Anda di halaman 1dari 14

INTEGRATED CASE AKUNTANSI MANAJEMEN

“KASUS TERINTEGRASI AKUNTANSI MANAJEMEN UNTUK PT. TOP”

KP CD

KELOMPOK 9

Nixen Randy 130318033 KP C

Ellen Angelina 130318074 KP C

Steven Irawan 130318139 KP D

Devon Antony T. D. 130318243 KP D

FAKULTAS BISNIS DAN EKONOMIKA


UNIVERSITAS SURABAYA
2020
Statement of Authorship

“Kami yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa tugas terlampir adalah murni hasil
pekerjaan kami sendiri. Tidak ada kecurangan seperti plagiarisme, outsourcing, dll.

Kami juga bersedia menerima sanksi tidak lulus dan black list jika terdapat kecurangan yang
kami lakukan.”

Nixen Randy 130318033


Ellen Angelina 130318074
Steven Irawan 130318139
Devon Antony Teo Dale 130318243

Mata Kuliah : Akuntansi Manajemen


Kelas : CD
Tanggal : 2 Juni 2020
Dosen (PJMK) : Dr. Drs. Wiyono Pontjoharyo, M.M., Ak., CMA.

Surabaya, 2 Juni 2020

Tim Penulis
BAB I

PENDAHULUAN
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Cost Behaviour
Cost behavior mempelajari tentang bagaimana tingkat biaya akan berubah ketika
tingkat outputya berubah. Tingkat biaya yang tidak dipengaruhi oleh tingkat perubahan
outpunya biasa disebut dengan fixed cost, sedangkan tingkat biaya yang berubah seiring
dengan perubahan tingkat outputnya disebut dengan variable cost.
1.1 Fixed Cost
Fixed cost adalah tipe biaya yang penting untuk diperhatikan oleh manajemen
karena biasanya memiliki jumlah yang besar. Meskipun tidak dipengaruhi oleh
tingkat perubahan outputnya, bukan berarti fixed cost tidak dapat berubah. Hal ini
disebabkan karena fixed cost berada pada range tertentu. Misalnya mesin A dapat
memproduksi maksimal 1000 unit produk. Biaya untuk membeli dan menggunakan
mesin A untuk produksi termasuk dalam fixed cost. Jika perusahaan ingin
berproduksi lebih dri 1000 unit, maka perusahaan perlu menambah 1 mesin lagi,
sehingga fixed cost-nya akan menjadi 2 kali lipat dari semula. Namun, perubahan
tidak menjadikan biaya untuk membeli dan menggunakan mesin menjadi variable
cost.
Fixed cost juga dapat terbagi menjadi 2 jenis yaitu discretionary fixed cost dan
committed fixed cost. Perbedaan keduanya terletak pada mudah atau tidaknya fixed
cost tersebut diubah atau dihilangkan. Discretionary fixed cost adalah fixed cost
yang cenderung dapat dihilangkan dengan mudah dalam jangka pendek. Contohnya
biaya iklan yang termasuk dalam fixed cost dapat dihilangkan sewaktu-waktu jika
perusahaan tidak membutuhkan iklan lagi untuk periode selanjutnya. Commiteed
fixed cost, cenderung lebih susah untuk diubah atau dihilangkan. Contohya adalah
kontrak yang dimiliki perusahaan untuk jangka panjang, maka kontrak ini tidak bisa
sewaktu-waktu dihentikan.
1.2 Variable Cost
Variable cost juga dapat terbagi dalam jenis discretionary variable costs. Jenis
variable cost ini dapat berubah sewaktu-waktu dalam jangka pendek. Misalnya,
toko hadiah tiba-tiba akan memberikan gratis kertas kado untuk pelanggan, maka
biaya yang dikeluarkan akan tergantung pada jumlah kertas kado yang diminta oleh
pelanggan sehingga merupakan variable cost, tapi hanya dalam jangka waktu
tertentu saja.
1.3 Mixed Cost and Step Cost
Mixed cost, seperti namaya, jenis biaya ini terdiri dari gabungan antara fixed
cost dan variable cost. Sehingga terdapat nominal fixed tertentu didalamnya yang
kemudian ditambahkan dengan cost lain yang berubah seiring dengan tingkat
perubahan outputnya.
Step cost, atau yang biasa juga dikenal dengan semi-fixed cost adalah fixed cost
yang akan bertambah setelah melewati batas tertentu seperti contoh mesin yang
dapat memproduksi dengan kapasitas 1000 unit pada pembahasan sebelumnya.

2. Segmented Reporting
Segmented Reporting adalah sistem pelaporan yang dibagi-bagi berdasarkan
segmen-segmen yang dimililiki perusahaan secara terpisah untuk melihat kinerja tiap
segmennya. Agar dapat mengevaluasi kinerja tiap segmen, segmented report
menggunakan variable costing, dimana antara fixed cost dan variable cost
diperhitungkan secara terpisah. Hal ini dilakukan untuk mengevaluasi dan mengambil
keputusan dengan lebih baik dibandingkan menggunakan absorption costing.
Kelebihan lain dari variable costing adalah tidak memiliki standard khusus
karena penggunanya hanyalah pihak internal saja sehingga perusahaan dapat benar-
benar mengukur kinerja segmennya sesuai dengan kebutuhan sedangkan untuk
absorption costing harus diperhitungkan sesuai dengan PSAK karena penggunanya
adalah pihak eksternal.

3. Pricing Decision

Harga merupakan komponen yang berpengaruh langsung terhadap laba


perusahaan. Tingkat harga yang ditetapkan mempengaruhi kuantitas yang terjual.
Selain itu, secara tidak langsung harga juga mempengaruhi biaya, karena kuantitas yang
terjual berpengaruh pada biaya yang ditimbulkan dalam kaitannya dengan efisiensi
produksi. Oleh karena penetapan harga mempengaruhi pendapatan total dan biaya total,
maka keputusan dan strategi penetapan harga memegang peranan penting dalam setiap
perusahaan
3.1 Market-Based :
Pendekatan ini dimulai dengan melakukan survey apa yang diinginkan pasar,
bagaimana pesaing dapat beraksi dan berapa harga yang harus dibebankan pada produk.
3.2 Cost-Based :
Pendekatan ini dimulai dengan membuat perkiraan berapa biaya untuk
membuat produk dan berapa biaya yang harus dibebankan pada produk. Dengan
pendekatan cost based, harga pertama kali dihitung dengan dasar biaya produksi dan
biaya penjualan produk. Biasanya markup yang pantas dibebankan pada biaya produk.
Kelebihan dari cost based pricing ini adalah mudah untuk diterapkan dan diaplikasikan
namun kelemahannya adalah ada kemungkinan perhitungan costing yang kurang akurat
sehingga dapat terjadi kesalahan penentuan harga.
3.3 Target Costing :
Menurut Hansen and Mowen, target costing adalah metode untuk menentukan
biaya produk atau jasa berdasarkan harga (target price) yang rela dibayar oleh
konsumen. Target costing sering disebut cost planning atau cost project untuk
mengurangi biaya produk secara keseluruhan sepanjang daur hidup produk yang
bersangkutan. Konsep target costing ini bertujuan untuk mengurangi biaya produk pada
tahap perencanaan dan pendesainan produk sehingga memungkinkan perusahaan untuk
mencapai pangsa pasar dari target laba yang diinginkan. Kelebihan target costing
sangat bagus diterapkan pada produksi barang yang memiliki tingkat kompetisi yang
tinggi dipasaran. Kelemahan target costing adalah lamanya waktu yang dibutuhkan
untuk melakukan riset dan perancangan produk yang jika tidak dilakukan dengan time
table yang ketat bisa keteteran dalam menghadapi laju perubahan time value of money
dan inflasi dalam jangka panjang. Proses yang panjang ini otomatis memakan waktu
dan tenaga yang besar.

4. Quality Cost
Quality Cost adalah biaya yang timbul karena adanya barang/jasa yang
diproduksi dengan kualitas rendah/adanya kemungkinan bahwa barang yang
diproduksi tidak memenuhi harapan dan kepuasan konsumen.
4.1 Control Cost : Biaya yang muncul karena adanya aktivitas pengendalian yang
dilakukan perusahaan.
a. Prevention Costs : Biaya yang timbul/muncul mencegah produksi barang
cacat/berkualitas rendah
b. Appraisal Costs : Biaya yang muncul untuk menilai/menentukan apakah
produk tersebut sesuai dengan customer.
4.2 Failure Cost : Failure cost yang terjadi di dalam perusahaan Ketika barang/jasa
belum sampai ke tangan customer.
a. Internal Failure Costs : Failure cost yang terjadi di dalam perusahaan Ketika
barang/jasa belum sampai ke tangan customer.
b. External Failure Costs : Failure cost yang terjadi Ketika barang sudah sampai
ke tangan customer.
• External Failure Cost Observable (yang nampak) : nilainya bisa
diperkirakan. Contoh : pembeli melakukan claim garansi.
• External Failure Costs Hidden : Nilainya tidak bisa diperkirakan.
Contoh : Penarikan produk sambung dari pasar (nama baiknya
perusahaan akan tercemar, rugi uang & bahan baku)

Prevention Internal External


Appraisal Costs
Costs Failure Costs Failure Costs
Design
Inspection Spoilage Customer support
engineering

Manufacturing/
Online product
Process process
manufacturing & Rework
engineering engineering for
process inspection
external failures
Supplier Warranty
Product testing Machine Repairs
Evaluation repair costs
Manufacturing/
Preventive
process Liability
Equipment
engineering on claims
Maintenance
internal failures
BAB III

PEMBAHASAN

1. Cost Behaviour
Fixed Cost Variable Cost
Biaya Labor Biaya Bahan Baku
Biaya Tenaga Kerja Langsung Biaya Pemakaian Listrik
Biaya Penyusutan Kendaraan Biaya Bahan Bkar
Biaya Penyusutan Bangunan Biaya PDAM
Biaya Penyusutan Mesin & Peralatan
Biaya Perlengkapan Pemeliharaan Mesin &
Peralatan
Biaya Pemeliharaan Kendaraan
Biaya Pemeliharaan Gedung
Biaya Perlengkapan Pemeliharaan Mesin &
Peralatan Pabrik
Biaya Sewa Alat
Biaya Asuransi
Biaya Test Laboratorium

Biaya labor termasuk dalam fixed cost karena diketahui gaji yang diberikan
adalah untuk setiap bulan, tidak melihat berapa output yang dihasilkan, begitu juga
untuk tenaga kerja langsung, gaji yang diberikan adalah untuk setiap harinya dan ada
total biaya gaji untuk satu tahun, tanpa mempertimbangkan total output yang
dihasilkan. Untuk biaya produksi lainnya juga termasuk dalam fixed cost karena biaya-
biaya tersebut tetap harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk pemeliharaan dan
sebagainya tanpa memperhatikan jumlah output yang dihasilkan.
Biaya bahan baku, pemakaian listrik, bahan bakar, dan PDAM termasuk dalam
variable cost karena penggunaannya bergantung pada tingkat output yang diproduksi.

2. Segmented Reporting
JANUARI FEBRUARI MARET APRIL
SALES Rp 12.595.204.000 Rp 14.924.632.000 Rp 18.100.252.000 Rp 16.813.177.000
DM Rp 7.266.233.297 Rp 8.610.091.427 Rp 10.442.121.761 Rp 9.699.602.051
DL Rp 1.032.359.793 Rp 1.032.359.793 Rp 1.032.359.793 Rp 1.032.359.793
VOH Rp 488.986.818 Rp 579.422.796 Rp 702.710.701 Rp 652.742.260
CONTRIBUTION MARGIN Rp 3.807.624.092 Rp 4.702.757.984 Rp 5.923.059.745 Rp 5.428.472.896
Fix Selling and Adm. Rp 231.400.000 Rp 231.400.000 Rp 231.400.000 Rp 231.400.000
FOH Rp 624.153.167 Rp 624.153.167 Rp 624.153.167 Rp 624.153.167
SEGMENTED MARGIN Rp 2.952.070.925 Rp 3.847.204.817 Rp 5.067.506.578 Rp 4.572.919.729
MEI JUNI JULI AGUSTUS
SALES Rp 18.166.685.000 Rp 20.883.960.000 Rp 20.498.404.000 Rp 18.025.133.000
DM Rp 10.480.447.275 Rp 12.048.056.191 Rp 11.825.627.094 Rp 10.398.785.251
DL Rp 1.032.359.793 Rp 1.032.359.793 Rp 1.032.359.793 Rp 1.032.359.793
VOH Rp 705.289.846 Rp 810.783.307 Rp 795.814.768 Rp 699.794.337
CONTRIBUTION MARGIN Rp 5.948.588.085 Rp 6.992.760.709 Rp 6.844.602.344 Rp 5.894.193.619
Fix Selling and Adm. Rp 231.400.000 Rp 231.400.000 Rp 231.400.000 Rp 231.400.000
FOH Rp 624.153.167 Rp 624.153.167 Rp 624.153.167 Rp 624.153.167
SEGMENTED MARGIN Rp 5.093.034.918 Rp 6.137.207.542 Rp 5.989.049.178 Rp 5.038.640.452

SEPTEMBER OKTOBER NOVEMBER DESEMBER


SALES Rp 18.034.241.000 Rp 9.586.686.000 Rp 5.004.578.000 Rp 7.398.320.000
DM Rp 10.404.039.700 Rp 5.530.604.905 Rp 2.887.164.932 Rp 4.268.126.116
DL Rp 1.032.359.793 Rp 1.032.359.793 Rp 1.032.359.793 Rp 1.032.359.793
VOH Rp 700.147.939 Rp 372.186.356 Rp 194.294.008 Rp 287.226.865
CONTRIBUTION MARGIN Rp 5.897.693.568 Rp 2.651.534.945 Rp 890.759.266 Rp 1.810.607.226
Fix Selling and Adm. Rp 231.400.000 Rp 231.400.000 Rp 231.400.000 Rp 231.400.000
FOH Rp 624.153.167 Rp 624.153.167 Rp 624.153.167 Rp 624.153.167
SEGMENTED MARGIN Rp 5.042.140.401 Rp 1.795.981.779 Rp 35.206.100 Rp 955.054.059

TOTAL
SALES Rp 180.031.272.000
DM Rp 103.860.900.000
DL Rp 12.388.317.520
VOH Rp 6.989.400.000
CONTRIBUTION MARGIN Rp 56.792.654.480
Fix Selling and Adm. Rp 2.776.800.000
FOH Rp 7.489.838.000
SEGMENTED MARGIN Rp 46.526.016.480
REWORK Rp 1.778.661.331
NET INCOME Rp 44.747.355.149

Melalui perhitungan menggunakan segmented reporting, disini perusahaan


dapat melihat kinerja perusahaan untuk setiap bulannya. Hal ini dilakukan karena tidak
terdapat data untuk masing-masing segmen dalam perusahaan. dari perhitungan
tersebut, terlihat bahwa tidak ada kerugian yang dialami perusahaan dalam setiap bulan
namun terlihat jelas kenaikan dan penurunan margin untuk masing-masing bulan. Naik
dan turunnya margin ini tentu sesuai dengan kondisi turunnya penjualan karena
penurunan permintaan pasar.
Untuk biaya-biaya yang bersifat fixed, data didapatkan dari membagi total biaya
selama satu tahun di bagi dengan 12 bulan. Sedangkan untuk biaya yang bersifat
variable, data didapatkan dari total biaya masing-masing untuk satu tahun dikalikan
dengan presentase tingkat penjualan produk perbulan. Jenis-jenis biaya yang termasuk
dalam DM (direct material) adalah seluruh bahan baku yang dibutuhkan dan bersifat
variabel. DL (direct labor) bersifat fixed karena telah diketahui gaji untuk tenaga kerja
langsung per harinya. VOH (variable overhead) didapatkan dari biaya produksi yang
bersifat variabel seperti biaya listrik, bahan bakar, dan PDAM. Fix Selling and
Administrative terdiri dari biaya Labor yang bukan tenaga kerja langsung, sedangkan
FOH terdiri dari biaya produksi selain yang telah disebutkan dalam VOH.
Total perhitungan dari tingkat sales dikurangi dengan biaya-biaya yang
diperlukan dan rework yang harus dilakukan masih menghasilkan keuntungan bagi
perusahaan dengan Net Income sebesar Rp44.747.355.149

3. Pricing Decision
Dalam kasus PT TOP, jenis pricing yang digunakan adalah cost based pricing.
Hal ini dilakukan karena PT TOP membuat furniture berdasarkan pesanan atau custom.
Sehingga untuk menentukan harga, perusahaan harus terlebih dahulu menghitung
keseluruhan biaya yang diperlukan baru kemudian menambahkan profit yang
diinginkan. Perusahaan tidak dapat menggunakn target costing karena jika harga sudah
ditetapkan terlebih dahulu, maka yang perlu disesuaikan adalah biaya-biaya nya. Hasil
dari menyesuaikan biaya ini dapat berdampak pada ketidaksesuaiaan kualitas barang
yang dibuat dengan pesanan yang diinginkan.
TOTAL QUANTITY SOLD AVERAGE PRICE / UNIT
SALES Rp 180.031.272.000 70000 Rp 2.571.875
COST
DM Rp 103.860.900.000 70000 Rp 1.483.727
DL Rp 12.388.317.520 70000 Rp 176.976
OH Rp 17.256.038.000 70000 Rp 246.515
AVERAGE TOTAL COST PER UNIT Rp 1.907.218
PROFIT PERCENTAGE 34,85%
NEW TARGET PROFIT 25%
NEW PRODUCT PRICE Rp 2.384.022
Dari data yang ada diketahui total sales PT TOP selama satu tahun dan diketahui
terdapat 70.000 unit furniture yang terjual. Karena menjual produk yang beragam maka
kelompok mengasumsikan harga rata-rata untuk produk yang terjual ada Rp2.571.875.
Jika dihitung biayanya (DM, DL, OH) maka didapatkan rata-rata total biaya untuk
memproduksi 1 unit produk adalah Rp1.907.218. Jika dibandingkan dengan harga
jualnya, maka dapat terlihat bahwa profit yang didapatkan oleh perusahaan adalah
34,85%. Dari data penjualan PT TOP, selama bulan Januari-September, PT TOP
memiliki tingkat penjualan yang tinggi sebelum kemudian menurun pada 3 bulan
terakhir. Penurunan ini dapat terjadi karena berbagai macam faktor, salah satunya bisa
terdapat pesaing yang memiliki harga jual produk yang lebih murah. Faktor lain yang
juga mungkin terjadi adalah konsumen lebih memilih produk yang lebih murah namun
dengan kualitas yang baik. Tingkat penjualan yang sempat tinggi pada bulan Januari-
September dapat menunjukkan bahwa PT TOP memiliki produk dengan kualitas yang
baik, sehingga seharusnya penilaian kualitas untuk konsumen sudah terpenuhi.
Selanjutnya adalah masalah pada harga. Tingkat profit yang dimiliki perusahaan adalah
34,85% yang merupakan angka yang menurut kelompok sudah cukup tinggi.
Untuk dapat tetap bersaing dipasar, kelompok menyarankan perusahaan untuk
dapat menurunkan desired profit perusahaan, misalnya pada tingkat 25% sehingga rata-
rata harga produk per unit menjadi Rp2.384.022.
TOTAL
SALES Rp 166.881.569.400
DM Rp 103.860.900.000
DL Rp 12.388.317.520
VOH Rp 6.989.400.000
CONTRIBUTION MARGIN Rp 43.642.951.880
Fix Selling and Adm. Rp 2.776.800.000
FOH Rp 7.489.838.000
SEGMENTED MARGIN Rp 33.376.313.880
REWORK Rp 1.778.661.331
NET INCOME Rp 31.597.652.549
Dengan tingkat profit 25% dan dengan asumsi penjualan produk tetap pada
jumlah 70.000, perusahaan masih memperoleh untung sebesar Rp31.597.652.549.
Namun angka ini akan terus meningkat jika penurunan desired profit yang dilakukan
perusahaan menyebabkan harga produk yang baru dapat bersaing dipasar dan tingkat
permintaan pasar juga akan meningkat karena menarik konsumen dengan harga yang
lebih murah.
4. Quality Cost

0 1 2 3
PREVENTION COST
Perawatan Mesin Rp 2.308.988.000 Rp 2.308.988.000 Rp 2.308.988.000 Rp 2.308.988.000
Gaji Kepala Pembelian Rp 72.000.000 Rp 86.400.000 Rp 100.800.000 Rp 115.200.000
TOTAL PREVENTION COST Rp 2.380.988.000 Rp 2.395.388.000 Rp 2.409.788.000 Rp 2.424.188.000

APPRAISAL COST
Quality Control Rp 432.000.000 Rp 604.800.000 Rp 777.600.000 Rp 950.400.000
Test Laboratorium Rp 300.000.000 Rp 306.000.000 Rp 312.000.000 Rp 318.000.000
TOTAL APPRAISAL COST Rp 732.000.000 Rp 910.800.000 Rp 1.089.600.000 Rp 1.268.400.000
TOTAL CONTROL COST Rp 3.112.988.000 Rp 3.306.188.000 Rp 3.499.388.000 Rp 3.692.588.000
Rp 193.200.000 Rp 386.400.000 Rp 579.600.000
INTERNAL FAILURE COST
Rework Rp 1.778.661.331 Rp 1.440.715.678 Rp 1.166.979.699 Rp 945.253.557
TOTAL INT. FAILURE COST Rp 1.778.661.331 Rp 1.440.715.678 Rp 1.166.979.699 Rp 945.253.557

EXTERNAL FAILURE COST


Klaim Garansi Rp 1.539.904.600 Rp 1.247.322.726 Rp 1.010.331.408 Rp 818.368.441
TOTAL EXT. FAILURE COST Rp 1.539.904.600 Rp 1.247.322.726 Rp 1.010.331.408 Rp 818.368.441
TOTAL FAILURE COST Rp 3.318.565.931 Rp 2.688.038.404 Rp 2.177.311.107 Rp 1.763.621.997
Rp 630.527.527 Rp 1.141.254.824 Rp 1.554.943.934
TOTAL QUALITY COST Rp 6.431.553.931 Rp 5.994.226.404 Rp 5.676.699.107 Rp 5.456.209.997
GAIN/LOSS Rp 437.327.527 Rp 754.854.824 Rp 975.343.934

4 5 6 7
PREVENTION COST
Perawatan Mesin Rp 2.308.988.000 Rp 2.308.988.000 Rp 2.308.988.000 Rp 2.308.988.000
Gaji Kepala Pembelian Rp 129.600.000 Rp 144.000.000 Rp 158.400.000 Rp 172.800.000
TOTAL PREVENTION COST Rp 2.438.588.000 Rp 2.452.988.000 Rp 2.467.388.000 Rp 2.481.788.000

APPRAISAL COST
Quality Control Rp 1.123.200.000 Rp 1.296.000.000 Rp 1.468.800.000 Rp 1.641.600.000
Test Laboratorium Rp 324.000.000 Rp 330.000.000 Rp 336.000.000 Rp 342.000.000
TOTAL APPRAISAL COST Rp 1.447.200.000 Rp 1.626.000.000 Rp 1.804.800.000 Rp 1.983.600.000
TOTAL CONTROL COST Rp 3.885.788.000 Rp 4.078.988.000 Rp 4.272.188.000 Rp 4.465.388.000
Rp 772.800.000 Rp 966.000.000 Rp 1.159.200.000 Rp 1.352.400.000
INTERNAL FAILURE COST
Rework Rp 765.655.381 Rp 620.180.858 Rp 502.346.495 Rp 406.900.661
TOTAL INT. FAILURE COST Rp 765.655.381 Rp 620.180.858 Rp 502.346.495 Rp 406.900.661

EXTERNAL FAILURE COST


Klaim Garansi Rp 662.878.437 Rp 536.931.534 Rp 434.914.542 Rp 352.280.779
TOTAL EXT. FAILURE COST Rp 662.878.437 Rp 536.931.534 Rp 434.914.542 Rp 352.280.779
TOTAL FAILURE COST Rp 1.428.533.818 Rp 1.157.112.392 Rp 937.261.038 Rp 759.181.441
Rp 1.890.032.114 Rp 2.161.453.539 Rp 2.381.304.893 Rp 2.559.384.491
TOTAL QUALITY COST Rp 5.314.321.818 Rp 5.236.100.392 Rp 5.209.449.038 Rp 5.224.569.441
GAIN/LOSS Rp 1.117.232.114 Rp 1.195.453.539 Rp 1.222.104.893 Rp 1.206.984.491
Pada perhitungan quality cost, diketahui sebagai berikut :
- Prevention cost : Biaya untuk mencegah produksi barang cacat / berkualitas rendah
• Perawatan mesin
• Seleksi supplier yang dilakukan oleh Kepala Pembelian
- Appraisal Cost : Biaya yang muncul untuk menilai kualitas produk yang dihasilkan
• Quality control
• Test Laboratorium
- Internal Failure Cost : Failure cost yang muncul ketika produk belum sampai ke
tangan customer
• Rework
- External Failure Cost : Failure cost yang muncul ketika produk sudah sampai ke
tangan customer
• Klaim Garansi

Kondisi 0 pada tabel menunjukkan kondisi perusahaan saat ini dengan semua
biaya yang ada. Diketahui bahwa maksimal penurunan rework adalah 80% dari data
semula, sehingga total rework dapat ditekan maksimal sampai titik Rp663.713.186.
Berdasarkan data, control cost yang dapat dilakukan adalah :

- Meningkatkan inspeksi quality control and test laboratorium


- Perawatan mesin yang intensif
- Seleksi supplier oleh Kepala Pembelian

Masing-masing dari usaha diatas akan menurunkan rework dan klaim garansi sebesar
10%. Karena tambahan cost yang harus dikeluarkan oleh perusahaan akan sangat besar
jika meningkatkan perawatan mesin secara intensif, maka opsi kedua kami abaikan.
Perusahaan hanya meningkatkan inspeksi quality control, test laboratorium, dan seleksi
supplier. Dengan peningkatan 2 aspek ini, perusahaan hanya dapat melakukan usaha ini
maksimal 7 kali peningkatan sebelum akhirnya jumlah rework dan klaim garansi
mencapai titik minimumnya.

Dari perhitungan tersebut dapat dilihat berapa pertambahan cost yang harus
dikeluarkan untuk melakukan control dan berapa jumlah failure cost yang dapat
dihemat. Hasil paling optimal terlihat pada perhitungan ke-6 kai peningkatan, dimana
quality cost perusahaan terdapat pada titik paling rendah dan dengan tingkat
keuntungan atau penghematan biaya failure paling besar. Pada perhitungan ke-7 data
yang ditampilkan sudah menunjukkan kurva penurunan profit karena penghematan
yang didapatkan dari menambah control cost sudah berkurang. Untuk itu, saran untuk
PT TOP dalam meningkatkan quality control dan seleksi suppliernya adalah tergantung
pada dana yang tersedia, kelompok sudah menyediakan 6 alternatif yang dapat dipilih,
sesuai dengan dana yang dikeluarkan dan penghematan yang akan didapatkan.

Anda mungkin juga menyukai