisis Formal

Lukisan Djoko Pekik yang berjudul “Berburu Celeng” ini terdiri dari garis – garis
kontur yang jelas pada setiap subjek. Menggunakan warna yang sedikit suram seperti hitam,
coklat, abu-abu, sehingga hasilnya seperti memiliki cerita kegembiraan bersejarah di masa
lampau. Dalam lukisan tersebut dilukiskan penangkapan raja celeng gemuk ditengah
kerumunan manusia, tokoh celeng sebagai subjek utama. Djoko Pekik memakai metafora
binatang sebagai bahasa ungkap dalam karya seninya. Lukisan ini tidak menampilkan bentuk
manusia ataupun celeng dalam bentuk yang realitis, namun sudah dideformasi sedemikian
rupa.
Kenapa harus celeng? Disana digambarkan pada lukisan “Berburu Celeng” yang dibuat pada
tahun 1998, seekor celeng yang diikat dengan sebuah pemikul yang diarak masa. Dikelilingi
oleh masa atau rakyat yang menyambutnya dengan eufhoria seperti karnaval dengan aneka
penampilan dan ekspresi. Semuanya seakan meneriaki, menghujat, mencemooh dan celeng
terlihat tak berdaya dan pupus. Bisa jadi celeng itu mati, celeng yang mati pada tahun 1998.
Lukisan tersebut memiliki peranan yang jelas, tergambar jelas apa yang terjadi pada tahun
1998. Bentuk celeng yang bulat, besar, dan menjijikkan dengan memakai warna hitam,
kemudian duan lelaki busung lapar dengan goresan – goresan lekuk bentuk badan yang
terlihat tulang – tulangnya, kering, agak sedikit membungkuk, memakai pakaian seadanya,
serta bambu atau pemikul yang dipakai untuk mengangkat celeng digambarkan melengkung
berwarna coklat – abu-abu. Terdapat juga masa atau rakyat dengan berbegai ekspresi, dengan
tangal ketas, mengepal, menari, jari – jari mereka tajam seperti ingin mencabik sang celeng
tersebut. Warna – warna pada kerumusan masa ini dominan coklat sehingga fokusnya tertuju
pada arak – arakkan celeng.

Interpretasi

Dalam karya tersebut seniman ingin menampilkan tumbangnya kekuasaan sang raja
celeng. Ternyata lukisan itu bagaikan ramalan carut – marut dan kecemasan bangsa pada
bangsa zaman sekarang. Lukisan yang dibuat setelah kejatuhan Orde Baru, konteksnya fajar
merekahnya era reformasi. Disana digambarkan pada lukisan “Berburu Celeng” yang dibuat
pada tahun 1998, seekor celeng yang diikat dengan sebuah pemikul yang diarak masa.
Dikelilingi oleh masa atau rakyat yang menyambutnya dengan eufhoria seperti karnaval
dengan aneka penampilan dan ekspresi. Semuanya seakan meneriaki, menghujat,
mencemooh dan celeng terlihat tak berdaya dan pupus. Bisa jadi celeng itu mati, celeng yang
mati pada tahun 1998.
Celeng adalah binatang sejenis babi hutan, mempunyai sifat buas, bagi petani termasuk
musuh petani, karena binatang ini sering masuk ke areal ladang atau sawah petani. Bagi
sebagian besar para petani ketika mendengar kata “celeng” anggapan mereka tertuju pada
sesuatu yang buruk, karena mereka mengenal celeng sebagai binatang pengrusak. Bahkan
mereka mempunyai strata dalam umpatan, yang mana umpatan celeng terasa lebih keras,
karena bagi mereka umpatan tersebut berbobot diatas umpatan asu karena celeng memiliki
citra perusak sedangkan asu bagi mereka membantu dalam banyak hal seperti menjaga
tanaman dari serangan celeng.

Penilaian

Karya seni lukis merupakan hasil kebudayaan, kebudayaan diartikan sebagai


keseluruhan pengetahuan, kerpercayaan, nilai – nilai yang dimiliki oleh manusia sebagai
makhluk sosial; yang isinya adalah perangkat – perangkat model pengetahuan atau sistem –
sistem makan yang terjalin secara menyelururuh dalam simbol - simbol yang ditransmisikan
secara historis. Model – model pengetahuan ini digunakan masyarakat secara selektif untuk
berkomunikasi, melestarikan dan menghubungkan pengetahuan, bersikap serta bertindak
dalam menghadapi lingkungannya untuk memenuhi berbagai kebutuhannya.
Kebudayaan merupakan pedoman hidup yang berfungsi sebagai blueprint atau desain
menyeluruh bagi kehidupan warga masyarakat pendukungnya; sebagai sistem simbol,
pemberian makna, model kognitif yang ditransmisikan melalui kode – kode simbolik, dan
juga merupakan strategi adaptif untuk melestarikan dan mengembangkan kehidupan dalam
menyiasati lingkungan dan sumber daya alam sekelilingnya.
Penilaian secara umum pada lukisan karya Djoko Pekik tidak hanya pada hal yang nampak
saja, melainkan pada tingkatan makna yang mendalam dan isi yang terkandung dan tersirat di
dalam karya. Prosesnya juga tidak semudah membalikkan telapak tangan, karena dalam
berkarya seni Djoko Pekik mengemas segala pengalaman hidupnya, apa yang ia rasakan saat
itu tahap demi tahap, bertahun – tahun dan apada akhirnya muncullah tokoh celeng pada
tahun 1996.

Anda mungkin juga menyukai